• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Pembubaran PT. Askes (Persero) Dan PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Pembubaran PT. Askes (Persero) Dan PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Asyhadie, Zaeni. Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Basah, Sjachran. Eksistensi dan Tolak Ukur BUMN. Bandung: Armico, 2006. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem

Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Mediatama, 2013.

Hartono, Sri Redjeki. Kapita Selekta Hukum Ekonomi. Bandung: PT Mandar Maju, 2000.

Ibrahim, R. Prospek BUMN dan Kepentingan Umum. Bandung: Citra Aditya Bakti, B, 2007.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.

Muhammad, Arfian. Menuju Restrukturisasi BUMN. Jakarta: Pustaka Binamaan Presindo, 2005.

Mulhadi. Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Putri, Asih Eka dan AA Oka Mahendra. Pengantar Hukum Jaminan Sosial: Transformasi Setengah Hati Persero, Edisi 1, Jakarta: Pustaka Martabat, 2013.

Purwoko, Bambang. Jaminan Sosial Dan Sistem Penyelenggaraannya Gagasan dan Pandangan, Jakarta: PT. Mega Dutatama, 2014.

Purwosutjipto, HMN. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 2. Jakarta: Djambatan, 1999.

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2003.

(2)

Stiftung, Friedrich Ebert. Paham Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Komunitas Pejaten Mediatama, Jakarta, 2014.

Soekardono, R. Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat, 1983.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Ed. Pertama, Cet. Ketujuh. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Sembiring. Sentosa. Himpunan Undang-Undang Lengkap Tentang Asuransi Jaminan Sosial, Bandung: Nuansa Aulia, Bandung, 2006.

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam praktek, Ed. Pertama, Cet. Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 1996

B. Peraturan Perundang-Undangan

UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

C. Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1993 Tetang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2013 Perubahan Kesembilan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2013 Tetang Tata Cara Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara Dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.

D. Peraturan Presiden

(3)

E. Website/Majalah

Desky, Harjoni. Transformasi PT. Jamsostek, Transformasi Menuju Pelayanan Sempurna, http://www.pewarta-indonesia.com/inspirasi/opini/10487-transformasi-pt-jamsostek-transformasi-menuju-pelayanan-sempurna, diakses tanggal 20 November 2015 pukul 14:25 Wib.

http://www.bpjs-kesehatan.go.id/statis-2-visidanmisi.html diakses tanggal 20 November 2015 pukul 14:25 Wib

http://www.antaranews.com/berita/376166/tanya-jawab-bpjs-kesehatan diakses tanggal 20 November 2015 pukul 14:25 Wib

https://www.google.com/ Pelaksanaana Jaminan Sosial Di Indonesia, diakses tanggal 20 November 2015 pukul 14:25 Wib

http://www.google.com/.jamsosindonesia.com. diakses tanggal 20 November 2015 pukul 14:25 Wib

(4)

A. Keberadaan BUMN Persero Sebagai Perusahaan

Istilah “perusahaan” merupakan istilah yang menggantikan istilah

“pedagang” sebagaimana diatur dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 WvK lama. Istilah perusahaan yang menggantikan istilah pedagang mempunyai arti yang lebih luas. Banyak orang dahulu menjalankan perusahaan dalam pengertian menurut S. 1938 No. 276, tetapi tidak termasuk dalam pengertian pedagang menurut Pasal 2 KUHD lama.27

Berbagai sarjana mengemukakan pengertian tentang perusahaan, seperti R. Soekardono, menyatakan bahwa perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak ke luar untuk memperoleh penghasilan, dengan cara memeperniagakan/memperdagangkan, menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.28

Abdulkadir Muhammad, menyatakan bahwa unsur-unsur dari sebuah perusahaan yang menunjukan bahwa suatu usaha dapat dikatakan sebagai suatu perusahaan, yaitu :

1. Bentuk usaha yang berupa organisasi atau badan usaha, yang mempunyai bentuk hukum tertentu.

2. Kegiatan dalam bidang perekonomian.

3. Terus-menerus, yang artinya kegiatan dalam bidang perekonomian tersebut dilakukan secara terus-menerus, artinya tidak insidental atau bukan pekerjaan sambilan.

27

R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia (Jakarta: Dian Rakyat, 1983), hlm. 19.

28

(5)

4. Bersifat tetap, artinya kegiatan itu tidak berubah atau berganti dalam waktu singkat, tetapi untuk jangka waktu yang lama. Jangka waktu tersebut ditentukan dalam akta pendirian perusahaan atau surat izin usaha. 5. Terang-terangan, artinya ditujukan kepada dan diketahui oleh umum,

bebas berhubungan dengan pihak lain, serta diakui dan dibenarkan oleh Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bentuk terang-terangan dapat diketahui dari ketentuan akta pendirian perusahaan.

6. Keuntungan atau laba, yang menunjuk pada nilai lebih (hasil) yang diperoleh dari modal yang diusahakan (capital gain). Ini adalah tujuan utama setiap perusahaan.

7. Pembukuan, yang merupakan catatan mengenai hak dan kewajiban yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu perusahaan.29

Berdasarkan unsur-unsur tersebut, maka dapat dirumuskan definisi perusahaan dari segi hukum adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang perekonomian secara terus-menerus, bersifat tetap, dan terang-terangan dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba yang dibuktikan dengan catatan (pembukuan).30

Perusahaan, menurut pembentuk undang-undang adalah perbuatan yang dilakukan secara tidak terputus-putus, terang-terangan, dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari laba. Kegiatan yang dilakukan dengan maksud untuk mencari keuntungan tersebut termasuk kegiatan ekonomi.31

Rumusan definisi perusahaan di atas diperkuat oleh banyak ahli di bidang Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, seperti Sri Redjeki Hartono yang menyatakan bahwa kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah kegiatan menjalankan perusahaan, yaitu suatu kegiatan yang mengandung pengertian bahwa kegiatan yang dimaksud harus dilakukan:

29 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti,

(6)

1. Secara terus menerus dalam pengertian tidak terputus-putus. 2. Seacara terang-terangan dalam pengertian sah (bukan illegal).

3. Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan, baik untuk diri sendiri atau orang lain.32

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan memberi definisi perusahaan sebagai berikut : “Perusahaan adalah setiap bentuk

usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba”.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan dalam Pasal 1 Angka 1 dijelaskan bahwa : “perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia”.

Apabila kedua definisi yang disebut dalam kedua undang-undang tersebut dibandingkan, maka terdapat perbedaan sebagai berikut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 menggunakan rumusan “menjalankan setiap jenis usaha”, sedangkan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 menggunakan rumusan “melakukan kegiatan” (kegiatan berarti mengandung pengertian yang sangat umum dan luas,

tanpa ada pembatasan dalam bidang ekonomi).

32

(7)

Meskipun rumusan perusahaan sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 sangat umum dan luas namun karena undang-undang tersebut berkenaan dengan perusahaan, maka dapat diartikan bahwa kata “kegiatan” juga diartikan/dimaksudkan dalam bidang perekonomian.

Definisi tentang perusahaan di atas agak berbeda dengan definisi yang diberikan dalam beberapa undang-undang, seperti dalam Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan. Hal tersebut dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan adalah “ (1) Setiap badan

usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain”.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa yang dimasukkan atau dikategorikan sebagai perusahaan adalah usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Perbedaan definisi ini terjadi karena usaha-usaha sosial tersebut menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan hanya disamakan, dan tidak berarti sama.

(8)

berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksananya.

Istilah perseroan menurut undang-undang ini adalah sama dengan istilah Perseroan Terbatas. Dari rumusan ketentuan tersebut, maka dapat diketahui unsur-unsur perseroan adalah :

1. Badan hukum. 2. Persekutuan modal.

3. Didirikan berdasarkan perjanjian. 4. Melakukan kegiatan usaha. 5. Modal dasar terbagi atas saham.

Istilah perseroan menunjuk pada cara menentukan modal, yaitu terbagi dalam saham. Unsur penting yang menggambarkan istilah perseroan adalah persekutuan modal yang terbagi atas saham-saham.33

Menurut ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN (selanjutnya disebut UU BUMN) yang menentukan : “Perusahaan perseroan, yang selanjutnya disebut persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.”

Perusahaan perseroan merupakan BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51%

33

(9)

(lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.34 Hal inilah yang membedakannya dengan bentuk BUMN lainnya, yaitu Perusahaan Umum (Perum). Perusahaan Umum, merupakan BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfataan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan (Pasal 1 angka 4 UU BUMN).

Berdasarkan ketentuan pasal di atas menunjukan kedudukan pemerintah selaku pemegang saham dan pemilik modal pada kedua bentuk BUMN tersebut. Kedudukan pemerintah selaku pemegang saham merupakan cerminan kepemilikan modal pemerintah pada Perusahaan perseroan, sedangkan kedudukan pemerintah sebagai pemilik modal merupakan cerminan kepemilikan pemerintah pada Perusahaan Umum. Kedudukan pemerintah sebagai pemegang saham dan atau pemilik modal dalam BUMN sejalan dengan tugas dan kewenangan pemerintah terhadap pembinaan BUMN.

Sejarah dan perkembangan perusahaan perseroan di Indonesia tidak luput dari perkembangan dunia usaha dari tahun ke tahun, sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat. Pemerintah selalu mengupayakan pemberdayaan perusahaan perseroan sebagai BUMN melalui langkah-langkah kebijakan pemerintah baik itu kebijakan dalam bidang ekonomi maupun kebijakan dalam bidang hukum. Kebijakan dalam bidang hukum misalnya pembentukan berbagai aturan perundang-undangan yang akan

34

(10)

dijadikan landasan hukum bagi Perusahaan Perseroan sebagai BUMN dalam menjalankan kegiatan usahanya.

B. Manfaat dan Tujuan BUMN Persero

Secara harfiah BUMN diartikan sebagai unit bisnis milik rakyat banyak, untuk rakyat banyak, tetapi dikelola dan diusahakan oleh pemerintah, oleh karena rakyat banyak mempunyai keterbatasan sumber daya untuk mengelola dan mengusahakannya. Dalam hal ini, berarti pemerintah bukanlah sebagai pemilik BUMN, sehingga setiap keputusan pemerintah mengenai perusahaannya sekurang-kurangnya diketahui dan disetujui oleh rakyat banyak.

Pengertian BUMN di Indonesia, berkaitan erat dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat (2) dan (3) yaitu: Pasal 33 Ayat (2) : Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Pasal 33 Ayat (3) :Bumi dan air dan kekayaan alam yang tekandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penguasaan itu penting agar kesejahteraan rakyat banyak terjamin dan rakyat banyak dapat menikmati sumber-sumber kemakmuran rakyat dari bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya.

Hal yang membedakan BUMN dengan badan hukum lainnya sebagimana dikemukakan di atas, adalah:

(11)

3. Berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.35

BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasl privatisasi.

Maksud pendirian BUMN adalah untuk memenuhi jasa pengabdian, melayani kepentingan umum, dan memupuk pendapatan. Sebagai perusahaan yang dimiliki negara, BUMN merupakan badan hukum yang tunduk pada segala ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Maksud dan tujuan pendirian BUMN ditegaskan dalam Pasal 2 Ayat (1) UU BUMN, yaitu :

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

Dengan tujuan ini BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan negara. 2. Mengejar keuntungan.

Meskipun maksud dan tujuan Persero adalah untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu adalah untuk melakukan pelayanan umum. Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan

35

(12)

bisnis atau komersial, sedangkan untuk Perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.

4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor wisata dan koperasi.

Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu Badan Usaha Milik Negara yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.

5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.

(13)

negara yang dipisahkan dan terbagi atas saham-saham. Tugas utama menjalankan roda perusahaan berada pada direksi. Direksi BUMN bertanggung jawab menentukan kebijakan dalam memimpin, mengurus, dan menguasai kekayaan perusahaan negara. BUMN terdiri berbagai jenis. Semua jenis BUMN memiliki banyak manfaat bagi masyarakat.

Demokrasi ekonomi yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, perusahaan milik negara atau BUMN memiliki banyak manfaat, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Cabang-cabang produksi vital yang dikuasai oleh negara dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan kemakmuran rakyat semaksimal mungkin. Misalnya listrik termasuk vital sehingga dikuasai oleh negara dengan membentuk Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dengan demikian, listrik benar-benar dapat dimanfaatkan secara maksimal baik oleh rumah tangga produksi maupun oleh rumah tangga konsumsi di seluruh tanah air.

2. Negara lebih mampu melayani masyarakat dengan jalan menguasai perusahaan-perusahaan yang berfungsi melayani kepentingan umum. Contohnya: Perusahaan Air Minum (PAM).

3. BUMN memupuk pendapatan negara sekaligus menjadi sumber penghasilan negara.

4. BUMN mempermudah komunikasi melalui pos, telegram, internet, dan telepon.

5. BUMN membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat sebagai akibat dari makin bertambah dan meluasnya BUMN.

6. BUMN memperlancar arus angkutan darat, laut, dan udara ke berbagai wilayah dan pulau di seluruh tanah air.

7. BUMN menambah devisa karena hasil produksinya banyak yang diekspor, seperti minyak bumi, gas alam cair, timah, hasil perkebunan, dan pesawat terbang. Hasil produksi ini dapat menambah devisa negara. Besarnya devisa yang diperoleh dapat meningkatkan kemampuan mengimpor barang-barang modal dan keperluan pembangunan lainnya.36

Maksud dan tujuan pendirian Perusahaan Perseroan di Indonesia ditentukan dalam Pasal 12 UU BUMN, yaitu sebagai berikut:

36

(14)

1. Menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat.

2. Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

Penjelasan Pasal 12 UU BUMN menentukan : Persero sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut untuk dapat memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik dipasar dalam negeri maupun internasional. Dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan dan nilai Persero yang bersangkutan sehingga akan memberikan manfaat yang optimal bagi pihak-pihak terkait.

Tuntutan untuk dapat menyediakan barang dan/jasa yang bermutu tinggi merupakan bagian dari maksud dan tujuan pendirian Perusahaan Perseroan, agar Perusahaan Perseroan mampu menghadapi perkembangan dunia bisnis, sedangkan sifat mengejar keuntungan/laba (profit oriented) merupakan konsekuensi langsung dari kedudukan Perusahaan Perseroan sebagai Perseroan Terbatas.

Keluarnya UU BUMN disebutkan bahwa maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaam Negara pada khususnya.

2. Mengejar keuntungan.

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.

4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.

5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah,koperasi,dan masyarakat.

6. Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,ketertiban umum dan/atau kesusilaan.37

37

(15)

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara memberikan penugasan lain kepada Perusahaan Perseroan sebagai BUMN, selain maksud dan tujuan pendirian Perusahaan Perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU BUMN. Penugasan tersebut merupakan penugasan khusus yang diberikan kepada Perusahaan Perseroan sebagai BUMN untuk melaksanakan tugas pelayanan umum. Ketentuan yang dimaksud adalah Pasal 66 UU BUMN menentukan :

(1) Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.

(2) Setiap penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terlebih dahulumendapatkan persetujuan RUPS/Menteri.

Penjelasan Pasal 66 UU BUMN menentukan Ayat (1) : Meskipun BUMN didirikan dengan maksud dan tujuan untuk mengejar keuntungan, tidak tertutup kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh pemerintah. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan. Ayat (2) : Karena penugasan pada prinsipnya mengubah rencana kerja dan anggaran perusahaan yang telah ada, penugasan tersebut harus diketahui dan disetujui pula oleh RUPS/Menteri.

C. Pembentukan BUMN Persero

(16)

1. Penetapan pendirian BUMN.

2. Maksud dan tujuan pendirian BUMN.

3. Penetapan besarnya penyertaan kekayaan negara yang dipisahkan dalam rangka pendirian BUMN.

Dalam hal pendirian BUMN dilakukan dengan mengalihkan unit instansi pemerintah menjadi BUMN, maka dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat ketentuan bahwa seluruh atau sebagian kekayaan, hak dan kewajiban unit instansi pemerintah tersebut beralih menjadi kekayaan, hak dan kewajiban BUMN yang didirikan

Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 menyebutkan BUMN mempunyai tempat kedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.Pendirian BUMN dilakukan dengan memperhatikan ketentuan mengenai tata cara penyertaan modal dalam dalam rangka pendirian BUMN. BUMN yang berbentuk Perum diatur dalam PP Nomor 13 Tahun 1998.

(17)

Keuangan selaku wakil pemerintah dan pendelegasian wewenang Menteri Keuangan kepada Menteri dalam pelaksanaan pembinaan sehari-hari Perum.

Penjelasan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 menyatakan bahwa pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan modal dalam Perum dapat berupa uang tunai atau bentuk lain dan disebutkan jumlah atau nilai nominalnya. Pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan modal suatu Perum dapat dilakukan untuk pendirian suatu Perum, penambahan kapasitas suatu Perum, dan restrukturisasi permodalan Perum.

Pendirian Perum dilakukan dengan peraturan pemerintah. Dalam peraturan pemerintah tersebut dicantumkan juga anggaran dasar Perum. Menurut ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005, anggaran dasar Perum memuat sekurang-kurangnya:

1. Nama dan tempat kedudukan Perum.

2. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perum. 3. Jangka waktu berdirinya Perum.

4. Susunan dan jumlah anggota Direksi dan jumlah anggota Dewan Komisaris/Pengawas.

5. Penetapan tata cara penyelenggaraan rapat Direksi, rapat Dewan Komisaris/Pengawas, rapat Direksi dan/atau Dewan Komisaris dengan Menteri Keuangan dan Menteri.

(18)

Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Persero diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 juga dalam hal-hal tertentu berlaku pula Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas termasuk dalam hal pendirian suatu Persero berlakulah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Setiap penyertaan modal negara ke dalam modal saham Perseroan Terbatas ditetapkan dengan peraturan pemerintah yang memuat maksud penyertaan dan besarnya kekayaan negara yang dipisahkan untuk penyertaan modal tersebut. Penetapan dengan peraturan pemerintah dilakukan karena modal dalam Perseroan Terbatas adalah kekayaan negara. Jadi, peraturan pemerintah tersebut bukan mengesahkan berdirinya perseroan terbatas,melainkan mengesahkan penyertaan modal negara dalam perseroan terbatas. Pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan negara dalam modal perseroan terbatas dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung negara ke dalam modal perseroan terbatas.

(19)

Apabila negara menyertakan modal dalam pendirian persero, maka tindakan tersebut dapat diurutkan sebagai berikut:

1. Penyertaan modal dengan menerbitkan peraturan pemerintah. 2. Menteri Keuangan menyetujui anggaran dasar.

3. Menteri Keungan/Menteri lain yang diberi kuasa membawa rancangan anggaran dasar persero menghadap notaris untuk dibuatkan akta pendiriannya.

4. Berlaku prosedur menurut UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Menteri Keuangan menyelenggarakan penatausahaan setiap penyertaan modal negara berikut perubahannya ke dalam modal saham perseroan terbatas dan penyertaan-penyertaan-penyertaan yang dilakukan oleh persero. Pelaksanaan sehari-hari kegiatan penatausahaan tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan BUMN. Penatausahaan dalam hal ini adalah pencatatan dalam rangka pengadministrasian untuk mengetahui posisi keuangan negara dalam BUMN.

Penulisan nama persero dalam pendiriannya dilakukan sebagai berikut: 1. Dalam hal penulisan nama persero dilakukan secara lengkap, maka didahului

dengan perkataan ”Perusahaan Perseroan (Persero)”, diikuti dengan nama

perusahaan.

2. Dalam hal penulisan nama persero dilakukan secara singkat, maka kata ”(persero)” dicantumkan setelah singkatan ”PT” dan nama perusahaan.

(20)

menjadi lebih transparan. Dengan alasan tersebut, bahwa BUMN didirikan dengan tujuan untuk melayani masyarakat guna untuk menciptakan kesejahteraan sosial. Pertimbangan bahwa persaingan dunia usaha yang semakin tajam, sehingga perlu diambil langkah meningkatkan efisiensi, daya saing perusahaan (persero) maka, pengaturan BUMN juga diperlukan secara serius agar mempunyai landasan hukum yang pasti. Oleh pembuat undang-undang pengaturannya ditetapkan dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk usaha negara jo UU BUMN.

Persero didirikan oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalam negeri maupun internasional dan memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan Perum didirikan oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang/jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Dengan demikian,BUMN adalah badan usaha yang didirikan secara khusus oleh pemerintah untuk menjalankan misi tertentu demi kepentingan masyarakat.38

Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Modal disini adalah modal dasar yang disebut dalam akta pendirian yang merupakan suatu jumlah maksimum sampai jumlah mana surat-surat saham dapat dikeluarkan. Modal dasar ini adalah suatu jumlah yang relatif. Untuk modal Perum dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960 jo PP Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Perum. Dalam Undang-Undang ini jo PP Nomor 13 Tahun 1998 disebutkan bahwa modal dari Perum keseluruhannya adalah berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

38

(21)

Mengenai modal BUMN yang berbentuk Persero, diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1969 jo Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 Tentang Persero. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) dan angka (2) UU BUMN, modal Persero terbagi atas saham yang seluruh atau paling sedikit 51% dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Menurut Pasal 1 angka (10) UU BUMN, kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya. Ketentuan ini ditegaskan lagi oleh Pasal 4 ayat (1) UU BUMN yang menentukan, modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Apa yang dimaksud dengan istilah dipisahkan. Menurut penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU BUMN, yang dimaksud dengan ‟dipisahkan‟ adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN, untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Jadi, istilah ‟dipisahkan‟ harus dipahami dalam 2 (dua) pengertian, yaitu:

1. Kekayaan negara tersebut bukan lagi sebagai kakayaan negara, tetapi sebatas penyertaan modal dalam persero, karena telah berubah menjadi harta kekayaan persero.

2. Jika terjadi kerugian sebagai akibat resiko bisnis (bussiness risk), harus dipahami dan diperlakukan dalam konteks ‟bussiness judgement‟ berdasarkan ’bussiness judgement rules’.39

Sebagai entitas Perseroan Terbatas, keberadaan harta kekayaan Persero harus didasarkan pada aturan hukum tentang harta kekayaan Perseroan Terbatas

39

(22)

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Perseroan Terbatas merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Sedang menurut Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, modal dasar Perseroan Terbatas terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Sedang harta kekayaan Perseroan Terbatas meliputi modal dasar yang berupa nilai nominal saham dan aset-aset lainnya.

Semua kekayaan termasuk kekayaan negara yang dipisahkan dan disertakan sebagai modal Persero adalah bagian dari persekutuan modal, berupa nilai nominal saham, yang merupakan modal dasar Persero. Modal dasar ini beserta aset yang lain merupakan harta kekayaan persero. Singkatnya, kekayaan negara yang dipisahkan dan disertakan sebagai modal persero berubah menjadi harta kekayaan persero, yang pengelolaannya didasarkan pada ’good corporate

governance’.40

Aturan hukum dalam UU BUMN dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas sudah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku secara universal. Secara universal berlaku ajaran tentang ’separate

legal entity’ (badan hukum/korporasi),41 bahwa suatu harta kekayaan yang telah dipisahkan dan dimasukkan sebagai modal ke dalam korporasi/badan hukum, harta kekayaan itu menjadi harta korporasi, dan tidak dapat diperlakukan sebagai

40 R. Ibrahim R. Prospek BUMN dan Kepentingan Umum (Bandung: Citra Aditya Bakti,

2007), hlm.37.

41

(23)

harta kekayaan pemilik awal. Selain itu,terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Mengenai pendirian baik Perseroan Terbatas Tertutup maupun Terbuka, kewenangan Menteri Negara BUMN adalah sama. Terkait kewenangan Menteri Negara BUMN pada pendirian persero, kedudukan Menteri Negara BUMN adalah mewakili Negara sebagai calon pemegang saham, menghadap Notaris untuk memenuhi prosedur pendirian sebuah Perseroan Terbatas.

(24)

Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas yang bersangkutan, untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan.42

Menurut Pasal 80 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN disebutkan bahwa

pembubaran persero dilakukan sesuai dengan ketentuan dan

prinsip-prinsip yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang

perseroan terbatas.

Pasal 81 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 Tentang

Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN menyebutkan:

(1)Pembubaran Persero karena keputusan RUPS diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Keuangan.

(2)Pengkajian terhadap rencana pembubaran Persero sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengikutsertakan Menteri Teknis, Menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain yang dipandang perlu dengan atau tanpa menggunakan konsultan independen.

(3)Dalam hal usulan rencana pembubaran Persero sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas inisatif Menteri Teknis, inisiatif tersebut disampaikan kepada Menteri untuk selanjutnya dilakukan pengkajian yang dikoordinasikan oleh Menteri.

Pasal 83 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 Tentang

Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN menyebutkan bahwa Perum bubar karena:

42

(25)

1. Ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah berdasarkan usulan

Menteri.

2. Jangka waktu berdiri yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah

berakhir.

3. Penetapan pengadilan.

4. Dicabutnya putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga

sebab harta pailit Perum tidak cukup untuk membayar biaya

kepailitan.

5. Perum dalam keadaan tidak mampu membayar (insolven) sebagaimana

diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

kepailitan.

D. PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) Sebagai BUMN

1. PT Askes (Persero) Sebagai BUMN

PT. Askes Indonesia (Persero) adalah merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya.

(26)

pendapatan karena cedera akibat kecelakaan atau penyakit. Sedangkan tujuan asuransi kesehatan adalah meningkatkan pelayanan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan anggota keluarganya. Askes juga bertujuan memberikan bantuan kepada peserta dalam membiayai pemeliharaan kesehatannya. PT. Askes (Persero) Indonesia sebagai badan pengelola asuransi kesehatan di Indonesia bertujuan untuk menjaga, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, beserta anggota keluarganya, dalam rangka upaya menciptakan aparatur negara yang sehat, kuat dan dinamis serta memiliki jiwa pengabdian terhadap nusa dan bangsa.

PT Askes (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang yang penyelenggaraan program asuransi kesehatan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) sebagai embrio Asuransi Kesehatan Nasional.

Meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.

(27)

ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/Menkes/XI/2004 PT Askes (Persero) ditunjuk sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (PJKMM). PT Askes (Persero) mendapat penugasan untuk mengelola kepesertaan serta pelayanan kesehatan dasar dan rujukan

Pemerintah mengubah nama Program Jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (PJKMM) menjadi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). PT Askes (Persero) berdasarkan Surat Menteri Kesehatan RI Nomor 112/Menkes/II/2008 mendapat penugasan untuk melaksanakan Manajemen Kepesertaan Program Jamkesmas yang meliputi tatalaksana kepesertaan, tatalakasana pelayanan dan tatalaksana organisasi dan manajemen.

(28)

perusahaan PT Askes (Persero) dengan nama PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia yang dikenal juga dengan sebutan PT AJII

Tanggal 20 Maret 2009 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-38/KM.10/2009 PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia selaku anak perusahaan dari PT Askes (Persero) telah memperoleh ijin operasionalnya. Dengan dikeluarkannya ijin operasional ini maka PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia dapat mulai menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi masyarakat. Terkait UU SJSN di tahun 2011, PT Askes (Persero) resmi ditunjuk menjadi BPJS yang meng-cover jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia yang tertuang dalam UU BPJS.

2. PT Jamsostek (Persero) Sebagai BUMN

Terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU No.33 Tahun 1947 jo UU No.2 Tahun 1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48 Tahun 1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.

(29)

tenaga kerja (Astek), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program Astek. Terbit pula Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara Astek yaitu Perum Astek.

Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.

Akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU SJSN, yang berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada Pasal 34 ayat 2, dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun produktivitas kerja.

(30)

(JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya.

(31)

A. Alasan Pembubaran PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero)

Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Implementasi UU SJSN adalah sebagai titik awal harapan menuju welfare state. Harapan yang besar dalam mewujudkan welfare state sepenuhnya tergantung dari komitmen, konsensus para penyelenggara negara dan kordinasi instansi terkait serta dukungan masyarakat, karena tujuan social security adalah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia melalui pemusatan risiko (pooling of risk). Tidak hanya itu, tugas yang terberat dalam penyelenggaraan SJSN ke depan adalah sinkronisasi aturan perundangan yang menjadi tanggung-jawab Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Karena itu, seluruh komponen Negara yang meliputi pemerintah, pemberi-kerja, tenaga kerja dan masyarakat luas harus mematuhi secara bersama dan mengakui keberadaan UU SJSN. Kepatuhan terhadap UU SJSN tersebut semata ditujukan bagi kepentingan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945.

(32)

Karena itu diperlukan satu BPJS atau beberapa BPJS agar terjadi pemusatan risiko (pooling of risk) untuk redistribusi risiko

Eksistensi BPJS yang sekarang ada sebaiknya mengadopsi pada asas asas dan prinsip prinsip UU SJSN sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 dan 4 UU SJSN untuk segera mempersiapkan transformasi BUMN Persero ke badan hukum nirlaba.43

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial membentuk dua BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU BPJS memberi arti kata „transformasi‟ sebagai perubahan bentuk BUMN Persero yang menyelenggarakan program jaminan sosial, menjadi BPJS. Perubahan bentuk bermakna perubahan karakteristik badan penyelenggara jaminan sosial sebagai penyesuaian atas perubahan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial. Perubahan karakteristik berarti perubahan bentuk badan

43

(33)

hukum yang mencakup pendirian, ruang lingkup kerja dan kewenangan badan yang selanjutnya diikuti dengan perubahan struktur organisasi, prosedur kerja dan budaya organisasi.

Adapun alasan pembubaran PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial didasarkan :

1. Perintah undang-undang.

Perintah transformasi kelembagaan badan penyelenggara jaminan sosial diatur dalam UU SJSN. Penjelasan Umum alinea kesepuluh UU SJSN menjelaskan bahwa, BPJS yang dibentuk oleh UU SJSN adalah transformasi dari badan penyelenggara jaminan sosial yang tengah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru. Transformasi badan penyelenggara diatur lebih rinci dalam UU BPJS. Penjelasan Umum UU BPJS alinea keempat mengemukakan bahwa UU BPJS merupakan pelaksanaan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 UU SJSN pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Kedua pasal ini mengamanatkan pembentukan BPJS dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Asabri (Persero), PT Jamsostek (Persero) dan PT Taspen (Persero) menjadi BPJS. Transformasi kelembagaan diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban.

2. Perubahan filosofi penyelenggaraan jaminan sosial.

(34)

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Misi yang dilaksanakan oleh keempat Persero tersebut merujuk pada peraturan perundangan yang mengatur program-program jaminan sosial bagi berbagai kelompok pekerja.44 Walaupun program-program jaminan sosial yang tengah berlangsung saat ini diatur dalam peraturan perundangan yang berlainan, keempat Persero mengemban misi yang sama, yaitu menyelenggarakan program jaminan sosial untuk menggairahkan semangat kerja para pekerja.

Program Jamsostek diselenggarakan dengan pertimbangan selain untuk memberikan ketenangan kerja juga karena dianggap mempunyai dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktifitas tenaga kerja. Program Jamsostek diselenggarakan untuk memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.

Begitu pula dengan program Askes penyelenggaraan program jaminan sosial bagi pegawai negeri sipil adalah insentif yang bertujuan untuk meningkatkan kegairahan bekerja. Program Asabri adalah bagian dari hak prajurit dan anggota Polri atas penghasilan yang layak.

Era Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merepresentasikan negara dalam mewujudkan hak konstitusional warga Negara atas jaminan sosial dan hak atas pengidupan yang layak. Penyelenggaraan jaminan sosial berbasis kepada hak konstitusional setiap orang dan sebagai wujud tanggung jawab negara

44

(35)

sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Penyelenggaraan sistem jaminan sosial berdasarkan asas antara lain asas kemanusiaan yang berkaitan dengan martabat manusia. BPJS mengemban misi perlindungan finansial untuk terpenuhinya kehidupan dasar warga negara dengan layak. Kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Transformasi BUMN Persero menjadi BPJS bertujuan untuk memenuhi prinsip dana amanat dan prinsip nir laba SJSN, di mana dana yang dikumpulkan oleh BPJS adalah dana amanat peserta yang dikelola oleh BPJS untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peserta.45

Penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BUMN Perseroan tidak sesuai dengan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial pasca amandemen UUD 1945. Pendirian BUMN Persero antara lain bertujuan untuk memberikan sumbangan pada perekonomian nasional dan pendapatan negara serta untuk mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Tujuan pendirian BUMN jelas bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional sebagaiman diuraikan di atas.

3. Perubahan Badan Hukum

PT Askes, PT Asabri, PT Jamsostek, PT Taspen adalah empat badan privat yang terdiri dari persekutuan modal dan bertanggung jawab kepada pemegang saham. 46 Keempatnya bertindak sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh

45

Ibid., hlm.17

46

(36)

dan sesuai dengan keputusan pemilik saham yang tergabung dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Sebagai badan hukum privat, BUMN Persero tidak didirikan oleh penguasa Negara dengan Undang-Undang, melainkan ia didirikan oleh perseorangan selayaknya perusahaan umum lainnya, didaftarkan pada notaris dan diberi keabsahan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Menteri mendirikan persero setelah berkonsultasi dengan Presiden dan setelah dikaji oleh Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. Sebaliknya, pendirian BPJS oleh penguasa Negara dengan Undang-undang, yaitu UU SJSN dan UU BPJS. Pendirian BPJS tidak didaftarkan pada notaris dan tidak perlu pengabsahan dari lembaga pemerintah.

UU SJSN dan UU BPJS mengubah bentuk badan hukum keempat persero menjadi badan hukum publik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Karakteristik BPJS sebagai badan hukum publik ditandai oleh ketentuan:

a. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS)

b. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU BPJS)

c. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum ((Pasal 48 ayat (3) UU BPJS)

d. Bertugas mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta (Pasal 10 huruf d UU BPJS)

e. Berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional (Pasal 11 huruf c UU BPJS)

f. Bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau lembaga internasional (Pasal 51 ayat (3) UU BPJS).

(37)

h. Pengangkatan Angggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi oleh Presiden, setelah melalui proses seleksi publik (Pasal 28 s/d Pasal 30 UU BPJS).47

4. Perubahan Organ

Organ BPJS menurut UU BPJS sangat berbeda jika dibandingkan dengan organ Persero yang tunduk kepada UU BUMN dan peraturan pelaksanaannya, serta tunduk juga pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Transformasi kelembagaan jaminan sosial mengeluarkan badan penyelenggara jaminan sosial dari tatanan Persero yang berdasar pada kepemilikan saham dan kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), menuju tatanan badan hukum publik sebagai pelaksana amanat konstitusi dan peraturan perundangan. Didasari pada kondisi bahwa kekayaan Negara dan saham tidak dikenal dalam SJSN, maka RUPS tidak dikenal dalam organ BPJS.

RUPS adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris. Transformasi kelembagaan jaminan sosial mengeluarkan badan penyelenggara jaminan sosial dari tatanan Persero yang berdasar pada kepemilikan saham dan kewenangan RUPS, menuju tatanan badan hukum publik sebagai pelaksana amanat konstitusi dan peraturan perundangan.48 Selanjutnya, perubahan berlanjut pada organisasi badan penyelenggara. Didasari pada kondisi bahwa kekayaan Negara dan saham tidak dikenal dalam SJSN, maka RUPS tidak dikenal dalam organ BPJS.

47

Ibid.

48

(38)

Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS, sedangkan Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS. Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Berbeda dengan Dewan Pengawas BUMN Persero, Dewan Pengawas BPJS ditetapkan oleh Presiden. Pemilihan Dewan Pengawas BPJS dilakukan oleh Presiden dan DPR. Presiden memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pemerintah, sedangkan DPR memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pekerja, unsur Pemberi Kerja dan unsur tokoh masyarakat.

Keempat BUMN Persero sebagai badan hukum privat tidak memiliki kewenangan publik yang seharusnya dimiliki oleh badan penyelenggara jaminan sosial. Hambatan utama yang dialami oleh keempat BUMN Persero adalah ketidakefektifan penegakan hukum jaminan sosial karena ketiadaan kewenangan untuk mengatur, mengawasi maupun menjatuhkan sanksi kepada peserta. Sebaliknya, BPJS selaku badan hukum publik memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur publik melalui kewenangan membuat peraturan-peraturan yang mengikat publik.

BPJS sebagai badan hukum publik wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada pejabat publik yang diwakili oleh Presiden.49 BPJS menyampaikan kinerjanya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden, dengan tembusan kepada DJSN, paling lambat 30 Juni tahun berikutnya.

49

(39)

Perubahan terakhir dari serangkaian proses transformasi badan penyelenggara jaminan sosial adalah perubahan budaya organisasi. Reposisi kedudukan peserta dan kepemilikan dana dalam tatanan penyelenggaraan jaminan sosial mengubah perilaku dan kinerja badan penyelenggara. Pasal 40 ayat (2) UU BPJS mewajibkan BPJS memisahkan aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial. Pasal 40 ayat (3) UU BPJS menegaskan bahwa aset Dana Jaminan Sosial bukan merupakan aset BPJS. Penegasan ini untuk memastikan bahwa Dana Jaminan Sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang tidak merupakan aset BPJS.

B. Mekanisme Pembubaran PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero)

Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Jaminan sosial merupakan satu bentuk sistem perlindungan sosial yang lazimnya dipahami sebagai intervensi terpadu oleh berbagai pihak untuk melindungi individu, keluarga, atau komunitas dari berbagai resiko kehidupan sehari-hari yang mungkin terjadi, atau untuk mengatasi berbagai dampak guncangan ekonomi, atau untuk memberikan dukungan bagi kelompok-kelompok rentan di masyarakat.

(40)

sosial nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat yang lebih menyeluruh dan terpadu.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka telah ditetapkan UU SJSN sebagai wujud komitmen pemerintahan dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional, selanjutnya ditindaklanjuti dengan membentuk BPJS berdasarkan UU BPJS. Hal ini juga berkait dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005.

Transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT. Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) menjadi BPJS bercirikan sebagai berikut:

1. Diikuti adanya pengalihan peserta, program, asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban.

2. Pembubaran tanpa tanpa proses likuidasi Transformasi keempat BUMN PT (Persero) menjadi BPJS bersifat sangat mendasar karena meliputi perubahan.

3. Filosofi penyelenggaraan yaitu merepresentasikan Negara dalam mewujudkan hak kostitusional warga Negara atas Jaminan Sosial.

4. Bbentuk badan hukum menjadi badan hukum publik dengan kewenangan publik dan privat.

5. Organ yang terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi dengan proses rekrutmen yang bersifat terbuka.

6. Tata kelola yang meliputi pemisahan program menjadi 2 (dua ) kelompok program, pemisahan asset BPJS dengan asset Dana Jaminan Sosial dan penyertaan Dana Pemerintah.

7. Budaya organisasi sehubungan dengan upaya merealisasikan tujuan publik untuk memberikan.50

Adapun alasan penyelenggaraan jaminan sosial secara nasional adalah : Jaminan sosial sebagai instrumen negara yang dirancang untuk redistribusi risiko secara nasional sesuai asas dan prinsip-prinsip UU SJSN. SJSN adalah sistem jaminan sosial seumur hidup untuk keperluan perlindungan bagi seluruh rakyat (kaya, menengah dan miskin) sehingga bersifat mengikat dalam kewajiban baik tenaga-kerja, pemberi-kerja dan pemerintah). BPJS

50

(41)

adalah wadah yang independen yang didukung dengan UU untuk mewujudkan terselenggaranya SJSN yang efektif. Karena dalam penyelenggaraan program jaminan sosial sebelumnya oleh Jamsostek, Taspen, Askes dan Asabri pada dasarnya telah sedang melakukan praktek dana amanah, maka dengan sendirinya wadahnya merupakan wali amanat.

Berikut ragam-dimensi jaminan sosial yang menjadi kewenangan BPJS yang dibentuk dengan undang-undang :

1. Instrumen instrumen negara untuk pencegahan kemiskinan, pemberdayaan komunitas yang kurang beruntung dan pengentasan kemiskinan.

2. Penciptaan pendapatan hari tua bagi peserta, karena iuran jaminan hari tua pada dasarnya merupakan konsumsi yang ditangguhkan.

3. Salah satu faktor ekonomi untuk redistribusi risiko bagi yang memerlukan seperti bantuan iuran dari pemerintah untuk program kesehatan bagi penduduk miskin.

4. Alat monitor untuk minimalisasi uang primer melalui penguncian dana publik untuk tujuan investasi jangka panjang.

5. Faktor pengikat berdirinya sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya kepastian jaminan dasar kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.51

Transformasi menjadi kosa kata penting sejak tujuh tahun terakhir di Indonesia, tepatnya sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada 19 Oktober 2004. Transformasi akan menghadirkan identitas baru dalam penyelenggaraan program jaminan sosial di Indonesia.

1. Mekanisme Pembubaran PT. Askes menjadi BPJS Kesehatan

Masa persiapan transformasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan adalah selama dua tahun terhitung mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Dalam masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) ditugasi untuk menyiapkan operasional BPJS Kesehatan, serta

51

(42)

menyiapkan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan.

Penyiapan operasional BPJS Kesehatan mencakup:

a. Penyusunan sistem dan prosedur operasional BPJS Kesehatan b. Sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan

c. Penentuan program jaminan kesehatan yang sesuai dengan UU SJSN. d. Koordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk mengalihkan

penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) e. Kordinasi dengan Kementerian Pertahanan, TNI dan POLRI untuk

mengalihkan penyelenggaraan program pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/POLRI dan PNS di lingkungan KemHan,TNI/POLRI.

f. Koordinasi dengan PT Jamsostek (Persero) untuk mengalihkan penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek.52 Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah dilakukan audit kantor akuntan publik. Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kes dan laporan keuangan pembuka dana jaminan kesehatan. Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak PJS Kesehatan mulai beroperasi.

2. Mekanisme Pembubaran PT. Jamsostek Menjadi BPJS Ketenagakerjaan Berbeda dengan transformasi PT Askes (Persero), transformasi PT Jamsostek dilakukan dalam dua tahap yaitu :

a. Tahap pertama adalah masa peralihan PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun, mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Tahap pertama diakhiri dengan pendirian BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014.

b. Tahap kedua, adalah tahap penyiapan operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai

52

(43)

dengan ketentuan UU SJSN. Persiapan tahap kedua berlangsung selambat-lambatnya hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan keempat program tersebut sesuai dengan ketentuan UU SJSN selambatnya pada 1 Juli 2015.53

Selama masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) ditugasi untuk menyiapkan:

a. Pengalihan program jaminan kesehatan Jamsostek kepada BPJS Kesehatan.

b. Pengalihan asset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban program jaminan pemeliharaan kesehatan PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Kesehatan. c. Penyiapan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan berupa pembangunan

sistem dan prosedur bagi penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian, serta sosialisasi program kepada publik.

d. Pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan.54

Penyiapan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan mencakup penunjukan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas:

a. Laporan keuangan penutup PT Askes(Persero), b. Laporan posisi keuangan pembukaan BPJS Kes,

c. Laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan kesehatan.

Menteri BUMN selaku RUPS pada saat pembubaran mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik. Menteri Keuangan mengesahkan posissi laporan keuangan pembukaan BPJS Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan ketenagakerjaan.

53 http://www.google.com/.jamsosindonesia.com (diakses tanggal 20 November 2015

pukul 14:25 Wib).

54

(44)

Sejak 1 Januari 2014 hingga selambat-lambatnya 30 Juni 2015, BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan tiga program yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian, termasuk menerima peserta baru. Penyelenggaraan ketiga program tersebut oleh BPJS Ketenagakerjaan masih berpedoman pada ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek.

Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan beroperasi sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Seluruh pasal UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan POLRI.

Presiden mengangkat Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) menjadi aggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi. Ketentuan ini berpotensi menimbulkan kekosongan pimpinan dan pengawas BPJS Ketenagakerjaan di masa transisi, mulai saat pembubaran PT Jamsostek pada 1 Januari 2014 hingga beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015.

C. Akibat Hukum dari Pembubaran PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek

(Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

(45)

kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan, dan semua pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan.

Mulai 1 Januari 2014, program-program jaminan kesehatan sosial yang telah diselenggarakan oleh pemerintah dialihkan kepada BPJS Kesehatan. Kementerian kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program Jamkesmas. Kementerian Pertahanan,TNI dan Polri tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah. PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pekerja.

Seperti halnya pembubaran PT Askes (Persero), pada 1 Januari 2014 PT Jamsostek (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan. Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS Ketenagakerjaan.

(46)

1. Prinsip pengelolaan.

Pengelolaan PT (Persero) mengikuti prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas yang pada intinya memaksimalkan kembalian (return) bagi pemegang saham. Prinsip persero digantikan oleh prinsip pengelolaan BPJS yang dilaksanakan berdasarkan 9 prinsip penyelenggaraan jaminan sosial, yaitu kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

2. Pemisahan program.

(47)

3. Pemisahan aset jaminan sosial

Pengelolaan dana jaminan sosial oleh BPJS berbeda dari BUMN. Sistem keuangan dan akuntansi BPJS berbeda dari yang selama ini diberlakukan oleh keempat BUMN tersebut. BPJS mengelola aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial. Pasal 40 ayat (2) UU BPJS mewajibkan BPJS memisahkan aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial. Pasal 40 ayat (3) UU BPJS menegaskan bahwa aset Dana Jaminan Sosial bukan merupakan aset BPJS. BPJS wajib menyimpan dan mengadministrasikan dana jaminan sosial pada bank kustodian yang merupakan badan usaha milik negara.

4. Penyertaan dana pemerintah

Penyertaan dana pemerintah di BPJS dilakukan dalam tiga mekanisme yaitu: a. Pemerintah menempatkan dana bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara di BPJS. UU BPJS menetapkan modal awal BPJS disediakan oleh Pemerintah paling banyak sebesar dua triliun rupiah untuk masing-masing BPJS.

b. Pemerintah menyubsidi iuran bagi orang miskin dan tidak mampu, yang dinamakan penerima bantuan iuran. Subsidi diberikan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan pemerintah, dimulai dari subsidi iuran program jaminan kesehatan.

(48)

Pemerintah dapat melakukan tindakan khusus untuk menjaga kesehatan keuangan dan kesinambungan penyelenggaraan program jaminan sosial.55 Sebelum berlakunya SJSN, jaminan negara atas kesehatan keuangan badan penyelenggara jaminan sosial hanya disediakan untuk badan penyelenggara program jaminan sosial pegawai negeri sipil (PT Askes dan PT Taspen) serta badan penyelenggara jaminan sosial TNI-Polri (PT Asabri). PT Jamsostek tidak mendapatkan fasilitas perlindungan finansial dari negara.56

Pembubaran PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, maka BPJS mengelola aset jaminan sosial. UU BPJS mewajibkan BPJS untuk memisahkan pengelolaan aset jaminan sosial menjadi dua jenis pengelolaan aset, yaitu aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial (DJS).

Pengelolaan aset jaminan sosial oleh BPJS berbeda dengan pengelolaan aset jaminan sosial oleh badan penyelenggara jaminan sosial di era pra SJSN. Sesuai dengan kaidah badan usaha pro laba, PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) tidak memisahkan pengelolaan aset dana jaminan sosial dari aset badan penyelenggara. UU BPJS menegaskan bahwa aset Dana Jaminan Sosial bukan merupakan aset BPJS. Penegasan ini untuk memastikan bahwa Dana Jaminan Sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta dan tidak merupakan aset BPJS. Pengelolaan aset jaminan sosial oleh BPJS mencakup sumber aset, liabilitas, penggunaan, pengembangan, kesehatan keuangan, dan pertanggungjawaban.

55

Ibid.

56

(49)

Aset BPJS bersumber dari:

1. Modal awal dari Pemerintah, yang merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.

2. Hasil pengalihan aset BUMN yang menyelenggarakan program jaminan sosial.

3. Hasil pengembangan aset BPJS.

4. Dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial.

5. Sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan 57 Menurut PP No. 82 Tahun 2013 Pasal 2 ayat (1) dan PP 83 Tahun 2013 Pasal 2 ayat (1) Modal awal dari Pemerintah untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ditetapkan masing-masing paling banyak Rp2.000.000.000.000, (dua triliun rupiah) yang bersumber dari APBN.26 Pemerintah merealisasikan ketentuan ini sebesar 25% pada tahun 2014. Menteri Keuangan mengalokasikan modal awal kepada masing-masing BPJS sejumlah Rp500.000.000, (lima ratus juta rupiah) yang bersumber dari APBN tahun 2013.

Aset BPJS dapat digunakan untuk:

1. Biaya operasional penyelenggaraan program jaminan sosial.

2. Biaya pengadaan barang dan jasa yang digunakan untuk mendukung operasional penyelenggaraan jaminan sosial.

3. Biaya untuk peningkatan kapasitas pelayanan.

4. Investasi dalam instrumen investasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.58

Mulai 1 Januari 2014, seluruh aset yang dikelola oleh PT Askes (Persero) dan aset PT Jamsostek (Persero) dialihkan kepada BPJS. Pemisahan pengelolaan

57 Desky, Harjoni. Transformasi PT. Jamsostek, Transformasi Menuju Pelayanan

Sempurna, http://www.pewarta-indonesia.com/inspirasi/opini/10487-transformasi-pt-jamsostek-transformasi-menuju-pelayanan-sempurna (diakses tanggal 20 November 2015 pukul 14:25 Wib).

58

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis berasumsi bahwa kualitas hidup dari pasien gagal ginjal kronik dengan comorbid hipertensi lebih baik dibandingkan dengan

Tahap pembuatan strategi adalah suatu tahap yang paling menantang sekaligus menarik dalam proses manajemen strategik. Inti pokok dari tahap ini adalah menghubungkan organisasi dengan

Oleh karena itu, skripsi ini ditulis untuk melakukan penelitian dan perancangan mengenai e-Learning pada SMAI Al-Azhar Kelapa gading Jakarta untuk membantu

TDM, zaman bölmeli çoklama denilen ve sayısal olan bir yöntemdir.Bir sayısal sinyal düşünelim, bu sinyalin bir hızı vardır ve bu hız varsayalım 64kb/sn ( bir telefon

Untuk kinerja penumpang berdiri, jumlah terbesar penumpang berdiri di ruang tunggu dalam pada kondisi SOP adalah sebesar 131 orang, pada kondisi real sebesar 38 orang,

Acuan biaya yang ditampilkan pada LCD dan yang dikirimkan pada Server menggunakan acuan biaya PDAM daerah Salatiga yang ada di segmentasi rumah tangga. bagian

Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai masukkan bagi Human Resources Development (HRD) dan Manager divisi Internal Audit PT.”X” di kota Bandung diharapkan untuk

1) Guru menampilkan berbagai jenis undangan yang berbeda dan peserta didik mengamati gambar tersebut. 2) Peserta didik melihat berbagai contoh gambar kartu undangan