• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Phbm Terhadap Perubahan Luas Hutan Dan Pendapatan Rumah Tangga Di Kph Ngawi, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Phbm Terhadap Perubahan Luas Hutan Dan Pendapatan Rumah Tangga Di Kph Ngawi, Jawa Timur"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI PHBM TERHADAP PERUBAHAN LUAS

HUTAN DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KPH

NGAWI, JAWA TIMUR

MARDIANA WACHYUNI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Kontribusi PHBM terhadap Perubahan Luas Hutan dan Pendapatan Rumah Tangga di KPH Ngawi, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

MARDIANA WACHYUNI. Kontribusi PHBM terhadap Perubahan Luas Hutan dan Pendapatan Rumah Tangga di KPH Ngawi, Jawa Timur. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan RINEKSO SOEKMADI.

Di Indonesia, hutan produksi yang terletak di Pulau Jawa berada dibawah pengelolaan Perhutani. Sejak tahun 2001, Perhutani telah mengimplementasikan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Tujuan dari PHBM itu sendiri yaitu untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan dimana dengan adanya PHBM ini secara langsung akan mengurangi laju kehilangan hutan dan degradasi. Selain itu, (Perum Perhutani 2014) menyebutkan bahwa melalui adanya PHBM Perhutani mampu mendorong terbukanya kesempatan berusaha di berbagai sektor usaha dan Perhutani mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. Tujuan dari studi ini diantaranya yaitu untuk: 1) menganalisis kontribusi PHBM terhadap perubahan luas hutan dan 2) menganalisis kontribusi PHBM terhadap pendapatan rumah tangga di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ngawi, Jawa Timur.

Data yang dikumpulkan dalam studi ini terdiri dari pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer berupa pengumpulan data survei penutupan lahan yang dikumpulkan melalui observasi lapang (observation) dan survei rumah tangga. Pengumpulan data sekunder yaitu berupa studi literatur. Metode yang digunakan untuk mengolah data survei penutupan lahan yaitu analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk analisis perubahan penutupan lahan antara tahun 1997, 2001, dan 2015 di Kabupaten Ngawi. Sedangkan metode yang digunakan untuk mengolah data survei rumah tangga yaitu teknik tabulasi dan deskripsi.

Hasil menunjukkan bahwa sebelum PHBM di implementasikan di KPH Ngawi, tutupan hutan secara drastis mengalami penurunan antara tahun 1997 dan 2001, penurunan tersebut sebesar 8.837,97 Ha (6,35%). Hal ini dapat terjadi karena pada tahun 1997/1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi. Krisis ekonomi ini menjadi salah satu penyebab terjadinya penebangan liar terhadap tegakan jati di area Perhutani. Sementara itu, setelah PHBM di implementasikan di KPH Ngawi, tutupan hutan mengalami peningkatan antara tahun 2001 dan 2015, peningkatan tersebut sebesar 6.297,39 Ha (4,52%). Hal ini terjadi karena pada tahun 2001 perhutani mulai mengimplementasikan PHBM. Melalui PHBM, Perhutani bekerjasama dengan masyarakat desa hutan dan pemangku kepentingan lainnya untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan bersama-sama. Eksistensi PHBM di KPH Ngawi telah berhasil mengurangi konflik sumberdaya hutan antara Perhutani dan masyarakat desa sekitar hutan. Selanjutnya, partisipasi responden dalam aktifitas PHBM seperti: tumpangsari, corah, produksi arang bakar, pengumpulan Hasil Hutan Non Kayu (HHNK), dan partisipasi dalam kegiatan Perhutani secara langsung berkontribusi terhadap pendapatan rumah tangga responden. Hasil studi menunjukkan bahwa pendapatan responden di bidang pertanian dari kegiatan PHBM menunjukkan persentase yang lebih besar dari pendapatan responden di bidang pertanian di luar kegiatan PHBM.

(5)

SUMMARY

MARDIANA WACHYUNI. Contributions of PHBM towards Forest Area Changes and Household Income in Forest Management Unit of Ngawi, East Java. Supervised by LILIK BUDI PRASETYO and RINEKSO SOEKMADI.

In Indonesia, production forests located in Java Island is managed by State Forestry Corporation (Perhutani). Since 2001, Perhutani has been implementing Management of Forest Resources with Community (PHBM). The expected of PHBM is to increase community participation in managing the forest which will directly reduce forest loss and degradation. In addition, (Perum Perhutani 2014) mentions that through the PHBM, Perhutani capable of promoting opportunity in various business sectors and Perhutani able to absorb more labor. This study aimed at: 1) analyzing contribution of PHBM towards forest area changes and 2) analyzing contribution of PHBM towards household income in Forest Management Unit (KPH) of Ngawi, East Java.

Data collected in this study such as primary and secondary data collected. Primary data collected such as land cover survei by observation and household survei. Secondary data collected by literature study. The method used to process survei data, namely land cover spatial analysis using Geographic Information System (GIS) for land-cover changes analysis during 1997, 2001, and 2015 of Ngawi District. While the methods of household survei data is a tabulation and description technique.

The result showed that before PHBM implemented in KPH Ngawi, forest cover area decreased dramatically between 1997 and 2001, by as much as 8.837,97 Ha (6,35%). This is happens because in 1997/1998 Indonesia faced an economic crisis. The economic crisis is one cause of illegal logging on teak stands in Perhutani area. However, after PHBM implemented in KPH Ngawi forest cover area increased between 2001 and 2015, by as much as 6.297,39 Ha (4,52%). This is happened because in 2001 Perhutani started to implementing PHBM. In this PHBM, Perhutani collaborate with forest villagers and other parties to carry out forest management activities together. The existence of PHBM in KPH Ngawi has managed to reduce forest resource conflict between Perhutani and villagers around the forest. Futhermore, respondent’s participation in the PHBM activities such as: tumpangsari, corah, charcoal production, Non-Timber Forest Products collection, and participation in the Perhutani’s activities direcly contribute to household income of respondents. The study showed that the respondent’s income in agriculture sector from PHBM activities showed a greater percentage than respondent’s income in agriculture sector outside PHBM activities

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

KONTRIBUSI PHBM TERHADAP PERUBAHAN LUAS HUTAN DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KPH NGAWI, JAWA TIMUR

MARDIANA WACHYUNI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Kontribusi PHBM terhadap Perubahan Luas Hutan dan Pendapatan Rumah Tangga di KPH Ngawi, Jawa Timur

Nama : Mardiana Wachyuni

NIM : P052120021

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo,Msc Dr Ir Rinekso Soekmadi, MSc Forest Trop

Ketua Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 22 Juli 2016 (tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:

(10)

PRAKATA

Rasa syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas segala kekuatan, berkat, rahmat dan bimbingan yang telah diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini mengenai “Kontribusi PHBM terhadap Perubahan Luas Hutan dan Pendapatan Rumah Tangga Hutan di KPH Ngawi, Jawa Timur”. Selama penyusunan karya ilmiah ini, penulis telah berupaya seoptimal mungkin untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah yang sempurna.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo Msc dan Dr Ir Rinekso Soekmadi, MSc Forest

Trop selaku Komisi Pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberikan arahan, motivasi dan pembelajaran yang diberikan kepada penulis secara langsung maupun tidak langsung selama menempuh pendidikan.

2. Prof. Misa Masuda dari University of Tsukuba, yang telah bersedia mendanai biaya pengambilan data di lapangan dan juga membantu proses pengambilan data di lapangan.

3. Keluarga besar penulis yang berada di Garut dan Bogor, penulis ucapkan terimakasih banyak atas dukungan dan doa sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan ini.

4. M. Fajar Adityarama P, S.Hut dan Nafa Almahira Adityarama yang selalu memberikan kesabaran, doa dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

5. Rekan-rekan PSL angkatan tahun 2012 atas persahabatan dan kerjasamanya selama pendidikan ini.

Harapan penulis semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca tulisan ini.

Bogor, Agustus 2016

(11)

DAFTAR ISI

Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data 7

Parameter Survei 8

Penentuan Lokasi dan Sampel Responden 9

Analisis Data Survei Rumah Tangga 10

Analisis Data Penutupan Lahan 10

Uji Akurasi 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Kondisi Umum KPH Ngawi 13

Kondisi Geografis KPH Ngawi 13

Kondisi Demografi KPH Ngawi 13

Sejarah Perusahaan 14

Wilayah Kerja 15

Kondisi Umum Desa Karanganyar 15

Letak dan Luas 15

Kontribusi PHBM terhadap Pendapatan Rumah Tangga 22

Pengolahan Andil 22

Pendapatan dari Kegiatan PHBM 24

Kontribusi PHBM terhadap Perubahan Luas Hutan 26

(12)

ii

Penutupan Lahan Kabupaten Ngawi Tahun 1997, 2001, dan 2015 27 Perubahan Penutupan Lahan Kabupaten Ngawi Tahun 1997-2001 30 Perubahan Penutupan Lahan Kabupaten Ngawi Tahun 2001-2015 31

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 36

RIWAYAT HIDUP 43

DAFTAR TABEL

1. Jenis data, metode, dan sumber data 8

2. Parameter survei rumah tangga 9

3. Parameter PHBM dan parameter LMDH 9

4. Kondisi iklim KPH Ngawi 12

5. Luas daerah dan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Ngawi per-Kecamatan pada

akhir tahun 2013 13

6. Jumlah Kepala Keluarga per-RT di Desa Karanganyar 15 7. Jumlah KK per-RT setelah dilakukan penyaringan 17

8. Jumlah responden per-RT 17

9. Perbandingan kepemilikan luasan andil antara baon dan corah 22

10.Rata-rata luas andil garapan responden 22

11.Perbandingan kepemilikan luas lahan milik antara kebun dan sawah 23 12.Pendapatan rata-rata responden dari kegiatan PHBM (setahun) 24 13.Pendapatan rata-rata responden dari kegiatan non-PHBM (setahun) 24 14.Perbandingan pendapatan responden dari PHBM dan non-PHBM

(setahun) 24

15.Luas dan persentase penutupan lahan Kabupaten Ngawi tahun 1997,

2001, dan 2015 28

16.Peningkatan dan penurunan luas penutupan lahan Kabupaten Ngawi

tahun 1997-2001 30

17.Peningkatan dan penurunan luas penutupan lahan Kabupaten Ngawi

(13)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran penelitian 3

2. Peta lokasi kajian penelitian 6

3. Alur diagram pengolahan data citra 11

4. Peta Desa Karanganyar 16

5. Sebaran umur responden 18

6. Sebaran pendidikan responden 19

7. Sebaran pekerjaan responden 20

8. Pendapat responden mengenai tingkat kesuburan lahan 25 9.a. Peta penutupan lahan Kabupaten Ngawi tahun 1997 29 9.b. Peta penutupan lahan Kabupaten Ngawi tahun 2001 29 9.c. Peta penutupan lahan Kabupaten Ngawi tahun 2015 29

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pembagian wilayah kerja KPH Ngawi berdasarkan luasnya 37 2. Peta penutupan lahan Kabupaten Ngawi tahun 1997 39 3. Peta penutupan lahan Kabupaten Ngawi tahun 2001 40 4. Peta penutupan lahan Kabupaten Ngawi tahun 2015 41

5. Analisis matriks kontingensi 42

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perum Perhutani sebagai salah satu perusahaan yang berada di bawah koordinasi Kementrian BUMN memiliki tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan Pengelolaan Sumberdaya Hutan (SDH) dengan memperhatikan aspek produksi/ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan. Perum Perhutani diberi tanggung jawab dan hak pengelolaan hutan di wilayah Pulau Jawa. Kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani seluas 2.446.907,27 Ha, terdiri dari Hutan Produksi (HP) dan hutan lindung. Luas hutan yang dikelola Perhutani tidak termasuk kawasan hutan suaka alam dan hutan wisata. Wilayah kerja Perum Perhutani itu sendiri, terbagi menjadi 3 Divisi Regional (Divisi Regional Jawa Tengah, Divisi Regional Jawa Timur, dan Divisi Regional Jawa Barat dan Banten). Wilayah kerja yang terbagi ke dalam 3 Divisi Regional ini, terbagi dengan 57 Kesatuan Pemangkuan Hutan (Perum Perhutani 2014). Menurut Ngakan et al. 2008, Pembentukan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) oleh Perum Perhutani bertujuan untuk menyediakan wadah bagi terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan secara efisien dan lestari.

Pada tahun 2001, Perum Perhutani melakukan perubahan terhadap sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan menerapkan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Adapun tujuan dari PHBM ini yaitu untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan serta mengurangi deforestasi. PHBM itu sendiri merupakan suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dan atau oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.

Melalui PHBM ini, Perhutani bekerjasama dengan masyarakat desa hutan dan pihak-pihak lainnya untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan bersama. Sejak tahun 2001, tidak kurang dari 5.386 desa hutan di pulau Jawa dan Madura berada di sekitar kawasan hutan Perhutani. Sejak tahun 2001 sampai tahun 2012, Perhutani mencatat 5.278 desa hutan atau sekitar 97 % dari total desa hutan di Pulau Jawa dan Madura bekerjasama melalui program PHBM. Luas hutan yang dikerjasamakan menjadi hutan pangkuan desa mencapai 2.216.225 Ha, tergabung dalam 5.278 Lembaga Masyarakat Desa Hutan dan 995 Koperasi Desa Hutan (Perum Perhutani 2014).

(16)

2

non kayu. Realiasi nilai bagi hasil produksi dari tahun 2002 sampai dengan 2012 nilai bagi hasil produksi kayu dan non kayu mencapai Rp. 252,34 milyar.

Manfaat dari kegiatan PHBM ini dirasakan langsung oleh masyarakat desa sekitar hutan. Masyarakat yang memiliki kekurangan terhadap kepemilikan lahan, dapat ikut menanam produk pertanian di lahan Perum Perhutani tanpa sistem kontrak ataupun sewa, melainkan dengan sistem pengelolaan hutan bersama. Dimana Perum Perhutani melimpahkan kawasan hutan yang baru ditanami jati (umur 1-3 tahun) kepada masyarakat untuk dijaga kelangsungan jati tersebut, sejalan dengan itu masyarakat boleh melakukan tumpangsari diantara jati muda tersebut. Selain adanya keuntungan untuk masyarakat yang ikut menggarap, ada pula keuntungan yang dirasakan oleh Perum Perhutani yaitu terciptanya keamanan hutan dan terutama kelangsungan pertumbuhan jati. Hasil dari penelitian Prasetyo, Damayanti dan Masuda (2012) di KPH Kuningan, Jawa Barat menunjukkan bahwa melalui program PHBM desa-desa yang ikut PHBM memiliki tingkat reforestasi (penambahan luas tutupan hutan) lebih tinggi dibanding dengan desa-desa yang tidak ikut PHBM. Meskipun dibawah tekanan populasi, reforestasi telah sukses terjadi di desa-desa PHBM, hal ini dikarenakan masyarakat sadar mengenai adanya keuntungan baik sekarang atau masa depan dari PHBM. Dari hasil penelitian ini juga, disebutkan bahwa tutupan hutan di Kabupaten Kuningan mengalami peningkatan sebesar 0.67% pada rentang tahun 2002-2009.

KPH Ngawi merupakan salah satu KPH yang termasuk dalam wilayah kerja Divisi Regional Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data dari Perum Perhutani Unit II Jawa Timur (2012) dan data Statistik KPH Ngawi (2007-2011), KPH Ngawi merupakan salah satu KPH yang memiliki kelas umur jati yang lengkap dan KPH Ngawi memiliki daerah penanaman jati terluas, dengan luas wilayah 32.683 ha (11,6%). Begitu pula dengan hasil penelitian Wahyu (2012), menyebutkan bahwa KPH Ngawi merupakan KPH terluas di Jawa Timur dengan luas total 45.849,27 ha.

(17)

Kerangka Pemikiran

Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan, yaitu berupa manfaat yang dapat dirasakan secara langsung dan manfaat yang tidak dapat dirasakan secara langsung. Manfaat hutan tersebut boleh dirasakan apabila hutan terjamin eksistensinya, sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber daya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan.

Dewasa ini, kebutuhan masyarakat akan barang sehari-hai semakin mengalami peningkatan, hal ini dirasakan pula oleh masyarakat yang tinggal di desa sekitar hutan. Mayarakat yang tinggal di desa sekitar hutan, pada umumnya ikut bekerja di sektor kehutanan, misalnya dengan ikut tumpangsari agar pendapatan dari sektor kehutanan bisa memenuhi kekurangan perekonomian. Namun jika kerurangan ekonomi sudah dirasakan begitu besar, tidak menutup kemungkinan adanya tindakan perambahan lahan hutan, hal ini tentunya menekan terhadap kelangsungan sumberdaya hutan yang ada.

Untuk menanggulangi/mengurangi tekanan terhadap sumberdaya hutan, diperlukan adanya penglolaan hutan yang melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hutan, dalam hal ini diperlukan adanya pengelolaan hutan bersama antara pemerintah dan masyarakat desa sekitar hutan. Pengelolaan hutan yang dilakukan bersama ini, diharapkan dapat memenuhi tiga aspek manfaat hutan, yaitu aspek manfaat sosial, aspek manfaat ekonomi, dan aspek manfaat ekologi. Khususnya di wilayah kerja Perum Perhutani, pemenuhan ketiga aspek manfaat hutan tersebut sekiranya dapat dicapai melalui program PHBM. Melalui program PHBM yang diterapkan oleh Perum Perhutani mulai dari tahun 2001 menyebabkan lebih banyak campur tangan pengelolaan sumberdaya hutan oleh masyarakat yang tinggal di desa sekitar hutan. Selanjutnya, melalui PHBM ini diharapkan pula terjadi pendapatan rumah tangga masyarakat desa sekitar hutan, yang nantinya diharapkan pula terjadinya penurunan tekanan terhadap hutan. Sehingga tercipta hutan yang aman dan lestari. Diagram Kerangka berfikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Peningkatan

(18)

4

Perumusan Masalah

Menurut FAO (2007), Indonesia mengalami tingkat deforestasi sebesar 1,87 juta hektar per tahun. Di Indonesia sendiri, salah satu penyebab terjadinya deforestasi diakibatkan oleh krisis ekonomi. Indonesia mengalami krisis ekonomi pada Juli 1997. Sebagai akibat dari terjadinya krisis ekonomi, banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) dalam (Bank Indonesia 2010) mengestimasi bahwa terdapat sekitar 1 juta orang mengalami kehilangan pekerjaan. Badan Pusat Statistik (1999) menyebutkan bahwa sekitar 6,2 juta orang mengalami kehilangan pekerjaan/pengangguran, dan sekitar 35 juta orang menjadi setengah pengagguran (waktu kerja 35 jam/minggu). Sedangkan pada saat itu terdapat 95,7 juta pekerja dari total populasi di Indonesia sekitar 202 juta. Selain itu, Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Republik Indonesia (1999), menyebutkan bahwa terdapat sekitar 2,2 juta pengangguran yang kehilangan pekerjaan karena adanya pemutusan hak kerja.

Krisis ekonomi ini diikuti oleh terjadinya ledakan gejolak sosial yang terjadi pada pertengahan Mei 1998. Kejadian ini terjadi di Jakarta sebagai bentuk reformasi politik dan reformasi ekonomi. Orang-orang di Jakarta melakukan penjarahan besar-besaran terhadap beberapa kios dan mall, mereka melakukan pembakaran dan perusakan terhadap fasilitas umum yang ada. Sementara itu, orang-orang yang tinggal disekita hutan, terutama saat itu yang tinggal di sekitar hutan milik Perum Perhutani, mereka melakukan penjarahan kayu jati.

Masyarakat Indonesia sebagian besar adalah masyarakat petani, dimana sebagian besar bertempat tinggal di pedesaan. Keterbatasan sumberdaya manusia pedesaan dapat menimbulkan permasalahan terutama masyarakat desa sekitar hutan, dimana desakan kebutuhan hidup menimbulkan efek negatif terhadap keamanan hutan berupa gangguan kelestarian dan fungsi hutan. Perum Perhutani sebagai salah satu pengelola hutan sudah seharusnya dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan, hal tersebut dapat diwujudkan dengan adanya keikutsertaan masyarakat di dalam kegiatan pengelolaan hutan.

Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, krisis ekonomi ini menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi antara ketersediaan sumberdaya hutan dengan kondisi masyarakat sekitarnya, hal ini menjadi salah satu permasalahan penting yang ikut dihadapi oleh daerah-daerah disekitar hutan di KPH Ngawi karena menyangkut berbagai aspek kehidupan antara lain aspek keadilan dan lingkungan. Meskipun sumberdaya hutan memberikan hasil yang cukup tinggi namun masyarakat belum bisa merasakan manfaat sepenuhnya. Sebagai pihak yang memiliki keterkaitan langsung dengan kawasan hutan, masyarakat desa hutan lebih banyak terpengaruh oleh kerusakan ekosistem hutan karena tingginya tingkat pencurian pohon. Bila kondisi tersebut terus dibiarkan, maka tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat desa hutan yang miskin dan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan dapat memicu kembali terjadinya penjarahan hutan seperti yang pernah terjadi di Kabupaten Ngawi.

(19)

pendapatan rumah tangga para petani hutan, dan apa saja manfaat ekonomi yang di dapatkan masyarakat pada umumnya dengan keberadaan hutan Perum Perhutani KPH Ngawi, kemudian kontribusi apakah yang diberikan oleh program PHBM terhadap perubahan luas hutan di KPH Ngawi dengan adanya keterlibatan petani hutan tersebut. Dari uraian permasalahan tersebut, penting dilakukan upaya-upaya yang mampu meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dengan turut serta memanfaatkan ketersediaan sumberdaya hutan setempat. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemanfaatan sosial ekonomi dari sumberdaya hutan terhadap masyarakat setempat agar masyarakat berperan aktif juga dalam menjaga kelestarian sumberdaya hutan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalis kontribusi PHBM terhadap perubahan luas hutan di KPH Ngawi, Jawa Timur.

2. Menganalisis kontribusi PHBM terhadap pendapatan rumah tangga di KPH Ngawi, Jawa Timur.

Manfaat Penelitian

Hasil kajian penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi: memberikan perspektif baru yang bermanfaat mengenai bagaimana seharusnya pengelolaan hutan dengan pelibatan masyarakat desa sekitar hutan (khususnya daerah hutan yang berbatasan langsung dengan masyarakat, dimana sektor kehutanan menjadi salah satu sumber kehidupan ekonomi masyarakat tersebut). 2. Bagi pengambilan keputusan: memberikan informasi sebagai bahan

pertimbangan, arahan, penyempurnaan, strategi dan optimalisasi program PHBM bagi pengelola dan pengambil keputusan di KPH Ngawi dalam pengambilan keputusan. Hal ini diharapkan agar terciptanya hutan yang lestari serta peningkatan kesejahteraan masyarakat desa sekitar hutan.

3. Bagi praktisi: memberikan masukan mengenai kondisi masyarakat, ekologi dan program yang sesuai dengan tipologi masyarakat dan wilayahnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitan ini meliputi:

1. Batas administratif Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

2. Batas wilayah Perum Perhutani KPH Ngawi, Divisi Regional II Jawa Timur.

(20)

6

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di wilayah Kabupaten Ngawi (Gambar 2) Provinsi Jawa Timur (7021’- 7031’ Lintang Selatan dan 110010’-111040’ Bujur Timur). Lebih spesifik, penelitian telah dilakukan di kawasan hutan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ngawi, Divisi Regional II Jawa Timur. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yakni pada bulan Agustus hingga September 2014. Pengambilan data lapangan berupa wawancara dilaksanakan antara mahasiswa IPB dan juga dengan pihak staf pengajar dan mahasiswa dari Universitas Tsukuba-Jepang. Pengolahan data spasial dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Fakultas Kehutanan IPB.

Gambar 1 Peta lokasi kajian penelitian

Menurut BPS (2014), Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Jawa Tengah. Secara administratif wilayah ini terbagi ke dalam 19 Kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.295,58 km2, dimana sekitar 39 persen atau sekitar 504,76 km2 berupa lahan sawah. Secara administratif, batas wilayah Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut:

 Utara : Kab. Grobogan, Kab. Blora (Jawa Tengah), Kab. Bojonegoro

 Timur : Kab. Madiun

 Selatan : Kab. Madiun, Kab. Magetan

(21)

Secara umum kabupaten Ngawi memiliki topografi wilayah berupa dataran tinggi dan tanah datar. Tercatat empat kecamatan terletak pada dataran tinggi yaitu Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal yang terletak di kaki gunung Lawu. Kabupaten Ngawi sebagian besar berada di sekitar pegunungan kendeng yang membujur hampir di seluruh Pulau Jawa. Sungai yang melewati wilayah kabupaten Ngawi adalah Bengawan Solo dan memiliki anak sungai yang melintasi wilayah Kedunggalar dan Walikukun.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pengolahan data penelitian adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (seperangkat keras dan lunak) yang terdiri dari PC, Erdas Imagine 9.1., Arc GIS 10.1, dan Microsoft Office Excel. Sedangkan alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah GPS, perekam suara, kamera, kuesioner dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini adalah citra Landsat Kabupaten Ngawi, Jawa Timur berupa citra satelit Landsat 5 TM dengan waktu perekaman tanggal 4 Mei 1997 (penggunaan citra satelit tahun 1997 karena tahun tersebut PHBM belum ditetapkan oleh Perhutani), Landsat 7 ETM+ dengan waktu perekaman tanggal 26 Juli 2001 (penggunaan citra satelit tahun 2001 karena tahun tersebut PHBM baru ditetapkan oleh Perhutani), dan Landsat 8 OLI/TIRS dengan waktu perekaman tanggal 23 Juni 2015 (penggunaan citra satelit tahun 2015 karena tahun tersebut PHBM telah ditetapkan beberapa tahun oleh Perhutani), selain itu juga menggunakan peta digital batas administrasi dan batas sungai Kabupaten Ngawi, Jawa Timur (peta Rupa Bumi Indonesia).

Prosedur Penelitian

Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam pelaksanaan penelitian terdiri dari pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan dua teknik, yakni: Pertama, pengumpulan data survei rumah tangga yang diperoleh melalui wawancara dengan instrumen kuesioner. Kedua, pengumpulan data survei penutupan lahan yang dikumpulkan melalui observasi lapang (observation) yakni dengan melakukan pengamatan terhadap penutupan lahan yang terjadi di lapang.

Pengumpulan data sekunder dikumpulkan melalui studi dokumen dengan mempelajari dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian, hasil penelitian sebelumnya, maupun tulisan-tulisan lain yang relevan dengan topik penelitian. Data yang diperoleh dari lapang (wawancara dan observasi) diinterpretasikan dan dituliskan sebagai laporan. Pengumpulan data spasial bertujuan untuk bahan pendukung dalam menganalisis kajian penelitian. Data spasial dalam kajian penelitian ini diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Bappeda dan Badan Informasi Geospasial.

(22)

8

Tabel 1 Jenis data, metode, dan sumber data

Jenis Data Metode Sumber

Data primer :

Sebagaimana yang telah disebutkan pada bagian teknik pengumpulan data dan jenis data, data yang dikumpulkan yaitu data survei rumah tangga dan data survei penutupan lahan. Untuk pengumpulan data-data tersebut, digunakan beberapa parameter agar pengumpulan data di lapang lebih terarah dan fokus. Parameter survei rumah tangga yang digunakan dalam penelitian, disajikan pada Tabel 2.

Pengumpulan data survei penutupan lahan di lapangan, sebelumnya penutupan lahan di Kabupaten Ngawi telah di klasifikasikan menjadi beberapa tipe penutupan lahan. Dalam penelitian ini, tipe penutupan lahan yang digunakan yaitu sebanyak 7 klasifikasi penutupan lahan, yaitu meliputi: (1) hutan, (2) kebun, (3) sawah, (4) ladang, (5) semak, (6) pemukiman, dan (7) badan air. Selanjutnya dalam analisis citra landsat Kabupaten Ngawi, diklasifikasikan menjadi 8 klasifikasi penutupan lahan, yaitu meliputi: (1) hutan, (2) kebun, (3) sawah, (4) ladang, (5) semak, (6) pemukiman, (7) badan air dan (8) no data (awan dan bayangan awan). Penambahan klasifikasi awan dan bayangan awan ini dikarenakan seringkali terdapat adanya potret awan dan bayangan awan pada citra landsat yang digunakan/diolah.

(23)

Tabel 2 Parameter survei rumah tangga

No. Parameter survei rumah tangga Variabel survei rumah tangga

1 Informasi rumah tangga Kepala keluarga, anggota rumah tangga, umur, pendidikan, pekerjaan

2 Pertanian Luas lahan yang dikelola ( lahan milik, lahan garapan, tumpangsari, corah), kalender tanam, input pertanian, perkiraan konsumsi pribadi 3 Sumber pendapatan dari pertanian

 PHBM (dari kegiatan tumpangsari dan corah)

Panen dan penjualan hasil pertanian tumpangsari ataupun corah, penjualan kayu, penjualan kayu bakar, penjualan arang, penjualan hasil hutan non-kayu, sharing PHBM

 Non-PHBM (dari kegiatan pertanian dan peternakan)

Penjualan lahan, panen dan penjualan hasil pertanian (milik ataupun garapan), hewan ternak

4 Sumber pendapatan dari non-pertanian Pekerjaan utama/sampingan keluarga 5 Sumber pendapatan lain dari anggota

rumah tangga

Kiriman keluarga

6 Pemanfaatan sumberdaya hutan Pemanfaatan kayu jati untuk kayu bakar dan penjualan kayu, pembuatan arang, hasil hutan non-kayu lainnya

7 Hubungan/peran kegiatan PHBM terhadap LMDH

Keanggotaan, manfaat LMDH, partisipasi

8 Properti rmah tangga Perlengkapan rumah tangga, ukuran dan material rumah

Tabel 3 Parameter PHBM dan parameter LMDH

Parameter PHBM Parameter LMDH

1. Sejarah PHBM, meliputi: latar belakang PHBM, implementasi PHBM pada saat dimulai, kegiatan-kegiatan dalam PHBM, ada/tidaknya pembatasan pemilihan komoditas pilihan masyarakat, sharing dari kegiatan PHBM

2. Kontribusi ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan PHBM, apakah hanya menghasilkan income atau meningkatkan kesejahteraan

3. Pengaruh PHBM terhadap keamanan/kerawanan hutan

4. Pengaruh PHBM terhadap kelestarian hutan, seperti: tidak ada perambahan, tidak ada penurunan fungsi hutan, dll.

5. Pengaruh PHBM terhadap kelestarian hasil, seperti: tidak ada penurunan jumlah produksi, dll.

1. Sejarah LMDH

2. Kegiatan LMDH dalam PHBM 3. Keanggotaan

4. Sharing LMDH

5. Peran LMDH terhadap hutan 6. Kontribusi LMDH terhadap hutan 7. Ketentuan andil bagi pesanggem,

meliputi: siapa saja yang boleh memiliki andil, seberapa luas, penerapan kontrol kepemilikan andil dari perhutani

Penentuan Lokasi dan Sampel Responden

(24)

10

dilakukan terhadap lokasi yang warganya memiliki keterkaitan dengan pemanfaatan hutan secara langsung.

Responden dalam penelitian ini yaitu warga dari desa yang telah terpilih dari data red-zone dan hasil diskusi dengan pihak Perum Perhutani KPH Ngawi. Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan cara pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling). Menurut Rianse dan Abdi (2009), sampel acak sederhana yaitu sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Lebih jelasnya, sampel acak sederhana itu merupakan sampel peluang/kesempatan (probability sampling), sehingga hasilnya dapat dievaluasi secara objektif. Terpilihnya unit satuan elementer ke dalam sampel itu harus benar-benar tidak berdasarkan faktor kebetulan, bebas dari subjektivitas si peneliti atau subjektivitas orang lain.

Menurut Sevilla dkk. (1993) bahwa penelitian deskriptif memerlukan sampel minimal 10 % dari populasi dan untuk diuji korelasinya memerlukan minimal 30 subyek (responden). Berdasarkan hal tersebut, maka banyaknya responden yang diambil dalam penelitian ini yaitu dengan intensitas sampling sebanyak 20% dari masing-masing RT. Adapun metode penarikan sampel responden yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan pengundian.

Analisis Data Survei Rumah Tangga

Sesuai dengan data yang di peroleh, pengolahan data di titik beratkan pada: 1) data berdasarkan hasil survei rumah tangga, dan 2) data berdasarkan pengumpulan data spasial. Untuk melakukan pengolahan data terhadap data hasil survei rumah tangga, analisis yang dilakukan yaitu analisis deskripsi kualitatif dilakukan dengan mengumpulkan, merangkum, serta menginterpretasikan data-data berbagai kondisi lapangan yang diperoleh melalui in depth interview, selanjutnya diolah kembali sehingga dapat menghasilkan gambaran yang jelas, terarah dan menyeluruh mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang menjadi fokus penelitian (Nasir 2003; Slamet 2006). Data yang didapatkan dari hasil wawancara kepada responden (data sosial ekonomi) dianalisis dengan membuat persentase serta tabel dan grafik. Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan perhitungan sederhana untuk mendapatkan angka jumlah, frekuensi, rataan, persentase dan sebagainya. Data yang telah di analisis, dideskripsikan dengan menggunakan uraian kata atas dasar pertimbangan-pertimbangan ilmiah, fakta, dan ilmu-ilmu pendukungnya dengan melihat kondisi dan permasalahan sosial dan ekonomi yang ada di masyarakat sebagai objek penelitian.

Analisis Data Perubahan Lahan

(25)

(Lillesand dan Kiefer 1979). Teknologi SIG dan pengindraan jauh dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengolahan data citra. Pengolahan data yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan di lokasi penelitian. Alur diagram pengolahan data citra terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Alur diagram pengolahan data citra

Analisis perubahan lahan dilakukan dengan membandingkan peta perubahan lahan tahun pertama dan tahun kedua. Kedua peta tersebut di-overlay dan selanjutnya di summary, sehingga diketahui perubahan penutupan lahan yang terjadi antara kedua tahun tersebut. Perubahan penutupan lahan pada kurun waktu tersebut dianalisis melalui rumus berikut :

V =

Keterangan:

V : Laju perubahan (100%)

N1 : Luas penutupan lahan tahun pertama (ha)

N2 : Luas penutupan lahan tahun kedua (ha)

N2– N1

N1

(26)

12

Uji Akurasi

Evaluasi pada klasifikasi terbimbing ada dua yaitu evaluasi separabilitas dan kontingensi. Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang memberikan informasi mengenai evaluasi keterpisahan area contoh dari setiap kelas, juga untuk mengetahui kombinasi band mana saja yang memberikan separabilitas yang terbaik untuk klasifikasi. Analisis ini dilakukan sebelum proses klasifikasi terhadap kelas-kelas tutupan lahan hasil area contoh dilakukan. Evaluasi separabilitas digunakan untuk menunjukan keterpisahan masing-masing kelas (Hermawan 2008). Setelah evaluasi separabilitas maka dilakukan evaluasi kontingensi. Evaluasi ini diawali dengan pemindahan data ke Microsoft Excel. Evaluasi ini menguji tingkat keakuratan secara visual dari hasil klasifikasi terbimbing dengan menggunakan titik-titik kontrol lapangan untuk uji akurasi.

Evaluasi akurasi terhadap besarnya kesalahan klasifikasi area contoh untuk menentukan besarnya persentase ketelitian pemetaan. Evaluasi ketelitian pemetaan meliputi jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama kelas secara benar, persentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta persentase kesalahan total. Akurasi ketelitian pemetaan diuji dengan membuat matriks contingency yang lebih sering disebut dengan matriks kesalahan (confusion matrix) (Hermawan 2008).

Nilai akurasi yang paling banyak digunakan adalah akurasi Kappa, karena nilai ini memperhitungkan semua elemen (kolom) dari matrix. Nilai overall accuracy yang merupakan perbandingan jumlah total area (piksel) yang diklasifikasikan dengan benar terhadap total area (piksel) observasi, menunjukkan tingkat kebenaran citra hasil klasifikasi. Producer’s accuracy dan user’s accuracy menunjukkan tingkat akurasi dari sisi pengamatan yang berbeda. Producer’s accuracy adalah probabilitas/peluang rata-rata (%) suatu piksel akan diklasifikasikan dengan benar dan secara rata-rata menunjukkan seberapa baik setiap kelas di lapangan telah diklasifikasi. Sedangkan User’s accuracy adalah probabilitas/peluang rata-rata (%) suatu piksel dari citra yang telah terklasifikasi, secara aktual mewakili kelas kelas tersebut di lapangan (Hermawan 2008). Nilai koefisien Kappa mempunyai rentang 0 hingga +1, dalam proses pemetaan klasifikasi penutup/penggunaan lahan nilai akurasi total yang bisa diterima yaitu 85%, atau 0,85 (Anderson 1976).

Berikut ini adalah beberapa persamaan akurasi yang digunakan:

Keterangan

N : Banyaknya piksel dalam contoh Xi+ : Jumlah piksel dalam baris ke-i X+i : Jumlah piksel dalam kolom ke-i

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum KPH Ngawi

Kondisi Geografis KPH Ngawi

Disesuaikan dengan data Statistik Tahun 2009-2013 pada Ngawi (2014), Wilayah KPH Ngawi terletak di Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, posisi KPH Ngawi terletak diantara 7021’- 7031’ Lintang Selatan dan 110010’-111040’ Bujur Timur. Kondisi iklim di KPH ngawi ditunjukkan pada Tabel 4. Secara geografis batas-batas dari wilayah KPH Ngawi adalah sebagai berikut:

 Utara : Kab. Grobogan, Kab. Blora (Jawa Tengah), Kab. Bojonegoro

 Timur : Kab. Madiun

 Selatan : Kab. Madiun, Kab. Magetan

 Barat : Kab. Karanganyar, Kab. Sragen (Jawa Tengah) Tabel 4 Kondisi iklim KPH Ngawi

Kondisi Iklim Keterangan

Curah hujan tertinggi bulan Januari 281,04 mm

Temperatur tertinggi bulan Januari dan November 34,8o C Temperatur terendah bulan Agustus, Februari 14,8o C

Kelembapan suhu udara min 42%; max 98%

Tekanan udara tertinggi bulan September min 1.005,6 milibar; max 1.015,3 milibar

Rata-rata penyinaran matahari terlama di bulan Februari dan terendah di bulan Desember

89,0% dan 24,3%

Sumber: BPS 2014

Kondisi Demografi KPH Ngawi

Berdasarkan data BPS (2014), jumlah penduduk Kabupaten Ngawi akhir tahun 2013 adalah 915.493 jiwa (terdiri dari 449.947 penduduk laki-laki dan 465.546 penduduk perempuan), jumlah penduduk Kabupaten Ngawi per kecamatan berdasarkan jenis kelamin pada akhir tahun 2013 dapat di lihat pada Tabel 5. Data BPS menyebutkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Ngawi meningkat sebesar 0,29% dibandingkan tahun 2012. Kecamatan Paron memiliki jumlah penduduk terbesar sebanyak 89.134 jiwa, sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil yaitu Kecamatan Kasreman sebanyak 24.727 jiwa.

(28)

14

jumlah murid 16.583 siswa, dengan rasio murid-sekolah sebesar 27,9. Jumlah Sekolah Dasar (SD) sederajat ada 671 lembaga. mempunyai murid 74.798 siswa dengan rasio murid-sekolah sebesar 111. Jumlah murid Sekolah Mengengah Pertama (SMP) dan sederajat sebanyak 36.740 siswa yang tersebar di 120 sekolah dengan rasio murid-sekolah sebesar 306. Jumlah murid Sekolah Menengah Umum/Sekolah Menengah Kejuruan (SMU/SMK) sebanyak 28.083 siswa yang tersebar di 70 sekolah, dengan rasio murid-sekolah sebesar 401.

Tabel 5 Luas daerah dan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Ngawi per kecamatan pada akhir tahun 2013

No. Kecamatan Luas

Berdasarkan Laporan Triwulan IV tahun 2013 KPH Ngawi, disebutkan sejarah KPH Ngawi adalah sebagai berikut:

(29)

Planologi Kehutanan (1933), Departemen Pertanian (1945), Direktorat Kehutanan dan Tata Bumi (1955)

 Perusahaan Negara Perhutani (1961)

 PP Nomor 15 tahun 1972, Perum Perhutani berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Wilayah kerja Perum Perhutani adalah kawasan hutan negara di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur

 PP Nomor 2 tahun 1978, kawasan wilayah kerja diperluas sampai dengan kawasan hutan negara di Provinsi Jawa Barat

 PP Nomor 36 tahun 1986, tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani)

 PP Nomor 53 tahun 1999, tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani)

 PP Nomor 14 tahun 2001, Pemerintah menetapkan Perhutani sebagai BUMN dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT)

 Pada tahun 2003, Mahkamah Agung membatalkan PP Nomor 14 tahun 2001 dan memberlakukan kembali PP Nomor 53 tahun 1999 yangsekaligus bermakna mengembalikan bentuk perusahaan dari PT menjadi Perum

 PP Nomor 30 tahun 2003, tentang Perum Perhutani

 PP RI Nomor 72 tahun 2011, tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara

Wilayah Kerja

Wilayah kerja Perum Perhutani KPH Ngawi seluas 45.909,7 ha terdiri dari hutan produksi seluas 42.476,5 ha; hutan lindung seluas 19,40 ha; dan wilayah yang diperuntukkan bagi TBP/LDTI/Alur seluas 3.413,80 ha.

Secara administratif, KPH Ngawi berada dalam wilayah sebagi berikut:

 Kabupaten Daerah Tingkat II Ngawi, seluas 35.204,4 ha

 Kabupaten Daerah Tingkat II Blora, seluas 8.257,7 ha

 Kabupaten Daerah Tingkat II Bojonegoro, seluas 2.447,6 ha

Wilayah kerja Perum Perhutani KPH Ngawi terbagi kedalam 14 BKPH dan 55 RPH. Adapun pembagian wilayah di KPH Ngawi berdasarkan BKPH dan RPH, dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kondisi Umum Desa Karanganyar

Letak dan Luas

Desa Karanganyar terletak di Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Wilayah administratif pemerintahan desa, terbagi kedalam 7 Dusun (Talok temugiring, Bendo, Banyuasin timur, Banyuasin barat, Karanganyar, Banteng tremas, dan Bamban). Luas wilayah Desa Karanganyar yaitu 5.159.806 Ha yang terbagi menjadi luas wilayah pemukiman (157.500 Ha), sawah (201 Ha), ladang/tegalan (389.875 Ha), dan hutan (4.612.230Ha). Secara administratif, batas-batas dari Desa Karanganyar adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Desa Bangklean, Mundu, Kec. Jati Blora

 Sebelah Selatan : Desa Widodaren Kec. Widodaren

 Sebelah Barat : Desa Mengger, Pandean Kec. Karanganyar

(30)

16

Jumlah Penduduk

Desa Karanganyar merupakan salah satu desa dari 7 desa di Kecamatan Karanganyar, atau dapat juga disebutkan bahwa Desa Karanganyar merupakan salah satu desa dari 217 desa yang terdapat di Kabupaten Ngawi. Adapun Desa Karanganyar itu sendiri terbagi kedalam 7 Dusun (Talok temugiring, Bendo, Banyuasin timur, Banyuasin barat, Karanganyar, Banteng tremas, dan Bamban). Desa Karanganyar itu sendiri terbagi kedalam 7 Rukun Warga (RW), dimana satu dusun mewakili satu RW. Selain itu, Desa Karanganyar juga terbagi kedalam 34 Rukun Tetangga (RT) di dalamnya. Lebih lanjut, pembagian wilayah Desa Karanganyar yang terbagi kedalam RW, Dusun dan RT dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah Kepala Keluarga per-RT di Desa Karanganyar

RW Dusun Jumlah KK per-RT Total

TOTAL KK di Desa Karanganyar 1779

Data Kepala Keluarga yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui beberapa tahapan. Pertama dilakukan wawancara kepada Kepala Desa setempat guna memperoleh data jumlah KK per-RT. Selanjutnya dilakukan crosscheck atau konfirmasi ke ketua RT ataupun ketua RW guna memastikan akurasi data. Hal ini dilakukan karena data yang dimiliki oleh Kepala Desa merupakan data tahun 2013.

Lokasi Desa

Lokasi Desa Karanganyar dikelilingi oleh hutan milik Perhutani, dan dilewati oleh Sungai Bengawan Solo. Meskipun dikelilingi oleh hutan, lokasi Desa Karanganyar tidaklah jauh ke Kecamatan Karanganyar. Aksesibilitas antara Desa Karanganyar dan Kecamatan Karanganyar tidaklah jauh. Adapun jarak dari desa ke kecamatan yaitu sekitar 3,5 km. Jika ditempuh dengan menggunakan sepeda motor, jarak dari desa ke kecamatan dapat ditempuh selama 30 menit. Di lapangan, Desa Karanganyar merupakan desa enclave di dalam hutan Perhutani. Enclave itu sendiri berasal dari bahasa Latin inclavatus yang artinya terkurung atau terkunci. Enclave juga dapat diartikan sebagai pemilikan hak-hak pihak ketiga di dalam kawasan hutan yang dapat berupa permukiman dan atau lahan garapan

(31)

pusat desa juga tidak diambil karena kegiatan penduduknya yang jarang berinterkasi dengan kegiatan di dalam hutan. Oleh karena hal itu, hanya diambil 3 dusun dari total 7 dusun yang ada di Desa Karanganyar. Adapun Dusun yang dijadikan lokasi pengambilan sampel responden yaitu Dusun Karanganyar RT 3, RT 4, RT 5, dan RT 6. Sedangkan Dusun Karanganyar RT 1, RT 2 dan RT 7 tidak dijadikan sebagai sampel karena dusun/RT tersebut berdekatan lokasinya pusat desa Karanganyar. Selain Dusun Karanganyar, dusun lainnya yang diambil sebagai lokasi pengambilan sampel responden yaitu Dusun Bamban dan Dusun Tremas. Dilihat saat di lapangan, ketiga dusun ini dapat dikatakan dusun paling ujung dari Desa Karanganyar. Dimana Dusun Tremas dan Dusun Bamban berbatasan langsung dengan Kabupaten Blora. Berikut ini adalah gambaran lokasi Desa Karanganyar (Gambar 4).

Gambar 4 Peta Desa Karanganyar

(32)

18

penelitian. Setelah dilakukan penyaringan, maka diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 7. Adapun kriteria dari penyaringan ini adalah :

1. KK yang sudah pindah ke luar desa/kota secara permanen 2. Memiliki hubungan dengan Perhutani

3. Memiliki hubungan dengan LMDH

4. Memiliki masalah pendengaran (penyandang tuli)

5. Jika dalam satu rumah terdapat lebih dari 1 KK dengan 1 sumber ekonomi yang sama, maka dilebur menjadi 1 KK.

Tabel 7 Jumlah KK per-RT setelah dilakukan penyaringan

RW Dusun Jumlah KK per-RT Total lain dan memiliki hubungan dengan Perhutani. Sedangkan pada Dusun Bamban jumlah KK berkurang dari 56 KK menjadi 48 KK, pengurangan ini mayoritas disebabkan karena dalam satu rumah terdapat lebih dari 1 keluarga dengan 1 sumber ekonomi. Sedangkan di Dusun Tremas, pengurangan mayoritas terjadi karena KK sudah pindah ke luar kota secara permanen.

Penentuan responden bersumber pada Tabel 7, metode yang dilakukan untuk penarikan sampel yaitu dengan cara random sampling dengan intensitas sampling sebanyak 20% pada masing-masing RT. Banyaknya responden pada masing-masing RT di dusun Karanganyar, Bamban, dan Tremas dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah responden per-RT

RW Dusun Jumlah Responden per-RT (α = 20%) Total

(33)

Karakteristik Individual Masyarakat

Anggota masyarakat yang menjadi sampel sekaligus menjadi responden berjumlah 75 orang yang merupakan anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) dalam program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang diselenggarakan Perum Perhutani.

Gambaran responden dalam penelitian ini ditinjau dari karakteristik individual dan karakteristik sosial ekonomi. Data yang telah diperoleh di lapangan, dianalisis dengan membuat persentase serta tabel dan grafik. Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan perhitungan sederhana untuk mendapatkan angka jumlah, frekuensi, rataan, persentase dan sebagainya. Karakteristik individual anggota masyarakat yang diteliti meliputi: (1) umur, (2) pendidikan, dan (3) pekerjaan.

Umur

Pendeskripsian umur anggota masyarakat bertujuan untuk mengetahui sebaran umur produktif. Umur merupakan salah satu karakteristik individu yang mempengaruhi fungsi biologis, psikologis dan sosiologis. Teori Havigurst (1972), menyebutkan bahwa umur muda dikategorikan pada kisaran kurang dari 30 tahun, dewasa antara 31 – 45 tahun dan kategori tua pada umur lebih dari 46 tahun. Bila dikaitkan dengan pekerjaan di bidang pertanian, maka usia paling produktif adalah pada usia 18 – 40 tahun, karena pada usia ini berada pada puncak efisiensi fisik, kemampuan motorik, kecepatan respon, kemampuan mental, dan berkeinginan kuat untuk mandiri. Kemampuan-kemampuan ini akan menurun perlahan mulai usia 30 tahunan dan akan menurun drastis sejak usia 40 tahun (Havigurst, 1972). Di lokasi penelitian, sebaran umur responden dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Sebaran umur responden

(34)

20

(seperti Kalimantan, Sumatera, dll), kebanyakan dari mereka bekerja di bidang wiraswasta ataupun konstruksi bangunan. Pekerjaan ini dirasakan lebih menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi.

Memperhatikan umur responden yang berusia tua ini berimplikasi bahwa responden atau masyarakat petani hutan tidak produktif. Havigurst (1972) dan Hurlock (1992) menyebutnya dengan usia pertengahan/dewasa lanjut (middle age) (umur 40–60 tahun) dimana kemampuan indra menurun, fungsi fisiologis menurun, kesehatan menurun, menopause/klimakterik. Pada usia ini juga timbul perubahan sikap dan perilaku, timbul tanda-tanda ketuaan, mengalami kemunduran mental, terutama pada orang yang mempunyai kemampuan intelektual rendah. Kemampuan fisik dan mental ini terus menurun pada usia tua (later maturity) (umur lebih dari 60 tahun). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sumberdaya masyarakat desa sekitar hutan di KPH Ngawi dapat dikategorikan rendah dan tidak produktif.

Pendidikan

Pendidikan mempunyai peranan penting dalam membentuk pola pikir masyarakat dalam bertindak. Melalui pendidikan, seseorang dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sangat bermanfaat bagi diri dan masyarakat. Pendidikan dapat mempengaruhi cara berpikir, cara merasa dan cara bertindak seseorang. Tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi pola pikir masyarakat, sehingga sulit menerima hal-hal baru atau inovasi yang dapat menambah wawasan, pengalaman dan pengetahuan. Masyarakat akan cenderung untuk tidak berpikir untuk jangka panjang, tetapi hanya untuk kehidupan saat itu. Implikasinya mempunyai kecenderungan pasrah pada nasib dan tidak mau merubah diri serta sering bersikap irasional (Sanim et al. 2006).

Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikasi tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka terdapat kemungkinan untuk lebih mudah memperoleh lapangan pekerjaan di luar sektor pertanian (Yatap 2008). Data mengenai pendidikan formal yang diperoleh responden (Gambar 6) dikelompokkan menjadi tidak sekolah, SD, SMP, SMA, dan S1.

Gambar 6 Sebaran pendidikan responden

(35)

terbanyak setelah banyaknya responden yang menyelesaikan jenjang pendidikan SD sebagai posisi pertama. Banyaknya responden yang menyelesaikan SD yaitu 40 orang atau 53,33%.

Hal ini berimplikasi bahwa tingkat pemahaman dan kemampuan melakukan suatu, kemampuan mengembangkan pengetahuan dan pengalaman responden sangat terbatas. Hal ini juga sejalan dengan pendapat de Cecco (1968) yang mengemukakan bahwa pendidikan yang rendah akan berimplikasi pada rendahnya kesiapan belajar. Demikian pula dengan rendahnya pendidikan yang pernah diperoleh masyarakat maka cara berfikir dan bertindaknya masih belum sesuai dengan harapan. Kenyataan ini juga berkaitan dengan produktifitas sebagaimana disampaikan oleh Madrie (1986) bahwa warga masyarakat yang berpendidikan formal rendah dan mempunyai keterampilan yang rendah, akan cenderung rendah pula produktifitasnya. Yusuf (1982) juga mengemukakan bahwa melalui pendidikan formal dapat dikembangkan pengetahuan (knowledges), ketrampilan (skill), sikap (attitude) dan nilai- nilai (values), artinya tanpa pendidikan, pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai- nilai individu tidak berkembang.

Faktor yang mempengaruhi banyaknya responden untuk tidak bersekolah dan banyaknya responden yang hanya mampu menyelesaikan sampai tingkat SD yaitu disebabkan karena faktor lokasi desa yang boleh dikatakan terpencil. Berdasarkan pada profil desa, sampai dengan tahun 2013 hanya terdapat 5 unit SD. Responden yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan SMP dan SMA, responden perlu menempuhnya di Kecamatan/Kabupaten. Begitupula dengan Sekolah Tinggi, responden yang ingin melanjutkan ke Sekolah Tinggi, maka responden perlu menempuhnya ke tingkat Kabupaten ataupun keluar kota. Pekerjaan

Masyarakat yang tinggal di desa-desa sekitar hutan umumnya mempunyai pekerjaan pokok sebagai petani. Mata pencaharian ini menggambarkan tingkat ketergantungan masyarakat akan sumberdaya alam (SDA) dan lahan. Selain itu menunjukkan tekanan/ancaman terhadap sumberdaya hutan (Sanim et al. 2006).

Sebagian besar kepala keluarga di Desa Karanganyar bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani ataupun sebagai buruh tani. Bentuk kegiatan yang dilakukan yaitu berupa mengolah sawah, mengolah kebun, ataupun mengolah tanah Perhutani dengan cara tumpagsari. Sedangkan pada sektor non-pertanian, kepala keluarga bekerja sebagai peternak, wiraswasta, pamong desa, dan PNS. Sebaran pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 7.

(36)

22

Berdasarkan pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa terdapat banyaknya responden yang bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 44 orang (58,67%). Responden yang bekerja sebagai buruh tani, menempati posisi kedua terbanyak yaitu terdapat 15 orang (20%). Hasil utama dari bertani diantaranya yaitu berupa padi, sayur-sayuran, buah-buahan, tebu, dan kayu rakyat. Responden yang tidak memiliki lahan pertanian dan menggarap lahan pertanian milik orang lain, dalam penelitian ini disebutkan sebagai buruh tani.

Peningkatan atau penurunan penduduk yang bekerja di bidang pertanian ini memungkinkan terjadinya perubahan penutupan lahan khususnya lahan budidaya. Semakin banyak penduduk yang bekerja di bidang pertanian, maka kebutuhan akan lahan budidaya semakin meningkat, hal ini dapat mendorong penduduk untuk melakukan konversi lahan pada berbagai penutupam lahan menjadi lahan budidaya. Menurut Yatap (2008), terbatasnya jumlah masyarakat yang bekerja di luar sektor pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah dengan terbatasnya lapangan pekerjaan di luar sektor pertanian.

Dibutuhkan perubahan terhadap pola pikir warga desa pada usaha mereka dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Dibutuhkan keahlian baru pada berbagai bidang pekerjaan, sehingga ketergantungan terhadap usaha di bidang pertanian akan semakin berkurang, beralih pada sektor industri, perdagangan, jasa, ataupun pariwisata.

Kontribusi PHBM terhadap Pendapatan Rumah Tangga

Pengolahan Andil

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang diterapkan oleh Perum Perhutani mulai dari tahun 2001 menyebabkan lebih banyak campur tangan pengelolaan sumberdaya hutan oleh masyarakat yang tinggal di desa sekitar hutan. Partisipasi masyarakat yang menjadi anggota LMDH telah tertuang dalam Nota Perjanjian Kerjasama (NPKS) yang ditandatangani oleh Kepala Administratur KPH dengan Ketua LMDH terkait.

Partisipasi masyarakat desa hutan dalam kegiatan Perhutani menghasilkan perolehan andil oleh masyarakat untuk di garap/diolah. Andil itu sendiri adalah, sebidang tanah milik Perhutani yang oleh masyarakat tersebut bisa dilakukan pengolahan berupa kegiatan pertanian dengan secara langsung memelihara tanaman milik Perhutani yang ada di atasnya. Kegiatan masyarakat yang umumnya dilakukan di andil miliknya yaitu berupa kegiatan tumpangsari.

(37)

menganggur. Perbandingan kepemilikan luasan andil antara baon dan corah, dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Perbandingan kepemilikan luasan andil antara baon dan corah

No Kategori Luas andil Baon Corah

Andil responden di tanah perhutani memiliki luas yang berbeda-beda. Hal ini tergantung dari keinginan dan kemampuan responden untuk mengolah, mengelola dan menjaganya. Terdapat responden yang hanya memiliki satu andil garapan tetapi ada yang pula responden yang menggarap lebih dari satu andil garapan. Responden lebih banyak mengelola baon daripada corah. Hal ini dikarenakan ketersedian corah yang sedikit, selain itu diperlukan kebutuhan yang lebih banyak dalam mengolah corah dibandingkan baon. Rata-rata luas andil garapan responden dapat di lihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Rata-rata luas andil garapan responden Luas Andil Garapan (Ha) Baon Corah

Luas rata-rata 0,75 0,16

Luas minimal 0,11 0,01

Luas maksimal 2,00 0,70

Pada setiap andil garapan responden ditanami oleh jati sebagai tanaman pokok milik Perhutani. Pada tiap andil responden, jati yang ditanam memiliki tahun tanam yang berbeda sesuai dengan rencana penanaman yang telah direncanakan oleh pihak KPH Ngawi. Jarak tanam jati yang dipakai di tiap andil garapan responden berbeda-beda pula tergantung dari kemiringan lahan. Tanaman yang biasa dijadikan sebagai tanaman tepi di andil responden yaitu dari jenis mahoni.

(38)

24

Tabel 11 Perbandingan kepemilikan luasan lahan milik antara kebun dan sawah No Kategori Luas lahan

Faktor pendapatan diduga berpengaruh pada pola penggunaan lahan karena mempunyai implikasi ekonomis di dalam mengelola lahan pertanian di sekitar kawasan Perhutani KPH Ngawi. Responden di dominasi oleh petani, maka sebagian besar pendapatan sehari-harinya berasal dari sektor pertanian. Para petani dituntut untuk terus berupaya meningkatkan usaha pertanian agar hasil yang diperoleh pun maksimal. Cara untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pertanian dapat dilakukan dengan cara meningkatkan hasil panen atau dengan cara menambah luasan lahan pertanian yang mereka garap.

Responden mendapatkan sumber pendapatan dari pekerjaannya yang dilakukan sehari-hari. Baik bekerja di sektor pertanian ataupun bukan. Dalam penelitian ini, dikumpulkan data-data mengenai sumber pendapatan responden dari bidang pertanian (PHBM dan PHBM), pendapatan dari kegiatan non-pertanian, utaupun pendapatan lain dari anggota keluarga.

Pendapatan dari kegiatan PHBM, didapatkan dari hasil panen tumpangsari ataupun corah, penjualan kayu, penjualan kayu bakar, penjualan arang, penjualan hasil hutan non-kayu, ataupun sharing dari kegiatan PHBM. Pendapatan dari kegiatan pertanian yang bukan dari kegiatan PHBM didapatkan hasil dari penjualan/menyewakan lahan, penjualan hasil pertanian dari lahan milik/lahan garapan, ataupun hasil penjualan dari ternak. Penghasilan dari kegiatan non-pertanian, didapatkan dari hasil pekerjaan diluar bidang pertanian seperti berdagang, ataupun sebagai PNS dan pamong desa. Sumber pendapatan dari anggota keluarga, biasanya berupa kiriman keluarga baik berupa uang ataupun barang. Kebanyakan responden yang mendapatkan kiriman keluarga adalah responden yang sudah tua ataupun tinggal sendiri.

(39)

Tabel 12 Pendapatan rata-rata responden dari kegiatan PHBM (setahun)

No Kategori

Luas andil

Pendapatan dari Baon (Rp.) Pendapatan dari Corah (Rp.)

Σ Pendapatan X Pendapatan Σ Pendapatan X Pendapatan

Tabel 13 Pendapatan rata-rata responden dari kegiatan non-PHBM (setahun)

No

Kategori Luas lahan

milik

Pendapatan dari Kebun (Rp.) Pendapatan dari Sawah (Rp.)

Σ Pendapatan X Pendapatan Σ Pendapatan X Pendapatan

Berdasarkan survei yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa semakin luas lahan garapan baik di Perhutani ataupun di tanah milik sendiri, maka jumlah responden yang mengolah lahan garapan tersebut semakin sedikit, sehingga didapatkan nilai rata-rata pendapatan yang lebih jelas. Di simpulkan pada Tabel 14 mengenai perbandingan pendapatan responden dari PHBM dan non-PHBM.

Tabel 14 Perbandingan pendapatan responden dari PHBM dan non-PHBM (setahun)

(40)

26

responden dari kegiatan non-PHBM. Semakin luas lahan yang di garap responden berimplikasi terhadap semakin besar pula pendapatannya.

Gambar 8 Pendapat responden mengenai tingkat kesuburan lahan

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan mengenai tingkat kesuburan lahan di tanah Perhutani dan tanah milik mereka sendiri diketahui bahwa tanah Perhutani lebih subur dibandingkan dengan tanah milik mereka sendiri. Hal ini dikarenakan adanya perawatan rutin oleh Perhutani seperti contohnya pemberian pupuk, sehingga secara langsung tanahnya menjadi subur. Pendapat responden mengenai tingkat kesuburan lahan di tanah Perhutani dan tanah milik mereka sendiri dapat dilihat pada Gambar 8.

Kontribusi PHBM terhadap Perubahan Luas Hutan

Tipe Penutupan Lahan di Kabupaten Ngawi

Kabupaten Ngawi merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Jawa Timur dan memiliki berbagai macam tipe penutupan lahan. Luas Kabupaten Ngawi yaitu sebesar 1.295,58 km2. Dengan luasan tersebut maka diperlukan suatu teknik yang efektif dan efisien dalam mengidentifikasi tipe penutupan lahan di Kabupaten Ngawi. Pada penelitian ini, teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi tipe penutupan lahan yang terdapat di Kabupaten Ngawi adalah teknik penginderaan jauh dengan sumber data yang berasal dari citra Landsat Teknik ini cukup efektif dan efisien dalam mengidentifikasi penutupan lahan yang ada, mengingat luasan wilayah penelitian yang luas.

(41)

citra digital dikenal dengan pengenalan pola dalam klasifikasi dengan pendekatan tekstur.

Berdasarkan hasil pengolahan data spasial, secara umum Kabupaten Ngawi dapat diklasifikasikan kedalam 8 tipe penutupan lahan, yaitu: (1) hutan, (2) kebun, (3) sawah, (4) ladang, (5) semak, (6) pemukiman, (7) badan air, dan (8) no data. Menurut Ekadinata et al 2012, kategorisasi tipe-tipe tutupan lahan adalah langkah kunci yang menghubungkan jenis-jenis penutup lahan yang terpetakan dari citra satelit dengan cadangan karbon pada masing-masing sistem penggunaan lahan. Proses klasifikasi Kabupaten Ngawi dilakukan berdasarkan data citra Landsat dan data pendukung dari lapangan. Klasifikasi dilakukan secara klasifikasi terbimbing, dimana proses klasifikasi ini dilakukan setelah kegiatan cek lapangan dengan data pendukung hasil cek lapangan sebagai pedoman klasifikasi.

Evaluasi akurasi dilakukan untuk melihat besarnya kesalahan klasifikasi area contoh sehingga dapat ditentukan besarnya persentase keakuratan hasil klasifikasi penutupan lahan pada kajian penelitian. Hasil perhitungan matriks kontingensi

(Lampiran 5 dan 6) menunjukkan bahwa overall accuracy sebesar 69,23 %. Menurut

Jaya (2002) Hasil perhitungan overall accuracy cenderung over estimate maka perlu

dilakukan perhitungan besarnya tingkat akurasi klasifikasi dengan menggunakan akurasi Kappa. Akurasi Kappa ini sangat dianjurkan karena dalam perhitungannya

akurasinya menggunakan semua elemen dalam matriks. Besarnya nilai kappa

accuracy yang diperoleh pada klasifikasi penutpan lahan sebesar 59,12 %.

Hasil perhitungan akurasi tersebut akan lebih baik jika dilakukan pengecekan

lapangan (Ground check) secara langsung untuk dapat lebih memperkuat hasil dan

mengurangi kesalahan penafsiran klasifikasi penutupan lahan. Pengecekan lapangan ini berguna untuk mengetahui kondisi pentupan lahan yang sebenarnya dilapangan. Pengecekan lapangan tersebut dilakukan pada koordinat tertentu yang sudah ditentukan. Oleh karena klasifikasi penutupana lahan ini tidak menggunakan data

lapangan maka hasil klasifikasi ini dibandingkan dengan Google Earth.

Penutupan Lahan Kabupaten Ngawi Tahun 1997, 2001, dan 2015

Data-data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan di Kabupaten Ngawi tahun 1997, 2001, dan 2015 disajikan pada Tabel 15 dan juga diperlihatkan pada Gambar 9 (a, b, c) serta Lampiran (2, 3, dan 4). Berdasarkan data pada Tabel 15, pada tahun 1997 dapat diperingkatkan tipe penutupan lahan pada tahun 1997 mulai dari yang memiliki luasan tertinggi sampai yang memiliki luasan terkecil. Secara berurut, peringkat tipe penutupan lahan pada tahun 1997 yaitu sawah (29,56%), hutan (21,32%), ladang (19,42%), pemukiman (16,97%), semak (8,72%), kebun (2,10%), no data/tidak ada data (1,15%), dan badan air (0,75%).

(42)

28

Tabel 15 Luas dan persentase penutupan lahan Kabupaten Ngawi Tahun 1997, 2001, dan 2015

Berdasarkan Ngawi dalam Angka tahun 2014, disebutkan bahwa Kabupaten Ngawi merupakan penghasil kayu jati terbesar kedua di Jawa Timur setelah Banyuwangi. Luas areal tanaman hutan rakyat pada tahun 2013 sebesar 290 Ha. Jenis kayu yang diproduksi di hutan rakyat yaitu jati, mahoni, akasia, sono, pinus, eukaliptus, dll. Pada tahun 2013 produksi kayu jati rakyat sebesar 5.010,33 m3. Produksi kayu jati tahun 2013 meningkat drastis dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi jati tahun 2013 meningkat hampir 3kali dibanding tahun sebelumnya.

Perkebunan di Kabupaten Ngawi meliputi perkebunan kelapa, tebu, tembakau, karet, teh, coklat, dll. Perkebunan tebu merupakan perkebunan yang memiliki area terbesar di Kabupaten Ngawi sebesar 5.413,79 Ha. Hal tersebut dikarenakan di Kabupaten Ngawi memiliki 2 pabrik gula yang siap mengolah hasil tebu rakyat, disamping itu daerah sekitar Ngawi juga (misalnya Madiun) memiliki pabrik-pabrik gula (BPS 2014).

Luas lahan pertanian tahun 2013 mencapai 56% dari luas wilayah Kabupaten Ngawi. Hal ini menggambarkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor andalan bagi penduduk Ngawi. Produksi padi mengalami peningkatan dari 708.694 ton pada tahun 2012 menjadi 749.092 ton pada tahun 2013 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 5,7%. Produktifitas padi Kabupaten Ngawi tahun 2013 sebesar 6,13% meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 6,09% (BPS 2014).

Ladang dalam penelitian merupakan merupakan kenampakan pertanian lahan kering yang ditanami tanaman semusim. Contohnya ditanami oleh tanaman sayuran dan tanaman hortikultura lainnya. Tanaman pertanian yang ditanam oleh responden di ladang diantaranya seperti jagung, singkong, pisang, kacang tanah, cabai, dan lain sebagainya.

Semak dalam penelitian ini dimaksudkan kepada tanaman rumput dan perdu. Tanaman rumput biasanya tumbuh pada lahan yang baru saja dibiarkan oleh penggarapnya. Lahan-lahan pertanian dan lahan budidaya lainnya yang tidak lagi dimanfaatkan sebagaimana mestinya dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya akan berubah menjadi rumput dan semak belukar.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 1  Peta lokasi kajian penelitian
Tabel 2  Parameter survei rumah tangga
Gambar 3  Alur diagram pengolahan data citra
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tarekat Syattariyah dengan segala kekhasannya memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di ranah Minang, Tarekat ini lebih dapat diterima oleh masyarakat dan

Maka akan ditampilkan data yang dikirimkan oleh server ke browser (klien), sedangkan skrip aslinya (awal.php) tidak bisa dilihat oleh klien (pengguna).. 8 Rahasia Inti Master PHP

Kepahlawan dalam film adalah tokoh pemeran utama dari sebuah film yang bertemakan kepahlawanan, biasanya dalam film tokoh utama (pahlawan) selalu membantu

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan konsep rancangan combination tool yang merupakan alat bantu pembuatan produk menggunakan bahan dasar lembaran pelat

mengurangkan masalah dalam hubungan manusia dan untuk memperbaiki kehidupan melalui interaksi manusia yang lebih baik.Selain itu,terdapat ramai pekerja dalam profesion bantuan

Aliran sungai dari hulu ketika pasang angkutan sedimen diendapkan di alur sungai ataupun muara sungai sedangkan aliran sungai ketika surut angkutan sedimen dibawa kembali

Melaksanakan Evaluasi Keperawatan 5 Melaksanakan tugas tambahan dan

1) Bagi peneliti dapat mengetahui dan mengembangkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) sehingga terbiasa melakukan inovasi dalam proses