GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN SOSIAL BUDAYA KELUARGA DALAM HAL PERILAKU MEROKOK SISWA
SMK SATRIA NUSANTARA BINJAI PADA TAHUN 2012
SKRIPSI
Oleh :
TITAN AMALIANI 081000058
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN SOSIAL BUDAYA KELUARGA DALAM HAL PERILAKU MEROKOK SISWA
SMK SATRIA NUSANTARA BINJAI PADA TAHUN 2012
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
TITAN AMALIANI NIM. 081000058
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Skripsi Dengan Judul :
GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN SOSIAL BUDAYA KELUARGA DALAM
HAL PERILAKU MEROKOK SISWA SMK SATRIA NUSANTARA BUNJAI TAHUN 2012
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : TITAN AMALIANI
NIM. 081000058
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 20 Juli 2012 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Lita Sri Andayani SKM, M.Kes Drs. Eddy Syahrial, MS NIP. 196909221994032022 NIP. 195907131987031001
Penguji II Penguji III
Dr. Namora Lumongga Lubis, M. Sc Drs. Tukiman, MKM NIP. 197210042000032001 NIP. 196110241990031003
Medan, 20 Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Perilaku merokok merupakan perilaku yang dapat membahayakan kesehatan. Perilaku seseorang tidak akan terlepas dari pengaruh lingkungannya. Lingkungan yang terdekat dari individu adalah keluarga. Sosial budaya keluarga akan membentuk perilaku seseorang termasuk perilaku merokok seseorang. Penelitian ini bertujuan melihat Gambaran Karakteristik dan Sosial budaya keluarga terhadap perilaku merokok siswa SMK Satria Nusantara tahun 2012.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dianalisa secara deskriptif kuantitatif yang digambarkan dalam persentase. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 70 responden.
Hasil penelitian menunjukkan Sebagian besar responden berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah sebanyak 55,7%. Mayoritas pekerjaan orang tua adalah wiraswasta yaitu sebanyak 98,6%. Pendidikan Ayah sebagian besar SMA/STM/SMK sebanyak 52,8%, serta Ibu mayoritas SMP sebanyak 37,1%. Sebanyak 82,9% keluarga responden memiliki anggota keluarga yang merokok. Diperoleh 61% responden memiliki larangan merokok di keluarga. Sebanyak 97,1 % orang tua responden pernah menyampaikan informasi mengenai bahaya merokok kepada responden. Self concept yang merupakan gambaran diri responden berhubungan dengan rokok. Sebanyak 61,4% responden memiliki self concept yang baik mengenai perilaku merokok. Mayoritas keluarga responden responden 98,6% menyatakan bahwa keluarga responden tidak suka jika responden merokok . Pengetahuan siswa berada dalam kategori baik dan sedang masing-masing sebanyak 50%. Namun menurun pada tingkatan sikap. Kesiapan siswa bertindak yang di tunjukkan dengan variable sikap ternyata menunjukkan bahwa sikap siswa berada pada kategori sedang sebanyak 55,7%. Sebanyak 85,7% siswa merupakan perokok. Tindakan siswa berada pada kategori sedang sebanyak 62,9%. Namun terdapat 21,4% berada pada kategori buruk.
Untuk mengurangi kebiasaan merokok siswa diharapkan kepada sekolah untuk membuat sebuah peraturan mengenai rokok di sekolah. Peraturan tersebut dapat berupa Kawasan Tanpa Rokok ataupun peraturan lainnya. Selain itu perlu dilakukan pengawasan ketat di sekolah mengenai rokok dan pemberian informasi mengenai bahaya rokok. Perlu juga disampaikan kepada keluarga siswa untuk meminimalisir kebiasaan merokok di keluarga.
ABSTRACT
Smoking habit could endanger health. Someone's behavior will not be separated from the influence of the environment. The nearest environment of the individual is a family. Family sociocultural will form someone’s behavior includes someone's smoking behavior. This research aims to see the depiction of characteristics and sociocultural family of smoking behavior Satria Nusantara vocational students in 2012.
This research is descriptive with quantitative approach. The results were analyzed descriptively and quantitatively described as a percentage. Number of samples to be interviewed were 70 respondents.
Results showed most respondents came from families with low economic level as much as 55,7%. The majority of parents work are self-employed as many as 98,6%. Most father’s last education are SMA/STM/SMK as much as 52,8%, and the mother as much as 37,1% majority of SMP. Amount of 82,9% of respondents had family members who smoke. Acquired 61% of respondents have a ban on smoking in the family. Amount of 97,1% of respondents had parents give on information about the dangers of smoking to the respondent. Self concept is a reflection of the respondents associated themselves with cigarettes. Amount of 61,4% of respondents have a good self concept regarding smoking behavior. The majority of family respondents 98,6% stated that their family do not like if the respondent smoking. Knowledge students are in good and moderate category and each as much as 50%. But the decline in the level attitude. Student's readiness to act shown with the attitude variable was shown that the attitude of students in the category of moderate as much as 55,7%. Amount of 85,7% of students are smokers. Student actions in the category of moderate as much as 62,9%. However, there are 21,4% in the category of poor.
To reduce student’s smoking habit, school are expected to make a rule about smoking at school. These rules may be a No Smoking Areas or other regulations. In addition it is necessary for strict supervision in school about smoking and giving information about the dangers of smoking. It should be also communicated to families of students to minimize smoking in the family.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Titan Amaliani
Tempat/tanggal lahir :Pematang Siantar, 21 November 1990
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah Anggota Keluarga : 4 (empat) orang
Alamat Rumah : Jl. Medan Km 9,5 Simp. Sinaksak – P. Siantar
RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL :
1. SDN Tanah Kali Kedinding VII Surabaya :1996-2002
2. SMPN 15 Surabaya :2002-2005
3. SMAN 3 P. Siantar :2005-2008
4. FKM USU :2008-2012
RIWAYAT ORGANISASI :
1. HMI Komisariat FKM USU
2. PEMA USU
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah....
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Dalam Hal Perilaku Merokok Siswa SMK Satria Nusantara Binjai Pada Tahun 2012”.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat
kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada Ibu Lita Sri Andayani, SKM, M. Kes dan Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dengan keikhlasan untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan
ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Dra Ida Yustina, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih untuk mengajarkan penulis arti penting dari pengambilan
keputusan.
3. Bapak Drs. Tukiman MKM selaku Kepala Departemen Pendidikan dan Ilmu Perilaku.
4. Ibu Dr. Namora Lumongga Lubis, MSc dan Bapak Drs. Tukiman MKM
selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan
5. Ibu Juanita Abubakar, SE, MKes yang telah banyak membantu dan memberikan masukan pada penelitian ini.
6. Bapak Kepala Sekolah SMK Satria Nusantara dan seluruh staf pegawai SMK
Satria Nusantara yang telah banyak membantu penulis.
7. Yang terbaik dan teristimewa untuk Ayahanda Noeroel Aminullah dan Mama
Irianum Purba untuk Cinta Kasih, Doa, Dukungan dan Kepercayaannya kepada penulis.
8. M. Fitrah Hanif, terima kasih untuk mengenal penulis seumur hidup. Jadilah Kebanggaan.
9. Sahabat terbaikku Marina Aprina yang selalu semangat serta sabar menghadapi penulis.Terima kasih menemaniku menulis cerita dalam pahit
manis kehidupan kampus.
10.Untuk Sahabat sahabat ku (Budi, Sofi, Alista, Yunce, Rikky) terima kasih memberi warna dalam masa singkat yang sangat berarti.
11.Teman-teman peminatan PKIP 08 (Hilma Farhani, Neni M, Helda, Dhani, Nadia, Doan, Leni, Vero, Mei, Okto, Kak Ida, Yogik, Kak Azi) terima kasih banyak untuk persahabatan dan semangat yang kalian berikan selama ini.
12.Untuk kakak-kakakku (Kak Upla dan Kak Irma ) terima kasih sebesar besarnya atas bimbingannya dan kesabarannya.
13. Kak Juni, Kak Linda, KakAmel, Kak Santi, Kak Farid, Kak Purti terima kasih untuk kebersamaannya.
14.Untuk Bang Pendi , Bang Anas, Bang Putra, Bang Nanda, Pak Warsito, Bang Yanov terima kasih banyak untuk semua bantuannya.
15.Kepada orang-orang yang telah mengajarkan penulis arti hidup dan berjuang
dalam keterbatasan.
16.Kepada teman-teman 2008 seperjuangan, terima kasih banyak untuk kerjasama
dan kebaikannya selama proses perkuliahan.
17.Rekan-rekan serta senior-senior di HMI, kawan-kawan kepengurusan di HMI
18.Untuk semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan
satu persatu penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja
sama dan doanya.
Akhir kata semoga ALLAH SWT senantiasa melimpahkan karunianya
kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Juli 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan... i
3.2.1. Lokasi Penelit ian ... 44
4.2. Gambaran Karakteristik Keluarga ... 51
4.2.1. Jumlah Anggota Keluarga ... 51
4.3.3. Pemberian Informasi Mengenai Rokok di Keluarga ... 58
4.3.4. Self Concept Siswa Mengenai Rokok ... 59
4.3.5. Image Kelompok Siswa Mengenai Rokok ... 61
4.4.Gambaran Perilaku Merokok Siswa ... 63
4.4.1. Pengetahuan Siswa Mengenai Rokok ... 63
4.4.2. Sikap Siswa terhadap Perilaku Merokok ... 67
4.4.3. Tindakan Merokok Siswa ... 71
4.5. Uji Chi Square ... 74
BAB V PEMBAHASAN ... 77
5.1. Karakteristik Keluarga ... 77
5.2. Kebiasaan Keluarga ... 79
5.3.Peraturan Merokok ... 85
5.4. Informasi Mengenai Rokok ... 87
5.5. Self Concept ... 88
5.6. Image Kelompok ... 91
5.9. Tindakan Responden ... 101
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 105
6.1. Kesimpulan ... 105
6.2. Saran ... 108
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN :
Lampiran 1 : Surat Keterangan Telah Selesai Pengumpulan Data Lampiran 2 : Kuesioner
Lampiran 3 : Master Data
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. ... Distr ibusi Jumlah Anggota Keluarga Reponden ... 51 Tabel 4.2. ... Distr
busi Pendidikan Ayah Responden ... 52 Tabel 4.3. ... Distr
busi Pendidikan Ibu Responden ... 52 Tabel 4.4. ... Distr
ibusi Pekerjaan Orang Tua Responden ... 53 Tabel 4.5. ... Distr
ibusi Penghasilan Orang Tua Responden... 53 Tabel 4.6. ... Distr
ibusi Jumlah Keluarga Responden Yang Merokok ... 53
Tabel 4.7. Distr
ibusi Kebiasaan Keluarga Responden Merokok Setelah Makan 54 Tabel 4.8. ... Kebi
asaan Keluarga Responden Merokok Saat Menonton TV ... 54
Tabel 4.9. D
istribusi Kebiasaan Keluarga Responden Merokok Saat Bersama
Keluarga. ... 54 Tabel 4.10. ... Distr
ibusi Ketersediaan Asbak Rokok Di Rumah Responden ... 55 Tabel 4.11. ... Distr
ibusi Kebiasaan Tidur Larut Malam ... 55
Tabel 4.12. D
istribusi Anggota Keluarga Responden yang Memiliki Kebiasaan
Merokok Saat Ada Masalah. ... 55
Tabel 4.13. D
istribusi Orang Tua Responden yang Menasihati Jika Ada yang
Merokok ... 56 Tabel 4.14. ... Distr
ibusi Adanya Larangan Merokok di Keluarga ... 56 Tabel 4.15. ... Distr
ibusi Usia Diizinkan Merokok ... 56 Tabel 4.16. ... Distr
ibusi Reaksi Orang Tua Jika Mengetahui Responden Merokok ... 57
Tabel 4.17. D
istribusi Sanksi Dari Orang Tua Jika Mengetahui Responden
Merokok ... 57
Tabel 4.18. D
istribusi Orang Tua Memberi Tahu Responden Mengenai Bahaya
Tabel 4.19. ... Distr ibusi Orang yang Pertama Kali Mengenalkan Rokok ... 58 Tabel 4.20. ... Self
Concept Siswa Mengenai Rokok ... 59 Tabel 4.21. ... Distr
ibusi Kategori Self Concept Responden ... 61
Tabel 4.22. D
istribusi Keluarga Responden yang Suka Jika Responden
Merokok ... 61
Tabel 4.23. D
istribusi Keluarga yang Menganggap Responden Dewasa Jika
Merokok ... 62
Tabel 4.24. D
istribusi Anggota Keluarga yang Merasa Tidak Nyaman Jika
Responden Merokok ... 62 Tabel 4.25. ... Distr
ibusi Pengetahuan Responden Mengenai Rokok ... 63 Tabel 4.26. ... Distr
ibusi Kategori Pengetahuan Responden ... 66 Tabel 4.27. ... Distr
ibusi Sikap Responden Terhadap Perilaku Merokok ... 67 Tabel 4.28. ... Distr
ibusi Kategori Sikap Responden ... 70 Tabel 4.29. ... Distr
ibusi Tindakan Responden Terhadap Rokok ... 71 Tabel 4.30. ... Distr
ibusi Kategori Tindakan Responden ... 74 Tabel 4.31. ...
Crosstab Self Concept dengan Tindakan Total Kategorik ... 74 Tabel 4.32.
Crosstab Jenis Sanksi Dari Orang Tua dengan Tindakan
Total Kategorik ... 75
Tabel 4.33. C
rosstab Orang yang Mengenalkan Rokok Dengan Tindakan
Total Kategorik ... 75
Tabel 4.34. C
rosstab Sikap Total Kategorik dengan Tindakan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. ... Ske ma Teori Bandura ... 26 Gambar 2.2. ... Rok
Gambar 2.3. ... Ker angka Konsep... 42
BAB I PENDAHULUAN
ABSTRAK
Perilaku merokok merupakan perilaku yang dapat membahayakan kesehatan. Perilaku seseorang tidak akan terlepas dari pengaruh lingkungannya. Lingkungan yang terdekat dari individu adalah keluarga. Sosial budaya keluarga akan membentuk perilaku seseorang termasuk perilaku merokok seseorang. Penelitian ini bertujuan melihat Gambaran Karakteristik dan Sosial budaya keluarga terhadap perilaku merokok siswa SMK Satria Nusantara tahun 2012.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dianalisa secara deskriptif kuantitatif yang digambarkan dalam persentase. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 70 responden.
Hasil penelitian menunjukkan Sebagian besar responden berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah sebanyak 55,7%. Mayoritas pekerjaan orang tua adalah wiraswasta yaitu sebanyak 98,6%. Pendidikan Ayah sebagian besar SMA/STM/SMK sebanyak 52,8%, serta Ibu mayoritas SMP sebanyak 37,1%. Sebanyak 82,9% keluarga responden memiliki anggota keluarga yang merokok. Diperoleh 61% responden memiliki larangan merokok di keluarga. Sebanyak 97,1 % orang tua responden pernah menyampaikan informasi mengenai bahaya merokok kepada responden. Self concept yang merupakan gambaran diri responden berhubungan dengan rokok. Sebanyak 61,4% responden memiliki self concept yang baik mengenai perilaku merokok. Mayoritas keluarga responden responden 98,6% menyatakan bahwa keluarga responden tidak suka jika responden merokok . Pengetahuan siswa berada dalam kategori baik dan sedang masing-masing sebanyak 50%. Namun menurun pada tingkatan sikap. Kesiapan siswa bertindak yang di tunjukkan dengan variable sikap ternyata menunjukkan bahwa sikap siswa berada pada kategori sedang sebanyak 55,7%. Sebanyak 85,7% siswa merupakan perokok. Tindakan siswa berada pada kategori sedang sebanyak 62,9%. Namun terdapat 21,4% berada pada kategori buruk.
Untuk mengurangi kebiasaan merokok siswa diharapkan kepada sekolah untuk membuat sebuah peraturan mengenai rokok di sekolah. Peraturan tersebut dapat berupa Kawasan Tanpa Rokok ataupun peraturan lainnya. Selain itu perlu dilakukan pengawasan ketat di sekolah mengenai rokok dan pemberian informasi mengenai bahaya rokok. Perlu juga disampaikan kepada keluarga siswa untuk meminimalisir kebiasaan merokok di keluarga.
ABSTRACT
Smoking habit could endanger health. Someone's behavior will not be separated from the influence of the environment. The nearest environment of the individual is a family. Family sociocultural will form someone’s behavior includes someone's smoking behavior. This research aims to see the depiction of characteristics and sociocultural family of smoking behavior Satria Nusantara vocational students in 2012.
This research is descriptive with quantitative approach. The results were analyzed descriptively and quantitatively described as a percentage. Number of samples to be interviewed were 70 respondents.
Results showed most respondents came from families with low economic level as much as 55,7%. The majority of parents work are self-employed as many as 98,6%. Most father’s last education are SMA/STM/SMK as much as 52,8%, and the mother as much as 37,1% majority of SMP. Amount of 82,9% of respondents had family members who smoke. Acquired 61% of respondents have a ban on smoking in the family. Amount of 97,1% of respondents had parents give on information about the dangers of smoking to the respondent. Self concept is a reflection of the respondents associated themselves with cigarettes. Amount of 61,4% of respondents have a good self concept regarding smoking behavior. The majority of family respondents 98,6% stated that their family do not like if the respondent smoking. Knowledge students are in good and moderate category and each as much as 50%. But the decline in the level attitude. Student's readiness to act shown with the attitude variable was shown that the attitude of students in the category of moderate as much as 55,7%. Amount of 85,7% of students are smokers. Student actions in the category of moderate as much as 62,9%. However, there are 21,4% in the category of poor.
To reduce student’s smoking habit, school are expected to make a rule about smoking at school. These rules may be a No Smoking Areas or other regulations. In addition it is necessary for strict supervision in school about smoking and giving information about the dangers of smoking. It should be also communicated to families of students to minimize smoking in the family.
Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Kepentingan
kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak diragukan lagi, semakin
tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula.
Berdasarkan Undang- Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang memuat
upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu,terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan
kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
Salah satu cara menjaga kesehatan adalah dengan mengaplikasikan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). PHBS adalah sekumpulan perilaku
yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang
menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat.
Adapun PHBS dalam rumah tangga adalah persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan, memberi ASI ekslusif, menimbang balita setiap bulan, menggunakan
air bersih , mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, menggunakan jamban
sehat, memberantas jentik di rumah sekali seminggu, makan buah dan sayur
setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari dan tidak merokok di dalam
rumah. Salah satu unsur PHBS yang harus dilakukan adalah tidak merokok.
Perilaku merokok merupakan perilaku yang dapat membahayakan
paparan terhadap asap rokok berdampak serius terhadap kesehatan. Dampaknya
antara lain berupa kanker paru, kanker mulut, kanker organ lain, penyakit
jantung, penyakit saluran pernapasan kronik, dan kelainan kehamilan. Hasil
penelitian terbaru bahkan membuktikan bahwa perilaku merokok juga
menyebabkan katarak, kanker serviks, kerusakan ginjal dan periodontitis.
(Depkes, 2006)
Ogawa dalam Irawan (2009), mendefinisikan kebiasaan merokok sebagai
perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah
bungkus rokok perhari, dengan tambahan adanya distres yang disebabkan oleh
kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang. Kebiasaan merokok
menganggu kesehatan, kenyataan ini tidak bisa kita pungkiri. Banyak penyakit
telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan bagi perokok sendiri
tapi juga bagi orang disekitarnya. Kebiasaan merokok yang melanda dunia telah
menimbulkan berbagai masalah kesehatan. menurut UU no 19 tahun 2003
rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan
bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan
berbagai upaya pengamanan. Tujuan pengamanan yang dimaksud adalah
melindungi kesehatan masyarakat terhadap insidensi penyakit yang fatal dan
penyakit yang dapat menurunkan kualitas hidup akibat penggunaan rokok,
melindungi penduduk usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan dan
serta meningkatkan kesadaran, kewaspadaan kemampuan dan kegiatan
masyarakat terhadap bahaya kesehatan terhadap penggunaan rokok.
Merokok masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
Indonesia. Dengan jumlah perokok di Indonesia saat ini mencapai 57 persen
penduduk atau kurang lebih 100 juta orang, artinya kini Indonesia menduduki
peringkat ke-7 dalam urutan negara yang jumlah perokoknya paling banyak.
Jumlah perokok di seluruh dunia saat ini mencapai 1,1 miliar orang. Sebanyak
800 juta orang diantaranya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Peraturan Pemerintah (PP) No 81/1999 tentang pengamanan rokok bagi
kesehatan telah direvisi untuk melindungi masyarakat dari bahaya kesehatan
akibat merokok dimana revisi tersebut mengharuskan penulisan jumlah
kandungan tar dan nikotin dalam setiap batang rokok. Karena itu, setiap
bungkus rokok kini harus ditulis bahaya merokok terhadap kesehatan. Misalnya,
sakit jantung, paru-paru dan gangguan kehamilan (Health Today dalam Wiliana,
2010).
Dunia kesehatan menyatakan bahwa merokok memberi dampak negatif
yang luas bagi kesehatan dan diduga sebagai salah satu penyebab utama
timbulnya penyakit kanker paru, penyakit jantung koroner, impotensi, bahkan
gangguan kehamilan dan janin. Menurut data WHO satu juta manusia pertahun
di dunia meninggal karena merokok dan 95 % diantaranya adalah kanker
paru-paru. Data statistik WHO yang dipublikasikan tanggal 28 Mei 2002
dewasa di dunia tiap tahun dan itu setara dengan empat juta kematian perokok.
Bahkan jika trennya tidak berubah, tahun 2030 kematian akan meningkat
menjadi satu dari enam perokok. (Wibowo dalam Ginting, 2011)
WHO memperkirakan terdapat 1,25 miliar penduduk dunia adalah
perokok dan dua pertiganya terdapat di negara-negara maju, dengan sekurang-
kurangnya 1 dari 4 orang dewasa adalah perokok. Prevalensi perokok secara
berturut di Amerika Serikat dan Inggris pada laki-laki adalah 25% dan 27% dan
pada wanita adalah 21% dan 25%. Di beberapa negara Eropa didapatkan data
prevalensi merokok di Jerman 38%, Prancis 30%, Italia 29%, Swedia 18% dan
di negara berkembang didapatkan prevalensi yang lebih tinggi (Darmawati,
2010).
Sebanyak 20-60% lebih penduduk pria dunia adalah merokok, dan
10-50% untuk wanitanya. Di Indonesia diperkirakan 50-59% pria adalah perokok,
dan pada wanita mencapai 10%. Di kalangan remaja juga kebiasaan merokok
sudah demikian mengkhawatirkan, 3-60% remaja (30% remaja pria dan
mencapai 10% remaja wanita) mengkonsumsi rokok. Data WHO mempertegas
bahwa seluruh jumlah perokok yang ada dunia sebanyak 30%, dan hampir 50%
perokok di Amerika Serikat termasuk usia remaja (Theodorus, 1994).
Konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 240 miliar
batang atau setara dengan 658 juta batang rokok perharinya yang berarti uang
senilai Rp 330 miliar ‘dibakar’ oleh para perokok di Indonesia dalam satu
untuk membeli rokok adalah 5 kali lebih besar dari pengeluaran untuk telur dan
susu (2,3 persen), 2 kali lipat pengeluaran untuk ikan (6,8 persen), dan 17 kali
lipat pengeluaran membeli daging (0,7 persen). Di Indonesia diperkirakan
sebesar 60-70 % penduduk laki-laki adalah perokok (Rai dan Sajinadiyasa,
2009 dalam Darmawati, 2010). Dimana terdapat peningkatan pesat konsumsi
rokok pada remaja, pada tahun 2001 yang mencapai 24,2% dari semula 13,71%
pada tahun 1995, yang kemudian menjadi perokok aktif atau tetap. Menurut
data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) dari 2.974 responden pelajar
Indonesia berusia 15-20 tahun, 43,9% (63% pria) mengaku pernah merokok
(Nasution dalam Darmawati, 2010).
Berdasarkan data Riskesdas (2010) prevalensi penduduk usia 15 tahun
ke atas yang merokok setiap hari secara nasional mencapai 28,2 persen.
Sedangkan berdasarkan usia pertama kali merokok secara nasional, kelompok
usia 15-19 tahun menempati peringkat tertinggi dengan prevalensi mencapai
43,3 persen, disusul kelompok usia 10-14 tahun yang mencapai 17,5 persen.
Prevalensi perokok di Indonesia kian hari semakin meningkat dan
memprihatinkan. Menurut data yang diperoleh Kompas.com, peningkatan
tertinggi perokok di Indonesia terjadi pada kelompok remaja umur 15-19 tahun,
yaitu dari 7,1 persen pada tahun 1995 menjadi 17,3 persen pada tahun 2004,
atau naik 10,2 persen selama 9 tahun.
Dari penelitian Universitas Hamka dan Komnas Anak di tahun 2007,
dan 68,2 persen memiliki kesan positif terhadap iklan rokok, serta 50 persen
remaja perokok lebih percaya diri seperti dicitrakan iklan rokok. Survey yang
pernah dilakukan di Jakarta juga menunjukkkan bahwa 64,8% pria remaja
dengan usia di atas 13 tahun adalah perokok (Tandra dalam Nasution, 2007).
Menurut Riskesdas 2010 prevalensi perokok menurut provinsi terdapat 67,8%
perokok di Bali, 66,3 % di provinsi DI Yogyakarta dan 62,7% di Jawa Tengah.
Untuk provinsi Sumatera Utara perokok yang merokok setiap hari berjumlah
29,7 persen. Untuk nasional prevalensi perokok laki laki sebesar 54,1 persen
sedangkan perokok saat ini di Sumatera Utara menurut riskesdas 35,7 persen.
Secara nasional, rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari oleh lebih
dari separuh (52,3%) perokok adalah 1-10 batang (Riskesdas, 2010).
Perilaku merokok jelas bukan merupakan perilaku sehat. Rokok memiliki
banyak dampak negatif bagi kesehatan. Namun perilaku seseorang tidak akan
terlepas dari pengaruh lingkungannya. Lingkungan yang memengaruhi derajat
kesehatan seseorang salah satunya adalah lingkungan sosial budaya. Masyarakat
Indonesia terdiri atas banyak suku budaya yang mempunyai latar belakang
beraneka ragam. Lingkungan budaya tersebut sangat memengaruhi tingkah laku
manusia yang memiliki budaya tersebut, sehingga dengan keanekaragaman
budaya menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala hal,
termasuk dalam perilaku kesehatan.
Melville J. Herskovits dalam Soekanto (2006) mengajukan empat unsur
kekuasaan politik. Keluarga sebagai salah satu unsur pokok kebudayaan
memiliki andil yang cukup besar bagi pendidikan kesehatan dan perubahan
perilaku seseorang.
Keluarga merupakan bagian terkecil dalam masyarakat. Keluarga
memegang peranan penting dalam promosi kesehatan dan pencegahan terhadap
penyakit pada anggota keluarganya. Nilai yang dianut keluarga dan latar
belakang etnik atau kulturnya berasal dari nenek moyang akan memengaruhi
interpretasi keluarga terhadap suatu masalah kesehatan. Masalah kesehatan
suatu keluarga dapat memengaruhi anggota keluarga lain kerena keluarga
merupakan suatu kesatuan. Hasil penelitian yang dilakukan Theodorus (1994)
menyatakan bahwa keluarga perokok sangat berperan terhadap perilaku
merokok anak-anaknya dibandingkan keluarga non perokok.
Selain itu, menurut teori sistem, keluarga merupakan suatu sistem tempat
individu anggota keluarga berinteraksi. Perilaku dan sikap anggota keluarga
dibentuk oleh hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. Setiap
perubahan pada salah satu anggota keluarga akan memengaruhi anggota
keluarga lain (Nasution, 2009)
Menurut hasil Riskesdas ( 2007) situasi yang memprihatinkan adalah
bahwa ada 85,4 persen perokok aktif merokok di dalam rumah bersama anggota
keluarga dan 69 % rumah tangga tercatat memliki minimal satu orang yang
merokok. Selain itu 85 % perokok berusia 10 tahun ke atas merokok di dalam
terhadap kesehatan anggota keluarga lain khususnya anak-anak. Sedangkan
untuk wilayah Sumatera Utara menurut Riskesdas 2007 prevalensi perokok
dalam rumah ketika bersama anggota keluarga sebanyak 86,2 persen.
Sedangkan untuk kota Binjai sendiri jumlah perokok yang merokok di dalam
rumah sekitar 82,9 persen. Kondisi ini akan memiliki dampak yang sangat besar
terhadap perilaku merokok dalam keluarga. Seperti yang dikemukakan oleh
Bronislaw Malinowski dalam Soekanto (1982) bahwa keluarga merupakan
lembaga pendidikan yang utama yang terdapat dalam unsur pokok kebudayaan.
Dari data Riskesdas (2010) rata rata usia merokok pertama kali di
Sumatera Utara paling tinggi pada usia 15-19 tahun yaitu sebesar 43,1% usia ini
adalah usia remaja. Perry, et al (1988) dalam Alamsyah (2007) berpendapat
bahwa perilaku merokok terbesar berawal pada masa remaja dan meningkat
menjadi perokok tetap dalam kurun waktu beberapa tahun.
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap beberapa SMK di
kota Binjai, terdapat beberapa SMK yang memiliki siswa yang berperilaku
merokok, salah satunya adalah SMK Satria Nusantara Binjai. Berdasarkan
survey pendahuluan yang dilakukan peneliti diperoleh bahwa terdapat sekitar 12
siswa dari sekitar 15 siswa SMK Satria Nusantara yang yang diamati
merupakan perokok, selain itu siswa tersebut merokok di lingkungan sekolah.
Dari informasi yang diperoleh dari kepala sekolah dan warga sekitar SMK
Oleh karena sangat besar peran keluarga dalam pembentukan perilaku,
termasuk perilaku merokok. Maka, penulis melakukan penelitian mengenai
Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Terhadap Perilaku
Merokok Siswa SMK Satria Nusantara Binjai Pada Tahun 2012.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dari penelitian ini
adalah “Bagaimana Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga
Dalam Hal Perilaku Merokok Siswa SMK Satria Nusantara Binjai Pada Tahun
2012”
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga
Terhadap Perilaku Merokok Siswa SMK Satria Nusantara Binjai Pada Tahun
2012
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan status ekonomi keluarga)
terhadap perilaku merokok siswa SMK Satria Nusantara Binjai pada Tahun
2012.
b. Untuk mengetahui sosial budaya keluarga (kebiasaan merokok keluarga,
peraturan merokok keluarga, informasi merokok di dalam keluarga, self
terhadap perilaku merokok siswa SMK Satria Nusantara Binjai Pada Tahun
2012.
c. Untuk mengetahui pengetahuan mengenai rokok siswa SMK Satria
Nusantara Binjai Pada Tahun 2012.
d. Untuk mengetahui sikap siswa SMK Satria Nusantara Binjai terhadap
rokok.
e. Untuk mengetahui tindakan merokok siswa SMK Satria Nusantara Binjai
pada tahun 2012
1.4. Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan masukan kepada pihak terkait, seperti Dinas Kesehatan
Propinsi dan Dinas Kesehatan Kota Binjai untuk menentukan dan
merencanakan program baru dalam pendidikan kesehatan dan bahaya rokok.
b. Sebagai masukan kepada pihak SMK Satria Nusantara Binjai untuk
memotivasi siswanya agar mengurangi kebiasaan merokok.
c. Bagi peneliti lain berguna sebagai bahan masukan atau tambahan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan menyelesaikan penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku
2.1.1. Pengertian Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang
sampai dengan manusia itu berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas
masing-masing. Sehingga yang dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya
adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
kegiatan yang sangat luas sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara
lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca,
dan seterusnya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmodjo 2003).
Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan
bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus,
organisme, dan respon sehingga teori Skinner ini disebut “S-O-R”
(Stimulus-Organisme-Respons). Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku
manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a) Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)
Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum dapat
diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas
dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap
b) Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah
berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau
“observeable behaviour”.
2.1.2. Bentuk Perilaku
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan,
membedakan adanya tiga ranah perilaku, yaitu kognitif (cognitive), afektif
(affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya
berdasarkan pembagian domain oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan
pendidikan praktis, dikembangakan menjadi tingkat ranah perilaku sebagai
berikut
a. Pengetahuan (knowledge)
b. Sikap (attitude)
c. Tindakan (practice)
a. Perilaku dalam bentuk Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau cognitive merupakan domain yang sangat penting dalam
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda
secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesutau yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat
diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Analisis adalah suatau kemampuan seseorang untuk menjabarkan suatu
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan pada kemampuan seseorang untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian - penilaian
itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian
atau responden (Notoatmodjo, 2003).
b. Perilaku dalam bentuk Sikap
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berprestasi dan merasa
dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi
merupakan kecenderungan untuk berprilaku dengan cara-cara tertentu terhadap
objek. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya.
Menurut Newcomb, yang dikutip Notoatmodjo (1993) salah seorang ahli
psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesedian
untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata
lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.
Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)
2. Menanggapi (responding)
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
3. Mengahargai (valuing)
Menghargai diartikan subjekatau seseorang memberikan nilai yang
positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang
lain bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain merespon.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap
Berkowitz dalam Azwar (2000)pernah mendaftarkan lebih dari 30
definisi tentang sikap. Namun secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga
kelompok pemikiran, yaitu:
1. Kelompok pertama yang diwakili oleh Louis Thrston (1928). Rensis
Linkert (1932), Charles Osgood (1975) Mengatakan bahwa ” sikap adalah suatu
bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, baik perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung dan tidak memihak
(unfavorable) terhadap objek sikap tertentu “.
2. Kelompok kedua diwakili oleh Chave (1928), Bogardus (1931), La
Piere (1934), Mead (1934), dan Girdon Allport (1934) mengatakan bahwa
“Sikap adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan
cara-cara tertentu. Apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya respon”.
3. Kelompok ketiga adalah yang mengatakan bahwa “ Sikap merupakan
konstalasi komponen –komponen kognitif, afektif, dan konatif termasuk dalam
kelompok ini Secord dan Backman (1964) mengatakan bahwa “ Sikap adalah
sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi) , Pemikiran (kognisi)
dan predisposisis tindakan seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan
sekitarnya”.
Sikap terjadi karena adanya rangsangan sebagai objek sikap yang harus
diberi respon baik responnya positif ataupun negatif, suka atau tidak suka,
bahwa sikap mempunyai dua kemungkinan, yaitu sikap positif dan sikap negatif
terhadap suatu objek sikap. Sikap akan menunjukkan apakah seseorang
menyetujui, mendukung, memihak, (favorable) atau tidak menyetujui, tidak
mendukung, atau tidak memihak (Unfavorable) suatu objek sikap. Bila
seseorang mempunyai sikap mendukung objek sikap, berarti mempunyai sikap
positif terhadap objek tersebut. Sebaliknya jika seseorang tidak mendukung
terhadap objek sikap berarti mempunyai sikap yang arahnya negatif terhadap
objek yang bersangkutan. (Fishbein 1978 dalam Simangunsong 2011)
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu objek yang bersangkutan.Pertanyaan secara langsung
juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan
kata “setuju” atau “ tidak setuju “ terhadap pernyataan-pernyataan terhadap
objek tertentu.
c. Perilaku dalam bentuk Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk mewujudkan sikap ,menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apayang diketahui,
proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekan apa
(practice) kesehatan. Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi tiga
tingkatan menurut kwalitasnya, yakni :
1. Praktik terpimpin (guided response)
Apabila suatu subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tapi masih
tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.
2. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikan
sesuatu hal secara otomatis, maka disebut praktik atau tindakan mekanis.
3. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.
Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi
sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam,
hari,atau bulan yang lalu (recall). Pengkuran juga dapat dilakukan secara
langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden
(Notoatmodjo, 2003).
2.1.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku
Menurut Green bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), adalah faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,
tradisi, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan.
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku
Teori WHO dalam Notoadmodjo (2003) menjelaskan 4 alasan pokok
mengapa seseorang berperilaku, yaitu:
1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)
Hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan
pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal
untuk bertindak atau berperilaku. Seseorang yang merokok, akan
mempertimbangkan untung rugi dan manfaatnya.
2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang
dipercayai (personal references)
Di dalam masyarakat, dimana sikap paternalistik masih kuat, maka
perubahan perilaku masyarakat tergantung dari perilaku acuan (referensi) yang
pada umumnya adalah para tokoh masyarakat setempat. Pada keluarga biasanya
ayah, ibu atau saudara kandung yang lebih tua. Seseorang yang merokok
3. Sumberdaya (recources)
Faktor ini merupakan pendukung terjadinya perilaku seseorang atau
masyarakat. Jika dibandingkan dengan teori Green, sumber daya termasuk
faktor enabling. Seseorang akan merokok bila memiliki dana untuk
memperoleh rokok.
4. Sosiobudaya (culture)
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber
di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life)
yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam
waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama.
Sosio budaya setempat sangat berpengaruh terhadap terbentuknya
perilaku seseorang. Hal ini sangat berpengaruh di dalam keluarga. Sebab
keluarga merupakan ruang lingkup sosial budaya yang paling kecil.
Teori Shenandu B Kar dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa
terdapat 5 determinan perilaku yaitu:
1. Adanya Niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan
dengan objek atau stimulus di luar dirinya.
2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support) di
dalam kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung
memerlukan legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut
bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat. Maka ia akan
3. Terjangkaunya informasi (accessibility of information) adalah
tersedianya informasi- informasi terkait dengan tindakn yang akan di ambil oleh
seseorang
4. Adanya otonomi atas kebebasan pribadi (personal outonomy) untuk
mengambil keputusan
5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation)
artinya ada kondisi serta kemampuan yang memungkinkan untuk bertindak.
2.1.4. Teori Belajar Sosial
Bandura (1977) menyatakan bahwa "Learning would be exceedingly
laborious, not to mention hazardous, if people had to rely solely on the effects
of their own action to inform them what to do. Fortunately, most human
behavior is learned observationally through modeling: from observing others
one form an idea of her new behavior are performed, and on later occasion this
coded information serves as a guide for action".
Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi
timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh
lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola
belajar sosial jenis ini. Contohnya, seorang yang hidupnya dan dibesarkan di
dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau
sebaliknya menganggap bahawa judi itu adalah tidak baik.
Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana
(1977) menghipotesiskan bahwa tingkah laku (B = behavior), lingkungan (E =
environment) dan kejadian-kejadian internal pada pelajar yang mempengaruhi
persepsi dan aksi (P = perception) adalah merupakan hubungan yang saling
berpengaruh atau berkaitan (interlocking). menurut Albert Bandura lagi, tingkah
laku sering dievaluasi, yaitu bebas dari timbal balik sehingga boleh mengubah
kesan-kesan personal seseorang. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi
konsepsi diri individu.
Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang
dihadapkan pada seseorang secara kebetulan; lingkungan-lingkungan itu kerap
kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut
Bandura, bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara
selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari teori pembelajaran
sosial adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu
langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational
learning).
1. Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui
kondisi yang dialami orang lain atau vicarious conditioning. Contohnya,
seorang pelajar melihat temannya dipuji atau ditegur oleh gurunya kerana
perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang
tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari
2. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku suatu
model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada
saat pengamat itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu
yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat
pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu.
Menurut Bandura, perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor
dalam diri (kognitif) dan lingkungan. Untuk menjelaskan pandangan ini, beliau
telah mengemukakan teori tentang imitasi. Bersama dengan Walter (1963) dia
mengadakan penelitian pada anak-anak dengan cara menonton orang dewasa
memukul, mengetuk dengan tukul besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit
‘sockeroo’ dalam film. Setelah menonton film anak-anak ini diarah bermain di
ruang permainan dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam film.
Setelah kanak-kanak tersebut melihat patung tersebut, mereka meniru aksi-aksi
yang dilakukan oleh orang yang mereka tonton dalam film.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan
moral ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan
imitation (peniruan). Prosedur-prosedur Social learning:
1. Conditioning
Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral pada
dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan
Dasar pemikirannya: Sekali seorang mempelajari perbedaan antara
perilaku-perilaku yang menghasilkan ganjaran (reward) dengan perilaku-perilaku yang
mengakibatkan hukuman (punishment), sehingga dia bisa memutuskan sendiri
perilaku mana yang akan dia perbuat.
Hal ini sesuai dengan Conditioning Theory yang dikemukakan dan
dikembangkan pertama kali oleh John B. Watson di AS (1878-1958). Watson
berpendapat bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau
respon-respon bersyarat melalui stimulus penganti. Menurut Watson, manusia
dilahirkan dengan refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta, dan
marah. Semua tingkah laku lainya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus
dan respon yang baru melalui “conditioning”.Salah satu percobaan yang
terkenal adalah percobaan terhadap anak umur 11 tahun “Albert” dengan seekor
tikus putih. Percobaan itu memiliki kesimpulan I bahwa rasa takut dapat timbul
tanpa dipelajari dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat
tanpa dibarengi stimulus tak bersyarat.
2. Imitation
Imitation (peniruan). Dalam Hal ini orang tua atau anggota keluarga lain
akan sangat mungkin menjadi model yang perilakunya akan di imitasi oleh
anggota keluarga lainnya. Jadi dalam Social Learning,seseorang belajar karena
contoh lingkungan.
Analisis Belajar Sosial dari Bandura menyatakan bahwa perilaku model
menekankan kepentingan lingkungan, atau situasional, sebagai determinan
perilaku. Perilaku merupakan hasil dari interaksi terus menerus antara variabel
individu dan lingkungannya. Kondisi lingkungan membentuk perilaku melalui
proses belajar, dan selanjutnya perilaku orang tersebut membentuk lingkungan.
Orang dan situasi saling mempengaruhi secara timbal balik. Orang dapat belajar
dengan mengobservasi tindakan orang lain dan dengan melihat konsekuensi
tindakan tersebut. Proses ini mungkin lambat dan tidak efisien seakan-akan
semua perilaku kitaharus dipelajari melalu penguatan langsung respons kita.
Asumsi dasar dari teori Belajar Sosial adalah manusia mempelajari tingkah laku
melalui proses yang terus berjalan. Meniru model merupakan proses berikutnya
yang berhubungan dengan keberadaan, kesukaan, dan kuasa dari model itu
sendiri.(Awlia, 2010)
Lingkungan sebagai faktor utama dalam social learning yang
dikemukakan oleh Bandura menitikberatkan kepada lingkungan sosial,
lingkungan sosial yang paling dekat dengan individu dan memiliki waktu
interaksi yang sangat banyak adalah keluarga sebagaimana bentuk bentuk
sosialisasi yang lain, menurut Kamanto dalam Notoadmodjo (2003) maka
sosialisasi selalu berawal pada keluarga.
Gambar 2.1. Skema Teori Bandura
2.2. Keluarga
2.2.1. Pengertian Keluarga
Definisi yang dikemukakan oleh Depkes 1988 adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (Effendi dalam Saragi, 2010)
Menurut Burges dkk (1963) membuat definisi yang berorientasi pada
tradisi dan digunakan sebagai referensi secara luas :
1. Keluarga terdiri dari orang orang yang disatukan oleh ikatan
perkawinan, darah dan ikatan adopsi.
2. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama sama dalam
satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap
menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka.
3. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain
dalam peran peran sosial keluarga seperti ayah-ibu, anak laki laki dan anak
perempuan, sauara-saudari.
4. Keluarga sama sama menggunakan kultur yang sama yaitu kultur yang
Pegertian yang dikemukakan Salvician G Bailom dan Aracelis Maglaya
(1989) , Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung
karena hubungan darah, hubungan perkawinan, atau pengangkatan dan mereka
hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain di dalam perannya
masing masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friendman
Marlin dalam Saragi 2010)
Menurut Duncan Mitchell, 1984 dalam suatu organisasi sosial seperti
keluarga, perubahan dalam kelakuan seorang anggota keluarga akan
berpengaruh bagi anggota- anggota lain.
Sebagaimana dikatakan oleh Radcliffe - Brown dalam Mitchell (1984)
Bahwa dalam sistem kekeluargaan ada hubungan saling ketergantungan yang
kompleks antara anggota anggotanya.
Menurut Horton (1991) keluarga adalah suatu struktur kelembagaan yang
berkembang melalui upaya masyarakat untuk menyelesaikan tugas tugas
tertentu. Sehingga keluarga memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi pengetahuan seksual : Keluarga adalah lembaga pokok yang
merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan
kepuasan keinginan seksual.
b. Fungsi reproduksi : Keluarga “mereproduksi” anak. Namun tidak ada
masyarakat yang menetapkan seperangkat norma untuk memeroleh anak.
c. Fungsi sosialisasi : Keluarga merupakan kelompok primer (primary group)
yang pertama dari seorang anak dan dari situlah perkembangan kepribadian
bermula. Ketika anak sudah cukup umur untuk memasuki kelompok primer
lain diluar keluarga, pondasi dasar kepribadiannya sudah tertanamkan secara
kuat. Salah satu dari sekian banyak cara keluarga untuk mensosialisasikan
anak adalah melalui pemberian model bagi anak.
d. Fungsi afeksi : Sebagian besar masyarakat hampir seluruhnya bertumpu
pada keluarga untuk mendapatkan tanggapan kasih sayang. Kebutuhan
persahabatan dipenuhi oleh sebagian kelompok lain.
e. Fungsi penentuan status : Dalam memasuki sebuah keluarga, seseorang
mewarisi suatu rangkaian status.
f. Fungsi perlindungan : Dalam setiap masyarakat keluarga memberikan
perlindungan fisik, ekonomis, dan psikologis bagi seluruh anggotanya.
g. Fungsi ekonomis : keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagian
besar masyarakat primitive. Para anggota keluarga bekerjasama sebagai tim
untuk menghasilkan sesuatu.
2.2.2. Karakteristik Keluarga
Karakteristik keluarga adalah sifat keluarga yang relatif tidak berubah
atau yang dipengaruhi oleh lingkungan. Seperti pendidikan, pekerjaan dll.
Pendidikan orang tua : Tingkat pendidikan orang tua cenderung akan
memengaruhi pola komunikasi yang dibangun di dalam keluarga dan
akan memengaruhi kebiasaan merokok.
Pekerjaan orang tua : pekerjaan orang tua akan mempengaruhi tingkat
ekonomi keluarga yang berdmpak pada kemampuan untuk merokok.
Pekerjaan orang tua juga akan memengaruhi kebiasaan orang tua yang
kemudian terbawa ke lingkungan rumah.
Jumlah anggota keluarga : Jumlah anggota keluarga akan membagi
perhatian keluarga.
Penghasilan Keluarga : Penghasilan keluarga akan memengaruhi seberapa
banyak uang saku seorang anak. Semakin besar uang saku anak, akan
semakin besar kesempatannya untuk menggunakan uang tersebut untuk
membeli rokok
Selain karakteristik keluarga, setiap perilaku anggota keluarga
dipengaruhi oleh sosial budaya yang dianut oleh keluarga tersebut.
2.3. Sosial Budaya
Definisi kebudayaan (Koentjaraningrat dalam Pengantar Antropologi),
”Kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang
teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar dan yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.”
Taylor dalam buku Primitive Culture menyatakan ”Kebudayaan sebagai
keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan,
kepercayaan, dan kemampuan kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan
kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat manusia sebagai
anggota masyarakat.” (SNotoadmodjo, 2010)
Sifat hakikat kebudayaan menurut Soekanto (2006) adalah:
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahinya suatu
generasitertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang
bersangkutan.
3. Kebudayaan diperlukan manusia dan diwujudkan tingkah lakunya.
4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan
kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan, yang diterima dan ditolak, tindakan tindakan
yang dilarang dan diizinkan.
Unsur-unsur universal yang pasti didapatkan di semua kebudayaan di
dunia adalah:
1) Sistem religi
3) Sistem pengetahuan
4) Bahasa
5) Kesenian
6) Mata pencaharian
7) Teknologi dan peralatan
Kebudayaan adalah suatu system norma-norma yang rumit, cara merasa
dan bertindak yang diharapkan yang distandarisasi, yang dikenal dan diikuti
secara umum oleh para anggota masyarakat. Dalam kebudayaan mengandung :
1. Kebiasaan. Kebiasaan (folkways) hanyalah satu cara yang lazim yang
wajar dan diulang-ulang dalam melakukan sesuatu oleh sekelompok orang.
Generasi baru menyerap kebiasaan sebagian dengan pendidikan yang terencana
yang di perhatikan dan dihayat. Karena mereka terus-menerus melihat cara-cara
berperilaku tertentu, mereka yakin hanya itulah cara yang benar.
2. Tata Kelakuan. Tata kelakuan adalah gagasan yang kuat mengenai
salah dan benar yang menuntut tindakan tertentu dan melarang yang lain. Tata
kelakuan adalah keyakinan tentang salah dan benar dalam perilaku/tindakan.
Tata kelakuan tidak ditentukan atau dipikirkan atau disusun dengan sengaja
karena seseorang menganggap hal itu merupakan pemikiran yang baik. Namun,
Tata kelakuan itu muncul secara bertahap dari perilaku kebiasaan dari sebagian
besar orang tanpa pilihan atau maksud maksud yang disadari. Jadi asalnya
Tata kelakuan diajarkan kepada orang muda bukan sebagai serangkaian
keabsolutan yang keramat.
3. Lembaga. Kelompok kebiasaan dan tatakelakuan yang diorganisasi
yang berhubungan kegiatan kegiatan penting diwujudkan dalam lembaga sosial.
Suatu lembaga adalah sistem hubungan sosial yang terorganisasi yang
mewujudkan nilai-nilai dan tata cara umum tertentu dan memenuhi kebutuhan
dasar masyarakat tertentu.
Selain faktor budaya terdapat juga faktor sosial yang berpengaruh pada
perilaku kesehatan (H. Ray Elling dalam Notoatmodjo,2003) antara lain:
1 Image kelompok
Image seseorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok,
misal: anak seorang dokter akan terpapar oleh organisasi kedokteran dan
orang-orang dengan pendidikan tinggi, sedangkan anak buruh atau petani tidak
terpapar dengan lingkungan medis, dan mungkin juga tidak bercita-cita untuk
menjadi dokter.
Dengan demikian, perilaku dari masing-masing anak cenderung
merefleksikan kelompoknya. Contoh lain: keluarga di pedesaan yang
mempunyai kebiasaan untuk menggunakan dukun, akan berpengaruh terhadap
perilaku anaknya dalam mencari pertolongan pengobatan pada saat mereka
sudah berkeluarga.
Identifikasi individu kepada kelompoknya juga berpengaruh terhadap
perilaku kesehatan (G.M. Foster, 1973) Self concept ditentukan oleh tingkatan
kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan pada diri kita sendiri, terutama
bagaimana kita ingin memperlihatkan diri kepada orang lain. Apabila orang lain
melihat kita positif dan menerima apa yang kita lakukan, kita akan meneruskan
perilaku kita. Tetapi apabila orang lain berpandangan negatif terhadap perilaku
kita dalam jangka waktu lama, akan marasa suatu keharusan untuk melakukan
perubahan perilaku.
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, 1998). Menurut Sudarmaji
(2000) konsep diri yang dimiliki manusia tidak terbentuk secara instan,
melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup manusia. Dalam berinteraksi,
setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan dijadikan
cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Dimana
pada akhirnya individu mulai bisa mengetahui siapa dirinya, apa yang
diinginkannya serta dapat melakukan penilaian terhadap dirinya. (Sahputra ,
2009)
Oleh karena itu secara tidak langsung self concept kita cenderung
menentukan misal: bila kita dipandang negatif karena tubuh kita terlalu gemuk,
kita merasa tidak bahagia, dan akan segera berkonsultasi kepada ahli diet, atau