• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Good Corporate Governance Dikaitkan Dengan Tugas Dan Fungsi Direksi (Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Good Corporate Governance Dikaitkan Dengan Tugas Dan Fungsi Direksi (Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan)"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

83

DAFTAR PUSTAKA

Alijoyo, Antonius dan Subarto Zaini, Komisaris Independen, Jakarta: PT Indeks, 2004.

Bataman, Syarif, Makalah Tanggung Jawab Direksi, Komisaris PT dan Beberapa Prinsip Penting di dalam UU Nomor 1 Tahun 1995.

Brason Douglas M., Corporate Governance, Virginia: The Michie Company, 1993.

Council, Thurrock, Corporate Governance Review, Spring, 2002.

Fuady, Munir, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.

Fuadi, Munir, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Fuady, Munir, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.

Khan, Haider A., Corporate Governance of Family Bussiness in Asia: What’s

Right and What’s Wrong?” Working Paper Series Asian Development Bank Institude, Tokyo, 1999.

Kurniawan, Dudi M. dan Nur Indriantoro, Corporate Governance in Indonesia, 2nd Asia Corporate Governance Rountable, Hongkong, 2000.

Pieris, John dan Nizam Jim, Etika Bisnis dan Good Corporate Governance, Jakarta: Pelangi Cendekia, 2007.

Pramono, Nindyo, Makalah Indepedensi Direksi dan Komisari Dalam Rangka Meningkatkan Penerapan Good Corporate Governance oleh Dunia Usaha, Jakarta: Medio, 2003.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM).

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(2)

Surya, Indra dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance Jakarta: Kencana, 2008.

Sutedi, Adrian, Good Corporate Governance Ed.1 Cet.3, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Tjager, I Nyoman, et. al., Good Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Jakarta: Prehallindo,2003. Widjaya, I. G. Rai, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Megapoin, 2002.

Widjaya, Gunawan, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, Forum Sahabat, 2008.

Widiyono, Try, Direksi Perseroan Terbatas: Keberadaan ,Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab, Bogor: Ghalia Indonesia, 2008.

Wilmarata, Misahardi, Hak Pemegag Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Governance, Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas Ed.1 Cet.1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.

http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2259789-tujuan-dan-manfaat-penerapan-prinsip.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23168/4/Chapter%20II.pdf. http://www.researchgate.net/publication/42350728 Pengaruh Peranan Audit

Internal Terhadap Penerapan Good Corporate Governance Pada PT. Perkebunan Nusantara III %28Persero%29 Medan.

http://ptpn3.co.id.

(3)

BAB III

PENGATURAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE

DIKAITKAN DENGAN TUGAS DAN FUNGSI DIREKSI PADA BUMN

A.Pengaturan Prinsip Good Corporate Governance

Bapepam selaku otoritas pasar modal Indonesia telah menerbitkan serangkaian peraturan yang memiliki korelasi yang kuat dengan corporate governance. Usaha yang telah dilakukan Bapepam dalam rangka meningkatkan

corporate governance antara lain pembuatan dan perbaikan yang berupa :67

1. Peraturan yang mensyaratkan perusahaan publik untuk mempunyai direktur independen dan komisaris independen;

2. Pengaturan mengenai metode pemungutan suara di antara para pemegang saham perusahaan publik pada saat melaksanakan RUPS; 3. Pengaturan komprehensif tentang pertanggungjawaban direksi dan

komite audit independen berkaitan dengan laporan keuangan dan pengenaan sanksi bagi yang melanggarnya;

4. Pengaturan mengenai disclosure atau keterbukaan terhadap transaksi pihak-pihak yang berkaitan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) memuat peraturan yang berkaitan dengan Good Corporate Governance, terutama dalam kaitannya dengan prinsip disclosure (keterbukaan). Pengaturan tersebut

67

Dudi M. Kurniawan dan Nur Indriantoro, Corporate Governance in Indonesia, 2nd Asia

(4)

terutama termuat dalam Bagian Kelima Pasal 82 sampai Pasal 84, yakni mengenai Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, Benturan Kepentingan, Penawaran Tender, Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan.68

Beberapa Peraturan Bapepam yang terkait dengan penerapan prinsip Good

Corporate Governance adalah :69

1. Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu

Peraturan ini berkaitan dengan prinsip fairness dalam good corporate governance yang mengisyaratkan adanya kewajaran dan keseimbangan

yang harus diterapkan pada semua pemegang saham. Jika persusahaan publik hendak menambah modalnya degan melepas saham baru, maka kepada para pemegang saham lama dapat dipenuhi kepentingannya melalui kepentingan hak memesan Efek terlebih dahulu. Dapat dikatakan bahwa tindakan tersebut juga merupakan perwujudan penerapan prinsip keadilan bagi pemegang saham minoritas.

2. Peraturan Bapepam Nomor VIII.D: tentang Laporan Tahunan

Peraturan ini berkaitan erat dengan prinsip transparansi dari good corporate governance yang mewajibkan penyampaian laporan yang

penting kepada pihak-pihak yang berkepentingan secara berkala. Pihak-pihak yang dimaksud termasuk para pemegang saham, para

68 Indra Surya, et. al.,Op.cit., hlm. 119

(5)

42

kreditor, dan juga anggota masyarakat. Laporan yang memuat informasi material yang disajikan secara tepat dan akurat serta pada waktunya akan sangat membantu para pemegang saham dalam menentukan laha berinvestasi. Bagi kreditor informasi dengan kualitas demikian sangat berguna untuk mengambil keputusan untuk pemberian pinjaman.

3. Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.

Peraturan ini merupakan salah satu peraturan Bapepam yang sangat mencerminkan pentingnya diterapkan prinsip-prinsip good corporate governance dalam suatu perusahaan. Menurut peraturan ini, emiten

diwajibkan melakukan transaksi secara jujur, benar, dan demi kepentingan sesama semua pemegang saham serta dilarang melakukan transaksi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Setiap terjadi transaksi yang memiliki benturab kepentingan ekonomi antara organ perusahaan, seperti direksi dan komisaris dengan perusahaan itu sendiri, maka harus terlebih dahulu dilakukan RUPS independen. Hal ini menunjukkan adanya penerapan prinsip kewajaran, transparansi, dan juga akuntabilitas. Kesemuanya itu diperlukan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap para pemegang saham independen yang biasanya minoritas.

(6)

Peraturan ini menunjukkan bagaimana prinsip kewajaran, transparansi dan akuntabilitas diterapkan. Mengingat segala macam transaksi yang dilakukan perusahaan publik yang mempengaruhi perusahaan secara signifikan (transaksi material), maka harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS independen. Hal ini juga bergunu dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dari dewan direksi dan komisaris perusahaan, yang pada gilirannya, menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi suatu perusahaan publik.

5. Peraturan Bapepam Nomor IX.G.1 tentang Penggabungan Usaha dan Peleburan Perusahaan Publik dan Emiten.

Peraturan ini berkaitan dengan pelaksanaan prinsip resposibilitas yang menyangkut tanggung jawab suatu perusahaan untuk taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, peraturan Bapepam tersebut memiliki korelasi kuat terhadap hukum persaingan usaha, yang mana di Indonesia merupalkan salah satu peraturan perundang-undangan yang wajib ditaati. Dengan adanya prinsip responsibilitas ini, maka sutau perusahaan dapat senantiasa berjalan dalam korisor persaingan usaha yang sehat ketika melakukan merger atau akuisisi, melalui berbagai mekanisme yang diatur dalam peraturan Bapepam tersebut.

(7)

44

Peraturan ini memuat prinsip tentang keseragaman informasi untuk rencana RUPS. Dengan demikian, peraturan ini memiliki korelasi yang kuat dengan prinsip fairness, sehingga terdapat atuarn yang memberikan persamaan hak kepada setiap pemegang saham untuk menyuarakan kepentingannya berdasarkan jumlah saham yang ia miliki selama ini. Dengan adanya peraturan tersebut, kepentingan para pemegang saham minoritas yang merupakan salah satu pihak yang diutamakan untuk dilindungi dalam prinsip-prinsip good corporate governance.

7. Peraturan Bapepam Nomor IX.J.1 tentang Pengaturan tentang Pokok-Pokok Anggaran Dasar Perseroan yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan Publik.

(8)

8. Peraturan Bapepam Nomor X.K.1 tentang Keterbukaan Informasi yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik.

Peraturan ini dengan tegas mewajibkan emiten untuk menyampaikan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat paling lambat hari kerja kedua setelah keputusan atau terjadinya peristiwa atau fakta material yang mungkin dapat mepengaruhi nilai Efek, perusahaan dan keputusan investor. Peraturan ini jelas menggambarkan adanya kebutuhan akan implementasi prinsip keterbukaan dalam suatu perusahaan publik. Secara komperhensif, peraturan tersebut menentukan jenis-jenis informasi yang harus segera diberitahukan kepada publik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa dengan adanya kewajiban tersebut, banyak kepentingan yang akan dilindungi, termasuk para pemegang saham, kreditor perusahaan, managemen perusahaan, anggota karyawan, dan tentunya masyarakat umum. 9. Peraturan Bapepam Nomor X.K.4 tentang Laporan Realisasi

Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum.

(9)

46

mengelola dana yang didapat, sehingga tidak mengalami kesulitan ketika memberikan laporan kepada publik.

10.Peraturan Bapepam Nomor IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.

Peraturan ini memuat kewajiban untuk menyampaikan informasi yang berkaitan dengan proses pengambilalihan oleh pihak pengambil alih kepada otoritas pasar modal, bursa, dan publik, serta memuat kewajiban untuk melakukan tender offer. Dalam ketentuan ini, dianut prinsip fairness, mengingat bahwa pengambilalihan perusahaan terbuka dapat mengubah pengendalian atas perusahaan tersebut. Seandainya hal ini terjadi, perlu diberikan kesempatan yang seimbang bagi pemegang saham minoritas untuk menentukan sikap, apakah mereka akan tetap menanamkan sahamnya pada peusahaan terseut atau tidak. Dengan adanya pemberian kesempatan ini, maka akan terpenuhilah rasa keadilan bagi para pemegang saham minoritas dalam menentukan sikapnya.

11.Peraturan Bapepam Nomor IX.F.1 tentang Penawaran Tender.

(10)

adanya tender offer sekali lagi kepentingan dari para pemegang saham minoritas akan lebih terlindungi.

12.Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.1 tentang Tanggung Jawab Direksi Atas Laporan Keuangan.

Peraturan ini merupakan peraturan yang mengimplementasikan secara konkret prinsip akuntabilitas dan prinsip resposibilitas, karena memberikan gambaran yang jelas bagaimana tanggung jawab para direksi atas laporan keuangan perusahaan yang dilaporkan secara berlaka kepada Bapepam. Dalam hal ini, dengan pemberian tanggung jawab yang jelas, maka direksi harus lebih berhati-hati dalam memeriksa dan menandatangani laporan keuangan perusahaan yang mereka jalankan.

13.Peraturan Bapepam Nomor X.K.5 tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pernyataan Pailit. Ketentuan ini mengatur penerapan prinsip keterbukaan, terutama apabila terhadap suatu perusahaan publik dimohonkan pernyataan pailit. Tidak dapat dipungkiri, sebuah perusahaan publik yang akan dipailitkan memiliki dampak yang sangat besar bagi masyarakat, karena akan menyentuh banyak kepentingan, termasuk para pemegang saham, lreditor, investor, karyawan dan masyarakat luas.

(11)

48

Peraturan yang mewajibkan emiten untuk membentuk fungsi sekretaris perusahaan ini adalah juga merupakan bentuk konkret implementasi prinsip keterbukaan, mengingat peranan utama dari sekretaris perusahaan ada;ah untuk menghubungkan antara perusahaan publik atau emiten dengan para pemodal melalui pembelian informasi-informasi penting yang dibutuhkan sebelum menanamkan modal. 15.Peraturan Bapepam Nomor IX.I.6 tentang Direksi dan Komisaris

Emiten dan Perusahaan.

Peraturan ini diterbitkan dengan maksud untuk meningkatkan penerapan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) bagi emiten dan perusahaan publik terutama

yang berkaitan dengan persyaratan dan pertanggungjawaban anggota direksi dan komisaris. Peraturan ini kental dengan prinsip akuntabilitas dan responsibilitas, dimana upaya perlindungan terhadap masyarakat (publik) lebih ditekankan. Peraturan ini memberikan syarat tambahan bagi perseorangan yang akan menjadi seorang direksi atau komisaris pada perusahaan publik. Selain itu, diatur pula bahwa direksi dan komisaris harus berhati-hati dalam membuat suatu pernyataan, agar pernyataan tersebut tidak menyesatkan masyarakat.

Selain ketentuan di atas, pengaturan prinsip good corporate governance

(12)

salah satu alasan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tersebut adalah meningkatnya tuntutan masyarakat akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance).

Pengaturan prinsip Good Coporate Governance terdapat juga dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab VI, Paragraf II mengatakan bahwa Pembentukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tersebut antara lain dimaksudkan untuk memenuhi visi pengembangan BUMN di masa yang akan datang dan meletakkan dasar-dasar atau prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Lebih lanjut Bab VI, Paragraf III juga menyebutkan bahwa

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 juga dirancang untuk menciptakan sistem pengelolaan dan pengawasan berlandasakan pada prinsip efisiensi dan produktivitas guna meningkatkan kinerja dan nilai (value) BUMN, serta menghindarkan BUMN dari tindakan-tindakan pengeksploitasian di luar asas tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Dengan demikian, dari Penjelasan Umum tersebut nampak bahwa UU No. 19 Tahun 2003 memberikan aturan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengelola Persero secara baik berdasarkan pada prinsip-prinsip good corporate governance yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.70

70

(13)

50

B. Tugas dan Fungsi Direksi Pada BUMN Dalam Kerangka Good Corporate

Governance

Sosialisasi dan pengembangan era Good Corporate Governance di Indonesia dewasa ini lebih ditujukan kepada perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas khususnya terhadap organ direksi. Berbagai ketentuan yang mengatur mengenai keberadaan direksi dalam organ Perseroan Terbatas sudah mulai ditetapkan seperti dalam pedoman Good Corporate Governance yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance dan Bursa Efek Jakarta.71

Dalam kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab direksi sebagai suatu organ perseroan untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance, direksi tidak secara sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada perseroan. Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas, direksi merupakan suatu organ yang di dalamnya terdiri satu atau lebih anggota yang dikenal dengan sebutan direktur. Pada prinsipnya hanya ada satu orang direktur, akan tetapi dalam hal-hal tertentu sebuah Perseroan Terbatas haruslah mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang direktur, yaitu dalam hal, sebagai berikut:72

1. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat 2. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang

3. Perseroan berbentuk Perseroan Terbuka.

71

Adrian Sutedi, Op.cit., hlm. 122

72

(14)

Beberapa kasus yang dapat dijadikan daras di dalam menggambarkan fenomena dari adanya direksi yang tidak menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut :73

a. Konflik yang terjadi antara karyawan dengan perusahaan yang merupakan gambaran bahwa direksi tidak memperhatikan kinerja (peformance) dan kesejahteraan (welfare) dari karyawan yang baik.

b. Konflik di antara sesama pengurus yang menggambarkan tidak adanya komitmen yang jelas dan tegas dari sesama pengurus.

c. Kondisi keuangan perusahaan terlilit utang atau kredit pada pihak ketiga, seperti halnya dengan pihak perbankan. Hal ini menggambarkan manajemen keuangan yang diterapkan tidak ditata dengan baik.

Untuk mendukung terlaksananya prinsip-prinsip Good Corporate Governance, ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam UUPT masih jauh untuk

menjadi ketentuan yang aplikatif. Ketentuan UUPT dimaksud menjelaskan tanggung jawab direksi secara umum, yang secara teoritis lahir dari hubungan antara Perseroan Terbatas dengan direksi yang merupakanhubungan yang didasarkan atas kepercayaan (Fiduciary of Relationship). Bilamana dirinci lebih lanjut, Fiduciary of Relationship dimaksud mengandung tiga faktor penting:74

73 Adrian Sutedi, Op.cit., hlm. 122.

(15)

52

1. Prinsip yang menunjuk kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (Duty of Skill and Care).

2. Prinsip itikad baik untuk bertindak semata-mata demi kepentingan dan tanggung jawab perseroan (Duty of Loyalty). The Supreme Court of Utah menyatakan berkenaan dengan Duty of Loyalty sebagai berikut.

3. Prinsip tidak mengambil keuntungan pribadi atas suatu opportunity yang sebenarnya milik atau diperuntukkan bagi perseroan (No Secret Profit Rule-Doctrine of Corporate Opportunity)

Director and officers are obliged to use their ineguity, influence, and

energy, and to employ all the resources of the coporation, to preserve

and enchance the property and earnig power of the corporation, even

if the interests of the corporation are in conflict with their own

personal interests.75

Apabila hanya berpegang pada ketentuan UUPT, akan merupakan persoalan yang tidak mudah untuk menetntukan kapan dan bagaimana Direksi dianggap telah melanggar prinsip-prinsip good corporate governance tersebut. Hal ini mengingat adanya jutifikasi dan fleksibilitas yang diberikan kepada direksi yang secara konseptual dikenal sebagai the Business Judgement Rule, yang merupakan prinsip penyeimbang. Dengan the Business Judgement Rule, direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawab secara pribadi sekalipun tindakannya

75

(16)

mengakibatkan kerugian pada perseroan terbatas, baik karena salah perhitungan atau hal lain di luar kemampuan yang menyebabkan kegagalan dari tindakan tersebut, asalkan tindakan tersebut dilakukan dalam kerangka keputusan bisnis yang tulus dan dibuat berdasarkan itikad baik (honest business decisions made in

good faith).76

Sebagai perbandingan, untuk memperkaya pengalaman kita berkenaan dengan permasalahan apakah suatu tindakan direksi merupakan pelanggaran atas prinsip Fiduciary Duty atau merupakan the Business Judgement Rule, relevan dikemukakan di sini formulasi the American Law Institute (ALI) Corporate Governance Project mengenai the Business Judgement Rule yaitu:

A director or officer who makes a business judgement in good faith fulfills the

M(duty of care) if the director of oficer:

1. Is not interested in the subject of his business judgement;

2. Is informed with respect to the subject of the business judgement to the

extent the diredtor or officer reasonably believes to be appropriate under the circumtance; and

3. Rationally believes that the business judgemenat is in the best interest of

the corporation.77

Menurut Indonesian Code for Good Corporate Governance, tugas utama dewan direksi adalah:78

76 Syarif Bataman, Tanggung Jawab Direksi, Komisaris PT dan Beberapa Prinsip Penting di

dalam UU Nomor 1 Tahun 1995, (Makalah), hlm. 5.

77 Douglas M. Brason, Op.cit., hlm. 328.

(17)

54

1. Mengelola perusahaan secara keseluruhan;

2. Setiap anggota direksi harus mempunyai watak yang baik dan mempunyai pengalaman yang dibutuhkan perusahaan;

3. Semua anggota direksi mempunyaikewajiban menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance;

4. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan;

5. Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan; 6. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila

yang bersangkutan lalai dalam menjalankan tugasnya;

7. Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit satu persepuluh bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negri terhadap anggota direksi yang terkena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan;

8. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS unutk mengalihkan atau menjadi jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan.

Direksi harus menetapkan suatu sistem pengawasan internal yang efektif untuk mengamankan investasi dan aset perseroan. Direksi juga harus membuat sistem pengendalian informasi internal tujuan berikut :79

a. Mengumumkan informasi perseroan yang penting

b. Agar informasi perseroan dapat dengan cepat disampaikan kepada Sekretaris Perusahaan, jika ada.

c. Pengawasan internal adalah suatu proses yang bertujuan untuk mencapai kepastian berkenaan dengan :

(18)

1. Kebenaran informasi keuangan

2. Efektivitas dan efisiensi proses pengelolaan perusahaan 3. Kepatuhan pada peraturan perundang-undangan.

Direktur hanya bisa membebaskan diri dari tanggung jawabnya dalam 2 (dua) hal :80

a. Ia tidak menandatanganilaporan tahunan dengan menjelaskan alasannya secara tertulis.

b. Ketidakbenaran laporan bukan karena kesalahannya, tetapi misalnya karena kesalahan akuntan publik atau bagian keuangan perseroan yang tidak diketahui atau disadari oleh Direksi dan Komisaris.

Reformasi pengelolaan perusahaan melalui penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance di BUMN ditegaskan dengan dikeluarkannya

keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-103/MBU/2002 tentang Pembentukan Komite Audit bagi Badan Usaha Milik Negara pada tanggal 4 Juni 2002, komite audit ini bertugas untuk membentu dan bertanggung jawab langsung kepada komisaris atau dewan pengawas. Peraturan tentang komite audit tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan memmberlakukan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada BUMN yang mencabut keputusan Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN Nomor Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000, yang mewajibkan BUMN untuk

(19)

56

menerapkan good governance secara konsisten dan/atau menjadikan prinsip Good Corporate Governance sebagai landasan operasinalnya. Pada tahun 2003,

pemerintah telah meratifikasi UUBMN, yang di dalamnya telah terkandung prinsip-prinsip Good Corporate Governance dan ketentuan mengenai Komite Audit.81

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-117/M-MBU/2002 Pasal 2 menyatakan:82

Ayat (1): BUMN wajib menerapkan good corporate governance secara konsisten dan/atau menjadikan good corporate governance sebagai landasan operasionalnya.

Ayat (2): Penerapan good corporate governance pada BUMN dilaksanakan berdasarkan keputusan ini dengan tetap memperhatikan ketentuan dan norma yang berlaku dan anggaran dasar BUMN.

C.Sanksi Hukum Bagi Direksi Yang Tidak Menerapkan Prinsip Good

Corporate Governance Pada BUMN 1. Gugatan Derivatif (Derivative Action)

Sebagaimana diketahui bahwa direksi berdasarkan Pasal 97 Undang-Undang Perseroan Terbatas mempunyai fiduciary duty terhadap perseroan yang dipimpinnya. Apabila dieksi melanggar fiduciary duty tersebut, baik disengaja

81 Indra Surya, et. al.,Op.cit., hlm. 115.

(20)

atau dengan kesalahan, maka pihak pemegang saham dapat mewakili perseroan untuk menggugat direksi, dan seluruh hasil gugatan tersebut akan menjadi milik perseroan, bukan menjadi milik pemegang saham. Gugatan yang diajukan oleh pemegang saham atas nama perseroan tersebut disebut dengan “Gugatan Derivatif” (Derivative Action).

Defenisi dari Gugatan Derivatif adalah suatu gugatan perdata yang diajukan oleh 1 (satu) atau lebih pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama perseroan (jadi bukan untuk kepentingan pribadi pemegang saham), gugatan mana diajukan terhadap pihak lain (misalnya direksi karena telah melakukan tindakan yang merugikan perseroan, sungguh pun untuk kepentingan prosedural, pihak perseroan kadang-kadang menjadi pihak tergugat.83

Gugatan derivatif ini merupakan gugatan kekecualian (abnormal) sebab dalam kasus-kasus normal, maka yang bertindak sebagai pihak yang mewakili perseroan bukan pemegang saham, melainkan pihak direksi atau yang dikuasakan oleh direksi seperti yang ditentukan dalam anggaran dasarnya.

Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dikenal gugatan derivatif ini. Untuk itu Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa: “Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan

ke Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap

83

(21)

58

tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris”.84

Contoh dari gugatan derivatif adalah sebagai berikut :85

1. Gugatan untuk mendapat dividen (meskipun terhadap hal tersebut juga dibawa dengan gugatan langsung), karena dapat saja tidak memberikan dividen itu bertujuan untuk menekan saham minoritas.

2. Gugatan ganti kerugian karena terjadi tindakan yang tergolong ke dalam doktrin ultra vires.

3. Gugatan karena adanya tindakan pembagian dividen yang tidak layak.

4. Gugatan untuk mencegah dilakukannya penyimpangan dari fiduciary duty oleh direksi, pegawai perusahaan pemegang saham pengendali.

5. Gugatan untuk mencegah dilakukannya perbuatan yang dapat merugikan perseroan oleh pihak ketiga di luar perseroan.

6. Gugatan ganti kerugian akibat perbuatan yang merugikan perseroan oleh pihak ketiga di luar perseroan.

Namun demikian, gugatan atas nama perseroan yang diajukan berdasarkan Pasal 99 ayat (1) huruf b, yakni dalam hal direksi memiliki conflict of interest, termasuk jika direksib menjadi tergugat, dalam hal ini bukanlah gugatan derivatif. Sebab, pihak pemegang saham menurut Pasal 99 ayat (2) tersebut diangkat resmi oleh RUPS atau Anggaran Dasar, dan bertindak bukan lagi dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham melainkan sebagai acting director, sehingga gugatan yang dilakukannya dalah gugatan langsung (direct suit), dan gugatan tersebut bukan gugatan pemegang saham, melainkan guagatan perseroan. Kebetulan saja

84 Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1999), hlm. 174.

85

(22)

perseroan diwakili oleh orang yang berasal darti pemegang saham. Jadi berbeda dengan gugatan berdasarkan Pasal 97 ayat (6) dan Pasal 114 ayat (6).86

Tidak setiap gugatan yang diajukan oleh pemegang saham untuk dan atas nama perseroan dapat diakui sebagai derivative action. Ada beberapa syarat yang memungkinkan dilakukannya derivative action, yaitu sebagai berikut:87

1. Pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan dalam bentuk derivative action, jika yang digugat adalah tindakan atau perbuatan anggota direksi yang

dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan persetujuan sederhana (ordinary resolution).

2. Walaupun tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh anggota direksi perseroan tersebut adalah tindakan atau perbuatan yang tidak dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan derivative action hanya berhasil jika anggota direksi yang melakukan tindakan atau perbuatan yang melanggar fiduciary duty tersebut adalah anggota direksi yang dominan dan memegang kendali dalam perseroan, dan dalam tertentu disetujui oleh sebagian besar pemegang saham independen. Persyaratan pertama diberikan dengan tujuan untuk menghindari kerugian bagi perseroan itu sendiri sebagai akibat dari gugatan untuk dan atas nama perseroan oleh salah satu lebih pemegang saham yang tidak puas dengan tindakan salah satu atau lebih anggota direksi perseroan yang menurut pertimbangan pemegang saham tersebut tidak sesuai dengan kepentingannya.

86 Adrian Sutedi, op.cit., hlm. 135.

(23)

60

2. Doktrin Fiduciary Duty

Dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 ada terdapat doktrin hukum modern yang disebut sebagai doktrin fiduciary duty. Berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab direksi BUMN yang juga sebagai bagian dari piercing the corporate veil dalam ketentuan tersebut antara lain diatur pada:88

Pasal 3: tentang prinsip-prinsip good corporate governance sebagaimana dijelaskan di atas;

Pasal 8: pemegang saham/ pemilik modal tidak diperkenankan mencampuri kegiatan opersasional perusahaan yang menjadi tanggung jawab direksi sesuai ketentuan anggaran dasar perusahaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15:

Ayat (1): Dalam melaksanakan tugasnya direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Ayat (2): Direksi bertugas untuk mengelola BUMN dan wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham/pemilik modal.

Ayat (3): Setiap anggota direksi harus orang yang berwatak baik dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan jabatan yang didudukinya.

(24)

Ayat (4): Direksi harus melaksanakan tugasnya dengan baik demi kepentingan BUMN dan direksi harus memastikan agar BUMN melaksanakan tanggung jawab sosialnya serta memperhatikan kepentingan dari berbagai stakeholder sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 31: BUMN harus menghormati hak stakeholder yang timbul berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau perjanjian yang dibuat oleh BUMN dengan karyawan, pelanggan, pemasok, dan kreditur serta masyarakat sekitar tempat usaha BUMN, dan stakeholder.

Pasal 32:

Ayat (3): BUMN wajib membuat suatu pedoman tentang perilaku etis, yang pada dasarnya memuat nilai-nilai etika berusaha.

Pasal 35:

Ayat (1): Dalam hal BUMN mencapai tingkat keuntungan, maka BUMN dapat memberikan insentif kepada komisaris/dewan pengawas, direksi, dan karyawan sebagai imbalan atas prestasi kerjanya.

Pasal 22:

Ayat (1): Direksi harus menetapkan sutau sistem pengendalian internal yang efektif untuk mengamankan investasi dan aset BUMN.

3. Pengesahan Pelanggaran Fiduciary Duty

(25)

62

berdasarkan pada resolusi atau keputusan yang diambil berdasarkan suara mayoritas sederhana (ordinary majority).

Ada 2 (dua) hal yang secara umum dapat dikatakan sebagai pengecualian dari pengesahan tindakan atau perbuatan anggota direksi yang melanggar fiduciary duty yang dapat dilakukan oleh suara mayoritas biasa dalam Rapat

Umum Pemegang Saham. Hal-hal tersebut adalah:89

1. Tindakan ultra vires (yang berada di luar maksud dan tujuan perseroan).

2. Tindakan lain yang memerlukan persetujuan khusus dalam suatu Rapat Umum Pemegang Saham.

Direksi bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas ditentukan bahwa segala kerugian yang diderita oleh perseroan ataupun pihak ketiga sebagai akibat dari kesalah direksi maka harus ditanggung dengan harta pribadinya bersama-sama dengan harta perseroan.90

Pelanggaran fiduciary duty oleh direksi dapat dilakukan gugatan derivatif. Syarat dilakukannya derivatif yaitu apabila pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan dalam bentuk derivative action, jika yang digugat adalah tindakan atau perbuatan anggota direksi yang dapat disahkan oleh RUPS

89 Adrian Sutedi, Op.cit., hlm. 137

(26)

berdasarkan persetujuan sederhana, gugatan derivatif hanya berhasil jika anggota direksi yang melanggar fiduciary duty adalah anggota direksi yang dominan.91

(27)

BAB IV

PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM

PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI DIREKSI PADA PT.

PERKEBUNAN NUSANTARA III MEDAN

A.Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada BUMN di PT.

Perkebunan Nusantara III Medan

PT Perkebunan Nusantara III disingkat PTPN III (Persero), merupakan salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Kegiatan usaha Perseroan mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit (Kernel) dan produk hilir karet. PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), disingkat PTPN III dibentuk berdasarkan PP No.8 Tahun 1996, Tanggal 14 Pebruari 1996 dalam rangka restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibidang perkebunan. PTPN III merupakan penggabungan kebun-kebun diwilayah Sumetera Utara dari eks PTP III, PTP IV dan PTP V. Setiap perusahaan memiliki visi dan misi dari keberadaannya. Demikian halnya dengan PT. Perkebunan Nusantara III ini juga memiliki visi dan misi serta tujuan perusahaan seperti perusahaan-perusahaan lainnya.92

Visi perusahaan :

Menjadi perusahaan agribisnis kelas dunia dengan kinerja prima dan melaksanakan tata kelola bisnis terbaik.

(28)

Misi perusahaan :

- Mengembangkan industri hilir berbasis perkebunan secara berkesinambungan.

- Menghasilkan produk berkualitas untuk pelanggan

- Memberlakukan karyawan sebagai aset strategis dan mengembangkannya secara optimal.

- Menjadi perusahaan terpilih yang memberikan imbal hasil

terbaik bagi para investor.

- Menjadikan perusahaan yang paling menarik untuk bermitra

bisnis.

- Memotivasi karyawan untuk berpartisipasi aktif dalam

mengembangkan komunitas

- Melaksanakan seluruh aktifitas perusahaan yang bewawasan

lingkungan Tujuan Perusahaan :

Sesuai dengan Pasal 3 Anggaran Dasar Perusahaan, maksud dan tujuan Perusahaan adalah melakukan usaha dibidang agrobisnis dan agroindustri, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perusahaan untuk menghasilkan barang dan/ atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat.

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, perusahaan melaksanakan kegiatan utama sebagai berikut :

(29)

66

b) Produksi meliputi pengolahan hasil tanaman sendiri maupun dari pihak lain menjadi barang setengah jadi dan atau barang jadi serta produk turunannya.

c) Perdagangan meliputi penyelenggaraan kegiatan pemasaran berbagai macam hasil produksi serta melakukan kegiatan perdagangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan usaha Perusahan.

d) Pengembangan usaha bidang perkebunan, agrowisata, agrobisnis dan agroindustri.

e) Lain-lain dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perusahaan.

Dengan adanya visi dan misi serta tujuan dari perusahaan tersebut merupakan pernyataan tertulis tentang tujuan-tujuan kegiatan usaha yang akan dilakukannya. Tentunya kegiatan terencana dan terprogram ini dapat tercapai dengan keberadaan sistem tatakelola perusahaan yang baik. Disamping itu perlu terbentuk kerjasama tim yang baik dengan berbagai pihak, terutama dari seluruh karyawan dan top manajemen.

Sistem tatakelola organisasi perusahaan yang baik ini menuntut dibangunnya dan dijalankannya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan (GCG) dalam proses manajerial perusahaan. Dengan mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini diharapkan perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para stakeholdernya.

PT. Perkebunan Nusantara III Medan menciptakan suatu sistem GCG (Good Corporate Governance) yaitu, peraturan tertulis yang merupakan pedoman

(30)

mendelegasikan wewenang dari pada pemegang saham, komisaris dan direksi serta karyawan.

Dampak penerapan Good Corporate Governance di PT. Perkebunan Nusantara III berupa menerapkan fasilitas dan tunjangan yang memberikan manfaat besar dalam meningkatkan kinerja lebih besar sehingga keuntungan dari perusahaan ikut menjadi lebih tinggi kerena peran utama juga terletak pada kinerja karyawan yang berkualitas. Penerapan ini sangat berpengaruh kepada gaji karyawan karena dengan adanya kenaikan gaji karyawan peningkatan pendapatan karyawan semakin lama semakin meningkat dari tahun-ketahun.

Dalam kaitannya dengan Good Corporate Governance (GCG), direksi dipandang sebagai kunci utama keberhasilan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Tugas dan tanggung jawab direksi sebagai suatu organ

perseroan untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance, direksi tidak secara sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada perseroan. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, direksi merupakan suatu organ yang di dalamnya terdiri satu atau lebih anggota yang dikenal dengan sebutan direktur. Pada prinsipnya hanya ada satu orang direktur, akan tetapi dalam hal-hal tertentu sebuah Perseroan Terbatas haruslah mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang direktur, yaitu dalam hal, sebagai berikut :93

1. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat 2. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang

3. Perseroan berbentuk Perseroan Terbuka.

(31)

68

Struktur Organisasi merupakan susunan yang terdiri dari fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan yang menyatakan seluruh kegiatan untuk mencapai suatu sasaran. Secara fisik struktur organisasi dapat dinyatakan dalam bentuk gambaran grafik (bagan) yang memperlihatkan hubungan antara unit-unit organisasi dan garis-garis wewenang yang ada. Penggambaran organisasi dalam suatu bagan merupakan suatu hasil keputusan yang telah tercapai struktur organisasi yang bersangkutan. ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan badan organisasi yaitu :

1. Dapat memperlihatkan karakteristik utama dari perusahaan yang bersangkutan. 2. Dapat memperlihatkan gambaran perkerjaan dan hubungan-hubungan yang ada

didalam perusahaan.

3. Dapat digunakan untuk merumuskan rencana kerja yang ideal sebagai pedoman untuk mengetahui siapa bawahan dan siapa atasan.

Didalam perusahaan pada umumnya mengadakan klasifikasi jabatan, sehingga setiap jabatan mempunyai nomor kode klasifikasi menurut pentingnya kedudukan dalam organisasi. Pada struktur organisasi ada tiga bagian kelompok, antara lain : 1. Lapisan Puncak, lapisan ini disediakan untuk pemegang pimpinan tertinggi

atau Presiden Direktur dengan tugas menghembangkan organisai, mengembangkan sistem organisasi, dan mengembangkan sistem manajemen. 2. Lapisan Menengah, Lapisan ini disediakan untuk semua pimpinan puncak,

(32)

3. Lapisan Bawah, lapisan initerdiri dari para pekerja pelaksana perintah yang diterapkan oleh atasannya.94

Oleh sebab itu, melalui struktur organisasi ini diharapkan dapat tercapai suatu koordinasi yang efektif diantaranya unit-unit maupun bagian didalam organisasi/perusahaan. Dengan demikian struktur organisasi yang digunakan harus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan agar pendayagunaan sumber daya yang ada dapat dioptimalkan. Susunan Direksi dalam PT. Perkebunan III Medan sebagai berikut :

Direktur Utama : Bagas Angkasa

Direktur Produksi : Balaman Tarigan

Direktur Sumber Daya Manusia/Umum : Rachmat Prawirakusumah Direktur Perencanan dan Pengembangan : Nurhidayat

Direktur Keuangan : Erwan Pelawi

Struktur dewan direksi dalam PT. Perkebunan Nusantara III Medan dibagi kedalam 5 (lima) bagian dan memiliki fungsi dan tugas masing-masing, yaitu :95 1. Direktur Utama

Berfungsi untuk mengambil keputusan dan penanggung jawab utama atas jalannya Pelaksanaan Operasional Perusahaan Secara teratur, terarah dan terpadu. Tugas dan Wewenang Direktur Utama :

94 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23168/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada

tanggal 17 Januari, pukul 21.26 WIB

95 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23168/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada

(33)

70

a. Melaksanakan kebiasaan perusahaan, sesuai dengan yang diatur didalam anggaran perusahaan, serta ketentuan yang digariskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, Mentri Pertanian selaku kuasa Pemegang Saham dan Dewan Komisaris.

b. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas para anggota Direksi dan mengawasi secara umum.

c. Bersama-sama dengan anggota Direksi lainnya mewakili prusahaan didalam dan diluar pengadilan.

d. Bertanggung jawab kepada Rapat Umum Pemegang Saham melalui Dewan Komisaris.

e. Menetapkan langkah-langkah pokok dalam melaksanakan kebijakan pemerintah.

2. Direktur Produksi

Berfungsi dalam mengelola bidang tanaman, Produksi, teknik, Pengolahan dan lainnya yang berkaitan dengan fungsi tersebut diatas.

Tugas dan wewenang Direktur Produksi :

a. Menyusun perencanaan dibidang pekerjaan yang tercantum dalam kebijaksanaan Direksi.

b. Melaksanakan peraturan-peraturan dan pengendalian dari unit-unit usaha dan sarana pendukungnya mencakup tanaman.

(34)

d. Melaksanakan rencana rehabilitasi dan investasi dibidang tanaman maupun sarana pendukung produksi lainnya dari unit-unit usaha yang telah ada. Direktur Produksi bertanggung jawab kepada Direktur Utama dan kepada Rapat Umum Pemegang Saham melalui Dewan Komisaris.

3. Direktur Keuangan

Direktur Keuangan khusus mengelola bagian keuangan perusahaan. Tugas dan wewenang Direktur Keuangan :

a. Menyusun perencanaan dibidang keuangan.

b. Menetapkan Administrasi ketentuan-ketentuan dibidang keuangan.

c. Mengelola Administrasi keuangan secara umum pada bidang keuangan dan perkantoran serta segala sesuatunya yang berkaitan dengan itu.

d. Melaksanakan pengendalian pengawasan terhadap bidang-bidangnya.

e. Direktur keuangan bertanggung jawab kepada Direktur Utama dan Rapat Umum Pemegang Saham melalui Dewan Komisaris.

4. Direktur Sumber Daya Manusia

Berfungsi dalam mengelola bidang ketenagakerjaan dan umum serta pembinaan usaha kecil dan Koperasi.

Tugas dan wewenang Direktur Sumber Daya Manusia :

a. Menyusun perencanaan dibidang ketenagakerjaan dan masalah umum serta kesejahteraan karyawan.

(35)

72

d. Melaksanakan pengendalian dan pengawasan terhadap bidang-bidang yang dikelolanya.

Direktur Sumber Daya Manusia bertanggung jawab kepada Direktur Utama dan kepada Rapat Umum Pemegang Saham.

5. Direktur Pemasaran

Berfungsi dalam mengelola bidang pemasaran perusahaan yang mencakup pengadaan dan penjualan barang

Tugas dan wewenang Direktur Pemasaran : a. Menyusun perencanaan dibidang Pemasaran.

b. Menetapkan ketentuan-ketentuan dibidang pemasaran.

c. Melaksanakan pengendalian dan pengawasan terhadap bidang tersebut diatas. Direktur Pemasaran bertanggung jawab terhadap Direktur Utama dan Rapat Umum Pemegang Saham melalui Dewan Komisaris.

Tanggung jawab direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan sehubungan dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yakni prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kewajaran (fairness), dan kemandirian yang diuraikan sebagai berikut :

a. Tanggung jawab direksi dalam hal yang berhubungan dengan prinsip transparansi

(36)

accounting), pengakuan pajak yang salah dan penerapan dari prinsip-prinsip

pelaporan yang cacat, kesemuanya adaLah masalah krusial untuk menyakinkan bahwa pengelolaan perusahaan dapat dipertahankan.96

b. Tanggung jawab direksi dalam hal yang berhubungan dengan prinsip akuntabilitas

Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, hak, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ perusahaan guna terlaksananya pengelolaan kegiatan usaha perusahaan secara efektif. Dalam prinsip akuntabilitas dewan direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham.

c. Tanggung jawab direksi dalam hal prinsip responsibilitas

Dalam prinsip responsibilitas tanggung jawab direksi dapat dilihat di dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang isinya “direksi bertanggung jawab atas semua perbuatan hukum

yang dilakukan perseroan selama perseroan belum berstatus badan hukum menjadi tanggung jawab direksi, pendiri, dan dewan komisaris”. Dan dapat juga dilihat dalam Pasal 97 yang menyatakan “direksi wajib dengan itikad baik dan

penuh tanggung jawab mengemban tugas dan kewajibannya untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan mempunyai kewenangan mewakili perseroan”.

d. Tanggung jawab direksi dalam hal yang berhubungan dengan prinsip kewajaran

(37)

74

Seluruh pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan perlakuan yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain. Dalam prinsip kewajaran setiap anggota direksi harus melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan.

e. Tanggung jawab direksi dalam hal yang berhubungan dengan prinsip kemandirian

Prinsip ini menuntut para pengelola perusahaan agar dapat bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanan-tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan sistem operasional perusahaan yang berlaku. Tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola perusahaan harus tetap memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders yang ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan perusahaan.

(38)

B.Hambatan Dalam Menerapkan Prinsip Good Corporate Governance dan

Cara Mengatasinya Pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Christian Ocat, S.H.,97 pada tanggal 2 sampai 3 Juli 2013 Hambatan yang dialami oleh PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang berkaitan dengan tugas dan fungsi direksi yang pertama adalah masih kurangnya penerapan prinsip transparansi oleh direksi. Sehingga menghambat pelaksanaan prinsip tersebut. Dimana seharusnya direksi harus memberikan informasi yang tepat dan akurat. Hambatan kedua adalah mengenai Sumber Daya Manusia dan budaya organisasinya. Dalam hal Sumber Daya Manusia hambatan yang dialami adalah masih kurangnya tingkat kinerja. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu faktor pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sangat diperlukan untuk mendukung suatu kinerja. Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan merupakan kompetensi yang bersifat superfisial, yaitu karakter mendasari seseorang untuk mampu menunjukkan kinerja yang efektif atau superior di dalam pekerjaan dan tugasnya. Dan faktor lain yang menjadi hambatan mengenai Sumber Daya Manusia adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai prinsip Good Corporate Governance. Salah satu penyebab kurangnya pengethauan dan pemahaman

mengenai prinsip Good Corporate Governance tersebut yaitu karena masih banyak yang belum mengikuti training, seminar maupun lokakarya.

97

(39)

76

Dalam hal ini dalam mengembangkan pengetahuan Sumber Daya Manusia yang ada dalam PT. Perkebunan Nusantara III Medan maka diadakanlah training atau pelatihanan, seminar-seminar, maupun lokakarya.

Membentuk perubahan budaya ini akan membutuhkan sebuah kombinasi dari reformasi hukum dan langkah-langkah sukarela dari pihak swasta (voluntary private action) melalui proses yang kelanjutan dari kesepakatan bersama dan

pembangunan capacity yang melibatkan seluruh pelaku pasar. Masin-masing negara dapat menemukan formulanya dengan mempertimbangkan kemampuan dan kelemahannya, menyusun prioritas dan reformasi yang berurutan dan berkesinambungan,membentuk lembaga-lembaga yang kuat dan mrmbangun sember daya manusia yang diperlukan. Dengan adanya lembaga-lembaga dan sumber daya manusia tertentu, perubahan kebijakan dan aturan ini harus dapat pula mengurangi peran pemerintah dalam operasional sehari-hari perusahaan dan lebih fokus kepada agenda utama untuk mengurangi aturan-aturan perekonomian, memperkuat aturan-aturan tentang kehati-hatian dan menegakkannya secara konsisten dan dengan keras tanpa pengecualian.98

Hambatan ketiga adalah disebabkan karena korelasi atau hubungan antara peranan audit internal dengan prinsip Good Corporate Governance tersebut belum mempunyai hubungan yang erat. Karena hambatan yang tersebut maka pelaksanaan prinsip good corporate governance dalam perusahaan belum berjalan maksimal. Dimana seharusnya peranan audit internal berpengaruh signifikan

(40)

positif terhadap penerapan prinsip good corporate governance.99 Dalam hal ini PT. Perkebunan Nusantara III Medan mewajibkan audit internal untuk melaporkan hasil monitoring pelaksanaan good corporate governance maupun temuan lain yang dianggap materiil.

Selain ketiga hambatan tersebut, jika dilihat dari segi yuridis yang menyebabkan pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance di PT. Perkebunan Nusantara III Medan belum optimal adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang bersifat soft law (lunak) dimana tidak adanya sanksi pidana yang dijatuhkan kepada Perseroan Terbatas apabila tidak melaksanakan Good Corporate Governance. Oleh karena itu pelaksanaan Good Corporate

Governance seringkali dianggap hanya sebagai etika bisnis semata. Seharusnya

untuk mengatasi hambatan ini kita perlu membuat suatu peraturan perundang-undangan yang lebih khusus dalam mengatur penerapan prinsip good corporate governance yang dilaksanakan oleh BUMN dan di dalam peraturan

perundang-undangan tersebut dibuat sanksi pidana bagi pihak atau perusahaan yang tidak menerapkan prinsip good corporate governance tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga pelaksanaan prinsip good corporate governance dilaksanakan secara maksimal oleh perusahaan-perusahaan dam

bukan hanya dianggap sebagai etika bisnis semata-mata saja.

99 http://www.researchgate.net/publication/42350728 Pengaruh Peranan Audit Internal Terhadap

(41)

78

Jika dilihat dari data pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan pelaksanaan prinsip good corporate governance dari tahun 2009 sampai tahun 2011 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2009 sampai tahun2010, pelaksanaan prinsip good corporate governance pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan memiliki nilai baik tetapi pada tahun 2011 pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance di PT. Perkebunan Nusantara III Medan mendapat predikat sangat baik. Penilaian ini dinilai dari 5 (lima) bidang yaitu Hak dan Tanggung jawab Pemegang Saham (RUPS), Kebijakan Good Corporate Governance, Penerapan Good Corporate Governance yang terdiri dari unsur

Komisaris, Komite Komisaris, Direksi, Satuan Pengawasan Intern, Sekretaris Perusahaan, Pengungkapan Informasi dan Komitmen.100

(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Prinsip Good Corporate Governance pengaturannya dapat ditemukan dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia seperti dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), memuat peraturan yang berkaitan dengan Good Corporate Governance, terutama dalam kaitannya dengan prinsip disclosure

(keterbukaan). Pengaturan tersebut terutama termuat dalam Bagian Kelima Pasal 82 sampai Pasal 84, yakni mengenai Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, Benturan Kepentingan, Penawaran Tender, Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan. Untuk penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance di BUMN ditegaskan dengan dikeluarkannya

(43)

80

dan Pembinaan BUMN Nomor Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000, yang mewajibkan BUMN untuk menerapkan good governance secara konsisten dan/atau menjadikan prinsip Good Corporate Governance sebagai landasan operasinalnya. Pada tahun 2003, pemerintah

telah meratifikasi UUBMN, yang di dalamnya telah terkandung prinsip-prinsip Good Corporate Governance dan ketentuan mengenai Komite Audit.

2. Penerapan prinsip Good Corporate Governance pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi direksi, direksi telah menerapkan prinsip transparansi, akuntabilitas, kewajaran dan responsibility sesuai dengan peraturan-peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan sesuai aturan dalam perusahaan. Dalam menerapkan prinsip good corporate governance tersebut jika dilihat dari data pencapaian prinsip good corporate governance oleh PT. Perkebunan Nusantara III Medan peranan direksi mendapatkan nilai di atas rata-rata.

(44)

ketiga hambatan tersebut dilihat dari segi yuridis hambatan pelaksanaan prinsip good corporate governance tersebut adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang bersifat soft law (lunak) dimana tidak adanya sanksi pidana yang dijatuhkan kepada Perseroan Terbatas apabila tidak melaksanakan Good Corporate Governance. Sedangkan jalan keluar yang diambil oleh PT. Perkebunan Nusantara III Medan untuk mengatasi masalah-masalah diatas adalah dalam hal kurangnya pemahaman Sumber Daya Manusia di PT. Perkebunan Nusantara III Medan mengenai prinsip-prinsip good corporate governance maka PT. Perkebunan Nusantara III Medan melaksanakan training atau pelatihanan, seminar-seminar ataupun lokakarya, mewajibkan audit internal untuk melaporkan hasil monitoring pelaksanaan good corporate governance maupun temuan lain yang dianggap materiil. Dalam hal tersebut, manajemen PT. Perkebunan Nusantara III Medan juga memiliki komitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance (Transpareency, Accountability, Independency dan Fairness) dengan melaksanakan eProcurement sebagai

upaya mendukung good corporate governance dalam menjalankan aktivitas bisnis perusahaan.

B.Saran

(45)

82

mengatur tentang sanksi pidana bagi perusahaan-perusahaan yang tidak menerapkan prinsip good corporate governance.

2. Dengan hasil pencapaian penerapan prinsip good corporate governance oleh PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang memperoleh predikat yang sangat baik maka perlu dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi pada tahun-tahun yang akan datang.

(46)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI

PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE

A. Pengertian dan Prinsip Good Corporate Governance

Berbagai peristiwa dalam dasawarsa terakhir telah menjadikan corporate governance sebuah isu pentingnya di kalangan para eksekutif,

organisasi-organisasi NGO, para konsultan korporasi, akedemisi dan regulator (pemerintah) di berbagai belahan dunia. Isu-isu yang terkait dengan corporate governance seperti insider trading, transparansi, akuntabilitas, independensi, etika bisnis, tanggung jawab sosial (corporate sosial responsibility) dan perlindungan investor telah menjadi ungkapan-ungkapan yang lazim diperbincangkan di kalangan para pelaku usaha. Corporate governance juga telah menjadi salah satu isu paling penting bagi para pelaku usaha di negara kita.20

Corporate Governance merupakan isu yang tidak pernah usang untuk

dikaji oleh pelaku bsinis, akademisi, pembuat kebijakan, dan lain-lain. Pemahaman tentang praktik corporate governance terus berevolusi dari tahun ke tahun. Kajian atas corporate governance mulai disinggung pertama kali oleh Berle dan Means pada tahun 1932 ketika membuat sebuah buku yang menganalisis terpisahnya kepemilikan saham (ownership) dan control. Pemisahan tersebut berimplikasi pada timbulnya konflik kepentingan antara para pemegang

(47)

19

saham dengan pihak manajemen dalam struktur kepemilikan perusahaan yang tersebar (dispersed ownership).21

Istilah “corporate governance” untuk pertama kali diperkenalkan oleh

Cadbury Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam

laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report.22 Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik corporate governance di seluruh dunia.

Cadbury Report mendefenisikan corporate governance sebagai :

...the system by which organizationsare directed and controlled.23

“Suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan

organisasi”

Defenisi lain dari Cadbury Committee memandang Corporate Governance sebagai :

“Seperangkat aturan yang merumuskan hubungan antara para pemegang

saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka”.

21 Ibid., hlm. 24.

22 Cadbury Report adalah sebutan lazim untuk The Report of the Cadbury Commitee on

Financial Aspects of Corporate Governance : The Code of Best Practice sebuah laporan yang

dikeluarkan oleh Cadbury Schweppes di tahun 1992. Komite ini dibentuk pada bulan Mei 1991 oleh London Stock Exchange dan profesi akuntan dan diketuai oleh Sir Adrian Cadbury untuk membahas aspek-aspek finansial corporate governance. Komite yang terbentuk sebagai wujud keprihatinan terhadap aktivitas perusahaan-perusahaan seperti Maxwell Communications ini kemudian menghasilkan Code of Best Practice yang kemudian wajib dilaksanakan oleh semua perusahaan terbuka di Kerajaan Inggris.

(48)

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)

mendefenisikan corporate governance sebagai :

“Struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer

menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan mengawasi kinerja.”

Forum for Corporate Governance in Indonesian (FCGI) mendefenisikan

corporate governance sebagai :

“Seperangkat peraturan yang nengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sisten yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepntingan (stakeholders).24

Stjin Claessens menyatakan bahwa, pengertian tentang corporate governance dapat dimasukkan dalam dua kategori. Kategori pertama, lebih

condong pada serangkaian pola perilaku perusahaan yang diukur melalui kinerja, pertumbuhan, struktur pembiayaan, perlakuan terhadap para pemegang saham, dan stakehoders. Kategori kedua, lebih melihat pada kerangka secara normatif, yaitu segala ketentuan hukum baik yang berasal dari sistem hukum, sistem peradilan, pasar keuangan, dan sebagainya yang mempengaruhi perilaku perusahaan.

Kategori pertama akan sangat cocok untuk dijadikan dasar analisis dalam mengkaji corporate governance di satu negara, misalnya melihat bagaimana Dewan Direksi memenuhi transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan

(49)

21

keputusan, bagaimana menentukan kompensasi yang layak bagi executive perusahaan, bagaimana korelasi antara kebijakan tentang buruh dan kinerja perusahaan. Sedangkan kategori kedua dijadikan dasar analisis dalam mengkaji corporate governance secara komparatif, misalnya melihat bagaimana berbagai

perbedaan dalam kerangka normatif yang dibangun akan mempengaruhi pola perilaku perusahaan, investor dan lainnya.25

Berdasarkan defenisi-defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa corporate governance pada intinya adalah mengenai suatu sistem, proses dan seperangkat

peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi. Corporate Governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah

terjadinya kesalahan-kesalahan (mistakes) signifikan dalam strategi korporasi dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.26

Dalam konteks tumbuhnya kesadaran akan arti penting Corporate Governance ini, Organization for Economic Corporation and Developsment

(OECD) telah mengembangkan seperangkat prinsip-prinsip Good Corporate Governance dan dapat diterapkan secara luwes (fleksibel) sesuai dengan keadaan,

budaya, dan tradisi di masing-masing negara.27

25

Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, op.cit., hlm. 26.

26 I Nyoman Tjager, et.al., Op.cit., hlm. 29

(50)

Prinsip-prinsip ini diharpkan menjadi titik rujukan bagi para regulator (pemerintah) dalam membangun framework bagi penerapan corporate governance. Bagi para pelaku usaha dan pasar modal prinsip-prinsip ini dapat

menjadi guidance atau pedoman dalam mengolaborasi best practice bagi peningkatan nilai (valuation) dan keberlangsungan (sustainbility) perusahaan.28

Prinsip-prinsip OECD mencakup lima bidang utama: hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindunganya; peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya; pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu serta transparansi sehubungan dengan struktur dan operasi korporasi; tanggung jawab dewan (maksudnya dewan komisaris maupun direksi) terhadap perusahaan, pemegang saham, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya atau secara ringkas prinsip-prinsip tersebut dapat dirangkum sebagai: 29

1. Kewajaran (Fairness)

Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing,ndengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan pedagangan saham oleh orang dalam (insider trading).

Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan mebuat peraturan korporasi yang melindungi kepentingan minoritas; membuat pedoman perilaku perusahaan (corporate conduct) dan atau kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi

28 Ibid., hlm. 49

(51)

23

terhadap perbuatan buruk orang dalam, self-dealing, dan konflik kepentingan; menetapkan peran dan tanggung jawab Dewan Komisaris, Direksi dan Komite, termasuk sistem remunerasi; menyajikan informasi secara wajar atau pengungkapan penuh material apapun; mengedepankan Equal Job Opportunity. 2. Transparansi (Disclosure dan Transparency)

Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.

Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan (stakeholders).

Prinsip diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistem akutansi (accounting system) yang berbasiskan standar akutansi dan best practices yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang berkualitas; mengembangkan Information Technology (IT) dan Management Information System (MIS) untuk menjamin adanya pengukuran kinerja yang memadai dan

(52)

3. Akuntabilitas (Accountability)

Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif (efective oversight) berdasarkan balance of power antara manajer, pemegang saham, dewan

komisaris dan auditor. Merupakn bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada perusahaan dan para pemegang saham.

Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan Laporan Keuangan (Financial Statement) pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat; mengembangkan Komite Audit dan Risiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris; mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi Internal Audit sebagai mitra bisnis strategi berdasarkan berst practices (bukan sekedar audit). Transformasi menjadi “Risk-based” Audit: menjaga

manajemen kontrak yang bertanggung jawab dan menangani pertentangan (dispute); penegakan hukum (sistem penghargaan dan sanksi); menggunakan External Auditor yang memenuhi syarat (berbasis profesionalisme).

4. Responsibilitas (Responsibility)

Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja, dan perusahaan yang sehatdari aspek keuangan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan: (1) waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani menghasilkan tinggi tanaman, bobot brangkasan basah dan kering, bobot biji per tongkol, bobot biji per

[r]

Pada tulisan ilimiah ini menjelaskan langkahlangkah membangun sebuah website yang beroperasi sebagai pusat informasi (Information Center) yang dibuat khusus untuk para penggemar

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang diperoleh adalah: 1) Aplikasi ini diciptakan sebagai alat bantu yang dapat dimanfaatkan oleh para

5.2.3 Hasil Belajar Siswa Ranah Psikomotorik Kelas IV SD 2 Tenggeles Melalui Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation Media Pictorial Riddle

Siswa dapat menjelaskan cara membuat sediaan serbuk dengan berbagai macam sifat bahan obat untuk pemakaian dalam dan luar.. Siswa dapat menghitung bahan obat dan DM

Berdasarkan parameter persepsi kemanfaatan tentang penerapan EWARS sesuai pada lembar kuisioner, ditemukan bahwa sebagian besar responden menunjukkan persepsi

Dari hasil wawancara dengan ibu Musriati seorang ahli gizi yang bertugas di puskesmas Jagir diperoleh bahwa bagi penderita obesitas diet yang sebaiknya dilakukan adalah diet