• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancang Sistem Pakar Berbasis Web Untuk Pembagian Warisan (Faraidh)Dengan Metode Forward Chaining

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perancang Sistem Pakar Berbasis Web Untuk Pembagian Warisan (Faraidh)Dengan Metode Forward Chaining"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

FORWARD CHAINING

SKRIPSI

SAID LUFTHAN AFIF

041401044

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FORWARD CHAINING

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar

Sarjana Komputer

SAID LUFTHAN AFIF

041401044

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PERANCANGAN SISTEM PAKAR BERBASIS

WEB UNTUK PEMBAGIAN WARISAN

(FARAIDH) DENGAN METODE FORWARD

CHAINING

Kategori : SKRIPSI

Nama : SAID LUFTHAN AFIF

Nomor Induk Mahasiswa : 041401044

Program Studi : SARJANA (S1) ILMU KOMPUTER

Departemen : ILMU KOMPUTER

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

INFORMASI

Diluluskan di Medan, 3 Juli 2012

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Syahril Efendi, S.si, MIT Maya Silvi Lydia, B.Sc, M.Sc

NIP. 19671110196021011 NIP. 197401272002122001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Ilmu Komputer Fasilkom-TI USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PERANCANGAN SISTEM PAKAR BERBASIS WEB UNTUK PEMBAGIAN

WARISAN (FARAIDH) DENGAN METODE FORWARD CHAINING

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 3 Juli 2012

(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya, serta shalawat dan salam kehadirat Sayyidina Muhammad SAW. Penulis sangat bersyukur karena penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Maya Silvi Lydia,B.Sc,M.Sc sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak Syahril Efendi,S.Si,MIT sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan kepada penulis untuk menyempurnakan kajian ini. Panduan ringkas, padat dan profesional telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Selanjutnya kepada Dosen Penguji Bapak Prof.Dr. Iryanto,M.Si, dan Bapak Sajadin Sembiring,S.Si,MS.Comp atas saran dan kritikan yang sangat berguna bagi penulis. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer, Bapak Dr.Poltak Sihombing,M.Kom dan Ibu Maya Silvi Lydia,B.Sc,M.Sc, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Komputer-Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara, semua dosen serta pegawai di Program Studi S1 Ilmu Komputer Fasilkom-TI USU.

Akhir kata, ribuan terima kasih penulis persembahkan kepada ibunda penulis tercinta Nazlah,S.Ag yang telah banyak memberikan dukungan dan do’a serta kesabaran dalam mendidik penulis. Untuk saudara-saudara penulis, Syarifah Efriza Assegaf, Said M Fauzan Assegaf dan Said Kemal Assegaf, yang selalu memberikan semangat kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Serta kepada seluruh teman-teman yang turut membantu penulis dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Sehingga dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

(6)

ABSTRAK

Sistem Pakar adalah program berbasis pengetahuan yang menyediakan solusi-solusi

dengan kualitas pakar untuk problema-problema dalam suatu domain yang spesifik.

Sistem pakar banyak diimplementasikan dalam berbagai disiplin ilmu, salah satunya

dalam bidang pembagian warisan. Pembagian warisan atau dalam istilah hukumIslam

disebut dengan faraidh dewasa ini kurang diperhatikan. Salah satu penyebabnya

adalah kerumitan mengimplementasikan faraidh ini, karena rumitnya perhitungan

pembagian harta warisan yang harus sesuai dengan kaidah ilmu faraidh.

Pada penelitian ini merancang suatu sistem pakar yang dapat menentukan pembagian harta warisan berdasarkan hukum Islam. Pada penelitian ini, sistem menggunakan

metode forward chaining dalam menentukan bagian dari masing-masing ahli waris.

Aplikasi ini dibuat dengan bahasa pemrograman PHP dan MySQL sebagai penyimpanan basis pengetahuannya. Pengujian sistem ini dilakukan dengan

mencocokkan proses forward chaining pada penelusuran pohon keputusan

menentukan bagian warisan pada tahap perancangan dengan sistem sesungguhnya yang telah dibangun.

Hasil yang diperoleh dari sistem pakar ini berupa output informasi ahli waris dan

persentase bagian dari masing-masing ahli waris. Pengguna dapat menggunakan persentase bagian tersebut sebagai pendukung keputusan dalam menentukan jumlah nominal bagian masing-masing ahli waris.

Sistem pakar ini dapat membantu siapa saja yang ingin mengetahui mengenai

pembagian warisan sesuai dengan kaidah faraidh. Dan untuk ke depannya penulis

mengharapkan sistem pakar ini dapat dikembangkan dengan menambahkan aturan mazhab lain, agar dapat lebih melengkapi pengetahuan dari sistem pakar ini.

(7)

DESIGN OF WEB-BASED EXPERT SYSTEM FOR SHARING THE

INHERITANCE (FARAIDH) BY USING THE FORWARD CHAINING

METHOD

ABSTRACT

Expert system is a knowledge-based program that provides expert quality solutions to problems in a spesific domain. Expert systems are widely implemented in various disciplines, one of them in the field of inheritance. Inheritance or in terms of Islamic law called faraidh, less attention today. One reason is the complexity in implementing this faraidh, because of the complexity of calculating the distribution of the estate that must be in accordance with the rules of science faraidh.

This research will design an expert system that can determine the distribution of inheritance according to islamic law. In this research the system uses the forward chaining methode in determining the part of each heir. This application made by using PHP programming language and MySQL as the storage of knowledge base. The testing of this system done by comparing the forward chaining process at the searching of decision tree to determine the inheritance in the design phase with the real system that has been built.

The results of this expert system in the form of output information and the percentage of the heirs of each heir. Users can use it as decision support in determining the nominal amount of each heir.

This expert system can help anyone who wants to know about inheritance in accordance with the rules faraidh. And for the future the author expects this expert system can be expanded by adding other school rules, in order to complement the knowledge of this expert system.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Metode Penelitian 4

1.7 Sistematika Penulisan 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Sistem Pakar 6

2.1.6 Orang-Orang Yang Terlibat Dalam Sistem Pakar 11

2.1.7 Kategori Masalah Dalam Sistem Pakar 11

2.1.8 Metode Inferensi 12

2.1.8.1 Metode Backward Chaining 12

2.1.8.2 Metode Forward Chaining 13

2.1.9 Teknik Representasi Pengetahuan 13

2.2 Ilmu Faraidh (Pembagian Warisan) 14

2.2.1 Ashhabul Furudh 18

2.2.1.1 Ashhabul Furudh Yang Mendapat 18

Bagian Setengah

2.2.1.2 Ashhabul Furudh Yang Mendapat Bagian 20

Seperempat

2.2.1.3 Ashhabul Furudh Yang Mendapat Bagian 21

(9)

2.2.1.4 Ashhabul Furudh Yang Mendapat Bagian 22

Dua per Tiga

2.2.1.5 Ashhabul Furudh Yang Mendapat Bagian 23

Sepertiga

2.2.1.6 Ashhabul Furudh Yang Mendapat Bagian 24

Seperenam

2.2.2 Ashobah 26

2.2.2.1 Ashobah bin Nafsi 27

2.2.2.2 Ashobah bil Ghoir 28

2.2.2.3 Ashobah Ma’al Ghoir 29

Bab 3 Analisis dan Perancangan Sistem

3.1 Analisis Sistem 30

3.1.1 Identifikasi Masalah 30

3.1.2 Penyebab Masalah 31

3.1.3 Penyelesaian Masalah 32

3.1.4 Hasil Analisis Sistem 32

3.1.5 Hasil Analisis Pengetahuan 33

3.2 Perancangan Sistem 35

3.2.1 Algoritma Cara Kerja Pakar Dalam Pembagian Warisan 35

3.2.2 Perancangan Mesin Inferensi 36

3.2.4 Perancangan Basis Aturan 49

3.3 Perancangan Struktur Program 58

3.4 Perancangan Antarmuka 58

3.4.1 Rancangan Halaman Utama 59

3.4.2 Rancangan Halaman Menu Konsultasi 59

3.4.3 Rancangan Halaman Menu Tentang Waris 62

3.4.4 Rancangan Halaman Menu About 62

3.4.5 Rancangan Halaman Menu Petunjuk Penggunaan 62

Sistem

3.4.6 Rancangan Halaman Menu Login 64

3.4.7 Rancangan Halaman Administrator 64

3.4.8 Rancangan Halaman Menu Data Pertanyaan 65

3.4.9 Rancangan Halaman Menu Data Solusi 67

3.4.10 Rancangan Halaman Menu Data Aturan 69

Bab 4 Implementasi dan Pengujian 74

4.1 Implementasi 74

4.1.1 Tampilan Antar muka Aplikasi 75

4.1.1.1 Halaman Utama 75

4.1.1.2 Halaman Menu Home 75

4.1.1.3 Halaman Menu Konsultasi 76

(10)

4.1.1.5 Halaman Menu About 78

4.1.1.6 Halaman Petunjuk Penggunaan Sistem 80

4.1.1.7 Halaman LoginAdministrator 80

4.2 Pengujian Sistem 84

4.2.1 Kasus Pertama 84

4.2.1.1 Tahap Perancangan Kasus Pertama 84

4.2.1.2 Implementasi Sistem Kasus Pertama 85

4.2.2 Kasus Kedua 87

4.2.2.1 Tahap Perancangan Kasus Kedua 87

4.2.2.2 Implementasi Sistem Kasus Kedua 88

4.2.3 Kasus Ketiga 89

4.2.3.1 Tahap Perancangan Kasus Ketiga 89

4.2.3.2 Implementasi Sistem Kasus Ketiga 90

4.2.4 Kasus Keempat 91

4.2.4.1 Tahap Perancangan Kasus Keempat 91

4.2.4.2 Implementasi Sistem Kasus Keempat 92

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 94

5.1 Kesimpulan 94

5.2. Saran 95

Daftar Pustaka 96

Lampiran A 97

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Tabel tbl_pengguna 38

3.2 Tabel tbl_pertanyaan 38

3.3 Tabel tbl_hasil 39

3.4 Tabel tbl_aturan 39

3.5 Tabel tbl_memori_kerja 39

3.6 Tabel tbl_admin 40

3.7 Kamus Data tbl_pengguna 47

3.8 Kamus Data tbl_pertanyaan 48

3.9 Kamus Data tbl_solusi 48

3.10 Kamus Data tbl_aturan 48

3.11 Kamus Data tbl_memori_kerja 49

3.12 Kamus Data tbl_admin 49

4.1 Kumpulan Pertanyaan Kasus Pertama 85

4.2 Kumpulan Pertanyaan Kasus Kedua 88

4.3 Kumpulan Pertanyaan Kasus Ketiga 90

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Contoh Backward Chaining 13

2.2 Contoh Forward Chaining 13

3.1 Cara Kerja Pakar “Pembagian Warisan Sesuai Syariat Islam” 36

3.2 Flowchart Sistem Pakar Warisan Islam 37

3.3 Relasi Antar Tabel 40

3.4 Diagram Konteks 41

3.5 DFD Level 1 43

3.6 DFD Level 2 46

3.7 Perancangan Struktur Program 58

3.8 Rancangan Halaman Utama 59

3.9 Rancangan Halaman Menu Konsultasi 60

3.10 Rancangan Halaman Pertanyaan Konsultasi 61

3.11 Rancangan Halaman Hasil Konsultasi 61

3.12 Rancangan Halaman Penjelasan 62

3.13 Rancangan Halaman Menu Tentang Waris 63

3.14 Rancangan Halaman Menu About 63

3.15 Rancangan Halaman Menu Petunjuk Penggunaan Sistem 64

3.16 Rancangan Halaman Menu Login 65

3.17 Rancangan Halaman Administrator 65

3.18 Rancangan Halaman Menu Data Pertanyaan 66

3.19 Rancangan Halaman Menu Input Data Pertanyaan 66

3.20 Rancangan Halaman Menu Edit Data Pertanyaan 67

3.21 Rancangan Halaman Menu HapusData Pertanyaan 68

3.22 Rancangan Halaman Menu Data Solusi 68

3.23 Rancangan Halaman Menu Input Data Solusi 69

3.24 Rancangan Halaman Menu Edit Data Solusi 70

3.25 Rancangan Halaman Menu HapusData Solusi 70

3.26 Rancangan Halaman Menu Data Aturan 71

3.27 Rancangan Halaman Menu Input Data Aturan 71

3.28 Rancangan Halaman Menu Edit Data Aturan 72

3.29 Rancangan Halaman Menu HapusData Aturan 73

4.1 Tampilan Halaman Utama 76

4.2 Tampilan Halaman Form Data Pengguna 77

4.3 Tampilan Halaman Tanya Jawab Konsultasi 77

4.4 Tampilan Halaman Hasil Konsultasi 78

4.5 Tampilan Halaman Menu Tentang Waris 79

4.6 Tampilan Halaman Menu About 79

4.7 Tampilan Halaman Petunjuk Penggunaan Sistem 80

4.8 Tampilan Halaman Login Administrator 81

4.9 Tampilan Halaman Utama Administrator 81

4.10 Tampilan Halaman Data Pertanyaan 82

(13)

4.12 Tampilan Halaman Edit Pertanyaan 83

4.13 Tampilan Halaman Hapus Pertanyaan 84

4.14 Proses Tanya Jawab Kasus Pertama 86

4.15 Hasil Konsultasi Kasus Pertama 86

4.16 Penjelasan Hasil Konsultasi Kasus Pertama 87

4.17 Proses Tanya Jawab Kasus Kedua 89

4.18 Hasil Konsultasi Kasus Kedua 89

4.19 Proses Tanya Jawab Kasus Ketiga 91

4.20 Hasil Konsultasi Kasus Ketiga 91

4.21 Proses Tanya Jawab Kasus Keempat 93

(14)

ABSTRAK

Sistem Pakar adalah program berbasis pengetahuan yang menyediakan solusi-solusi

dengan kualitas pakar untuk problema-problema dalam suatu domain yang spesifik.

Sistem pakar banyak diimplementasikan dalam berbagai disiplin ilmu, salah satunya

dalam bidang pembagian warisan. Pembagian warisan atau dalam istilah hukumIslam

disebut dengan faraidh dewasa ini kurang diperhatikan. Salah satu penyebabnya

adalah kerumitan mengimplementasikan faraidh ini, karena rumitnya perhitungan

pembagian harta warisan yang harus sesuai dengan kaidah ilmu faraidh.

Pada penelitian ini merancang suatu sistem pakar yang dapat menentukan pembagian harta warisan berdasarkan hukum Islam. Pada penelitian ini, sistem menggunakan

metode forward chaining dalam menentukan bagian dari masing-masing ahli waris.

Aplikasi ini dibuat dengan bahasa pemrograman PHP dan MySQL sebagai penyimpanan basis pengetahuannya. Pengujian sistem ini dilakukan dengan

mencocokkan proses forward chaining pada penelusuran pohon keputusan

menentukan bagian warisan pada tahap perancangan dengan sistem sesungguhnya yang telah dibangun.

Hasil yang diperoleh dari sistem pakar ini berupa output informasi ahli waris dan

persentase bagian dari masing-masing ahli waris. Pengguna dapat menggunakan persentase bagian tersebut sebagai pendukung keputusan dalam menentukan jumlah nominal bagian masing-masing ahli waris.

Sistem pakar ini dapat membantu siapa saja yang ingin mengetahui mengenai

pembagian warisan sesuai dengan kaidah faraidh. Dan untuk ke depannya penulis

mengharapkan sistem pakar ini dapat dikembangkan dengan menambahkan aturan mazhab lain, agar dapat lebih melengkapi pengetahuan dari sistem pakar ini.

(15)

DESIGN OF WEB-BASED EXPERT SYSTEM FOR SHARING THE

INHERITANCE (FARAIDH) BY USING THE FORWARD CHAINING

METHOD

ABSTRACT

Expert system is a knowledge-based program that provides expert quality solutions to problems in a spesific domain. Expert systems are widely implemented in various disciplines, one of them in the field of inheritance. Inheritance or in terms of Islamic law called faraidh, less attention today. One reason is the complexity in implementing this faraidh, because of the complexity of calculating the distribution of the estate that must be in accordance with the rules of science faraidh.

This research will design an expert system that can determine the distribution of inheritance according to islamic law. In this research the system uses the forward chaining methode in determining the part of each heir. This application made by using PHP programming language and MySQL as the storage of knowledge base. The testing of this system done by comparing the forward chaining process at the searching of decision tree to determine the inheritance in the design phase with the real system that has been built.

The results of this expert system in the form of output information and the percentage of the heirs of each heir. Users can use it as decision support in determining the nominal amount of each heir.

This expert system can help anyone who wants to know about inheritance in accordance with the rules faraidh. And for the future the author expects this expert system can be expanded by adding other school rules, in order to complement the knowledge of this expert system.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan komputer dewasa ini telah mengalami banyak perubahan yang sangat

pesat, seiring dengan kebutuhan manusia yang semakin banyak dan kompleks.

Komputer yang pada awalnya hanya digunakan oleh para akademisi dan militer, kini

telah digunakan secara luas di berbagai bidang, misalnya: bisnis, kesehatan, psikologi,

permainan dan sebagainya. Hal ini mendorong para ahli untuk semakin

mengembangkan komputer agar dapat membantu kerja manusia atau bahkan melebihi

kemampuan kerja manusia.

Kecerdasan buatan atau artificial intelligence merupakan bagian dari ilmu

komputer yang membuat agar mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti

dan sebaik yang dilakukan oleh manusia. Salah satu dari cabang ilmu kecerdasan

buatan adalah sistem pakar. Sistem Pakar (Expert System) adalah program berbasis

pengetahuan yang menyediakan solusi-solusi dengan kualitas pakar untuk

problema-problema dalam suatu domain yang spesifik. Sistem pakar merupakan program

komputer yang meniru proses pemikiran dan pengetahuan pakar dalam menyelesaikan

suatu masalah tertentu.

Sistem pakar banyak diimplementasikan dalam berbagai disiplin ilmu, antara

lain seperti Sistem Pakar Untuk Simulasi Diagnosa Hama dan Penyakit Tanaman

Bawang (Ginanjar, 2010), Sistem Pakar Untuk Menentukan Jenis Gangguan

Perkembangan Pada Anak (Feri F., 2008), dan lain-lain. Dan pada tugas akhir ini

penulis merancang sistem pakar dalam bidang pembagian harta warisan berdasarkan

hukum Islam. Pembagian warisan atau dalam istilah fiqih Islam disebut dengan

faraidh dewasa ini kurang mendapat perhatian. Hal ini disebabkan oleh kurangnya

(17)

adalah kerumitan dalam mengimplementasikan faraidh ini, karena rumitnya

perhitungan pembagian harta warisan yang harus sesuai dengan kaidah ilmu faraidh.

Tidak jarang masalah pembagian harta warisan sering menimbulkan

perselisihan bahkan keretakan hubungan dalam sebuah keluarga. Selain disebabkan

oleh sifat tamak dan rakus, juga karena kurangnya pengetahuan mengenai pembagian

harta warisan yang sesuai dengan ajaran islam. Dan juga karena semakin terbatasnya

pakar yang menguasai ilmu faraidh, sehingga masyarakat awam sulit untuk

berkonsultasi dan mengakses pengetahuan dalam hal pembagian harta warisan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis termotivasi untuk merancang

sistem pakar yang dapat membantu perhitungan pembagian harta warisan yang sesuai

dengan kaidah ilmu faraidh, yang dipresentasikan ke dalam suatu program komputer

yang dapat membantu orang-orang awam yang mengalami kesulitan dalam

berkonsultasi dengan para pakar dalam bidang faraidh.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada

penelitian ini dapat dirumuskan yaitu :

1. Bagaimana membangun suatu sistem pakar yang dapat membantu perhitungan

pembagian harta warisan berdasarkan pada basis pengetahuan yang dikumpulkan

dari berbagai sumber serta pengetahuan para pakar.

2. Bagaimana membangun suatu sistem pakar berbasis web yang user friendly,

sehingga dapat memudahkan pengguna dalam mengakses pengetahuan dari para

(18)

1.3 Batasan Masalah

Agar pembahasan masalah tidak menyimpang dari tujuan penelitian ini, maka penulis

membuat pembatasan masalah sebagai berikut:

1.

Sistem pakar ini berbasis web.

2.

Perhitungan pembagian warisan mengikuti mazhab fiqih Syafi’iyah.

3.

Metode yang digunakan dalam penyelesaian masalah ini adalah metode forward

chaining.

4. Perancangan perangkat lunak menggunakan PHP, MySQL sebagai database

server, dan Macromedia Dreamwaver.

5. Sistem hanya mengolah input orang yang berstatus sebagai ahli waris.

6. Output sistem berupa informasi golongan orang yang berhak mendapatkan

warisan dan persentase bagian dari masing-masing ahli waris.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu perangkat lunak yang

dapat membantu penghitungan pembagian warisan. Sistem nantinya dapat

menggantikan pakar dalam bidang faraidh dan memberikan kemudahan dalam

mencari solusi dalam pembagian harta warisan yang sesuai dengan kaidah ilmu

faraidh.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Membantu orang awam dalam mengambil keputusan dalam pembagian harta

warisan yang sesuai dengan kaidah ilmu faraidh.

2. Membantu menghimpun keahlian para pakar dalam bidang faraidh yang sekarang

(19)

1.6 Metode Penelitian

Langkah-langkah dalam pengerjaan Penelitian :

1. Studi Literatur

Mempelajari mengenai perancangan sistem pakar dan ilmu faraidh.

2. Perancangan Sistem

Pada tahap ini dilakukan perancangan inference engine untuk pembagian harta

warisan dengan metode forward chaining.

3. Implementasi

Setelah melalui tahapan perancangan sistem maka pada tahap implementasi

dilakukan pembangunan sistem pakar untuk menghasilkan perangkat lunak. Pada

tahap ini, dilakukan pemilihan bahasa pemrograman yang akan digunakan

sekaligus penerapannya sampai menghasilkan perangkat lunak yang diinginkan.

4. Pengujian

Pengujian dibuat untuk mengetahui tingkat kepuasan user dan untuk mengetahui

kelemahan aplikasi ini untuk direvisi lebih lanjut. Analisis dilakukan dalam tahap

pengujian dan validasi untuk mengetahui karakteristik sistem dan

mengidentifikasi jika terdapat inkonsitensi sistem. Hasil analisis juga digunakan

sebagai dasar perbaikan.

5. Penyusunan laporan dan kesimpulan akhir.

Membuat laporan hasil analisa dan perancangan ke dalam format penulisan tugas

akhir dengan disertai kesimpulan akhir.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan ini, penulis membuat suatu sistematika yang bertujuan untuk

(20)

BAB I PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini berisikan mengenai latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan masalah tentang apa yang akan diberikan

di dalam penulisan ini, manfaat dan tujuan dari penulisan, metode

penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tentang tinjauan teoritis yang meliputi konsep dasar

sistem pakar (expert system), arsitektur sistem pakar, karakteristik sistem

pakar, representasi pengetahuan, teknik inferensi, definisi faraidh, rukun

waris, syarat waris, penggugur hak waris, pengelompokan ahli waris dan

pembagian warisan menurut kaidah faraidh.

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Bab ini menjelaskan tentang analisis pengetahun sistem pakar dengan

menggunakan metode forward chaining dan pembangunan sistem pakar

dengan menggunakan PHP dan MySQL.

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

Bab ini menjelaskan implementasi dari hasil analisis dan perancangan

sistem, pengujian sistem serta evaluasi sistemyang dibangun.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir yang mencakup kesimpulan yang

diperoleh selama melakukan pembangunan sistem dan saran-saran yang

berkaitan dengan sistem ini untuk kepentingan pengembangan sistem

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pakar

Sistem pakar adalah sistem perangkat lunak komputer yang menggunakan ilmu, fakta,

dan teknik berpikir dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan

masalah-masalah yang biasanya hanya dapat diselesaikan oleh tenaga ahli dalam bidang yang

bersangkutan (Kusrini, 2006).

Dalam penyusunannya, sistem pakar mengkombinasikan kaidah-kaidah

penarikan kesimpulan (inference rules) dengan basis pengetahuan tertentu yang

diberikan oleh satu atau lebih pakar dalam bidang tertentu. Kombinasi dari kedua hal

tersebut disimpan dalam komputer, yang selanjutnya digunakan dalam proses

pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah tertentu.

Menurut Efraim Turban (1995), konsep dasar sistem pakar mengandung :

keahlian, ahli, pengalihan keahlian, inferensi, aturan dan kemampuan menjelaskan.

Keahlian adalah suatu kelebihan penguasaan pengetahuan di bidang tertentu yang

diperoleh dari pelatihan, membaca atau pengalaman. Contoh bentuk pengetahuan

yang termasuk keahlian adalah :

a. Fakta-fakta pada lingkup permasalahan tertentu.

b. Teori-teori pada lingkup permasalahan tertentu.

c. Prosedur-prosedur dan aturan-aturan berkenaan dengan lingkup permasalahan

tertentu.

(22)

2.1.1 Pemakai Sistem Pakar

Sistem pakar dapat dipakai oleh :

1. Orang awam yang bukan pakar untuk meningkatkan kemampuan mereka

dalam memecahkan masalah.

2. Pakar, sebagai asisten yang berpengetahuan.

3. Memperbanyak atau menyebarkan sumber pengetahuan yang semakin langka.

Sistem pakar merupakan program yang dapat menggantikan seorang pakar.

Alasan mendasar mengapa sistem pakar dikembangkan untuk menggantikan seorang

pakar ;

1. Dapat menyediakan kepakaran setiap waktu dan di berbagai lokasi.

2. Secara otomatis mengerjakan tugas-tugas rutin yang membutuhkan seorang

pakar.

3. Seorang pakar akan pensiun atau pergi.

4. Menghadirkan/menggunakan jasa seorang pakar memerlukan biaya yang

mahal.

5. Kepakaran dibutuhkan juga pada lingkungan yang tidak bersahabat (hostile

environment).

2.1.2 Ciri-ciri Sistem Pakar

1. Terbatas pada bidang yang spesifik.

2. Dapat memberikan penalaran untuk data-data yang tidak lengkap atau tidak

pasti.

3. Dapat mengemukakan rangkaian alasan yang diberikannya dengan cara yang

dapat dipahami.

4. Berdasarkan pada rule atau kaidah tertentu.

5. Dirancang untuk dapat dikembangkan secara bertahap.

(23)

7. Output tergantung dari dialog dengan user.

8. Knowledge base dan inference engine terpisah.

2.1.3 Keuntungan Sistem Pakar

1. Membuat seorang yang awam dapat bekerja layaknya seorang pakar.

2. Dapat bekerja dengan informasi yang tidak lengkap atau tidak pasti.

3. Meningkatkan output dan produktivitas.

4. Meningkatkan kualitas.

6. Membuat peralatan yang kompleks lebh mudah karena sistem pakar dapat

melatih pekerja yang tidak berpengalaman.

7. Handal (reliability).

8. Sistem pakar tidak dapat lelah atau bosan.

9. Memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang kompleks.

10. Memungkinkan pemindahan pengetahuan ke lokasi yang jauh serta

memperluas jangkauan seorang pakar, dapat diperoleh dan dipakai di mana

saja.

2.1.4 Modul Penyusun Sistem Pakar

Suatu sistem pakar disusun oleh tiga modul utama (Arhami, 2005), yaitu :

1. Modul Penerimaan Pengetahuan (Knowledge Acquisition Mode)

Sistem berada pada modul ini, pada saat ia menerima pengetahuan dari pakar.

Proses mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan yang akan digunakan untuk

pengembangan sistem, dilakukan dengan bantuan knowledge engineer. Peran

knowledge engineer adalah sebagai penghubung antara suatu sistem pakar

dengan pakarnya.

2. Modul Konsultasi (Consultation Mode)

(24)

permasalahan yang diajukan oleh user, sistem pakar berada dalam modul

konsultasi. Pada modul ini, user berinteraksi dengan sistem dengan menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh sistem.

3. Modul Penjelasan (Explanation Mode)

Modul ini menjelaskan proses pengambilan keputusan oleh sistem (bagaimana

suatu keputusan dapat diperoleh).

Pengalihan keahlian dari para ahli ke komputer untuk kemudian dialihkan lagi

ke orang lain yang bukan ahli, merupakan tujuan utama dari sistem pakar. Proses ini

membutuhkan 4 aktivitas yaitu :

a. Tambahan pengetahuan (dari para ahli atau sumber-sumber lainnya).

b. Representasi pengetahuan (ke komputer).

c. Inferensi pengetahuan.

d. Pengalihan pengetahuan ke user.

Pengetahuan yang disimpan di komputer disebut dengan nama basis

pengetahuan. Ada 2 tipe pengetahuan, yaitu : fakta dan prosedur (biasanya berupa

aturan). Salah satu fitur yang harus dimiliki oleh sistem pakar adalah kemampuan

untuk menalar. Jika keahlian-keahlian sudah tersimpan sebagai basis pengetahuan dan

sudah tersedia program yang mampu mengakses basis data, maka komputer harus

dapat diprogram untuk membuat inferensi. Proses inferensi ini dikemas dalam bentuk

motor inferensi (inference engine). Sebagian besar sistem pakar komersial dibuat

dalam bentuk rule-based systems, yang mana pengetahuannya disimpan dalam bentuk

aturan-aturan. Fitur lainnya dari sistem pakar adalah kemampuan untuk

merekomendasi. Kemampuan inilah yang membedakan sistem pakar dengan sistem

konvensional.

2.1.5 Struktur Sistem Pakar

(25)

1. Basis Pengetahuan (Knowledge base).

Basis pengetahuan merupakan inti dari suatu sistem pakar, yaitu berupa

representasi pengetahuan dari pakar. Basis pengetahuan tersusun atas fakta dan

kaidah. Fakta adalah informasi tentang objek, peristiwa, atau situasi. Kaidah

adalah cara untuk membangkitkan suatu fakta baru dari fakta yang sudah

diketahui.

2. Mesin Inferensi (Inference Engine).

Mesin inferensi berperan sebagai otak dari sistem pakar. Mesin inferensi

berfungsi untuk memandu proses penalaran terhadap suatu kondisi,

berdasarkan pada basis pengetahuan yang tersedia. Di dalam mesin inferensi

terjadi proses untuk memanipulasi dan mengarahkan kaidah, model, dan fakta

yang disimpan dalam basis pengetahuan dalam rangka mencapai solusi atau

kesimpulan.

Dalam prosesnya, mesin inferensi menggunakan strategi penalaran dan strategi

pengendalian. Strategi penalaran terdiri dari strategi penalaran pasti (Exact

Reasoning) dan strategi penalaran tak pasti (Inexact Reasoning). Strategi

pengendalian berfungsi sebagai panduan arah dalam melakukan prose

penalaran. Terdapat tiga teknik pengendalian yang sering digunakan, yaitu

forward chaining, backward chaining, dan gabungan dari kedua tehnik

pengendalian tersebut.

3. Basis Data (Database).

Basis data terdiri atas semua fakta yang diperlukan, dimana fakta-fakta

tersebut digunakan untuk memenuhi kondisi dari kaidah-kaidah dalam sistem.

Basis data menyimpan semua fakta, baik fakta awal pada saat sistem mulai

beroperasi, maupun fakta-fakta yang diperoleh pada saat proses penarikan

kesimpulan sedang dilaksanakan. Basis data digunakan untuk menyimpan data

hasil observasi dan data lain yang dibutuhkan selama pemrosesan.

(26)

Fasilitas ini digunakan sebagai perantara komunikasi antara pemakai dengan

sistem.

2.1.6 Orang yang Terlibat dalam Sistem Pakar

1. Pakar (domain expert), yaitu seorang ahli yang dapat menyelesaikan masalah

yang sedang diusahakan dipecahkan oleh sistem.

2. Pembangun pengetahuan (knowledge engineer) yaitu seorang yang

menerjemahkan pengetahuan seorang pakar dalam bentuk deklaratif sehingga

dapat digunakan oleh sistem pakar.

3. Pengguna (user) yaitu seseorang yang berkonsultasi dengan system untuk

mendapatkan saran yang disediakan oleh pakar.

4. Pembangun sistem (system engineer) yaitu seorang yang membuat antarmuka

pengguna, merancang bentuk basis pengetahuan secara deklaratif dan

mengimplementasikan mesin inferensi.

2.1.7 Kategori Masalah Sistem Pakar

Masalah-masalah yang dapat diselesaikan dengan sistem pakar di antaranya :

1. Interpretasi. Membuat kesimpulan atau deskripsi dari sekumpulan data

mentah.

2. Prediksi. Memproyeksikan akibat-akibat yang dimungkinkan dari situas-situasi

tertentu.

3. Diagnosis. Menentukan sebab malfungsi dalam situasi kompleks yang

didasarkan pada gejala-gejala yang diamati.

4. Desain. Menentukan konfigurasi komponen-komponen sistem yang cocok

dengan tujuan-tujuan kinerja tertentu yang memenuhi kendala-kendala

tertentu.

5. Perencanaan. Merencanakan serangkaian tindakan yang akan dapat mencapai

(27)

6. Debugging dan repair. Menentukan dan menginterpretasikan cara-cara untuk

mengatasi malfungsi.

7. Instruksi. Mendeteksi dan mengoreksi defisiensi dalam pemahaman domain

subjek.

8. Pengendalian. Mengatur tingah laku suatu environment yang kompleks.

9. Selection. Mengidentifikasi pilihan terbaik dari sekumpulan kemungkinan.

10. Simulation. Pemodelan interaksi antara komponen-komponen sistem.

11. Monitoring. Membandingkan hasil pengamatan dengan kondisi yang

diharapkan.

2.1.8 Metode Inferensi

Komponen ini mengandung mekanisme pola sistem dan penalaran yang digunakan

oleh pakar dalam menyelesaikan suatu masalah. Metode inferensi adalah program

yang memberikan metedologi untuk penalaran tentang informasi yang ada dalam basis

pengetahuan dan dalam workplace, dan untuk memformulasikan kesimpulan (Turban,

1995).

Terdapat dua pendekatan untuk mengontrol inferensi, yaitu pelacakan dari

belakang (Backward chaining) dan pelacakan dari depan (forward chaining).

2.1.8.1Pelacakan ke belakang (Backward Chaining)

Pelacakan ke belakang adalah pendekatan yang dimotori oleh tujuan

(goaldriven). Dalam pendekatan ini pelacakan dimulai dari tujuan, selanjutnya dicari

aturan yang memiliki tujuan tersebut untuk kesimpulannya. Selanjutnya proses

pelacakan menggunakan premis untuk aturan tersebut sebagai tujuan baru dan mencari

aturan lain dengan tujuan baru sebagai kesimpulannya. Proses berlanjut sampai semua

kemungkinan ditemukan (Kusumadewi, 2003). Gambar berikut menunjukan proses

(28)

Observasi A aturan R1 fakta C

Aturan R3

Observasi B aturan R2 fakta D tujuan 1

Aturan R2

Gambar 2.1. Contoh Backward Chaining

2.1.8.2 Pelacakan ke depan (forward chaining)

Pelacakan ke depan adalah pendekatan yang dimotori data (data-driven).

Dalam pendekatan ini pelacakan dimulai dari informasi masukan, dan selanjutnya

mencoba menggambarkan kesimpulan. Pelacakan dari depan, mencari fakta yang

sesuai dengan bagian IF dari aturan IF-THEN. Gambar berikut menunjukkan proses

forward chaining.

Observasi A aturan R1 fakta C kesimpulan

Aturan R3

Observasi B aturan R2 fakta D kesimpulan 2

Aturan R2

Fakta E

Gambar 2.2 Contoh Forward Chaining

2.1.9 Teknik Representasi Pengetahuan.

Representasi pengetahuan adalah suatu teknik untuk merepresentasikan basis

pengetahuan yang diperoleh ke dalam suatu skema/diagram tertentu sehingga dapat

diketahui relasi/hubungan antara suatu data dengan data yang lain. Teknik ini

membantu knowledge engineer dalam memahami struktur pengetahuan yang akan

dibuat sistem pakarnya.

(29)

dalam pengembangan suatu sistem pakar (Nugroho, 2008), yaitu :

1. Rule-Based Knowledge

Pengetahuan direpresentasikan dalam suatu bentuk fakta (facts) dan aturan

(rules). Bentuk representasi ini terdiri atas premise dan kesimpulan.

2. Frame-Based Knowledge

Pengetahuan direpresentasikan dalam suatu bentuk hirarki atau jaringan frame.

4. Object-Based Knowledge

Pengetahuan direpresentasikan sebagai jaringan dari objek-objek. Objek adalah

elemen data yang terdiri dari data dan metoda (proses).

5. Case-Base Reasoning

Pengetahuan direpresentasikan dalam bentuk kesimpulan kasus (cases).

2.2 Ilmu Faraidh (Pembagian Warisan)

Ilmu faraidh adalah ilmu yang mempelajari tentang perhitungan dan tata cara

pembagian harta warisan untuk setiap ahli waris berdasarkan hukum Islam. Ilmu

faraidh merupakan salah satu disiplin ilmu di dalam Islam yang sangat utama untuk

dipelajari. Dengan menguasai ilmu faraidh, maka kita dapat mencegah

perselisihan-perselisihan dalam pembagian harta warisan (Baharun, 2007).

Rukun-rukun waris ada 3 (Syuja‘, 2001), yang mana jika salah satu dari rukun

waris ini tidak ada maka tidak akan terjadi pembagian warisan. Diantaranya adalah :

1. Adanya pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia yang meninggalkan

sejumlah harta dan peninggalan lainnya yang dapat diwariskan.

2. Adanya ahli waris, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang berhak untuk

menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya

(30)

3. Adanya harta warisan, yaitu harta peninggalan milik pewaris yang ditinggalkan

ketika ia wafat. Harta warisan ini dapat berbagai macam bentuk dan jenisnya,

seperti uang, emas, perak, kendaraan bermotor, asuransi, komputer, peralatan

elektronik, binatang ternak (seperti ayam, kambing, domba, sapi, kerbau, dan

lain-lain), rumah, tanah, sawah, kebun, toko, perusahaan, dan segala sesuatu

yang merupakan milik pewaris yang di dalamnya ada nilai materinya.

Syarat-syarat waris ada 3, diantaranya adalah :

1. Telah meninggalnya pewaris baik secara nyata maupun secara hukum

(misalnya dianggap telah meninggal oleh hakim, karena setelah dinantikan

hingga kurun waktu tertentu, tidak terdengar kabar mengenai hidup matinya).

Hal ini sering terjadi pada saat datang bencana alam, tenggelamnya kapal di

lautan, dan lain-lain.

2. Adanya ahli waris yang masih hidup secara nyata pada waktu pewaris

meninggal dunia.

3. Seluruh ahli waris telah diketahui secara pasti, termasuk kedudukannya

terhadap pewaris dan jumlah bagiannya masing-masing.

Ada 3 sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hak waris, diantaranya

adalah :

1. Memiliki ikatan kekerabatan secara hakiki (yang ada ikatan nasab murni atau

ikatan darah), seperti kedua orang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya.

2. Adanya ikatan pernikahan, yaitu terjadinya akad nikah legal yang telah

disahkan secara syar'i antara seorang laki-laki dan perempuan. Adapun

pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk mendapatkan

hak waris. Bagaimana bisa ada hak waris, sedangkan pernikahannya itu sendiri

(31)

3. Al-Wala (Ali, 1995), yaitu terjadinya hubungan kekerabatan karena

membebaskan budak. Orang yang membebaskan budak berarti telah

mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia yang

merdeka. Karena itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya hak mewarisi

terhadap budak yang dibebaskan, dengan syarat budak itu sudah tidak

memiliki satupun ahli waris, baik ahli waris berdasarkan ikatan kekerabatan

(nasab) ataupun karena adanya tali pernikahan.

Terdapat 15 ahli waris laki-laki (Arsyad, 1979), yaitu :

1. Anak laki-laki.

2. Cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki.

3. Ayah.

4. Kakek (bapak dari ayah) dan laki-laki generasi di atasnya

5. Saudara laki-laki sekandung.

6. Saudara laki-laki seayah.

7. Saudara laki-laki seibu.

8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.

9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah.

10. Paman sekandung (saudara laki-laki sekandung ayah).

11. Paman seayah (saudara laki-laki seayah ayah).

12. Anak laki-laki dari paman sekandung.

13. Anak laki-laki dari paman seayah.

14. Suami.

15. Laki-laki yang memerdekakan budak, baik budak laki-laki maupun budak

perempuan.

Terdapat 10 ahli waris perempuan (Arsyad, 1979), yaitu :

1. Anak perempuan.

2. Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Mencakup pula cicit

(32)

berasal dari keturunan anak laki-laki. Begitu pula keturunan perempuan yang

seterusnya kebawah, yang penting mereka berasal dari pokok yang laki-laki

yang tidak tercampuri unsur wanita.

3. Ibu.

10. Perempuan yang memerdekakan budak, baik budak laki-laki maupun budak

perempuan.

Pengelompokan ahli waris :

1. Kelompok Ashhabul Furudh, yaitu kelompok ahli waris yang pertama kali

diberi bagian harta warisan. Mereka adalah orang-orang yang telah ditentukan

bagiannya dalam Al-Qur’an, as-Sunnah, dan ijma' secara tetap.

2. Kelompok Ashobah, yaitu kelompok ahli waris yang menerima sisa harta

warisan setelah dibagikan kepada ashhabul furudh. Bahkan, jika ternyata tidak

ada ashabul furudh serta ahli waris lainnya, ia berhak mengambil seluruh harta

peninggalan yang ada. Begitu juga, jika harta waris yang ada sudah habis

dibagikan kepada ashabul furudh, maka merekapun tidak mendapat bagian.

3. Kelompok Ashhabul Furudh atau Ashobah, yaitu kelompok ahli waris yang

pada kondisi tertentu bisa menjadi ashhabul furudh atau bisa juga menjadi

ashabah.

4. Kelompok Ashhabul Furudh dan Ashobah, yaitu kelompok ahli waris yang

pada kondisi tertentu bisa menjadi ashhabul furudh, bisa juga menjadi

ashabah, dan bisa juga sebagai gabungan dari keduanya, yaitu sebagai

(33)

2.2.1 Ashhabul Furudh

2.2.1.1 Ashhabul Furudh Yang Mendapat Bagian Setengah

Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan setengah (1/2) dari harta waris

peninggalan pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya dari

golongan perempuan. Kelima ashhabul furudh tersebut adalah :

1. Suami

2. Anak perempuan

3. Cucu perempuan keturunan anak laki-laki, cicit perempuan keturunan cucu

laki-laki dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah

4. Saudara perempuan sekandung

5. Saudara perempuan seayah

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Seorang suami berhak untuk mendapatkan setengah harta warisan, dengan

syarat apabila istrinya tidak mempunyai anak, baik anak laki-laki maupun anak

perempuan, baik anak keturunan itu dari suami tersebut ataupun dari bekas

suaminya yang terdahulu. Selain anak, mencakup pula keturunan istri

seterusnya yang tidak terselingi oleh perempuan, yakni cucu laki-laki

keturunan anak laki, cucu perempuan keturunan anak laki, cicit

laki-laki keturunan cucu laki-laki-laki-laki dari anak laki-laki-laki-laki, cicit perempuan keturunan

cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.

2. Anak perempuan kandung (bukan anak tiri ataupun anak angkat) mendapat

bagian setengah harta peninggalan pewaris, dengan dua syarat :

- Anak perempuan itu adalah anak tunggal.

- Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki, baik yang berasal dari ibu

(34)

kata lain anak perempuan tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki

satu pun.

3. Cucu perempuan keturunan anak laki-laki akan mendapat bagian setengah,

dengan tiga syarat :

- Pewaris tidak mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.

- Ia adalah cucu perempuan tunggal.

- Ia tidak mempunyai saudara laki-laki, yakni cucu laki-laki yang lain

dari keturunan anak laki-laki, baik dari keturunan ayahnya maupun dari

keturunan pamannya yang lain.

4. Saudara perempuan sekandung akan mendapat bagian setengah harta warisan,

dengan tiga syarat :

- Ia tidak mempunyai saudara laki-laki sekandung lainnya.

- Ia hanya seorang diri, yakni tidak ada saudara perempuan sekandung

lainnya.

- Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai

keturunan (anak, cucu, cicit, dan seterusnya), baik keturunan laki-laki

ataupun keturunan perempuan, dengan syarat tidak tercampur unsur

perempuan di dalamnya.

5. Saudara perempuan seayah akan mendapat bagian setengah dari harta warisan

peninggalan pewaris, dengan empat syarat :

- Ia tidak mempunyai saudara laki-laki seayah lainnya.

(35)

ataupun keturunan perempuan, dengan syarat tidak tercampur unsur

perempuan di dalamnya.

2.2.1.2 Ashhabul furudh yang Mendapat Bagian Seperempat

Ashhabul furudh yang berhak mendapat seperempat (1/4) bagian dari harta

peninggalan pewaris hanya ada dua, yaitu suami dan istri. Rinciannya sebagai berikut:

1. Seorang suami berhak mendapat bagian seperempat bagian dari harta

peninggalan istrinya dengan syarat apabila istrinya mempunyai anak, baik

anak laki-laki maupun anak perempuan, baik anak keturunan itu dari suami

tersebut ataupun dari bekas suaminya yang terdahulu. Selain anak, mencakup

pula keturunan istri seterusnya yang tidak terselingi oleh perempuan, yakni

cucu laki keturunan anak laki, cucu perempuan keturunan anak

laki-laki, cicit laki-laki keturunan cucu laki-laki dari anak laki-laki-laki, cicit perempuan

keturunan cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.

2. Seorang istri akan mendapat bagian seperempat bagian dari harta peninggalan

suaminya dengan syarat apabila suaminya tidak mempunyai anak, baik anak

laki-laki maupun anak perempuan, baik anak itu dari rahim istri tersebut

ataupun dari istri-istri dan bekas istrinya yang terdahulu. Selain anak,

mencakup pula keturunan suami seterusnya yang tidak terselingi oleh

perempuan, yakni cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, cucu perempuan

keturunan anak laki, cicit laki keturunan cucu laki dari anak

laki-laki, cicit perempuan keturunan cucu laki-laki dari anak laki-laki-laki, dan

seterusnya ke bawah. Satu hal yang harus kita fahami, yang dimaksud dengan

"istri mendapat seperempat" adalah berlaku untuk seluruh istri yang dinikahi

oleh suami yang meninggal tersebut, dimana mereka belum bercerai dengan

suaminya tersebut. Dengan kata lain, sekalipun seorang suami meninggalkan

istri lebih dari satu, maka mereka tetap mendapat seperempat harta

(36)

1/4 bagian tersebut. Jadi, baik suami meninggalkan seorang istri ataupun

empat orang istri, bagian mereka tetap seperempat dari harta peninggalan,

dibagi sama rata sesuai dengan jumlah istri.

2.2.1.3 Ashhabul Furudh yang Mendapat Bagian Seperdelapan

Ashhabul furudh yang berhak memperoleh bagian seperdelapan (1/8) hanyalah istri.

Istri, baik seorang maupun lebih akan mendapatkan seperdelapan dari harta

peninggalan suaminya secara bersekutu bersama istri-istri suaminya yang lain (yakni

dibagi sama rata diantara mereka dari 1/8 bagian tersebut), dengan syarat apabila

suaminya tersebut mempunyai anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan,

baik anak itu dari rahim istri tersebut ataupun dari istri-istri dan bekas istrinya yang

terdahulu.

Selain anak, mencakup pula keturunan suami seterusnya yang tidak terselingi

oleh perempuan, yakni cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, cucu perempuan

keturunan anak laki-laki, cicit laki-laki keturunan cucu laki-laki dari anak laki-laki,

cicit perempuan keturunan cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.

Satu hal yang harus kita fahami, yang dimaksud dengan "istri mendapat

seperdelapan" adalah berlaku untuk seluruh istri yang dinikahi oleh suami yang

meninggal tersebut, dimana mereka belum bercerai dengan suaminya tersebut.

Dengan kata lain, sekalipun seorang suami meninggalkan istri lebih dari satu, maka

mereka tetap mendapat seperdelapan harta peninggalan suami mereka secara

bersekutu dengan dibagi sama rata didalam 1/8 bagian tersebut. Jadi, baik suami

meninggalkan seorang istri ataupun empat orang istri, bagian mereka tetap seperempat

(37)

2.2.1.4 Ashhabul furudh yang Mendapat Bagian Dua per Tiga

Ashhabul furudh yang berhak mendapat bagian dua per tiga (2/3) dari harta

peninggalan pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita, yaitu :

Penjelasannya adalah sebagai berikut :

1. Dua anak perempuan (kandung) atau lebih itu tidak mempunyai saudara

laki-laki, yakni anak laki-laki dari pewaris.

2. Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki akan mendapatkan

bagian dua per tiga, dengan persyaratan sebagai berikut :

- Pewaris tidak mempunyai anak kandung, baik laki-laki atau

perempuan.

- Pewaris tidak mempunyai cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki.

3. Dua saudara perempuan sekandung (atau lebih) akan mendapat bagian dua per

tiga dengan persyaratan sebagai berikut :

- Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki maupun

perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakek.

- Dua saudara perempuan sekandung (atau lebih) itu tidak mempunyai

saudara laki-laki sebagai ashabah.

- Pewaris tidak mempunyai anak perempuan, atau cucu perempuan dari

(38)

4. Dua saudara perempuan seayah (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga

dengan syarat sebagai berikut :

- Bila pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek.

- Kedua saudara perempuan seayah itu tidak mempunyai saudara

laki-laki seayah.

- Pewaris tidak mempunyai anak perempuan atau cucu perempuan dari

keturunan anak laki-laki, atau saudara sekandung (baik laki-laki

maupun perempuan).

- Tidak ada saudara laki-laki sekandung, baik jumlahnya satu orang atau

lebih, karena mereka menjadi penghalang hak waris mereka.

- Tidak ada saudara perempuan sekandung lebih dari satu orang. Namun

jika jumlah saudara perempuan sekandungnya hanya satu orang, maka

mereka mendapatkan hak waris, yakni 1/6 bagian dibagi sama rata

diantara mereka (bersekutu).

2.2.1.5 Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Sepertiga

Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan warisan sepertiga (1/3) bagian hanya dua,

yaitu ibu dan dua saudara seibu atau lebih (baik laki-laki ataupun perempuan).

Penjelasannya adalah sebagai berikut :

1. Seorang ibu berhak mendapatkan bagian sepertiga dengan syarat :

- Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak

laki-laki.

- Pewaris tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih (laki-laki

maupun perempuan), baik saudara itu sekandung, seayah ataupun

seibu. Namun jika jumlah saudara tersebut hanya satu orang saja, atau

(39)

- Khusus untuk masalah umariyatain, yakni ketika ibu mewarisi bersama

sama dengan suami atau istri dari pewaris dan juga ayah, maka ibu

mendapatkan bagian sepertiga dari sisa setelah dibagikan kepada suami

atau istri tersebut. Dengan kata lain, ibu tidak mendapat sepertiga

bagian dari harta warisan secara utuh, melainkan sepertiga dari sisa

setelah diberikan kepada suami atau istri tersebut.

2. Kemudian saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu, dua orang atau

lebih, akan mendapat bagian sepertiga dengan syarat sebagai berikut :

- Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki ataupun

perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakek.

- Jumlah saudara yang seibu itu harus dua orang atau lebih. Cara

membaginya adalah dibagi secara sama rata, dimana mereka semua

bersekutu didalam 1/3 bagian.

2.2.1.6 Ashhabul Furudh yang Mendapat Bagian Seperenam

Adapun asbhabul furudh yang berhak untuk mendapatkan bagian seperenam (1/6) ada

tujuh orang, yaitu :

1. Ayah

2. Kakek sahih (bapak dari ayah)

3. Ibu

5. Cucu perempuan keturunan anak laki-laki

6. Saudara perempuan seayah

7. Nenek

8. Saudara seibu (baik laki-laki ataupun perempuan)

Penjelasannya adalah sebagai berikut :

(40)

1. Seorang ayah akan mendapat bagian seperenam bila pewaris mempunyai anak,

baik anak laki-laki atau anak perempuan.

2. Seorang kakek sahih (bapak dari ayah) akan mendapat bagian seperenam bila

pewaris mempunyai keturunan yang tidak tercampur unsur wanita di

dalamnya, seperti anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki dari

keturunan anak laki-laki, cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, dan

seterusnya ke bawah, dengan syarat ayah pewaris tidak ada.

Yang dimaksud dengan kakek disini adalah bapaknya ayah, bapaknya kakek,

dan seterusnya keatas tanpa terselingi oleh unsur wanita. Harap di ingat,

bahwa kakek tidak dapat menghalangi hak waris saudara sekandung dan

seayah. Namun, kakek dapat menghalangi hak waris saudara seibu, baik

laki-laki maupun perempuan.

3. Ibu akan memperoleh seperenam bagian dari harta yang ditinggalkan pewaris,

dengan dua syarat :

- Bila pewaris mempunyai anak laki atau perempuan atau cucu

laki-laki keturunan anak laki-laki-laki-laki.

- Bila pewaris mempunyai dua orang saudara atau lebih, baik saudara

laki-laki ataupun perempuan, baik sekandung, seayah, ataupun seibu.

Jadi yang dimaksud dengan “beberapa saudara” adalah dua orang

saudara atau lebih.

4. Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki seorang atau lebih akan

mendapat bagian seperenam, apabila yang meninggal (pewaris) mempunyai

satu anak perempuan. Dalam keadaan demikian, anak perempuan tersebut

mendapat bagian setengah, dan cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki

(41)

5. Saudara perempuan seayah satu orang atau lebih akan mendapat bagian

seperenam, apabila pewaris mempunyai seorang saudara perempuan

sekandung. Hal ini sama hukumnya dengan keadaan jika cucu perempuan

keturunan anak laki-laki bersamaan dengan adanya seorang anak perempuan.

Jadi, bila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan seorang saudara

perempuan sekandung dan seorang saudara perempuan seayah atau lebih,

maka saudara perempuan seayah mendapat bagian seperenam sebagai

penyempurna dari dua per tiga. Sebab ketika saudara perempuan kandung

memperoleh setengah bagian, maka tidak ada sisa kecuali seperenam yang

memang merupakan hak saudara perempuan seayah.

6. Saudara laki-laki atau perempuan seibu akan mendapat bagian masing-masing

seperenam bila mewarisi sendirian, dengan syarat pewaris tidak mempunyai

pokok (yakni ayah, kakek dan seterusnya) dan tidak pula cabang (yakni anak,

cucu, cicit dan seterusnya yang berasal dari pokok yang laki-laki).

7. Nenek, baik nenek yang berasal dari pihak ayah maupun dari pihak ibu akan

mendapatkan bagian seperenam, dengan syarat pewaris tidak lagi mempunyai

ibu. Seperenam bagian itu dibagikan secara rata kepada mereka.

2.2.2 Ashobah

Ashobah yaitu kelompok ahli waris yang menerima sisa harta warisan setelah

dibagikan kepada ashhabul furudh. Jika ternyata tidak ada ashabul furudhserta ahli

waris lainnya, maka ashabah ini berhak mengambil seluruh harta peninggalan yang

ada. Begitu juga, jika harta waris yang ada sudah habis dibagikan kepada ashabul

furudh, maka para ashabah ini tidak mendapat bagian, kecuali untuk anak dan ayah

yang selalu mendapat bagian, karena ia merupakan penghalang terkuat bagi ahli waris

lainnya.

(42)

1. Ashabah nasabiyah (karena nasab). Ashabah nasabiyah atau ashabah senasab

ini adalah mereka yang menjadi kerabat si mayit dari laki-laki yang tidak

diselingi antara dia dan pewaris oleh seorang perempuan, seperti anak, ayah,

saudara sekandung atau saudara seayah dan paman sekandung atau paman

seayah. Termasuk di dalamnya anak perempuan apabila ia menjadi ashabah

dengan saudara laki-lakinya, saudara perempuan sekandung atau seayah yang

menjadi ashabah karena bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari

anak laki-laki, dan lain sebagainya. Ashabah nasabiyah ini terbagi lagi

menjadi tiga macam, yaitu :

- Ashabah bin nafs (menjadi ashabah dengan dirinya sendiri, dan

nasabnya tidak tercampur unsur wanita)

- Ashabah bil ghair (menjadi ashabah karena yang lain)

- Ashabah ma'al ghair (menjadi ashabah bersama-sama dengan yang

lain)

2. Ashabah sababiyah (karena sebab). Jenis ashabah yang kedua ini disebabkan

memerdekakan budak. Seorang bekas tuan (pemilik budak) dapat menjadi ahli

waris bekas budak yang dimerdekakannya apabila budak tersebut tidak

mempunyai keturunan dan kerabat lainnya.

2.2.2.1 Ashabah bin Nafsi

Ashabah bin nafsi adalah laki-laki yang nasabnya kepada pewaris tidak tercampuri

atau diselingi oleh kaum wanita. Jadi ashabah bin nafs ini harus dari kalangan

laki-laki, sedangkan dari kalangan wanita hanyalah wanita pemerdeka budak. Ashabah bin

nafs ini terdiri dari 4 arah, yaitu :

1. Arah anak (furu’), yakni anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan

(43)

2. Arah ayah (ushul), yakni ayah, kakek shahih, dan generasi seterusnya ke atas,

yang pasti hanya dari pihak laki-laki.

3. Arah saudara laki-laki, yakni saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki

seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung dan generasi seterusnya

ke bawah, dan anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan generasi

seterusnya ke bawah. Jadi arah ini hanya terbatas pada saudara laki-laki

sekandung dan yang seayah, termasuk keturunan mereka, namun hanya yang

laki-laki. Adapun saudara laki-laki yang seibu tidak termasuk ashabah

disebabkan mereka termasuk ashhabul furudh.

4. Arah paman, yakni paman sekandung, paman seayah, anak laki-laki dari

paman sekandung dan generasi seterusnya ke bawah, anak laki-laki dari paman

seayah dan generasi seterusnya ke bawah.

2.2.2.2 Ashabah bil Ghair

Ashabah bil ghair hanya terbatas pada empat orang ahli waris yang kesemuanya

wanita, yaitu :

1. Anak perempuan, baik seorang ataupun lebih, akan menjadi ashabah bila

bersamaan dengan anak laki-laki (saudara laki-lakinya).

2. Cucu perempuan keturunan anak laki-laki, baik seorang ataupun lebih, akan

menjadi ashabah bila berbarengan dengan cucu laki keturunan anak

laki-laki, baik ia saudara laki-lakinya atau anak laki-laki pamannya.

3. Saudara perempuan sekandung, baik seorang ataupun lebih, akan menjadi

ashabah bila bersama saudara laki-laki sekandung (saudara laki-lakinya).

4. Saudara perempuan seayah, baik seorang ataupun lebih, akan menjadi ashabah

(44)

Ketentuan pembagian untuk ashabah bil ghair adalah bagian laki-laki dua kali

lipat bagian perempuan.

2.2.2.3 Ashabah Ma'al Ghair

Ashabah ma'al ghair ini khusus bagi para saudara perempuan sekandung maupun

saudara perempuan seayah apabila mewarisi bersamaan dengan kelompok furu’ dari

pihak perempuan, yakni anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki,

dan generasi seterusnya ke bawah, dimana mereka (anak perempuan, cucu perempuan

keturunan anak laki-laki dan generasi seterusnya ke bawah tersebut) tidak mempunyai

saudara laki-laki.

Maka dalam hal ini, saudara perempuan sekandung ataupun saudara

perempuan seayah akan menjadi ashabah. Jenis ashabah ini di kalangan ulama

dikenal dengan istilah ashabah ma'al ghair. Adapun saudara laki-laki seibu dan

saudara perempuan seibu tidak berhak menjadi ahli waris bila pewaris mempunyai

anak perempuan. Bahkan anak perempuan pewaris menjadi penggugur hak saudara

(45)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

3.1 Analisis Sistem

Analisis sistem merupakan proses awal yang harus dilakukan untuk menentukan

permasalahan yang dihadapi. Tahap ini adalah sangat penting, karena proses analisis

yang tidak akurat akan menyebaban hasil dari pengembangan suatu perangkat lunak

akan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Jadi proses ini harus sesuai dengan

keinginan pihak pengguna agar hasil pengembangan perangkat lunak memuaskan

pengguna.

Dewasa ini banyak muslim yang tidak mengetahui bagaimana cara

membagikan harta warisan sesuai dengan hukum islam. Padahal hukum islam pada

hakikatnya memberikan kemudahan bagi setiap pemeluknya. Dalam hal ini hukum

faraidh (waris) memberikan jalan keluar dalam pemecahan masalah pembagian harta

warisan yang adil sesuai dengan hukum islam, yang bersumber pada Al Quran,

sunnah dan ijma’ ulama.

Masalah yang akan dianalisis ini merupakan salah satu masalah yang sering

dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Pembagian warisan dilakukan apabila

seseorang dinyatakan meninggal dunia. Dalam hal ini pembagian warisan dilakukan

dengan menggunakan aturan yang berlaku dalam hukum islam.

3.1.1 Identifikasi Masalah

Masalah-masalah yang dapat diidentifikasi sebagai dasar bagi pengembangan

(46)

1. Banyak orang yang ingin melakukan pembagian harta warisan sesuai dengan

hukum islam namun kesulitan dalam untuk menentukan siapa yang berhak

mendapatkan bagian dan siapa saja yang tidak berhak mendapatkan bagian.

2. Banyak orang yang ingin melakukan pembagian harta warisan sesuai dengan

hukum islam namun mereka tidak mengetahui berapa persentase bagian dari

masing-masing ahli waris yang berhak mendapatkan harta warisan.

3. Orang yang ingin melakukan pembagian harta warisan berdasarkan hukum

islam terkadang kesulitan mencari orang yang ahli atau menguasai tata cara

pembagian warisan menurut islam, sehingga memperlambat proses pembagian

harta warisan.

3.1.2 Penyebab Masalah

Adapun penyebab terjadinya masalah yang telah disebugtkan di atas adalah :

1. Tidak semua orang mengetahui dan mempelajari ilmu faraidh (warisan), dan

bilamana diperlukan maka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk

mencari referensi dan mempelajari cara pembagian warisan.

2. Keterbatasan pakar yang menguasai ilmu faraidh, karena tidak setiap waktu

pakar tersebut dapat melayani konsultasi dengan orang yang membutuhkan.

3. Tata cara pembagian warisan berdasarkan hukum islam tidak sekedar

membagikan seluruh harta warisan kepada setiap ahli waris yang ada, namun

ada kondisi-kondisi tertentu yang menentukan berhak atau tidaknya seorang

ahli waris mendapatkan bagian warisan.

4. Bagian warisan dari masing-masing ahli waris berbeda-beda sesuai dengan

kondisi keberadaan ahi waris lain yang ada. Jadi persentase bagian dari ahli

(47)

3.1.3 Penyelesaian Masalah

Berdasarkan permasalahn dan penyebab masalah yang tersebut di atas, maka dapat

dicarikan beberapa pendekatan untuk menyelesaikan permasalahan di atas, yaitu

antara lain :

1. Membuat suatu perangkat lunak yang menyediakan referensi mengenai tata

cara pembagian warisan berdasarkan hukum islam. Referensi ini digunakan

sebagai dasar teori pembagian warisan berdasarkan hukum islam.

2. Membuat sistem pakar yang dapat memproses dan mengambil kesimpulan

yang tepat untuk pendukung keputusan pembagian warisan berdasarkan

hukum islam. Dimana aplikasi ini dapat digunakan kapan saja dan dimana saja

dengan menggunakan media perangkat computer bila diperlukan untuk proses

pembagian warisan.

3. Membuat sistem pakar yang dapat memberikan keputusan berhak atau

tidaknya setiap ahli waris yang ada dalam pembagian warisan.

4. Mengembangkan sistem pakar yang dapat menentukan besarnya bagian ahli

waris yang berhak dalam pembagian warisan.

3.1.4 Hasil Analisis Sistem

Hasil analisis yang dieproleh dari penjabaran atas permasalahan dalam identifikasi

masalah yang dikombinasikan dengan pendekatan solusi, maka diperoleh

kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :

3. Perlu adanya pengembangan sistem pakar untuk membantu orang-orang yang

(48)

4. Sistem pakar yang dikembangkan menyediakan referensi teori tata cara

pembagian warisan.

5. Dalam mengambil suatu kesimpulan, sistem pakar harus dapat mengajukan

beberapa pertanyaan yang kemudian pengguna sistem memberi jawaban. dari

jawaban tersebut dapat diidentifikasi solusi siapa saja yang berhak

mendapatkan warisan.

6. Setelah ditemukan siapa saja ahli waris yang berhak, maka sistem pakar akan

menentukan jumlah bagian dari masing-masing ahli waris yang berhak.

3.1.5 Hasil Analisis Pengetahuan

Dari hasil analisis pengetahuan yang akan digunakan dalam pengembangan basis

pengetahuan ini terdapat beberapa goal yang harus dipenuhi dalam sistem pakar. Goal

tersebut merupakan besarnya bagian dari tiap ahli waris yang berhak mendapatkan

harta warisan, yaitu :

7.

Bagian 1/2 :

- Suami

- Anak perempuan

- Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan)

- Saudara perempuan kandung

- Saudara perempuan sebapak

8.

Bagian ¼ :

- Suami

- Istri

(49)

- Isteri

10. Bagian 2/3 :

- Anak perempuan

- Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan)

- Saudara perempuan kandung

- Saudara perempuan sebapak

11. Bagian 1/3 :

- Ibu

- Saudara laki-laki seibu (lebih dari 1)

- Saudara perempuan seibu (lebih dari 1)

12. Bagian 1/6 :

- Bapak

- Kakek dari pihak bapak

- Ibu

- Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan)

- Saudara perempuan sebapak (1 orang)

- Saudara laki-laki seibu (1 orang)

- Saudara perempuan seibu (1 orang)

- Nenek dari pihak bapak

13. Bagian Ashobah bi Nafsi (ABN) :

- Anak laki-laki

- Cucu laki-laki

- Bapak

(50)

- Saudara laki-laki kandung

- Saudara laki-laki sebapak

- Anak laki-laki saudara laki-laki kandung

- Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak

- Paman sekandung bapak

- Paman sebapak bapak

- Anak laki-laki dari paman sekandung bapak

- Anak laki-laki dari paman sebapak bapak

14. Bagian Ashobah bil Ghoir (ABG) :

- Anak perempuan jika bersama anak laki-laki

- Cucu perempuan jika bersama cucu laki-laki

- Saudara perempuan kandung jika ada saudara laki-laki kandung

- Saudara perempuan sebapak jika ada saudara laki-laki sebapak

15. Bagian Ashobah ma’al Ghoir (AMG) :

- Dua atau lebih saudara perempuan kandung

- Dua atau lebih saudara perempuan sebapak

- Dua atau lebih saudara perempuan seibu.

3.2 Perancangan Sistem

3.2.1 Algoritma Cara Kerja Pakar Dalam Pembagian Warisan

Hukum pembagian waris Islam merupakan suatu aturan/ketentuan dalam mengurus

harta peninggalan/harta pusaka orang yang meninggal dalam agama Islam. Hasil yang

diperoleh dari aturan pembagian waris ini adalah siapa saja yang berhak menjadi ahli

waris serta berapa hak yang akan diterima oleh tiap ahli waris sesuai ketentuan dalam

Gambar

Gambar 3.1 Cara kerja pakar “Pembagian Warisan Sesuai Syariat Islam”
Gambar 3.2 Flowchart Sistem Pakar Warisan Islam
Gambar 3.3 Relasi Antar Tabel
Gambar 3.9 Rancangan Halaman Menu Konsultasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis terhadap best practices  yang terdapat pada 4 (empat) lokus kunjungan, dan kesesuaian dengan rancangan proyek perubahan yang akan

Oleh sebab itu peneliti memilih objek penelitian di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Bangun Drajat Warga (BDW) Yogyakarta, untuk memberikan informasi kepada

Sedangkan The Liang Gie (1978), mengemukakan bahwa Human Relations adalah adanya suatu interaksi, bukan sekedar relasi atau hubungan yang pasif, melainkan suatu

ruang bermain dengan kapasitas 20 tempat duduk. Proporsi ruang + 20 % dari ruang gerak bermain pada masing- masing permainan. Besaran ruang pada ruang dalam permainan dapat

Haryono, S.Sos.,M.H., NIP 19830727 201012 1 001, adalah peneliti pertama pada Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Kementerian

Angular-ov usmjernik ima puno sliˇcnosti s ovim modelom. Angular moˇze interpreti- rati URL adresu internet preglednika kao instrukciju za navigaciju do odredenog pogleda aplikacije.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode destruktif/perusakan untuk mengetahui besaran cadangan karbon pada serasah, dan tumbuhan bawah yang ada dalam

H372 menyebabkan kerusakan pada organ melalui paparan yang lama atau berulang (jika terhirup) H400 sangat toksik pada kehidupan perairan. H410 sangat toksik pada kehidupan