ASPEK YURIDIS PEMBERIAN PEMBIAYAAN MODAL KERJA PADA PERBANKAN SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN AKAD
MUDHARABAH
(STUDI PADA BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN UTAMA)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH :
AMANDA NANDATAMA
090200072
DEPARTEMEN HUKUM PERDATA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ASPEK YURIDIS PEMBERIAN PEMBIAYAAN MODAL KERJA PADA PERBANKAN SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN AKAD
MUDHARABAH
(STUDI PADA BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN UTAMA)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH:
AMANDA NANDATAMA 090200072
Mengetahui:
Ketua Departemen Hukum Perdata
NIP. 196603034885081001 Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum
NIP. 196603034885081001 NIP. 197501142002122002 Dr. Utary Maharany, SH, M.Hum.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai
gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.
Adapun judul yang penulis angkat adalah “Aspek Yuridis Pemberian Pembiayaan
Modal Kerja pada Perbankan Syariah dengan Menggunakan Akad Mudharabah
(Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama)”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak tantangan dan hambatan yang
dihadapi, tetapi itu semua dapat diatasi berkat motivasi, bantuan, dan doa dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., D.F.M., selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Muhammad Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen
Pembimbing I yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam
6. Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Sinta Uli, S.H.,M.Hum., selaku Ketua Jurusan Hukum Perdata Dagang
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
8. Dr. Utary Maharany, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang
telah memberikan saran dan petunjuk dalam membimbing penulisan
skripsi ini.
9. Deni Amsari Purba, S.H., LL.M., selaku Dosen Penasehat Akademik.
10.Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
telah mencurahkan ilmunya dan membantu selama menjalani perkuliahan.
11.Seluruh staf pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
12.Seluruh staf pegawai Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama yang
telah memberikan izin serta membantu dalam proses riset dalam penulisan
skripsi ini.
13.Kedua orang tua tercinta secara istimewa yaitu ayahanda Ahmad Usman
(alm) dan ibunda Ir. Hj. Wijiarti Pujiati yang telah memberikan kasih
sayang dan perhatian yang besar dan juga memberikan dukungan moril
dan materil yang tak ternilai.
14.Adik Penulis Anindya Hapsari dan Ahmad Hizrian yang telah banyak
membantu dan memberikan semangat kepada Penulis selama ini.
15.Kakanda Donny Irawan, S.H., Dearma Sinaga, S.H., Anggi P. Harahap,
S.H., Fajar Soefany, S.H., dan Ratu Jushabella, S.H., yang telah
memberikan banyak bantuan dan masukan serta semangat kepada Penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
16.Sahabat-sahabat Penulis, Yolanda Regina Purba, Winda Imoyati Manik,
Sharin Alfi Putri, Lia Hartika, Sari Mariska Srg, Julia Agnetha Barus,
Putri Indah Sari, dan Mauliana yang telah bersama-sama Penulis menjalani
perkuliahan dari semester awal hingga akhir.
17.Teman-teman satu stambuk, Anggia Putri Rambe, Taufik Nuariansyah, Ar
Rahman, Abdul Hadi Putra, Septia Maulid Srg, Sari Ramadhani Lubis,
kawan-kawan stambuk 2009 lainnya yang tidak dapat Penulis sebutkan
satu persatu.
18.Teman-teman seperjuangan di HMI, adinda-adinda Izma, Nurul, Martina,
Triana, Siti Fitrya, Tiesa, Mutiara, Dian, Hary, Yusuf, beserta seluruh
Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam dan Korps HMI-Wati
Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
19.Seluruh pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan namanya satu-persatu
yang telah membantu dan mendukung Penulis dalam penyelesaian skripsi
ini.
Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna karena kesempurnaan
hanya milik Allah SWT, oleh sebab itu besar harapan penulis kepada semua pihak
agar memberikan kritik dan saran guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang
lebih baik dan sempurna, baik dari segi materi maupun cara penulisannya di masa
yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan
hukum di negara Indonesia.
Medan, Oktober 2013
Hormat Saya
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAKSI ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Perumusan Masalah ... 7
C.Tujuan Penulisan ... 8
D.Manfaat Penulisan ... 8
E. Keaslian Penulisan ... 9
F. Metode Penulisan ... 10
G.Sistematika Penulisan ... 12
BAB II KREDIT PEMBIAYAAN DALAM PERBANKAN………… A.Tinjauan Umum tentang Kredit ... 15
B.Jenis Kredit Pembiayaan dalam Perbankan ... 23
C.Tujuan dan Fungsi Kredit Pembiayaan Perbankan ... 27
D.Berakhirnya Perjanjian Kredit Pembiayaan Perbankan……… 32
BAB III PEMBIAYAAN PADA PERBANKAN SYARIAH ... A. Latar Belakang Lahirnya Perbankan Syariah di Indonesia……... 36
B. Bank Syariah dan Prinsip Bagi Hasil………. 40
C. Pembiayaan Pada Perbankan Syariah………... 55
2. Syarat-syarat Pembiayaan ……….... 58
3. Jenis-jenis Pembiayaan Pada Perbankan Syariah …………... 62
BAB IV PEMBIAYAAN MODAL KERJA DENGAN
MENGGUNAKAN AKAD MUDHARABAH DI BANK
SYARIAH MANDIRI ...
A. Pembiayaan Modal Kerja Dengan Akad Mudharabah Menurut
Peraturan Perundang-Undangan ……… 69
B. Mekanisme Pembiayaan Modal Kerja Dengan Akad Mudharabah pada
PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama………... 74
C. Hambatan dan Cara Penanggulangan dalam Pelaksanaan Pembiayaan
Modal Kerja dengan Akad Mudharabah…………... 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...
A. Kesimpulan………... 86
B. Saran……… 88
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum. *) Dr. Utary Maharany, S.H., M.Hum. **)
Amanda Nandatama ***)
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, keadaan ini ditandai dengan semangat tinggi dari berbagai kalangan, yaitu ulama, akademisi, dan praktisi untuk mengembangkan sistem perbankan tersebut. Salah satu kegiatan usaha perbankan syariah yang terpenting adalah proses pembiayaan dengan sistem bagi hasil atau pembiayaan dengan akad mudharabah, yang salah satu jenisnya adalah pembiayaan modal kerja. Pembiayaan modal kerja digunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang biasanya habis dalam satu siklus usaha.
Hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan non Islami dan Islam adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuangan dan/atau yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah, sehingga terdapat istilah bunga dan bagi hasil.
Dalam pelaksanaan pembiayaan modal kerja dengan akad mudharabah ini terdapat banyak kelemahan maupun hambatan, baik dari faktor internal (bank) maupun eksternal (debitur). Landasan hukum mengenai perbankan syariah dinilai sudah cukup mengakomodir, namun pelaksanaannya dilapangan masih kurang. Selain itu mekanisme pembiayaan modal kerja dengan menggunakan akad mudharabah khususnya di Bank Syariah Mandiri perlu dan layak untuk diketahui.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif. Yaitu sebuah prosedur metode penelitian ilmiah yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yang juga disandarkan pada logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Alat pengumpulan data yang digunakan
yaitu melalui studi pustaka (library research) dengan mengumpulkan
sumber atau bahan-bahan antara lain dari buku-buku, artikel maupun
sumber-sumber lain yang mendukung, serta melalui penelitian lapangan (field research)
dengan tinjauan langsung di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama. Dengan lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta fungsi pengawasan oleh Dewan Syariah Nasional, diharapkan sistem perbankan syariah di Indonesia akan semakin baik lagi.
Kata Kunci : Bank Syariah, Pembiayaan, Akad Mudharabah *) Dosen Pembimbing I
**) Dosen Pembimbing II
ABSTRACT
Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum. *) Dr. Utary Maharany, S.H., M.Hum. **)
Amanda Nandatama ***)
The development of Islamic banking in Indonesia is currently undergoing a very rapid progression, this state is characterized by high spirits from various circles, namely the clerics, academics, and practitioners to develop the banking system. One of the most important Islamic banking business is the process of the financing systems with the profit sharing contract or financing with mudharabah contract, one of its kind is working capital financing. Working capital financing is used to meet the needs of working capital which is usually exhausted within one business cycle.
The fundamental thing that distinguishes between non-Islamic financial institutions and Islam is located on returns and profit sharing provided by customer to financial institutions and/or provided by financial institutions to the customer, so that there is interest and term for the results.
In the implementation of the working capital financing with mudharabah contract is the many shortcomings and barriers, both internal factors (the bank) and external (customers). Legal basis of Shariah banking votes is enough accommodate, but its implementation is still lacking in field. In addition to working capital financing mechanisms by using mudharabah contract specifically in Syariah Mandiri Bank need and deserve to know.
Research methods used in the writing of this is juridical normative research. That was a procedure of scientific research method based on primary and secondary legal materials that also rely on scientific logic of the law of the normative. Data collection tools used through library research by gathering sources or materials among other things from books, articles or other sources that support, as well as through field research with direct views of PT. Bank Syariah Mandiri branches of the Medan Utama.
With the birth of Act No. 21 of 2008 about Islamic banking and functions of oversight by the National Council of Sharia, the Islamic banking system expected in Indonesia will be getting better again.
Keywords: Islamic Banking, Financing, Mudharabah Contract *) Lecturer Supervisor I
**) Lecturer Supervisor II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam perkembangannya, banyak pemikir-pemikir Islam yang
mempunyai gagasan untuk menciptakan suatu lembaga perbankan yang
beroperasi berdasarkan prinsip syariat Islam untuk terbentuknya sistem ekonomi
Islami. Salah satunya adalah adalah dengan mendirikan bank-bank Islam. Sampai
saat ini, lembaga perbankan dan lembaga keuangan islam lainya telah menyebar
ke 75 negara termasuk ke negara barat.1
Sebenarnya aksi maupun pemikiran tentang ekonomi berdasarkan Islam
memiliki sejarah yang amat panjang. Pada sekitar tahun 1911 telah berdiri
organisasi Syarikat Dagang Islam yang beranggotakan tokoh-tokoh atau
intelektual muslim saat itu, serta ekonomi Islam ini sesuai dengan pedoman
seluruh umat Islam di dunia yaitu di dalam Al-Qur’an2
Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional,
muncul dalam konferensi negara-negara Islam sedunia di Kuala Lumpur, .
Dari golongan-golongan pemikir tersebut, ada yang berpendapat bahwa
bunga uang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bank, sementara golongan lain
menginginkan agar bunga dihindarkan dari bank.
1
Blog komunitas perbankan, Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia,
http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2010/03/31/perkembangan-perbankan-syariah-di-indonesia-dan-dunia/ , di akses tanggal 3 April 2013
2
Vhara, Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia,
Malaysia pada bulan April 1969, yang diikuti 19 negara peserta. Konferensi
tersebut menghasilkan beberapa hal, yaitu:3
1. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika
tidak ia termasuk dalam riba dan riba itu sedikit/banyak haram hukumnya;
2. Diusulkan supaya dibentuk suatu bank syariah yang bersih dari sistem
riba secepat mungkin.
3. Sementara waktu menunggu berdirinya bank syariah, bank-bank yang
menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi, namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.
Kemudian tonggak sejarah lainnya bagi perkembangan bank Islam yaitu
dengan didirikannya Islamic Development Bank (IDB). Pendiriannya diawali
dengan sidang menteri luar negeri negera-negara Organisasi Konferensi Islam
(OKI) di Karachi, Pakistan pada bulan Desember 1970, di mana Mesir
mengajukan proposal untuk mendirikan bank syariah internasional. Maka pada
tahun 1975 berdirilah IDB yang beranggotakan 22 negara Islam pendiri. Lembaga
ini kemudian berperan penting dalam memenuhi kebutuhan dana negara-negara
Islam untuk pembangunan dan secara aktif memberi pinjaman bebas bunga
berdasarkan partisipasi modal negara tersebut.4
Di negara Indonesia sendiri perkembangan perbankan mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Keadaan ini ditandai dengan semangat tinggi dari
berbagai kalangan, yaitu ulama, akademisi, dan praktisi untuk mengembangkan
perbankan tersebut. Dari sekitar pertengahan abad ke 20 bank syariah atau yang
kita kenal dengan bank Islam sedang menjadi pilihan bagi pelaku bisnis
perbankan sampai dengan pertengahan tahun 2001. Di Indonesia telah berdiri 10
3
Hendra Kholid, Bank Syariah, http://hendrakholid.net/blog/2010/04/06/bank-syariah-3/ , tgl akses 3 April 2013
4
bank syariah umum yaitu (BMI, BNI, BSM, Bukopin, BPD Jabar, Bank IFI, BRI,
Danamon, BII, BPD DKI, dan lainnya), dengan sekitar 106 kantor cabang,
ditambah lagi dengan 94 bank syariah.5
Sesungguhnya bank syariah memiliki core product pembiayan berupa
produk bagi hasil yang dikembangkan dalam produk pembiayaan musyarakah dan
mudharabah. Meskipun jenis produk pembiayaan dengan akad jual beli
(murabahah, salam, dan istishna’) dan sewa (ijarah dan ijarah muntahia
bittamlik) juga dapat dioperasionalkan, kenyataan bank syariah tingkat dunia
maupun Indonesia, produk pembiayaannya masih didominasi oleh produk
pembiayaan dengan akad jual beli. Sebagaimana dinyatakan oleh Karim, bahwa
hampir semua bank syariah didunia didominasi dengan produk pembiayaan
murabahah, sedangkan sistem bagi hasil sangat sedikit diterapkan, kecuali di dua
negara yaitu Iran (48%) dan Sudan (62%). Disamping itu Warde menggambarkan
bahwa perkembangan pembiayaan bagi hasil baru mencapai 15% per tahun.
Pertumbuhan share keuangan perbankan syariah di Indonesia pada tahun 2000
untuk pembiayaan mudharabah sebesar 14,33%, pembiayaan musyarakah sebesar
2,86%, sementara pembiayaan murabahah 72.21%.6
Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa ada beberapa keuntungan yang
membuat orang lebih memilih menabung di bank syariah yaitu antara lain:
7
1. Keadilan dan kesamaan. Karakteristik utama dari model Islam adalah
didasarkan prinsip pembagian keuntungan dimana adanya pembagian resiko antara bank dengan konsumen atau nasabah. Sistem keuangan
5
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah,PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 1
6
Ibid hlm 1-2
7
ini memberikan kontribusi untuk pemerataan pendapatan dan kekayaan.
2. Liquidity. Mengikuti prinsip pembagian keuntungan dan kerugian, dibutuhkan jumlah mnimum sumber daya untuk menjaga agar tetap liquid. Oleh karena itu dibutuhkan jumlah minimum untuk menjaga likuiditas yang tinggi.
3. Better customer relations. Pembiayaan dan penyimpanan diatur berdassarkan pembagian keuntungan dan kerugian. Bank harus tahu bagaimana mengelola dana yang ada agar digunakan untuk tujuan produktif dan menguntungkan investor sehingga mengembangkan relasi yang baik antar bank dan konsumen. Hal ini juga sangat mendorong aktivitas ekonomi yang produktif dan keadilan sosial ekonomi.
4. No fixed obligations. bank syariah tidak memiliki tanggung jawab yang tetap seperti pembayaran bunga kepada nasabah. Oleh karena itu, bank bisa mengalokasikan sumber daya untuk aktivitas yang menguntungkan.
5. Transparency. Transparan kepada pemilik tabungan terhadap investasi-investasi yang dilakukan dan bisa melihat keuntungan dari investasi tersebut. Keuntungan dibagi berdasakan presentase yang disetujui.
6. Ethical and moral dimensions. Dimensi etika dan moral dalam menjalankan bisnis dan memilih aktivitas bisnis yang akan dibiayai memegang peranan penting untuk membangun perilaku masyarakat yang suka berinvestasi.
7. Destabiliship speculations. Sebagian besar institusi non-Islam adalah masuk kedalam pasar keuangan yang memiliki tingkat spekulasi dalam transaksi yang dilakukan. Transaksi ini dengan ketidakstabilan dan hasil investasi yang sangat tinggi populasinya. Aktivitas tersebut bertentangan dengan bank syariah
8. Banking for all. Meskipun didasarkan pada prinsip syariah untuk memenuhi kebutuhan keuangan dari kaum muslim tapi tidak hanya terbatas pada kaum muslim saja tetapi juga pada kaum non muslim.
Sistem ekonomi syariah di Indonesia menekankan kepada konsep manfaat
pada kegiatan ekonomi yang lebih luas, bukan hanya pada manfaat disetiap akhir
kegiatan melainkan pada setiap proses transaksi. Setiap kegiatan proses transaksi
dimaksud harus selalu mengacu kepada konsep maslahat dan menjunjung tinggi
asas-asas keadilan. Selain itu prinsip dimaksudkan menekankan bahwa para
kegiatan ekonomi. Realisasi dari konsep syariah pada dasarnya sistem ekonomi
atau perbankan syariah memiliki tiga ciri mendasar yaitu:8
1. Prinsip keadilan
2. Menghindar kegiatan yang dilarang
3. Memperhatikan aspek kemanfaatan
Ketiga ciri sistem perbankan syariah yang demikian tidak hanya
memfokuskan pada diri sendiri untuk menghindari praktek bunga tetapi juga
kebutuhan untuk menerapkan semua prinsip syariah dalam sistem ekonomi secara
seimbang. Oleh karena itu keseimbangan antara memaksimalkan keuntungan dan
pemenuhan prinsip syariah menjadi hal mendasar bagi kegiatan operasional bank
syariah. Hal inilah yang menunjukkan peran dan pentingnya adanya perbankan
syariah sebagai lembaga keuangan dalam menjembatani para penabung dengan
para investor. Tabungan dimaksud akan bermanfaat bila diinvestasikan oleh bank
kepada pengusaha yang mebutuhkan dana. Sedangkan para penabung tidak
mempunyai kemampuan untuk mengelola dan/atau melakukan bisnis.
Para penabung mempercayai sektor perbankan untuk melaksanakan fungsi
yang bermanfaat kepada warga masyarakat pada umumnya dan khususnya warga
masyarakat Islam yang membutuhkan dana. Hal ini dimaksudkan sebagai contoh
sistem perbankan syariah yang mengaplikasikan sistem mudharabah sebagai
berikut:9
1. Di dalam praktik perjanjian dilaksanakan dalam bentuk perjanjian
baku (standard contract). Hal ini bersifat membatasi atas kebebasan
berkontrak. Adanya pembatasan dimaksud berkaitan dengan
8
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 20
9
kepentingan umum agar perjanjian baku itu diatur dalam undang-undang atau setidak-tidaknya diawasi oleh pihak Dewan Pengawas Syariah Nasional.
2. Bentuk akad produk tabungan mudharabah di bank syariah dimaksud
dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang disebut perjanjian bagi hasil.
3. Dalam perjanjian tertulis akad perjanjian tabungan mudharabah
disebutkan nisbah bagi hasil pemilik dana (shahibul mal) dan untuk
mengelola dana (mudharib). Nisbah bagi hasil ini berlaku sampai
berakhirnya perjanjian. Perjanjian ini mengikat dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan syarat-syarat ketentuan umum.
4. Pelaksanaan akad tabungan mudharabah terjadi apabila ada calon
nasabah yang akan menabung atau meminjam modal dari bank syariah. Dalam akad perjanjian tertulis tersebut sebelum ditanda tangani oleh calon nasabah, kreditor atau penabung terlebih dahulu mempelajari dan apabila calon nasabah menyetujui perjanjian dimaksud, maka calon nasabah menandatangani perjanjian.
5. Nasabah yang meminjam uang kemudian terlambat dalam membayar,
pihak bank tidak memberi denda tetapi memberi peringatan.
6. Sistem amanah (kepercayaan) seseorang memeperoleh kredit karena
pihak bank mempunyai kepercayaan kepada peminjam. Karena itu kredit tanpa kepercayaan tidak mungkin terjadi karena dikuatirkan dana yang diserahkan pihak bank disalahgunakan oleh pihak nasabah dan/ atau tidak bayar/ dikembalikan pada pihak bank pinjaman yang dimaksud.
Selain menggunakan sistem yang disebutkan di atas, pihak perbankan
syariah berpedoman pada Undang-Undang nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah dan Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Bahwa yang
dimaksud dengan Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan
dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:10
1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
2. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;
4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
10
5. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Adapun beberapa jenis aplikasi pembiayaan perbankan syariah adalah;
pembiayaan modal kerja syariah, pembiayaan investasi syariah, pembiayaan
konsumtif syariah, pembiayaan sindikasi, pembiayaan berdasarkan take over, dan
pembiayaan letter of credit (L/C).11
B. Perumusan Masalah
. Maka penulisan skripsi ini akan
membahasnya dengan judul : “Aspek Yuridis Pemberian Pembiayaan Modal
Kerja pada Perbankan Syariah dengan Menggunakan Akad Mudharabah
(Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama)”.
Bank berdasarkan prinsip bagi hasil dengan kegiatan yang tidak mengenal
suku bunga perlu dan menarik untuk diteliti. Oleh karena itu dapatlah dirumuskan
permasalahan dalam penulisan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan mengenai pembiayaan modal kerja dengan
akad mudharabah dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia?
2. Bagaimana mekanisme pembiayaan modal kerja dengan Akad
Mudharabah di Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama?
3. Apa saja hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan pembiayaan
modal kerja dengan akad mudharabah dan upaya apa yang dilakukan
untuk mengatasi hambatan tersebut?
11
C. Tujuan Penulisan
Disamping untuk melengkapi dan memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara Medan, Sesuai dengan masalah yang dibahas, tujuan yang ingin dicapai
dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaturan pembiayaan modal kerja dengan akad
mudharabah dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui mekanisme dan penerapan pembiayaan modal
kerja dengan Akad Mudharabah di Bank Syariah Mandiri Cabang
Medan Utama.
3. Mengetahui hambatan-hambatan dalam pembiayaan modal kerja
dengan akad mudharabah dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi
hambatan tersebut.
D. Manfaat Penulisan
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis :
1. Secara teoritis, penulisan karya ilmiah ini dapat dijadikan bahan kajian
ataupun masukan terhadap pemberian pembiayaan terutama
pembiayaan modal kerja dengan akad mudharabah pada bank syariah
dan menambah ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai
2. Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan masukan bagi pembuat undang-undang dan pejabat yang
berwenang dalam membuat isi perjanjian ataupun sumbangan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, memberi manfaat bagi dunia
perguruan tinggi dan masyarakat pada umumnya. Selain itu
diharapkan agar tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan referensi
bagi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
E. Keaslian Penulisan
Penulis telah menelusuri seluruh daftar skripsi di perpustakaan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen Hukum
Perdata, akan tetapi penulis tidak menemukan adanya kesamaan judul ataupun
permasalahan dengan judul dan permasalahan yang penulis angkat yaitu tentang
“ASPEK YURIDIS PEMBERIAN PEMBIAYAAN MODAL KERJA PADA
PERBANKAN SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN AKAD
MUDHARABAH (STUDI PADA BANK SYARIAH MANDIRI CABANG
MEDAN UTAMA)”. Oleh karena itu, tulisan ini merupakan buah karya asli
penulis yang disusun berdasarkan dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional
dan ilmiah.
Dengan demikian, dapat penulis simpulkan bahwa skripsi yang penulis
susun ini merupakan karya asli penulis dan tidak meniru dari kepunyaan orang
dan permasalahan skripsi penulis dengan skripsi yang sebelumnya yang terdapat
di perpustakaan Departemen Hukum Perdata.
F. Metode Penulisan
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Jenis, Sifat, dan Pendekatan Penelitian
Penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis empiris. Yaitu
penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data primer yang
diperoleh di lapangan selain itu juga meneliti data sekunder dari
perpustakaan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kantor Bank Syariah Mandiri Cabang Medan
Utama. Alasan pemilihan lokasi penelitian di kantor Bank Syariah
Mandiri Cabang Medan Utama adalah berkenaan dengan Bank Syariah
Mandiri sebagai Bank Syariah terbesar di Indonesia, dan keberadaan
kota Medan yang termasuk kota dengan tingkat perkembangan
ekonomi yang pesat, dimana kebutuhan masyarakatnya akan
pembiayaan, khususnya pembiayaan modal kerja secara mudharabah
sangat tinggi. Untuk itu diperlukan suatu penelitian yang menghasilkan
gambaran pelaksanaan pembiayaan mudharabah oleh Bank Syariah
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan kegiatan penelitian ini, teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, catatan
kuliah, tulisan-tulisan, dan referensi lainnya yang ada kaitannya
langsung dengan skripsi ini, serta Al-Qur’an dan Hadits sebagai
sumber dalam hukum Islam yang digunakan sebagai rujukan dalam
pembahasan skripsi ini untuk memperkuat dalil dan fakta
penelitian, yang disebut sebagai data sekunder.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Yaitu penelitian yang didasarkan pada tinjauan langsung pada
objek yang akan diteliti untuk mempermudah data-data primer,
melalui riset dengan melakukan pendekatan-pendekatan langsung
seperti :
1) wawancara, yaitu melakukan komunikasi langsung baik
dengan pertanyaan yang bersifat terbuka atau bersifat tertutup
kepada pegawai di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Medan Utama, dalam pengumpulan informasi, yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembiayaan modal kerja mudharabah oleh
2) pengamatan, yaitu dengan mengadakan pengamatan secara
langsung dalam objek penelitian yaitu proses pembiayaan pada
PT Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama..
4. Analisis Data
Data yang diperoleh melalui studi pustaka, pengamatan, dan
wawancara dikumpulkan, diatur urutannya, lalu diorganisir dalam
suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Data yang diperoleh akan
dikualitatifkan karena keseluruhan data ini akan dianalisis secara
kualitatif induktif yang akan diuraikan secara deskriptif analitis, yaitu
pendapat narasumber serta perlakuannya diteliti dan dipelajari secara
menyeluruh (komprehensif). Berdasarkan pemikiran tersebut, metode
kualitatif bertujuan untuk menginterpretasikan secara kualitatif tentang
pendapat atau tanggapan responden dan narasumber, kemudian
mendeskripsikannya secara lengkap dan mendetail aspek-aspek
tertentu yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang selanjutnya
dianalisis untuk mengungkapkan kebenaran dan memahami kebenaran
tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka diperlukan adanya
sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun
sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I : Pendahuluan
Pendahuluan merupakan pengantar. Didalamnya memuat
mengenai gambaran umum tentang penulisan skripsi yang terdiri
dari latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Uraian tentang Kredit Pembiayaan dalam Perbankan
Didalam bab ini diuraikan mengenai kredit pembiayaan secara
keseluruhan. Diawali dengan membahas tentang pengertian kredit
pembiayaan secara umum dan menurut hukum Islam. Bentuk
kredit pembiayaan dalam perbankan. Tujuan dan fungsi kredit
pembiayaan perbankan. Dan berakhirnya kredit pembiayaan
perbankan.
BAB III : Pembiayaan Pada Perbankan Syariah
Dalam bab ini dibahas mengenai pembiayaan itu sendiri yaitu
latar belakang lahirnya perbankan syariah di Indonesia, lalu
uraian tentang bank syariah dan prinsip bagi hasil. Kemudian
membahas tentang pembiayaan pada perbankan syariah, meliputi
pengertian pembiayaan, jenis pembiayaan pada perbankan syariah
serta syarat pembiayaan.
BAB IV : Pembiayaan Modal Kerja dengan Menggunakan Akad
Dalam bab ini terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai
pembiayaan modal kerja dengan akad mudharabah menurut
peraturan perundang-undangan. Lalu penjelasan mengenai
mekanisme pembiayaan modal kerja dengan akad mudharabah
pada PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama.
Dilanjutkan dengan menguraikan hambatan yang dijumpai dalam
pelaksanaan pembiayaan modal kerja dengan akad mudharabah
serta usaha-usaha untuk mengatasi hambatan yang ada.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab
ini berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan bukan merupakan
rangkuman ataupun ikhtisar. Saran merupakan upaya yang
diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan
BAB II
KREDIT PEMBIAYAAN DALAM PERBANKAN
A. Tinjauan Umum Tentang Kredit
Istilah kredit maupun pembiayaan sudah bukan kata yang asing lagi bagi
masyarakat awam pada umumnya. Karena sebagian besar orang sudah
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan saat ini jarang sekali
orang melakukan tindakan pembelian secara tunai apabila harga dari kebutuhan
itu terbilang mahal. Seorang ibu rumah tangga menggunakan kredit untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, seorang pegawai melakukan atau memperoleh
kredit untuk membeli kendaraan bermotor dan sebagainya. Sebagian besar orang
menganggap kata kredit sebagai suatu sarana untuk memperoleh barang
kebutuhan dengan cara menyicil atau mengangsur, tidak secara tunai. Mempunyai
suatu ketetapan harga angsuran dan jangka waktu pembayaran. Pengertian
tersebut tidaklah salah.
Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa latin, credere, yang
berarti kepercayaan.12
12
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 57
Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditor (yang
memberi kredit, lazimnya bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitor
(nasabah, penerima kredit) mempunyai kepercayaan, bahwa debitor dalam waktu
dekat dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit
adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau
pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.13
Dalam perjanjian ini, pihak yang meminjamkan tidak boleh meminta
kembali barang yang dipinjamkan sebelum jangka waktu yang diperjanjikan
terakhir.
Makna kredit yang di pahami tersebut sesungguhnya sangat bermuatan
hukum. Masalah kredit ini dikenal sebagai perjanjian pinjam pengganti yang
diatur dalam buku ketiga bab ketiga belas tentang pinjam-meminjam. Dalam pasal
1754 KUH Perdata, disebutkan pengertian dari pinjam-meminjam yaitu :
Pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
14
Selanjutnya pula si peminjam berkewajiban membayar bunga, karena
undang-undang memperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang
atau lain barang yang menghabis karena pemakaian.15
Dalam Pasal 1 butir 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut
Undang-Undang tentang Perbankan) dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
13
Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, M2S Bandung, Bandung, 2000, hlm. 285
14
Pasal 1759 KUH Perdata
15
Berdasarkan pengertian diatas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib
dilakukan oleh debitor atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak
semata-mata melunasi utangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
Seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya bahwasanya dalam
perbankan syariah sistem bunga bank dihindari untuk menjauhkan dari riba yang
hukumnya jelas-jelas haram. Karena itu perbankan syariah menyebut kredit
dengan istilah pembiayaan. Pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis.
Bisnis adalah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui
proses penyerahan jasa, perdagangan, atau pengolahan barang (produksi)16
Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu
pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah
pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan.
. Jika
pelaku tidak memiliki modal secara cukup, maka ia akan berhubungan dengan
pihak lain, seperti bank, untuk mendapat suntikan dana, dengan melakukan
pembiayaan.
Istilah kredit disebutkan pada pasal 1 angka 11 dan istilah pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah disebutkan pada pasal 1 angka 12 UU No. 10 Tahun
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu.
Dari rumusan kedua istilah kredit tersebut, perbedaannya terletak pada
bentuk kontra-prestasi yang akan diberikan nasabah peminjam dana (debitor)
kepada bank (kreditor) atas pemberian kredit atau pembiayaannya. Pada bank
konvensional, kontra prestasinya berupa bunga, sedangkan bank syariah kontra
prestasinya dapat berupa imbalan atau bagi hasil sesuai dengan persetujuan atau
kesepakatan bersama.
Baik kredit maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sama-sama
menyediakan uang atau tagihan atas dasar persetujuan atau kesepakatan bersama
antara pihak bank dan pihak lain dengan kewajiban pihak peminjam atau pihak
yang dibiayai untuk melunasi utangnya atau mengembalikannya beserta bunga,
imbalan, atau bagi hasil dalam tenggang waktu yang telah disepakati bersama.18
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat
di dalam kreditor yaitu:
19
1. Kepercayaan; yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi
yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan diperjanjikan pada waktu tertentu;
2. Waktu; adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan
pelunasannya; jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu
18
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm 237
19
disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana;
3. Prestasi; yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontra prestasi
pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara bank dan nasabah peminjam dana berupa uang dan bunga atau imbalan;
4. Risiko; yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka
waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikatan jaminan dan agunan.
Dari pengertian-pengertian kredit yang telah disebutkan di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa dalam suatu perjanjian kredit terdapat beberapa unsur,
antara lain:
1. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur,
yang disebutkan sebagai perjanjian kredit.
2. Adanya para pihak yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan
pinjaman, seperti bank, dan pihak debitur yang merupakan pihak yang
membutuhkan uang pinjaman barang atau jasa
3. Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur mau dan
mampu membayar dan mencicil kreditnya.
4. Adanya kesanggupan dan janji membayar utang dari pihak debitur.
5. Adanya pemberian sejumlah uang atau barang atau jasa oleh pihak
kreditur kepada pihak debitur
6. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang atau barang atau jasa oleh
pihak debitur kepada kreditur, disertai dengan pemberian imbalan atau
7. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan
pengembalian kredit oleh debitur.
8. Adanya risiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu
tadi, semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula
risiko tidak terlasananya pembayaran kembali suatu kredit
Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh
bank mengandung risiko, sehingga dalam setiap pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah harus memperhatikan asas-asas
perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank harus melakukan
penilaian yang seksama terhadap pelbagai aspek. Berdasarkan penjelasan pasal 8
Undang-Undang Perbankan, yang mesti dinilai oleh bank sebelum memberikan
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah watak, kemampuan,
modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitor, yang kemudian dikenal
dengan sebutan “the five C of credit analysis” atau prinsip 5 C’s.
Pada sasarannya konsep 5 C’s ini akan dapat memberikan informasi
mengenai itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to
pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya.20
1. Penilaian watak (character)
Penilaian watak atau kepribadian calon debitor dimaksudkan untuk
mngetahui kejujuran dan itikad baik calon debitor untuk melunasi atau
mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank
dikemudian hari
20
2. Penilaian kemampuan (capacity)
Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitor dalam bidang
usahanyadan kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa
usaha yang akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat,
sehingga calon debitornya dalam jangka waktu tertentu mampu
melunasi atau mengembalikan pinjamannya.
3. Penilaian terhadap modal (capital)
Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara
menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat
diketahui kemampuan permodalan calon debitor dalam menunjang
pembiayaan proyek atau usaha calon debitor yang bersangkutan.
4. Penilaian terhadap agunan (collateral)
Untuk menanggung pembayaran kredit macet, calon debitor umumnya
wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan
mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau
pembiayaan yang diberikan kepadanya.
5. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitor (condition of
economy)
Bank harus menganalisis keadaan pasar di dalam dan di luar negeri
baik masa lalu maupun yang akan datang, sehingga masa depan
pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon debitor yang dibiayai
Dalam pemberian kredit, suatu bank pada hakikatnya harus menganut asas
“mengambil risiko sekecil mungkin”. Risiko yang dimaksud adalah risiko
terhadap kemungkinan kredit itu tidak dapat dibayar kembali oleh debitornya.
Risiko itu dapat dibatasi antara lain bila suatu bank tidak terlalu banyak
memberikan kredit kepada nasabah tertentu saja atau kepada pihak-pihak yang
mempunyai keterkaitan dengan bank tersebut. Untuk itu perlu adanya ketentuan
tentang penentuan batas maksimum pemberian kredit atau legal lending limit yang
harus dipatuhi oleh setiap bank. Batas maksimum pemberian kredit adalah batas
maksimum penyediaan dana yang diperkenankan untuk dilakukan oleh bank
kepada peminjam atau sekelompok peminjam tertentu.
Berdasarkan Pasal 11 UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka
ketentuan batas maksimum pemberian kredit dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Jenis batas maksimum 30%
Bank Indonesia dapat menetapkan batas maksimum yang lebih rendah
dari 30% dari modal bank, tetapi tidak boleh melebihi 30% dari modal
bank yang bersangkutan.
2. Jenis batas maksimum 10%
Bank Indonesia dapat menetapkan batas maksimum yang lebih rendah
dari 10%, tetapi tidak boleh melebihi 10% dari modal bank yang
bersangkutan. Batas maksimum pemberian kredit ini ditujukan
kepada:
a. Pemegang saham yang memiliki 10% atau lebih dari modal
b. Anggota dewan komisaris;
c. Anggota direksi;
d. Keluarga dari pihak pemegang saham, anggota dewan komisaris,
dan anggota direksi;
e. Pejabat bank lainnya; dan
f. Perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan
dari pihak-pihak pemegang saham, anggota dewan komisaris,
anggota direksi, keluarga pemegang saham, anggota dewan
komisaris dan anggota direksi, dan pejabat bank lainnya.
Bank dinyatakan melakukan pelanggaran larangan terhadap ketentuan
batas maksimum pemberian kredit apabila pada saat pemberiannya saldo kredit
atau pembiayaan tersebut melampaui batas maksimum yang telah ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
B. Jenis Kredit Pembiayaan dalam Perbankan
Kredit dalam perbankan terdiri dari beberapa jenis. Banyaknya jenis kredit
ini tergantung dari kriteria yang diberikan. Pada mulanya kredit berdasarkan
kepercayaan murni, yaitu berbentuk kredit perorangan karena kedua belah pihak
saling mengenal, seiring dengan berkembangnya waktu maka akhirnya
berkembang pula unsur-unsur lain yang menjadi landasan suatu kredit, sehingga
selanjutnya berkembang pula jenis kredit yang ada seperti sekarang.21
21
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm 234
Secara umum jenis-jenis kredit ini dapat dilihat dari :22
1. Penggolongan menurut jangka waktunya
Dari segi jangka waktunya terdapat tiga macam kredit yaitu :
a. Kredit jangka pendek, adalah kredit yang berjangka waktu paling
lama satu tahun.
b. Kredit jangka menengah, adalah kredit yang berjangka waktu
antara satu tahun sampai dengan tiga tahun.
c. Kredit jangka panjang, adalah kredit yang jangka waktunya lebih
dari tiga tahun.
2. Penggolongan menurut kegunaannya
Apabila dilihat dari segi kegunaannya maka kredit digolongkan
menjadi :
a. Kredit investasi, kata investasi artinya adalah penanaman modal.
Dengan demikian kredit investasi adalah kredit yang diberikan
kepada nasabah untuk keperluan penanaman modal yang bersifat
ekspansi, modernisasi, rehabilitasi perusahaan, dan tahan lama.
Seperti tanah, mesin, dll. Karenanya pula kredit investasi ini sering
disebut sebagai kredit bantuan proyek.
b. Kredit modal kerja, adalah kredit yang diberikan untuk
kepentingan kelancaran modal kerja nasabah. Jadi kredit ini
sasarannya untuk membiayai biaya operasi usaha nasabah. Kredit
tersebut dipergunakan untuk membiayai pembelian dan modal
22
lancar yang habis dalam pemakaian, seperti barang dagangan,
bahan baku, dll.
c. Kredit profesi, kredit ini diberikan bank kepada nasabah
semata-mata untuk kepentingan profesinya. Sebenarnya kredit tersebut
tidaklah berbeda dari kredit investasi, yang berbeda hanya terletak
pada kedudukan atau status nasabah.
3. Penggolongan menurut pemakaiannya
Apabila kredit dilihat dari sudut pemakaiannya maka kredit dapat
digolongkan dalam :
a. Kredit konsumtif, adalah kredit yang diberikan kepada nasabah
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Seperti kredit yang
diberikan untuk membeli alat-alat rumah tangga. Dengan kata lain
jenis kredit konsumtif ini adalah kredit yang tidak memberikan
tambahan hasil dari jenis produk atau barang yang dibeli dengan
uang kredit tersebut.
b. Kredit produktif, merupakan kebalikan dari kredit konsumtif, sebab
pada kredit produktif, pembiayaan bank ditujukan untuk keperluan
usaha nasabah agar produktifitas bertambah meningkat. Bentuk
kredit produktif dapat berupa kredit investasi maupun kredit modal
kerja, karena kedua kredit tersebut diberikan untuk meningkatkan
produktifitas usahanya.
c. Kredit likuiditas, diberikan kepada debitur dengan tujuan untuk
kredit likuiditas Bank Indonesia yang diberikan kepada bank-bank
yang memiliki likuiditas dibawah minimal tertentu.
4. Penggolongan berdasaran waktu pencairannya
Apabila suatu kredit dilihat dari sudut pandang waktu pencairannya,
maka kredit jenis ini dapat dibagi atas :
a. Kredit tunai (cash credit). Adalah kredit yang pencairan dananya
dilakukan secara tunai, hal ini dapat dilakukan dengan cara
memindah bukukan ke dalam rekening debitur.
b. Kredit tidak tunai (non cash credit). Adalah merupakan kredit yang
pembayarannya tidak dilakukan saat perjanjian selesai dibuat, akan
tetapi pembayaran baru dilakukan oleh kreditur kepada debitur
apabila debitur telah melakukan suatu pekerjaan tertentu. Yang
termasuk ke dalam jenis kredit yang tidak tunai diantaranya :
1) Garansi bank atau Standby L/C, dalam hal ini bank akan
membayarkan jumlah tertentu kepada debitur apabila debitur
telah melakukan suatu perbuatan tertentu, misalnya jika pada
suatu saat pihak pemohon garansi tidak melaksanakan
kewajibannya kepada pihak lain. Dalam keadaan demikian,
maka pihak bank-lah yang akan membayarnya.
2) Letter of credit, adalah merupakan jaminan kepada penjual
atau pengirim barang dimana bank akan membayar sejumlah
uang tertentu jika semua dokumen-dokumen tertentu telah
5. Penggolongan berdasarkan jaminan (collateral)23
a. Kredit dengan jaminan (secured loan)
b. Kredit dengan tanpa jaminan (unsecured loan)
Hal diatas merupakan beberapa jenis kredit perbankan yang pembagian
jenis-jenis itu masih dapat dilakukan lagi berdasarkan cara bagaimana melihatnya
yang kurang lebih sama, namun hanya sedikit berbeda tergantung cara
melihatnya. Jenis-jenis kredit diatas adalah merupakan jenis kredit yang terdapat
di bank umum. Ciri utamanya adalah sistem pembagian keuntungan berdasarkan
bunga (interest) dan terdapatnya sistem agunan sebagai jaminan atas kredit yang
diberikan bank selaku kreditur kepada debitur atau nasabah.
Sejalan dengan perkembangan perbankan di Indonesia, maka jenis kredit
perbankan ini menjadi bertambah dengan diperkenalkannnya sistem perbankan
berdasarkan prinsip syariah Islam dengan ciri utamanya pembagian keuntungan
berdasarkan bagi hasil (profit sharing).
C. Tujuan dan Fungsi Kredit Pembiayaan Perbankan
Tujuan dan fungsi kredit merupakan bagian penting dari kredit. Yaitu
untuk apa kredit tersebut digunakan, dan apa fungsi dari pemberian kredit
tersebut. Inti dari pemberian kredit adalah pemberian pinjaman kepada nasabah
yang memerlukan pinjaman untuk kebutuhannya. Penyimpangan terhadap
penggunaan kredit yang tidak sesuai dengan saat aplikasi merupakan tindakan
yang dilarang oleh perjanjian kredit.
23
Di negara kita Indonesia yang berfalsafah pancasila maka tujuan kredit
tidak hanya semata-mata mencari keuntungan, melainkan disesuaikan dengan
tujuan negara yaitu untuk mencapai masyarakat adil makmur berdasarkan
pancasila. Kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk
merangsang bagi kedua belah pihak untuk saling menolong untuk tujuan
pencapaian kebutuhan baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari.
Pihak yang mendapat kredit harus dapat menujukkan prestasi yang lebih tinggi
dari kemajuan usahanya itu sendiri, atau mendapatkan pemenuhan kebutuhannya.
Suatu kredit mencapai fungsinya, apabila secara sosial ekonomis, baik
bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh yang lebih baik.
Bagi pihak debitur dan kreditur, mereka memperoleh keuntungan, juga mengalami
peningkatan kesejahteraan, sedangkan bagi negara mengalami tambahan
penerimaan negara dari pajak, juga kemajuan ekonomi yang bersifat mikro
maupun makro.
Sekarang ini kredit dalam kehidupan perekonomian, dan perdagangan
mempunyai fungsi :24
1. Meningkatkan daya guna uang.
Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro,
deposito, ataupun tabungan. Uang tersebut kemudian diberikan sebagai
pinjaman kepada perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan
produksinya, perdagangan, maupun untuk usaha-usaha rehabilitasi
ataupun usaha memulai yang baru.
24
2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
Seperti halnya meningkatkan daya guna uang, kredit juga mampu
meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Uang yang disimpan
oleh para penabung tidaklah diam mengendap di bank melainkan
disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat baik bagi pengusaha
maupun bagi masyarakat.
3. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang.
Dengan mendapat kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku
menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi
meningkat. Disamping itu juga dapat meningkatkan peredaran barang
dari satu tempat yang kegunaannya kurang, ketempat yang lebih
bermanfaat. Seluruh barang-barang yang dipindahkan dari suatu
tempat ketempat lain yang kemanfaatannya lebih terasa pada dasarnya
meningkatkan daya guna dari barang itu, pemindahan barang-barang
tersebut tidaklah dapat diatasi oleh keuangan para distributor saja,
karena itu mereka memerlukan bantuan yang berupa kredit dari bank.
4. Salah satu alat stabilitas ekonomi.
Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah
stabilisasi ekonomi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha antara
lain dengan pengendalian inflasi, peningkatan ekspor, dan pemenuhan
kebutuhan pokok rakyat. Untuk menekan arus inflasi dan terutama
untuk usaha pembangunan ekonomi, kredit bank memegang peranan
pembatasan kualitatif, dijalankan secara selektif untuk menutup
usaha-usaha yang bersifat spekulatif, yaitu mengarah ke sektor-sektor yang
produktif dan prioritas yang secara langsung berpengaruh pada hajat
hidup masyarakat. Seperti di Indonesia diarahkan pada sektor-sektor
pertanian, industri, sandang pangan, produksi barang-barang ekspor,
dan lain-lain.
5. Meningkatkan kegairahan berusaha.
Setiap orang dan badan hukum yang berusaha, selalu ingin
meningkatkan usahanya, namun adakalanya dibatasi oleh kemampuan
di bidang permodalan. Dengan bantuan kredit yang diberikan oleh
bank akan mengatasi kekurangmampuan para pengusaha di bidang
permodalan tersebut, sehingga mereka dapat meningkatkan volume
usahanya dan produktifitasnya.
6. Meningkatkan pemerataan pendapatan.
Dengan bantuan kredit dari bank, maka para pengusaha akan dapat
memperluas usahanya dengan mendirikan proyek-proyek baru. Dengan
pendirian proyek ini akan membutuhkan tenaga kerja untuk
melaksanakan proyek tersebut, dan berarti mereka akan memperoleh
pendapatan (income). Jika perusahaan usaha dan pendirian
proyek-proyek baru tersebut telah selesai, maka mengoperasikannya
diperlukan pengelolaan yang membutuhkan tenaga kerja pula. Dengan
tertampungnya tenaga kerja tersebut, maka berarti terjadilah
7. Meningkatkan hubungan internasional.
Bank sebagai lembaga kredit tidak saja bergerak di dalam negeri, tetapi
juga di luar negeri. Bank-bank besar di luar negeri dapat memberikan
bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada perusahaan-perusahaan di dalam negeri.
Negara-negara yang kuat ekonominya, demi persahabatan antar Negara-negara banyak
memberikan bantuan kepada negara-negara yang sedang berkembang
dalam bentuk bantuan kredit dengan syarat ringan yaitu bunga yang
relative murah dan waktu penggunaan yang lama. Memulai bantuan ini
dapat mempererat hubungan antar negara yang bersangkutan, yaitu
dengan bantuan kredit antar negara atau yang dikenal dengan kredit G
to G (government to government).
Dalam kasus tertentu, kegunaan kredit sebenarnya adalah untuk melunasi
kredit. Misalnya jika nasabah memerlukan bridging loan yaitu kredit yang
mendesak dalam jangka pendek serta sudah adanya kepastian dana sebagai
pelunasannya, maka bridging loan tersebut dapat dipenuhi antara lain dengan
adanya kepastian pelunasan bridging loan dari hasil pencairan kredit investasi
yang disetujui. Oleh karena itu, kredit investasi tersebut dalam persyaratan
penarikannya perlu menyebutkan klausula yang intinya bahwa pencairan kredit
tersebut digunakan untuk melunasi bridging loan yang bersangkutan.25
Sedang dalam hal tujuan kredit, kredit multiguna atau konsumtif,
penggunaannya dapat dilakukan secara bebas, tetapi perlu diingatkan bahwa
25
kredit tersebut hanya dapat digunakan dalam kegiatan usaha yang tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum (public
policy).
Di samping itu, kredit juga dapat digunakan untuk pembiayaan kembali
(refinancing). Istilah refinancing mempunyai beberapa pengertian, tetapi yang
terpenting dari istilah refinancing adalah sebelumnya telah terdapat pembiayaan
atas barang yang dijadikan objek kredit.26
D. Berakhirnya Perjanjian Kredit Pembiayaan Perbankan
Kredit juga dapat digunakan untuk take over atau pelunasan kredit pada
lembaga lain, baik melalui lembaga novasi atau subrogasi atau cessie, dengan
suatu pola yang dalam praktik perbankan dikenal dengan istilah take over,
transfer balance atau asset buying.
Berakhirnya kredit pembiayaan seiring dengan berakhirnya perjanjian
kredit pembiayaan. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 11 Undang-Undang
Nomor 10 tahun 1998, perjanjian kredit atau perjanjian persetujuan akan
pembiayaan dibuat secara kontraktual berdasarkan pinjam meminjam yang diatur
dalam Buku Ketiga Bab XIII Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Karenanya
pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur cara hapusnya
perikatan dapat diberlakukan pula pada perjanjian kredit bank. Umumnya
perjanjian kredit bank harus hapus atau berakhir karena hal-hal dibawah ini:27
1. Pembayaran
26
Ibid, hlm. 264
27
Pembayaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitor, baik
pembayaran utang pokok, bunga, denda, maupun biaya-biaya lainnya yang
wajib dibayar lunas oleh debitor. Pembayaran lunas ini baik karena jatuh
tempo kreditnya atau karena diharuskannya debitor melunasi kreditnya
secara seketika dan sekaligus (opelbaarheid clause).28
2. Subrogasi (subrogatie)
Pasal 1382 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan
kemungkinan pembayaran (pelunasan) utang dilakukan oleh pihak ketiga
kepada pihak berpiutang (kreditor), sehingga terjadi penggantian
kedudukan atau hak-hak kreditor oleh pihak ketiga. Inilah yang dinamakan
dengan subrogasi. Jadi subrogasi ini terjadi karena adanya penggantian
kedudukan atau hak-hak kreditor lama oleh kreditor baru dengan
mengadakan pembayaran. Dengan adanya subrogasi, maka segala
kedudukan atau hak-hak yang dipunyai oleh kreditor lama beralih kepada
pihak ketiga. Berdasarkan pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, terjadinya subrogasi bisa karena perjanjian atau demi
undang-undang, diatur lebih lanjut dalam pasal 1401 dan pasal 1402 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
3. Pembaruan utang (novasi)
Pembaruan utang terjadi dengan jalan mengganti utang lama dengan utang
baru, debitor lama dengan debitor baru, dan kreditor lama dengan kreditor
baru. Dalam hal ini bila utang lama diganti dengan utang baru terjadilah
28
penggantian objek perjanjian yang disebut “novasi objektif”. Disini utang
lama lenyap. Dalam hal terjadi penggantian orangnya (subjeknya), maka
jika diganti debitornya, pembaruan ini disebut “novasi subjektif pasif”.
Jika yang diganti itu kreditornya, pembaruan ini disebut “novasi subjektif
aktif”. Dalam hal ini utang lama lenyap.29
a. dengan membuat suatu perikatan utang baru yang menggantikan
perikatan utang lama yang dihapuskan karenanya;
Pada umumnya pembaruan
utang yang terjadi dalam dunia perbankan adalah dengan mengganti atau
memperbarui perjanjian kredit bank yang ada. Dalam hal ini yang diganti
adalah perjanjian kredit banknya dengan perjanjian kredit bank yang baru.
Dengan terjadinya penggantian atau pembaruan perjanjian kredit, otomatis
perjanjian kredit bank yang lama berakhir atau tidak berlaku lagi. Pasal
1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan tiga cara untuk
melakukan novasi, yaitu:
b. dengan cara expromissie, yakni mengganti debitor lama dengan debitor
baru;
c. mengganti debitor lama dengan debitor baru sebagai akibat suatu
perjanjian baru yang diadakan.
4. Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang
ditentukan menurut jenis (generieke ziken), yang dipunyai oleh dua orang
atau pihak secara timbal balik, di mana masing-masing pihak
29
berkedudukan baik sebagai kreditor maupun debitor terhadap orang lain,
sampai jumlah terkecil yang ada diantara kedua utang tersebut.30 Dasar
kompensasi ini disebutkan dalam pasal 1425 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Dikatakan jika dua orang saling berhutang satu pada yang
lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang-piutang,
dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan. Kondisi
demikian ini dijalankan oleh bank dengan cara mengkompensasikan
barang jaminan debitor dengan utangnya kepada bank, sebesar jumlah
jaminan yang diambil alih tersebut.
30
BAB III
PEMBIAYAAN PADA PERBANKAN SYARIAH
A. Latar Belakang Lahirnya Perbankan Syariah Di Indonesia
Latar belakang pendirian bank syariah di Indonesia tidak terlepas dari
adanya wacana yang terus bergulir tentang pendirian bank-bank syariah di
negara-negara Islam. Ide pendirian perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat dari
berbagai Undang-Undang maupun keputusan lembaga-lembaga sosial
kemasyarakatan, maupun pandangan dari para intelektual Islam di Indonesia.
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan Islam yang banyak
memusatkan perhatian pada kondisi sosial, pendidikan, dan ekonomi umat Islam
pernah mengeluarkan seruan untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.
Didirikannya bank syariah dilatarbelakangi oleh keinginan umat Islam
untuk menghindari riba dalam kegiatan muamalahnya; memperoleh kesejahteraan
lahir batin melalui kegiatan muamalah yang sesuai dengan perintah agamanya;
sebagai alternatif lain dalam menikmati jasa-jasa perbankan yang dirasakannya
lebih sesuai, yaitu bank yang berusaha sebisa mungkin untuk beroperasi
berlandaskan kepada hukum-hukum Islam. Indonesia sebagai negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam terbesar di dunia juga telah merasakan
kebutuhan akan adanya bank yang diharapkan dapat memberikan
kemudahan-kemudahan dan jasa-jasa perbankan kepada semua umat Islam dan penduduk di
Indonesia yang beroperasi tanpa riba.31
31
Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah?, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hlm 10
Gagasan untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah
muncul sejak pertengahan tahun 1970-an, namun ada beberapa alasan yang
menghambat terealisasinya ide ini yaitu:32
1. Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur,
dan karena itu, tidak sejalan dengan UU Pokok Perbankan yang berlaku yakni UU No. 14 Tahun 1967
2. Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan
bagian dari atau berkaitan dengan konsep negara Islam dan karena itu tidak dikehendaki pemerintah.
3. Masih dipertanyakan siapa yang bersedia menaruh modal dalam
ventura semacam itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia.
Akhirnya gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi sejak tahun
1988, disaat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang
berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama pada waktu itu berusaha untuk
mendirikan bank bebas bunga, tapi tidak ada satupun perangkat hukum yang bisa
dirujuk, kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0%.
Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan
perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, yang kemudian dibahas
lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang berlangsung di hotel Sahid Jaya, Jakarta, 22-25 Agustus 1990,
dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia.
Industri perbankan yang pertama menggunakan sistem syariah adalah PT
Bank Muamalat Indonesia Tbk yang didirikan pada tahun 1991 dan memulai
kegiatan operasionalnya pada bulan Mei 1992. Walaupun perkembangannya agak
terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya. Pendirian
32
Bank Muamalat juga mendapat dukungan dari warga masyarakat yang dibuktikan
dengan komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp.84 miliar pada saat
penandatanganan akta pendirian perseroan. Selanjutnya pada acara silaturahim
peringatan pendirian bank tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen
dari warga masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp.106
miliar.33
Pendirian Bank Muamalat Indonesia ini diikuti oleh perkembangan
bank-bank perkreditan rakyat syariah (BPRS), namun demikian adanya dua jenis bank-bank
tersebut belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah. Oleh
karena itu, maka dibangunlah lembaga-lembaga simpan-pinjam yang disebut
Baitul Maal wa Tamwil (BMT).
Kemudian diikuti dengan kemunculan UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, di mana Perbankan Bagi Hasil diakui. Dalam UU tersebut pada Pasal
13 ayat (c) menyatakan bahwa salah satu usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun
1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip bagi Hasil dan diundangkan pada tanggal
30 Oktober 1992 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No. 119 Tahun
1992.
34
Terbitnya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 memiliki hikmah tersendiri
bagi dunia perbankan nasional di mana pemerintah membuka lebar kegiatan usaha