• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Usahatani Caisin Petani Mitra Dan Non Mitra di Kecamatan Megamendung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Usahatani Caisin Petani Mitra Dan Non Mitra di Kecamatan Megamendung"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN USAHATANI CAISIN PETANI MITRA

DAN NON MITRA DI KECAMATAN MEGAMENDUNG

SKRIPSI

HYDRO DITA MILLIONDRY

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERBANDINGAN USAHATANI CAISIN PETANI MITRA

DAN NON MITRA DI KECAMATAN MEGAMENDUNG

SKRIPSI

HYDRO DITA MILLIONDRY

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “Perbandingan usahatani caisin petani mitra dan non mitra di Kecamatan Megamendung ” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, February 2014

(4)

ABSTRAK

HYDRO DITA MILLIONDRY. “Perbandingan Usahatani Caisin Petani Mitra dan Non Mitra di Kecamatan Megamendung. Dibimbing Oleh Amzul Rifin.

Penelitian ini bertujuan mengetahui perbandingan pendapatan,

dan pelaksanaan petani caisin mitra dan non mitra.

Penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposif) di Kecamatan Megamendung dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut mempunyai potensi yang cukup menjadikan caisin sebagai komoditas unggulan yang didukung oleh kondisi geografis yang cocok untuk pertumbuhan. Data yang digunakan data primer dan data sekunder. Metode penentuan responden ada 3 yaitu judgment atau purposive sampling teknik ini dilakukan dengan memilih sampel di dasarkan pada informasi yaitu jenis kelamin, umur dan pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pendapatan atas biaya total usahatani caisin bermitra per hektar sebesar Rp. 16 246 356 sedangkan pendapatan petani non mitra rata-rata pendapatan sebesar Rp.

10 775 454.

Hasil perbandingan petani mitra dan non mitra dengan menggunakan R/C

rasio atas baya tunai petani mitra sebesar 2.53 dan petani non mitra hanya memperoleh sebesar 2.03 . Rasio atas biaya total juga diperoleh lebih tinggi oleh petani mitra yaitu sebsar 2.20 dan 1.81 untuk R/C rasio petani non mitra. Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh petani mitra dan non mitra lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan. Sama halnya dengan dengan R/C rasio atas biaya total petani mitra dan non mitra yang lebih besar dari satu. Sehingga dapat dikatakan bahwa usahatani yang dijalankan oleh petani mitra dan non mitra menguntungkan. Akan tetapi petani mitra memiliki R/C rasio lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra baik R/C rasio atas biya tunai ataupun R/C rasio atas biaya total. Hal ini berarti usahatani petani caisin mitra lebih efisien dibandingkan dengan usahatani yang dijalankan oleh petani non mitra. Berdasarkan hasil perhitungan secara usahatani tersebut, maka dapat dilihat bahwa dengan adanya kemitraan dapat meningkatkan pendapatan petani caisin. Secara keseluruhan pada kasus petani mitra dan non mitra, keuntungan yang lebih besar didapat oleh petani mitra. Tidak hanya dalam keuntungan materi, akan tetapi pembinaan dan pengawasaan dalam masa pemeliharaan yang dilakukan oleh perusahaan sangat membantu mengefisienkan input–input produksi untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Kata kunci : Caisin, Efisiensi, Kemitraan, Usahatani

ABSTRACT

(5)

The objective of this research is to alaysis out income comparison and implementation between partnership and non-partnership Caisin farmer. Sub-district Megamendung decided to be an area for research due to this region can served enough data for Caisin as a primer comodity, supported by its geographical condition which suitable for plant growth. Primer and secunder data used as a method for determine this case. Sampling method did in 3 ways.

Result showed that average income of total cost for each hectare is Rp 16,246,356 for partnership farmer while non-partnership farmer have Rp 10,775,454 as average income. Comparison result between partnership and non-partnership caisin farmer use R/C ratio was 2.53 for non-partnership farmer and 2.03 for non-partnership farmer, same for ratio of total cost. This matter showed that income for each unit cost used for partnership farmer higher than non-partnership farmer. Same condition for R/C ratio of total cost. We can conclude that farming did by partnership, nor non-partnership was profitable. But, partnership farming was more profitable due to R/C ratio higher than non-partnership farming. It shows partnership farming is more efficient than farming did by non-partnership farmer. Based on farming cost calculation, partnership can increase caisin farmer income. Throughout of all this partnership and non-partnership matter, profit got by partnership farmer bigger than the other one. Not only cost, but also buliding and controlling in maintenance period which did by company to efficiently production input for maximum result.

(6)

PERBANDINGAN USAHATANI CAISIN PETANI MITRA

DAN NON MITRA DI KECAMATAN MEGAMENDUNG

HYDRO DITA MILLIONDRY

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Perbandingan Usahatani Caisin Petani Mitra Dan Non Mitra di Kecamatan Megamendung

Nama : Hydro Dita Milliondry NIM : H34096043

Disetujui oleh

Dr. Amzul Rifin, SP M A. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

Tanggal lulus :

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam kegiatan penelitian yang dilaksanakan sejak Januari 2013 sampai April 2013 adalah perbandingan usahatani caisin di petani mitra dan non mitra di kecamatan Megamendung.

Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr Amzul Rifin, SP M A selaku dosen pembimbing, kepada petani di Kecamatan Megamendung yang telah banyak membantu kelancaran skripsi ini. Ungkapkan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan juga teman – teman TM 11 , yang telah banyak membantu baik saran maupun dukungan morilnya

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, February 2014

(9)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN SKRIPSI ii

ABSTRAK iii

KERANGKA PEMIKIRAN 10

Kerangka Pemikiran Teoritis 10

Kerangka Pemikiran Oprasional 21

METODE PENELITIAN 22

Lokasi dan Waktu Penelitian 22

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26

Gambaran Umum Kecamatan Megamendung 26

Pola Kemitraan 27

Karakteristik Petani Caisin 27

Usia dan Pengalaman Petani Responden 27

Tingkat Pendidikan Petani Responden 28

Luas dan Status Pengelolahaan Lahan 29

HASIL DAN PEMBAHASAN 30

Kemitraan Pada Petani Caisin di Kecamatan Megamendung 30

Pengunaan Input Usahatani 31

(10)

Lahan 32

Pupuk 32

Pengendalian Hama dan Penyakit 33

Tenaga Kerja 34

Alat – alat pertanian 35

Usahatani Caisin 34

Persiapan Lahan dan Pemupukan Awal 35

Penanaman 36

Pemeliharaan 36

Panen 37

Pemasaran 37

Analisis Pendapatan Usahatani Caisin 37

Penerimaan Usahatani 38

Biaya Usatani 38

Biaya benih 39

Biaya Pupuk 39

Biaya Pestisida 40

Biaya Tenaga Kerja 40

Biaya Sewa Lahan 41

Biaya Penyusutan 41

Efisiensi Usahatani 42

SIMPULAN Dan SARAN 44

Daftar Pustaka 45

Lampiran 47

Kuisoner Penelitian 47

DAFTAR TABEL

1 Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) komoditas hortikultura

berdasarkan harga berlaku di Indonesia tahun 2008-2011 1 2 Produksi komoditas sayuran di Indonesia tahun 2007-2011

(dalam ton) 2

3 Luas panen, produksi, dan produktivitas caisin di Pulau Jawa

tahun 2011 4

4 Produksi komoditas caisin di Jawa Barat tahun 2011 4 5 Produkivitas dan harga casin pada petani mitra dan non mitra

di Kecamatan Megamendung 6

6 Perhitungan analisis pendapatan dan R/C usahatani caisin 25 7 Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman usahatani

caisin di Kecamatan Megamendung 2013 28

8 Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan di

Kecamatan Megamendung 2013 28

9 Sebaran petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan

(11)

10 Total penerimaan usahatani caisin menurut rata-rata per

hektar per musim tanam 37 11 Penggunaan benih rata-rata per hektar per musim 38 12 Jumlah penggunaan pupuk rata-rata per hektar per musim tanam 38 13 Jumlah penggunaan pestisida rata-rata per hektar per musim tanam 39 14 Jumlah penggunaan tenaga kerja luar keluarga rata-rata per

hektar per musim tanam 40

15 Biaya penggunaan alat-alat pertanian pada mitra tani rata-rata per

hektar per musim tanam 40

16 Biaya penggunaan alat-alat pertanian pada non mitra menurut rata-rata

per hektar per musim tanam 41

17 Pendapatan usahatani caisin rata-rata per hektar per musim tanam 41

DAFTAR GAMBAR

1 Pola kemitraan Inti-Plasma 13

2 Pola kemitraan sub kontrak 14

3 Pola kemitraan dagang umum 14

4 Pola kemitraan kerjasama oprasional khusus 15

5 Pola kemitraan waralaba 16

6 Pola kemitraan keagenan 16

7 Kerangka pemikiran operasional penelitian 21

8 Benih caisin varietas tosakan 31

9 Jenis pupuk 32

10 Jenis pestisida 33

11 Persiapan lahan 35

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub-sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub-sektor tersebut mempunyai peranan yang vital bagi Indonesia. Peran sektor pertanian bagi pembangunan perekonomian Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung cukup signifikan seperti menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat, menyediakan bahan pangan, dan bahan baku serta mendatangkan devisa bagi negara. Salah satu sub-sektor dari sektor pertanian yang telah menempati posisi penting sebagai sub-sektor yang menghasilkan produk pertanian yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi, yakni sub-sektor hortikultura.

Komoditas sub-sektor hortikultura di Indonesia dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan biofarmaka. Kontribusi sub-sektor hortikultura terhadap pendapatan nasional semakin meningkat ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dari total komoditas hortikultura dari tahun 2008 hingga tahun 2011 (Tabel 1).

Tabel 1 Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) komoditas hortikultura berdasarkan harga berlaku di Indonesia tahun 2008-2011

No Komoditas

Nilai PDB (Dalam Milyar Rupiah) Pertumbuhan Rata-rata

Keterangan : Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)1

Tabel 1 menunjukkan adanya kecenderungan nilai PDB komoditas hortikultura yang semakin meningkat dari setiap kelompok komoditas, termasuk peningkatan pada komoditas sayuran dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 5.52 persen. Peningkatan nilai PDB tersebut menunjukkan bahwa komoditas sayuran memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia karena telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan nasional.

Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang telah mampu berkontribusi bagi pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, seperti pemenuhan gizi masyarakat sebagai pelengkap

11

(13)

makanan empat sehat lima sempurna. Komoditas hortikultura juga sangat potensial dan prospektif untuk diusahakan karena metode pembudidayaan cenderung mudah dan sederhana. Kegiatan usahatani sayuran memiliki peranan yang besar dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat sebagai komoditas yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi.

Menurut Direktur Jenderal Hortikultura (2011), pada tahun 2008 konsumsi sayuran masyarakat Indonesia sebesar 40.90 kilogram per kapita per tahun meningkat dan pada tahun 2009 menjadi 41.32 kilogram per kapita per tahun. Konsumsi sayuran semakin mengalami peningkatan hingga 43.5 kilogram per kapita per tahun pada tahun 2010. Nilai ini masih jauh dibawah standar konsumsi sayur yang direkomendasikan Food and Agriculture Organization (FAO), yaitu sebesar 73 kilogram per kapita per tahun, sedangkan standar kecukupan untuk sehat sebesar 91.25 kilogram per kapita per tahun. Peningkatan jumlah konsumsi dari tahun 2008-2010 menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan kebutuhan sayuran sebagai pemenuhan gizi dan kesehatan.

Singapura dan Indonesia telah membuat kontrak kesepakatan pasokan sayur dan buah antara Singapore Food Industry (SFI) dengan Asosiasi Eksportir Sayuran dan Buah-buahan Indonesia (AESBI) dalam rangka mendukung peningkatan produksi sayuran Indonesia. Kuantitas dan kualitas sayuran menjadi hal utama yang harus diperhatikan untuk memenuhi pasokan. Meningkatnya kebutuhan sayuran di dalam negeri (domestik) maupun permintaan ekspor yang semakin tinggi merupakan faktor pendukung bagi peningkatan usaha budidaya sayuran di Indonesia.

Terdapat berbagai jenis sayuran yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Hal ini ditinjau dari aspek klimatologis Indonesia sangat tepat untuk mengembangkan bisnis sayuran. Gambaran tentang komoditas sayuran di Indonesia dapat dilihat berdasarkan jumlah produksi sayuran pada tahun 2006 hingga tahun 2010 (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah produksi komoditas sayuran di Indonesia dari tahun 2006 hingga tahun 2010 tidak stabil atau tidak menentu. Hal tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal, dimana umumnya berkaitan dengan kegiatan produksi.

(14)

Lanjutan Tabel 2Produksi komoditas sayuran di Indonesia tahun 2007- 2011 (dalam ton)

No Komoditas 2007 2008 2009 2010 2011

5 Bunga Kol 127 320 135 518 124 252 109 497 96 038 6 Buncis 283 649 269 532 266 790 266 551 290 993 7 Cabai 1 058 023 1 185 057 1 128 793 1 153 060 1 378 727 8 Cabe Besar 661 730 736 019 676 828 695 707 787 433 9 Cabe Rawit 396 293 449 038 451 965 457 353 591 294

10 Jamur 12 136 23 559 48 247 43 047 38 465

11 Kacang Merah

132 218 125 250 112 271 115 817 110 051 12 Kacang

Panjang

466 387 461 239 488 499 455 524 483 793 13 Kangkung 229 997 292 950 335 086 323 757 360 992 14 Casin 1 009 619 1 011 911 1 003 732 1 071 543 1 176 304 15 Ketimun 552 891 598 890 581 205 540 122 583 139 16 Kol / Kubis 1 292 984 1 267 745 1 288 738 1 323 702 1 358 113 17 Labu Siam 180 029 212 697 254 056 394 386 321 023

18 Lobak 54 226 49 344 42 076 48 376 29 759

19 Melinjo 210 836 239 209 205 728 230 654 221 097 20 Petai 125 587 148 268 178 680 213 536 183 679 21 Caisin 548 453 590 400 564 912 565 636 562 838 22 Terung 333 328 358 095 390 846 427 166 451 564 23 Caisin 647 020 629 744 635 474 725 973 853 061 24 Wortel 440 001 391 371 350 170 367 111 358 014 Total 10 141 292 10 712 520 10 584 257 10 842 895 11 940 075

Sumber : Departemen Pertanian (2011)2

Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2011), Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur merupakan wilayah yang paling banyak memberikan kontribusi dalam memproduksi caisin di Indonesia dibanding kepulauan lainnya. Total produksi caisin di Indonesia, yakni sebanyak 562 838 ton, Propinisi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur telah berkontribusi sebanyak 314 382 ton atau sebesar 55.86 persen dari total produksi tersebut (Tabel 3).

2

(15)

Tabel 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas caisin di Pulau Jawa tahun 2011

No Provinsi Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

1 Jawa Barat 13 485 201 233 14.92

2 Jawa Tengah 6 294 63 948 10.16

3 Jawa Timur 5 525 49 201 8.91

Total 25 304 314 382 33.99

Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2011 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa Jawa Barat menjadi provinsi yang memproduksi tanaman caisin dengan jumlah produksi dan luasan panen terbesar dibanding Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berdasarkan tabel diatas, dapat dikatakan bahwa Jawa Barat menjadi sentra utama produksi caisin di Indonesia.

Provinsi Jawa Barat terdiri dari 17 kabupaten, 16 diantaranya merupakan kabupaten yang memproduksi komoditas caisin Kabupaten Bogor menjadi yang kelima terbesar memproduksi caisin dalam jumlah yang tinggi (Tabel 4). Kabupaten Bogor menjadi salah satu daerah yang cocok untuk membudidayakan caisin karena klimatologis Kabupaten Bogor sesuai dengan syarat tumbuh tanaman caisin. Kabupaten Bogor memiliki ketinggian tempat rata-rata 15 meter hingga 2 500 meter diatas permukaan laut. Sebagian besar daerahnya memiliki pH tanah 4.5–6.5 dengan tekstur tanah liat. Keadaan ini sesuai dengan syarat tumbuh dimana tanaman caisin dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi, mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1 200 meter diatas permukaan laut. Tanah yang cocok untuk tanaman caisin adalah tanah gembur atau jenis latosol.

Tabel 4 Produksi komoditas caisin di Jawa Barat tahun 2011

No Kabupaten Produksi (kw)

1 Bogor 129 246

2 Sukabumi 208 310

3 Cianjur 275 081

4 Bandung 543 705

5 Garut 410 312

6 Tasikmalaya 38 010

7 Ciamis 4 466

8 Kuningan 33 642

9 Majalengka 76 805

10 Sumedang 17 853

11 Indramayu 6 801

12 Subang 10 514

(16)

Lanjutan Tabel 4 Produksi komoditas caisin di Jawa Barat tahun 2011

No Kabupaten Produksi (kw)

14 Karawang 16 678

15 Bekasi 74 158

16 Bandung Barat 56 354

Total 1 921 180

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat (2011) [

Petani pada umumnya mengahadapi masalah keterbatasaan skala usahatani baik pengusahaan lahan yang kecil, permodalan yang lemah, teknologi yang sederhana, serta produksi yang rendah sehingga rentan terhadap guncangan. Salah satu usahatani yang memiliki risiko cukup tinggi baik risiko produksi maupun risiko pasar adalah usahtani caisin. Guna menunjang nilai pendapatan usahatani casin, dibutuhkan sebuah subsistem penunjang agribisinis. Salah satu subsistem penunjang yang mendukung kegiatan agribisinis adalah adanya kemitraan. Menurut Hafsah, kemitraan agribisinis merupakan startegi bisnis yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu, untuk menari keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan, saling memperkuat, dan memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisinis. Keberadaan kelembagaan pertanian dimaksudkan untuk meminimalisir kendala-kendala maupun risiko yang diterima petani akibat kurang mampu melakukan pengelolaan secara baik terhadap kegiataan usahatani secara individu.

Secara geografis, Kecamatan Megamendung tahun 2011 diperoleh jumlah penduduk sampai bulan Desember 2011 adalah 92 563 jiwa, yang terdiri dari 47 553 jiwa penduduk laki-laki dan 45 050 jiwa penduduk perempuan. Sebagian besar penduduk yang bermukim di Kecamatan Megamendung bekerja pada sektor pertanian dan perdagangan. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 7 612 orang (50.6 persen) yang terdiri dari petani pemilik tanah sebanyak 1 268 orang, petani penggarap tanah sebanyak 5 154 orang dan buruh tani sebanyak 1 190 orang, sedangkan penduduk yang bekerja di sektor perdagangan sebanyak 3 046 orang (20.2 persen) (Monografi Kecamatan Megamendung 2010). Komoditi yang banyak ditanam oleh penduduk di wilayah Megamendung adalah komoditi tanaman pangan dan sayuran. Tanaman pangan yang banyak ditanam adalah padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu dan kacang tanah, sedangkan tanaman sayuran yang banyak ditanam adalah wortel, daun bawang, sawi, kubis, cabai, caisin dan kedelai.

(17)

Kecamatan Megamendung ada sebuah perusahaan yang bernama PT. Saung Mirwan, perusahaan tersebut membentuk kerjasama dengan para petani untuk memasarkan hasil produksi caisinnya. Tujuan kemitraan untuk memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yang bermitra.

Kemitraan ini diharapkan dapat mengatasi setiap kendala yang dihadapi oleh petani seperti jaminan pasar dan transparansi harga caisin, sehingga kemitraan ini dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yang bermitra. Petani sebagai produsen dapat mengatasi masalah-masalah yang terjadi di lapangan dan perusahaan dapat menampung hasil yang diperoleh petani. Perusahaan Saung Mirwan sebagai mitra mengaharapkan petani memenuhi kebutuhan pasokan caisin.

Kemitraan antara petani dan perusahaan merupakan startegi dalam pengembangan kegiatan bisnis. Kemitraan seharusnya dapat meningkatkan pendapatan petani dengan setiap potensi dan tantangan dalam menerapkan pola kemitraan sebagai salah satu inovasi dalam meningkatkan kesejahteraan petani maka dilakukan analisis pengaruh perbandingan usahatani caisin petani mitra dan non mitra di Kecamataan Megamendung.

Perumusan Masalah

Perkembangan komoditas caisin di Kecamatan Megamendung petani mitra dan non mitra tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Produktivitas dan Harga casin pada petani mitra dan non mitra di Kecamatan Megamendung

No. Periode Tanam Produktivitas (Ton/Ha)

Sumber: Petani di Kecamatan Megamendung , 2013 (diolah)

(18)

terbuka (Open Air) dimana segala kebutuhan saprotan disediakan oleh PT. Saung Mirwan. Sejalan dengan itu ternyata sambutan para petani di sekitar PT. Saung Mirwan sangat besar terhadap hasil dari pola kemitraan tersebut.

Dari tabel dan penjelasan di atas peneliti ingin melihat perbandingan skala usahatani antara petani yang bermitra dengan petani yang non-mitra. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yang dapat dikaji yaitu membandingkan pendapatan petani mitra dan petani non mitra usahatani caisin dilihat dari penerimaan usahataninya,biaya usahatani, pendapatan usahatani, R/C rasio?

Tujuan

Membandingkan petani caisin mitra dan non mitra caisin di Kecamatan Megamendung melalui penerimaan usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan R/C rasio.

Manfaat Penelitian

Manfaat adalah akibat positif dari penelitian yang akan terjadi dan dirasakan oleh petani di Kecamatan Megamendung dan secara khusus bagi petani caisin mitra dan non mitra caisin di Kecamatan Megamendung.

Penelitian ini diharapkan dapat :

1. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan menjadi bahan masukan dan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan usahatani caisin.

2. Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan petani dalam pengambilan keputusan petani untuk melakukan kemitraan di Kecamatan Megamendung.

3. Pihak lainnya yang membaca penelitian ini sebagai pengetahuan dalam memperluas wawasan, bahan masukan, dan informasi untuk penelitian selanjutnya.

4. Bagi penulis dapat memberikan pengalaman nyata dalam menganalisis dan memecahkan masalah berdasarkan pengalaman serta menambah wawasan 5. Informasi dan data yang diperoleh dari penelitian ini dapat berguna sebagai

bahan masukan dan perbandingan penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA

(19)

Cobb-Douglas dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 99.6 persen. Berdasarkan hasil analisis regresi dengan komponen utama, menunjukkan bahwa faktor serbuk kayu, bibit, bekatul, plastik, cincin paralon, dan tenaga kerja berpengaruh nyata pada produksi pada selang kepercayaan 99 persen, sedangkan penggunaan faktor produksi kapur, kapas, karet, dan minyak tanah tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 99 persen.

Siregar (2010), menganalisis tentang cabai merah di daerah yang berbeda yaitu di Desa Sukagalih, Kabupaten Bogor dan di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C. Hasil analisis pendapatan usahatani yang dilakukan menunjukkan secara garis besar adalah sama, dimana kegiatan usahatani cabai merah dapat memberikan keuntungan bagi petani.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendrawanto (2008) memperlihatkan usahatani cabai merah petani per 2 080 meter persegi di Desa Sukagalih menghasilkan penerimaan total sebesar Rp 12 393 734.32 dengan biaya tunai yang dikeluarkan sebesar Rp 4 793 752.22 dan biaya total sebesar Rp 7 820 121.47 sehingga pendapatan kerja petani yang diterima yaitu sebesar Rp 4 597 870.97 maka diperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 2.59 dan R/C atas sebesar 1.59. Hasil penelitian Siregar (2010) menunjukkan bahwa, nilai R/C 1.14 pada cabai merah non organik, hal ini dikarenakan terdapat perbedaan harga yang diterima antara petani organik dengan petani non organik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan untuk cabai merah non organik dengan luasan 1 ha menghasilkan penerimaan sebesar Rp 78 000 000 dengan biaya tunai yang dikeluarkan sebesar Rp 18 827 500 dan biaya total sebesar Rp 52 634 166 sehingga pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh yaitu sebesar Rp 59 172 500 dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 52 365 834 maka diperoleh biaya tunai sebesar 4.14 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 3.04. Cabai merah organik dengan luasan lahan 1 ha menghasilkan penerimaan sebesar Rp 176 000 000 dengan biaya tunai yang dikeluarkan sebesar Rp 26 841 000 dan biaya total sebesar Rp 38 069 666 sehingga pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh yaitu sebesar Rp 149 159 000 dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 137 930 334 maka diperoleh nilai R/C atas biaya 6.56 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 4.62.

Penelitian yang dilakukan Ruillah (2006) mengenai analisis usahatani jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) (Kasus: Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat). Hasil analisis yang diperoleh bahwa faktor produksi bibit, serbuk kayu, kapur, bekatul, dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi. Elastisitas produksi yang terbesar adalah bibit tanaman sebesar 0.22 persen. Luas kumbung dalam usahatani jamur tiram putih tidak berpengaruh terhadap produksi, tetapi lebih ditentukan oleh jumlah log yang diproduksi petani.

(20)

sebesar 1.44. Petani caisin non anggota kelompok tani, memperoleh penerimaan sebesar Rp 90 541 310 dan total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 69 776 249 sehingga pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 20 765 060 sehingga menghasilkan nilai R/C atas biaya total sebesar 1.30. Nadhwatunnaja (2008) menunjukkan bahwa pendapatan petani paprika hidroponik anggota Koptan Sukamaju lebih tinggi dibandingkan petani non anggota petani paprika hidroponik yaitu dengan pendapatan atas biaya tunai dan biaya total petani anggota Koptan Mitra Sukamaju masing-masing sebesar Rp 19 638 973.12 dan Rp 7 916 973.12. Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani non anggota masing-masing sebesar Rp 15 943 192.79 dan Rp 4 221 192.79. Begitu juga dengan nilai R/C pada petani anggota Koptan Mitra Sukamaju lebih tinggi dibandingkan dengan non anggota, yaitu dengan nilai R/C atas biaya tunai petani adalah 1.74 dan nilai R/C 1.21. Nilai R/C petani non anggota adalah 1.62 untuk biaya tunai dan 1.11 untuk biaya total.

Penelitian yang dilakukan Priambodo (2011) menganalisis mengenai karakteristik perternak ayam broiler sebagai plasma kemitraan pola Inti Plasma di Kota Depok. Hasil analisisnya yaitu hubungan kelima perusahaan inti yang ada di Kota Depok dengan peternak plasmanya adalah hubungan kemitraan yang saling menguntungkan. Dimana peternak plasma memperoleh bantuan permodalan berupa sarana produksi dari perusahaan inti, dan sebaliknya perusahaan inti bisa memasarkan produksinya, baik itu pakan, obat-obatan maupun bibit ayam (DOC).

Penelitian yang dilakukan Fazlurrahman (2012) mengenai Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsium frutescens) Petani Mitra PT. Indofood Fristolay Makmur dan Petani Nonmitra di Desa Cigeduk, Kabupaten Garut. Hasil analisis keragaan usahatani cabai rawit merah yang dilakukan para petani responden baik petani mitra maupun non mitra di Desa Cigedug pada umumnya memiliki persamaan pada proses budidayanya. Namun terdapat beberapa perbedaan proses budidaya yang dapat menyebabkan tingkat produktifitas per hektar lahan. Perbedaan terdapat pada jarak tanam serta penggunaan faktor–faktor input seperti jumlah dan jenis pupuk yang digunakan, jumlah dan dosis obat-obatan yang digunakan, penggunaan tenaga kerja, perawatan, dan proses pemanenan yang dilakukan. Perbedaan tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat produktifitas usahatani cabai rawit merah pada petani mitra lebih tinggi di bandingkan dengan petani non mitra.

(21)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Definisi Kemitraan

Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama, dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia kemitraan berasal dua kata mitra yang berarti teman, kawan, pasangan kerja dan rekan. Kemitraan merupakan perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra.

Menurut undang–undang No. 9 Tahun 1995, kemitraan adalah kerjasama usaha kecil dan usaha menengah atas usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling memerlukan.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling menguntungkan, saling membutuhkan, saling memperkuat yang disertai adanya suatu pembinaan dan pengembangan. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti memiliki kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing-masing pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya.

Unsur – unsur Kemitraan

Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan berbagai macam bentuk kerjasama dalam mengahadapi dan memperkuat satu sama lainnya. Kemitraan merupakan satu harapan yang dapat meningkatkan produktivitas dan posisi tawar yang adil antar pelaku kemitraan.

Berkaitan dengan kemitraan yang telah disebut diatas, maka kemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok, yaitu :

1. Kerjasama Usaha

(22)

menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pengusaha lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh didalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan.

2. Pembinaan dan Pengembangan

Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan dalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan peningkatan sumber daya manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan didalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, dan fasilitas alokasi serta investasi.

3. Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat, dan Saling Menguntungkan.

a. Prinsip Saling Memerlukan

Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang diawali dengan mengenal dan mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan senergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya. Penerapan dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam pencapaian target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua belah pihak yang bermitra.

b. Prinsip Saling Memperkuat

Dalam kemitraan, sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, maka pasti ada suatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang bermitra. Nilai tambah tersebut dapat berupa nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, peluasaan pangsa pasar, maupun non ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajemen dan penguasaan teknologi. Keinginan ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara pelaku yang bermitra dengan harapan nilai tambah yang diterima akan lebih besar. Dengan demikian terjadi saling mengisi atau saling memperkuat dari kekurangan masing-masing pihak yang bermitra.

c. Prinsip Saling Menguntungkan

(23)

Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara bagi masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.

Manfaat dan Tujuan Kemitraan

Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah konsep win-win solution partnership yang berarti kerjasama yang dilakukan memberikan keuntungan bagi kedua pihak. Arti saling menguntungkan disini bukan berarti para partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Ciri dari kemitraan usaha terhadap hubungan timbal balik bukan sebagai buruh dan majikan atau atasan dan bawahan melainkan sebagai adanya pembagian risiko dan keuntungan yang proposional (Halfasah 1999).

Dalam kondisi ideal tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih kongkrit adalah a) Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, b) Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, c) Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat usaha kecil, d) Meningkatkan pertumbahan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, e) Memperluas kesempatan kerja, dan f) Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

Manfaat yang dapat dicapai dari usaha kemitraan antara lain (Hafsah 1999) : 1. Produktivitas

Bagi perusahaan yang lebih besar dengan modal kemitraan akan dapat mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapangan sendiri karena biaya untuk keperluan tersebut ditanggung petani. Bagi petani sendiri dengan kemitraan ini, peningkatan produktivitas dicapai secara stimultan yaitu dengan cara menambah unsur input baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah tertentu akan diperoleh hasil dalam jumlah dan kualitas yang berlipat. Melalui modal kemitraan petani dapat memperoleh tambahan input, kredit, dan penyuluhan yang tersedia oleh perusahaan inti.

2. Efisiensi

Perusahaan dapat menghemat efisensi dengan menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan tenaga yang dimiliki petani. Sebaliknya bagi petani yang umumnya relatif lemah dalam kemapuan teknologi dan sarana produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi produksi yang disediakan oleh perusahaan.

3. Jaminan Kualitas, Kuantitas, Kontiunitas

Kualitas, kuantitas, kontiunitas sangat erat kaitannya dengan efiensi dan produktifitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan gilirannya menjamin keuntungan perusahaan.

4. Risiko

(24)

terbuka. Perusahaan inti juga akan memperoleh keuntungan lain karena mereka harus menanamkan investasi atas tanah dan mengelola pertanian yang sangat luas.

Pola Kemitraan

Direktorat Pengembangan Usaha, Departemen Pertanian (2002) memberikan panduan mengenai beberapa jenis pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan di Indonesia, yaitu :

1. Pola Inti Plasma

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra bergerak sebagai inti kelompok dan kelompok mitra bertindak sebagai plasma. Dalam pola kemitraan inti plasma, kewajiban bagi kelompok mitra adalah a) Berperan sebagi plasma b) Pengelola semua bisnisnya sampai panen, c) Menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra, d) Memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Sedangkan perusahaan mitra wajib a) Berperan sebagai perusahaan inti, b) Menampung hasil produksi, c) Membeli hasil produsi, d) Memberikan bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra, e) Memberikan pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalan atau kredit, sarana produksi dan teknologi, f) Mempunyai usaha budidaya pertanian atau memproduksi kebutuhan perusahaan, dan g) Menyediakan lahan.

Gambar 1 Pola kemitraan inti-plasma Sumber : Sumardjo et.al (2004)

Dalam pola ini perusahaan mitra bertindak sebagai inti yang menampung, membeli hasil produksi, memberikan pembinaan teknologi, bimbingan teknis dan manajemen, penyediaan sarana produksi dan prasarana pertanian, memberikan modal serta pemasaran hasil. Pertani bertindak sebagai plasma yang menjual seluruh hasil produksinya kepada inti dan memenuhi aturan dan petunjuk yang diberikan oleh inti.

2. Pola Subkontrak

Merupakan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana didalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola kemitraan subkontrak mensyaratkan bahwa kelompok mitra harus a) Memproduksi kebutuhan yang dibutuhkan oleh perusahaan mitra sebagai

Perusahaan inti Plasma

Plasma

Plasma

(25)

komponen produksinya b) Menyediakan tenaga kerja, c) Membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Sedangkan tugas perusahaan mitra adalah a) Menampung dan membeli komponen produksi yang dihasilkan oleh kelompok mitra, b) Menyediakan bahan baku atau modal kerja, dan c) Melakukan kontrol kualitas produksi.

Pola kemitraan ini biasanya ditandai dengan kesepakatan mengenai kontrak bersama yang mencakup volume, harga, mutu, dan waktu. Pola ini menunjukan didalamnya bahwa kelompok mitra memproduksi komponen produksi yang diperlukan oleh perusahaan mitra. Hasil produksi sangat berguna bagi perusahaan mitra maka pembinaan perlu dilakukan dengan intensif. Pola kemitraan Subkontrak dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pola kemitraan subkontrak

Sumber : Sumardjo et.al. (2004)

3. Dagang Umum

Pola Dagang umum merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menangah atau usaha besar yang didalamnya usaha menengah atau usaha besar memasarkan hasil produksi usaha kecil atau usaha besar mitranya. Penjelasan yang sama juga diberikan oleh Sumarjo (2001) bahwa pola kemitraan dagang umumnya merupakan pola hubungan usaha dalam pemasaran hasil antara pihak perusahaan pemasar dengan pihak kelompok usaha pemasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan pemasar. Contohnya adalah pemasaran produk hartikultura dimana petani atau kelompok tani bergabung dalam bentuk koprasi, bermitra dengan swalayan untuk mensuplai kebutuhannya. Pola hubungan ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 3 berikut ini.

(26)

4. Kerjasama Operasional

Pola kerjasama operasional merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya petani menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal serta sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi perternakan (Direktorat Jendral Perternakan 1996). Pola ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Kelompok mitra dan perusahaan menggabungkan sumberdaya yang dimilikinya untuk membudidayakan suatu komoditi. Perusahaan mitra sering kali berperan sebagai penjamin pasar, diantaranya juga mengolah produksi tersebut dan dikemas lebih lanjut untuk dipasarkan (Sumardjo 2011). Hasil yang diperoleh dari kerjasama tersebut akan dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Gambar 4 Pola kemitraan kerjasama operasional khusus

Sumber : Sumber Sumardjo et al. (2004) 5. Pola Kemitraan Penyertaan Saham (Waralaba)

Berdasarkan PP No. 16 Tahun 1997 dan keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/KEP/7/1997 tentang ketentuan dan tatacara pelaksanaan pendaftaran usaha waralaba ditetapkan bahwa pengertian waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pihak lain, dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang atau jasa. Menurut Undang-undang No. 9 tahun 1995 dijelaskan bahwa pola waralaba merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bimbingan manajemen. Pola ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Dalam pola kemitraan ini, penyertaan modal (equity) antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar, penyertaan modal usaha sekurang-kurangnya 20 persen dari seluruh modal saham perusahaan yang baru dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

Lahan Sarana Tenaga Biaya Modal teknologi

Konsumen Industri Konsumen

(27)

Gambar 5 Pola kemitraan waralaba Sumber : Sumber Sumardjo et al. (2004)

Gambar 5 menunjukkan tentang pola kemitraan waralaba memperlihatkan bahwa pemilik waralaba menyerahkan lisensi, merek dagang, bantuan manajemen, dan saluran distribusi kepada pengelola waralaba. Pemilik waralaba tetap bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran dan lain-lain yang diserahkan kepada penerima waralaba. Pemegang usaha waralaba, hanya mengikuti pola yang ditetapkan oleh pemilik serta memberikan sebagian dari pendapatannya berupa royalti dan biaya lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha tersebut (Sumardjo 2001).

6. Pola Keagenan

Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan dimana kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Sumardjo (2001) menerangkan bahwa perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa tersebut), dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Pola kemitraan keagenan Sumber : Sumber Sumardjo et al. (2004) Peranan Pelaku Kemitraan Usaha

Tugas dan peranan pelaku kemitraan pengusaha besar adalah melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada usaha kecil berupa :

1. Memberikan pelayanan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pengusaha kecil, seperti pelatihan, magang, keterampilan teknis produksi. 2. Menyusun rencana usaha dengan pengusaha mitra untuk disepakati

bersama.

3. Bertindak sebagai penyandang dana dalam pinjaman kredit. 4. Menyediakan sarana produksi untuk keperluan usaha bersama.

Pemilik Waralaba

Kemitraan

Penerima Waralaba

Hak Lisensi Merk Dagang Bantuan Manajemen Saluran Distribusi

Kelompok Mitra

Perusahaan Mitra Pemberian Hak Khusus

(28)

5. Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha mitra sesuai dengan kesepakatan.

6. Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik.

7. Pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan keberhasilan kemitraan.

Dalam hal melaksanakan kemitraan usaha, pengusaha kecil didorong untuk melakukan :

1. Bersama-sama dengan pengusaha besar mitranya melakukan penyusunan rencana usaha untuk disepakati.

2. Menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai kesepakatan dengan pengusaha mitranya.

3. Melaksanakan kerjasama antar sesama pengusaha kecil yang memiliki usaha sejenis dalam rangka usaha ekonomi untuk mendukung kebutuhan pasokan produksi kepada pengusaha besar mitranya.

4. Mengembangkan profesionalisme untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan teknis produksi dan usaha.

Peran pembina bukan hanya peran dari pemerintah, tetapi dapat pula berasal dari unsur-unsur lembaga non pemerintah atau LSM maupun lembaga lain. Peran pembinaan ini pada intinya adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kemitraan usaha serta terwujudnya kemitraan usaha yang dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang bermitra.

Konsep Usahatani

Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani, diantaranya yang dikemukakan oleh Soekartawi (2006), yang dikatakan dengan ilmu usahatani yaitu suatu tujuan untuk mencapai keuntungan maksimum dimana seseorang harus melakukan secara efektif dan efisien dalam mengalokasikan sumberdaya sebaik-baiknya dan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).

Ciri-ciri umum usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil, pengetahuan petani terbatas/kurang dinamis sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan usahatani (Soekartawi 1986). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pertanian, yaitu :

1. Bibit

Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul biasanya tahan terhadap penyakit. Komoditasnya berkualitas tinggi dibandingkan dengan komoditas lain sehingga harganya dapat bersaing di pasar.

2. Tenaga Kerja

(29)

usahatani skala kecil dan biasanya pula menggunakan tenaga kerja keluarga. Usahatani berskala besar selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga juga memiliki tenaga kerja ahli. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam harian orang kerja (HOK). Analisis ketenagakerjaan diperlukan standarisasi tenaga kerja yang biasanya disebut dengan hari kerja setara pria (HKSP). 3. Modal

Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal, apalagi kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Kegiatan proses produksi, modal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap (fixed cost) terdiri atas tanah, bangunan, mesin dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal yang tidak tetap (variable cost) terdiri dari benih, pupuk, pestisida dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Besar kecilnya skala usaha pertanian atau usahatani tergantung dari skala usahatani, macam komoditas dan tersedianya kredit. Skala usahatani sangat menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Makin besar skala usahatani makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya. Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan usahatani.

4. Pestisida

Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi hama dan penyakit yang menyerangnya. Pestisida merupakan racun yang mengandung zat-zat aktif sebagai pembasmi hama dan penyakit pada tanaman.

5. Teknologi

Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh, tanaman padi dapat dipanen dua kali dalam setahun, tetapi dengan adanya perlakuan teknologi terhadap komoditas tersebut, tanaman padi dapat dipanen tiga kali setahun.

Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, dimana dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu dipisahkan antara analisis parsial usahatani dan analisis simultan usahatani (Rahim dan Hastuti 2008). Soekartawi (1986) berpendapat bahwa penerimaan dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku serta mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih, digunakan untuk pembayaran dan yang disimpan.

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam melihat penerimaan usahatani, yaitu:

(30)

yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani seperti pinjaman tunai, harus ditambahkan.

2 Penerimaan tunai luar usahatani berarti penerimaaan yang diperoleh dari luar aktivitas usahatani seperti upah.

3 Penerimaan kotor usahatani (gross return), didefenisikan sebagai penerimaan dalam jangka waktu (biasanya satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan, ternak). Penerimaan kotor juga sama dengan pendapatan kotor atau nilai produksi.

Biaya Usahatani

Menurut Soekartawi (1986) bahwa biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan. Biaya usahatani menurut Rahim A dan Hastuti DRD (2008) merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya diartikan sebagai biaya yang besar kecilnya di pengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi 2006).

Biaya usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal dan nilai kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku. Biaya penyusutan alat-alat pertanian dan sewa lahan milik sendiri dapat dimasukkan kedalam biaya yang diperhitungkan. Biaya dapat juga diartikan sebagai penurunan inventaris usahatani. Nilai inventaris suatu barang dapat berkurang karena barang tersebut rusak, hilang atau terjadi penyusutan.

Pendapatan Usahatani

(31)

Pd = TR-TC TR = P x Q TC = FC + VC dimana :

Pd = pendapatan usahatani

TR = total penerimaan (total revenue) TC = total biaya (total cost)

FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variabel (variable cost)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor-faktor intern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu kesuburan lahan, luas lahan garapan, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan modal dalam usahatani, penggunaan input modern/teknologi, pola tanam, lokasi tanaman, fragmentasi lahan, status penguasaan lahan, cara pemasaran output, efisiensi penggunaan input dan tingkat pengetahuan maupun keterampilan petani dan tenaga kerja. Faktor-faktor ekstern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu sarana transportasi, sistem tataniaga, penemuan teknologi baru, fasilitas irigasi, tingkat harga output

dan input, ketersediaan lembaga perkreditan, adat istiadat masyarakat dan

kebijaksanaan pemerintah.

Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya R/C Rasio

Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio atau R/C ratio). Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan dan biaya (Rahim dan Hastuti. 2008). Analisis R/C digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani berdasarkan perhitungan finansial, dimana R/C dapat menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya.

Menurut Soekartawi (2006) bahwa R/C adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut :

a = R/C

VC = biaya variabel (variable cost)

Y = produksi yang diperoleh dalam usahatani Py = harga Y

(32)

memperoleh penerimaan tersebut. Jika nilai R/C < 1 maka tiap unit yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh. Kegiatan usaha yang memiliki nilai R/C = 1 maka kegiatan usaha berada pada kondisi impas atau kondisi dimana kegiatan usaha tersebut tidak mendapatkan keuntungan dan tidak juga mengalami kerugian.

Kerangka Pemikiran Operasional

Adanya fluktuasi harga caisin di Megamendung dapat disebabkan berbagai hal, antara lain jumlah produksi lebih banyak di bandingkan dengan permintaan pasar, produksi caisin yang di lakukan petani tidak sesuai dengan permintaan pasar. Fluktuasi harga juga akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani, dimana pendapatan yang diperoleh akan berfluktuasi atau tidak menentu. Fluktuasi harga menyebabkan tingkat pendapatan petani caisin masih rendah, serta mengakibatkan petani caisin sulit untuk mengembangakan dan meningkatkan usaha budidaya caisin. Salah satu cara mengatasi fluktuasi harga yang tidak menentu adalah dengan cara kemitraan, kemitraan sendiri dibagi menjadi 2 bagian yaitu petani yang bermitra dengan perusahaan dan petani yang tidak bermitra dengan perusahaan. Tujuan kemitraan sendiri untuk membandingkan efisiensi petani mitra dan petani non mitra. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran oprasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Kerangka Pemikiran Operasional Perbandingan Usahtani Caisin Petani Mitra dan Non Mitra di Kecamatan Megamendung

FLUKTUASI HARGA & PRODUKTIVITAS CAISIN

Perbandingan usahatani

(Pendapatan petani caisin, Analisis R/C)

Mitra Non Mitra

Dampak bagi Petani caisin

(33)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi caisin ini dilakukan di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja). Kecamatan Megamendung dengan pertimbangan memiliki potensi yang cukup yang menjadikan caisin sebagai komoditas unggulan dimana hal ini didukung oleh kondisi geografis yang cocok untuk pertumbuhan. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung pada bulan Januari 2013- April 2013.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan (observasi) dan wawancara langsung di lapangan dengan petani responden. Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kegiatan yang dilakukan oleh para petani baik dari kegiatan budidaya sampai pada tahap pemasaran.

Pengambilan data yang diperoleh melalui data primer, menurut waktu penggunaannya adalah menggunakan jenis data cross section dimana data yang diambil adalah data yang menunjukkan titik waktu tertentu, yaitu data yang diambil dari petani yang melakukan musim tanam. Data sekunder diperoleh dari artikel dan literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Metode Pengambilan Responden

Metode penentuan responden ada 3 yaitu judgment atau purposive sampling teknik ini dilakukan dengan memilih sampel di dasarkan pada informasi yaitu jenis kelamin, umur dan pendidikan jumlah petani yang di ambil ada 55 petani. Metode sensus digunakan pada petani mitra metode ini mengambil semua jumlah mitra jumlah petani mitra sebanyak 30 petani sedangkan metode Snowbal

digunakan petani non mitra jumlah petani non mitra sebanyak 25 petani metode ini dilakukan dengan cara responden pertama menunjukan beberapa temannya.

Metode Pengumpulan Data dan Metode Analisis Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung (obsevasi) dan metode kuesioner. Pengamatan langsung (observasi) dilakukan dengan mengamati proses terjadinya beberapa kegiatan budidaya caisin yang berlangsungnya Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

(34)

bentuk deskriptif tabulasi dengan menggunakan bantuan program Microsoft Excel 2007 dan kalkulator yang bertujuan untuk mengklarifikasikan serta memudahkan dalam menganalisis data. Analisis data menggunakan data identifikasi yang berasal dari kuesioner yaitu berupa nilai input dan output yang digunakan selama kegiatan usahatani caisin berlangsung sehingga dari hasil tersebut akan diolah datanya menggunakan analisis pendapatan dan menghitung nilai R/C.

Analisis Pendapatan Usahatani

Menurut Rahim dan Hastuti (2008) biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual satuan dari hasil produksi. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut:

Dimana: TR (Total Revenue) = Total Peneriamaan (Rp) P (Price) = Harga jual produk (Rp) Q (Quantity) = Jumlah output

Sumber : Soekartawi, et al, (1986)

Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Biaya usahatani biasanya diklarifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap umumnya sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh sehingga biaya variabel sifatnya berubah-ubah tergantung besar kecilnya produksi. Perhitungan biaya tetap dapat juga digunakan untuk mengetahui biaya tidak tetap. Perhitungan biaya tetap dapat dituliskan sebagai berikut:

Sumber : Soekartawi (1986) Dimana:

FC = Biaya tetap

X1 = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap Pxi = Harga input

n = Macam input

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Perhitungan pendapatan dibagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Cara menghitung pendapatan usahatani dapat dituliskan sebagai berikut:

Sumber : Soekartawi (1986) TRi = P x Q

Pd = TR – TC

��= � �1

�=1

(35)

Biaya Penyusutan

=

��−��

� Dimana:

Pd = Pendapatan usahatani (Rp) TR = Total penerimaan (Rp) TC = Total biaya (Rp)

Biaya penyusutan dalam usahatani caisin perlu diperhitungkan karena usahatani caisin menggunakan alat pertanian dalam aktivitasnya. Biaya peralatan pertanian diperhitungkan dengan menggunakan metode garis lurus yaitu membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang diperkirakan dengan lamanya modal dipakai. Metode garis lurus dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:

Sumber : Soekartawi (1986) Nb = Nilai pembelian (Rp)

Ns = Perkiraan nilai sisa (Rp) n = Umur ekonomi alat (tahun) Analisis R/C Ratio

Setelah melakukan analisis penerimaan dan biaya usahatani selanjutnya akan dianalisis efisiensi usahatani dengan menggunakan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C). Analisis R/C bertujuan untuk menguji sejauh mana hasil yang diperoleh dari usaha tertentu (dihitung selama satu periode) cukup menguntungkan. R/C meliputi R/C tunai dan R/C total, R/C tunai merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya tunai sedangkan R/C total merupakan perbandingan penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Formulasi rumus sebagai berikut :

R/C atas biaya tunai = ��������������� (��) ���������� (��)

R/C atas biaya total = ��������������� (��)

����������+��������������h��������

Analisis R/C adalah singakatan dari return cost ratio atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, dapat dituliskan sebagai berikut:

Sumber : Soekartawi, et al, (1986) Dimana:

R = Py . Y (penerimaan) C = FC + VC (biaya) A = �� . �

��+��

�/� = ��. �

(36)

Py = Harga output Y = Output

FC = Biaya tetap (fixed cost) VC = Biaya variabel (variable cost)

Secara teoritis R/C menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C nya. Apabila nilai R/C > 1 maka usahatani yang dilakukan menguntungkan, namun sebaliknya apabila nilai R/C < 1 maka usahatani yang dilakukan tidak mendatangkan keuntungan atau rugi. Perhitungan analisis pendapatan usahatani atas biaya tunai dan biaya total, serta R/C secara sederhana dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perhitungan analisis pendapatan dan R/C usahatani caisin

No Komponen

A Penerimaan tunai = harga x hasil panen yang dijual (Rp)

B Penerimaan yang diperhitungkan = harga x hasil panen yang dikonsumsi (kg)

C Total Penerimaan (A+B) D

1

2 3

Biaya tunai Sarana produksi Benih

Pupuk, dll

Tenaga kerja luar keluarga Sewa lahan (jika sewa) Total biaya tunai

E Biaya yang diperhitungkan (biaya tidak tunai) Penyusutan alat

Tenaga kerja dalam keluarga Pajak lahan

Total biaya yang diperhitungkan F Jumlah total biaya (D+E)

G Pendapatan atas biaya tunai (C-D) H Pendapatan atas biaya total (C-F) I R/C atas biaya tunai (C/D) J R/C atas biaya total (C/F)

Sumber: Suratiyah 2011

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran Umum Kecamatan Megamendung

(37)

ketinggian 650 -1 100 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata antara 18o-240 C. Jenis tanah dan ketinggian wilayah di Kecamatan Megamendung mendukung untuk dilakukan budidaya caisin, karena caisin tumbuh baik pada jenis tanah aluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol serta ketinggan lebih dari 600 meter di atas permukaan laut. Caisin yang ditanam pada ketinggian tersebut bisa dipanen setelah berumur 40 hari (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 2007).

Secara geografis, Kecamatan Megamendung pada tahun 2011 diperoleh data jumlah penduduk Kecamatan Megamendung sampai bulan Desember 2011 adalah 92 563 jiwa, yang terdiri dari 47 553 jiwa penduduk laki-laki dan 45 050 jiwa penduduk perempuan. Sebagian besar penduduk yang bermukim di Kecamatan Megamendung bekerja pada sektor pertanian dan perdagangan. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 7 612 orang (50.6 persen) yang terdiri dari petani pemilik tanah sebanyak 1 268 orang, petani penggarap tanah sebanyak 5 154 orang dan buruh tani sebanyak 1 190 orang, sedangkan penduduk yang bekerja di sektor perdagangan sebanyak 3 046 orang (20.2 persen) (Monografi Kecamatan Megamendung 2010). Komoditi yang banyak ditanam oleh penduduk di wilayah Megamendung adalah komoditi tanaman pangan dan sayuran. Tanaman pangan yang banyak ditanam adalah padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu dan kacang tanah, sedangkan tanaman sayuran yang banyak ditanam adalah wortel, daun bawang, sawi, kubis, cabai, dan kedelai.

PT. Saung Mirwan pada tahun 1984 berdomisili di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, kabupaten Bogor dengan luas areal 11 hektar dimana hampir seluas 4 hektar terdiri dari bangunan greenhouse dengan konstruksi besi dilengkapi dengan peralatan yang modern. Lokasi berada pada ketinggan 670 meter dpl dan cukup strategis karena membutuhkan waktu kurang dari 1 jam perjalanan dengan kendaraan dari Jakarta. Hingga saat ini PT. Saung Mirwan kurang lebih 250 mitra yang tersebar di berbagai daerah seperti di sekitar Bogor, Sukabumi, Bandung, Lembang, Cipanas, dan Garut.

Pola Kemitraan

PT. Saung Mirwan pada tahun 1984 berdomisili di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, kabupaten Bogor dengan luas areal 11 hektar dimana hampir seluas 4 hektar terdiri dari bangunan greenhouse dengan konstruksi besi dilengkapi dengan peralatan yang modern. Lokasi berada pada ketinggan 670 meter dpl dan cukup strategis karena membutuhkan waktu kurang dari 1 jam perjalanan dengan kendaraan dari Jakarta. Hingga saat ini PT. Saung Mirwan kurang lebih 250 mitra yang tersebar di berbagai daerah seperti di sekitar Bogor, Sukabumi, Bandung, Lembang, Cipanas, dan Garut.

Kemitraan dalam berbagai konsep dan bentuk implementasinya, mensyaratkan hubungan “ saling percaya, saling memiliki, saling melindungi dan saling menguntungkan, “ sejajar dan saling membantu antara pihak-pihak yang bermitra serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

(38)

Manajemen PT.Saung Mirwan memutuskan untuk mengorganisir sistem kemitraan ini dengan membentuk sub devisi dibawah Divisi Pengadaan sub Divisi kemitraan untuk dapat mewujudkan keinginan yang titik beratnya kepada target produksi dan kontuinitas produksi maka

Di lingkungan PT. Saung Mirwan mempunyai konsep kemitraan Mitra Tani Kemitraan yang kita sebut dengan “MITRA TANI” adalah suatu konsep kemitraan Inti – Plasma. PT. Saung Mirwan sebagai Inti dan para petani sebagai Plasma, yang sementara ini hanya untuk para petani disekitar PT. Saung Mirwan. Karakteristik Petani Caisin

Petani caisin yang dipilih sebagai responden adalah sebanyak 55 responden di Kecamatan Megamendung Sebanyak 30 responden petani bermitra dan sebanyak 25 responden petani tidak bermitra.

Karakteristik petani yang akan diuraikan meliputi usia dan pengalaman petani, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan dan luas lahan yang digarap. Karateristik petani responden selengkapnya diuraikan sebagai berikut.

Pengalaman Petani

Menurut Nainggolan (2001) diacu dalam Irianti (2005) bahwa umur seseorang dapat mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu tersebut. Semakin muda umur petani diduga akan mempengaruhi kemampuan dan kemauan dalam mengadopsi inovasi. Para petani tersebut melakukan kegiatan usahatani dengan pengalaman dan pengetahuan sehingga tingkap adopsi mereka terhadap inovasi dan sistem yang baru tinggi.

Tabel 7 Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman usahatani caisin di Kecamatan Megamendung 2013

Kelompok Umur

Tingkat pengalaman bertani mempengaruhi petani untuk bermitra semakin lama pengalaman bertaninya maka kecenderungan untuk melakukan mitra semakin besar.

Tingkat Pendidikan Petani Responden

Inovasi dan teknologi baru yang berkembang dalam usahatani dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal dalam memperoleh dan mengaplikasikannya. Baik dari sisi produksi, pemasaran, pengolahan, maupun keungan. Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki pendidikan yang beragam mulai dari jenjang SD,SMP,SMA. Sebaran tingkat pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 8.

(39)

Menurut Soeharjo dan Patong (1973), tingkat pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis dalam mengadopsi inovasi baru. Tabel 8 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Kecamatan Megamendung 2013

Jumlah (jiwa) Persentase (%) SD

Dari diatas dapat dilihat pendidikan dapat mempengaruhi para petani untuk memutuskan bermitra, untuk petani yang hanya lulusan SD tidak ada yang bermitra.

Status Pengelolaan Lahan

Sebagian besar petani di Kecamatan Megamendung baik yang bermitra maupun yang tidak bermitra menyewa lahan untuk menjalankan usahatani caisin. Namun juga ada sebagian kecil yang memiliki lahan untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Petani yang memiliki lahan untuk menjalankan usahataninya sebesar 63.63 % dari 55 responden. Tabel 9 menunjukan perbandingan suatu kepemilikan lahan antara petani yang memiliki lahan sendiri dan petani yang menyewa lahan.

Tabel 9 Sebaran petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan tahun 2013

Jumlah (jiwa) Persentase (%) Milik

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa bahwa petani bermitra yang memiliki lahan sendiri lebih banyak dibandingkan non mitra.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemitraan Pada Petani Caisin di Kecamatan Megamendung

(40)

Fasilitas bimbingan, pelatihan dan penyuluhan kepada anggota secara gratis dan kontinyu adalah salah satu ciri pola kemitraan di Kecamatan Megamendung. Fungsi dalam pemberian penyuluhan dan bimbingan ini bias dirasakan manfaatnya oleh petani. Hal ini ditunjukan dari kwalitas produksi yang lebih baik. Bimbingan dan pelatihan merupakan kegiatan yang sangat dibutuhkan oleh petani karena melalui kegiatan inilah petani anggota mengetahui budidaya dan pengelolaan usahatani yang baik, produktif, dan menghasilkan. Petani juga dapat mengaplikasikan teknis budidaya yang benar dan modern, penggunaan input-input produksi yang unggul, serta pencegahan dan penanggungalan hama dan penyakit tertentu. 2. Pembayaaran Hasil Panen oleh Perusahaan Mitra

Pembayaran hasil panen oleh perusahaan merupakan fasilitas utama yang mendasari kenginginan petani mitra caisin di Kecamatan Megamendung bergabung dengan PT. Saung Mirwan. Petani tentu sangat menginginkan pembayaran yang lancar dengan harga yang sesuai hasil usaha yang dilakukan selama menjalankan kegiatan usahatani caisin. PT. Saung Mirwan membuat kebijakan agar petani dan perusahaan sama sama tidak dirugikan apabila terjadi flukstuasi harga caisin dengan cara membuat harga terendah yang dijual dari petani ke Saung Mirwan sebesar Rp. 1900/ Kg, dan harga tertinggi yang dijual dari petani ke Saung Mirwan sebesar Rp. 4800/Gk. Jika PT. Saung Mirwan tidak dapat membayar tunai dikarenakan dana PT. Saung Mirwan yang terbatas, maka pembayaran dilakukan pada saat Saung Mirwan telah menjual hasil komoditas casin ke pasar pasar yang menjadi target penjualan Saung Mirwan.

3. Fasilitas Pengangkutan Hasil Panen

Tersedia fasilitas pengangkutan hasil panen oleh PT. Saung Mirwan, hal ini dikatakan menguntungkan bagi petani karena petani dapat melakukan penghematan pada biaya pengangkutan.

PT. Saung Mirwan menyediakan jasa pengangkutan berupa mobil pick up, dan motor untuk mengangkut sayuran hasil panen petani mitra. Kendaraan motor biasanya digunakan untukmengangkut hasil panen yang tidak terlalu banyak dan untuk pengangkutan caisin dari gunung, dimana tidak memungkinkan dilakukan pengangkutan dengan mobil pick up karena kondisi jalan yang sempit dan berbelok tajam. Sedangkan mobil pick up digunakan untuk mengakut caisin di dataran yang lebih rendah.

4. Informasi Harga Sayuran di Tingkat Petani

Gambar

Tabel 1 Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) komoditas hortikultura berdasarkan
Tabel  2    Produksi  komoditas  sayuran di Indonesia tahun  2007  - 2011
Tabel 4   Produksi komoditas caisin  di Jawa Barat tahun 2011
Gambar  1 Pola kemitraan inti-plasma
+7

Referensi

Dokumen terkait

Produk bubuk bandeng memiliki kelemahan yaitu higroskopis, daya alir buruk dan mudah mengempal sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan granulasi pada

Peneliti : Kemudian untuk selama ini yang dirasa dari Java Videotron sendiri, media apakah yang paling efektif untuk melakukan promosi.. Sumber : Semua media pasti

Dengan demikian, peneliti dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan laporan penelitian jenis skripsi dengan judul “Pemaknaan Anak tentang Perbedaan Pola

Pemilihan prinsip tersebut untuk dijadikan metode adalah karena prinsip koneksi visual dengan alam memiliki hasil penelitian yang paling kuat untuk merespon stress,

Hasil penelitian tentang Analisis Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pemecahan Masalah Matematika Studi Multi Kasus pada Siswa Kelas V MI Miftahul Ulum Batu dan MI Wahid Hasyim 03

Masail al-Ushul yaitu masail zhahir al-Riwayah, adalah masalah-masalah hukum Islam yang terdapat pada zahir riwayah yaitu suatu permasalahan yang diriwayatkan oleh Abu

aaaaaHarrisson (1960) menyarankan sembilan langkah penting dalam merawat bayi orangutan di penangkaran eksitu: 1) jauh dari tanah; 2) mampu meraih dan menggapai