PERBANDINGAN ALGORITMA DIJKSTRA DAN
FLOYD-WARSHALL DALAM PEMILIHAN RUTE TERPENDEK
JARINGAN JALAN
(STUDI LITERATUR)TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat untuk
Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
SONDANG SITANGGANG
050404105
SUB JURUSAN TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan baik.
Tugas akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan untuk menempuh
ujian sarjana pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara. Adapun judul tugas akhir ini adalah “Perbandingan Algoritma Dijkstra dan
Floyd-Warshall Dalam Mencari Rute Terpendek Jaringan Jalan”.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Yusandy Aswad, ST,
MT sebagai Dosen Pembimbing tugas akhir yang telah memimbing dan mengarahkan
dalam penyusunan tugas akhir ini.
Ucapan trimakasih penulis sampaikan pada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan ketua Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Syahrizal, sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak dan Ibu Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan
waktu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
4. Bapak/Ibu Staf dosen pada jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara
5. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang membantu penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Medan, Mei 2011
( Sondang Sitanggang )
Abstrak
“Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Floyd-Warshall
Dalam Pemilihan Rute Terpendek Jaringan Jalan”
Oleh : Sondang Sitanggang
Kemacetan yang sering terjadi selama perjalanan, sering mengganggu
kegiatan kita sehari-hari. Setiap manusia ingin sampai ke tujuan dengan tepat waktu.
Tetapi, sering kali kemacetan menyebabkan keinginan manusia terganggu. Oleh
karena itu, dibutuhkan suatu cara untuk menanggulangi gangguan tersebut. Untuk
mencapai suatu tempat dengan waktu yang lebih cepat, kita akan mencari lintasan
terpendek dari tempat asal ke tempat tujuan.
Saat ini banyak sekali algortima-algoritma yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan persoalan penentuan lintasan terpendek (shortest path problem) dari
suatu rute. Ada dua algortima yang cukup terkenal yang bisa digunakaan untuk
menyelesaikan persoalan lintasan terpendek, yaitu Algoritma Dijkstra dan Algoritma
Floyd-Warshall.
Algoritma Dijkstra ini menggunakan prinsip greedy yang menyatakan bahwa
pada setiap langkah kita memilih sisi yang berbobot minimum dan memasukkannya
ke dalam himpunan solusi sedangan algoritma Floyd-Warshall menggunakan prinsip
dinamis yang melakukan pemecahan masalah dengan memandang solusi yang akan
diperoleh sebagai suatu keputusan yang saling terkait. Artinya solusi-solusi tersebut
dibentuk dari solusi yang berasal dari tahap sebelumnya dan ada kemungkinan solusi
lebih dari satu. Beberapa analisa pun menunjukkan beberapa keuntungan dan
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR ISTILAH ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Umum ... I-1
I.2 Latar Belakang ... I-2
I.3 Tinjauan Studi ... I-3
I.4 Manfaat Studi ………...I-6
I.4 Pembatasan Masalah ... I-6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Transportasi... ... II-1
II.1.1 Pengertian Transportasi ... II-1
II.1.2 Konsep Perencanaan Transportasi ... II-3
II.2 Klasifikasi Pergerakan ... II-4
II.2.1 Jenis Pergerkan...II-6
II.2.2 Sirkulasi...II-6
II.3 Kemacetan Lalu Lintas... II-11
II.3.1 Penyebab Masalah Lalu Lintas... II-13
II.4 Pola Pemilihan Rute Jaringan Jalan ... II-16
II.4.1 Pemilihan Rute Jaringan Jalan ... II-18
II.4.2 Alasan/Faktor Pemilihan Rute... II-19
.II.4.2.1.Hipotesa Pemilihan Rute ... II-20
II.4.3 Kriteria Pemilihan Rute ... II-21
II.6 Pengenalan Algoritma Pencarian Rute Terpendek ... II-26
II.6.1 Jenis dan Sifat Graf ... II-27
II.7. Pengenalan Algoritma Djikstra ... II-28
II.7.1 Skema Umum Penggunaan Algoritma Dijkstra... II-29
II.7.2 Analisis Hasil Algoritma Dijkstra ... II-33
II.8. Pengenalan Algoritma Floyd-Warshall ... II-38
II.8.1 Karakteristik Algoritma Floyd-Warshall ... II-39
II.8.2 Analisis Algoritma Floyd-Warshall ... II-40
II.9 Pengenalan Algoritma Bellman-Ford ... II-42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Umum ... III-1
III.2 Rencana Kerja ... III-4
III.2.1 Studi Pendahuluan dan Kajian Pustaka ... III-4
III.2.2 Perancangan dan Pengolahan Data... III-5
III.2.3 Uji Metode Algoritma ... III-6
III.2.4 Perbandingan Pemilihan Rute Terpendek Dari Metode Algoritma
BAB IV REVIEW DAN APLIKASI DI LAPANGAN
IV.1 Algoritma Dijkstra ... IV-1
IV.1.1 Skema Umum Penggunaan Algoritma Dijkstra ... IV-1
IV.1.2 Skema Umum Penggunaan Algoritma Floyd-Warshall ... IV-2
IV.1.3 Hal-hal yang Akan Dievakuasi...IV-3
IV.2 Analisis Waktu Perjalanan Pada Jaringan Jalan ... IV-27
IV.3 Analisis Pencarian Rute Terpendek Jaringan Jalan Dengan
Algoritma Dijkstra Berdasarkan Waktu Tempuh ... IV-27
IV.3.1 Metode Algoritma Dijkstra ... IV-40
IV.3.2 Metode Algoritma Floyd-Warshall ... IV-45
IV.4 Analisis Pencarian Rute Terpendek Jaringan Jalan Dengan
Algoritma Dijkstra Berdasarkan Panjang Jalan ... IV-27
IV.4.1 Metode Algoritma Dijkstra ... IV-40
IV.4.2 Metode Algoritma Floyd-Warshall ... IV-45
IV.5 Hasil Perhitungan Rute Terpendek ... IV-46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan ... V-1
DAFTAR ISTILAH
Algoritma : Kumpulan instruksi/perintah yang dibuat secara jelas dan
sistematis berdasarkan urutan yang logis (logika) untuk
penyelesaian suatu masalah.
Edge Weights : Bobot-bobot sisi
Greedy Alghotihm : Algoritma rakus/tamak
Node/Vertex : Titik Simpul
On peak : Waktu sibuk
Shortest Path : Jarak Terpendek
Time : Waktu Perjalanan
Trip : Jumlah Perjalanan
Vertek : Garis Penghubung titik simpul
Weight : Bobot/jarak
PERBANDINGAN ALGORITMA DIJKSTRA DAN
FLOYD-WARSHALL DALAM PEMILIHAN RUTE TERPENDEK
JARINGAN JALAN
(STUDI LITERATUR)TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat untuk
Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
SONDANG SITANGGANG
050404105
SUB JURUSAN TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan baik.
Tugas akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan untuk menempuh
ujian sarjana pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara. Adapun judul tugas akhir ini adalah “Perbandingan Algoritma Dijkstra dan
Floyd-Warshall Dalam Mencari Rute Terpendek Jaringan Jalan”.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Yusandy Aswad, ST,
MT sebagai Dosen Pembimbing tugas akhir yang telah memimbing dan mengarahkan
dalam penyusunan tugas akhir ini.
Ucapan trimakasih penulis sampaikan pada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan ketua Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Syahrizal, sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak dan Ibu Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan
waktu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
4. Bapak/Ibu Staf dosen pada jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara
5. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang membantu penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Medan, Mei 2011
( Sondang Sitanggang )
Abstrak
“Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Floyd-Warshall
Dalam Pemilihan Rute Terpendek Jaringan Jalan”
Oleh : Sondang Sitanggang
Kemacetan yang sering terjadi selama perjalanan, sering mengganggu
kegiatan kita sehari-hari. Setiap manusia ingin sampai ke tujuan dengan tepat waktu.
Tetapi, sering kali kemacetan menyebabkan keinginan manusia terganggu. Oleh
karena itu, dibutuhkan suatu cara untuk menanggulangi gangguan tersebut. Untuk
mencapai suatu tempat dengan waktu yang lebih cepat, kita akan mencari lintasan
terpendek dari tempat asal ke tempat tujuan.
Saat ini banyak sekali algortima-algoritma yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan persoalan penentuan lintasan terpendek (shortest path problem) dari
suatu rute. Ada dua algortima yang cukup terkenal yang bisa digunakaan untuk
menyelesaikan persoalan lintasan terpendek, yaitu Algoritma Dijkstra dan Algoritma
Floyd-Warshall.
Algoritma Dijkstra ini menggunakan prinsip greedy yang menyatakan bahwa
pada setiap langkah kita memilih sisi yang berbobot minimum dan memasukkannya
ke dalam himpunan solusi sedangan algoritma Floyd-Warshall menggunakan prinsip
dinamis yang melakukan pemecahan masalah dengan memandang solusi yang akan
diperoleh sebagai suatu keputusan yang saling terkait. Artinya solusi-solusi tersebut
dibentuk dari solusi yang berasal dari tahap sebelumnya dan ada kemungkinan solusi
lebih dari satu. Beberapa analisa pun menunjukkan beberapa keuntungan dan
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Umum
Kota Medan sebagai kota terbesar nomor tiga di Indonesia dan juga ibukota
propinsi Sumatera Utara, memiliki perkembangan yang pesat dalam kegiatan
ekonomi, sosial, budaya dan kegiatan lainnya. Maka hal yang wajar apabila aktivitas
penduduknya relatif tinggi seiring dengan kebutuhan perjalanannya.
Kebutuhan akan perjalanan ini menuntut adanya pemilihan rute terpendek dari suatu
daerah ke daerah lainnya sehingga dapat mengefisiensikan jarak, waktu, dan biaya
yang dibutuhkan untuk mencapai daerah tujuan tersebut.
Dalam melakukan aktivitas perjalanannya, setiap pelaku perjalanan akan
mencoba mencari rute terbaik yang meminimkan biaya perjalanannya. Selain untuk
mengefisiensikan jarak, waktu, dan biaya yang dibutuhkan untuk menuju suatu
tempat tujuan tertentu ataupun sebaliknya bagi pengguna/pelaku perjalanan, juga
dapat mengurangi dampak kemacetan dengan pendistribusian/sebaran pergerakan
perjalanan mengingat bahwa dewasa ini jaringan jalan di kota Medan mengalami
permasalahan transportasi yang sangat kritis seperti kemacetan lalu lintas yang
disebabkan oleh tingginya tingkat urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, kepemilikan
kenderaan, serta berbaurnya peranan fungsi jalan arteri, kolektor, dan lokal sehingga
jaringan jalan tidak dapat berfungsi secara efisien. ketidaklancaran arus lalu lintas ini
membangun jalan bebas hambatan, jalan tol, dan jalan lingkar namun masalah
tersebut tidak dapat diselesaikan dengan mudah.
I.2 Latar Belakang
Didalam undang-undang Republik Indonesia No. 38 tahun 2004 tentang
prasarana jalan, disebutkan bahwa jalan mempunyai peranan penting dalam
mewujudkan perkembangan kehidupan bangsa. Maka jalan darat ini sangat
dibutuhkan oleh masyarakat di dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Dalam
rangka membantu mengembangkan daerahnya, maka diperlukan adanya jaringan
transportasi yang dapat menjangkau daerah potensial dan daerah terpencil sekalipun.
Maka perencanaan pembuatan jalan raya mempunyai banyak aspek dan bidang lain
selain bidang teknik, misalnya bidang ekonomi, sosial, politik dan lain-lain.
Untuk mempertinggi tingkat pelayanan suatu jaringan jalan maka para ahli
teknik lalu lintas tidak henti-hentinya mengembangkan metode-metode yang telah
ada dan dicari metode lain yang lebih efisien dalam penggunaannya salah satunya
ialah metode jarak terpendek untuk membantu menganalisa pencarian rute terpendek
dari jaringan jalan yang dapat membantu pengendara mencapai tempat tujuan dengan
waktu yang lebih cepat dan lebih efisien.
Persoalan lintasan terpendek yaitu menemukan lintasan terpendek antara dua
atau beberapa simpul lebih yang berhubungan. Ada beberapa macam persoalan
lintasan terpendek, antara lain : lintasan terpendek antara dua buah simpul, lintasan
semua simpul lain, dan lintasan terpendek antara dua buah simpul yang melalui
beberapa simpul tertentu. (Nur F. Rachmah, 2008) Persoalan mencari lintasan
terpendek di dalam jaringan jalan merupakan salah satu persoalan optimasi.
Persoalan ini biasanya direpresentasikan dalam bentuk graf. Graf yang digunakan
dalam pencarian lintasan terpendek atau shortest path adalah graf berbobot (weighted
graph), yaitu graf yang setiap sisinya diberikan suatu nilai atau bobot. Bobot pada sisi
graf dapat menyatakan jarak antar kota, waktu pengiriman pesan, ongkos
pembangunan, dan sebagainya.
Seiring dengan waktu yang berjalan dan juga perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, saat ini banyak sekali algoritma-algoritma yang
digunakan untuk memecahkan permasalahan lintasan terpendek (shortest path
problem) yang diaplikasikan pada jaringan jalan. Solusi yang didapat dari
penelusuran dari Algoritma tersebut dapat diberi nama Pathing Algorihm.
Algoritma Dijkstra merupakan salah satu algoritma yang digunakan untuk
memecahkan permasalahan lintasan terpendek dan juga salah satunvarian dari
algoritma greedy, yaitu salah satu bentuk algoritma populer dalam pemecahan
persoalan yang terkait dengan masalah optimasi. Sifatnya sederhana dan lempang
(straight forward). Sesuai dengan artinya yang secara harafiah berarti tamak atau
rakus – namun tidak dalam konteks negatif, algoritma Dijkstra hanya memikirkan
solusi terbaik yang akan diambil pada setiap langkah tanpa memikirkan konsekuensi
ke depan. Prinsipnya, ambillah apa yang bisa Anda dapatkan saat ini (take what you
diubah kembali. Intinya algoritma Djikstra berupaya membuat pilihan nilai optimum
lokal pada setiap langkah dan berharap agar nilai optimum lokal ini mengarah kepada
nilai optimum global. (Raden A.D.N, 2007) selain algoritma Dijkstra dikenal juga
algoritma Floyd-Warshall, yaitu suatu metode yang melakukan pemecahan masalah
dengan memandang solusi yang akan diperoleh sebagai suatu keputusan yang saling
terkait. Artinya solusi-solusi tersebut dibentuk dari solusi yang berasal dari tahap
sebelumnya dan ada kemungkinan solusi lebih dari satu dalam pengertian lain,
Algoritma Floyd-Warshall merupakan algoritma yang mengambil jarak minimal dari
suatu titik ketitik lainnya, algoritma ini menerapkan suatu algoritma dinamis yang
menyebabkan akan mengambil jarak lintasan terpendek secara benar.
Apri Kamayudi (2008) dalam makalahnya yang berjudul Studi dan
Implementasi Algoritma Dijkstra, Bellman-Ford dan Floyd-Warshall Dalam
Menangani Masalah Terpendek Dalam Graf menyatakan bahwa masing-masing
algoritma memiliki spesifikasi penyelesaian masalah, kompleksitas waktu algoritma,
serta jenis masalah yang berbeda, sementara Michell S. Handaka (2010) dalam
makalahnya yang berjudul Perbandingan Algoritma Dijkstra (Greedy) dan
Floyd-Warshall (Dynamic Programming) dalam Pengaplikasian Lintasan Terpendek pada
Link-State Routing Protocol menyimpulkan bahwa algoritma Djikstra pada umumnya
tidak selalu memberikan hasil yang optimum namun algoritma ini merupakan
algoritma yang favorit, selain itu Raden A. D. Novandi (2007) juga membandingkan
algoritma Djikstra dan Algoritma Floyd-Warshall dalam makalahnya yang berjudul
Lintasan Terpendek (Single Pair Shortest Path) menyatakan bahwa terdapat
perbedaan yang cukup signifikan untuk penerapan antara kedua algoritma, Algoritma
Floyd-Warshall yang menerapkan pemrograman dinamis lebih menjamin
keberhasilan penemuan solusi optimum untuk kasus penentuan lintasan terpendek.
Dari makalah-makalah peneliti terdahulu ini dapat dikatakan bahwa setiap
algoritma memiliki kelebihan dan kelemahan dalam menyelesaikan persoalan
lintasan terpendek, berdasarkan latar belakang inilah penulis ingin mencoba
membandingkan algoritma Djikstra dan algoritma Floyd-Warshall dalam mencari
rute terpendek dalam jaringan jalan dalam tugas akhir ini dengan judul
”Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Algoritma Floyd-Warshall Dalam
Pemilihan Rute Terpendek Jaringan Jalan”.
I.3 Tujuan Studi
Studi ini bertujuan untuk :
1. Melakukan Review pada teori rute terpendek algoritma Dijkstra dan
algoritma Floyd-Warshall dengan aplikasi penggunaan dilapangan.
2. Menganalisia kinerja dari suatu lintasan jalan menuju jalan lain, dari segi
waktu tercepat sehingga pengguna jalan dapat mengefisiensikan waktu.
3. Menganalisis kelebihan dan kekurangan algoritma dijkstra (dijkstra'
algorithm) dan algoritma Floyd-Warshall (Floyd-Warshall algorithm)
I.4 Manfaat Studi
Dari penulisan tugas akhir ini penulis berharap dapat membantu masyarakat
terutama yang berhubungan langsung dengan transportasi dalam menentukan rute
yang paling efisien saat mereka melakukan perjalanan mereka sehingga dapat
menghemat waktu, tenaga dan biaya.
I.5 Pembatasan Masalah
Agar penulisan ini dapat terarah dan sesuai dengan tujuan, maka diperlukan
pembatasan masalah. Dalam studi ini, permasalahan dibatasi pada :
1. Algoritma yang dibandingkan adalah algoritma Dijkstra dan Floyd-Warshall.
2. Teori pemilihan rute jalan yang digunakan adalah Jarak Terpendek (Shortest
Path) yaitu didasarkan pada pendekatan terhadap jarak, waktu tempuh dan
biaya termurah. Namun dalam studi ini, pendekatan yang dilakukan adalah
terhadap jarak dan waktu tempuh.
3. Aplikasi contoh pada tugas akhir hanya sebagai review penggunaan algoritma
dan aplikasinya pada kondisi lapangan, bukan berdasarkan teori atau
permasalahan yang ada.
4. Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program Microsoft excel
I.6 Metodologi Studi
Metodologi yang digunakan pada studi ini adalah :
1. Studi literatur yaitu mengumpulkan data-data yang berhubungan
dengan tugas akhir ini yang bersumberkan buku-buku serta referensi
jurnal sebagai pendekatan teori maupun sebagai perbandingan untuk
mengkaji Studi ini.
2. Melakukan review terhadap dua teori pencarian rute terpendek yaitu
algoritma Dijkstra dan Floyd-Warshall pada kondisi lapangan.
Gambar 1.1 Bagan Alir Penelitian
Kajian Pustaka Pengumpulan bahan dan studi literatur
Pengolahan Data
Berdasarkan Algoritma Dijkstra - Menggunakan prinsip Greedy - Elemen-elemen algoritma Dijkstra
• Himpunan kandidat • Himpunan Fungsi • Fungsi Kelayakan • Fungsi Objektif
Data sekunder • Peta jaringan jalan kota Medan • Data panjang jalan jaringan jalan • Waktu perjalanan hasil Pengolahan data
Analisa Data
- Menggunakan prinsip Greedy - Elemen-elemen algoritma Dijkstra
• Himpunan kandidat
- Menggunakan prinsip optimalitas • Terdiri dari beberapa tahap • Tiap tahap salinh berhubungan • Hasil Keputusan di transformasi • Bobot meningkat secara bertahap • Bobot dari satu tahap bergantung pada
tahap sebelumnya Studi Pendahuluan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Transportasi
II.1.1 Pengertian Transportasi
Transportsi dapat diartikan sebagai usaha yang memindahkan, menggerakkan,
menganggkut, atau mengalihkan suatu objek dari satu tempat ke tempat lain, dimana
di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan
tertentu. (Fidel Miro, 2005) Dalam pengertian lain transportasi diartikan sebagai
usaha pemindahan atau pergerakan dari suatu lokasi ke lokasi yang lainnya dengan
menggunakan suatu alat tertentu. Dengan demikian maka transportasi memiliki
dimensi seperti lokasi (asal dan tujuan), alat (teknologi) dan keperluan tertentu
(Miro,1997). Sistem transportasi selalu berhubungan dengan kedua dimensi tersebut,
jika salah satu dari ketiga dimensi tersebut tidak ada maka bukanlah termasuk
transportasi.
Sementara itu sistem transportasi terdiri dari beberapa sistem makro yaitu
(Tamin, 1997) :
1. Sistem kegiatan
2. Sistem jaringan prasarana transportasi
3. Sistem pergerakan lalu lintas
4. Sistem kelembagaan
Keempat sistem tersebut saling berinteraksi membentuk sistem transportasi
pergerakan manusia/barang dalam bentuk pergerakan kendaraan. Perubahan pada
sistem kegiatan akan membawa pengaruh pada sistem jaringan melalui suatu
perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu pula dengan
perubahan pada sistem jaringan akan mengakibatkan sistem kegiatan melalui
peningkatan mobilitas dan aksesibillitas dari sistem pergerakan tersebut.
Sistem pergerakan sangat penting dalam mengakomodasikan sistem pergerakan agar
tercipta sistem pergerakan yang lancar dan selanjutnya akan berpengaruh pula pada
sistem jaringan kegiatan, jadi ketiganya saling mempengaruhi. Transportasi
mempunyai jangkauan pelayanan, yang diartikan sebagai batas geografis pelayanan
yang diberikan oleh transportasi kepada pengguna transportasi tersebut. Jangkauan
pelayanan ini didasarkan pada lokasi asal dan tujuan.
Sistem transportasi merupakan suatu satuan dari elemen-elemen yang saling
mendukung dalam pengadaan transportasi. Elemen-elemen transportasi tersebut
adalah (Morlok,1991) :
• Manusia dan barang (yang diangkut)
• Kendaraan dan peti kemas (alat angkut) • Jalan (tempat alat angkut bergerak)
• Terminal
• Sistem pengoperasian
Sedangkan Khisty and Lall, 2003 menyatakan bahwa empat elemen utama
1. Sarana perhubungan (link) : jalan raya atau jalur yang
menghubungkan dua titik atau lebih. Pipa, jalur darat, jalur laut, dan
jalur penerbangan juga dapat dikategorikan sebagai sarana
perhubungan.
2. Kendaraan : alat yang memindahkan manusia dan barang dari satu
titik ke titik lainnya di sepanjang sarana perhubungan. Contohnya
mobil, bis, kapal, dan pesawat terbang.
3. Terminal : titik-titik dimana perjalanan orang dan barabg dimulai atau
berakhir. Contoh : garasi mobil, lapangan parkir, gudang bongkar
muat, dan Bandar udara.
4. Manajemen dan tenaga kerja : orang-orang yang membuat,
mengoperasikan, mengatur dan memelihara sarana perhubungan,
kendaraan dan terminal.
Keempat elemen di atas berinteraksi dengan manusia, sebagai pengguna
maupun nonpengguna sistem, dan berinteraksi pula dengan lingkungan.
II.1.2 Konsep Perencanaan Transportasi
Terdapat beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang
sampai saat ini – yang paling popular adalah “Model Perencanaan Transportasi
Empat Tahap”. Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri
submodel yang masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan.
(Tamin. O.Z., 1997) Pemodelan ini mudah dipakai dan ditunjang pula dengan
computer untuk studi-studi transportasi. (Fidel Miro, 1997) Adapun keempat dari
submodel tersebut adalah :
a. Pemodelan Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (Trip Generation and Trip
Atraction).
b. Pemodelan Sebaran/Distribusi Perjalanan (Trip Distribution).
c. Pemodelan Pemilihan Kendaraan (Model Split).
d. Model Pemilihan Rute Perjalanan (Trafiic Assigment).
II.2 Klasifikasi Pergerakan
Pergerakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Tamin, 1997) :
a. Berdasarkan tujuan pergerakan
Pada prakteknya, sering dijumpai bahwa model bangkitan pergerakan
yang lebih baik bisa didapatkan dengan memodel secara terpisah
pergerakan yang mempunyai tujuan berbeda. Dalam kasus pergerakan
berbasis rumah, lima kategori tujuan pergerakan yang sering
digunakan adalah :
pergerakan tempat kerja
pergerakan ke sekolah
pergerakan ke tempat belanja
pergerakan untuk kepentingan sosial dan rekreasi
Dua tujuan pergerakan pertama (bekerja dan pendidikan) disebut
tujuan pergerakan utama yang merupakan keharusan yang dilakukan
setiap hari, sedangkan tujuan pergerakan lainnya sifatnya pilihan dan
tidak rutin dilakukan.
b. Berdasarkan waktu
Pergerakan ini biasanya dikelompokkan menjadi pergerakan pada jam
sibuk dan jam tidak sibuk. Proporsi pergerakan yang dilakukan oleh
setiap tujuan pergerakan sangat berfluktuasi atau bervariasi sepanjang
hari.
c. Berdasarkan jenis orang
Hal ini berdasarkan salah satu jenis pengelompokkan yang penting
karena perilaku pergerakan individu sangat dipengaruhi oleh
sosio-ekonomi. Atribut yang dimaksud adalah :
Tingkat pendapatan
Biasanya terdapat tiga penggolongan pendapatan di Indonesia
yaitu tinggi, menengah dan rendah.
Tingkat kepemilikan kendaraan
Biasanya terdapat empat tingkat, yaitu 0, 1, 2, atau lebih dari 2
kendaraan per rumah tangga.
Ukuran struktur rumah tangga
Merupakan jumlah anggota keluarga dengan struktur umur dan
II.2.1 Jenis Pergerakan
Berbagai jenis pergerakan yang ada merupakan akibat adanya kegiatan
manusia. Berbagai pengertian yang membedakan jenis-jenis pergerakan (Willumsen,
1990) :
Perjalanan Home Based (HB) adalah suatu perjalanan yang menunjukkan
bahwa rumah sebagai pembuat perjalanan yang merupakan asal dan tujuan
dari perjalanan.
Perjalanan Non Home Based adalah suatu perjalanan yang menunjukkan
bahwa salah satu asal atau tujuan dari perjalanan bukanlah rumah pelaku
perjalanan.
Produksi perjalanan (Trip Production) adalah perjalanan yang didefinisikan
sebagai awal dan akhir dari sebuah perjalanan Home Based atau sebagai awal
dari perjalanan Non Home Based.
Tarikan perjalanan (Trip Atraction) adalah perjalanan yang tidak berakhir di
rumah bagi perjalanan yang bersifat Home Based atau berbagai tujuan dari
suatu perjalan Non Home Based.
Bangkitan perjalanan (Trip Generation) adalah total jumlah perjalanan yang
ditimbulkan oleh rumah tangga dalam suatu zona baik Home Based ataupun
Non Home Based.
II.2.2 Sirkulasi
Sirkulasi menggambarkan sebuah pola pergerakan, baik kendaraan maupun
puncak bagi lalu lintas kendaraan dan pergerakan pejalan kaki. Sirkulasi merupakan
gerak terusan ruang. Jalan sirkulasi diartikan sebagai tali yang terlihat
menghubungkan ruang-ruang dalam maupun luar.
Unsur-unsur dari sirkulasi adalah :
a. Pencapaian bangunan (pandangan dari jauh)
b. Jalan masuk ke dalam bangunan (dari luar ke dalam )
c. Konfigurasi bentuk jalan (urutan ruang-ruang)
Sifat konfigurasi ialah mempengaruhi dan dipengaruhi pola organisasi
ruangruang yang menghidupkannya. Konfigurasi sebuah jalan yang dapat
memperkuat organisasi ruang dengan mensejajarkan polanya. Sekali berhasil
membayangkan konfigurasi ke seluruh jalan di dalam sebuah bangunan, orientasi di
dalam bangunan dan pengertian tentang tata letak ruangnya menjadi nyata. Sirkulasi
dibedakan atas dua golongan :
1. Sirkulasi Kendaraan
Banyaknya pengunjung yang datang menggunakan kendaraan menyebabkan
lalu lintas padat dan terjadi kemacetan. Untuk sirkulasi kendaraan sendiri dibagi
menjadi dua yaitu :
• Sirkulasi kendaraan pribadi
Jenis sirkulasi ini bersifat pasif, karena kendaraan yang datang bukan hanya
lewat tetapi menjadikan suatu kawasan sebagai titik pemberhentian. Semakin
menarik kawasan tersebut semakin banyak kendaraan yang datang dan
• Sirkulasi angkutan umum
Jenis ini bersifat aktif, dalam artian sirkulasi kendaraan ini harusnya hanya
melewati kawasan tertentu. Permasalahan yang perlu diperhatikan adalah
banyaknya rute kendaraan umum yang melintasi. Semakin banyak jurusan
semakin banyak pula jumlah kendaraan umum yang melewati kawasan
tersebut.
2. Sirkulasi Pejalan kaki
Sirkulasi pejalan kaki, dibedakan menurut pembagian waktu menjadi dua
yaitu :
• Sirkuasi orang pada siang – sore hari
• Sirkulasi orang pada sore – malam hari.
Terdapat beberapa bentuk sirkulasi yang biasa terjadi di perkotaan adalah :
(Ching, 1905)
a) Linier
Semua jalan adalah linier, jalan yang lurus dapat menjadi unsur pembentuk
untuk satu deretan ruang-ruang.
Sumber: (Ching, 1905)
Gambar 2.1 Pola Sirkulasi Linear
Keterangan :
b) Radial
Bentuk radial memiliki jalan yang berkembang dari atau berhenti pada sebuah
pusat, tidak sama.
Sumber:(DK. Ching, Francis an hanoto adji, Paulus, 1905, Arsitektur bentuk
ruang dan Susunannya).
Gambar 2.2 Pola Sirkulasi Radial
c) Spiral
Sebuah bentuk spiral adalah suatu jalan yang menerus dan berasal dari titik
pusat, berputar mengelilinginya dan bergerak menjauhi titik pusat tersebut.
Sumber : (Ching, 1905)
Gambar 2.3 Pola Sirkulasi Spiral
Keterangan:
Pola sirkulasi radial adalah polasirkulasi mengambang dari pusat kegiatan/aktivitas menuju daerah sekitarnya.
Keterangan :
d) Grid
Bentuk grid terdiri dari dua set jalan-jalan sejajar yang saling berpotongan
pada jarak yang sama dan menciptakan bujur sangkar atau kawasan-kawasan
ruang yang berbentuk segi empat.
Sumber : (Ching, 1905)
Gambar 2.4 Pola Sirkulasi Grid
e) Net Work
Suatu bentuk jaringan yang terdiri dari beberapa jalan yang menghubungkan
titik-titik tertentu dalam ruang.
Sumber : (Ching, 1908)
Gambar 2.5 Pola Sirkulasi Net Work
Keterangan :
Pola sirkulasi grid adalah pola sirkulasi yang saling berpotongan antara yang satu dengan yang lainnya dan membentuk segi empat pada kawasan ruang.
Keterangan :
f) Campuran
Pada kenyataannya, sebuah bangunan umumnya mempunyai suatu kombinasi
dari pola-pola tersebut.
II.3 Kemacetan Lalu Lintas
Pada dasarnya, kemacetan terjadi akibat dari jumlah arus lalu lintas pada suatu
ruas jalan tertentu yang melebihi kapasitas maksimum yang dimiliki oleh jalan
tersebut. Peningkatan arus dalam suatu ruas jalan tertentu berarti mengakibatkan
peningkatan kerapatan antar kendaraan yang dapat juga berarti terjadinya kepadatan
arus lalu lintas akan mengakibatkan antrian hingga terjadi kemacetan lalu lintas.
Kemacetan itu sendiri dapat dibedakan menjadi 5 tipe menurut biaya yang
dikeluarkan, yaitu :
1. Simple interaction
Kemacetan yang terjadi pada saat arus lalu lintas rendah dengan jumlah
pergerakan yang kecil. Kemacetan ini biasanya disebabkan oleh cara mengemudi
yang lambat dan berhati-hati untuk menghindari kecelakaan.
2. Multiple Interaction
Kemacetan yang terjadi pada saat arus lalu lintas lebih tinggi, yang mengakibatkan
tiap bertambahnya kendaraan akan lebih menghalangi satu sama lain, meskipun
kapasitas jalan belum digunakan secara optimal.
3. Bottleneck Situation
Kemacetan karena penyempitan lebar jalan, sehingga ruas jalan tersebut
sebelumnya/sesudahnya. Bila arusnya berada dibawah kapasitas “bottleneck”
maka ruas jalan tersebut akan terjadi interaksi berganda, namun bila memenuhi
kapasitas, apalagi untuk beberapa lama akan menimbulkan kemacetan.
4. Triggerneck Situation
Kemacetan yang ditimbulkan oleh kemacetan“bottleneck”
5. Network and Control Congestion
Kemacetan yang terjadi karena adanya upaya dan pengelola jalan untuk
mengurangi biaya kemacetan untuk beberapa waktu tertentu atau untuk jenis lalu
lintas tertentu, namun mengakibatkan kemacetan diwaktu dan jenis lalu lintas yang
lain.
Sementara itu beberapa gangguan terhadap kelancaran lalu lintas pada
jalan-jalan di wilayah perkotaan adalah : (Dirjen Perhubungan Darat)
• Pedagang kaki lima;
• Parkir kendaraan di badan jalan;
• Angkutan umum berhenti disembarang tempat;
• Terjadinya penyempitan jalan, dll.
Sedangkan menurut ketergantungannya, kemacetan dibagi menjadi 2 jenis
(Manheim,1978:268) :
Load Independent
Kemacetan yang terjadi kerena menurunnya kinerja sistem akibat dari
interaksi antara komponen-komponen sistem, termasuk bila sistem akibat itu
a. Vehicle Fasility Congestion
Kemacetan yang disebabkan oleh kendaraan dan fasilitas
transportasi, seperti : terminal, halte, dan sebagainya. Setiap
fasilitas mempunyai kecenderungan untuk menyebabkan
kemacetan, baik pada saat ada kendaraan maupun pada saat kosong.
b. Vehicle Schedule Congestion
Kemacetan yang terjadi ketika jumlah perjalanan yang telah
terjadwal relatif lebih besar dari jumlah armada yang ada.
Load Dependent
a. Load Vehicle Congestion
Kemacetan yang timbul bila arus kendaraan yang bergerak melalui
suatu rute melewati sebuah terminal yang telah ada beban yang
menunggu
b. Load Schedule Congestion
Kemacetan yang terjadi bila volume yang harus dimuat
memerlukan waktu yang lebih lama daripada yang telah
dijadwalkan.
II.4 Penyebab Masalah Lalulintas
Perkembangan aktivitas diperkotaan mengakibatkan peningkatan beban jalan.
Akibatnya berbagai macam jenis permasalahan lalu lintas terjadi, mulai dari
diperkotaan mengakibatkan peningkatan beban jalan. Akibatnya berbagai macam
jenis permasalahan lalu lintas terjadi, mulai dari penundaan, kemacetan, atau
gangguan lainnya.
Secara umum penyebab terjadinya masalah lalu lintas (Perhubungan
Darat,1996) adalah :
a. Pertambahan penduduk dikota-kota besar, pertambahan ini berkisar 4-5%
per tahun;
b. Perkembangan kota yang tidak diikuti struktur guna lahan yang sesuai;
c. Tidak seimbangnya jaringan jalan, fasilitas lalu lintas dan angkutan dengan
petumbuhan jumlah kendaraan;
d. Makin jauhnya jarak perjalanan karena masyarakat mengalami pergeseran
tempat tinggalnya ke arah luar kota/pinggiran, sebagai akibat
perkembangan aktivitas ekonomi di pusat kota;
e. Penggunaan pribadi yang kurang efektif;
f. Kualitas dan kuantitas kendaraan umum yang belum memadai;
g. Kurang termanfaatkannya secara maksimal peran alat angkutan kurang
mampu melayani massa yang baik dengan maksimal, seperti kereta api.
Secara garis besar elemen masalah transportasi (Perhubungan Darat, 1996)
dapat dibedakan menjadi :
Performance kendaraan umum;
Tingkah laku pengemudi dan pejalan kaki;
Manajemen lalu lintas;
Fasilitas parkir dan manajemen;
Angkutan umum jalan;
Koordinasi antar moda;
Koordinasi antar tata guna lahan dan transportasi;
Sumber pendanaan untuk sarana dan prasarana transportasi.
Menurut (Ogdem, 1984) kemacetan, kecelakaan dan gangguan lalu lintas
lainnya terjadi karena ketidaksesuaian diantara komponen sistem lalu lintas.
Manheim (1979) menyatakan bahwa sistem lalu lintas didefinisikan sebagai :
1. Sistem transportasi (T);
2. Sistem aktivitas sosial ekonomi (A);
3. Pola pergerakan berupa sistem transportasi, asal, tujuan, rute, volume lalu lintas
dan lain-lain (F).
Secara garis besar hubungan komponen lalu lintas dapat digambarkan sebagai
berikut :
a) Pola pergerakan dalam sistem lalu lintas dibatasi oleh sistem transportasi dan
sistem aktivitas;
b) Pola pergerakan menyebabkan perubahan dalam selang waktu dan sistem
kegiatan, melalui pola pelayanan lalu lintas dan melalui sumber yang
dikonsumsi untuk pelayanan tersebut;
II.5 Pola Pemilihan Rute Jaringan Jalan
Jaringan jalan di kota besar sering menghadapi permasalahan transportasi
yang sangat kritis seperti kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh tingginya
tingkat urbanisasi, pertumbuhan ekonomi dan pemilikan kendaraan, serta berbaurnya
peranan fungsi jalan arteri, kolektor dan lokal sehingga jaringan jalan tidak dapat
berfungsi secara efisien. Ketidaklancaran arus lalu lintas ini menimbulkan biaya
tambahan, tundaan, kemacetan dan bertambahnya polusi udara dan suara. Pemerintah
telah banyak melakukan usaha penanggulangan, diantaranya membangun jalan bebas
hambatan, dan jalan lingkar. Setiap pemakai jalan memilih rute yang tepat dalam
perjalanan ke tempat tujuannya sehingga waktu tempuhnya minimum dan biayanya
termurah. Dalam pergerakan, manusia selalu mengutamakan dalam pemilihan rute
dengan usaha sekecil mungkin.
Terdapat empat faktor yang mempengaruhi seseorang dalam pemilihan rute
(Warpani, 1990) :
a. Waktu perjalanan
b. Biaya perjalanan
c. Kenyamanan
d. Tingkat pelayanan
Rute terbaik bagi pemakai jalan dapat diartikan sebagai rute tercepat dan
termurah. Menurut (Hutchinson, 1974) menyatakan bahwa hambatan perjalanan
adalah sebagai faktor utama yang berpengaruh dalam pemilihan rute. Makin tinggi
hambatan di suatu jalan maka semakin sedikit lalu lintas yang menggunakan jalan
kuantitatif seperti waktu perjalanan, jarak perjalanan, kecepatan perjalanan serta
biaya perjalanan. Dari keempat ukuran kuantitatif tersebut, hambatan perjalanan dan
waktu perjalanan yang merupakan ukuran yang sangat mempengaruhi, sebab waktu
perjalanan dapat menjadi pengukur dari variabel biaya perjalanan, kenyamanan serta
tingkat pelayanan (Warpani, 1990).
Pembebanan lalu lintas adalah suatu proses dimana permintaan perjalanan
(yang didapat dari tahap distribusi) dibebankan ke rute jaringan jalan yang terdiri dari
kumpulan ruas-ruas jalan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan arus di ruas jalan
dan atau total biaya perjalanan di dalam jaringan yang ditinjau. Dibandingkam
tahap-tahap lainnya, dalam tahap-tahap ini terjadi interaksi langsung antara permintaan dan
sediaan, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai ukuran dalam penilaian kinerja
(performance) jaringan jalan akibat adanya perubahan (scenario) permintaan dan
sediaan.
Secara sederhana proses dan masukan/ keluarannya dapat digambarkan seperti
berikut ini :
Sumber : Pelatihan Sistem Transportasi Perkotaan, DITJEN BANGDA, LPM ITB
Gambar 2.6 Struktur Pemilihan Rute Matrik Asal Tujuan
(Permintaan) Jaringan (Sediaan)
Kriteria Memutuskan Pemilihan Rute
II.5.1 Pemilihan Rute Jaringan Jalan
Proses pembebanan rute adalah memperkirakan asumsi pengguna jalan
mengenai pilihannya yang terbaik.
Terdapat 2 variabel yang mempengaruhi seseorang dalam memilih rute. (Miro,
2002):
1) Kelompok yang dapat diukur :
1. Variabel waktu tempuh (enit, jam atau hari)
2. Variabel jarak (kilometer atau mil)
3. Variabel biaya (rupiah, seperti ongkos atau bahan bakar)
4. Kemacetan atau antrian (v/c ratio)
5. Banyak/jenis maneuver yang dilewati (banyak persimpangan sebidang)
6. Panjang/jenis jalan raya (arteri, biasa, tol)
7. Kelengkapan rambu-rambu lalulintas atau marka jalan
2) Kelompok variabel yang tidak dapat ukur (kualitatif)
1. Variabel pemandangan yang indah
2. Variabel kebiasaan seseorang untuk melewati suatu rute tertentu
3. Variabel perbedaan persepsi tentang rute tertentu (kelompok kualitatif)
4. Variabel informasi rute yang salah (kelompok kualitatif)
5. Variabel kesalahan/error lainnya (kelompok kualitatif)
Persamaan biaya gabungan yang menggabungkan semua faktor tersebut
merupakan hasil yang sangat sulit diperoleh, selain itu tidaklah praktis memodel
Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan adalah mempertimbangkan dua
faktor utama dalam pemilihan rute, yaitu biaya pergerakan dan nilai waktu-biaya
pergerakan dianggap proporsional dengan jarak tempuh. Beberapa model pemilihan
rute dimungkinkan penggunaan bobot yang berbeda bagi faktor waktu tempuh dan
faktor jarak tempuh untuk menggambarkan persepsi pengendara dalam kedua faktor
tersebut. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa waktu tempuh mempunyai
bobot lebih dominan dari pada jarak tempuh bagi pergerakan didalam kota
(Fitrianingsih, 2008)
Outram dan Thomson (1978), membandingkan hasil persepsi dengan temuan
di lapangan. Ternyata proporsi pengendara yang persepsinya sesuai dengan temuan
dilapangan sangatlah rendah. Disimpulkan bahwa kombinasi antara jarak dan waktu
tempuh dapat dijadikan faktor yang paling dapat menggambarkan persepsi pemilihan
rute. Tetapi, kombinasi tersebut hanya dapat mewakili sekitar (60 – 80)% proses
pemilihan rute. Terdapat faktor lain yang mempengaruhi pemilihan rute, misalnya
perbedaan persepsi, informasi rute yang salah, atau galat lain.
Model pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor
pertimbangan yang didasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara dari zona
asal yang menuju ke zona tujuan akan memilih rute yang persis sama, khususnya di
daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh adanya :
- Perbedaan persepsi tentang apa yang diartikan dengan biaya perjalanan karena
adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat
- Peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang
menyebabkan kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga
meningkatkan peluang untuk memilih rute tersebut (Tamin, 1997).
Jadi, tujuan pengguanaan model adalah untuk mendapatkan setepat mungkin
arus yang didapat pada saat survei dilakukan untuk setiap ruas jalan dalam jaringan
jalan tersebut. Analisis pemilihan rute tersebut terdiri dari beberapa bagian utama,
yaitu :
Alasan pemakai jalan memilih suatu rute dibandingkan dengan rute lainnya;
Pengembangan model yang menggabungkan sistem transportasi dengan alas
an pemakai jalan memilih rute tertentu;
Kemungkinan pengendara berbeda persepsinya mengenai rute yang terbaik.
Beberapa pengendara mungkin mengasumsikan sebagai rute dengan jarak
tempuh terpendek, rute dengan waktu tempuh tersingkat, atau mungkin juga
kombinasi keduanya;
Kemacetan dan ciri fisik ruas jalan membatasi jumlah arus lalu lintas di jalan
tersebut.
II.5.2 Alasan/Faktor Pemilihan Rute
Perilaku perjalanan adalah hasil dari interaksi antara lingkungan dengan
psikologi manusia (watak, kesadaran, persepsi dan kemampuan belajar). Perilaku
perjalanan, seperti juga pemilihan rute dapat dipertimbangkan sebagai hasil dari
urutan sebagai berikut :
- Persepsi manusia
- Situasi subjektif
- Keputusan manusia
Mekanisme interaksi (seperti bagaimana persepsi pelaku perjalanan tentang
jaringan dan rute perjalanan) adalah sangat kompleks, tetapi dalam masalah
pemilihan rute, merupakan hal yang telah diterima secara luas bahwa asumsi dasar
dari pelaku perjalanan dalam pengambilan keputusan adalah bahwa pelaku
perjalanan bersifat rasional. Pelaku perjalanan diasumsikan selalu mencari kepuasan
optimal untuk kebutuhan perjalanannya. (Frazilla, 1998)
Hal utama dalam proses pembebanan rute adalah memperkirakan asumsi
pengguna jalan mengenai pilihannya yang terbaik.
II. 5.3 Hipotesa Pemilihan Rute
Model harus mewakili ciri sistem transportasi dan salah satu hipotesis tentang
pemilihan rute pemakai jalan. Terdapat tiga hipotesis yang dapat digunakan yang
menghasilkan jenis model yang berbeda-beda.
Pembebanan “all-or-nothing’
Pemakai jalan secara rasional memilih rute terpendek yang meminimumkan
hambatan transportasi (jarak, waktu dan biaya). Semua lalu lintas antara zona asal
dan tujuan menggunakan rute yang sama dengan anggapan bahwa pemakai jalan
mengetahui rute yang tercepat tersebut. Dengan kata lain, pemakai jalan
mengetahui rute terpendek yang meminimumkan waktu tempuh dan semuanya
Pembebanan banyak ruas
Asumsi pemakai jalan tidak mengetahui informasi yang tepat mengenai rute
tercepat. Pengendara memilih rute yang dikiranya adalah rute tercepat, tetapi
persepsi yang berbeda untuk setiap pemakai jalan mengakibatkan
bermacam-macam rute akan dipilih antara dua zona tertentu. Diasumsikan bahwa pemakai
jalan belum mendapatkan informasi tentang alternatif rute yang layak, dia memilih
rute yang dianggapnya terbaik (jarak tempuh pendek, waktu tempuh singkat, dan
biaya minimum).
Pembebanan berpeluang
Pemakai jalan menggunakan beberapa faktor rute dalam pemilihan rutenya
dengan meminimumkan hambatan transportasi contohnya faktor yang tidak dapat
dikuantifikasi seperti rute yang aman dan rute yang panoramanya indah.
Pengendara memperhatikan faktor lain selain jarak, waktu tempuh dan biaya yang
minimum, misalnya rute yang telah dikenal atau yang dianggap aman.
II.5.4 Kriteria Pemilihan Rute
Beberapa faktor yang mungkin dipertimbangkan pengendara dalam memilih
rute adalah sebagai berikut :
• Waktu tempuh, waktu tempuh adalah waktu total perjalanan yang diperlukan,
termasuk berhenti dan tundaan, dari suatu tempat ke tempat tempat lain
melalui rute tersebut. Salah satu metode pengamatan waktu tempuh dapat
dilakukan dengan metode Pengamat bergerak, yaitu pengamat mengemudikan
• Nilai waktu, nilai waktu adalah sejumlah uang yang disediakan seseorang
untuk keluarkan (atau dihemat) untuk menghemat satu unit waktu perjalanan.
Nilai waktu ini relatif dengan banyaknya pengeluaran konsumen.
• Biaya perjalanan, biaya perjalanan dapat dinyatakan dalam bentuk uang,
waktu tempuh, jarak atau kombinasi ketiganya yang biasa disebut biaya
gabungan. Dalam hal ini diasumsikan bahwa total biaya perjalanan sepanjang
rute tertentu adalah jumlah dari biaya setiap ruas jalan yang dilalui. Jadi,
dengan mengetahui semua biaya dari setiap ruas jalan, dapat ditentukan
(dengan algoritma tertentu) rute terbaik yang dapat dilalui pada jaringan jalan
tersebut.
• Biaya operasi kendaraan, perbaikan dan peningkatan mutu prasarana dan
prasarana transportasi akan bertujuan mengurangi biaya operasional
kendaraan. Biaya ini antara lain meliputi penggunaan bahan bakar, pelumas,
biaya penggantian (misalnya, ban), biaya perawatan kendaraan, dan upah.
• Jumlah persimpangan yang akan dilalui
• Rambu lalu lintas • Keselamatan
• Kondisi permukaan jalan
Jika terdapat beberapa rute pilihan, pengendara yang berasal dan bertujuan
yang sama dapat memilih rute yang berbeda. Kemungkinan hal ini yang
menyebabkan pengendara mungkin memiliki kriteria yang berbeda dalam
berperilaku rasional, yakni mereka berusaha mengurangi biaya perjalanannya. Waktu
tempuh dan jarak merupakan dua faktor yang paling serius dan sering disebut sebagai
alasan utama pengendara dalam memilih rute, sehingga dalam banyak studi
kombinasi ke dua faktor tersebut sering dipakai dalam mendefinisikan biaya.
(Fitrianingsih, 2008)
Pengenalan rute akan membutuhkan data-data input yang akan dianalisis
sehingga menghasilkan sebuah keluaran (produk) pilihan rute, yaitu (Miro, 2002) :
a. Masukan (input) pemilihan rute :
1. Data jarak, waktu, biaya tiap-tiap ruas dalam jaringan jalan yang
menghubungkan zona asal I dengan zona tujuan j.
2. Sebaran pemilihan perjalanan antar zona (sekarang dan masa yang akan
datang)
3. Data kapasitas ruas-ruas jalan tersebut.
4. Data jaringan jalan yang menghubungkan pusat-pusat zona dengan rincian
tentang waktu perjalanan dan kecepatan rencana.
Khusus data input 1 dan 2 bisa didapatkan dari tahapan terdahulu, sedangkan data
input 3 dan 4 didapatkan dari pilihan rute.
b. Keluaran (output) dari pemilihan rute :
Keluaran (produk) dari pemilihan rute akan menghasilkan informasi berharga bagi
pihak-pihak tertentu, terutama Dinas Prasarana Jalan, berupa :
1. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang melewati
setiap ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan zona asal I dan zona
2. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang membelok
pada persimpangan utama.
3. Data untuk menentukan kecepatan rata-rata dan waktu perjalanan masukan
bagi pengevaluasian.
4. Data jumlah kilometer kendaraan atau jam pengoperasian masukan bagi
pengevaluasian yang ekonomis.
II.6 Algoritma Dalam Pencarian Rute Terpendek
Lintasan terpendek adalah lintasan minimum yang diperlukan untuk mencapai
suatu tempat dari tempat tertentu. Lintasan minimum yang dimaksud dapat dicari
dengan menggunakan graf. Graf adalah sekumpulan noktah (simpul/vertex) di dalam
bidang dua dimensi yang dihubungkan dengan sekumpulan garis (sisi/edge). Graf
dapat digunakan untuk merepresentasikan objek-objek diskrit dan hubungan antara
objek-objek tersebut.
Sebuah graf dibentuk dari kumpulan titik yang dihubungkan dengan garis – garis.
Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan graph, antara lain :
1. Titik – titik tersebut disebut vertex.
2. Garis – garis yang menghubungkan antar vertex disebut edge.
3. Adjacent artinya bertetangga. Maksudnya jika ada dua vertex disebut adjacent,
jika mempunyai edge yang sama.
4. Adalah bobot yang biasanya terdapat pada edge yang merepresentasikan jarak
6. Cycle adalah lintasan yang dimulai dan berakhir pada vertex yang sama.
Cycle kadang – kadang disebut circuit.
7. Direct pada directed graph adalah graf dimana edge-edgenya mempunyai
suatu arah.
Graf yang digunakan adalah graf-graf yang berbobot, yaitu graf yang setiap
sisinya diberikan suatu nilai atau bobot.dalam kasus ini, bobot yang dimaksud adalah
jarak dan waktu tempuh pada setiap rute.
Ada beberapa macam persoalan lintasan terpendek, antara lain :
1. Lintasan terpendek antara dua buah simpul tertentu. (a pair shortest path).
2. Lintasan terpendek antara semua pasangan simpul (all pairs shortest path).
3. Lintasan terpendek dari simpul tertentu ke semua simpul yang lain
(single-source shortest path).
4. Lintasan terpendek antara dua buah simpul yang melalui beberapa simpul
tertentu (intermediate shortest path).
Dan strategi umum untuk mencari lintasan terpendek dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Periksa semua sisi yang berlangsung bersisian dengan simpul a, pilih sisi yang
bobotnya paling kecil. Sisi ini menjadi lintasan terpendek L (1).
2. Tentukan lintasan terpendek kedua dengan cara berikut :
i. Hitung d(i) = panjang L(1) + bobot sisi dari simpul akhir L(1) ke simpul i
ii. Pilih d (i) yang terkecil, bandingkan d(i) dengan bobot sisi (a,i). jika bobot
sisi (a,i) lebih kecil dari d(i), maka lintasan terpendek kedua adalah L2 =
(a,i) jika tidak maka L(1) = L(2) U (sisi dari simpul akhir L(1) ke i).
3. Dengan langkah yang sama, ulangi langkah 2 untuk menentukan lintasan
terpendek berikutnya.
Gambar 2.7 Rute terpendek
II.6.1 Pengenalan Algoritma Pencarian Rute Terpendek
Algoritma adalah kumpulan insturksi/perintah yang dibuat secara jelas dan
sistematis berdasarkan urutan yang logis (logika) untuk penyelesaian suatu masalah.
Namun algoritma pencarian rute tujuannya adalah algoritma yang menentukan
bagaimana memilih rute optimal antara awal dan tujuan dengan memperhitungkan
waktu kalkulasi terpendek. Ada beberapa algoritma yang sudah dikembangkan, antara
lain algoritma Dijkstra, algoritma Floyd-Warshall, algoritma Bellman-Ford, algoritma
Ant, algoritma A* dll. Dimana inti logika dari algoritma-algoritma tersebut adalah
sama, yaitu menentukan jarak terpendek dari setiap node yang telah dibangun.
Dalam menyelesaikan persoalan lintasan terpendek masing-masing algoritma
memiliki spesifikasi penyelesaian masalah, kompleksitas, waktu algoritma, serta jenis
masalah yang berbeda., namun algoritma yang akan dibahas lebih lanjut dalam tugas
akhir ini adalah adalah algoritma Dikstra dan Floyd-Warshall.
Sebagaimana kedua algoritma ini merupakan algoritma yang paling sering
digunakan dalam menentukan rute terpendek, (Pradhana, B. A., 2006) dan kedua
algoritma ini adalah algoritma yang dalam penggunaannya hanya menggunakan
vertex-vertex sederhana pada jaringan jalan yang tidak rumit. (Chamero, 2006)
Dalam penjelasannya, algoritma diatas dijelaskan dengan graph. Dalam graph
tersebut akan dicari jalur terpendek dua node dalam graph yaitu node s dan node d
yang terdefenisi pada graph berarah G = (V, E) dimana :
- V adalah himpunan tak kosong dari simpul-simpul (vertices atau node)
- E adalah himpunan sisi-sisi (edges atau arces) yang menghubungkan
node-node dalam V.
Gambar 2.8 Graf dengan 6 Verteks dan 7 Edge
Struktur graf dapat dikembangkan dengan memberi bobot setiap edge. Dalam
hal ini graf dinyatakan dalam jaringan jalan maka bobotnya dapat berarti panjang
jalan ataupun waktu tempuh. Graf berbobot inilah yang digunakan untuk mencari
Gambar 2.9 Graf berbobot
II.6.2 Jenis dan Sifat Graf
Pengelompokan graf dapat didasarkan pada ada atau tidaknya sisi ganda atau
sisi gelang, pada jumlah simpul, atau berdasarkan orientasi arah pada sisi.
Berdasarkan ada atau tidaknya sisi ganda atau gelang, secara umum graf dapat
digolongkan atas :
1. Graf Sederhana
Graf sederhana adalah graf yang tidak mengandung gelang atau sisi ganda.
2. Graf tak sederhana
Dibagi menjadi dua (2) yaitu graf ganda dan graf semu. Graf ganda adalah
graf yang mengandung sisi ganda dan graf semu adalah graf yang memiliki
gelang.
Gambar 2.10 Graf berdasarkan ada atau tidaknya sisi gelang atau sisi ganda.
Berdasarkan jumlah simpul pada suatu graf, secara umum graf dapat
digolongkan menjadi 2 jenis :
1. Graf berhingga
Adalah graf yang memiliki jumlah simpul berhingga
2. Graf tak berhingga
Adalah graf yang memiliki jumlah simpul tak berhingga.
Berdasarkan orientasi arah pada sisi secara umum graf dibedakan atas 2 jenis :
1. Graf berarah
Graf yang pada setiap sisinya diberi orientasi arah disebut graf berarah.
2. Graf tak berarah
Graf yang pada setiap sisinya tidak diberi orientasi arah disebut graf tak
berarah. Graf pada gambar 2 diatas adalah graf tak berarah.
(a) (b)
II.7 Pengenalan Algoritma Dijkstra
Algoritma Dijkstra, dinamai menurut penemunya,
sebuah algoritma rakus (greedy algorithm) dalam memecahkan permasalahan jarak
terpendek (shortest path problem) untuk sebuah graf berarah (directed graph) dengan
bobot-bobot sisi (edge weights) yang bernilai tak-negatif.
Algoritma Dijkstra dalam mencari rute terpendek terdiri dalam sejumlah
langkah. Algoritma ini menggunakan prinsip greedy yang menyatakan bahwa pada
setiap langkah kita memilih sisi yang berbobot minimum dan memasukkannya
kedalam himpunan solusi.
Input dari algoritma ini adalah sebuah graf berarah yang berbobot (weighted
directed graph) G dan sebuah sumber vertex s dalam G dan V adalah himpunan
semua vertex dalam graf G.
Algoritma Dijkstra merupakan algoritma pencarian rute tradisional dengan
mencari node dengan fungsi terkecil. Proses ini diulang-ulang terus hingga tujuan
dicapai.
II.7.1 Skema Umum Penggunaan Algoritma Dijkstra
Sesuai dengan artinya secara harfiah berarti tamak atau rakus, algoritma
Dijkstra ini hanya memikirkan solusi terbaik yang akan diambil pada setiap langkah
tanpa memikirkan konsekuensi kedepan, prinsipnya ambillah apa yang bisa
didapatkan saat ini.
dari algoritma ini adalah ambillah lintasan yang memiliki bobot minimum yang
menghubungkan sebuah simpul yang sudah terpilih dengan simpul yang belum
terpilih. Lintasan dari simpul asal ke simpul yang baru haruslah merupakan lintasan
terpendek diantara semua lintasannya ke semua simpul-simpul yang belum terpilih.
Elemen elemen algoritma Dijkstra adalah :
1. Himpunan kandidat, C
Himpunan ini berisi elemen-elemen yang memiliki peluang untuk membentuk
solusi. Pada solusi lintasan terpendek himpunan kandidat ini adalah himpunan
simpul pada lintasan tersebut.
2. Himpunan solusi, S
Himpunan ini berisi solusi dari permasalahan yang diselesaikan dan
elemennya terdiri dari elemen dalam kandidat namun tidak semuanya atau
dengan kata lain himpunan solusi ini adalah bagian dari himpunan kandidat.
3. Fungsi seleksi
Fungsi seleksi adalah fungsi yang akan memilih setiap kandidat yang akan
memungkinkan akan menghasilkan solusi optimal pada setiap langkahnya.
4. Fungsi kelayakan
Fungsi kelayakan akan memeriksa apakah suatu kandidat yang terpilih
(terseleksi) melanggar congstraint atau tidak. Apabila kandidat melanggar
5. Fungsi Objektif
Fungsi objektif akan memaksimalkan atau meminimalkan nilai solusi.
Tujuannya adalah memilih satu saja solusi terbaik dari masing-masing
anggota himpunan solusi.
Contoh algoritma Dikstra :
a merupakan node awal
b, c, dan d merupakan kandidat pembentuk solusi
d merupakan himpunan solusi
d merupakan titik vertex ke-2
c dan e merupakan kandidat solusi
titik e merupakan solusi
II.7.2 Analisis Hasil Algoritma Dijkstra
Pada proses analisis ini lebih ditekankan kepada aspek perincian dan
kompleksitas algoritma. Tapi selain itu juga akan membahas aspek–aspek lain yang
bersangkutan. Dari hasil penjabaran masalah pencarian lintasan terpendek dengan
algoritma ini, dapat akan ditelaah beberapa hal, antara lain :
1. Masalah waktu yang dibutuhkan
2. Masalah memori yang dihabiskan
3. Masalah keefektifan
Pada algoritma Dijkstra dapat dilihat bahwa prinsip utama dari algoritma ini
adalah mencari semua lintasan dari simpul asal ke suatu simpul tujuan dan kemudian
membandingkan setiap lintasan tersebut. Hal ini dapat kami ilustrasikan sebagai
berikut, misal kita akan mencari panjang terpendek dari simpul 1 ke simpul 4. Dan
Maka dalam hal ini algoritma Dijkstra akan membandingkan ketiga lintasan
tersebut. Lintasan yang memiliki jarak terpendek akan dihasilkan sebagai solusi. Dan
apabila hal itu kita lakukan unutk semua simpul, maka dapat kita bayangkan berapa
banyak proses perbandingan dan penghitungan yang terjadi. Karena hal ini maka
otomatis waktu yang dibutuhkan akan lebih lama dan terlihat jelas bahwa memori
yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Dari dua hal tersebut di atas keefektifan dari
algoritma Dijkstra juga kurang sempurna.
• Masukan (input) pemilihan rute dalam algoritma Djikstra,
1. Data jarak, waktu, biaya tiap-tiap ruas dalam jaringan jalan yang
menghubungkan zona asal i dengan zona tujuan j.
2. Sebaran pemilihan perjalanan antar zona (sekarang dan masa yang akan
datang).
3. Data kapasitas ruas-ruas jaringan tersebut.
4. Data jaringan yang menghubungkan pusat-pusat zona dengan rincian
tentang waktu perjalanan dan kecepatan rencana.
Khusus data input 1 dan 2 bisa didapatkan dari tahapan terdahulu, sedangkan
data input 3 dan4 didapatkan dari pilihan rute.
Keluaran (produk) dari pemilihan rute dalam algoritma Djikstra antara lain
hasil analisis dari pilihan rute ini akan menghasilkan informasi berharga bagi
pihak-pihak tertentu, terutama dinas prasarana jalan, berupa:
1. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang melewati
setiap ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan zona asal i dan zona
tujuan j.
2. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang membelok
pada persimpangan utama.
3. Data untuk menentukan kecepatan rata-rata dan waktu perjalanan masukan
bagi pengevaluasian.
4. Data jumlah kilometer kendaran atau jam pengoperasaian masukan bagi
pengevaluasian yang ekonomis.
II.8 Pengenalan Algoritma Floyd-Warshall
Algoritma Floyd-Warshall adalah sebuah algoritma analisis graf untuk
mencari bobot minimum dari graf berarah. Dalam satu kali eksekusi algoritma, akan
didapatkan jarak sebagai jumlah bobot dari lintasan terpendek antar setiap pasang
simpul tanpa memperhitungkan informasi mengenai simpul-simpul yang dilaluinya.
Algoritma ini yang juga dikenal dengan nama Roy-Floyd.
Dalam pengertian lain Algoritma Floyd-Warshall adalah suatu metode yang
melakukan pemecahan masalah dengan memandang solusi yang akan diperoleh
dari solusi yang berasal dari tahap sebelumnya dan ada kemungkinan solusi lebih dari
satu. (Novandi.R.A.D., 2007) Algoritma Floyd-Warshall ini akan memilih satu jalur
terpendek dan teraman dari beberapa alternatif jalur yang telah dihasilkan dari proses
kalkulasi. (Sukrisno A.T dan Rachman A., 2007)
Hal yang membedakan pencarian solusi menggunakan algoritma
Floyd-Warshall dengan algoritma Dijkstra adalah bahwa keputusan yang diambil pada tiap
tahap pada algoritma Dijkstra hanya berdasarkan pada informasi yang terbatas
sehingga nilai optimum yang diperoleh pada saat itu tidak memikirkan konsekuensi
yang akan terjadi seandainya kita memilih suatu keputusan pada suatu tahap.
Dalam beberapa kasus, algoritma Dijkstra gagal memberikan solusi terbaik
karena kelemahan yang dimilikinya tadi. Di sinilah peran algoritma Floyd-Warshall
yang mencoba untuk memberikan solusi yang memiliki pemikiran terhadap
konsekuensi yang ditimbulkan dari pengambilan keputusan pada suatu tahap.
Algoritma Floyd-Warshall mampu mengurangi pengenumerasian keputusan yang
tidak mengarah ke solusi. Prinsip yang dipegang oleh algoritma Floyd-Warshall
adalah prinsip optimalitas, yaitu jika solusi total optimal, maka bagian solusi sampai
II.8.1 Karakteristik Algoritma Floyd-Warshall
Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh algoritma Floyd-Warshall antara
lain:
1. Persoalan dibagi atas beberap tahap, yang setiap tahapnya hanya akan
diambil satu keputusan.
2. Masing-masing tahap terdiri atas sejumlah status yang saling
berhubungan dengan status tersebut. Status yang dimaksud di sini adalah
berbagai kemungkinan masukan yang ada pada tahap tersebut.
3. Ketika masuk ke suatu tahap, hasil keputusan akan transformasi.
4. Bobot pada suatu tahap akan meningkat secara teratur seiring
bertambahnya jumlah tahapan.
5. Bobot yang ada pada suatu tahap tergantung dari bobot tahapan yang telah
berjalan dan bobot pada tahap itu sendiri.
6. Keputusan terbaik pada suatu tahap bersifat independen terhadap
keputusan pada tahap sebelumnya.
7. Terdapat hubungan rekursif yang menyatakan bahwa keputusan terbaik
dalam setiap status pada tahap k akan memberikan keputusan terbaik
untuk setiap status pada tahap k + 1.
II.8.2 Analisis Algoritma Floyd-Warshall
Algoritma Floyd-Warshall membandingkan semua kemungkinan lintasan
pada graf untuk setiap sisi dari semua simpul. Menariknya, algoritma ini mampu
mengerjakan proses perbandingkan ini sebanyak V³ kali (bandingkan dengan
kemungkinan jumlah sisi sebanyak V² (kuadrat jumlah simpul pada graf, dan setiap
kombinasi sisi diujikan). Hal tersebut bisa terjadi karena adanya perkiraan
pengambilkan keputusan (pemilihan jalur terpendek) pada setiap tahap antara dua
simpul, hingga perkiraan tersebut diketahui sebagai nilai optimal.
Misalkan terdapat suatu graf G dengan simpul-simpul V yang masing-masing
bernomor 1 s.d. N (sebanyak N buah). Misalkan pula terdapat suatu fungsi
shortestPath (i, j, k) yang mengembalikan kemungkinan jalur terpendek dari i ke j
dengan hanya memanfaatkan simpul 1 s.d. k sebagai titik perantara. Tujuan akhir
penggunaan fungsi ini adalah untuk mencari jalur terpendek dari setiap simpul i ke
simpul j dengan perantara simpul 1 s.d. k+1.
Ada dua kemungkinan yang terjadi:
1. Jalur terpendek yang sebenarnya hanya berasal dari simpul-simpul yang berada
antara 1 hingga k.
2. Ada sebagian jalur yang berasal dari simpul-simpul i s.d. k+1, dan juga dari k+1
hingga j.
Untuk lebih jelasnya berikut adlah contoh dari algoritma Floyd-Warsahall:
Misalkan terdapat suatu graf berbobot yang merepresentasikan kondisi
Gambar 2.12 Representasi keterhubungan antar kota dalam graf berbobot.
Misalkan seseorang akan melakukan perjalanan dari kota A ke kota C. Orang tersebut
mencoba untuk menerapkan algoritma Floyd-Warshall dalam memilih rute terpendek
didalam perjalanannya.
Tahap 1.
Tahap 2.
s2
F2 (s) solusi optimum
B F H f2 s x2
C 74 90 ~ 74 B
E ~ 56 ~ 56 F
G ~ 94 89 89 H
Dari hasil pencarian jalur terpendek dari A ke C menggunakan algoritma
Floyd-Warshall ditemukan bahwa jarak terpendek dari A ke C adalah 74 km dengan jalur