• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Perencanaan Pemanenan di Petak Tebang Tahun 2008 pada HPHTI PT. Toba Pulp Lestari Sektor Tele Estate Q, Kabupaten Humbang Hasundutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Perencanaan Pemanenan di Petak Tebang Tahun 2008 pada HPHTI PT. Toba Pulp Lestari Sektor Tele Estate Q, Kabupaten Humbang Hasundutan"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM

PERENCANAAN PEMANENAN DI PETAK TEBANG TAHUN 2008

Pada HPHTI PT. Toba Pulp Lestari Sektor Tele Estate Q

Kabupaten Humbang Hasundutan

SKRIPSI

Oleh :

YENNY ROSIVA SINAGA 031201023 / Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Judul Skripsi : Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Perencanaan Pemanenan di Petak Tebang Tahun 2008 pada HPHTI PT. Toba Pulp Lestari Sektor Tele Estate Q, Kabupaten Humbang Hasundutan

Nama : Yenny Rosiva Sinaga NIM : 031201023

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Nurdin Sulistiyono, S.Hut, M.Si Riswan, S.Hut

Ketua Anggota

Mengetahui,

(3)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengaplikasikan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam perencanaan pemanenan untuk petak tebang tahun 2008 pada HPHTI PT Toba Pulp Lestari Sektor Tele Estate Q, Kabupaten Humbang Hasundutan. Perencanaan pemanenan terdiri dari 3 tahapan yaitu perencanaan jaringan jalan, perencanaan pemanenan dan pelaksanaan pemanenan kayu. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi SIG lebih memudahkan tim planning dalam kegiatan perencanaan petak tebang. Diharapkan bagi pihak Hak Pengusahaan Hutan yang belum memanfaatkan teknologi SIG untuk mempertimbangkan hasil penelitian ini.

(4)

ABSTRACT

This research done to applicate Geographical Information System (GIS) technology in harvesting planning in HPHTI PT. Toba Pulp Lestari, Tele Sector, Q Estate, Humbang Hasundutan District for harvested compartment, 2008. Harvesting planning consists of three steps; road network planning, harvesting planning, and wood harvesting. The results of this research show that using GIS technology make the planning team easier in harvesting planning. Hopefully, the results of this research can be used as consideration for HPHTI PT Toba Pulp Lestari and the other HPH which have not use this system yet.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasih karunianya-Nya penulis masih diberikan kesempatan untuk menghirup nafas kehidupan di dunia ini dan dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul ‘Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Perencanaan Pemanenan di Petak Tebang Tahun 2008 pada HPHTI PT. Toba Pulp Lestari Sektor Tele Estate Q, Kabupaten Humbang Hasundutan’ dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Sarjana Kehutanan bagi setiap mahasiswa Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Unversitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini yaitu kepada:

1. Nurdin Sulistiyono, S. Hut, M. Si, Riswan, S. Hut dan Muhdi, S. Hut, M. Si yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta saran dan kritik kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. M. Sinaga dan S. Siregar selaku orangtua penulis yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil selama penulis mengikuti perkuliahan di Departemen Kehutanan USU.

(6)

4. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penulis sendiri.

Medan, Desember 2007

(7)

DAFTAR ISI

Tujuan Penelitian ...3

Manfaat Penelitian ...3

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Tanaman Industri ... 4

Perencanaan Hutan ... 4

Pengertian Perencanaan Hutan ... 4

Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Perencanaan Hutan ... 5

Tingkatan Perencanaan Hutan ... 6

Komponen Utama Sistem Informasi Geografik ...14

Aspek Organisasional ...14

Penginderaan Jauh ...16

Konsep Dan Landasan Penginderaan Jauh ...16

Terapan Penginderaan Jauh Untuk Kehutanan ...17

SRTM ...18

METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat Penelitian ... 20

Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 21

(8)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Lokasi Penelitian ... 24

Letak Geografis dan Astronomis ... 25

Biofisik Lahan ... 26

Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Perencanaan Jaringan Jalan ... 28

Rencana Pemanenan Kayu ... 32

Pembuatan Data Atribut ... 35

Pelaksanaan Pemanenan Kayu ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(9)

DAFTAR TABEL

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Elemen-elemen Sistem Informasi ... 13

2 Prosedur Penelitian ... 22

3 Peta Compartemen... 41

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Pola Penyebaran Vegetasi ... 45

2 Peta Penggunaan Lahan Estate Q ... 46

3 Peta Kawasan ... 47

4 Data Inventarisasi Untuk Pendugaan Volume Pohon... 48

5 Tabel Volume Tanaman... 51

6 Hasil Olah Data Volume Dengan Fungsi Diameter ... 52

7 Hasil Olah Data Volume Dengan Fungsi Diameter dan Tinggi ... 53

(12)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengaplikasikan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam perencanaan pemanenan untuk petak tebang tahun 2008 pada HPHTI PT Toba Pulp Lestari Sektor Tele Estate Q, Kabupaten Humbang Hasundutan. Perencanaan pemanenan terdiri dari 3 tahapan yaitu perencanaan jaringan jalan, perencanaan pemanenan dan pelaksanaan pemanenan kayu. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi SIG lebih memudahkan tim planning dalam kegiatan perencanaan petak tebang. Diharapkan bagi pihak Hak Pengusahaan Hutan yang belum memanfaatkan teknologi SIG untuk mempertimbangkan hasil penelitian ini.

(13)

ABSTRACT

This research done to applicate Geographical Information System (GIS) technology in harvesting planning in HPHTI PT. Toba Pulp Lestari, Tele Sector, Q Estate, Humbang Hasundutan District for harvested compartment, 2008. Harvesting planning consists of three steps; road network planning, harvesting planning, and wood harvesting. The results of this research show that using GIS technology make the planning team easier in harvesting planning. Hopefully, the results of this research can be used as consideration for HPHTI PT Toba Pulp Lestari and the other HPH which have not use this system yet.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanenan kayu adalah serangkaian kegiatan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat pengolahan dengan biaya yang ekonomis dan kerusakan lingkungan yang minimum. Sistem pemanenan kayu umumnya didefenisikan sesuai dengan bentuk atau cara pengangkutan kayu, atau metode dan peralatan, atau kombinasi keduanya. Menurut Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI tahun 1998, pemanenan kayu adalah upaya pemanfaatan produk kayu sesuai jenis dan ketentuan limit diameter yang ditetapkan dari areal yang telah disyahkan sesuai prosedur dengan pola yang tepat, disertai perhitungan kerusakan lahan dan tegakan tinggal.

Pemanenan kayu memiliki beberapa tujuan yang tidak saja menguntungkan dari segi ekonomi tetapi juga tidak merusak ekologi, sehingga dibutuhkan satu sistem pengelolaan yang baik. Sejak awal tahun 1990-an tekanan terhadap praktek pemanenan hutan, yang dituduh merusak hutan dan lingkungan, datang dari berbagai pihak di dalam maupun luar negeri. Kesadaran lingkungan makin meningkat, keberadaan praktek pemanenan hutan makin terbuka bagi masyarakat luas dan tuntutan akan pengelolaan hutan secara lestari makin meluas.

(15)

pemanenan kayu yang baik dan benar masih belum dipergunakan dalam pemanenan kayu di hutan alam Indonesia.

Dalam perencanaan suatu kegiatan pemanenan akan melibatkan suatu pertimbangan rangkaian masalah yang kompleks. Di satu pihak perlu pemutusan secara tepat informasi apa yang betul-betul dibutuhkan dan mengesampingkan perincian yang tidak dapat digunakan secara praktis di dalam kondisi yang ada maupun yang dapat digambarkan akan dihadapi. Di pihak lain, harus dipilih metode-metode yang akan menghasilkan informasi yang diinginkan pada pengeluaran uang, waktu dan usaha yang paling sedikit.

Perencanaan pemanenan yang selama ini dikenal masih bersifat tradisional atau manual. Di Indonesia, masih banyak para pemegang Hak Pengusahaan Hutan yang melakukan kegiatan perencanaan pemanenan secara semi-manual. Hal ini pasti akan menyulitkan karena kegiatan pemanenan itu sendiri membutuhkan data-data yang cukup luas cakupannya. Keterbatasan manusia dalam melakukan pengolahan data secara manual juga akan menyebabkan keterbatasan hasil yang diperoleh. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan alternatif dalam kegiatan perencanaan hutan karena memiliki tahap analisis yang kompleks dan menggunakan data yang sangat besar jumlahnya.

(16)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam perencanaan pemanenan untuk petak tebang tahun 2008 pada Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Sektor Tele, Estate Q, Kabupaten Humbang Hasundutan.

Manfaat Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Tanaman Industri

Di Indonesia pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dimulai pada tahun 1984 (Malik, dkk, 2000). Dimana pengertian Hutan Tanaman Industri (HTI) itu sendiri adalah hutan tanaman yang dibudidayakan untuk diambil kayunya dengan mengindahkan kelestarian lingkungan serta prinsip ekonomi. Melalui program Hutan Tanaman Industri diharapkan produktivitas dan kualitas lahan, pasokan bahan baku bagi kepentingan industri serta penyerapan lapangan usaha (Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI, 1998).

Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah tanaman yang dikelola dan diusahakan berdasarkan asas kelestarian, asas manfaat dan asas perusahaan dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Pada Hutan Tanaman Industri sistem pemanenan kayu yang digunakan ialah Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (TPHB) dengan menggunakan chain saw alat penebangnya (Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI, 1998).

Perencanaan Hutan

Pengertian Perencanaan Hutan

(18)

dilakukan di masa datang. Darusman (1991) dalam (Parmuladi, 1995)menyatakan bahwa perencanaan di bidang kehutanan diartikan sebagai suatu upaya dalam bentuk rencana, dasar-dasar acuan dan pegangan bagi pelaksanaan berbagai kegiatan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pengusahaan hutan yang bertolak dari kenyataan saat ini dan memperhitungkan pengaruh masalah dan kendala yang memungkinkan terjadi selama proses mencapai tujuan tersebut.

Sedangkan menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1967 perencanaan hutan terdiri dari rencana umum, rencana pengukuhan hutan, rencana penatagunaan hutan dan rencana penataan hutan. Pekerjaan penataan hutan terdiri dari penentuan batas hutan yang ditata, pembagian hutan ke dalam petak-petak kerja, perisalahan hutan, pembukaan wilayah hutan, pengumpulan bahan-bahan lain untuk penyusunan rencana kerja serta pengukuran dan perpetaan.

Jadi yang dimaksud dengan Perencanaan Hutan adalah penyusunan pola tentang peruntukan, penyediaan, pengadaan dan penggunaan hutan secara serbaguna dan lestari serta penyusunan pola kegiatan-kegiatan pelaksanaannya menurut tata ruang dan waktu. Perencanaan Hutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang potensi dan keadaan hutan serta menentukan cara pengaturan pemanfaatan dan pembinaannya untuk menegakkan asas kelestarian dengan hasil yang optimum (Parmuladi, 1995).

Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan dalam Perencanaan Hutan

(19)

kumpulan kajian. Urutan-urutan hal yang disajikan tidak kaku dan dapat diubah, meskipun untuk sebagian besar daripada kasus-kasus itu urutannya cukup logis (Husch, 1987):

a) Keputusan mengenai informasi apa yang dibutuhkan; b) Tersedianya waktu dan dana;

c) Kemungkinan pembakuan dalam perencanaan inventarisasi hutan; d) Klasifikasi hutan;

e) Disain cuplikan inventarisasi; f) Pemanfaatan potret udara; g) Peta-peta;

h) Hubungan-hubungan kuantitas (dalam inventarisasi hutan); i) Karyawan dan latihan;

j) Dukungan logistik;

k) Prosedur-prosedur pengukuran lapangan; l) Kalkulasi dan kompilasi.

Tingkatan Perencanaan Hutan

Di dalam unit pengelolaan hutan produksi areal HPH, beberapa tingkat desain yang harus diperhatikan dalam pengelolaan hutan antara lain (Sagala, 1999):

1. Desain Tingkat Tegakan Rumpang

(20)

dikelola, harus ada unit homogennya. Untuk itu, maka tegakan ditebang habis sehingga terbentuk tegakan homogen umur yang mudah dikenal.

2. Desain Tingkat Kuivo

Desain lapangan tingkat kuivo, memperlihatkan jalan sarad dan jumlah rumapang yang ada pada jalan tersebut. Agar mudah dicari, rumpang tersebut diletakkan pada jalan sarad dan agar tidak terjadi tebang pilih tempat, rumpang diletakkan secara sistematik pada jalan sarad dengan jarak tepi 100 meter.

3. Desain Tingkat Petak

Desain petak menampakkan batas petak, luas dan bentuk petak. Unit pengelolaan dibagi ke dalam petak permanen dengan menggunakan sungai dan jalan sebagai batas petak.

4. Desain Unit pengelolaan

Desain unit pengelolaan menampakkan batas luar, luas, bentuk unit penelolaan, jalan dan sungai yang ada di areal kerja. Pada tebang rumpang ini tidak diperlukan inventarisasi sebelum dan sesudah penebangan, tidak dilakukan penanaman perkayuan.

Pembukaan Wilayah Hutan

(21)

erat dengan kegiatan pengusahaan. Intensitas Pembukaan Wilayah Hutan (IPWH) adalah perbandingan antara panjang jalan (m) dengan luas areal suatu unit kerja/ daerah kerja produksi dalam Ha. Pembagian jalan dalam PWH (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1998) meliputi:

1. Jalan hutan yaitu jalan angkutan yang diperlukan untuk mengangkut kayu/ hasil hutan ke tempat pengumpulan hasil hutan (TPn/ TPK) atau ke tempat pengolahan hasil hutan.

2. Jalan induk yaitu jalan hutan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan pengusahaan hutan selama jangka waktu pengusahaan hutan.

3. Jalan cabang yaitu jalan hutan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan pengusahaan hutan selama jangka waktu pengusahaan hutan.

4. Jalan sarad adalah jalan hutan yang bermuara pada jalan cabang yang dapat dipergunakan untuk kegiatan penyaradan kayu bulat.

Perencanaan Areal Tebangan

Menurut Chapman (1950) dalam (Samsuri, 2001) pembagian hutan ke dalam unit-unit pengelolaan yang lebih kecil merupakan langkah awal kegiatan pengusahaan hutan. Tujuan dari pembagian hutan tersebut adalah :

1. Memberikan kepastian wilayah kerja

2. Memudahkan inventarisasi sumber daya dan jenis kegiatan

3. Memudahkan dalam hal perencanaan organisasi dan manajemen hutan

(22)

hutan untuk menegakkan asas kelestarian yang optimal. Melalui pembagian hutan suatu kelompok hutan dapat diatur pemungutan hasilnya dengan tidak melampaui

daya produksi hutan sehingga kesinambungan produksi dapat terjamin ( Direktorat Jenderal Kehutanan 1976 ) dalam (Samsuri, 2001).

Direktorat Jenderal Kehutanan ( 1976 ) dalam (Samsuri, 2001) menerangkan bahwa suatu kesatuan hutan dapat dibagi kedalam satu satuan kerja yang selanjutnya satu satuan kerja tersebut dibagi kedalam blok-blok tata hutan yang merupakan kesatuan-kesatuan yang terdiri dari petak-petak kerja. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan ( 1989 ) menjelaskan bahwa blok kerja tahunan merupakan blok yang dibuat pada areal hutan didalam areal kerja HPH tempat dilaksanakannya kegiatan pengusahaan hutan didalam satu tahun. Penataan areal tersebut bertujuan untuk mengatur perencanaan, pelaksanaan, penataan dan pengawasan kegiatan pengusahaan hutan. Dalam pembagian hutan terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah lokasi dan penyebaran hutan, lawas dan ciri dari pekerjaan, kemampuan pengawasan dan tanggung jawab terhadap pekerjaan, wilayah pemasaran, topografi, fasilitas angkutan, karakteristik dan keperluan inventarisasi.

Penataan Hutan

(23)

adalah semua kegiatan guna menyusun rencana karya yang berlaku untuk jangka waktu tertentu.

Untuk mencapai tujuan agar hutan tetap dalam keadaan lestari menurut Westveld and Pech ( 1958 ) dalam (Samsuri, 2001) harus ada kegiatan atau tindakan-tindakan kearah sustainable yield management dengan jalan membuat jumlah penebangan (etat ) seimbang atau sama dengan jumlah pertambahan tumbuh ( riap ) setiap tahun.

Menurut Meyer et al. ( 1961 ) dalam (Samsuri, 2001) kelestarian hasil adalah penyediaan yang teratur dan menerus dari hasil hutan yang diperoleh sesuai dengan kemampuan maksimum dari hasil hutan tersebut. Basyaruddin (1976) dalam (Samsuri, 2001) juga menyatakan bahwa untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari kawasan hutan secara lestari harus dilakukan manajemen yang sehat terhadap hutan itu sesuai dengan fungsinya.

Penataan Blok

Dalam penataan blok/ petak dapat mempertimbangkan hal berikut:

1. Keterpusatan areal

2. Keseragaman bentuk lapangan

3. Keseragaman tipe hutan (hutan tanah kering, mangrove, tergenang air permanent/ sementara, dan sebagainya)

4. Keseragaman komposisi jenis (meranti, macaranga, belukar/ semak dan sebagainya)

(24)

6. Batas alam (sungai, bukit lembah) atau batas buatan

7. Apabila batas buatan, lahan datar diusahakan mendekati bujur sangkar.

Sedangkan untuk persyaratan petak itu sendiri:

1. Menggunakan batas alam/ buatan

2. Luas 25- 100 ha

3. Homogen (vegetasi, topografi, perlakuan silvikultur dan manajemen)

4. Mempunyai nomor

5. Mempunyai catatan petak (kegiatan yang ada)

6. Dipetakan pada peta kerja 1: 25.000

7. Batas ditandai di lapangan paling tidak pada titik perpotongan petak

(Jaya, 1996).

Sistem Informasi Geografis

Sejarah Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) terdiri dari seperangkat alat dan digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menginterpretasi dan merekam informasi geografi. Sebuah SIG tidak hanya hardware dan software yang umum dikenal oleh masyarakat, tetapi membutuhkan keahlian khusus untuk mengoperasikan sistem, database, fasilitas fisik, dan komitmen organisasi yang penting untuk membuat sistem itu bekerja (Bettinger and Wing, 2004).

(25)

utamanya adalah untuk mengefisienkan pekerjaan pemetaan sumberdaya alam. Tahun 1970- an kesadaran akan lingkungan digalakkan, yang kemudian diikuti dengan realisasi global pengawetan sumberdaya alam seperti hutan pada tahun 1980- an lebih mendorong kebutuhan akan sistem informasi yang dapat dipercaya. Perkembangan ini didukung dengan satelit sumberdaya yang semakin banyak, selain Landsat (1972) dan seri selanjutnya, juga SPOT (1984) dari Perancis (Aronoff, 1989) dalam Widhiastuti (1997).

(26)

Sistem Informasi Geografis paling tidak terdiri dari subsistem pemrosesan, subsistem analisis data dan subsitem yang yang menggunakan informasi seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Subsistem pemrosesan data mencakup pengambilan data, input dan penyimpanan. Subsistem analisis data mencakup perbaikan, analisis dan keluaran informasi dalam berbagai bentuk. Subsistem yang memakai informasi memungkinkan informasi relevan diterapkan pada suatu masalah (Lo, 1996).

Komponen Utama Sistem Informasi Geografis SUBSISTEM PENGELOLAAN Prosedur

Staff Organisasi

SUBSISTEM PEMROSESAN DATA

PEROLEHAN DATA INPUT DATA PENYIMPANAN DATA

(27)

Dalam SIG terdapat berbagai peran dari berbagai unsur, baik manusia sebagai ahli dan sekaligus operator, perangkat alat (lunak/ keras) maupun objek permasalahan. SIG adalah sebuah rangkaian sistem yang memanfaatkan teknologi digital untuk melakukan analisis spasial. Sistem ini memanfaatkan perangkat keras dan lunak komputer untuk melakukan data seperti:

1. Perolehan dan verifikasi 2. Kompilasi

3. Penyimpanan

4. Pembaharuan dan perubahan 5. Manajemen dan pertukaran 6. Manipulasi

7. Penyajian 8. Analisis (Budiyanto, 2002).

Aspek Organisasional

(28)

apa yang akan ditangani, (b) penetapan data-data yang diperlukan, (c) kapasitas data yang ditangani, dan (d) produksi yang ingin dihasilkan. Disamping itu perlu diperhatikan pula aspek-aspek manajemen dalam penggunaan SIG, sebagai berikut: (a) pengembangan infrastruktur, (b) pengembangan sumberdaya manusia, (c) pengembangan program kerja, dan (d) pengembangan dana (Burough, 1987).

Contoh Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Pemanenan Hutan

Pada tahun 1997, Berau Forest Management Project mengembangkan sebuah alat bantu manajemen hutan yang disebut Yield Simulation System (YSS) dan juga memanfaatkan Sistem Informasi Geografis untuk para manajer kehutanan dan tim perencanaan di areal PT. Inhutani I Labanan. YSS adalah model matematis yang terdiri dari kumpulan perhitungan sederhana yang dibuat dan disimpan dalam bentuk yang mudah digunakan dan dapat dipercaya untuk membantu para manajer dalam mengambil keputusan. YSS meniru pertumbuhan dari hutan yang sesungguhnya. Hutan sesungguhnya ini sebagai file input yang berisi data tegakan yang dikalkulasi dari hasil inventarisasi di areal PT. Inhutani I-Labanan. Nilai AAC (Annual Allowable Cut) dapat diestimasi dengan melakukan pengujian beberapa alternatif pengelolaan yang berbeda yang terdapat dalam model (European Union and Indonesia Implementing Sustainable Forestry, 2001).

(29)

menginterpretasikan dan mengambil keputusan secara arif. Staf yang terkait dari PT Inhutani I-Labanan dan Departemen Kehutanan telah dilatih untuk menggunakan model tersebut dalam dua tingkatan program dan lewat partisipasi langsung. Mereka kemudian menggunakan alat tersebut untuk membantu mereka di dalam perencanaan dan demarkasi ulang batas-batas RKL dalam areal konsesi, dengan mengevaluasi berapa nilai AAC yang dapat ditebang secara lestari dari areal target. Sebagai hasilnya, modul pelatihan berikut dibuat untuk para pemula yang menggunakan YSS pertama kali. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan model tersebut, strukturnya, penggunaan secara umumdan ciri-ciri utama serta membawa pengguna melakukan sebuah studi kasus. Pada akhir modul, penggunadiharapkan dapat menggunakan dasar-dasar model dan memulai pengkajian lebih lanjut terhadap model tersebut (European Union and Indonesia Implementing Sustainable Forestry, 2001).

Penginderaan Jauh

Konsep dan Landasan Penginderaan Jauh

(30)

Penginderaan jauh di dalam lingkup luas berarti setiap metodologi yang digunakan untuk mempelajari karakteristik objek dari jarak jauh. Penglihatan, penciuman, dan pendengaran manusia merupakan contoh bentuk permulaan penginderaan jauh. Teknologi penginderaan jauh telah berkembang dengan paling cepat sejak manusia semakin sadar akan keseimbangan yang layak antara perkembangan sumberdaya dan pemeliharaan lingkungan. Sekarang, penginderaan jauh merupakan cara yang praktis untuk memantau secara berulang dan cermat atas sumber daya bumi secara menyeluruh (Wolf, 1993).

Terapan Penginderaan Jauh Untuk Kehutanan

Dengan pertambahan penduduk dunia yang cepat, perubahan penggunaan lahan dan penurunan tutupan hutan, penginderaan jauh telah berperan sebagai suatu disiplin yang sedang tumbuh, dan memberikan alat yang bermanfaat dalam pengelolaan dalam bidang kehutanan. Sebagai ilmu, penginderaan jauh dapat dipandang sebagai cabang geografi yang menekankan pada mengamati tentang bentuk lahan dan vegetasi dari jarak jauh; tetapi arti pentingnya di dalam pandangan-pandangan baru atas hukum biofisika dan bidang baru studi yang mendasar, tidak boleh dipandang secara berlebihan (Howard, 1996).

(31)

pengukuran foto udara, dan pemairan kayu dengan foto yang menekankan pengukuran-pengukuran volume kayu dari fotografi udara (Paine, 1992).

Saat ini hampir tidak mungkin inventarisasi hutan dilakukan dengan tanpa menggunakan data penginderaan jauh. Pengumpulan data secara langsung di lapangan biasanya lebih akurat dan cermat, tetapi pengumpulan data dengan cara ini akan membutuhkan waktu yang lama. Pada medan yang sulit dijangkau, secara ekonomi maka kerja lapangan tidak mungkin dilakukan atau dilakukan pada sampel lapangan yang terbatas jumlahnya. Untuk tujuan praktis dalam bidang kehutanan, dapat dilakukan dengan cara mengawinkan data penginderaan jauh, data lapangan, dan uji silang hasil analisis citra dengan sampel lapangan (Howard, 1996).

SRTM (Shuttle Radar Topography Mission)

SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) adalah sebuah misi NASA untuk memetakan topografi menggunakan citra radar. Informasi selengkapnya dapat dilihat dalam situsdan citra ini dapat diperoleh secara gratis. Resolusi SRTM adalah 1 detik atau kurang lebih 30 meter. Resolusi tersebut adalah resolusi horizontal. Tapi untuk di luar USA mereka cuma memberi resolusi 3 detik atau kurang lebih 90 meter.

(32)

1. Download dengan Hyper Text Transfer Protocol (HTTP). Kalau buka internet dengan firefox atau Internet Explorer, ini yg biasa kita lakukan dengan HTTP Address: http://seamless.usgs.gov

2. Download melalui File Transfer Protocol (FTP). Ini jarang dilakukan karena tampilannya tidak menarik tapi lebih efisiendengan FTP Address: ftp://e0srp01u.ecs.nasa.gov.

(33)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di HPHTI PT. Toba Pulp Lestari sektor Tele, estate Q

dengan lokasi di kabupaten Humbang Hasundutan dan berlangsung mulai dari

bulan Maret sampai dengan Mei 2007. Pengolahan data dilakukan di

Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan dasar yang diperlukan dalam penelitian adalah peta penutupan

lahan HPHTI PT. Toba Pulp Lestari sektor Tele dengan skala 1: 300.000 yang

mencakup peta compartemen, aliran sungai dan jaringan jalan yang merupakan

hasil Laporan Pemotretan Udara tahun 1998, citra SRTM (Shuttle Radar

Topography Mission) yang diperoleh dari ftp:// e0srp01u.ecs.nasa.gov untuk

pembuatan peta kontur, dan tegakan Eucalyptus sp. Sedangkan alat yang

digunakan adalah PC beserta kelengkapannya dengan perangkat lunak (software)

pengolahan Sistem Informasi Geografis, SPSS 10.0 untuk pendugaan volume,

Global Positioning System untuk mengambil koordinat titik vegetasi, pita

diameter (phi band) untuk mengukur diameter, clinometer untuk mengukur tinggi

(34)

Prosedur Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dari pengukuran dimensi tanaman meliputi tinggi

dan diameter tanaman, sedangkan data sekunder yang dikumpulkan meliputi data

fisik wilayah yang mencakup luas dan kompartemen, iklim, dan tipe tanah, aliran

sungai, dan jaringan jalan dan juga informasi vegetasi lain seperti tahun tanam

dan jarak tanam yang diperoleh dari perusahaan.

Pengolahan dan Analisis Data

Pendugaan Volume

Volume tanaman diduga dengan cara pembuatan tabel volume dengan dua

variable yaitu diameter pohon setinggi dada (diameter at breast high) dan tinggi

total pohon. Sehingga dapat diduga volume tanaman berdasarkan luasan setiap

compartemen.

Analisis Biaya dan Produktifitas Alat

Dalam perhitungan terhadap jumlah alat dan biaya total yang akan direncanakan

untuk kegiatan pemanenan mengacu pada Standard Operational Procedure yang

(35)

Prosedur Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan serangkaian kegiatan yang kompleks yang tersajikan dalam skema pada Gambar 3 berikut:

MULAI 2.Peta Jaringan Jalan 3.Peta Aliran Sungai

Citra SRTM

Peta Kontur

Perencanaan Pemanenan Kayu

Peta Penutupan Lahan: 1. Peta Compartemen 2. Peta Jaringan Jalan 3. Peta Aliran Sungai

(36)

Keterangan gambar:

Data yang dibutuhkan dalam perencanaan petak tebang mulai dari kegiatan

perencanaan jaringan jalan, perencanaan pemanenan kayu dan pelaksanaan

pemanenan dikumpulkan kemudian ditumpangsusunkan sehingga menghasilkan

(37)

KONDISI UMUM

Sejarah Lokasi Penelitian

PT. Inti Indorayon Utama (IIU) diresmikan tanggal 14 Desember 1989 di Lhoksemawe dan mulai menjual sahamnya ke pasar (90% publik) bulan Mei 1990. Pada bulan Nopember 1995, PT. IIU berhasil memperoleh sertifikat ISO 9002 dari SGS Yarsley International Certification yang diserahkan bulan Februari 1996 di Medan. Kegiatan produksi pulp secara komersil dimulai pada tahun 1989, dan hasil produksi pulp tersebut sekitar 70% di eksport ke mancanegara dan selebihnya untuk kebutuhan dalam negeri. Saat ini PT. IIU telah berubah nama menjadi PT. Toba Pulp Lestari, Tbk yang mulai beroperasi pada bulan Februari 2003.

(38)

Areal usaha PT. TPL, Tbk terdiri dari 2 bagian yaitu Forest Section dan Mill section. Areal hutan (Forest Section) yang tersedia saat ini meliputi 6 kabupaten yaitu kabupaten Simalungun, Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Tapanuli Selatan dan Dairi. Sedangkan lokasi pabrik (Mill Section) terletak di desa Sosorladang yang luasnya 200 ha termasuk perubahan dan pembibitan (Nursery) seluas 14 ha. Di daerah pabrik tersebut mengalir sungai Asahan yang airnya berasal dari Danau Toba. Sungai Asahan ini menyediakan air untuk keperluan pabrik serta keperluan air minum.

Letak Geografis dan Astronomis

Lokasi konsesi Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), PT. TPL, Tbk terletak di beberapa kabupaten. Dari total luas izin HPHTI (Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 493/ Kpts-II/ 1992) dan pemanfaatan pinus (Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 236/ Kpts-IV/ 1984) yang berjumlah 248.816 ha, berdasarkan rencana tata ruang dengan mempertimbangkan aspek fungsi hutan (fungsi produksi dan fungsi perlindungan), aspek status kepemilikan lahan dan fungsi social ekonomi dari hutan yang terus berkembang, maka tata ruang (land scaping) HTI PT. TPL, Tbk telah disesuaikan sebagai berikut:

(39)

Berdasarkan pada rencana tata ruang, HPHTI PT. TPL, Tbk terdiri dari beberapa sektor yang masing-masing sektor berada pada wilayah terpisah, antara lain:

1. Tele berada pada 2015’00” LU-2050’00” dan 98020’00”BT-98050’00”BT 2. Habinsaran berada pada 207’00”-2021’00”LU dan 99005’00”-99018’00’BT 3. Tarutung berada pada 1054’00”-2015’00”LU dan 98042’00’-98058’00”BT 4. Aek Nauli berada pada 2040’00”-2050’00”LU dan 98020’00”-99010’00”BT 5. Samosir berada pada 1030’00”-1055’00” dan 98050’00”BT-99010’00”BT

Biofisik Lahan

Lokasi penelitian berada pada ketinggian 1.300-1.900 meter di atas permukaan laut dengan jenis tanah Tropohemists dan jenis batuan (geologi) yaitu Tapanuli, Sihapas, Aluvium Muda dan Toba. Dan berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson (1951), lokasi penelitian memiliki tipe iklim A (sangat basah) dengan curah hujan rata-rata 18 mm, untuk bulan tertinggi pada bulan Nopember dan terendah pada bulan Juni.

Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PT. Toba Pulp Lestari merupakan kawasan HTI yang terdiri dari 5 sektor yaitu sektor Aek Nauli, Habinsaran, Tele, Tarutung, dan Samosir. Untuk sektor Tele dibagi menjadi satuan lebih kecil yaitu sebanyak 21 estate dengan luasan total 10.322 hektar. Kawasan yang akan direncanakan penebangannya terletak di Estate Q dengan luasan 406 hektar dan untuk estate ini dibagi lagi menjadi 22 compartemen. Penelitian ini mengambil lagi satuan unit terkecil yaitu compartemen 005 dengan luasan 4 hektar dan compartemen 012 dengan luasan 19 hektar yang akan dilakukan kegiatan pemanenan dalam Rencana Karya Tahunan (RKT) 2008.

(41)

Dalam merencanakan suatu petak tebang, perlu diperhatikan beberapa tahapan perencanaan pemanenan seperti:

1. Perencanaan jaringan jalan 2. Rencana pemanenan kayu 3. Pelaksanaan pemanenan

Perencanaan Jaringan Jalan

Pemanenan kayu merupakan serangkaian tindakan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengeluaran kayu dari pohon berdiri di dalam hutan sampai menjadi batang yang dapat dimanfaatkan di tempat penimbunan di luar hutan. Sehingga jaringan jalan memiliki peran yang sangat penting dalam proses pengangkutan kayu setelah penebangan.

Elias (1997) mengatakan bahwa dalam merencanakan jaringan jalan perlu dilakukan survei lapangan. Survei rencana jalan angkutan dan jalan sarad dilakukan dengan mengadakan pengamatan pada lahan hutan yang memungkinkan untuk dibuat jalan angkutan atau jalan sarad tersebut dan bila mungkin dengan memberikan beberapa alternatif atau pilihan jalan angkutan yang akan dibuat di lapangan. Pengadaan pengukuran dan trase jalan angkutan di lapangan dimulai dari titik ikat yang sudah ditetapkan sebelumnya dengan mempertimbangkan ketentuan teknis pembuatan jalan angkutan (antara lain kelerengan lapangan, struktur dan jenis tanah/ batuan).

(42)

dan perusahaan juga akan mengeluarkan biaya ± Rp. 500.000. Dengan adanya teknologi SIG dapat direncanakan suatu jaringan jalan baik itu jalan angkutan dan jalan sarad dengan cara melakukan tumpang susun peta jaringan jalan yang sudah ada sebelumnya terhadap peta aliran sungai untuk mengetahui apakah perlu dilakukan pembuatan jembatan dan gorong-gorong, dan peta kontur untuk mengetahui kondisi topografi di lapangan.

Pada PT. Toba Pulp Lestari tidak tersedia peta kontur, sehingga dalam penelitian ini digunakan citra SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) untuk mendapatkan peta kelerengan kabupaten Humbang Hasundutan. Kelebihan penggunaan SRTM sebagai salah satu input untuk pemetaan jaringan jalan adalah karena citra SRTM dapat diperoleh secara gratis dengan mendownloadnya di

data dalam bentuk dijital, sehingga memudahkan peneliti dalam mengkonversikan ke format DEM (Digital Elevation Model).

(43)

merencanakan jaringan jalan tanpa harus mengeluarkan biaya dan tenaga kerja yang besar.

Dengan tersedianya peta kontur, akan dapat direncanakan pembuatan jalan yang baru baik itu jalan cabang maupun jalan sarad setelah mempertimbangkan bahwa jaringan jalan yang telah ada sebelumnya dianggap kurang memadai dalam mendukung kegiatan pemanenan. Walaupun pada kenyataannya terdapat kelemahan pada perusahaan ini dimana tidak terdapat perencanaan jalan sarad. Jalan sarad dibuat bersamaan dengan kegiatan penyaradan kayu sebelum penebangan dan tidak terlalu dikhususkan dalam kegiatan perencanaan sementara diharapkan dengan adanya perencanaan jalan sarad akan lebih memudahkan kegiatan pemanenan di lapangan.

Elias (2002) menyatakan bahwa penyaradan terkontrol adalah penyaradan yang dilakukan di atas jaringan jalan sarad yang sudah direncanakan yang dibuat sebelum penebangan dan winching. Tujuannya adalah agar kegiatan penyaradan dilakukan secara sistematis, efisien dan dapat meminimalkan kerusakan yang terjadi. Penyaradan terkontrol pada umumnya terdiri dari tahapan kegiatan perencanaan jaringan jalan dan arah rebah pohon, kondisi jalan, winching, dan penyaradan.

(44)

untuk jalan sepanjang 600 meter, dibutuhkan biaya sebesar 32,4 juta rupiah dan dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 4 hari.

Jalan yang direncanakan dibuat berdasarkan Standard Operational Procedure yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Petunjuk Spesifikasi Jalan Hutan

Karakteristik Urut Jalan Utama Jalan

Cabang

Maksimum kecepatan kendaraan Km/ jam 50-70 30-50 -

Kecepatan rata-rata Km/ jam 50 30 -

Lebar Pembuatan Jalan Meter 15 12 -

Lebar jalan dari parit ke parit (lebar forming)

Posisi jaln yang dilindungi dari tengah badan jalan

Meter 20 15 -

Sumber: HPHTI PT Toba Pulp Lestari, Sumatera Utara

(45)

Rencana Pemanenan Kayu

Penyusunan Data Pemanenan

Rencana pemanenan juga melibatkan perencanaan kemana nantinya kayu akan disarad/ diangkut. Untuk itu perlu dipertimbangkan assesibilitas lainnya seperti perlu tidaknya dibuat Tempat Pengumpulan kayu sementara (TPn) yang baru. Tpn yang telah ada pada compartemen 11 yang berada di sebelah compartemen 12 yang akan dipanen dianggap tidak efektif untuk dipergunakan jika disesuaikan dengan kemampuan dan produktifitas alat sarad. Sehingga dibuat TPn baru pada compartemen 12 dan juga pada compartemen 5. Sebuah TPn mampu menampung volume log kayu sebesar ± 576 m3 dengan 1 tumpukan (stacking) yang ukurannya panjang x lebar x tinggi (30 x 4.8 x 4) meter. Sehingga dengan volume ± 365 m3 pada compartemen 5 dibutuhkan 1 TPn, dan untuk compartemen 12 dengan volume dugaan ± 1737 m3 akan dibutuhkan 3 TPn.

Diharapkan TPn yang dibuat berada pada lokasi yang cukup strategis dari seluruh stacking sementara, dimana stacking itu sendiri dibuat berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan dalam Standard Operational Procedure (SOP) seperti:

1. Posisi TPn harus dekat dengan jalan akses dengan topografi yang cukup datar. 2. Semua stacking harus disusun memotong jalur skidding

3. Semua tumpukan harus menggunakan galang bawah, dan tiang penyangga sebanyak 4 buah.

(46)

Kemudahan yang didapat dengan menerapkan teknologi SIG yaitu posisi TPn dapat ditentukan dengan menggunakan peta dijital yang tersedia tanpa harus membentuk sebuah tim survey khusus. Dalam hal ini perusahaan telah mampu meminimalisasi dana untuk kegiatan ini dimana. Penentuan TPn pada peta dilakukan dengan cara mengklasifikasikan lokasi-lokasi di petak tebang 2008 yang termasuk dalam topografi datar dan dekat dengan jalan akses yang terlihat pada peta kontur yang telah ditumpangsusunkan dengan peta jaringan jalan, peta aliran sungai dan peta compartemen .

Setelah assesibilitas dianggap sudah memadai, tahapan yang dilakukan selanjutnya yaitu pengukuran volume dan luas areal tebangan berdasarkan RKT 2008 yang telah dibuat pada tahun 2007. Telah direncanakan selama tahun 2006 akan dipanen kayu sebanyak 750.000 m3 dengan tingkat kapasitas produksi pulp ±146.200 ton dengan perkiraan 1 m3 kayu mampu menghasilkan ± 200 kg pulp, dan direncanakan kapasitas produksi akan meningkat pada tahun 2007 dengan memanen 900.000 m3 kayu, dan pada tahun 2008 diharapkan kapasitas produksi telah penuh 240.000 ton yaitu dengan jumlah kayu yang dipanen 1.080.000 m3 kayu, sehingga akan dilakukan penanaman kembali bekas areal tebangan kira-kira 6.000 ha untuk sektor Tele.

(47)

dalam penyusunan rencana pengelolaan, khususnya dalam penentuan intensitas pemungutan hasil hutan. Semakin banyak volume kayu rata-rata per hektar, maka prestasi kerja alat berat per satuan waktu kerja juga semakin besar.

Penelitian yang telah dilakukan yaitu dengan mengambil satuan sampel Estate Q di sektor Tele. Berdasarkan pengukuran terhadap dimensi tinggi dan diameter dapat diduga volume setiap compartemen berdasarkan luasan masing-masing. Pada penelitian ini dugaan volume didapat dengan cara pembuatan tabel volume dengan dua variabel yaitu diameter pohon setinggi dada (diameter at breast high) dan tinggi total pohon. Dari pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) dengan rumus model penduga volume pohon Log V = a + b Log Diameter, dengan a= -1.161, b = 0.04944, maka didapat model penduga untuk pohon yang ada di compartemen ini yaitu:

Log V = -1.161 + 0.04944 Log Diameter

Volume dugaan = 0.06902398 D0.04944, dengan galat baku 8.589%.

(48)

volume dugaan yang akan direncanakan penebangannya juga sangat kecil yaitu sekitar 0.19% dari target penebangan tahun ini.

Pembuatan Data Atribut

Jika melihat rangkaian pengolahan data seperti yang telah tersaji di atas, terkadang akan membingungkan para pengguna data baik itu tim planning, harvesting, dan plantation. Adanya teknologi SIG akan memudahkan para pengguna data tersebut dalam memanfaatkan data yang mereka butuhkan.

Pada penelitian ini, data-data yang telah dikumpulkan baik itu hasil pengamatan/ pengukuran di lapangan berupa diameter dan tinggi tanaman maupun data sekunder yang mencakup luas dan kompartemen, iklim, dan tipe tanah, aliran sungai, dan jaringan jalan dan juga informasi vegetasi lain seperti tahun tanam dan jarak tanam yang diperoleh dari perusahaan dimasukkan dalam sebuah tabel. Dalam sebuah software pengolahan Sistem Informasi Geografis, tabel ini merupakan data atribut dari data spasial.

(49)

Salah satu bentuk data atribut (Lampiran 8) yang merupakan data yang mendukung informasi peta perencanaan petak tebang menyajikan data sebagai berikut:

1. Estate : menyatakan satuan unit area 2. Compartemen

3. Stand : menyatakan satuan tegakan (aturan lama) 4. Tahun tanam (Planted Year)

5. Bulan tanam (Planted Month) 6. Species : menyatakan jenis tanaman. 7. Seedlot : nomor sertifikasi benih 8. Spacing : menyatakan jarak tanam 9. Kabupaten

10. Penggunaan lahan 11. Nomor compartemen 12. Luas Area

13. Jumlah tanaman 14. Volume Dugaan 15. Aktivitas Silvikultur

Pelaksanaan Pemanenan Kayu

(50)

Penebangan dan pembagian batang menggunakan chainsaw Husqvarna tipe 365 SP, kampak, parang, gergaji, helmet dan sepatu bagi penebang. Soebagyo (1980) mengatakan salah satu peralatan yang digunakan dalam penebangan kayu adalah gergaji rantai (chain saw). Fungsinya adalah untuk membuat takik rebah, takik balas, dan memotong bagian kayu lainnya, baik dalam kegiatan pembersihan cabang, penebangan maupun pembagian batang.

Penyaradan dengan menggunakan Skidder Ranger Clark dilengkapi dengan sling (kawat baja). Karena areal penelitian memiliki kelas lereng A (datar) sampai landai dan berbukit-bukit maka cocok menggunakan skidder dalam kegiatan penyaradan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suparto (1999), bahwa keuntungan penggunaan skidder dalam penyaradan kayu adalah dapat bergerak leluasa dan lincah, aman digunakan sampai tingkat kelerengan 40% dan dapat digunakan pada jarak yang cukup jauh. Akan tetapi sebaiknya penggunaan skidder dilakukan pada daerah yang mempunyai kelerengan tidak lebih dari 30%, walaupun secara teknis masih mampu digunakan pada kelerengan 40%. Pemuatan menggunakan excavator PC 200 S sedangkan untuk pengangkutan menggunakan truck Bell Super Logger.

Untuk produktifitas peralatan logging dan organisasi kerja pada tiap tahapan logging ditetapkan berdasarkan Standard Operational Procedure yaitu:

1. Penebangan dan pembagian batang dengan menggunakan 1 chainsaw menghasilkan kurang lebih 20 m3/ hari.

(51)

jalur skid 0-350 m, membutuhkan 1 operator skidder, 4 orang helper, dimana penyaradan 1 tumpukan (20m3) butuh waktu kurang lebih 8 menit. 3. Pemuatan, 1 unit excavator dapat memuat kayu kurang lebih 20 m3

dan butuh waktu kurang lebih 35 menit dengan 1 operator dan 1 helper. 4. Pengangkutan, 1 unit truck dapat mengangkut kayu kurang lebih 20 m3/

trip pada kondisi cuaca yang cerah dapat melakukan pengangkutan 4-5 trip, membutuhkan 1 operator dan 1 orang helper.

Sehingga dapat diduga kebutuhan alat dan analisis biaya untuk tahapan kegiatan pemanenan seperti tersaji dalam tabel berikut:

Tabel 2. Produktifitas Alat Dalam Kegiatan Pemanenaan No Nama Alat Jumlah Harian Orang

Tabel 3. Analisis Biaya

No Jenis Alat Upah Pekerja Total Biaya

Operator 1@ Rp. 45000 Helper 6@Rp. 20000

(52)

dengan volume 2102 m3, dengan produktifitas 200 m3 per hari dapat diselesaikan dalam 10,5 hari dengan biaya Rp. 14.398.000 sehingga jika ditotalkan dengan biaya pembuatan jalan sebesar Rp. 32.400.000 akan dibutuhkan biaya sebesar Rp.46.798.000.

Hasil pengolahan data analisis biaya dan produktifitas alat juga dapat disajikan dalam tampilan peta. Teknologi Sistem Informasi Geografis menyediakan fasilitas yang disebut lay out sehingga memungkinkan untuk menampilkan setiap informasi yang dianggap penting untuk pengguna data. Berikut akan disajikan peta compartemen dan peta perencanaan petak tebang yang juga menyajikan data spasial berupa:

1. Kawasan Hutan Tanaman Industri 2. Hutan alam

(53)
(54)
(55)
(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Teknologi Sistem Informasi Geografis telah memudahkan tim planning dalam merencanakan pemanenan jika dibandingkan dengan pemanenan secara semi manual yang selama ini dilakukan. Hal ini terlihat dari kemudahan yang didapat dalam perencanaan jaringan jalan dan pembagian areal tebangan. Dengan adanya software pengolahan SIG dapat diperoleh peta kontur yang tidak dimiliki perusahaan, selain itu dengan adanya atributdatabase dan spatial database dalam perangkat lunak ini telah membantu dalam penyajian informasi perencanaan pemanenan untuk petak tebang tahun 2008 seperti dugaan potensi tebangan, alat yang dibutuhkan serta biaya selama kegiatan pemanenan.

Saran

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Bettinger, P. and Wing, M. G. 2004. Geographic Information Systems. Applications in Forestry and Natural Resources Management. McGraw-Hill Company, Inc. New York.

Budianto, E. 2002. Sistem Informasi Geografis menggunakan Arc View GIS. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Burrough, P. A. 1986. Principles of Geographical Information Systems for Land Resources Assessment. Clanrendon Press. Oxford.

Bustomi, S. 1999. Petunjuk Teknis Tata Cara Penyusunan Tabel Volume Pohon. Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konsevasi Alam Bogor. Bogor.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI. 1998. Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI. Jakarta.

Elias. 2002. Reduced Impact Logging. Buku Kedua. IPB Press. Bogor.

European Union and Indonesia Implementing Sustainable Forestry. 2001. Perangkat Lunak Yang Telah Dikembangkan Untuk Mendukung

Pengelolaan Hutan Lestari.

Howard, J. A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan. Teori dan Aplikasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Husch, B. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan. Universitas Indonesia. Jakarta. Jaya, I. N. S. 1996. Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi. Modul Bahan Kuliah

Perencanaan Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Lillesand dan Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Lo, C. P. 1996. Penginderaan Jauh Terapan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Malik, J., A. Santoso., O. Rachman. 2000. Kerusakan Tegakan Tinggal dan

(58)

Muhdi. 2005. Pemanenan Kayu Dalam Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Karya Tulis Teknologi Hasil Hutan. Jurusan Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Medan. Tidak Dipublikasikan.

Muhdi. 2006. Perencanaan Hutan Dalam Kegiatan Pemanenan Kayu. Karya Tulis Teknologi Hasil Hutan. Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Medan. Tidak Dipublikasikan.

Paine, D. P. 1992. Fotografi Udara dan Penafsiran Citra Untuk Pengelolaan Sumber Daya. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Parmuladi, B. 1995. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Prodan, M. 1965. Holmessleher. J. D. Saurlaender’s Verlag, Frankurt am Main.

Rahardjo. 2007. Memproses SRTM. Jakarta.

Sagala, P. 1999. Desain Kehutanan Holistik. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Samsuri. 2001. Perencanaan Pembentukan Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi

Menggunakan Sistem Informasi Geografi. Departemen Kehutanan. Medan.

Soebagyo, W. 1980. Menebang Pohon dengan Gergaji Rantai di Hutan Tropis. Penerbit Bhrata. Jakarta.

Suparto. 1999. Bunga Rampai Pemanenan Kayu, Gagasan, Pemikiran dan Karya Tulis. IPB Press. Bogor.

Widhiastuti, R. 1997. Sistem Informasi Geografi Dan Aplikasinya Untuk Analisis Karakteristik Kerusakan Hutan Lindung. Karya Ilmiah Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Gambar

Tabel 1. Petunjuk Spesifikasi Jalan Hutan
Tabel 2. Produktifitas Alat Dalam Kegiatan Pemanenaan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

Kompleksnya tahapan penganggaran di organisasi sektor publik mulai dari penentuan program dan kegiatan, klasifikasi belanja, penentuan standar belanja, penentuan

Situngkir, Hokky dan Surya, Yohanes, 2006, Value at Risk yang Memperhatikan Sifat Statistika Distribusi Return , Bandung Fe Institute.. Manajemen Risiko Finansial , Penerbit

diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik terhadap prestasi

Tingkat suku bunga yang tinggi, inflasi, tingkat produktivitas nasional, politik dan lain sebagainya dapat memiliki dampak penting pada potensi keuntungan perusahaan hingga

Dalam titik ini, dapat ditarik simpulan bahwa kebiasaan kecil yang dilakukan di lingkungan rumah dengan sekedar meminta anak untuk membelikan rokok, ternyata hadir