• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sindrom Pramenstruasi Pekerja Wanita Pada Berbagai Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi Dan Status Gizi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sindrom Pramenstruasi Pekerja Wanita Pada Berbagai Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi Dan Status Gizi"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS GIZI

FAIZA HARSAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sindrom Pramenstruasi Pekerja Wanita pada Berbagai Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi dan Status Gizi

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Faiza Harsah

NIM I14124014

(4)
(5)

Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi dan Status Gizi. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis Sindrom pramenstruasi (PMS) pekerja wanita pada berbagai aktivitas fisik, pola konsumsi dan status gizi. Desain yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah subjek sebanyak 45 orang wanita. Tempat dan subjek penelitian dipilih secara purposive di Loan Factory Credit Card Sentra Mandiri, Jakarta. Hasil uji beda Kruskal Wallis

menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara status PMS dengan karakteristik subjek, karakteristik menstruasi, status gizi, tingkat kecukupan energi, protein, lemak, vitamin A, kalsium, zat besi, tingkat stres, aktivitas fisik, frekuensi konsumsi olahan kacang-kacangan, sayuran dan buah sumber isoflavon, susu, dan gula. Namun terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara status PMS dengan tingkat kecukupan vitamin C dan berbeda nyata (p<0.1) antara status PMS dengan frekuensi konsumsi fast food. Uji regresi logistik menunjukkan bahwa tingkat kecukupan lemak (OR = 0.053), IMT (OR= 0.021), pengetahuan gizi dan menstruasi (OR =0.003) sebagai faktor protektif terhadap PMS.

Kata kunci: Aktivitas fisik, pekerja wanita, pola konsumsi sindrom pramenstruasi, status gizi

ABSTRACT

FAIZA HARSAH. Premenstrual syndrome of women workers in the various physical activity, consumption patterns and nutritional status. Supervised by IKEU TANZIHA.

This research aimed to analyze Premenstrual Syndrome (PMS) of women workers in the various physical activity, consumption patterns and nutritional status. Design used for this study was a cross sectional with 45 women as subject. Places and subjects were selected purposively in Loan Factory Credit Card Sentra Mandiri, Jakarta. The different test of Kruskal Wallis results showed a not different (p>0.05)between PMS status with the characteristic of subject, menstruation characteristic, nutritional status, level of energy adequacy, protein, fat, vitamin A, calcium, iron, stress categoric, physical activity, frequency of consumption product of nuts, vegetables and fruits that source isoflavon, milk, and sugar. But, there are different (p<0.05) between PMS status and vitamin C as well as frequency of fast food (p<0.1). The result of logistig regression test showed that adequacy level of fat (OR = 0.053), BMI (OR= 0.021), nutritional and menstruation knowledge (OR =0.003) are protective factor of PMS.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

BERBAGAI AKTIVITAS FISIK, POLA KONSUMSI DAN

STATUS GIZI

FAIZA HARSAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Sindrom Pramenstruasi Pekerja Wanita pada Berbagai Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi dan Status Gizi” dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta saran selama penyusunan karya ilmiah ini, serta Bapak Prof. Dr. drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD, selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak memberikan saran. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Manajer Loan Factory Credit Card Sentra Mandiri yang telah memberikan perizinan penelitian serta Kak Avri yang telah membantu kelancaran pengambilan data.

Terimakasih penulis ucapkan yang teramat tulus kepada Bapak, Ibu, Adik

dan kakak saya serta seluruh keluarga atas segala do’a, kasih sayang, dukungan

dan semangat yang tak henti yang diberikan untuk penulis. Terimakasih kepada karyawati loan factory credit card Sentra Mandiri yang telah bersedia mengikuti penelitian. Terimakasih kepada sahabat seperjuangan saya, Intan Cae, Marwiyah (Manx), Ulil, dan Khoi yang telah memberikan dukungan, keceriaan dan semangat yang tak henti selama penulis kuliah, tim sukses turun lapang (Putri, Nur Azizah, Kak Rizki Steffiani, Kiki Sundari), sahabatku (Mega, Shoffa, Asep, Nurma, Tri Utami) yang telah memberikan semangat dan dukungannya. Serta seluruh teman-teman Nutrigenomic (Alih Jenis Angkatan 6) dan teman-teman lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Tujuan Umum 2

Tujuan Khusus 2

Manfaat Penelitian 2

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 5

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 5

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 11

Sindrom Pramenstruasi 11

Karakteristik Subjek 13

Karakteristik Menstruasi 15

Aktivitas Fisik dan PMS 16

Tingkat Stres dan PMS 17

Frekuensi Konsumsi Makanan dan PMS 18

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi 23

Status Gizi dan PMS 27

Analisis Regresi Logistik 29

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 6

2 Kategori indeks massa tubuh 7

3 Nilai physical activity ratio 8

4 Kategori variabel penelitian 9

5 Sebaran subjek berdasarkan status PMS 12

6 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik dan status PMS 13

7 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik menstruasi dan status PMS 15

8 Sebaran subjek berdasarkan kategori aktivitas fisik dan status PMS 16

9 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat stres dan status PMS 18

10,,,Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi olahan

kacang-kacangan sumber isoflavon 19

11..,Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi sayuran dan buah

sumber isoflavon dan status PMS 20

12 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi susu dan status PMS 21 13 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi gula dan status PMS 21

14 .Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi fast food dan status

PMS 22

15 .Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi, protein, lemak

dan status PMS 24

16 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi mikro dan status

PMS 25

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masyarakat pekerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku utama dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dituntut adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan mempunyai produktivitas tinggi hingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan daya saing di era globalisasi. Produktivitas pekerja sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya status gizi, status kesehatan dan karakteristik pekerja. Pada pekerja wanita, permasalahan fisik lebih kompleks dibandingkan pekerja pria. Salah satu proses fisiologis yang terjadi pada pekerja wanita sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya yaitu terdapatnya siklus haid atau menstruasi (Pujiastuti 2007).

Menstruasi merupakan suatu proses fisiologis normal pada setiap pertumbuhan dan perkembangan wanita. Selama 3-5 hari pada setiap siklusnya wanita mengalami menstruasi dari masa pubertas hingga menopause (Dickerson et al. 2003). Menjelang masa menstruasi, wanita terkadang mengalami gejala-gejala tidak nyaman yang terjadi dalam waktu yang singkat mulai dari beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala yang dialami tersebut dinamakan sindrom pramenstruasi atau Premenstrual Syndrome (PMS). Premenstrual Syndrome

(PMS) adalah kumpulan gejala fisik, psikologis dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi perempuan. Wanita usia reproduktif dapat mengalami variasi gejala pada premenstrual syndrome (Matsumoto et al. 2006). Gejala emosional yang paling umum berkaitan dengan PMS meliputi depresi, cepat marah, ketegangan, menangis, lebih sensitif (hipersensitivitas), dan perubahan suasana hati. Gejala fisik diantaranya kram perut, kelelahan, kembung, nyeri payudara (mastalgia), jerawat dan kenaikan berat badan (Thu, Diaz & Sawhsarkapaw 2006).

Menurut Dickerson et al. (2003), sebanyak 85% remaja putri yang masih mendapatkan siklus menstruasi, mengalami satu atau lebih gejala sindrom pramenstruasi. Berbagai faktor gaya hidup menjadikan gejala-gejala dari PMS ini semakin buruk (Anthony 2002). Namun awal kejadian, durasi dan gejalanya bervariasi pada setiap wanita (Mc Kinley 2008).

(16)

vitamin E, vitamin C dan mineral dapat menimbulkan PMS (Martini & Prasetyowati 2009).

Menurut Widayati (2007), menjaga berat badan merupakan salah satu penanganan PMS, karena berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan resiko menderita PMS). Hasil penelitian menunjukkan peluang terjadinya PMS lebih besar pada wanita yang tidak melakukan olahraga rutin dari pada wanita yang sering melakukan olahraga, karena olahraga sangat berpengaruh terhadap terjadinya PMS.

Berbagai gejala yang timbul menjelang masa menstruasi diperkirakan akan mengganggu aktivitas sehari-hari, hubungan interpersonal dan dapat menurunkan kualitas hidup (Rizk et al. 2010). Malasnya beraktivitas pada masa ini juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja seorang pekerja. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian sindrom pramenstruasi pekerja wanita pada berbagai aktivitas fisik, pola konsumsi dan status gizi. Seperti diketahui bahwa biasanya pekerja wanita selalu berhadapan dengan pekerjaan dan aktivitas yang padat dan kurang memperhatikan pola konsumsi serta aktivitas.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sindrom pramenstruasi (PMS) pekerja wanita pada berbagai aktivitas fisik, pola konsumsi dan status gizi.

Tujuan Khusus

1. Mengkaji karakteristik subjek (usia, status, pendapatan, pengetahuan gizi dan menstruasi) dan karakteristik menstruasi subjek (usia menarche, siklus menstruasi serta lama menstruasi).

2. Menganalisis jenis keluhan PMS, aktivitas fisik, status gizi dan tingkat stres subjek.

3. Menganalisis pola konsumsi subjek berdasarkan konsumsi pangan sumber protein, lemak, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi, dan isoflavon (fitoestrogen).

4. Menganalisis perbedaan tingkat keluhan PMS dengan karakteristik subjek, karakteristik menstruasi, aktivitas fisik, tingkat stres, pola konsumsi, dan status gizi.

5. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap PMS.

Manfaat Penelitian

(17)

KERANGKA PEMIKIRAN

Seorang pekerja dalam menghadapi era globalisasi pembangunan dituntut harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan produktivitas yang tinggi. Produktivitas pekerja sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya status gizi, status kesehatan dan karakteristik pekerja. Seorang pekerja wanita seringkali dihadapkan pada kendala fisologisnya, yaitu siklus menstruasi yang disertai dengan gejala penyertanya yang sering disebut sindrom pramenstruasi atau Premenstrual Syndrome (PMS).

Gejala PMS diamati melalui karakteristik seperti aktivitas fisik, pola konsumsi, status gizi serta tingkat stres. Pengetahuan gizi seseorang pada hakekatnya dapat mempengaruhi seseorang dalam pemilihan makanan yang akan dikonsumsi, baik itu dalam segi jenis, jumlah serta frekuensinya. Namun, karena kesibukan dan faktor lainnya, terkadang para pekerja tidak selalu memperhatikan pola konsumsinya. Bahkan banyak dari mereka yang lebih mengikuti tren gaya hidup makan makanan serba instan seperti fast food, sehingga konsumsi makanan seperti sayur, buah dan susu lebih sedikit jumlah dan frekuensinya. Hal tersebut menyebabkan kurang terpenuhinya kecukupan zat gizi makro maupun mikro yang diperlukan tubuh dan dapat mempengaruhi status gizinya serta memungkinkan timbulnya gejala sindrom pramenstruasi.

(18)

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran sindrom pramenstruasi pekerja wanita pada berbagai aktivitas fisik, pola konsumsi dan status gizi

Keterangan:

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

= Hubungan yang dianalisis

= Hubungan yang tidak dianalisis

Tingkat Stres

Pola Konsumsi Makan Jenis, jumlah, dan frekuensi makan:

Sayur dan buah Susu

Sumber isoflavon Gula

Fast Food

Aktivitas fisik dan Olahraga

Status Gizi:

Indeks Massa Tubuh Persen LemakTubuh

-Penyakit -Genetik - kondisi hormonal -iklim

Karakteristik Subjek: Usia

Status Pendapatan

Pengetahuan Gizi dan menstruasi

(19)

METODE

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, yaitu pengumpulan informasi dengan pengamatan secara langsung dan sekaligus terhadap variabel dependen dan independen pada suatu waktu. Penentuan tempat penelitian didasarkan pada survei beberapa perusahaan sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Namun, pihak yang dapat bekerjasama pada penelitian ini adalah

Loan Factory Credit Card Sentra Mandiri, Jakarta. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai Januari 2015.

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek

Subjek penelitian adalah karyawati di Loan Factory Credit Card Sentra Mandiri. Kriteria inklusi subjek yaitu wanita pada rentang usia 20-40 tahun, pernah atau sering mengalami sindrom premenstruasi dan bersedia mengikuti penelitian. Perhitungan sampel menggunakan rumus estimasi proporsi (Lemeshow & David 1997) dengan estimasi proporsi contoh berdasarkan prevalensi

premenstrual syndrome yaitu 85%. Berikut merupakan contoh perhitungan sampel yang digunakan.

n = P(1-P)z2α/2 d2

n = 0.85(1-0.85) x 1.962 0.1252 n = 31 orang subjek Keterangan:

n =Jumlah sampel minimal yang diperlukan z = nilai z pada kepercayaan α/2

p= Proporsi remaja putri yang mengalami sindrom premenstruasi (85%) d= galat (0.125)

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka jumlah subjek minimal yang harus diambil adalah 31 orang. Jumlah sampel minimal ditambah dengan 10% sehingga menjadi 34 orang. Namun, pada saat pengambilan data, subjek yang diambil adalah 45 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(20)

menstruasi), karakteristik menstruasi (usia menarche, lama siklus menstruasi dan lama menstruasi), status gizi (berat badan, tinggi badan, persen lemak tubuh), aktivitas fisik dan olahraga, pola konsumsi dan tingkat stres. Sedangkan data sekunder meliputi jumlah pegawai, jobdesk dan waktu kerja berasal dari dokumen perusahaan. Jenis dan cara pengumpulan data terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

Variabel Cara Pengumpulan

Wawancara dan Pengisian kuesioner dengan panduan

Konsumsi pangan Metode food record 5x24 jam dan FFQ

Aktivitas fisik subjek

Pengukuran dengan timbangan injak digital

Pengukuran dengan microtoise

Pengukuran dengan Body fat analyzer

Tingkat stres Pengisian kuesioner dengan panduan Gambaran umum tempat kerja Dokumen perusahaan

(21)

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data primer dilakukan dengan menggunakan metode statistika pada program komputer Microsoft Excel 2007 dan SPSS version 16.0 for windows. Data sekunder mengenai gambaran umum perusahaan tempat bekerja diolah secara deskriptif. Tahap pengolahan data terdiri dari entry, coding, cleaning

dan analisis data.

Pengetahuan gizi subjek diukur dengan memberikan 8 pertanyaan tentang gizi yang berkaitan dengan menstruasi (Lampiran 1). Setiap jawaban yang benar diberikan skor 1 dan salah yaitu 0. Kategori penilaian pengetahuan gizi diantaranya kurang, sedang dan baik dengan rentang penilaian sebagai berikut: Kategori kurang yaitu untuk subjek yang memperoleh skor <60 %, kategori sedang yaitu subjek yang mendapatkan skor 60-80%, dan kategori baik yaitu subjek yang mendapatkan skor >80% (Khomsan 2000).

Keluhan sebelum menstruasi dapat digolongkan menjadi keluhan berat yang diberi skor 3 (kram di bawah perut, sakit kepala, mual dan muntah), keluhan sedang diberi skor 2 (sakit pada payudara, sakit pinggang, dan lesu), serta keluhan ringan diberi skor 1 (jerawat, lebih emosional dan keluhan lainnya). Total keluhan menstruasi sebesar 21. Tingkat keluhan atau status PMS didapatkan dengan cara menjumlahkan skor keluhan berdasarkan jenis keluhan yang dirasakan oleh subjek penelitian. Kategori itu, diantaranya 0 (tidak ada keluhan), 1-4 (ringan), 5-12 (sedang), dan >12 (berat) (Jones et al. 1996).

Pendapatan subjek dikelompokkan berdasarkan data BPS (2010), yaitu < 1 juta/ bulan (rendah); 1-2.5 juta/bulan (cukup); 2.6-4 juta/bulan (tinggi); > 4 juta/ bulan (sangat tinggi).

Status gizi diukur mengunakan IMT (Indeks Massa Tubuh) dan persen lemak tubuh. Berikut ini merupakan rumus dalam menghitung IMT.

Keterangan:

IMT = Indeks Massa Tubuh BB = Berat Badan (kg) TB = Tinggi Badan (m)

Status gizi berdasarkan IMT tersebut selanjutnya dikategorikan menurut Riskesdas (2013), sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Kategori indeks massa tubuh

Kategori IMT (kg/m2) Kurus < 18.5

Normal > 18.5 - < 24.9

Overweight > 25.0 - < 27.0

Obese >27.0

Sumber: Riskesdas (2013)

Persen lemak tubuh menurut Gibson (2005), dikategorikan menjadi

Underfat (<13%), Healthy (13-23%), Low Risk Obese (24-27%), Overfat (28-32%) dan Obese (>32%).

(22)

Pola konsumsi pangan diperoleh dengan metode food record 5x24 jam. Hasil dari record konsumsi dikonversikan ke dalam kandungan gizi. Berikut merupakan rumus untuk mengetahui kandungan gizi makanan yang dikonsumsi.

Kgij = (Bj/100)xGijx(BDDj/100) Keterangan:

Kgij = Penjumlahan zat gizi I dari setiap bahan makanan yang dikonsumsi. Bj = Berat bahan makanan j (gram)

Gij = kandungan zat gizi I dari bahan makanan j BDDj = persen bahan makanan j yang dapat dimakan

Tingkat kecukupan zat gizi dihitung dengan rumus sebagai berikut. Tingkat kecukupan zat gizi= Konsumsi zat gizi aktual x 100%

Angka kecukupan zat gizi (AKG)

Angka Kecukupan Gizi (AKG) individu diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

AKG (aktual) = Berat Badan Aktual (kg) x AKG Berat Badan AKG

Tingkat kecukupan energi dan protein dikelompokkan menjadi defisit berat (< 70%); defisit sedang (70-79%); defisit ringan (80-89%); cukup (90-119%); lebih (> 120 %) (Gibson 2005). Sedangkan kategori tingkat kecukupan lemak yaitu kurang (<20 % AKG); cukup (20-30% AKG); lebih (>30% AKG) (WNPG 2004). Tingkat kecukupan zat gizi mikro dikategorikan menurut Gibson (2005), yaitu kurang (<77% AKG); dan cukup (>77% AKG). Selain Food Record, pola konsumsi subjek diamati melalui Food Frequency Questionnaire (FFQ) untuk menentukan frekuensi makan pangan sumber isoflavon, frekuensi konsumsi susu, gula, dan fast food (Lampiran 1). Kategori frekuensi pangan diukur dengan kategori Tidak pernah; 2 kali/bulan; 1-2 kali/minggu; 3-6 kali/minggu; 1 kali/hari; >1 kali/hari (Gibson 2005). Namun kategori ini kemudian disederhanakan lagi menjadi kategori konsumsi setiap hari (> 7 kali/minggu); sering (3-6 kali/minggu); jarang (1-2 kali/minggu); dan tidak pernah.

Jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas persatuan tertentu diklasifikasikan berdasarkan PAR (Physical Activity Ratio), seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai physical activity ratio

Jenis Aktivitas Fisik Physical Activity Ratio

Tidur 1.00

Tidur-tiduran, duduk diam, membaca 1.20 Duduk sambil menonton TV 1.72 Mandi dan berpakaian 2.30 Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias 1.50 Berkendaraan di mobil/bus/angkutan 1.20

Makan dan minum 1.60

(23)

Tabel 3 Nilai physical activity ratio (lanjutan)

Jenis Aktivitas Fisik Physical Activity Ratio

Berbelanja (membawa beban) 2.40 Mengendarai kendaraan 2.50

Menjaga anak 2.50

Melakukan pekerjaan rumah tangga 2.75 Setrika pakaian (duduk) 1.70

Kegiatan berkebun 2.70

Office Worker (duduk di depan meja, menulis, mengetik) 1.30

Office Worker (berjalan, membawa arsip) 1.60 Olahraga (Badminton) 4.85 Olahraga (Jogging, lari jarak jauh) 6.50 Olahraga (bersepeda) 3.60 Olahraga (Aerobik, berenang, sepak bola) 7.50 Kegiatan dilakukan dengan duduk 1.50

Kegiatan ringan 1.40

Memasak 2.10

Sumber: FAO/WHO/UNU (2001)

Nilai PAR (Physical Activity Ratio) kemudian dimasukkan ke dalam rumus

Physical Activity Level (PAL), yaitu sebagai berikut:

PAL = ∑(PAR x alokasi waktu setiap aktivitas)

24 jam

Hasil dari nilai Physical Activity Level (PAL), dikategorikan menurut FAO/WHO/UNU (2001), menjadi sangat ringan (1.20-1.39), ringan (1.40-1.69),

sedang (1.70-1.99), dan berat (2.00-2.40).

Tingkat stres diukur menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari Kuesioner Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) yang telah dimodifikasi. Kuesioner ini merupakan instrumen yang digunakan oleh Lovibond dan Lovibond (1995) untuk mengetahui tingkat depresi, kecemasan dan stres (Lampiran 1). Tes ini merupakan tes standar yang telah diterima secara internasional. Peneliti dalam penelitian ini hanya memilih kuesioner yang mengukur tentang stres yaitu sebanyak 14 pertanyaan yang terdiri dari nomor 1, 3, 4, 9, 13, 16, 18, 22, 23, 28, 29, 30, 31, dan 42. Penilaiannya adalah dengan memberikan skor yaitu skor 0 untuk setiap pernyataan yang tidak pernah dialami, skor 1 untuk setiap pernyataan yang jarang dialami, skor 2 untuk setiap pernyataan yang sering dialami dan skor 3 untuk setiap pernyataan yang selalu dialami. Hasilnya dikategorikan menjadi 3 tingkatan stres yaitu stres ringan dengan skor < 56 % dari skor total, stres sedang dengan skor 56-75 % dari skor total, stres berat dengan skor >75 % dari skor total (Nursalam 2008).

Tabel 4 Kategori variabel penelitian

(24)

Tabel 4 Kategori variabel penelitian (lanjutan)

No Variabel Kategori pengukuran Sumber 3 Tingkat keluhan menstruasi 0 (tidak ada keluhan), 1-4 (ringan),

5-12 (sedang), dan >12 (berat)

Tingkat kecukupan lemak Kurang (<20 % AKG); cukup (20-30% AKG); lebih (>(20-30% AKG)

Sering (> 1 kali/hari) Riskesdas (2013) 8 Aktivitas Fisik Berdasarkan nilai Physical Activity

Level (PAL) skor total), stres berat ( >75 % dari skor total)

Nursalam (2008)

(25)

Definisi Operasional

Aktivitas fisik adalah berbagai kegiatan yang dapat menggerakkan anggota tubuh, dikategorikan menjadi kegiatan sangat ringan, ringan, sedang dan berat.

Subjek adalah wanita yang bekerja di Loan Factory Credit Card Sentra Mandiri. Food Frequency Quessionaire adalah mendaftar frekuensi atau seberapa sering

dalam mengonsumsi pangan sumber isoflavon, susu, gula, dan fast food.

Menstruasi adalah adalah pengeluaran darah dari dinding rahim perempuan yang terjadi secara periodik

Metode Food Record adalah metode pengumpulan data konsumsi pangan dalam waktu 4x24 jam pada hari kerja dan 1 x 24 jam pada hari libur.

Persen lemak tubuh adalah jumlah lemak dalam tubuh yang dihitung menggunakan alat body fat monitor.

Sindrom Pramenstruasiadalah gejala baik fisik maupun emosional yang dialami oleh subjek menjelang menstruasi.

Pola Konsumsi Pangan adalah ganbaran kebiasaan makan subjek baik dalam konsumsi makanan utama maupun makanan selingan yang diamati dengan teknik food record 5 x 24 jam serta frekuensi konsumsi makanan sumber isoflavon, susu, gula, dan fast food.

Status Gizi adalah keadaan gizi subjek yang diukur dengan menggunakan IMT dan persen lemak tubuh.

Menarche adalah usia dimana seorang wanita mendapatkan periode menstruasi untuk pertama kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sentra Mandiri terletak di jalan R.P. Soeroso no 2-4 Jakarta. Loan Factory Credit Card merupakan salah satu bagian dari struktur kerja Bank Mandiri yang di dalamnya terdiri dari empat tim kerja, yaitu Operator Scanner-Batch manager, ICR validasi, Admin Entry Data, Pre Screener. Jumlah karyawan di Loan Factory

secara keseluruhan yaitu 107 orang karyawan dengan didominasi oleh karyawan wanita (69.2%). Hari kerja yaitu Senin sampai Jumat mulai pukul 07.30 sampai dengan pukul 16.30 WIB, dengan waktu istirahat dari pukul 12.00 sampai dengan pukul 13.00.

Sindrom Pramenstruasi

(26)

setelah menstruasi. Fase ini ditandai dengan berkembangnya beberapa folikel yang dipengaruhi oleh follicle stimulating hormone (FSH) yang meningkat. FSH yang meningkat disebabkan oleh regresi korpus luteum, sehingga hormon steroid berkurang. Perkembangan folikel menyebabkan produksi estrogen meningkat. Estrogen memicu pertambahan pasokan darah ke dalam uterus sehingga dinding uterus menebal dan terbentuk, sehingga siap untuk menerima telur yang sudah dibuahi. Ketika folikel sudah benar-benar matang, kelenjar pituitari mengeluarkan hormon lain, yaitu LH (Luteinizing Hormone) untuk melepaskan folikel tersebut dan memicu ovum untuk turun ke tabung fallopi menuju uterus. Inilah yang disebut sebagai fase ovulasi dan terjadi pada hari ke 14 pada siklus menstruasi (Wirakusumah 2003). Folikel yang kosong mengeluarkan hormon yang disebut progesteron yang berperan dalam mempersiapkan kehamilan. Tetapi, apabila telur tidak dibuahi setelah kira-kira tujuh hari sesudah ovulasi, folikel akan diserap tubuh. Hal ini akan menyebabkan turunnya kadar hormon progesteron sekaligus dengan turunnya hormon estrogen, sehingga akan akan menyebabkan pelepasan lapisan uterus dalam bentuk aliran darah yang disebut menstruasi (Wirakusumah 2003).

Menjelang mentruasi sebagian besar wanita sering mengalami gejala yang disebut sindrom pramenstruasi atau lebih dikenal dengan istilah premenstrual syndrome (PMS). Premenstrual Syndrome (PMS)adalah sekumpulan keluhan dan gejala fisik, emosional, dan prilaku yang dialami oleh sebagian besar wanita selama akhir fase luteal dari setiap siklus menstruasi yaitu 7-14 hari sebelum menstruasi (Brahmbhatt et al. 2013). Keluhan fisik seperti payudara terasa sakit atau membengkak, perut kembung, sakit kepala, sakit sendi, sakit punggung, mual, muntah, diare atau sembelit, dan tumbuhnya masalah kulit seperti jerawat. Keluhan psikis meliputi depresi, sensitif, lekas marah, gangguan tidur, kelelahan, lemah, dan kadang-kadang perubahan suasana hati yang sangat cepat (Devi 2009). Hal ini disebabkan karena pada fase luteal kadar estrogen yang tinggi sedangkan kadar progestreron menurun. Ketidakseimbangan ini yang diduga menyebabkan sindrom pramenstruasi. Meningkatnya kadar estrogen dalam darah ini akan menyebabkan gejala depresi, karena hormon estrogen yang tinggi dapat menyebabkan terganggunya proses kimia tubuh (Brunner & Suddarth 2001).

Berdasarkan frekuensi PMS yang dialami, sebagian besar subjek (60%) mengalami PMS dengan frekuensi kadang-kadang, namun masih terdapat subjek yang mengalami PMS dengan frekuensi sering (40%). PMS yang dialami dikategorikan berdasarkan tingkatan keluhannya. Tingkat keluhan PMS atau status PMS diperoleh dari hasil penjumlahan dari masing-masing jenis keluhan. Menurut Mason (2007), terdapat lebih dari 300 jenis keluhan premenstrual syndrome. Namun, dalam penelitian ini hanya menggunakan 10 jenis keluhan menstruasi yang sering dialami. Skor dan kategori keluhan PMS dapat dilihat pada analisis dan pengolahan data (halaman 7). Tabel 5 merupakan sebaran subjek berdasarkan status PMS yang dialami.

Tabel 5 Sebaran subjek berdasarkan status PMS

Status PMS n % Ringan 15 33.3 Sedang 26 57.8

Berat 4 8.9

(27)

Berdasarkan hasil pengkategorian jenis keluhan PMS yang dialami (Tabel 5), sebagian besar subjek (57.8%) memiliki status PMS sedang, sedangkan status PMS ringan dialami oleh 33.3% subjek dan status PMS berat dialami oleh 8.9% subjek. Rata-rata subjek mengalami 3-4 jenis keluhan. Berdasarkan urutan jenis keluhan yang paling banyak dialami subjek, diantaranya keram di bawah perut (71.1%), emosional (64.4%), sakit pinggang (53.3%), jerawat (51.1%), sakit pada payudara (37.7%), lesu (17.7%), sakit kepala (15.5%), mual (11.1%) dan muntah (2.2%). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pujiastuti (2007) mengenai sindrom pramenstruasi pada pekerja pabrik korek api, bahwa sebagian besar keluhan yang dialami subjek adalah nyeri di bawah perut. Prostaglandin diproduksi oleh tubuh secara berlebihan bersama hormon lainnya seperti estrogen dan progesteron pada saat keadaan stres. Nyeri di bawah perut disebabkan oleh ketidakseimbangan prostaglandin yang dihasilkan oleh tubuh. Selain itu, hormon estrogen dapat menyebabkan peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan sehingga menyebabkan rasa nyeri (Mulyono et al. 2001).

Karakteristik Subjek

Karakteristik subjek pada penelitian ini meliputi usia, status, pendapatan, pengetahuan gizi dan menstruasi. Selengkapnya, karakteristik subjek dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik dan status PMS

Karakteristik Subjek

(28)

penelitian yang dilakukan oleh Cornforth (2000), bahwa Premenstrual Syndrome

semakin mengganggu dengan semakin bertambahnya usia, terutama antara usia 30-45 tahun. Faktor risiko yang paling berhubungan dengan PMS adalah faktor peningkatan umur. Penelitian menemukan bahwa sebagian besar wanita yang mencari pengobatan PMS adalah mereka yang berusia lebih dari 30 tahun. Walaupun ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala-gejala yang sama dan kekuatan PMS yang sama dengan yang dialami oleh wanita yang lebih tua (Freemen 2007). Namun, pada penelitian Wittchen et al.

2002 menyatakan bahwa meskipun gejala pramenstruasi dijelaskan pada wanita dari menarche sampai menopause tidak jelas bahwa gejala akan tetap stabil atau meningkat seiring dengan meningkatnya usia.

Status. Sebagian besar subjek (75.6%) berstatus belum menikah (Tabel 6). Subjek dengan status belum maupun yang sudah menikah sebagian besar mengalami PMS status sedang. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara status pernikahan dengan status PMS yang dialami. Hal ini tidak sejalan dengan Yuliarti (2009) yang menyatakan bahwa wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami PMS dibandingkan dengan yang belum menikah, selain itu keluhan PMS semakin berat dirasakan oleh wanita yang sudah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksimia.

Pendapatan. Martianto dan Ariani (2004) menjelaskan bahwa tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya. Sebagian besar pendapatan subjek (84.4%) dikategorikan ke dalam kategori pendapatan tinggi (Tabel 6). Berdasarkan hasil uji beda Kruskal Wallis dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan dengan status PMS subjek (p>0.05). Tingkat pendapatan sangat menentukan bahan makanan yang akan dibeli. Pendapatan merupakan faktor penting untuk menentukan kualitas dan kuantitas makanan, sehingga erat hubungannya dengan gizi (Suhardjo 2005). Namun hasil ini sejalan dengan penelitian Rizk et al. (2010) yang menunjukkan bahwa pendapatan keluarga tidak berpengaruh terhadap kejadian sindrom premenstruasi.

(29)

dibutuhkan motivasi dan perhatian agar individu mau mengubah pola hidupnya dan pemilihan bahan makanan.

Karakteristik Menstruasi

Karakteristik menstruasi terdiri dari usia menarche, lama siklus menstruasi, dan lama menstruasi. Sebaran subjek berdasarkan karakteristik menstruasi disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik menstruasi dan status PMS

Karakteristik Menstruasi

Usia Menarche. Menarche adalah suatu periode menstruasi pertama yang merupakan indikator berkembangnya sistem reproduksi sekaligus biomarker yang kritis untuk kehidupan reproduksi seseorang (Al-Sahab, Hamadeh & Tamim 2010). Hasil Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa 37.5% rata-rata usia

menarche pada anak Indonesia adalah 13-14 tahun dengan kejadian lebih awal pada usia kurang dari 9 tahun dan terjadi secara terlambat sampai 20 tahun. Seiring dengan perubahan pola hidup saat ini ada kecenderungan anak perempuan mendapatkan menstruasi yang pertama kali usianya makin lebih muda. Rentang usia menarche subjek berkisar antara 10-15 tahun. Usia menarche subjek termasuk ke dalam kategori normal. Berdasarkan Tabel 7, sebagian besar subjek (57.8%) mengalami menarche pada rentang usia 12 sampai 13.3 tahun. Rata-rata usia menarche subjek yaitu 12.98 + 1.2 tahun. Hasil uji beda Kruskal Wallis

(30)

Lama Siklus Menstruasi. Siklus menstruasi terdiri atas perubahan-perubahan di dalam ovarium (indung telur) dan uterus (rahim). Endometrium disiapkan untuk kedatangan ovum yang dibuahi pada kira-kira hari ke-21 siklus menstruasi. Endometrium akan runtuh pada hari ke-28 siklus menstruasi apabila hanya ovum yang tidak dibuahi yang tiba dalam uterus sehingga menstruasi terjadi dan siklus di ulang sekali lagi (Pearce 2000). Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dengan mulainya menstruasi berikutnya. Hari dimulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus (Sarwono 2000). Lama siklus menstruasi sebagian besar wanita pertengahan usia reproduktif yaitu terjadi setiap 25-35 hari dengan median panjang siklus adalah 28 hari (Hanafi 2002). Sebagian besar subjek (48.9%) memiliki siklus menstruasi yang normal yaitu berkisar antara 25-30 hari (Tabel 7). Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara lama siklus menstruasi yang dialami dengan status PMS. Siklus haid (menstruasi) tergantung dari perubahan-perubahan estrogen, maka segala keadaan yang menghambat kadar estrogen akan mempengaruhi siklus reproduksi yang normal (Wiknojosastro 2009).

Lama Menstruasi. Sebagian besar subjek (91.1%) mengalami menstruasi selama 3-9 hari (Tabel 7). Lama menstruasi subjek termasuk ke dalam kategori yang normal. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara lama menstruasi dengan status PMS (p>0.05). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Woods, Most dan Dery (1982) bahwa wanita yang mengalami durasi haid yang panjang, lebih banyak melaporkan kram/nyeri premenstrual, mudah marah dan depresi premenstrual. Hal ini dipengaruhi oleh estrogen dan hubungan ini merupakan konsekuensi sintesis prostaglandin yang distimulasi oleh estrogen.

Aktivitas Fisik dan PMS

Menurut Mahardikawati dan Roosita (2008), akvitas fisik yaitu suatu rangkaian gerak tubuh yang menggunakan tenaga atau energi. Olahraga merupakan salah satu jenis aktivitas fisik. Aktivitas fisik subjek terdiri dari berbagai macam kegiatan yang diamati pada hari kerja dan hari libur, termasuk didalamnya durasi setiap kegiatan yang dilakukan dengan dikalikan rasio setiap kegiatan berdasarkan PAR (Physical Activity Ratio) dan dibagi 24 jam. Hasil pengkategorian aktivitas fisik berdasarkan pada PAL (Physical Activity Level)

ditabulasikan dengan status PMS yang dialami dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan kategori aktivitas fisik dan status PMS

(31)

Berdasarkan Tabel 8, sebagian besar subjek (57.8%) memiliki aktivitas fisik yang ringan (Tabel 8). Rata-rata PAL yang dimiliki subjek yaitu 1.43. Seseorang dikatakan beraktivitas ringan (sedentary) bila tidak banyak melakukan kerja fisik, tidak berjalan jauh, umumnya menggunakan alat transportasi, tidak latihan atau berolahraga secara teratur, menghabiskan waktu senggangnya dengan duduk dan berdiri dengan sedikit bergerak (FAO/WHO/UNU 2001). Aktivitas olahraga yang terdiri dari jenis, lama dan frekuensi olahraga diketahui melalui hasil pengisian kuesioner (Lampiran 1). Rata-rata frekuensi olahraga yang dilakukan subjek yaitu 1 kali perminggu dengan rata-rata durasi olahraga yaitu sekitar 18.8 menit. Olahraga yang sering dilakukan subjek yaitu jogging atau lari (48.9%). Frekuensi dan durasi olahraga subjek masih kurang memenuhi syarat aktivitas olahraga yang dianjurkan. Menurut Wirakusumah (2003) frekuensi olahraga sebaiknya 3-4 kali perminggu, dengan durasi 30 sampai dengan 45 menit setiap kali berolahraga. Seorang pekerja kantor memiliki jumlah hari kerja dan waktu kerja yang lama dibandingkan waktu libur dan istirahat, sehingga memungkinkan untuk sedikit melakukan aktivitas fisik terutama olahraga.

Kategori aktivitas fisik sangat ringan dan ringan paling banyak mengalami PMS dengan status sedang. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) antara kategori aktivitas fisik dengan status PMS yang dialami. Aktivitas fisik yang ringan disebabkan karena sebagian besar subjek melakukan kegiatan sedentary dan karena kesibukan membuat subjek untuk jarang berolahraga. Hasil penelitian menunjukkan peluang terjadinya PMS lebih besar pada wanita yang tidak melakukan olahraga rutin dari pada wanita yang sering melakukan olahraga. Dampak positif berolahraga yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan kadar estrogen menjelang menstruasi sehingga dapat membantu menurunkan berbagai keluhan PMS (Kroll 2010). Efek dari penurunan kadar estrogen ini juga mempengaruhi beberapa neurotransmitter utama yang mengatur suasana hati dan perilaku yaitu serotonin (Halbreich 2003). Aktivitas fisik berupa olahraga juga dapat merangsang hormon endorfin keluar dan menimbulkan perasaan tenang saat sindrom pramenstruasi terjadi (Tambing 2012).

Tingkat Stres dan PMS

Stres diartikan sebagai suatu tekanan dan ketegangan yang mempengaruhi seseorang dalam kehidupan. Pengaruh yang timbul dapat bersifat wajar ataupun tidak, tergantung dari reaksi terhadap ketegangan tersebut (Gunarsa & Gunarsa 2004). Pemicu dari stres disebut stressor. Ada beberapa stressor pada pekerja, diantaranya kebutuhan waktu, jadwal kerja, dan struktur pekerjaan. Setiap pekerjaan memiliki karakteristiknya masing-masing. Hal yang dapat memicu stres adalah pekerjaan dimana terlalu banyak hal yang dilakukan, tekanan waktu,

deadline dan berulang. Stres seringkali menjadi pemicu terjadinya PMS. Beberapa penelitian menghubungkannya dengan masalah otot, terutama otot-otot tangan pada pekerja kantor yang sering menggunakan keyboard komputer. Rasa cemas, depresi, dan ketidakpuasan adalah masalah mental yang dapat timbul (Yuliarti 2009).

(32)

(DASS 42) yang telah dimodifikasi (Lampiran 1). Penilaiannya tingkat sres menurut Nursalam (2008) tersaji dalam sub bab pengolahan dan analisis data (halaman 9). Subjek berdasarkan tingkat stres dan status PMS dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan kategori tingkat stres dan status PMS

Tingkat stres diduga karena pada saat pengisian kuesioner terjadinya bias atau subjek memang menganggap hal yang terkait dengan gejala stres tersebut biasa dialami dan mereka menanggapi hal itu biasa dan jarang dialami. Berdasarkan skor tingkat stres, skor paling tinggi yaitu 64 dan paling rendah yaitu 7. Gejala yang sangat sering dialami oleh subjek yaitu mudah panik atau gelisah dalam menanggapi suatu masalah dalam kesehariannya. Berdasarkan PMS yang dialami, sebagian besar subjek dengan tingkat stres ringan dan sedang memiliki status PMS sedang. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis yaitu tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat stres dengan status PMS (p>0.05). Menurut Thu, Diaz dan Sawhsarkapaw (2006), wanita dengan gaya hidup stres, lebih mungkin untuk depresi dan mengalami perubahan suasana hati selama fase pramenstruasi dibandingkan dengan yang tidak mengalami stres. Mulyono et al. (2001) menambahkan bahwa stres memainkan peran dalam tingkat kehebatan gejala

premenstrual syndrome. Saat stres, tubuh akan memproduksi hormon adrenalin, estrogen, progesteron serta prostaglandin yang berlebihan. Estrogen dapat menyebabkan peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan, sedangkan progesteron bersifat menghambat kontraksi. Peningkatan kontraksi secara berlebihan ini menyebabkan rasa nyeri.

Frekuensi Konsumsi Makanan dan PMS

(33)

Frekuensi Konsumsi Olahan Kacang-kacangan Sumber Isoflavon

Fitoestrogen merupakan senyawa kimia yang berasal dari hormon tumbuhan yang memiliki struktur kimia menyerupai hormon estrogen tubuh manusia, juga dikenal dengan istilah isoflavon. Fitoestrogen dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu isoflavon, coumestan dan lignan. Isoflavon merupakan fitoestrogen yang sering digunakan di masyarakat (Rishi 2002). Sumber tanaman kaya fitoestrogen yang biasanya digunakan adalah kedelai. Berbagai produk olahan berbahan dasar kedelai seperti tahu, tempe dan kecap telah lama dihasilkan oleh masyarakat Indonesia (Martadisoebrata, Sastrawinata & Saifuddin 2005). Thompson et al.

(2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa makanan yang mengandung lebih tinggi fitoestrogen terdapat pada jenis kedelai dibandingkan fitoestrogen yang ada pada sayuran dan buah-buahan. Frekuensi sumber isoflavon yang diamati konsumsinya yaitu tempe, tahu dan susu kedelai, karena ketiganya memiliki kadar isoflavon yang cukup tinggi, dengan kadar isoflavon masing-masingnya yaitu 18.307 µg, 27.150 µg, dan 2.957 µg (Thompson et al. 2006). Sebaran subjek berdasarkan kategori frekuensi konsumsi olahan kacang-kacangan sumber isoflavon serta status PMS yang dialami disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi olahan kacang-kacangan sumber isoflavon

Sebagian besar subjek (68.9%) mengonsumsi olahan kacang-kacangan dengan kategori sering (Tabel 10). Rata-rata subjek mengonsumsi olahan kacang-kacangan yaitu 4.2 kali/minggu. Olahan kacang-kacang-kacangan yang dominan dikonsumsi oleh subjek yaitu susu kedelai. Berdasarkan hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara frekuensi konsumsi olahan kacang-kacangan sumber isoflavon dengan status PMS. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ishiwata, Uesugi dan Uehara (2003), asupan isoflavon sebanyak 40 mg/hari dapat menurunkan gejala PMS. Konsumsi makanan sumber isoflavon terutama pada produk-produk kedelai dan turunannya (kacang kedelai, tempe, tahu, oncom, tahu, dll) dianggap dapat menurunkan gejala PMS karena struktur dan sifat isoflavon yang menyerupai estrogen memiliki sifat antioksidan, menghambat angiogenesis, memfasilitasi aksi neurobehavioural, serta mempunyai sifat ganda yaitu

estrogenic (saat kadar estrogen alami tubuh dalam keadaan yang terbatas) dan

(34)

Frekuensi Konsumsi Sayuran dan Buah-buahan Sumber Isoflavon

Sayuran dan buah-buahan juga merupakan salah satu sumber isoflavon. Sayuran yang memiliki kadar isoflavon tertinggi dibandingkan sayuran lain yaitu bayam, wortel, kol, brokoli, dan buncis dengan masing-masing kadar isoflavonnya yaitu 4.2 µg, 3.8 µg, 80.0 µg, 94.1 µg dan 16.6 µg. Sedangkan buah-buahan yang memiliki kadar isoflavon yang tinggi diantaranya apel, pisang, jeruk dan strawberi dengan masing-masing kadar isoflavonnya yaitu 4.9 µg, 2.6 µg, 19.0 µg, dan 51.6 µg (Thompson et al. 2006). Tabel 11 merupakan sebaran subjek berdasarkan kategori frekuensi konsumsi sayuran dan buah-buahan sumber isoflavon serta status PMS yang dialami.

Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi sayuran sumber isoflavon dan status PMS dalam kategori sering. Rata-rata konsumsi sayuran subjek yaitu 6.4 kali/minggu dan konsumsi buah subjek yaitu 5.6 kali/minggu. Frekuensi konsumsi sayuran dan buah subjek termasuk dalam kategori cukup. Berdasarkan status PMS yang dialami, sebagian besar subjek mengalami PMS status sedang baik itu secara keseluruhan dari kategori frekuensi konsumsi sayuran maupun buah. Hasil uji beda Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) antara frekuensi konsumsi sayuran dan buah subjek dengan tingat keluhan PMS. Isoflavon memiliki sifat dan struktur yang menyerupai estrogen memiliki sifat antioksidan, menghambat angiogenesis, memfasilitasi aksi neurobehavioural, serta mempunyai sifat ganda yaitu estrogenic dan anti-estrogenic effects. Hal tersebut yang memungkinkan isoflavon sebagai fitoestrogen dapat mengurangi PMS dengan menstabilkan siklus alami estrogen (Bryant et al. 2005).

Frekuensi Konsumsi Susu

(35)

Tabel 12 merupakan sebaran subjek berdasarkan kategori frekuensi konsumsi susu serta status PMS yang dialami.

Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi susu dan status PMS

Frekuensi

Sebagian besar subjek (40.0%) mengonsumsi susu pada kategori setiap hari (Tabel 12). Jenis susu yang dikonsumsi oleh subjek terdiri dari susu segar, susu kental manis, susu bubuk serta olahan susu seperti keju dan yoghurt. Rata-rata konsumsi susu subjek yaitu 5.6 kali/minggu. Sebagian besar subjek mengalami PMS status sedang. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara frekuensi susu dengan status PMS subjek. Sumber terbaik kalsium adalah susu nonfat karena memilki ketersediaan biologik yang tinggi (Almatsier 2002). Kalsium adalah salah satu mineral yang berperan penting dalam meringankan sindrom pramenstruasi (PMS) (Devi et al. 2010). Asupan kalsium yang cukup secara umum akan mengurangi nyeri selama fase menstruasi dan mengurangi retensi air selama fase premenstruasi yang disebakan karena defisiensi kalsium (Johnson et al. 2005). Menurut Lutfiah (2007), kalsium dari susu tidak berhubungan dengan skor keluhan menstruasi. Tingkat konsumsi kalsium yang tidak berhubungan dengan skor keluhan menstruasi bisa disebabkan karena berbagai hal, diantaranya yaitu konsumsi pangan penghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat. Selain itu, gangguan menstruasi disebabkan karena berbagai hal, diantaranya yaitu karena faktor psikologik seperti keadaan stres dan gangguan emosi juga cenderung menurunkan absorpsi dan meningkatkan ekskresi kalsium (Almatsier 2002).

Frekuensi Konsumsi Gula

Frekuensi konsumsi gula diketahui melalui Food Fequency Questionaire.

Konsumsi gula yang dimaksud adalah pemakaian atau penambahan gula pasir, dan gula aren pada makanan secara langsung, bukan gula yang berasal dari atau terkandung secara alami dalam suatu bahan pangan. Sebaran subjek berdasarkan kategori frekuensi konsumsi gula serta status PMS yang dialami dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi gula dan status PMS

(36)

Sebagian besar subjek (44.4%) mengonsumsi gula dalam kategori sering (Tabel 13). Rata-rata konsumsi gula subjek yaitu 2 kali/minggu. Berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi gula subjek dalam seminggu, termasuk dalam kategori jarang. Uji beda Kruskal Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara frekuensi konsumsi gula dengan status PMS subjek. Menurut Rayburn (2001), faktor kebiasaan makan dengan kadar gula tinggi dapat memperberat gejala PMS. Konsumsi makanan tinggi gula dapat menaikkan gula darah. Peningkatan gula darah dapat disebabkan oleh defisiensi magnesium. Magnesium berperan dalam metabolisme karbohidrat yaitu memecah gula dengan cara merubah glukosa menjadi dua asam piruvat. Bila asupan magnesium rendah maka produksi serotonin menurun karena magnesium digunakan dalam proses glikolisis dan magnesium berperan juga dalam produksi serotonin yang berfungsi untuk mengontrol emosi dan nafsu makan.

Frekuensi Makanan Fast Food

Makanan cepat saji atau fast food adalah makanan yang tersedia dalam waktu cepat dan siap dikonsumsi, seperti fried chicken, hamburger atau pizza. Mudahnya memperoleh makanan cepat saji di pasaran memudahkan tersedianya variasi pangan sesuai selera dan daya beli, selain itu pengolahan dan penyiapannya lebih mudah dan cepat sehingga cocok untuk mereka yang sibuk (Sulistijani 2002). Akan tetapi, fast food biasanya mengandung zat gizi yang terbatas atau rendah. Selain itu kandungan lemak dan natrium cukup tinggi pada berbagai fast food (Worthington-Robert 2000). Ketidakseimbangan dapat terjadi, jika fast food dijadikan sebagai pola makan setiap hari (Mahdiyah, Zulaikhah & Asih 2004). Sebaran subjek berdasarkan kategori frekuensi konsumsi fast food

serta hubungannya dengan tingkat keluhan PMS yang dialami dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi fast food dan status PMS

(37)

Hal ini dapat disebabkan karena dalam fast food mengandung tinggi lemak, kalori, dan natrium. Kelebihan konsumsi lemak mengakibatkan obesitas. Wanita obese

cenderung lebih banyak mengalami PMS (Antai et al. 2004). Mengurangi konsumsi makanan bergaram dapat menyebabkan penahanan air (retensi) dan pembengkakan pada perut. Usaha dengan mengurangi asupan garam dapat mengurangi rasa kembung dan sakit saat menjelang menstruasi (Simon 2003).

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Baliwati et al. 2004). Menurut Depkes RI (2007), berbagai macam faktor yang mempengaruhi pola makan seseorang diantaranya budaya, agama, status sosial ekonomi, personal preference, rasa lapar, nafsu makan rasa kenyang dan kesehatan. Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi. Metode pengukuran konsumsi makanan digunakan untuk memperoleh data konsumsi makanan pada tingkat individu. Salah satu metode pengukuran konsumsi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Food Record yang dilakukan 5 x 24 jam, yang terdiri dari 4 hari kerja dan 1 hari libur. Menurut Hartriyanti dan Iriyanti (2007), food record

merupakan catatan subjek mengenai jenis dan jumlah makanan dan minuman dalam satu periode waktu, biasanya 1 sampai 7 hari. Prinsip dari metode food record yaitu subjek diminta untuk mencatat semua yang ia makan dan minum setiap kali sebelum makan dengan estimasi menggunakan ukuran rumah tangga (URT).

Hasil dari record konsumsidikonversikan ke dalam kandungan gizi dengan menggunakan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) sehingga diperoleh total energi atau zat gizi yang dikonsumsi. Selanjutnya, hasil total konsumsi digunakan untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dihitung dengan cara konsumsi zat gizi aktual dibagi dengan angka kecukupan zat gizi dikalikan dengan seratus persen. Angka Kecukupan Gizi yaitu banyaknya zat-zat minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi yang adekuat. AKG yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, kondisi khusus dan aktivitas fisik (Almatsier 2002). AKG yang digunakan yaitu aktual yang diperoleh dari berat badan aktual (kg) dibagi dengan berat badan AKG dikali dengan AKG. Angka Kecukupan gizi yang digunakan yaitu AKG tahun 2013.

Tingkat Kecukupan Energi, Protein dan Lemak

(38)

kecukupan energi, protein dan lemak subjek dan status PMS yang dialami disajikan dalam Tabel 15.

Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan status PMS memiliki tingkat kecukupan energi dalam kategori defisit berat (Tabel 15). Rata-rata energi sehari subjek yaitu 1078 + 316.35 kkal. Hal yang dapat mempengaruhi subjek sehingga sebagian besar tingkat kecukupan energinya defisit berat diantaranya diduga terdapat flat slope syndrome, dimana seseorang yang berstatus gizi lebih, akan mengurangi makanan yang ia konsumsi dan sebaliknya seseorang dengan status gizi kurang akan menambahkan makanan yang dikonsumsi, sehingga terjadi bias. Hasil uji beda Kruskal Wallis

menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi dengan status PMS (p >0.05). Konsumsi energi bervariasi selama siklus reproduksi, dengan titik terendah dalam tahap periovular dan puncaknya pada fase luteal (Dye & Blundell 1997). Asupan kalori selama siklus menstruasi memiliki paralelisme tertentu dengan irama serotonin. Pada fase pramenstruasi, dengan aktivitas serotonin rendah, ada kecenderungan untuk konsumsi berlebihan makanan dan depresi. PMS telah dikaitkan dengan metabolisme serotonin disfungsional, dan bukti eksperimental menunjukkan bahwa fluktuasi hormon yang mempengaruhi tingkat serotonin pusat (Wyatt, Drimmock, & O’Brien 1999).

Tingkat Kecukupan Protein dan PMS. Sebagian besar subjek (82.2%) mengalami defisit berat protein (Tabel 15). Rata-rata asupan protein setiap hari subjek yaitu 30.6 + 9.8 gram. Sebagian besar subjek dari kategori tingkat kecukupan protein mengalami status PMS sedang. Hasil uji beda Kruskal Wallis

(39)

protein dapat membantu merangsang produksi hormon estrogen selama menstruasi, sehingga mengurangi peradangan serta keram menstruasi. Asupan protein yang kurang akan mempengaruhi penurunan frekuensi puncak luteinizing hormone dan akan mengalami pemendekan fase folikuler, sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan hormon dan dapat memperberat keluhan pramenstruasi (Almatsier 2004).

Tingkat Kecukupan Lemak dan PMS. Sebagian besar subjek (73.3%) memiliki tingkat kecukupan lemak yang melebihi standar (Tabel 15). Rata-rata asupan lemak sehari subjek yaitu 32.4 + 10.9 gram. Hal ini karena sebagian besar subjek mengonsumsi beraneka macam gorengan setiap harinya sebagai sarapan atau camilan. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan lemak dengan status PMS yang dialami subjek (>0.05). Menurut Nagata et al. (2004), asupan lemak berhubungan dengan kejadian PMS. Hal ini didukung dengan penelitian bahwa terdapat hubungan positif antara total asupan lemak dengan perubahan skor PMS. Lemak akan meningkatkan kadar estrogen dalam darah, sehingga akan menyebabkan gejala depresi, karena hormon estrogen yang tinggi dapat menyebabkan terganggunya proses kimia tubuh (Brunner & Suddarth 2001).

Tingkat Kecukupan Zat Gizi Mikro

Zat gizi mikro merupakan zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh tubuh, namun memiliki peran dan fungsi yang sangan vital bagi tubuh. Kekurangan zat gizi mikro dapat menyebabkan beberapa defisiensi menurut jenis zat gizi mikro. Tingkat kecukupan zat gizi mikro yang dihitung adalah kalsium, zat besi, vitamin A dan vitamin C. Tabel 16 merupakan tabel sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan kalsium, zat besi, vitamin A dan C serta status PMS yang dialami subjek.

(40)

Tingkat Kecukupan Kalsium dan PMS. Secara keseluruhan subjek memiliki tingkat kecukupan kalsium yang kurang dari standar AKG (Tabel 16). Rata-rata asupan kalsium sehari subjek yaitu 162.3 + 97.03 mg. Hasil Uji beda

Kruskal Wallis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) antara tingkat kecukupan kalsium dengan status PMS. Kalsium berperan dalam mengontrol sekresi paratiroid (Pragasta 2008). Peran hormon tiroid yang berhubungan dengan siklus menstruasi adalah mempertahankan sekresi hormon gonadotropin yang merangsang pelepasan hormon FSH dan LH di hipofisis. Pembentukan estrogen dirangsang oleh FSH, sedangkan pembentukan hormon progesteron dihasilkan oleh korpus luteum yang dirangsang oleh LH dan berfungsi menyiapkan dinding uterus agar dapat menerima telur yang sudah dibuahi (Devi et al. 2010).

Kalsium adalah salah satu mineral yang berperan penting dalam meringankan sindrom pramenstruasi (PMS) (Devi et al. 2010). Menurut Johnson

et al. (2005), asupan kalsium yang cukup secara umum akan mengurangi nyeri selama fase menstruasi dan mengurangi retensi air selama fase premenstruasi yang disebakan karena defisiensi kalsium. Peningkatan keluhan sindrom pramenstruasi tersebut terjadi bila defisiensi itu terjadi pada fase luteal.

Menurut Ganong (2001), fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan jangka waktu rata-rata 14 hari. Pada saat itu terjadi kontraksi otot perut yang sangat intens untuk mengeluarkan darah menstruasi. Kontraksi yang sangat intens ini kemudian menyebabkan otot menegang. Ketegangan otot tersebut tidak hanya terjadi pada otot perut, tetapi juga otot-otot penunjang otot perut. Kontraksi ini akan meningkat apabila mengalami defisiensi kalsium. Kadar estrogen yang meningkat pada fase luteal menyebabkan kadar kalsium dalam darah menurun. Kadar kalsium yang rendah (hipokalsemia) menunjukkan gejala-gejala yang mirip dengan keluhan PMS yaitu kegelisahan, daya ingat berkurang, kejang otot, kram perut, depresi, lesu, dan lebih emosional, sehingga jika terjadi defisiensi kalsium saat PMS dapat memperparah keluhan PMS yang ada (Thys-Jacobs 2000).

Tingkat Kecukupan Zat Besi dan PMS. Secara keseluruhan subjek memiliki tingkat kecukupan zat besi yang kurang (Tabel 16). Rata-rata asupan zat besi sehari subjek yaitu 8.06 + 2.35 mg. Hasil Uji beda Kruskal Wallis

menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) antara tingkat kecukupan zat besi dengan status PMS. Gejala kekurangan zat besi meliputi depresi, gangguan aktivitas fisik, dan masalah kognitif (Chocano-Bedoya 2011). Depresi disebabkan kurangnya serotonin dalam tubuh. Salah satu peran zat besi adalah dalam metabolisme serotonin. Serotonin adalah neurotransmitter yang berpengaruh pada pathogenesis sindrom pramenstruasi. Estrogen dan progesteron mempengaruhi aktivitas serotonin. Beberapa gejala dan gangguan suasana hati pada sindrom pramenstruasi dipengaruhi oleh disfungsi serotonin (Brunner & Suddarth 2001).

Tingkat Kecukupan Vitamin A dan PMS. Sebagian besar subjek memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang kurang dari standar AKG (Tabel 16). Rata-rata asupan vitamin A sehari subjek yaitu 295.6 + 185.5 RE. Hasil uji beda

(41)

dapat menghambat aktivitas senyawa oksidan baik yang berbentuk radikal bebas atau pun bentuk senyawa oksigen reaktif lain. Kerusakan oksidatif akibat stres terjadi karena rendahnya antioksidan didalam tubuh sehingga tidak dapat mengimbangi reaktivitas senyawa oksidan (Winarsi 2007). Selain itu, menurut Almatsier (2002) menyatakan bahwa vitamin A berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan, dan reproduksi serta berfungsi sebagai pembentuk sel darah merah. Gangguan pembentukan sel darah merah dapat menyebabkan gangguan proses menstruasi.

Tingkat Kecukupan Vitamin C dan PMS. Sebagian besar subjek (93.3%) memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang kurang (Tabel 16). Rata-rata asupan vitamin C subjek dalam sehari adalah 22.65 + 23.5 mg. Hasil uji Kruskal Wallis

menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara tingkat kecukupan vitamin C dengan tingkat keluhan PMS. Kekurangan vitamin C memiliki hubungan dengan tingkat keluhan PMS. Vitamin C berfungsi untuk mensintesis serotonin, noradrenalin, absorpsi kalsium, mencegah infeksi, mencegah kanker dan penyakit jantung (Almatsier 2002). Serotonin adalah neurotransmitter yang berpengaruh pada pathogenesis sindrom pramenstruasi. Estrogen dan progesteron mempengaruhi aktivitas serotonin. Beberapa gejala dan gangguan suasana hati pada sindrom pramenstruasi dipengaruhi oleh disfungsi serotonin. Serotonin penting bagi otak dan syaraf, dan kurangnya persediaan zat ini dalam jumlah yang cukup dapat mengakibatkan depresi (Brunner & Suddarth 2001).

Status Gizi dan PMS

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Status ini merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi. Indikator yang digunakan dalam penilaian status gizi perorangan ataupun masyarakat yaitu antropometri. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, diantaranya umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Kombinasi dari beberapa parameter antropometri disebut indeks antropometri (Supariasa 2011).

(42)

menurut Gibson (2005) (tertera pada halaman 7). Sebaran subjek berdasarkan status gizi dan status PMS dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan status gizi dan status PMS

Status gizi

Berdasarkan Tabel 17, Sebagian besar subjek (48.9%) memiliki Indeks Massa Tubuh dengan kategori normal dengan rata-rata IMT yaitu 24.36 + 3.7 kg/m2. Status PMS ringan paling banyak ditemui pada subjek dengan kategori IMT overweight (40%), kategori PMS sedang pada subjek kategori IMT normal (57.7%), dan status PMS berat pada subjek dengan IMT kategori normal dan

obese (50%). Berdasarkan uji Kruskal Wallis, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara status gizi dengan status PMS (p>0.05). Hasil ini tidak sejalan dengan teori yang menerangkan bahwa wanita obese cenderung lebih banyak mengalami PMS (Antai et al. 2004). Obesitas sangat erat hubungannya dengan PMS. Wanita obese (IMT > 30 kg/m2) hampir tiga kali lipat berisiko tinggi mengalami PMS dibandingkan dengan yang tidak obese (Masho, Adera & South 2005). Lemak tubuh mempengaruhi siklus menstruasi. Sel adipose memproduksi estrogen pada wanita obesitas sirkulasi estrogen sangat besar dibanding dengan wanita normal (Mayo 1999).

Sebagian besar subjek (48.9%) memiliki persen lemak tubuh pada kategori

Obese dengan rata-rata persen lemak tubuh yaitu 32.29 + 8.82%. Status PMS ringan banyak ditemui pada subjek dengan kategori persen lemak tubuh Obese

(66.6%), status PMS sedang pada subjek dengan persen lemak tubuh overfat dan

obese (34.6%), dan status PMS berat pada subjek dengan persen lemak tubuh

(43)

Analisis Regresi Logistik

Uji regresi logistik digunakan untuk mengetahui faktor resiko PMS. Variabel yang diduga mempengaruhi PMS diantaranya pengetahuan gizi, Indeks Massa Tubuh (IMT), stres, persen lemak tubuh, tingkat kecukupan protein, lemak, vitamin A, vitamin C, aktivitas fisik, frekuensi konsumsi susu, gula dan fast food.

Berikut ini merupakan persamaan yang diperoleh berdasarkan uji regresi logistik.

Log P = -25.448-2.940(x1)-5.729(x2)-3.854(x3) 1-p

Keterangan:

X1 = tingkat kecukupan lemak

X2 = pengetahuan gizi dan menstruasi X3 = Indeks Massa Tubuh

Berdasarkan hasil uji regresi logistik, terdapat tiga variabel yang menjadi faktor resiko PMS, diantaranya tingkat kecukupan lemak, pengetahuan gizi dan menstruasi, serta Indeks Massa Tubuh. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa tingkat kecukupan lemak yang rendah dapat menurunkan terjadinya keluhan PMS sebanyak 0.053 kali, pengetahuan gizi dan menstruasi yang sedang dapat menurunkan resiko terjadinya keluhan PMS 0.003 kali dan Indeks Massa Tubuh yang rendah (underweight) dapat menurunkan resiko PMS sebesar 0.021 kali.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Usia subjek yaitu antara 21-38 tahun dengan rata-rata usia 25.46 + 3.7 tahun. Sebanyak 11 orang (24.4%) dan belum menikah sebanyak 34 orang (75.6%). Sebagian besar pendapatan subjek berkisar antara 2-4 juta perbulan. Sebagian besar subjek memiliki pengetahuan gizi dan menstruasi yang baik (68.9%). Rata-rata usia menarche subjek yaitu 12.98 + 1.2 tahun. Subjek memiliki siklus menstruasi berkisar antara 25-30 hari dan sebagian besar subjek mengalami menstruasi selama 3-9 hari (91.1%). Berdasarkan hasil pengkategorian jenis keluhan PMS yang dialami, sebanyak 15 orang subjek (33.3%) mengalami keluhan PMS ringan, 26 orang subjek (57.8%) mengalami keluhan sedang dan 4 orang subjek (8.9%) mengalami keluhan berat.

Gambar

Gambar 1  Skema kerangka pemikiran sindrom pramenstruasi pekerja wanita pada
Tabel 1  Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 3  Nilai physical activity ratio (lanjutan)
Tabel 4  Kategori variabel penelitian (lanjutan)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Independent T-test dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan aktivitas fisik antara status gizi overweight dan

FARAH AZIIZA. Analisis Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan, dan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja Pekerja Wanita di Industri Konveksi. Dibawah bimbingan dr. Vera Uripi dan Dr.

(Di bawah bimbingan EMMA S. WIRAKUSUMAH dan BUD1 SETIAWAN). Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh keragaman konsumsi pangan dengan tingkat

Tidak terdapat hubungan antara usia, konsumsi air, kebiasaan minum kopi, konsumsi energi, karbohidrat, protein, lemak, purin, status gizi, aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di

Tujuan Penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis status dan tingkat kecukupan gizi serta kebugaran fisik pekerja wanita yang memiliki kadar Hb marginal dan (2) mengkaji

Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan tingkat pengetahuan, kebiasaan konsumsi junk food dan status gizi Karakteristik Subjek Frekuensi N = 69 orang % Tingkat