• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Pada Stasiun Pencetakan Dengan Metode Pahl Dan Beitz Berdasarkan Analisa Postur Kerja Metode Mantra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Rancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Pada Stasiun Pencetakan Dengan Metode Pahl Dan Beitz Berdasarkan Analisa Postur Kerja Metode Mantra"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN FASILITAS KERJA ERGONOMIS PADA

STASIUN PENCETAKAN DENGAN METODE PAHL DAN

BEITZ BERDASARKAN ANALISA POSTUR KERJA

METODE MANTRA

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

M. FADHIL HAKIM

0 8 0 4 0 3 1 3 0

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

sarjana ini. Tugas sarjana ini merupakan salah satu kewajiban akademis dan

sebagai salah satu syarat akademis menyelesaikan studi di Departemen Teknik

Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian dijalankan oleh penulis di UD.Ngatimin yang bergerak di

bidang manufaktur pembuatan kerupuk. Tugas Akhir ini berjudul “Rancangan

Fasilitas Kerja Ergonomis pada Stasiun Pencetakan dengan Metode Pahl dan

Beitz Berdasarkan Analisa Postur Kerja Metode Mantra”.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas sarjana

ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan

untuk penyempurnaannya di lain waktu.

Akhir kata, penulis mengharapkan agar tugas sarjana ini dapat memberikan

manfaat bagi pembaca.

Medan, November 2013

(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

karunia-Nya penulis bisa menyelesaikan laporan Tugas Sarjana ini. Dalam

penulisan Tugas Sarjana ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan

dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual, informasi maupun administrasi.

Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orangtua penulis yaitu Bapak Azwar dan Ibu Rafianti Rasyid yang

tiada hentinya mendukung penulis baik secara moril maupun materil sehingga

laporan ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Ir. Anizar, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

ide dan masukan kepada penulis serta telah meluangkan banyak waktu,

tenaga dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis selama

melakukan penelitian ini. Demikian juga saran dan semangat yang tiada

habisnya beliau berikan kepada penulis sehingga akhirnya penelitian ini dapat

diselesaikan dengan baik.

3. Bapak Erwin Sitorus, ST, MT selaku Dosen Pembimbing II atas waktu,

bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam

penyelesaian Tugas Sarjana.

4. Ibu Ir. Khawarita Siregar, M.T. selaku Ketua Departemen Teknik Industri

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi izin pelaksanaan Tugas

(7)

5. Bapak dan Ibu Ngatimin selaku pemilik usaha UD. Ngatimin yang telah

mengizinkan dan membantu penulis dalam pengumpulan data.

6. Rekan-rekan stambuk 2009 yaitu Misella, Erni, Rozi yang telah membantu

penulis dalam pengumpulan data.

7. Teman-teman stambuk 2008 yaitu Andri, Rifqi, Bajora, Ajeng, Ita, Fatima

dan keseluruhan teman-teman stambuk 2008 yang tidak dapat disebutkan

satu-persatu atas kerjasamanya dan saling membantu dalam bertukar

informasi.

8. Seluruh karyawan Teknik Industri, terutama Bang Mijo, Kak Dina, Bang

Ridho, Kak Rahma, Bang Nurmansyah dan Kak Ani atas bantuan, waktu dan

tenaga yang telah diberikan dalam memperlancar penyelesaian Tugas Sarjana.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu, namun telah

(8)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI DRAFT TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTA TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

ABSTRAK ... xx

I PENDAHULUAN ... I-1

1.1 Latar Belakang Masalah ... I-1

1.2 Rumusan Masalah ... I-4

1.3 Tujuan Penelitian ... I-5

1.5 Manfaat Penelitian ... I-5

(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1 Sejarah Perusahaan. ... II-1

2.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3 Organisasi dan Manajemen ... II-2

2.3.1 Struktur Organisasi. ... II-2

2.3.2 Uraian Tugas dan Tanggung Jawab... II-3

2.3.3 Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-5

III LANDASAN TEORI ... III-1

3.1 Ergonomi ... III-1

3.2 Antropometri ... III-2

3.2.1 Dimensi Antropometri ... III-5

3.2.2 Aplikasi Distribusi Normal dalam Data Antropometri ... III-9

3.3 Beban Kerja ... III-10

3.4 Stop Watch Time Study... III-14 3.4.1 Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja ... III-16

3.4.2 Penetapan Jumlah Siklus Kerja yang Diamati ... III-16

3.5 ManTRA (Manual Task Risk Assessment) Tool ... III-17 3.6 Pendekatan Ergonomi dalam Perancangan Fasilitas Kerja ... III-24

3.6.1 Teknik Perancangan Sistematis... III-25

(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.6.3 Konsep Desain ... III-31

3.7 Perancangan Pegas ... III-37

3.7.1 Material Pada Pegas ... III-39

3.7.2 Tegangan Pada Pegas ... III-40

3.7.3 Panjang Pegas dan Jumlah Lilitan ... III-40

3.7.4 Spring Rate ... III-42

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1 Jenis Penelitian ... IV-1

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1

4.3 Objek Penelitian ... IV-1

4.4 Kerangka Berpikir Penelitian ... IV-2

4.5 Sumber Data ... IV-2

4.6 Teknik Pengumpulan Data ... IV-3

4.7 Instrumen Penelitian ... IV-4

(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN V PENGUMPULAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1 Pengumpulan Data ... V-1

5.1.1 Data Hasil Checklist Standard Nordic Qustionaire ... V-3 5.1.2 Data Hasil Penilaian Postur Kerja ManTRA Checklist ... V-4 5.1.3 Data Fasilitas Kerja Stasiun Pencetakan ... V-5

5.1.4 Data Antropometri Siswa ... V-6

5.2 Pengolahan Data... V-6

5.2.1 Pengolahan Data Hasil Standard Nordic Questionnaire ... V-6 5.2.2 Pengolahan ManTRA Checklist... V-8

5.2.2.1 Penentuan Skor Risiko Berulang (Repetition Task)

... V-8 5.2.2.2 Penentuan Skor Risiko Pengerahan Tenaga (Extertion

Risk) ... V-9 5.2.2.3 Penentuan Skor Risiko Kerja Total (kumulatif ... V-10

5.3 Perhitungan Data Antropometri Tubuh Operator ... V-13

5.3.1 Perhitungan Nilai Rata-rata dan Standar Deviasi... V-13

5.3.2 Uji Keseragaman Data ... V-14

(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.3.4 Uji Kenormalan Data ... V-18

5.3.5 Perhitungan Persentil ... V-18

5.4 Perancangan Kursi dan Alat Bantu... V-19

5.5 Perancangan Pegas... . V- 33

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1

6.1 Analisis Standard Nordic Questionnaire... . VI-1 6.2 Analisis Postur Tubuh Menggunakan ManTRA Checklist... VI-1 6.3 Analisis Ukuran Stasiun Kerja... VI-2

6.4 Analisis Ukuran Kursi dan Troli Hasil Rancangan... VI-4 6.5 Analisis Postur Tubuh Operator Terhadap Fasilitas Kerja Usulan VI-5

6.6 Analisis Postur pada Fasilitas Kerja Usulan Menggunakan ManTRA

Checklist... VI-9

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1 Kesimpulan ... VII-1

7.2 Saran ... VII-2

(13)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1 Daftar Tenaga Kerja ... II-5

3.1 Pengukuran Dimensi Tubuh ... III-6

3.2 Macam Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal .... III-10

3.3 Tabel Penilaian Faktor Risiko Waktu Siklus ... III-19

3.4 Tabel Penilaian Faktor Risiko Waktu Siklus ... III-19

3.5 Tabel Penilaian Faktor Risiko Durasi Kerja ... III-20

3.6 Tabel Penilaian Faktor Risiko Durasi dan Waktu Siklus ... III-20

3.7 Tabel Penilaian Faktor Risiko Gaya (Force) ... III-21

3.8 Tabel Penilaian Faktor Risiko Kecepatan (Speed) ... III-21 3.9 Tabel Penilaian Faktor Risiko Gabungan (Gaya dan Kecepatan) ... III-22

3.10 Tabel Penilaian Faktor Risiko Kekakuan ... III-22

3.11 Tabel Penilaian Faktor Risiko Getaran ... III-23

3.12 Material Pegas ... III-39

5.1 Postur Kerja Operator Stasiun Pencetakan ... V-2

5.2 Rekapitulasi Data Checklist Standard Nordic Qustionaire (SNQ) .... V-4 5.3 Pengolahan Data Standard Nordic Qustionaire (SNQ) ... V-7 5.4. Skor Risiko Berulang Menampung dan Mencetak Produk ... V-9

5.5. Skor Risiko Berulang Menampung dan Mencetak Produk ... V-9

5.6. Skor Risiko Pengerahan Tenaga (Extertion Risk) Mengangkat dan

(14)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.7 Skor Risiko Pengerahan Tenaga (Extertion Risk) Menampung dan

Mencetak Produk ... V-10

5.8 Skor Risiko Total Mengangkat dan Memindahkan Palet kayu ... V-11

5.9 Skor Risiko Total Menampung dan Mencetak Produk... V-11

5.10 Uji Kecukupan Data ... V-17

5.11 Uji Kenormalan Data Operator ... V-18

5.12 Perhitungan Persentil Operator ... V-19

5.13 Spesifikasi Kursi dan Alat Bantu Operator ... V-21

5.14 Prinsip Pemecahan Masalah ... V-24

5.15 Tahap Pengembangan Konsep ... V-25

5.16 Formulir Pengisian ... V-28

6.1 Keterangan Gambar Layout Stasiun Pencetakan ... V-4

6.2 Data Dimensi Troli dan Kursi (cm) ... VI-5

6.3 Perbandingan Kondisi Fasilitas Kerja Aktual dan Fasilitas Kerja

Usulan ... VI-8

6.4 Skor Risiko Berulang Mengangkat dan Memindahkan Palet Kayu

pada Fasilitas Kerja Usulan ... VI-9

6.5 Skor Risiko Berulang Menampung dan Mencetak Produk pada Fasilitas

(15)

6.6 Skor Risiko Pengerahan Tenaga (Extertion Risk) Mengangkat dan

Memindahkan Palet Kayu pada Fasilitas Kerja Usulan ... VI-10

6.7 Skor Risiko Pengerahan Tenaga (Extertion Risk) Menampung dan

Mencetak Produk pada Fasilitas Kerja Usulan ... VI-11

6.8 Skor Risiko Total Mengangkat dan Memindahkan Palet Kayu pada

Fasilitas Kerja Usulan ... VI-11

6.9 Skor Risiko Total Menampung dan Mencetak Produk pada Fasilitas

(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1 Struktur Organisasi UD.Ngatimin ... II-3

3.1 Kelompok Dimensi Tubuh I... III-8

3.2 Kelompok Dimensi Tubuh II ... III-8

3.3 Distribusi Normal dengan Data Antropometri ... III-9

3.4 Proses Perancangan Pahl dan Beitz... III-30

3.5 Konsep Folding ... III-31 3.6 Konsep Stacking ... III-32 3.7 Konsep Portable ... III-32 3.8 Konsep Knock Down ... III-33 3.9 Konsep Adjustable ... III-33 3.10 Konsep Combination ... III-34 3.11 Konsep Menyusun ... III-35

3.12 Konsep One Piece ... III-35 3.13 Konsep Two Piece ... III-36 3.14 Konsep Y ... III-36

3.15 Konsep Wedding Stool ... III-37 3.16 Tipe-tipe Pegas Helix Tekan ... III-38

(17)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

4.1 Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-6

5.1 Stasiun Pencetakan Aktual ... V-1

5.2 Palet Kayu ... V-6

5.3 Histogram Persentase Keluhan Sakit ... V-7

5.4 Grafik Batang Persentase Keluhan Sakit dan Agak Sakit ... V-7

5.5 Peta Kontrol Lebar Pinggul serta Revisi I Secara Berturut-turut ... V-16

5.6 Fungsi Umum Trolley ... V-23

5.7 Fungsi Umum Kursi ... V-23

5.8 Tahap Awal Desain Trolley dan Kursi Operator... V-29

5.9 Hasil Desain Trolley dan Kursi Operator... V-30

5.10 Spesifikasi Hasil DesainTrolley dan Kursi Operator (cm) ... V-33

6.1. (a) Layout Stasiun Pencetakan Aktual dan (b) Layout Stasiun Pencetakan

Usulan ... VI-3

6.2 Operator Mengambil Palet Kayu ... V-6

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1 Data ManTRA checklist ... L.1 2 Data Standard Nordic Questionaire... L.2 4 Worksheet SNQ ... L.3 5 Data Antropometri Operator ... L.4

6 Peta Kontrol Data Antopometri Operator ... L.5

7 Pengukuran Data Antropometri Operator ... L.6

8 Form Tugas Akhir ... L.7

9 Surat Penjajakan ... L.8

10 Surat Balasan Perusahaan ... L.9

11 Surat Keputusan Tugas Akhir ... L.10

(19)

ABSTRAK

Proses rancang bangun fasilitas kerja merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan jasa produksi. Fasilitas kerja yang dirancang tidak ergonomis akan menimbulkan dampak negatif bagi pekerja yang menggunakannya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang seperti nyeri dan kelelahan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada dua operator stasiun pencetakan kerupuk putih di UD.Ngatimin melalui Standard Nordict Questionnaire diperoleh bahwa keluhan tertinggi terdapat pada anggota tubuh pada bagian punggung dan pinggang sebesar 22,0 %, disusul dengan keluhan pada pantat dan kaki kanan sebesar 18,5 % dan keluhan pada leher atas, lengan kanan dan lutut kanan sebesar 14,8 %. Secara spesifik, keluhan berdasarkan kategori yang dirasakan operator 1 adalah 25 % sakit, 50 % agak sakit dan 25 % tidak sakit dari keseluruhan bagian tubuh, sedangkan operator 2 mengalami 34,09 % sakit, 27,27 % agak sakit dan 38,63 % tidak sakit dari keseluruhan bagian tubuh. Skor ManTRA checklist juga menunjukkan perlu adanya tindak lanjut pada kondisi fasilitas kerja aktual dikarenakan terdapat elemen kegiatan dengan skor kumulatif diatas 15 dan penjumlahan skor postur dengan tenaga diatas 8. Risiko kelelahan yang dialami operator tidak dapat diabaikan, dengan dengan kondisi duduk bersila diatas balok kayu, postur tubuh yang membungkuk antara 400 sampai 600 dalam rentang waktu 6 sampai 8 jam dalam satu hari dengan frekuensi kerja yang tinggi menyebabkan operator sangat berisiko mengalami nyeri pada beberapa bagian tubuh terutama pada bagian punggung dan kaki.

Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan perancangan menggunakan metode Pahl dan Beitz berupa kursi adjustable dan alat bantu troli berpegas. Kursi adjustable digunakan agar kaki operator tidak lagi bersila sedangkan troli digunakan untuk menyesuaikan tinggi pekerjaan terhadap permukaan lantai.

(20)

ABSTRAK

Proses rancang bangun fasilitas kerja merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan jasa produksi. Fasilitas kerja yang dirancang tidak ergonomis akan menimbulkan dampak negatif bagi pekerja yang menggunakannya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang seperti nyeri dan kelelahan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada dua operator stasiun pencetakan kerupuk putih di UD.Ngatimin melalui Standard Nordict Questionnaire diperoleh bahwa keluhan tertinggi terdapat pada anggota tubuh pada bagian punggung dan pinggang sebesar 22,0 %, disusul dengan keluhan pada pantat dan kaki kanan sebesar 18,5 % dan keluhan pada leher atas, lengan kanan dan lutut kanan sebesar 14,8 %. Secara spesifik, keluhan berdasarkan kategori yang dirasakan operator 1 adalah 25 % sakit, 50 % agak sakit dan 25 % tidak sakit dari keseluruhan bagian tubuh, sedangkan operator 2 mengalami 34,09 % sakit, 27,27 % agak sakit dan 38,63 % tidak sakit dari keseluruhan bagian tubuh. Skor ManTRA checklist juga menunjukkan perlu adanya tindak lanjut pada kondisi fasilitas kerja aktual dikarenakan terdapat elemen kegiatan dengan skor kumulatif diatas 15 dan penjumlahan skor postur dengan tenaga diatas 8. Risiko kelelahan yang dialami operator tidak dapat diabaikan, dengan dengan kondisi duduk bersila diatas balok kayu, postur tubuh yang membungkuk antara 400 sampai 600 dalam rentang waktu 6 sampai 8 jam dalam satu hari dengan frekuensi kerja yang tinggi menyebabkan operator sangat berisiko mengalami nyeri pada beberapa bagian tubuh terutama pada bagian punggung dan kaki.

Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan perancangan menggunakan metode Pahl dan Beitz berupa kursi adjustable dan alat bantu troli berpegas. Kursi adjustable digunakan agar kaki operator tidak lagi bersila sedangkan troli digunakan untuk menyesuaikan tinggi pekerjaan terhadap permukaan lantai.

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aspek-aspek ergonomi dalam suatu proses rancang bangun fasilitas kerja

adalah merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan

jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak

ergonomis akan menimbulkan dampak negatif bagi pekerja yang

menggunakannya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang seperti nyeri

dan kelelahan.

Prinsip ergonomi secara umum yang diterapkan pada fasilitas kerja

mengarah kepada pekerjaan dinamis maupun statis, mengoptimalkan tinggi

permukaan lantai terhadap pekerjaan, menghindari pembebanan pada otot yang

berlebih, menghindari postur kerja yang tidak alami, dan melatih operator yang

menggunakan fasilitas kerja dan peralatan dengan tepat (Fernandez et al, 1998).

Postur kerja yang salah sering diakibatkan oleh fasilitas yang digunakan kurang

sesuai dengan antropometri operator sehingga mempengaruhi kinerja operator.

Postur kerja yang tidak alami misalnya postur kerja berdiri, jongkok,

membungkuk, dan mengangkut dalam waktu yang lama dapat menyebabkan

ketidaknyamanan dan nyeri pada salah satu anggota tubuh.

UD. Ngatimin adalah suatu unit usaha yang bergerak dibidang pengolahan

(22)

proses terlebih dahulu, mulai dari proses pencampuran bahan menjadi adonan,

pencetakan adonan, pengukusan, pengeringan, pengarangan, peggorengan dan

pengemasan. Pada stasiun pencetakan terdapat dua operator yang bekerja dengan

posisi duduk diatas balok kayu berukuran 24 x 16 x 5 cm dan saling berhadapan

di area kerja seluas 3,2 x 2,3 m. Operator duduk dengan kaki bersila diatas lipatan

kain sebagai bantalan agar mata kaki tidak terasa sakit. Stasiun pencetakan

menggunakan mesin press adonan yang berfungsi untuk mengeluarkan adonan

secara otomatis, wadah cetakan berdiameter 8,5 cm dengan kedalaman 1,7 cm dan

tumpukan palet kosong berukuran 50 x 51 x 2,5 cm berjumlah 15 papan dengan

tinggi 38 cm di sebelah kiri operator. Sebelum mulai mencetak, operator

mengambil palet kosong dari sebelah kiri dan memindahkannya ke sebelah kanan

dengan memutar badannya. Setelah itu, operator mulai menampung adonan yang

turun dari mesin press ke dalam wadah cetakan dan mengeluarkan hasil cetakan

tersebut dengan cara menghentakkannya ke palet kosong di sebelah kanan sampai

penuh (16 cetakan/palet). Setelah palet terisi penuh cetakan adonan kerupuk,

operator mengambil kembali setiap palet kosong dari sebelah kiri dan mengulang

kegiatan mencetak sampai adonan yang berada di mesin press habis dikeluarkan.

Adonan yang berada di mesin press secara rata-rata mengalami pengisian

ulang setiap 8 menit. Selama selang waktu tersebut, operator mencetak penuh 7-8

palet. Dalam satu hari proses pencetakan (6-8 jam), terdapat 40 kali pengisian

ulang adonan yang berarti operator mencetak lebih kurang 300 palet setiap

(23)

mencampur bahan menjadi adonan. Kegiatan ini dilakukan dengan cara memanjat

mesin press dan memasukkan adonan tersebut secara manual.

Operator yang berada pada stasiun pencetakan melakukan kegiatan secara

berulang-ulang (repetitif) selama produksi berlangsung. Setiap 10 menit proses

pencetakan berlangsung, tinggi tumpukan palet yang sudah berisi cetakan

mencapai bahu operator sementara tumpukan palet kosong mulai habis

dipindahkan dan berisi dengan cetakan (sisa 2-3 palet). Semakin tingginya

permukaan palet menyebabkan operator semakin sulit mengeluarkan cetakan.

Dengan demikian, tumpukan palet kosong (di sebelah kiri operator) diisi kembali

oleh operator stasiun pengeringan dan tumpukan palet berisi (di sebelah kanan

operator) diambil oleh operator stasiun pengukusan agar kegiatan proses

pencetakan tidak mengalami penundaan. Risiko kelelahan yang dialami operator

stasiun pencetakan tidak dapat diabaikan, dengan kondisi duduk bersila diatas

balok kayu, postur tubuh yang membungkuk antara 400 sampai 600 dalam rentang

waktu 6 sampai 8 jam dalam satu hari dengan frekuensi kerja mencetak penuh ±

300 papan palet dalam satu hari kerja menyebabkan operator mengalami nyeri

pada beberapa bagian tubuh terutama pada bagian punggung dan kaki.

Nyeri yang dirasakan pada beberapa bagian tubuh operator terjadi karena

aktivitas kerja fisik dan kondisi stasiun kerja tidak ergonomis. Pada tubuh bagian

bawah seperti punggung, pinggang, dan kaki mengalami kerja statis sedangkan

tubuh bagian atas mengalami kerja dinamis. Ketika adonan di mesin press habis

(24)

pengisian ulang adonan) untuk meregangkan otot-otot yang kaku dan

menghilangkan rasa nyeri sebelum memulai proses pencetakan berikutnya.

ManTRA (Manual Task Risk Assessment)tool merupakan alat penilaian postur kerja yang dirancang oleh Burgess-Limerick et al, pada tahun 2000.

Metode ini secara konseptual digunakan untuk menilai postur tubuh saat bekerja

berdasarkan indeks anggota tubuh bagian atas. Peneliti menggunakan alat ini

sebagai bagian dari objek permasalahan yang dibutuhkan untuk mengumpulkan

informasi mengenai total waktu untuk suatu tugas yang sedang dilakukan dan

menentukan penilaian menggunakan 5 skala poin dari lima karakteristik suatu

operatoran yakni waktu siklus (pengulangan), gaya yang dibutuhkan, kecepatan,

kekakuan postur, dan getaran.

Berdasarkan penelitian Van der Molen (2004) operator-operator di suatu

industri khususnya di sektor yang melibatkan kemampuan fisik sangat sering

melakukan gerakan yang repetitif (berulang), postur yang kaku, dan sering

mengeluarkan gaya pada posisi yang tidak mendukung. Risiko operator yang

mengalami cedera pada tubuh bagian atas meningkat secara dramatis seiring

berjalannya waktu. Penerapan metode penilaian postur mampu menilai

faktor-faktor tersebut sehingga dapat dihasilkan saran dan usulan perbaikan fasilitas

kerja. Penelitian lainnya dilakukan oleh Seyyed Ali Moussavi et al. (2012) di

pabrik elekronik Tehran, Iran yang menemukan pekerja-pekerja pada pabrik

tersebut melakukan berbagai macam pekerjaan manual dan repetitif.

Pekerja-pekerja tersebut mengalami keluhan pada pergelangan tangan (82,6%), bahu dan

(25)

bawah (67,5%). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa telah banyak penelitian

yang membahas risiko tentang efek dan dampak dari melakukan pekerjaan manual

pada suatu daerah (lingkungan) kerja.

Berdasarkan penelitian Shikdar et al (2005) kemampuan operator pada

fasilitas kerja yang dirancang secara ergonomis 27% lebih tinggi dibandingkan

dengan fasilitas kerja yang dirancang tidak secara ergonomis. Nilai kepuasan kerja

juga meningkat menjadi 41% pada kondisi yang demikian. Fasilitas kerja yang

sudah dirancang secara ergonomis untuk pekerjaan yang bersifat repetitif

memiliki dampak positif yang signifikan pada kemampuan dan kepuasan pekerja.

Fasilitas kerja usulan yang dirancang secara ergonomis tersebut terdiri atas meja

kerja dan kursi kerja yang adjustable, peralatan manual yang dirancang secara ergonomis dan tata letak sistematis dari komponen-komponen fasilitas kerja.

Sebagian besar industri belum merealisasikan pentingnya rancangan

fasilitas kerja yang baik guna meningkatkan kenyamanan dan kesehatan dalam

bekerja. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mencegah risiko

terjadinya cedera ketika bekerja secara manual serta untuk mendapatkan hasil

rancangan fasilitas kerja yang ergonomis.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan pada UD. Ngatimin adalah stasiun pencetakan yang tidak

ergonomis menyebabkan timbulnya keluhan rasa nyeri pada beberapa bagian

(26)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah mendapatkan rancangan fasilitas usulan

yang ergonomis

Tujuan khusus penelitian adalah :

1. Mengidentifikasi bagian tubuh yang mengalami rasa sakitdari rancangan

fasilitas yang tidak ergonomis pada stasiun pencetakan.

2. Melakukan analisis postur kerja dengan metode ManTRA pada operator di

stasiun pencetakan.

3. Menganalisis hasil rancangan fasilitas kerja stasiun pencetakan yang

diperoleh berdasarkan postur kerja operator.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

a. Bagi Mahasiswa

Meningkatkan kemampuan bagi mahasiswa dalam menerapkan teori dan

metode ilmiah yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan dengan

mengaplikasikannya di lapangan

b. Bagi Perusahaan

Sebagai masukan dan sumbangan pemikiran bagi pihak perusahaan untuk

rancangan alat bantu yang memberikan kenyamanan pada operator saat

(27)

1.5. Batasan dan Asumsi Penelitian

Adapun batasan dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian hanya dilakukan pada stasiun pencetakan

2. Metode yang digunakan untuk menganilisis postur kerja adalah metode

manTRA (Manual Task Risk Assessment) tool

3. Data antropometri yang digunakan adalah data dimensi tubuh seluruh operator

laki-laki di UD.Ngatimin dan data dimensi tubuh praktikan laki-laki

laboratorium ergonomi dan APK gelombang 1 dan 2

4. Metode perancangan fasilitas kerja menggunakan metode pendekatan

sistematis Pahl dan Beitz.

Adapun yang menjadi asumsi dalam penelitian yang dilakukan adalah :

1. Semua fasilitas yang digunakan, berada dalam kondisi normal dan bekerja

dengan baik.

2. Operator dianggap telah menguasai kemampuan dengan baik dalam proses

pencetakan kerupuk.

3. Operator bekerja dengan normal, berada dalam kondisi stamina yang baik dan

(28)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

UD. Ngatimin merupakan usaha kecil menengah yang bergerak di bidang

pembuatan kerupuk putih. Usaha ini didirikan sejak tahun 1997 oleh Bapak

Ngatimin selaku pemilik usaha tersebut. Usaha yang dipimpin oleh Bapak

Ngatimin ini memproduksi kerupuk putih dengan label cap ikan. Pada awal

berjalannya usaha kerupuk putih ini, UD. Ngatimin memproduksi tiga jenis

kerupuk yaitu kerupuk kuning, coklat dan putih. Namun karena keadaan pasar

yang lebih menyukai kerupuk putih dibandingkan dengan kerupuk kuning dan

coklat, maka usaha ini memfokuskan pada produksi kerupuk putih. Pemasaran

kerupuk dipasarkan di daerah sekitar Medan dengan target warung kecil hingga ke

rumah makan seperti warung nasi Zam-Zam dan Soto Nanda. UD. Ngatimin saat

ini memiliki 12 orang pekerja. UD. Ngatimin memiliki lokasi produksi sekaligus

tempat penyimpanan produk jadi di Jalan Tanjung Selamat Gang Mawar No. 24

Medan

2.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha

UD. Ngatimin memproduksi kerupuk putih dengan bahan tepung tapioka,

bawang putih, garam, penyedap rasa, dan ikan dencis. Usaha ini memproduksi

rata-rata 800 bungkus kerupuk putih dalam 1 hari. Kerupuk putih yang diproduksi

(29)

1 bungkus plastik. Kerupuk yang dihasilkan tidak menggunakan bahan pengawet

dan tahan dalam jangka waktu 2 minggu.

Kerupuk dipasarkan ke tempat makan (seperti zam-zam dan restoran

masakan padang lainnya), warung kecil yang tersebar di daerah sekitar Tanjung

Selamat hingga Helvetia. Sistem pemesanan kerupuk berdasarkan jumlah pesanan

yang ditetapkan oleh pelanggan dan dalam jumlah yang sama setiap harinya. Jadi

pihak UKM memproduksi kerupuk sekitar 800 bungkus per harinya.

2.3 Organisasi dan Manajemen

Organisasi pada dasarnya merupakan tempat atau wadah dimana

orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana,

terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang,

material, mesin, metode, lingkungan), sarana-prasarana, data, dan lain sebagainya

yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.

Organisasi dapat pula didefenisikan sebagai struktur pembagian kerja dan struktur

tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama

secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.

2.3.1 Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan gambaran mengenai pembagian tugas serta

tanggung jawab kepada individu maupun bagian tertentu dari organisasi. Bentuk

struktur organisasi yang digunakan UD. Ngatimin adalah bentuk line structure

(30)

semua keputusan baik yang bersifat strategis maupun operasional akan diambil

sendiri oleh pemilik. Strategi utama yang diterapkan pada tipe organisasi usaha

semacam ini adalah bagaimana perusahaan dapat terus dijalankan dan tetap ada

permintaan di pasar. Struktur organisasi dapat dilihat pada gambar 2.1.

Pemilik

Gambar 2.1 Struktur Organisasi UD. Ngatimin

2.3.2 Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian tugas dan tanggung jawab pada UD. Ngatimin dibagi menurut

fungsi yang telah ditetapkan. Adapun tugas dan tanggung jawab setiap bagian

dalam perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Pemilik

Pemilik merupakan pimpinan tertinggi dalam perusahaan yang memiliki

keseluruhan modal selama proses produksi berlangsung. Adapun tugas

pemilik adalah mengawasi jalannya proses produksi dan kinerja dari operator.

Pemilik bertanggung jawab untuk memberikan upah dan memperhatikan

kesejahteraan operator yang bekerja.

2. Operator Stasiun Pencetakan

Tugas dari operator stasiun pencetakan adalah menampung adonan dalam

(31)

kayu yang penuh berisi 20 cetakan adonan setiap menit proses dan total waktu

bekerja berlangsung selama 6-8 jam dalam satu hari.

3. Operator Stasiun Perebusan

Tugas dari operator stasiun perebusan adalah merebus kerupuk yang telah

dicetak kedalam panci besar selama kurang lebih 15-20 menit. Selain itu

operator juga bertugas mengangkut kayu dan membawanya kedalam tungku

untuk memanaskan panci selama proses perebusan berlangsung.

4. Operator Stasiun Penjemuran

Tugas operator stasiun penjemuran adalah menyusun kerupuk dari jaring dan

mengangkat jaring tersebut ketempat penjemuran dibawah sinar matahari.

5. Operator Stasiun Pengeringan

Tugas dari operator stasiun pengeringan adalah mengambil kerupuk yang telah

dijemur untuk dibawa selanjutnya untuk dikeringkan diatas arang. Proses ini

dilakukan agar kerupuk semakin renyah setelah digoreng.

6. Operator Stasiun Penggorengan

Tugas dari operator stasiun penggorengan adalah menggoreng kerupuk yang

telah dikeringkan. Proses ini memiliki dua tahap yaitu digoreng dahulu pada

suhu rendah kemudian dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi.

7. Operator Stasiun Pembungkusan

Stasiun pembungkusan merupakan tahap akhir dari proses pembuatan

kerupuk. Adapun tugas dari operator stasiun pembungkusan adalah

membungkus kerupuk untuk siap diangkut dan dipasarkan ke tempat-tempat

(32)

2.3.3 Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Tenaga kerja yang dibutuhkan demi berjalannya gerak langkah perusahaan

didasari atas kebutuhan setiap bagian lahan kerja. Tenaga kerja pada UD.

Ngatimin dapat dilihat pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1. Daftar Tenaga Kerja

No Keterangan Tenaga Kerja Jumlah

1 Pemilik 1 orang

2 Operator Stasiun Pencetakan 2 orang

3 Operator Stasiun Perebusan 1 orang

4 Operator Stasiun Penjemuran 2 orang

5 Operator Stasiun Pengeringan 1 orang

6 Operator Stasiun Penggorengan 2 orang

7 Operator Stasiun Pembungkusan 4 orang

Jumlah 13 orang

(33)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Ergonomi1

Peranan ergonomi sebagai disiplin ilmu tidak lepas dari aspek-aspek

manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara atanomi,fisiologi,

engineering, manajemen dan desain (perancangan). Ergonomi adalah suatu studi

tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya berinteraksi

untuk saling menyesuaikan dengan tujuan mencapai optimasi, efisiensi, kesehatan,

keselamatan dan kenyamanan ketika bekerja.

Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun

(desain) ataupun rancang ulang desain (re-desain). Perancangan tersebut meliputi

perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja, patform,

kursi, pegangan alat keja dan lain sebagainya. Penerapan ergonomi dalam

meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja dalam hal perancangan

fasilitas kerjaadalah syarat utama dalam menciptakan keserasian sistem kerja

dengan manusia sebagai pengendalinya (man-machine system).

Perancangan fasilitas yang ideal harusmenyesuaikan peranan dan fungsi

pokok dari komponen-komponen yang terlibat dalam sistem kerja tersebut. Salah

satu definisi ergonomi yang menitikberatkan pada penyesuaian desain terhadap

manusia didasarkan pada kemampuan dan keterbatasan manusia dengan

1

Nurmianto, Eko. 2008. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Penerbit Guna Widya

(34)

pekerjaannya terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kognitif, fisik

maupun psikologisnya. Pulat (1992) menawarkan konsep desain produk untuk

mendukung efisiensi dan keselamatan dalampenggunaan desain produk.Konsep

tersebut adalah desain untuk reliabilitas, kenyamanan, lamanya waktu pemakaian,

kemudahan dalam pemakaian, dan efisien dalam pemakaian.

Prinsip penting ergonomi yang selalu digunakan adalah fitting the task to the man, yang berarti harus disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia (E, Granjean, 1982). Berdasarkan prinsip tersebut maka sistem kerja

dirancang dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi kelebihan dan

keterbatasan manusia sebagai pengguna maka diperoleh suatu rancangan sistem

kerja yang berada didalam daerah kemampuan manusia.

3.2. Antropometri

Istilah anthropometry berasal dari kata “anthropos (man)” yang berarti manusia dan “metron (measure)” yang berarti ukuran (Bridger, 1995). Secara

definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan

pengukuran dimensi tubuh manusia. Antropometri secara luas digunakan untuk

pertimbangan ergonomis dalam suatu perancangan (desain) produk maupun

sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia. Aspek-aspek ergonomi

dalam suatu proses rancang bangun fasilitas marupakan faktor yang penting dalam

menunjang peningkatan pelayanan jasa produksi. Setiap desain produk, baik

produk yang sederhana maupun produk yang sangat komplek, harus berpedoman

(35)

Pheasant (1988) dan Pulat (1992), antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh

atau karakteristik fisik tubuh lainnya yang relevan dengan desain dari sesuatu

yang dapat dipakai atau digunakan.

Manusia sebagai objek pengukuran memiliki ukuran tubuh yang

berbeda-beda. Prinsip-prinsip yang harus diambil didalam aplikasi data antropometri harus

ditetapkan terlebih dahulu agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai

dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya. Prinsip pengukuran

tersebut yaitu:

1. Perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim.

Contoh: penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.

2. Perancangan produk yang bisa dioperasikan di antara rentang ukuran tertentu.

Contoh: perancangan kursi mobil yang letaknya bisa digeser maju atau

mundur, dan sudut sandarannyapun bisa dirubah-rubah.

3. Perancangan produk dengan ukuran rata-rata.

Contoh: desain fasilitas umum seperti toilet umum, kursi tunggu, dan lain-

lain.

Untuk mendapatkan suatu perancangan yang optimum dari suatu ruang

dan fasilitas akomodasi, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah

faktor-faktor seperti panjang dari suatu dimensi tubuh baik dalam posisi statis maupun

dinamis.

Perancangan tempat kerja pada dasarnya merupakan suatu aplikasi data

antropometri, tetapi masih memerlukan dimensi fungsional yang tidak terdapat

(36)

pengukuran langsung dari pada data statis. Dimensi fungsional dapat berupa

kegiatan menjangkau, mengambil sesuatu, mengoperasikan suatu alat dan lain

sebagainya.

Ada dua aspek penting dari perancangan tempat kerja yaitu:

1. Daerah kerja horizontal pada sebuah bangku

2. Ketinggiannya dari atas lantai

Disain ketinggian landasan kerja untuk posisi berdiri, secara prinsip

hampir sama dengan desain ketinggian landasan kerja posisi dudukan. Manuaba

(1986), Sanders & Mc Cormick (1987), Grandjean (1993) memberikan

rekomendasi ergonomis tentang ketinggian landasan kerja posisi berdiri

didasarkan pada ketinggian siku berdiri sebagai tersebut berikut ini.

a. Tinggi landasan kerjauntuk pekerjaan memerlukan ketelitian adalah 5-10 cm

di atas tinggi siku berdiri. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pembebasan

statis pada otot bagian belakang,

b. Tinggi landasan kerja untuk kerja manual, di mana pekerjaan sering

memerlukan ruangan untuk peralatan; material dan kontainer dengan berbagai

jenis adalah 10-15 cm di bawah tinggi suku berdiri.

c. Tinggi landasan kerja untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan

kuat, adalah 15-40 cm di bawah tinggi siku berdiri.

Tahapan perancangan sistem kerja work space design dengan

memperhatikan faktor antropometri secara umum adalah sebagai berikut

(37)

1. Menentukan kebutuhan perancangan dan kebutuhannya (establish requirement)

2. Mendefinisikan dan mendeskripsikan populasi pemakai

3. Pemilihan sampel yang akan diambil datanya

4. Penentuan kebutuhan data (dimensi tubuh yang akan diambil)

5. Penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil) dan pemilihan

persentil yang akan dipakai

6. Penyiapan alat ukur yang akan dipakai

7. Pengambilan data

8. Pengolahan data

a. Uji kecukupan data

b. Uji normalitas data

c. Uji keseragaman data

d. Penentuan persentil

3.2.1. Dimensi Antropometri

Dimensi antropometri merupakan ukuran tubuh pada posisi tertentu. Data

ini dapat dimanfaatkan guna menetapkan dimensi ukuran produk yang akan

dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang akan

mengoperasikan atau menggunakannya. Data antropometri tubuh yang diukur

menurut Hartono (2012) dalam panduan survei data antropometri dapat dilihat

(38)

Tabel 3.1. Pengukuran Dimensi Tubuh

No Data yang diukur Cara Pengukuran

1 Tinggi tubuh Jarak vertikal dari lantai ke bagian paling atas kepala.

2 Tinggi mata Jarak vertikal dari lantai ke bagian luar sudut mata kanan.

3 Tinggi bahu Jarak vertikal dari lantai ke bagian atas bahu kanan (acromion) atau ujung tulang bahu kanan

4 Tinggi siku Jarak vertikal dari lantai ke titik terbawah di sudut siku bagian kanan.

5 Tinggi pinggul Jarak vertikal dari lantai ke bagian pinggul kanan.

6 Tinggi tulang ruas Jarak vertikal dari lantai ke bagian tulang ruas/buku jari tangan kanan (metacarpals).

7 Tinggi ujung jari Jarak vertikal dari lantai ke ujung jari tengah tangan kanan (dactylion).

8 Tinggi dalam posisi duduk Jarak vertical dari alas duduk ke bagian paling atas kepala.

9 Tinggi mata dalam posisi duduk Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian luar sudut mata kanan.

10 Tinggi bahu dalam posisi duduk Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian atas bahu kanan

11 Tinggi siku dalam posisi duduk Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian bawah lengan bawah tangan kanan.

12 Tebal paha Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian paling atas dari paha kanan.

13 Panjang lutut Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul) ke bagian depan lulut kaki kanan.

14 Panjang popliteal Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul) ke bagian belakang lutut kanan.

15 Tinggi lutut Jarak vertikal dari lantai ke tempurung lutut kanan.

16 Tinggi popliteal Jarak vertikal dari lantai ke sudut popliteal yang terletak di bawah paha, tepat di bagian belakang lutut kaki kanan.

17 Lebar sisi bahu Jarak horizontal antara sisi paling luar bahu kiri dan sisi paling luar bahu kanan.

18 Lebar bahu bagian atas Jarak horizontal antara bahu atas kanan dan bahu atas kiri.

19 Lebar pinggul Jarak horizontal antara sisi luar pinggul kiri dan sisi luar pinggul kanan.

(39)

Tabel 3.1. Pengukuran Dimensi Tubuh (Lanjutan)

No Data yang diukur Cara Pengukuran

21 Tebal perut Jarak horizontal dari bagian belakang tubuh ke bagian yang paling menonjol di bagian perut.

22 Panjang lengan atas Jarak vertikal dari bagian bawah lengan bawah kanan ke bagian atas bahu kanan.

23 Panjang lengan bawah Jarak horizontal dari lengan bawah diukur dari bagian belakang siku kanan ke bagian ujung dari jari tengah.

24 Panjang rentang tangan ke depan Jarak dari bagian atas bahu kanan (acromion) ke ujung jari tengah tangan kanan dengan siku dan pergelangan tangan kanan lurus.

25 Panjang bahu-genggaman tangan ke depan

Jarak dari bagian atas bahu kanan (acromion) ke pusat batang silinder yang digenggam oleh tangan kanan, dengan siku dan pergelangan tangan lurus.

26 Panjang kepala Jarak horizontal dari bagian paling depan dahi (bagian tengah antara dua alis) ke bagian tengah kepala.

27 Lebar kepala Jarak horizontal dari sisi kepala bagian kiri ke sisi kepala bagian kanan, tepat di atas telinga.

28 Panjang tangan Jarak dari lipatan pergelangan tangan ke ujung jari tengah tangan kanan dengan posisi tangan dan seluruh jari lurus dan terbuka.

29 Lebar tangan Jarak antara kedua sisi luar empat buku jari tangan kanan yang diposisikan lurus dan rapat.

30 Panjang kaki Jarak horizontal dari bagian belakang kaki (tumit) ke bagian paling ujung dari jari kaki kanan.

31 Lebar kaki Jarak antara kedua sisi paling luar kaki.

32 Panjang rentangan tangan ke samping

Jarak maksimum ujung jari tengah tangan kanan ke ujung jari tengah tangan kiri.

33 Panjang rentangan siku Jarak yang diukur dari ujung siku tangan kanan ke ujung siku tangan kiri.

34 Tinggi genggaman tangan ke atas dalam posisi berdiri

Jarak vertikal dari lantai ke pusat batang silinder

(centre of a cylindrical rod) yang digenggam oleh telapak tangan kanan

35 Tinggi genggaman ke atas dalam posisi duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke pusat batang silinder.

36 Panjang genggaman tangan ke depan

(40)

Pengukuran data antropometri dapat dilihat pada Gambar 3.1. yang

merupakan kelompok dimensi tubuh yang diukur dalam posisi berdiri sedangkan

Gambar 3.2. merupakan kelompok dimensi tubuh yang diukur dalam posisi

duduk.

Sumber : Jurnal Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2012)

Gambar 3.1. Kelompok Dimensi Tubuh I

(41)

3.2.2 Aplikasi Distribusi Normal Dalam Data Antropometri

Pemakaian distribusi normal dalam penetapan data antropometri sangat

umum diterapkan. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga

rata-rata (mean,X ) dan simpangan standarnya (standard deviation, σX) dari data yang ada. Dari nilai yang ada maka persentil dapat ditetapkan sesuai dengan tabel

probabilitas distribusi normal. Sebagai contoh 95-th persentil akan menunjukkan

95% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran tersebut, sedangkan 5-th

persentil akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran

itu. Data antropometri ukuran 95-th akan menggambarkan ukuran manusia yang

terbesar dan 5-th persentil sebaliknya akan menunjukkan ukuran terkecil.

Pemakaian nilai-nilai persentilyang umum diaplikasikan dalam perhitungan data

antopometri dapat dijelaskan dalam Gambar 3.16.danTabel 3.3.

Sumber : Buku Ergonomi KonsepDasardanAplikasinya (Nurmianto, 1998)

Gambar 3.3. Distribusi Normal dengan Data Antropometri

Pada gambar 3.16, dapat dilakukan perhitungan persentil dengan rumus

berdasarkan distribusi normal yang dapar dilihat pada Tabel 3.3.

1,96σX 1,96σX

X

2,5% 95%

2,5%

N(X, σX)

(42)

Tabel 3.2. Macam Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal

Sumber : Buku ErgonomiKonsepDasardanAplikasinya (Nurmianto, 1998)

3.3. Beban Kerja2

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh berat tubuh

memungkinkan kita untuk dapat menggerakan tubuh dan melakukan pekerjaan.

Dengan kata lain setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang bersangkutan.

Beban kerja tersebut dapat berupa beban fisik dan beban mental.

Ditinjau dari sisi ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh

seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik,

kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban

tersebut. Menurut Suma’mur (1984) bahwa kemampuan kerja seorang tenaga

kerja berbeda dari satu dengan yang lain dan sangat tergantung pada keterampilan,

2

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kerja dan Produkstivitas. Penerbit UNIBA

(43)

kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran tubuh dari

pekerja yang bersangkutan.

Menurut Rodahl (1989), Adiputra (1998) dan Manuaba (2000) bahwa secara

umum hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai

faktor yang sangat kompleks baik faktor internal maupun faktor external.

1. Beban Kerja karena Faktor Eksternal

Faktor eksternal suatu beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar

tubuh pekerja. Beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi

dan lingkungan (fasilitas) kerja. Ketiga aspek ini sering disebut sebagai

stressor.

a. Tugas-tugas yang bersifat fisik seperti stasiun kerja, tata ruang tempat

kerja,peralatan dan sarana kerja, kondisi medan kerja, sikap kerja, cara

angkat angkut, beban yang diangkat-angkut, alat bantu kerja, sarana

informasi termasuk display dan kontrol, alur kerja dan lain-lain. Sedangkan tugas yang bersifat fisik seperti kompleksitas pekerjaan atau

tingkat kesulitan pekerjaan yang mempengaruhi emosi pekerja.

b. Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja seperti lamanya

waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem

pengupahan, sistem kerja, musik kerja, dan pelimpahan tugas.

c. Lingkungan Kerja dapat berupa :

1. lingkungan kerja fisik seperti pencahayaan, suhu ruangan, kebisingan,

(44)

2. Lingkungan kerja kimiawi seperti debu, gas-gas pencemar udara, uap

dan fume dalam udara.

3. Lingkumgan kerja biologis seperti bakteri,virus, jamur dan serangga

4. Lingkungan kerja psikologis seperti pemilihan dan penempatan tenaga

kerja serta hubungan sosial antara pekerja yang berdampak kepada

performansi kerja di tempat kerja.

2. Beban Kerja karena Faktor Internal

Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu

sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tubuh

tersebut dikenal sebagai strain. Berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian secara objektif yaitu melalui

perubahan reaksi fisiologis seperti relaksasi dan kontraksi otot. Sedangkan

penilaian subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi psikologis dan

perubahan perilaku. Karena itu strain secara subjektif berkaitan erat dengan harapan, keinginan, kepuasan dan penilaian subjektif lainnya. Secara lebih

ringkas faktor internal meliputi:

a. Faktor Somatis (Jenis Kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan,

status gizi)

b. Faktor Psikis (motivasi, mental kerja, persepsi, kepercayaan, keinginan,

kepuasan dan lain sebagainya)

Perhitungan beban kerja setidaknya dapat dilihat dari 3 aspek, yakni fisik,

mental, dan penggunaan waktu.Aspek mental merupakan perhitungan beban kerja

(45)

perhitungan beban kerja berdasarkan pemanfaatan waktu bisa dibedakan antara

pekerjaan berulang (repetitif) atau pekerjaan yang tidak berulang (non-repetitif).

Pekerjaan repetitif biasanya terjadi pada pekerjaan dengan siklus pekerjaan yang

pendek dan berulang pada waktu yang relatif sama. Berbeda dengan aspek fisik

yang meliputi perhitungan beban kerja berdasarkan kriteria-kriteria fisik manusia

dan batasan beban angkat yang diperbolehkan.Terdapat 4 kriteria batasan yang

digunakan dalam pengangkatan yaitu :

1. Batasan angkatan legal ( Legal Limitation )

Batasan ini dipakai sebagai batasan angkat secara internasional yaitu :

a. Pria di bawah usia 16 th, maksimum angkat 14 kg.

b. Pria usia diantara 16 th dan 18 th, maksimum angkat 18 kg.

c. Pria usia lebih dari 18 th, tidak ada batsan angkat.

d. Wanita usia diantara 16 th dan 18 th, maksimum angkat 11 kg.

e. Wanita usia lebih dari 18 th, maksimum angkat adalah 16 kg.

Batasan ini dapat membantu mengurangi rasa nyeri, ngilu pada tulang

belakang bagi para wanita. Batasan angkat ini akan mengurangi

ketidaknyamanan kerja pada tulang belakang, terutama bagi operator untuk

pekerjaan berat.

2. Batasan angkat dengan menggunakan biomekanika (Biomechanical Limitation)

Nilai dari analisa biomekanika adalah rentang postur atau posisis aktifitas

(46)

3. Batasan angkat fisiologis

Metode pendekatan ini dengan mempertimbangkan rata–rata beban

metabolisme dari aktifitas angkat yang berulang, sebagaimana dapat juga

ditentukan dari jumlah konsumsi oksigen. Hal ini haruslah benar–benar

diperhatikan terutama dalam rangka untuk menentukan batasan angkat.

Kelelahan kerja yang terjadi akibat dari aktifitas yang berulang–ulang akan

meningkatkan resiko nyeri pada tulang belakang.

4. Batasan angkat psiko–fisik

Metode ini didasarkan pada sejumlah eksperimen yang berupaya untuk

mendapatkan berat pada berbagai keadaan dan ketinggian beban yang

berbeda-beda. Ada tiga macam posisi angkat :

a. Dari permukaan lantai ke ketinggian genggaman tangan.

b. Dari ketinggian genggaman tangan dan ke ketinggian bahu.

c. Dari ketinggian bahu ke maksimuman jangkauan tangan vertikal.

3.5. ManTRA (Manual Task Risk Assessment) Tool3

Penilaian risiko pada suatu postur tubuh ketika bekerja membutuhkan

analisis dan evaluasi risiko, lalu membandingkan analisis risiko tersebut dengan

kriteria risiko yang dapat menentukan keputusan untuk menindak lanjuti perlu

tidaknya dilakukan perbaikan pada fasilitas kerja tersebut. Badan keselamatan

kerja australia yang menangani pelatihan dalam hal pekerjaan manual

3

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/teknik_industri_modul_pelatihan_perancangan_ergon omika_menggunakan_ergoweb_40/7_mantra.pdf

(47)

mengeluarkan daftar yang berisi metode penilaian risiko secara lanjut termasuk

metode yang dikembangkan melalui riset yang mana dievaluasi oleh program

kerja sama dalam bidang ergonomi.

ManTRA (Manual Task Risk Assessment) tool merupakan alat penilaian

postur kerja yang dirancang oleh Burgess-Limerick et al, pada tahun 2000.

Metode ini secara konseptual digunakan untuk menilai postur tubuh saat bekerja

berdasarkan indeks anggota tubuh bagian atas. Peneliti menggunakan alat ini

sebagai bagian dari objek permasalahan yang dibutuhkan untuk mengumpulkan

informasi mengenai total waktu untuk suatu tugas yang sedang dilakukan dan

menentukan penilaian menggunakan 5 skala poin dari lima karakteristik suatu

pekerjaan yakni waktu siklus (pengulangan), gaya yang dibutuhkan, kecepatan,

kekakuan postur, dan getaran.

Waktu relatif penggunaan lima bagian tubuh (lengan, punggung, leher,

bahu, dan pergelangan tangan) dihitung terhadap waktu total pekerjaan dalam satu

hari, kemudian juga dilakukan analisismengenai sejauh mana pekerjaan tersebut

memiliki karakteristik pengulangan (pengukuran sikluswaktu dan durasi),

pengerahan usaha (pengukuran gaya dan kecepatan), kecanggungan postur,dan

getaran. Nilai tersebut mengindikasikan risiko tinggi atau cedera yang kumulatif.

Aplikasi manTRA mampu mengevaluasi risiko cedera (baik yang bersifat

mendadak maupun kumulatif) yang dialami olehpekerja saat melakukan

pekerjaannya.Kesimpulan dari penilaian ini hanya dapat diterapkan pada individu

(48)

Penerapan metode ManTRA dilakukandengan mengikuti prosedur

penilaian berdasarkan pengukuran total waktu (durasi) kerja, pengukuran faktor

risiko yang berulang, pengukuran faktor risiko akibat pengerahan tenaga,

pengukuran faktor risiko kekakuan, pengukuran faktor risiko getaran. Setelah

mendapatkan nilai-nilai penilaian dari setiap kriteria faktor risiko lalu dilakukan

interpretasi penilaian untuk menentukan tindakan lebih lanjut yang akan

dilakukan.

1. Pengukuran Total Waktu

Total waktu merupakan waktu rata-rata dari waktu kerja suatu pekerjaan

dilakukan dalam suatu hari tertentu.

Tabel 3.3. Tabel Penilaian Faktor Risiko Waktu Siklus

Jam/hari 0-2 jam/hari 2-4 jam/hari 4-6 jam/hari 6-8 jam/hari > 8 jam/hari

Skor 1 2 3 4 5

2. Pengukuran Faktor Risiko yang Berulang

Pengulangan dinilai dengan mengevaluasi waktu siklus dan durasi suatu

tugas pada setiap bagian tubuh. Waktu siklus merupakan durasi waktu dari suatu

tugas yang dikerjakan lebih dari satu kali tanpa adanya gangguan. Durasi adalah

waktu dimana tugas yang memilki siklus berulang dilakukan tanpa satu atau

banyak gangguan. Kode durasi akan selalu sama untuk setiap bagian dari tugas

tertentu. Waktu siklus dan kode durasi dicantumkan dalam table untuk

menentukan nilai dari faktor risiko yang berulang.

Tabel 3.4. Tabel Penilaian Faktor Risiko Waktu Siklus

(49)

dtk

Skor 1 2 3 4 5

Tabel 3.5. Tabel Penilaian Faktor Risiko Durasi Kerja

Waktu Durasi

Faktor risiko yang berulang ditentukan dengan mencantumkan skor dari

waktu siklus dan durasi pada tabel faktor risiko yang berulang.

Tabel 3.6. Tabel Penilaian Faktor Risiko Durasi dan Waktu Siklus Skor Waktu

3. Pengukuran Faktor Risiko Akibat Pengerahan Tenaga

Faktor risiko pengerahan tenaga dapat dinilai dengan mengevaluasi gaya

adan kecepatan untuk setiap bagian tubuh. Sama halnya dengan faktor risiko yang

(50)

pengerahan tenaga ditentukan dari skor gaya dan kecepatan yang dicantumkan

dalam tabel.

Gaya merupakan penilaian dari usaha penggunaan otot pada suatu bagian

selama pekerjaan dilakukan dengan gaya maksimum yang dapat digunakan oleh

seseorang saat bekerja. Pekerjaan yang dilakukan dalam waktu yang singkat dan

dengan gaya yang sedang dinilai sama dengan pekerjaan yang dilakukan dalam

durasi yang lama dengan gaya yang sedang, karena pengukuran durasi dilakukan

secara terpisah. Kecepatan dinilai dari rata-rata keseluruhan gerakan saat

melakukan kerja. Contohnya, bila suatu tugas kebanyakan membutuhkan gerakan

yang lambat dengan beberapa elemen cepat, itu akan dinilai sebagai langkah

sedang dan akan mendapatkan skor 2. Skor 3 akan diberikan hanya pada

pekerjaan statis utama.

Tabel 3.7. Tabel Penilaian Faktor Risiko Gaya (Force)

Kategori Gaya Minimal Sedang Maksimal

Skor 1-2 3-4 5

Tabel 3.8. Tabel Penilaian Faktor Risiko Kecepatan (Speed)

(51)

Faktor risiko akibat pengerahan tenaga (faktor risiko gabungan) ditentukan

dengan mencantumkan skor-skor dari gaya dan kecepatan pada tabel faktor risiko

akibat pengerahan tenaga.

Tabel 3.9. Tabel Penilaian Faktor Risiko Gabungan (Gaya dan Kecepatan)

Force Skor

Skor kecepatan

1 2 3 4 5

1 1 1 2 3 4

2 1 2 3 4 4

3 2 3 4 4 5

4 2 3 4 5 5

5 3 4 5 5 5

4. Pengukuran Faktor Risiko Kekakuan

Kekakuan didefinisikan sebagai derajat deviasi dari tulang sendi. Semakin

besar deviasi, semakin besar pula tingkat bahayanya. Penilaian dilakukan untuk

keseluruhan tugas, oleh karena itu harus menampilkan rata-rata dari berbagai

posisi tubuh untuk setiap bagian tubuh ketika melakukan pekerjaan.

(52)

Amount of Awkwardness

A B C D E

Skor 1 2 3 4 5

Keterangan :

A = Postur tubuh mendekati netral

B = Penyimpangan kecil dari kondisi netral ke satu arah

C = Penyimpangan kecil dari kondisi netral lebih dari satu arah

D = Penyimpangan melebihi dari jarak normal dari kondisi netral ke satu arah

E = Penyimpangan melebihi dari jarak normal dari kondisi netral lebih dari satu

arah

5. Pengukuran Faktor Risiko Getaran

Pekerjaan yang menimbulkan faktor risiko getaran harus

mempertimbangkan kedua faktor berikut : Keseluruhan tubuh dan getaran bagian

tubuh. Getaran pada keseluruhan tubuh akan berdampak pada lengan bawah dan

tulang belakang ketika getaran pada bagian tubuh menyerang kaki dan tangan

bagian atas. Penilaian dilakukan untuk keseluruhan tugas, oleh karena itu harus

ditampilkan durasi rata-rata dan tugas tersebut.

(53)

Setelah mendapatkan semua penilaian untuk setiap karakteristik penilaian

selanjutnya dilakukan interpretasi nilai. Untuk setiap bagian tubuh, skor untuk

total waktu, pengulangan, pengerahan tenaga, kekakuan dan getaran dijumlahkan.

Jumlah dari skor untuk setiap bagian tubuh disebut risiko kumulatif, dan memiliki

rentang antara 5-25. tindakan lebih lanjut perlu dilakukan bila salah satu bagian

tubuh memiliki :

1. Nilai faktor risiko untuk pengerahan tenaga sebesar 5

2. Jumlah dari nilai pengerahan tenaga dan kekakuan sebesar 8 atau lebih

3. Nilai kumulatif risikop dari keseluruhan tubuh sebesar 15 atau lebih.

Nilai tersebut dapat membantu memprioritaskan tugas untuk

penilaian/pengontrolan yang dianjurkan. Demikian juga, skor merefleksikan risiko

terbesar sehingga kita dapat memperhatikan bagian tubuh yang harus diperhatikan

dan dikontrol.

3.6. Pendekatan Ergonomi dalam Perancangan Fasilitas Kerja

Pendekatan ergonomi dalam perancangan stasiun dan/atau fasilitas kerja di

industri telah menempatkan rancangan sistem kerja manusia-mesin yang awalnya

serba rasional-mekanistik menjadi tampak lebih manusiawi. Disini faktor yang

terkait dengan fisik (faal/fisiologi) maupun perilaku (psikologi) manusia baik

secara individu pada saat berinteraksi dengan mesin dalam sebuah rancangan

sistim manusia-mesin dan lingkungan kerja fisik akan dijadikan pertimbangan

utama. Persoalan perancangan tata cara kerja di lini aktivitas produksi nampaknya

(54)

“human-centered engineered systems” dalam perancangan teknologi produk maupun proses dengan mengkaitkan faktor manusia didalamnya.

Pendekatan ergonomi yang dilakukan dalam perancangan sistem produksi

di lantai produksi akan mampu menghasilkan sebuah rancangan sistem

manusia-mesin yang sesuai dengan ekspektasi manusia pekerja atau tanpa menyebabkan

beban kerja yang melebihi ambang batas (fisik maupun psikologis) manusia untuk

menahannya. Dalam hal ini akan diaplikasikan segala macam informasi yang

berkaitan dengan faktor manusia (kekuatan, kelemahan/keterbatasan) dalam

perancangan sistem kerja yang meliputi perancangan produk (man-made objects), mesin & fasilitas kerja dan/atau lingkungan kerja fisik yang lebih efektif, aman,

nyaman, sehat dan efisien (ENASE). Rekayasa manusia (human engineering) yang dilakukan terhadap sistem kerja bertujuan :

a. memperbaiki performans kerja manusia seperti menambah kecepatan kerja,

ketelitian, keselamatan, kenyamanan dan mengurangi penggunaan enersi

kerja yang berlebihan dan mengurangi kelelahan.

b. mengurangi waktu yang terbuang sia-sia untuk pelatihan dan meminimalkan

kerusakan fasilitas kerja karena human errors

c. meningkatkan “functional effectiveness” dan produktivitas kerja manusia dengan memperhatikan karakteristik manusia dalam desain sistem kerja

(55)

3.6.1. Teknik Perancangan Sistematis4

Teknik perancangan bukanlah sesuatu yang mudah didefinisikan. Hyman

(1998) mengatakan tidak ada definisi umum mengenai teknik perancangan kecuali

teknik tersebut menggunakan pendekatan metodologi untuk menyelesaikan

beberapa masalah pada tingkat/level tertentu.Hal ini dikemukakan karena fitur

dari suatu penyelesaian masalah yang sering muncul diperoleh tanpa perhatian

suatu langkah yang terlibat dalam suatu proses. Suh (1990) mendeskripsikan

bahwa teknik perancangan berkenaan antara apa yang kita mau dengan bagaimana

kita memperolehnya. Praktisi lain (Hales 1993) mengatakan definisi yang hampir

sama bahwa suatu teknik perancangan adalah proses untuk mengenal suatu

kebutuhan dan membuat sebuah sistem untuk mencapai kebutuhan tersebut.

SEED (Sharing Experience in Engineering Design)mendefinisikan teknik perancangan adalah total aktivitas yang dibutuhkan untuk menetapkan dan

menentukan solusi untuk suatu masalah yang belum diselesaikan sebelumnya,

atau membuat solusi baru untuk suatu masalah yang sama yang mana telah

diselesaikan sebelumnya dengan cara yang berbeda. Perancang menggunakan

kemampuan intelektual dan kreatifitasnya untuk menggunakan pengetahuan

umum dan memastikan spesifikasi produk dapat memenuhi kebutuhan pasar dan

kepuasan pelanggan agar dapat dihasilkan dengan metode yang optimum.

4

Adrian van Rij, Mark. 2001, The Design Of A New Bed Adjustability Mechanism, The University of Auckland : Department of Mechanical Engineering

(56)

Pahl and Beitz (1996), mengemukakan bahwa suatu perancangan adalah

suatu proses kreatifitas tetapi jika tidak diarahkan secara sistematis maka

kemungkinan untuk mengeluarkan hasil rancangan melalui proses kreatifitas

tersebut akan terbatas.Metode yang digunakan menggunakan pendekatan

sistematis yang direkomendasikan untuk memperolehproses perancangan dengan

tahapan-tahapan aktivitas yang diperlukan pada setiap tingkatan perancangan.

3.6.2. Empat Tahapan Perancangan Model Pahl dan Beitz

Perancangan dengan pendekatan sistematis dapat dikelompokan menjadi

dua yaitu perancangan deskriptif dan preskriptif. Cross(1994) menjelaskan model

deskriptif sebagai penyelesaian masalah berdasarkan penekanan dalam

menghasilkan solusi lebih awal dari proses. Salah satu kelemahan yang ditemukan

pada perancangan deskriptif, jika solusi yang diterapkan lebih awal tidak dapat

diwujudkan secara fisik maka konsep rancangan yang baru akan dihasilkan untuk

mengulang siklus rancangan. Proses ini biasanya disajikan dalam bentuk aliran

diagram yang menunjukan proses secara berulang.

Sebaliknya, model perancangan preskriptif mencoba untuk mendorong

perancang untuk bekerja pada suatu metodologi perancangan yang lebih

sistematis. Model ini lebih berfokus dalam menghasilkan kemampuan spesifikasi

sehingga permasalahan rancangan dapat ditentukan tanpa adanya elemen-elemen

lain yang perlu diabaikan. Pembangkitan beberapa konsep alternatif didorong

dengan pilihan akhir yang dibuat dengan seleksi alternatif perancangan yang

(57)

perancangan preskriptif adalah metode Pahl dan Beitz yang mana telah berhasil

banyak digunakan para perancang dalam aspek rekayasa.

Pahl dan Beitz mengusulkan cara merancang produk sebagaimana yang

dijelaskan dalambukunya Engineering Design: A Systematic Approach,cara merancang Pahl dan Beitz tersebutterdiri dari 4 kegiatan atau tahapan, yang

masing-masing terdiri dari beberapa langkah. Keempat tahapantersebut adalah :

1. Perencanaan dan penjelasan

Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengumpulkan informasi dari kebutuhan

perancangan yang harus dipenuhi oleh produk. Beragam teknik digunakan

untuk menentukan fungsi dari produk dan batasan sistem dari rancangan yang

baru. Aktifitas ini mengacu kepada penyusunan daftar kebutuhan part dari

produk rancangan dan spesifikasi rancangan produk (berdasarkan demand

dan wish).

2. Rancangan Konseptual Produk

Setelah spesifikasi rancangan telah dikembangkan, perancang dapat

menuangkan ide-ide kreatifnya terhadap produk. Pemikiran konvergen

(tradisional)yang mengedepankan keterampilan dari klarifikasi tugas berubah

menjadi divergen (modern) yang mengedepankan analisis dan evaluasi

melalui tahap konseptual, yang mana melibatkan perluasan lingkup untuk

mengumpulkan ide sebanyak mungkin. Tahap rancangan konseptual terdiri

atas dua komponen utama yakni sintesa terhadap solusi untuk menemukan

(58)

3. Rancangan Fisik (Secara Visual)

Perwujudan rancangan (rancangan fisik) dtentukan dan dirancang

berdasarkan solusi utama yang dipilih pada tahap konseptual. Tujuan dari

tahap ini adalah untuk mengembangkan kriteria fisik rancangan lebih detail

daripada konseptualnya dan untuk menyempurnakan bentuk secara geometris,

dinamis dan masalah keamanan.berbeda dengan desain konseptual, proses

yang berulang-ulang secara alami sehingga analisis dan sintesis yang

digunakan saling melengkapi selama banyak langkah-langkah perbaikan

(Pahl dan Beitz 1996). Tahap rancangan fisik diibaratkan sebagai jembatan

antara tahap rancangan konseptual dengan tahap rancangan detail. Input dari

tahapan ini biasanya tidak lebih dari sebuah sketsa dan dokumen spesifikasi

rancangan produk. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memperhalus informasi

awal dan mengembangkannya kepada titik dimana rancangan detail dan

perencanaan produksi dapat dimulai. Jadi tahap ini meliputi pemodelan secara

defenitf yang diikuti dengan kalkulasi dimensi, batas toleransi, material yang

diharapkan, dan proses perakitannya.

4. Rancangan Detail

Tahap akhir dari proses perancangan Pahl dan Beitz adalah rancangan detail,

dimana keputusan yang paling penting telah ditentukan. Rancangan dari

setiap kompoen harus diverifikasi dan informasi yang berhubungan dengan

proses pembuatan harus diselesaikan. Rancangan detail secara umum

berhubungan dengan rancangan dari subsistem dan komponen-komponen

(59)

Setiap tahapan proses perancangan berakhir pada hasil tahapan, seperti

tahapan pertama menghasilkandaftar persyaratan dan spesifikasi perancangan.

Hasil setiap tahapan tersebut kemudian menjadimasukan untuk tahapan

berikutnya dan menjadi umpan balik untuk tahapan yang mendahului. Perlu

dicatatpula bahwa hasil tahapan itu sendiri setiap saat dapat berubah oleh umpan

Gambar

Tabel 3.1. Pengukuran Dimensi Tubuh
Tabel 3.1. Pengukuran Dimensi Tubuh (Lanjutan)
Gambar 3.1. Kelompok Dimensi Tubuh I
Tabel 3.9. Tabel Penilaian Faktor Risiko Gabungan (Gaya dan Kecepatan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kelelahan otot statis pada tubuh tenaga kerja akibat postur kerja berdiri selama jam kerja disebabkan ketidaksesuaian antara fasilitas kerja yang digunakan tenaga kerja

Pada hasil analisis RULA dengan menggunakan software CATIA seperti pada gambar 3.4, cidera yang mungkin dapat terjadi pada operator dengan postur kerja seperti diatas yaitu :.

Postur tubuh bagian putaran pergelangan tangan berada digaris tengah, diberi skor = 1 Tabel 4.23 Tabel penilaian postur kerja Grup a pada karyawan 7 operator mesin cetak Wilayah

Menunjukkan bahwa posisi operator loading ramp pada saat bekerja adalah membungkuk dengan membentuk sudut 30 0 pada tubuh bagian belakang (back), pergelangan

resiko cedera pada bagian tubuh yang melakukan aktifitas kerja fisik yang statis. Sebagian besar industri belum merealisasikan pentingnya

Analisis pemecahan masalah yang dilakukan adalah menganalisis bagian- bagian tubuh yang nyeri dan mengukur dimensi rata-rata tubuh operator sehingga dihasilkan rancangan

Postur atau sikap kerja beridri pada operator membuat punggung bawah tidak lagi menjadi bagian tubuh utama yang menopang langsung tubuh, akan tetapi lebih dibebankan kepada dua

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa postur kerja operator las yaitu berdiri membungkuk memiliki skor RULA paling tinggi yaitu 7 yang berarti bahwa