• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Di Sumatera Utara"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN

DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

MITRA MUSIKA LUBIS

087018038/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN

DI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MITRA MUSIKA LUBIS

087018038/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN DI SUMATERA UTARA Nama Mahasiswa : Mitra Musika Lubis

Nomor Pokok : 081018038

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) Ketua

(Drs. Iskandar Syarif, MA) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Murni Daulay, SE. M.Si)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 27 Juli 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

K e t u a : Dr. Ir. Rahmanta, M.Si

Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, MA

2. Dr. Murni Daulay, SE. M.Si

3. Rahmad Sumanjaya, SE, M.Si

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

“ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN

TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN DI SUMATERA UTARA”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juli 2010

Yang membuat pernyataan

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara, dengan variabel-variabel bebas yaitu jumlah ekspor sektor pertanian, nilai tukar petani, PDRB sektor pertanian, upah minimum provinsi, pengangguran dan variabel terikat yaitu tenaga kerja sektor pertanian.

Data yang digunakan adalah data kurun waktu (time series) antara tahun 1985

2008 dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan model persamaan yang digunakan adalah model regresi logaritma.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jumlah ekspor sektor pertanian memberikan pengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen, PDRB sektor pertanian memberikan pengaruh positif dan signifikan sedangkan pengangguran memberikan pengaruh negatif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian. Variabel nilai tukar petani dan upah minimum provinsi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara.

(7)

ABSTRACT

The aim of this study is to analyze the factors which affected employment absorption of agriculture sector in the North Sumatera, with independent variables are export volume of agriculture sector, farmer exchange value, GDP of agriculture sector, local minimum wage rate, unemployment and dependent variable is employment of agriculture sector.

Data used in this study is time series data from 1985 – 2008. The method used is Ordinary Least Square (OLS) and the model used is logarithm regression model.

The result shows that export volume of agriculture sector variable has positively influence and significant in the confidential level 99 percent, GDP of agriculture sector variable has positively influence and significant and unemployment has negatively influence and significant in the confidential level 95 percent to employment absorption of agriculture sector. The farmer exchange value and local minimum wage rate variable has not significant influence to employment absorption of agriculture sector in the North Sumatera.

(8)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali diucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayah dan karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini sebagai syarat akhir di dalam mengikuti perkuliahan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Selama mengikuti pendidikan pada Sekolah Pascasarjana dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan, saya mengakui bahwa banyak pihak-pihak yang telah memberi dorongan, motivasi, bimbingan dan bantuannya, oleh karena itu pada kesempatan ini saya dengan hati yang tulus menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Ibu Dr. Murni Daulay, SE, MSi. selaku Dosen Penguji dan Ketua Program Studi, Bapak Rahmat Sumanjaya, SE, MSi selaku Dosen Penguji dan Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Rujiman, MA selaku Dosen Penguji yang telah memberikan petunjuk dan saran demi penyempurnaan tesis saya ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Penanggung Jawab dan Pengasuh Mata Kuliah pada Program Studi Ekonomi Pembangunan SPs USU yang selama ini dengan niat yang tulus dan ikhlas sepenuh hati telah mencurahkan segala ilmu pengetahuan mereka kepada saya sehingga saya menjadi lebih berpengetahuan saat ini.

6. Ibunda Hj. Mardhiyah Nasution atas do’a-do’anya selama ini dan Ayahanda

Almarhum Surya Dharma Lubis atas semangatnya yang telah mengalir dalam diri saya, serta Kakak dan Adik-adik tersayang yang telah memberikan dukungan kepada saya selama ini.

7. Teristimewa Suamiku Budi Sanjaya, SP dan anakku Ahmad Fariz yang telah memberikan kepercayaan, pengertian, semangat, dukungan penuh dan do’a

kepada saya untuk melanjutkan pendidikan ini.

(10)

9. Sahabat-sahabat terbaikku se-Angkatan XV dan seluruhnya yang telah banyak memberikan semangat dan dukungan sejak awal perkuliahan sampai akhir penyelesaian tesis saya ini.

10.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya, di mana mereka telah banyak menolong saya dan memberikan dukungan semenjak awal perkuliahan hingga selesai.

Akhirnya, dari dasar hati yang terdalam saya ucapkan do’a agar kiranya Allah

SWT menerima seluruh ibadah dan amalan mereka, Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Mitra Musika Lubis Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 27 Mei 1975

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Jln. Makmur Km 11,2 Medan-Binjai Kompleks Semanggi Indah Blok B-26 Medan

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Nama Orang Tua Laki-laki : Surya Dharma Lubis (Alm) Nama Orang Tua Perempuan : Hj. Mardhiyah Nasution Nama Suami : Budi Sanjaya, SP

Nama Anak : Ahmad Fariz

Pendidikan Formal:

1. Sekolah Dasar Negeri 060834 Medan, Lulus Tahun 1987.

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri XVII Medan, Lulus Tahun 1991. 3. Sekolah Menengah Atas Negeri IV Medan, Lulus Tahun 1994.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Kesempatan Kerja ... 12

2.2. Teori-teori Ketenagakerjaan... 15

2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja ... 23

2.4. Pertanian dalam Perspektif Ekonomi (Ekonomi Pertanian)... 29

(13)

2.6. Penelitian Sebelumnya ... 37

2.7. Kerangka Pemikiran ... 43

2.8. Hipotesis Penelitian ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 46

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 46

3.3. Motode Analisis Data ... 47

3.4. Definisi Operasional... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 54

4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 54

4.2. Analisis Hasil Penelitian ... 66

4.3. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

5.1. Kesimpulan ... 82

5.2. Saran ... 83

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga

Konstan (1985-2008) ... 55

4.2. Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Tahun 1985 -2008 ... 57

4.3. Perkembangan Angka Pengangguran Tahun 1985-2008 ... 59

4.4. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun 1985-2008 ... 61

4.5. Perkembangan Ekspor Sektor Pertanian Tahun 1985-2008 ... 63

4.6. Perkembangan Upah Minimum Provinsi Tahun 1985-2008 ... 65

4.7. Hasil Uji Multikolinieritas ... 78

4.8. Uji Autokorelasi pada Hasil Estimasi ... 79

4.9. Hasil Estimasi Ramsey Test ... 81

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Skema Penduduk dan Tenaga Kerja ... 14

2.2. Penawaran Tenaga Kerja Individu dan Daerah ... 20

2.3. Keseimbangan di Pasar Tenaga Kerja ... 21

2.4. Kombinasi Faktor Produksi Modal dan Buruh ... 24

2.5. Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Sumatera Utara ... 44

4.1. Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan (1985-2008) ... 56

4.2. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian (1985 -2008) ... 58

4.3. Perkembangan Jumlah Pengangguran (1985-2008)... 59

4.4. Perkembangan Nilai Tukar Petani (1985-2008) ... 62

4.5. Perkembangan Ekspor Sektor Pertanian (Ton) (1985-2008) ... 64

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Tabulasi Data Penelitian ... 89

2. Hasil Regresi Estimasi Model ... 90

3. Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas ... 91

4. Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas ... 92

5. Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas ... 93

6. Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas ... 94

7. Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas ... 95

8. Uji Asumsi Klasik Autokorelasi ... 96

9. Uji Asumsi Klasik Normalitas ... 97

(17)

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara, dengan variabel-variabel bebas yaitu jumlah ekspor sektor pertanian, nilai tukar petani, PDRB sektor pertanian, upah minimum provinsi, pengangguran dan variabel terikat yaitu tenaga kerja sektor pertanian.

Data yang digunakan adalah data kurun waktu (time series) antara tahun 1985

2008 dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan model persamaan yang digunakan adalah model regresi logaritma.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jumlah ekspor sektor pertanian memberikan pengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen, PDRB sektor pertanian memberikan pengaruh positif dan signifikan sedangkan pengangguran memberikan pengaruh negatif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian. Variabel nilai tukar petani dan upah minimum provinsi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara.

(18)

ABSTRACT

The aim of this study is to analyze the factors which affected employment absorption of agriculture sector in the North Sumatera, with independent variables are export volume of agriculture sector, farmer exchange value, GDP of agriculture sector, local minimum wage rate, unemployment and dependent variable is employment of agriculture sector.

Data used in this study is time series data from 1985 – 2008. The method used is Ordinary Least Square (OLS) and the model used is logarithm regression model.

The result shows that export volume of agriculture sector variable has positively influence and significant in the confidential level 99 percent, GDP of agriculture sector variable has positively influence and significant and unemployment has negatively influence and significant in the confidential level 95 percent to employment absorption of agriculture sector. The farmer exchange value and local minimum wage rate variable has not significant influence to employment absorption of agriculture sector in the North Sumatera.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan pada hakikatnya adalah membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat sesuatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan nasional yang berlandaskan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis merupakan isi dari trilogi pembangunan di mana di dalamnya juga terdapat unsur kesempatan kerja yang merupakan salah satu unsur dari pemerataan pembangunan dalam rangka mewujudkan kondisi perekonomian yang mantap dan dinamis.

(20)

pertanian berbasis pada sumber daya domestik, kandungan impornya rendah dan relatif lebih tangguh menghadapi gejolak perekonomian eksternal dengan demikian upaya mempertahankan dan meningkatkan peranan sektor pertanian merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan ketahanan ekonomi. Hal ini terbukti dari fakta empiris, disaat Indonesia menghadapi krisis dan secara nasional mengalami laju pertumbuhan ekonomi negatif, hanya sektor pertanian yang tumbuh positif yaitu 5,32% pada triwulan I tahun 1998 (Solahuddin, 2009).

Selain pertimbangan diatas sektor pertanian perlu mendapat prioritas utama karena sektor ini merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri. Namun dalam pelaksanaannya ada persepsi yang salah bahwa kemajuan suatu bangsa tidak mungkin dicapai melalui pemberdayaan sektor pertanian, oleh karena itu strategi industrialisasi sering digunakan untuk mencapai kesejahteraan. Tetapi proses industrialisasi tersebut belum dapat mengkait kebelakang (backward linkage) ke sektor pertanian, dengan kata lain sektor pertanian tidak mendapat perhatian yang cukup seimbang dibandingkan sektor industri. Ini berakibat pada tertinggalnya sektor pertanian dari sektor industri, terutama dalam struktur masyarakatnya, di mana sampai saat ini masyarakat yang hidup di sektor pertanian (petani) kurang sejahtera dibandingkan masyarakat yang hidup di sektor industri (Solahuddin, 2009).

Ada beberapa faktor yang bisa diungkapkan bahwa sektor pertanian menjadi penting dalam proses pembangunan, yaitu:

(21)

2. Sebagai negara agraris populasi di sektor pertanian (pedesaan) membentuk proporsi yang sangat besar. Hal ini menjadi pasar yang sangat besar bagi produk-produk dalam negeri terutama produk pangan. Sejalan dengan itu ketahanan pangan yang terjamin merupakan prasyarat kestabilan sosial dan politik.

3. Sektor pertanian mampu menghasilkan produk-produk pertanian yang memiliki keunggulan komperatif, baik untuk kepentingan ekspor maupun substitusi impor (Tambunan, 2006).

Pembangunan sektor pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional semakin penting dan strategis. Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik sumbangan langsung dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, menyediakan sumber pangan dan bahan baku industri/biofuel, pemicu pertumbuhan ekonomi di pedesaan, perolehan devisa, maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain.

(22)

prioritas pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, di mana salah satunya adalah Revitalisasi Pertanian dan Pedesaan.

Revitalisasi Pertanian dan Pedesaan, secara garis besar ditujukan untuk: (a) meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional, (b) menciptakan lapangan kerja berkualitas di pedesaan, khususnya lapangan kerja non-pertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah terbuka, dan (c) meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat pedesaan, yang dicerminkan dari peningkatan pendapatan dan produktivitas pekerja di sektor pertanian (Munif, 2009).

Pencapaian hasil sektor pertanian dibuktikan dengan angka Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tahun 2007 s/d 2008 mengalami pertumbuhan yang mengesankan yaitu sekitar 4.41 persen. Selain itu berdasarkan data kemiskinan tahun 2005-2008, kesejahteraan penduduk perdesaan dan perkotaan membaik secara berkelanjutan. Berbagai hasil penelitian, menyimpulkan bahwa yang paling besar kontribusinya dalam penurunan jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalam menurunkan jumlah penduduk miskin mencapai 66%, dengan rincian 74% di pedesaan dan 55% di perkotaan (Munif, 2009).

(23)

pertanian di Sumatera Utara dapat dilihat dari perbandingan kontribusi sektor pertanian dan sektor industri terhadap PDRB Sumatera Utara. Pada tahun 2007 kontribusi sektor pertanian dan industri terhadap PDRB berimbang yaitu 23%. Bila dilihat dari rata-ratanya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Sumatera Utara cukup besar yaitu 28,54% sedangkan sektor industri 23,12%. Oleh sebab itu investasi baik yang berasal dari dalam negeri maupun asing sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi di sektor pertanian (BPS, 2007).

Besaran PDRB Sumatera Utara pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 236,35 Triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp. 111,56 Triliun. Pencapaian pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2009 sebesar 5,07% didukung oleh sektor pertanian yang memberi sumbangan sebesar 1,15%, disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,00%, sektor pengangkutan dan komunikasi 0,70%, sektor jasa-jasa 0,66%, sektor industri pengolahan 0,63% dan sisanya oleh keempat sektor lain (BPS, 2009).

(24)

0,98%/tahun. Melihat kondisi tersebut mengakibatkan. Rata-rata pertumbuhan nilai investasi sektor pertanian tahun 2005-2007 mencapai 172,8%/tahun, lebih tinggi dibanding sektor lain (Munif, 2009).

Beberapa tahun belakangan ini, NTP di Sumatera Utara justru berfluktuasi yang membuat tingkat kesejahteraan petani menjadi tidak stabil. Menurut data BPS, pada era pasca kenaikan harga BBM Oktober 2005, angka NTP merosot dari 94,71%. Pada Desember 2005, NTP tercatat 92,72% (BPS, 2005). Artinya, indeks harga yang harus dikeluarkan petani lebih besar daripada indeks harga yang diterima. Dalam kata lain, angka ini menandakan bahwa petani tekor atau pendapatannya menurun.

Akan tetapi Nilai Tukar Petani diakhir tahun 2009 mengalami perkembangan yang membaik di mana NTP Provinsi Sumatera Utara tercatat sebesar 102,84 atau mengalami kenaikan sebesar 1.02% bila dibandingkan dengan NTP November 2009 sebesar 101,80. sedangkan NTP per subsektor masing-masing tercatat sebesar 97,64 untuk subsektor padi dan palawija (NTTP); 115,03 untuk subsektor hortikultura (NTPH); 105,13 untuk subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTPR); 103,35 untuk subsektor peternakan (NTPT); dan 100,46 untuk subsektor perikanan (NTN) (BPS, 2009).

Adapun target pembangunan perekonomian Indonesia didasarkan pada Triple

Track Strategy yang dicanangkan Presiden RI periode tahun 2004-2009, yaitu:

1. Pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada peningkatan ekspor dan peningkatan investasi baik dalam negeri maupun luar negeri,

(25)

3. Revitalisasi pertanian dan pedesaan untuk mengurangi kemiskinan (Priyarsono, 2005).

Dengan terciptanya lapangan pekerjaan ini diharapkan selain mampu menciptakan sumber-sumber pertumbuhan baru juga mampu mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan yang selama ini melekat di wilayah pedesaan.

Kemiskinan yang terjadi di pertanian disebabkan oleh rendahnya produktivitas di sektor tersebut dan yang terakhir ini erat kaitannya dengan distribusi lahan pertanian yang sangat timpang; walaupun Indonesia punya Undang-undang Agraris yang mengatur pembagian lahan secara adil. Di dalam literatur mengenai respons suplai di pertanian dikatakan bahwa petani yang positif responsnya terhadap kenaikan harga dan insentif-insentif produksi lainnya hanya jika petani mempunyai akses sepenuhnya terhadap faktor-faktor produksi seperti tanah, irigasi (air), modal, sumber daya manusia dan input-input krusial lainnya (Tambunan, 2006).

(26)

Fenomena-fenomena yang terjadi di dalam pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian adalah:

a. Pertumbuhan ekonomi masih didorong oleh faktor konsumsi dari pada investasi.

b. Berdasarkan penelitian secara empiris bahwa sektor pertanian sangat berperan sebagai katup penyelamat perekonomian Indonesia ketika terjadi krisis atau lebih tahan menghadapi guncangan (shock) dibanding sektor-sektor lain. c. Pemerintah lebih menitikberatkan investasi di sektor-sektor lain daripada

di sektor pertanian akibatnya produktivitas pertanian semakin rendah.

d. Walaupun investasi di sektor pertanian lebih rendah dari pada sektor lain, akan tetapi kenyataannya sektor pertanian lebih banyak menyerap tenaga kerja.

e. Investasi dianggap kurang memberikan keuntungan bagi target pendapatan pemerintah maupun swasta domestik dan asing sehingga investasi di sektor pertanian mengalami penurunan tiap tahun.

f. Banyaknya jumlah penduduk yang urbanisasi menyebabkan semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja di perkotaan.

(27)

Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tersebut sudah seharusnya kebijakan-kebijakan negara berupa kebijakan fiskal, kebijakan moneter, serta kebijakan perdagangan tidak mengabaikan potensi sektor pertanian. Bahkan dalam beberapa kesempatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pentingnya sektor pertanian untuk memulihkan dan membangun kembali ekonomi Indonesia. Salah satu tantangan utama dalam menggerakkan kinerja dan memanfaatkan sektor pertanian ini adalah modal atau investasi. Pengembangan investasi di sektor pertanian diperlukan untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani, serta pengembangan wilayah khususnya pedesaan.

Kondisi ekonomi Indonesia masih menyisakan bekas yang belum pulih sampai sekarang, ditambah lagi dengan terjadinya ketidakseimbangan struktur pertumbuhan yang lebih bergantung pada sektor konsumsi, bukan pada investasi. Dengan demikian persoalannya sekarang adalah pada kebijakan pemerintah, mau tak mau harus lebih besar menyerap tenaga kerja untuk tumbuh dan berkembang, sehingga prestasi berupa pertumbuhan ekonomi yang meningkat dapat secara signifikan dalam memperbesar penyerapan tenaga kerja. Sebab akan percuma saja pertumbuhan meningkat, tetapi pengangguran malah bertambah.

Untuk melihat pengaruh fundamental ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja, maka penulis ingin mengajukan suatu penelitian yang berjudul “Analisis

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian

(28)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan masalah di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh jumlah ekspor sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara?

2. Apakah ada pengaruh nilai tukar petani terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara?

3. Apakah ada pengaruh PDRB sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara?

4. Apakah ada pengaruh upah minimum provinsi terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara?

5. Apakah ada pengaruh pengangguran terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Untuk menganalisis pengaruh jumlah ekspor sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara.

2. Untuk menganalisis pengaruh nilai tukar petani terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara.

(29)

4. Untuk menganalisis pengaruh upah minimum provinsi terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara.

5. Untuk menganalisis pengaruh pengangguran terhadap penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan pelatihan intelektual (intellectual exercise) yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir ilmiah serta meningkatkan kompetensi keilmuan dalam disiplin ilmu yang digeluti.

2. Bagi masyarakat ilmiah, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kemajuan dan pengembangan ilmu khususnya tentang pengetahuan pembangunan ekonomi pertanian di masa yang akan datang dan sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut.

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Kesempatan Kerja

Pertumbuhan penduduk adalah merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan mengurangi jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh beberapa komponen yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), migrasi masuk dan migrasi keluar. Selisih antara kelahiran dan kematian disebut pertumbuhan alamiah (natural increase), sedangkan selisih antara migrasi masuk dan migrasi keluar disebut migrasi netto.

(31)

Di era globalisasi dan perdagangan bebas, besarnya jumlah penduduk dan kekuatan ekonomi masyarakat menjadi potensi sekaligus sasaran pembangunan sosial ekonomi, baik untuk skala nasional maupun internasional. Berdasarkan hal ini pengembangan sumber daya manusia perlu terus ditingkatkan agar kualitas penduduk sebagai pelaku ekonomi dapat meningkat sesuai dengan permintaan dan kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang.

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka laju pertumbuhan angkatan kerjanya pun cukup tinggi. Angkatan kerja di Indonesia pada tahun 1990 sekitar 73,9 juta orang dan bertambah menjadi sekitar 96,5 juta tahun 2000. Ini berarti bahwa pertumbuhan rata-rata angkatan kerja 2,7 persen per tahun dalam periode 1990-2000. Permasalahan yang ditimbulkan oleh besarnya jumlah dan pertumbuhan angkatan kerja tersebut, disatu pihak menuntut kesempatan kerja yang lebih besar dan di pihak lain menuntut pembinaan angkatan kerja itu sendiri agar mampu menghasilkan keluaran yang lebih tinggi sebagai prasyarat untuk menuju tahap tinggal landas.

(32)

Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara, 2000)

Gambar 2.1. Skema Penduduk dan Tenaga Kerja

PENDUDUK

PENDUDUK USIA KERJA PENDUDUK DILUAR

(33)

2.2. Teori-teori Ketenagakerjaan

2.2.1. Teori Klasik Adam Smith

Menurut Mulyadi (2003), teori klasik menganggap bahwa manusialah sebagai faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran bangsa-bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada sumber daya manusia yang pandai mengolahnya sehingga bermanfaat bagi kehidupan. Dalam hal ini teori klasik Adam Smith (1729-1790) juga melihat bahwa alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tumbuh. Dengan kata lain, alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary

condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

2.2.2. Teori Malthus

(34)

digunakan untuk membangun perumahan, pabrik-pabrik dan bangunan lain serta pembuatan jalan. Menurut Malthus manusia berkembang jauh labih cepat dibandingkan dengan produksi hasil-hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan umat manusia. Malthus tidak percaya bahwa teknologi mampu berkembang lebih cepat dari jumlah penduduk sehingga perlu dilakukan pembatasan dalam jumlah penduduk. Pembatasan ini disebut Malthus sebagai pembatasan moral.

2.2.3. Teori Keynes

Kaum klasik percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan mekanisme pasar akan selalu menuju keseimbangan (equilibrium). Dalam posisi keseimbangan semua sumber daya, termasuk tenaga kerja, akan digunakan secara penuh (full-employed). Dengan demikian di bawah sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada pengangguran. Kalau tidak ada yang bekerja, daripada tidak memperoleh pendapatan sama sekali, maka mereka bersedia bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah. Kesediaan untuk bekerja dengan tingkat upah lebih rendah ini akan menarik perusahaan untuk memperkerjakan mereka lebih banyak.

(35)

upah diturunkan maka boleh jadi tingkat pendapatan masyarakat akan turun. Turunnya pendapatan sebagian anggota masyarakat akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan akan berkurang. Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunnya harga-harga.

Kalau harga-harga turun, maka kurva nilai produktivitas marjinal tenaga kerja (marginal value of productivity of labor), yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha dalam memperkerjakan tenaga kerja akan turun. Jika penurunan dalam harga-harga tidak begitu besar, maka kurva nilai produktivitasnya hanya turun sedikit. Meskipun demikian jumlah tenaga kerja yang bertambah tetap saja lebih kecil dari jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun drastis maka kurva nilai produktivitas marginal dari tenaga kerja juga turun drastis dimana jumlah tenaga kerja yang tertampung menjadi semakin kecil dan pengangguran menjadi semakin bertambah luas (Mulyadi, 2003).

2.2.4. Teori Harrod-Domar

Teori Harrod-Domar dikenal sebagai teori pertumbuhan. Menurut teori ini

dalam Mulyadi (2003), investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga

(36)

model ini dipakai suatu fungsi produksi Cobb-Douglas. Angkatan kerja diasumsikan tumbuh secara geometris dan full employment selalu tercapai. Tetapi, dalam model ini pekerja sudah diperluaskan secara jelas sebagai salah satu faktor produksi, dan bukan sekedar pembagi (untuk memperoleh output pekerja). Dalam model ini juga dilihat substitusi antara modal fisik dan pekerja.

2.2.5. Teori Ester Boserup

Boserup berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk justru menyebabkan dipakainya sistem pertanian yang lebih intensif disuatu masyarakat dan meningkatnya

output di sektor pertanian. Boserup juga berpendapat bahwa pertambahan penduduk

berakibat dipilihnya sistem teknologi pertanian pada tingkatan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, inovasi (teknologi) ada lebih dahulu. Inovasi itu hanya menguntungkan bila jumlah penduduk lebih banyak. Inovasi menurut Boserup dapat meningkatkan output pekerja, tetapi hanya dilakukan bila jumlah pekerjanya banyak. Pertumbuhan penduduk justru mendorong diterapkannya suatu inovasi (teknologi) baru (Mulyadi, 2003).

Dari keseluruhan teori tenaga kerja dan pertumbuhan yang mendominasi sebagian besar teori-teori pembangunan pada tahun 1950-an dan 1960-an dan pada awal tahun 1980-an dikenal bentuk aliran ekonomi sisi penawaran atau supply-side

economics, yang memfokuskan pada kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan output

(37)

GNP dan kesempatan kerja dengan cara memaksimumkan tingkat tabungan dan investasi.

2.2.6. Teori Pasar Tenaga Kerja

Solmon (1980) dalam Sinaga (2005) menjelaskan, bahwa pasar tenaga kerja adalah tempat aktivitas dari bertemunya pelaku-pelaku, pencari kerja dan pemberi lowongan kerja. Proses bertemunya pencari kerja dan pemberi lowongan kerja dapat terjadi sebentar saja namun dapat pula memakan waktu yang lama, masalah yang dihadapi oleh kedua belah pihak di pasar yaitu: setiap perusahaan yang menawarkan lowongan kerja maka menginginkan kualitas serta keahlian pekerja berbeda-beda sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat upah. Sedangkan pencari kerja memiliki keahlian juga berbeda-beda sehingga pekerja menginginkan tingkat upah yang juga berbeda-beda pula. Di mana letak masalah dari kedua belah pihak adalah keterbatasan informasi.

2.2.6.1. Teori penawaran dan permintaan tenaga kerja

(38)

penawaran dari setiap individu, oleh sebab itu kurva dari penawaran tenaga kerja berbentuk melengkung kebelakang (backward bending curve), hal ini dapat dijelaskan dari gambar di bawah ini:

Keterangan: X dan X’ = Jumlah Pekerja/Jam Kerja Sumber: Sinaga (2005)

Gambar 2.2. Penawaran Tenaga Kerja Individu dan Daerah

Menurut Gambar 2.2 terlihat bahwa ketika tingkat upah secara keseluruhan naik, maka individu-individu pekerja akan berupaya mengurangi waktu istirahatnya (leisure time) dan menambah waktu kerjanya, hal ini ditunjukkan dari ketiga bentuk kurva penawaran tenaga kerja bergerak lurus menyamping ke kanan atas (A, B, C), namun ketika tingkat upah dinaikkan lagi sampai kepada suatu titik tertentu (D, E, F), maka pekerja justru bersikap mengurangi waktu kerjanya, dengan ketentuan total

Tingkat upah Tingkat upah

(39)

upah yang diterima oleh pekerja tidak turun dari tingkat upah yang diterima semula dalam kondisi jam kerja normal. Selanjutnya kumpulan-kumpulan kurva penawaran tenaga kerja individu membentuk kurva penawaran daerah, yaitu (A’, B’, C’, D’, E’,

dan F’) sehingga kurva penawaran daerah lebih besar berbentuk melengkung ke

belakang.

2.2.6.2. Teori keseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja

Keseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja dapat terjadi jikalau pencari kerja dan pemberi lowongan kerja telah sepakat atas tingkat upah, sehingga kesepakatan tersebut disebut sebagai keseimbangan (equilibrium), hal ini dimaksud dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini:

Tingkat upah

L0 penyerapan tenaga kerja

Gambar 2.3. Keseimbangan di Pasar Tenaga Kerja (Nicholson, 2002)

Pada Gambar 2.3 memperlihatkan keseimbangan di pasar tenaga kerja tercapai pada saat jumlah tenaga kerja yang ditawarkan oleh individu (di pasar tenaga kerja, SL) sama besarnya dengan yang diminta (DL) oleh perusahaan, yaitu pada tingkat upah ekuilibrium (W0). Pada tingkat upah yang lebih tinggi (W2) penawaran

(40)

tenaga kerja melebihi permintaan tenaga kerja sehingga persaingan diantara individu dalam rangka mendapatkan pekerjaan akan mendorong turunnya tingkat upah mendekati atau tepat ke titik ekuilibrium (W0). Sebaliknya pada tingkat upah yang lebih rendah (W1) jumlah total tenaga kerja yang diminta oleh para produsen melebihi kuantitas penawaran yang ada, sehingga terjadi persaingan diantara pengguna tenaga kerja dalam memiliki tenaga kerja. Hal ini akan mendorong kenaikan tingkat upah mendekati atau tepat ke titik ekuilibrium (Nicholson, 2002).

Pada titik W0 jumlah kesempatan kerja yang diukur pada sumbu horisontal adalah sebesar L0. Secara definitif, pada titik L0 inilah tercipta kesempatan kerja atau penyerapan tenaga kerja secara penuh (full employment). Artinya pada tingkat upah ekuilibrium tersebut semua orang menginginkan pekerjaan atau memperoleh pekerjaan, atau dengan kata lain sama sekali tidak terdapat pengangguran, kecuali pengangguran sukarela.

Todaro (2003) menyatakan bahwa dalam pasar persaingan sempurna (perfect

competition), di mana tidak ada satupun produsen dan konsumen yang mempunyai

pengaruh atau kekuatan yang cukup besar untuk mendikte harga-harga input maupun

output, tingkat penyerapan tenaga kerja (level of employment) dan harganya (tingkat

(41)

2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja

(42)

Sumber: Lincolyn, (1992)

Gambar 2.4. Kombinasi Faktor Produksi Modal dan Buruh

Gambar 2.4 menunjukkan fungsi produksi oleh kurva produksi 1 dan 2 di mana diawali dari usaha untuk memproduksi sejumlah barang diperlukan modal minimal sebesar K1 dan diserap buruh maksimal L1. Masalahnya dengan modal sebesar K1 tidak cukup untuk membeli teknologi maka untuk meningkatkan produksi kepada kurva P2, terlihat garis tidak akan bersinggungan dengan kurva P2, meskipun sampai kepada titik infinity (∞) jikalau modal tetap sebesar K1, maka kombinasi

produksi dalam menyerap buruh hanyalah A, B, C dengan konsistensi mengurangi jumlah produksi atau buruh. Untuk modal sebesar K2 maka dapat dipilih kombinasi tingkat produksi sebesar A” atau B’ ataupun C’ di mana diperoleh kombinasi buruh sebanyak L4. Kesimpulannya dari kurva ini semakin banyak modal diinvestasikan maka semakin sedikit buruh yang dapat diperkerjakan untuk memproduksi barang

(43)

atau jasa ini terlihat dari berkurangnya jumlah buruh dari L3 kepada L4 untuk memproduksi sejumlah B atau B’.

Dari Gambar 2.4 tersebut Sollow dan Swan membuat fungsi persamaan sebagai berikut:

Di mana notasi persamaan ini adalah: Qt = Tingkat produksi pada tahun t Kt = Jumlah stok barang modal tahun t Lt = Jumlah tenaga kerja tahun t

a = Penambahan output yang diciptakan oleh penambahan 1 unit modal b = Penambahan output yang diciptakan oleh penambahan 1 unit pekerja

Dari persamaan Sollow dan Swan nilai a, b, dapat diestimasi secara empiris di mana nilai dari a+b = 1, berarti nilai a dan b adalah sama dengan batas kapasitas produksi, atau nilai a dan b adalah terpulang kepada pilihan pengusaha yaitu investasi padat modal atau padat karya, teori ini disebut teori pembangunan negara berkembang (Lincolyn, 1992).

Kenaikan produktivitas tenaga kerja mengakibatkan naiknya rasio modal –

tenaga kerja. Rasio modal-tenaga kerja yang tinggi yaitu dengan metode-metode produksi yang lebih padat modal, akan menghasilkan laba yang lebih besar, sehingga tingkat tabungan yang optimal yakni akan menghasilkan pertumbuhan output maksimum. Di sini jelas bahwa tujuan mencapai pertumbuhan output maksimum dan

(44)

peningkatan kesempatan kerja maksimum merupakan dua hal yang saling bertentangan dan tidak bisa dicapai secara serentak.

Ada dua teori yang mendasar dalam ketenagakerjaan yakni pertama teori Lewis (Todaro, 2003) tentang surplus tenaga kerja dua sektor:

1. Sektor tradisional: sektor pedesaan yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marginal tenaga kerja sama dengan nol, maksudnya kelebihan tenaga kerja sektor pertanian dialihkan ke sektor lain, namun sektor pertanian tersebut tidak kehilangan output sedikit pun.

2. Sektor industri perkotaan; proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan

output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor industri modern.

Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kerja tersebut dimungkinkan oleh adanya perluasan output pada sektor tersebut, perluasan tersebut dimungkinkan adanya peningkatan investasi di bidang industri dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor modern. Peningkatan investasi itu sendiri didasarkan pada kelebihan keuntungan sektor industri dari selisih upah, dengan asumsi bahwa menanamkan kembali seluruh keuntungannya tersebut. Untuk tingkat upah di sektor industri perkotaan diasumsikan konstan, dan ditetapkan melebihi tingkat rata-rata upah di sektor tradisional (pertanian), dengan maksud memaksa para pekerja pindah dari desa ke kota.

(45)

sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Menurut Fei-Ranis selanjutnya ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan tenaga kerja. Pertama, di mana para penganggur semu (yang tidak menambah output pertanian) dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama. Kedua, tahap dimana pekerja pertanian menambah output tetapi memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri. Ketiga, tahap ditandai awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan output lebih besar daripada perolehan upah institusional. Dalam hal ini kelebihan pekerja terserap ke sektor jasa dan industri yang meningkat terus menerus sejalan dengan pertambahan output dan perluasan usahanya.

(46)

sektor regulasi dan fasilitasi, termasuk mengendalikan dan mengantisipasi pengaruh eksternal yang bersifat negatif. Besaran dan arah peran pemerintah tersebut sangat menentukan peran dunia usaha dan masyarakat berpartispasi dalam pembangunan yang pada akhirnya menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Permasalahannya adalah menggunakan pertumbuhan PDB sebagai indikator kesejahteraan sifatnya masih sangat makro.

Nilai PDB menggambarkan aktivitas produksi dari suatu negara. Perhitungan PDB dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu sisi penawaran berdasarkan lapangan usaha menurut sektor dan sisi permintaan atau penggunaan yaitu untuk konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor. Hal itu berarti, jika terjadi pertumbuhan PDB menunjukkan bahwa penggunaan sumberdaya yang tersedia untuk kegiatan berproduksi mengalami peningkatan, perkembangan dan penggunaan teknologi mengalami peningkatan, penyerapan tenaga kerja menjadi lebih banyak sehingga mengurangi pengangguran dan kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(47)

pembangunan. Untuk itu, selain pertumbuhan ekonomi, diperlukan juga indikator yang lebih mikro untuk melihat dinamika kesejahteraan masyarakat.

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat akan muncul secara otomatis berkat adanya pemupukan dan pengerahan tabungan domestik dan cadangan devisa untuk melakukan investasi secara besar-besaran sektor industri. Dorongan besar (big push) kearah industrialisasi yang cepat telah merupakan kalimat sakti dalam model ini, bagi berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan dan tercapainya keberhasilan pembangunan nasional (Todaro, 2003).

2.4. Pertanian dalam Perspektif Ekonomi (Ekonomi Pertanian)

Sektor pertanian adalah meliputi kegiatan pengusaha dan pemanfaatan benda-benda biologis (hidup) yang diperoleh dari alam dengan tujuan untuk konsumsi. Berdasarkan definisi ini sektor pertanian dapat diperinci lagi atas beberapa subsektor: 1) Sektor tanaman bahan makanan (farm food cores); 2) Tanaman perkebunan; 3) Peternakan; 4) Kehutanan; dan 5) Perikanan.

(48)

pelancar adalah pendidikan pembangunan, kredit produksi, kegotong-royongan petani, perbaikan dan perluasan tanah pertanian, perencanaan nasional daripada pembangunan pertanian.

Secara konseptual dalam perspektif ekonomi, peran sektor pertanian dapat dilihat dalam dua perspektif analisis yang tidak dapat terpisahkan yaitu perspektif mikroekonomi dan makroekonomi. Secara khusus, dalam perspektif mikroekonomi analisis sektor pertanian dipisahkan dalam analisis sisi permintaan dan penawaran. Sementara itu, dalam perspektif makroekonomi peran sektor pertanian dianalisis dalam perpektif umum yaitu peran sektor pertanian dalam mendukung kinerja makroekonomi. Peran sektor pertanian dalam perspektif makroekonomi dibedakan menjadi dua aspek penting. Aspek pertama adalah peran sektor pertanian dalam mendukung kinerja makroekonomi serta peran sektor pertanian dalam mengentaskan kemiskinan. Peran sektor pertanian dalam mendukung kinerja makroekonomi didekati melalui tiga indikator penting dalam makroekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi dan pengangguran. Tiga indikator tersebut merupakan ukuran kinerja suatu perekonomian (Mankiw, 2003).

Indikator pertumbuhan ekonomi merupakan indikator kinerja pembangunan ekonomi dalam suatu perekonomian tertentu. Meskipun demikian, definisi pembangunan telah berkembang luas. Dalam perspektif modern pembangunan tidak sebatas pertumbuhan ekonomi namun mencakup aspek yang lebih luas. Pembangunan ekonomi diukur oleh indikator yang dikembangkan oleh United

(49)

manusia yang meliputi aspek pendapatan (PDB dan PDB perkapita), aspek angka harapan hidup dan lama menempuh pendidikan dasar. Perspektif mikroekonomi dan makroekonomi bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertanian sebagai salah satu sektor penyusun struktur ekonomi juga berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peran tersebut berupa ketersediaan jumlah produksi pertanian yang memadai bagi konsumen, serta peningkatan pendapatan bagi produsen. Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh sektor pertanian, penyerapan tenaga kerja sektor pertanian serta kestabilan harga-harga umum yang disumbangkan oleh sektor pertanian menjadi indikator ekonomi peran sektor pertanian. Keterkaitan antara konsep-konsep ekonomi dengan konsep-konsep pertanian melahirkan suatu sub kajian bidang ilmu baru yang selanjutnya disebut dengan ekonomi pertanian.

2.5. Kaitan Pembangunan Pertanian dan Penyerapan Tenaga Kerja

Pertumbuhan ekonomi ada dua bentuk: extensively resources yaitu dengan penggunaan banyak sumberdaya (seperti fisik, manusia atau natural capital) atau

intensively resources yaitu dengan penggunaan sejumlah sumberdaya yang lebih

(50)

Pada saat krisis, sumbangan sektor pertanian terhadap PDB mengalami peningkatan paling besar dibanding sektor lainnya. Dari segi penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2003 sektor pertanian mampu menyerap sekitar 46 persen, paling tinggi di antara sektor-sektor lain. Kesemua upaya dalam membangun pertanian dalam menggerakkan sektor lainnya dan peran pemerintah yang pada akhirnya secara bersama-sama mampu menjadi penggerak dalam pertumbuhan ekonomi, digambarkan secara baik oleh Yudhoyono (2004) dalam disertasinya dengan menggunakan Model Ekonomi-Politik Perekonomian Indonesia. Dari hasil simulasi terhadap kebijakan yang dilakukan (melalui kebijakan fiskal) terkait dengan masalah pertanian, diperoleh hasil bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pertanian sebesar 15% akan meningkatkan PDB, kemudian direspon dengan peningkatan permintaan tenaga kerja sehingga proporsi pengangguran dapat ditekan sebesar 4,9%. Pada gilirannya peningkatan PDB dan pengurangan pengangguran ini akan menurunkan angka kemiskinan baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Kedepan diperlukan investasi yang serentak di sektor pertanian dan sektor industri dalam perekonomian. Untuk pertumbuhan berimbang dapat digambarkan dengan model perekonomian dual (The dual economy model) yang dikemukakan Fei dan Ranis (Hayami, 2001).

(51)

bahwa persediaan tanah tidak tetap, upah institusional tidak di atas MPP (Produktivitas fisik marjinal), upah institusional di sektor pertanian tidak konstan di atas MPP, model tertutup, komersialisasi sektor pertanian menjurus ke inflasi dan MPP tidak sama dengan nol.

Suatu strategi pertumbuhan ekonomi yang dimotori oleh sektor pertanian dan lapangan kerja menurut Mellor (2007) mempunyai tiga unsur. Pertama, laju pertumbuhan pertanian harus dipercepat meskipun luas tanah yang tersedia tetap. Dengan perubahan teknologi dalam pertanian maka masalah tersebut akan dapat diatasi. Kedua, permintaan domestik akan hasil pertanian harus tumbuh cepat meskipun permintaan itu tidak elastis. Ketiga, permintaan akan barang dan jasa yang ditimbulkan oleh proses-proses padat modal yang masih rendah harus dinaikkan. Ketiga unsur dimaksud secara terus menerus akan saling berinteraksi dan bersinergi sehingga strategi pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada pertanian akan mencapai tujuan dan sasarannya.

(52)

pembangunan pertanian. Sebagai relevansinya adalah upaya memberi masukan bagi pelaksanaan pembangunan pertanian selanjutnya dengan mengkaji dampak kebijaksanaan tersebut di tingkat mikro dan makro terhadap perbaikan kesejahteraan kaum petani. Untuk melihat dinamika tingkat kesejahteraan petani, salah satu alat bantu ukurnya adalah NTP (Nilai Tukar Petani) dan NTKP (Nilai Tukar Komoditas Pertanian), di mana peningkatan nilai tukar tersebut diharapkan mampu mengindikasikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat pertanian maupun keadaan sebaliknya. NTP berkaitan dengan kemampuan dan daya beli petani dalam membiayai hidup rumah tangganya. NTKP berkaitan dengan kekuatan dari daya tukar ataupun daya beli dari suatu komoditas pertanian terhadap komoditas/produksi lain yang dipertukarkan.

Keberhasilan pembangunan pertanian yang pernah dicapai tidak dapat dipungkiri, telah diikuti pula oleh perubahan secara struktural pada sektor perekonomian nasional, yang mana peran sektor pertanian semakin menurun digeser oleh peran sektor industri; di mana tersirat pula adanya beban berat dari sektor pertanian. Hal ini terutama berkaitan dengan semakin melebarnya kesenjangan antara sektor pertanian dengan sektor di luar pertanian, serta penurunan nilai tukar pertanian yang disebabkan penurunan nilai tukar komoditas pertanian.

(53)

baik harga produk maupun harga beli input oleh petani. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya nilai tukar mata uang asing (US dollar). Indikasinya adalah adanya peningkatan nilai ekspor sektor pertanian.

Apabila daya beli petani karena pendapatan yang diterima dari kenaikan harga produksi pertanian yang dihasilkan, lebih besar dari kenaikan harga barang yang dibeli, maka hal ini mengindikasikan bahwa daya dan kemampuan petani lebih baik atau tingkat pendapatan petani lebih meningkat. Alat ukur daya beli petani selintas dapat menunjukkan tingkat kesejahteraannya dirumuskan dalam bentuk Nilai Tukar Petani (NTP) yang terbentuk oleh keterkaitan yang kompleks dari suatu sistem pembentuk harga, baik yang harga yang diterima maupun harga yang dibayar petani.

Dengan kata lain, nilai tukar petani dapat didefinisikan sebagai nisbah antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar oleh petani, sehingga merupakan ukuran kemampuan daya tukar produk yang dihasilkan terhadap produk dan jasa yang mampu dibeli rumah tangga petani, baik untuk biaya input usahatani maupun biaya konsumsi rumah tangga petani (BPS, 2009).

(54)

kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dari awal yang terkait dengan input produksi usahatani sampai pada pemasaran hasil produk pertanian (antara lain: kejaksanaan harga input dan output, subsidi, modal/perkreditan dan lainnya) akan mempengaruhi nilai tukar petani secara langsung maupun tidak langsung.

Fluktuasi nilai tukar petani akan menunjukkan fluktuasi kemampuan pembayaran ataupun tingkat pendapatan riil petani. Menurut Killick (1983), Timmer

et al. (1983), kegiatan pertanian tentu saja tidak lepas dari kegiatan di luar sektor

pertanian, dengan demikian nilai tukar petani juga dipengaruhi oleh peran dan perilaku di luar sektor pertanian. Perbaikan dan peningkatan nilai tukar petani yang mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani akan terkait dengan kegairahan petani untuk berproduksi. Hal ini akan berdampak ganda (Supriyati, 2000) tidak saja dalam peningkatan partisipasi petani dan produksi pertanian dalam menggairahkan perekonomian pedesaan, penciptaan lapangan pekerjaan di pedesaan dan menumbuhkan permintaan produk non-pertanian; tetapi juga diharapkan akan mampu mengurangi perbedaan (menciptakan keseimbangan) pembangunan antar daerah (desa-kota), maupun antar wilayah serta optimalisasi sumberdaya nasional.

(55)

pengeluaran petani terkait dengan keragaman pola konsumsi petani antar daerah dan waktu (Supriyati, 2000).

2.6. Penelitian Sebelumnya

Roosgandha (2000) melakukan penelitian dengan judul “Peran Nilai Tukar

Petani dan Nilai Tukar Komoditas dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani”

(56)

Saktynu (2000) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Penentuan

(57)

Agus (2001), melakukan penelitian dengan judul “Analisis Struktural

Kesempatan Kerja di Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter”, dengan

menggunakan beberapa model linear ekonomi makro dari teori tenaga kerja yang dianalisa melalui maximum likelihood method. Penelitian ini menggunakan data skunder deret waktu (time series), yaitu mulai tahun 1993 sampai tahun 1999. Hasil dari penelitian ini adalah pertumbuhan sektor-sektor ekonomi nasional yang mempunyai elastisitas kesempatan kerja yang tinggi yaitu sektor konstruksi, jasa dan transportasi/komunikasi, sedangkan pada sektor pertanian menunjukkan pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kesempatan kerja akibat permintaan barang/jasa mengalami penurunan. Turunnya permintaan (konsumsi) berdampak kepada aktivitas perusahaan mengalami stagnasi atau penurunan, bersamaan dengan itu penawaran tenaga kerja mengalami peningkatan, yaitu baik yang disebabkan karena penambahan penduduk maupun dari tenaga kerja yang terpaksa menganggur karena turunnya aktivitas produksi. Sektor pertanian boleh jadi sering mengalami turunnya aktivitas produksi misalkan akibat dari sulitnya sarana produksi, peningkatan teknologi pertanian, rendahnya nilai tukar atau harga yang diterima atau karena adanya alih fungsi lahan.

Pudji (2002), melakukan penelitian dengan judul “Kesempatan Kerja dan

(58)

tanah, modal dan teknologi, maka pemahaman akan model kesempatan kerja akan meminimalisir kesalahan dalam pembuatan kebijakan. Pengembangan simulasi model, akan memberikan masukan atau gambaran mengenai dampak suatu kebijakan terhadap kesempatan kerja nasional.

Sektor pertanian masih merupakan tumpuan penyediaan kesempatan kerja secara nasional. Pada periode tahun 1990 – 1996, proporsi kesempatan kerja sektor pertanian mengalami penurunan, tetapi masih tetap merupakan penyumbang kesempatan kerja dominan secara nasional. Penyebab penurunan ini adalah kesempatan kerja di pedesaan masih terbatas sementara terjadi peningkatan kualitas pendidikan juga ditemui perbedaan tingkat upah diantara desa dan kota serta peluang mendapatkan pekerjaan di kota lebih besar. Selain itu secara rata-rata pendapatan masyarakat pedesaan atas tiga daerah penelitian mengalami penurunan dibandingkan perkotaan.

Sumarto, dkk (2004), melakukan penelitian dengan judul “The Role of Agricultural Growth in Poverty Reduction in Indonesia”, memakai data sekunder untuk periode 1982-1998, hasil regresi menunjukkan bahwa diantara tiga sektor, pertanian ternyata merupakan sektor yang memiliki hubungan paling kuat dan signifikan antara pertumbuhan output sektoral dan penurunan kemiskinan, dibandingkan pertumbuhan output di sektor industri dan sektor perdagangan.

(59)

berperan dalam keberhasilan Indonesia mengurangi kemiskinan dengan menyerap banyak tenaga kerja berpendidikan rendah termasuk yang datang dari pertanian (pedesaan). Namun demikian, seperti telah ditunjukkan sebelumnya, pertanian adalah sektor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Studi terakhir dari Sumarto, dkk. (2004) menunjukkan lebih dari 50% dari penurunan kemiskinan di tingkat propinsi dalam periode 1984-1996 adalah sumbangan dari pertumbuhan

output di pertanian. Sedangkan sumbangan dari pertumbuhan output di industri

terhadap penurunan kemiskinan di perkotaan hanya marjinal.

Rusastra (2004) melakukan penelitian dengan judul “Ekonomi Tenaga Kerja

Pertanian dan Implikasinya dalam Meningkatkan Produksi dan Kesejahteraan Buruh Tani” dapat disimpulkan bahwa tingkat upah (NTP = Nilai Tukar Petani) berdampak

negatif inelastis terhadap keuntungan dan penawaran pada usaha tani padi. Elastisitas tenaga kerja terhadap produksi padi adalah yang tertinggi (0,13) dibandingkan faktor produksi lainnya (<0,04). Kontribusi tenaga kerja dinilai menentukan kinerja usaha tani yang bersifat padat tenaga kerja.

Sinaga (2005) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kesempatan

(60)

Kerja Sektoral Provinsi Sumatera Utara memiliki tanda yang positif bersifat inelastis dan signifikan. Hal ini menunjukkan PDRB yang berasal dari sektor pertanian adalah

leading sector di Sumatera Utara selama tahun 1987-2002 adalah penyerap tenaga

kerja yang terbesar dan sektor pertanian ini merupakan salah satu sektor yang mampu mengurangi pengangguran di masa kini.

Siregar (2006), melakukan penelitian sekunder tentang ketenagakerjaan yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pasar tenaga kerja dan implikasinya terhadap sektor pertanian di Kabupaten Bogor, hasilnya menunjukkan bahwa untuk sektor pertanian penyerapan tenaga kerja terdidik dipengaruhi secara signifikan oleh investasi sektor pertanian dan pengangguran terdidik, sedangkan penyerapan tenaga kerja tidak terdidik di sektor pertanian dipengaruhi secara nyata oleh upah, investasi, dan PDRB sektor pertanian, serta kebijakan otonomi daerah. Produktivitas tenaga kerja sektor pertanian juga signifikan dipengaruhi oleh upah, sementara upah disetiap sektor dipengaruhi oleh UMR, selanjutnya produktivitas tenaga kerja, PDRB dan penyerapan tenaga kerja sektoral hanya berpengaruh nyata terhadap upah di sektor jasa.

(61)

penyerapan tenaga kerja sektoral terhadap PDRB sektoral lebih besar dibandingkan dengan dampak produktivitas sektoral terhadap PDRB sektoral. PDRB sektoral sebaliknya secara nyata juga mempengaruhi berbagai variabel ketenagakerjaan.

2.7. Kerangka Pemikiran

Pembangunan ekonomi pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Oleh karena sebagian besar masyarakat Indonesia berada di pedesaan dan bekerja di sektor pertanian, maka sudah sewajarnyalah jika pembangunan pertanian harus menjadi prioritas. Penurunan peran sektor pertanian karena adanya transformasi struktur perekonomian nasional tidak diikuti oleh menurunnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian. Hal ini mengakibatkan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian terus menunjukkan penurunan dibandingkan sektor lain seperti industri dan jasa. Keadaan ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan sektor pertanian dalam menciptakan lapangan kerja baru, seperti tidak adanya pengembangan industri pertanian atau kegiatan lainnya di pedesaan yang mendukung sektor pertanian.

(62)

Balas jasa terhadap tenaga kerja dan non tenaga kerja berupa upah/gaji dan keuntungan yang diterima oleh masing-masing faktor produksi tetap harus diperhatikan sebagai upaya menyerap surplus tenaga kerja sektoral dan mengurangi pengangguran. Adanya kesempatan kerja akan membuka peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya.

Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Sumatera Utara

2.8. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan dari landasan teori dan penelitian sebelumnya maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Jumlah ekspor sektor pertanian berpengaruh positif terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara, ceteris paribus. 2. Nilai tukar petani berpengaruh positif terhadap penyerapan jumlah tenaga

kerja sektor pertanian di Sumatera Utara, ceteris paribus. PDRB Sektor pertanian

Nilai Tukar Petani

Penyerapan Tenaga Kerja Sektor

Pertanian Ekspor Sektor Pertanian

Upah Minimum Provinsi

(63)

3. PDRB sektor pertanian berpengaruh positif terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara, ceteris paribus.

4. Upah minimum provinsi berpengaruh negatif terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja sektor pertanian di Sumatera Utara, ceteris paribus.

(64)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memfokuskan pada masalah ketenagakerjaan sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara, dengan kajian analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara selama kurun waktu antara tahun 1985-2008. Penelitian ini menggunakan dasar pertimbangan bahwa struktur perekonomian Sumatera Utara diketahui masih didominasi oleh sektor pertanian dilihat dari kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi.

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian

(65)

series atau data deret waktu adalah mengukur sebuah variabel tertentu selama

beberapa periode waktu berturut-turut (Nachrowi, 2002).

3.3. Metode Analisis Data

Berdasarkan kepada penelitian sebelumnya dan landasan teori serta kerangka konsep telah dapat dibentuk model logaritma. Model logaritma adalah model yang terbentuk melalui transformasi logaritma dari model tidak linier sehingga didapat model yang linier (Nachrowi, 2002) Secara matematik fungsi untuk penyerapan tenaga kerja sektor pertanian yaitu sebagai berikut:

TKPt = â0 EKSt â1 NTPt â2 PDRBt â3 UMPt â4 PGGt â5 eu……… (3.1) Di mana:

TKPt = Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Tahun t (Orang) EKSt = Jumlah Ekspor Sektor Pertanian pada Tahun t (Kg)

NTPt = Nilai Tukar Petani pada Tahun t (rasio)

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian pada Tahun t (Rupiah) UMPt = Upah Minimum Provinsi pada Tahun t (Rupiah)

PGGt = Jumlah Pengangguran pada Tahun t (Orang) â0 = Koefisien yang akan Diduga

(66)

Bila fungsi di atas dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka variabel TKP (penyerapan tenaga kerja sektor pertanian) adalah variabel yang dijelaskan (dependent variable), sedangkan variabel EKS (jumlah ekspor pertanian), NTP (nilai tukar petani), PDRB (Produk Domestik Regional Bruto sektor pertanian), UMP (Upah Minimum Provinsi), dan PGG (Pengangguran) adalah variabel yang menjelaskan (independent variable). Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (3.1) maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan di atas adalah:

LnTKPt=Lnâ0+â1LnEKSt+â2LnNTPt+â3LnPDRBt+â4LnUMPt+â5LnPGGt+ì (3.2)

Atau:

TKPt* = a* + b1EKSt* + b2NTPt* + b3PDRBt* + b4UMPt* + b5PGGt* + ì*… (3.3) Di mana:

TKPt* = Logaritma Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian pada Tahun t EKSt* = Logaritma Jumlah Ekspor Sektor Pertanian pada Tahun t NTPt* = Logaritma Nilai Tukar Petani pada Tahun t

PDRBt* = Logaritma Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian pada Tahun t UMPt* = Logaritma Upah Minimum Provinsi pada Tahun t

PGGt* = Logaritma Jumlah Pengangguran pada Tahun t a* = Logaritma Intercept

b1,…,b5 = Koefisien Regressi

(67)

3.3.1. Uji Kesesuaian

Ketepatan model dapat diukur dari “tes kebaikan-suai” atau Goodness of Fit

test. Goodness of Fit dapat diukur dari nilai koefisien determinasi (R2), uji-t dan uji-F. Koefisien determinasi (R2) merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model yang terestimasi. Atau dengan kata lain, angka tersebut dapat mengukur seberapa dekatkah garis regresi yang terestimasi dengan data sesungguhnya.

Nilai R2 ini mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X. Bila nilai R2 = 0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X. Dengan demikian baik atau buruknya suatu persamaan regresi ditentukan oleh R2–nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu (Nachrowi, 2002).

(68)

secara bersama-sama, sedangkan uji-t untuk menguji koefisien regresi, termasuk

intercept secara parsial (individu) (Nachrowi, 2002).

3.3.2. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Dalam meregresi model diatas akan ada beberapa masalah yang mengganggu model tersebut, yang akhirnya akan menjadi permasalahan dalam mengambil kesimpulan dari persamaan tersebut. Untuk itu perlu adanya uji penyimpangan asumsi klasik yang terdiri dari:

1. Uji Multikolinearitas

Interpretasi dari persamaan regresi ganda secara implisit bergantung kaepada asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling berkorelasi. Pendeteksian multikolinearitas dengan besaran-besaran regresi yang didapat yaitu:

a. Variasi besar dari taksiran OLS interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standart error besar sehingga interval kepercayaan lebar).

b. Uji-t tidak signifikan, suatu variabel bebas baik secara substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana, bias tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila standart error terlalu besar maka besar pula kemungkinan taksiran koefisien regresi tidak signifikan.

c. R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji-t.

Gambar

Gambar 2.1. Skema Penduduk dan Tenaga Kerja
Gambar 2.3. Keseimbangan di Pasar Tenaga Kerja (Nicholson, 2002)
Gambar 2.4. Kombinasi Faktor Produksi Modal dan Buruh
Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Sumatera Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah Provinsi Banten diharapkan mampu meningkatkan laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB sektor pertanian dan sektor jasa dengan upaya mempermudah akses finansial

besar bagi pengembangan sektor pertanian, bahkan beberapa komoditi yang dihasilkan daerah ini adalah merupakan komoditi ekspor. Dataran rendah pantai timur merupakan daerah

kontribusi cukup besar pada PDRB Sumatera Barat tahun 2012 adalah sektor. pertanian sebesar 22,47%, perdagangan perhotelan &amp; restoran

Penelitian ini akan mengamati pengaruh investasi, rata-rata lama sekolah, upah buruh, jumlah industri mikro dan kecil, serta PDRB sektor industri pengolahan terhadap

“Pengaruh PDRB Sektor Pertanian, Nilai Tukar Petani, Dan Investasi Sektor Pertanian Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah”.

Bank Indonesia Cabang Medan, Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara 2013.. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, Indikator Ekonomi

Tujuan Penelitian ini adalah menganalisis pengaruh jumlah tenaga kerja sektor pertanian, luas lahan sektor pertanian, dan ekspor sektor pertanian terhadap produk domestik

Kontribusi PDRB Sektor Pertanian Terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2012 (Persen). Sumber : Sumatera