• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Floyd-Warshall Dalam Mencari Rute Terpendek Jaringan Jalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Floyd-Warshall Dalam Mencari Rute Terpendek Jaringan Jalan"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN ALGORITMA DIJKSTRA DAN

FLOYD-WARSHALL DALAM PEMILIHAN RUTE TERPENDEK

JARINGAN JALAN

(STUDI LITERATUR)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat untuk

Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

SONDANG SITANGGANG

050404105

SUB JURUSAN TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan baik.

Tugas akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan untuk menempuh

ujian sarjana pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara. Adapun judul tugas akhir ini adalah “Perbandingan Algoritma Dijkstra dan

Floyd-Warshall Dalam Mencari Rute Terpendek Jaringan Jalan”.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Yusandy Aswad, ST,

MT sebagai Dosen Pembimbing tugas akhir yang telah memimbing dan mengarahkan

dalam penyusunan tugas akhir ini.

Ucapan trimakasih penulis sampaikan pada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan ketua Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak dan Ibu Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan

waktu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

4. Bapak/Ibu Staf dosen pada jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

5. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang membantu penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Medan, Mei 2011

( Sondang Sitanggang )

(3)

Abstrak

“Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Floyd-Warshall

Dalam Pemilihan Rute Terpendek Jaringan Jalan”

Oleh : Sondang Sitanggang

Kemacetan yang sering terjadi selama perjalanan, sering mengganggu

kegiatan kita sehari-hari. Setiap manusia ingin sampai ke tujuan dengan tepat waktu.

Tetapi, sering kali kemacetan menyebabkan keinginan manusia terganggu. Oleh

karena itu, dibutuhkan suatu cara untuk menanggulangi gangguan tersebut. Untuk

mencapai suatu tempat dengan waktu yang lebih cepat, kita akan mencari lintasan

terpendek dari tempat asal ke tempat tujuan.

Saat ini banyak sekali algortima-algoritma yang dapat digunakan untuk

menyelesaikan persoalan penentuan lintasan terpendek (shortest path problem) dari

suatu rute. Ada dua algortima yang cukup terkenal yang bisa digunakaan untuk

menyelesaikan persoalan lintasan terpendek, yaitu Algoritma Dijkstra dan Algoritma

Floyd-Warshall.

Algoritma Dijkstra ini menggunakan prinsip greedy yang menyatakan bahwa

pada setiap langkah kita memilih sisi yang berbobot minimum dan memasukkannya

ke dalam himpunan solusi sedangan algoritma Floyd-Warshall menggunakan prinsip

dinamis yang melakukan pemecahan masalah dengan memandang solusi yang akan

diperoleh sebagai suatu keputusan yang saling terkait. Artinya solusi-solusi tersebut

dibentuk dari solusi yang berasal dari tahap sebelumnya dan ada kemungkinan solusi

lebih dari satu. Beberapa analisa pun menunjukkan beberapa keuntungan dan

(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR ISTILAH ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Umum ... I-1

I.2 Latar Belakang ... I-2

I.3 Tinjauan Studi ... I-3

I.4 Manfaat Studi ………...I-6

I.4 Pembatasan Masalah ... I-6

(5)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Transportasi... ... II-1

II.1.1 Pengertian Transportasi ... II-1

II.1.2 Konsep Perencanaan Transportasi ... II-3

II.2 Klasifikasi Pergerakan ... II-4

II.2.1 Jenis Pergerkan...II-6

II.2.2 Sirkulasi...II-6

II.3 Kemacetan Lalu Lintas... II-11

II.3.1 Penyebab Masalah Lalu Lintas... II-13

II.4 Pola Pemilihan Rute Jaringan Jalan ... II-16

II.4.1 Pemilihan Rute Jaringan Jalan ... II-18

II.4.2 Alasan/Faktor Pemilihan Rute... II-19

.II.4.2.1.Hipotesa Pemilihan Rute ... II-20

II.4.3 Kriteria Pemilihan Rute ... II-21

(6)

II.6 Pengenalan Algoritma Pencarian Rute Terpendek ... II-26

II.6.1 Jenis dan Sifat Graf ... II-27

II.7. Pengenalan Algoritma Djikstra ... II-28

II.7.1 Skema Umum Penggunaan Algoritma Dijkstra... II-29

II.7.2 Analisis Hasil Algoritma Dijkstra ... II-33

II.8. Pengenalan Algoritma Floyd-Warshall ... II-38

II.8.1 Karakteristik Algoritma Floyd-Warshall ... II-39

II.8.2 Analisis Algoritma Floyd-Warshall ... II-40

II.9 Pengenalan Algoritma Bellman-Ford ... II-42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Umum ... III-1

III.2 Rencana Kerja ... III-4

III.2.1 Studi Pendahuluan dan Kajian Pustaka ... III-4

III.2.2 Perancangan dan Pengolahan Data... III-5

III.2.3 Uji Metode Algoritma ... III-6

III.2.4 Perbandingan Pemilihan Rute Terpendek Dari Metode Algoritma

(7)

BAB IV REVIEW DAN APLIKASI DI LAPANGAN

IV.1 Algoritma Dijkstra ... IV-1

IV.1.1 Skema Umum Penggunaan Algoritma Dijkstra ... IV-1

IV.1.2 Skema Umum Penggunaan Algoritma Floyd-Warshall ... IV-2

IV.1.3 Hal-hal yang Akan Dievakuasi...IV-3

IV.2 Analisis Waktu Perjalanan Pada Jaringan Jalan ... IV-27

IV.3 Analisis Pencarian Rute Terpendek Jaringan Jalan Dengan

Algoritma Dijkstra Berdasarkan Waktu Tempuh ... IV-27

IV.3.1 Metode Algoritma Dijkstra ... IV-40

IV.3.2 Metode Algoritma Floyd-Warshall ... IV-45

IV.4 Analisis Pencarian Rute Terpendek Jaringan Jalan Dengan

Algoritma Dijkstra Berdasarkan Panjang Jalan ... IV-27

IV.4.1 Metode Algoritma Dijkstra ... IV-40

IV.4.2 Metode Algoritma Floyd-Warshall ... IV-45

IV.5 Hasil Perhitungan Rute Terpendek ... IV-46

(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan ... V-1

(9)

DAFTAR ISTILAH

Algoritma : Kumpulan instruksi/perintah yang dibuat secara jelas dan

sistematis berdasarkan urutan yang logis (logika) untuk

penyelesaian suatu masalah.

Edge Weights : Bobot-bobot sisi

Greedy Alghotihm : Algoritma rakus/tamak

Node/Vertex : Titik Simpul

On peak : Waktu sibuk

Shortest Path : Jarak Terpendek

Time : Waktu Perjalanan

Trip : Jumlah Perjalanan

Vertek : Garis Penghubung titik simpul

Weight : Bobot/jarak

(10)

PERBANDINGAN ALGORITMA DIJKSTRA DAN

FLOYD-WARSHALL DALAM PEMILIHAN RUTE TERPENDEK

JARINGAN JALAN

(STUDI LITERATUR)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat untuk

Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

SONDANG SITANGGANG

050404105

SUB JURUSAN TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan baik.

Tugas akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan untuk menempuh

ujian sarjana pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara. Adapun judul tugas akhir ini adalah “Perbandingan Algoritma Dijkstra dan

Floyd-Warshall Dalam Mencari Rute Terpendek Jaringan Jalan”.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Yusandy Aswad, ST,

MT sebagai Dosen Pembimbing tugas akhir yang telah memimbing dan mengarahkan

dalam penyusunan tugas akhir ini.

Ucapan trimakasih penulis sampaikan pada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan ketua Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak dan Ibu Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan

waktu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

4. Bapak/Ibu Staf dosen pada jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

5. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang membantu penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Medan, Mei 2011

( Sondang Sitanggang )

(12)

Abstrak

“Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Floyd-Warshall

Dalam Pemilihan Rute Terpendek Jaringan Jalan”

Oleh : Sondang Sitanggang

Kemacetan yang sering terjadi selama perjalanan, sering mengganggu

kegiatan kita sehari-hari. Setiap manusia ingin sampai ke tujuan dengan tepat waktu.

Tetapi, sering kali kemacetan menyebabkan keinginan manusia terganggu. Oleh

karena itu, dibutuhkan suatu cara untuk menanggulangi gangguan tersebut. Untuk

mencapai suatu tempat dengan waktu yang lebih cepat, kita akan mencari lintasan

terpendek dari tempat asal ke tempat tujuan.

Saat ini banyak sekali algortima-algoritma yang dapat digunakan untuk

menyelesaikan persoalan penentuan lintasan terpendek (shortest path problem) dari

suatu rute. Ada dua algortima yang cukup terkenal yang bisa digunakaan untuk

menyelesaikan persoalan lintasan terpendek, yaitu Algoritma Dijkstra dan Algoritma

Floyd-Warshall.

Algoritma Dijkstra ini menggunakan prinsip greedy yang menyatakan bahwa

pada setiap langkah kita memilih sisi yang berbobot minimum dan memasukkannya

ke dalam himpunan solusi sedangan algoritma Floyd-Warshall menggunakan prinsip

dinamis yang melakukan pemecahan masalah dengan memandang solusi yang akan

diperoleh sebagai suatu keputusan yang saling terkait. Artinya solusi-solusi tersebut

dibentuk dari solusi yang berasal dari tahap sebelumnya dan ada kemungkinan solusi

lebih dari satu. Beberapa analisa pun menunjukkan beberapa keuntungan dan

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Kota Medan sebagai kota terbesar nomor tiga di Indonesia dan juga ibukota

propinsi Sumatera Utara, memiliki perkembangan yang pesat dalam kegiatan

ekonomi, sosial, budaya dan kegiatan lainnya. Maka hal yang wajar apabila aktivitas

penduduknya relatif tinggi seiring dengan kebutuhan perjalanannya.

Kebutuhan akan perjalanan ini menuntut adanya pemilihan rute terpendek dari suatu

daerah ke daerah lainnya sehingga dapat mengefisiensikan jarak, waktu, dan biaya

yang dibutuhkan untuk mencapai daerah tujuan tersebut.

Dalam melakukan aktivitas perjalanannya, setiap pelaku perjalanan akan

mencoba mencari rute terbaik yang meminimkan biaya perjalanannya. Selain untuk

mengefisiensikan jarak, waktu, dan biaya yang dibutuhkan untuk menuju suatu

tempat tujuan tertentu ataupun sebaliknya bagi pengguna/pelaku perjalanan, juga

dapat mengurangi dampak kemacetan dengan pendistribusian/sebaran pergerakan

perjalanan mengingat bahwa dewasa ini jaringan jalan di kota Medan mengalami

permasalahan transportasi yang sangat kritis seperti kemacetan lalu lintas yang

disebabkan oleh tingginya tingkat urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, kepemilikan

kenderaan, serta berbaurnya peranan fungsi jalan arteri, kolektor, dan lokal sehingga

jaringan jalan tidak dapat berfungsi secara efisien. ketidaklancaran arus lalu lintas ini

(14)

membangun jalan bebas hambatan, jalan tol, dan jalan lingkar namun masalah

tersebut tidak dapat diselesaikan dengan mudah.

I.2 Latar Belakang

Didalam undang-undang Republik Indonesia No. 38 tahun 2004 tentang

prasarana jalan, disebutkan bahwa jalan mempunyai peranan penting dalam

mewujudkan perkembangan kehidupan bangsa. Maka jalan darat ini sangat

dibutuhkan oleh masyarakat di dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Dalam

rangka membantu mengembangkan daerahnya, maka diperlukan adanya jaringan

transportasi yang dapat menjangkau daerah potensial dan daerah terpencil sekalipun.

Maka perencanaan pembuatan jalan raya mempunyai banyak aspek dan bidang lain

selain bidang teknik, misalnya bidang ekonomi, sosial, politik dan lain-lain.

Untuk mempertinggi tingkat pelayanan suatu jaringan jalan maka para ahli

teknik lalu lintas tidak henti-hentinya mengembangkan metode-metode yang telah

ada dan dicari metode lain yang lebih efisien dalam penggunaannya salah satunya

ialah metode jarak terpendek untuk membantu menganalisa pencarian rute terpendek

dari jaringan jalan yang dapat membantu pengendara mencapai tempat tujuan dengan

waktu yang lebih cepat dan lebih efisien.

Persoalan lintasan terpendek yaitu menemukan lintasan terpendek antara dua

atau beberapa simpul lebih yang berhubungan. Ada beberapa macam persoalan

lintasan terpendek, antara lain : lintasan terpendek antara dua buah simpul, lintasan

(15)

semua simpul lain, dan lintasan terpendek antara dua buah simpul yang melalui

beberapa simpul tertentu. (Nur F. Rachmah, 2008) Persoalan mencari lintasan

terpendek di dalam jaringan jalan merupakan salah satu persoalan optimasi.

Persoalan ini biasanya direpresentasikan dalam bentuk graf. Graf yang digunakan

dalam pencarian lintasan terpendek atau shortest path adalah graf berbobot (weighted

graph), yaitu graf yang setiap sisinya diberikan suatu nilai atau bobot. Bobot pada sisi

graf dapat menyatakan jarak antar kota, waktu pengiriman pesan, ongkos

pembangunan, dan sebagainya.

Seiring dengan waktu yang berjalan dan juga perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, saat ini banyak sekali algoritma-algoritma yang

digunakan untuk memecahkan permasalahan lintasan terpendek (shortest path

problem) yang diaplikasikan pada jaringan jalan. Solusi yang didapat dari

penelusuran dari Algoritma tersebut dapat diberi nama Pathing Algorihm.

Algoritma Dijkstra merupakan salah satu algoritma yang digunakan untuk

memecahkan permasalahan lintasan terpendek dan juga salah satunvarian dari

algoritma greedy, yaitu salah satu bentuk algoritma populer dalam pemecahan

persoalan yang terkait dengan masalah optimasi. Sifatnya sederhana dan lempang

(straight forward). Sesuai dengan artinya yang secara harafiah berarti tamak atau

rakus – namun tidak dalam konteks negatif, algoritma Dijkstra hanya memikirkan

solusi terbaik yang akan diambil pada setiap langkah tanpa memikirkan konsekuensi

ke depan. Prinsipnya, ambillah apa yang bisa Anda dapatkan saat ini (take what you

(16)

diubah kembali. Intinya algoritma Djikstra berupaya membuat pilihan nilai optimum

lokal pada setiap langkah dan berharap agar nilai optimum lokal ini mengarah kepada

nilai optimum global. (Raden A.D.N, 2007) selain algoritma Dijkstra dikenal juga

algoritma Floyd-Warshall, yaitu suatu metode yang melakukan pemecahan masalah

dengan memandang solusi yang akan diperoleh sebagai suatu keputusan yang saling

terkait. Artinya solusi-solusi tersebut dibentuk dari solusi yang berasal dari tahap

sebelumnya dan ada kemungkinan solusi lebih dari satu dalam pengertian lain,

Algoritma Floyd-Warshall merupakan algoritma yang mengambil jarak minimal dari

suatu titik ketitik lainnya, algoritma ini menerapkan suatu algoritma dinamis yang

menyebabkan akan mengambil jarak lintasan terpendek secara benar.

Apri Kamayudi (2008) dalam makalahnya yang berjudul Studi dan

Implementasi Algoritma Dijkstra, Bellman-Ford dan Floyd-Warshall Dalam

Menangani Masalah Terpendek Dalam Graf menyatakan bahwa masing-masing

algoritma memiliki spesifikasi penyelesaian masalah, kompleksitas waktu algoritma,

serta jenis masalah yang berbeda, sementara Michell S. Handaka (2010) dalam

makalahnya yang berjudul Perbandingan Algoritma Dijkstra (Greedy) dan

Floyd-Warshall (Dynamic Programming) dalam Pengaplikasian Lintasan Terpendek pada

Link-State Routing Protocol menyimpulkan bahwa algoritma Djikstra pada umumnya

tidak selalu memberikan hasil yang optimum namun algoritma ini merupakan

algoritma yang favorit, selain itu Raden A. D. Novandi (2007) juga membandingkan

algoritma Djikstra dan Algoritma Floyd-Warshall dalam makalahnya yang berjudul

(17)

Lintasan Terpendek (Single Pair Shortest Path) menyatakan bahwa terdapat

perbedaan yang cukup signifikan untuk penerapan antara kedua algoritma, Algoritma

Floyd-Warshall yang menerapkan pemrograman dinamis lebih menjamin

keberhasilan penemuan solusi optimum untuk kasus penentuan lintasan terpendek.

Dari makalah-makalah peneliti terdahulu ini dapat dikatakan bahwa setiap

algoritma memiliki kelebihan dan kelemahan dalam menyelesaikan persoalan

lintasan terpendek, berdasarkan latar belakang inilah penulis ingin mencoba

membandingkan algoritma Djikstra dan algoritma Floyd-Warshall dalam mencari

rute terpendek dalam jaringan jalan dalam tugas akhir ini dengan judul

”Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Algoritma Floyd-Warshall Dalam

Pemilihan Rute Terpendek Jaringan Jalan”.

I.3 Tujuan Studi

Studi ini bertujuan untuk :

1. Melakukan Review pada teori rute terpendek algoritma Dijkstra dan

algoritma Floyd-Warshall dengan aplikasi penggunaan dilapangan.

2. Menganalisia kinerja dari suatu lintasan jalan menuju jalan lain, dari segi

waktu tercepat sehingga pengguna jalan dapat mengefisiensikan waktu.

3. Menganalisis kelebihan dan kekurangan algoritma dijkstra (dijkstra'

algorithm) dan algoritma Floyd-Warshall (Floyd-Warshall algorithm)

(18)

I.4 Manfaat Studi

Dari penulisan tugas akhir ini penulis berharap dapat membantu masyarakat

terutama yang berhubungan langsung dengan transportasi dalam menentukan rute

yang paling efisien saat mereka melakukan perjalanan mereka sehingga dapat

menghemat waktu, tenaga dan biaya.

I.5 Pembatasan Masalah

Agar penulisan ini dapat terarah dan sesuai dengan tujuan, maka diperlukan

pembatasan masalah. Dalam studi ini, permasalahan dibatasi pada :

1. Algoritma yang dibandingkan adalah algoritma Dijkstra dan Floyd-Warshall.

2. Teori pemilihan rute jalan yang digunakan adalah Jarak Terpendek (Shortest

Path) yaitu didasarkan pada pendekatan terhadap jarak, waktu tempuh dan

biaya termurah. Namun dalam studi ini, pendekatan yang dilakukan adalah

terhadap jarak dan waktu tempuh.

3. Aplikasi contoh pada tugas akhir hanya sebagai review penggunaan algoritma

dan aplikasinya pada kondisi lapangan, bukan berdasarkan teori atau

permasalahan yang ada.

4. Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program Microsoft excel

(19)

I.6 Metodologi Studi

Metodologi yang digunakan pada studi ini adalah :

1. Studi literatur yaitu mengumpulkan data-data yang berhubungan

dengan tugas akhir ini yang bersumberkan buku-buku serta referensi

jurnal sebagai pendekatan teori maupun sebagai perbandingan untuk

mengkaji Studi ini.

2. Melakukan review terhadap dua teori pencarian rute terpendek yaitu

algoritma Dijkstra dan Floyd-Warshall pada kondisi lapangan.

(20)

Gambar 1.1 Bagan Alir Penelitian

Kajian Pustaka Pengumpulan bahan dan studi literatur

Pengolahan Data

Berdasarkan Algoritma Dijkstra - Menggunakan prinsip Greedy - Elemen-elemen algoritma Dijkstra

• Himpunan kandidat • Himpunan Fungsi • Fungsi Kelayakan • Fungsi Objektif

Data sekunder • Peta jaringan jalan kota Medan • Data panjang jalan jaringan jalan • Waktu perjalanan hasil Pengolahan data

Analisa Data

- Menggunakan prinsip Greedy - Elemen-elemen algoritma Dijkstra

• Himpunan kandidat

- Menggunakan prinsip optimalitas • Terdiri dari beberapa tahap • Tiap tahap salinh berhubungan • Hasil Keputusan di transformasi • Bobot meningkat secara bertahap • Bobot dari satu tahap bergantung pada

tahap sebelumnya Studi Pendahuluan

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Transportasi

II.1.1 Pengertian Transportasi

Transportsi dapat diartikan sebagai usaha yang memindahkan, menggerakkan,

menganggkut, atau mengalihkan suatu objek dari satu tempat ke tempat lain, dimana

di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan

tertentu. (Fidel Miro, 2005) Dalam pengertian lain transportasi diartikan sebagai

usaha pemindahan atau pergerakan dari suatu lokasi ke lokasi yang lainnya dengan

menggunakan suatu alat tertentu. Dengan demikian maka transportasi memiliki

dimensi seperti lokasi (asal dan tujuan), alat (teknologi) dan keperluan tertentu

(Miro,1997). Sistem transportasi selalu berhubungan dengan kedua dimensi tersebut,

jika salah satu dari ketiga dimensi tersebut tidak ada maka bukanlah termasuk

transportasi.

Sementara itu sistem transportasi terdiri dari beberapa sistem makro yaitu

(Tamin, 1997) :

1. Sistem kegiatan

2. Sistem jaringan prasarana transportasi

3. Sistem pergerakan lalu lintas

4. Sistem kelembagaan

Keempat sistem tersebut saling berinteraksi membentuk sistem transportasi

(22)

pergerakan manusia/barang dalam bentuk pergerakan kendaraan. Perubahan pada

sistem kegiatan akan membawa pengaruh pada sistem jaringan melalui suatu

perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu pula dengan

perubahan pada sistem jaringan akan mengakibatkan sistem kegiatan melalui

peningkatan mobilitas dan aksesibillitas dari sistem pergerakan tersebut.

Sistem pergerakan sangat penting dalam mengakomodasikan sistem pergerakan agar

tercipta sistem pergerakan yang lancar dan selanjutnya akan berpengaruh pula pada

sistem jaringan kegiatan, jadi ketiganya saling mempengaruhi. Transportasi

mempunyai jangkauan pelayanan, yang diartikan sebagai batas geografis pelayanan

yang diberikan oleh transportasi kepada pengguna transportasi tersebut. Jangkauan

pelayanan ini didasarkan pada lokasi asal dan tujuan.

Sistem transportasi merupakan suatu satuan dari elemen-elemen yang saling

mendukung dalam pengadaan transportasi. Elemen-elemen transportasi tersebut

adalah (Morlok,1991) :

• Manusia dan barang (yang diangkut)

• Kendaraan dan peti kemas (alat angkut) • Jalan (tempat alat angkut bergerak)

• Terminal

• Sistem pengoperasian

Sedangkan Khisty and Lall, 2003 menyatakan bahwa empat elemen utama

(23)

1. Sarana perhubungan (link) : jalan raya atau jalur yang

menghubungkan dua titik atau lebih. Pipa, jalur darat, jalur laut, dan

jalur penerbangan juga dapat dikategorikan sebagai sarana

perhubungan.

2. Kendaraan : alat yang memindahkan manusia dan barang dari satu

titik ke titik lainnya di sepanjang sarana perhubungan. Contohnya

mobil, bis, kapal, dan pesawat terbang.

3. Terminal : titik-titik dimana perjalanan orang dan barabg dimulai atau

berakhir. Contoh : garasi mobil, lapangan parkir, gudang bongkar

muat, dan Bandar udara.

4. Manajemen dan tenaga kerja : orang-orang yang membuat,

mengoperasikan, mengatur dan memelihara sarana perhubungan,

kendaraan dan terminal.

Keempat elemen di atas berinteraksi dengan manusia, sebagai pengguna

maupun nonpengguna sistem, dan berinteraksi pula dengan lingkungan.

II.1.2 Konsep Perencanaan Transportasi

Terdapat beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang

sampai saat ini – yang paling popular adalah “Model Perencanaan Transportasi

Empat Tahap”. Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri

submodel yang masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan.

(Tamin. O.Z., 1997) Pemodelan ini mudah dipakai dan ditunjang pula dengan

(24)

computer untuk studi-studi transportasi. (Fidel Miro, 1997) Adapun keempat dari

submodel tersebut adalah :

a. Pemodelan Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (Trip Generation and Trip

Atraction).

b. Pemodelan Sebaran/Distribusi Perjalanan (Trip Distribution).

c. Pemodelan Pemilihan Kendaraan (Model Split).

d. Model Pemilihan Rute Perjalanan (Trafiic Assigment).

II.2 Klasifikasi Pergerakan

Pergerakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Tamin, 1997) :

a. Berdasarkan tujuan pergerakan

Pada prakteknya, sering dijumpai bahwa model bangkitan pergerakan

yang lebih baik bisa didapatkan dengan memodel secara terpisah

pergerakan yang mempunyai tujuan berbeda. Dalam kasus pergerakan

berbasis rumah, lima kategori tujuan pergerakan yang sering

digunakan adalah :

 pergerakan tempat kerja

 pergerakan ke sekolah

 pergerakan ke tempat belanja

 pergerakan untuk kepentingan sosial dan rekreasi

(25)

Dua tujuan pergerakan pertama (bekerja dan pendidikan) disebut

tujuan pergerakan utama yang merupakan keharusan yang dilakukan

setiap hari, sedangkan tujuan pergerakan lainnya sifatnya pilihan dan

tidak rutin dilakukan.

b. Berdasarkan waktu

Pergerakan ini biasanya dikelompokkan menjadi pergerakan pada jam

sibuk dan jam tidak sibuk. Proporsi pergerakan yang dilakukan oleh

setiap tujuan pergerakan sangat berfluktuasi atau bervariasi sepanjang

hari.

c. Berdasarkan jenis orang

Hal ini berdasarkan salah satu jenis pengelompokkan yang penting

karena perilaku pergerakan individu sangat dipengaruhi oleh

sosio-ekonomi. Atribut yang dimaksud adalah :

 Tingkat pendapatan

Biasanya terdapat tiga penggolongan pendapatan di Indonesia

yaitu tinggi, menengah dan rendah.

 Tingkat kepemilikan kendaraan

Biasanya terdapat empat tingkat, yaitu 0, 1, 2, atau lebih dari 2

kendaraan per rumah tangga.

 Ukuran struktur rumah tangga

Merupakan jumlah anggota keluarga dengan struktur umur dan

(26)

II.2.1 Jenis Pergerakan

Berbagai jenis pergerakan yang ada merupakan akibat adanya kegiatan

manusia. Berbagai pengertian yang membedakan jenis-jenis pergerakan (Willumsen,

1990) :

Perjalanan Home Based (HB) adalah suatu perjalanan yang menunjukkan

bahwa rumah sebagai pembuat perjalanan yang merupakan asal dan tujuan

dari perjalanan.

Perjalanan Non Home Based adalah suatu perjalanan yang menunjukkan

bahwa salah satu asal atau tujuan dari perjalanan bukanlah rumah pelaku

perjalanan.

Produksi perjalanan (Trip Production) adalah perjalanan yang didefinisikan

sebagai awal dan akhir dari sebuah perjalanan Home Based atau sebagai awal

dari perjalanan Non Home Based.

Tarikan perjalanan (Trip Atraction) adalah perjalanan yang tidak berakhir di

rumah bagi perjalanan yang bersifat Home Based atau berbagai tujuan dari

suatu perjalan Non Home Based.

Bangkitan perjalanan (Trip Generation) adalah total jumlah perjalanan yang

ditimbulkan oleh rumah tangga dalam suatu zona baik Home Based ataupun

Non Home Based.

II.2.2 Sirkulasi

Sirkulasi menggambarkan sebuah pola pergerakan, baik kendaraan maupun

(27)

puncak bagi lalu lintas kendaraan dan pergerakan pejalan kaki. Sirkulasi merupakan

gerak terusan ruang. Jalan sirkulasi diartikan sebagai tali yang terlihat

menghubungkan ruang-ruang dalam maupun luar.

Unsur-unsur dari sirkulasi adalah :

a. Pencapaian bangunan (pandangan dari jauh)

b. Jalan masuk ke dalam bangunan (dari luar ke dalam )

c. Konfigurasi bentuk jalan (urutan ruang-ruang)

Sifat konfigurasi ialah mempengaruhi dan dipengaruhi pola organisasi

ruangruang yang menghidupkannya. Konfigurasi sebuah jalan yang dapat

memperkuat organisasi ruang dengan mensejajarkan polanya. Sekali berhasil

membayangkan konfigurasi ke seluruh jalan di dalam sebuah bangunan, orientasi di

dalam bangunan dan pengertian tentang tata letak ruangnya menjadi nyata. Sirkulasi

dibedakan atas dua golongan :

1. Sirkulasi Kendaraan

Banyaknya pengunjung yang datang menggunakan kendaraan menyebabkan

lalu lintas padat dan terjadi kemacetan. Untuk sirkulasi kendaraan sendiri dibagi

menjadi dua yaitu :

• Sirkulasi kendaraan pribadi

Jenis sirkulasi ini bersifat pasif, karena kendaraan yang datang bukan hanya

lewat tetapi menjadikan suatu kawasan sebagai titik pemberhentian. Semakin

menarik kawasan tersebut semakin banyak kendaraan yang datang dan

(28)

• Sirkulasi angkutan umum

Jenis ini bersifat aktif, dalam artian sirkulasi kendaraan ini harusnya hanya

melewati kawasan tertentu. Permasalahan yang perlu diperhatikan adalah

banyaknya rute kendaraan umum yang melintasi. Semakin banyak jurusan

semakin banyak pula jumlah kendaraan umum yang melewati kawasan

tersebut.

2. Sirkulasi Pejalan kaki

Sirkulasi pejalan kaki, dibedakan menurut pembagian waktu menjadi dua

yaitu :

• Sirkuasi orang pada siang – sore hari

• Sirkulasi orang pada sore – malam hari.

Terdapat beberapa bentuk sirkulasi yang biasa terjadi di perkotaan adalah :

(Ching, 1905)

a) Linier

Semua jalan adalah linier, jalan yang lurus dapat menjadi unsur pembentuk

untuk satu deretan ruang-ruang.

Sumber: (Ching, 1905)

Gambar 2.1 Pola Sirkulasi Linear

Keterangan :

(29)

b) Radial

Bentuk radial memiliki jalan yang berkembang dari atau berhenti pada sebuah

pusat, tidak sama.

Sumber:(DK. Ching, Francis an hanoto adji, Paulus, 1905, Arsitektur bentuk

ruang dan Susunannya).

Gambar 2.2 Pola Sirkulasi Radial

c) Spiral

Sebuah bentuk spiral adalah suatu jalan yang menerus dan berasal dari titik

pusat, berputar mengelilinginya dan bergerak menjauhi titik pusat tersebut.

Sumber : (Ching, 1905)

Gambar 2.3 Pola Sirkulasi Spiral

Keterangan:

Pola sirkulasi radial adalah polasirkulasi mengambang dari pusat kegiatan/aktivitas menuju daerah sekitarnya.

Keterangan :

(30)

d) Grid

Bentuk grid terdiri dari dua set jalan-jalan sejajar yang saling berpotongan

pada jarak yang sama dan menciptakan bujur sangkar atau kawasan-kawasan

ruang yang berbentuk segi empat.

Sumber : (Ching, 1905)

Gambar 2.4 Pola Sirkulasi Grid

e) Net Work

Suatu bentuk jaringan yang terdiri dari beberapa jalan yang menghubungkan

titik-titik tertentu dalam ruang.

Sumber : (Ching, 1908)

Gambar 2.5 Pola Sirkulasi Net Work

Keterangan :

Pola sirkulasi grid adalah pola sirkulasi yang saling berpotongan antara yang satu dengan yang lainnya dan membentuk segi empat pada kawasan ruang.

Keterangan :

(31)

f) Campuran

Pada kenyataannya, sebuah bangunan umumnya mempunyai suatu kombinasi

dari pola-pola tersebut.

II.3 Kemacetan Lalu Lintas

Pada dasarnya, kemacetan terjadi akibat dari jumlah arus lalu lintas pada suatu

ruas jalan tertentu yang melebihi kapasitas maksimum yang dimiliki oleh jalan

tersebut. Peningkatan arus dalam suatu ruas jalan tertentu berarti mengakibatkan

peningkatan kerapatan antar kendaraan yang dapat juga berarti terjadinya kepadatan

arus lalu lintas akan mengakibatkan antrian hingga terjadi kemacetan lalu lintas.

Kemacetan itu sendiri dapat dibedakan menjadi 5 tipe menurut biaya yang

dikeluarkan, yaitu :

1. Simple interaction

Kemacetan yang terjadi pada saat arus lalu lintas rendah dengan jumlah

pergerakan yang kecil. Kemacetan ini biasanya disebabkan oleh cara mengemudi

yang lambat dan berhati-hati untuk menghindari kecelakaan.

2. Multiple Interaction

Kemacetan yang terjadi pada saat arus lalu lintas lebih tinggi, yang mengakibatkan

tiap bertambahnya kendaraan akan lebih menghalangi satu sama lain, meskipun

kapasitas jalan belum digunakan secara optimal.

3. Bottleneck Situation

Kemacetan karena penyempitan lebar jalan, sehingga ruas jalan tersebut

(32)

sebelumnya/sesudahnya. Bila arusnya berada dibawah kapasitas “bottleneck”

maka ruas jalan tersebut akan terjadi interaksi berganda, namun bila memenuhi

kapasitas, apalagi untuk beberapa lama akan menimbulkan kemacetan.

4. Triggerneck Situation

Kemacetan yang ditimbulkan oleh kemacetan“bottleneck”

5. Network and Control Congestion

Kemacetan yang terjadi karena adanya upaya dan pengelola jalan untuk

mengurangi biaya kemacetan untuk beberapa waktu tertentu atau untuk jenis lalu

lintas tertentu, namun mengakibatkan kemacetan diwaktu dan jenis lalu lintas yang

lain.

Sementara itu beberapa gangguan terhadap kelancaran lalu lintas pada

jalan-jalan di wilayah perkotaan adalah : (Dirjen Perhubungan Darat)

• Pedagang kaki lima;

• Parkir kendaraan di badan jalan;

• Angkutan umum berhenti disembarang tempat;

• Terjadinya penyempitan jalan, dll.

Sedangkan menurut ketergantungannya, kemacetan dibagi menjadi 2 jenis

(Manheim,1978:268) :

Load Independent

Kemacetan yang terjadi kerena menurunnya kinerja sistem akibat dari

interaksi antara komponen-komponen sistem, termasuk bila sistem akibat itu

(33)

a. Vehicle Fasility Congestion

Kemacetan yang disebabkan oleh kendaraan dan fasilitas

transportasi, seperti : terminal, halte, dan sebagainya. Setiap

fasilitas mempunyai kecenderungan untuk menyebabkan

kemacetan, baik pada saat ada kendaraan maupun pada saat kosong.

b. Vehicle Schedule Congestion

Kemacetan yang terjadi ketika jumlah perjalanan yang telah

terjadwal relatif lebih besar dari jumlah armada yang ada.

Load Dependent

a. Load Vehicle Congestion

Kemacetan yang timbul bila arus kendaraan yang bergerak melalui

suatu rute melewati sebuah terminal yang telah ada beban yang

menunggu

b. Load Schedule Congestion

Kemacetan yang terjadi bila volume yang harus dimuat

memerlukan waktu yang lebih lama daripada yang telah

dijadwalkan.

II.4 Penyebab Masalah Lalulintas

Perkembangan aktivitas diperkotaan mengakibatkan peningkatan beban jalan.

Akibatnya berbagai macam jenis permasalahan lalu lintas terjadi, mulai dari

(34)

diperkotaan mengakibatkan peningkatan beban jalan. Akibatnya berbagai macam

jenis permasalahan lalu lintas terjadi, mulai dari penundaan, kemacetan, atau

gangguan lainnya.

Secara umum penyebab terjadinya masalah lalu lintas (Perhubungan

Darat,1996) adalah :

a. Pertambahan penduduk dikota-kota besar, pertambahan ini berkisar 4-5%

per tahun;

b. Perkembangan kota yang tidak diikuti struktur guna lahan yang sesuai;

c. Tidak seimbangnya jaringan jalan, fasilitas lalu lintas dan angkutan dengan

petumbuhan jumlah kendaraan;

d. Makin jauhnya jarak perjalanan karena masyarakat mengalami pergeseran

tempat tinggalnya ke arah luar kota/pinggiran, sebagai akibat

perkembangan aktivitas ekonomi di pusat kota;

e. Penggunaan pribadi yang kurang efektif;

f. Kualitas dan kuantitas kendaraan umum yang belum memadai;

g. Kurang termanfaatkannya secara maksimal peran alat angkutan kurang

mampu melayani massa yang baik dengan maksimal, seperti kereta api.

Secara garis besar elemen masalah transportasi (Perhubungan Darat, 1996)

dapat dibedakan menjadi :

 Performance kendaraan umum;

 Tingkah laku pengemudi dan pejalan kaki;

(35)

 Manajemen lalu lintas;

 Fasilitas parkir dan manajemen;

 Angkutan umum jalan;

 Koordinasi antar moda;

 Koordinasi antar tata guna lahan dan transportasi;

 Sumber pendanaan untuk sarana dan prasarana transportasi.

Menurut (Ogdem, 1984) kemacetan, kecelakaan dan gangguan lalu lintas

lainnya terjadi karena ketidaksesuaian diantara komponen sistem lalu lintas.

Manheim (1979) menyatakan bahwa sistem lalu lintas didefinisikan sebagai :

1. Sistem transportasi (T);

2. Sistem aktivitas sosial ekonomi (A);

3. Pola pergerakan berupa sistem transportasi, asal, tujuan, rute, volume lalu lintas

dan lain-lain (F).

Secara garis besar hubungan komponen lalu lintas dapat digambarkan sebagai

berikut :

a) Pola pergerakan dalam sistem lalu lintas dibatasi oleh sistem transportasi dan

sistem aktivitas;

b) Pola pergerakan menyebabkan perubahan dalam selang waktu dan sistem

kegiatan, melalui pola pelayanan lalu lintas dan melalui sumber yang

dikonsumsi untuk pelayanan tersebut;

(36)

II.5 Pola Pemilihan Rute Jaringan Jalan

Jaringan jalan di kota besar sering menghadapi permasalahan transportasi

yang sangat kritis seperti kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh tingginya

tingkat urbanisasi, pertumbuhan ekonomi dan pemilikan kendaraan, serta berbaurnya

peranan fungsi jalan arteri, kolektor dan lokal sehingga jaringan jalan tidak dapat

berfungsi secara efisien. Ketidaklancaran arus lalu lintas ini menimbulkan biaya

tambahan, tundaan, kemacetan dan bertambahnya polusi udara dan suara. Pemerintah

telah banyak melakukan usaha penanggulangan, diantaranya membangun jalan bebas

hambatan, dan jalan lingkar. Setiap pemakai jalan memilih rute yang tepat dalam

perjalanan ke tempat tujuannya sehingga waktu tempuhnya minimum dan biayanya

termurah. Dalam pergerakan, manusia selalu mengutamakan dalam pemilihan rute

dengan usaha sekecil mungkin.

Terdapat empat faktor yang mempengaruhi seseorang dalam pemilihan rute

(Warpani, 1990) :

a. Waktu perjalanan

b. Biaya perjalanan

c. Kenyamanan

d. Tingkat pelayanan

Rute terbaik bagi pemakai jalan dapat diartikan sebagai rute tercepat dan

termurah. Menurut (Hutchinson, 1974) menyatakan bahwa hambatan perjalanan

adalah sebagai faktor utama yang berpengaruh dalam pemilihan rute. Makin tinggi

hambatan di suatu jalan maka semakin sedikit lalu lintas yang menggunakan jalan

(37)

kuantitatif seperti waktu perjalanan, jarak perjalanan, kecepatan perjalanan serta

biaya perjalanan. Dari keempat ukuran kuantitatif tersebut, hambatan perjalanan dan

waktu perjalanan yang merupakan ukuran yang sangat mempengaruhi, sebab waktu

perjalanan dapat menjadi pengukur dari variabel biaya perjalanan, kenyamanan serta

tingkat pelayanan (Warpani, 1990).

Pembebanan lalu lintas adalah suatu proses dimana permintaan perjalanan

(yang didapat dari tahap distribusi) dibebankan ke rute jaringan jalan yang terdiri dari

kumpulan ruas-ruas jalan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan arus di ruas jalan

dan atau total biaya perjalanan di dalam jaringan yang ditinjau. Dibandingkam

tahap-tahap lainnya, dalam tahap-tahap ini terjadi interaksi langsung antara permintaan dan

sediaan, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai ukuran dalam penilaian kinerja

(performance) jaringan jalan akibat adanya perubahan (scenario) permintaan dan

sediaan.

Secara sederhana proses dan masukan/ keluarannya dapat digambarkan seperti

berikut ini :

Sumber : Pelatihan Sistem Transportasi Perkotaan, DITJEN BANGDA, LPM ITB

Gambar 2.6 Struktur Pemilihan Rute Matrik Asal Tujuan

(Permintaan) Jaringan (Sediaan)

Kriteria Memutuskan Pemilihan Rute

(38)

II.5.1 Pemilihan Rute Jaringan Jalan

Proses pembebanan rute adalah memperkirakan asumsi pengguna jalan

mengenai pilihannya yang terbaik.

Terdapat 2 variabel yang mempengaruhi seseorang dalam memilih rute. (Miro,

2002):

1) Kelompok yang dapat diukur :

1. Variabel waktu tempuh (enit, jam atau hari)

2. Variabel jarak (kilometer atau mil)

3. Variabel biaya (rupiah, seperti ongkos atau bahan bakar)

4. Kemacetan atau antrian (v/c ratio)

5. Banyak/jenis maneuver yang dilewati (banyak persimpangan sebidang)

6. Panjang/jenis jalan raya (arteri, biasa, tol)

7. Kelengkapan rambu-rambu lalulintas atau marka jalan

2) Kelompok variabel yang tidak dapat ukur (kualitatif)

1. Variabel pemandangan yang indah

2. Variabel kebiasaan seseorang untuk melewati suatu rute tertentu

3. Variabel perbedaan persepsi tentang rute tertentu (kelompok kualitatif)

4. Variabel informasi rute yang salah (kelompok kualitatif)

5. Variabel kesalahan/error lainnya (kelompok kualitatif)

Persamaan biaya gabungan yang menggabungkan semua faktor tersebut

merupakan hasil yang sangat sulit diperoleh, selain itu tidaklah praktis memodel

(39)

Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan adalah mempertimbangkan dua

faktor utama dalam pemilihan rute, yaitu biaya pergerakan dan nilai waktu-biaya

pergerakan dianggap proporsional dengan jarak tempuh. Beberapa model pemilihan

rute dimungkinkan penggunaan bobot yang berbeda bagi faktor waktu tempuh dan

faktor jarak tempuh untuk menggambarkan persepsi pengendara dalam kedua faktor

tersebut. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa waktu tempuh mempunyai

bobot lebih dominan dari pada jarak tempuh bagi pergerakan didalam kota

(Fitrianingsih, 2008)

Outram dan Thomson (1978), membandingkan hasil persepsi dengan temuan

di lapangan. Ternyata proporsi pengendara yang persepsinya sesuai dengan temuan

dilapangan sangatlah rendah. Disimpulkan bahwa kombinasi antara jarak dan waktu

tempuh dapat dijadikan faktor yang paling dapat menggambarkan persepsi pemilihan

rute. Tetapi, kombinasi tersebut hanya dapat mewakili sekitar (60 – 80)% proses

pemilihan rute. Terdapat faktor lain yang mempengaruhi pemilihan rute, misalnya

perbedaan persepsi, informasi rute yang salah, atau galat lain.

Model pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor

pertimbangan yang didasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara dari zona

asal yang menuju ke zona tujuan akan memilih rute yang persis sama, khususnya di

daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh adanya :

- Perbedaan persepsi tentang apa yang diartikan dengan biaya perjalanan karena

adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat

(40)

- Peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang

menyebabkan kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga

meningkatkan peluang untuk memilih rute tersebut (Tamin, 1997).

Jadi, tujuan pengguanaan model adalah untuk mendapatkan setepat mungkin

arus yang didapat pada saat survei dilakukan untuk setiap ruas jalan dalam jaringan

jalan tersebut. Analisis pemilihan rute tersebut terdiri dari beberapa bagian utama,

yaitu :

 Alasan pemakai jalan memilih suatu rute dibandingkan dengan rute lainnya;

 Pengembangan model yang menggabungkan sistem transportasi dengan alas

an pemakai jalan memilih rute tertentu;

 Kemungkinan pengendara berbeda persepsinya mengenai rute yang terbaik.

Beberapa pengendara mungkin mengasumsikan sebagai rute dengan jarak

tempuh terpendek, rute dengan waktu tempuh tersingkat, atau mungkin juga

kombinasi keduanya;

 Kemacetan dan ciri fisik ruas jalan membatasi jumlah arus lalu lintas di jalan

tersebut.

II.5.2 Alasan/Faktor Pemilihan Rute

Perilaku perjalanan adalah hasil dari interaksi antara lingkungan dengan

psikologi manusia (watak, kesadaran, persepsi dan kemampuan belajar). Perilaku

perjalanan, seperti juga pemilihan rute dapat dipertimbangkan sebagai hasil dari

urutan sebagai berikut :

(41)

- Persepsi manusia

- Situasi subjektif

- Keputusan manusia

Mekanisme interaksi (seperti bagaimana persepsi pelaku perjalanan tentang

jaringan dan rute perjalanan) adalah sangat kompleks, tetapi dalam masalah

pemilihan rute, merupakan hal yang telah diterima secara luas bahwa asumsi dasar

dari pelaku perjalanan dalam pengambilan keputusan adalah bahwa pelaku

perjalanan bersifat rasional. Pelaku perjalanan diasumsikan selalu mencari kepuasan

optimal untuk kebutuhan perjalanannya. (Frazilla, 1998)

Hal utama dalam proses pembebanan rute adalah memperkirakan asumsi

pengguna jalan mengenai pilihannya yang terbaik.

II. 5.3 Hipotesa Pemilihan Rute

Model harus mewakili ciri sistem transportasi dan salah satu hipotesis tentang

pemilihan rute pemakai jalan. Terdapat tiga hipotesis yang dapat digunakan yang

menghasilkan jenis model yang berbeda-beda.

Pembebanan “all-or-nothing’

Pemakai jalan secara rasional memilih rute terpendek yang meminimumkan

hambatan transportasi (jarak, waktu dan biaya). Semua lalu lintas antara zona asal

dan tujuan menggunakan rute yang sama dengan anggapan bahwa pemakai jalan

mengetahui rute yang tercepat tersebut. Dengan kata lain, pemakai jalan

mengetahui rute terpendek yang meminimumkan waktu tempuh dan semuanya

(42)

฀ Pembebanan banyak ruas

Asumsi pemakai jalan tidak mengetahui informasi yang tepat mengenai rute

tercepat. Pengendara memilih rute yang dikiranya adalah rute tercepat, tetapi

persepsi yang berbeda untuk setiap pemakai jalan mengakibatkan

bermacam-macam rute akan dipilih antara dua zona tertentu. Diasumsikan bahwa pemakai

jalan belum mendapatkan informasi tentang alternatif rute yang layak, dia memilih

rute yang dianggapnya terbaik (jarak tempuh pendek, waktu tempuh singkat, dan

biaya minimum).

฀ Pembebanan berpeluang

Pemakai jalan menggunakan beberapa faktor rute dalam pemilihan rutenya

dengan meminimumkan hambatan transportasi contohnya faktor yang tidak dapat

dikuantifikasi seperti rute yang aman dan rute yang panoramanya indah.

Pengendara memperhatikan faktor lain selain jarak, waktu tempuh dan biaya yang

minimum, misalnya rute yang telah dikenal atau yang dianggap aman.

II.5.4 Kriteria Pemilihan Rute

Beberapa faktor yang mungkin dipertimbangkan pengendara dalam memilih

rute adalah sebagai berikut :

Waktu tempuh, waktu tempuh adalah waktu total perjalanan yang diperlukan,

termasuk berhenti dan tundaan, dari suatu tempat ke tempat tempat lain

melalui rute tersebut. Salah satu metode pengamatan waktu tempuh dapat

dilakukan dengan metode Pengamat bergerak, yaitu pengamat mengemudikan

(43)

Nilai waktu, nilai waktu adalah sejumlah uang yang disediakan seseorang

untuk keluarkan (atau dihemat) untuk menghemat satu unit waktu perjalanan.

Nilai waktu ini relatif dengan banyaknya pengeluaran konsumen.

Biaya perjalanan, biaya perjalanan dapat dinyatakan dalam bentuk uang,

waktu tempuh, jarak atau kombinasi ketiganya yang biasa disebut biaya

gabungan. Dalam hal ini diasumsikan bahwa total biaya perjalanan sepanjang

rute tertentu adalah jumlah dari biaya setiap ruas jalan yang dilalui. Jadi,

dengan mengetahui semua biaya dari setiap ruas jalan, dapat ditentukan

(dengan algoritma tertentu) rute terbaik yang dapat dilalui pada jaringan jalan

tersebut.

Biaya operasi kendaraan, perbaikan dan peningkatan mutu prasarana dan

prasarana transportasi akan bertujuan mengurangi biaya operasional

kendaraan. Biaya ini antara lain meliputi penggunaan bahan bakar, pelumas,

biaya penggantian (misalnya, ban), biaya perawatan kendaraan, dan upah.

• Jumlah persimpangan yang akan dilalui

• Rambu lalu lintas • Keselamatan

• Kondisi permukaan jalan

Jika terdapat beberapa rute pilihan, pengendara yang berasal dan bertujuan

yang sama dapat memilih rute yang berbeda. Kemungkinan hal ini yang

menyebabkan pengendara mungkin memiliki kriteria yang berbeda dalam

(44)

berperilaku rasional, yakni mereka berusaha mengurangi biaya perjalanannya. Waktu

tempuh dan jarak merupakan dua faktor yang paling serius dan sering disebut sebagai

alasan utama pengendara dalam memilih rute, sehingga dalam banyak studi

kombinasi ke dua faktor tersebut sering dipakai dalam mendefinisikan biaya.

(Fitrianingsih, 2008)

Pengenalan rute akan membutuhkan data-data input yang akan dianalisis

sehingga menghasilkan sebuah keluaran (produk) pilihan rute, yaitu (Miro, 2002) :

a. Masukan (input) pemilihan rute :

1. Data jarak, waktu, biaya tiap-tiap ruas dalam jaringan jalan yang

menghubungkan zona asal I dengan zona tujuan j.

2. Sebaran pemilihan perjalanan antar zona (sekarang dan masa yang akan

datang)

3. Data kapasitas ruas-ruas jalan tersebut.

4. Data jaringan jalan yang menghubungkan pusat-pusat zona dengan rincian

tentang waktu perjalanan dan kecepatan rencana.

Khusus data input 1 dan 2 bisa didapatkan dari tahapan terdahulu, sedangkan data

input 3 dan 4 didapatkan dari pilihan rute.

b. Keluaran (output) dari pemilihan rute :

Keluaran (produk) dari pemilihan rute akan menghasilkan informasi berharga bagi

pihak-pihak tertentu, terutama Dinas Prasarana Jalan, berupa :

1. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang melewati

setiap ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan zona asal I dan zona

(45)

2. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang membelok

pada persimpangan utama.

3. Data untuk menentukan kecepatan rata-rata dan waktu perjalanan masukan

bagi pengevaluasian.

4. Data jumlah kilometer kendaraan atau jam pengoperasian masukan bagi

pengevaluasian yang ekonomis.

II.6 Algoritma Dalam Pencarian Rute Terpendek

Lintasan terpendek adalah lintasan minimum yang diperlukan untuk mencapai

suatu tempat dari tempat tertentu. Lintasan minimum yang dimaksud dapat dicari

dengan menggunakan graf. Graf adalah sekumpulan noktah (simpul/vertex) di dalam

bidang dua dimensi yang dihubungkan dengan sekumpulan garis (sisi/edge). Graf

dapat digunakan untuk merepresentasikan objek-objek diskrit dan hubungan antara

objek-objek tersebut.

Sebuah graf dibentuk dari kumpulan titik yang dihubungkan dengan garis – garis.

Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan graph, antara lain :

1. Titik – titik tersebut disebut vertex.

2. Garis – garis yang menghubungkan antar vertex disebut edge.

3. Adjacent artinya bertetangga. Maksudnya jika ada dua vertex disebut adjacent,

jika mempunyai edge yang sama.

4. Adalah bobot yang biasanya terdapat pada edge yang merepresentasikan jarak

(46)

6. Cycle adalah lintasan yang dimulai dan berakhir pada vertex yang sama.

Cycle kadang – kadang disebut circuit.

7. Direct pada directed graph adalah graf dimana edge-edgenya mempunyai

suatu arah.

Graf yang digunakan adalah graf-graf yang berbobot, yaitu graf yang setiap

sisinya diberikan suatu nilai atau bobot.dalam kasus ini, bobot yang dimaksud adalah

jarak dan waktu tempuh pada setiap rute.

Ada beberapa macam persoalan lintasan terpendek, antara lain :

1. Lintasan terpendek antara dua buah simpul tertentu. (a pair shortest path).

2. Lintasan terpendek antara semua pasangan simpul (all pairs shortest path).

3. Lintasan terpendek dari simpul tertentu ke semua simpul yang lain

(single-source shortest path).

4. Lintasan terpendek antara dua buah simpul yang melalui beberapa simpul

tertentu (intermediate shortest path).

Dan strategi umum untuk mencari lintasan terpendek dapat dirumuskan

sebagai berikut :

1. Periksa semua sisi yang berlangsung bersisian dengan simpul a, pilih sisi yang

bobotnya paling kecil. Sisi ini menjadi lintasan terpendek L (1).

2. Tentukan lintasan terpendek kedua dengan cara berikut :

i. Hitung d(i) = panjang L(1) + bobot sisi dari simpul akhir L(1) ke simpul i

(47)

ii. Pilih d (i) yang terkecil, bandingkan d(i) dengan bobot sisi (a,i). jika bobot

sisi (a,i) lebih kecil dari d(i), maka lintasan terpendek kedua adalah L2 =

(a,i) jika tidak maka L(1) = L(2) U (sisi dari simpul akhir L(1) ke i).

3. Dengan langkah yang sama, ulangi langkah 2 untuk menentukan lintasan

terpendek berikutnya.

Gambar 2.7 Rute terpendek

II.6.1 Pengenalan Algoritma Pencarian Rute Terpendek

Algoritma adalah kumpulan insturksi/perintah yang dibuat secara jelas dan

sistematis berdasarkan urutan yang logis (logika) untuk penyelesaian suatu masalah.

Namun algoritma pencarian rute tujuannya adalah algoritma yang menentukan

bagaimana memilih rute optimal antara awal dan tujuan dengan memperhitungkan

waktu kalkulasi terpendek. Ada beberapa algoritma yang sudah dikembangkan, antara

lain algoritma Dijkstra, algoritma Floyd-Warshall, algoritma Bellman-Ford, algoritma

Ant, algoritma A* dll. Dimana inti logika dari algoritma-algoritma tersebut adalah

sama, yaitu menentukan jarak terpendek dari setiap node yang telah dibangun.

(48)

Dalam menyelesaikan persoalan lintasan terpendek masing-masing algoritma

memiliki spesifikasi penyelesaian masalah, kompleksitas, waktu algoritma, serta jenis

masalah yang berbeda., namun algoritma yang akan dibahas lebih lanjut dalam tugas

akhir ini adalah adalah algoritma Dikstra dan Floyd-Warshall.

Sebagaimana kedua algoritma ini merupakan algoritma yang paling sering

digunakan dalam menentukan rute terpendek, (Pradhana, B. A., 2006) dan kedua

algoritma ini adalah algoritma yang dalam penggunaannya hanya menggunakan

vertex-vertex sederhana pada jaringan jalan yang tidak rumit. (Chamero, 2006)

Dalam penjelasannya, algoritma diatas dijelaskan dengan graph. Dalam graph

tersebut akan dicari jalur terpendek dua node dalam graph yaitu node s dan node d

yang terdefenisi pada graph berarah G = (V, E) dimana :

- V adalah himpunan tak kosong dari simpul-simpul (vertices atau node)

- E adalah himpunan sisi-sisi (edges atau arces) yang menghubungkan

node-node dalam V.

Gambar 2.8 Graf dengan 6 Verteks dan 7 Edge

Struktur graf dapat dikembangkan dengan memberi bobot setiap edge. Dalam

hal ini graf dinyatakan dalam jaringan jalan maka bobotnya dapat berarti panjang

jalan ataupun waktu tempuh. Graf berbobot inilah yang digunakan untuk mencari

(49)

Gambar 2.9 Graf berbobot

II.6.2 Jenis dan Sifat Graf

Pengelompokan graf dapat didasarkan pada ada atau tidaknya sisi ganda atau

sisi gelang, pada jumlah simpul, atau berdasarkan orientasi arah pada sisi.

Berdasarkan ada atau tidaknya sisi ganda atau gelang, secara umum graf dapat

digolongkan atas :

1. Graf Sederhana

Graf sederhana adalah graf yang tidak mengandung gelang atau sisi ganda.

2. Graf tak sederhana

Dibagi menjadi dua (2) yaitu graf ganda dan graf semu. Graf ganda adalah

graf yang mengandung sisi ganda dan graf semu adalah graf yang memiliki

gelang.

Gambar 2.10 Graf berdasarkan ada atau tidaknya sisi gelang atau sisi ganda.

(50)

Berdasarkan jumlah simpul pada suatu graf, secara umum graf dapat

digolongkan menjadi 2 jenis :

1. Graf berhingga

Adalah graf yang memiliki jumlah simpul berhingga

2. Graf tak berhingga

Adalah graf yang memiliki jumlah simpul tak berhingga.

Berdasarkan orientasi arah pada sisi secara umum graf dibedakan atas 2 jenis :

1. Graf berarah

Graf yang pada setiap sisinya diberi orientasi arah disebut graf berarah.

2. Graf tak berarah

Graf yang pada setiap sisinya tidak diberi orientasi arah disebut graf tak

berarah. Graf pada gambar 2 diatas adalah graf tak berarah.

(a) (b)

(51)

II.7 Pengenalan Algoritma Dijkstra

Algoritma Dijkstra, dinamai menurut penemunya,

sebuah algoritma rakus (greedy algorithm) dalam memecahkan permasalahan jarak

terpendek (shortest path problem) untuk sebuah graf berarah (directed graph) dengan

bobot-bobot sisi (edge weights) yang bernilai tak-negatif.

Algoritma Dijkstra dalam mencari rute terpendek terdiri dalam sejumlah

langkah. Algoritma ini menggunakan prinsip greedy yang menyatakan bahwa pada

setiap langkah kita memilih sisi yang berbobot minimum dan memasukkannya

kedalam himpunan solusi.

Input dari algoritma ini adalah sebuah graf berarah yang berbobot (weighted

directed graph) G dan sebuah sumber vertex s dalam G dan V adalah himpunan

semua vertex dalam graf G.

Algoritma Dijkstra merupakan algoritma pencarian rute tradisional dengan

mencari node dengan fungsi terkecil. Proses ini diulang-ulang terus hingga tujuan

dicapai.

II.7.1 Skema Umum Penggunaan Algoritma Dijkstra

Sesuai dengan artinya secara harfiah berarti tamak atau rakus, algoritma

Dijkstra ini hanya memikirkan solusi terbaik yang akan diambil pada setiap langkah

tanpa memikirkan konsekuensi kedepan, prinsipnya ambillah apa yang bisa

didapatkan saat ini.

(52)

dari algoritma ini adalah ambillah lintasan yang memiliki bobot minimum yang

menghubungkan sebuah simpul yang sudah terpilih dengan simpul yang belum

terpilih. Lintasan dari simpul asal ke simpul yang baru haruslah merupakan lintasan

terpendek diantara semua lintasannya ke semua simpul-simpul yang belum terpilih.

Elemen elemen algoritma Dijkstra adalah :

1. Himpunan kandidat, C

Himpunan ini berisi elemen-elemen yang memiliki peluang untuk membentuk

solusi. Pada solusi lintasan terpendek himpunan kandidat ini adalah himpunan

simpul pada lintasan tersebut.

2. Himpunan solusi, S

Himpunan ini berisi solusi dari permasalahan yang diselesaikan dan

elemennya terdiri dari elemen dalam kandidat namun tidak semuanya atau

dengan kata lain himpunan solusi ini adalah bagian dari himpunan kandidat.

3. Fungsi seleksi

Fungsi seleksi adalah fungsi yang akan memilih setiap kandidat yang akan

memungkinkan akan menghasilkan solusi optimal pada setiap langkahnya.

4. Fungsi kelayakan

Fungsi kelayakan akan memeriksa apakah suatu kandidat yang terpilih

(terseleksi) melanggar congstraint atau tidak. Apabila kandidat melanggar

(53)

5. Fungsi Objektif

Fungsi objektif akan memaksimalkan atau meminimalkan nilai solusi.

Tujuannya adalah memilih satu saja solusi terbaik dari masing-masing

anggota himpunan solusi.

Contoh algoritma Dikstra :

a merupakan node awal

b, c, dan d merupakan kandidat pembentuk solusi

d merupakan himpunan solusi

(54)

d merupakan titik vertex ke-2

c dan e merupakan kandidat solusi

titik e merupakan solusi

II.7.2 Analisis Hasil Algoritma Dijkstra

Pada proses analisis ini lebih ditekankan kepada aspek perincian dan

kompleksitas algoritma. Tapi selain itu juga akan membahas aspek–aspek lain yang

bersangkutan. Dari hasil penjabaran masalah pencarian lintasan terpendek dengan

algoritma ini, dapat akan ditelaah beberapa hal, antara lain :

1. Masalah waktu yang dibutuhkan

2. Masalah memori yang dihabiskan

3. Masalah keefektifan

Pada algoritma Dijkstra dapat dilihat bahwa prinsip utama dari algoritma ini

adalah mencari semua lintasan dari simpul asal ke suatu simpul tujuan dan kemudian

membandingkan setiap lintasan tersebut. Hal ini dapat kami ilustrasikan sebagai

berikut, misal kita akan mencari panjang terpendek dari simpul 1 ke simpul 4. Dan

(55)

Maka dalam hal ini algoritma Dijkstra akan membandingkan ketiga lintasan

tersebut. Lintasan yang memiliki jarak terpendek akan dihasilkan sebagai solusi. Dan

apabila hal itu kita lakukan unutk semua simpul, maka dapat kita bayangkan berapa

banyak proses perbandingan dan penghitungan yang terjadi. Karena hal ini maka

otomatis waktu yang dibutuhkan akan lebih lama dan terlihat jelas bahwa memori

yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Dari dua hal tersebut di atas keefektifan dari

algoritma Dijkstra juga kurang sempurna.

Masukan (input) pemilihan rute dalam algoritma Djikstra,

1. Data jarak, waktu, biaya tiap-tiap ruas dalam jaringan jalan yang

menghubungkan zona asal i dengan zona tujuan j.

2. Sebaran pemilihan perjalanan antar zona (sekarang dan masa yang akan

datang).

3. Data kapasitas ruas-ruas jaringan tersebut.

4. Data jaringan yang menghubungkan pusat-pusat zona dengan rincian

tentang waktu perjalanan dan kecepatan rencana.

Khusus data input 1 dan 2 bisa didapatkan dari tahapan terdahulu, sedangkan

data input 3 dan4 didapatkan dari pilihan rute.

(56)

Keluaran (produk) dari pemilihan rute dalam algoritma Djikstra antara lain

hasil analisis dari pilihan rute ini akan menghasilkan informasi berharga bagi

pihak-pihak tertentu, terutama dinas prasarana jalan, berupa:

1. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang melewati

setiap ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan zona asal i dan zona

tujuan j.

2. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang membelok

pada persimpangan utama.

3. Data untuk menentukan kecepatan rata-rata dan waktu perjalanan masukan

bagi pengevaluasian.

4. Data jumlah kilometer kendaran atau jam pengoperasaian masukan bagi

pengevaluasian yang ekonomis.

II.8 Pengenalan Algoritma Floyd-Warshall

Algoritma Floyd-Warshall adalah sebuah algoritma analisis graf untuk

mencari bobot minimum dari graf berarah. Dalam satu kali eksekusi algoritma, akan

didapatkan jarak sebagai jumlah bobot dari lintasan terpendek antar setiap pasang

simpul tanpa memperhitungkan informasi mengenai simpul-simpul yang dilaluinya.

Algoritma ini yang juga dikenal dengan nama Roy-Floyd.

Dalam pengertian lain Algoritma Floyd-Warshall adalah suatu metode yang

melakukan pemecahan masalah dengan memandang solusi yang akan diperoleh

(57)

dari solusi yang berasal dari tahap sebelumnya dan ada kemungkinan solusi lebih dari

satu. (Novandi.R.A.D., 2007) Algoritma Floyd-Warshall ini akan memilih satu jalur

terpendek dan teraman dari beberapa alternatif jalur yang telah dihasilkan dari proses

kalkulasi. (Sukrisno A.T dan Rachman A., 2007)

Hal yang membedakan pencarian solusi menggunakan algoritma

Floyd-Warshall dengan algoritma Dijkstra adalah bahwa keputusan yang diambil pada tiap

tahap pada algoritma Dijkstra hanya berdasarkan pada informasi yang terbatas

sehingga nilai optimum yang diperoleh pada saat itu tidak memikirkan konsekuensi

yang akan terjadi seandainya kita memilih suatu keputusan pada suatu tahap.

Dalam beberapa kasus, algoritma Dijkstra gagal memberikan solusi terbaik

karena kelemahan yang dimilikinya tadi. Di sinilah peran algoritma Floyd-Warshall

yang mencoba untuk memberikan solusi yang memiliki pemikiran terhadap

konsekuensi yang ditimbulkan dari pengambilan keputusan pada suatu tahap.

Algoritma Floyd-Warshall mampu mengurangi pengenumerasian keputusan yang

tidak mengarah ke solusi. Prinsip yang dipegang oleh algoritma Floyd-Warshall

adalah prinsip optimalitas, yaitu jika solusi total optimal, maka bagian solusi sampai

(58)

II.8.1 Karakteristik Algoritma Floyd-Warshall

Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh algoritma Floyd-Warshall antara

lain:

1. Persoalan dibagi atas beberap tahap, yang setiap tahapnya hanya akan

diambil satu keputusan.

2. Masing-masing tahap terdiri atas sejumlah status yang saling

berhubungan dengan status tersebut. Status yang dimaksud di sini adalah

berbagai kemungkinan masukan yang ada pada tahap tersebut.

3. Ketika masuk ke suatu tahap, hasil keputusan akan transformasi.

4. Bobot pada suatu tahap akan meningkat secara teratur seiring

bertambahnya jumlah tahapan.

5. Bobot yang ada pada suatu tahap tergantung dari bobot tahapan yang telah

berjalan dan bobot pada tahap itu sendiri.

6. Keputusan terbaik pada suatu tahap bersifat independen terhadap

keputusan pada tahap sebelumnya.

7. Terdapat hubungan rekursif yang menyatakan bahwa keputusan terbaik

dalam setiap status pada tahap k akan memberikan keputusan terbaik

untuk setiap status pada tahap k + 1.

(59)

II.8.2 Analisis Algoritma Floyd-Warshall

Algoritma Floyd-Warshall membandingkan semua kemungkinan lintasan

pada graf untuk setiap sisi dari semua simpul. Menariknya, algoritma ini mampu

mengerjakan proses perbandingkan ini sebanyak V³ kali (bandingkan dengan

kemungkinan jumlah sisi sebanyak V² (kuadrat jumlah simpul pada graf, dan setiap

kombinasi sisi diujikan). Hal tersebut bisa terjadi karena adanya perkiraan

pengambilkan keputusan (pemilihan jalur terpendek) pada setiap tahap antara dua

simpul, hingga perkiraan tersebut diketahui sebagai nilai optimal.

Misalkan terdapat suatu graf G dengan simpul-simpul V yang masing-masing

bernomor 1 s.d. N (sebanyak N buah). Misalkan pula terdapat suatu fungsi

shortestPath (i, j, k) yang mengembalikan kemungkinan jalur terpendek dari i ke j

dengan hanya memanfaatkan simpul 1 s.d. k sebagai titik perantara. Tujuan akhir

penggunaan fungsi ini adalah untuk mencari jalur terpendek dari setiap simpul i ke

simpul j dengan perantara simpul 1 s.d. k+1.

Ada dua kemungkinan yang terjadi:

1. Jalur terpendek yang sebenarnya hanya berasal dari simpul-simpul yang berada

antara 1 hingga k.

2. Ada sebagian jalur yang berasal dari simpul-simpul i s.d. k+1, dan juga dari k+1

hingga j.

Untuk lebih jelasnya berikut adlah contoh dari algoritma Floyd-Warsahall:

Misalkan terdapat suatu graf berbobot yang merepresentasikan kondisi

(60)

Gambar 2.12 Representasi keterhubungan antar kota dalam graf berbobot.

Misalkan seseorang akan melakukan perjalanan dari kota A ke kota C. Orang tersebut

mencoba untuk menerapkan algoritma Floyd-Warshall dalam memilih rute terpendek

didalam perjalanannya.

Tahap 1.

Tahap 2.

s2

F2 (s) solusi optimum

B F H f2 s x2

C 74 90 ~ 74 B

E ~ 56 ~ 56 F

G ~ 94 89 89 H

Dari hasil pencarian jalur terpendek dari A ke C menggunakan algoritma

Floyd-Warshall ditemukan bahwa jarak terpendek dari A ke C adalah 74 km dengan jalur

Gambar

Gambar 1.1 Bagan Alir Penelitian
Gambar 2.1 Pola Sirkulasi Linear
Gambar 2.2 Pola Sirkulasi Radial
Gambar 2.4 Pola Sirkulasi Grid
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui hasil program simulasi jaringan jalan di kota Semarang dengan menggunakan algoritma Floyd-Warshall dengan bahasa

Dalam sistem navigasi perjalanan tersebut terdapat beberapa informasi berkaitan dengan rute perjalanannya antara lain informasi kondisi jalan dan mengetahui rute terpendek dari

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah : (1).Untuk menentukan rute terpendek jaringan jalan dengan menggunakan metode Algoritma Floyd – Warshall dengan

Algoritma Floyd Warshall diterapkan dalam perhitungan bobot path dari diagram grafik dari peta wisata Yogyakarta untuk mencari rute terpendek ke beberapa obyek

Penelitian ini akan melakukan visualisasi pencarian lintasan terpendek pada beberapa buah graph menggunakan algoritma Floyd-Warshall dan algoritma Dijkstra1. Proses

Dengan kata lain elemen pada matriks hasil perhitungan dengan menggunakan Algoritma Floyd-Warshall adalah menunjukkan jarak yang paling optimal dari semua objek wisata ke semua objek

Aplikasi Pencarian Rute Terpendek Tempat Wisata Di Kota Pekanbaru menggunakan Algoritma Floyd Warshall ini dapat membantu wisatawan serta masyarakat memberikan

Hasil yang dicapai oleh penulis adalah sebuah sistem informasi penentuan rute terpendek menuju tempat ibadah menggunakan algoritma dijkstra yang memudahkan umat islam