• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Dan Kelimpahan Plankton Dan Hubungannya Dengan Faktor Fisik- Kimia Air Di Sungai Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keanekaragaman Dan Kelimpahan Plankton Dan Hubungannya Dengan Faktor Fisik- Kimia Air Di Sungai Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN PLANKTON DAN

HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR FISIK- KIMIA AIR DI

SUNGAI BATANG SERANGAN KABUPATEN LANGKAT

SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

HAPPY BAHAGIA FELIX HUTABARAT 087030009

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN PLANKTON DAN

HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR FISIK- KIMIA AIR DI

SUNGAI BATANG SERANGAN KABUPATEN LANGKAT

SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Megister Sains Dalam Program Studi Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HAPPY BAHAGIA FELIX HUTABARAT

087030009

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERNYATAAN

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN PLANKTON DAN

HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR FISIK-KIMIA AIR DI

SUNGAI BATANG SERANGAN KABUPATEN LANGKAT

SUMATERA UTARA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Agustus 2010 Penulis,

(4)

JUDUL PENELITIAN : KEANKEARAGAMAN DAN KELIMPAHAN PLANKTON DAN HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR FISIK-KIMIA AIR DI SUNGAI BATANG SERANGAN KABUPATEN LANGKAT NAMA MAHASISWA : HAPPY BAHAGIA FELIX HUTABARAT

NIM : 087030009

PROGRAM STUDI : BIOLOGI

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ing.Ternala.A.Barus, M.Sc Prof.Dr.Ir.B.Sengli.J.Damanik, M.Sc

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

Prof.Dr.Dwi Suryanto, M.Sc Dr. Sutarman, M.Sc

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 1 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc Anggota : Prof. Dr. Ir. B. Sengli. J. Damanik, M.Sc Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini dengan judul “Keanekaragaman dan kelimpahan plankton dan hubungannya dengan factor fisik- kimia air di Sungai Batang Serangan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara’’. Penelitian dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program studi Megister Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada kesempatan ini, penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada: Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc sebagai pembimbing I, dan Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli. J. Damanik, M.Sc selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan dorongan, bimbingan dan arahan, waktu dan perhatian yang besar selama proses penulisan dan penyusunan penelitian ini.

Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S dan Dr. Suci Rahayu sebagai penguji yang

telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan hasil penelitian ini.

2. Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh dosen dan staf pengajar Progran Studi Pasca Sarjana Biologi Universitas Sumatera Utara yang telah membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu.

(7)

5. Keluarga besar orang tuaku tercinta Ayahanda St. Sahala Hutabarat (Alm) dan Ibunda tersayang Renauli Panggabean yang telah membesarkan dan mendidik penulis, serta seluruh keluarga abang, kakak dan adik serta keponakanku yang telah banyak memberikan dukungan materil maupun moril.

6. Keluarga besar mertuaku tersayang Bapak A.T. Sibuea (Alm)/ Ibu H. br Lumbantobing, abang ipar dan keluarga adek iparku yang telah banyak memberikan dukungan.

7. Teman- teman dalam tim penelitian Ibu Chairina Zega dan Ibu Rosida Manurung serta asisten dosen yang telah meluangkan waktunya membantu dan mendukung penulis sejak awal survey sampai pada saat penelitian.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam proses pendidikan penulis.

Akhir kata semoga Tuha Yang Maha Kuasa selalu memberikan berkatNya dalam seluruh aktivitas kita dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua

Medan, Agustus 2010 Penulis

(8)

ABSTRAK

Penelitian tentang “Keanekaragaman Dan Kelimpahan Plankton Dan Hubungannya Dengan Faktor Fisik- Kimia Air Di Sungai Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara” dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2010. Sampel diambil dari 4 stasiun pengamatan dan dilakukan 5 kali ulangan dengan periode waktu yang berbeda dan menggunakan metode Purposive Random Sampling.

Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 4 kelas Fitoplankton dan 5 kelas Zooplankton. Nilai kelimpahan, kelimpahan relative dan frekuensi kehadiran tertinggi pada setiap stasiun adalah dari genus Volvox sebesar 32522,449 ind/l, 75,842 dan 100%; terendah adalah dari genus Peronia, Diploneis Nitzschia, Penium,

Dermaphyton, Pachycladon, Hormidium, Navicula, Diacyclops, Lauterbonia

sebesar 24,490 ind/l; sedangkan pada setiap periode, yang tertinggi dari genus

Volvox sebesar 35142,857 ind/l, 80,482, dan 75%; terendah dari genus Diploneis,

Peronia, Penium, Sphaeroplea, Pachyladon, Closterium, Tetrapedia, Isotoma,

Lauterbonia, Mytilia dan Cypria sebesar 24,490 ind/l.

Nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman tertinggi untuk setiap stasiun terdapat pada stasiun 1 sebesar 2,455 dan 0,782 dan yang terendah pada stasiun 2 sebesar 0,985 dan 0,306 sedangkan untuk setiap periode,yang tertinggi terdapat pada pukul 18.00 Wib sebesar 2,038 dan 0,705; terendah pada pukul 12.00 Wib sebesar 0,903 dan 0,277. Kualitas air termasuk dalam kategori air kelas A.

Analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa DO, intensitas cahaya, pH, COD, dan fosfat berkolerasi positif sedangkan suhu, nitrat, BOD5, dan kecepatan arus berkolerasi negative dengan keanekaragaman dan kelimpahan Plankton.

(9)

ABSTRACT

The research about ”The Diversity and Overflowing of Plankton and its correlation factor of water fisical – chemical of River Batang Serangan, Langkat” has been done in Maret to Mei 2010. Samples were taken from four observation stations, and performed five times repeated checks in different periods of time by using Purposive Random Sampling.

The result showed 4 classses of Phytoplankton and 5 classses of Zooplankton. The overflowing grade, relative overflowing and the highest average presentation frequency for each stations is on genera Volvox as 32522,449 ind/l, 75,842 and 100%; and the lowest presentation frequency is derived from genera

Peronia, Diploneis Nitzschia, Penium, Dermaphyton, Pachycladon, Hormidium,

Navicula, Diacyclops, Lauterbonia as 24,490 ind/l for each; meanwhile for period of times found at genera Volvox as 35142,857, ind/l, 80,482, dan 75%; and the lowest from genera Diploneis, Peronia, Penium, Sphaeroplea, Pachyladon, Closterium,

Tetrapedia, Isotoma, Lauterbonia , Mytilia and Cypria as 24,490 ind/l.

The highest variety index grade for each station is station 1 as 2,455 and 0,782 and the lowest is in station 2 as 0,985 and 0,306; while for the period of time the highest is at 06.00 pm as 0,705; the lowest is at 12.00 am as 0,903 and 0,277. The water quality is in class A category.

Correlation Pearson Analysis showed that DO, light intensity pH, COD, and PO4 has positif correlation; while tempreature, NO3, BOD5 and the water current velocity has positif correlation with the diversity and over flowing of plankton.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Happy Bahagia Felix Hutabarat dilahirkan pada tanggal 24 Pebruari 1972 di Nagaraja kabupaten Deli Serdang, Provinsi sumatera Utara. Anak dari pasangan Ayah Sahala Hutabarat (Alm) dan Ibu Renauli Panggabean sebagai anak ke 7 dari 9 bersaudara.

Tahun 1984 penulis lulus dari SD Negeri 102128 Nagaraja. Pada tahun 1987 lulus dari SMP Negeri Sipispis dan tahun 1990 lulus dari SMA Negeri 1 Tebing Tinggi. Pada tahun 1990 meneruskan pendidikan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Jurusan pendidikan Biologi Program D3 dan tamat tahun 1993. Pada bulan januari 1994 diangkat menjadi PNS di SMA Negeri 2 Balige hingga saat ini. Tahun 1998 meneruskan pendidikan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Terbuka UPBJJ Medan dan tamat pada tahun 2000.

(11)

DAFTAR ISI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai ... 6

2.2 Plankton ... 8

2.2.1 Defenisi Plankton dan Pembagiannya... 8

2.2.2 Ekologi Plankton... 11

2.3 Faktor Fsik-Kimia Yang Mempengaruhi Plankton... 13

BAB 3. BAHAN DAN METODA 3.1 Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan ... 27

3.2. Waktu dan Tempat ... 28

3.3 Metode Penelitian ... 28

3.4 Alat dan Bahan... 28

3.5 Pengambilan Sampel Plankton... 29

3.6 Pengukuran Parameter Fisik-Kimia Perairan... 29

3.7 Pengamatan Di Laboratorium ... 33

3.8 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet ... 33

(12)

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Faktor Fisik-Kimia Perairan/ Abiotik ... 39

4.2 Faktor Fisik-Kimia dan Biologi Perairan Sungai Tangkahan ... 47

4.3 Identifikasi Plankton ... 48

4.4 Kelimpahan Plankton ... 49

4.5 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Masing – Masing Stasiun Penelitian ... 58

4.6 Analisis Varian atau Uji F... 60

4.7 Analisa Korelasi ... 62

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 66

(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5... 21 3.1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia

Perairan ... 33 3.2 Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air... 35 3.3 Interval Korelasi Dan Tingkat Hubungan Antar Faktor ... 38 4.1.a Nilai Faktor Fisik-Kimia Perairan Pada Masing-masing Stasiun dan Periode .. 40 4.1.b Nilai Faktor Fisik-Kimia Perairan Pada Masing-masing Stasiun dan Periode .. 40 4.2 Kondisi Fisik-Kimia Air Yang Terdapat di Sungai Tangkahan Menurut Metode

Storet ... 47 4.3 Plankton yang Ditemukan pada Setiap Stasiun Penelitian... 49 4.4 Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi

Kehadiran (%) yang Didapatkan Per Periode ... 52 4.5 Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi

Kehadiran (%) yang Didapatkan Pada Masing-masing Stasiun Penelitian ... 54 4.6 Nilai Rata-rata Indeks keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Pada

Masing-masing Stasiun Penelitian ... 58 4.7 Analisis Varian Populasi Plankton Per Stasiun... 60 4.8 Analisisn PopulasiPlankton Per Periode ... 61 4.9 Nilai Analisis Korelasi Keanekaragaman Plankton dengan Faktor Fisik-Kimia

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Peta Lokasi... 73

Lampiran B Foto Lokasi Penelitian ... 74

Lampiran C Foto Beberapa Plankton Yang Diperoleh ... 76

Lampiran D Bagan Kerja Metode Winkler untuk DO ... 79

Lampiran E Bagan Kerja Metode Winkler untuk BOD5... 80

Lampiran F Bagan Kerja Analisis Nitrat ... 81

Lampiran G Bagan Kerja Kandungan Pospat ... 82

Lampiran H Bagan Kerja Mengukur COD ... 83

Lampiran I Contoh Perhitungan... 84

Lampiran J Data Mentah Per Stasiun... 86

Lampiran K Data Mentah Per Waktu ... 88

(15)

ABSTRAK

Penelitian tentang “Keanekaragaman Dan Kelimpahan Plankton Dan Hubungannya Dengan Faktor Fisik- Kimia Air Di Sungai Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara” dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2010. Sampel diambil dari 4 stasiun pengamatan dan dilakukan 5 kali ulangan dengan periode waktu yang berbeda dan menggunakan metode Purposive Random Sampling.

Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 4 kelas Fitoplankton dan 5 kelas Zooplankton. Nilai kelimpahan, kelimpahan relative dan frekuensi kehadiran tertinggi pada setiap stasiun adalah dari genus Volvox sebesar 32522,449 ind/l, 75,842 dan 100%; terendah adalah dari genus Peronia, Diploneis Nitzschia, Penium,

Dermaphyton, Pachycladon, Hormidium, Navicula, Diacyclops, Lauterbonia

sebesar 24,490 ind/l; sedangkan pada setiap periode, yang tertinggi dari genus

Volvox sebesar 35142,857 ind/l, 80,482, dan 75%; terendah dari genus Diploneis,

Peronia, Penium, Sphaeroplea, Pachyladon, Closterium, Tetrapedia, Isotoma,

Lauterbonia, Mytilia dan Cypria sebesar 24,490 ind/l.

Nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman tertinggi untuk setiap stasiun terdapat pada stasiun 1 sebesar 2,455 dan 0,782 dan yang terendah pada stasiun 2 sebesar 0,985 dan 0,306 sedangkan untuk setiap periode,yang tertinggi terdapat pada pukul 18.00 Wib sebesar 2,038 dan 0,705; terendah pada pukul 12.00 Wib sebesar 0,903 dan 0,277. Kualitas air termasuk dalam kategori air kelas A.

Analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa DO, intensitas cahaya, pH, COD, dan fosfat berkolerasi positif sedangkan suhu, nitrat, BOD5, dan kecepatan arus berkolerasi negative dengan keanekaragaman dan kelimpahan Plankton.

(16)

ABSTRACT

The research about ”The Diversity and Overflowing of Plankton and its correlation factor of water fisical – chemical of River Batang Serangan, Langkat” has been done in Maret to Mei 2010. Samples were taken from four observation stations, and performed five times repeated checks in different periods of time by using Purposive Random Sampling.

The result showed 4 classses of Phytoplankton and 5 classses of Zooplankton. The overflowing grade, relative overflowing and the highest average presentation frequency for each stations is on genera Volvox as 32522,449 ind/l, 75,842 and 100%; and the lowest presentation frequency is derived from genera

Peronia, Diploneis Nitzschia, Penium, Dermaphyton, Pachycladon, Hormidium,

Navicula, Diacyclops, Lauterbonia as 24,490 ind/l for each; meanwhile for period of times found at genera Volvox as 35142,857, ind/l, 80,482, dan 75%; and the lowest from genera Diploneis, Peronia, Penium, Sphaeroplea, Pachyladon, Closterium,

Tetrapedia, Isotoma, Lauterbonia , Mytilia and Cypria as 24,490 ind/l.

The highest variety index grade for each station is station 1 as 2,455 and 0,782 and the lowest is in station 2 as 0,985 and 0,306; while for the period of time the highest is at 06.00 pm as 0,705; the lowest is at 12.00 am as 0,903 and 0,277. The water quality is in class A category.

Correlation Pearson Analysis showed that DO, light intensity pH, COD, and PO4 has positif correlation; while tempreature, NO3, BOD5 and the water current velocity has positif correlation with the diversity and over flowing of plankton.

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lebih kurang ¾ bagian dari permukaan bumi tertutup air. Dari segi ekosistem kita dapat membedakan air tawar, air laut dan air payau seperti yang terdapat di muara sungai yang besar. Dari ketiga ekosistem perairan tersebut, air laut dan air payau merupakan bagian yang terbesar, yaitu lebih dari 97%. Sisanya adalah air tawar dengan jumlah terbatas yang justru dibutuhkan oleh manusia dan banyak jasad hidup lainnya untuk keperluan hidupnya (Barus, 2004).

Plankton adalah organisme yang berukuran kecil yang hidupnya terombang ambing oleh arus. Mereka terdiri dari mahluk hidup yang hidupnya sebagai hewan (Zooplankton) dan sebagai tumbuhan (Fitoplankton). Menurut Nybakken (1992), zooplankton adalah hewan-hewan laut yang planktonik sedangkan fitoplankton terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis.

(18)

konsumen adalah organisme yang menggunakan sumber energi yang dihasilkan oleh organisme lain.

Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum dapat dibagi 2 yaitu perairan lentik (lentic water), atau juga disebut sebagai perairan tenang, misalnya danau, rawa, waduk, situ, telaga dan sebagainya dan perairan lotik (lotic water), disebut juga sebagai perairan yang berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, parit dan sebagainya. Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air. Perairan lotik mempunyai kecepatan arus yang tinggi, disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2001).

Dipandang dari sudut hidrologi sungai berperan sebagai jalur transport terhadap aliran permukaan yang mampu ,mengangkut berbagai jenis bahan dan zat. Menurut Barus (2004) sungai merupakan suatu system yang dinamis dengan segala aktivitas yang berlangsung antara komponen-komponen lingkungan yang yang terdapat didalamnya. Menurut Soylu dan Gönülol (2003) dalam Melati dkk (2008) lingkungan perairan sungai terdiri dari komponen abiotik dan biotik (alga/flora) yang saling berinteraksi melalui arus energi dan daur hara (nutrien). Bila interaksi keduanya terganggu, maka akan terjadi perubahan atau gangguan yang menyebabkan ekosistem perairan itu menjadi tidak seimbang.

(19)

berbatasan dengan Kecamatan Sawit Sebrang, bagian Selatan berbatasan dengan kecamatan Bahorok, bagian Timur berbatasan dengan kecamatan Stabat dan Hinai dan bagian barat berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) (BPS kab. Langkat, 2008).

Sejauh ini belum diketahui bagaimana keanekaragaman dan keberadaan plankton di Sungai Batang Serangan Kabupaten Langkat, Sumatera Uatra. Sehubungan dengan itu, maka penulis perlu melakukan penelitian di Sungai Batang Serangan dengan judul “Keanekaragaman dan kelimpahan plankton dan hubungannya dengan faktor fisik- kimia air di Sungai Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara”.

1.2 Permasalahan

(20)

1.3 Tujuan Penlitian

Adapun Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan plankton di Sungai Batang Serangan Kabupaten Langkat.

b. Untuk mengetahui hubungan faktor fisik-kimia perairan terhadap keanekaragaman plankton di Sungai Batang Serangan Kabupaten Langkat.

1.4 Hipotesis

a. Terdapat perbedaan keanekaragaman plankton pada tiap-tiap lokasi penelitian di Sungai Batang Serangan.

b. Ada hubungan faktor fisik-kimia perairan terhadap keanekaragaman dan kelimpahan plankton di Sungai Batang Serangan.

(21)

1.5 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Memberikan informasi awal mengenai keanekaragaman plankton di Sungai Batang Serangan Kabupaten Langkat, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai data pemantauan dan pengolahan ekosistem Sungai Batang Serangan oleh berbagai pihak yang membutuhkan data tentang kondisi lingkungan perairan Sungai Batang Serangan Kabupaten Langkat.

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Sungai

Ekosistem air tawar secara umum dibagi atas 2 yaitu perairan lentik (perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (perairan mengalir) yaitu sungai. Perbedaan utama antara perairan lotik dan perairan lentik adalah arus. Dimana arus pada perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang sangat tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat.

Sungai adalah suatu badan air yang mengalir kesatu arah. Menurut Barus (2004), ekosistem lotik atau sungai dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang membentuk genangan air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil dan helokrenal,yaitu mata air yang membentuk rawa-rawa. Selanjunya aliran dari beberapa mata air akan membentuk aliran sungai di daerah pegunungan yang disebut zona rithral, ditandai dengan relief aliran sungai yang terjal.

(23)

dengan kecepatan arus yang tinggi dan kecepatan arus tersebut akan semakin berkurang pada aliran sungai yang mendekati daerah hilir (Barus, 2004).

Ekosistem sungai dapat dibagi berdasarkan urutan kejadian/order (Suwignyo, 1990) dalam Barus, (2004). Suatu sungai pada umumnya akan dibentuk oleh beberapa anak sungai yang menyatu membentuk suatu aliran sungai yang besar.

Menurut Barus (2004), aliran air pada perairan lotik dimulai dengan adanya berbagai mata air di daerah hulu yang akan membentuk aliran-aliran yang kecil. Selanjutnya aliran-aliran air yang kecil di daerah hulu/ pegunungan ini akan membentuk aliran air yang lebih besar untuk selanjutnya membentuk aliran sungai yang besar. Umumnya kecepatan arus di daerah hulu sangat tinggi terutama diakibatkan oleh kecuraman topografi aliran yang terbentuk. Selanjutnya aliran air tersebut akan memasuki daerah yang lebih landai sehingga kecepatan arus akan menurun dengan cepat. Dalam perjalanan mulai dari hulu sampai ke hilir, aliran air juga berfungsi sebagai alat transport bagi berbagai jenis substrat, sedimen serta benda maupun zat lain termasuk berbagai jenis limbah yang dibuang oleh manusia ke dalam badan air.

Ada dua zona utama pada aliran sungai (Odum,1998), yaitu:

1. Zona air deras yaitu daerah dangkal dimana kecepatan arus cukup tinggi untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang lepas sehingga dasarnya padat.

(24)

Berdasarkan bentuk kehidupan, habitat dan kebiasaan hidupnya, maka organisme air dapat digolongkan (Barus, 2004) sebagai berikut:

a. Plankton adalah organisme air yang hidunya melayang-layang dan pergerakan

sangat dipengaruhi oleh gerakan air.

b. Benthos adalah organisme air yang hidup pada substrat dasar perairan. c. Nekton merupakan organisme air yang mampu bergerak bebas.

d. Pleuston merupakan keseluruhan organisme yang melayang di perrmukaan air.

e. Neuston merupakan keseluruhan kelompok organisme yang hidup pada

permukaan suatu perairan.

f. Pagon merupakan keseluruhan organisme air yang mampu hidup pada kondisi

air yang membeku.

2.2 Plankton

2.2.1 Defenisi Plankton dan pembagiannya

(25)

Defenisi umum menyatakan bahwa yang dimaksud dengan plankton adalah suatu golongan jasad hidup akuatik berukuran mikroskopik, biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan/mengikuti arus. Dibedakan menjadi dua golongan, yakni golongan tumbuhan/ fitoplankton (plankton nabati) yang umumnya mempunyai klorofil dan golongan hewan/ zooplankton (plankton hewani) (Wibisono, 2005).

Menurut Basmi (1995), plankton dikelompokkan berdasarkan beberapa hal yakni:

1. Nutrien pokok yang dibutuhkan, terdiri atas:

a. Fitoplankton, yakni plankton nabati (> 90% terdiri dari algae) yang

mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrien-nutrien anorganik menjadi zat organik melalui poses fotosintesa dengan energi yang berasal dari sinar surya.

b. Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak

mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa-sisa organisme lain yang telah mati.

c. Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya

tergantung pada organisme lain yang masih hidup maupun partikel-partikel sisa organisme seperti detritus. Disamping itu plankton ini juga mengkonsumsi fitoplankton.

2. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas:

(26)

b. Haliplankton, yakni plankton yang hidup di laut.

c. Hipalmyroplankton, yakni plankton yang hidupnya di air payau. d. Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di kolam.

3. Berdasarkan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup, terdiri atas: a. Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik. b. Epiplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona eufotik.

c. Bathiplankton, yakni plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang

umumnya tanpa sinar. Baik hipoplankton maupun bathiplankton terdiri dari zooplankton seperti mysid dari jenis Crustacea dan hewan-hewan planktonis yang tidak membutuhkan sinar.

4. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar, terdiri atas:

a. Autogenik plankton, yakni palnkton yang berasal dari perairan itu sendiri. b. Allogenik plankton, yakni plankton yang datang dari perairan lain (hanyut

terbawa oleh sungai atau arus). Hal ini biasanya dapat diketahui sekitar sekitar muara sungai.

Selain itu berdasarkan siklus hidupnya, dikenal juga holoplankton, yaitu plankton yang seluruh siklus hidunya bersifat planktonik dan meroplankton, yaitu palnkton yang hanya sebagian dari siklus hidupnya yang bersifat planktonik (Barus, 2004).

(27)

larva atau juwana. Plankton kelompok ini disebut meroplankton atau plankton sementara karena setelah juwana atau dewasa mereka menetap di dasar laut sebagai benthos atau berenang bebas sebagai nekton.

2.2.2 Ekologi Plankton

Pada dasarnya studi mengenai ekosistem perairan merupakan kajian tentang struktur dan fungsi biota dalam ekosistem periran bersangkutan. Hal ini berarti keberadaan plankton tidak dapat dipisahkan dengan masalah kualitas perairannya sebagai tempat hidup mereka. Selain kualitas perairan laut, plankton juga dipengaruhi oleh musim dan oseanografi setempat misalnya dapat dipengaruhi oleh pasang surut, gelombang dan arus (Wibisono, 2005).

Plankton tidak dapat berkembang subur dalam air mengalir (Ewusie, 1990). Fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan fotosintesis (Barus, 2004). Disamping itu jumlah palnkton berfluktuasi (naik turun) dari jam ke jam, dari hari ke hari, dan musim ke musim (Whitten et al., 1987). Penelitian yang kuantitatif yang seksama akhirnya menunjukkan bahwa produksi makanan di kolam dan di perairan lainnya adalah terutama hasil fotosintesis organisme plankton ini (Sastrodinoto, 1980).

(28)

ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang membentuk rantai makanan.

Fitoplankton dapat dikatakan sebagi pembuka kehidupan di planet bumi ini, karena dengan adanya fitoplankton memungkinkan mahluk hidup yang lebih tinggi tingkatannya ada di muka bumi. Dengan sifatnya yang autotrof, fitoplankton mampu mengubah hara anorganik menjadi bahan organik dan penghasil oksigen yang sangat mutlak diperlukan bagi kehidupan mahluk yang lebih tinggi tingkatannya (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).

Seperti fitoplankton, zooplankton terbanyak ditemukan di danau atau bagian hilir sungai (Whitten et al., 1987). Pengaruh kecepatan arus terhadap zooplankton jauh lebih kuat dibandingkan pada fitoplankton. Oleh karena itu umumnya zooplankton banyak ditemukan pada perairan yang mempunyai kecepatan arus yang rendah serta kekeruhan air yang sedikit (Barus, 2004).

Menurut Nybakken (1992), bahwa zooplankton ditinjau dari sudut ekologi, hanya satu golongan zooplankton yang sangat penting, artinya, yaitu subkelas

Copepoda (kelas Crustacea, filum Cordata). Copepoda ialah Crustacea

(29)

2.3 Faktor Fisik -Kimia yang Mempengaruhi Plankton

Menurut Nybakken (1998), sifat fisik-kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Bermacam-macam faktor fisik dan kimia dapat mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan produktivitas tumbuhan teresterial maupun perairan. Faktor – faktor yang sangat penting bagi tumbuhan tersebut ialah cahaya, suhu, kadar zat-zat hara. Menurut (Michael, 1984), penelitian-penelitian badan air tawar mencakup kajian sifat-sifat kimia dan fisika dari air, tumbuhan dan hewan yang hidup di dalam perairan tersebut, serta tata cara mereka berinteraksi. Kehidupan organisme air termasuk organisme plankton sangat tergantung pada faktor fisik dan kimia air.

2.3.1 Suhu

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu, peningkatan suhu air juga mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4 (Haslam, 1995).

(30)

oksigen semakin meningkat. Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran tempreatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai gas di dalam air serta semua aktifitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh tempreatur. Menurut hukum Van’t Hoffs bahwa kenaikan tempreatur sebesar 10°C (hanya pada kisaran tempreatur yang masih dapat ditolerir) dapat meningkatkan aktifitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola tempreatur ekosistem akuatik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intnsitas cahaya mata hari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi badan perairan (Brehm & Maijering, 1990 dalam

Barus, 2004).

2.3.2 Penetrasi cahaya dan intensitas cahaya matahari

(31)

fotosintetik (fitoplankton) dan juga penetrasi cahaya mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat pula mengakibatkan kematian pada organisme tertentu.

Menurut Nybakken (1988) fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai kesuatu sel alga lebih besar dari pada suatu intensitas tertentu. Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses assimilasi. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton suatu perairan.

Menurut Nybakken (1992), bahwa kedalaman penetrasi cahaya yang merupakan kedalaman di mana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada beberapa faktor, antara lain absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik dan musim.

Menurut Barus (2004), bahwa kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidpan organisme tersebut dalam habitatnya.

(32)

warna putih yang berada dalam air. Semakin keruh suatu badan air akan semakin dekat dengan batas pandangan, sebaliknya kalau air jernih akan jauh batas pandangan tersebut. Keping sechii berupa suatu kepingan yang berwarna hitam putih yang dibenamkan ke dalam air (Suin, 2002).

Mahida (1993), Davis dan Cornwell, (1991) mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Kekeruhan perairan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air.

Menurut Koesoebiono (1989), pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, akibatnya produktivitas perairan menjadi turun. Disamping itu Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

(33)

mengakibatkan tingkat kecerahan air danau menjadi rendah, sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan (Nybakken, 1992).

2.3.3 pH Air (Derajat Keasaman)

pH merupakan suatu ekspresi dari konsentarsi ion hidrogen (H+) didalam air. Biasanya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentasi ion H, pH sangat penting sebagai parameter kualitas air, karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan makhluk-makhluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu. Sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan organisme air (Rifai

et.al., 1993 ).

Organisme dapat hidup dalam suatu perairan yang mempuyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup oraganisme, karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004). Derajat keasaman perairan tawar berkisar 5 sampai 10 (Dirjen DIKTI Depdikbud, 1994), jika pH dibawah 5 mengakibatkan perkembangan alga biru pada perairan itu akan sangat jarang (Shubert, 1984).

(34)

keasaman (pH) yang optimum bagi kehidupannya. Pescott (1973) mengatakan bahwa batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi bergantung pada faktor fisika, kimia dan biologi. pH yang ideal untuk kehidupan fitoplankton berkisar antara 6,5 – 8,0.

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003).

Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kolorimeter, dengan kertas pH, atau dengan pH meter (Suin, 2002). Menurut Alaerts & Sri 1984), bahwa pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan dan suasana air juga mempengaruhi beberapa hal lain misalnya kehidupan biologi dan mikrobiologi.

2.3.4 DO (Dissolved Oxygen)

(35)

Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologis air terutama adalah dalam proses respirasi. Konsentasi oksigen terlarut hanya berpengaruh secara nyata terhadap organisme air yang memang tidak mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya. Konsumsi oksigen bagi organisme air berfluktuasi mengikuti proses-proses hidup yang dilaluinya. Pada umumnya komsumsi oksigen bagi organisme air ini akan mencapai maksimum pada masa-masa reproduksi berlangsung. Konsumsi oksigen juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut itu sendiri (Barus, 2004).

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novonty dan Olem, 1994).

Banyak oksigen terlarut dari udara ke air tergantung pada luas permukaan air, suhu dan salinitas air. Oksigen yang berasal dari proses fotosintesis tergantung pada kerapatan tumbuh-tumbuhan air dan lama serta intensitas cahaya yang sampai ke badan air tersebut. Naik turunnya kadar oksigen terlarut dalam air sangat menentukan kehidupan hewan air (Suin, 2002). Kandungan oksigen dari aliran air yang bergelombang dan beroksigen tinggi berbeda cukup besar dengan kandungan oksigen dari pool yang airnya tenang dan tidak mengalir (Mc.Naughton, 1990).

(36)

tersebut terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan non organik yang berasal dari berbagai sumber, seperti kotoran (hewan dan manusia), sampah organik, bahan-bahan buangan dari industri dan rumah tangga. Menurut Connel and Miller (1995), sebagian besar dari zat pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik. Menurut Lee et al., (1978), kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan.

2.3.5 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BOD (kebutuhan oksigen biologis) adalah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh dalam lingkungan air, pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang terdapat yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang terdapat dalam rumah tangga. Untuk produk- produk kimiawi, seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya akan sangat sulit dan bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme (Barus, 2004 ).

(37)

menguraikan bahan-bahan organik yang telah mati, terutama bakteri dan jamur (mikrofungi). Karena mikroorganisme ini membutuhkan oksigen untuk proses respirasi, maka jumlah oksigen dalam air akan menurun. Jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroba semacam ini biasa dikenal dengan istilah ”Biological Biochemical Oxygen Demand” (Supriharyono, 2000).

Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Lee et al., (1978) menyatakan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD5-nya, seperti disajikan pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1. Status kualitas air berdasarkan nilai BOD5

Selain BOD5, kadar bahan organik juga dapat diketahui melalui nilai COD. Effendi (2003), menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak.

No Nilai BOD5 (ppm) Status kualitas air

1 ≤ 2,9 Tidak tercemar

2 3,0 – 5,0 Tercemar ringan

3 5,1 – 14,9 Tercemar sedan

(38)

2.3.6 COD (Chemycal Oxygen Demand)

COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan sacara biologis (Barus, 2004).

2.3.7 Kandungan Nitrat dan Fosfat

Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisma air. Keberadaan nitrat diperairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, pirotehnik dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah didaerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen (Alaerts, 1987)

(39)

nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea akan mengendap dalam air. Effendi (2003) menyatakan bahwa bentuk-bentuk nitrogen tersebut mengalami transformasi (ada yang melibatkan mikrobiologi dan ada yang tidak) sebagai bagian dari siklus nitrogen. Transformasi nitrogen secara mikrobiologi mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Asimilasi nitrogen anorganik (nitrat dan ammonium) oleh tumbuhan dan mikroorganisme (bakteri autorof) untuk membentuk nitrogen organik misalnya asam amino dan protein.

2. Fiksasi gas nitrogen menjadi ammonia dan nitrogen organik oleh mikroorganisme. Fiksasi gas nitrogen secara langsung dapat dilakukan oleh beberapa jenis alga Cyanophyta (alga biru) dan bakteri.

N2 + 3 H2 ⇔ 2 NH3 (ammonia); atau NH4+ (ion ammonium). Ion ammonium yang tidak berbahaya adalah bentuk nitrogen hasil hidrolisis ammonia yang berlangsung dalam kesetimbangan seperti reaksi berikut:

H2O + NH3 ⇔ NH4OH⇔ NH4+ + OH-

Kondisi pada pH tinggi (suasana basa) akan menyebabkan ion ammonium menjadi ammonium hidroksida yang tidak berdisosiasi dan bersifat racun (Goldman and Horne, 1989).

(40)

NH4+ + 3/2 O2 2 H+ + NO2- + H2O Nitrosomonas

NO2- + ½ O2 NO3 Nitrosobacter

Hasil oksidasi ini sangat reaktif dan mudah sekali larut, sehingga dapat langsung digunakan dalam proses biologis (Hendersen-Seller, 1987).

4. Amonifikasi nitrogen organik untuk menghasilkan ammonia selama proses dekomposisi bahan organik. Proses ini banyak dilakukan oleh mikroba dan jamur yang membutuhkan oksigen untuk mengubah senyawaan organik menjadi karbondioksida (Hendersend-Seller, 1987). Selain itu, autolisasi atau pecahnya sel dan eksresi ammonia oleh zooplankton dan ikan juga berperan sebagai pemasok ammonia.

5. Denitrifikasi yaitu reduksi nitrat menjadi nitrit (NO2-), dinitrogen oksida (N2O) dan molekul nitrogen (N2). Proses reduksi nitrat berjalan optimal pada kondisi anoksik (tak ada oksigen). Dinitrogen oksida (N2O) adalah produk utama dari denitrifikasi pada perairan dengan kadar oksigen sangat rendah, sedangkan molekul nitrogen (N2) adalah produk utama dari proses denitrifikasi pada kondisi anaerob. Proses denitrifikasi akan berkurang atau lambat pada kondisi pH dan suhu rendah, tetapi akan berjalan optimum pada suhu rata-rata danau pada umumnya. Kondisi anaerob di sedimen membuat proses denitrifikasi lebih besar, yaitu dengan laju rata -rata 1 mg/ l/ hari (Jorgensen, 1980).

(41)

mencapai 100 mg/l (Dojlido dan Best, 1992). Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat menyebabkan perairan menjadi tercemar.

Keberadaan fosfor di perairan adalah sangat penting terutama berfungsi dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga berperan dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine triphosfate (ATP) dan adenosine diphosphate (ADP). Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk yang paling sederhana di perairan (Boyd, 1982). Reaksi ionisasi ortofosfat ditunjukkan dalam persamaan berikut:

H3PO4 ⇔ H+ + H2PO4- H2PO4- ⇔ H+ + HPO4 HPO4- ⇔ H+ + PO4

Fosfor dalam perairan tawar ataupun air limbah pada umumnya dalam bentuk fosfat, yaitu ortofosfat, fosfat terkondensasi seperti pirofosfat (P2O74-), metafosfat (P3O93-) dan polifosfat (P4O136- dan P3O105-) serta fosfat yang terikatsecara organik (adenosin monofosfat). Senyawaan ini berada sebagai larutan,partikel atau detritus atau berada di dalam tubuh organisme akuatik (Fergusson, 1956)

(42)
(43)

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1. Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan a. Stasiun I

Lokasi ini berada pada daerah yang alamiah dimana kegiatan manusia pada daerah ini tidak ada, tidak terdapat pemukiman dan dikelilingi oleh perbukitan yang ditumbuhi oleh pepohonan. Stasiun ini secara geografis terletak pada titik 03041’49,8” LU dan 98004’06,5” BT. Pada lokasi daerah ini merupakan lokasi kontrol. Denah lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran B.

b. Stasiun II

Stasiun ini secara geografis terletak pada titik 03041’43,3” LU dan 98004’11,7” BT. Pada lokasi ini merupakan lokasi pemandian gajah dan camping ground. Denah lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran B.

c. Stasiun III

Stasiun ini secara geografis terletak pada titik 03041’08,0” LU dan 98004’31,0” BT. Pada lokasi ini berdekatan dengan pemukiman penduduk dengan daerah permandian untuk wisata. Denah lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran B.

d. Stasiun IV

(44)

antara lain mandi, cuci dan kakus (MCK). Denah lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran B.

3.2. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai Mei 2010 di empat stasiun pengamatan yang berbeda di Sungai Batang Serangan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

3.3. Metoda Penelitian

Berdasarkan rona lingkungan yang ada ditetapkan 4 stasiun pengamatan yang berbeda. Perairan ini banyak digunakan untuk berbagai aktivitas masyarakat antara lain : Pemandian Gajah, pariwisata, mandi dan cuci masyarakat setempat. Penentuan Lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode “Purpossive Random Sampling” Yaitu dengan menentukan 4 stasiun pengamatan. Pada setiap stasiun dilakukan 5 kali ulangan.

3.4. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam Penelitian ini antara lain adalah mikroskop, haemocytometer, pH meter, thermometer, keping sechii, jaring plankton no 25, pipet tetes, erlenmeyer 125 ml, ember 5 liter, botol film, aluminium foil, termos es, tali plastik, plastik 5 kg, lakban, kertas label, pensil, spidol, botol alkohol dan GPS.

(45)

3.5. Pengambilan Sampel Plankton

Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan menggunakan plankton net. Pada pengambilan sampel air diupayakan di ambil dari air yang tidak berarus deras. Sampel air diambil pada masing-masing stasiun dengan menggunakan ember sebanyak 25 L, masing- masing stasiun dengan 5 kali ulangan dan sampel plankton yang diambil pada interval waktu pukul 06.00 WIB, 09.00 WIB, 12.00 WIB, 15.00 WIB, 18.00 WIB. Sampel air yang diperoleh disaring dengan plankton net yang dilengkapi dengan botol penampung (bucket). Sampel air yang tersisa didalam bucket dipindahkan dalam botol Film yang ditetesi dengan larutan lugol 10% sebanyak 3 tetes sebagai pengawet. Selanjutnya sampel air kemudian dibawa ke Laboratorium Ekologi Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam untuk diidentifikasi jenisnya dan dihitung indeks keanekaragaman dan indeks keseragamannya.

3.6. Pengukuran Parameter Fisik Kimia Perairan. a. Temperatur Air

(46)

b. Penetrasi Cahaya

Untuk pengukuran penetrasi cahaya menggunakan keping sechii. Keping sechii dimasukkan kedalam sungai sampai pada batas keping sechii tersebut tidak kelihatan, kemudian diukur panjang talinya

c. pH Air

Untuk pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter. Diambil satu ember dari sampel air kemudian dimasukkan pH meter kedalamnya. Lalu dibaca nilainya dan dicatat.

d. Intensitas Cahaya

(47)

e. BOD5

Untuk pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan reagen-reagen kimia yaitu MnSO4, KOHKI, H2SO4, Na2S2O3, dan amilum. Sampel yang diambil dari setiap kedalaman dimasukkan kedalam botol alkohol kemudian dibawa kelaboratorium. Diinkubasi pada suhu 20 oC selama 5 hari. Setelah itu dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Alur kerja BOD5 dapat dilihat pada lampiran E

f. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam O2 / l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004),( Lampiran H).

g. DO (Oksigen terlarut)

(48)

i. Kandungan Nitrat

Keberadaan senyawa nitrogen dalam perairan dengan kadar yang berlebihan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran. Kandungan nitrogen yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh limbah yang berasal dari limbah domestik, pertanian, peternakan dan industri. Hal ini berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton. Alur kerja terlampir (Lampiran F)

j. Fosfat

Di perairan, fosfor tidak ditemukan dalam keadaan bebas melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik berupa partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dan merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan, sehingga menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi produktivitas perairan. Fosfat yang terdapat di perairan bersumber dari air buangan penduduk (limbah rumah tangga) berupa deterjen, residu hasil pertanian (pupuk), limbah industri, hancuran bahan organik dan mineral fosfat. Umumnya kandungan fosfat dalam perairan alami sangat kecil dan tidak pernah melampaui 0,1 mg/l, kecuali bila ada penambahan dari luar oleh faktor antropogenik seperti dari sisa pakan ikan dan limbah pertanian . Alur kerja terlampir (Lampiran G).

(49)

Tabel 3.1. Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik - Kimia Air

3.7 Pengamatan di Laboratorium

Sampel yang diperoleh dari lapangan dibawa ke Laboratorium Ekologi FMIPA dan Laboratorium PUSLIT USU untuk pengamatan plankton di bawah mikroskop serta menganalisis sampel. Plankton diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan Bold dan Wynne (1985), Edmonson (1963), Hutabarat dan Evans (1986), Pennak (1989) dan Prescott (1973).

3.8 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet

Metode Storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode Storet ini dapat diketahui parameter- parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air

No

Parameter Fisik – Kimia-Biologi

Satuan Alat Tempat Pengukuran

1 Temperatur Air °C Termometer Air

dan inkubasi Lab.Kimia Puslit USU

6 COD mg/l Metoda Winkler Lab.Kimia Puslit USU

7 pH Air - pH meter In – situ

8 Nitrat mg/l Spektrofotometri Lab.Uji Mutu-LP USU

(50)

yang disesuaikan dengan peruntukkannya guna menentukan status mutu air. Cara menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sisitem nilai dari US-EPA (United States- Environtmental Protection Agency) dengan mengklasifikasikan mutu air dalam 4 kelas yaitu:

(1). Kelas A: Baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu (2). Kelas B: Baik, skor = -1 s/d -10 tercemar ringan (3). Kelas C: Sedang, skor = -11 s/d -30 tercemar sedang (4). Kelas D: Buruk, skor ≥ -31 tercemar berat

Prosedur peggunaan:

1. Pengumpulan data kualitas air dan debit air sehingga membentuk data.

2. Pembandingan data hasil pengukuran dari masing- masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0.

(51)

Tabel 3.2. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air Parameter Jumlah

parameter

Nilai

Fisika Kimia Biologi

< 10

Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem ini.

3.9 Analisa Data

Data yang diperoleh diolah dengan menghitung Kelimpahan populasi, Kelimpahan relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK), Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H’), Indeks Equitabilitas/Indeks Keseragaman, Analisa varians dan analisa korelasi.

a. Kelimpahan Plankton

(52)

Dimana:

N = jumlah plankton per liter (l)

T = luas penampang permukaan haemocytometer (mm2) L = luas satu lapang pandang (mm2)

P = jumlah plankton yang dicacah P = jumlah lapang yang diamati

V = volume konsentrasi plankton pada bucket (ml) V = volume konsenterat di bawah gelas penutup (ml)

W = volume air media yang disaring dengan plankton net (l)

Karena sebagian besar dari unsur-unsur rumus ini telah diketahui pada Haemocytometer, yaitu T = 196 mm2 dan v = 0,0196 ml (19,6 mm3) dan luas penampang pada Haemocytometer sama dengan hasil kali antara luas satu lapang pandang (l) dengan jumlah lapang yang diamati. Sehingga rumusnya menjadi:

K =

(53)

Dimana nilai FR: 0 - 25% = sangat jarang 25 – 50% = jarang 50 – 75% = sering > 75% = sangat sering

(Michael, 1984)

d. Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H’)

Digunakan rumus

: H’=

pi

ln

pi

Dimana: H’ = Indeks diversitas Shanon- Wiener Pi = proporsi genus ke- i

Ln = logaritma nature

Pi =

ni / N (perhitungan jumlah suatu individu suatu genus dengan keseluruhan genus)

(Krebs, 1985)

e. Indeks Equitabilitas/Indeks Keseragaman (E)

Digunakan rumus: E =

max '

H H

(54)

f. Analisis varian atau uji F

Analisis varian digunakan untuk mengetahui adanya perbedaaan yang signifikan dari keanekaragaman dan kelimpahan plankton antar stasiun dan antar periode, dengan melihat pengaruh sifat fisika-kimia perairan terhadap keanekaragaman dan kelimpahan plankton.

g. Analisa Korelasi Pearson

Analisa Korelasi Pearson dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi pearson SPSS Ver. 16.00. Uji ini merupakan uji statistik untuk mengetahui korelasi antara faktor fisik kimia perairan dengan kelimpahan fitoplankton. Menurut Sugiono (2005), menyatakan nilai indeks korelasi sebagai berikut :

Tabel 3.3. Interval Korelasi Dan Tingkat Hubungan Antar Faktor Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 Sangat Rendah

0,20 - 0,399 Rendah

0,40 - 5,99 Sedang

O,60 - 0,799 Kuat

(55)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Faktor Fisik Kimia Perairan/Abiotik

Faktor abiotik merupakan faktor yang penting untuk diketahui nilainya karena sangat mempengaruhi faktor biotik lainnya di suatu perairan. Faktor abiotik yang diukur meliputi faktor fisika-kimia lingkungan. Adapun hasil pengukuran faktor fisika-kimia lingkungan yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian, seperti pada Tabel 4.1 a dan 4.1 b.

a. Suhu

(56)
(57)

Menurut Barus (2004), pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Disamping itu pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang diakibatkan oleh manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan Daerah Aliran Sungai yang menyebabkan hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung.

b. Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 268-417 Candela. Intensitas cahaya yang tertinggi terdapat di stasiun 4 yaitu 268-417 Candela. Hal ini disebabkan karena sedikitnya vegetasi disekitar daerah ini dan pengukuran dilakukan pada siang hari yang sangat cerah atau dapat dikatakan bahwa intensitas cahaya yang diukur juga dipengaruhi oleh awan. Terendah di stasiun 2 yaitu 268 Candela. Rendahnya intensitas cahaya ini karena adanya vegetasi di sekitar daerah tersebut.

(58)

c. Kecepatan Arus

Kecepatan arus air pada setiap stasiun penelitian memiliki nilai rata-rata 0,919–1,8382 m/s, dengan kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu dengan kecepatan 1,8382 m/s dan terendah pada stasiun 3 dengan kecepatan 0,9196 m/s. Tingginya arus pada stasiun 2 disebabkan oleh aliran sungai yang relatif lurus dan substrat yang halus pada stasiun ini. Rendahnya arus pada stasiun 3 diakibatkan oleh air sungai yang tidak lurus dan terjadi percampuran antara anak sungai. Jenis substrat akan mempengaruhi kecepatan arus, namun kecepatan arus dalam suatu ekosistem tidak dapat ditentukan dengan pasti karena arus pada suatu perairan sangat mudah berubah.

(59)

d. pH Air

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai pH pada masing-masing stasiun penelitian, pH berkisar antara 7,24-7,52. Nilai rata-rata pH tertinggi terdapat pada stasiun 3 yakni 7,52. Rata-rata nilai pH terendah terdapat pada stasiun 3 yakni 7,24. Menurut Barus (2004), organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basah lemah. Dengan kisaran pH seperti ini dapat dikategorikan bahwa perairan Tangkahan masih layak untuk diminum sesuai dengan baku mutu air PP No.82 tahun 2001.

Menurut Kristanto (2002), nilai pH air yang normal adalah sekitar netral yaitu 6-8, sedangkan pH air yang tercemar misalnya air limbah (buangan), berbeda-beda tergantung pada jenis limbahnya. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan menurun menuju kondisi asam. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian.

e. Oksigen Terlarut (DO = Dissolved Oxygen)

(60)

masyarakat sehingga dapat mempengaruhi keberadaan nilai oksigen terlarut. Dengan rata-rata konsentrasi oksigen terlarut tertinggi sebesar 7,7 mg/l, sesuai dengan standart baku mutu air untuk air minum yang disyaratkan > 6 mg/l baku mutu air PP No.82 tahun 2001, artinya air Tangkahan termasuk kriteria kelas I yaitu layak untuk diminum.

Menurut Effendi (2003), kadar oksigen terlarut dalam perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman bergantung pada pencampuran, dan pergerakan massa air, aktifitas fotosintesis, respirasi dan limbah. Menurut Barus (2004), sumber oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara, melalui kontak antara permukaan dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Organisme air akan hidup dengan baik jika nilai oksigen terlarut lebih besar dari 5,0 mg/l air. Menurut Nybakken (1992), masuknya air tawar dan air laut secara teratur ke dalam estuari, bersama-sama dengan kedangkalannya, pengadukannya, dan pencampuran oleh angin, biasanya berarti cukupnya persediaan oksigen didalam air. Karena kelarutan oksigen dalam air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas, jumlah oksigen dalam air akan bervariasi sesuai dengan variasi parameter tersebut.

f. BOD5(Biologycal Oxygen demand)

(61)

oksigen terlarut pada stasiun ini sangat rendah, sehingga terjadi defisit oksigen. Rata-rata nilai BOD5 terendah terdapat pada stasiun 1 yakni 0,2 mg/l. Dengan rata-rata BOD5 tertinggi sebesar 0,96 mg/l, sesuai dengan standart baku mutu air untuk air minum yang disyaratkan < 2 mg/l baku mutu air PP No.82 tahun 2001, artinya air Tangkahan termasuk kriteria kelas I yaitu layak untuk diminum.

Menurut Effendi (2003), BOD5 merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. BOD5 hanya menggambarkan bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis. Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, glukosa dan sebagainya. Bahan organik dapat berasal dari pembusukan tumbuhan dan hewan yang mati atau hasil buangan limbah domestik dan industri.

g. Chemical Oxygen Demand (COD)

Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai rata-rata COD berkisar antara 0,8-3,84 mg/l, tertinggi pada stasiun 4. Stasiun 4 menunjukkan bahwa limbah yang berasal dari aktifitas masyarakat mengandung banyak senyawa organik dan anorganik yang harus diuraikan secara kimia karena tidak dapat diuraikan hanya secara biologis saja. Nilai terendah terdapat pada stasiun 1 dimana daerah ini merupakan daerah tanpa aktivitas (kontrol).

(62)

yang terdapat dalam air. Banyaknya bahan organik yang tidak mengalami penguraian biologis secara cepat berdasarkan pengujian BOD5, tetapi senyawa organik tersebut juga menurunkan kualitas air. Bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD.

h. Nitrat

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai nitrat pada masing-masing stasiun penelitian maka diperoleh rata-rata nilai nitrat berkisar antara 0,0650-0,0815 mg/l, tertinggi terdapat pada stasiun 4 yakni 0,0650-0,0815 mg/l. Rata-rata nilai nitrat terendah terdapat pada stasiun 3 yakni 0,6506 mg/l. Dengan rata-rata nitrat tertinggi sebesar 0,0815 mg/l, sesuai dengan standart baku mutu air untuk air minum yang disyaratkan 10 mg/l baku mutu air PP No.82 tahun 2001, artinya air Tangkahan termasuk kriteria kelas I yaitu layak untuk diminum.

Menurut Barus (2004), nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan nitrit. Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan termasuk algae dan fitoplankton untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air.

i. Fosfat

(63)

tertinggi sebesar 0,0683 mg/l, sesuai dengan standart baku mutu air untuk air minum yang disyaratkan 0,2 mg/l baku mutu air PP No.82 tahun 2001, artinya air Tangkahan termasuk kriteria kelas I yaitu layak untuk diminum.

Jollenweider (1968) dalam Wetzel (1975) menyatakan bahwa kandungan orthofosfat dalam air merupakan karakteristik kesuburan perairan tersebut. Perairan yang mengandung orthofosfat antara 0,003 - 0,010 mg/L merupakan perairan yang oligotrofik, 0,01-0,03 adalah mesotrofik dan 0,03 - 0,1 mg/L adalah eutrofik. Sedangkan perairan yang mengandung nitrat dengan kisaran 0 - 1 mg/l termasuk perairan oligotropik, 1-5 mg/L adalah mesotrofik dan 5-50 mg/l adalah eutrofik.

4.2 Sifat Fisik Kimia Dan Biologi Perairan Sungai Tangkahan Berdasarkan Metode Storet

Sifat fisik-kimia air yang terdapat di Sungai Tangkahan dihubungkan dengan kriteria yang dikemukakan oleh Storet yang lebih dikenal dengan metode Storet tercantum pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Kondisi Fisika-Kimia Air Yang Terdapat di Sungai Tangkahan Menurut Metode Storet

(64)

Dihubungkan dengan baku mutu air golongan I, nilai Storet yang diperoleh pada keempat stasiun penelitian memiliki skor 0. Menurut US-EPA mengkategorikan bahwa air dengan nilai skor = 0 termasuk kedalam air kelas A dan memenuhi baku mutu.

4.3. Identifikasi Plankton

Hasil identifikasi terhadap plankton yang didapat pada setiap stasiun penelitian maka diperoleh klasifikasi plankton seperti dicantumkan pada Tabel 4.3.

(65)

Tabel 4.3. Plankton yang Ditemukan pada Setiap Stasiun Penelitian 9 Chaetoporaceae 13 Dermatophyto

n 14 Ulotrichasceae 20

Hormidium + + - +

ceae 18 Oscilatoriaceae 25 Oscilatoria

- - - + Tanda (+): ditemukan pada stasiun tersebut

Tanda (-) : tidak ditemukan pada stasiun tersebut

4.4. Kelimpahan Plankton

Dari hasil perhitungan terhadap sampel plankton, maka diperoleh nilai kelimpahan plankton (Ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) pada masing-masing stasiun penelitian pada Tabel 4.4.

Dari Tabel 4.4 nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi untuk keempat stasiun berbeda-beda. Nilai kelimpahan, kelimpahan relatif, dan frekuensi kehadiran tertinggi pada stasiun 1 adalah

(66)

Volvox sebesar 32522,45 ind./l, 75,842%, 100%, stasiun 3 pada genus Volvox

sebesar 4040,82 ind./l, 45,45%, dan 80%, stasiun 4 pada genus Gonatozygon

sebesar 5240,82 ind./l, 45,63%, 100% . Hal ini dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan yang mendukung kehidupan genus tersebut, seperti faktor suhu, oksigen dan nutrisi yang cukup. Menurut Barus (2004) bahwa fluktuasi dari populasi plankton dipengaruhi oleh perubahan berbagai kondisi lingkungan, salah satunya adalah ketersediaan nutrisi di perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen dan fospor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan populasi plankton.

Menurut Fog (1975), suhu berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan plankton, keadaan suhu yang paling baik untuk pertumbuhan plankton adalah 20-250C. Selanjutnya Barus (2004) menyatakan bahwa kelimpahan plankton akan meningkat jika di perairan tersebut terdapat nutrisi yang mendukung pertumbuhannya. Nilai terendah dari keempat stasiun adalah genus Peronia, Pachycladon, Nitzschia, Diploneis, Penium, Dermaphyton, Hormidium, Navicula,

Diacyclops, Lauterbonia yaitu dengan nilai kelimpahan sebesar 24,49 ind./l. Hal ini dapat disebabkan kondisi fisik kimia perairan tersebut tidak cocok bagi pertumbuhan genus tersebut. Menurut Suin (2002) bahwa pola penyebaran plankton di dalam air tidak sama. Tidak samanya penyebaran plankton dalam badan air disebabkan oleh adanya perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya dan faktor-faktor lainnya di kedalaman air yang berbeda.

(67)

relatif dan >25% untuk frekuensi kehadiran. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Suin (2002), apabila didapatkan nilai kelimpahan relatif > 10% dan frekuensi kehadiran > 25% menunjukkan bahwa organisme tersebut dapat hidup dan dapat berkembang biak dengan baik pada habitat tersebut.

(68)
(69)
(70)

32. Cypria 244,90 5,71 80 73,47 0,17 40 269,39 3,03 60 857,14 7,46 80

TOTAL 4285,72 100 42881,63 100 8889,80 100 11485,72 100

(71)
(72)

VIII. Monogononta

V. Brachionidae

30. Mytilia 24,49 0,38 25 24,49 0,06 25

31. Notholca 122,45 1,90 50 48,98 0,78 25 73,47 0,17 25 146,94 1,95 25

IX. Ostracoda

W. Darwinulidae

32. Cypria 24,49 0,38 25 734,69 11,77 50 122,45 0,28 50 146,94 1,95 75 416,33 11,41 100

(73)

Dari hasil perhitungan antar periode seperti yang dicantumkan pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran pada masing-masing periode berbeda nilainya. Pada jam 06.00 WIB, 09.00 WIB, 15.00 WIB, dan 18.00 WIB nilai kelimpahan, kelimpahan relatif, dan frekuensi kehadiran tertinggi terdapat pada genus Gonatozygon dengan nilai sebesar 1640,82-3428,57 ind./l, sementara pada jam 12.00 WIB kelimpahan tertinggi terdapat pada genus Volvox sebesar 35142,86 ind./l.

Tingginya nilai Volvox pada jam 12.00 WIB tersebut karena pada jam 12.00 merupakan puncak dari intensitas cahaya, dimana cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan plankton. Edward (1995) menyatakan kecerahan yang baik untuk kehidupan biota adalah jumlah cahaya yang masuk tidak terlalu besar, sehingga proses fotosintesis dapat berjalan seimbang dan jumlah fitoplankton memadai untuk kehidupan semua biota perairan. Antara penetrasi cahaya dan intensitas cahaya saling mempengaruhi. Semakin maksimal intensitas cahaya, maka semakin tinggi penetrasi cahaya. Jumlah radiasi yang mencapai permukaan perairan sangat dipengaruhi oleh awan, ketinggian dari permukaan air laut, letak geografis dan musiman (Tarumingkeng, 2001).

(74)

juga dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi yang dapat mendukung kehidupan plankton.

4.5 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Masing – Masing Stasiun Penelitian

Indeks keanekaragaman (H’) dan nilai indeks keseragaman (E) yang diperoleh pada masing-masing stasiun penelitian dicantumkan pada Tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6. Nilai Rata-Rata Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) pada Masing-Masing Stasiun Penelitian

Stasiun Periode

1 2 3 4 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 H 2,455 0,985 1,631 2,061 1,91 1,729 0,903 2,010 2,038 E 0,782 0,306 0,544 0,633 0,609 0,577 0,277 0,641 0,705

Gambar

Tabel 2.1. Status kualitas air berdasarkan nilai BOD5
Tabel 3.1. Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor
Tabel 3.2. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air
Tabel 3.3. Interval Korelasi Dan Tingkat Hubungan Antar Faktor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna nilai daya ledak otot tungkai antar dua cabang olahraga, yaitu bola voli dan

Penelitian ini berjudul Evaluasi Pola Pengelolaan Tambak Inti Rakyat (TIR) Yang Berkelanjutan (Kasus TIR Transmigrasi Jawai Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat). Ulasan

Untuk itu menjadi tugas bagi para pemikir politik Islam untuk memikirkan dan menciptakan teori negara di dalam Islam, tidak hanya melulu mengutip dari literatur masa lalu, namun

The results of this study showed that cases of secondary glaucoma in the new patient category in 2013 at Cicendo Eye Hospital occurred more in the age range 40-59 years, because

Pergerakan nilai tukar Rupiah selama periode penelitian berdampak terhadap pertumbuhan PDRB provinsi Jawa Timur. Pergerakan nilai tukar yang cenderung terdepresiasi pada awalnya

Users should also be advised that high-power radars are allocated as primary users (i.e. priority users) of the band 5650-5850 MHz and that these radars could cause

EIGRP forms neighbor relationships with adjacent routers in the same Autonomous System (AS). EIGRP supports IP, IPX, and Appletalk routing. EIGRP applies an