E : 9832’11”
K2 Tanah Karo/Merek/Garingging N: 0258’15,7” 1483 400 22 Hijau 4,5 E : 9832’09,8”
K3 Tanah Karo/Merek/Garingging N: 0258’33,5” 1495 248 10 Hijau 1,5 E : 9831’27,6”
S1 Simalungun/Purba/Purba N : 0255’13,3” 1423 240 15 Hijau 1,5 Hinalang E : 9838’18,8” kemerahan S2 Simalungun/Purba/Purba N : 0255’13,5” 1423 238 14 Hijau 1 Hinalang E : 9838’18,8”
S3 Simalungun/Purba/Purba N : 0255’13,7” 1423 144 9 Hijau 1 Hinalang E : 9838’18,6” Kemerahan S4 Simalungun/Purba/Purba N : 0254’56,6” 1408 370 18 Merah 1 Hinalang E : 9838’30,9”
S5 Simalungun/Purba/Kampung N : 0253’19,5” 1211 290 22 Hijau 1,5 Baru E : 9843’39,9”
S6 Simalungun/Purba/Kampung N : 0253’19,6” 1211 198 21 Hijau 2 Baru E : 9843’39,8” Kemerahan S7 Simalungun/Purba/Kampung N : 0253’19,8” 1211 155 10 Hijau 1 Baru E : 9843’40,1”
S8 Simalungun/Purba/Kampung N : 0253’20,3” 1213 290 23 Merah 2 Baru E : 9843’43,4”
Lampiran 2. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer
A. Pembuatan Larutan Stok
CTAB 5 % (100 ml): Timbang NaCl sebanyak 2.0 gram dan CTAB sebanyak
5.0 gram. Masukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 100 ml
aquades. Aduk campuran larutan dengan menggunakan stirrer kemudian
diletakkan diatas hote plate.
Tris HCl 1 M pH 8.0 (100 ml): Timbang Tris sebanyak 12.114 gram.
Masukkan Tris ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades. Aduk
campuran larutan dengan menggunakan stirrer kemudian diletakkan diatas hote
plate. Selanjutnya, ditambahkan 4.2 ml HCl pekat sedikit demi sedikit sampai pH
mencapai 8. Masukkan ke dalam gelas ukur, kemudian volume ditepatkan
dengan aquades hingga volume larutan menjadi 100 ml.
Tris HCl 1 M pH 7.4 (50 m): Timbang Tris sebanyak 6.057 gram. Masukkan
Tris ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 30 ml aquades. Aduk campuran
larutan dengan menggunakan stirrer kemudian diletakkan diatas hote plate.
Selanjutnya, ditambahkan NaOH 2.5 M sedikit demi sedikit sampai pH mencapai
7.4. Masukkan ke dalam gelas ukur, kemudian volume ditepatkan dengan
aquades hingga volume larutan menjadi 50 ml.
EDTA O.5 M pH 8.0 (100 ml): Timbang EDTA sebanyak 18.612 gram dan
NaOH 2.0 gram. Masukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan
80 ml aquades. Aduk campuran larutan dengan menggunakan stirrer kemudian
diletakkan diatas hote plate. Selanjutnya, ditambahkan HCl pekat sedikit demi
sedikit sampai pH mencapai 8. Masukkan ke dalam gelas ukur, kemudian
NaCl 5 M (l00 ml): Timbang NaCl sebanyak 29.22 gram. Masukkan ke dalam
erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades. Aduk campuran larutan dengan
menggunakan stirrer kemudian diletakkan diatas hote plate. Masukkan ke dalam
gelas ukur, kemudian volume ditepatkan dengan aquades hingga volume larutan
menjadi 100 ml.
**Semua bahan di atas disterilkan dengan menggunakan autoklaf kecuali CTAB 5%.
B. Pembuatan Larutan Buffer
Buffer Ekstraksi/CTAB (100 ml): Campurkan40 ml CTAB 5%, 25.1 ml NaCl
5 M, 4 ml EDTA 0.5 M pH 8.0, 10 ml Tris HCl 1 M pH 8.0 dan 20.8 ml aquades.
Buffer TAE 50 X (100 ml): Campurkan 24.2 ml Tris HCl 1 M pH 7.4, 5.7 ml
Asam Asetat Glasial, 10 ml EDTA 0.5 M PH 8.0, dan aquades hingga volume
larutan menjadi 100 ml.
Buffer TAE 1X (500 ml): Campurkan 10 ml Buffer TAE 50 X dan 490 ml
aquades.
Buffer TE (50 ml): Campurkan 0.5 ml Tris HCl 1 M PH 8.0, 0.1 ml EDTA 0.5
M PH 8.0 dan 49.4 ml aquades.
Kloroform Isoamilalkohol 24 : 1 (50 ml): Campurkan 48 ml Kloroform dan 2
ml Isoamilalkohol.
Lampiran 3 : Alur penelitian
UJI KUALITAS DNA ISOLASI DNA ANDALIMAN
UJI KUANTITAS DNA
AMPLIFIKASI DAN GENOTYPING
ELEKTROFORESIS
Lampiran 4 : Isolasi DNA
Sampel daun andaliman ditimbang 0.2 gram dan digerus sambil ditambahkan nitrogen cair dan PVPP
Sampel dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 1 ml buffer ekstraksi dan 10 µl β-mercaptoetanol
Tabung di vortex dan diinkubasi dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 650C
Supernatan ditambahkan 1 ml KIAA (24:1) dan disentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit
Supernatan ditambahkan 1 ml KIAA (24:1) dan disentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit
Supernatan ditambahkan 1 ml isopropanol dan diinkubasi pada suhu 40C selama semalaman
Tabung disentrifus pada pada kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit dan dikeringkan
Pelet dilarutkan dengan buffer TE 100µl
Campuran ditambahkan dengan etanol absolute dingin dan diinkubasi dalam freezer (-200C) selama 30 menit
Campuran disentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit
Pelet dicuci dengan etanol 70% dan dikeringkan
Pelet dilarutkan dengan 100 µl buffer TE
Lampiran 5 : Amlplifikasi dan Genotyping
Komposisi Master Mix volume 25 µl :
Go Taq PCR 12.5 µl
Nuclease free water 9.5 µl
Primer 1 µl
DNA sampel 2 µl
Running PCR sebanyak 45 siklus :
Denaturasi awal 940C 2 menit
Denaturai 940C 1 menit
Annealing 360C 1 menit
Extension 720C 2 menit
Post extension 720C 10 menit
Kondisi akhir PCR 40C tak terbatas
Lampiran 6 : Proses Elektroforesis
Agar rose 2.6 gram ditambahkan dengan 130 ml buffer TAE 1 x
Campuran dipanaskan dengan hot plate
Campuran ditambahkan 1.5 µl EtBr
Larutan gel dituang kedalam cetakan yang telah dipasang sisir
Gel yang telah mengeras dipindahkan ke dalam chamber berisi buffer TAE 1 x
Sampel hasil PCR, marker dan loading dye dimasukkan ke dalam sumur gel dengan perbandingan (8:5:2)
Alat elektroforesis dihubungkan dengan power supply 80 volt
OPN 09
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1786 1786 1786 1786 1786 1786 491 1786 1786 1786 491 875 1044 1044 1044 1044 1044 1786 1044 1786 1786 1786 491 1786 1786
1044 1044 1044 875 1044 1044 875 491 1044 1044
491 491 875 491
OPM 20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 863 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 1082 863 863 863 863 863 863 863 863 863 863 863 648 863 863 863 863 863 863 863 863 863 863 863 863 863 863 863 863 648 648 648 648 648 648 648 648 648 648 648 500 648 648 648 648 648 648 648 648 648 648 648 648 648 648 648 648 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 OPD 20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 2223 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 1217 798.843 1217 799 799 799 799 799 615 615 799 799 799 799 799 799 799 799 799 799 799 799 799 799 799 799 799 615 799 615 615 615 615 615 615 615 615 615 615 615 615 615 615 615 615 615 418 418
418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 418 OPD 03
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 2277 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1704 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1857 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 1704 OPC 07
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500
2098 2098 900 586 2098 2098 900 2098 2098 2098 2098 2098 2098 2098 2098 2098
900 900 586 586 586 900 900 900 900 900 900
586 586
Lampiran 9. Molecular weight 30 aksesi Andaliman
Universitas
Sumatera
Lampiran 10. Hasil elektroforesis
OPC 07
OPD 03
OPD 20
DAFTAR PUSTAKA
Andras G. 1996. Effect of Temperature on separation efficiency in capillary gel electrophoresis. Trends in Analytical Chemistry. Vol 15 no 5
Anggereini, E. 2008. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Suatu Metode Analisis DNA Dalam Menjelaskan Berbagai Fenomena Biologi. Program studi Pendidikan Biologi. FKIP Universitas Jambi. Jambi.
Asyari, M dan Saifuddin A. N. 2005. Optimasi Konsentrasi Mgcl2 Dan Suhu
Annealing Pada Proses Amplifikasi Multifragmens MtdnaDengan Metoda
PCR. JKSA 8(1):24-28.
Ayuningrum, P. I., Eddy, A. dan Yuniar, M. 2012. Keragaman Genetik Rumput Laut Berdasarkan Metode RAPD PCR. J. Perikanan dan Kelautan 3(4):337-345.
Azizah, A. 2009. Perbandingan Pola Pita Amplifikasi Dna Daun, Bunga Kelapa Sawit Normal dan Abnormal. Institut Pertanian Bogor . Bogor.
Bahagiawati. 2011. Peran Markah Molekuler Dalam Pemuliaan Tanaman. Badan Litbang Pertanian. Edisi 16-22 Maret 2011 No.3397 Tahun XLI.
Fatchiyah, 2011. Pelatihan analisis fingerprinting DNA tanaman dengan metode RAPD. [Modul]. Laboratorium sentral ilmu hayati Universitas Brawijaya, Malang.
Ferita, I., Jamsari., Irvan, S. dan Gustian. 2011. Studi Hubungan Karakter Morfologi, Anatomi, Dan Molekuler Terkait Potensi Kadar Katekin Pada Tanaman Gambir ( Uncaria Gambir (Hunter) Roxb). Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang.
Handoyo, D. dan Ari, R. 2001. Prinsip Umum Dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pusat Studi Bioteknologi – Universitas Surabaya. Unitas 9(1):17-29.
Hasairin, A. 1994. Etnobotani Tanaman Rempah dalam Makanan Adat Masyarakat Batak Angkola dan Mandailing. Thesis. Bogor: Program Pascasarjana IPB
Julisaniah, N, I., Liliek, S. dan Arifin, N,S. 2011. Analisis Kekerabatan Mentimun
(Cucumis sativus L.) menggunakan Metode RAPD-PCR dan Isozim.
Biodiv 9(2):99-102.
Jones, C.J., K.J. Edwards, S. Castagiole, M.O.Winfield, F. Sala, C. van del Wiel, G. Bredemeijer, B. Vosman, M. Matthes, A. Dally, R. Brettsshneider, P. Bettini, M, Buiatti, E. Maestri, A. Malcevschi, N.Marmiroli,R. Aert, G. Volkaert, J. Rueda, R. Linacero, A. Vasques and A. Karp. 1997. A Reproducibility testing of RAPD, AFLP and SSR markers in plants by a network of European laboratories. Molecular Breeding 3 (5): 382-390.
Kristanty, R, E., Abdul, M dan Katrin. 2013. Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak Buah Andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC.) dalam Jurnal Farmasi
Indonesia. JFI6(3):122-128.
Martono, B. 2009. Keragaman Genetik, Heritabilitas dan Korelasi Antar Karakter Kuantitatif Nilam Hasil Fusi Protoplas. Jurnal Littri. 15(1), 9-15.
Mashudi. 2008. Peran Konservasi Genetik dan Pemuliaan Pohon terhadap Pembangunan Hutan Tanaman. Laporan Hasil Penelitian. Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.
Moektiwardoyo, M. , Muchtaridi, M dan Eli, H. 2014. Chemical Composition And Locomotor Activity Of Andaliman Fruits (Zanthoxylum
Acanthopodium Dc.) Essential Oil On Mice. Int J Pharm Pharm Sci
6(2): 547-550.
Miftakhhurohmah Dan Sinta, S . 2009. Potensi Andaliman Sebagai Sumber Antioksida Dan Antimikroba Alami. Warta Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Industri, 15(2: 8-10
Mulia,L.2000. Kajian Aktivitas Antimikroba Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium ) dan Antarasa (Litsea cubeba). Skkripsi . Institut Pertanian
Bogor .Bogor, hlm 7-21.
Nasir, M. 2002. Bioteknologi molekuler: Teknik rekayasa genetika tanaman. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. hlm 111-133.
Nurjannah, S. 2013. Teknik Analisis Biomolekuler PCR. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Brawijaya. Malang.
Ogden, R. C., and Adams, D. A. 1987. Electrophoresis in agarose and acrylamide gels. Methods Enzymo. 152. 61-87
Muelleri Blume Di Jawa. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),Biodiversitas 9( 4) : 245-249.
Rahayu, S. E dan Handayani. 2010. Keragaman Genetik Pandan Asal Jawa Barat Berdasarkan Penanda Inter Simple Sequence Repeat. Makara Sains. 14(2): 158-162.
Simajuntak, SP. 2006. Perkecambahan Biji Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC) Deskripsi dan Perkecambahan. Hayati Vol.10 No.1
Sinaga, A.O.Y. 2015. Analisis Keragaman Genetik Andaliman Sumatera Utara Menggunakan Marka RAPD. J.Agroekoteknologi. 3(1) : 350-358.
Siregar, B, L. 2003. Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) di Sumatera Utara: Deskripsi dan Perkecambahan. Jurusan Agronomi, Faperta, Universitas Katolik St. Thomas Sumatera Utara. Hayati, 10(1): 38-40.
___________. 2011. Studi Pemecahan Dormansi Benih Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium). Lembaga Penelitian Universitas HKBP Nommensen. Medan.
Sudarmi. 2013. Peranan Biologi Molekuler Pada Pemuliaan Tanaman. Fak
Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Magistra
84 (25):75-80.
Sulandri S & MSA Zein. 2003.Panduan Praktis Laboratorium DNA. Bidang Zoologi LIPI. Bogor
Suryanto, D. 2003. Melihat Keanekaragaman Organisme Melalui Beberapa Teknik Genetika Molekuler. Program Studi Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.
Wicaksono BD, Yohana AH, Enos T, Irawan W, Dina Y, Aldrin N,Ferry S. 2009. Antiproliferative effect of the methanol extract of Piper crocatum ruiz
&pav leaves on human breast (T47D)cells In-vitro. Trop J Pharm Res
8:345-352.
Wijaya, C. H. 1999. Andaliman, Rempah Tradisional Sumatera Utara Dengan Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba. Bul. Teknol. Dan Industri Pangan. 10(2).
Wijaya, C.H. 2000. Isolasi dan Identifikasi senyawa trigeminal aktif buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC). J.Hayati 7:9-95.
Wright, J.W, 1976. Introduction to Forest Genetics. Academic Press, Inc. San Diego California.
Wulandari, Y. 2008. Analisis Keragaman Genetik Kayu Afrika ( Maesopsis eminii Engl.) Berdasarkan Penanda Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas
Kedokteran Universitas sumatera Utara, Medan yang akan dimulai pada bulan
April 2015 sampai dengan bulan Agustus 2015.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah DNA
Andaliman yang sudah di isolasi (penelitian yang sebelumnya). Bahan yang
digunakan adalah buffer ekstraksi CTAB,buffer TAE (Tris-acetate-EDTA)
(pembuatan dapat dilihat pada lampiran 1.), buffer TE (Tris-EDTA), NaOH,
Na-EDTA, HCl p.a, alkohol 70%, aquadest, agarose, kertas tissue, Green Master Mix
(Promega, M7122), DNA MW Marker ladder 10000 bp, Primer oligonukleotida
(Sigma Aldrich), masker.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital,
hotplate, freezer, tabung eppendorf 2 ml dan 1,5 ml, mikropippete 1-50 µl,
100-500 µl dan 200-1000 µl, sarung tangan karet, tip pipet kristal, tube PCR, kamera,
pengaduk magnetik, pH meter, oven, autoclave, alat-alat gelas (beaker gelas,
erlenmeyer, dll), UV Transluminator (UV Tec Cambridge 20 UV), elektroforesis
(Power PAC 3000, Biorad), PCR (Therma Cycler), Gel-Doc (UV Cambridge),
power supply, alat tulis.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Metode RAPD (Random
Amplified Polymorphic DNA) berdasarkan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan Sampel Daun
Daun andaliman yang digunakan adalah daun dari populasi alam di daerah
kabuupaten dairi dan sekitarnya. Daun dipilih yang masih muda/lembut berwana
hijau kemerahan, kemudian dicuci bersih , dilap pakai tisu dan kemudian dibawa
ke Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran.
Isolasi DNA
Tahapan isolasi yang dilakukan adalah daun andaliman dibuang tulang
daunnya lalu dicuci dan dikeringkan dengan tisu dan ditimbang masing-masing
0,1-0,3 gram. Daun dipotong halus dengan gunting secara melintang. Daun
andaliman digerus menggunakan mortar sambil ditambahkan nitrogen cair dan
PVPP. Setelah halus, sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifus yang berisi 1
ml buffer ekstraksi dan β-mercaptoetanol 10 µl kemudian tabung dikocok
menggunakan vortex lalu tabung diinkubasi dalam waterbath selama 30 menit
pada suhu 650C. Setiap 10 menit sekali tabung dibolak balik dengan perlahan-lahan. Setelah itu, tabung diinkubasi pada suhu ruang selama 4-5 menit lalu 1 ml
kloroform:isoamilalkohol (24:1) ditambahkan ke dalam tabung.
Tabung disentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu ruang selama
10 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan pada tabung sentrifus lain, lalu
1 ml kloroform:isoamilalkohol (24:1) ditambahkan ke dalam tabung lalu tabung
dikocok menggunakan vortex dan tabung disentrifus lagi dengan kecepatan
13.000 pada suhu ruang rpm selama 15 menit. Supernatan yang diperolah
Supernatan dihomogenkan dengan membolak-balik tabung lalu tabung disimpan
dalam lemari es (40C) selama satu malam kemudian tabung disentrifus kembali dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu 40C selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh dibuang kemudian pelet dikeringanginkan. Pelet yang sudah kering
dilarutkan dengan buffer TE sebanyak 100 µl kemudian tabung dispin manual
hingga homogen.
Kemudian etanol absolut dingin ditambahkan lalu dibolak-balik hingga
homogen. Setelah itu, supernatan diinkubasi dalam freezer (-200C) selama 2 jam kemudian supernatant disentrifus lagi dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu
40C selama 10 menit. Supernatan dibuang sedangkan pelet dicuci menggunakan etanol 70% dan pellet dikeringanginkan. Pelet DNA yang sudah kering dilarutkan
dengan 100 µl buffer TE. Simpan DNA dalam freezer (-200C).
Uji Kuantitas DNA
Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometri. Larutan
stok DNA diambil sebanyak 2 μl, kemudian alat dijalankan. Absorbansi (A)
diukur pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Sebagai contoh digunakan
aquades . Bila nilai panjang gelombang 260 (a) = 1 dapat dikatakan bahwa
konsentrasi DNA adalah 50 µl/ml, karena banyaknya sinar UV berbanding lurus
dengan konsentrasi DNA . selanjutnya angka 50 ini digunakan sebagai faktor
konversi dalam menghitung konsentrasi DNA dengan rumus :
Konsentrasi DNA = Faktor konvensi × Faktor pengenceran X
Uji Kualitas DNA
Uji kualitas DNA dilakukan dengan elektroforesis metode standar dengan
Sebelum dilakukan elektroforesis disiapkan gel agarose konsentrasi 0,8 % (b/v).
Agarose ditimbang 0,28 g kemudian dilarutkan kedalam 35 ml buffer TAE 1x.
Larutan tersebut dimasukkan kedalam elenmeyer dan diberi tanda, kemudian
dipanaskan dan diaduk dengan pengaduk magnetik hingga larutan menjadi bening
dan dibiarkan mendidih selama 35 menit. Apabila setelah pemanasan volume
dalam tabung berkurang maka ditambahkan aquades sampai batas tanda dan
kemudian dipanaskan kembali sampai mendidih kemudian didinginkan dan
bersamaan dengan itu, ditambahkan larutan etidium bromide 0,5%. Kemudian
dihomogenkan dengan magnetik stirer, lalu didinginkan dengan cara, tabung
dialirkan pada air yang mengalir.
Setelah larutan agak dingin (suhu ± 60º C), larutan dimasukkan dalam
cetakan agar yang telah dipasang sisir pembuat lubang dan dibiarkan memadat
selama ± 40 menit. Gel yang telah memadat dimasukkan kedalam elektroforesis
dan diberi larutan TAE( Tris-acetate-EDTA) 1x ± 670 ml (hingga terendam).
Stok DNA yang telah disiapkan dimasukkan kedalam sumur didalam gel. Pada
saat stok DNA akan dimasukkan kedalam sumur gel, maka setiap stok DNA
diberi loading buffer (pewarnaan) sebanyak 2 µl dan stok DNA 5 µl kemudian
dicampur dengan mikropipet dan setelah rata masing-masing dimasukkan
kedalam sumur gel. Setelah semua lubang sumur gel berisi selanjutnya
dielektroforesis. Running elektroforesis dapat dilakukan pada kondisii 70 volt
selama 60 menit. Visualisasi DNA yang telah dielektroforesis dilakukan dengan
Kualitas DNA dinyatakan baik bila hasil elektroforesis menunjukkan pola
pita yang terang dan fokus. Artinya DNA yang dihasilkan cukup solid, utuh dan
mempunyai konsentrasi yang tinggi.
Amflifikasi dan Genotyping
Amflifikasi mengikuti prosedur baku analisis RAPD, sesuai prosedur
Wiliiam et al., (1990). Amflifikasi dilakukan dengan menggunakan 5 primer
polimefrik,yaitu OPH-12, OPC-09, OPN-03, OPD-08 Dan OPB-10.
Sebelum running PCR dilakukan pengenceran DNA dengan mengambil 5
ɰl stok DNA dan ditambahkan 45 µ ml ddH2O sehinnga diperoleh 50 µl aliquot
DNA . kemudian dilakukan pengenceran primer yaitu tube primer disentrifius 5
menit setelah itu ditambahkan dd H2O sesuai ukuran molar. Dibuat aliquot primer
yaitu dengan mengambil 10-15 ɰl stok primer.
Persiapan awal PCR adalah mencairkan komponen untuk running PCR yaitu
paket PCR produksi Promega dalam kotak berisi pecahan es. Untuk
mempermudah pembuatan larutan master dimisalkan 5 sampel yang akan
digunakan maka larutan master terdiri atas :dd H²O 9.5 ɰ x 5= 47.5 ɰl, Go tag
12,5 x 5 = 62,5 ɰl, aliquot primer 1 ɰ x 5 = 5 ɰl. Dari tube diambil 23 ɰl ke
tube yang lain sehingga diperoleh 20 tube untuk PCR dan ditambahkan
masing-masing DNA sebanyak 2 ɰl. Kemudian tabung dispin manual. Tabung berisi stok
DNA dan campuran master dimasukkan dalam block sampel dimesin PCR
dengan suhu annealing 36ºC. Reaksi amplifikasi Gene Amp PCR Applied
Biosystem di desain waktu,suhu dan jumlah siklus termal 45 kali (3 jam 51 menit)
berdasarkan yang digunakan peneliti Setiyo (2001). Proses amplifikasi PCR
Tabel 1. Siklus, proses, suhu dan waktu dalam amplifikasi DNA 30 aksesi andaliman
Sebelum dilakukan elektroforesis disiapkan gel agarose konsentrasi 1,5 %
(b/v). Agarose ditimbang 0,525 g kemudian dilarutkan dengan menambahkan 35
ml buffer TAE 1x. Larutan tersebut dimasukan ke dalam elenmeyer, kemudian
dipanaskan dan diaduk dengan pengaduk magnetik hingga larutan menjadi
bening. Setelah larutan dipanaskan kemudian didingikan ditambah larutan etidium
bromide 0,5 % kemudian dipanaskan kembali lalu didinginkan dengan cara yang
sama. Setelah larutan agak dingin ( suhu ± 60º C) larutan dimasukkan dalam
cetakan agar yang telah dipasang sisir pembuat lubang ( well-forming combs) dan
dibiarkan memadat selama ± 40 menit atau sampai gel mengeras. Well-forming
combs dilepas secara perlahan dan gel agarose siap digunakan untuk
elektroforesis.
Untuk elektroforesis tray yang berisi gel agarose diletakkan dalam tank
elektroforesis dan larutan buffer TAE 1x dituang ke dalam tank tersebut ± 670 ml
telah ditemukan. Contoh DNA yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam sumur
pada gel.
Setelah semua sampel dimasukkan ke dalam sumur (well) , tank
elektroforesis ditutup dan dihubungkan dengan arus listrik. Kemudian proses
elektroforesis siap dijalankan. Running elektroforesis dilakukan pada kondisi 65
volt selama 90 menit. Setelah running elektroforesi selesai, arus listrik dimatikan
dan tary diambil dengan menggunakan sarung tangan. Visualisasi DNA yang telah
dielektroforesis dilakukaan dengan UV transluminator dan jika pita/band molekul
DNA kelihatan terang maka didokumentasikan.
Analisis Data
Pola pita yang muncul pada gel diterjemahkan ke dalam data biner dengan
scoring manual. Setiap pita mewakili satu karakter dan diberi nilai berdasarkan
ada tidaknya pita. Angka satu “1” untuk pita yang terbentuk dan angka nol “0”
untuk pita yang tidak terbentuk (Harahap, 2014).
Untuk melihat persentase pita polimorfik menggunakan rumus berikut ini:
∑ ∑
Setiap pita SSR dalam gel yang merepresentasikan fragmen DNA dari
setiap genotipe tanaman diberi nilai satu ketika pita muncul dan diberi nilai nol
ketika pita tidak muncul. Analisis pengelompokan (cluster analysis) dilakukan
menggunakan metode UPGMA (Unweighted Pair Group MethodArithmetic) dari
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi DNA
DNA yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil isolasi DNA dari
penelitian sebelumnya. Yang diisolasi dari 3 kabupaten di Sumatera Utara yaitu
Kabupaten Dairi, Karo dan Simalungun.
Uji Kuantitas DNA
Tabel 2. Hasil uji kuantitatif 30 aksesi DNA tanaman andaliman
Uji kuantitatif DNA dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm untuk memperoleh nilai kemurnian
dan konsentrasi DNA hasil isolasi. Panjang gelombang 260 nm merupakan
serapan maksimum untuk asam nukleat, sedangkan panjang gelombang 280 nm
merupakan serapan maksimum untuk protein (Harahap, 2014).
Kemurnian DNA yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 1.143 –
2.113. Dari 30 sampel DNA yang diisolasi hanya 4 sampel yang nilai kemurnian
nya berkisar 1.8 – 2.0. Yaitu aksesi nomor 12, 16, 18, dan 28. Menunjukkan
bahwa sampel DNA telah murni.
Sampel dengan nilai kemurnian dibawah 1.8 sebanyak 4 sampel. Yaitu
aksesi nomor 6, 7, 26 dan 27. Hal ini menunjukkan bahwa stok DNA masih
banyak mengandungkontaminan protein. Sedangkan sampel dengan kemurnian
diatas 2.0 sebanyak 22 sampel. Yaitu aksesi nomor 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 13,
14, 15, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 29 dan 30. Hal ini menunjukkan bahwa
sampel masih belum murni dan mengandung kontaminan RNA. Hal ini sesuai
dengan literatur Sulandri dan Zein (2003) yang menyatakan bahwa kemurnian
DNA ditentukan oleh tingkat kontaminasi protein dalam larutan. Molekul DNA
dikatakan murni jika rasio A260 dengan A280 berkisar 1.8 – 2.0. Jika nilai rasio
lebih kecil dari 1.8 maka masih ada kontaminasi protein atau fenol di dalam
larutan.
Konsentrasi DNA yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah berkisar
221 ng/µl – 3760 ng/µl. Konsentrasi paling rendah terdapat pada aksesi nomor 27
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 ng/µl – 25 ng/µl. Dengan
pengenceran yang dihitung dengan memperhatikan factor pengenceran.
Kerusakan stok DNA dapat diakibatkan oleh kurang baiknya penyimpanan
di Laboratorium. Kemungkinan pada saat penggunaan tidak menggunakan ice box
sehingga suhu DNA meningkat menyebabkan penurunan konsentrasi DNA. Hal
ini sesuai dengan literature Andras (1996) yang menyatakan bahwa temperature
penyimpanan DNA yang dianjurkan adalah pada -20 C hingga -4C. DNA (tanpa
tambahan) dapat mengalami kerusakan struktur jika berada pada temperature yang
tinggi. . Hal itu dikarenakan DNA terdiri dari dua jalinan yang dihubungkan
dengan ikatan hidrogen, dan ikatan itu sangat rentan untuk rusak pada suhu tinggi.
Tabel 3. Persentase pita polimorfis pada lima primer
Jumlah pola pita tertinggi terdapat pada primer OPD 20 yang berjumlah 5
pita sedangkan jumlah pola pita terendah terdapat pada primer OPD-03 yang
berjumlah 3 pita.
Jumlah pita polimorfik tertinggi terdapat pada primer OPD 20 yaitu 5 pita
polimorfik sedangkan jumlah pita polimorfik terendah terdapat pada primer
OPD-03 dan OPM 20 yaitu 2 pita polimorfik. Persentase pita polimorfik yang
mencapai 100% terdapat pada primer OPD-20 dan OPN-09 sedangkan OPD-03
dan OPC 07 masing-masing memiliki persentase polimorfik sebesar 66.67% dan
75%.
No Nama Primer Total Pola Pita Jumlah Pita Polimorfik Jumlah Pita MonomorfikPersentase Pita Polimorfik (%)
Pita polimorfik adalah pita yang tidak terdapat pada seluruh sampel.
Persentase pita polimorfik yang tinggi menunjukkan tingginya variasi pada setiap
aksesi andaliman yang diteliti. Menurut Azizah (2009) bahwa jumlah pita
polimorfik hasil amplifikasi berbeda-beda. Semakin banyak pita polimorfik yang
dihasilkan akan semakin mudah untuk mengamati adanya variasi.
Pita polimorfik terbentuk dari perbedaan ukuran pita yang terbentuk pada
setiap sampel yang diteliti. Pola pita yang terbentuk oleh setiap sampel unik dan
berbeda-beda. Hal ini menunjukkan adanya variasi genetic dari sampel andaliman
yang diteliti. Menurut Agustian (2008) Perbedaan pola pita dapat ditunjukkan
dalam perbedaan jumlah pita yang dihasilkan. Perbedaan pola pita dapat
menggambarkan perbedaan genetic sampel.
Hasil penelitian Agustian (2008) menunjukkan bahwa dengan persentase
63,76 % dapat menggambarkan perbedaan genetic jarak pagar yang diteliti.
Berdasarkan hasil rata-rata persentase polimorffisme sampel andaliman yang
diteliti sebesar 88.4% maka dapat disimpulkan bahwa andaliman dari setiap
sampel dapat dibedakan secara genetik.
Amplifikasi dan Genotyping
Tabel 4. Urutan basa lima primer dan aksesi yang tidak teramplifikasi
Ada 17 sampel yang tidak terampifikasi pada penelitian ini. Primer dengan
sampel yaitu sampel 6,10,12,14,18,21,27,28,29,30. Sementara pada primer OPD
20 seluruh sampel teramplifikasi. Sampel 6 tidak teramplifikasi pada 3 primer
yaitu primer OPC-07, OPM-20 dan OPN-09 . Menurut William, dkk(1990)
fragmen yang tidak muncul disebabkan tidak terjadinya amplifikasi, terjadi karena
munkin primer yang digunakan tidak sesuai dengan DNA cetakan. Beberapa bukti
percobaan menunjukkan bahwa perbedaan satu pasang basa saja sudah cukup
menyebabkan ketidaksesuaian cetakan primer yang kemudian mencegah
amplifikasi.
Beberapa dari pita DNA tersebut tidak terbentuk secara sempurna. Pada
saat didokumentasikan dengan menggunakan Gel-doc terlihat pita-pita DNA yang
blur (tidak jelas). Hal ini disebabkan pita DNA yang tidak terbentuk secara
sempurna. Menurut Azizah (2009) Hasil amplifikasi yang kurang baik dapat
disebabkan oleh ketidaksesuaian primer, efisiensi, dan optimasi proses PCR.
Primer yang tidak spesifik atau sesuai dapat menyebabkan teramplifikasinya
daerah lain dalam genom yang tidak dijadikan sasaran atau sebaliknya tidak ada
daerah genom yang teramplifikasi. Optimasi PCR juga diperlukan untuk
menghasilkan karakter yang diinginkan. Optimasi ini menyangkut suhu denaturasi
dan annealing DNA dalam mesin PCR. Suhu denaturasi yang rendah dapat
menyebabkan belum terbukanya DNA utas ganda sehingga tidak dimungkinkan
terjadinya penempelan primer. Proses penempelan primer pada utas DNA yang
sudah terbuka memerlukan suhu optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan amplifikasi tidak terjadi karena primer tidak menempel atau
sebaliknya suhu yang terlalu rendah menyebabkan primer menempel pada sisi lain
13
ukuran pita terendah terdapat pada primer OPD-20 sebesar 418 bp.
Primer OPD-03 menunjukkan pola pita yang berjumlah 3 pita dengan
ukuran pita yang berukuran 1704bp, 1857bp dan 2277bp. Persentase pita
polimorfik sebesar 66.67 %. Dan persentase monomorfis sebesar 33.37 %.
1
ukuran pita 586bp, 900bp, 2098bp, 2500bp. Persentase pita polimorfis sebesar
75%. Dan persentase monomorfis sebesar 25 %
.
Gambar 3.Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Andaliman dengan primer OPC 07. Ket: Kab Dairi : (1-18), Kab Karo : (19-21), Dan Kab Simalungun (22-30)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
250 bp 500 bp 750 bp 1000 bp
1500 bp
Primer OPD-20 mennjukkan pola pita yang berjumlah empat pita dan
ukuran pita 586 bp, 900 bp, 2098 bp, 2500 bp. Persentase ppolimorfik sebesar 75
%. Dan persentase monomorfis sebesar 25%.
Primer OPM-20 menunjukkan pola pita yang berjumlah 4 pita dengan
ukuran pita 500bp, 648bp, 863bp, 1082bp. Persentase pita polimorfis sebesar 100
%. Dan persentase monomorfis sebesar 0 %.
30
ukuran pita 491bp, 875bp, 1044bp, 1786bp. Persentase pita polimorfis sebesar
100 %. Dan persentase monomorfis sebesar 0%.
Gambar 6.Elektroforegram amplifikasi 30 DNA Andaliman dengan primer OPN-09, ket : Kab Dairi : (1-18), Kab Karo : (19-21), Dan Kab Simalungun (22-30)
Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan proses
elektroforesis dalam analisis ini. Menurut Ardhana (2011) Faktor-faktor tersebut
diantara nya adalah ukuran molekul DNA, konsentrasi gel agarosa, konformasi
DNA, voltase, keberadaan pewarna DNA, komposisi buffer elektroforesis.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan gel agarosa dengan konsentrasi
2%. Dengan perbandingan agarose sebesar 2,6 gr dengan 130 ml tris TAE 10 x
untuk chamber elektroforesis berukuran besar. Konsentrasi gel agarose sangat
mempengaruhi laju migrasi DNA pada proses elektroforesis. Menurut Fatciyah
(2008) konsentrasi Agarosa yang digunakan akan menentukan besarnya pori-pori
maka matriks gel akan semakin kecil dan fragmen DNA dapat dipisah semakin
jauh berdasarkan ukurannya.
Sama hal nya dengan konsentrasi agarose, voltase pada saat elektroforesis
juga berpengaruh pada laju migrasi DNA. Pada penelitian ini penulis mencoba
dua voltase dalam pelaksanaan nya yaitu 80 volt selama 60 menit dan 100 volt
selama 65 menit. Dari kedua voltase tersebut lebih banyak sampel yang
teramplifikasi dengan 100 volt selama 65 menit dibandingkan dengan 80 volt
selama 60 menit. Menurut Fatciyah (2008) penambahan voltase yang dialirkan ke
larutan buffer berarti arus yang diberikan juga semakin besar, sehingga kecepatan
migrasi DNA bertambah. Namun bila terlalu besar akan menimbulkan panas yang
jika terlalu besar dapat menyebabkan panas berlebih yang menyebabkan gel
meleleh.
Keberadaan pewarna DNA sangat menentukan tampak atau tidaknya pita
DNA saat didokumentasikan dengan geldoc. Pada penelitian ini penulis
menggunakan Etidhium Bromide (EtBr) sebagai pewarna. Hal ini sesuai dengan
literature Wicaksono (2009) yang menyatakan bahwa etidium bromide merupakan
sebuah molekul yang dapat mengikat kuat pada DNA. Digunakan untuk
memvisualisasi potongan-potongan DNA yang telah dipisahkan pada gel
elektroforesis. Etidium mengikat dengan cara menyisip diantara ikatan basa pada
untai ganda DNA.
Jika gel disinari dengan ultraviolet dari bawah maka akan tampak citra
berupa pita-pita pada gel. Yang dapat diamati dan dihitung panjang basepair nya
Menurut Yuwono (2008) pita-pita tersebut muncul peranan Etidium bromide
dalam membantu visualisasi dengan memendarkan sinar ultraviolet.
Buffer TAE (Tris Acetate EDTA) merupakan larutan penyangga oyang
biasa digunakan dalam elektroforesis. Larutan ini berfungsi untuk meneruskan
arus listrik sehingga diterima oleh fragmen DNA yang berada pada gel agarosa
yang terendam pada larutan tersebut (Ogden dan Adams, 1987).
Analisis Filogenetik Hasil Amplifikasi DNA Tanaman Andaliman
Setelah dilakukan scoring pada hasil amplifikasi DNA 30 sampel yang
diuji dengan 5 primer yang berbeda, hanya 15 aksesi yang dapat diproses dengan
menggunakan apikasi DARwin 6.0.12. Hal ini disebabkan ada beberapa sampel
dalam tiap aksesi yang tidak teramplifikasi.
Pada penelitian ini, hasil analisis faktorial Principal Coordinates Analysis
(PCoA), menunjukkan bahwa aksis 1 dan aksis 2 mampu menjelaskan nilai
keragaman molekuler pada 5 primer yang digunakan pada 15 aksesi sebesar
53.98 %. Menurut Sinaga (2015) hal ini menunjukkan bahwa 15 aksesi andaliman
tersebut menyebar pada beberapa daerah pada keempat zona tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa aksesi andaliman tersebut memiliki keragaman genetic yang
tinggi, Setiap aksesi tidak mengelompok pada satu sisi.
Dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa kelimabelas aksesi
terbagi dalam 3 kelompok besar. Kelompok 1 terdiri dari 6 aksesi yaitu aksesi 2,
3, 4, 11, 24 dan 26. Kelompok 2 terdiri dari 7 aksesi dengan nomor aksesi 5, 8, 9,
15, 16, 17 dan 22. Sedangkan pada kelompok yang ketiga ada 2 aksesi yaitu
aksesi 23 dan 25.
Kelompok 1 terdiri dari 2 sub kelompok. Sub kelompok 1 terdiri dari ²
aksesi yaitu aksesi 15, 16, 17 dan 22. Aksesi ini masing masing berasal dari
Kabupaten Dairi (Akesi 15, 16 dan 17) dan Kabupaten Simalungun (Aksesi 22).
Kelompok 3 terdiri dari 2 aksesi yaitu aksesi 23 dan 25 yang keduanya berasal
dari kabupaten yang sama yaitu Kabupaten Simalungun.
Kelompok 2 terdiri dari 3 sub kelompok. Sub kelompok 1 terdiri dari 4
aksesi yaitu aksesi 3, 1, 24 dan 26 yang berasal dari dua daerah berbeda yaitu
akssesi nomor 24 dan 26 dari Kabupaten Simalungun sedangkan aksesi nomor1
dan 3 dari Kabupaten Dairi. Sub kelompok 2 terdiri dari 1 aksesi yaitu aksesi 4
yang berassal dari Kabupaten Dairi. Subkelompok 3 terdiri dari 1 aksesi 2 yang
berasal dari kabupaten Dairi.
Hasil pengelompokan menunjukkan bahwa setiap kelompok maupun sub
kelompok dapat berasal dari berbagai tempat yang berberda-beda. Hal ini berarti
bahwa lokasi tumbuh tidak mempengaruhi factor genetis pada andaliman. Seperti
hal nya pada kelompok 1 subkelompok 1 yang berasal dari 2 Kabupaten yang
berbeda. Dapat dilihat pula bahwa dalam setiap subkelompok terdapat aksesi
dengan lokasi tumbuh yang ketinggian nya bervariasi antara 978 – 1518m diatas
permukaan laut. Hal ini berarti bahwa ketinggian tempat juga tidak mempengaruhi
genetic tanaman andaliman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya
Sinaga (2015) yang menyatakan bahwa hasil pengelompokan aksesi andaliman
berdasarkan marka RAPD tersebut menghasilkan 3 kelompok tidak dipengaruhi
oleh letak geografis dan ketinggian tempat dilihat dari beragamnya ketinggian
Gambar 8. Profil Radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) 15 aksesi tanaman andaliman yang berasal dari Sumatera Utara yang dianalisis matrix dissimilarity simple matching
Hal tersebut juga dapat dibuktikan dari beragamnya subkelas pada
aksesi-aksesi yang berasal dari lokasi yang sama. Seperti aksesi-aksesi yang berasal dari
Kabupaten Simalungun Kecamatan Purba Desa Kampung BarPurba Hinalang
tersebar pada 2kelompok yang berbeda. Aksesi 24 dan 26 berada pada kelompok
1 subkelompok 1 sedangkan aksesi 23 dan 25 berada pada sub kelommpok 3. Hal
ini menunjukkan tingginya keragaman genetic andaliman yang berasal dari daerah
berbagai factor. Terutama factor asal tetua. Kemungkinan terjadinya penyerbukan
secara alami, dapat terjadi melalui bantuan angin ataupun dengan serangga. Selain
itu, bisa juga karena terbawa oleh aliran air pada saat hujan turun ataupun aliran
sungai serta dari bantuan manusia yang memindahkan bibit tanaman ke tempat
lain.
Sementara aksesi yang berasal dari desa Parbuluan Dairi (aksesi 8 dan 9),
desa Tiga baru Kabupaten Dairi (aksesi 15, 16 dan 17), terdapat di
masing-masing di subkelas yang sama. Hal ini menunjukkan masih dekatnya kekerabatan
antara masing-masing aksesi yang berasal dari desa yang sama.
Di masing-masing kelompok besar terdapat tanaman yang berbeda-beda
secara morfologisnya. Setiap kelompok terdapat tanaman berwarna daun hijau,
hijau kemerahan dan merah. Contohnya pada kelompok 1 aksesi 15 dan 17 yang
sangat dekat jarak kekerabatannya memiliki warna daun yang berbeda yaitu aksesi
15 berwarna hijau dan aksesi 17 berwarna merah. Setiap jenis andaliman yang
berbeda warna bagian belakang daun sama menyebar pada ketiga kelompok
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan morfologi tidak menentukan
bahwa perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik.
Pengelompokan tersebut juga menunjukkan bahwa setiap kelompok tidak
berdasarkan ketinggian tempat dan letak geografis setiap aksesi. Contohnya dapat
dilihat pada aksesi 8 dan 22 yang terletak di kelompok yang sama namun
ketinggian tempat tumbuh nya beragam yaitu aksesi 8 pada ketinggian 1317 mdpl
dan aksesi 22 pada ketinggian 1423 mdpl. Setiap kelompok tidak dipengaruhi oleh
ketinggian yang sama menyebar pada ketiga kelompok. Setiap aksesi pada
kelompok berada pada ketinggian 978 – 1423 mdpl.
Dilihat dari jarak kekerabatan antar aksesi dari setiap kelompok jarak
paling dekat adalah aksesi 23 dan 25 pada kelompok 3 yaitu sebesar 0.0326. Hal
ini menunjukkan kedekatan genetic antara aksesi dalam satu kelompok tersebut.
Sementara jarak terbesar adalah jarak antara aksesi 17 dan 24 yaitu sebesar
0.29326. Kedua aksesi ini terdapat pada dua kelompok yang berbeda.
Sementara 15 aksesi lainnya yaitu aksesi 1, 6, 7, 10, 12, 13, 14, 18, 19, 20,
21, 27, 28, 29, 30 tidak dapat diproses pada aplikasi DarWin karena ada sampel
yang tidak teramplifikasi dari aksesi tersebut pada beberapa primer.
Keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu faktor penting untuk
merakit varietas unggul baru (Hutami et al., 2005) menyatakan bahwa dalam
pemuliaan tanaman pendugaan hubungan genetik sangat berguna untuk mengelola
plasma nutfah, identifikasi kultivar, membantu seleksi tetua persilangan serta
mengurangi jumlah individu yang dibutuhkan untuk mengambil sampel dengan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Persentasse Polimorfik 30 aksesi andaliman pada 5 primer sebesar 78.34
% menunjukkan keragaman yang tinggi dengan ukuran basa fragmen DNA dari
30 aksesi yang diamati adalah 418 – 2500 bp. Nilai factorial analisis (PCoA) yaitu
53.98% menunjukkan keragaman molekuler yang tinggi pada 30 aksesi
andaliman. Limabelas aksesi dari lokasi yang berbeda-beda terbagi dalam 3
kelompok (cluster) secara genetik. Secara genetic ke 30 aksesi andaliman
memiliki keragaman yang tinggi.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menambah keragaman
genetik tanaman andaliman dengan menggunakan primer yang berbeda atau
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Sistematika tanaman andaliman adalah sebagai berikut
(Jones & Luchsinger, 1987): Dunia: Plantae; Divisi: Spermatophyta; Sub divisi:
Angiospermae; Kelas: Dicotyledoneae; Sub kelas: Rosidae; Bangsa: Sapindales;
Suku: Rutaceae; Marga: Zanthoxylum; Jenis: Zanthoxylum acanthopodiumDC.
Daun andaliman tersebar, bertangkai, majemuk menyirip beranak daun
gasal, panjang 5-20 cm dan lebar 3-15 cm, terdapat kelenjar minyak. Rakis
bersayap, permukaan bagian atas, bagian bawah rakis, dan anak daun berduri;
3-11 anak daun, berbentuk jorong hingga oblong, ujung meruncing, tepi bergerigi
halus, paling ujung terbesar, anak daun panjang 1-7 cm, lebar 0.5-2.0 cm.
Permukaan atas daun hijau berkilat dan permukaan bawah hijau muda atau pucat,
daun muda permukaan atas hijau dan bawah hijau kemerahan (Siregar, 2003).
Batang Andaliman tumbuh sebagai pohon berbatang kuas, bukan
merambat. Batang-batangnya berdahan banyak, daunnya kecil-kecil, mirip seperti
bunga mawar. Di sekujur batang, ranting, dari bawah ke ujung dipenuhi duri-duri
yang tajam, seperti duri mawar. Namun duri andaliman lebih besar dan kokoh.
Tinggi pohon rata-rata 2-4 meter, jarang lebih dari 5 meter. Usia produktif kurang
dari 7 tahun.Buah andaliman muncul dari antara duri-duri itu, lazimnya diapit
duri-duri, buah tumbuh di antara duri (Simanjuntak, S.P., 2006).
Bunga Andaliman terletak di ketiak, majemuk terbatas, anak payung
menggarpu majemuk, berukuran kecil-kecil, dasar bunga rata atau bentuk kerucut.
Kelopak berjumlah 5-7 bebas dengan panjang 1-2 cm, warna bunga kuning pucat.
pada dasar bunga. Kepala sari berwarna kemerahan dengan putik berjumlah 3-4.
Buah kotak sejati atau kapsul, bulat, diameter 2-3 mm, muda hijau, tua merah; tiap
buah satu biji, kulit keras, warna hitam berkilat (Siregar, 2003).
Sistem perakaran (radix) tanaman antarasa adalah sistem akar tunggang,
karena akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercang-cabang
menjadi akar-akar yang lebih kecil lagi. Akar pokok yang berasal dari akar
lembaga disebut Radix primana (Mulia, 2000).
Syarat Tumbuh
Tumbuhan ini tersebar antara lain di India Utara, Nepal, Pakistan Timur,
Thailand, Cina. Di Indonesia, andaliman banyak ditemukan di kawasan
pegunungan Danau Toba dan beberapa daerah di Sumatera Utara, dan biasanya
tumbuh secara liar pada ketinggian 1.200 - 1.400 mdpl. Sedangkan di Cina, dapat
tumbuh sampai pada ketinggian 2.900 m dpl (Miftakhurohmah dan Sinta, 2009).
Andaliman adalah tanaman liar dan sulit dibudidayakan, tumbuh pada
ladang atau lahan bukaan baru di hutan belantara. Andaliman bukan ditanam,
seperti cabai, merica, dan sayur-mayur lainnya. Biasanya andaliman tumbuh
begitu saja (Wijaya, 2000). Daya kecambah andaliman rendah. Tanaman yang
tumbuh alami berasal dari biji yang disebarkan oleh burung (setelah memakan
buah andaliman). Petani juga memperoleh bibit secara tidak sengaja dari lokasi
bekas pembakaran gulma di daerah tanaman yang sudah tua
(Siregar, 2002).
Tumbuhan ini merupakan jenis yang sangat dekat kekerabatannya dengan
Zanthoxylum piperitum yang banyak ditemukan di daratan Cina serta Z. stimulans
yang banyak dijual di Eropa (Hasairin, 1994). Di Indonesia, tumbuhan ini tumbuh
liar di pegunungan dengan ketinggian 1400 m dpl pada temperatur 15-180C. Asal
tumbuhan ini dari daerah Himalaya Subtropis. Di dunia, tumbuhan ini tersebar
antara lain di India Utara, Nepal, Pakistan Timur, Myanmar, Thailand, dan Cina.
Di Cina, tumbuhan ini tumbuh pada ketinggian 2900 m dpl (Wijaya, 1999).
Keragaman Genetik
Keragaman genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam
dapat dicapai apabila cukup peluang untuk melakukan seleksi gen terhadap sifat
yang diinginkan. Basis genetik yang luas perlu tetap dipertahankan bahkan
dikembangkan, sebab bukan saja untuk mempertahankan sifat yang telah ada te
tapi untuk memperoleh sifat baru yang diinginkan dan sekaligus memiliki
kemampuan beradaptasi pada lingkungan yang beragam (Wright, 1976).
Keragaman genetik dalam spesies memberikan kemampuan untuk
beradaptasi atau melawan perubahan lingkungan dan iklim atau hama dan
penyakit baru. Oleh karenanya, keragaman genetik merupakan modal dasar bagi
suatu jenis tanaman untuk tumbuh, berkembang dan bertahan hidup dari generasi
ke generasi. Kemampuan tanaman untuk beradaptasi dengan perubahan
lingkungan tempat tumbuh ditentukan oleh potensi keragaman genetik yang
dimilikinya. Semakin tinggi keragaman genetiknya semakin besar peluang
tanaman untuk beradaptasi dengan lingkungan. Kemampuan beradaptasi tersebut
dapat diamati dari dua parameter, yaitu secara fenotip (pertumbuhan, kesehatan,
reproduksi) dan parameter genetik yang tidak secara langsung teramati secara
visual (Mashudi, 2008).
Dalam perakitan varietas unggul, keragaman genetik memegang peranan
yang sangat penting karena semakin tinggi keragaman genetik semakin tinggi pula
peluang untuk mendapatkan sumber gen bagi karakter yang akan diperbaiki
(Martono,2009)
Keragaman genetik merupakan salah satu dasar untuk mengetahui tingkat
perubahan nilai keberhasilan seleksi dalam suatu populasi Keragaman genetik
dapat dilihat dengan menggunakan karakter alel dari suatu lokus tertentu yang
Kemajuan dalam genetika dan biologi molekuler telah memberikan alat
untuk analisis genetic secara mendetail pada organism tingkat tinggi, termasuk
tanaman. Analisis keragaman genetic suatu populasi tanaman dapat diamati
dengan pengamatan secara langsung sifat morfologis tanaman, analisis kandungan
kimiawi jaringan tanaman juga pada level protein sampai DNA. VAriasi mobilitas
suatu protein secara langsung mencerminkan perbedaan sekuen DNA dari struktur
DNA. Pola pita individu tanaman bervariasi dalam hal ada tidaknya pita, jumlah
pita dan pergerakan nya relatifnya. Hal ini disebabkan perbedaan alel pada lokus
yang sama atau lokus yang berbeda (Harahap, 2001).
PCR
Polymerase Chain Reacton (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan
amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh
Karry Mullis pada tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk
mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa
jam. Dengan diketemukannya teknik PCR di samping juga teknik-teknik lain
seperti sekuensing DNA, telah merevolusi bidang sains dan teknologi khususnya
di bidang diagnosa penyakit genetik, kedokteran forensik dan evolusi molekular
(Handoyo dan Ari, 2001).
Optimasi PCR dilakukan untuk mendapatkan kondisi PCR yang optimal.
Beberapa variabel seperti konsentrasi primer, konsentrasi cetakan DNA, dan suhu
penempelan primer yang digunakan untuk PCR dipelajari dan dicoba untuk
mendapatkan produk PCR yang optimal (Poerba dan Diyah, 2008).
Prinsip kerja PCR dan elektroforesis yaitu (1) isolasi DNA sampel dari
DNA yang telah diisolasi; proses amplifikasi sendiri terbagi tiga tahapan yaitu
denaturasi, annealing, dan elongasi. Tahapan denaturasi terjadi pada suhu 970C.
Pada proses ini terjadi denaturasi linearisasi DNA. Tahap kedua adalah
penempelan primer atau annealing pada DNA target yang akan diperbanyak,
membutuhkan suhu sekitar 55ºC. Tahap ketiga adalah elongasi (polimerisasi)
membutuhkan suhu 72ºC agar siklus polimerisasi lebih optimal, (3) hasil
amplifikasi dideteksi menggunakan alat elektroforesis pada gel agarosa; teknik
elektroforesis adalah teknik yang memisahkan molekul-molekul bentuk, muatan
netto, dan berat molekulnya dalam sebuah medan listrik pada medium padat atau
semipadat (Novel et al, 2011).
Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah templat
DNA; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai
urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA templat;
dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR; magnesium klorida
(MgCl2) dan enzim polimerase DNA. Proses PCR melibatkan beberapa tahap
yaitu: (1) pra-denaturasi DNA templat; (2) denaturasi DNA templat; (3)
penempelan primer pada templat (annealing); (4) pemanjangan primer (extension)
dan (5) pemantapan (postextension). Tahap (2) sampai dengan (4) merupakan
tahapan berulang (siklus), di mana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah
DNA (Handoyo dan Ari, 2001).
Suhu annealing adalah suhu dimana primer akan menempel pada templat
DNA, besarnya suhu dapat dihitung berdasarkan nilai melting temperature (Tm)
penting, karena berkaitan dengan spesifitas dan sensitifitas produk PCR.
(Asyari dan Saifuddin, 2005).
RAPD
Penanda molekuler memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menarget
asam nukleat tertentu. Penanda asam nukleat ini direkayasa melalui teknik
profiling dan sidik jari (fingerprinting) yang mampu mensampling molekul asam
nukleat yang kaya informasi. Strategi sampling ini dirancang untuk mengurangi
informasi genetic yang tercakup dalam suatu pasangan basa (bp) sebesar 10 – 10
dari suatu genom melalui analisis pemotongan terhadap daerah asam nukleat yang
diseleksi. Daerah tersebut akan mewakili 1 – 10 bp dan berperan sebagai despictor
dari komposisi sekuens asam nukleat, yang memberikan suatu penduga
kekerabatan, filogeni, dan warisan material genetic yang efisien. Namun
demikian, selain bermacam-macam tingkat kerumitan genetic yang tercakup
dalam profil suatu asam amino memungkinkan skrining keragaman sekuens asam
nukleat yang efisien dari organisme yang berkerabat dekat ataupun jauh, penanda
asam nukleat harus selalu memperhatikan suatu shortcut dari informasi sekuens
yang ekstensif (Nasir, 2002).
Prinsip kerja markah RAPD adalah berdasarkan perbedaan amplifikasi
PCR pada sampel DNA dari sekuen oligonukleotida pendek yang secara genetik
merupakan kelompok markah dominan. Primer RAPD bersifat random dengan
ukuran panjang biasanya 10 nukleotida. Jumlah produk amplifikasi PCR
berhubungan langsung dengan jumlah dan orientasi sekuen yang komplementer
terhadap primer di dalam genom tanaman. Keunggulan dari teknik analisis
dibutuhkan sedikit, (2) hemat biaya, (3) mudah dipelajari, dan (4) primer yang
diperlukan sudah banyak dikomersialisasikan sehingga mudah diperoleh.
Kelemahan teknik ini antara lain (1) tingkat reproduksibilitas pola markah kecil,
(2) sangat sensitif terhadap variasi dalam konsentrasi DNA, dan (3) memerlukan
konsentrasi primer dan kondisi siklus suhu yang optimal pada saat pengujian.
Selain itu, markah RAPD dominan dan tidak mampu menampilkan perbedaan
sekuen DNA yang homolog, di antara fragmenfragmen yang ukurannya hampir
sama (Bahagiawati, 2011).
Metoda RAPD merupakan metoda baru untuk mengidentifikasi sejumlah
besar polimorfisme DNA pada genom dengan cepat dan efisien. Tipe
polimorfisme ini membuat RAPD cocok untuk studi keanekaragaman genetik,
hubungan kekerabatan, peta genetik, sidik jari DNA.Sidik jari DNA banyak
digunakan untuk kasus paternity dan forensik. Metoda RAPD menggunakan
oligonukleotida pendek (biasanya 10 bp) sebagai primer yang akan berikatan
dengan bagian (sites) komplemennya . Metoda RAPD digunakan untuk
mendeteksi polimorfisme DNA yang digunakan sebagai genetik marker dan
menentukan hubungan kekerabatan pada bermacam-macam tanaman dan serangga
hama (Anggereini, 2008).
RAPD merupakan salah satu teknik fingerptining yang dikembangkan dari
teknik PCR (Polymerase Chain Reaction ) yaitu amplifikasi DNA secara in vitro
yang mampu menggandakan DNA dalam jumlah jutaan kali dari jumlah semula.
Sayangnya teknik RAPD memiliki beberapa kelemahan, antara lain adalah: sangat
sensitif terhadap perubahan kondisi sehingga memberikan hasil yang kurang
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) merupakan tumbuhan
yang buahnya dapat dimanfaatkan sebagai rempah dan menghasilkan minyak
atsiri, dapat digunakan secara langsung sebagai bumbu pada masakan khas
Sumatera Utara. Sebagai rempah, buah andaliman memiliki keistimewaan, yaitu
masakan yang dibumbui dengan buah andaliman umumnya memiliki daya simpan
yang lama. Selain itu, karena memiliki aroma jeruk yang kuat, penduduk
Sumatera Utara sering menggunakannya untuk menghilangkan bau anyir ikan atau
daging mentah. Berbeda dengan rempah lain yang bisa disimpan lama, buah
andaliman digunakan dalam keadaan segar, karena sifat minyak atsirinya lebih
cepat menguap (Miftakhhurohmah dan Sinta, 2009).
Saat ini andaliman diperhitungkan menjadi sumber senyawa aromatik dan
minyak esensial. Sementara aspek budidaya tanaman ini masih sangat terbatas
diketahui, termasuk aspek perbanyakan tanaman. Petani masih menggunakan bibit
liar dalam perbanyakan tanaman andaliman, karena bijinya sulit berkecambah. Ini
menjadi salah satu hambatan bagi kebanyakan petani untuk memperbanyaknya
dan membudidayakan dengan skala usaha yang agak besar (Siregar, 2011).
Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) yang merupakan tanaman
khas daerah Sumatera Utara tetapi belum dimanfaatkan sebagai tanaman obat.
Tanaman-tanaman dari genus Zanthoxylum (bagian kulit kayu dan daun) biasanya
digunakan secara luas untuk mengobati inflamasi dan rematik. Buah andaliman
telah dilaporkan memiliki aktivitas anti inflamasi dan juga telah diteliti aktivitas
aktivitas antiradikal ekstrak etanol buah andaliman konsentrasi 200 ppm yang
menunjukkan daya inhibisi sebesar 61,81% (Kristanty et al, 2013).
Manfaat andaliman sebagai bumbu pelengkap rasa makanan telah lama
digunakan oleh masyarakat Batak Toba. Ada beberapa makanan khas Batak yang
menggunakan Andaliman sebagai bumbu contohnya: Naniura, naniarsik,
nanitombur, napinadar dan sang-sang yang biasanya untuk menjamu tamu pada
acara ttradisional. Satu gigitan buah andaliman akan memberikan rasa
pedas-sengit dan aroma dari minyak esensial yang dapat menaikkan produksi saliva.
Selain itu beberapa tanaman dari genus Zanthoxylum telah digunakan sebagai
aroma terapi buatan (Moektiwardoyo, 2014).
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pusat keragaman genetika dari
rempah-rempah. Rempah-rempah selain digunakan sebagai obat-obatan
tradisional, juga digunakan sebagai bumbu masakan untuk memberikan citarasa
dan membangkitkan selera makan. Buah andaliman dan antarasa adalah
rempah-rempah khas Sumatera Utara. Buah andaliman sering digunakan oleh suku Batak
sebagai bumbu campuran rnasakan atau campuran bumbu sambal khas untuk
berbagai jenis makanan, seperti ikan mas arsik, naniura dan natinombur
(Mulia, 2000).
Ketersediaan material genetic (plasma nutfah) merupakan prasyarat utama
bagi pemilihan tetua untuk penciptaan bahan tanaman unggul. Keragaman genetic
menempati posisi penting dalam program pemuliaan karena optimalisasi dan
maksimalisasi sifat-sifat tertentu akan dapat dicapai jika cukup peluang untuk
melakukan seleksi gen untuk sifat yang diinginkan juga merupakan syarat mutlak
baik dengan cara persilangan, introduksi, mutasi maupun persilangan dengan
genotype liar. Semakin tinggi tingkat keragaman genetic populasi tanaman akan
semakin cepat proses keberhasilan perbaikan tanaman tersebut
(Putri, dkk, 2011).
Pemuliaan tanaman merupakan pekerjaan yang rumit karena
membutuhkan waktu yang lama dengan hasil yang sulit diprediksi. Namun
dengan keberadaan pemuliaan molekuler mempermudah proses pemuliaan
tanaman. Seperti yang disebutkan Sudarmi (2013) bahwa penggunaan pemuliaan
molekuler telah menjanjikan kesederhanaan terhadap kendala dan tantangan
dalam pemuliaan tanaman yang rumit. Seleksi tidak langsung dengan
menggunakan penanda molekuler yang terikat dengan sifat-sifat yang diinginkan
telah memungkinkan studi individu pada tahap pertumbuhan dini, mengulangi
permasalahan yang berkaitan dengan seleksi sifat-sifat ganda dan ketidaktepatan
pengukuran akibat ekspresi sifat yang disebabkan oleh faktor eksternal lokus
genetik ganda
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi pertanian adalah dengan
menanam varietas unggul yang dihasilkan dari kegiatan pemuliaan tanaman.
Walaupun pemuliaan konvensional (penyilangan dan seleksi) telah terbukti
menghasilkan varietas unggul dan mampu meningkatkan produksi tanaman,
namun pemuliaan konvensional memiliki keterbatasan, terutama dalam hal waktu
yang diperlukan untuk memasukkan/introgensi gen-gen yang diinginkan. Oleh
sebab itu diperlukan diperlukan teknologi baru yaitu penggunaan markah
dan menentukan apakah gen yang diinginkan benar-benar ada dalam tanaman
hasil persilangan tanaman yang terseleksi (Bahagiawati, 2011).
Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemuliaan tanaman tampak mulai
bangkit kembali perkembangannya, terutama setelah adanya pendekatan genetika
molekuler dengan menggunakan piranti diagnostic asam nukleat baru. Piranti ini
telah berhasil membentuk penanda molekuler yang mampu dalam mendeteksi gen
dan sifat-sifat tertentu, monitoring keragaman dan evolusi pada level genetic
(Nasir, 2002).
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan metode untuk amplifikasi
potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah
primer oligonukleotida. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan
105-106-kali lipat dari jumlah nanogram dari DNA template. Proses ini mirip dengan
proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif. Polymerase
Chain Reaction (PCR) ini dapat digunakan untuk amplifikasi urutan nukleotida,
menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi
(Nurjannah, 2013).
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola pita
Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium D.C) berdasarkan primer OPC 07,
OPD 03, OPD 20, OPM 20, OPM 09.
Kegunaan Penulisan
- Sebagai Salah Satu Syarat Melaksanakan Penelitian Untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana Pertanian Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola pita andaliman Sumatera Utara
berdasarkan primer OPC 07, OPD 03, OPD 20, OPM 20, OPN 09. Menggunakan
stok DNA dari 30 aksesi andaliman yang berasal dari tiga kabupaten di Sumatera
Utara yaitu Dairi, Tanah Karo dan Simalungun. Kelima primer yang digunakan
menghasilkan 20 pita yang 78.34% adalah pita polimorfik dan selebihnya adalah
pita monomorfik. Koefisien keragaman genetic dan dendogram filogenetik
diperoleh menggunakan software Darwin 6.01 yang menunjukkan bahwa 30
aksesi andaliman tersebut terbagi dalam tiga kelompok. Pengelompokan aksesi
andaliman tidak berdasarkan daerah dan ketinggian tempatnya. Penelitian ini
menunjukkan 30 aksesi andaliman dari tiga kabupaten di Sumatera Utara
memiliki keragaman genetic yang tinggi
Kata Kunci : Andaliman, Keragaman genetic, random amplified polymorphic
ABSTARCT
The aim of the research was to analyze North Sumatera Andaliman’s DNA bands
based on primer OPC 07, OPD 03, OPD 20, OPM 20, OPN 09. Using DNA stock
from 30 accessions Andaliman from 3 region in North Sumatera, i.e.: Dairi, Karo
and Simalungun. These five primer showed 20 bands which 78.34% were
polymorphic. Genetic diversity coefficient and filogenetic dendogram were
obtained using the Darwin 6.0.1 software which showed result that 30 accessions
of Andaliman were clustered in three groups. Each group consisted of the regions
from different altitudes. The research showed that 30 accession of Andaliman
from three region in North Sumatera have a high genetic diversity.
ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09
SKRIPSI Oleh: ANN SINAGA
110301242/PEMULIAAN TANAMAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITASS SUMATERA UTARA
ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09
SKRIPSI Oleh: ANN SINAGA
110301242/PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Melaksanakan Penelitian Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian Di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITASS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian :Analisis Pola Pita Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium D.C) Berdasarkan Primer OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09
Nama : Ann Sinaga
NIM : 110301242
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat Studi : Pemuliaan Tanaman
Disetujui oleh :
Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Lollie Agustina P.Putri, MSi) (Ir. Mbue Kata Bangun, MP)