• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif Di Indonesia Dan Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif Di Indonesia Dan Hukum Islam"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MOTHIA YOLANDARI NIM : 110200010

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM

SKRIPSI

DisusundanDiajukanUntukMelengkapiPersyaratanMemperoleh GelarSarjanaHukum padaFakultasHukum

Universitas Sumatera Utara Oleh:

MOTHIA YOLANDARI NIM: 110200010

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Pidana

NIP: 195703261986011001 (Dr.M.Hamdan,S.H.,M.H.)

Dosen pembimbing I Dosen pembimbing II

(Dr. Madiasa Ablisar,S.H.,M.S.)

NIP.196104081986011002 NIP.197110051998011001

(Dr.Mohammad Ekaputra,S.H.,M.Hum)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur tiada henti penulis ucapkan kepada Sang Pemilik Semesta Alam, Allah SWT, karena atas kuasa dan karunia-Nya yang begitu melimpah senantiasa menyertai penulis sehingga penulis diberi kesempatan, kesehatan, dan kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tanpa izin dan pertolongan-Nya, penulis tidak akan mampu menempuh pendidikan dan menyelesaikan tugas akhir ini dengan tepat waktu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Shalawat beriring salam kepada Muhammad SAW, Rasul dan Nabi utusan Allah yang mengubah zaman jahiliyah menuju masa yang diberkahi oleh-Nya, Nabi yang dengan kasih sayang luar biasa tulus kepada manusia, yang telah membawa Islam ke muka Bumi, menuntun seluruh umat menuju jalan lurus hingga akhir waktu nanti.

Adapun judul skripsi yang Penulis kemukakan : “Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif Di Indonesia Dan Hukum Islam”

Dalam penulisan Skripsi ini, Penulis telah mendapat banyak bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada “Kedua Orang Tua Penulis, yang selalu dengan tulus mencintai dan menyayangi Penulis memberikan perhatian dan kasih sayang, Ayah ‘Masrizal’ dan ibu ‘Yonzimarni’ karena semangat, pengorbanan, tetesan keringat, ketulusan, kesabaran, keikhlasan serta cinta yang mengalir setiap detik kepada anak-anaknya menjadi motivasi yang tak pernah putus dalam menjalani hidup. Tiada kata seindah doa yang dapat Penulis ucapkan semoga ayah dan ibu diberikan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

5. Dr. M. Hamdan, S.H., M.Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Liza Erwani, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan- masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 8. Dr. Mohammad Ekaputra, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II

yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan- masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

9. Keriahen Purba, S.H dan Rafiqoh Lubis, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

11. Kedua orangtuaku, Masrizal dan Yonzimarni atas segala perhatian, dukungan, doa, motivasi, dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

13. Sahabatku Susan Oktaviana, yang begitu cerewet yang telah memberikan doa, dukungan, dan motivasi kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 14. Mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara stambuk 2011,

terutama kawan-kawanku Ime, Meilany, Susi, Cia, Happy, Dayana, dan Rizki.

15. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangan dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan dan pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAKSI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar balakang ... 1

B. Rumusan masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian penulisan ... 7

F. Tinjauan kepustakaan ... 7

1. Tindak pidana ... 7

2. Aborsi ... 14

3. Hukum positif ... 16

4. Hukum Islam ... 18

G. Metode Penelitian ... 20

H. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA ... 26

A. Tindak pidana Aborsi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ... 26

B. Tindak pidana Aborsi menurut Undang-Undang Kesehatan ... 31

1. Abortus provocatus criminalis menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan ... 31

(7)

a. Indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai

pengecualian atas larangan aborsi ... 44

b. Aborsi dalam perspektif kesehatan reproduksi dan pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga kesehatan yang melakukan aborsi. ... 48

BAB IIIPENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM ISLAM ... 60

A. Aborsi Menurut Pandangan Hukum Islam ... 60

1. Pengertian Aborsi ... 60

2. Jenis-Jenis Aborsi ... 64

3. Sebab-sebab aborsi ... 66

B. Aborsi Setelah Ditiupkan Ruh Menurut Hukum Islam ... 67

C. Aborsi Sebelum Ditiupakan Ruh Menurut Hukum Islam ... 77

BAB IV PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM ... 90

A. Sumber Hukum ... 90

B. Perbuatan Dan Unsur-Unsur ... 95

C. Tujuan Dilarangnya Aborsi ... 101

D. Sanksi Pidana ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

A. Kesimpulan ... 113

B. Saran ... 115

(8)

ABSTRAKSI *) Dr. Madiasa Ablisar,S.H.,M.S.

**) Dr. Mohammad Ekaputra,S.H.,M.Hum. ***) Mothia Yolandari

Aborsi atau lazim disebut dengan pengguguran kandungan masuk kedalam peradaban manusia disebabkan karena manusia tidak menghendaki kehamilan tersebut. Masalah pengguguran kandungan pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari hukum formal dan norma-norma agama yang berkembangan dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sangat menarik untuk membahas tentang “Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif Di Indonesia Dan Hukum Islam”. Di dalam skripsi ini permasalahan yang dibahas adalah Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia, Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Islam, Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum positif di Indonesia dan Hukum Islam.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Dilakukan dengan meneliti data sekunder, yaitu penelusuran terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan tindak pidana aborsi menurut hukum positif di Indonesia dan hukum Islam. Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi dokumen dan metode studi pustaka (library research). Metode analisis data menggunakan metode kualitatif, yaitu data yang didapat disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam KUHP Aborsi

provocatus criminalis dilarang dengan alasan apapun dan dilakukan oleh siapapun, baik itu pelaku atau pun pembantu. Karena adanya hak untuk hidup yang dimiliki oleh janin yang tidak bisa ditentukan oleh manusia. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memberikan pengecualian aborsi dengan alasan indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Menurut hukum Islam apapun alasanya, praktik aborsi tidak diperbolehkan atau dilarang karena sama saja dengan membunuh manusia namun apabila aborsi tersebut merupakan upaya untuk melindungi atau menyelamatkan nyawa si ibu, maka hukum Islam memperbolehkan bahkan mengharuskan.

Kata Kunci: Aborsi, Hukum Positif di Indonesia, Hukum Islam _____________

(9)

ABSTRAKSI *) Dr. Madiasa Ablisar,S.H.,M.S.

**) Dr. Mohammad Ekaputra,S.H.,M.Hum. ***) Mothia Yolandari

Aborsi atau lazim disebut dengan pengguguran kandungan masuk kedalam peradaban manusia disebabkan karena manusia tidak menghendaki kehamilan tersebut. Masalah pengguguran kandungan pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari hukum formal dan norma-norma agama yang berkembangan dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sangat menarik untuk membahas tentang “Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif Di Indonesia Dan Hukum Islam”. Di dalam skripsi ini permasalahan yang dibahas adalah Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia, Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Islam, Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum positif di Indonesia dan Hukum Islam.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Dilakukan dengan meneliti data sekunder, yaitu penelusuran terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan tindak pidana aborsi menurut hukum positif di Indonesia dan hukum Islam. Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi dokumen dan metode studi pustaka (library research). Metode analisis data menggunakan metode kualitatif, yaitu data yang didapat disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam KUHP Aborsi

provocatus criminalis dilarang dengan alasan apapun dan dilakukan oleh siapapun, baik itu pelaku atau pun pembantu. Karena adanya hak untuk hidup yang dimiliki oleh janin yang tidak bisa ditentukan oleh manusia. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memberikan pengecualian aborsi dengan alasan indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Menurut hukum Islam apapun alasanya, praktik aborsi tidak diperbolehkan atau dilarang karena sama saja dengan membunuh manusia namun apabila aborsi tersebut merupakan upaya untuk melindungi atau menyelamatkan nyawa si ibu, maka hukum Islam memperbolehkan bahkan mengharuskan.

Kata Kunci: Aborsi, Hukum Positif di Indonesia, Hukum Islam _____________

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdebatan mengenai aborsi di Indonesia akhir-akhir ini semakin ramai, karena dipicu oleh berbagai peristiwa yang mengguncang sendi-sendi kehidupan manusia. Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia merupakan Hak Asasi Manusia yang hanya boleh dicabut oleh pemberi kehidupan tersebut. Berbicara mengenai aborsi tentunya kita berbicara tentang kehidupan manusia karena aborsi erat kaitannya dengan wanita dan janin yang ada dalam kandungan wanita.1

Aborsi pada umumnya adalah suatu fenomena yang ada pada masyarakat. Aborsi bisa dikatakan sebagai kegiatan yang “tersembunyi” karena dalam praktiknya aborsi sering tidak terlihat, bahkan cenderung malah ditutup-tutupi oleh pelakumaupun oleh masyarakat, bahkan mungkin oleh Negara. Hal ini karena dipengaruhi oleh hukum formal dannilai-nilai sosial, budaya, agama yang hidup dalam masyarakat.2

Sejak tahun 2009 hingga tahun 2013, kasus aborsi di Jawa Timur mengalami peningkatan sebesar 5% setiap tahunnya dan 30% pelaku aborsi adalah remaja. Sejak tahun 2012 hingga 2014 bulan Juli, kasus aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta orang dengan rician per tahun kasus aborsi 750 ribu per tahun atau 7 ribu dalam sehari dan 30% pelakunya adalah remaja SMP dan SMA.Jawa Timur kasus aborsi setiap tahunnya terus mengalami peningkatan 5% dan 30 % adalah remaja. Dari data Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur pada tahun

1

Charisdiono.M. Achadiat, Dinamika Etika Dan Hukum Kedokteran,Buku Kedokteran,Jakarta, 2007, hlm. 12.

2

(11)

2009 ada 12.614 kasus, tahun 2010 ada 13.742 kasus, tahun 2011 ada 14.398 kasus, tahun 2012 ada 14.519 kasus, dan tahun 2013 ada 15.176 kasus.3

Kontroversi tentang aborsi tersebut dapat dilihat dari segi

perspektiflegalistic-normatifmaupun sosiologis-psikologis. Dalam kedua perspektiftersebut memiliki implikasi yang berlainan. Klaimkebenaran yang memposisikan pelaku aborsi sebagai delikpidana, dan harus dihukum.4

Hukum aborsi yang seharusnya berlaku di Indonesia perlu dikaitkan dengan pengertian aborsi baik dari segi medis maupun psikologis. Aborsi yang dilakukan secara sengaja (Abortus Provocatus) merupakan salah satu masalah hukumyang peka yang berkaitan dengan profesi kedokteran, paling banyak disahkan dan menimbulkan dua pendapat yang saling bertentangan, disatu pihak tetap menentang dan dilain pihak dengan berbagai pertimbangan pengusahakan agar terdapat pengendoran atau legalisasi hukum.5

Hukumpositif yang berlaku di Indonesia, masih terdapat perdebatan dan pertentangan, baik pro maupun kontra mengenai persoalan persepsi atau pemahaman mengenai Undang yang ada sampai saat ini. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya dalam penulisan skripsi ini akan disingkat menjadi KUHP) Undang-Undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah, maupun peraturan Perundang-Undangan terkait lainnya.Hukumpositif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan

Abortus Provocatus Medicalis. Aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai Abortus Provocatus Criminalis. Aborsi itu sendiri

30 Persen Kasus Aborsi Di Jatim Pelakunya Remaja, Surabayanews, Diakses Pada Tanggal 8 April 2014.

4

Dewi Indraswati, “Fenomena Kawin Muda Dan Aborsi, Mizan, Jakarta, 1999, hlm. 132. 5

(12)

dapat terjadi baik akibat perbuatan manusia (Abortus Provocatus) maupun karena sebab-sebab alamiah, yakni terjadi dengan sendirinya, dalam arti bukan karena perbuatan manusia (Abortus Spontanus).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan masih banyak terdapat perdebatan mengenai pelegalan terhadap aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan.6

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan khususnya Pasal 75, aborsi itu dilarang terkecuali ada indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan bila kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid berakhir Indikasi medis inilah yang menimbulkan kontroversi, karena dikaitkan dengan asumsi adanya pembenaran legalisasi aborsi. Legalisasi aborsi korban perkosaan Tidakterdapat Pasalyang secara jelas mengatur mengenai aborsi terhadap korban perkosaan. Pandanganyang menafsirkan bahwa aborsi terhadap korban perkosaan disamakan dengan indikasi medis sehingga dapat dilakukan karena memiliki dampak terhadap gangguan pisikis si ibu dan juga dapat mengancam nyawa si ibu. Disatu sisiada juga yang memandang bahwa aborsi terhadap korban perkosaan disamakan dengan tindakan kriminal karena kehamilan tersebut dipandang tidak membahayakan kesehatan fisik si ibu.

Banyaknya pertentangan terhadap Undang-Undang Kesehatan yang lama maka digantilah Undang-Undang Kesehatan yang lama dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.Mengenailegalisasi aborsi terhadap korban perkosaan telah termuat dengan jelas di dalam Pasal 75 ayat (2).

6

(13)

ini bertujuan untuk melindungi masa depan korban pemerkosaan. Peraturanbaru ini menyulut kontroversi yang akan semakin memudahkan jalan bagi aborsi.7

Pemerintahtelah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi. ketentuan legalitas aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan ini diperkuat dalam Pasal 31 ayat (2) yang mengatakan bahwa tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan kehamilan akibat perkosaan dan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

KUHP dengan tegas melarang aborsi dengan alasan apapun, Sedangkan Undang-Undang Kesehatan memperbolehkan aborsi atas indikasi kedaruratan medis maupun karena adanya korban perkosaan. Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang KesehatanTetap ada batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar, misalnya kondisi kehamilan maksimal 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir.

8

Pengaturanmengenai tindakan aborsi ini sekaligus sebagai salah satu upaya bangsa untuk mencapai tujuan Pembangunan Nasionalnya sebagaimana yang dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan Negara Nasional Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.9

7

Mariyadi, Legalisasi Aborsi Korban Perkosaan Perspektif Hukum Indonesia Ham Dan Hukum Islam, Https://Jurnalalahkamstainpalopo.Diakses Pada Tanggal 18 Februari 2015.

8

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi, Jakarta, 21 Juli 2014.

9

(14)

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum.10 segala sesuatu yang berhubungan denganpelaksanaan pemerintahyang berkaitan dengan tujuan hidup masyarakat harus sesuai dengan hukum. Termaksud dalam upaya perlindungan Hak Asasi Manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.11

B. Rumusan Masalah

untuk itu, perlu dilakukan pembaruan, pembangunan, dan pengaturan di segala bidang. Salah satu aturan yang perlu dikembangkan dan diatur dengan jelas yaitu bidang hukum dan kesehatan, khususnya mengenai tindakan aborsi yang berkaitan langsung terhadap perlindungan bagi hak hidup manusia.

Dengan uraian di atas tersebut, merupakan suatu hal yang penting untuk membahas mengenai tindakan aborsi sehingga para pihak dapat mengerti secara jelas mengenai aturan terhadap tindakan aborsi ini. Oleh karena itu, maka dipilih skripsi dengan judul “Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia dan Hukum Islam.”

Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia

2. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Islam

3. Bagaimana Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum positif di Indonesia dan Hukum Islam

10

Lihat Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang DasarNegara Kasatuan Indonesia Republik Indonesia Tahun 1945.

11

(15)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skipsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Peraturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia.

2. Untuk mengetahui Peraturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Islam. 3. Untuk mengetahui Perbandingan Tindak Pidana Aboris Menurut Hukum

positif di Indonesia dan Hukum Islam.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Secara Teoritis

Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya dibidang ilmu hukum baik dalam konteks teoridan asas-asas hukum, serta memperdalam mengenai aspek hukum terhadap tindak pidana aborsi menurut hukum positif di Inonesia dan hukum Islam.

2. Secara Praktis

(16)

E. Keaslian Penelitian

“Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia dan Hukum Islam.”yang diangkat penulis sebagai judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti secaraadministrasi dan judul skripsi tersebut ada beberapa penulis sebelumnya, setidaknya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang menulis terkait dengan aborsi dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009.Jadi, penulisan dan pembahasan skripsi ini dengan mengangkat judul tersebut di atas dapat dikatakan asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Penyusunan skripsi ini berdasarkan referensi buku-buku, media cetak, dan media elektronik serta bantuan dari berbagai pihak. Semua ini merupakan implikasi dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga pengangkatan judul di atas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Tinjauan Kepustakaan 1. Tindak pidana

Secara dogmatis masalah pokok yang berhubungan dengan hukum pidana adalah membicarakan tiga hal, yaitu:

a. Perbuatan yang dilarang;

(17)

a. Perbuatan yang dilarang

Mengenai kata “perbuatan yang dilarang” dalam hukum pidana mempunyai banyak istilah yang berasal dari bahasa Belanda “Het strafbare feit” yang diterjemahkandalam Bahasa Indonesia, antara lain:

1. Perbuatan yang dilarang hukum, 2. Perbuatan yang dapat dihukum, 3. Perbuatan pidana,

4. Peristiwa pidana, dan

5. Delik (berasal dari bahasa latin “delictum”).12

Selanjutnya ia juga menyatakan bahwa menurut wujudnya atau sifatnya, perbuatan-perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, merugikan masyarakat dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. 1) R. Tresna

Peristiwa pidana ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentang dengan Undang-Undang atau Peraturan Perundang-Undangan lainnya terhadap peraturan mana diadakan tindakan penghukuman.

Perbuatandapat disebut peristiwa pidana, perbuatan itu harus memenuhi beberapa syarat yaitu:

1. Harus ada suatu perbuatan manusia.

2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan umum.

12

(18)

3. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan.

4. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum.

5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukum di dalam Undang-Undang.

2) R. Soesilo

Tindak pidana yaitu suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh Undang-Undang yang apabila dilakuakan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan hukuman.

Dalam hal ini, tindak pidana itu juga terdiri dari dua unsur yaitu : 1. Unsur yang Bersifat Objektif.

2. Unsur yang Bersifat Subjektif.13 (1) Unsur Objektif, itu meliputi :

a. Perbuatan manusia yaitu perbuatan yang positif atau suatu perbuatan yang negatif yang menyebabkan pidana.

b. Akibat perbuatan manusia yaitu akibat yang terdiri atas merumuskan atau membahayakan kepentingan-kepentingan hukum, yaitu norma agama hukum itu perlu ada supaya dapat dihukum.

c. Keadaan-keadaan sekitar perbuatan itu, keadaan-keadaan ini bisa jadi terdapat pada waktu melakukan perbuatan.

d. Sifat melawan hukum dan sifat dapat dipindahkan perbuatan itu melawan hukum, jika bertentangan dengan Undang-Undang.

13

(19)

(2) Unsur Subjektif

Unsur yang ada dalam diri sipelaku itu sendiri yaitu kesalahan dari orang yang melanggar aturan-aturan pidana artinya pelanggaran itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pelanggar.14

a. Malawan hukum.

Perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan:

b. Merugikan masyarakat. c. Dilarang oleh aturan pidana.

d. Pelakunya diancam dengan hukuman pidana

Perbuatan itu menjadi suatu tindak pidana adalah dilarang oleh aturan pidana dan pelakunya diancam dengan pidana, sedangkan melawan hukum dan merugikan masyarakat menunjukan sifat perbuatan tersebut.

Perbuatan yang bersifat melawan hukum dan merugikan masyarakat belum tentu hal itu merupakan suatu tindak pidana (Pasal 1 KUHP) yang diancamkan terhadap pelakunya. Perbuatan yang bersifat melawan hukum dan yang merugikan masyarakat banyak sekali, tetapi baru masuk dalam lapangan hukum pidana apabila telah ada larangan oleh peraturan pidana dan pelakunya diancam dengan hukuman.

14

(20)

Untuk mengetahui apakah sesuatu perbuatan itu merupakan tindak pidana atau tidak, haruslah dilihat pada ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku (Hukum Positif). Bagi kita sekarang ini ketentuan-ketentaun hukum pidana itu termuat di dalam:

1. KUHP.

2. Undang-Undang/Peraturan-peraturan Pidana lainya yang merupakan ketentuan hukum pidana diluar KUHP.

KUHPyang berlaku sekarang ini, tindak pidana ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kejahatan (yang diatur dalam buku kedua) dan pelanggaran (yang diatur dalam buku tiga). Apa kriteria yang dipergunakan untuk mengelompokan dari dua bentuk tindak pidana ini, KUHPsendiri tidak ada memberikan penjelasan sehingga orang beranggapan bahwa kejahatan tersebut adalah perbuatan atau tindak pidana berat, dan pelanggaran itu adalah perbuatan-perbuatan atau tindak pidana yang lebih ringan, hal ini juga didasari bahwa pada kejahatan umumnya sanksi pidana yang diancam adalah lebih barat dari pada pelanggaran.15

1. Tindak Pidana Formil

Hukumpidana dikenal beberapa jenis tindak pidana, diantaranya adalah:

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan kepada perbuatan yang dilarang. Jika tindak pidana tersebut telah selesai dengan perbuatan yang dilarang sebagaimana yang tercantum/dirumuskan dalam peraturan Perundang-Undang (pidana) misalnya Pasal 362 KUHP perbuatan yang dilarang tersebut mengambil milik orang lain.

15

(21)

2. Tindak Pidana Materil

Tindak pidana materil tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan kepada akibat yang dilarang (dalam suatu Undang-Undang). Jadi tindak pidana ini baru selesai apabila akibat yang dilarang (dari suatu perbuatan)itu telah terjadi. Misalnya Pasal 338 KUHP, akibat yang dilarang tersebut adalah hilangnya nyawa orang lain.

3. Tindak Pidana Comisionis

Tindak pidana comisionis adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.

4. Tindak Pidana Omisionis

Tindak pidana omisionis adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap perintah yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Misalnya Pasal 522 KUHP, tidak menghadap sebagai saksi dimuka pengadilan.

5. Dolus dan Culpa

Dolusadalah tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja sedangkan culpa tindak pidana yang dilakukan dengan kelalaian atau karena kealpaan.

6. Tindak Pidana Aduan (Klachtdelic)

Tindakpidana yang dilakukan itu baru dapat dilakukan penuntutan, apabila ada pengaduan. Jadi jika tidak ada pengaduan, maka tindak pidana tersebut tidak akan dituntut. Misal Pasal 284 KUHP, tindak pidana perzinahan, dengan demikaian delik aduan ini dapat diketahui langsung dari bunyi rumusan Pasal.16

16

Ibid. hlm. 12-13.

(22)

(1) Dihukum sebagai orang yang melakukan tindak pidana :

a. Orang yang melakukan, yang menyuruh malakukan atau turut melakukan perbuatan itu;

b. Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk malakukan suatu perbuatan.

(2) Tentang orang tersebut dalam sub 2 itu yang boleh dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang dengan sengaja dibujuk oleh karena mereka itu,serta dengan akibatnya

Berdasarkan ketentuan Pasal 55 KUHP tersebut dapat diketahui bahwa orang yang dapat dihukum sebagai pelaku tindak pidana dapat diklasifikasikan atas:

a. Mereka yang melakukan tindak pidana

b. Mereka yang menyuruh orang lain untuk melakukan tindak pidana.

c. Mereka yang ikut serta melakukan tindak pidana danMereka yang menggerakan orang lain untuk melakukan tindak pidana.17

7. Pidana Yang Diancamkan

Tentang pidana yang diancamkan terhadap si pelaku, yaitu hukuman yang dapat dijatuhkan kepada setiap pelaku yang melanggar Undang-Undang, baik hukuman yang berupa hukuman pokok maupun hukuman tambahan.18

Dalam Pasal 10 KUHP terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, berbunyi:

17

Mohammad Ekaputra Dan Abul Khair, Percobaan Dan Penyertaan, USU Press Medan, 2009, hlm 43.

18

(23)

a. Pidana pokok: 1) Pidana mati; 2) Pidana penjara; 3) Pidana kurungan; 4) Pidana denda; 5) Pidana tutupan. b. Pidana tambahan:

1) Pencabutan hak-hak tertentu; 2) Perampasan barang-barang tertentu; 3) Pengumuman putusan hakim.19

2. Aborsi

Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenaldengan istilah ”abortus”, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan seltelur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.Secara defenisi ialah berhentinya dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 minggu dihitung dari haid terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram atau panjang janin kurang dari 25 cm.20

Aborsi (pengguguran) berbeda dengan keguguran. Aborsi atau pengguguran kandungan adalah terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja

(AbortusProvocatus). Yakni kehamilan yang diprovokasikan dengan berbagai

19

Mohammad Ekaputra Dan Abul Khair, Op.Cit, hlm. 20-21. 20

(24)

macam sehingga terjadi pengguguran.21Menggugurkan kandungan yang dalam bahasa Arabnya Ijhadhmerupak bentuk mashdar dari alhadha, yang artinya, wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya. Atau, secara bahasa juga bisa dikatakan, lahirnya janin karena dipaksa atau karena lahir dengan sendirinya.22Aborsi adalah berakhirnya kehamilan dapat terjadi secara spontan akibat kelainan fisik atau akibat penyakit

biomedis internalatau mungkin sengaja melalui campur tangan manusia.23

Aborsi atau abortus adalah pengakhiran kehamilan baik belum cukup waktu, yaitu di bawah usia 20 sampai 28 minggu, maupun belum cukup berat, yaitu di bawah 400 gram sampai 1000 gram. Anak baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya mencapai 1000 gram atau usia kehamilan 28 minggu. Ada juga yang mengambil sebagai batas untuk abortus berat anak antara 500 gram sampai 999 gram, disebut partus immaturus.24

Aborsi atau abortus menurut hukum pidana, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan suatu perbuatan yang mengakibatkan kandungan lahir sebelum waktunya melahirkan menurut alam. Tindakkejahatan terhadap pengguguran kandungan ini diartikan juga sebagai pembunuhan anak yang berencana, dimana pada pengguguran kandungan harus ada kandungan (vrucht) atau bayi (kidn) yang hidup yang kemudian dimatikan. Persamaan inilah yang juga menyebabkan tindak pidana penguguran (abortus) dimasukkan kedalam titel buku II KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa orang.

M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2008, hlm. 229. 23

Abul Fadl Monsin Ebrahim, Aborsi Kontrasepsi Dan Mengatasi Kemandulan, mizan, bandung, 1997, hlm. 125.

24

(25)

3. Hukum positif

Hukum Positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam Negara Indonesia. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa Kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda

(Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'ah Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam Perundang-Undangan Atau Yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Dengan singkatnya dapat dikatakan, bahkan ia ingin mengetahui hukum yang berlaku sekarang ini di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hukum yang sedang berlaku di dalam suatu negara itu dipelajari, dijadikan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang objeknya ialah hukum yang sedang berlaku dalam suatu Negara, disebut ilmu pengetahuan hukum positif (Ius Constitutum).25

25

Kansil Dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2011, hlm. 3.

(26)

tempat tertentu. Para sarjana ada juga menamakan hukum positif itu “Tata hukum.”26

Hukum positif disamping aturan-aturan hukum tertentu yang pernah berlaku dan sudah diganti dengan aturan hukum baru yang sejenis dan berlaku sebagai hukum positif baru.27

Tahun 1945 Negara Indonesia mengunifikasi serta mengkodifikasi hukum positif buatan Belanda yang diberlakukan bagi masyarakat di Hindia Belanda yang dibagi dalam 3 golongan penduduk, yaitu: golongan Eropah, golongan Timur Asing, dan golongan Bumiputra.

Tiap-tiap bangsa memiliki hukumnya sendiri, seperti terhadap bahasa dikenal tata bahasa, demikian juga terhadap hukum dikenal juga tata hukum. Tiap-tiap bangsa mempunyai tata hukumnya sendiri.

28

Hukum khusus yang mereka buat tersebut sesungguhnya memang khusus untuk diberlakukan bagi para inlander/masyarakat jajahan Belanda di Hindia Belanda. Tidakmengherankan sikap krusial pilihan hukum para penegak hukum Indonesia sampai hari ini masih memprihatinkan. Hukum harus ditegakkan dan keadilan harus dijujurkan vivat justitia vereat mudus (walaupun langit akan runtuh Dasar dari peraturan Belanda tersebut sebenarnya adalah hukum buatan VOC (Verenige Oost Indische Companie), yang merupakan multinational company pertama di Nusantara. Perusahaan dagang multinasional milik kolonial Belanda yang dibentuk oleh 14 warga Belanda bagi manajemen penjajahan dinegara jajahan di Asia Tenggara ditengah kemelut ekonomi dalam negeri Kerajaan Belanda yang terjerat hutang yang besar pasca perang dengan negara-negara tetangganya dan menuju kebangkrutan.

26

C.S.T Kansil, Pangantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm. 73.

27

R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 5

28

(27)

hukum harus tetap ditegakkan). Hukum yang berlaku di Indonesia terdiri dari Undang Dasar 1945, KUHP, KUHPer, KUHD, KUHAP, UUPA Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Kode Etik Kedokteran Indonesia, Undang-Undang KDRT,Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri kesehatan, Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Acara Perdata, Hukum Internasional, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Acara Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Agraria, Hukum Perburuhan, Hukum Lingkungan, Hukum Pajak. Di dalam skripsi ini saya hanya khusus membahas mengenai KUHP, Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi.

Hukum Islam

Ulama sependapat bahwa dalam syari’ah Islam telah terdapat segala hukum yang mengatur tindak-tanduk manusia, baik perkataan maupun perbuatan. Hukum-hukum ini adakalanya disebutkan secara jelas dan tegas dan adakalanya pula tidak disebutkan secara jelas dan tegas, tetapi hanya dikemukakan dalam bentuk dalil-dalil dan kaidah-kaidah secara umum. Untuk memahami hukum dalam bentuk yang disebut pertama(secara jelas dan tegas) tidak diperlukan

(28)

wahyu murni.Untukmengetahui hukum Islam dalam bentuk kedua (tidak disebutkan secara jelas dan tegas) diperlukan upayayang sungguh-sungguh oleh para Mujtahid untuk menggali hukum yang terdapat dalam nash melalui pengkajian dan pemahaman yang mendalam. Seluruh hukum yang ditetapkan melalui cara seperti yang terakhir ini disebut fiqih. Dua bentuk hukum itulah yang disebut sebagi hukum Islam.29

Istilahhukum Islam tidak dijumpai dalam Al-Qur’an maupun Hadits Nabi SAW. Dua sumber hukum Islam ini hanya menggunakan istilah syari’ah yang secara bahasa berarti jalan yang lempang, jalan yang dilalui air terjun.30

Wacana kajian hukum di kalangan ahli hukum barat ditemukan istilah barat

Islamic Law yang diindonesiakan menjadi Hukum Islam. Tetapi tidak ditemukan fakta, mana yang lebih dahulu menggunakan istilah tersebut. Artinya, apakah istilah Hukum Islam yang dikenal di Indonesia merupakan terjemahan dari literatur Barat, Islami Law, atau terjemahan bebas Hukm Al-Syar’iy. Yang jelas, para ahli berpendapat bahwa istilah hukum Islam adalah khas Indonesia sebagai terjemahan dari syariah atau Hukm Al-Syar’iy.

Bisa juga berarti jalan setapak menuju sumber air atau tempat orang mengambil air minum dan diberi tanda yang jelas terlihat oleh mata. Kata ini juga berarti jalan menuju sumber air sebagai sumber kehidupan yang harus diikuti, atau juga jalan kehidupan.

31

Istilah hukum Islam biasanya disebut dengan beberapa istilah atau nama yang masing-masing menggambarkan sisi atau karakteristik tertentu hukum

29

Alaiddin Koto, Filsafat Hukum Islam, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 24.

30

Tm. Hasbin Ashshiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, Bulan Bintang, Jakarta, 1978, hlm. 7.

(29)

tersebut, setidaknya ada empat nama yang sering dikaitkan kepada hukum Islam, yaitu, syari’ah, fiqih, hukum syarak, dan qanun.Syari’ah biasanya dipakai dalam dua pengertian, dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas,

syari’ahmerujuk kepada himpunan norma atau petunjuk yang bersumber kepada wahyu Illahi untuk mengatur sistem kepercayaan dan tingkah laku konkret manusia dalam berbagai dimensi hubungan. Syari’ah dalam arti luas meliputi dua aspek agama Islam, yaitu akidah dan amaliah.32

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari: 1. Sifat/Jenis Penelitian

Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka harus didukung dengan fakta-fakta/dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari suatu penelitian. Penelitian padadasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu objek yang mudah terpegang di tangan.33

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang merupakan kekuatan pemikiran, pengetahuan manusia senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas dasar penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pengasuh-pengasuhnya.

32

Abdul WahidMushofa, , Hukum Islam Kontemporer, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 1.

33

(30)

Terutamadisebabkan oleh karena penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan agar manusia lebih mengetahui dan mendalami.34

Metode merupakan suatu penelitian yang dilakukan oleh manusia, merupakan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, maupun sistem dari prosedur dan teknik penelitian.35

2. Bahan Hukum

Sifat atau jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yaitu melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan aspek hukum terhadap tindak pidana aborsi menurut hukum positif di Indonesia dan hukum Islam.

Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya.36

a. Bahan Hukum Primer

Adapun data sekunder yang dimaksud adalah:

Bahan hukum primer adalah dokumen-dokumen hukum yang mengikat dan diterapkan oleh pihak yang berwenang seperti Peraturan Perundang-Undangan. Dalam penulisan skripsi ini Peraturan Perundang-Undangan yang digunakan ialah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

34

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984, hlm. 30.

35

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm. 27.

36

(31)

Tentang kesehatan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian terkait dengan aborsi, seperti, buku-buku, jurnal-jurnal, serta karya tulis ilmiah lainnya maupun tulisan-tulisan yang terdapat pada website yang terpercaya yang mengulas tentang praktik mengenai tindak pidana aborsi dan hal lainnya yang berkaitan dengan pembahasan pada skripsi ini sebagai bahan acuan di dalam penulisan skripsi ini. c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, kamus bahasa umum, kamus hukum, serta bahan-bahan hukum di luar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data di dalam penulisan skripsi ini.

3. Alat Pengumpul Data

(32)

4. Analisis Data

Penelitian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini termasuk dalam penelitian hukum normatif. Pengelolaan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akandibahas. analisis data dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, memilih kaidah-kaidah hukum yang sesuai dengan penelitian, menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep pasal yang ada, serta menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif dan induktif kualitatif.

Dengan spesifikasi demikian, diharapkan penulisan skripsi ini dapat mendeskripsikan mengenai aspek hukum terhadap tindak pidana aborsi menurut hukum positif di Indonesia dan hukum Islam berdasarkan permasalahan yang diteliti.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar membuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang semuanya saling berhubungan satu sama lain, maka penulis membaginya kedalam beberapa bab dan diantara bab-bab terdiri pula atas sub bab.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

(33)

Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT

HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Dalam bab ini akan khusus membahas mengenai Tindak pidana Aborsi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Tindak pidana Aborsi menurut Undang-Undang Kesehatan (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dan dikaitkan juga dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Ahun 2014)yang dibagai menjadi

Abortus provocatus criminalis menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Abortus provocatus medicalis

menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

BAB III PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM ISLAM

Dalam bab ini akan membahas mengenai Aborsi Menurut Pendangan Hukum Islam, Aborsi Setelah Ditiupkan Ruh Menurut Hukum Islam,dan Aborsi Sebelum Ditiupkan Ruh Menurut Hukum Islam.

BAB IV PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM

(34)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(35)

BAB II

PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT PENGATURAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA

A. Tindak Pidana Aborsi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Masalahaborsi (pengguguran kandungan) yang dikualifikasikansebagai tindak pidana yang dapat kita lihat dalamKUHP walaupun dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan memuat sanksiterhadap perbuatan aborsi tersebut. KUHP mengatur berbagai kejahatan maupunpelanggaran. Kejahatanyang diatur di dalam KUHP adalah masalahAbortus Criminalis. ketentuan mengenai Abortus Criminalis dapat dilihat dalam Pasal 299, Pasal 346 sampai dengan Pasal 349. Ketentuan mengenai aborsi dapat dilihat BAB XIX Buku ke II KUHP tentang kejahatan terhadap jiwa (khususnya Pasal 346–349).37

(1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita ataumenyuruhnya supaya diobati dengan sengaja memberitahukan atau ditimbulkanharapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancampidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga riburupiah Adapun rumusan selengkapnya Pasal-Pasal tersebut:

Pasal 299:

(2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan ataumenjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan atau jika iaseorang tabib, bidan, atau juru obat, pidananya tersebut ditambah sepertiga. (3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan

pencarian,maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian.38

37

Annette Anasthasia Napitupulu, Pembaharuan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Aborsi Di Indonesia, Medan, 2013. Diakses pada tanggal 18 maret 2015.

38

(36)

Pasal 346:

Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.

Pasal 347 :

(1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan tidak dengan izin perempuan itu, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.

(2) Jika karena perbuatan itu perempuan itu jadi mati, dia dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 348

(1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau matikandungannya seseorang perempuan dengan izin perempuan itu dihukum penjara selama-lamanyalima tahun enam bulan.

(2) Jika karena perbuatan itu perempuan itu jadi mati, dia dihukum penjarasalama-lamanya tujuh tahun.

Pasal 349 :

Jika seorang tabib, dukun beranak atau tukang obat membantu dalam kejahatan yang tersebut Pasal 346, atau bersalah atau membantu dalam salah satu kejahatan yang direncanakan dalam Pasal 347 dan 348, maka hukumannya yang ditentukan dalam Pasal itu dapat ditambah dengan sepertiganya dan dapat dipecatdari jabatannya yang digunakan untuk melakukan kejahatan itu.39

a. Pelaksanaan aborsi, yaitu tenaga medis atau dukun atau orang lain denganhukuman maksimal 4 tahun ditambah sepertiga dan bisa juga dicabut hakuntuk berperaktik.

Uraiandiatas dapat dijelaskan bahwa yang dapatdihukum, menurut KUHP dalam kasus aborsi ini adalah:

b. Wanita yang menggugurkan kandungannya, dengan hukuman maksimal 4tahun

39

(37)

c. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebabterjadinya aborsi itu dihukum dengan hukuman bervariasi.40

Pada Pasal 299 KUHP yang melarang suatu perbuatan yang mirip dengan

abortus, tetapi tidak dengan penegasan bahwa harus ada suatu kandungan yang hidup. Bahkan tidak perlu bahwa benar-benar ada seorang perempuan hamil.Pasal 299 ini sangat bersifat preventif untuk dapat lebih efektif memberantas abortus.41

Pasal 346 KUHP dapatditemukan beberapa unsur antara lain: 1) sengaja, kesengajaan ini ditujukan padagugurnya kandungan, 2) menggugurkan kandungan dilakukan terhadap diri ataumembiarkan orang lain untuk itu, berartimengizinkan orang itu menyebabkanpengguguran kandungannya. Menyebabkan kematian kandungan berarti membunuh kandungan itu di dalam perut ibunya.

Aborsi menurut konstruksi yuridis Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia adalah tindakan mengugurkan ataumematikan kandungan yang dilakukan dengan sengaja oleh seorang wanita atau orang yang disuruh melakukan untuk itu. Wanita hamil dalam hal ini adalah wanita yang hamil atas kehendaknya ingin mengugurkan kandungannya, sedangkan tindakan yang menurut KUHP dapat disuruh untuk lakukan itu adalah tabib, bidan atau juru obat. Pengguguran kandungan atau pembunuhan janin yang ada di dalam kandungan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, misalnya: dengan obat yang diminum atau dengan alat yang dimasukkan kedalam rahim wanita melalui lubang kemaluan wanita.

42

40

Kusmaryanto,Pelajaran Hukum Pidana, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2002, hlm. 40. 41

Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2002, hlm.74.

42

(38)

Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya dikenakan Pasal 346 KUHP, sedangkan orang yang disuruh melakukan perbuatan menggugurkan dan/atau mematikan kandungan perempuan pengguguran kandungannya. Secara spesifik dan terperinci orangyang disuruh menggugurkan dikenai Pasal 348 KUHP namun terdapat kesamaan dengan Pasal 346 KUHP yaitu dimana terdapat persetujuan antara perempuan yang dengan sengaja ingin menggugurkan kandungannya dengan orang lain yang disuruh untuk menggugurkan kandungannya. Setidak-tidaknya kedua belah pihak mempunyai suatu kehendak yang sama untuk menggugurkan atau mematikan kandungan perempuan.

Keterkaitan antara Pasal 346, 347, dan 348 KUHP. Pasal 346 dan 347 sendiri terdapat persamaan dan perbedaan masing-masing Pasal. Persamaannya adalah di dalam Pasal tersebut sama-sama mengatur mengenai perbuatan menggugurkan atau mematikan dengan obyek yang sama yaitu kandungan seorang perempuan. Perbedaannya adalah pada Pasal 346 KUHP pengguguran tersebut dilakukan dengan sengaja baik oleh perempuan itu sendiri atau dengan cara menyuruh orang lain sedangkan pada Pasal 347 KUHP perbuatan menggugurkan atau mematikan tersebut tidakmendapat izin dari perempuan yang sedang mengandung atau dengan kata lain tanpa persetujuan. Perbuatan menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut mendapat persetujuan dari perempuan yang mengandung maka dapat dijerat dengan Pasal 348 KUHP.

(39)

tersebut, walaupun dengan persetujuan dari wanita tersebut menurut pasal ini kegiatan aborsi tetap tidak dapat dibenarkan. Ancaman hukuman dalam ayat (1) Pasal ini adalah hukuman penjara 12 tahun, sedangkan ayat (2) menyatakan jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut maka ancaman hukumannya adalah 7 tahun penjara. Masing-masing dari Pasal 347 dan 348 ada keadaan memperberat pidana, yaitu jika perempuan itu mati. Harus ada hubungan kausalitas antara perbuatan menggugurkan kandungan yang menyangkut perlakuan terhadap tubuh perempuan tersebut dan kematiannya. Untuk dapat membuktikan hubungan kausalitas tersebut harus dibuktikan dengan adanya visum dari dokter yang mempunyai kompetensi dan wewenang untuk mengeluarkan visum.

Pasal 349 KUHP menyebutkan bahwa seorang tabib, bidan, dan juru obat yang membantu melakukan kejahatan yang tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga. Jika dilihat seksama rumusan Pasal 349 tidak memuat rumusan delik tersendiri, rumusannya tetap sama dengan Pasal 346 dalam hal pembantuan terjadinya tindak pidana aborsi, yang jika pembantuan tersebut dilakukan oleh tabib, bidan dan juru obat maka pidananya dapat ditambah sepertiga. Tabib,bidan dan juru obat tersebut melakukan atau membantu melakukan delik dalam Pasal 347 (tanpa persetujuan yang hamil) dan Pasal 348 (dengan persetujuan yang hamil) pidananya dapat ditambah dengan sepertiga.

(40)

(1) sebagai orang yang ahli yang justru keahlian itu disalahgunakan, yang seharusnya ilmunya adalah untuk kemanfaatan bagi kehidupan dan kesehatan manusia dan bukan sebaliknya, (2) karena keahlian mereka itu akan memperlancar dan memudahkan terlaksananya kejahatan ini.43

B. Tindak Pidana Aborsi Menurut Undang-Undang Kesehatan

3. Abortus provocatus criminalis menurut Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Aborsi kriminalis adalah penghentian kehamilan sebalum janin bisa hidup di luar kandungan dengan alasan-alasan lain, selain medicalis, dilarang oleh hukum. Tentu saja apa yang disebut aborsi kriminalis di suatu Negara tidak selalu sama dengan yang berlaku di Negara lain. Dibeberapa Negara, aborsi yang dilakukan sebelum berumur tiga bulan tidak dilarang, sedangkan di Indonesia semua bentuk aborsi, kecuali karena alasan indikasi medis.44

Secara umum pengertian abortus provocatus criminalis adalah suatu kelahiran dini sebelum bayi itu pada waktunya dapat hidup sendiri di luar kandungan. Pada umumnya bayi yang keluar itu sudah tidak bernyawa lagi.45

43

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 124.

44

Kusumaryanto, Kontroversi Aborsi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2002, hlm. 13.

45

Sri Setyowati, Masalah Abortus Kriminalis Di Indonesia Dan Hubungannya Dengan Keluarga Berencana Ditinjau Dari Kitap Undang-Undang Hukum Pidana, TP, Jakarta, 2002, hlm. 99.

(41)

Bertolak pada pengertian di atas, dapat diketahui bahwa pada abortus provocatus ini ada unsur sengaja. Artinya suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan agar kandungan lahir sebelum tiba waktunya. Menurut kebiasaan maka bayi dalam kandungan seorang wanita akan lahir setelah jangka waktu 9 bulan 10 hari. Seorang bayi dalam kandungan dapat lahir pada saat usia kandungan baru mencapai 7 bulan atau 8 bulan. Dalam hal iniperbuatan aborsi ini biasanya dilakukan sebelum kandungan berusia 7 bulan.

Aborsi (baik keguguran maupun pengguguran kandungan) berarti terhentinya kehamilan yang terjadi di antara saat tertanamnya sel telur yang sudah dirahim sampai kehamilan 28 minggu. Batas 28 minggu dihitung sajak haid terakhir itu diambil karena sebelum 28 minggu, janin belum dapat hidup.46

Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 346, 347, dan 348 KUHP tersebut abortus criminalis meliputi perbuatan-perbuatan sebagai berikut:47

a. Menggugurkan Kandungan (Afdrijving Van de vrucht atau vrucht afdrijving).

b. Membunuh Kandungan (de dood van vrucht veroorzaken atau vrucht Doden).

Kasus abortus provocatus criminalis merupakan kejahatan yang sering kali terjadi karena pembiaran atau sikap apatis oleh masyarakat tentang gejala-gejala yang ada. Mengingat angka abortus yang selalu meningkat dari tahun ketahun, maka perlu adanya upaya-upaya penanggulangan sehingga abortus provocatus criminalis dapat dicegah maupun dihindari.

46

Lilien Eka Chandra, Tanpa Indikasi Medis Ibu, Aborsi Sama Dengan Kriminal, Lifestyle, Mei 2006, hm. 10.

47

(42)

Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 ditulis secara jelas bahwa aborsi merupakan perbuatan yang dilarang kecuali dalam indikasi medis. Ketika berbicara mengenai aborsi tentu erat kaitannya dengan tenaga kesehatan terutama dokter selaku yang melakukan aborsi terhadap pasiennya.

Sebelum menerima gelar dokter akan mengucapkan lafal sumpahnya yang berbunyi “saya akan menghormati hidup insani mulai saat pembuahan” ada yang menyebutkan bahwa sejak tahun 1983 lafal tersebut telah diubah oleh World Medical Asosiate (WMA) menjadi “sejak kehidupan itu mulai” perubahan ini tidak diberlakukan di Indonesia sampai pada saat ini, sehingga lafal sumpah dokter kita masih tetap seperti tahun 1948.48Pasal 10 Kode Etik Kedokteran Indonesia (selanjutnya dalam penulisan skripsi ini akan disingkat menjadi KODEKI)menyebutkan “Setiap Dokter harus Senantiasa Mengingat akan Kewajiban Melindungi Hidup Mahluk Insani,”disebutkan dalam bagian penjelasan Pasal 10 KODEKI, yakni: seorang dokter tidak boleh melakukan

Abortus Provocatus.49

Perkembangan yang terjadi selama ini, tindak pidana aborsi seolah-olah menjadi legal atau sah karena alasan-alasan lain, seperti : rasa kemanusian, ingin “menolong” pasien, menghindarkan konsekuensi aborsi oleh dukun.Disepakati bersama lafal Sumpah KODEKI merupakan pedoman bagi Dokter di Indonesia dalam melakukan tugas kemenusiaan yaitu: menyembuhkan, melayani, serta merawat orang sakit. Sumpah Dokter dan KODEKI dengan tegas dan jelas menyebutkan bahwa tindakan seorang dokter dalam melakukan aborsi adalah Sebab dokter Indonesia harus melindungi makhluk insani sejak pembuahan sampai dengan kematiannya.

48

Chrisdiono .M. Achadiat, Prosedur Tetap Obstetri Dan Ginekologi, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004, hlm. I64.

49

(43)

bertentangan dengan sumpah dan KODEKI. Pengecualiannya adalah jika kehamilan itu mengancam jiwa si ibu dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagikorban perkosaan.

Moralitas kedokteran sebenarnya tidak membenarkan aborsi sebagai tujuan suatu tindak pidana. Aborsi hanya bisa dilakukan seandainya tidak ada jalan lain lagi untuk menyelamatkan jiwa si ibu. Itupun dilakukan setelah memenuhi syarat tertentu, seperti pertimbangan paling sedikit dari dua orang ahli. Selain itu harus dilakukan di sarana kesehatan yang memanai, baik personil maupun peralatannya. Selanjutnya perlu diketahui bahwa lafal Sumpah Dokter dan KODEKI itu ternyata telah menjadi Peraturan Menteri Kesehatan. Sukaatau tidak suka telah menjadi salah satu produk peraturan dalam sistem hukum Indonesia.

Undang-Undang kesehatan seakan-akan memberikan keleluasaan untuk tindak pidana aborsi, padahal sebenarnya tidak demikian. Dalam Undang-Undang tersebut dengan jelas melarang aborsi kecuali karena indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis, yang juga ditetapkan tentang kehamilan yang boleh diaborsi, sekaligus syarat-syarat yang harus dipenuhi, bagi yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan Pasal 75 dan 76 Undang-Undang Kesehatan, dikenakan sanksi pidana yang berat.

(44)

maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkanbayi tersebut hidup di luar kandungan; ataukehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagikorban perkosaan.

Pasal 76 butir b bahwa yang berwenag melakukan aborsi adalah tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenagan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh Menteri. Undang-Undang Kesehatan tidak semua dokter boleh melakukan aborsi. Syarat lainnya disebutkan dalam butir e, yakni penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri. Bagaimana jika aborsi dilakukan tanpa memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan pada Pasal 75 dan 76 undang-undang kesehatan tersebut? Ketentuan itu talah diatur dalam Pasal 194 Undang-Undang Kesehatan yakni:

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 75 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000.000.- (satu miliar).50

4. Abortus provocatus medicalis menurut Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Aborsi provocatus medicalisadalah penghentian kehamilan dengan indikasimedis untuk menyelamatkan nyawa ibu si janin, atau menghindarkan siibu dari kerusakan fatal pada kesehatan si ibu yang tak bisadikembalikan (irriversible). Di sini sebenarnya terjadi suatu konflikhak antara berbagai pihak, yakni hak hidup janin yang ada dalamkandungan, hak hidup si ibu, dan hak anak-anak yang lain (kalau sudahpunya) untuk mempunyai ibu. Pelaksanaan aborsi

medicinalismerupakan keadaan yang sulit dan dilematis, yang terpaksa harus

50

(45)

memilihsalah satu dari antara hak hidup yang tinggi nilainya. Oleh karena itu,sebelum dilaksanakan aborsi ini perlu dicermati benar-benar apakahmemang nyawa si ibu hanya bisa diselamatkan dengan cara aborsi.51

51

Kusmaryanto, Op.Cit., hlm. 13.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disahkan pemerintah pada tanggal 13 Oktober 2009. Dengan disahkannya undang-undang tersebut, maka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan oleh sebagian kalangan dianggap sebagai jawaban mengenai masalah kesehatan saat ini. Undang-Undang Kesehatan yang telah dicabut dianggap tidak mampu lagi mengakomodir perkembangan di bidang kesehatan.

Umumnya setiap Negara ada Undang-Undang yang melarang aborsi tetapi larangan ini tidaklah mutlak sifatnya di Indonesia berdasarkan Undang-Undang, melakukan aborsi, dianggap suatu kejahatan. Abors sebagai tindakan pengobatan, apabila itu satu-satunya jalan untuk menolong jiwa dan kesehatan ibu, serta sungguh-sungguh dapat dipertanggungjawabkan dapat dibenarkan dan biasanya tidak dapat dituntut.

(46)

aborsi diatur di dalam beberapa Pasal, yaitu Pasal 75, 76, dan Pasal 77. Adapun rumusan dari masing-masing Pasal tersebut adalah :

Pasal 75.

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikanberdasarkan:

a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderitapenyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapatdiperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;atau

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologisbagi korban perkosaan.

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiridengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yangkompeten dan berwenang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan PeraturanPemerintah.

Pasal 76.

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haidterakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;

b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yangmemiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan olehMenteri.

Pasal 77.

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.52

52

(47)

Berbeda dengan KUHP yang tidak memberikan ruang sedikit pun terhadap tindakan aborsi, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memberikan ruang terhadap terjadinya aborsi.

Melihat rumusan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan tampaklah bahwa dengan jelas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 melarang aborsi kecuali untuk jenis abortus provocatus medicalis (aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan jiwa si ibu dan atau janinnya). Dalam dunia kedokteran aborsi provocatus medicalisdapat dilakukan jika nyawa si ibu terancam bahaya maut dan juga dapat dilakukan jika anak yang akan lahir diperkirakan mengalami cacat berat dan diindikasikan tidak dapat hidup di luar kandungan, misalnya janin menderita kelainan EctopiaKordalis (janin yang akan dilahirkan tanpa dinding dada sehingga terlihat jantungnya), Rakiskisis (janin yang akan lahir dengan tulang punggung terbuka tanpa ditutupi kulit) maupun

Anensefalus (janin akan dilahirkan tanpa otak besar).53

Perkosaan merupakan kejadian yang amat traumatis untuk perempuan yang menjadi korban. Banyak korban perkosaan membutuhkan waktu lama untuk mengatasi pengalaman traumatis ini, dan mungkin ada juga yang tidak pernah lagi dalam keadaan normal seperti sebelumnya. Jika perkosaan itu ternyata mengakibatkan kehamilan, pengalaman traumatis itu bertambah besar lagi.54

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi menyatakan bahwa Negara pada prinsipnya melarang tindakan aborsi, larangan tersebut ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Tindaka aborsi pada beberapa kondisi medis merupakan

53

Njowito Hamdani, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hlm. 215.

54

(48)

satu-satunya jalan yang harus dilakukan tenaga medis untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu yang mengalami permasalahan kesehatan atau komplikasi yang serius pada saat kehamilan. Pada kondisi beberapa akibat pemaksaan kehendak pelaku, seorang korban perkosaan akan menderita secara fisik, mental, dan sosial. Dan kehamilan akibat perkosaan akan memperparah kondisi mental korban yang sebelumnya telah mengalami trauma berat peristiwa perkosaan tersebut.

Trauma mental yang berat juga akan berdampak buruk bagi perkembangan janin yang dikandung korban. Sebagaian besar korban perkosaan mengalami reaksi penolakan terhadap kehamilannya dan menginginkan untuk melakukan aborsi. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pada prinsipnya sejalan dengan ketentuan peraturan pidana yang ada, yaitu melarang setiap orang untuk melakukan aborsi. Negara harus melindungi warganya dalam hal ini perempuan yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan akibat perkosaan, serta melindungi tenaga medis yang melakukannya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan membuka pengecualian untuk aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.55

55

Peraturan Pemerintah Tentang Aborsi Banyak Kelemahan,

Alasan sebagaimana diuraikan diatas menjadikan aborsi hanya dapat dilakukan secara kasuistik dengan alasan sesuai Pasal 75 ayat (2) diatas, tidak dapat suatu aborsi dilakukan dengan alasan malu, tabu, ekonomi, kegagalan KB atau kontrasepsi dan sebagainya. Undang-undang hanya memberikan ruang bagi aborsi dengan alasan sebagaimana tersebut di atas.

(49)

Berdasar Pasal 75 tersebut, tindakan aborsi tidak serta merta dapat dilakukan walaupun alasan-alasannya telah terpenuhi. RumusanPasal 75 ayat (3) menyatakan bahwa tindakan aborsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. Rumusan pasal tersebut menegaskan bahwa sebelum dilakukan aborsi harus dilakukan tindakan konsultasi baik sebelum maupun setelah tindakan yang dilakukan oleh konselor yang berkompeten dan berwenang.

Penjelasan Pasal 75 ayat (3) menyebutkan bahwa yang dapat menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan setiap orang yang mempunyai minat dan memiliki keterampilan untuk itu, yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan. Penjelasanayat ini menerangkan betapa pentingnya seorang konselor yang akan memberikan penasehatan sebelum ataupun sesudah dilakukan tindakan. Hal ini penting mengingat aborsi adalah tindakan yang sangat berbahaya yang jika tidak dilakukan dengan benar akan membawa dampak kematian serta beban mental yang sangat berat bagi si wanita.

(50)

bersangkutan; dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; tidak diskriminatif; dan tidak mengutamakan imbalan materi.56

1. Kuretase atau pengerokan dangan sendok kuret ataupun vakum kuret pada dinding rahim tempat menempelnya janin. Cari ini membutuhkan keterampilan khusus karena komplikasi yang terjadi akibat kesalahan tindakan tersebut dapat merugikan dan cenderung mematikan.

Tindakan aborsi membawa resiko cukup tinggi, terutama apabila dilakukan tidak sesuai standar profesi medis. Tindakan aborsi yang berbahaya misalnya dengan cara menggunakan ramuan, manipulasi fisik, atau menggunakan alat bantu yang tidak steril.

Secara medis, digunakan empat metode dasar terminasi kehamilan atau aborsi. Metode tersebut adalah sebagai berikut.

2. Memasukan cairan NaCL hipertonis pada lapisan amnion untuk melepaskan janin dari dinding rahim. Metode ini meniru proses mulainya perselisihan dan biasanya digunakan untuk mengakhiri kehamilan pada usia 4-6 bulan. 3. Pemberian prostaglandin melalui pembuluh darah arteri, cairan amnion, dan

memasukkannya melalui vagina dan uterus dengan dosis tertentu. Prostaglandin ini dimaksudkan untuk menginduksi persalinan buatan sehingga janin dapat keluar dari rahim.

4. Dengan melakukan vacuma spiration, yaitu menggunakan semacam selang plastik berdiameter tertentu untuk menghisap janin dari rongga rahim.

56

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa riwayat konsumsi minuman tradisional beralkohol, frekuensi konsumsi minuman tradisional beralkohol dalam 1 minggu, jumlah

Induktif : Metode induktif yaitu melakukan pengumpulan data dan analisa melalui pengamatan, wawancara, dokumentasi pada bangunan yang sejenis dengan pendataan

[r]

HASIL UJI VALIDASI MODEL Dalam bagian validasi model, ada beberapa hasil temuan yang perlu di- kemukakan di sini sejalan dengan per- masalahan penelitian, yaitu (a)

Biakkan bakteri uji diambil sebanyak 1 ose secara aseptis dari medium agar miring dan diletakkan di atas gelas benda lalu ditetesi dengan H 2 O 2 , hasil positif

Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seluruh jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan jumlah dana pihak

Sedangkan penelitian mengenai profesionalisme dilakukan oleh Wahyudi dan Aida (2006) yang sebelumnya juga dilakukan oleh Hastuti dkk, (2003) menguji tentang

Berdasarkan indikator dalam penelitian yaitu tentang respon siswa terhadap hukuman di sekolah untuk meningkatkan disiplin siswa, maka jika indikator itu dihubungkan