• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Deformasi Termal pada Evaporator Sistem Desalinasi Air Laut Secara Eksperimental dan Analitik Dengan Bahan Evaporator Stainless Steel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Deformasi Termal pada Evaporator Sistem Desalinasi Air Laut Secara Eksperimental dan Analitik Dengan Bahan Evaporator Stainless Steel"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran

Hardness Test pada spesimen sebelum dipanaskan (26oC) dan sesudah dipanaskan (50oC)

Dengan menggunakan rumus

(√ )

Dimana:

BHN = Brinell Hardness Number

P = Load / Beban yang diberikan ( 3000 Kg ) D = Diameter Indentor ( 10 mm )

d = Diameter Indentasi ( mm )

d (mm) BHN d (mm) BHN

4,1 217,1532 4,2 206,442

4,2 206,442 4,1 217,1532

4,05 222,8078 4,05 222,8078

4,1 217,1532 4,1 217,1532

4,05 222,8078 4,1 217,1532

4,1 217,1532 4,2 206,442

4,2 206,442 4,15 211,7011

4,1 217,1532 4,1 217,1532

BHNavg 215,889 BHNavg 214,5007

(a) (b)

Tabel i. (a). Nilai diameter indentasi dan BHN pada temperatur awal (26oC), (b). Nilai diameter indentasi dan BHN pada temperatur akhir (50oC)  Perhitungan Persen Ralat dengan nilai BHNavg

(2)

Micro Test

Pada spesimen stainless steel 304, pemanasan dilakukan dari 26oC sampai 50oC selama 1 jam dan menggunakan media pendingin udara. Hasil dari Micro Test pada spesimen sebelum dan sesudah pemanasan memiliki sifat Cementite. Berikut dilampirkan hasil Micro Test.

Gambar i. Hasil Spesimen sebelum dilakukan Heat Treatment

Gambar ii. Hasil Spesimen setelah dilakukan Heat Treatment

(3)

@

o

5

o

cr

C

-o

{

c

ct

s

a

ir

=

-'

t f a g:dlr E:;dr g ;Fg f q i.!Ei

-; i i_' ls

,=

,i :a t* 7 ! E !

-: !> TEO r =9 ,a !q E ;i : ,l : i : ) l i : : : : l

c...-.,

.r *;9q'3E

33g5tsl

i q.d i

:88

tg

4 ia

ses-t:

tt

il

i;;1 i

I 6,

::

: : ?, 'n

;;

'-:

: ,'a i, I {', a -l :, l,

*, t;: i

--..-._.- l: :.- - -..,_

I

.-...1.-.. -".... ....".1."

l

.!.

:-.t--FOt

i9 E=, dro EtP

g€ g a: s e g = qE

E*aBt

frE Ea

gisE

EE ;E

d i e ;5 3E

t r >E

l I ;-';i ;-:l i,a;e l Sr l:

'. .a:;: -;-: '

?:5 q*

I YaX i g-.

':5 ri'

73.

'il

E

t,r

igEgBEE-EEEiEEEEEE

;: ii s - sJ

6 6F r e*

il

,!;SiS -<

._'_,

l"r'', ,t:tA ?i:: i, ] : l

] i EBI,:,

r:,t

] T'TE

^8 - l ' r-* 2

l EC.

, : : | --t

I : : a'i=

q

' ; I?:

, E a=

,

2t-IE, ;E :._.__--EP. aa PB qs 1..-I

:\

r3 : .t-l q9 Eg :O!

*;

eE i :i

:.

)'* ft iiy:,a

F 13 A

E BE *

1 :J

l>

E f + I

-E 59 5

:& E q ,E E'

ai

9

]:l i

t1: , i

;li r:ll

::_ i:

t i :E e { t

i;1

EE

E

B

l

--i. ''" ---: ---.." - -:.'---:

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Kharabsheh, A. and Goswami, D. Y., Theoretical analysis of a water desalination system using low grade solar heat, Journal of Solar Energy Engineering 126 (2004) 774-780.

Ali MT, Fath HES, Armstrong PR. A comprehensive techno-economical review of indirect solar desalination. Renew Sustain Energy Rev 2011;15:4187-99.

Bemporad, G. A., 1995, ‘‘Basic Hydrodynamic Aspects of a Solar Energy Based

Desalination Process,’’ Desalination, 54, pp. 125–134.

Cath TZ, Childress AE, Elimelech M. Forward osmosis: principles, applications and recent developments. J Membr Sci 2006;281(1–2):70–87.

Charcosset C.A review of membrane processes and renewable energies for desalination. Desalination 2009;245:214–31.

Helal AM, Al-Malek SA. Design of a solar-assisted mechanical vapor compression (MVC) desalination unit for remote areas in the UAE. Desalination 2006;197:273–300.

Incropera, F. P., and DeWitt, D. P., 1996, Fundamentals of Heat and Mass Transfer, fourth edition, John Wiley & Sons, New York.

Kalogirou S. Seawater desalination using renewable energy sources. Prog Energy Combust Sci 2005;31:242-81.

Lock, G. S. H., 1994, Latent Heat Transfer: An Introduction to Fundamentals, Oxford Science Publications, New York.

Mamayev, O. I., 1975, Temperature-salinity Analysis of World Ocean Waters, Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam, pp. 72.

Manjarrez R, Galvan M. Solar multi stage flash evaporation (SMSF) as a solar energy application on desalination processes. Description of one demonstration project. Desalination 1979;31:545–54.

(5)

Parekh S, Farid MM, Selman JR, Al-Halaj S. Solar desalination with a humidification–dehumidification technique – a comprehensive technical review. Desalination 2004;160:167–86.

Qiblawey HM, Banat F. Solar thermal desalination technologies. Desalination 2008;220:633–44.

Qtaishat MR, Banat F. Desalination by solar powered membrane distillation systems. Desalination 2012;308(2):186–97.

Rane MV, Padiya YS. Heat pump operated freeze concentration system with tubular heat exchanger for seawater desalination. Energy Sustain Dev 2011;15:184–91.

Rice W, DSC. Chau. Freeze distillation using hydraulic refrigerant compressors. Desalination 1997;109:157–64.

Roberts DA, Johnston EL, Knott NA. Impacts of desalination plant discharges on the marine environment:a critical review of published studies. Water Res 2010;44:5117-28.

Rohsenow, W. M., Hartnett, J. P., and Ganic, E. N., 1985, Handbook of Heat Transfer, third edition, McGraw-Hill Book Company, New York, pp. 6.31–6.41.

Salcedo R, Antipova E, Boer D, Jimenez L, Guillen-Gosalbez G. Multi-objective optimization of solar Rankine cycles coupled with reverse osmosis desalination considering economic and lifecycle environmental concerns. Desalination 2012;286:358–71.

Sangi R. Performance evaluation of solar chimney powerplants in Iran. Renew Sustain Energy Rev 2012;16:704–10.

Wu JW, Biggs MJ, Hu EJ. Thermodynamic analysis of an adsorption-based desalination cycle.Chem Eng Res Des 2010;88:1541–7.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Water_distribution_on_Earth) (http://www.unwater.org/statistics_use.html)

(6)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Untuk mengamati fenomena terbentuknya deformasi dapat dilakukan dengan membangun kaidah numerik yang akan mensimulasikan deformasi thermal evaporator dalam sistem desalinasi air laut dari hasil pengujian secara eksperimental yang telah dilakukan. Dalam penelitian ini kedua kaidah tersebut akan ditinjau sehingga validasi deformasi dapat dilakukan dengan mengolah hasil dari kedua kaidah. Untuk itu langkah awal yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi desain parameter dari objek deformasi yang akan diteliti.

3.1 Desain Parameter Penelitian ( Design Of Experiment )

Dalam mendesain parameter, hal utama yang dilakukan adalah mengidentifikasi parameter input (masukan) dan output (hasil) serta parameter desain yang mengendalikan korelasi antara parameter input maupun output.

Proses fenomena deformasi thermal yang terjadi pada evaporator sistem desalinasi ditandai dengan bertambahnya panjang akhir dibandingkan dengan panjang awal / mula – mula evaporator, perubahan panjang ini diakibatkan utamanya oleh perubahan temperatur. Semakin besar perubahan temperatur yang dialami maka deformasi yang dialami tebal semakin besar. Temperatur lingkungan juga dapat mempengaruhi temperatur yang terjadi pada dinding evaporator.

Akhirnya, hasil dari deformasi thermal berupa tebal dinding akhir dan tebal alas akhir evaporator menjadi parameter output. Untuk ringkasnya, desain parameter dirangkum dalam Diagram Desain Penelitian yang telah dilampirkan pada halaman selanjutnya.

3.1.1 Komponen dan Fungsi

(7)

fisik yang dialami komponen, parameter yang ditinjau dalam komponen serta menetapkan rumus empirik yang digunakan dalam membahas perubahan parameter yang dialami komponen.

Komponen yang akan dibahas hanya mencakup bagian evaporator dikarenakan penelitian deformasi thermal dalam sistem desalinasi hanya meneliti komponen evaporator sebagai ruang pemanas air laut. Komponen evaporator dipilih menjadi acuan penelitan deformasi karena merupakan komponen yang mengalami perlakuan panas, hal ini dikarenakan faktor-faktor dalam evaporator seperti kenaikan temperatur yang signifikan, dan kondisi vakum tempat bekerjanya spesimen (air laut). Komponen dan fungsi dapat dilihat pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Tabel Komponen dan Fungsi Penelitian

Komponen yang diteliti Fungsi komponen Fenomena perubahan fisik Rumus empirik yang digunakan Parameter yang diukur Evaporator Sebagai ruang perubahaan fasa air laut menjadi uap Perubahan dimensi akibat perubahan temperatur

1. Tebal Alas Awal dan Akhir Evaporator 2. Tebal dinding Awal dan Akhir Evaporator

3.1.2 Tabel Data Pengukuran

(8)

pengukuran untuk dinding evaporator dapat dilihat pada tabel 3.2 dan untuk alas evaporator dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.2 Tabel Data Pengukuran untuk Tebal Dinding Evaporator

Parameter Input Parameter Output

Temperatur Awal (To) Temperatur Akhir (Ti) Perubahan Temperatur

(∆T)

Tebal Dinding Awal (Ld) Deformasi (δ) Tebal Dinding Akhir (Ldi)

... oC (Celcius)

... oC (Celcius)

... oC (Celcius)

... mm (milimeter)

... mm (milimeter)

... mm (milimeter)

Tabel 3.3 Tabel Data Pengukuran untuk Tebal Alas Evaporator

Parameter Input Parameter Output

Temperatur Awal (To) Temperatur Akhir (Ti) Perubahan Temperatur

(∆T)

Tebal Alas Awal (La) Deformasi (δ) Tebal Alas Akhir (Lai)

... oC (Celcius)

... oC (Celcius)

... oC (Celcius)

... mm (milimeter)

... mm (milimeter)

... mm (milimeter)

3.2 Kelengkapan Penelitian

3.2.1 Waktu dan Tempat

(9)

3.2.2 Alat dan Bahan

3.2.2.1 Alat

Alat yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Tangki Air Laut, Konsentrat Garam, dan Air Bersih

Tangki yang berfungsi sebagai penampung air laut, konsentrat garam dan air bersih yang dipasang di bawah 10 meter dari evaporator dan kondensor agar pengvakuman dapat berlangsung. Tangki yang akan digunakan mempunyai volume masing-masing 20 liter. Pada Gambar 3.1 dapat dilihat tangki air laut.

Gambar 3.1 Tangki Air Laut (Sumber: Dokumentasi)

2. Evaporator

(10)

vakum natural dapat terbentuk sehingga air laut dapat naik sendiri tanpa bantuan pompa ke evaporator melalui aplikasi keseimbangan volume dalam sistem, dimana tinggi 10,34 meter merupakan tinggi minimum (untuk media air PAM) agar kesetimbangan terjadi untuk media air laut ketinggian kesetimbangan evaporator yang diperlukan agak rendah yaitu 10,06 meter sehingga air laut tetap dapat terhisap naik dengan posisi evaporator yang demikian, evaporator mampu menghisap dan menghasilkan air bersih sebesar 1,2 liter dalam 1 hari kerja (8 jam) menggunakan mekanisme kerja diatas. Gambar 3.2 menunjukkan gambar evaporator yag digunakan dalam penelitian. Spesifikasi evaporator yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

Material : Paduan stainless-steel Tipe ANSI-304; dengan mur dan skrup pengunci tutup evaporator terbuat dari Stainless-Steel Tipe ANSI-304. Agar tidak adanya udara yang keluar antara celah tutup evaporator dengan dengan badan eveporator maka dibuat sebuah lapisan kedap udara dengan material karet

packing.

Ketebalan bahan : 5,8 mm Diameter evaporator : 50 cm Tinggi tangki evaporator : 15 cm Tinggi kerucut penutup : 12 cm

Gambar 3.2 Evaporator (Sumber: Dokumentasi)

3. Kondensor

(11)

kondensasi di kondensor. Semakin cepat proses kondensasi, semakin cepat pula air bersih yang dihasilkan. Pada gambar 3.3 dapat dilihat bentuk kondensor. Spesifikasi kondensor yang digunakan adalah sebagai berikut : Material : Tembaga

Panjang Tabung : 0.5 m Ketebalan Tabung : 0.25 cm Diameter Tabung : 4 inci

Untuk sirip (fin) yang dipasang di permukaan luar tabung memilki spesifikasi sebagai berikut :

Jumlah fin : 10 buah Diameter fin : 25.4 cm Ketebalan fin : 0.0635 cm Jarak antar fin : 4 cm

Gambar 3.3 Kondensor (Sumber: Dokumentasi) 4. Tube in Tube Heat Exchanger

(12)

Material pipa luar : PVC Material pipa dalam : Tembaga Diameter pipa luar : 2.54 cm Diameter pipa dalam : 1.27 cm

Gambar 3.4 Tube in Tube Heat Exchanger (Sumber: Dokumentasi)

5. Manometer

Manometer digunakan untuk mengukur tekanan vakum dalam sistem. Pada gambar 3.5 dapat dilihat manometer.

(13)

6. Ultrasonic Thickness Indicator

Alat ini digunakan untuk mengukur tebal alas dan tebal dinding dari evaporator. Pada gambar 3.6 dapat dilihat gambar Ultrasonic Thickness Indicator.

Gambar 3.6 Ultrasonic Thickness Indicator (Sumber: Dokumentasi)

3.2.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air laut yang memiliki temperatur awal 25oC dan konsentrasi 3.5%. Berikut Gambar 3.7 disertakan sketsa dari sistem yang merupakan gabungan dari alat – alat penelitian:

(14)

3.2.3 Prosedur Pengujian

1. Pemasangan alat dan isolasi hingga menjadi sistem desalinasi vakum 2. Pengecekan kevakuman sistem

3. Kalibrasi alat ukur yang digunakan saat pengujian 4. Mengisi air laut pada tangki air laut

5. Mengukur tebal dinding dan tebal alas awal evaporator dengan Ultrasonic Thickness Indicator

6. Hidupkan alat, Mengukur tebal dinding dan tebal alas evaporator tiap kenaikan 1oC sampai 50oC

7. Ulangi pengujian selama 3 hari

8. Mengambil data temperatur dari Agilent dan olah data dengan menggunakan Microsoft Excel

Untuk lebih ringkasnya prosedur pengujian performansi yang dilakukan dapat dilihat melalui diagram alir pada gambar 3.8 yang dilampirkan pada halaman selanjutnya.

3.2.4 Jadwal Pelaksaan Penelitian / Schedule

Berikut akan disertakan estimasi jadwal penelitian mulai dari perancangan desain sistem alat desalinasi sampai selesainya sidang tugas akhir. Jadwal penelitian dilampirkan pada halaman lampiran.

3.2.5 Estimasi Biaya Penelitian

Estimasi biaya penelitian diperlukan untuk rencana kedepan dari penelitian, apakah sebagai harga dasar produk apabila sistem desalinasi penelitian ingin diproduksi ataupun sebagai catatan biaya dasar apabila ingin dilakukan pengembangan/penelitian sistem lebih lanjut.

(15)

Gambar 3.8. Diagram Alir Pengujian Mulai

Pemasangan Alat dan Isolasi

Apakah unit desalinasi telah mencapai kondisi vakum?

YA

Kalibrasi Alat Ukur

Pengisian Air Laut pada Tangki Air Laut

Ukur Tebal Dinding tiap kenaikan 3oC dan Ukur Tebal Alas tiap kenaikan 4oC

Ulangi pengujian sebanyak 3 hari

Kesimpulan

Selesai

Ukur Tebal Dinding dan Tebal Alas Awal

Hidupkan Alat

Pengolahan dan Analisis Data

T

ID

A

(16)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Membangun Design of Experiment (DoE)

Dalam membangun Design Of Experimental (DOE), terdapat parameter input dan parameter output. Adapun parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Parameter Design Of Experimental (DOE)

Komponen Parameter

Input Output

Evaporator

 Koefisien Linear Expansi Thermal (αL) = 1/oC

 Perubahan Temperatur (∆T) = oC

 Panjang Awal Benda (L) = mm

 Perubahan Panjang Benda (

δTL

)

= mm

 Panjang Akhir Benda (Li) = mm

4.2 Membangun CAD

Dalam Penelitian ini komponen yang diuji hanya dilakukan pada evaporator, sebab hanya dibagian evaporator yang mengalami perubahan temperatur yang signifikan. Berikut adalah gambar evaporator yang akan disimulasikan. Pada gambar 4.1 dan 4.2 dapat dilihat hasil CAD dari evaporator

(17)

Gambar 4.2 Evaporator dalam kondisi terbuka

4.3 Hasil Percobaan Deformasi pada Evaporator

Dari percobaan yang dilakukan selama 3 hari diperoleh data pertambahan Tebal akhir. Untuk Tebal Dinding data ini diambil pada temperatur awal yaitu 26oC, pengambilan data diambil sebanyak 5 data. Pengambilan data selanjutnya dilakukan setiap kenaikan 3oC dan pengambilan data diambil sampai mencapai temperatur 50oC. Untuk Tebal Alas data diambil pada temperatur awal yaitu 26oC, pengambilan data juga diambil sebanyak 5 data. Pengambilan data selanjutnya dilakukan setiap kenaikan 4oC dan pengambilan data diambil sampai mencapai temperatur 50oC. Hasil percobaan dapat dilihat pada tabel 4.2; tabel 4.3; dan tabel 4.4

Tabel 4.2 Hasil Percobaan Hari 1

Data 1 Data 2 Data 3 Data 4 Data 5 Rata-Rata

0 5,83 5,83 5,83 5,83 5,83 5,83

3 5,8301 5,8302 5,8302 5,8301 5,8302 5,8302 3 5,8303 5,8303 5,8303 5,8303 5,8304 5,8303 3 5,8306 5,8307 5,8308 5,8308 5,8307 5,8307 3 5,8309 5,831 5,8311 5,8309 5,831 5,8310 3 5,8312 5,8312 5,8313 5,8313 5,8313 5,8313 3 5,8315 5,8314 5,8315 5,8316 5,8316 5,8315 3 5,8319 5,8318 5,8319 5,8319 5,8318 5,8319 3 5,8321 5,8321 5,8321 5,8321 5,832 5,8321 Perubahan

Temperatur

(∆T) oC

(18)

Tabel 4.3 Hasil Percobaan Hari 2

Data 1 Data 2 Data 3 Data 4 Data 5 Rata-Rata

0 5,81 5,81 5,81 5,81 5,81 5,81

4 5,8103 5,8103 5,8102 5,8101 5,8103 5,8102 4 5,8105 5,8106 5,8105 5,8105 5,8106 5,8105 4 5,811 5,811 5,811 5,8109 5,811 5,8110 4 5,8112 5,8114 5,8112 5,8113 5,8112 5,8113 4 5,8118 5,8117 5,8118 5,8118 5,8118 5,8118 4 5,812 5,8121 5,812 5,8122 5,8122 5,8121

Perubahan Temperatur

(∆T) oC

Tebal Alas (L) mm

Data 1 Data 2 Data 3 Data 4 Data 5 Rata-Rata

0 5,82 5,82 5,82 5,82 5,82 5,82

3 5,82016 5,82018 5,8202 5,82018 5,82019 5,8202 3 5,8203 5,82029 5,8204 5,82041 5,82045 5,8204 3 5,8206 5,8206 5,8207 5,8208 5,8207 5,8207 3 5,821 5,8209 5,8209 5,8208 5,821 5,8209 3 5,8212 5,8211 5,8211 5,821 5,8212 5,8211 3 5,8214 5,8213 5,8216 5,8215 5,8216 5,8215 3 5,8219 5,8217 5,8217 5,8218 5,8219 5,8218 3 5,8221 5,822 5,822 5,8221 5,822 5,8220

Perubahan Temperatur

(∆T) oC

Tebal Dinding (L) mm

Data 1 Data 2 Data 3 Data 4 Data 5 Rata-Rata

0 5,78 5,78 5,78 5,78 5,78 5,78

4 5,7803 5,7803 5,7804 5,7804 5,7804 5,7804 4 5,7807 5,7807 5,7808 5,7806 5,7806 5,7807 4 5,7809 5,7809 5,781 5,7809 5,781 5,7809 4 5,7812 5,7811 5,7812 5,7813 5,7812 5,7812 4 5,7817 5,7819 5,7818 5,7817 5,7818 5,7818 4 5,7821 5,7822 5,782 5,7821 5,7821 5,7821 Perubahan

Temperatur

(∆T) oC

(19)

Tabel 4.4 Hasil Percobaan Hari 3

4.4 Hasil Deformasi pada Evaporator Berdasarkan Perhitungan

Berikut dilampirkan Tabel 4.5; tabel 4.6; dan tabel 4.7 untuk hasil Deformasi 3 hari berdasarkan perhitungan yang dilakukan pada Microsoft Excel, dimana α = 1,58 x 10-6/oC.

Data 1 Data 2 Data 3 Data 4 Data 5 Rata-Rata

0 5,84 5,84 5,84 5,84 5,84 5,84

3 5,8402 5,8403 5,8403 5,8403 5,8402 5,8403 3 5,8405 5,8406 5,8405 5,8405 5,8405 5,8405 3 5,8408 5,8407 5,8406 5,8407 5,8407 5,8407 3 5,841 5,841 5,8411 5,8411 5,8411 5,8411 3 5,8412 5,8413 5,8413 5,8413 5,8413 5,8413 3 5,8416 5,8416 5,8415 5,8417 5,8415 5,8416 3 5,8419 5,8418 5,8417 5,8418 5,8418 5,8418 3 5,8422 5,842 5,8421 5,8422 5,8422 5,8421

Perubahan Temperatur

(∆T) oC

Tebal Dinding (L) mm

Data 1 Data 2 Data 3 Data 4 Data 5 Rata-Rata

0 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8

4 5,8003 5,8003 5,8004 5,8004 5,8004 5,8004 4 5,8005 5,8007 5,8007 5,8006 5,8007 5,8006 4 5,8009 5,801 5,8009 5,8008 5,801 5,8009 4 5,8013 5,8013 5,8012 5,8014 5,8014 5,8013 4 5,8016 5,8016 5,8017 5,8017 5,8017 5,8017 4 5,8021 5,8022 5,8022 5,8022 5,8021 5,8022 Perubahan

Temperatur

(∆T) oC

(20)

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan untuk Hari 1

26 26 0 5,83 0 5,83

26 29 3 5,83 0,00028 5,8303

29 32 3 5,83028 0,00028 5,8306

32 35 3 5,83055 0,00028 5,8308

35 38 3 5,83083 0,00028 5,8311

38 41 3 5,83111 0,00028 5,8314

41 44 3 5,83138 0,00028 5,8317

44 47 3 5,83166 0,00028 5,8319

47 50 3 5,83193 0,00028 5,8322

Perubahan Temperatur

(∆T) oC

Temperatur Awal (To) oC

Temperatur Akhir (Ti)oC Tebal Dinding Awal (L) mm Deformasi mm Tebal Dinding Akhir (Li) mm

26 26 0 5,81 0 5,81

26 30 4 5,81 0,00037 5,8104

30 34 4 5,81037 0,00037 5,8107

34 38 4 5,81073 0,00037 5,8111

38 42 4 5,81110 0,00037 5,8115

42 46 4 5,81147 0,00037 5,8118

46 50 4 5,81184 0,00037 5,8122

Temperatur Awal (To) oC

(21)

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan untuk Hari 2

26 26 0 5,82 0 5,82

26 29 3 5,82 0,00028 5,8203

29 32 3 5,82028 0,00028 5,8206

32 35 3 5,82055 0,00028 5,8208

35 38 3 5,82083 0,00028 5,8211

38 41 3 5,82110 0,00028 5,8214

41 44 3 5,82138 0,00028 5,8217

44 47 3 5,82166 0,00028 5,8219

47 50 3 5,82193 0,00028 5,8222

Temperatur Awal (To) oC

Temperatur Akhir (Ti)oC Tebal Dinding Awal (L) mm Deformasi mm Tebal Dinding Akhir (Li) mm Perubahan Temperatur (∆T) oC

26 26 0 5,78 0 5,78

26 30 4 5,78 0,00037 5,7804

30 34 4 5,78037 0,00037 5,7807

34 38 4 5,78073 0,00037 5,7811

38 42 4 5,78110 0,00037 5,7815

42 46 4 5,78146 0,00037 5,7818

46 50 4 5,78183 0,00037 5,7822

Perubahan Temperatur (∆T) oC Tebal Alas Awal (L) mm Deformasi mm Tebal Alas Akhir (Li) mm Temperatur

Awal (To) oC

(22)

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan untuk Hari 3

26 26 0 5,84 0 5,84

26 29 3 5,84 0,00028 5,8403

29 32 3 5,84028 0,00028 5,8406

32 35 3 5,84055 0,00028 5,8408

35 38 3 5,84083 0,00028 5,8411

38 41 3 5,84111 0,00028 5,8414

41 44 3 5,84138 0,00028 5,8417

44 47 3 5,84166 0,00028 5,8419

47 50 3 5,84194 0,00028 5,8422

Deformasi mm Tebal Dinding Akhir (Li) mm Temperatur

Awal (To) oC

Temperatur Akhir (Ti)oC Perubahan Temperatur (∆T) oC Tebal Dinding Awal (L) mm

26 26 0 5,8 0 5,8

26 30 4 5,8 0,0004 5,8004

30 34 4 5,8004 0,0004 5,8007

34 38 4 5,8007 0,0004 5,8011

38 42 4 5,8011 0,0004 5,8015

42 46 4 5,8015 0,0004 5,8018

46 50 4 5,8018 0,0004 5,8022

Temperatur Awal (To) oC

(23)

4.5 Perhitungan Ralat dan Grafik Perbandingan Hasil Deformasi dari

Perhitungan dengan Penelitian

Perhitungan ralat untuk total deformasi tebal dinding dan tebal alas evaporator untuk hari 1, hari 2, dan hari 3.

 Hari 1

 Tebal Dinding

 Tebal Alas

 Hari 2

 Tebal Dinding

 Tebal Alas

(24)

 Hari 3

 Tebal Dinding

 Tebal Alas

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari percobaan dan perhitungan, akan dilampirkan grafik hasil deformasi dari perhitungan dengan penelitian pada gambar 4.3; gambar 4.4; gambar 4.5; gambar 4.6; gambar 4.7; gambar 4.8.

(25)

Gambar 4.4 Grafik Tebal Alas Perhitungan dan Penelitian pada Hari 1

(26)

Gambar 4.6 Grafik Tebal Alas Perhitungan dan Penelitian pada Hari 2

(27)

Gambar 4.8 Grafik Tebal Alas Perhitungan dan Penelitian pada Hari 3

4.6 Perhitungan Temperatur Tegangan Batas Yield

Berdasarkan referensi yang terdapat dalam tabel 4.8 Stainless Steel :Tables of Technical Properties yang dikeluarkan oleh Euro Inox diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 4.8 Tabel Mechanical Properties Stainless Steel 304 oleh Euro Inox

Tensile Strength, Yield 210 MPa

Modulus of Elasticity 200 GPa

Area 196250 mm2

Koefisien Expansi Termal 1,58x10^-6 /oC

Temperatur Awal 20 oC

Dengan menggunakan rumus , maka kita peroleh nilai F yaitu:

5,7995 5,8 5,8005 5,801 5,8015 5,802 5,8025

22 26 30 34 38 42 46 50 54

T E B A L A LA S A K H IR (m m )

TEMPERATUR (oC)

HARI 3

PERHITUNGAN

(28)

Setelah diperoleh nilai F, dapat kita peroleh temperatur tegangan batas yield dengan rumus:

(29)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan eksperimen dan simulasi sebagai perbandingan yang ditunjukkan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu:

1. Total deformasi thermal yang terjadi pada dinding evaporator pada hari 1,2 dan 3 adalah 0,00208 mm; 0,00204 mm; dan 0,00214 mm;

2. Total deformasi thermal yang terjadi pada alas evaporator pada hari 1, 2 dan 3 adalah 0,0021 mm; 0,0021 mm; dan 0,00216 mm;

3. Temperatur tegangan batas yield untuk evaporator diperoleh 86,46oC. Maka penelitian dengan menggunakan bahan stainless steel 304 pada temperatur 50oC belum memasuki batas plastis dan dapat disimpulkan aman.

5.2 Saran

1. Menggunakan alat ukur yang memiliki ketelitian lebih tinggi agar memperoleh hasil yang lebih presisi.

2. Untuk penelitian selanjutnya, mempertimbangkan faktor temperatur lingkungan.

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar Desalinasi

Salah satu cara untuk mendapatkan sumber air yang layak untuk keperluan hidup sehari-hari adalah dengan mengolah air laut menjadi air tawar. Proses pengolahan air laut menjadi air tawar lebih dikenal dengan istilah Desalinasi. Yaitu mengurangi kadar garam yang terkandung pada air laut sampai pada level tertentu sehingga air laut tersebut layak untuk dipergunakan seperti halnya air tawar. Sebagaimana diketahui, air laut adalah sumber air terbesar di muka bumi sementara air tawar yang tersedia dianggap akan semakin berkurang seiring berkembangnya populasi manusia.

Prinsip kerja desalinasi secara umum adalah air laut dipanaskan hingga mendidih, dan kemudian uap yang dihasilkan dialirkan ke untuk dikondensasikan kembali dan ditampung di sebuah wadah/penampung. Air hasil kondensat yang diperoleh adalah air bersih. Sedangkan air laut yang tidak mendidih akibat pemanasan adalah konsentrat garam. Proses desalinasi yang akan penulis bahas pada penelitian ini adalah solar desalinasi sistem vakum. Konsep dari sistem ini adalah memanfaatkan ruang vakum yang dibentuk secara alami untuk dapat mengevaporasikan sejumlah air laut pada tekanan yang lebih rendah dengan suplai energi panas yang lebih sedikit dibanding dengan teknik konvensional. Suplai energi panas yang sedikit dapat diambil dari kolektor surya plat datar dan / atau panas yang dibuang. Keunikan dari sistem ini adalah cara gaya gravitasi dan tekanan atmosfer digunakan dalam pembentukan kondisi vakum. Pembentukan sistem vakum bertujuan untuk menurunkan tekanan ruang evaporator agar pemanasan dapat berlangsung dengan suplai panas yang rendah. Tekanan atmosfer akan sama dengan tekanan hidrostatis yang dibentuk dengan pipa air setinggi 10 meter. Jadi, jika ketinggian pipa lebih dari 10 meter dan ditutup dari bagian atas dengan air, dan air dibiarkan jatuh kebawah akibat gravitasi, air akan jatuh pada ketinggian sekitar 10 meter, dan membentuk ruang vakum diatasnya.

(31)
[image:31.595.118.561.292.545.2]

disini berfungsi sebagai ruang pemanasan air laut dengan suplai panas berasal dari kolektor surya plat datar dan juga sebagai tempat perubahan fasa air laut menjadi uap. Kondensor berfungsi sebagai ruang dimana uap yang dihasilkan oleh pemanasan air laut di evaporator untuk dikondensasikan kembali sehingga air kondensat dapat ditampung dan didapat air bersih sebagai produk sistem. Sedangkan tube in tube heat exchanger berfungsi sebagai heat recovery, dimana air laut yang tidak mendidih akibat pemanasan di ruang evaporator akan jatuh melalui pipa luar dari tube in tube untuk memanaskan pipa dalam yang sedang dialiri air laut dari tangki pengumpan. Gambar 2.1 menunjukkan desalinasi sistem vakum natural yang akan dibuat penulis.

Gambar 2.1. Desalinasi Sistem Vakum Natural (Sumber: Dokumentasi Frengky C. Nababan)

2.2 Klasifikasi Sistem Desalinasi

2.2.1 Solar Still

Solar still terdiri dari bak yang dicat hitam yang diisi oleh air payau atau air laut hingga pada kedalaman tertentu dan ditutup oleh kaca yang dimiringkan sebagai tempat masuknya radiasi surya sekaligus peristiwa kondensasi. Radiasi surya memasuki bak untuk memanaskan sisi bak yang dicat hitam yang mengakibatkan pemanasan air laut hingga terjadi evaporasi, karena perbedaan

Condensate Brine

Saline Water

Saline Water Tank Solar Heating System

Evaporator

C o n d e n s e r

(32)

tekanan parsial dan perbedaan temperatur, uap air terkondensasi sepanjang kaca penutup yang dimiringkan dan ditampung oleh penampung yang cocok tepat dibawah kemiringan kaca (Qiblawey dkk, 2008). Sistem solar still sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.2

Kelebihan menggunakan Solar Still : 1. Konstruksi sederhana

2. Kondensasi tidak menggunakan kondensor, kondensasi hanya terjadi di kaca

3. Mudah dalam perawatannya Kelemahan menggunakan Solar Still :

1. Laju produksi air bersih per hari rendah

2. Sebagian uap air yang naik ke kaca dapat langsung terkondensasi dan jatuh bercampur dengan air laut yang belum mendidih

[image:32.595.154.471.422.682.2]

3. Tidak dapat memproduksi air bersih pada kondisi tidak ada matahari

Gambar 2.2. Solar Still Sederhana (Sumber: Dokumentasi Frengky C. Nababan)

Sea Water Tank

Basin

Brine Tank Fresh Water Tank

Solar Radiation

Glass

(33)

2.2.2 Solar Desalinasi Humidifikasi-Dehumidifikasi

Ide utama dibalik proses solar humidification-dehumidification adalah embun yang membawa kapasitas udara bertambah dengan meningkatnya temperatur. Saat udara panas dipanaskan oleh kolektor surya disirkulasikan secara alamiah atau paksa bersinggungan dengan air laut yang disemprotkan di dalam evaporator, sebagian uap diekstrak oleh udara yang dapat dipulihkan oleh kondensor dimana air laut pengumpan dipanaskan terlebih dahulu (Parekh dkk, 2004). Sistem desalinasi humidifikasi-dehumidifikasi dapat dilihat pada gambar 2.3

Kelebihan sistem desalinasi humidifikasi-dehumidifikasi : 1. Efektif dalam memproduksi air bersih

2. Sangat cocok dioperasikan untuk kapasitas rendah 3. Biaya produksi air tidak mahal

Kelemahan sistem desalinasi humidifikasi – dehumidifikasi : 1. Konstruksi Kompleks

[image:33.595.202.422.497.695.2]

2. Sulit dalam perawatannya 3. Konstruksi sistem mahal

Gambar 2.3. Sistem Desalinasi Surya Humidifikasi – Dehumidifikasi (Sumber: Dokumentasi Frengky C. Nababan)

Hot Air

Evaporator

Air in Solar Air Heater

Blower Hot Air Inlet

Brine Out

Brine Storage Tank Solar Water Heater

Preheated Sea Water Hot Sea Water

Distillate Tank

Brine Recycle Pump Dehumidified Air Outlet

Saline Water Tank

Sea Water In

(34)

2.2.3 Solar Chimney

Solar Chimney mengkonversikan energi termal surya ke energi kinetik yang akan dikonversikan menjadi energi listrik dengan menggunakan turbo-generator. Komponen-komponen utama dalam solar chimney adalah diameter kolektor surya besar, turbin, generator dan cerobong (chimney) yang panjang. Penggunaan kolektor terutama kaca atau lembaran plastik yang berperan sebagai rumah kaca, menjebak panas dan menyebabkan pemanasan pada ruang dibawah kolektor sehingga terjadi perbedaan temperatur antara udara lingkungan dan udara di dalam sistem yang menyebabkan udara panas mengalir melalui cerobong. Energi kinetik dari udara yang mengalir menyebabkan turbin yang dipasang dibawah cerobong berotasi dan menghasilkan daya (Sangi, 2012). Sistem solar chimney dapat dilihat pada gambar 2.4

Kelebihan sistem desalinasi solar chimney : 1. Laju produksi air bersih yang tinggi 2. Dapat menghasilkan daya selain air bersih 3. Biaya produksi air bersih yang lebih rendah

Kelemahan sistem desalinasi solar chimney : 1. Konstruksi sistem kompleks

2. Biaya kolektor surya yang mahal karena dibutuhkan kolektor yang sangat besar

(35)
[image:35.595.168.459.86.314.2]

Gambar 2.4. Instalasi Sistem Desalinasi Solar Chimney pada Air Laut (Sumber: Dokumentasi Frengky C. Nababan)

2.2.4 Solar Multi Stage Flash Desalination

Dalam sistem desalinasi Multi-Stage Flash, air garam pengumpan dipanaskan diatas temperatur saturasi dalam pemanas konsentrat garam dan dibuat perubahan fasa secara cepat dalam bak dimana tekanan rendah dipertahankan dengan menggunakan pompa vakum. Konsentrat garam yang dibuang keluar dari tingkat sebelumnya diizinkan untuk berubah fasa secara cepat dalam tingkat berturutan dan uap dibentuk di setiap tingkat dikondensasikan dengan menggunakan kondensor dimana air laut masuk telah dipanaskan terlebih dahulu (Manjarrez dkk, 1979). Sistem solar multi stage flash desalination dapat dilihat pada gambar 2.5

Kelebihan solar multi stage flash desalination : 1. Laju produksi air bersih yang sangat tinggi

2. Pemanasan yang cepat sehingga tidak memakan banyak energi panas dari kolektor surya

3. Adanya tangki penyimpan kalor yang dapat menyuplai energi panas selama 24 jam

Condensate Tank Condensate Pump

Condenser

Air In Sea Water Sea Water Air In

Transparent Plastic or Glass Cover

SUN

Chimney

Humid Hot Air

Wind Turbine

(36)
[image:36.595.117.543.178.435.2]

Kelemahan solar multi stage flash desalination : 1. Konstruksi sistem yang kompleks 2. Tangki penyimpan kalor mahal 3. Perawatan sulit dan mahal

Gambar 2.5. Sistem Desalinasi Solar Multi Stage Flash (Sumber: Dokumentasi Frengky C. Nababan)

2.2.5 Solar Multi Effect Distillation

Unit Multi-Effect Distillation (MED) terdiri dari bak-bak dimana secara umum disebut efek sukses dipertahankan pada tekanan rendah dimana air laut disemprot. Panas yang dibutuhkan untuk terjadi evaporasi pada efek pertama disuplai dari energi surya atau dengan pembakaran bahan bakar fosil dan uap yang dibentuk digunakan untuk memanaskan air pengumpan pada efek selanjutnya. Sehingga, panas laten yang diproduksi uap air pada efek sebelumnya dapat digunakan seluruhnya di efek selanjutnya pada MED. Sistem MED mendapat banyak pembagian di market karena kompatibilitas yang lebih baik dengan desalinasi solar termal (Mezher dkk, 2011). Sistem solar multi effect distillation dapat dilihat pada gambar 2.6

Brine

Saline Water Tank

Saline Water Destilate Tank

Pump Condenser Preheated Feed Water

Solar Field Thermal

Energy Storage

Heat Transfer Field

Thermic Fluid Boiler

(37)

Kelebihan solar multi effect distillation :

1. Proses pemanasan dilakukan secara bertingkat, sehingga tidak ada air bersih yang terkandung dalam konsentrat garam

2. Sistem dapat diperbanyak dengan menambah tingkat pemanasan 3. Biaya produksi air bersih yang rendah

[image:37.595.121.524.310.535.2]

Kelemahan solar multi effect distillation : 1. Proses pemvakuman ruangan sulit 2. Laju produksi air bersih yang rendah 3. Konstruksi sistem mahal dan kompleks

Gambar 2.6. Solar Multi Effect Distillation (Sumber: Dokumentasi Frengky C. Nababan)

2.2.6 Desalinasi Kompresi Uap

Dalam Desalinasi Uap Terkompresi, air laut pengumpan dipanaskan oleh sumber panas dari luar dan diizinkan untuk berubah fasa secara cepat, sehingga uap yang diproduksi akan dikompres menggunakan Mechanical Vapor Compressor (MVC) atau Thermo Vapor Compressor (TVC) untuk meningkatkan tekanan kondensasi dan temperatur uap dan uap terkompresi digunakan untuk

To Vacuum To Vacuum To Vacuum Preheated Feed Water

Saline Water Tank

Destillste Tank Destillate

Pump Condenser

Brine

(38)

memanaskan air pengumpan pada tingkat yang sama maupun tingkat yang lain (Helal dkk, 2006). Sistem desalinasi kompresi uap dapat dilihat pada Gambar 2.7 Kelebihan sistem desalinasi kompresi uap :

1. Konsumsi daya spesifik lebih rendah dibanding sistem desalinasi lain 2. Biaya produksi air bersih lebih rendah

3. Dapat menghasilkan daya selain air bersih Kelemahan sistem desalinasi kompresi uap :

1. Konstruksi Mahal dan Kompleks 2. Perawatan sistem yang sulit

[image:38.595.139.491.367.586.2]

3. Hanya efektif dalam menghasilkan air bersih bila tingkat proses ada 12 tingkat

Gambar 2.7. Sistem Desalinasi Kompresi Uap Mekanik (Sumber: Dokumentasi Frengky C. Nababan)

2.2.7 Freeze Desalination

Desalinasi beku adalah teknik di mana air laut diperbolehkan untuk mendinginkan bawah titik beku, dimana kristal es dari air murni yang terbentuk di permukaan. Ketiga jenis desalinasi beku adalah desalinasi beku kontak lansung,

Condenser

Destillate Tank Saline Water Tank Pump

Brine Tank Brine Out Compressor

External power Source Electic Heater

Hot Saline Water

Heated Vapor

(39)

desalinasi beku kontak tidak langsung dan desalinasi beku operasi vakum (Rane dkk, 2011). Dalam proses desalinasi beku kontak langsung cairan refrigeran (biasanya n-butana) dicampur langsung dengan masukan air garam dalam pembeku sehingga panas dari air garam akan diserap oleh refrigeran menghasilkan pembentukan kristal es yang kemudian dipisahkan dan dimurnikan untuk mendapatkan air minum. Proses desalinasi beku seperti ini membutuhkan rasio tekanan rendah, untuk mencapai rasio tekanan ini dengan kompresor konvensional tidak ekonomis dan ini mengarah pada pengembangan refrigeran kompresor hidrolik. Kompresor pendingin hidrolik tidak menggunakan minyak pelumas hasilnya kontaminasi kristal es oleh minyak pelumas pun dihindari. Ukuran dari freezing desalination plant melter dan washer dapat di perkecil dengan menerima sejumlah garam dalam air hasilnya biaya dan ukuran sistem dapat diperkecil dan produk air dapat digunakan untuk tujuan irigasi di daerah yang mengalami kelangkaan air bersih (Rice dkk, 1997). Dalam desalinasi beku kontak tak langsung, pendingin dan air garam yang tidak dicampur dengan satu sama lain, mereka dipisahkan dalam bentuk crystal oleh permukaan perpindahan panas dan es yang terbentuk dalam sistem ini kemudian dikerok dari permukaan perpindahan panas (Rane dkk, 2011). Dalam system desalinasi beku vakum, air garam umpan didinginkan di bawah titik tiga dengan mengurangi tekanan untuk menghasilkan masing-masing es dan uap. Es yang terbentuk dikumpulkan dan uap yang dihasilkan dikompresi dan kondensi di ruang beku. Metode ini membutuhkan kompresor ukuran besar karena volume spesifik uap air yang tinggi dan dikenal dengan vacuum vapors compression freeze desalination. Freeze desalination dapat dilihat pada gambar 2.8

Kelebihan Freeze Desalination :

1. Biaya produksi air bersih dapat diperkecil

2. Dapat digunakan di daerah yang mengalami kelangkaan air bersih 3. Laju Produksi air bersih tinggi

(40)

2. Perawatan sistem sulit

[image:40.595.115.514.124.461.2]

3. Membutuhkan kompresor yang besar

Gambar 2.8. Desalinasi Beku menggunakan Auto Reversed Vapor Compression Heat Pump (Sumber: Dokumentasi Frengky C. Nababan)

2.2.8 Desalinasi Adsorpsi

Sistem utama desalinasi adsorpsi terdiri dari evaporator, dudukan adsorpsi (silica atau zirconia) dan kondensor. Dudukan adsorpsi disuplai dengan air panas atau pendingin sesuai kebutuhan. Air garam menguap di evaporator diserap oleh dudukan dengan dipertahankan pada suhu rendah oleh sirkulasi air pendingin. Uap air terperangkap di dudukan dipulihkan oleh sirkulasi air panas, uap air pulih dikondensasikan dalam kondensor dan berkualitas tinggi karena distilasi ganda. Untuk sistem dua dudukan, adsorpsi berlangsung di satu dudukan dan Desorpsi berlangsung di dudukan lain secara bersamaan (Wu dkk, 2010). Sistem desalinasi adsorpsi dapat dilihat pada gambar 2.9

Fresh Water Brine Water Waste Washing Water Line

Brine Fresh Water

B

A

Evaporator or Condenser Evaporator or

Condenser

Solar PV or Thermal Powered Compressor Unit

Solenoid Controlled Valve

(41)

Kelebihan sistem desalinasi adsorpsi : 1. Laju produksi air bersih yang tinggi 2. Konsumsi daya spesifik yang rendah 3. Biaya produksi air bersih yang rendah Kelemahan sistem desalinasi adsorpsi :

[image:41.595.114.544.277.616.2]

1. Konstruksi yang kompleks 2. Perawatan sistem sulit dan mahal 3. Konstruksi mahal

Gambar 2.9. Sistem Desalinasi Adsorpsi (Sumber: Dokumentasi Frengky C. Nababan)

2.2.9 Desalinasi Osmosis Terbalik Tenaga Surya Termal

Dalam desalinasi RO tenaga panas surya, energi mekanik yang dihasilkan oleh siklus surya organik secara langsung digunakan untuk menjalankan unit RO

Brine Tank Ambient

Temperatur Water Saline

Water

V1 V2

Warm Water Out Warm Water Out Cold water In Hot water In

Adsorption Process

Desorption Process BED 1 BED 2

V3 V4

Chilled Water Warm Water

Desalinated Water

Destillate Tank Condenser

(42)

pompa tekanan tinggi. Unit desalinasi RO surya thermal adalah teknologi yang lebih menjanjikan, setiap perkembangan teknologi RO akan berguna untuk mengembangkan teknologi RO berdasarkan sistem panas matahari. Menggabungkan unit RO dengan siklus Rankine tenaga surya dapat memotong emisi CO2 dan mengakibatkan penghematan lingkungan dengan selisih sedikit tambahan biaya modal (Salcedo dkk, 2012). Desalinasi osmosis dapat dilihat pada Gambar 2.10

Kelebihan Desalinasi Osmosis Terbalik Tenaga Surya Termal :

1. Adanya tangki penyimpan kalor yang dapat menyimpan energi termal selama 24 jam

2. Pemanasan cepat karena dibantu oleh boiler

3. Adanya kolektor surya dalam jumlah banyak dapat menyuplai baik energi termal mauun energi listrik yang dibutuhkan sistem

Kelemahan Desalinasi Osmosis Terbalik Tenaga Surya Termal :

1. Sistem membutuhkan daya listrik yang besar karena adanya boiler dan dua pompa bertekanan tinggi

(43)
[image:43.595.120.506.87.312.2]

Gambar 2.10. Unit Desalinasi Reverse Osmosis Bertenaga Siklus Rankine Organik Surya (Sumber: Dokumentasi Frengky C. Nababan) 2.2.10 Elektrodialisis Tenaga Surya (ED)

Elektrodialisis (ED) adalah proses penghilangan garam dari air garam dan unit ED terdiri dari sejumlah besar ruangan diisi dengan air garam dan dipisahkan oleh kation dan anion membran pertukaran. Ketika polaritas DC diterapkan melalui katoda dan node, ion negatif melewati membran pertukaran anion dan ion positif melewati membran penukar kation dan ion ini akan terakumulasi dalam ruangan khusus dan dibuang sebagai air garam. Pembalikan polaritas biasanya diikuti setiap 20 menit untuk mencegah pengendapan garam di membran (Charcosset dkk, 2009). Sistem Elektrodialisis dapat dilihat pada gambar 2.11

Kelebihan Elektrodialisis :

1. Tidak adanya penggunaan kalor untuk pemanasan air laut, kolektor surya disini digunakan untuk membangkitkan arus listrik DC

2. Konstruksi sederhana

3. Laju produksi air bersih tinggi Kelemahan Elektrodialisis :

1. Membran sangat mahal

Saline Water Tank Saline Water Condenser Solar Organic Rankine Cycle Organic Fluid Turbine High Pressure Pump RO Module Fresh Water Brine

Brine Tank Fresh Water Tank Heat Transfer Fluid

(44)
[image:44.595.116.537.123.456.2]

2. Biaya produksi air bersih mahal 3. Perawatan sistem mahal

Gambar 2.11. Sistem Unit Elektrodialisis (Sumber: Dokumentasi Frengky C. Nababan)

2.3 Evaporator

Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap. Evaporator mempunyai dua prinsip dasar, untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk dari cairan. Evaporator umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu penukar panas, bagian evaporasi (tempat di mana cairan mendidih lalu menguap), dan pemisah untuk memisahkan uap dari cairan lalu dimasukkan ke dalam kondenser (untuk diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan lainnya. Hasil dari evaporator (produk yang diinginkan) biasanya dapat berupa padatan atau larutan berkonsentrasi. Larutan yang sudah dievaporasi bisa saja terdiri dari

Saline Water Tank Pump

Fresh Water Tank Brine Tank

Saline Water

Anode Cathode

CEM AEM CEM AEM

CEM

AEM

(45)
[image:45.595.223.393.298.435.2]

beberapa komponen volatil (mudah menguap). Evaporator biasanya digunakan dalam industri kimia dan industri makanan. Pada industri kimia, contohnya garam diperoleh dari air asin jenuh (merupakan contoh dari proses pemurnian) dalam evaporator. Evaporator mengubah air menjadi uap, menyisakan residu mineral di dalam evaporator. Uap dikondensasikan menjadi air yang sudah dihilangkan garamnya. Pada sistem pendinginan, efek pendinginan diperoleh dari penyerapan panas oleh cairan pendingin yang menguap dengan cepat (penguapan membutuhkan energi panas). Evaporator juga digunakan untuk memproduksi air minum, memisahkannya dari air laut atau zat kontaminasi lain. Gambar bentuk evaporator dapat dilihat pada gambar 2.12.

Gambar 2.12 Evaporator (Sumber: Dokumentasi Frengky C. Nababan)

2.4 Jenis – Jenis Evaporator

Evaporator dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Submerged combustion evaporator, adalah evaporator yang dipanaskan

oleh api yang menyala di bawah permukaan cairan, dimana gas yang panas bergelembung melewati cairan.

2. Direct fired evaporator, adalah evaporator dengan pengapian langsung

dimana api dan pembakaran gas dipisahkan dari cairan mendidih lewat dinding besi atau permukaan untuk memanaskan.

3. Steam heated evaporator, adalah evaporator dengan pemanasan stem

(46)

2.5 Koefisien Expansi Thermal

Koefisien Expansi Termal digambarkan sebagai seberapa besar perubahan ukuran benda dengan perubahan temperatur. Umumnya, koefisien expansi thermal mengukur perbandingan perubahan ukuran benda dengan perubahan derajat temperatur pada tekanan konstan. Beberapa tipe koefisien telah dikembangkan yaitu volumetric, area, dan linear dimana digunakan sesuai dengan dimensi yang dianggap penting. Untuk benda padat (solids), yang dapat dipertimbangkan adalah perubahan panjang atau luasnya.

Untuk material isotropic koefisien volumetric memiliki nilai tiga kali dari koefisien linear yaitu:

... (1)

Untuk membuktikan rumus diatas dapat kita ambil contoh, suatu kubus baja yang memiliki panjang sisi L. Volume mula-mulanya adalah dan volume akhir setelah mengalami perubahan temperatur adalah.

Dengan mensubstitusikan persamaan (4) maka dapat diubah menjadi

dan diperoleh persamaan.

Maka dapat disimpulkan

Dan dengan cara yang sama koefisien area memiliki nilai dua kali nilai koefisien linear:

(47)

... (2)

Pembuktian:

Dengan mensubstitusikan persamaan (4) maka dapat diubah menjadi

dan diperoleh persamaan.

Maka dapat disimpulkan Dimana :

αL = Linear coefficient of thermal expansion (/oC)

αA = Area coefficient of thermal expansion (/oC)

αV = Volumetric of thermal expansion (/oC)

2.6 Thermal Stress

Tegangan thermal atau thermal stress dapat diartikan sebagai suatu bahan yang mengalami tegangan karena memperoleh temperatur yang berbeda dengan temperatur awalnya. Tegangan thermal dapat dihitung dengan rumus berikut.

... (3)

Dimana :

σ = Tegangan Thermal (MPa) E = Modulus Young (MPa)

αL = Koefisien linear expansi thermal (/oC)

ΔT = Perubahan temperatur (oC)

(48)

Perubahan suhu dapat menyebabkan perubahan dimensi pada benda. Umumnya, jika suhu meningkat, benda memuai, sebaliknya jika suhu menurun, benda menyusut. Displacement pada benda yang memiliki Panjang L dapat dihitung menggunakan rumus berikut.

... (4)

Dimana :

αL = Linear coefficient of thermal expansion (mm)

∆T = perubahan temperatur benda (oC) L = panjang awal benda (mm)

δTL = perubahan panjang benda (mm)

Jika benda memiliki Luas A, maka displacement dapat dihitung menggunakan rumus berikut.

... (5)

Dimana:

αA = area coefficient of thermal expansion (mm2)

∆T = perubahan temperatur benda (oC) A = luas awal benda (mm2)

δTA = perubahan luas benda (mm2)

Dan jika benda memiliki Volume V, maka displacement dapat dihitung menggunakan rumus berikut.

... (6)

Dimana:

αV = volumetric coefficient of thermal expansion (mm3)

∆T = perubahan temperatur benda (oC) V = volume awal benda (mm3)

δTV = perubahan volume benda (mm3)

2.7 Proses Pembentukan Thermal akibat Arus Listrik

(49)

memiliki hambatan cukup besar. Hambatan inilah yang menyebabkan timbulnya panas pada bagian coil yang disebut elemen pemanas. Elemen pemanas membangkitkan panas secara bertahap dan alat ini sudah dilengkapi dengan komponen yang disebut termostat. Dengan adanya komponen ini, maka panas yang dikehendaki oleh pengguna dapat diatur dan stabil sehingga tidak menyebabkan timbulnya panas berlebih yang dapat memicu kebakaran pada elemen.

(50)

2.8 Tabel Koefisien Linear Expansi Termal

[image:50.595.116.517.208.550.2]

Berdasarkan Technical Report no 18 (rev. F) oleh Bal Seal Engineering pada tahun 2004, dipaparkan pada tabel 2.1 koefisien linear expansi termal dari beberapa material.

Tabel 2.1 Tabel Koefisien Linear Expansi Termal untuk Steel (Sumber: Technical Report TR-18 Bal Seal Engineering)

2.9 Contoh Penelitian Mengenai Deformasi Thermal

Pada pengujian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Indonesia

dengan judul “Studi Pengaruh Kenaikan Temperatur Pada Sambungan Konduktor

Aluminium Dengan Tembaga”, pengujian ini bertujuan untuk mengetahui

(51)

2.9.1 Pengujian Pada Tembaga

[image:51.595.133.490.145.362.2]

Tabel 2.2 Besar Pemuaian tembaga dengan menggunakan perhitungan (Sumber: Skripsi David Simanjuntak, Universitas Indonesia 2010)

[image:51.595.126.493.421.675.2]
(52)
[image:52.595.114.509.84.343.2]

Gambar 2.13 Grafik Pengujian pemuaian panjang, lebar dan tebal tembaga (Sumber: Skripsi David Simanjuntak, Universitas Indonesia 2010)

[image:52.595.137.488.493.719.2]
(53)
[image:53.595.114.509.83.336.2]

Gambar 2.14 Grafik pemuaian rata-rata panjang, lebar dan tebal pada tembaga (Sumber: Skripsi David Simanjuntak, Universitas Indonesia 2010) 2.9.2 Pengujian pada Aluminium

[image:53.595.154.475.486.747.2]
(54)

Tabel 2.6 Pengujian pemuaian panjang, lebar dan tebal aluminium (Sumber: Skripsi David Simanjuntak, Universitas Indonesia 2010)

[image:54.595.111.513.129.672.2]
(55)
[image:55.595.174.452.137.338.2]

Tabel 2.7 Data nilai rata-rata pemuaian aluminium pada percobaan (Sumber: Skripsi David Simanjuntak, Universitas Indonesia 2010)

Gambar 2.16 Grafik pemuaian rata-rata panjang, lebar dan tebal pada Aluminium (Sumber: Skripsi David Simanjuntak, Universitas Indonesia 2010)

[image:55.595.115.508.382.645.2]
(56)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Krisis Air bersih selalu menjadi topik yang marak diperbincangkan di berbagai negara. Lebih dari seperenam manusia di dunia hidup di daerah yang mengalami krisis air, yang berarti mereka tidak memiliki akses yang mencukupi ke air minum. Sekitar 1.1 miliar jiwa dari manusia yang hidup dalam lingkungan krisis air berada di negara miskin dan berkembang. Wilayah atau negara disebut "krisis air" ketika suplai air tahunan berada di bawah 1700 kubik meter per orang per tahun. Pada level di antara 1000 dan 1700 meter kubik per orang per tahun, suplai air terjadi secara periodik. Di bawah 1000 meter kubik per orang per tahun, kelangkaan air terjadi. Pada tahun 2006, 700 juta jiwa di 43 negara hidup di bawah batas suplai air 1700 meter kubik per orang per tahun. Penelitian menunjukkan bahwa cadangan air bersih tidak akan mampu memenuhi kebutuhan penggunaan dikarenakan kurangnya ketersediaan air bersih. (en.wikipedia.org). Masalah ini dapat ditanggulangi jika manusia mampu menemukan akal untuk memproduksi air bersih. Untungnya, teknologi desalinasi telah dikembangkan sejak lama menyerupai siklus hidrologi alami untuk mencegah permasalahan ini, namun teknologi ini memerlukan energi yang cukup besar dan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya.

(57)

peneliti untuk mencari cara alternatif untuk memberi daya pada sistem dengan energi terbarukan.

[image:57.595.131.545.255.552.2]

Energi terbarukan yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif berupa energi surya, angin, dan geothermal. Diantara ketiganya, sistem desalinasi lebih banyak menggunakan tenaga surya dikarenakan tenaga surya dapat menyuplai tenaga yang lebih besar. Beberapa klasifikasi sistem desalinasi tenaga surya dapat dilihat pada Gambar 1.1. Penjelasan setiap sistem desalinasi akan dibahas lebih lanjut pada bab 2.

Gambar 1.1. Klasifikasi Sistem Desalinasi Surya (Ali dkk, 2011)

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, sebagai berikut:

1. Menentukan total defomasi thermal yang terjadi pada Dinding Evaporator; 2. Menentukan total defomasi thermal yang terjadi pada Alas Evaporator; 3. Menentukan kelayakan bahan Stainless Steel 304 jika dipanaskan pada

(58)

1.3Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Agar dapat menjadikan alat ini sebagai sumber energi yang terbarukan; 2. Menjadi penelitian lebih lanjut agar dapat sistem desalinasi ini dapat

dikomersilkan

3. Dapat mengetahui keamanan menggunakan bahan stainless steel 304 dalam pengunaan pada evaporator

1.4Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian skripsi ini adalah: 1. Suhu lingkungan diabaikan

2. Beban statis komponen yang lain diabaikan

3. Penyebaran temperatur dianggap merata ke seluruh evaporator.

1.5Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Studi literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang terkait.

2. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel, gambar-gambar dan buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang berhubungan. 3. Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk

(59)

ABSTRAK

Deformasi adalah kondisi suatu benda dimana mengalami perubahan fisik yang disebabkan benda tersebut menerima tegangan beban ataupun tegangan termal. Penelitan ini menganalisa pemakaian bahan logam paduan Stainless Steel Tipe 304 sebagai material pembuatan evaporator sistem desalinasi air laut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa total deformasi yang dialami oleh evaporator dan apakah penggunaan logam paduan Stainless Steel Tipe 304 layak digunakan sebagai material pembuatan evaporator sistem desalinasi air laut untuk temperatur pada 26oC sampai 50oC. Penelitian dilakukan dalam dua metode, metode pertama secara eksperimental untuk mengukur deformasi evaporator dalam keadaan kerja riil dan metode kedua secara perhitungan analitik. Penelitian dilakukan sebanyak tiga kali dan mendapatkan hasil total deformasi untuk dinding evaporator sebesar 0,00208 mm; 0,00204 mm; 0,00214 mm; dan untuk alas evaporator sebesar 0,0021 mm; 0,0021 mm; 0,00216 mm. Validasi bentuk ralat rata-rata perbedaan perhitungan diperoleh untuk dinding evaporator 5,63 % dan untuk alas evaporator 3,57 %.

(60)

ABSTRACT

Deformation is a condition in which the body undergo physical changes caused

these objects receives the load stress or thermal stress. This research analyzes the

use of metal alloys Type 304 Stainless Steel as a material manufacture seawater

desalination system evaporator. This study aims to analyze the total deformation

experienced by the evaporator and whether the use of metal alloys Type 304

Stainless Steel is used as material worthy of making seawater desalination system

evaporator to the temperature at 26oC to 50oC. The study was conducted in two

methods, the first method experimentally to measure the deformation of the

evaporator in a state of real work and the second method is a analitical

calculation. The study was conducted three times and get the total deformation to

the walls of the evaporator of 0,00208 mm; 0,00204 mm; 0,00214 mm; and for the

base of the evaporator at 0,0021 mm; 0,0021 mm; 0,00216 mm. Validate the form

of errata average difference calculations for wall evaporator 5,63% and 3,57%

for the base evaporator.

Keywords: Deformation, Thermal, Desalination System, Stainless Steel 304,

(61)

ANALISA DEFORMASI TERMAL PADA EVAPORATOR SISTEM

DESALINASI AIR LAUT SECARA EKSPERIMENTAL DAN

ANALITIK DENGAN BAHAN EVAPORATOR STAINLESS STEEL

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

NOVENDY LEONARD (110401040)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(62)

ANALISA DEFORMASI TERII{AL

PADA

EVAPORATOR

SISIEM

DESALINASI

AIR LAUT

SECARA

EKSPERIMENTAL

DAI\

ANALITIK

DENGAIY

BAIIAN

EVAFORATOR

STAII{I,ESS

SIEEL

NOVENDY

LEONARI)

NIM

3 110401040

Telah Diperika dan Disetujui Dori Easil Seminar Skripsi

Periode ke 836 pade Teng€al 15 Februari 2016

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing,

(63)

l-ANALISA DEFORMASI

ITRMAL

PADA

EVAPORATOR

SISTEM

DESALINASI

AIR

I"AUT

SECARA

EKSPERIMENTAL

DAN

ANALMIK

DEI\GAIY

BAHAN EVAPORATOR

STAII{LESS STEEL

NOVENDY LEONARI)

NIM

:

110401040

Telah Diperiksa dan Disetujui Dari Hasit Seminar Skripsi

Periode ke 836 pada Tanggal 15 Februari 2016

Disetujui Oleh:

Dosen Pembanding I,

Ir.

Alfian Hamsi. IVI"Sc

Dosenrr.f*rr"

l

LWI-lu'

(64)

KAITIDIDAT I

NamalNIM

'Iugas Sarjana

Judul Thgas Sarjana

.

Pr-

y.Wn

L*^^*

/

:,:,t.:.,

Ir,fcmenuhi / Perlu Perbaikan

*;

lV[emerurhi / Perlu Perbaikan *)

?.t,q

Dosen Peirrlbimbing

Dosen Pembandirrg

Penilaian Tuhadap $eminar skripsi.Mahasiswa torsabut adatah

:

I,CATATAN HASIL SEMINAR.

l..Iudul

2. Sistemarika

3. Bahasa/T'ulisan

4. Materi yang dikorelcsi

: Mamenuhi / Porlu Perbaikan +)

5.Gambar

. r r i. r r

II.SETELAH SE}.dINAR DIDISKUSIKAN DAN EVALUASI ANTARA

DOSEhI PEMBA}IDING DAN DOSEN PEMBIMBINC}, MAKA FIASILSEMINAR ADALAH

:

!

Dapat langsung mengikuti Sidang Skripsi.

@arbperbaikan

sebagian catatan seminar dan akan dibimbiag oleh Dosen perirbanaing sebelum Sidang Skripsi.

3'

Periu perbalkan yang mentlasar dan akan dibimbiog

oleh Dosen Pembanding setelah

&rlebih

I

dahulu mel*lui binrbingan ulang dari Dosen

pembimbing

I

-l

.:

Medan,

tt/r_

^rfl

Ilrsgq,Pembimbirrg,

:*,

p"*(*io*,

-

--

|

I

;&W,hn...,,l4,T,i!:;,?,l]ii.:.-h*uor,niclleh,),ffi,/[,|

(65)

KAIIIDIIIAT I

Naua/tlIM

Tugas Srqana

Judul Tirgru Sqiana

Dosqn Peiribimbilrg

Dosen Pembandirrg

...(gn

.%.,

.

/,,((,,g,?.eley,q.,

P"m*

tt*:

-A:ca

t

*t,

TAug

1q

B

tN

A\ut?-Penilaian Terhadap seminar skripsi,Mahasiswa terssbut alalah :

I,CATATAN HASIL SEMINAR.

l.

Judul

2. Sistematika

3. Bahasa/Tutrisan

4. Materi yang dikoreksi

lv[omenuhi /

Fedrrfficfun

*)

lvlemenuhi /

Perh*ffiran

*)

lvtmedi/

Perlu Perbaikan

t)

,.Psr.mn

n:)*t:

fv:.Hl:.y

-.,q*?fs:..

,l1*t!

5.Gambar

I.SETELAH SE!'dINAR DIDISKUS]KAN DAN EVALUASI ANTARA DOSET{ PEMBA}IDING

DAN DOSEN PEMBIMBI]".JG, MAKA I-IASILSEMINAR ADALAH :

1l

Dapet langsung mengikuti Sidang Skripsi.

O

vettuperbaikan sebagian catetan seminar dan akan dibimbiug oleh Dosen Periibanaing sebelum Sidang Skipsi.

3.

perlu perbaikan yang

memlasar dan akan dibimbiug oleh Dosen Pemban{ing setela}r t€rlebih

dahulu melntui bimbingan ulang dari Dosen pernbimbing.

(66)

/6-*{

ABSENSI

PEMBANDING

BEBAS

MAHASISWA

PADA SEMINAR

SKRIPSI

MAHASISWA

DEPARTEMEN

TEKNIK

MESIN

F'T. USU

PEzuoDE

,

fi

30

HARYTANGGAL : SdNTN / 15 Februari 2016

NAMA NIM

: NOVENDY LEONARD

:110401040

No NamaMahasiswa Tanda Tangan

t

(tcuru

Vrrt

ty

A

f

,ilr

7_ Rua,.:

a*r\o

)3

7

Q)*

Suror*o

n

?,{4.

n

4

I'a2^

E--\'nJ

Nt a(,rto rr

"M

5. fott'<

Wi'6'

&

Medaru 15 Februari 2016

(67)

("$

,'t is

iF la \a

ANALISA DEFORMASI TERMAL

PADA

EVAPORATOR SISTEM

DESALINASI AIR

LAUT

SECARA

EKSPERIMENTAL DAN

ANALITIK

DENGAN BAHAN

EVAPORATOR STAII{LESS STEEL

NOYENDY LEONARI)

NIM

: 110401040

Diketahui / Disahkan :

Departemen Teknik Mesin Fakultas TeknikUSU

wansyah Isranuri

rrrP. 1964 1224 1992 I 11001

Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing,

Ilr.Ir.

M. Sabri'M.T
(68)

DEPARTEMEN TEKIYIK 1UESIN

FAIfl]LTAS TEKNIK USU

MEDANi

NAMA

NIM

MATA KULIAH

SPESIFIKASI

DIBERIKAN TANGGAL

SELESAI TANGGAL

NOVENDY LEONARD

I 10401040

CONDITION BASED MAINTENANCE (CBM)

Lakukanlah simulasi

uji

deformasi pada evaporator

kemudian lakukan pengukuran tebal dinding dan tebal alas

dan lakukan validasi data dengan membandinekan hasil

experiment dan hasil perhitunean analitik.

t2 JI.JI.r20l5

10 JANUARI2016

AGENDA

DITERIMA TGL.

PAIL{F

:2267 /TS/ 2015

t 12l 07 n0d5

TUGAS SARJANA

MEDAN, 10 JANUARI2016

DOSEN PEMBIMBING,

Dr. Ir. M. Sabri, M.T

(69)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKTTLTAS

TEKI{IK

USU

MEDAIT

Sub. Program studi

Bidang Tugas

Judul tugas

Diberikan tanggal Dosen Pembimbing

KARTU BIMBINGAN

TUGAS

SARJANA

M4IIASISWA

NO

:

2267lTSl20I5

12 Juli 2015

Dr.

h

M. Sabri, M.T

Teknik Pemeliharaan

Condition Based Maintenance (CBM)

Analisa Deformasi Termal Pada Evaporator Sistem Desalinasi

Air Laut Secara Eksperimental Dan Analitik Dengan Bahan Evaporator Stainless Steel

Selesai tanggal : l0 Januari 2016

NamaMhs.

: Novendy Leonard

NIM

: 110401040

No Tanggal Kegiatan Asistensi Bimbin gan Tanda Tangan -Dosen Pembimbing

l.

12 Juli 2015 Pengaiuan Tugas Skripsi

g

2. 25

tilia0t5

Studi Literatur dan Pencarian Referensi

"i

a

J. 8 Aeustus 2015 Perumusan Judul dan Metode Penelitian kL 4. 15 Azustus 2015 Rancang Bangun Alat .l

L

5. 17 September 2015 Asistensi Laporan Bab I dan

II

h

6. 17 Oktober 2015 Perbaikan Bab I dan II

W

7. 13 November 2015 Asistensi Bab

III

+

8. 5 Desember 2015 Perbaikan Bab

III

a

9. 12 Desember 2015 Asistensi Bab IV VL

10. 17 Desember2Al5 Perbaikan Bab IV

q

11. 4 Jarruai20l6 Asi stensi Laporan Secara Keseluruhan T

12. 10 Januari 2016 ACC untuk diseminarkan

ry

Catatan:

l.

Kartu ini harus diperlihatkan kepada Dosen Pembimbing setiap asistensi.

2. Karfi ini harus dijaga bersih dan rapi.

3. Kartu ini harus dikembalikan ke Departemen,

bila kegiatan asistensi telah selesai.

(70)

ABSTRAK

Deformasi adalah kondisi suatu benda dimana mengalami perubahan fisik yang disebabkan benda tersebut menerima tegangan beban ataupun tegangan termal. Penelitan ini menganalisa pemakaian bahan logam paduan Stainless Steel Tipe 304 sebagai material pembuatan evaporator sistem desalinasi air laut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa total deformasi yang dialami oleh evaporator dan apakah pengg

Gambar

Gambar 3.4 Tube in Tube Heat Exchanger (Sumber: Dokumentasi)
Gambar 3.6 Ultrasonic Thickness Indicator (Sumber: Dokumentasi)
Gambar 3.8.  Diagram Alir Pengujian
Tabel 4.1 Parameter Design Of Experimental (DOE)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Program Microsoft Visual Basic 6.0 adalah bahasa pemrograman yang bekerja pada system operasi windows 95 atau yang lebih tinggi dari versi ini juga windows NT. Visual Basic 6.0

Berdasarkan Surat Keputusan Kuasa Pengguna Pengadaan Peralatan Pelatihan Balai Latihan Kerja (BLK) Tahun Anggaran 2017 tentang Pembentukan Panitia Pengadaan Barang/Jasa,

Program ini terdiri dari menu utama atau interface awal yang menjadi pendahuluan dari semua bab dari mata kuliah Sistem Digital. Kemudian dari interface awal itu terdapat menu

Perpres Nmr 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Ke empat atas Perpres 54/2010, maka dengan. ini Pokja ULP UPTP BBPPK dan PKK Lembang mengundang Saudara untuk

Penggunaan library dan actionscript dalam pembuatan program ini merupakan fasilitas yang telah disediakan oleh Macromedia Flash MX untuk memudahkan pembuatan dan

Disediakan LKS Siklus II, siswa dapat Memasang beberapa Negara Asia Tenggara dengan nama mata uang, ibukota, lagu kebangsaan serta bahasa

Aplikasi yang dibuat bisa memberikan pesan kepada tenaga IT dan juga bisa menampung data-data dari permasalahan yang pernah

Pada hari ini, Rabu tanggal Dua puluh enam bulan Juli tahun Dua ribu tujuh belas , dengan ini diberitahukan kepada peserta lelang bahwa setelah Penawaran