ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ASURANSI JIWA
MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI
ASPEK HUKUM PERIKATAN
(Studi Pada Asuransi Jiwa BNI Life)
T E S I S
Oleh
RINA ANDRIANA
087011166/MKn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ASURANSI JIWA
MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI
ASPEK HUKUM PERIKATAN
(Studi Pada Asuransi Jiwa BNI Life)
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
RINA ANDRIANA
087011166/MKn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ASURANSI JIWA MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERIKATAN
(Studi Pada Asuransi Jiwa BNI Life)
Nama Mahasiswa : RINA ANDRIANA
Nomor Pokok : 087011166
Program Studi : Magister Kenotariatan
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., CN, MS,
Ketua
Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum. Dr. T. Keizerina Devi A, S.H, CN.,M.Hum.
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum
Telah diuji pada :
Tanggal : 24 Februari 2011
____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS,CN.
Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum.
2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum
3. Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum
ABSTRAK
Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer of risk, yaitu pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada penanggung. Dalam pelaksanaannya pengikatan suatu perjanjian asuransi saat ini juga dilakukan melalui telemarketing yang berpeluang untuk timbulnya perselisihan karena pengikatan melalui telemarketing hanya berupa kesepakatan pra kontrak. Praktek perjanjian Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing
juga dilaksanakan oleh Asuransi Jiwa BNI Life.
Penulisan bertujuan untuk menjelaskan dasar hukum pengikatan asuransi jiwa melalui telemarketing pada Asuransi Jiwa BNI Life, keabsahan pengikatan asuransi melalui
telemarketing Asuransi Jiwa BNI Life ditinjau dari sudut aspek hukum perjanjian dan perlindungan hukum bagi tertanggung terhadap penggunaan telemarketing dalam pengikatan asuransi.
Penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif, yang menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisis tentang perjanjian Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing Pada Asuransi Jiwa BNI Life.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Telemarketing merupakan
penawaran/pemasaran produk asuransi jiwa media telepon yang digunakan oleh Asuransi Jiwa BNI Life dalam rangka peningkatan pemasaran produk asuransi jiwa. Akan tetapi, pengikatan asuransi melalui telemarketing hanya merupakan suatu kesepakatan prakontrak yang tidak mengikat seperti halnya polis asuransi. Kesepakatan melalui telemarketing dalam pelaksanaannya tidak menjadi suatu alat bukti karena hanya merupakan kesepakatan lisan. Hal ini disebabkan karena pembuktian keabsahan pengikatan asuransi melalui telemarketing
Asuransi Jiwa BNI Life ditinjau dari aspek hukum perikanan belum dilakukan penandatanganan perjanjian. Perlindungan konsumen bagi tertanggung terhadap penggunaan
telemarketing dalam pengikatan asuransi terpenuhinya hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan hukum ini dalam bentuk substansi/isi perjanjian antara konsumen dan produsen, seperti ketentuan tentang ganti rugi, jangka waktu pengajuan klaim, penyelesaian sengketa, dan sebagainya.
Kepada pihak perusahaan asuransi disarankan agar dalam memasarkan produk asuransi melalui telemarketing dapat memberikan informasi yang benar sehingga citra perusahaan dapat baik di mata nasabah dan tujuan pemasaran melalui telemarketing guna peningkatan jumlah nasabah dan pemasukan perusahaan melalui premi dapat diwujudkan. Kepada pihak calon nasabah agar dalam memberikan persetujuan untuk ikut dalam perjanjian asuransi jiwa agar dapat mempertimbangkan baik buruknya dan segera menghubungi pihak perusahaan asuransi guna mengajukan pengajuan Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ) oleh tertanggung dan penandatanganan perjanjian serta penerbitan polis asuransi atas nama calon nasabah sebagai tertanggung. Disarankan kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan agar dapat menjadi pengawas dalam pelaksanaan pemasaran program asuransi melalui telemarketing agar tidak merugikan pihak calon nasabah atau calon tertanggung. Di samping mengupayakan memberikan perlindungan secara hukum calon nasabah atau calon tertanggung sebagai konsumen produk asuransi.
Kata Kunci
ABSTRACT
Insurance brings about economic and social mission by providing the premium which is paid to the insurance company as the guarantee of the transfer of risk, that is, the risk transferring from the insured to the guarantor. In its implementation, an insurance agreement nowadays is done through telemarketing which can cause the dispute because the agreement through telemarketing is merely the agreement before the contract. In practice, the life insurance agreement through telemarketing is also done by Life Insurance of BNI Life.
This research was aimed to explain the legal ground of the life insurance agreement through telemarketing of Life Insurance of BNI Life, the validity of insurance agreement through telemarketing of Life Insurance of BNI Life, viewed from the legal aspect of agreement and the legal protection for the insured in using telemarketing in the insurance agreement.
The research used analytic descriptive method with judicial formative approach which explained, described, and analyzed the life insurance agreement through telemarketing of Life Insurance of BNI Life.
The result of the research showed that telemarketing was to offer/to market the life insurance product through telephone which was used by Life Insurance of BNI Life in order to increase the life insurance product. However, the insurance agreement through telemarketing was only an agreement before the contract which was nonbinding, unlike the insurance policy. The agreement through telemarketing, in practice, could not be evidence because it was only an oral agreement. The validity of the insurance agreement through telemarketing of the Life Insurance of BNI Life was not legally signed by both parties. The consumers protection for the insurance in using telemarketing in the insurance agreement is the fulfillment of the consumers rights, stipulated in Article 4, Act Number 8, 1999 about Consumer Protection. This legal protection is the substance of the agreement between consumers and producers, such as the legal provisions about compensation, the terms of filing a claim, the arbitration, and so on.
It is also suggested that the government should act as the supervisor in the implementation of insurance marketing program through telemarketing in order that the potential clients will not be injured. Besides that, the government should give legal protection to the potential clients or the potential insured as the consumers of the life insurance.
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan sampaikan kehadirat Allah SWT karena hanya
dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
dengan judul “ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ASURANSI JIWA MELALUI
TELEMARKETING DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERIKATAN (Studi
Pada Asuransi Jiwa BNI Life)”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih
yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan
amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., CN., MS., Prof. Dr.
Runtung, S.H., MHum., dan Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN, MHum.,
selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan
dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan
sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna
dan terarah.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, CTM, Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program
Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan
penulisan tesis ini.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum, selaku Sekretaris Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah
memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan
tesis ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,
yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat
bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di
6. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis
selama menjalani pendidikan.
7. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Kelas Reguler Khusus
angkatan tahun 2008 yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis
dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta Syah Maini yang tak pernah
berhenti menyayangi penulis dan tak mengenal lelah mendukung penulis baik
secara moril dan materil untuk memperoleh pendidikan yang baik sebagai
bekal kehidupan menjadi anak yang berguna, dan kepada ibunda Bertah
Adnanik yang tercinta, dengan uluran tangan dan doa-doanya yang telah
mendidik penulis, membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, ya
Allah, limpahkanlah rahmat dan hidayah-Mu kepada kedua orang tuaku,
jadikanlah kedua orang tuaku orang yang Engkau ridhoi dan limpahkanlah
segala kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Amin.
9. Adik-adik yang penulis sayangi : Rima Susanti, Rinaldo, Rinaldi yang telah
memberikan nasehat, dukungan dan menyayangi penulis selama ini.
10. Teristimewa buat anak-anakku tersayang : Buana Syhintia Rani, Yaasin
Aliakbar semoga menjadi anak yang sholeh dan sholeha.
11. Motivator terbesar dalam hidup Penulis yang selalu memberikan cinta, kasih
serta Saudara-saudariku yang telah memberikan semangat dan doa kepada
Penulis.
Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada
anak-anakku yang selama ini telah menjadi inspirasi dan memberikan semangat
sehingga menjadi motivasi warna tersendiri dalam kehidupan dan juga dalam
penyelesaian tesis pada di Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun
besar harapan penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak, terutama para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariaan
pada khususnya. Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu
dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada
kita semua.
Medan, Januari 2011
Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Rina Andriana
Tempat/Tgl. Lahir : Pekan Baru, 5 Juli 1976
Alamat : Jl. Merpati I No.163 Kel.Kenangan Baru P.Mandala
II. KELUARGA
Nama Anak : Buana Syhintia Rani
Yaasin Ali Akbar
ORANG TUA
Nama Ayah : Syah Maini
Nama Ibu : Berta Adnanik
III. PENDIDIKAN
- Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning di
Pekan Baru
DAFTAR ISI
A.Perjanjian Asuransi dan Dasar Hukum Asuransi ………….. 33B.Asas-asas Perjanjian Asuransi ……….. 50
C.Penggunaan Telemarketing Pengikatan Asuransi Jiwa pada BNI Life dan kaitannya dengan Asas Itikad Baik ………… 57
BAB III. KEABSAHAN PENGIKATAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING ASURANSI JIWA BNI LIFE DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERIKATAN A.Polis Sebagai Alat Bukti Perjanjian Asuransi ………. 69
BAB IV. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG
TERHADAP PENGGUNAAN TELEMARKETING
DALAM PENGIKATAN ASURANSI
A.Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Penggunaan
Telemarketing Dalam Pengikatan Asuransi Jiwa ………….. 81
B. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Asuransi Terhadap
Pengikatan Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing ………… 97
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……... 118
B. Saran ……... 119
DAFTAR PUSTAKA ……... 121
ABSTRAK
Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer of risk, yaitu pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada penanggung. Dalam pelaksanaannya pengikatan suatu perjanjian asuransi saat ini juga dilakukan melalui telemarketing yang berpeluang untuk timbulnya perselisihan karena pengikatan melalui telemarketing hanya berupa kesepakatan pra kontrak. Praktek perjanjian Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing
juga dilaksanakan oleh Asuransi Jiwa BNI Life.
Penulisan bertujuan untuk menjelaskan dasar hukum pengikatan asuransi jiwa melalui telemarketing pada Asuransi Jiwa BNI Life, keabsahan pengikatan asuransi melalui
telemarketing Asuransi Jiwa BNI Life ditinjau dari sudut aspek hukum perjanjian dan perlindungan hukum bagi tertanggung terhadap penggunaan telemarketing dalam pengikatan asuransi.
Penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif, yang menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisis tentang perjanjian Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing Pada Asuransi Jiwa BNI Life.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Telemarketing merupakan
penawaran/pemasaran produk asuransi jiwa media telepon yang digunakan oleh Asuransi Jiwa BNI Life dalam rangka peningkatan pemasaran produk asuransi jiwa. Akan tetapi, pengikatan asuransi melalui telemarketing hanya merupakan suatu kesepakatan prakontrak yang tidak mengikat seperti halnya polis asuransi. Kesepakatan melalui telemarketing dalam pelaksanaannya tidak menjadi suatu alat bukti karena hanya merupakan kesepakatan lisan. Hal ini disebabkan karena pembuktian keabsahan pengikatan asuransi melalui telemarketing
Asuransi Jiwa BNI Life ditinjau dari aspek hukum perikanan belum dilakukan penandatanganan perjanjian. Perlindungan konsumen bagi tertanggung terhadap penggunaan
telemarketing dalam pengikatan asuransi terpenuhinya hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan hukum ini dalam bentuk substansi/isi perjanjian antara konsumen dan produsen, seperti ketentuan tentang ganti rugi, jangka waktu pengajuan klaim, penyelesaian sengketa, dan sebagainya.
Kepada pihak perusahaan asuransi disarankan agar dalam memasarkan produk asuransi melalui telemarketing dapat memberikan informasi yang benar sehingga citra perusahaan dapat baik di mata nasabah dan tujuan pemasaran melalui telemarketing guna peningkatan jumlah nasabah dan pemasukan perusahaan melalui premi dapat diwujudkan. Kepada pihak calon nasabah agar dalam memberikan persetujuan untuk ikut dalam perjanjian asuransi jiwa agar dapat mempertimbangkan baik buruknya dan segera menghubungi pihak perusahaan asuransi guna mengajukan pengajuan Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ) oleh tertanggung dan penandatanganan perjanjian serta penerbitan polis asuransi atas nama calon nasabah sebagai tertanggung. Disarankan kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan agar dapat menjadi pengawas dalam pelaksanaan pemasaran program asuransi melalui telemarketing agar tidak merugikan pihak calon nasabah atau calon tertanggung. Di samping mengupayakan memberikan perlindungan secara hukum calon nasabah atau calon tertanggung sebagai konsumen produk asuransi.
Kata Kunci
ABSTRACT
Insurance brings about economic and social mission by providing the premium which is paid to the insurance company as the guarantee of the transfer of risk, that is, the risk transferring from the insured to the guarantor. In its implementation, an insurance agreement nowadays is done through telemarketing which can cause the dispute because the agreement through telemarketing is merely the agreement before the contract. In practice, the life insurance agreement through telemarketing is also done by Life Insurance of BNI Life.
This research was aimed to explain the legal ground of the life insurance agreement through telemarketing of Life Insurance of BNI Life, the validity of insurance agreement through telemarketing of Life Insurance of BNI Life, viewed from the legal aspect of agreement and the legal protection for the insured in using telemarketing in the insurance agreement.
The research used analytic descriptive method with judicial formative approach which explained, described, and analyzed the life insurance agreement through telemarketing of Life Insurance of BNI Life.
The result of the research showed that telemarketing was to offer/to market the life insurance product through telephone which was used by Life Insurance of BNI Life in order to increase the life insurance product. However, the insurance agreement through telemarketing was only an agreement before the contract which was nonbinding, unlike the insurance policy. The agreement through telemarketing, in practice, could not be evidence because it was only an oral agreement. The validity of the insurance agreement through telemarketing of the Life Insurance of BNI Life was not legally signed by both parties. The consumers protection for the insurance in using telemarketing in the insurance agreement is the fulfillment of the consumers rights, stipulated in Article 4, Act Number 8, 1999 about Consumer Protection. This legal protection is the substance of the agreement between consumers and producers, such as the legal provisions about compensation, the terms of filing a claim, the arbitration, and so on.
It is also suggested that the government should act as the supervisor in the implementation of insurance marketing program through telemarketing in order that the potential clients will not be injured. Besides that, the government should give legal protection to the potential clients or the potential insured as the consumers of the life insurance.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, semakin banyak
pula kemajuan yang dicapai oleh bangsa Indonesia. Perkembangan tersebut
tidak jarang menimbulkan kerugian yang cukup besar, antara lain terbakarnya
gedung-gedung, jatuhnya pesawat terbang, hilangnya dana deposan dan lain-lain.
Risiko-risiko tersebut tidak dikehendaki dan tidak dapat diduga kapan terjadinya
oleh siapapun. Oleh karena itu, manusia berusaha untuk menghindari risiko atau
minimal mengurangi beban kerugian yang menimpa dirinya atau harta bendanya.
Dalam menghadapi risiko yang dapat terjadi sewaktu-waktu, perlu diambil
langkah-langkah pengamanan agar dapat mengurangi kerugian apabila risiko
tersebut benar-benar dideritanya.
Adanya risiko-risiko kerugian tersebut, maka melalui lembaga asuransi dapat
dialihkan untuk mengatasinya yaitu dengan pemberian ganti kerugian oleh
lembaga asuransi apabila risiko itu benar-benar terjadi. Usaha perasuransian
sebagai salah satu lembaga keuangan menjadi penting peranannya karena dari
kegiatan usaha ini diharapkan dapat semakin meningkat lagi pengerahan
dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan.
Perusahaan asuransi dengan mengadakan perjanjian-perjanjian asuransi dan
dengan perjanjian. Dalam hal ini perusahaan berfungsi sebagai lembaga penerima
dan pengambil risiko pihak lain. Pembayaran sejumlah uang yang disebut premi
merupakan penerimaan dan pengambilalihan risiko oleh perusahaan asuransi.
Kumpulan dana yang relatif menjadi sangat besar dari pembayaran premi yang
diterima perusahaan dapat dimanfaatkan untuk operasional perusahaan.1
Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya
premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya
transfer of risk, yaitu pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada
penanggung. Asuransi sebagai mekanisme pemindahan resiko dimana individu
atau business memindahkan sebagian ketidakpastian sebagai imbalan pembayaran
premi. Definisi resiko disini adalah ketidakpastian terjadi atau tidaknya suatu
kerugian (the uncertainty of loss).2
Berdasarkan hal tersebut konsep asuransi memang memainkankan peranan
penting dalam kehidupan sosial-ekonomi manusia, sehingga jika konsep asuransi
dinilai sebagai konsep yang “digemari”. Mulai dari peranan dasarnya sebagai
sarana untuk mereproduksi rasa aman bagi para tertanggung, sampai pada peranan
jangka panjangnya sebagai salah satu sarana penunjang perekonomian negara.
Pada hakikatnya, konsep Asuransi adalah konsep klasik yang telah lama dipakai
dalam sejarah tatanan sosial. Konsep ini muncul bersamaan dengan munculnya
konsep tolong-menolong antar individu.
1
Annonimous, Perjanjian-Asuransi , http://jurnal.kesimpulan.com/html, Diakses September 2010
2
Jadi konsep asuransi juga merupakan faktor penunjang pelaksanaan
pembangunan nasional yang tentunya membutuhkan dana yang memadai. Oleh
karena itu, peran serta masyarakat dalam pembangunan sangat diperlukan terutama
dalam penghimpunan dana. Masyarakat juga harus semakin sadar bahwa
pembangunan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah akan tetapi juga
merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.
Peran serta masyarakat untuk menghimpun dana pembangunan dapat
melalui tabungan masyarakat, baik melalui lembaga perbankan maupun non-bank.
Lembaga non-bank tersebut salah satunya melalui lembaga asuransi. Lembaga ini
dapat disebut sebagai lembaga keuangan sebab melalui asuransi dapat dihimpun
dana dengan jumlah besar, yang dapat digunakan untuk membiayai pembagunan,
disamping bermanfaat bagi masyarakat yang berpasrtisipasi dalam bisnis
asuransi, karena sesungguhnya “ bertujuan untuk memberikan suatu perlindungan
(proteksi) atas kerugian keuangan (financial loss) yang timbul karena adanya
peristiwa tidak diduga sebelumnya (fortuitous event) “.3
Sedangkan lembaga perbankan hanya menghimpun dana melalui tabungan
masyarakat (deposito, tabungan, giro) dan menyalurkan kembali dana tersebut
kepada masyarakat dalam bentuk kredit untuk membiayai pembangunan. Hal ini
pula yang menjadi pertimbangan ditetapkan Undang–Undang Nomor 2 Tahun
3
1992 tentang Usaha Perasuransian (selanjutnya disebut “Undang-undang Usaha
Perasuransian”), yang menyebutkan “Guna menanggulangi resiko yang dihadapi
anggota masyarakat, diperlukan usaha perasuransian yang sehat “.
Selanjutnya di dalam penjelasannya menyatakan bahwa :
Pembangunan ekonomi memerlukan dukungan investasi dalam jumlah yang memadai yang pelaksanaannya harus berdasarkan kemampuan sendiri dan oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mengerahkan dana investasi, khususnya yang bersumber dari tabungan masyarakat. Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan menjadi penting peranannya karena dari kegiatan usaha ini diharapkan dapat semakin
meningkat lagi pengerahan dana masyarakat untuk pembiayaan
pembangunan.4
Mengenai pengertian asuransi di Indonesia saat ini diatur dalam Pasal 1
angka 1 Undang-undang Usaha Perasuransian sebagai berikut :
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tida pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.5
Selanjutnya menurut Undang-undang Usaha Perasuransian,
ditentukan bahwa usaha asuransi dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu :
1. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam
penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan
4
Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
5
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
2. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
3. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam asuransi ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian
atau perusahaan asuransi jiwa.6
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa dalam pelaksanaan pembangunan
tidak terlepas dari risiko-risiko yang dapat mengganggu hasil pembangunan yang
telah dicapai. Oleh karena itu, diperlukan usaha perasuransian yang dapat
menampung dan mengambil alih kerugian yang timbul dari berbagai risiko
tersebut. Manusia dalam melaksanakan aktifitas kegiatan sehari-hari sering
berhadapan dengan risiko yang dapat menimbulkan dampak kerugian akibat
peristiwa yang tidak diduga sebelumnya. Peristiwa ini dapat menimpa baik harta
maupun jiwa yang dapat mengakibatkan cacat badan bahkan kematian bagi
manusia itu sendiri. Untuk mengurangi risiko ini manusia mencari jalan keluar
agar ia tidak terlalu berat dalam menanggung risiko yang dideritanya. Oleh karena
itu, manusia mengalihkan resiko kepada pihak yang mau menerima peralihan
resiko, yang disebut penangung, yaitu perusahan asuransi. Untuk memperoleh
perlindungan atas jiwa yang menjadi objeknya maka tertanggung harus membayar
uang dalam bentuk premi kepada penanggung dengan syarat-syarat yang telah
6
disepakati oleh kedua belah pihak. Salah satu usaha tersebut diantaranya adalah
bidang asuransi jiwa yang diselenggarakan oleh perusahaan asuransi jiwa.
Di dalam Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1992, definisi perusahaan asuransi jiwa, yaitu “perusahaan
yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan
dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Perkembangan asuransi jiwa di Indonesia pada saat ini mempunyai prospek yang
cerah. Hal ini karena didukung oleh faktor-faktor, antara lain :
Pertama, jumlah penduduk Indonesia cukup besar yang diperkirakan lebih dari 220 juta jiwa.
Kedua, semakin meningkatnya kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang berarti semakin sadar juga masyarakat akan mengikuti program asuransi jiwa.
Ketiga, dengan semakin ketatnya pengawasan pemerintah terhadap tingkat kesehatan perusahan, berarti hak-hak pemegang polis akan dapat dilasanakan tepat pada waktunya, dan
Keempat, yaitu dengan terus menerus diadakan peningkatan sistem kerja, kualitas sumber daya manusia dan dukungan teknologi informasi.7
Oleh karena itu, dewasa ini tumbuh dan berkembang puluhan bahkan ratusan
perusahan asuransi di Indonesia menawarkan jasanya. Mereka menawarkan
jasanya agar seseorang anggota masyarakat bersedia menjadi angota atau nasabah
suatu perusahaan asuransi. Pada kenyatannya kinerja perusahaan asuransi di
Indonesia pada saat ini dapat dikatakan umumnya belum menggembirakan begitu
menggembirakan, yang mana dari pihak pengelola usaha asuransi belum
7
memberikan pelayanan yang baik, bahkan sering kali melakukan penipuan
terhadap konsumen atau muncul kesan dipersulit ketika akan menggugat hak, baik
dalam asuransi jiwa maupun dalam asuransi kerugian. Sedangkan dari pihak
masyararat industri asuransi kurang diminati, disamping minimnya pengetahuan
masyarakat terhadap asuransi, juga disebabkan masih rendahnya income per kapita
masyarakat.8
Usaha perasuransian di Indonesia berbeda dengan usaha perasuransian yang
ada di negara-negara yang lain. Usaha perasuransian di negara-negara lain yang
aktif adalah pihak tertanggung, mereka yang berinisiatif untuk mendatangi
perusahan asuransi guna memenuhi kewajibannya yaitu membayar premi.
Sedangkan di Indonesia yang aktif adalah pihak penanggung yaitu pihak asuransi,
dalam hal ini pihak asuransi selaku penanggung memungut premi kepada pihak
tertanggung. Oleh karenanya, hal-hal seperti inilah yang menjadi salah satu
penghambat kelancaran usaha perasuransian di Indonesia dan dapat menjadi salah
satu penyebab terjadinya pemutusan hubungan asuransi. Suatu pemutusan
hubungan asuransi dapat terjadi karena pihak tetanggung tidak dapat memenuhi
kewajibannya untuk membayar premi sampai jangka waktu yang telah ditentukan
sebelumnya.
Asuransi yang juga merupakan sebagai suatu perjanjian, dalam memenuhi
prestasinya maka masing-masing pihak harus mempunyai iktikad baik. Adapun
ukuran iktikad baik adalah kepatutan dan keadilan. “Kepatutan di dalam perjanjian
8
dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah satu pihak
terdesak, jadi harus ada keseimbanganantara berbagai kepentingan pihak-pihak
yang bersangkutan”.9 Sedangkan “Keadilan adalah kepastian untuk mendapatkan
apa yang sudah dijanjikan, namun pemenuhan janji itu harus memperhatikan
norma-norma yang berlaku“.10
Pada penawaran asuransi ada beberapa cara ataupun penjualan produk,
antara lain : Pertama dilakukan melalui tatap muka ataupun berhadap secara
langsung dengan nasabah sendiri, penawar seperti ini sering kali dijumpai dan
temui dalam kesehari-harian, Kedua nasabah yang datang dengan sendirinya
menemui pihak ansuransi, namun hal ini jarang terjadi, Ketiga yang saat ini
berpeluang menimbulkan terjadinya permasalahan hukum dikemudian hari yaitu
penawaran melalui telepon atau sering disebut di dunia bisnis adalah
Telemarketing (penawaran/pemasaran produk lewat telepon).
Praktek Telemarketing ini apabila ditinjau melalui Undang-undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), selanjutnya
disebut UUITE, dapat digolongkan sebagai bentuk transaksi elektronik
karena dilakukan melalui sarana telekomunikasi telepon. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 angka 10 UU ITE disebutkan bahwa “Transaksi elektronik
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer,
9
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Cet. Pertama, PT. Intermasa, Jakarta 1983, hal 87.
10
jaringan komputer, atau media elektronik lainnya”. Transaksi secara elektronik,
pada dasarnya adalah perikatan ataupun hubungan hukum yang dilakukan
secara elektronik dengan memadukan jaringan dari sistem elektronik
berbasiskan komputer dengan sistem komunikasi, yang selanjutnya difasilitasi
oleh keberadaan jaringan komputer global atau Internet termasuk melalui sarana
telepon.11
Transaksi elektronik dipandang sebagai bagian dari perikatan para pihak
(Pasal 1233 KUH Perdata yaitu Perikatan, lahir karena suatu persetujuan
atau karena undang-undang).12 Transaksi tersebut akan merujuk kepada semua
jenis dan mekanisme dalam melakukan hubungan hukum secara elektronik itu
sendiri yang akan mencakup jual beli, lisensi, asuransi, lelang, dan
perikatan-perikatan lain yang lahir sesuai dengan perkembangan mekanisme perdagangan di
masyarakat.
Adapun market penjualan jarak jauh ini tidak mengacaukan dengan
pengertian manajemen jarak jauh (telemanagement) meskipun kedua disiplin itu
erat kaitanya. Pemasaran jarak jauh sering digunakan sebagai pendukung saluran
penjualan dan adakalanya untuk menangani tugas yang tidak dapat ditangani
melalui saluran utama dengan biaya yang efektif.13
11
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
12
Lihat Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
13
Telemarketing ini merupakan konsep penjualan dengan memakai sarana
telepon dan dilakukan dalam volume tinggi tetapi tetap mengunakan arahan dan
prosedur penjualan dengan aturan managemen pelanggan sehingga pelanggan akan
merasa diperhatikan dengan kebutuhan-kebutuhan mereka yang terpenuhi.14
Telemarketing adalah metode pemasaran yang langsung dilakukan oleh
telemarker dengan calon nasabah (tertangung), telemarketing menggunakan
telepon dengan tidak bertemu muka dengan agen asuransi dengan calon
tertangung merupakan hal yang di luar kebiasaan permasalahan asuransi jiwa
pada umumnya. Hal ini kemudian membawa permasalahan mengenai dimana
dasar hukum perikatannya dan resiko-resiko sengketa yang mungkin terjadi
dengan diterapkannya konsep atau metode telemarketing dalam pengikatan
asuransi jiwa antara pihak penanggung dengan nasabah atau tertanggung.
Salah satu perusahaan Asuransi yang juga telah menerapkan metode
telemarketing ini adalah BNI Life yang merupakan anak perusahaan yang
dari PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk. BNI Life didirikan dengan nama
PT. Asuransi Jiwa BNI Jiwasraya – BNI Life Insurance, merupakan perpaduan
antara dua nama besar dan profesional dari Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk
dan PT. Asuransi Jiwasraya.15
14
Ibid.
15
Untuk meningkatkan layanan kepada nasabah dengan penyediaan keragaman
produk, BNI luncurkan Telemarketing Bancassurance, yaitu channeling
pemasaran Bancassurance dalam memasarkan portofolio asuransi kepada nasabah
BNI. Layanan ini merupakan komitmen BNI untuk mempermudah nasabah
mendapatkan perlindungan asuransi dengan mudah, harga premi terjangkau dan
dapat memanfaatkan layanan BNI dalam berasuransi, seperti pembayaran melalui
electronic banking. Untuk layanan telemarketing bancassurance ini, BNI menjalin
kerjasama dengan 3 perusahaan asuransi, yaitu PT Asuransi CIGNA, PT Sun Life
Financial Indonesia, dan PT AIG LIFE.
Melalui pemasaran produk asuransi jiwa melalui telemarketing ini akan
mendapat hasil yang baik mengingat BNI memiliki customer based sebanyak
9 juta nasabah. Ditambah dengan proses aplikasi dan persyaratannya yang cukup
ringan. Selain itu, BNI Life, selama ini juga telah memiliki produk-produk
bancassurance, yang merupakan bagian dari layanan wealth management BNI.
Hasil penelaahan dan pengamatan penulis pada pelaksanaan telemarketing
sering timbul permasalahan antara penanggung dan tertanggung. Adapun
permasalahan yang terjadi akibat pemasaran telemarketing ini ditinjau dari
syarat-syarat dan perikatannya. Hal ini disebabkan karena, pemasaran melalui
telemarketing ini pada dasarnya hanya merupakan suatu perjanjian prakontrak
perjanjian antara nasabah atau tertanggung dengan perusahaan asuransi tetap
dilakukan melalui penandatanganan polis.
Berdasarkan uraian hal tersebut di atas, penulis mencoba menganalisis
penerapan telemarketing ditinjau dari hukum perikatan dan selanjutnya dituangkan
dalam bentuk tesis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ASURANSI
JIWA MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI ASPEK HUKUM
PERIKATAN (Studi Pada Asuransi Jiwa BNI Life)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, yang menjadi rumusan masalah
dalam tesis ini adalah :
1. Bagaimana dasar hukum pengikatan asuransi jiwa melalui telemarketing
pada Asuransi Jiwa BNI Life ?
2. Bagaimana keabsahan pengikatan asuransi melalui telemarketing Asuransi Jiwa
BNI Life ditinjau dari sudut aspek hukum perjanjian ?
3. Bagaimana perlindungan hukum bagi tertanggung terhadap penggunaan
telemarketing dalam pengikatan asuransi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang akan dikemukakan di atas, maka
1. Untuk mengetahui dasar hukum pengikatan asuransi jiwa melalui telemarketing
pada Asuransi Jiwa BNI Life.
2. Untuk mengetahui keabsahan pengikatan asuransi melalui telemarketing
Asuransi Jiwa BNI Life ditinjau dari sudut aspek hukum perikatan.
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi tertanggung terhadap penggunaan
telemarketing dalam pengikatan asuransi.
D.Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
ilmu pengetahuan, khususnya dalam hukum asuransi dan perikatan di Indonesia.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan
perangkat peraturan mengenai hukum perikatan, khususnya mengenai penjualan
produk asuransi jiwa melalui telemarketing ditinjau dari sudut perjanjian. Selain
itu, diharapkan para nasabah untuk lebih teliti dan memperhatikan lagi tentang
keabsahan penandatangan polis dalam suatu perjanjian asuransi setelah adanya
kesepakatan yang dibuat melalui telemarketing.
Secara praktis, penelitian ini ditujukan kepada masyarakat dan pihak
asuransi yaitu pihak yang berkaitan langsung maupun yang tidak langsung
terhadap kegiatan yang terjadi pada perjanjian asuransi jiwa agar lebih mengetahui
dan memahami tentang penjualan produk asuransi jiwa itu malalui telemarketing
E.Keaslian Penulisan
Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi data yang ada
dan penelusuran lebih lanjut pada kepustakaan khususnya kepustakaan
Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas
Sumatera Utara, Medan diketahui bahwa belum ada penelitian sebelumnya yang
berjudul “ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ASURANSI JIWA MELALUI
TELEMARKETING DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERIKATAN (Studi Pada
Asuransi Jiwa BNI Life)”. Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat
dipertanggungjawabkan kemurniannya secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori ini adalah merupakan kerangka berpikir lebih lanjut terhadap
masalah-masalah yang diteliti. Sebelum mengetahui kegunaan dari kerangka teori,
maka perlu diketahui lebih dahulu mengenai arti teori. Menurut Bintoro
Tjokroamidjojo dan Mustafa Adidjojo, "teori diartikan sebagai ungkapan
mengenai hubungan kasual yang logis diantara perubahan (variabel) dalam bidang
tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berfikir (frame of thinking)
tersebut“.16 "Teori adalah suatu hal yang digunakan untuk menerangkan atau
menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses terjadi“.17
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk
dan meramalkan serta menjelaskan hal yang diamati, karena penelitian ini
merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas
ilmu hukum.
Apabila dikaitkan dengan objek penelitian dalam hal ini perjanjian asuransi
yang merupakan salah satu jenis penyebab timbulnya suatu perikatan, maka dalam
hal ini dapat dilihat pendapat Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa
“perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang
terletak dalam harta kekayaan dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan
pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.18 Volmar menyebutkan bahwa ditinjau
dari isinya ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus
melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap kreditur kalau
perlu dengan bantuan hakim.19 Dalam hal ini teori tersebut dapat dijadikan alat
analisis untuk melihat keabsahan praktek telemarketing dalam perjanjian asuransi
jiwa ditinjau dari aspek hukum perikatan.
16
Bintoro Tjokroamidjojo, Mustofa Adidjojo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional,
CV. Haji Mas Agung, Jakarta, 1998, hal 12.
17
J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI Press, Jakarta, , 1996, hal. 203.
18
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum BIsnis, Alumni, Bandung, 1994, hal 3.
19
"Istilah asuransi atau pertanggungan berasal dari bahasa Belanda:
Verzekarim dan Assurantie".20 Dalam bahasa Inggris dipakai istilah Insurance.
Istilah Assurantie dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi asuransi atau
pertanggungan. Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, "perjanjian yang
timbul antara orang yang khawatir akan menderita kerugian dengan orang yang
akan menanggung kerugian disebut dengan perjanjian pertanggungan “.21
Sedangkan definisi dari pertanggungan atau asuransi antara lain terdapat
pada Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), yang
menyebutkan sebagai berikut :
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti.
Dari pengertian Pasal 246 KUHD tersebut dapat diketahui bahwa ada
beberapa unsur yang terlibat dalam asuransi, yaitu: pihak-pihak, status pihak-
pihak, objek asuransi, peristiwa asuransi dan hubungan asuransi.22
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian (UU Usaha Perasuransian), mendefenisikan asuransi atau
pertanggungan sebagai berikut:
20
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, (Pokok-pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa), Cet. keempat, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1982, hal 6.
21 Ibid
hal 5.
22
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Dengan demikian asuransi mempunyai tujuan untuk mengalihkan segala
risiko yang timbul oleh peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya
kepada orang lain yang bersedia mengambil risiko untuk mengganti kerugian.
Atas tindakan yang dilakukan tersebut pihak yang bersedia mengambil risiko
(penanggung) akan menerima premi dari pihak tertanggung.
Ditinjau dari segi asuransi," risiko adalah kemungkinan kerugian yang
akan dialami diakibatkan oleh bahaya yang mungkin akan terjadi tetapi
tidak diketahui terlebih dahulu apakah akan terjadi dan kapan akan
terjadi“.23"Peristiwa yang kemungkinan menimbulkan risiko antara lain meninggal
dunia, kecelakaan yang dapat menimbulkan cacat tetap, menurunnya kesehatan
dan lanjut usia“.24
Menurut teori pengalihan risiko (Risk Transfer Theory), tujuan diadakannya
perjanjian asuransi adalah karena tertanggung menyadari bahwa ada ancaman
bahaya terhadap harta kekayaan yang miliknya. Jika bahaya tersebut menimpa
23 Ibid
, hal. 29.
24
harta kekayaan dia akan menderita kerugian, secara ekonomis, kerugian material
akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang dan juga ahli warisnya.
Pada dasarnya manusia tidak dapat menghindari risiko yang akan terjadi
seperti misalnya risiko kematian, manusia tidak dapat menghindari kematian yang
pasti akan terjadi walaupun kapan terjadinya tidak dapat dipastikan oleh manusia
itu sendiri. Demikian pula cacat tetap akibat kecelakaan yang belum pasti terjadi
namun kemungkinan dapat terjadi. Menurunnya tingkat kesehatan seseorang juga
dapat mempengaruhi nilai ekonomi manusia yang diukur berdasarkan
kemampuannya memperoleh penghasilan setiap berkala. Penghasilan yang
diperoleh seseorang kadangkala tidak hanya dinikmati oleh dirinya sendiri tetapi
juga oleh orang lain terutama orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya
seperti istri, anak dan orang tua mereka yang sudah tidak memperoleh
penghasilan.
Asuransi atau pertanggungan mempunyai tujuan untuk mengalihkan segala
risiko yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya
kepada pihak lain yang mengambil risiko itu untuk mengganti kerugian.
Sebaliknya orang-orang atau pihak yang menerima risiko itu, yang disebut
"penanggung bukan semata-mata melakukan itu demi peri kemanusiaan saja dan
bukan pula bahwa dengan tindakan itu kepentingan-kepentingan mereka menjadi
yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa itu“.25 Dengan kata lain, penanggung
melakukan hal tersebut untuk kepentingan ekonomi dan kepentingan sosial.
Mengenai asas-asas yang mendasari tindakan-tindakan di bidang asuransi
adalah:
1. Asas Kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest);
2. Asas Indemnitas;
3. Asas Iktikad baik (principle of utmost good faith);
4. Asas Subrogasi
5. Asas Kontribusi
Asas-asas tersebut memegang peranan penting dalam praktek perjanjian
asuransi pada umumnya. Untuk asuransi jiwa ada beberapa asas yang tidak berlaku
maupun mengalami penyesuaian-penyesuaian. Radiks purba mengatakan bahwa,
"dalam asuransi jiwa ada dua asas hukum yang harus diperhatikan yaitu asas
kepentingan yang diasuransikan (insurable interest) dan asas iktikad baik
(principle of utmost good faith) ".26 Asas iktikad baik ini dalam asas asuransi pada
umumnya sering disebut asas kejujuran yang sempurna. "Asas iktikad baik
25
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, (Pokok-pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa), (Yogyakarta: Ctk. keempat, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1982) hal 5.
26
menjadi salah satu instrumen hukum untuk membatasi kebebasan berkontrak dan
kekuatan mengikatnya perjanjian"".27
Pada umumnya, secara yuridis asuransi dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Asuransi kerugian (schadeverzekering);
2. Asuransi jumlah (sommenverzekering).
Asuransi kerugian adalah suatu perjanjian asuransi yang berisikan ketentuan
bahwa penanggung mengikatkan dirinya untuk melakukan prestasi berupa
memberikan ganti kerugian kepada tertanggung seimbang dengan kerugian yang
diderita oleh pihak yang disebut terakhir. Termasuk dalam asuransi kerugian
adalah semua jenis asuransi yang kepentingannya dapat dinilai dengan uang,
misalnya :
1. Asuransi pencurian (theft insurance);
2. Asuransi pembongkaran (burglary insurance);
3. Asuransi perampokan (robbery insurance);
4. Asuransi kebakaran (fire insurance);
5. Asuransi terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanian (crop
insurance).
Asuransi jumlah adalah suatu perjanjian asuransi yang berisi ketentuan
bahwa penanggung terikat untuk melakukan prestasi berupa pembayaran sejumlah
27
uang yang besarnya sudah ditentukan sebelumnya. Beberapa ciri asuransi jumlah
antara lain kepentingannya tidak bisa dinilai dengan uang, sejumlah uang yang
akan dibayarkan oleh penanggung telah ditentukan sebelumnya.28
Perbedaan pokok antara kedua asuransi tersebut bahwa dalam asuransi
kerugian, pihak penjamin (penanggung) berjanji akan mengganti kerugian tertentu
yang diderita pihak terjamin (tertanggung). Artinya jumlah uang yang dibayarkan
pihak penjamin (penanggung) tidak melebihi kerugian yang diderita pihak
terjamin (tertanggung). Sedangkan dalam asuransi jumlah si penjamin
(penanggung) berjanji akan membayar uang yang jumlahnya sudah ditentukan
sebelumnya tanpa disandarkan pada suatu kerugian tertentu.29
Kedua asuransi tersebut mempunyai beberapa persamaan yang di antaranya
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan ialah mengalihkan risiko dari pihak tertanggung kepada pihak penanggung.
2. Peralihan risiko itu harus dilaksanakan atas dasar kata sepakat dalam bentuk perjanjian yang disebut polis.
3. Perjanjian itu harus benar-benar ditutup oleh orang-orang yang
mempunyai kepentingan dengan objek perjanjian.
4. Perjanjian itu harus ditutup dengan iktikad baik dan dipertegas.30
Radiks Purba juga mengatakan bahwa :
Asuransi jiwa termasuk asuransi sejumlah uang hal ini dikarenakan pihak penanggung akan membayar uang pertanggungan kepada pihak tertanggung
28
Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Cet. Pertama, PT. Alumni, Bandung, 1997, hal 83.
jika peristiwa yang tidak diharapkan terjadi dan menimbulkan risiko. Pembayaran ini tidak didasarkan atas hilangnya jiwa seseorang, namun didasarkan pada kerugian keuangan sebagai akibat dari hilangnya jiwa seseorang".31
Untuk mendapatkan penanggungan dari perusahaan asuransi selaku pihak
penanggung, seorang calon tertanggung harus membuat "suatu perjanjian dimana
satu pihak mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang secara sekaligus atau
periodik, sedangkan pihak lain mengikatkan diri untuk membayar premi dan
pembayaran itu tergantung pada mati hidupnya seorang tertentu atau lebih,
perjanjian itu disebut dengan polis".32
Dalam Pasal 302 KUHD menyebutkan tentang pengertian asuransi sebagai
berikut, bahwa jika seseorang dapat dipertanggungkan untuk keperluan orang yang
berkepentingan itu, baik untuk selama hidupnya maupun waktu yang ditentukan
dalam perjanjian.
Perjanjian asuransi jiwa merupakan perjanjian antara dua pihak, yaitu antara
penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung atau pemegang polis.
Masing-masing pihak mempunyai kewajiban dan hak yang diatur dalam
syarat-syarat umum asuransi jiwa atau syarat-syarat-syarat-syarat umum polis. Disebut syarat-syarat-syarat-syarat
umum hal ini dikarenakan syarat-syarat itu berlaku secara umum dalam
perasuransian jiwa.
31
Radiks Purba, Op.Cit., hal-272.
32
Syarat sahnya untuk mengadakan perjanjian asuransi sama seperti syarat-syarat
untuk mengadakan perjanjian pada umumnya. Syarat sahnya suatu perjanjian
diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu
1. Sepakat diantara mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal".33
Dua syarat pertama disebut dengan syarat subjektif karena mengenai
orang-orang yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat terakhir dinamakan
dengan syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh objek dari
perbuatan hukum yang dilakukan".34
Syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata tersebut bersifat
kumulatif, artinya keempat syarat tersebut harus dipenuhi semuanya. Apabila
salah satu syarat tidak terpenuhi maka harus dibedakan antara syarat yang bersifat
subjektif dengan syarat yang bersifat objektif, karena akan menimbulkan
akibat hukum yang berbeda. "Untuk syarat yang bersifat subjektif, jika tidak
terpenuhi maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya
perjanjian dibatalkan".35 "Putusan pengadilan adalah perlu untuk menyatakan
pembatalan. Pihak-pihak yang berkepentingan harus mengajukan permohonan
kepada pengadilan agar persetujuan yang dibuatnya dibatalkan. Andaikata
33
Lihat Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
34
R. Soebekti, Op.Cit., hal. 17.
35
pengadilan mengabulkan permohonan tersebut, maka persetujuan yang dibatalkan
itu batal dari semula".36 Perjanjian yang dibuat tetap mengikat sepanjang tidak
dibatalkan oleh hakim atas permohonan pihak yang berhak memohonkan
pembatalan tersebut. Sedangkan untuk "syarat objektif apabila tidak dipenuhi
maka perjanjian dianggap batal demi hukum. Artinya perjanjian itu dianggap tidak
pernah ada".37
Untuk memberikan kepastian hukum dari pelaksanaan suatu perjanjian,
sehingga tidak terjadi pembatalan perjanjian secara tiba-tiba oleh salah satu pihak
pada saat perjanjian sedang dilaksanakan, maka undang-undang memberikan
perlindungan dengan memberikan batas waktu bagi para pihak untuk mengajukan
pembatalan. Menurut Pasal 1454 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa dalam semua hal, dimana suatu tuntutan untuk pernyataan
batalnya suatu perikatan tidak dibatasi dengan suatu ketentuan Undang-undang
khusus hingga suatu waktu yang lebih pendek, waktu itu adalah 5 (lima) tahun.
Walaupun syarat perjanjian asuransi tidak berbeda dengan perjanjian lainnya
namun perjanjian asuransi mempunyai sifat dan ciri khusus apabila dibandingkan
dengan jenis perjanjian yang lain. Sifat khusus yang terdapat pada perjanjian
asuransi adalah :
1. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat aleatair (aleatary), maksudnya ialah bahwa perjanjian ini merupakan perjanjian yang prestasi penanggung masih hams digantungkan pada satu peristiwa yang belum
36
R.M. Suryodiningrat, Azas-azas Hukum Perikatan, Cet. Kedua, Tarsito, Bandung, 1985, hal-140.
37
pasti, sedangkan prestasi tertanggung sudah pasti. Dan meskipun tertanggung sudah memenuhi prestasinya dengan sempurna, pihak penanggung belum pasti berprestasi dengan nyata.
2. Perjanjian asuransi adalah perjanjian bersyarat (conditional), maksudnya adalah bahwa perjanjian ini merupakan suatu perjanjian yang prestasi penanggung hanya akan terlaksana apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian dipenuhi. Pihak tertanggung pada satu sisi tidak berjanji untuk memenuhi syarat, tetapi ia tidak dapat memaksa penanggung melaksanakan, kecuali dipenuhinya syarat-syarat.
3. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat sepihak (unilateral), maksudnya adalah bahwa perjanjian ini menunjukkan bahwa hanya satu pihak saja yang memberikan janji yaitu pihak penanggung. Penanggung memberikan janji akan mengganti suatu kerugian, apabila pihak tertanggung sudah membayar premi dan polis sudah berjalan, sebaliknya tertanggung tidak menjanjikan suatu apapun.
4. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat pribadi (personal), maksudnya ialah bahwa kerugian yang timbul harus merupakan kerugian orang perorangan, secara pribadi, bukan kerugian kolektif ataupun kerugian masyarakat luas. Kerugian yang bersifat pribadi itulah yang nantinya akan diganti oleh penanggung.
5. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat
penanggung (adhesion), karena di dalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi perjanjian hampir seluruhnya ditentukan dan diciptakan oleh penanggung atau perusahaan asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau menawar. Oleh karena itu dapat dianggap bahwa kondisi perjanjian asuransi sebagian terbesar ditentukan secara sepihak oleh penanggung
6. Sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan
seharusnya mengetahui apabila timbul pengertian yang tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung. Perjanjian asuransi adalah perjanjian dengan syarat iktikad baik yang sempurna, maksudnya ialah bahwa perjanjian asuransi merupakan perjanjian dengan keadaan bahwa kata sepakat dapat tercapai atau negosiasi dengan posisi masing-masing mempunyai pengetahuan yang sama mengenai fakta, dengan penilaian sama penelaahannya untuk memperoleh fakta yang sama pula, sehingga dapat bebas dari cacat-cacat tersembunyi.38
38
Selain mempunyai sifat yang khusus, pada perjanjian asuransi juga terdapat
perbedaan pokok yang membedakan dengan perjanjian lainnya. Perbedaan pokok
antara perjanjian asuransi dengan perjanjian yang lain ialah pada pemenuhan
prestasi. Pada perjanjian umumnya para pihak dapat memenuhi prestasinya setelah
dicapainya kesepakatan, sehingga dapat segera diketahui siapa yang sudah
memenuhi prestasi dan yang belum. Sedangkan perjanjian asuransi yang bertujuan
memberikan perlindungan dan ganti kerugian pada hakikatnya terdapat
kesenjangan waktu antara prestasi pihak pertama atau penanggung dengan prestasi
pihak kedua atau tertanggung.39
Kesenjangan waktu tersebut terjadi karena walaupun pihak tertanggung telah
memenuhi prestasi dengan membayar premi namun pihak penanggung tidak
secara langsung melaksanakan prestasinya.
Pelaksanaan prestasi penanggung digantungkan pada suatu keadaan tertentu
yang belum pasti. Terjadinya keadaan tertentu yang telah diperjanjikan tersebut
menimbulkan kerugian ekonomi pada pihak tertanggung, sehingga walaupun
keadaan tertentu itu terjadi tetapi tidak menimbulkan kerugian ekonomi
tertanggung maka pihak penanggung tidak berkewajiban untuk mengganti
kerugian.
39
2. Konsepsi (Definisi Operasional)
Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsep merupakan
defenisi dari suatu penelitian yang akan diamati, konsep menentukan antara
variabel-variabel yang lain untuk menentukan adanya hubungan empiris".40 Untuk
menjawab permasalahan pelakssanaan praktek telemarketing dalam perjanjian
asuransi jiwa pada Asuransi Jiwa BNI Life, berikut didefenisikan beberapa konsep
dasar guna menyamakan persepsi, yaitu:
1. Analisis Yuridis adalah suatu analisis yang dilakukan dengan mengacu pada
norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebagai pijakan normatif.
2. Telemarketing adalah suatu metode pemasaran yang langsung dilakukan oleh
telemarker dengan calon nasabah (tertangung), telemarketing menggunakan
telepon dengan tidak bertemu muka dengan agen asuransi dengan calon
tertangung merupakan hal yang di luar kebiasaan permasalahan asuransi jiwa
selama ini.
3. Tele marker adalah pihak wiraniaga atau pemasaran suransi yang bertugas
melakukan transaksi dengan calon nasabah asuransi.
4. Perjanjian asuransi adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu
premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,
40
kerusakan atau kehilangan deritanya karena suatu peristiwa yang tidak
tertentu.
5. Asuransi Jiwa adalah suatu jenis perjanjian asuransi yang mempertanggung
jiwa tertanggung sebagai dasar pelaksanaan asuransi, dimana terjadinya
evenement dikaitkan dengan jiwa tertanggung. Dengan kata lain, jiwa
tertanggung yang dipertanggungkan dalam perjanjian asuransi.
6. Perikatan adalah hubungan hukum antara para pihak baik yang terjadi
atas dasar perjanjian maupun disebabkan karena ketentuan
perundang-undangan.
7. Asuransi Jiwa BNI Life adalah salah satu perusahaan asuransi jiwa yang
melaksanakan metode pemasaran produk asuransi melalui telemarketing.
8. Penanggung adalah suatu pihak yang mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan menerima premi asuransi dan dalam hal ini menerima peralihan risiko
dari pihak tertanggung.
9. Tertanggung adalah orang yang jiwanya dipertanggungkan, mungkin
si penutup sendiri atau mungkin juga orang lain yang ditunjuk oleh si penutup
asuransi.
10.Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa dalam jangka
waktu tertentu yang dapat menimbulkan perbedaan antara rencana dengan
hasil yang diperoleh.
11.Polis adalah surat perjanjian yang memuat perjanjian asuransi jiwa
12.Pemegang Polis adalah pihak yang mengadakan perjanjian asuransi atau
penggantinya menurut hukum dengan perusahaan
13.Akibat hukum adalah sanksi yang akan dikenakan bila tidak sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang berlaku.
G.Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, maksudnya suatu penelitian yang
menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam
bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian di lapangan".41
Dalam hal ini penggunaan telemarketing pada pelaksanaan pengikatan asuransi
jiwa melalui pada Asuransi BNI Life.
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan "yuridis normatif dan yuridis
empiris”. Pendekatan "yuridis normatif merupakan pendekatan dengan
melakukan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau
ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang
lain".42 Dengan kata lain penelitian yang mengacu kepada norma-norma
hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagai pijakan normatif. Sedangkan pendekatan yuridis empiris adalah dengan
41
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres, Jakarta, 1986, hal. 63
42
melakukan studi lapangan yang dalam penelitian ini hanya sebagai pendukung
penelitian ini.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pada PT. BNI LIFE khususnya BNI Life cabang Pekanbaru
Provinsi Riau, dengan memperhatikan kondisi tersebut, diharapkan hasil penelitian
yang dilaksanakan akan dapat mewakili kondisi dan permasalahan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi
teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu
yang berhubungan dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan
perundang-undangan, dan karya ilmiah lainnya.
Selanjutnya juga dilakukan penelitian lapangan (field research) guna
memperoleh data data penunjang dalam penelitian ini guna akurasi terhadap hasil
penelitian yang dipaparkan melalui wawancara dengan narasumber dalam hal ini
adalah pejabat pada BNI Life Pekanbaru Riau.
4. Sumber data
Sumber-sumber data kepustakaan diperoleh dari :
(1) Bahan hukum primer, yang terdiri dari ;
a. Norma dasar yaitu Pancasila