• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Sosial Ekonomi, Pola Konsumsi Makan, Status Gizi, Tingkat Stres, dan Status Kesehatan Lansia Wanita Peserta Pemberdayaan Lansia di Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keadaan Sosial Ekonomi, Pola Konsumsi Makan, Status Gizi, Tingkat Stres, dan Status Kesehatan Lansia Wanita Peserta Pemberdayaan Lansia di Bogor"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

KEADAAN SOSIAL EKONOMI, POLA KONSUMSI MAKAN,

STATUS GIZI, TINGKAT STRES DAN STATUS KESEHATAN

LANSIA WANITA PESERTA PEMBERDAYAAN LANSIA DI

BOGOR

Oleh : Cantika Zaddana

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

Cantika Zaddana. Socio-Economic Condition, Patterns of Food Consumption, Nutritional Status, Stress Level, and Health Status In Elder Women Participants of Life skill Program In Bogor. Under the guidance of IKEU TANZIHA and MIRA DEWI.

Elder women experience many physical changes, physiological, or psychological that occurs naturally when has entered old age.This is associated with a decrease of metabolism and movement tools that occurs naturally when has entered old age and cause the elderly prone to health problems. The research was conducted to see the characteristics of elder women including socio-economic condition, patterns of food consumption, nutritional status, stress levels, and health status. This research was conducted with a cross-sectional study design towards elder women of Elder Women Life skill Program. The total sample that fulfilled the inclusion and exclusion criteria were 31 women as one population.

Statistic test showed no significant relationship between education, occupation, income, and large families with adequacy levels of energy and protein (p>0.05), similar with age, there is no significant relationship with adequacy levels of energy and protein (p>0.05). There was no significant relationship between level of adequacy of energy and protein with the nutritional status (p>0.05). Statistic test results also showed that there was no significant relationship between socio-economic condition, level of adequacy vitamin A and vitamin C with the level of stress (p>0.05) but there is significant relationship between nutritional status with level of stress (p<0.05). There was no significant relationship (p>0.05) between the level of adequacy of energy, protein, vitamin A, vitamin C and nutritional status with the number of non infection diseases but there is a significant relationship (p<0.05) between stress level with the number of non infection diseases. Multiple Linear Regression test showed that the variables that influence the number of non infection diseases (chronic) is the level of stress (R2 = 0.37).

Keywords : elder women, food consumption, nutritional status, stress level,

(3)

RINGKASAN

CANTIKA ZADDANA. Keadaan Sosial Ekonomi, Pola Konsumsi Makan, Status Gizi, Tingkat Stres, dan Status Kesehatan Lansia Wanita Peserta Pemberdayaan Lansia di Bogor. Dibimbing oleh Ikeu Tanziha dan Mira Dewi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi maka, status gizi, tingkat stres, dan status kesehatan lansia. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1)mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi, status gizi, tingkat stres, dan status kesehatan, 2)menganalisis hubungan keadaan sosial ekonomi dengan pola konsumsi makan, 3)menganalisis hubungan pola konsumsi makan dengan status gizi, 4)menganalisis hubungan keadaan sosial ekonomi, status gizi, dan pola konsumsi makan dengan tingkat stres, 5)menganalisis hubungan pola konsumsi makan, status gizi, dan tingkat stres dengan status kesehatan, 6)menganalisis pengaruh pola konsumsi makan, status gizi, dan tingkat stres terhadap status kesehatan

Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan pada peserta Program Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut di Bogor. Contoh adalah peserta pelatihan berusia ≥ 55 tahun, bugar, dapat diukur tinggi badan dan berat badannya, serta bersedia dan dapat. Secara keseluruhan jumlah peserta yang diambil sebagai contoh penelitian adalah 31 orang.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer meliputi karakteristik individu, keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi makan, status gizi, tingkat stres serta status kesehatan. Data sekunder mengenai profil program pemberdayaan lansia dan nama peserta. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan dengan teknik wawancara langsung dan pengukuran.

Analisis gambaran menggunakan statistik deskriptif. Analisis hubungan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman serta regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status kesehatan. Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh yaitu 61.3% adalah pada rentang usia 55-64 tahun, sedangkan sebanyak 38.7% berada pada rentang usia diatas atau sama dengan 65 tahun. Menurut tingkat pendidikannya, sebagian besar contoh (35.5%) tamat SD, (25.8%) tamat Perguruan Tinggi, (19.4%) tamat SMA, (16.1%) tidak sekolah, dan (3.2%) tamat SMP. Status pekerjaan contoh pada saat penelitian, menunjukkan sebanyak 87.1% sudah tidak bekerja atau pensiun karena faktor umur yang tidak memungkinkan mereka untuk bekerja lagi, dan hanya sebanyak 12.9% contoh yang masih bekerja. Rata-rata pendapatan perkapita contoh adalah Rp 887 741. Sebagian besar contoh (45.2%) memiliki pendapatan pada rentang 1 juta-3 juta, sebanyak 41.9% memiliki pendapatan kurang dari Rp 500.000,00 dan 12.9% memiliki pendapatan pada rentang Rp 500.000,00 - Rp 1.000.000,00. Tidak ada contoh yang memiliki keluarga dalam kategori keluarga besar. Masing-masing contoh mempunyai kategori keluarga kecil sebanyak 51.6%, dan keluarga sedang sebanyak 48.4%.

(4)

frekuensi 2.6 kali/minggu. sebagian besar contoh yaitu 83.6% mengkonsumsi air putih 6-8 gelas per hari. Rataan tingkat kecukupan energi contoh adalah memenuhi 89.2% kecukupan sedangkan rataan tingkat kecukupan protein contoh adalah 98.0%. Tingkat kecukupan energi rata-rata contoh masih tergolong defisit namun tingkat kecukupan protein rata-rata contoh sudah memenuhi tingkat kecukupan protein yaitu 90-119% (Depkes 1996). Tingkat kecukupan vitamin A rata-rata contoh adalah 142.2% dan sudah berada dalam kategori cukup sedangkan rata-rata tingkat kecukupan vitamin C contoh masih berada dalam kategori kurang yaitu 50.9% (Gibson 2005).

Sebanyak 48.4% contoh memiliki status gizi overweight, 35.5% berstatus gizi obesitas, dan hanya 16.1% yang berstatus gizi normal. Tingkat stres dibagi menjadi tiga kategori yaitu rendah (skor 17-23) , sedang (skor 24-45), dan tinggi (46-68). Namun dalam penelitian ini tidak ada contoh yang berada pada tingkat stres tinggi. Lebih dari separuh contoh yaitu 58.1% mempunyai tingkat stres yang rendah, dan sisanya 41.9% mempunyai tingkat stres yang sedang.

Contoh yang menderita penyakit infeksi dalam satu bulan terakhir sebanyak 16 orang dengan persentase (51.6%). Jenis penyakit infeksi yang dialami contoh paling banyak adalah flu (62.5%) dengan frekuensi rata-rata kambuh dalam sebulan terakhir 1.4 kali, sedangkan untuk diare adalah sebesar (43.8%) dengan frekuensi kambuh rata-rata 1.4 kali, dan demam sebesar (25.0%) dengan frekuensi rata-rata kambuh 1.3 kali. Contoh yang mempunyai keluhan penyakit non infeksi adalah 25 orang dengan persentase (80.6%). Penyakit non infeksi yang paling banyak diderita oleh contoh adalah hipertensi (60.0%), maag (40.0%), asam urat (36.0%), sembelit (28.0%), DM (16.0%), rematik dan hipotensi masing-masing (12.0%), wasir (8.0%), dan penyakit jantung (4.0%). Tempat berobat contoh jika mengalami keluhan penyakit dalam penelitian ini terbagi atas tiga tempat yaitu ke dokter, puskesmas, dan di warung. Sebanyak lebih dari separuh contoh (71.0%) memilih berobat ke dokter, ke Puskesmas/Poliklinik (22.6%), dan beli obat di warung (6.5%). Alasan contoh memilih untuk berobat ke dokter karena lebih terjamin pemeriksaannya (54.5%), jika penyakit sudah parah (36.4%), dan karena kemudahan akses (9.1%).

(5)

KEADAAN SOSIAL EKONOMI, POLA KONSUMSI MAKAN,

STATUS GIZI, TINGKAT STRES DAN STATUS KESEHATAN

LANSIA WANITA PESERTA PEMBERDAYAAN LANSIA DI

BOGOR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

Oleh: Cantika Zaddana

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Keadaan Sosial Ekonomi, Pola Konsumsi Makan, Status Gizi, Tingkat Stres, dan Status Kesehatan Lansia Wanita Peserta Pemberdayaan Lansia di Bogor Nama Mahasiswa : Cantika Zaddana

NRP : I14070104

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS dr. Mira Dewi, S. Ked, M.Si NIP. 196112101 98603 2 002 NIP. 19761116 200501 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Keadaan Sosial Ekonomi, Pola Konsumsi Makan, Status Gizi, Tingkat Stres, dan Status Kesehatan Lansia Wanita Peserta Pemberdayaan Lansia di Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Berbagai pihak telah membantu dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Orang tua (Drs. Fuldiaratman, MPd dan Dra. Roseli Theis, MS), saudara kandung Friane Aurora, S.I.P, M.Si dan Brillian Tafjira Nugraha), serta seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, nasehat, dan semangat.

2. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS dan dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran, dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, MSc, selaku dosen pemandu seminar dan Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik.

4. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS, selaku dosen pembimbing akademik.

5. Ibu-ibu peserta Program Pemberdayaan Lansia yang telah bersedia menjadi responden serta seluruh dosen dan staf GM.

6. Diknas Propinsi Jambi yang telah memberikan beasiswa belajar selama 4 tahun di IPB.

7. Sahabat-sahabatku tercinta: Ayu, Early, Dida, Uphy, Desi, Zahra, Gilang, Zizul, Dana, Merita, Sisil, Gustam, Eko, Tito, Novi, Nufi, Eka, Jenny, Tina, dan Siha atas semangat, bantuan, dan nasehat yang telah diberikan kepada penulis.

8. Ahmad Aulia Arsyad yang telah memberikan semangat, bantuan, dukungan, serta saran dan kritik kepada penulis.

9. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu dalam membantu penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 26 November 1990 dari ayah Drs. Fuldiaratman MPd dan ibu Dra. Roselitheis MS. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan pertama penulis adalah di TK Al-Azhar (1994-1996). Selanjutnya penulis meneruskan pendidikannya di SD Adhyaksa 1 Jambi (1996-2002), SMPN 1 Jambi (2002-2004), dan SMAN 1 Jambi (2004-2007).

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Proses Penuaan dan Lansia ... 4

Keadaan Sosial Ekonomi ... 5

Usia ... 9

Pendidikan ... 5

Pendapatan dan Pekerjaan ... 6

Besar Keluarga ... 7

Konsumsi Pangan ... 7

Penilaian Konsumsi Pangan ... 9

Metode Recall 24 jam ... 10

Tingkat Kecukupan dan Angka Kecukupan Zat Gizi ... 11

Energi ... 12

Protein .... ... 13

Penilaian Status Gizi ... 13

Stres ... ... 15

Keluhan Kesehatan... ... 17

Status Kesehatan ... 19

Program Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut ... 20

KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian... 23

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ... 23

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 23

Pengolahan dan Analisis Data ... 24

Definisi Operasional ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Program Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut ... 29

Keadaan Sosial Ekonomi ... 30

Usia ... 30

Pendidikan ... 30

Pekerjaan ... 30

Pendapatan per kapita per bulan ... 32

Besar Keluarga ... 32

Pola Konsumsi Makan ... 33

Frekuensi Konsumsi ... 33

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ... 38

(10)

Status Gizi ... 39

Tingkat Stres ... 40

Status Kesehatan ... 42

Hubungan Antar Variabel ... 44

Keadaan Sosial Ekonomi dengan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ... 44

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein dengan Status Gizi ... 47

Keadaan Sosial Ekonomi dengan Tingkat Stres ... 49

Tingkat Kecukupan Vitamin A dan Vitamin C dengan Tingkat Stres ... 50

Status Gizi dengan Tingkat Stres ... 51

Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Vitamin A, dan Vitamin C dengan Penyakit Non Infeksi ... 51

Status Gizi dengan Penyakit Non Infeksi ... 53

Tingkat Stres dengan Penyakit Non Infeksi... 54

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Non Infeksi ... 55

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 57

Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA... 60

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kriteria IMT menurut WHO (2005)... 14

Tabel 2 Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data ... 24

Tabel 3 Jenis dan Kategori Variabel Pengolahan Data ... 25

Tabel 4 Sebaran contoh menurut keadaan sosial ekonomi ... 31

Tabel 5 Sebaran contoh menurut frekuensi konsumsi makanan pokok dan status ekonomi ... 34

Tabel 6 Sebaran contoh menurut frekuensi konsumsi pangan hewani, nabati dan status ekonomi ... 35

Tabel 7 Sebaran contoh menurut frekuensi konsumsi sayur, buah, dan status ekonomi ... 36

Tabel 8 Sebaran contoh menurut frekuensi konsumsi air putih dan status ekonomi ... 37

Tabel 9 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi, protein, dan status ekonomi ... 38

Tabel 10 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan vitamin A , vitamin C dan status ekonomi ... 39

Tabel 11 Sebaran contoh menurut status gizi dan status ekonomi ... 40

Tabel 12 Sebaran contoh menurut tingkat stres dan status ekonomi ... 41

Tabel 13 Sebaran contoh menurut penyakit infeksi, non infeksi, dan status ekonomi ... 42

Tabel 14 Sebaran contoh menurut tempat berobat dan status ekonomi ... 43

Tabel 15 Sebaran contoh menurut keadaan sosial ekonomi dengan tingkat kecukupan energi ... 45

Tabel 16 Sebaran contoh menurut keadaan sosial ekonomi dengan tingkat kecukupan protein ... 47

Tabel 17 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi, protein, dengan status gizi ... 48

Tabel 18 Sebaran contoh menurut keadaan sosial ekonomi dengan tingkat stres ... 49

Tabel 19 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C dengan tingkat stres ... 50

Tabel 20 Sebaran contoh menurut status gizi dengan tingkat stres ... 51

Tabel 21 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi, protein dengan penyakit non infeksi ... 52

Tabel 22 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C dengan tingkat stres ... 53

(12)

DAFTAR GAMBAR

(13)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia telah menempati posisi ke-4 dalam hal jumlah penduduk tertinggi di dunia. Dalam hal pembangunan, Indonesia sedang berada dalam arah peningkatan taraf ekonomi, sosial, dan kesehatan. Kemajuan dan pembangunan bidang ekonomi akan meningkatkan taraf hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adala semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Hal ini juga diiringi dengan usia harapan hidup (life expectancy) dan taraf hidup penduduk. Peningkatan usia harapan hidup tentu saja akan meningkatkan jumlah populasi lansia.

Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia dan merupakan proses dari kehidupan yang akan dialami setiap individu. Menurut data demografi penduduk internasional yang dikeluarkan oleh Burean of the Census USA tahun 2009, dilaporkan bahwa penduduk lanjut usia mengalami peningkatan yang signifikan pada dua tahun terakhir. Pada tahun 2007 jumlah penduduk lansia sebesar 18.96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009. Jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah China, India, dan Jepang. Struktur masyarakat Indonesia berubah dari masyarakat populasi muda tahun 1971 menjadi populasi lebih tua pada tahun 2020. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 1998 dalam Media Pangan dan Gizi tahun 2004, usia harapan hidup orang Indonesia meningkat dari 65 tahun menjadi 73 tahun pada tahun 2025. Menurut Bapenas (2008) jumlah lansia pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai angka 62.4 juta jiwa. Saat ini, Indonesia sedang berada dalam transisi demografi. Persentase lansia diproyeksikan akan menjadi 11.34 % atau tercatat sekitar 28.8 juta orang pada tahun 2020 yang akan datang (Wirakusumah 2002). Jumlah yang cukup tinggi ini menjadikan lansia sebagai kelompok penduduk yang memerlukan perhatian lebih dalam hal sosial, ekonomi, terutama kesehatan. Peningkatan masalah kesehatan merupakan salah satu dampak dari peningkatan jumlah lansia.

(14)

metabolisme dan alat gerak, sehingga akan mempengaruhi kesehatan lansia (Wirakusumah 2002). Hal ini menyebabkan kesehatan lansia perlu diperhatikan karena lansia adalah kelompok umur yang sangat rentan mengalami berbagai gangguan kesehatan. Pertambahan usia selain dapat mempengaruhi aspek fisik juga dapat mempengaruhi kebiasaan dan pola konsumsi lansia, yang terkait dengan penurunan nafsu makan yang terjadi dengan menurunnya fungsi indra pengecapan. Hal tersebut juga dapat berdampak pada status gizi dan status kesehatannya. BPS (2008) juga menyatakan bahwa sebanyak 60% lansia di Indonesia tergolong miskin, dan merupakan 27% dari total peduduk miskin. Hal ini dikarenakan oleh rata-rata penduduk lansia hanya memiliki jenjang pendidikan Sekolah Dasar tanpa memiliki pekerjaan tetap. Menurut Sukandar (2007), parameter status ekonomi penduduk dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan karena dengan semakin besar pendapatan yang dimiliki, semakin besar juga kemungkinan seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Hal ini menyebabkan status ekonomi lansia juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi pola konsumsi makan yang akan mempengaruhi keadaan kesehatannya.

Beberapa uraian yang telah dipaparkan tersebut menunjukkan bahwa wanita usia lanjut memiliki berbagai masalah kesehatan terkait dengan penurunan kondisi fisiologis. Berdasarkan masalah yang telah diuraikan membuat peneliti tertarik untuk meneliti keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi makan, status gizi, tingkat stres, dan status kesehatan lansia.

(15)

serta memiliki kegiatan sosial rutin sehingga lebih mudah berkomunikasi dan bekerjasama dalam pengambilan data.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi makan, status gizi, tingkat stres, serta status kesehatan lansia di Bogor.

Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi makan, status gizi, tingkat stres, dan status kesehatan lansia

2. Menganalisis hubungan keadaan sosial ekonomi dengan pola konsumsi makan lansia

3. Menganalisis hubungan pola konsumsi makan dengan status gizi lansia 4. Menganalisis hubungan keadaan sosial ekonomi, status gizi, dan pola

konsumsi makan dengan tingkat stres lansia

5. Menganalisis hubungan pola konsumsi makan, status gizi, dan tingkat stres dengan status kesehatan lansia

6. Menganalisis pengaruh pola konsumsi makan, status gizi, dan tingkat stres terhadap status kesehatan lansia

Kegunaan Penelitian

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Penuaan dan Lansia

Owen et al. (1993) menyatakan penuaan adalah proses yang terjadi dalam lingkungan dalam konteks biologi, manusia, gaya hidup, dan sistem perawatan kesehatan saling berinteraksi untuk menghasilkan kesehatan. Proses kronologis dari penuaan menyebabkan beberapa perubahan fisiologi dalam sel, organ, dan sistem organ.

Selain umur, proses penuaan yang terjadi karena faktor psikosial seperti stress, sosial ekonomi, lingkungan, kesehatan, dan gizi. faktor-faktor ini saling mempengaruhi dan pada setiap individu berbeda prosesnya. Penuaan merupakan proses normal dari kehidupan dan tubuh akan mencapai kematangan fisiologis. Laju dari katabolis atau perubahan degenerative dapat menjadi lebih besar dari regenerasi anabolis. Sebagai hasil akhirnya adalah kehilangan sel-sel yang dapat menyebabkan drajat penurunan eksistensi dan gangguan fungsi-fungsi tersebut (Harris 2000).

Perkembangan kehidupan manusia dibagi dalam dua tahap, yaitu masa pertumbuhan (bayi, anak, remaja) dan dewasa, yaitu kelo,pik manusia usia lanjut. Pada masa ini kematangan fisik dan fisiologis telah tercapai dan telalmpaui. Keadaan fisik setiap orang akan selalu berubah sejalandengan usianya. Pada saat orang dilahirkan selutuh kerangka tubuh dan panca indera akan berkembang dengan cepat namun kecepatan gerakan perkembangan itu akan berkembang dengan cepat namun kecepatan gerakan perkembangan itu akan berkurang seirama dengan peningkatan usia seseorang. Pada saat tertentu gerakan perkembangan seseorang akan berhenti dan digantikan dengan proses kemunduran fisik. Saat terjadi proses kemunduran ini maka akan dianggap sebagai tanda bahwa sesorang telah memasuki kelompok lanjut usia (Nasoetion & Briawan 1993).

Wirakusumah (2002) menyatakan bahwa perubahan-perubahan secara fisik maupun mental banyak terjadi saat seseorang memasuki usia senja. Perubahan terjadi secara fisik, komposisi tubuh, penglihatan, sistem pencernaan, sistem jantung, sistem pernafasan, sistem saraf, sistem katabolisme, sistem hormone, dan sistem ekskresi.

(17)

dan 85 tahun atau lebih tua. Menurut Astawan dan Wahyuni (1988) untuk negara-negara yang sudah maju dengan keadaan gizi, kesehatan, dan ekonomi yang baik batas lanjut usia adalah 65 tahun keatas, sedangkan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) menetapkan batas lansia adalah 60 tahun.

Keadaan Sosial Ekonomi Usia

Departemen Kesehatan (1991) membuat pengelompokkan usia lanjut menjadi:

1. Kelompok pertengahan umur ialah kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut, yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun).

2. Kelompok usia lanjut dini ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).

3. Kelompok usia lanjut ialah kelompok dalam masa senium (65 tahun ke atas).

Pendidikan

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu kehidupan seseorang. Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari jenis pendidikan yang pernah dialami atau lamaya mengikuti pendidikan formal atau non-formal. Pada umumnya tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya (BPS 2004).

Sesuai dengan undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan selain merupakan saran untuk mengembangkan meningkatkan kemampuan intelektual dan keterampilan, juga merupakan sarana untuk membentuk watak dan peradaban yang sesuai dengan bangsa yang bermartabat. Hal ini menunjukkan bahwa output yang merupakan hasil proses pembelajaran lembaga pendidikan adalah sumberdaya manusia (SDM) yang terampil, berilmu, handal, kreatif, dan berakhlak mulia.

(18)

Pendapatan dan Pekerjaan

Lansia sangat bergantung kepada keluarganya dalam masalah ekonomi. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan yang diterima (uang pensiunan) atau tidak mempunyai pendapatan sama sekali. Rendahnya pendapatan yang disertai dengan penurunan fungsi tubuh pada lansia akan meningkatkan ketidaktahanan pangan (Tucker & Buranapin 2001).

Faktor ekonomi merupakan parameter penting dalam pola makan kebanyakan orang dewasa (Burton & Foster 1988). Guhardja et al. (1992) diacu dalam Sukandar (2007) menyatakan bahwa pendapatan seseorang identik dengan mutu sumberdaya manusia, sehingga orang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula. Hardinsyah dan Suhardjo (1987) juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Semakin tinggi pendidikan yang telah dijalani oleh seseorang, maka pekerjaan yang didapat akan semakin baik sehingga akan berpengaruh besar terhadap besar pendapatan yang diterimanya. Menurut Berg (1986) diacu dalam Sukandar (2007) tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kulaitas dan kuantitas makanan karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan pengetahuan dan infomasi yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik.

Menurut Suhardjo (1989) diacu dalam Sukandar (2007), kemampuan individu menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas dipengaruhi oleh pendapatan dan daya beli yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan dan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi kebiasaan makan individu.

(19)

mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari 3 kali menjadi 2 kali dalam sehari.

Turner et al. (1991) mengemukakan bahwa jaminan keuangan sangat menentukan alternative penyesuain hidup bagi lansia. Para lansia tidak lebih miskin daripada keluarga lainnya, hanya saja mereka mempunyai kesempatan yang sangat terbatas untuk meningkatkan status ekonomi. Kebanyakan lansia bergantung pada sumber ekonomi dari anggota keluarganya.

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dri penngelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga (Sanjur 1982 diacu dalam Sukandar 2007).

Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangann menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982 diacu dalam Sukandar 2007).

Menurut Suhardjo (1989) diacu dalam Sukandar (2007) jumlah anggota keluarga mempunyai andil dalam permasalahan gizi. Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang jumlahnya banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota keluarga.

Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Hal ini disebabkan oleh besar keluarga akan mempengaruhi konsumsi zat gizi di dalam satu keluarga. Selain itu, besar keluarga juga akan mempengaruhi luas per penghuni di dalam suatu bangunan rumah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan baik anak-anak maupun ibu (Sukarni 1989 diacu dalam Sukandar 2007). Rumah yang padat penghuninya akan menyebabkan berkurangnya konsumsi O2 dan memudahkan penularan penyakit (Notoatmodjo 1997 diacu dalam Sukandar 2007).

Konsumsi Pangan

(20)

yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi essensial yang merupakan zat gizi yang harus diperoleh dari makanan (Almatsier 2002). Konsumsi pangan merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan zat gizi. Zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses metabolisme dalam tubuh, serta memperbaiki jaringan serta pertumbuhan. Pada dasarnya keadaan gizi ditentukan oleh konsumsi pangan dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat gizi tersebut (Sukandar 2007).

Bahan makanan dapat dikelompokkan berdasarkan tiga fungsi utama yaitu sumber energi atau tenaga seperti padi-padian atau serealia, umbi-umbian dan hasil olahannya; sumber protein yaitu protein hewani dan protein nabati seperti ikan, daging, tempe; dan sumber zat pengatur berupa sayuran dan buah-buahan. Selain bahan makanan tersebut, menu sehari-hari juga menggunakan sumber lemak murni seperti minyak goreng, margarine, mentega, serta karbohidrat murni seperti gula pasir, gula merah, madu, dan sirup (Almatsier 2004).

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Madanijah 2004). Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Manusia memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan (internal dan eksternal), pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan bagi yang masih dalam taraf pertumbuhan (bayi, anak-anak, dan remaja) atau untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lansia (Hardinsyah & Martianto 1992).

(21)

yang berguna untuk mengatasi kesulitan dalam buang air besar pada lansia. Selain itu, sebaiknya dipilih makanan yang lunak dan mudah dikunyah, sedangkan untuk meningkatkan selera makan, bumbu-bumbuan dapat ditambahkan ke dalam makanan.

Wirakusumah (2002) mengungkapkan bahwa dari beberapa hasil penelitian terhadap pola makan lansia dapat diperoleh kesimpulan pada umumnya para lansia kurang mengonsumsi buah-buahan dan sayuran. Konsumsi makanan harus beragam karena tidak ada satu jenis makanan yang mengandung komposisi gizi yang lengkap. Oleh karena itu, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilenkapi oleh keunggulan susunan zat gizi jenis makanan yang lain, sehingga diperoleh asupan zat gizi yang sembang. Selain itu, konsumsi makanan yang lebih beragam dapat memperbaiki kecukupan akan zat-zat gizi dan menunjukkan perlindungan terhadap serangan berbagai penyakit kronik yang berhubungan dengan proses penuaan.

Survei diet atau penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok (Supariasa et al. 2001). Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengkuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan. Frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM) dan Daftar Peyerapan Minyak (Supariasa et al. 2001).

Penilaian Konsumsi Pangan

Penilaian konsumsi pangan atau survei diet adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok (Supariasa et al. 2002). Menurut Suhardjo (1989), survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau sekelompok orang baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

(22)

akan dapat dihitug konsumsi gizi dengan menggunakan Daftar Kandungan Zat Gizi Makanan (Daftar Komposisi Bahan Makanan) dan daftar-daftar lainnya bila diperlukan (Suhardjo 1989). Menurut Supariasa et al. (2001), metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif, antara lain: metode recall 24 jam, perkiraan makanan (estimate food record), penimbangan makanan (food

weighing), metode food account, metode inventaris (inventory method),

pencatatan (household food records).

Survei konsumsi pangan secara kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habit) serta cara memperoleh pangan. Supariasa et al. (2001) menyebutkan metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kualitatif, antara lain: metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon, metode pendaftaran makanan (food list).

Metode Recall 24 Jam

Pada dasarnya metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada masa lalu. Wawancara dilakukan sedalam mungkin agar responden dapat mengungkapkan jenis bahan makanan dan perkiraan jumlah bahan makanan yang dikonsumsinya beberapa hari yang lalu. Biasanya recall dilakukan untuk 2-3 hari yang lalu. Penentuan jumlah hari recall ditentukan oleh keragaman jenis konsumsi antar waktu atau tipe responden dalam memperoleh pangan (Suhardjo 1989).

Supariasa et al.. (2002) menyebutkan prinsip dari metode recall 24 jam yaitu mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Sanjur (1997) diacu dalam Supariasa el al. (2002) mengemukakan beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu. Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam (Supariasa et al. 2001) yaitu:

1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu. Selain itu, petugas juga melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram).

(23)

3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.

Menurut Supariasa et al. (2001), metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut:

Kelebihan metode recall 24 jam:

1. Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden. 2. Biaya relatif murah karena tidak memerlukan peralatan khusus dan

tempat yang luas untuk wawancara.

3. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden. 4. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.

5. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung asupan zat gizi sehari.

Kekurangan metode recall 24 jam:

1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya dilakukan recall satu hari.

2. Ketepatannya tergantung pada daya ingat responden.

3. The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi orang-orang yang

kurus melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate).

4. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat.

5. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan mengenai tujuan penelitian.

6. Untuk mendapat gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.

Tingkat Kecukupan dan Angka Kecukupan Zat Gizi

(24)

mencapai tingkat aman. AKG dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan gizi seseorang (Hardinsyah & Briawan 1994).

Angka kecukupan gizi adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. Namun, angka kecukupan ini digunakan untuk berbagai keperluan yang sifatnya menyangkut populasi seperti merencanakan dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk (Almatsier 2002).

Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antar konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Tingkat kecukupan zat gizi dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):

Tingkat kecukupan zat gizi = Konsumsi zat gizi aktual x 100 % AKG

Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah: (a) defisit tingkat berat (<70 % AKG); (b) defisit tingkat sedang (70-79 % AKG); (c) defisit tingkat ringan (80-89 % AKG); (d) normal (90-119 % AKG); dan (e) kelebihan (≥120 % AKG). Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu (a) kurang (<77 % AKG) dan (2) cukup (≥77 % AKG).

Energi

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengatur suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah & Tambunan 2004).

(25)

Protein

Protein terdiri dari asam-asam amino. Protein atau asam amino esensial berfungsi terutama sebagai katalisator, pembawa, penggerak, pengatur, ekpresi genetik, neuotransmitter, penguat struktur, penguat imunitas, dan untuk pertumbuhan (Hardinsyah & Tambunan 2004). Menurut Almatsier (2002), protein juga berfungsi mengatur keseimbangan air di dalam tubuh, memelihara netralisasi tubuh, membantu antibodi dan mengangkut zat-zat gizi. Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel.

Sumber protein berasal dari pangan hewani seperti susu, telur, daging, unggas, ikan, dan kerang, serta pangan nabati seperti kedelai dan produk olahannya seperti tempe, tahu, dan kacang-kacangan lainnya (Almatsier 2002). Hardinsyah dan Tambunan (2004) mengemukakan bahwa pada umumnya pangan hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik dibandingkan pangan nabati.

Penilaian Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompk orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi) dan penggunaan zat gizi dari makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau kelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang tersebut status gizinya baik atau tidak baik. Ada berbagai cara yang digunakan untuk menilai status gizi yaitu melalui konsumsi makanan, antropometri, biokimia, dan klinis. Status gizi seseorang dapat berupa gizi kurang atau lebih dengan tingkatan ringan, sedang, dan berat (Riyadi 1995 diacu dalam Khomsan et al. 2007).

Menurut Supariasa et al. (2001) kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa adalah masalah penting karena akan menentukan resiko-resiko penyakit tertentu. Pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan, salah satu caranya adalah dengan mempertahankan berat badan ideal atau normal. Laporan FAO dan WHO diacu dalam Supariasa et al. (2001) menyatakan bahwa batasan berat badan normal dewasa begitu juga dengan lansia ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Berikut ini merupakan rumus perhitungan IMT:

Indeks Massa Tubuh (IMT) kg/m2= Berat Badan (kg )

(26)

Hasil studi baru-baru ini menunjukkan bahwa banyak populasi Asia memiliki proporsi lemak tubuh yang lebih tinggi dibanding ras Kaukasoid pada usia, jenis kelamin, dan IMT yang sama. WHO telah merevisi cut off point IMT pada tahun 2005 dengan menekankan pada resiko kesehatan yang dapat ditimbulkan.

Tabel 1. Kriteria IMT menurut WHO (2005).

IMT (Kg/m2) Status Resiko Kesehatan

<14.9 Sangat kurus Resiko penyakit defisiensi gizi

15.0-18.4 Kurus

18.5-22.9 Normal Resiko rendah

23.0-27.5 Gemuk Resiko sedang

27.6-40.0 Obesitas I

Resiko tinggi >40.0 Obesitas II

.

Berat badan seseorang dipengaruhi oleh tinggi badan seseorang, artinya berat badan meningkat dengan meningkatnya tinggi badan apabila proporsi tubuh normal terap dipertahankan. Tinggi atau panjang badan merupakan indicator umum ukuran tubuh dan panjang tulang. Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke depan. Kedua lengan tergantung rileks disamping badan. Potongan kayu yang merupakan bagian dari alat pengukur tinggi dapat digeser, kemudian diturunkan hingga menyentuh bagian atas kepala. Alat ukur ini setidaknya memiliki ukuran panjang 175 cm dan mampu mengukur sampai 0.1 cm (Arisman 2004).

Pada prinsipnya untuk mengukur berat badan dengan menggunakan timbangan. Terdapat dua macam timbangan, yaitu beam (lever) balances scales

dan spring scales. Contoh beam balance adalah dacin, sedangkan spring scale

adalah timbangan pegas (timbangan kamar mandi). Timbangan jenis spring scale tidak dianjurkan karena pegas mudah melar, terutama jika digunakan berulang kali, apalagi jika lingkungan bersuhu panas. Penimbangan sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah bangun tidur, mengenakan pakaian setipis mungkin, sebelum dan setelah buang air, serta ditimbang oleh petugas yang sama (Arisman 2004).

(27)

antropometri juga memiliki kelemahan dalam pengukuran sampel yang berusia diatas 55 tahun karena seluruh aspek fisik, biologis, dan mental lansia telah mengalami penurunan disebabkan oleh penurunan metabolisme tubuh dengan adanya faktor usia yang telah lanjut (Arisman 2004).

Stres

Feldman (1989) mendefinisikan stres sebagai proses dimana individu menilai suatu kejadian yang mengancam, menantang atau berbahaya dan selanjutnya merespon terhadap kejadian tersebut pada tahap fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku. Melson (1980) diacu dalam Furi (2006) mendefinisikan stres sebagai proses yang terjadi saat individu harus menyesuaikan diri dengan suatu keadaan yang biasanya dimanifestasikan oleh sindrom spesifik. Stres adalah suatu tuntutan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara tiba-tiba. Gunarsa dan Gunarsa (1991) menyatakan bahwa stres diartikan sebagai suatu tekanan, dan ketegangan yang mempengaruhi seseorang dalam kehidupan. Pengaruh yang timbul dapat bersifat wajar ataupun tidak, tergantung dari reaksi terhadap ketegangan tersebut.

Menurut Fabella (1993), stres dibedakan menjadi dua, yaitu distres dan eustres. Distres adalah kemampuan seseorang menghadapi tuntutan yang semakin meningkat dan memandang tuntutan tersebut sebagai sesuatu yang sulit dan mengancam, sedangkan eustres adalah kemampuan untuk menghadapi tuntutan yang dirasakan dan dapat menimbulkan rasa percaya diri sehingga mampu menangani dan mengatasi tuntutan-tuntutan tersebut.

Faktor-faktor yang menimbulkan stres disebut stresor. Stresor dibedakan atas tiga golongan yaitu: 1) Stresor fisikbiologik. Stresor ini terdiri atas rasa dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, pukulan, dan sebagainya; 2) Stresor psikologis. Stresor ini terdiri atas rasa takut, khawatir, cemas, marah, kekecewaan, kesepian, jatuh cinta, dan lain-lain; 3) stresor sosial budaya. Contohnya pengangguran, perceraian, perselisihan, dan lain-lain (Gunawan & Sumadiono 2007). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991) ada empat stresor, yaitu:

1. Perubahan suasana yang pesat: politik, pendidikan, pekerjaan, usia, kematian seseorang.

2. Hubungan sosial seperti persaingan

(28)

4. Harapan yang tidak realistis yaitu harapan yang tidak sesuai dengan keyataan dan tidak dapat menerima keadaan yang telah ada.

Stres pada zaman modern ini disebabkan banyaknya perubahan yang harus dihadapi yang menuntut kemampuan untuk beradaptasi dan penyesuaian yang pesat. Hal ini tidak mudah dilalui oleh setiap orang sehingga usaha, kesulitan, kegagalan dalam mengikuti perubahan dapat menimbulkan beraneka ragam keluhan (Gunarsa dan Gunarsa 1991).

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991) keluhan yang muncul akibat rasa cemas dan ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kemajuan mutakhir diantaranya:

1. Keluhan Fisik, meliputi:

a. Stres sebagai pencetus, sehingga memperberat penyakit kardiovaskuler yang sudah ada;

b. Gangguan sstem pencernaan: ulkus ventrikuli (tukak lambung);

c. Ketegangan pada bagian otot-otot tertentu menyebabkan perasaan pegal di bahu, pinggang, leher, dan kepala;

d. Stres menyebabkan daya tahan tubuh menurun, melemah sehingga mudah masuk angin, pilek;

e. Tics: gerakan-gerakan yang dilakukan diluar kemauan sebagai

kebiasaan, tanpa rangsangan yang jelas merupakan suatu ekspresi dari konflik emosi;

f. Kebiasaan: menggaruk-garuk kepala, menggigit kuku, menggosok-gosok tangan dan gejala lain sebagai perwujudan adanya ketegangan;

g. Sindrom ketegangan pra menstrual: nyeri di tubuh, mual, sakit kepala, rasa tidak nyaman sebelum haid, disebabka terganggunya keseimbangan hormon, berkaitan dengan stres seseorang dan haid yang tidak teratur;

h. Disfungsi seksual: penderita stres sering mengeluh masalah seksual, impotensi, frigiditas, ejakulasi dini, dll.

2. Keluhan Psikologis, meliputi:

(29)

b. Merasa putus asa, bingung, apatis, sedih, gangguan tidur (insomnia), kehilangan minat pada aktivitas dan orang lain, pikiran-pikiran negatif mengenai dirinya, pengalaman dan hari depan, pikiran dan drongan melakukan percobaan bunuh diri;

c. Ketidakseimbangan emosi: suasana hati mudah berubah, cepat marah, emosi cepat meluap, menjadi histeris;

d. Muncul gejala-gejala proses penuaan dini, seperti:

- Mampu mengingat peristiwa lama, tetapi lupa peristiwa baru; - Kecemasan akan perubahan tubuh penyakit dan kematian;

- Perasaan akan kehilangan kecantikan, rambut beruban, kerut di wajah, otot yang mengendur;

- Bertingkah laku muda kembali, terlihat dalam penampilan, pakaian, dan perilaku

Stres dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem fisik tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan. Hubungan antara rasa stres dengan sakit ditandai dengan proses pelepasan hormon, khususny hormon catecholamins dan corticostreroids yang dilepas oleh rangsangan sistem kardiovaskuler. Jika pelepasan hormon ini sangat tinggi, maka dapat menyebabkan jantung berdebar-debar sangat kencang sehingga dapat menyebabkan kematian. Perasaan stres juga dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan fisiologis seperti asma, penyakit kepala kronis, arthritis (rematik), beberapa penyakit kulit, hipertensi, CHD (Chronic Heart Disease), dan juga kanker (Sarafino 1990 diacu dalam Smet 1994).

Tingkat stres dapat dikelompokkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat stres seseorang dapat diketahui dengan memperhatikan gejala-gejala stres yang ditunjukkan, baik gejala fisik maupun gejala emosional (Wilkinson 1989 diacu dalam Furi 2006). Tingkat stres dapat diukur dengan menggunakan berbagai alat ukur, salah satunya adalah alat ukur yang diadaptasi dari National Safety Council (2004). Alat ukur ini dapat menggambarkan bagaimana gejala-gejala yang dialami tubuh akibat stres.

Keluhan Kesehatan

(30)

penyakti paru-paru (bronchitis/dyspnea), diabetes mellitus, jatuh (falls), lumpuh separuh badan, TBC, patah tulang, dan kanker. Arisman (2004) menyatakan bahwa penyakit yang sering diderita oleh lansia adalah penyakit kardiovaskuler, muskuloskletal, TBC, bronkhitis, asma dan penyakit saluran pernapasan, penyakit gusi, mulut dan saluran cerna, sistem saraf, dan infeksi.

Adanya penurunan fungsi dari organ tubuh maupun metabolisme tubuh dapat menyebabkan timbulnya beberapa penyakit. Adanya penyakit tersebut jelas dapat menganggu kesehatan. Penyakit rematik dapat menyerang pria dan wanita pada segala usia, tetapi kelompok lanjut usia lebih banyak terkena serangan rematik. Gejala penyakit ini meliputi rasa lelah, kaku pada persendian, ketegangan otot, dan rasa nyeri. Gejala ini dapat dikurangi dengan melakukan olahraga yang teratur dan sesuai (Mursito 2004).

Rematik (arthritis) merupakan kelompok peyakit yang menyerang tulang, sendi, otot, maupun jaringan lain disekitar sendi. Proses penuaan merupakan penyebab meningkatnya prevalensi penderita osteoartritis dan arthritis gout akibat pengapuran. Sebanyak 90% penderitanya berusia diatas 60 tahun. Pengapuran menyebabkan tulamg rawan pada sendi menipis sehingga timbul tulang muda (spur) sebagai kompensasi menggantikan tulang yang menipis tersebut. Kondisi tersebut yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut, pinggul, dan pinggang bawah (Wirakusumah 2002).

Pada lansia sering pula terjadi gangguan mata akibat proses penuaan. Katarak adalah suatu penyakit kekaburan lensa mata. Orang yang terkena penyakit katarak, penglihatannya makin lama makin kabur, penglihatannya seperto tertutup asap. Jika lensa mata dilihat dari luar, maka akan terlihat ada sesuatu benda padat yang mengkilat, benda tersebut yang menghambat masuknya sinar ke dalam mata, sehingga benda itu terlihat kabur oleh mata (Oswari 1997).

Sakit dada di daerah jantung yaitu pada kiri depan yang terjadi mendadak perlu mendapat perhatain. Rasa sakit tersebut dapat disebabkan oleh gangguan otot jantung dan peradangan pada pembungkus jantung. Sakit dada yang tembus ke belakang kadang-kadang disebabkan oleh masuk angin saja atau dapat pula disebabkan tukak lambung (Oswari 1997).

(31)

pada lansia juga dipengaruhi oleh penggunaan obat, kehilangan darah, kerusakan sumsum tuulang belakang, hemolisis kronis serta defisiensi zat gizi yang terjadi sebelum menderrita anemia akibat proses penuaan (Wirakusumah 2002).

Status Kesehatan

Penyakit adalah suatu keadaan terganggunya fungsi tubuh yang terjadi sebagai respons terhadap infeksi, tekanan, atau kondisi lainnya. Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang dan penyakit yang diderita merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keadaan kesehatan seseorang. Menurut WHO sehat adalah keadaan jasmani, rohani, dan sosial yang sejahtera. Kesehatan sempurna seringkali sulit dicapai seseorang karena masalah kehidupan kerapkali menekan kesehatan, biologis, fisik, dan mental (Astawan & Wahyuni 1989).

Penyakit dapat dibagi dua kategori, yaitu penyakit infeksi (akut) dan non infeksi (kronis). Penyakit infeksi adalah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh mikro-organisme seperti bakteri atau virus didalam tubuh, seperti diare, TBC, demam, fly, tifus, dll. Penyakit kronis adalah penyakit-penyakit yang dapat berkembang selama kurun waktu yang lama, seperti penyakit jantung, kanker, stroke, asam urat, hipertensi, dll (Sarafino 1990 diacu dalam Smet 1994).

Penyakit orang lanjut usia berbeda dengan penyakit orang dewasa muda (Oswari 1997). Gangguan kesehatan yang dialami oleh lansia sering kali disebabkan oleh proses degenerative yang dialami oleh lansia. Menurut Nugroho (1995) penyakit yang diderita oleh lansia di Indonesia meliputi sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, penyakit pada persendian dan tulang serta penyakit kepikunan.

Penyakit yang diderita lansia dapat mengurangi nafsu makannya yang lama kelamaan dapat menurunkan berat badan orang lanjut usia. Selain itu, adanya gangguan pencernaan atau gangguan pada metabolisme tubuh lansia yang tidak bekerja dulu dapat menyebabkan tubuh lansia menjadi kurus walaupun nafsu makannya baik dan makanan yang dimakannya mempunyai gizi yang baik (Oswari 1997).

(32)

tinggal dengan anak-anaknya. dukungan sosial yang baik akan memberikan dampak psikologis yang menguntungkan terhadap kesehatan lansia.

Program Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut

Program pemberdayaan wanita pra dan usia lanjut merupakan program yang diadakan oleh Kementrian Pendidikan Nasional yang bekerjasama dengan Yayasan Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA). Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan dan produktivitas wanita pra dan usia lanjut. sasaran dan peserta dalam kegiatan adalah ibu-ibu usia lanjut dan/atau keluarga.

(33)

KERANGKA PEMIKIRAN

Setiap individu memiliki kebiasaan makan yang berbeda satu sama lain Keadaan sosial ekonomi seperti usia, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan besar keluarga dapat mempengaruhi pola konsumsi makan lansia. Konsumsi makan biasanya terkait dengan jumlah energi yang diperlukan oleh individu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat gizi tersebut. Jika seseorang terbiasa mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang defisit atau lebih maka akan berakibat pada perubahan berat badan seseorang, sehingga pola konsumsi makan ini dapat mempengaruhi status gizi dan lebih lanjut akan mempengaruhi kesehatan lansia.

Status gizi adalah kondisi kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang akibat dari penyerapan (absorpsi), konsumsi, dan penggunaan gizi utilasi (utilization) zat gizi makanan. Oleh karena itu, dengan menilai status gizi dapat memperlihatkan kondisi kesehatan seseorang. Selain itu, kondisi kesehatan seseorang juga dapat dipengaruhi oleh stres yang dialaminya karena stres dapat mengakibatkan ketidakseimbangan fungsi tubuh. Untuk itu tingkat stres dan status kesehatan juga diteliti hubungannya.

Keadaan stres pada seseorang dapat terjadi akibat berbagai faktor (stresor), antara lain keadaan ekonomi dan keadaan dirinya. Dalam hal ini, seseorang dapat mengalami stres akibat tidak mampu menerima perkembangan dan keadaan hidup yang sebenarnya yaitu perubahan yang terjadi pada keadaan sosial ekonominya dan keadaan fisiknya yang gemuk atau tidak gemuk. Untuk itu hubungan status gizi dan keadaan sosial ekonomi dengan tingkat stres juga diteliti dalam penelitian ini. Vitamin A dan vitamin C adalah zat gizi yang berperan sebagai antioksidan yang berperan dalam melawan radikal bebas dan mengatasi gejala yang diakibatkan oleh stres, sehingga tingkat konsumsi vitamin A dan vitamin C juga dilihat hubungannya dengan tingkat stres yang dialami.

(34)
[image:34.595.90.555.85.761.2]

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan :

:

variabel yang diteliti

:

variabel yang tidak diteliti

:

hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti

Status Gizi

(IMT)

Tingkat Stres

Aktivitas fisik

- Jenis aktivitas - Durasi

Status Kesehatan

(Skor Penyakit Non Infeksi)

Pola Konsumsi

Makan

(Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Vitamin

A, dan Vitamin C)

Keadaan Sosial

Ekonomi

- Usia - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan - Besar Keluarga

Faktor Genetik

(35)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu penelitian

Desain penelitian ini adalah dengan cross sectional study, yaitu pengamatan dalam waktu yang bersamaan. Pemilihan tempat dan contoh tersebut dilakukan secara purposive, yaitu di Desa Babakan dan Komplek Perumahan Dosen IPB, Dramaga, Kabupaten Bogor pada ibu-ibu yang menjadi peserta Pelatihan Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari 2011 hingga Mei 2011.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah wanita lansia peserta Pelatihan Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut. Penentuan populasi yang akan dijadikan contoh dalam penelitian atas dasar pertimbangan: (1) Kemudahan akses pengambilan data; (2) Keadaan sosial ekonomi yang bervariasi; (3) Peserta program sudah pernah mendapat pelatihan dan pembinaan sehingga dapat lebih mudah berkomunikasi dengan baik. Peserta program seluruhnya berjumlah 65 orang. Jumlah peserta yang diambil sebagai contoh penelitian adalah 31 orang setelah dikenai kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu sebanyak 18 contoh yang berada di Desa babakan, dan 13 contoh yang berada di Perumahan Dosen IPB. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah contoh berusia ≥ 55 tahun berdasarkan kriteria lanjut usia Departemen Kesehatan (1991), bugar, dapat diukur tinggi badan dan berat badannya, serta bersedia dan dapat diwawancarai. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah bungkuk dan mengalami gangguan pendengaran.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(36)
[image:36.595.85.508.102.526.2]

Tabel 2. Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data

No Jenis Data Cara Pengumpulan

1. Karakteristik Individu: (nama, status pernikahan)

- Wawancara

2. Keadaan sosial ekonomi:

(usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, besar keluarga)

- Wawancara

3. Status gizi:

(berat badan, tinggi badan, IMT)

- Penimbangan

menggunakan Timbangan injak dengan ketelitian 0.5 kg dan kapasitas

maksimum 120 kg - Microtoise dengan ketelitian 0.1 mm 4. Pola konsumsi makan

(frekuensi konsumsi, tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A, vitamin C)

- Wawancara

- Food Frequencies

Questionnaires

- Recall 1x24 jam

5. Tingkat stres - Wawancara

6. Status kesehatan:

(keluhan penyakit infeksi, non infeksi, dan tempat berobat)

- Wawancara

Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang telah diperoleh terlebih dahulu dilakukan editing, entry, dan coding untuk mengecek konsistensi informas. . Data yang telah diverifikasi kemudian dimasukkan ke dalam komputer menggunakan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis secara deskriptif dan korelasi menggunakan SPSS version 16.0 for Windows.

(37)
[image:37.595.97.512.101.652.2]

Tabel 3. Jenis dan Kategori Variabel Pengolahan Data

Variabel Kategori Variabel

Usia* 55-64tahun

≥65 tahun

Status Pernikahan Menikah

Cerai hidup Cerai mati

Pendidikan Tidak tamat SD/Tidak sekolah

SD SMP SMA

Perguruan Tinggi

Pekerjaan Tidak Bekerja

Bekerja

Pendapatan/bulan <Rp 500.000/bulan

Rp 500.000 - Rp 1.000.000/bulan Rp 1.000.000 - Rp 3.000.000/bulan IRT

Besar Keluarga** Kecil (≤4 orang)

Sedang (5-7 orang) Besar (>7 orang) Tingkat Kecukupan Energi dan

Protein***

Defisit (<90%)

Normal (90%-119%) Lebih (≥120%) Tingkat Kecukupan Vitamin A dan

Vitamin C****

Kurang (<77%) Cukup (≥77%)

Status Gizi**** IMT<18.5 (underweight) IMT 18.5-22.9 (normal) IMT 23.0-27.5 (overweight) IMT >27.5 (obesitas)

Tingkat Stres****** Rendah

Sedang Tinggi

Keterangan : * Kategori berdasarkan Depkes (1991) **

Kategori berdasarkan BPS (2001) ***

Kategori berdasarkan Depkes (1996) ****

Kategori berdasarkan Gibson (2005) *****

Kategori berdasarkan WHO (2005) ******

Kategori berdasarkan NSC (2004)

(38)

Angka standar status ekonomi = � ��� � � � � −� ��� � � � �

2

Pola konsumsi makan terdiri dari jenis, jumlah, dan frekuensi konsumsi contoh selama seminggu serta tingkat konsumsi/kecukupan energi dan protein. Frekuensi makan diukur menggunakan metode Food Frequencies Questionnaires (FFQ) sedangkan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein contoh dihitung melalui perbandingan konsumsi energi dan protein yang didapat melalui Recall 1x24 jam dengan Angka Kecukupan Energi dan Protein menurut WKNPG (2004)

Perhitungan TKE berdasarkan AKE pada WKNPG VIII untuk orang dewasa. AKE untuk wanita berusia 50-64 tahun adalah 1750 kkal dan untuk wanita berusia 65 keatas adalah 1600 kkal. TKP dihitung berdasarkan AKP WKNPG VIII. AKP wanita berusia 50-64 tahun dan 65 tahun keatas adalah 50 gram per hari. Kategori tingkat konsumsi atau tingkat kecukupan energi dan protein didapatkan dari klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen Kesehatan (1996). TKA dan TKC juga dihitung berdasarkan kecukupan vitamin A dan vitamin C dalam WKNPG VIII, yaitu 500 RE untuk vitamin A dan 75 mg utk vitamin C. Kategori tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin C didapatkan dari klasifikasi tingkat kecukupan vitamin menurut Gibson (2005). Data jumlah makanan yang dikonsumsi responden dikonversikan dari Ukuran Rumah Tangga ke dalam ukuran berat dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan sehingga diperoleh konsumsinya sendiri (Supariasa et al. 2001). Secara umum rumus untuk menghitung kandungan energi, protein, vitamin A, dan vitamin C yang dikonsumsi adalah sebagai berikut:

Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan :

Kgij = Kandungan zat gizi dalam bahan makanan-j yang dikonsumsi (g) Bj = Berat bahan makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj = Persen bahan makanan-j yang dapat dimakan (% BDD)

Untuk menentukan tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A dan vitamin C digunakan rumus:

TKj = (K/AKj) x 100% Keterangan :

(39)

AKj = Angka kecukupan zat gizi (WKNPG 2004)

Status gizi lansia ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT dihitung dengan membandingkan berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (m2). Kemudian IMT diklasifikasikan berdasarkan kategori WHO (2005).

Tingkat stres diukur menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari National Safety Council (2004) dan dilakukan dengan wawancara langsung kepada contoh. Kuesioner tersebut berisi 17 pertanyaan mengenai gejala atau keluhan kesehatan yang dirasakan dan dari keluhan tersebut dapat diukur tingkat stresnya. Pertanyaan yang diajukan mengenai kekerapan terhadap keluhan yang dirasakannya yaitu dengan jawaban tidak pernah atau jarang sekali bernilai 1, kadang mempunyai nilai 2, sering memiliki nilai 3, dan selalu memiliki nilai 4. Skor minimum adalah 17 dan skor maksimum adalah 68. Skor 17-23 menunjukkan tingkat stres yang rendah, skor 24-45 menunjukkan adanya tingkat stres yang sedang, dan skor 46-68 menunjukkan tingkat stres yang tinggi.

Status kesehatan yang diukur adalah riwayat kesehatan mengenai keluhan penyakit infeksi dan non infeksi dalam sebulan terakhir, dan tempat berobat contoh saat sakit yang dilakukan dengan wawancara. Untuk analisis statistik, yang dihitung adalah skor atau banyaknya penyakit non infeksi yang diderita oleh contoh. Hal tersebut terkait dengan penyakit non infeksi dan biasanya bersifat kronis, yang diderita oleh seseorang dalam jangka waktu yang relatif lama, sehingga adanya penyakit non infeksi tersebut dapat menunjukkan status kesehatannya (Smet 1990 diacu dalam Sarafino 1994). Skor atau banyaknya penyakit non infeksi dihitung dari skor 0 yaitu tidak menderita penyakit non infeksi sama sekali hingga maksimum 4 penyakit yaitu menderita 4 jenis penyakit non infeksi.

Definisi Operasional

Orang Lanjut Usia adalah orang yang berusia 55 tahun keatas, bugar, tidak bungkuk, dapat diukur tinggi dan berat badannya, serta tidak mengalami gangguan pendengaran.

Tingkat Pendidikan adalah tingkat pendidikan terakhir yang dijalani contoh yang diukur lamanya pendidikan atau jenjang pendidikan.

(40)

Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram yang ditimbang menggunakan timbangan injak detecto ketelitian 0,1 kg.

Tinggi badan adalah pengukuran tinggi badan contoh dalam posisi berdiri tegak sempurna menempel ke dinding dan menghadap ke depan diukur dengan menggunakan microtoise ketelitian 0,1 cm.

Pola Konsumsi Makan adalah susunan jenis dan frekuensi konsumsi makan yang dapat dilihat dari kebiasaan mengkonsumsi jenis-jenis pangan meliputi makanan pokok, pangan hewani, pangan nabati, sayur, buah, dan air putih dengan menggunakan Food Frequencies Questionnaries (FFQ), serta tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A, dan vitamin C contoh yang dihitung melalui perbandingan konsumsi yang didapat melalui Recall 1x24 jam dengan Angka Kecukupan zat gizi menurut WKNPG (2004)

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein adalah perbandingan antar konsumsi energi dan protein dengan Angka Kecukupan Energi dan Protein menurut WKNPG (2004).

Tingkat Kecukupan Vitamin A dan Vitamin C adalah perbandingan antar konsumsi vitamin A dan vitamin C dengan Angka Kecukupan vitamin A dan vitamin C menurut WKNPG (2004).

Status Gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi pada makanan pada masa lampau yang ditentukan berdasarkan IMT (kg/m2) yang mengacu pada WHO (2005).

Tingkat Stres adalah keadaan stres yang dialami oleh seseorang yang diukur melalui keluhan kesehatan yang dirasakan akibat adanya stres dan diukur menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari National Safety Council (2004).

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Program PemberdayaanWanita Pra dan Usia Lanjut Penelitian ini dilakukan pada lansia yang mengikuti program Pemberdayaan Wanita dan Usia Lanjut. Kegiatan ini diadakan bekerjasama dengan Yayasan Muslimah Yasmina, Agrianita, Departemen Gizi Masyarakat, Dikmas di Departemen Pendidikan Nasional dengan judul “Pemberdayaan Lansia”. Program tersebut diikuti oleh pra lansia dan lansia wanita yang berumur 45-85 tahun.

Lansia yang mengikuti program tersebut berjumlah 65 orang terdiri dari kelompok pengajian ibu-ibu Agrianita dan kelompok pengajian ibu-ibu Desa Babakan. Namun contoh dalam penelitian ini terdiri atas 31 orang lansia yang telah memenuhi kriteria inklusi, yaitu 13 orang lansia dari Perumdos dan 18 orang lansia dari Desa Babakan. Kedua kelompok pengajian ini berada dalam binaan Agrianita Institut Pertanian Bogor. Kelompok pengajian ibu-ibu Agrianita terdiri dari istri pensiunan, dosen ataupun pegawai IPB. Sebagian besar anggota kelompok pengajian Agrianita bertempat tinggal di Perumahan Dosen dalam komplek lingkar kampus IPB. Ada juga ibu-ibu kelompok pengajian Agrianita yang tinggal di daerah Kota Bogor. Ibu-ibu kelompok pengajian Desa Babakan bertempat tinggal di daerah Babakan Raya yang tersebar antara RT 01, 02, 03, 04, dan 07.

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh program pemberdayaan lansia ini yaitu:

1. Perawatan lansia, kegiatan ini mendidik lansia untuk merawat diri sendiri di usianya sekarang meliputi pengetahuan tentang makanan, gizi seimbang dan olahraga yang baik untuk menjaga kesehatan lansia

2. Kemandirian sosial, kegiatan ini meliputi penyuluhan tentang cara berkomunikasi yang baik kepada orang lain dan membuat social group seperti kelompok pengajian agar para lansia dapat berkomunikasi dan menjalin hubungan sosial yang baik dengan orang-orang sekitarnya. 3. Kemandirian ekonomi, dalam kegiatan ini lansia diajarkan untuk

(42)

menunjang perekonomian. Outcome dari program pemberdayaan lansia tersebut adalah meningkatkan pendapatan lansia.

Keadaan Sosial Ekonomi Usia

Menurut Depkes (1991) mengenai pengelompokkan lanjut usia, seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia dini adalah yang telah berumur 55 tahun keatas. Contoh pada penelitian ini adalah 31 orang wanita lanjut usia yang berusia sama dengan atau diatas 55 tahun.

Rentang usia contoh dalam penelitian ini berkisar antara 55 - 85 tahun. Rata-rata usia contoh adalah 64.5 ± 9.0 tahun dengan persentase lebih dari separuh contoh yaitu 61.3% adalah pada rentang usia 55-64 tahun, sedangkan sebanyak 38.7% berada pada rentang usia diatas atau sama dengan 65 tahun. Berdasarkan status ekonominya, contoh yang berstatus ekonomi tinggi dan rendah sebagian besarnya berusia 55-64 tahun yaitu masing-masing 56.3% dan 66.7%

Pendidikan

Menurut BPS (2004), tingkat pendidikan dapat diukur dari pendidikan terakhir yang ditamatkan. Menurut tingkat pendidikannya, sebagian besar contoh (35.5%) tamat SD, 25.8% tamat Perguruan Tinggi, 19.4% tamat SMA, 16.1% tidak sekolah, dan 3.2% tamat SMP. Berdasarkan status ekonomi nya, contoh yang berstatus ekonomi rendah sebagian besarnya hanya berpendidikan SD (56.3%) dan contoh yang berstatus ekonomi tinggi sebagian besarnya berpendidikan sampai ke perguruan tinggi (53.3%).

Alasan contoh yang tidak bersekolah dan yang hanya menamatkan pendidikannya pada jenjang SD adalah belum terdapatnya fasilitas sekolah pada daerah tempat tinggalnya pada saat itu dan letak sekolahnya yang sangat jauh dari rumah contoh, serta karena kurangnya kesadaran contoh mengenai pentingnya pendidikan pada saat itu. Mereka lebih berorientasi untuk membantu penghidupan keluarga dengan ikut bekerja. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan status ekonominya dapat dilihat pada tabel 4.

Pekerjaan

(43)
[image:43.595.90.492.195.748.2]

seluruhnya sudah tidak bekerja atau pensiun (93.8%

Gambar

Gambar 1.  Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data
Tabel 3.  Jenis dan Kategori Variabel Pengolahan Data
Tabel 4 Sebaran contoh menurut keadaan sosial ekonomi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bertindak untuk dan atas nama SD Negeri 1 Asemrudung UPTD Pendidikan Kecamatan Geyer Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan dengan ini menyatakan bahwa saya

Dari uraian kajian mengenai peran agroindustri hulu dan hilir dalam perekonomian dan distribusi pendapatan masyarakat Indonesia dapat diambil kesimpulan bahwa dalam

Pada Pukul 10.00 Wib, sesuai dengan Jadwal Tahapan Panitia Pengadaan Barang/Jasa Sekretariat Daerah Kabupaten Bengkulu Utara Tahun Anggaran 2013,

Saat bronkoskopi berlangsung banyaknya sekret dahak dinilai menjadi 3 derajat, yaitu derajat 1: hampir tidak ada sekret dahak; derajat 2: memerlukan larutan garam fisiologis

perancangan desain grafis untuk periklanan obyek Wisata Pendakian Gunung Wilis memerlukan data yang akurat untuk dianalisis dalam mendukung konsep yang melandasi

KF-0001 Admin dan user dapat melakukan login di aplikasi KF-0002 Admin dan user dapat mengisi form penghuni baru KF-0003 Admin dan user dapat melihat daftar penghuni KF-0004 Admin

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis pengaruh reputasi auditor, disclosure, audit client tenure, dan ukuran perusahaan terhadap opini audit going concern

Hasil penelitian yang diperoleh, konsep diri digambarkan dari: (1) identitas diri yang meliputi status kesehatan dan peran dalam rumah tangga; (2) citra tubuh yang