PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI KEJAKSAAN
(STUDI PADA KPKNL MEDAN)
TESIS
Oleh
LAMRIA SIANTURI
037011044/MKn
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI KEJAKSAAN
(STUDI PADA KPKNL MEDAN)
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan
dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
LAMRIA SIANTURI
037011044/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI KEJAKSAAN (STUDI PADA KPKNL MEDAN)
Nama Mahasiswa : Lamria Sianturi
Nomor Pokok : 037011044
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N) Ketua
(Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum) Anggota
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S) Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah Diuji Pada
Tanggal: 3 Juni 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N.
Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum.
2. Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S.
3. Dr. Purnama T. Sianturi, S.H., M.Hum.
ABSTRAK
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dinyatakan Lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen-dokumen lain, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dipersamakan dengan itu, dalam rangka membantu penegakan hukum, di antaranya adalah Lelang Eksekusi Kejaksaan. Lelang Eksekusi Kejaksaan berasal dari barang temuan, sitaan, dan rampasan dalam kaitan sebagai barang bukti dalam perkara pidana. Lelang Eksekusi Kejaksaan yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) mendapat sorotan publik karena lelang tidak sesuai dengan harga pasar dan terlambatnya penyetoran uang hasil lelang. Oleh sebab itu dilakukan pengkajian tentang lelang eksekusi Kejaksaan yang mengakibatkan lelang, hambatan yang ditemui dan upaya yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL Medan.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis tentang pelaksanaan lelang eksekusi kejaksaan pada KPKNL, secara pendekatan yuridis normatif terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan lelang, dan didukung penelitian empiris pada pelaksanaan eksekusi Kejaksaan pada KPKNL Medan.
perkara pidana, sehingga dokumen dari barang tersebut tidak lengkap. Upaya yang dilakukan oleh KPKNL untuk mengatasi hambatan tersebut adalah melakukan koordinasi terhadap Kejaksaan dan juga dengan lembaga yang terkait dengan dokumen barang yang dilelang. Disarankan kepada pihak Kejaksaan, selesai melakukan proses hukum barang bukti sebagai barang rampasan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, segera menyerahkan berkasnya ke bagian yang berwenang untuk dilakukan proses lelang tepat waktu dan tidak berlarut-larut, sehingga tidak terjadi penurunan harga jual dari barang rampasan tersebut.
ABSTRACT
Regulation of Finance Minister Number 150/PMK.06/2007 about Change of Regulation of Finance Minister Number 40/PMK.07/2006 about Guide of Execution of Auction, expressed by Auction execute is auction to execute decision/ stipulating of other documents or justice, matching with law and regulation going into effect, to be likened with that, in order to assisting the straightening of law, among others is Auction Execute Public Attorney (lelang
eksekusi kejaksaan). Auction Execute Public attorney come from found goods,
confiscated goods, and looted matters in bearing as evidence goods in is criminal. Auction Execute Public Attorney executed by State Asset Management and Auction Office (KPKNL) get public focus because auction disagree with market price and losing time of endorsement of money result of auction. On that account conducted by study about auction execute Public attorney resulting auction, resistance met and effort able to be conducted in execution of auction execute Public attorney at KPKNL Medan.
This character of research is analytical descriptive about execution of auction execute public attorney at KPKNL, with normative juridical approach to regulation of invitation which related to auction, and supported by research of empiric at execution execute Public attorney at KPKNL Medan.
related to goods document which by auction. Suggested to Public attorney, have process evidence goods law as spoil which have had legal force remain to, immediately deliver binding to shares in charge to process timely auction and do not long draw out, so that do not happened degradation of price sell from spoil.
KATA PENGANTAR
Pertama dan terutama, dengan segala kerendahan hati dipanjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrah-Nya yang telah menambah keyakinan
dan kekuatan bagi penulis dengan segala keterbatasan yang dimiliki telah dapat
menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Pelaksanaan Lelang Eksekusi
Kejaksaan (Studi Pada KPKNL Medan)”
Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh
gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih penulis
sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak
Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu,
S.H., M.Hum., dan Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H. M.S., atas kesediaannya
memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
Kemudian juga, kepada para dosen penguji di luar komisi pembimbing, yang
terhormat dan amat terpelajar Bapak Notaris/PPAT Syafnil Gani, S.H., M.Hum.,
dan Ibu Dr. Purnama T. Sianturi, S.H., M.Hum., yang telah berkenan memberi
masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium,
seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Chairudin P. Lubis, DTM&H., Sp.A (K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktris Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktris serta seluruh Staf atas
bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan
studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program
Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
beserta seluruh Staf atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas
sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.)
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.)
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu
kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.
5. Kepada seluruh rekan-rekan seangkatan mahasiswa Magister Kenotariatan
(M.Kn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu membantu dan memotivasi
penulis dalam rangka penyelesaian studi Program Magister Kenotariatan
Teristimewa dengan tulus hati diucapkan terima kasih kepada kedua orang tua
penulis yang selalu mengasihi, Ayahanda St. Luther Sianturi dan Ibunda Ramen br
Siahaan yang selalu memberikan limpahan kasih sayang dan nasihat untuk berbuat
sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis. Demikian juga kepada Orang tua
mertua, Ayahanda Adum Toga Monang Sihotang dan Ibunda Nurminah br Siahaan
yang telah memberikan motivasi untuk penyelesaian studi.
Ucapan terima kasih kepada suami tercinta Jus Samuel Sihotang, S.E., M.Si.,
dan anakku tersayang Chelsea Bernike Sihotang yang menjadi motivasi penulis
untuk menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini.
Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
terima kasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan serta doa kepada penulis selama
proses penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amen.
Medan, Juni 2008
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Lamria Sianturi
Tempat/ Tgl. Lahir : Medan, 07 Oktober 1976
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Krisan Blok C-35 Kompleks Griya Riatur Indah
Medan.
II. Orang Tua
Nama Ayah : St. Luther Sianturi
Nama Ibu : Ramen br Siahaan
III. Pendidikan
1. SD Kristen 5 Medan Tamat Tahun 1989
2. SMP Negeri 9 Medan Tamat Tahun 1992
3. SMA Negeri 3 Medan Tamat Tahun 1995
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun 2000
5. S-2 Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana
USU Medan.
Medan, Juni 2008
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... iii
KATA PENGANTAR ... v
RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Keaslian Penelitian ... 9
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 10
1. Kerangka Teori ... 10
2. Konsepsi ... 20
G. Metode Penelitian ... 22
BAB II. TINJAUAN TENTANG LELANG DAN RISALAH LELANG 28 A. Lelang ... 28
1. Pengertian Lelang ... 28
2. Dasar Hukum Lelang ... 34
4. Jenis Lelang ... 39
5. Persiapan dan Tempat Pelaksanaan Lelang ... 41
B. Risalah Lelang ... 43
BAB III. EKSEKUSI KEJAKSAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN LELANG ... 52
A. Penataan Barang Bukti Pada Kejaksaan ... 52
1. Tugas dan Wewenang Kejaksaan ... 52
2. Penataan Barang Bukti ... 53
B. Eksekusi Kejaksaan Yang Dapat Mengakibatkan Lelang ... 58
BAB IV. HAMBATAN YANG DITEMUI DAN UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENGATASI HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI KEJAKSAAN PADA KPKNL MEDAN ... 84
A. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) ... 84
1. Kantor Wilayah II DJKN Medan ... 86
2. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) ... 94
B. Hambatan Yang Ditemui dan Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Hambatan LElang Eksekusi Kejaksaan Pada KPKNL Medan ... 98
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 111
A. Kesimpulan ... 111
B. Saran ... 112
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lelang sebagai suatu lembaga hukum mempunyai fungsi menciptakan
nilai dari suatu barang atau mencairkan suatu barang menjadi sejumlah uang
dengan nilai objektif. Lembaga lelang pasti selalu ada dalam sistem hukum
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pertama, untuk memenuhi kebutuhan
penjualan lelang, sebagaimana diatur dalam banyak peraturan
perundang-undangan. Kedua, untuk memenuhi atau melaksanakan putusan peradilan atau
lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan undang-undang dalam rangka
penegakan keadilan (law enforcement). Ketiga untuk memenuhi kebutuhan dunia
usaha pada umumnya, produsen atau pemilik benda pribadi dimungkinkan
melakukan penjualan lelang.1
Penjualan umum secara resmi masuk dalam perundang-undangan di
Indonesia sejak tahun 1908, dengan berlakunya Vendu Reglement (Peraturan
Lelang Stbl. 1908 Nomor 189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl. 1908
No. 190) yang hingga sekarang masih berlaku..
Lelang sebagai alternatif cara penjualan barang telah cukup lama dikenal.
Namun pada umumnya pengertian yang dipahami masih rancu. Sering
1
dikacaukan dengan lelang pengadaan barang atau jasa dalam rangka pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lelang tender yang sering
dikenal dengan lelang atas pemborongan yang dalam kaitan ini pembeli
(Pemerintah) berhadapan dengan penjual yang menawarkan barang/jasa.
Sementara lelang menurut Pasal 1 Vendu Reglement itu adalah suatu penjualan
barang di muka umum dengan cara penawaran secara lisan dan naik-naik untuk
memperoleh harga yang semakin meningkat atau dengan penawaran harga yang
semakin menurun dan/atau dengan penawaran harga secara tertutup dan tertulis
yang didahului dengan usaha mengumpulkan para calon peminat/pembeli lelang
yang dipimpin oleh pejabat lelang.
Demikian juga dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dinyatakan Lelang adalah penjualan barang
terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang
semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului
dengan pengumuman lelang (Pasal 1 angka 1). Setiap pelaksanaan lelang harus
dilakukan oleh dan/atau di hadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan (Pasal 2). Pejabat lelang adalah orang yang khusus
diberi wewenang oleh Menteri Keuangan melaksanakan Penjualan barang secara
lelang (Pasal 1 angka 13).
Dengan demikian, lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum
menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang,
dilakukan oleh dan/atau di hadapan Pejabat Lelang yang khusus diberi wewenang
oleh Menteri Keuangan.
Sebelum diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen
Keuangan, tempat pelaksanaan lelang dikenal dengan Kantor Pelayanan Piutang
dan Lelang Negara (KP2LN) yang merupakan instansi vertikal Direktorat
Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah DJPLN.2 Kemudian
dengan diterbitkan Peraturan Presiden di atas terjadi reorganisasi DJPLN
menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), dan ditindaklanjuti
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 135/PMK.01/2006 tanggal 29
Desember 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), maka lelang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Setiap pelaksanaan lelang, maka Pejabat Lelang membuat Risalah Lelang
yang terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki, dalam Bahasa
2
Indonesia dan diberi penomoran. Penandatanganan Risalah lelang dilakukan
oleh: 3
a. Pejabat Lelang pada setiap lembar di sebelah kanan atas dari Risalah Lelang, kecuali lembar yang terakhir;
b. Pejabat Lelang dan Penjual/Kuasa Penjual pada lembar terakhir dalam hal lelang barang bergerak; dan
c. Pejabat Lelang, Penjual/Kuasa Penjual dan Pembeli/kuasa Pembeli pada lembar terakhir dalam hal lelang barang tidak bergerak.
Dalam hal Penjual tidak menghendaki menandatangani Risalah Lelang atau
tidak hadir setelah Risalah Lelang ditutup, Pejabat Lelang membuat catatan keadaan
tersebut pada bagian Kaki Risalah Lelang dan menyatakan catatan tersebut sebagai
tanda tangan penjual. Minuta Risalah Lelang ditandatangani oleh Pejabat Lelang pada
saat penutupan pelaksanaan lelang. KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II hanya dapat
memperlihatkan atau memberitahukan Minuta Risalah Lelang kepada pihak yang
berkepentingan langsung dengan Risalah Lelang, ahli warisnya atau orang yang
memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.4
Pada dasarnya penyelenggaraan lelang dapat dilakukan oleh dua pihak
yaitu pihak Balai Lelang diarahkan untuk memberikan pelayanan lelang atas
barang-barang masyarakat/dunia usaha (lelang sukarela), sedangkan KPKNL
memberikan pelayanan lelang khususnya untuk barang-barang yang
dimiliki/dikuasai negara, termasuk barang-barang eksekusi pengadilan atau
3
Lihat, Pasal 52 dan Pasal 58 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
4
badan yang berwenang. Jadi, salah satu tugas Pokok KPKNL dalam memberikan
pelayanan umum lelang adalah yang dimohonkan oleh badan peradilan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang, membedakan lelang menjadi dua, yaitu Lelang
Eksekusi dan Lelang Non Eksekusi.
Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan
pengadilan atau dokumen-dokumen lain, yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dipersamakan dengan itu, dalam rangka
membantu penegakan hukum, di antaranya adalah Lelang Eksekusi Kejaksaan.5
Sedangkan Lelang Non Eksekusi dibedakan atas lelang non eksekusi wajib,
yaitu lelang untuk melaksanakan pejualan barang milik negara/daerah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
perbendaharaan Negara atau barang Milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah
(BUMN/D) yang oleh peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk dijual
secara lelang termasuk kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama. 6
Lelang Non Eksekusi Sukarela adalah lelang untuk melaksanakan penjualan
barang milik perorangan,kelompok masyarakat atau badan swasta yang dilelang
5
Lihat Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
6
secara sukarela oleh pemiliknya, termasuk BUMN/D berbentuk persero. 7
Selanjutnya di sini difokuskan pada Lelang Eksekusi Kejaksaan.
Lelang Eksekusi Kejaksaan yang dilaksanakan oleh KPKNL mendapat
sorotan publik, di antaranya adanya gugatan pembatalan lelang gula ilegal dari
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), sebagaimana berita pada mass media
berikut ini:8
Sejak publik mengetahui bahwa lelang gula ilegal sebanyak 56.343 ton hanya dihargai sebesar Rp. 2.100 per kg, hampir semua pihak terkait mengajukan protes, supaya lelang gula ilegal tersebut dibatalkan, antara lain Ketua Dewan Gula Nasional Anton Apriyantono yang juga sebagai Menteri Pertanian, BULOG, HKTI, dan Komisi III DPR.
Komisi III DPR meminta Jaksa Agung memberikan klarifikasi kepada DPR mengenai proses lelang. “Sebelum ada klarifikasi dari Jaksa Agung, kami minta lelang dibatalkan”, kata Ketua Komisi III DPR Teras Narang.
Tetapi meskipun ada desakan dari berbagai kalangan agar lelang 56.343 ton gula impor ilegal diulang kembali, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Soehandojo mengatakan, bahwa lelang gula ilegal hasil sitaan Kejaksaan Agung yang sudah dilakukan beberapa waktu yang lalu tidak akan dibatalkan. Alasannya, karena lelang gula impor ilegal tersebut sudah sesuai dengan prosedur yang benar. Dan tampaknya Pemerintah mengiyakan (mengikuti) pendapat pihak Kejaksaan Agung tersebut.
Kemudian kasus-kasus yang ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
terhadap Lelang Eksekusi Kejaksaan yang dilaksanakan oleh KPKNL di beberapa
daerah daerah provinsi tentang adanya keterlambatan penyetoran uang hasil lelang ke
Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
7
Lihat Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
8
Martinus Udin Silalahi, “Menyoal Pembatalan Lelang Gula Ilegal”, Harian Sore Sinar
Lelang Eksekusi Kejaksaan berasal dari barang temuan, sitaan, dan rampasan
dalam kaitan perkara pidana. Barang temuan adalah barang-barang yang ditemukan
oleh Penyidik/Kejaksaan dan telah diumumkan dalam jangka waktu tertentu tidak ada
yang mengaku sebagai pemiliknya. Barang temuan kebanyakan berupa hasil hutan
yang disita oleh penyidik tetapi tidak ditemukan tersangkanya dan telah diumumkan
secara patut, juga tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
Barang sitaan adalah barang-barang yang disita sebagai barang bukti
sitaan perkara pidana, karena pertimbangan sifatnya cepat rusak, busuk,
berbahaya atau biaya penyimpannya terlalu tinggi, maka dapat dilelang
mendahului Keputusan Pengadilan berdasarkan Pasal 45 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHAP), misalnya barang bukti sitaan berupa kayu gergajian
yang telah disita oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari instansi yang terkait,
dengan pertimbangan sifatnya cepat rusak/busuk dan biaya penyimpanan tinggi,
maka Kejaksaan Negeri yang menangani perkara memohon barang sitaan
tersebut untuk dilelang ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL). Lelang barang bukti sitaan memerlukan ijin dari Ketua Pengadilan
tempat perkara berlangsung, dan uang hasil lelang dipergunakan sebagai bukti
dalam perkara. Sedangkan lelang barang rampasan adalah lelang eksekusi
barang yang telah diputus oleh Pengadilan dan telah mempunyai kekuatan
hukum tetap serta dinyatakan barang bukti tersebut dirampas untuk Negara,
akan dijual lelang oleh Kejaksaan terlebih dahulu mendapat izin dari Kepala
Kejaksaan Negeri atau Kepala Kejaksaan Tinggi atau Jaksa Agung Muda yang
berwenang menyelesaikan barang rampasan, menurut harga dan barang
rampasan yang dikeluarkan oleh Instansi yang berwenang.9
Barang temuan, sitaan dan rampasan Kejaksaan tersebut dapat berupa
barang bergerak atau barang barang tidak bergerak, namun dalam prakteknya
lebih sering jenis barang bergerak, karena barang tidak bergerak seperti tanah
lebih banyak dibebankan sebagai hak tanggungan pada perbankan dalam kasus
kredit macet atau piutang negara, sehingga pengurusannya diwajibkan
diserahkan oleh bank (kreditur) pada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
Hasil Lelang Eksekusi Kejaksaan (kecuali untuk barang sitaan yang hasil
lelangnya masih dipergunakan sebagai uang pengganti barang bukti), maka wajib
disetorkan segera ke rekening Kas Negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak
(PNBP), sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004
pasal 20 ayat (1), orang atau badan yang melakukan pungutan atau penerimaan uang
negara wajib menyetor seluruh penerimaan dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah
penerimaannya ke rekening kas negara pada Bank Pemerintah atau lembaga lain yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
9
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian
tentang Pelaksanaan Lelang Eksekusi Kejaksaan pada Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Medan.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
dalam penelitian adalah:
1. Bagaimana eksekusi Kejaksaan yang dapat mengakibatkan lelang?
2. Bagaimana hambatan yang ditemui dan upaya yang dilakukan dalam
mengatasi hambatan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL Medan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian adalah
1. Untuk mengetahui eksekusi Kejaksaan yang dapat mengakibatkan lelang.
2. Untuk mengetahui hambatan yang ditemui dan upaya yang dilakukan dalam
mengatasi hambatan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL Medan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Secara teoritis, dapat diharapkan menjadi bahan untuk pengembangan
wawasan dan kajian lebih lanjut terhadap kekuatan hukum dalam
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan
kepada para pihak bahwa pelaksanaan lelang eksekusi yang dapat
memberikan kepastian hukum bagi pemohon lelang/penjual dan bagi pembeli
dalam pelaksanaan lelang pada KPKNL medan.
E. Keaslian Penelitian
Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi, maupun data yang
ada dari penelusuran pada kepustakaan Sekolah Pascasarjana, Magister
Kenotariatan dan Magister Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan bahwa
belum ada penelitian sebelumnya dengan judul ”Pelaksanaan Lelang Eksekusi
Kejaksaan Pada KPKNL Medan”. Namun ada penelitian sebelumnya yang
pernah dilakukan oleh Arief Hidayat, mahasiswa Program Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang berjudul “Pelaksanaan Lelang
Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara Pada Kantor Lelang Negara Medan.
Dalam penelitian tersebut pemasalahan yang diajukan adalah cara penanganan
kredit macet yang dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara, pelaksanaan
lelang eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara pada Kantor Lelang Negara
Medan, serta hambatan apa saja yang timbul pada pelaksanaan lelang eksekusi
Panitia Urusan Piutang Negara Medan sebelum maupun sesudah lelang dan
alternatif penanggulangannya. Akan tetapi dilihat dari titik permasalahan dari
masing-masing penelitian di atas, terdapat perbedaan permasalahan yang akan
baik dari segi permasalahan maupun materi dan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala
spesifik atau proses tertentu terjadi,10 dan satu teori harus diuji dengan
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak
benarannya.11) Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem)
yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis12 Kerangka teori yang
akan dijadikan pisau analisis dalam penelitian ini dengan aliran hukum positif
yang analitis dari Jhon Austin, yang mengartikan hukum itu sebagai a command
of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu
suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang
kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat
10
J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I asas-asas, FE UI, Jakarta, hal. 203, dalam S. Mantayborbir, 2004, Sistem Hukum Pengurusan
Piutang,, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, hal. 13.
11
Ibid, hal. 16.
12
tertutup (closed logical system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan
keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.13
Selain menggunakan teori positivisme hukum dari Jhon Austin dalam
menganalisis tesis ini juga menggunakan teori pembangunan hukum yang
dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja. Teori tersebut mengatakan bahwa
hukum adalah sarana pembangunan yaitu sebagai alat pembaharuan dan
pembangunan.14 masyarakat yang merupakan alat untuk memelihara ketertiban
dalam masyarakat. Mengingat fungsinya, sifat hukum pada dasarnya adalah
konservatif. Artinya, hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang
telah tercapai. Selain itu hukum harus dapat membantu proses perubahan
pembangunan masyarakat tersebut.15
Mengingat pelaksanaan lelang yang diatur dalam Vendu Reglement Stbl.
1908/189, Vendu Instructie Stbl.1908/190. Sementara perubahan-perubahan
13
Lihat Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2002, hal. 55.
14
Pembangunan adalah suatu kata yang digunakan untuk menjelaskan proses dan usaha untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, politik, budaya, hukum dan infrastruktur masyarakat. Pembangunan juga disejajarkan dengan kata perubahan sosial. Lihat Mansour Fakih, Sesat Pikir Teori
Pembangunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hal.10
15
telah terjadi dalam pelaksanaan lelang. Untuk menyesuaikan dengan
perkembangan masyarakat itu Pemerintah telah mengeluarkan berbagai
peraturan pelaksana lelang dalam hal ini Peraturan Pemerintah dan Keputusan
Menteri Keuangan. Peraturan teknis tersebut menimbulkan masalah karena
kekuatan mengikat hanya terhadap lingkup lelang, tidak mengikat setiap orang,
seperti halnya undang-undang. Substansi peraturan teknis tersebut terkadang
tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
setingkat yang diatur oleh instansi yang terkait. Jika suatu hukum yang baik
harus mengandung keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan, maka peraturan
perundang-undangan lelang yang ada kurang mengandung tujuan hukum
dimaksud. Lelang sebagai suatu lembaga hukum harus memuat aspek filosofis
yaitu menjamin kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan16sesuai dengan
perkembangan dalam pelaksanaan lelang tersebut.
Penjualan lelang tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi
termasuk perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Penjualan Lelang dikuasaí
oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli yang diatur dalam
16
KUHPerdata Buku III tentang Perikatan. Pasal 1319 KUHPerdata berbunyi:
semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak
dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat
dalam bab ini dan bab yag lalu”. Pasal 1457 KUH Perdata, merumuskan “jual
beli” adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga
yang dijanjikan. Lelang mengandung unsur-unsur yang tercantum dalam defenisi
jual beli adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan
antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga; adanya hak dan kewajiban
yang timbul antara pihak penjual dan pembeli. Namun, penjualan lelang
memiliki identitas dan karakteristik sendiri, dengan adanya pengaturan khusus
dalam Vendu Reglement, namun dasar penjualan lelang mengacu pada
ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli.
Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl.
1940 Nomor 56) dalam terjemahan Himpunan Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia menyebutkan::
Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan barang-barang yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup.”17
17
Pengertian lelang dalam Pasal 1 butir 1 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa “Lelang
adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga
secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk
mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang”.
Sehubungan dengan itu, S. Mantayborbir dan Iman Jauhari,
mengemukakan bahwa lelang merupakan suatu sarana perekonomian untuk
melakukan penjualan barang melalui Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang
Negara (KP2LN) (sebagaimana telah diubah dengan Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang (KPKNL)). Lebih jauh dikatakan bahwa menurut ketentuan,
pelaksanaan lelang harus dilakukan di hadapan pejabat lelang.18 Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat dijelaskan definisi lelang bahwa “Lelang adalah penjualan
barang di muka umum yang dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran
harga secara terbuka, lisan dan naik-naik atau secara menurun dan atau secara
tertulis dan tertutup yang didahului dengan pengumuman lelang”.19
Berdasarkan pendapat mengenai pengertian lelang sebagaimana
dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa lelang merupakan suatu proses yang
sangat sederhana dan merupakan suatu mekanisme pasar di mana orang dapat
berkumpul untuk membeli dan menjual berbagai jenis barang. Dengan demikian
18)
S. Mantayborbir dan Iman Jauhari, Hukum Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2003, hal. 7
19
dapat pula dikatakan bahwa lelang merupakan sistem penjualan yang dilakukan
di muka umum yang dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran lisan
dan naik-naik atau semakin menurun dan atau secara tertulis dan tertutup untuk
memperoleh harga yang optimal yang didahului dengan pengumuman lelang
sebagai usaha untuk mengumpulkan para calon peminat/pembeli. Oleh karena
itu, pengertian lelang yang dimaksud di sini adalah terbatas pada penjualan
barang di muka umum.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dapat dikemukakan 5 (lima)
unsur yang harus dipenuhi di dalam pengertian lelang, antara lain:
a. Lelang adalah suatu sarana dalam melakukan bentuk penjualan atas sesuatu barang
b. Harga yang diperoleh bersifat kompetitif karena cara penawaran harga dilakukan secara khusus, yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan dan naik-naik atau turun-turun dan/atau secara tertulis dan tertutup tanpa memberi prioritas pada pihak manapun untuk membeli.
c. Pembeli tidak dapat ditunjuk sebelumnya, kecuali kepada calon peminat pembeli lelang dengan penawaran tertinggi yang telah melampaui harga limit dapat ditunjuk sebagai pemenang/pembeli.
d. Memenuhi unsur publisitas, karena lelang adalah penjualan yang bersifat transparan.
e. Dilaksanakan pada suatu saat dan tempat tertentu sehingga bersifat cepat, efisien, dan efektif. 20
Berdasarkan pengertian eksekusi lelang yang telah diuraikan di atas,
maka dapat diartikan bahwa eksekusi lelang merupakan perbuatan atau tindakan
menjalankan putusan mengenai penjualan atas suatu barang di muka umum
20
dengan cara lelang yang didahului dengan pengumuman lelang untuk
menghimpun calon peminat/pembeli.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa Lelang termasuk
perjanjian jual beli barang, karenanya terhadapnya berlaku syarat-syarat sahnya
perjanjian. Pasal 1319 KUHPerdata, berbunyi: semua perjanjian, baik yang
mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama
tertentu, yang tunduk pada ketentuan umum dari KUHPerdata Buku III Bab I
dan Bab II.21 Syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata,
yang terdiri dari: sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; cakap untuk
membuat suatu perikatan; suatu hal tertentu; suatu sebab yang halal.
Dengan demikian dalam hal eksekusi lelang barang temuan dan sitaan,
rampasan kejaksaan/penyidik yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), maka kata sepakat terjadi saat Pejabat
Lelang (KPKNL) untuk kepentingan pemohon lelang atas barang temuan dan
sitaan, rampasan kejaksaan (penjual) dalam hal menunjuk penawar yang
tertinggi dan mencapai harga limit sebagai pembeli lelang.
Lelang sebagai suatu perjanjian dalam pelaksanaannya tunduk pada
klausula-klausula risalah lelang. Klausula Risalah Lelang sebagai perjanjian
yang mengikat para pihak dalam lelang, yang merupakan hukum khusus yang
berlaku bagi para pihak dalam lelang. Pasal 53 Peraturan Menteri Keuangan
21
Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, mengatur Risalah
Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang
yang merupakan akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna
bagi para pihak. Selanjutnya dalam Pasal 58 peraturan tersebut diatur setiap
pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang oleh pejabat lelang. Kemudian, dalam
Pasal 35 Vendu Reglement mengatur Risalah Lelang sama artinya dengan
”Berita Acara” Lelang. Berita acara lelang merupakan landasan otentifikasi
penjualan lelang, berita acara lelang mencatat segala peristiwa yang terjadi pada
penjualan lelang.22 Perumusan Risalah Lelang sebagai berita acara yang dibuat
oleh Pejabat Lelang kurang tepat, karena risalah lelang lebih mencirikan suatu
akta otentik yang dibuat dihadapan Pejabat Lelang.
Risalah Lelang termasuk akta otentik yang dibuat dihadapan pejabat,
karena memenuhi syarat formal dan syarat materil suatu akta otentik dibuat
dihadapan pejabat. Syarat formil yaitu dibuat dihadapan pejabat yang berwenang
menurut undang-undang, yaitu Pejabat Lelang berdasarkan Pasal 58 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang,
dihadiri para pihak yaitu penjual dan pihak pembeli lelang; kedua belah pihak
dikenal atau dikenalkan kepada para Pejabat Lelang, menyebut identitas Pejabat
Lelang; menyebut tempat, hari bulan dan tahun pembuatan risalah lelang;
22
Pejabat Lelang membacakan akta dihadapan para penjual dan pembeli lelang;
ditanda-tangani semua pihak; dan penegasan, pembacaan, penerjemahan dan
penanda-tanganan pada bagian penutup akta. Syarat materil, Risalah Lelang
memuat keterangan kesepakatan para pihak antara penjual dan pembeli lelang,
isi keterangan perbuatan hukum (rechthandeling) yang bersegi dua berupa jual
beli melalui lelang atau mengenai hubungan hukum (rechtbetrekking) antara
penjual dan pembeli lelang dan pembuatan akta sengaja dimaksudkan sebagai
bukti. Risalah Lelang merupakan bukti yang sempurna tentang adanya
pelaksanaan lelang.
Pasal 1457 KUHPerdata mengatur: ”Jual beli adalah suatu persetujuan
dengan pihak mana yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan”.
Berdasarkan rumusan perjanjian jual beli ditujukan untuk mengalihkan hak
kebendaan atas suatu barang dari penjual kepada pembeli. Jual beli mengandung
dua aspek hukum, yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan, karena jual beli
melahirkan hak bagi kedua belah pihak atas tagihan, yang berupa penyerahan
kebendaan pada satu pihak dan pembayaran harga jual pada pihak yang
lainnya. Sedangkan dari sisi perikatan melahirkan kewajiban dalam bentuk
penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh
pembeli kepada penjual. Demikian juga lelang mengalihkan hak kebendaan atas
objek lelang dari penjual kepada pembeli, sehingga pengalihan kepemilikan atas
Selanjutnya sifat lelang ditinjau dari sudut sebab barang dilelang
dibedakan antara lelang eksekusi dan lelang non eksekusi. Lelang eksekusi
adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen
yang dipersamakan dengan itu sesuai dengan perundang-undagan yang berlaku.
Lelang non eksekusi adalah lelang selain lelang eksekusi yang meliputi lelang
non eksekusi wajib dan lelang non eksekusi sukarela. Sifat lelang ditinjau dari
sudut penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang, dibedakan
antara lelang yang sifatnya wajib, yang menurut peraturan perundang-undangan
wajib melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dan
lelang yang sifatnya sukarela atas permintaan masyarakat. Lelang non eksekusi
wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik negara/daerah
dan kekayaan negara yang dipisahkan sesuai peraturan yang berlaku. Lelang non
eksekusi sukarela adalah lelang untuk melaksanakan kehendak perorangan atau
badan untuk menjual benda miliknya.
Demikian halnya dengan barang temuan dan sitaan, rampasan Kejaksaan
merupakan lelang eksekusi yang sifatnya wajib yang menurut peraturan
perundang-undangan wajib melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKNL), yang dalam hal ini kedudukan Kejaksaan adalah sebagai
2. Konsepsi
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi
diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang
konkrit, yang disebut dengan operational definition.23 Pentingnya definisi
operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran
mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.24 Oleh karena itu untuk
menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa
konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai
dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:
a. Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan
penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau
menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan
pengumuman lelang.25
b. Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan
pengadilan atau dokumen-dokumen lain, yang sesuai dengan peraturan
23
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10.
24
Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan
Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan: PPs-USU, 2002, hal 35
25
perundang-undangan yang berlaku, dipersamakan dengan itu, dalam rangka
membantu penegakan hukum dalam hal ini adalah Lelang Eksekusi Kejaksaan.26
c. Barang bukti adalah sesuatu barang yang dalam proses persidangan mempunyai
fungsi untuk memperkuat keyakinan hakim dalam menilai kebenaran material dan
formal atas kesalahan terdakwa serta ikut melengkapi alat bukti yang telah
ditentukan oleh Undang-undang.27
d. Barang temuan adalah barang temuan adalah barang-barang yang ditemukan
oleh kejaksaan/penyidik dan telah diumumkan dalam jangka waktu tertentu
tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
e. Barang sitaan adalah barang-barang yang disita sebagai barang bukti perkara
pidana yang karena sifatnya cepat rusak, busuk, berbahaya atau biaya
penyimpanannya terlalu tinggi, dijual mendahului keputusan Pengadilan,
berdasarkan Pasal 45 KUHAP.
f. Barang rampasan adalah barang bukti yang berdasarkan putusan Pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk
Negara.28
26
Lihat Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
27
Lihat, Keputusan Jaksa Agung R.I. Nomor: KEP-112/JA/10/1989 tentang Mekanisme Penerimaan, Penyimpanan Dan Penataan Barang Bukti.
28
g. Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara
di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
h. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) adalah instansi
vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.29
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang
bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan menganalisis data
yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat tentang pelaksanaan lelang
eksekusi Kejaksaan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL) Medan.
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif yang
didukung oleh data primer dan data sekunder. Pendekatan yuridis normatif
terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan
lelang eksekusi, dan didukung dengan yuridis empiris dengan melihat pada
kasus-kasus pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL Medan.
2. Lokasi Penelitian
29
Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan. Adapun pertimbangan
dipilihnya lokasi penelitian ini karena Kota Medan adalah salah astu kota
terbesar di Sumatera, dan merupakan ibukota Sumatera sehingga diharapkan
akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi dan data tentang pelaksanaan
eksekusi lelang yang berasal dari Kejaksaan.
3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian adalah seluruh kasus pelaksanaan lelang
eksekusi Kejaksaan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL) Medan.
Dari hasil penelitian terhadap barang sitaan, temuan dan rampasan
Kejaksaan Negeri Medan yang telah dieksekusi lelang pada tahun 2006 sampai
2007 hanya sebanyak 3 (tiga) kasus pada KPKNL Medan, sehingga keseluruhan
kasus dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Penelitian ini didukung dengan data penunjang melalui informan yaitu:
a. Kepala Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan
b. Kepala Kejaksaan Negeri Medan
c. Kepala Kejaksaan Negeri Belawan
e. Hakim Pengadilan Negeri Medan
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan penelitian
kepustakaan dan penelitian lapangan, dengan cara sebagai berikut:
a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan
melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.30
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:
a) Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD 1945.
b) Peraturan perundang-undangan yang berkait dengan pelaksanaan
lelang, seperti KUH Perdata, Vendu Reglement (Peraturan Lelang
Stbl. 1908 Nomor 189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl.
1908 No. 190), Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang
Panitia Urusan Piutang Negara, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang,
2) Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
30
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum
dan sebagainya.
3) Bahan tertier (penunjang) di luar bidang hukum seperti kamus,
insklopedia, majalah, koran, makalah, dan sebagainya yang berkaitan
dengan permasalahan.
b. Penelitian Lapangan (field research) untuk mendapatkan data primer
berkaitan dengan masalah pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada pada
KPKNL Medan dengan melakukan wawancara kepada para informan yang
telah ditentukan.
5. Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu :
a. Studi Dokumen, untuk mengumpulkan data sekunder guna dipelajari
kaitannya dengan permasalahan yang diajukan. Data ini diperoleh dengan
mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen
perundang-undangan yang ada kaitannya dengan pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan
pada KPKNL Medan yang selanjutnya digunakan sebagai kerangka teoritis
untuk penelitian lapangan.
b. Wawancara, dilakukan dengan pedoman wawancara kepada informan yang
telah ditetapkan dengan memilih model wawancara langsung (tatap muka),
berdasarkan pokok bahasan yaitu pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan
pada KPKNL.31 Tujuannya agar mendapatkan data yang mendalam dan lebih
lengkap sebagai data primer dalam penelitian ini.
6. Analisis Data
Penelitian ini dilakukan berdasarkan wawancara langsung dengan
informan yang mengetahui langsung permasalahan pelaksanaan lelang eksekusi
Kejaksaan pada KPKNL Medan
Teknik analisis data penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis
kualitatif, sehingga hasil analisis ditentukan berdasarkan uraian-uraian fakta di
lapangan untuk memperkuat argumentasi yang dapat dijadikan sebagai dasar
penarikan kesimpulan. Sebagaimana layaknya pelaksanaan jenis deskriptif,
penelitian ini pada dasarnya tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan
penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi data yang
dikumpulkan. Penelitian ini lebih diarahkan pada jenis studi kasus. Menurut
31)
Winarno, studi kasus lebih memusatkan perhatian pada suatu kasus secara
intensif dan mendetail.32
32
BAB II
TINJAUAN TENTANG LELANG DAN RISALAH LELANG
A. Lelang
1. Pengertian Lelang
Penjualan lelang tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi
termasuk perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Penjualan Lelang dikuasaí
oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli yang diatur dalam
KUHPerdata Buku III tentang Perikatan. Pasal 1319 KUHPerdata berbunyi,
semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak
dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum. Pasal 1319
membedakan perjanjian atas perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak
bernama (innominaat). Pasal 1457 KUH Perdata, merumuskan jual beli adalah
suatu persetujuan, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang
dijanjikan. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak
penjual dan pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk
menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan
pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek
tersebut.
Lelang mengandung unsur-unsur yang tercantum dalam defenisi jual beli
adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan antara
timbul antara pihak penjual dan pembeli. Esensi dari lelang dan jual beli adalah
penyerahan barang dan pembayaran harga. Penjualan lelang memiliki identitas
dan karakteristik sendiri, dengan adanya pengaturan khusus dalam Vendu
Reglement, namun dasar penjualan lelang sebagian masih mengacu pada
ketentuan KUHPerdata menganai jual beli, sehingga penjualan lelang tidak
boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum
perdata, seperti ditegaskan dalam Pasal 1319.
Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl.
1940 Nomor 56) yang masih berlaku sebagai dasar hukum lelang, dinyatakan:33
Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan barang-barang yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup.
Pengertian lelang menurut pendapat Polderman, sebagaimana dikutip
Rochmat Soemitro, menyatakan: 34
Penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan untuk sipenjual dengan cara menghimpun para peminat”. Polderman selanjutnya mengatakan, bahwa syarat utama lelang adalah menghimpun para peminat untuk mengadakaan perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual. Dengan demikian syaratnya ada 3, yaitu: 1) Penjualan umum harus selengkap mungkin (volledigheid). 2) Ada kehendak untuk mengikat diri.3)Bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat ditunjuk sebelumnya.
33
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta, 1992, hal. 931
34
Menurut Roell sebagaimana dikutip Rochmat Soemitro menyatakan:35
Penjualan umum adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara saat mana seseorang hendak menjual sesuatu atau lebih dari satu barang, baik secara pribadi maupun dengan perantaraan kuasanya, memberikan kesempatan kepada orang-orang yang hadir melakukan penawaran untuk membeli barang-barang yang ditawarkan sampai kepada saat di mana kesempatan lenyap.
Jadi menurut Rochmat Soemitro titik berat dari definisi yang diberikan Roell adalah
pada kesempatan penawaran barang.36
Menurut Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat
Jenderal Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum-Sekretariat Jenderal Departemen
Keuangan:37
Pengertian lelang adalah cara penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran secara kompetisi yang didahului dengan pengumuman lelang dan atau upaya mengumpulkan peminat. Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian lelang adalah:
a. cara penjualan barang; b. terbuka untuk umum;
c. penawaran dilakukan secara kompetisi;
d. pengumuman lelang dan atau adanya upaya mengumpulkan peminat;
e. cara penjualan barang yang memenuhi unsur-unsur tersebut diatas harus dilakukan oleh dan atau di hadapan Pejabat Lelang.
Dari pengertian di atas, maka lalang adalah penjualan barang di muka umum
yang didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman yang
dilakukan oleh dan atau di hadapan pejabat lelang dengan pencapaian harga yang
optimal melalui cara penawaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis.
Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan, Reformasi Undang-Undang Lelang
Pengertian lelang harus memenuhi unsur-unsur, yaitu: penjualan barang di muka
umum, didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman,
dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang, harga terbentuk dengan cara
penawaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis.
Lelang sebagai alternatif cara penjualan barang telah cukup lama dikenal.
Namun pada umumnya pengertian yang dipahami masih rancu. Sering dikacaukan
dengan lelang pengadaan barang atau jasa dalam rangka pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lelang tender yang sering dikenal dengan
lelang atas pemborongan ini diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994
tentang Pelaksanaan APBN. Dalam kaitan ini pembeli (pemerintah) berhadapan
dengan penjual yang menawarkan barang/jasa. Sementara lelang menurut Pasal 1
Vendu Reglement adalah suatu penjualan barang di muka umum dengan cara
penawaran secara lisan dan naik-naik untuk memperoleh harga yang semakin
meningkat atau dengan penawaran harga yang semakin menurun dan/atau dengan
penawaran harga secara tertutup dan tertulis yang didahului dengan usaha
mengumpulkan para calon peminat/pembeli lelang yang dipimpin oleh pejabat lelang
atau Vendumeester (dahulu juru lelang).38
Dari pengertian lelang dapat dikemukakan dua hal yang penting:
1) Pengertian lelang adalah terbatas pada penjualan barang di muka umum. Karena
itu, pembelian barang dan pemborongan pekerjaan secara lelang seperti pada
38
mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang sering disebut dengan
“lelang tender” tidak termasuk di dalamnya.
2) Di dalam pengertian lelang harus dipenuhi 5 unsur, yaitu:
a) Lelang adalah suatu bentuk penjualan barang.
b) Penentuan harga bersifat kompetitif karena cara penawaran harga yang
khusus, yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan dan naik-naik atau
secara turun-turun dan/atau secara tertutup dan tertulis tanpa memberi
prioritas kepada pihak manapun untuk membeli.
c) Pembeli tidak dapat ditunjuk sebelumnya, keceuali kepada para calon peminat
lelang dengan penawaran tertinggi yang telah melampaui harga limit dapat
ditunjuk sebagai pemenang/pembeli.
d) Memenuhi unsur publisitas, karena lelang adalah penjualan yang bersifat
transparan.
e) Dilaksanakan pada suatu saat dan tempat tertentu sehingga bersifat cepat,
efisien dan efektif.
Jadi, lelang adalah cara penjualan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan
yang bersifat khusus yaitu Vendu Reglement Stb. 1908. Peraturan peninggalan
Belanda tersebut sampai saat ini masih berlaku secara nasional dengan berbagai
penyesuaian seperlunya dan dilaksanakan dengan Vendu Instructie Stb 1908 dan
Peraturan Pemerintah tentang pemungutan bea lelang Stb. 1949 Nomor 390. Karena
itu lelang adalah suatu cara penjualan barang yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan yang bersifat khusus (lex specialist).39
39
Selanjutnya, lelang sebagai perjanjian, terjadi pada saat pejabat lelang untuk
kepentingan penjual menunjuk penawar yang tertinggi dan mencapai harga limit
sebagai pembeli lelang.40 Hal tersebut sebagai tahap perjanjian obligatoir yang
menimbulkan hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli lelang, sehingga tahap
perjanjian obligatoir dalam penjualan lelang yaitu sejak pejabat lelang untuk
kepentingan penjual menunjuk penawar yang tertinggi dan mencapai harga limit
sebagai pembeli lelang.
Dalam lelang, keempat unsur dalam perjanjian jual beli terpenuhi, ada penjual
lelang, ada pembeli lelang, ada barang yang menjadi objek lelang, dan ada harga yang
terbentuk dalam penawaran terakhir yang ditunjuk pejabat lelang. Lelang adalah
sebagai suatu perjanjian jual beli, maka ketentuan jual beli sebagaimana diatur oleh
KUHPerdata juga berlaku dalam lelang. Lelang tunduk pada ketentuan umum dari
KUHPerdata Buku III Bab I dan II, sehingga atas suatu pelaksanaan lelang berlaku
asas-asas perjanjian yang diatur oleh KUHPerdata. Dalam Pasal 1339 KUHPerdata
disebutkan, “Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas
dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang”.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007
tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 40/PMK.07/2006
40
Tentang Pelaksanaan Lelang, dinyatakan Lelang adalah penjualan barang
terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang
semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului
dengan pengumuman lelang (Pasal 1 angka 1). Ketentuan ini membatasi
pengertian lelang itu hanya pada penjualan di muka umum saja tidak termasuk
lelang tender atau lelang pemborongan pekerjaan.
2. Dasar Hukum Lelang
Keberadaan lembaga lelang sebagai bentuk khusus dari penjualan benda telah
diakui dalam banyak peraturan perundang-undangan di Indonesia,41 terdapat dalam
berbagai peraturan umum dan peraturan khusus. Peraturan umum yaitu peraturan
perundang-undangan yang tidak secara khusus mengatur lelang tetapi ada pasal-pasal
di dalamnya yang mengatur tentang lelang, yaitu:
a. KUHPdt (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Stbl. 1847/23 antara lain: Pasal
389, 395, 1139 (1), 1149 (1).
b. RGB (Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura) Stbl.
1927/227 Pasal 206-228.
c. RIB/HIR (Reglement Indonesia yang Diperbaharui) Stbl. 1941/44 Pasal 195-208.
d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.
41
e. Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang
Negara Pasal 10 dan 13.
f. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1970 tentang Penjualan dan atau Pemindah
tanganan Barang-barang yang Dimiliki/Dikuasai Negara
g. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana, Pasal 45 dan 273.
h. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 6, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
i. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
Pasal 41.
j. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1986 tentang Hak Tanggungan,Pasal 6.
k. Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fiducia, Pasal 29 ayat (3).
l. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.
m. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
n. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 48.
o. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
Peraturan khusus yaitu peraturan perundang-undangan yang secara khusus
mengatur tentang lelang, yaitu:
a. Vendu Reglement (Peraturan Lelang) Staatsdlad 1908:198 sebagaiman telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Staablaad 1941:3. Vendu Reglement mulai
berlaku pada tanggal 1 April 1908, merupakan peraturan yang mengatur
yang dapat dianggap sederajat dengan undang-undang, karena pada saat
pembuatannya belum dibentuk volksraad.
b. Vendu Instructie (Instruksi Lelang) Staatsblaab 1908 190 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblaab 1930:85. Vendu Instructie
merupakan ketentuan-ketentuan yang melaksanakan vendu reglement.
c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak (Lebaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687).
d. Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen
Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan
Presiden Nomor 37 tahun 2004.
e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 tahun 2006 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Instansi Vertikal dilingkungan Departemen Keuangan.
f. Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Keuangan
g. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementeriaan Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2005.
h. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 445/KMK. 01/2001 tentang Organisasi dan
Tata Kerja kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan
KP2LN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
i. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 371/KMK.01/2002 tentang Pelimpahan
Wewenang Kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemaen Keuangan
untuk dan atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan/atau
Keputusan Menteri Keuangan sebagimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.06/2003.
j. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.06 /2004 tentang organisasi dan
Tata Kerja Departeman Keuangan sebagaimana telah diubah Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 426/KMK.01/2004.
k. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang.
l. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.07/2006 tanggal 30 Mei 2006
tentang Pejabat Lelang Kelas I.
m. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tanggal 30 Nopember
2005 tentang Balai Lelang
n. Peraturan Menteri Keuangan No. 119/PMK.07/2005 tanggal 30 Nopember 2005
tentang Pejabat Lelang Kelas II.
Peraturan teknis yang utama mengenai pelaksanaan lelang adalah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk
3. Fungsi Lelang
Fungsi Lelang dibedakan atas fungsi privat dan fungsi publik adalah:
a. Fungsi privat: karena lelang merupakan institusi pasar yang mempertemukan
penjual dan pembeli, maka lelang berfungsi memperlancar arus lalu lintas
perdagangan barang. Fungsi ini dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan
penjualan barang kepada masyarakat/pengusaha yang menginginkan barangnya
dilelang, maupun kepada peserta lelang.
b. Fungsi publik:
1) Memberikan pelayanan penjualan dalam rangka pengamanan terhadap asset
yang dimiliki/dikuasai oleh negara untuk meningkatkan efisiensi dan tertib
administrasi pengelolaannya;
2) Memberikan pelayanan penjualan barang yang bersifat cepat, aman tertib dan
mewujudkan harga yang wajar;
3) Mengumpulkan penerimaan negara dalam bentuk bea lelang dan uang
miskin.42
Kebaikan penjualan secara lelang merupakan suatu cara penjualan barang
yang dipilih dan dimanfaatkan dalam berbagai sistem hukum mengingat adanya
kebaikan-kebaikan yang dapat dipetik dari lelang tersebut, yaitu sebagai berikut:
42
a. Adil; karena lelang bersifat terbuka (umum) dan obyektif.
b. Aman; lelang disaksikan, dipimpin, dilaksanakan oleh pejabat lelang dan cukup
terlindungi oleh hukum, karena sistem lelang mengharuskan Pejabat Lelang
meneliti terlebih dahulu tentang keabsahan dokumen penjualan dan barang yang
akan dijual (subyek dan obyek) lelang. Bahkan pelaksanaan lelang harus lebih
dahulu diumumkan melalui surat kabar harian dan berselang 15 (lima belas) hari,
sehingga memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
untuk mengajukan keberatan atas penjualan melalui lelang tersebut. Oleh sebab
itu penjualan secara lelang adalah penjualan yang sah dan aman.
c Cepat, karena lelang didahului dengan pengumuman lelang sehingga peminat
lelang dapat berkumpul pada saat hari lelang yang ditentukan dan pembayarannya
secara tunai.
d Mewujudkan harga yang wajar, karena sistem penawaran dalam lelang bersifat
kompetitif dan transparan.
e Memberikan kepastian hukum, karena pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh
Pejabat Lelang dapat dibuat Berita Acara pelaksanaan lelang yang disebut Risalah
Lelang sebagai akte otentik.43
4. Jenis Lelang
43
Jenis Lelang dibedakan berdasarkan sebab barang dijual dan penjual dalam
hubungannya dengan barang yang akan dilelang, dibedakan antara Lelang Eksekusi
dan Lelang Non Eksekusi, sebagai berikut:
a. Lelang Eksekusi
Lelanag Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan
pengadilan atau dokumen-dokumen lain, yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dipersamakan dengan itu, dalam rangka
membantu penegakan hukum, antara lain: Lelang Eksekusi Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak,
Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-undang Hak
Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi dikuasai/tidak dikuasai Bea Cukai lelang
Eksekusi Barang Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-undang Acara Hukum Pidana
(KUHAP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Barang Temuan,
Lelang Eksekusi Fidusia, Lelang Eksekusi Gadai.44
b. Lelang Non Eksekusi
1) Lelang Non Eksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan pejualan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara atau barang Milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) yang oleh peraturan
44