LAMPIRAN
Lampiran 1
Lokasi Titik Pengambilan Sampel Air Sumur
Gambar Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel Air Sumur di Dusun Sitiris-Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan
Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah
Keterangan :
: Laut
: Rumah penduduk
Lampiran 2
KUESIONER
Gambaran Kadar Fluor Air Sumur Dengan Fluorosis Gigi Pada Anak Di Dusun Sitiris-Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten
Tapanuli Tengah Tahun 2015
A. Identitas Responden
Nama kepala keluarga : Alamat :
Nama anak : Usia anak : Jenis kelamin anak : a. Laki-laki b. Perempuan No kuesioner : Tanggal :
B. Konsumsi Air Minum dan Minuman Mengandung Flour
5. Berapa lama anda sudah tinggal di tempat ini ? 1. Kurang 2 tahun
2. Lebih 2 tahun
6. Apakah anda menggunakan air sumur sebagai air minum untuk dikonsumsi?
1. Ya 2. Tidak
3. Kadang-kadang
2. Baru-baru saja
8. Sudah berapa lama mengkonsumsi air minum yang berasal dari air sumur?
1. Kurang 2 tahun 2. Lebih 2 tahun
3. Selain air sumur, apakah anda mengkonsumsi air minum dari sumber yang lain?
1. Ya
2. Tidak
3. Kadang-kadang
4. Apakah anda juga mengkonsumsi air minum isi ulang (depot) ? 1. Ya
2. Tidak
3. Kadang-kadang
5. Apakah anda membawa air minum dari rumah ketika bersekolah?
1. Ya 2. Tidak
3. Kadang-kadang
6. Berapa banyak air minum yang dikonsumsi anak dalam sehari? 1. Kurang dari 8 gelas ( 2 liter/hari)
2. Lebih dari 8 gelas (2 liter/hari)
7. Berapa kali frekuensi anak mengkonsumsi air minum setiap hari? 1. Kurang dari 5 kali
8. Apakah anak sering membeli minuman di sekolah atau di luar rumah? 1. Ya
2. Tidak
3. Kadang-Kadang
9. Minuman apa yang biasa di konsumsi anak di sekolah atau di luar rumah? 1. Minuman dalam kemasan (buatan pabrik)
2. Minuman olahan penjual (es atau jus berbagai rasa)
10.Selain konsumsi minuman tersebut, apakah anak sering mengkonsumsi minuman seperti teh, minuman bersoda, atau jus?
Lampiran 3
Lembar Chekclist Indeks Pengukuran Fluorosis Gigi
C.Flourosis Gigi
Indeks Pengukuran Fluorosis Gigi TF (Thylstrup & Fejerskov).
Skor Kriteria Ya Tidak Ket
0 Transluensi normal dari email tetap bertahan setelah dilakukan pengeringan dan pengusapan pada permukaannya
1 Terlihat garis opak putih kecil-kecil menyilang permukaan gigi sesuai dengan letak perikimata
2 Garis opak buram berawan tidak teratur menyebar ke seluruh permukaan
3 Terjadi fusi garis-garis putih dan daerah opak berkabut di beberapa bagian permukaan
4 Seluruh permukaan terlihat adanya opasitas atau nampak putih seperti kapur. Sebagian dari permukaan yang berbeda terhadap atrisi atau pemakaian, nampak kurang terserang
Skor Kriteria Ya Tidak Ket 6 Pit-pit kecil sering berfusi membentuk pipa
lebar dalam arah vertikal <2 mm
7 Email terluar terlepas sehingga terbentuk daerah yang tidak teratur melibatkan >1/2 dari seluruh permukaan
8 Hilangnya lapisan email terluar melibatkan >1/2 dari seluruh permukaan
9 Hilangnya sebagian besar email terluar dengan perubahan dalam bentuk anatomi permukaan gigi. Sering dijumpai adanya rim email yang opak di servikal
Keterangan :
Fluorosis gigi : hasil pemeriksaan klinis responden menunjukkan skor TF
1 sampai dengan skor TF 9.
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Ke lom pok Um ur Responden
6 6.3 6.3 6.3
Frequency Percent Valid P erc ent
Kadar Flour Air Sumur
Frequency Percent Valid Percent
Konsumsi Air Minum Frequencies
Frequency Table
Konsumsi Air Minum Isi Ulang Responden
Konsumsi Air Sum ur Responden
37 38.5 38.5 38.5
Frequency Percent Valid P erc ent
Banyak Air Minum yang Dikonsumsi Frequencies
Frequency Table
Responden Membeli Minuman dan Jenis Minuman yang Dibeli Frequencies
Frequency Table
Statistics
Banyak Air Minum yang Dikonsumsi Res ponden per Hari 96
Banyak Air Minum yang Dikonsumsi Responden per Hari
22 22.9 22.9 22.9
Frequency Percent Valid P erc ent
Konsumsi Teh Responden Frequencies
Flourosis Gigi Frequencies
Jenis Minuman yang di Beli Responden di Sekolah
Flourosis Gigi Berdasarkan Kelompok Umur
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
Flourosis Gigi Responden * Kelompok Umur Responden Crosstabulation
1 19 19 39
2-5 tahun 6-9 tahun 10-13 tahun Kelompok Umur Responden
Flourosis Gigi Berdasarkan Konsumsi Air Sumur Crosstabs
Flourosis Gigi Berdasarkan Lama Mengkonsumsi Air Sumur Crosstabs
Ca se Processi ng Sum mary
96 100.0% 0 .0% 96 100.0%
Flouros is Gigi
Responden * K onsumsi Air Sumur Res ponden
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
Flourosis Gigi Responden * Konsumsi Air Sumur Responden Crosstabulation
9 17 13 39
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Flourosis Gigi Berdasarkan Banyak Air Minum yang Dikonsumsi per Hari Crosstabs
Flourosis Gigi Responden * Lama Responden Mengkonsumsi Air Sumur Crosstabulation
35 4 39
N Percent N Percent N Percent
Valid Mis sing Total
Lampiran 9
Dokumentasi Penelitian
Gambar Lampiran 1. Flourosis Gigi Pada Anak
Gambar Lampiran 3. Pengisian Kusioner dan Wawancara pada Responden
Gambar Lampiran 5. Pengambilan Sampel Air Sumur
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R., 2004. Kimia Lingkungan. Andi : Yogyakarta.
Agtini, Magdarina., Sintawati., Tjahja Indirawati., 2005. Fluor dan kesehatan gigi. Artikel Media Litbang Kesehatan. 15(2): p. 25-6.
Almatsir, Sunita.,2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utam: Jakarta.
Alvarez, J.A., Karla Mayra P. C. Rezende , Susana María Salazar Marocho , Fabiana B. T. Alves , Paula Celiberti and Ana Lidia Ciamponi ., 2009.
Dental Fluorosis : Exposure, Prevention, and Management. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 14 (1): p.104.
Alvarez, J.A., Karla Mayra P. C. Rezende , Susana María Salazar Marocho , Fabiana B. T. Alves , Paula Celiberti and Ana Lidia Ciamponi., 2009.
Dental Fluorosis : Exposure, Prevention, and Management. Med Oral Patol Cir Bucal, 14 (2):E103-7.
Angela, A.,2005. Pencegahan Primer Pada Anak Yang Berisiko Karies Tinggi. Maj. Ked. Gigi.(Dent. J.), Vol. 38. No. 3.
Arikunto, Suharsimi, Suhardjono dan Supardi., 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara : Jakarta.
Asdak, Chay.,2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press:Yogyakarta.
ATSDR., 1993. Toxicological profile for fluorides, hydrogen fluoride, and fluorine. Atlanta, Georgia, US Department of Health and Human Services, Agency for Toxic Substances and Disease Registry (TP-91/17).
Azwar, Azrul. 2005. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: P.T Mutiara Sumber Widya.
Bakar, Abu.,2012. Kedokteran gigi klinis. Quantum Sinergis Media: Jogyakarta p. 98-100.
Cakrawati, Dewi dan Mustika NH.,2012. Bahan Pangan, Gizi dan Kesehatan. Alfabeta: Bandung.
Centers for Disease Control and Prevention., 2001. Recommendation for Using Fluoride to Prevent and Control Dental Caries in United States.
Tersedia dari
Centers for Disease Control and Prevention., 2011. Community Water
Fluoridation. Tersedia dari
[diakses tanggal 20 Februari 2016].
Chandra, Budiman. 2006., Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC : Jakarta. Dihniah, Farhatud., 2013. Gambaran Status Flourosis Gigi-Geligi Anak Usia
10-13 Tahun di SDN Pagagan 1 dan Pagagan SDN 2 di Desa Pagagan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. [Skripsi]. Surabaya : Universitas Air Langga, Program Sarjana.
Effendi, Hefni., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius : Yogyakarta.
Environment Canada (1994) Inorganic fluorides. Ottawa, Ontario, Environment Canada,Ecosystem Science and Evaluation Directorate, Eco-Health Branch.
Erdogan, Gamze., 1998. The effectiveness of modified hydrochloric acid-quartz-pumice abrasion technique on fluorosis stains : A case report. Quintessence Internasional. 29:119-22.
Fejerskov, Ole., Firoze Manji, Vibeke Baelum and Ingolf J.M.,1991.Dental flourosis. Alih bahasa: Purwanto. Hipokrates : Jakarta.
.,1993. Fluorosis. Alih Bahasa Purwanto. Hipokrates : Jakarta. .,1996. Fluorosis (Dental Fluorosis). Hipokrates : Jakarta.
Fewtrell L.,et.al.,2006. An attempt to estimate the global burden of disease due to fluoride in drinking water. Journal of Water and Health, 4(4):533–542.
Fomon, S.J., Ekstrand, J., & Ziegler, E.E., 2000. Fluoride intake and prevalence of dental fluorosis: Trends in fluoride intake with special attention to infants. Journal of Public Health Dentistry Vol.60.
Hardwick JL.,1976. The Analysis of Indonesian Tea. Personal communication. Harmayani K. D., 2007. Pencemaran Air Tanah Akibat Pembuangan Limbah
Domestik di Lingkungan Kumuh Studi Kasus Banjar Ubung Sari, Kelurahan Ubung, Jurnal Pemukiman Natah, Vol. 5 No. 2. Universitas Udayana :Bali.
Hartono, Kosasih Andre, Hidayat Hendra.,1992.Estetik dan prostetik mutakhir.
Cetakan I. EGC : Jakarta.
Houwink, B., Backer-Dirks, O., and Dermaut, L.R., 1993. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Gajah Mada University Press : Yogyakarta.
IPCS ., 1999. Aluminium fluoride (anhydrous). Geneva, World Health Organization, International Programme on Chemical Safety (International Chemical Safety
Card 1324;).
.,2002. Fluorides. Geneva, World Health Organization, International Programme on Chemical Safety (Environmental Health Criteria 227). Kementerian Kesehatan RI., 2012. Pedoman usaha kesehatan gigi sekolah
(UKGS), Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan: Jakarta.
Kidd, Edwina A.M dan Bechal, Sally Joyston.,1991. Dasar-dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. EGC : Jakarta.
Kidd, E.A.M., Smith, B.G.N., & Pickard, H.M.,2002.Manual Konservasi Restoratif Menurut Pickard. Edisi 6. Alih bahasa oleh Narlan Sumawinata. Widya Medika : Jakarta.
Koleoso DC.,2004. Dental fluorosis and other enamel disorders in 12 years old Nigerian child. J Community Medicine & Primary Healthycare ;16:25-28.
Kusnaedi.,2002.Mengolah air gambut dan air kotor. Penebar Swadaya :Jakarta. McDonald Ralph E., David R.Avery and James K.Hartsfield Jr.,2011. Chapter
7-Acquired and Developmental Disturbances of the Teeth and Associated Oral Structures, Dentistry for the Child and Adolescent. 9th Ed. Missouri : Mosby Elsevier. Pp.100,150-152.
Mulia, Ricki .M., 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu : Yogyakarta. Murray J.J. [Ed.] 1986 Appropriate Use of Fluorides for Human Health, World
Health Organization, Geneva.
Murray, J.J., Rugg-Gunn, A.J. and Jenkins, G.N.,1991. Fluorides In Caries Prevention. 3rd ed. Butterworth-Heinemann Ltd, 325-328.
Neville, B, Dann, D & White, D., 2003. ‘chapter 2 : PATHOLOGY OF THE TEETH’, Color Atlas of Clinical Oral Pathology pp. 42-88 People’s Medical Publishing House USA Ltd (PMPH) Dentistry & Oral Sciences Source, EBSCOhost, viewed 20 May 2015.
Panjaitan, Monang. 1995. Ilmu Pencegahan Karies Gigi. 1st ed USU Press :Medan
Parker T.,1999. Some Young Children Get Too Much Fluoride. Tersedia dari PDGI.,2010. Inisiatif kesehatan gigi dan mulut sebagai upaya dukungan
terhadap paradigma sehat. Tersedia dari
tanggal 11 Februari 2016].
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Permenkes RI Nomor 416/MENKES/PER/IV/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih.
PERSAGI., 2009. Pelengkap Kesehatan Keluarga. Kompas Media Nusantara: Jakarta.
Prabhu, S.R., 1992. Oral Disease in the Tropics. England: Oxford University : Press, 68-77.
Rai, I gusti ngurah.,1980. Hubungan antara Prevalensi Hipoplasia Gigi yang Endemis pada Anak-anak Dengan Konsentrasi Fluoride dalam Air Minum dan Urine, dan Karies Gigi. Disertasi. Surabaya :Air langga University Press. Hal 7,12,19-20.
Sarudji, Didik., 2010. Kesehatan Lingkungan. Karya Putra Darwati : Bandung. Slamet, Juli Soemirat., 2009. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University
Press : Yogyakarta.
[diakses tanggal 19 Agustus 2015].
Sosrodarsono, Suyono.,2003. Hidrologi untuk Pengairan. Paradnya Paramita : Jakarta.
Sumantri.,2010.Kesehatan Lingkungan dan Prespektif Islam.Kencana: Jakarta. Titian,Putri.,2009. Flour, Flouridasi Air Minum dan Flourosis. Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember: Jember.
Walton, Richard E., Torabijenad, Mahmoud., 1997. Prinsip dan praktik Ilmu Endodonti. Edisi II. EGC: Jakarta. 521-3.
Wijaya,A.S.S.,2012.Gambaran Fluorosis Gigi dan Kadar Fluor Air Sumur Pada Masyarakat Di Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo.
[Skripsi]. Jember : Universitas Jember, Program Sarjana. Tersedia dari
SastaWijaya_1.pdf?sequence=1 [diakses tanggal 19 Agustus 2015 ]. .,1994. Fluorides and Oral Health. WHO Technical Report Series 846. Geneva.p. 1-35.Tersedia dari
.,2003. Fluoride in drinking-water. Background document for preparation of WHO Guidelines for drinking-water quality. Geneva, World Health Organization (WHO/SDE/WSH/03.04.96).
.,2004. Fluoride in Drinking-water. Background document for preparation of WHO Guidelines for drinking-water quality. Geneva, World Health Organization (WHO/SDE/WSH/03.04.96)
.,2006. Fluoride in drinking-water. Geneva. World Helath Organization. Tersedia dari
Wondwossen, F., Astrom, A.N., Bjorvatn, K. and Bardsen, A. 2004 The relationship between dental caries and dental fluorosis in areas with moderate- and high-fluoride drinking water in Ethiopia. Community Dentistry and Oral Epidemiology, 32, 337–344.
Yadav, Rajesh Kr., Radha Gautam, Yashoda Saini and Ajay Singh., 2012.
Endemic Dental Fluorosis and Associated Risk Factors in Dausa District, Rajasthan (India).World Applied Science J. 16(1): p. 31.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survai bersifat deskriptif dengan desain cross sectional untuk mengetahui gambaran kadar fluor air sumur dengan fluorosis gigi pada anak di Dusun 1 Sitiris-Tiris Desa Sitiris-Tiris
Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015.
3.2Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Dusun 1 Sitiris-tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada Februari sampai dengan Juni 2016.
3.3Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga (KK) yang
tinggal di pesisir pantai di Dusun 1 Sitiris-Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah yang menggunakan sumur gali dan
mempunyai anak dengan jumlah 146 kepala keluarga (KK).
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah kepala keluarga (KK) yang tinggal di
� =Z
2
1−α/2 P(1−P)
d2
Keterangan : n = besar sampel
P = proporsi sesungguhnya dari populasi. Jika tidak diketahui P sebenarnya, digunakan P = 0,5
d = presisi, yaitu penyimpangan terhadap derajat ketepatan yang diinginkan, bisa
digunakan 10%, 5%, atau1%
Z = galat baku jauhnya dari nilai rata-rata atau standar deviasi normal, besar Z
untuk tingkat kepercayaan (α) 90% adalah 1,645, untuk α = 95% adalah
1,960, untuk α = 99% adalah 2,576
Dengan perhitungan :
�= 1,96
2. 0,5(1−0,5)
0,12
� =3,84.0,5(0,5) 0,01
� = 0,96 0,01
n = 96 orang
Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus di atas maka diperoleh
Purposive sampling biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan seperti alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak mengambil sampel
yang besar dan jauh (Arikunto,2010).
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengisian kuesioner, pemeriksaan klinis fluorosis gigi pada anak serta pemeriksaan sampel air sumur di
laboratorium. Data sekunder diperoleh dari Kepala Desa Sitiris-Tiris mengenai data kependudukan serta berbagai literatur kepustakaan , jurnal atau penelitian
yang diperoleh dari buku maupun internet.
3.4.1 Data Primer
. Data primer diperoleh dari hasil survai terhadap responden dengan
menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan. Data primer fluorosis gigi diperoleh dengan melakukan pemeriksaan klinis fluorosis gigi pada anak dengan
menggunakan chek list indeks pengukuran fluorosis gigi sementara kadar fluor air sumur diperoleh dari hasil pemeriksaan sampel air sumur di laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Kepala Desa Sitiris-Tiris mengenai jumlah
3.5 Definisi Operasional
a. Kadar fluor air sumur adalah konsentrasi ion fluor yang terdapat dalam air
sumur yang digunakan sebagai sumber air oleh kepala keluarga yang dinyatakan dalam ppm (mg/liter).
b. Fluorosis gigi adalah gangguan yang terjadi berupa kelainan bentuk gigi (hipoplasia) dan kelainan warna gigi (hipokalsifikasi) ditandai dengan timbulnya bintik-bintik putih mengkilat, garis putih menyilang, warna
buram, kuning sampai coklat pada permukaan email.
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
gigi
(hipokalsifikasi)
ditandai dengan timbulnya
bintik-bintik putih mengkilat, garis putih menyilang, warna buram, kuning sampai coklat pada permukaan email.
3.6 Metode Pengukuran
3.6.1 Pengukuran Kadar Fluor Air Sumur
Pengukuran kadar fluor air sumur dilakukan dengan pemeriksaan sampel
air sumur rsponden di laboratorium. Langkah-langkah pengukuran kadar fluor adalah sebagai berikut:
1. Air sumur sebanyak 100 ml ditambahkan reagen berupa 10 ml zirconium
acid dan 7 ml HCl.
2. Campur hingga homogen dan terjadi perubahan warna.
3. Diamkan selama 5 menit kemudian baca kadar fluor denga
Spectrofotometer.
Hasil pemeriksaan sampel air sumur dikategorikan menjadi 2 (dua)
kategori yaitu rendah dan tinggi.
3.6.2 Pengukuran Fluorosis Gigi
Pengukuran fluorosis gigi menggunakan chek list indeks pengukuran
fluorosis gigi berdasarkan sistem klasifikasi Indeks TF (Thylstrup & Fejerskov). Indeks TF ini dibagi menjadi 9 bagian dimulai dari mottled enamel taraf ringan
(skore TF 1) sampai taraf parah (skore TF 9). Hasil pemeriksaan fluorosis gigi dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu :
a. Fluorosis gigi, jika hasil pemeriksaan klinis responden menunjukkan
skor TF 1 sampai dengan skor TF 9.
b. Tidak fluorosis gigi, jika hasil pemeriksaan klinis responden
menunjukkan skor TF 0.
3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Analisis Univariat
Analisa data dengan mendistribusikan data penelitian yang diperoleh kedalam tabel distribusi frekuensi untuk menggambarkan kadar fluor air sumur,
konsumsi air minum serta fluorosis gigi pada anak.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisa data penelitian untuk melihat hubungan umur dan konsumsi air
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Dusun I Sitiris-Tiris merupakan satu dari empat dusun yang terdapat di
Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah. Kecamatan Andam Dewi sendiri berada di Pantai Barat Sumatera terletak antara 23°20’-34°55’ Lintang Utara dan 65°58’-76°38’ serta terletak antara 0-3 m di atas
permukaan laut. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Humbahas, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia/ Kecamatan Barus, sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Barus/ Kecamatan Barus Utara dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sirandorung. Kecamatan Andam Dewi terbagi atas 13 desa dan 1 kelurahan, dengan luas wilayah 122,42 Km2. Kecamatan Andam
Dewi tergolong daerah beriklim tropis dan hanya terdapat dua musim antara lain musim kemarau dan musim hujan.
Berdasarkan data Kepala Desa Tiris tahun 2015, Dusun I Sitiris-Tiris berjumlah 703 jiwa dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki sebesar 341 orang dan perempuan 362 orang serta jumlah kepala keluarga (KK) sebesar 146
kepala keluarga. Dusun I Sitiris-Tiris memiliki penduduk dengan usia produktif cukup tinggi. Sebagian besar masyarakat Dusun I Sitiris-Tiris bermata
pencaharian sebagai petani dan juga nelayan dimana diketahui Dusun I Sitiris-Tiris merupakan dusun yang paling dekat dengan laut Sitiris-Sitiris-Tiris sehingga masyarakat juga berprofesi sebagai nelayan mencari ikan di laut. Umumnya
4.2Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
kuesioner terhadap responden yang berjumlah 96 orang diperoleh gambaran karakteristik responden meliputi jenis kelamin, kelompok umur, lama tinggal
responden dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Dusun 1 Sitiris-Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
No Jenis Kelamin Jumlah %
1. Laki-laki 50 52.1
2. Perempuan 46 47.9
Total 96 100.0
Berdasarkan tabel 4.2.1 dapat dilihat bahwa karakteristik responden
menurut jenis kelamin seimbang antara laki-laki dan perempuan. Responden dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 50 orang (52,1%) sementara perempuan berjumlah 46 orang (47,9%).
Tabel 4.2.2 Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur di Dusun 1 Sitiris-Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
No Kelompok Umur Jumlah %
1. 2-5 tahun 6 6.3
2. 6-9 tahun 41 42.7
3. 10-13 tahun 49 51.0
Total 96 100.0
Berdasarkan tabel 4.2.2 di atas dapat dilihat bahwa karakteristik responden menurut kelompok umur paling besar diperoleh kelompok umur 10-13 tahun yang
jumlah 41 orang (42,7%) dan kelompok umur yang memiliki jumlah terkecil diperoleh kelompok umur 2-5 tahun sebanyak 6 orang (6,3%).
Tabel 4.2.3 Distribusi Responden Menurut Lama Tinggal di Dusun 1 Sitiris-Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
No Lama Tinggal Jumlah %
1. > 2 tahun 94 97.9
2. < 2 tahun 2 2.1
Total 96 100.0
Berdasarkan tabel 4.2.3 dapat diketahui bahwa karakteristik responden
menurut lama tinggal di tempat tersebut pada umumnya responden sudah tinggal lebih dari > 2 tahun dengan jumlah 94 orang 97,9% dan responden yang tinggal < 2 tahun berjumlah sangat sedikit yaitu hanya berjumlah 2 orang (2,1%).
4.3Kadar Fluor Air Sumur
Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel air sumur responden di
laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) diperoleh gambaran kadar flour air sumur pada tabel berikut:
No Kadar
Berdasarkan tabel 4.3.1 diatas dapat dilihat bahwa kadar fluor air sumur pada umumnya sangat rendah, di bawah baku mutu PERMENKES 416/ MENKES/PER/IX/1990 tentang persyaratan kualitas air bersih yakni < 1,5 mg/l
dimana rata-rata kadar flour air sumur sebesar 0,19 mg/l.
4.4 Konsumsi Air Minum
Berdasarkan hasil analisa data menggunakan kuesioner terhadap responden diperoleh gambaran konsumsi air minum responden sebagai berikut:
Tabel 4.4.1 Distribusi Air Minum yang Dikonsumsi Responden di Dusun 1 Sitiris- Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang menggunakan air sumur untuk dikonsumsi memperoleh jumlah yang tidak jauh
berbeda. Responden yang menggunakan air sumur sebanyak 37 orang (38,5%) diikuti responden yang kadang-kadang menggunakan air sumur untuk dikonsumsi
berjumlah 32 orang (33,3%) sementara responden yang tidak mengkonsumsi air sumur hanya sebanyak 27 orang (28,1%).
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang tidak
mengkonsumsi air minum isi ulang memiliki jumlah paling tinggi sebesar 49 orang (51,0%) dan paling rendah kelompok responden yang kadang-kadang
mengkonsumsi air minum isi ulang berjumlah 16 orang (16,7%) sementara responden yang mengkonsumsi air minum isi ulang memperoleh persentasi 32,3% dengan jumlah 31 orang.
Tabel 4.4.2 Distribusi Lama Responden yang Mengkonsumsi Air Sumur di Dusun 1 Sitiris- Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
No Lama Konsumsi Air Sumur Jumlah %
1. > 2 tahun 59 61.5
2. < 2 tahun 37 38.5
Total 96 100.0
Berdasarkan tabel 4.4.2 dapat diketahui rata-rata responden mengkonsumsi
air sumur > 2 tahun dengan jumlah 59 orang (61,5%) dan responden yang mengkonsumsi air sumur < 2 tahun memperoleh jumlah lebih kecil yaitu sebesar
Tabel 4.4.3 Distribusi Banyak Air Minum yang Dikonsumsi Responden per Hari di Dusun 1 Sitiris- Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
No Banyak Air Minum yang di
Berdasarkan tabel 4.4.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengkonsumsi air minum dalam jumlah yang sedikit yaitu < 8 gelas perharinya
dengan jumlah 74 orang (77,1%) sementara responden yang mengkonsumsi air minum > 8 gelas perhari berjumlah lebih sedikit sebesar 22 orang (22,9%).
Tabel 4.4.4 Distribusi Responden yang Membeli Minuman di Sekolah atau di Luar Rumah di Dusun 1 Sitiris- Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
Berdasarkan tabel 4.4.7 di atas dapat dilihat bahwa responden yang
membeli minuman di sekolah atau di luar rumah memiliki persentase yang paling tinggi sebesar 64,6% berjumlah 62 orang disusul responden yang kadang-kadang membeli minuman di sekolah atau di luar rumah dengan jumlah 30 orang (31,3%)
Tabel 4.4.5 Distribusi Jenis Minuman yang di Beli Responden di Sekolah atau di Luar Rumah di Dusun 1 Sitiris- Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
No Jenis Minuman Jumlah %
1. Produk Pabrik 83 86.5
2. Olahan Penjual 13 13.5
Total 96 100.0
Berdasarkan tabel 4.4.8 dapat dilihat bahwa pada umumnya jenis minuman
yang dibeli responden di sekolah atau luar rumah ialah produk pabrik sebesar 83 orang (86,5%) sementara jenis minuman olahan penjual memperoleh jumlah yang
sangat kecil sebesar 13 orang (13,5%).
Tabel 4.4.6 Distribusi Responden yang Mengkonsumsi Teh di Dusun 1 Sitiris-Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
No Konsumsi The Jumlah %
1. Sering 15 15.6
2. Jarang 81 84.4
Total 96 100.0
Berdasarkan tabel 4.4.9 di atas dapat diketahui bahwa umumnya responden jarang mengkonsumsi teh sebanyak 81 orang (84,4%) sedangkan
4.5 Fluorosis Gigi
Berdasarkan hasil pemeriksaan fluorosis gigi secara klinis terhadap
responden diperoleh gambaran fluorosis gigi responden sebagai berikut:
Tabel 4.5.1 Distribusi Fluorosis Gigi Responden di Dusun 1 Sitiris- Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
No Fluorosis Gigi Jumlah %
1. Tidak 57 59.4
2. Ya 39 40.6
Total 96 100.0
Berdasarkan tabel 4.5.1 di atas dapat diketahui bahwa responden yang
mengalami fluorosis gigi lebih sedikit dibanding dengan tidak fluorosis gigi. Jumlah responden yang mengalami fluorosis gigi sebanyak 39 orang (40,6%) dan responden yang tidak fluorosis gigi memperoleh persentase yang lebih tinggi
sebesar 59,4% dengan jumlah 57 orang.
Tabel 4.5.2 Distribusi Presentase Fluorosis Gigi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Dusun 1 Sitiris- Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
No Kelompok Umur Fluorosis Gigi %
1. 2-5 tahun 1 2.6
2. 6-9 tahun 19 48.7
3. 10-13 tahun 19 48.7
Total 39 100
seimbang yaitu sebesar 19 orang (48,7%) sementara fluorosis gigi pada kelompok
umur 2-5 tahun memperoleh jumlah yang sangat kecil sebesar 1 orang (2,6%).
Tabel 4.5.3 Distribusi Fluorosis Gigi Berdasarkan Konsumsi Air Sumur di Dusun 1 Sitiris- Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
No Konsumsi Air Sumur Fluorosis Gigi %
1. Tidak 17 43.6
2. Ya 9 23.1
3. Kadang-kadang 13 33.3
Total 39 100
Berdasarkan tabel 4.5.3 di atas diketahui bahwa fluorosis gigi berdasarkan
konsumsi air sumur paling tinggi terdapat pada kelompok responden yang tidak mengkonsumsi air sumur dengan jumlah sebesar 17 orang (43,6%) dan paling sedikit pada kelompok responden yang mengkonsumsi air sumur sebanyak 9
orang (23,1%) sementara responden yang kadang-kadang mengkonsumsi air sumur berjumlah 13 orang (33,3%).
Tabel 4.5.4 Distribusi Fluorosis Gigi Berdasarkan Lama Konsumsi Air Sumur di Dusun 1 Sitiris- Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
No Lama Konsumsi Air Sumur
Fluorosis Gigi %
1. > 2 tahun 35 89.7
2. < 2 tahun 4 10.3
Total 39 100
(89,7%) sementara jumlah responden < 2 tahun mengkonsumsi air sumur memperoleh jumlah yang sangat kecil yaitu 4 orang (10,3%).
Tabel 4.5.5 Distribusi Fluorosis Gigi Berdasarkan Banyak Air Minum yang Dikonsumsi per Hari di Dusun 1 Tiris Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
No Banyak Air Minum di Konsumsi
Fluorosis Gigi %
1. > 8 gelas 12 30,8
2. < 8 gelas 27 69,2
Total 39 100
Berdasarkan tabel 4.5.5 dapat dilihat bahwa fluorosis gigi berdasarkan
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Fluor Air Sumur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar fluor air sumur pada
lokasi penelitian sebesar 0,19 mg/l. Kadar tersebut termasuk kategori sangat rendah berdasarkan Permenkes No 416 tahun 1990 tentang persyaratan kualitas
air bersih dimana kadar fluor pada air bersih yang diperbolehkan 1,5 mg/l. Kadar flour pada air sumur di Dusun 1 Sitiris-Tiris di bawah baku mutu (<1,5 mg/l) sehingga air sumur aman untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan dampak
terhadap kesehatan.
Air tanah mengandung konsentrasi fluor yang berbeda-beda di setiap
tempat tergantung kondisi geologi tanah. Bentuk umum geologis bukan merupakan indikator bagi konsentrasi fluor dalam tanah. Distribusi batu-batuan memiliki perbedaan yang bermakna dalam melepaskan fluor. Sebuah desa yang
sama dengan sumur yang berbeda sering menunjukkan perbedaan kadar fluor yang sangat berlainan satu sama lain sebagai akibat perbedaan keadaan
hidrogeologis setempat. Air tanah memperlihatkan adanya variasi kandungan fluor sesuai dengan formasi kandungan fluor pada kedalaman yang berbeda (Yani, 2005).
Kadar fluor air sumur di Dusun 1 Sitiri-Tiris termasuk kategori rendah hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Rendahnya kadar fluor pada air sumur
dipengaruhi iklim, temperature dan kelembapan di daerah tersebut serta jarak dengan laut. Selain itu, kadar fluor dipengaruhi oleh kadar fluor dalam tanah, gas
dan debu fluor yang dihasilkan dari alam dan limbah industri.
Dalam air, transportasi dan transformasi fluorida anorganik dipengaruhi
oleh pH, kesadahan air dan adanya pertukaran ion dari bahan tertentu seperti tanah liat (Environment Canada, 1994). Kadar fluoride dalam air permukaan bervariasi menurut geografis lokasi dan dekat dengan sumber emisi (ATSDR, 1993).
Tingginya fluoride dapat ditemukan di daerah dimana batuan alam kaya akan fluoride dan daerah yang dekat dengan industri yang mengeluarkan emisi fluoride.
Menurut WHO (1994) mengatakan bahwa konsentrasi fluorida dalam air yang berasal dari danau, sungai ataupun sumur mencapai 0,5 mg/l dan konsentrasi flourida dalam air minum warga Indonesia umumnya tidak melebihi nilai ambang
batas yaitu 1,5 mg/l namun kadar konsentrasi ini memiliki perbedaan karena perbedaan keadaan hidrogeologis.
5.2 Konsumsi Air Minum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi air minum berasal dari sumur dan sumber lainnya tidak jauh berbeda sebesar 46
orang (47,9%) dan sebesar 49 orang (51,0%), sementara sebagian besar responden mengkonsumsi air minum dalam jumlah yang sedikit yaitu < 8 gelas perharinya
dengan jumlah 74 orang (77,1%) dan juga frekuensi air minum yang dikonsumsi responden sebagian besar > 5 kali sebesar 21 orang (53,8%).
Air minum merupakan kontributor terbesar terhadap asupan fluoride
flouride dalam air dan konsumsi air harian (liter per hari) (Fawell et.al., 2006). Air sumur memiliki berbagai kandungan mineral yang beragam tergantung keadaan
hidrogeologis tempat tersebut. Fluor dapat memasuki air tanah karena itu air sumur bisa merupakan sumber fluor yang cukup tinggi. Namun, bentuk umum
geologis tidak menjadi indikator bagi konsentrasi fluor dalam tanah (Yani,2005). Oleh karena itu tidak semua air sumur yang digunakan untuk diminum atau dikonsumsi setiap hari mengandung konsentrasi fluor yang cukup tinggi yang
dapat berperan dalam menyebabkan fluorosis gigi.
Umumnya masyarakat Dusun 1 Desa Sitiris-Tiris menggunakan air sumur
untuk dikonsumsi namun saat ini tidak sedikit pula masyarakat yang menggunakan air minum lainnya seperti air isi ulang untuk dikonsumsi sehari-hari. Alasan yang mendorong masyarakat juga mengkonsumsi air minum isi ulang
selain air sumur adalah karena kualitas air sumur mereka yang sebagian besar secara fisik keruh dan berwarna kuning kecoklatan. Selain itu mudahnya untuk
memperoleh air minum isi ulang dan dengan harga yang ekonomis menyebabkan masyarakat cenderung beralih mengkonsumsi air minum isi ulang selain dari air sumur.
Pada umumnya ada hubungan langsung antara meningkatnya konsentrasi fluoride dalam air minum dengan tingkat fluorosis gigi, namun perlu diingat
adanya fluktuasi konsentrasi fluoride dalam air minum walaupun dalam konsentrasi yang kecil mempengaruhi tingkat fluorosis gigi (Fejerskov et.al., 1996). Peningkatan konsumsi air sehubungan dengan suhu, humidity, aktivitas dan
2006). Faktanya, intake fluoride setiap hari (mg / kg berat badan) didasarkan pada kadar fluoride dalam air dan konsumsi air minum (liter/hari).Perubahan pada gigi
yang bervariasi dengan kadar fluoride yang sama di suatu daerah dapat dikarenakan bervariasinya jumlah fluoride yang dikonsumsi oleh masing-masing
individu (Neville, 2003) .
Sebagian besar konsumsi air minum anak di Dusun 1 Desa Sitirs-Tiris kurang dari 8 gelas perharinya meskipun frekuensi minum anak kebanyakan >5
kali perhari namun belum mencukupi kebutuhan konsumsi air minum perhari sebanyak 2 liter (8 gelas). Beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi air
minum anak tidak tercukupi salah satunya adalah pengetahuan. Anak belum mengetahui manfaat dari mengkonsumsi air minum serta berapa banyak air minum yang harus dikonsumsi perharinya. Selain pengetahuan, alasan lain yang
mempengaruhi konsumsi air minum anak adalah aktifitas atau kegiatan anak. Biasanya anak disibukkan dengan berbagai aktifitas atau kegiatan yang dilakukan
baik didalam rumah maupun diluar rumah dan cenderung menghabiskan waktu untuk hal tersebut seperti bermain sehingga anak tidak merasa haus atau ingin minum karena asyik dengan aktifitasnya.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi fluor air sumur yang dikonsumsi serta frekuensi dan banyaknya air minum yang dikonsumsi sangat
5.3 Fluorosis gigi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami fluorosis
sebesar 39 orang (40,6%) dan kelompok umur yang paling banyak mengalami flourosis gigi adalah kelompok umur 6-9 tahun dan 10-13 tahun dengan
persentase yang seimbang yaitu 48,7% dengan jumlah 19 orang.
Fluorosis gigi merupakan kelainan pada permukaan gigi sebagai dampak intake fluor dalam konsentrasi yang tinggi serta dalam jangka waktu yang lama
pada masa pembentukan gigi anak. Fluorosis gigi dapat terjadi akibat tingginya konsumsi fluor sehari-hari dari berbagai sumber baik sistemik maupun topikal
seperti air minum, makanan minuman mengandung fluor, pasta gigi serta tablet fluor. Keparahan fluorosis gigi sangat tergantung dari beberapa faktor seperti konsentrasi dari ion fluor, jumlah dan frekuensi fluor yang dikonsumsi sehari-hari
serta lamanya mengkonsumsi fluor selama perkembangan gigi. Oleh karena itu tingkat keparahan fluorosis gigi pada masing-masing individu berbeda-beda.
Menurut CDC (Center for Disease Control And Prevention, 2001) pada masa ini apabila seseorang terpapar fluoride lebih dari 1 ppm setiap harinya selamaminimal 2 tahun, maka dapat menimbulkan noda cokelat kehitaman pada
permukaan gigi dan proses ini akan berhenti saat anak berusia 13 tahun karena proses pembentukan enamel telah sempurna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia anak yang jauh lebih tinggi lebih banyak mengalami flourosis gigi disebabkan karena anak jauh lebih banyak terpapar flour selama masa pembentukan gigi. Pada tiap tingkatan usia anak
anak juga berbeda tergantung faktor lokal dan sistemik yang mempengaruhi matriks pembentukan dan proses kalsifikasi (McDonald et. al., 2011). Pengaruh
usia dalam proses terjadinya fluorosis gigi sangat erat kaitannya dengan masa erupsi gigi dimana gigi yang erupsinya lebih lama memiliki kemungkinan
terpapar fluor lebih banyak sehingga penyerapan fluor jauh lebih banyak dibandingkan gigi yang mengalami erupsi lebih awal.
Air minum merupakan sumber kontributor terbesar asupan fluor harian. Di
daerah non-fluoridasi, kadar fluoride dalam air minum dapat mencapai sekitar 2,0 mg/liter. Akan tetapi, di beberapa tempat dapat memiliki kadar fluoride hingga 20
mg/liter. Di daerah fluoridasi, kadar fluoride dalam air minum pada umumnya berkisar antara 0,7-1,2 mg/liter (IPCS, 2002).
Selain air minum, pasta gigi juga dapat menyumbangkan asupan fluor
harian yang cukup besar pada anak. Di Indonesia masih terdapat pasta gigi yang beredar mengandung fluor dengan konsentrasi cukup tinggi dari konsentrasi yang
diperbolehkan untuk digunakan anak-anak dimana pasta gigi anak mengandung konsentrasi fluor yang tidak jauh berbeda dengan pasta gigi orang dewasa. Pasta gigi memiliki kadar fluoride 1,0-1,5 g kg-1. Produk tersebut berkontribusi pada
pajanan total fluoride, meskipun dengan derajat yang berbeda. Diperkirakan bahwa pasta gigi yang tertelan oleh anak dapat berkontribusi sekitar 0,50 atau
Hampir semua bahan makanan mengandung setidaknya jejak fluoride. Pada sebuah daerah dimana sumber air minumnya mengandung fluorida yang
sangat sedikit, diperkirakan kebutuhan fluorida perhari yang berasal dari makanan adalah sebesar 0,2-0,6 mg. Makanan laut seperti ikan banyak mengandung
fluorida, terutama ikan bertulang halus seperti sardencis, ikan salem. Jumlah fluorida dalam ikan segar adalah sebesar 1,6 ppm dan pada ikan yang dikalengkan fluorida dapat mencapai 7-12 ppm (Monang,1995).
Selain konsumsi makanan yang mengandung fluor tinggi seperti ikan, beberapa jenis minuman juga dapat menjadi asupan fluor yang cukup tinggi. Jus
anggur dan teh mengandung fluoride yang lebih banyak dibandingkan dengan air minum yang telah mengalami fluoridasi dimana jus anggur mengandung 1,7 ppm dan teh mengandung 2,5-10 ppm. Apabila anak-anak yang masih dalam
pertumbuhan, yaitu sebelum berusia enam tahun, banyak mengkonsumsi ikan, teh, jus anggur dan minuman lainnya maka anak tersebut memiliki kemungkinan besar
menderita fluorosis gigi, walaupun tinggal di daerah yang air minumnya tidak mengalami fluoridasi (Parker,1999).
Konsumsi fluor dengan konsentrasi rendah memberikan perlindungan
terhadap karies gigi, terutama pada anak-anak. Hal tersebut merupakan efek protektif pra dan pasca-erupsi fluoride (melibatkan penggabungan fluoride ke
liter air minum. Konsentrasi minimum fluoride dalam air minum yang dibutuhkan untuk memproduksinya adalah sekitar 0,5 mg / liter (WHO, 2004).
Asupan atau paparan fluor dalam jumlah dan konsentrasi yang tinggi dapat berdampak terhadap kesehatan manusia baik yang bersifat akut maupun
kronis. Menurut Monang (1995) perubahan- perubahan fisik yang akan terlihat bila seseorang menggunakan fluor selama batas waktu tertentu diantaranya 2-8 ppm F dapat menyebabkan fluorosis gigi (mottled enamel), 8-20 ppm F
menyebabkan osteosklerosis, 50 ppm F mengakibatkan kemunduran pertumbuhan dan mengkonsumsi 5–10 gram F dapat menyebabkan kematian.
Efek akut menghirup hidrogen fluorida antara lain iritasi parah pada saluran pernafasan, batuk, tersedak dan edema paru, luka bakar yang parah atau cacat visual berkepanjangan dapat masuk melalui kulit atau kontak mata serta
melalui inhalasi atau paparan dermal juga dapat berakibat fatal. Paparan aluminium flourida yang berulang atau berkepanjangan melalui inhalasi terutama
pada pekerja dapat menyebabkan asthma (IPCS,1999)..
Efek racun dari asupan fluoride yang tinggi merupakan racun seluler langsung yang mengikat kalsium dan mengganggu aktivitas proteolitik dan enzim
glikolitik. Fluoride yang tertelan bereaksi dengan asam lambung untuk menghasilkan asam fluorida dalam perut. Dengan demikian, paparan akut fluoride
Efek utama dari konsumsi jangka panjang konsentrasi tinggi fluoride adalah fluorosis. Enamel fluorosis hanya terjadi pada perkembangan anak-anak
akibat hasil dari asupan fluoride pada tingkat atau konsentrasi tinggi selama periode perkembangan gigi. Hal ini ditandai dengan munculnya daerah putih di
enamel dan dalam bentuk ini dianggap sebagai masalah estetika. Dalam bentuk yang lebih parah dapat mengurangi mineralisasi enamel sehingga gigi bernoda (Fewtrell L et. al., 2006). Fluorida dapat menimbulkan efek negative pada email
gigi dan dapat menyebabkan fluorosis ringan gigi pada konsentrasi sekitar 0,9 sampai 1,2 mg/ liter dalam air minum bergantung pada jumlah asupannya (IPCS,
2002; WHO, 2003).
Pada fluorosis tulang, fluoride semakin terakumulasi dalam tulang selama bertahun-tahun. Gejala awal termasuk kekakuan dan nyeri pada persendian.
Kelumpuhan fluorosis tulang dikaitkan dengan osteosclerosis, pengapuran tendon dan ligamen, dan kelainan bentuk tulang. Ada peningkatan risiko efek skeletal
pada intake fluoride diatas 6 mg / hari. Prevalensi global fluorosis gigi dan tulang tidak sepenuhnya jelas, diperkirakan bahwa konsentrasi fluoride yang berlebihan dalam air minum telah menyebabkan puluhan juta kasus fluorosis gigi dan tulang
di seluruh dunia lebih dari beberapa tahun (Fewtrell L et. al., 2006).
Sejumlah studi epidemiologi pada pekerja yang terpapar fluoride terjadi
peningkatan berkaitan dengan paru-paru, kanker kandung kemih serta kematian akibat kanker pada studi tersebut dan lainnya. Secara umum, belum ada pola yang konsisten pada beberapa studi epidemiologi berkaitan dengan hal tersebut.
paparan pekerja terhadap zat selain fluoride. Hubungan antara konsumsi fluoride pada air minum dengan morbiditas atau mortalitas akibat kanker telah diperiksa di
sejumlah besar studi epidemiologi yang dilakukan di beberapa negara. Tidak ada bukti yang konsisten dari sebuah asosiasi antara konsumsi air minum berfluoride
dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat kanker (WHO,2002).
5.4Gambaran Kadar Fluor Air Sumur Terhadap Fluorosis Gigi
Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui bahwa kadar fluor air sumur di
Dusun 1 Desa Sitiris-Tiris tergolong sangat rendah yakni rata-rata kadar fluor sebesar 0,02 mg/l. Kadar fluor tersebut cukup rendah untuk menyebabkan
fluorosis gigi namun dari penelitian yang dilakukan diperoleh anak yang mengalami fluorosis gigi berjumlah 39 orang (40,6%) dari 96 anak dan anak yang mengalami fluorosis gigi berdasarkan konsumsi air sumur di Dusun 1 Desa
Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi Tapanuli Tengah sebanyak 9 orang (23,1%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluorosis gigi yang terjadi pada anak
kemungkinan tidak diperoleh dari konsumsi air minum yang berasal dari air sumur melainkan disebabkan oleh asupan atau intake fluor harian dari sumber lainnya yang menyebabkan fluorosis gigi pada anak. Anak-anak di lokasi
penelitian tidak hanya mengkonsumsi air minum yang berasal dari air sumur, melainkan juga mengkonsumsi minuman lainnya seperti minuman kemasan
produk pabrik yang dijual di sekolah maupun di luar rumah yang dapat berpengaruh terhadap konsumsi fluor harian anak. Hal tersebut sangat mungkin mengingat beberapa jenis minuman seperti teh, minuman-minuman tertentu serta
apabila anak mengkonsumsi minuman tersebut ditambah dengan konsumsi sumber fluor lainnya berlangsung dalam waktu yang lama pada masa
pembentukan gigi memungkinkan potensi anak untuk mengalami fluorosis gigi akan meningkat.
Studi populasi di Afrika Timur dimana di dua daerah yang kadar fluoridenya rendah yakni sebesar 0,1-0,4 ppm dan 0,6-0,9 ppm, prevalensi dental fluorosis pada kedua daerah tersebut masing-masing 78% dan 93,8% (Fejerskov
et.al., 1991). Hasil survei pendahuluan yang dilakukan Farhatud (2013) di Desa Pagagan Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan diperoleh kadar fluoride
pada sampel air sumur cukup rendah sebesar 0,426 ppm dan hasil pengamatan terhadap 14 anak usia 9-12 tahun di salah satu sekolah dasar di daerah tersebut diperoleh 11 anak mengalami fluorosis gigi. Diduga fluorosis gigi yang terjadi
karena faktor risiko fluorosis lainnya.
Berdasarkan hasil analisa dapat dinyatakan bahwa air sumur yang
dikonsumsi masyarakat Dusun 1 Sitir-Tiris Kecamatan Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah yang memiliki kadar fluor rendah bukanlah sumber fluor yang menyebabkan fluorosis gigi pada anak di lokasi tersebut. Hal tersebut sejalan
dengan teori Neville (2003) yang menyatakan bahwa selain air minum, terjadinya fluorosis gigi juga di dukung oleh asupan fluoride lainnya baik yang berasal dari
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Rata-rata kadar fluor air sumur di Dusun 1 Sitris-Tiris Desa Sitris-Tiris Kecamatan Andam Dewi, Tapanuli Tengah sebesar 0,19 mg/l.
2. Kadar fluor air sumur di Dusun 1 Sitris-Tiris Kecamatan Andam Dewi, Tapanuli Tengah termasuk kategori sangat rendah dan memenuhi persyaratan kesehatan kualitas air bersih.
3. Konsumsi air minum yang berasal dari air sumur bukan merupakan faktor penyebab utama fluorosis gigi pada anak.
4. Kadar fluor air sumur di Dusun 1 Sitris-Tiris Kecamatan Andam Dewi, Tapanuli Tengah cukup rendah untuk menyebkan fluorosis gigi namun dijumpai anak yang mengalami fluorosis gigi berjumlah 39 orang
(40,6%.)
6.2 Saran
1. Sebaiknya pihak daerah dan dinas kesehatan setempat perlu menginformasikan kepada masyarakat Dusun 1 Desa Sitiris-Tiris Kecamatan Andam Dewi, Tapanuli Tengah mengenai fluorosis gigi serta
faktor-faktor penyebab fluorosis gigi pada anak.
2. Pihak daerah setempat dan dinas kesehatan perlu menyampaikan kepada
3. Diharapkan masyarakat khususnya orang tua dapat membatasi asupan fluor sehari-hari anak dari berbagai sumber untuk mencegah terjadinya
fluorosis gigi pada masa perkembangan gigi anak.
4. Diharapkan dapat dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fluorosis Gigi
2.1.1 Definisi Fluorosis Gigi
Fluorosis gigi merupakan suatu kelainan struktur email bebercak atau
cacat (mottled enamel) sebagai dampak asupan fluor berlebih pada masa pembentukan gigi. Perubahan yang tampak pada gigi akibat konsumsi fluor yang
berlebihan pada awal masa anak-anak ketika giginya sedang tumbuh. Fluorosis gigi ditandai dengan noda coklat atau bintik-bintik kuning yang menyebar dipermukaan gigi akibat pembentukan email gigi yang tidak sempurna. Email gigi
yang tidak sempurna menyebabkan gigi menjadi mudah berlubang, timbul bercak putih dan cokelat pada gigi. Meskipun berdampak ringan dan tidak menimbulkan
rasa nyeri pada gigi, namun hal tersebut dapat mengurangi penampilan pada gigi sehingga tidak sedap dipandang mata (Titian, 2009).
Menurut Monang (1995) fluorosis adalah kelainan yang terjadi pada
permukaan gigi akibat kelebihan fluor. Fluorosis gigi merupakan suatu fenomena yang terjadi pada masa pembentukan gigi (CDC, 2011). Fluorosis gigi atau yang
disebut juga dental fluorosis merupakan suatu gangguan pembentukan gigi yang disebabkan oleh fluoride yang terdapat pada cairan jaringan dalam jangka waktu yang lama, selama periode perkembangan gigi (Fejerskov et.al.1991).
Konsentrasi fluor yang tinggi, lebih dari 2 ppm dapat mempengaruhi gigi-gigi yang sedang terbentuk sehingga menjadi fluorosisi gigi-gigi sedangkan gigi-gigi-gigi-gigi
gigi anak yang tinggal dekat Nepal yang ditemui pada anak-anak dan orang dewasa yang sejak kecilnya minum air dari sumur-sumur bor yang dalam.
Seorang ahli kimia menunjukkan bahwa bahan kimia tersebut adalah fluor dan melakukan analisa sampel air dari 6 daerah yang penduduknya flourosis gigi dan
dibandingkan air minum dari 30 daerah yang penduduknya mempunyai email normal. Hasil dari penyelidikan tersebut menguatkan hipothesa yang menyatakan adanya hubungan antara kadar fluor yang tinggi didalam air minum dengan
endemik flourosis gigi (Monang,1995).
2.1.2 Gambaran Klinis Fluorosis Gigi
Penggunaan flourida dalam waktu lama selama pembentukan enamel mengakibatkan perubahan-perubahan klinik sebagai berikut; mulai dari timbulnya garis putih yang kecil pada enamel sampai dengan yang parah yaitu enamel
menjadi putih seperti kapur dan opaque (tidak tembus cahaya) dan mungkin sebagian patah segera sesudah gigi erupsi. Keparahannya tergantung dari
banyaknya pemakaian fluoride selama periode pembentukan gigi. Ciri-ciri enamel yang normal perlu diketahui diantaranya Enamel normal ialah suatu bahan yang padat mengandung banyak pori-pori yang sangat kecil, terdiri dari Kristal-kristal
hidrosiapatit yang tersusun dengan pola yang teratur dan membentuk enamel rods (prisma enamel). Pada enamel yang normal, Kristal-kristal tersebut terikat satu
sama lain dengan sangat erat dan celah-celah diantara Kristal-kristalnya sangatlah kecil sehingga enamel nampak translusen. Permukaan enamel normal biasanya halus dan mengkilap, berwarna putih krem muda; sifat ini tetap bertahan
Tanda-tanda paling awal dari dental fluorosis dapat terlihat sebagai suatu garis putih yang berjalan menyilang permukaan enamel. Garis ini paling mudah
terlihat pada bagian inisial yang tidak ada dentinnya atau hanya selapis tipis di bawah enamel. Mereka hanya bisa dilihat dengan jelas apabila permukaan gigi
dikeringkan. Pada beberapa kasus, walaupun pada dental fluorosis yang paling ringan, puncak cups, incisal edge, marginal ridge, terlihat berwarna opaque putih, suatu keadaan yang disebut fenomena snow cap (Fejerskov et.al.,1991).
Tanda pertama dari berlebihnya pemasukan fluor ke dalam tubuh selama periode pembentukan gigi adalah erupsi gigi dengan email yang berbintik-bintik.
Walaupun mekanisme yang tepat mengenai terjadinya fluorosis email belum sepenuhnya diketahui, diduga bahwa fluor yang berlebihan tersebut mempengaruhi fungsi ameloblast yang salah satu akibatnya adalah tak
sempurnanya mineralisasi. Insisivus dan kaninus permanen masih muda terserang fluorosis sampai umur 5-7 tahun (Kidd et.al.,1991).
Pada gigi yang terserang dental fluorosis sedikit lebih parah, maka nampak bahwa garis putih lebih luas dan lebih menonjol. Mungkin terlihat adanya fusi dari beberapa garis di sana-sini sehingga menimbulkan gambaran bercak
kecil-kecil, tidak teratur dan permukaan gigi nampak suram seperti berkabut. Perubahan ini bisa diamati tanpa mengeringkan permukaan gigi, namun demikian bisa
menjadi sangat jelas walaupun hanya dengan satu kali usapan untuk mengeringkan permukaan gigi (Fejerskov et.al., 1991).
Searah dengan meningkatnya derajat keparahan, pada permukaan gigi
berkabut. Dengan menggunakan mikroskop, nampak adanya peningkatan porositas pada bagian luar enamel. Kadang-kadang terlihat adanya varias-variasi
tertentu pada ciri-ciri tingkat keparahan dental fluorosis. Kadang-kadang enamel yang terletak di servikal nampak lebih homogeny, opaque, dan bagian
mesio-insisal gigi insisivus nampak kecoklatan. Warna meluas sesudah gigi erupsi di dalam mulut. Dengan meningkatnya keparahan, daerah opaque yang tidak teratur berfusi sampai seluruh permukaan gigi nampak putih seperti kapur. Pada waktu
gigi erupsi, gigi yang sudah opaque putih mungkin bervariasi kualitasnya mulai dengan yang sulit di probing (metode diagnostik kedokteran gigi dengan pemeriksaan palpasi menggunakan alat tertentu) sampai yang keadaan putih seperti kapur dan segera sesudah gigi erupsi ke dalam mulut gigi ini menunjukkan kerusakan pada permukaannya. Apabila daerah yang putih dan porus tersebut
diprobe dengan kuat, maka sebagaian dari enamel permukaan akan terlepas (Fejerskov et.al. 1991).
Pada tingkat keparahan dental fluorosis yang lebih tinggi permukaan gigi yang secara keseluruhan opaque, menunjukkan terlepasnya permukaan enamel terluar, mengakibatkan terbentuknya pit-pit. Dengan meningkatnya keparahan,
pit-pit tersebut berfusi satu sama lain sehingga membentuk pita-pita horizontal. Pada bagian servikal, zone yang porus dan mengalami hipomineralisasi tersebut
meluas sampai mencapai hampir keseluruhan ketebalan enamel. porositas selalu terletak tepat profundus dari lapisan enamel terluar yang tipis dan mengandung banyak mineral. Gambaran ini akan menghasilkan enamel yang agak getas, dan
meninggalkan enamel yang sangat porus yang menjadi rentan terhadap lingkungan rongga mulut karena stain mudah terserap oleh protein enamel, maka
terliat dengan jelas pada daerah yang banyak pit-pitnya akan berwarna coklat tua atau bahkan hitam (Fejerskov et.al. 1991).
Pada kasus yang lebih parah lagi terjadi fusi dari pit-pit yang tidak teratur dan akan menghasilkan gambaran seperti karatan. Akhirnya gigi yang mengalami fluorosis yang parah akan menunjukkan hilangnya hampir seluruh enamel
permukaan. Bentuk gigi sangat berubah. Hilangnya enamel permukaan mungkin sangat luas sehingga tinggal lengkungan opaque pada bagian servikal, yang
merupakan enamel yang masih utuh telah hilang sering berwarna coklat tua sebagai akibat dari stain yang terserap. Warna dan perubahannya sepenuhnya tergantung pada kondisi lingkungan pasca erupsi dan bukan merupakan sifat
intrinsic dari dental fluorosis pada manusia (Fejerskov et.al. 1991).
Dibandingkan dengan enamel yang sehat maka pada fluorosis gigi secara histologist akan didapati hal-hal sebagai berikut :
1. Berkurangnya jumlah sel-sel ameloblast (hipoplasia) yang mengganggu pembentukan dari matriks sehingga menyebabkan terjadinya
lobang-lobang kecil.
2. Pengurangan dari deposi-deposit mineral (hipokalsifikasi) dan disertai perkembangan (maturasi) gigi sehingga menyebabkan terjadinya warna
seperti kapur (Monang,1995).
Kalau fluorosisnya ringan, email hanya akan kehilangan cahayanya, yang
antara kasus fluorosis ringan dengan kekusaman email yang disebabkan oleh infeksi pada masa anak-anak, sebab-sebab genetik atau karena trauma. Akan
tetapi kekusaman demikian biasanya tidak mengganggu estetika. Bintik atau garis lebih nyata dengan disertai bercak kuning /coklat atau tidak, akan tampak pada
kasus fluorosis moderat. Pada kasus yang sangat parah, akan terjadi lubang-lubang kecil dan email sudah demikian hipoiplastiknya sehingga akan mudah pecah (Kidd et.al. 1991).
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Fluorosis Gigi 1. Usia
Pengaruh usia dalam proses terjadinya fluorosis gigi berhubungan dengan masa erupsi gigi, dimana pada gigi yang erupsinya lebih lama memiliki potensi terpapar fluoride lebih banyak sehingga penyerapan fluoride menjadi lebih banyak
dibandingkan gigi yang erupsi lebih awal. Pada setiap tingkatan usia, perkembangan gigi akan berbeda. Waktu erupsi gigi pada masing-masing anak
dapat berbeda tergantung pada faktor lokal dan sistemik yang mempengaruhi matriks pembentukan dan proses kalsifikasi. Oleh karena itu, penting bagi dokter untuk mengetahui faktor waktu yang berhubungan dengan tahap awal masa
kalsifikasi gigi, baik intrauterine maupun saat bayi (McDonald et.al., 2011).
Pada gigi permanen, gigi yang lebih banyak dipengaruhi fluorosis adalah
molar kedua rahang bawah, kemudian molar kedua dan premolar kedua rahang atas. Pada umumnya gigi yang memiliki fluorosis gigi parah adalah molar kedua rahang atas, kemudian molar pertama dan premolar pertama rahang atas. Gigi
bawah. Gigi yang paling sedikit mendapatkan serangan adalah gigi-gigi insisif dan gigi-gigi molar pertama permanen, sedangkan gigi premolar dan molar kedua dan
ketiga merupakan gigi yang sering terkena. Baik rahang atas maupun rahang bawah, fluorosis gigi biasanya terjadi lebih parah pada gigi posterior daripada gigi
anterior. Hal ini dapat dikatakan bahwa gigi yang tumbuh paling awal mendapatkan serangan yang paling sedikit (Fejerskov et.al., 1996; Medina et.al., 2008).
2.1.4 Periode Usia Risiko Fluorosis Gigi
Fluorosis gigi merupakan suatu fenomena yang terjadi pada masa
pembentukan gigi, maka hanya anak usia 8 tahun ke bawah yang memiliki risiko tinggi terkena fluorosis gigi. Sedangkan anak berusia di atas 8 tahun tidak berisiko terkena fluorosis gigi (Center for Disease Control And Prevention, 2011). Pada
masa ini apabila seseorang terpapar fluoride lebih dari 1 ppm setiap harinya selama minimal 2 tahun, maka dapat menimbulkan noda cokelat kehitaman pada
permukaan gigi. Namun, proses ini akan berhenti saat anak berusia 13 tahun karena proses pembentukan enamel telah sempurna (Center for Disease Control And Prevention, 2001).
2.1.5 Indeks Mengukur Fluorosis Gigi
Untuk lebih memudahkan mengukur derajat keparahan mottled enamel
dapat dipakai :
1. Sistem klasifikasi Indeks Dean (Dean,1942) yang dibagi menjadi 6 bagian dimulai dari enamel yang normal sampai enamel fluorosis yang parah
2. Sistem klasifikasi Indeks TFP (Thylstrup & Fejerskov, 1978) yang merupakan penyempurnaan dari Indeks Dean. Indeks TF ini dibagi
menjadi 9 bagian dan dimulai dari mottled enamel taraf ringan (skore TF 1) sampai taraf parah (skore TF 9) (Fejerskov et.al. 1991).
Klasifikasi fluorosis gigi berdasarkan Index Dean adalah sebagai berikut :
Normal Enamel menunjukkan translusensi normal yaitu strukturnya mirip dengan kaca, permukaanya mulus mengkilap dan
warnanya putih krem muda.
Questionable Terjadi abrasi sedikit pada enamel yang diawali dengan bintik putih yang kecil sampai terjadinya white spot. Kelas ini diperuntukkan pada kasus-kasus yang meragukan antara normal dengan very mild.
Very mild Terjadi bercak putih kecil, buram dan tidak teratur pada permukaan gigi, tapi tidak melibatkan lebih 25%
permukaan gigi.
Mild Terjadi daerah putih buram pada enamel yang lebih luas tetapi tidak lebih dari 50% permukaan gigi.
Moderate Semua permukaan enamel terserang dan tampak permukaan gigi atrisi. Gigi menjadi berwarna coklat.
Gambar 2.1 Indeks Pengukuran Dental Fluorosis berdasarkan Indeks Dean
Sumber : Murray, J.J., Rugg-Gunn, A.J. and Jenkins, G.N.,1991. Fluorides In Caries Prevention. 3rd ed. Butterworth-Heinemann Ltd, 325-328.
Tampilan klinis dari dental fluorosis dapat dikelompokkan menjadi 10 kelass berkisar antara 0-39, yang akan menggambarkan secara berurutan tingkat keparahan dental fluorosis. Klasifikasi atau pengelompokkan ini didasarkan pad
indeks TF yang aslinya diusulkan oleh Thylstrup dan Fejerskov.
Skor TF 0 Translusensi normal, warna putih krem dan mengkilapnya enamel tetap bertahan sesudah dilakukan pengeringan dan pengusapan pada permukaannya.
ini sesuai dengan letak perikimata. Pada beberapa kasus, mungkin terlihat adanya, sedikit snow capping pada cups/insisal edge.
Skor TF 2 Garis opaque putih lebih menonjol dan sering berfusi untuk kemudian membentuk daerah berkabut (buram) yang kecil, yang
menyebar ke seluruh permukaan. Biasanya terjadi snow capping
pada insisal edge dan puncak cusp.
Skor TF 3 Terjadi fusi garis-garis putih, dan daerah opaque berkabut di beberapa bagian permukaan. Diantara daerah berkabut tersebut bisa terdapat garis-garis putih.
Skor TF 4 Pada seluruh permukaan terlihat adanya opasitas atau nampak putih seperti kapur (chalky white). Sebagian dari permukaan yang terdedah terhadap atrisi atau pemakaian, nampak kurang terserang.
Skor TF 5 Seluruh permukaan opaque, dan ada pit-pit bulat (hilangnya enamel permukaan setempat) yang diameternya kurang dari 2 mm.
Skor TF 6 Pit-pit kecil sering berfusi sehingga membentuk pita yang lebarnya dalam arah vertikal kurang dari 2 mm. Klas ini meliputi juga kasus dimana cuspal rim dari enamel fasila telah terlepas dan berkurangnya dimensi vertikal yang terjadi kurang dari 2 mm.
Skor TF 7 Ada enamel bagian terluar yang terlepas, sehingga membentuk daerah yang tidak teratur pada permukaan gigi. Permukaan yang terserang lebih dari separuh. Enamel utuh yang tersisa, opaque.
Skor TF 9 Hilangnya sebagian besar enamel terluar yang mengakibatkan perubahan bentuk anatomis pada permukaan gigi. Sering dijumpai
adanya rim enamel yang opaque di servikal.
Gambar 2.2 Indeks Pengukuran Dental Fluorosis berdasarkan Indeks Thylstrup dan Fejerskov (TF)
Sumber : Murray, J.J., Rugg-Gunn, A.J. and Jenkins, G.N.,1991. Fluorides In Caries Prevention. 3rd ed. Butterworth-Heinemann Ltd, 325-328.
2.1.6 Perawatan Fluorosis Gigi
Penampakan fisik dari perubahan pasca erupsi fluorosis gigi yang ringan dan parah terkadang tidak bisa diterima dan untuk itu pasien dapat meminta
bentuk kosmetik pada kasus fluorosis gigi diantaranya menggerinda dan memolis enamel, aplikasi asam hidroklorik, pemutihan dengan hidrogen peroksida,
restorasi dengan menggunakan resin komposit dan mahkota buatan (Prabhu, 1992).
1. Menggerinda dan Memolis Enamel
Bentuk fluorosis gigi yang lebih ringan dimana terjadi fusi garis-garis putih dan adanya daerah opak berkabut pada beberapa bagian permukaan gigi
(skore TF 2-3), dapat dirawat oleh dokter gigi dengan jalan menggerinda enamel bagian luar yang porus dan fluorotik sampai struktur di bawahnya yang
merupakan enamel yang padat. Opasitas yang jelas dan pewarnaan pada gigi insisivus biasanya diambil dengan mengoleskan asam phosporik pada permukaam enamel dan kemudian dipoles dengan pumis. Pengolesan dengan asam phosporik
dan pumis diulang beberapa kali pada setiap kali kunjungan dan perawatan diakhiri mengoleskan larutan mineral dan fluoride topical (2% sodium fluoride
dan 40% kalsium sucrose fosfat) untuk merangsang remineralisasi enamel (Fejerskov et.al., 1993).
2. Aplikasi Dengan Asam Hidroklorik
Penggunaan senyawa-senyawa kimia untuk menghilangkan strain tertentu dari enamel atau dentin gigi bukanlah masalah baru. Asam hidroklorik telah
dipergunakan baik dalam bentuk tunggal ataupun dalam bentuk kombinasi. Berbagai teknik pengobatan telah dikembangkan selama 70 tahun terakhir untuk menghilangkan stain yang berhubungan dengan fluorosis, tetrasiklin dan luka