• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Kesehatan Tikus Percobaan yang Diberi Sosis Fermentasi Probiotik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Status Kesehatan Tikus Percobaan yang Diberi Sosis Fermentasi Probiotik"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS KESEHATAN TIKUS PERCOBAAN YANG

DIBERI SOSIS FERMENTASI PROBIOTIK

DWI ERNANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Status Kesehatan Tikus Percobaan yang Diberi Sosis Fermentasi Probiotik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Dwi Ernaningsih

(4)
(5)

RINGKASAN

DWI ERNANINGSIH. Status Kesehatan Tikus Percobaan yang Diberi Sosis Fermentasi Probiotik. Dibimbing oleh IRMA ISNAFIA ARIEF dan EPI TAUFIK.

Probiotik merupakan salah satu komponen yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai fungsional produk pangan termasuk daging. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sosis fermentasi dengan menggunakan kultur bakteri probiotik Lactobacillus plantarum IIA-2C12 terhadap status kesehatan tikus percobaan. Penelitian ini dibagi kedalam dua tahap, yaitu, 1) penyegaran kultur starter, pembuatan sosis dan sosis fermentasi dan, 2) pengujian secara in vivo. Tikus yang digunakan dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu: kontrol (P0), sosis fermentasi (P1) dan sosis (P2).

Penelitian ini menggunakan pola rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan jenis pakan yaitu pakan kontrol, sosis fermentasi dan sosis. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah bakteri asam laktat, sosis fermentasi yang dihasilkan memenuhi kriteria sebagai pangan probiotik. Pemberian pakan yang berbeda tidak memberikan efek yang signifika(P>0.05) terhadap bobot badan dan organ tikus percobaan.

Pemberian sosis fermentasi mampu meningkatkan jumlah sel limfosit pada hari ke-20 (T2). Perlakuan pakan tidak memberikan efek yang signifikan (P>0.05) pada profil darah tikus, tetapi pada terminasi hari ke-10 (T1), tikus P1 menunjukkan jumlah sel monosit dan neutrofil yang nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding P0 dan P2. Uji kolesterol darah menunjukkan bahwa P1 memiliki kandungan HDL yang signifikan lebih tinggi pada T1 dibanding dengan perlakuan lain. Terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05) pada kadar MDA ginjal dan hati tikus baik pada T1 maupun T2.

(6)

SUMMARY

DWI ERNANINGSIH. The Health Status of Experimental Rats Fed With Probiotic Fermented Sausage. Supervised by IRMA ISNAFIA ARIEF and EPI TAUFIK.

Probiotic is one component that can be used to increase the functional food value in products including meat.The aim of this study was to examine the health effect of probiotic fermented sausage made by using Lactobacillus plantarum

IIA-2C12 as starter and fed to experimental rats. This research was conducted in two stages, namely 1). bacterial starter culture refreshment, sausages and fermented sausages making and 2). in vivo testing. The experimented rats were grouped into three groups i.e: control (P0), fermented sausage (P1) and sausage (P2).

This study used a completely randomized design pattern with three treatment namely control, fermented sausage and sausage. The results showed that based on total lactic acid bacteria fermented sausage met the criteria as probiotic food. Feeding treatmens did not affect significantly (P>0.05) on body weight and organs of experimental rats.

Fermented sausage was able to increase cell number of lymphocytes in 20th day termination (T2). Feeding treatments did not affect significantly (P>0.05) on blood profile, but on the 10th day of termination (T1), P1 rats had significantly (P<0.05) higher number of monocytes and neutrofil than P0 and P1. Cholesterol profile test showed that P1 had significantly higher value of HDL on T1 as compared to other treatments. There were significant different levels of Malonaldehide (MDA) (P<0.05) in rat kidneys and livers in T1 and T2.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

STATUS KESEHATAN TIKUS PERCOBAAN YANG

DIBERI SOSIS FERMENTASI PROBIOTIK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Status Kesehatan Tikus Percobaan yang Diberi Sosis Fermentasi Probiotik

Nama : Dwi Ernaningsih NIM : D151130366

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi Ketua

Dr Epi Taufik, SPt MVPH MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dr Ir Salundik, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Juli 2014 ini ialah pangan fungsional, dengan judul Status Kesehatan Tikus Percobaan yang Diberi Sosis Fermentasi Probiotik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi selaku pembimbing I dan Dr Epi Taufik, SPt MVPH MSi selaku pembimbing II. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Fransiska Rungkat Zakaria, MSc selaku dosen penguji Selain itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dwi Ferbriantini atas bantuanya selama melakukan penelitian. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, Bapak Subur Mardiyono, Ibu Targiyatmi, Kakak Maksum Hidayatur Rofik, Adik Anggi Laksmana Putra dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, November 2014

(13)

DAFTAR ISI

Komposisi Nutrisi dan Kualitas Mikrobiologi Sosis Fermentasi 12

(14)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi ransum tikus percobaan 8

2 Perlakuan pada tikus percobaan 9

3 Kualitas mikrobiologi daging segar 13

4 Kandungan nutrisi sosis fermentasi dengan penambahan bakteri probiotik L. plantarum IIA-2C12 14

5 Populasi bakteri asam laktat dan patogen pada sosis fermentasi 14

6 Komposisi nutrisi sosis masak 15

7 Populasi bakteri asam laktat dan patogen pada sosis 16

8 Bobot badan dan organ tikus percobaan 16

9 Pertumbuhan tikus selama percobaan 16

10 Hasil perhitungan sel limfosit pada tikus percobaan 17

11 Profil darah tikus setelah pemeliharaan 10 hari 21

12 Profil darah tikus setelah pemeliharaan 20 hari 21

13 Profil kolesterol darah tikus setelah pemeliharaan 10 hari 23

14 Profil kolesterol darah tikus setelah pemeliharaan 20 hari 24

15 Kadar air pada feses tikus percobaan 27

16 Kadar malonaldehida (MDA) ginjal tikus percobaan 28

17 Kadar malonaldehida (MDA) hati tikus percobaan 29

DAFTAR GAMBAR

1 Tahap pembiakan kultur starter bakteri L. plantarum IIA-2C12 6

2 Tahap pembuatan sosis fermentasi probiotik 7

3 Terminasi pada tikus percobaan 7

4 Sistematika penelitian utama 8

5 Kandang individu tikus percobaan 9

6 Grafik pertumbuhan tikus selama pemeliharaan 17

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Meningkatnya kesejahteraan masyarakat menyebabkan terjadinya perubahan pola makan yang memicu berbagai penyakit degeneratif. Kesadaran masyarakat akan kaitan pangan dengan kesehatan mendorong masyarakat untuk lebih memilih pangan yang tidak hanya mengenyangkan namun juga memberikan efek terhadap kesehatan. Pangan yang memiliki kedua manfaat tersebut disebut sebagai pangan fungsional. Definisi pangan fungsional menurut BPOM (2005) adalah pangan yang secara alami maupun telah mengalami proses (produk olahan) mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah memiliki fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar suatu pangan memiliki nilai fungsional adalah dengan penambahan bakteri probiotik.

Bakteri probiotik merupakan sel-sel mikroorganisme yang dalam jumlah cukup dapat memberikan manfaat kesehatan bagi manusia (FAO 2002). Bakteri probiotik mampu bertahan hidup dalam saluran pencernaan manusia, sehingga bermanfaat untuk menjaga keseimbangan mikroflora dalam usus. Lactobacillus plantarum IIA-2C12 merupakan bakteri probiotik hasil isolasi dari daging sapi di pasar tradisional Bogor oleh Arief et al. (2008). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bakteri L. plantarum IIA-2C12 memiliki beberapa menfaat kesehatan diantaranya mampu berperan sebagai imunomodulator yaitu dengan meningkatkan respon imun tikus percobaan yang dipapar EPEC. Penelitian yang dilakukan sebelumnya juga menunjukkan bahwa L. plantarum IIA-2C12 mampu mencegah kejadian diare, meningkatkan jumlah sel limfosit, menurunkan konsentrasi malonaldehida hati, meningkatkan aktivitas enzim antioksidan superoksida dismutase (SOD) (Astawan et al. 2011a) dan mempertahankan jumlah eritrosit, nilai hematokrit serta kadar hemoglobin pada tikus yang dipapar EPEC (Astawan et al. 2011b). Penelitian yang dilakukan oleh Wresdiyati et al.

(2012), menunjukkan bahwa bakteri L. plantarum IIA-2C12 mampu meningkatkan kandungan IgA dalam mukosa usus dan mampu mempertahankan kadar IgA tersebut pada tikus yang dipapar oleh EPEC selama dua minggu.

Pemberian bakteri pada penelitian sebelumya dilakukan dengan cara dicekok atau diberikan dalam bentuk yoghurt, tetapi penambahan bakteri L.

plantarum IIA-2C12 dalam produk pangan asal daging kemudian diujikan kepada

(16)

2

mempu meningkatkan masa simpan dari daging yang merupakan produk pangan yang mudah mengalami kerusakan.

Penelitian ini dilakukan untuk menguji secara in vivo kemampuan bakteri probiotik indigenus asal daging sapi yang ditambahkan dalam proses pembuatan sosis fermentasi pada kesehatan tikus percobaan. Pengamatan yang dilakukan meliputi pertumbuhan selama pemeliharaan, jumlah sel limfosit, profil malonaldehida (MDA) hati dan ginjal, diferensiasi sel darah putih dan kadar kolesterol darah.

Perumusan Masalah

Peningkatan berbagai macam penyakit degeneratif di masyarakat salah satunya disebabkan adanya perubahan pola makan. Risiko penyakit degeneratif dapat dikurangi dengan mengkonsumsi pangan yang mengandung komponen fungsional tertentu yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh seperti probiotik. Salah satu bakteri probiotik yang diisolasi dari daging di pasar tradisional Bogor adalah L. plantarum IIA-2C12. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bakteri tersebut memiliki kemampuan untuk mencegah infeksi penyakit yang disebabkan oleh EPEC, akan tetapi peran bakteri tersebut yang ditambah pada proses pembuatan sosis fermentasi terhadap status kesehatan belum diteliti. Pada penelitian ini kultur L. plantarum IIA-2C12 tersebut ditambahkan sebagai kultur starter produk sosis fermentasi kemudian dilakukan pengujian terhadap kondisi kesehatan tikus percobaan secara in vivo.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sosis fermentasi dengan menggunakan kultur bakteri probiotik L. plantarum IIA-2C12 terhadap status kesehatan tikus percobaan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk:

1. Meningkatkan pengetahuan tentang peran penambahan kultur bakteri probiotik dalam produk daging.

2. Mendapatkan produk olahan daging yang memiliki sifat fungsional.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh bidang industri pangan sebagai pangan fungsional untuk meningkatkan konsumsi pangan sehat bagi masyarakat.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup kajian penelitian ini meliputi pengujian terhadap efektivitas bakteri probiotik L. plantarum IIA-2C12 hasil isolasi dari daging sapi di pasar tradisional Bogor yang ditambahkan dalam proses pembuatan sosis fermentasi terhadap status kesehatan tikus percobaan yang dilakukan secara in vivo.

(17)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sosis Fermentasi

Sosis fermentasi merupakan produk pangan yang terbuat dari daging mentah yang dimasukkan ke dalam casing dan ditambahkan kultur starter bakteri asam laktat dari genus Lactobacillus atau Pediococcus, serta dilakukan proses fermentasi dan pematangan (Leroy et al. 2006). Proses fermentasi pada produk berbahan daging bertujuan untuk mengubah daging sebagai bahan yang mudah rusak menjadi produk fermentasi yang memiliki masa simpan yang lebih lama dan menghasilkan karakteristik sensori dari produk tersebut (Hemmes et al. 2003). Rantsiou et al. (2005), menyatakan bahwa bakteri asam laktat yang terdapat dalam sosis fermentasi berperan sebagai bioprotektif dan biopreservasi dalam meningkatkan keamanan produk. Riebroy et al. (2008) mengemukakan bahwa penggunaan bakteri asam laktat adalah untuk meningkatkan karakteristik sensori (flavor dan rasa), mempersingkat waktu fermentasi dan meningkatkan mutu mikrobiologi (menghambat pertumbuhan bakteri patogen).

Pada pembuatan sosis fermentasi dilakukan proses pengasapan. Menurut Velho (2003), proses pengasapan selain berfungsi untuk menghasilkan flavor pada produk pangan, juga dapat digunakan sebagai pengawet. Hal ini disebabkan asap kayu mengandung fenol yang bersifat sebagai antioksidan dan antimikroba. Selain itu terbentuknya senyawa formaldehid yang dapat meningkatkan stabilitas pada produk makanan asap. Cold smoking (pengasapan dingin) adalah proses dengan menggunakan asap dengan kisaran suhu antara 15-25 °C. Proses pengasapan ini dilakukan selama beberapa jam atau beberapa hari. Proses pengasapan ini cocok digunakan sebagai salah satu metode pemasakan pada produk.

Probiotik

Probiotik adalah sediaan sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya (Schmidt et al.

2006). Jumlah minimal bakteri dalam produk pangan probiotik adalah sebesar 106 cfu g-1 dan jumlah yang harus dikonsumsi setiap hari sekitar 108 cfu g-1, dengan tujuan untuk mengimbangi kemungkinan penurunan jumlah bakteri probiotik pada saat berada dalam saluran pencernaan (Shah 2007). Menurut Anadon et al. (2010), mikroorganisme yang biasa digunakan sebagai probiotik terdiri dari beberapa grup, yaitu: bakteri asam laktat (BAL) Lactobacilli (L. acidophillus, L. casei, L. plantarum, L. reuteri, L. ramnosus, L. salivarus), Bifidobacteria (B. brave, B. longum, B. lactis), Bacillus (B. subtilis, B. cereus var toyoi) dan Enterococcus (E. faecium). Bakteri Asam laktat dikenal sebagai bakteri yang aman untuk pangan (Generally Recognised As Safe/GRAS) dan banyak dimanfaatkan sebagai kultur starter pada produk pangan fermentasi, salah satunya pada produk fermentasi daging. Bakteri ini berperan penting sebagai pengawet juga berkemampuan membentuk produk yang bercitarsa khas (Hemmes et al. 2003).

(18)

4

menghasilkan senyawa metabolit primer seperti asam laktat, CO2, diasetil, asetaldehida dan hidrogen peroksida (H2O2); dan menghasilkan bakteriosin yang merupakan senyawa protein yang menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri sejenis. Menurut Kaur et al. (2002), BAL menjaga keseimbangan mikroflora saluran pencernaan dan meningkatkan respon imun dengan cara: (1) berkompetisi dengan patogen entrik, (2) memproduksi metabolit yang bersifat toksik (H2O2), (3) memproduksi asam butirat (meningkatkan turnover enterosit), (4) memulihkan mikroflora normal selama terapi antibiotik, dan (5) memproduksi bakteriosin.

Imunomodulator

Menurut Flachsmann (2001), sistem imun terdiri atas dua jenis yaitu sistem imun kogenital atau non-spesifik dan sistem imun adaptif atau spesifik. Mekanisme pertahanan tubuh oleh sistem imun non-spesifik bersifat spontan, non spesifik dan tidak berubah baik secara kualitas maupun kuantitas bahkan setelah paparan berulang dengan patogen yang sama. Imunomodulator adalah zat yang dapat memodulasi (mengubah atau mempengaruhi) sistem imun tubuh menjadi ke arah normal. Produk imunomodulator berperan menguatkan sistem imun tubuh atau menekan respon imun yang berlebihan. Menurut Baratawidjaja (2002), imunomodulator adalah obat yang dapat mengendalikan dan memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya berlebihan. Imunomodulator bekerja melalui 3 cara, yaitu imunorestorasi, imunostimulasi dan imunosupresi.

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2014. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ruminansia Besar dan Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta Unit Pengelolaan Hewan Laboratorim (UPHL), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Bahan

(19)

5 garam, gula pasir, jahe halus, lada halus, daun jeruk dan pala halus). Selain itu, bahan penelitian in vivo yang terdiri atas tikus albino Norway rats (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley umur 5-6 minggu berjenis kelamin jantan hasil pengembangbiakan dari Badan POM RI dengan bobot awal berkisar dari 120-130 g sebanyak 28 ekor dan pakan standar.

Bahan yang digunakan untuk analisis limfosit adalah phosphat buffer saline

(PBS), indikator triphan blue, serbuk rosswell park memorial institute (RPMI) 1640, NH4Cl 0.85%, Streptomicin-penicilin dan akubidest. Bahan untuk analisis MDA terdiri atas PBS pH 7.4, HCl 0.25, trikloro asetat (TCA), thiobarbituric acid

(TBA), Butylated Hydroxytoluene (BHT) dan KCl. Alat

Alat yang digunakan pada pembuatan sosis fermentasi ini adalah grinder, bowl cutter, freezer, stuffer dan alat pengasapan. Alat yang digunakan untuk analisis adalah spektofotometer, inkubator, aoutoklaf, mikropipet 1000 µL dan 100 µL, vorteks, termometer, pH-meter, centrifuge tube, Eppendorf 3 mL,

laminar air fllow dan penangas

Prosedur

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan berupa pembiakan kultur starter, pembuatan sosis dan sosis fermentasi, serta penelitian utama yaitu pemeliharaan tikus percobaan untuk mengetahui status kesehatan secara in vivo.

Penyegaran dan Pembiakan Kultur Bakteri Asam Laktat (Arief et al. 2005) Kultur bakteri probiotik disegarkan pada media MRSB dengan lama inkubasi 24 jam pada suhu 37 ºC. Kultur hasil penyegaran diinokulasikan pada susu skim steril dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 48 jam yang disebut kultur induk. Kultur induk diinokulasikan pada susu skim steril untuk dijadikan kultur antara dan diinokulasikan kembali sebagai kultur kerja. Kultur kerja ditumbuhkan pada media MRSA dan dihitung populasinya. Kultur yang memenuhi syarat untuk dijadikan kultur starter untuk sosis fermentasi adalah dengan populasi ≥ 108

cfu mL-1. Diagram alir pembiakan kultur dapat dilihat pada Gambar 1.

Pembuatan Sosis (Modifikasi Arief et al. 2014a)

Daging dipotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil dan dimasukkan ke dalam food processor bersama dengan 3 % garam, 0.5 % STPP dan 10% es batu kemudian digiling selama 1 menit. Adonan selanjutnya ditambah dengan 10% susu skim dan bumbu-bumbu lain (1.5% bawang putih, 1% merica, 0.5% pala dan 0.5% jahe) dan digiling kembali selama 2 menit. Adonan selanjutnya ditambah dengan 15% tepung tapioka kemudian digiling selama 2 menit. Adonan yang sudah jadi dimasukkan ke dalam stuffer dan dimasukkan ke dalam selongsong. Sosis kemudian dikukus selama 60 menit pada suhu 60-65 ºC.

Pembuatan Sosis Fermentasi (Arief et al. 2014b)

(20)

6

putih 0.5%, daun jeruk 0.5% dan pala halus 0.5%) dan 2% kultur bakteri di dalam

bowl cutter. Adonan yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam stuffer dan kemudian dimasukkan ke dalam selongsong. Sosis selanjutnya diperam (conditioning) selama 24 jam pada suhu ruang (± 27 ºC). Proses selanjutnya adalah pengasapan dingin selama 3 hari dengan suhu 27-30 ºC selama 4 jam hari-1. Diagram alir proses pembuatan sosis fermentasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1 Tahap pembiakan kultur starter bakteri L. plantarum IIA-2C12 Analisis Mikrobiologi Sosis dan Sosis Fermentasi (AOAC 2005)

Sejumlah 25 g sampel disuspensikan ke dalam 225 mL buffer peptone water (BPW) steril. Analisis mikrobiologi dilakukan dengan pour plate method

menggunakan media MRSA untuk jumlah bakteri asam laktat, BPA untuk pengujian S. aureus, EMBA untuk uji E. coli dan XLDA untuk pengujian

Salmonella sp. Jumlah pengenceran yang digunakan untuk analisis total bakteri asam laktat (BAL) pada sosis fermentasi adalah 10-6 sampai 10-8 dan 10-1 sampai

Kultur bakteri

Penyegaran pada media MRSB

Inokulasi pada susu skim steril dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 48 jam (kultur induk)

Kultur induk diinokulasi ke dalam susu skim steril dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 48 jam (kultur antara)

Kultur antara diinokulasi ke dalam susu skim steril dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 48 jam (kultur kerja)

Ditumbuhkan pada media MRSA

Populasi dihitung

Populasi ≥108

cfu mL-1 Populasi < 108 cfu mL-1

(21)

7 10-3 pada sosis masak. Pengujian S. aureus, E. coli dan Salmonella sp. digunakan pengenceran 10-1 sampai 10-3.

Gambar 2 Tahap pembuatan sosis fermentasi probiotik Uji in Vivo Pada Tikus Percobaan

Tikus percobaan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi kedalam tiga kelompok berdasarkan perlakuan yang diberikan. Sebelum perlakuan, dilakukan proses adaptasi selama lima hari dengan pemberian ransum standar kepada semua tikus percobaan. Selain itu, terdapat kelompok baseline sebanyak empat ekor tikus yang dipelihara selama lima hari adaptasi (H0) dan setelah itu dibedah (T0) untuk mengetahui data awal sebelum pemeliharaan. Pemeliharaan tikus dilakukan selama 20 hari dan proses terminasi dilakukan pada hari ke-10 (T1) dan hari ke-20 (T2). Proses terminasi dilakukan dengan cara pembiusan dengan menggunakan ketamin dan dilakukan pengambilan darah. Selanjutnya tikus dibunuh dengan

cervicalis dislocalis.

Gambar 3 Terminasi pada tikus percobaan

Ransum disusun secara isoprotein dengan kandungan protein pakan sebanyak 19%. Ransum disusun berdasarkan kadar bahan kering pakan, kemudian dikonversi lagi ke dalam bentuk segar. Komposisi ransum masing-masing

Daging digiling dan dibekukan selama 24 jam

Daging dicampur dengan bumbu dan kultur bakteri di dalam

bowl cutter

Adonan dimasukkan ke dalam selongsong dengan stuffer

Conditioning atau pemeraman (selama 24 jam pada suhu ruang ±27 ºC)

Pengasapan dingin selama 3 hari dengan suhu 28– 30 ºC selama 4 jam hari-1

(22)

8

perlakuan ditunjukkan pada Tabel 1. Ransum standar yang digunakan adalah ransum dengan kandungan kasein sebagai sumber protein. Komposisi data proksimat kasein untuk pembuatan ransum tikus percobaan berdasarkan sertifikat analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB (2014) terdiri atas 79. 94% protein (%bb), 89.14% protein (% bk),1.91% abu (% bk), 10.32 % air dan 0.61% lemak (% bk). Sistematika penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4.

Tabel 1 Komposis ransum tikus percobaan (%)

Komponen Pakan P0 P1 P2

Kasein (%) 21.31 - -

Sosis (%) - - 41.35

Sosis Fermentasi (%) - 32.62 -

CMC (%) 0.52 0.50 0.62

Premix (%) 4.68 4.50 4.43

Vitamin (%) 1.00 1.00 1.00

Minyak (%) 7.68 7.99 7.95

Maizena (%) 64.81 53.39 44.65

Gambar 4 Sistematika penelitian utama

Keterangan:

T0 = Terminasi awal pada hari ke-0 (4 ekor tikus))

T2 = Terminasi ke-10 (4 ekor tikus setiap perlakuan, total 12 tikus) T3 = Terminasi ke-20 (4 ekor tikus setiap perlakuan, total 12 tikus)

Pengelolaan Hewan Percobaan

Kandang yang digunakan dalam pemeliharaan tikus percobaan adalah kandang individu dengan ukuran 17.5x 23.5x17.5 cm dengan alas kandang yang digunakan adalah serbuk gergaji. Suhu ruangan untuk tikus berkisar antara 26-30ºC. Ransum diberikan pada setiap pukul 06.00-07.00 dan air minum diberikan

ad libitum. Sisa ransum dkumpulkan setiap hari untuk ditimbang sehingga diketahui konsumsi ransum per ekor tikus per hari. Tikus percobaan dibagi dalam tiga perlakuan yang dijelaskan pada Tabel 2.

H (-5) H (0) H (10) H (20)

Adaptasi

T0 T1 T2

(23)

9

Gambar 5 Kandang individu tikus percobaan Tabel 2 Perlakuan pada tikus percobaan

Kelompok Perlakuan

P0 Tikus kontrol yaitu tikus yang hanya diberikan ransum standar dengan kasein (100%) sebagai sumber protein.

P1 Tikus perlakuan yaitu tikus yang diberi ransum standar dengan sosis fermentasi probiotik yang ditambahkan kultur L. plantarum

IIA-2C12 sebagai sumber protein (100%) penganti kasein .

P2 Tikus perlakuan yaitu tikus yang diberi ransum standar dengan sosis sebagai sumber protein (100%) penganti kasein .

Pengukuran Bobot Badan, Bobot Organ dan Efisiensi Ransum

Penimbangan berat badan tikus dilakukan setiap tujuh hari sekali untuk mengetahui pertambahan bobot badan pada tikus selama perlakuan. Konsumsi pakan dihitung setiap hari dengan mengurangi jumlah pakan yang diberikan dengan sisi pakan. Bobot organ ditimbang pada setiap terminasi. Organ yang ditimbang meliputi hati, ginjal dan limpa. Nilai efisiesi ransum dari pakan yang diberikan dihitung dengan rumus:

Efisiensi Ransum = Pe am ahan o o adan g

onsumsi ansum g x 100%

Pengujian Konsentrasi Leukosit dan Diferensiasinya

Pengujian konsentrasi leukosit dan diferensiasinya dilakukan dengan metode Giemmsa (Sastradipraja et al. 1989) sebagai berikut: 20 µL darah ber-EDTA diencerkan dalam 380 µL larutan Turk (campuran dari larutan gentianviolet 1% dalam air 1 mL, asam glasial 1 mL, akuades 100 mL) dengan menggunakan mikropipet. Selanjutnya dihomogenkan dengan gerakan tangan membentuk pola angka delapan. Setelah itu sempel darah ditetaskan pada

hemocytometer neubeur, dibiarkan beberapa saat hingga cairan mengendap. Jumlah leukosit dihitung dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Leukosit dihitung pada empat bidang yang terletak di empat sudut kamar hitung. Jumlah leukosit kemudian dikalikan dengan 50 untuk mengetahui konsentrasinya setiap mm3.

(24)

10

dan dicuci dengan air kran yang mengalir untuk menghilangkan zat warna yang berlebihan. Preparat ulas diamati dengan mikroskop pada pembesaran 1000 kali (dengan bantuan minyak imersi). Kemudian dihitung jumlah monosit, neutrofil, eusinofil, basophil dan limfosit sampai jumlah total 100 butir leukosit (dengan bantuan hand counter).

Perhitungan Sel Limfosit (Aattouri et al. 2002)

Organ limpa diambil dari tikus yang dibedah dan kemudian dicuci dengan menggunakan RPMI-1640 steril. Limpa dipindahkan ke cawan petri lain yang berisi tiga mL RPMI-1640 steril. Limpa digerus sehingga diperoleh sel limfosit, selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge 15 mL steril dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, sedangkan pelet sel diberi 2 mL NH4Cl 0.85% selama 2 menit dan segera ditambahkan 3 mL RPMI-1640. Suspensi sel kembali disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dengan menggunakan pipet. Endapan sel limfosit dicuci kembali dengan RPMI-1640 dan diencerkan dengan 2 ml RPMI-1640. Jumlah sel yang hidup dihitung dengan bantuan pewarna tryphan blue (perbandingan 1:1). Sebanyak 50 µL campuran ditempatkan dalam hemasitometer. Perhitungan dilakukan dengan perbesaran mikroskop 40 kali. Sel yang hidup tidak berwarna sedangkan sel yang mati akan berwana biru. Jumlah sel yang hidup dihitung pada area dua area kotak besar (@ 16 kotak kecil) lalu dihitung per mL suspensi dengan rumus (dimana faktor pengenceran (fp) =2):

Jumlah sel mL-1 = jumlah sel ang hidup fp 10

β

Analisis Kadar MDA Hati dan Ginjal Tikus Percobaan (Modifikasi Marija et al. 2011)

Sebanyak 0.2 g hati atau ginjal ditambah dengan KCl 0.15 M sampai volume 2 mL (membentuk 10% homogenan). Homogenan ditambah 25 µL BHT 0.2% yang dilarutkan ke dalam etanol dan dipindahkan ke tabung Ependorf kemudian disentrifuge dengan kecepatan 6000 rpm selama 20 menit. Supernatan diambil dan ditambah TCA dengan perbandingan 1:4 selanjutnya dilakukan sentrifuge 3000 rpm selama 15 menit. Sebanyak 500 µL supernatan dimasukkan ke dalam vial dan ditambah dengan 500 µL TBA 0.375% dalam HCl 0.25 M. Vial dipanaskan pada suhu 100 ºC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam suhu ruang. Nilai absorbansi kemudian diukur pada panjang gelombang 532 nm. Nilai MDA dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Penatapan Kadar Kolesterol Total, HDL, LDL dan Trigliserida

(25)

11 ºC. Absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm dalam waktu 1 jam. Kolesterol total (mg dL-1) diperoleh dengan mengkalikan konsentrasi standar dengan nilai absorbansi yang diperoleh. Total trigliserida ditentukan setelah hidrolisis lipase. Sampel sebanyak 10 µL sampel ditambah dengan 1000 µL reagen, kemudian disentrifuge selama 10 menit pada suhu 20-25 ºC. Absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm dalam waktu 1 jam. Trigliseridal total (mg dL-1) diperoleh dengan mengkalikan konsentrasi standar dengan nilai absorbansi yang dipe oleh. ada HDL dipe oleh dengan me eaksikan β00 μL dengan reagent

pengendap (phosphotungstic acid dan magnesium chloride) se an ak 500 μL dan

diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang lalu disentrifuge selama 10 menit pada 4000 rpm. Supernatan HDL se an ak 100 μL dicampu dengan reagent

CHOD-PAP 1000 μL, diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-25 ºC. Asorbansi diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm dalam waktu 1 jam. Kolesterol HDL diperoleh dengan mengkalikan konsentrasi standar dengan nilai absorbansi. Kadar kolesterol LDL darah ditentukan dengan menggunakan rumus penghitungan kadar kolesterol LDL darah yaitu: Kolesterol LDL (mg dL-1)= kolesterol total- (trigliserida/5 + kolesterol HDL)

Kadar Air Feses Tikus (AOAC 2005)

Cawan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 100 ºC selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan selanjutnya ditimbang dengan menggunakan neraca analitik (a gram). Sempel yang akan diukur juga ditimbang dengan neraca analitik (b gram). Cawan yang berisi sampel kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 105 ºC selama 18 jam. Sampel dan cawan kemudian didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (c gram). Kadar air kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air (%) =

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan pakan (P0, P1 dan P2) dan empat ulangan sesuai dengan jumlah tikus. Model matematis yang digunakan adalah sebagai berikut:

(26)

12

Pengujian data diawali dengan uji asumsi, data yang memenuhi uji asumsi diolah menggunakan uji parametrik analisis keragaman (ANOVA). Uji perbandingan berganda yang dilakukan adalah uji Tukey.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kultur Starter Bakteri Probiotik

Bakteri L. plantarum IIA-2C12 yang digunakan dalam proses pembuatan sosis fermentasi disegarkan dan dikembangbiakkan pada media spesifik yaitu MRSB. Setelah bakteri mampu beradaptasi dan tumbuh baik pada media tersebut, bakteri kemudian dikembangbiakkan dalam media susu skim steril untuk mendapat kultur induk, antara dan kerja. Bakteri dalam kultur kerja dihitung populasinya dengan menggunakan media MRSA. Syarat bakteri yang digunakan sebagai kultur dalam pembuatan sosis fermentasi menurut Arief (2000) adalah 1x108 cfu mL-1. Populasi kultur starter yang digunakan dalam pembuatan sosis fermentasi adalah 9. 27 log cfu mL-1. Jumlah tersebut digunakan agar jumlah bakteri dalam produk memenuhi jumlah minimal bakteri dalam produk pangan probiotik yaitu sebesar 106 cfu g-1 (Shah 2007).

Kultur bakteri L. plantarum IIA-2C12 merupakan hasil isolasi dari daging sapi segar yang ada di pasar tradisonal Bogor oleh Arief et al. (2008). Kultur starter yang diisolasi dari daging memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik pada kondisi ekologi produk fermentasi asal daging. Selain itu, adanya potensi kultur starter sebagai probiotik dan antimikroba diharapkan mampu meningkatkan manfaat kesehatan dan meningkatkan higienitas produk (Papamanoli et al. 2002). Penambahan bakteri probiotik dalam proses pembuatan sosis juga diharapkan mampu meningkatkan masa simpan produk dibanding dengan produk sosis tanpa ditambah kultur probiotik. Pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa bakteri L. plantarum IIA-2C12 memiliki ketahanan terhadap pH lambung (2.0-3.2) dan kondisi garam empedu (0.5%). Selain itu, L. plantarum IIA-2C12 juga memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen, baik Gram negatif maupun Gram positif seperti Eschirichia coli ATCC 25922,

Staphylococcus aureus ATCC 25923, Salmonella thypimurium ATCC 14028 dan

E. coli enteropatogen (EPEC), serta mampu melakukan koagregasi dengan

bakteri-bakteri tersebut (Arief 2011). Penelitian yang dilakuakan oleh Arief et al.

(27)

13 Komposisi Nutrisi dan Kualitas Mikrobiologi Sosis Fermentasi

Kualitas Mikrobiologi Daging Segar

Daging merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan dan nilai bioavailabilitas gizi yang tinggi, tapi mudah mengalami kerusakan (perishable food). Daging memiliki flavor dan citarasa yang disukai konsumen dan merupakan salah satu bahan pangan yang secara alami mengandung beberapa komponen fungsional bagi tubuh seperti anserin, glutathione, L-carnitin, creatin dan taurin (Arihara 2006). Nilai fungsional pada daging dapat ditingkatkan dengan melakukan penambahan bahan yang memiliki sifat fungsional seperti probiotik.

Proses pengolahan pada daging diharapkan mampu meningkatkan masa simpan daging dan mengurangi terjadinya kerusakan baik fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Pengujian yang dilakukan pada daging yang digunakan dalam proses pembuatan sosis fermentasi meliputi pengujian terhadap bakteri patogen dan bakteri asam laktat (BAL). Hasil pengujian mikrobiologi daging pada Tabel 3 menunjukkan tidak ditemukan kontaminasi bakteri patogen. Daging tersebut memenuhi standar SNI daging yaitu total cemaran S. aureus maksimal 1 x 102 koloni g-1, E. coli maksimal 1 x 101 koloni g-1 dan Salmonella negatif atau tidak boleh ditemukan dalam daging. Jumlah bakteri asam laktat (BAL) pada daging adalah 1.88 log cfu g-1. Bakteri tersebut merupakan bakteri yang secara alami sudah ada dalam daging diantaranya Lactobacillus spp., Lactococcus, Micrococcus,Pediococcus sp. dan Leuconostoc (Hui 2001).

Tabel 3 Kualitas mikrobiologi daging segar

c. Staphylococcus aureus td Negatif

Keterangan: td= tidak terdeteksi

Kontaminasi pada daging dapat terjadi melalui permukaan daging saat pembelahan karkas, pemotongan, pengepakan dan penyimpanan. Daging yang tercemar mikroba diatas ambang batas akan menyababkan daging mengalami kerusakan sehingga daging menjadi berlendir, berjamur, daya simpan menurun, berbau busuk, rasanya tidak enak dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan apabila dikonsumsi (Djaafar dan Rahayu 2007).

Komposisi Nutrisi Sosis Fermentasi

(28)

14

yang dibuat oleh Mumpuni (2012) lebih disebabkan pada perbedaan bahan baku yang digunakan terutama daging.

Tabel 4 Kandungan nutrisi sosis fermentasi dengan penambahan bakteri probiotik

L. plantarum IIA-2C12

Komponen Nutrisi Nilai* Mumpuni (2012)

Kadar air 56.99 54.65±2.03

Kadar protein (% bb) 27.16 18.56±0.94

Kadar lemak (% bb) 11.69 9.93±0.37

Kadar serat Kasar (% bb) 0.74 -

Kadar abu (% bb) 1.11 3.52±0.15

Kadar karbohidrat (% bb) 2.31 13.35±2.91

Keterangan: *Uji pada produk sosis fermentasi dilakukan duplo

Kualitas Mikrobiologi Sosis Fermentasi

Uji kualitas mikrobiologi sosis fermentasi yang ditambah dengan kultur starter bakteri L. plantarum IIA-2C12 ditunjukan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil pengujian tidak ditemukan adanya bakteri patogen dalam produk sosis fermentasi. Menurut Erkkila (2000), penambahan bakteri starter pada pembuatan sosis fermentasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen karena bakteri probiotik mempunyai kemampuan antimikroba dan mampu memproduksi asam organik selama proses fermentasi. Bakteri probiotik L. plantarum IIA-2C12 mempunyai kemampaun untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang ditunjukkan dengan nilai penghambatan yang tinggi terhadap jenis bakteri patogen tertentu (Arief 2011). Penghambatan pertumbuhan bakteri patogen pada sosis fermentasi yang ditambah dengan kultur starter bakteri probiotik L. plantarum

IIA-2C12 disebabkan pH produk sosis fermentasi yang rendah yaitu 4.27. Nilai pH rendah pada produk sosis fermentasi disebabkan adanya produksi asam organik sebagai hasil metabolisme bakteri asam laktat. Menurut Naidu dan Clemens (2000), adanya akumulasi asam organik yang diiringi dengan penurunan pH dapat menghasilkan aktivitas penghambatan terhadap bakteri Gram positif maupun negatif. Bakteri asam laktat juga mampu memproduksi bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang memiliki hubungan dekat dengan bakteri tersebut (Ljungh dan Wedstron 2002). Beberapa mekanisme penghambatan oleh bakteri probiotik tersebut menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri patogen sehingga pangan yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.

Tabel 5 Populasi bakteri asam laktat dan patogen pada sosis fermentasi Jenis Bakteri Populasi (log cfu g -1)

(29)

15 populasi BAL adalah 8.67 log cfu g-1. Populasi BAL mengalami penurunan selama pengolahan, akan tetapi berdasarkan jumlah BAL pada produk tersebut produk yang dihasilkan masih dapat dikategorikan sebagai pangan probiotik. Proses pengolahan yang dilakukan menurunkan jumlah bakteri probiotik, tetapi penurunan tersebut tidak signifikan. Kemampuan bakteri probiotik bertahan selama pengolahan seperti adanya penambahan bahan lain, perlakuan panas dan mekanik serta penyimpanan merupakan salah satu kriteria dari bakteri probiotik (Makras et al. 2004).

Komposisi Nutrisi dan Kualitas Mikrobiologi Sosis Masak

Sosis merupakan salah satu produk olahan daging yang ditambah dengan bumbu dan dimasukkan ke dalam casing. Sosis yang digunakan terbuat dari daging sapi bagian topside. Daging topside termasuk dalam potongan daging kelas II yang diperoleh dari paha bagian medial pada bagian perbatasan dengan daging pendasar atau silverside (BSN 2008). Analisis yang dilakukan pada produk sosis masak yang dihasilkan meliputi analisis proksimat dan kualitas mikrobiologi. Komposisi Nutrisi Sosis Masak

Komposisi nutrisi sosis (Tabel 6) sesuai dengan SNI 01-3020-1995 yaitu kandungan air maksimal 67%, kadar lemak maksimal 25%, abu maksimal 3% dan protein minimal 13%, akan tetapi kadar karbohidrat yang dihasilkan lebih tinggi dari standar SNI, yaitu maksimal 8%. Kadar karobohidrat produk yang lebih tinggi dari SNI disebabkan adanya penambahan tepung tapioka yang merupakan sumber karbohidrat tinggi yaitu sebesar 88.2 % (Soemarno 2007). Penambahan bahan lain dalam proses pembuatan sosis masak menyebabkan persentase protein berkurang dibanding pada sosis fermentasi yang tidak ditambah dengan bahan lain selain bumbu. Hal tersebut didukung oleh Nurul et al. (2010), yang menyatakan bahwa kandungan protein yang rendah dapat disebabkan oleh rendahnya protein daging yang digunakan dan adanya penambahan bahan lain.

Tabel 6 Komposis nutrisi sosis masak

Komponen Nutrisi Nilai* SNI 01-3020-1995

Kadar air 64.85 Maks. 67%

Keterangan: *Uji pada produk sosis fermentasi dilakukan duplo

Kualitas Mikrobiologi Sosis Masak

(30)

16

menghasilkan senyawa antimikroba yang merupakan zat metabolit sekunder tanaman, terutama golongan fenolik dan terpenoid dalam minyak atsiri (Herbert 1995). Selain bakteri patogen juga dilakukan perhitungan jumlah bakteri asam laktat dalam produk sosis masak yang dihasilkan. Jumlah bakteri asam laktat dalam produk adalah 3.02 log cfu g-1. Pada pembuatan sosis masak tidak dilakukan penambahan bakteri starter, sehingga jumlah bakteri yang ada dalam produk merupakan bakteri yang berasal dari bahan baku terutama daging yang digunakan.

Tabel 7 Populasi bakteri asam laktat dan patogen pada sosis Jenis Bakteri Populasi (log cfu g -1)

Tikus yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus jantan Sprague dawley

yang merupakan hasil perkembangbiakan dari badan POM. Tikus dipelihara selama 20 hari. Terminasi dilakukan pada hari ke-10 (T1) dan hari ke-20 (T2). Tikus dipotong dengan cara dibius terlebih dahulu dengan menyuntikkan ketamin. Setelah bius berhasil tikus diambil darahnya dan dibunuh dengan cara cervicalis dislocalis untuk selanjutnya dilakukan pengambilan organ-organ.

Selama pemeliharaan tikus mengalami peningkatan bobot badan dan pemberian pakan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap bobot badan maupun organ. Pada T2 terdapat perbedaan yang nyata pada bobot ginjal tikus, yaitu tikus yang diberi pakan sosis fermentasi menunjukkan bobot ginjal yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh bobot akhir pemeliharaan yang mempengaruhi bobot organ.

Tabel 8 Bobot badan dan beberapa organ pada tikus (g)*

Terminasi Peubah P0 P1 P2

T0 Bobot badan 126.25±6.13 126.25±6.13 126.25±6.13 Berat hati 6.72±0.54 6.72±0.54 6.72±0.54 Berat ginjal 0.68±0.05 0.68±0.05 0.68±0.05 Berat limpa 0.38±0.11 0.38±0.11 0.38±0.11 T1 Bobot badan 173.75±6.95 174.75±2.63 179.75±6.70

Berat hati 7.96±0.67 7.69±0.59 7.14±0.37 Berat ginjal 0.79±0.07 0.80±0.03 0.76±0.03 Berat limpa 0.64±0.04 0.61±0.08 0.52±0.11 T2 Bobot badan 224.25±16.24 233.00±12.78 230.25±19.87 Berat hati 8.05±0.58 9.17±0.68 8.40±0.66 Berat ginjal 0.79±0.06b 0.91±0.05a 0.79±0.05b Berat limpa 0.46±0.09 0.55±0.03 0.50±0.03

(31)

17 Pertumbuhan Tikus Percobaan

Berdasarkan analisis ragam pemberian pakan berpengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap konsumsi dan Pertumbuhan Bobot Badan (PBB) tikus selama pemeliharaan. Tikus yang diberi pakan sosis masak menunjukkan konsumsi dan PBB paling tinggi. Tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh ukuran tubuh, bobot badan dewasa, jenis kelamin, umur, faktor genetik dan bangsa. Faktor pakan yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah sifat fisik, kandungan nutrisi dan palatabilitas pakan (Pond et al. 2005). Pertumbuhan tikus selama masa pemeliharan ditunjukkan pada Gambar 6.

Nilai efisiensi ransum merupakan perbandingan antara pertambahan bobot badan dengan jumlah ransum yang dikonsumsi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian pakan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap efisiensi ransum. Efisiensi ransum pada P0 berbeda nyata dengan tikus P1 dan P2, sedangkan pada P1 dan P2 tidak ditemukan berbedaan yang nyata. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arief et al. (2010), pemberian L. plantarum IIA-2C12 mampu memperbaiki konsumsi ransum dan PBB pada tikus percobaan, diantaranya mampu meningkatkan absorbsi nutrien dengan memproduksi enzim pencernaan seperti enzim proteolitik. Selain itu, probiotik juga mampu melepaskan sejumlah asam amino bebas dan mensintesis vitamin yang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan inangnya (Pervez et al. 2006).

Tabel 9 Pertumbuhan tikus selama percobaan

Peubah P1 P2 P3

Konsumsi (g hari-1) 15.52±1.20a 23.48±1.50b 25.94±2.08c PBB (g hari-1) 5.17±0.56 4.91±0.79 5.69±0.96 Efisiensi Ransum (%) 33.31±4.67a 20.91±5.27b 21.94±4.62b

Keterangan:Nilai pada baris yang sama yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) dengan uji Tukey.

(32)

18

Perhitungan Jumlah Sel Limfosit

Sel limfosit merupakan sel darah putih yang terdapat di dalam darah perifer dan organ-organ limfoid seperti limpa, kelenjar limfe dan thymus (Dorland 2002). Respons proliferasi sel limfosit dapat digunakan untuk mengambarkan fungsi limfosit dan status imun individu (Tejasari 2000). Limfosit memiliki peran esensial pada sistem pertahanan tubuh yaitu dalam sistem imun adaptif yang merupakan kelanjutan dari sistem imun bawaan yang berperan sebagai sistem pertahanan garis pertama (Abbas dan Litchman 2005). Sel limfosit terdiri atas sel T dan sel B yang berperan dalam respon imun spesifik dan memediasi terbentuknya kekebalan humoral dan kekebalan seluler. Limfosit B bertanggung jawab dalam sintesis antibodi yang memberikan imunitas humoral yang dikenal dengan imunoglobulin yang merupakan respon terhadap pejanan berbagai antigen (Robert et al. 2003). Limfosit T merupakan 65-85% dari semua limfosit yang ada dalam sirkulasi dan berfungsi untuk membantu sel B dalam memproduksi antibodi, mengontrol ambang dan kualitas imun (Baratawidjaja 2002). Pemberian bahan yang bersifat sebagai imunostimulator akan meningkatkan respon pada limfosit yang menyababkan terjadinya pembelahan sel sehingga terjadi proses proliferisasi (Wijayanti 2005).

Pada penelitian ini dilakukan isolasi limfosit yang diperoleh dari organ limpa tikus yang merupakan salah satu dari organ limfoid selain timus, tonsil dan kelenjar limfe (Aughey dan Frye 2001). Sel limfosit dihitung dengan menggunakan bantuan mikroskop. Pada perhitungan dengan menggunakan mikroskop tidak dapat membedakan antara sel limfosit T dan sel limfosit B (Roitt 1994). Hasil perhitungan jumlah sel limfosit ditunjukkan pada Tabel 9. Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pakan yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) pada T1 dan berpengaruh nyata pada T2. Pada T2 tikus yang mengkonsumsi sosis fermentasi memiliki jumlah sel limfosit yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan lain yaitu 5.87±1.74 x 106 mL-1. Adanya peningkatan jumlah sel limfosit pada P1 disebabkan adanya bakteri probiotik yang ditambahkan dalam pakan. Pada penelitian ini juga ditemukan adanya peningkatan jumlah sel limfosit dari tikus baseline. Jumlah sel limfosit pada tikus

baseline adalah 0.93±0.08 106 sel dan pada T2 jumlah sel limfoist berkisar antara 0.90±0.34-5.87±1.74 106 sel, akan tetapi peningkatan jumlah sel limfosit ini lebih rendah dibanding dengan penelitian lain yang menggunakan L. plantarum IIA-2C12 yang dilakukan oleh Arief (2011) dimana konsumsi probiotik dengan cara dicekok mampu meningkatkan jumlah sel limfosit sampai 148.62±49.98 x 106 sel.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa pemberian bakteri probiotik mampu meningkatkan jumlah sel limfosit. Penelitian yang dilakukan oleh Arief et al. (2010) menunjukkan bahwa bakteri L. plantarum IIA-2C12 mampu meningkatkan jumlah sel limfosit setelah pemberian selama 7 hari, sedangkan pemberian pada hari ke-14 dan 21 tidak berpengaruh terhadap jumlah sel limfosit. Penelitian yang dilakukan oleh Astawan et al. (2011a) juga menunjukkan bahwa pemberian bakteri probiotik L. plantarum IIA-2C12 mampu meningkatkan jumlah sel limfosit jika dibanding dengan tikus kontrol, tetapi setelah pemberian selama 21 hari pemberian probiotik tidak menunjukkan perbedaan nyata pada jumlah sel limfosit. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri L.

(33)

19 jumlah sel limfosit lebih cepat dibanding pemberian dengan sosis fermentasi. Efek pemberian yang lebih cepat pada bakteri yang dicekok disebabkan populasi yang lebih tinggi yaitu 109 dan proses pencekokan juga mengurangi kontak bakteri dengan saluran pencernaan bagian atas sehingga jumlah bakteri yang sampai pada usus lebih banyak dibanding dengan bakteri yang dicampurkan di dalam produk sosis fermentasi.

Tabel 10 Hasil perhitungan sel limfosit pada tikus percobaan (× 106 sel)

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan uji Tukey.

Meningkatnya jumlah sel limfosit pada tikus percobaan yang diberi pakan sosis fermentasi probiotik disebabkan adanya penempelan bakteri pada permukaan usus yang mampu menginduksi permukaan mukosa. Bakteri L.

plantarum IIA-2C12 merupakan bakteri yang memiliki kemampuan menempel

pada usus sebesar 31.57%. Kemampuan menempel bakteri L. plantarum IIA-2C12 lebih baik dibanding dengan bakteri asam laktat lain yang diisolasi dari daging oleh Arief (2011). Berdasarkan kriteria Nitrisinprasert et al. (2006) bakteri ini mempunyai kemampuan menempel yang tinggi yaitu lebih dari 20%. Hal ini juga didukung dengan adanya data perhitungan jumlah bakteri asam laktat pada mukosa usus. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah bakteri asam laktat pada mukosa usus P1 baik pada T1 maupun T2 lebih tinggi dibanding dengan perlakuan lain. Jumlah bakteri asam laktat pada mukosa usus pada T1 berturut-turut adalah 5.6 log cfu cm-1 pada P0; 5.8 log cfu cm-1 pada P1 dan 5.2 log cfu cm-1 pada P2, sedangkan jumlah BAL yang menempel pada mukosa usus setiap perlakuan pada T2 berturut-turut adalah 6.2 log cfu cm-1 pada P0, 6.8 log cfu cm-1 pada P1 dan 6.2 log cfu cm-1 pada P2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya penempelan bakteri asam laktat dalam mukosa usus berpengaruh terhadap jumlah sel limfosit. Semakin banyak jumlah bakteri yang menempel, semakin banyak pula jumah sel limfosit.

Mekanisme pelekatan bakteri probiotik dengan permukaan sel epitel melibatkan adanya ikatan receptor specific dan adanya interaksi hidrofobik. Pada umumnya sel bakteri bersifat hidrofobik, keadaan ini yang dapat menyababkan bakteri mampu melakukan koagregasi dengan bakteri sejenis maupun bakteri lain dan melakukan adhesi pada permukaan usus (Kolenblander 2000). BAL juga mampu berikatan dengan molekul matriks ekstraseluler (ECM), seperti kolagen, fibrinosetin dan vitronecetin yang dilepaskan dari epitelium usus ke mukus atau ke komponen mukus (Lorca et al. 2002). Selain itu, beberapa jenis bakteri asam laktat membentuk layer yang menutupi permukaan sel selama pertumbuhan. S-layer ini mengandung komponen yang memungkinkan bakteri untuk melakukan adhesi di permukaan usus halus (Ventura et al. 2002). Pada beberapa strain

Lactobacillus teridentifikasi memiliki S-layer protein yang mampu memediasi terjadinya adhesi. Proses pelekatan ini kemudian yang akan menstimulasi sistem imun melalui komponen dinding sel bakteri yang melekat pada permukaan usus.

Perlakuan P0 P1 P2

(34)

20

P0 P1 P2

Gambar 7 Sel limfosit tikus percobaan pada hari ke-20

Stimulasi imun BAL dapat terjadi akibat adanya interaksi dinding sel BAL dan permukaan usus. Komponen yang dapat menstimulasi imun pada inang adalah komponen peptidoglikan yang merupakan komponen dari dinding sel bakteri. Menurut Elmertcan et al. (2011), komponen bakteri yang berperan menstimulasi sistem imun adalah: lipopolisakarida (LPS), peptidoglikan, lipoprotein dan DNA bakteri. Peptidoglikan merupakan komponen dari dinding sel bakteri Gram positif. Bakteri asam laktat seperti L. plantarum IIA-2C12 termasuk dalam bakteri Gram positif sesuai dengan Surono (2004) yang menyatakan bahwa salah satu ciri dari bakteri asam laktat adalah termasuk dalam bakteri Gram positif. Menurut Surono (2004), bakteri yang melekat pada usus akan menstimulasi makrofag yang merupakan reaksi imun non spesifik. Reaksi tersebut selanjutnya akan menginduksi terjadinya respon imun spesifik yang diperantarai oleh sel T helper dan sel B untuk memproduksi antibodi spesifik. Menurut Vesiljevic dan Shah (2008) stimulai imun oleh bakteri probiotik dimulai dari adanya toll-like reseptors (TLRs) yang mengenali struktur lipopolisakarida dan asam lipoteikhoat dinding sel bakteri yang pada akhirnya memicu mekanisme pertahanan imunologikal seperti memproduksi sitokinin. TLRs juga diekspresikan melalui simulasi makrofag, sel dendrit dan sel limfosit B.

Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa konsumsi BAL probiotik mampu meningkatkan sistem imun baik seluler maupun humoral. Penelitian yang dilakukan oleh Sartini et al. (2011), menunjukkan bahwa pemberian bakteri yang diisolasi dari ASI, susu kambing dan asinan sawi mampu meningkatkan aktivitas IgG dan IgM mencit. BAL juga mampu meningkatkan proliferasi pada organ yang berperan dalam sistem imun dan menstimulai sel fagosit, makrofage dan natural killer (Gill et al. 2001; Nagao et al. 2000), meningkatkan pelepasan sitokinin (IFNα, IFN , INFα) (Gill et al. 2001) dan menjaga keseimbangan Th1/Th2 (Cross et al. 2002).

Profil Darah Tikus Percobaan

Bakteri tidak hanya mempengaruhi proses metabolisme dalam tubuh, termasuk juga mempengaruhi status hematologi hewan percobaan (Aboderin dan Oyetayo 2006). Darah mengandung sel-sel yang diproduksi oleh jaringan hemopoetika yang berfungi membawa nurien dan mengandung faktor-faktor yang penting untuk mempertahankan tubuh dari penyakit (Frendson 1996). Perubahan fisiologis pada tubuh akan menyebabkan perubahan pada gambaran profil darah. Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap profil darah yang meliputi eritrosit, leukosit, hemoglobin, hematokrit dan diferensiasi sel darah putih. Hasil

(35)

21 pemeriksaan profil darah ditunjukkan pada Tabel 11 dan 12. Pada terminasi hari ke-0 (T0) nilai Hb, PCV, jumlah eritrosit, jumlah leukosit berturut-turut adalah 12.79±0.86 g dL-1, 30.03±2.42 %, 6.49±0.64 juta µL-1 dan 3.44±1.88 ribu µL-1. Jumlah diferensiasi darah pada yang terdiri dari limfosit, neutrofil dan monosit berturut-turut 83.67± 3.21 %, 12.00±2.65 %, 4.33±1.00 %, sedangkan eusinofil dan basofil tidak ditemukan pada darah.

Tabel 11 Profil darah tikus setelah pemeliharaan 10 hari

Peubah P0 P1 P2

Limfosit 80.25±14.08 79.50±4.64 76.75±9.29

Neutrofil 17.25±8.89 17.25±4.57 22.25±0.96

Monosit 2.5±1.29b 3.25±0.96a 1.00±0.82b

Eusinofil 0 0 0

Basofil 0 0 0

Keterangan: Nilai pada baris yang sama yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan uji Tukey.

Tabel 12 Profil darah tikus selama pemeliharaan 20 hari

Peubah P0 P1 P2

Limfosit 76.25±13.25 73.33±10.02 71.00.±11.55 Neutrofil 22.00±11.92 25.33±9.20 27.75±12.12

Monosit 1.75±0.96 1.33±0.58 1.25±0.00

Eusinofil 0 0 0

Basofil 0 0 0

Eritrosit

(36)

22 Leukosit

Leukosit atau sel darah putih merupakan bagian darah yang aktif dalam sistem pertahanan tubuh. Leukosit dibagi menjadi dua golongan berdasarkan ada tidaknya granula dalam sitoplasma. Kelompok polinuklear atau granulosit adalah komponen darah putih yang memiliki granula dalam sitoplasmanya. Komponen darah tersebut adalah neutrofil, eusinofil dan basophil. Kelompok mononuklear atau agranulosit merupakan kelompok yang tidak mengandung granula dalam sitoplasma seperti leukosit dan monosit (Hervey 2001). Semua sel-sel leukosit akan bekerjasama untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit. Mekanisme dari pencegahan penyakit oleh leukosit adalah memakan benda asing melalui proses fagositosis dan membentuk antibodi dan limfosit yang peka, salah satu atau kedua mekanisme tersebut mampu menghancurkan atau membuat benda asing menjadi tidak aktif (Guyton dan Hall 1997). Jumlah total leukosit permililiter darah adalah refleksi dari kesimbangan antara persedian dan kebutuhan berbagai jaringan terhadap leukosit.

Jumlah leukosit tidak berbeda secara nyata (P>0.05), akan tetapi terjadi peningkatan jumlah leukosit selama pemeliharaan jika dibanding tikus yang dipotong pada T0 yaitu 3.44 ribu µL-1. Leukosit selama masa pemeliharaan masih tergolong normal yaitu kurang dari 20.350 sel µL-1 (Car et al. 2006). Leukosit mempunyai peran dalam pertahanan humoral dan seluler organisme terhadap benda-benda asing. Penurunan dan peningkatan jumlah leukosit dapat terjadi karena pengaruh fisiologi dan patologi.

Hemoglobin

Hemoglobin merupakan pigmen pada eritrosit yang terbentuk dari dua komponen yaitu heme dan globin. Heme mengandung portiphoripirin dan ion Fe2+ yang disintesis oleh mitokondria, sedangkan globin adalah polipeptida yang didapatkan dari pembentukan hemoglobin yang disintesis oleh sitoplasma sel darah merah (Frendson 1996). Hemoglobin pada tikus dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk proses pengambilan darah, umur, jenis kelamin, galur, anasthesi yang dilakukan dan stres. Kadar hemoglobin tikus percobaan pada hari ke-10 mengalami penurunan yaitu berkisar dari 10.10-11.23 g dL-1, sedangkan pada hari ke-20 kadar hemoglobin darah pada tikus mulai normal yaitu berkisar antara 12.13-13.64 g dL-1.

Hematokrit

Hematokrit atau PCV (packed cell volume) adalah suatu presentase sel darah merah di dalam 100 mL darah, PCV sebanding dengan eritrosit dan kandungan hemoglobin. Nilai PCV pada tikus percobaan cukup rendah yaitu berkisar antara 29.05-33.56%. Menurut Friedmen et al. (2000) nilai normal PCV tikus putih adalah 37.7 ± 2.1%.

Diferensiasi Sel Darah Putih

(37)

23 Jumlah sel limfosit pada darah tikus tidak berbeda nyata. Menurut Medicastore (2009) limfosit T berfungsi sebagai perlindungan terhadap infeksi virus dan merusak sel kanker, sedangkan limfosit B berperan dalam pembentukan antibodi. Neutrofil merupakan salah satu parameter untuk mendiagnosa apendiks akut (Ali et al. 2000). Jumlah sel monosit pada tikus dengan pakan sosis fermentasi menunjukkan jumlah yang lebih tinggi. Menurut Medicastore (2009), monosit merupakan sel yang mampu mencerna sel-sel mati atau yang rusak dan memberikan perlawanan imunologis terhadap berbagai organisme penyebab infeksi. Eosinofil dan basophil tidak ditemukan pada darah tikus percobaan. Eusinofil merupakan sel yang menandakan adanya infeksi parasit, semakin tinggi jumlah eosinophil maka jumlah infeksi parasit semakin banyak, sedangkan basofil menunjukkan adanya peradangan.

Profil Kolesterol Darah

Kolesterol Total

Kolesterol merupakan sterol tubuh yang diperlukan sebagai salah satu komponen sel dan membran intraseluler. Kolesterol berperan sebagai prekursor pembentukan asam empedu yang disintesis di dalam hati yang berfungsi menyarap trigliserida dan vitamin larut lemak dari makanan (Muchtadi et al.

1993). Kolesterol termasuk salah satu komponen penting dalam jaringan tubuh, tetapi peningkatan kadar kolesterol plasma darah memiliki korelasi prositif dengan risiko terbentuknya arterosklerosis dan meningkatkan faktor risiko penyakit jantung (Aloğlu dan Ӧner 2006). Kolesterol tubuh berasal dari dua sumber yaitu dari makanan yang disebut kolesterol eksogen dan kolesterol yang diproduksi oleh tubuh yang disebut kolesterol endogen (Piliang dan Djojosoebagio 2006). Konsumsi pangan tidak sehat seperti pangan dengan kandungan lemak, garam dan gula bebas yang tinggi serta memiliki kandungan karbohidrat komplek, buah-buahan dan sayur-sayuran yang rendah dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Pada penelitian ini dilakuakan pengujian terhadap kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan HDL serta kadar trigliserida dalam darah. Proses pengujian dilakukan pada setiap terminasi yaitu T0, T1 dan T2 yang ditunjukkan pada Tabel 13 dan 14. Hasil pengujian profil kolesterol T0 yang terdiri atas kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL beturut-turut adalah 85.80±0.89 mg dL-1, 62.26±19.52 mg dL-1, 73.24±7.65 mg dL-1 dan 12.54±6.75 mg dL-1.

Tabel 13 Profil kolesterol darah tikus pada terminasi hari ke-10

Peubah P0 P1 P2

Kolesterol (mg dL-1) 67.50±3.57b 74.13± 4.91ab 81.06±1.34a Trigliserida (mg dL-1) 30.97±5.64 67.78±34.27 51.53±0.86 HDL (mg dL-1) 46.71±0.74b 70.20± 7.09a 65.32±5.78a LDL(mg dL-1) 20.76±2.81a 3.90± 2.18b 15.72±7.12a

Keterangan: Nilai pada baris yang sama yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan uji Tukey.

(38)

24

Terdapat perbedaan yang nyata antara kadar kolesterol P0 dengan P1, tetapi tidak ditemukan perbedaan nyata antara tikus P1 dengan P0 maupun P2. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi sosis fermentasi mampu mempertahankan kadar kolesterol darah sehingga tidak mengalami peningkatan secara nyata setelah dikonsumsi selama 10 hari. Kadar kolesterol pada T1 berkisar antara 67.50-81.06 mg dL-1. Kadar kolesterol darah tikus tersebut masih dalam keadaan normal sebagaimana disebutkan oleh Malole dan Pramono (1989), bahwa kadar kolesterol tikus adalah sebesar 40-130 mg dL-1.

Peningkatan kadar kolesterol pada tikus yang mengkonsumsi sosis masak disebabkan kandungan kolesterol yang ada dalam bahan dasar pembuatan sosis yaitu daging. Daging sapi merupakan bahan pangan asal ternak yang diduga mampu meningkatkan kadar kolesterol dalam serum darah. Daging mengandung asam lemak jenuh seperti meristat, palmitat dan stearat serta asam lemak tak jenuh seperti oleat, linoleat dan linolenat (Buckle et al. 2006). Komposisi lemak utama dalam daging adalah asam lemak jenuh dan 40% dari lemak daging adalah asam lemak tak jenuh dengan komposisi tertinggi adalah asam oleat. Selain itu daging sapi juga mengandung kolesterol yang cukup tinggi yaitu 70 mg per 100 g bahan (Depkes 2001). Peningkatan kadar kolesterol juga ditunjukkan pada T2 dan hasil yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0.05) antara tikus P0 dengan tikus P1 dan P2. Konsumsi sosis fermentasi selama 10 hari mampu mempertahankan kolesterol darah, tetapi apabila konsumsi dilanjutkan selama 20 hari kadar kolesterol darah akan naik yaitu lebih tinggi bila dibanding tikus kontrol. Risiko peningkatan kadar kolesterol dalam darah akibat konsumsi daging dapat diturunkan dengan proses pengolahan salah satunya dengan proses fermentasi oleh bakteri asam laktat. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian bakteri probiotik mampu menurunkan kadar kolesterol dalam serum darah melalui beberapa mekanisme.

Tabel 14 Profil kolesterol darah tikus pada terminasi hari ke-20

Peubah P0 P1 P2

Kolesterol (mg dL-1) 69.08±3.13b 77.91±4.02a 78.86±3.56a Trigliserida (mg dL-1) 60.12±2.60a 44.17±2.60b 45.08±0.43b HDL (mg dL-1) 64.53±3.92 67.30±4.48 63.08±7.47 LDL(mg dL-1) 4.52±0.80c 10.59±0.47b 15.76±3.90a

Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan uji Tukey.

(39)

25 perhari selama 14 hari mampu menurunkan kolesterol total dan trigliserida dalam darah jika dibanding dengan kontrol.

Beberapa mekanisme bakteri probiotik dalam menurunkan kolesterol darah yang dilakukan secara in vitro adalah adanya produksi enzim bile-salt hydrolase

(BSH). Enzim BSH merupakan enzim yang berperan dalam mendekonjugasikan garam empedu didalam saluran pencernaan. Adanya produksi BSH oleh bakteri probiotik menyebabkan bakteri mampu bertahan dan melakukan kolonisasi dalam usus halus dimana siklus enterohepatik terjadi dan mekanisme tersebut merupakan salah satu faktor penting untuk bakteri dalam melakukan kolonisasi (Bateup et al.

1995). Empedu merupakan salah satu produk akhir sintesa kolesterol yang akan dilepaskan menuju duodenum pada saat terjadi pencernaan makanan. Empedu memiliki sifat yang sangat mudah larut, tetapi pada kondisi terdekonjugasi kelarutan garam empedu rendah sehingga penyerapan di dalam usus halus akan berkurang. Empedu yang tidak terserap kemudian akan dibuang bersama dengan feses. Karena kurangnya penyerapan kembali empedu dalam usus, maka terjadi proses homeostasis yang mendorong pembentukan kembali garam empedu secara

de novo dengan menggunakan koleseterol. Hal ini menyababkan adanya

pemanfaatan kolesterol dalam darah sehingga kadar kolesterol darah menjadi berkurang (Begley et al. 2006). BSH merupakan enzim yang mampu menghidrolisis asam glycodeoxycholic dan taurodeoxycholic yang masih terkonjugasi menjadi glyco-and tauro bile acids yang terdekonjugasi (Jones et al.

2004). Pada proses ini terjadi pemisahan antara glisin atau taurin dengan steroid sehingga menghasilkan garam empedu bebas atau terdekonjugasi.

Mekanisme probiotik dalam menurunkan kolesterol darah juga disebabkan adanya proses inkorporasi kolesterol ke dalam membrane sel dan asimilasi selama pertumbuhan. Selain itu, bakteri probiotik mampu mengikat kolesterol di dalam usus halus (Liong dan Shah, 2005). Penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa strain bakteri Lactobacillus gasseri mampu menghilangkan kolesterol dalam media melalui pengikatan kolesterol pada permukaan sel (Usman dan Hasono 1999). Kemampuan ini tergantung kepada pertumbuhan dan jenis strain bakteri yang digunakan, dimana sel yang masih hidup dan melakukan pertumbuhan mampu mengikat jumlah kolesterol lebih banyak dibanding bakteri yang sudah mati atau tidak tumbuh. Selain melakukan pengikatan terhadap kolesterol, bakteri probiotik juga mampu melakukan penyerapan kolesterol melalui membran. Adanya penyerapan kolesterol ke dalam sel mengakibatkan adanya perbedaan komposisi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang mempengaruhi kekuatan membran sel dan ketahanan terhadap lisis. Bakteri probiotik juga memiliki kemampuan dalam mengubah kolesterol menjadi corpostanol yang akan langsung dibuang melalui feses.

Gambar

Gambar  1 Tahap pembiakan kultur starter bakteri L. plantarum IIA-2C12
Gambar 2 Tahap pembuatan sosis fermentasi probiotik
Tabel 1 Komposis ransum tikus percobaan (%)
Tabel  2 Perlakuan pada tikus percobaan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan lingkungan ekonomi seperti dikemukakan pada 5 skenario simulasi yang dikemukakan pada Metode Penelitian berdampak terhadap perubahan peubah endogen, termasuk areal

4.4 Table of the Result of the Questionnaire of the Anxiety of English Public Speaking at Performance Stage of the Fourth Semester Students of English

MoU dengan beberapa perusahaan dan Lembaga pemerintah, diantaranya, GIZ Jerman, Perguruan Tinggi (ITS, Unity Malaysia, BSI, UNY), industri rumah tangga di sekitar

Hasil interview atau wawancara, Subjek berinisial ORC dari kondsi fisik atau fisiologis sebelum bertanding dalam kedaan baik akan tetapi pada saat sesudah

Hasil Penelitian Dengan Instrumen Siklus Ii Skala Penilaian Anggota Kelompok Terhadap Aspek Peningkatan Kemandirian Belajar Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Teknik

Namun sudut pandang gambaran dari UUJBN, tidak ada satu pun pasal yang menyatakan bahwa dalam undang-undang ini yang mengatur tentang profesi notaris mempunyai

1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.. Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apa yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang