Lampiran 3.
1. Antropometri Tubuh
Data dimensi tubuh pekerja pada bagian pencetakan roti tidak cukup untuk digunakan sebagai acuan dalam perancangan fasilitas kerja usulan, sehingga dilakukan penambahan data dimensi tubuh dari laboratorium E dan APK dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Dimensi Tubuh
No TMT JT TSB DG
1 147.8 68 102 3.9
2 142.5 66 100.5 4.3
3 160.4 79 103.4 3.6
4 153.4 75 110.2 3.6
5 162 77 101.5 4.3
6 157.5 77 109 4.4
7 156 78 104 3.8
8 157.5 75 107 4.2
9 145.3 66.7 98.8 3.8
10 153.8 73 104 4.2
11 150 68.4 99.8 4.2
12 148.5 66.3 107.8 4
13 151.5 76.4 105 4.8
14 152 67 101 4.5
15 149.2 68 99.9 3.9
16 166.7 78 108.8 3.7
17 154.6 70 103.1 4.7
18 163.5 80 110.5 4.8
19 167 75.5 111 4
20 148.5 66 101.3 4
21 149.4 76.4 100.1 4
22 152.3 78.6 99.7 4.1
1.1. Perhitungan Rata-rata, Standar Deviasi, Nilai Maksimum, dan
Minimum
Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum pada masing-masing dimensi tubuh hasil pengukuran akan dijabarkan sebagai berikut.
1.1.1. Perhitungan Rata-rata
Untuk menentukan nilai rata-rata pada masing-masing dimensi tubuh hasil pengukuran dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
n
= Jumlah pengamatan ke n
X = X rata-rata Misalnya :
Nilai rata-rata pada data tinggi mata tegak (TMT) adalah:
154
Nilai rata-rata pada data jangkauan tangan (JT) adalah:
97
Nilai rata-rata pada data tinggi siku berdiri (TSB) adalah:
Nilai rata-rata pada data diameter genggam (DG) adalah:
1.1.2. Perhitungan Standar Deviasi
Untuk menentukan nilai standar deviasi yaitu standar penyimpangan dari nilai rata-ratanya pada masing-masing dimensi tubuh hasil pengukuran dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Nilai standar deviasi pada data tinggi mata tegak (TMT) adalah:
6,67
Nilai standar deviasi pada data jangkauan tangan (JT) adalah:
5,04
Nilai standar deviasi pada data tinggi siku berdiri (TSB) adalah:
4,01
Nilai standar deviasi pada data diameter genggam (DG) adalah:
1.1.3. Perhitungan Nilai Minimum dan Maksimum
Nilai minimum adalah nilai terkecil dari hasil pengukuran setelah data diurutkan, sedangkan nilai maksimum adalah nilai yang terbesar dari data hasil pengukuran setelah data diurutkan.
Contoh:
Nilai minimum dan maksimum pada pada data tinggi mata tegak (TMT) adalah:
167 142,5
min
maks
X X
Perhitungan rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum dari data hasil pengukuran dimensi tubuh dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Hasil Pengukuran dengan X, σ, Xmindan Xmaks
No. Pengukuran X(cm) σ(cm) Xmin(cm) Xmaks(cm)
1 TMT 154,1 6,67 142,5 167
2 JT 72,97 5,04 66 80
3 TSB 104 4,01 98,8 111
4 DG 4,13 0,35 3,6 4,8
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Microsoft Excel
1.2. Uji Keseragaman Data Antropometri
2
X
BKA
2
X
BKB
85.00 90.00 95.00 100.00 105.00 110.00 115.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
A
x
is
T
it
le
Axis Title
No. Pengukuran Xmin(cm) Xmaks(cm) BKA (cm) BKB (cm) Keterangan
1 TMT 142,5 167 167,4 140,7 Seragam
2 JT 66 80 83,06 62,88 Seragam
3 TSB 98,8 111 112,03 96 Seragam
4 DG 3,6 4,8 4,84 3,42 Seragam
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
A
x
is
T
it
le
Axis Title
2Jika, N`< N maka data sudah cukup untuk melakukan perancangan. N`> N maka data belum cukup untuk melakukan perancangan. Contoh :
Perhitungan data tinggi mata tegak (TMT) adalah sebagai berikut : N = 22
Kesimpulan: Data hasil pengukuran yang dilakukan sudah cukup untuk menjadi acuan perancangan fasilitas.
Tabel 4. Uji Kecukupan Data
No. Pengukuran N N’ Keterangan
1 TMT 22 2,84 Data Cukup
2 JT 22 7,30 Data Cukup
3 TSB 22 2,27 Data Cukup
4 DG 22 11,29 Data Cukup
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Microsoft Excel
1.4. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov
Salah satu syarat penggunaan data antropometri yang akan diaplikasikan pada perancangan fasilitas menggunakan konsep persentil adalah data harus berdistribusi normal, sehingga perlu dilakukan uji normalitas. Metode
kolmogorov-smirnov digunakan karena data antropometri yang digunakan adalah data parametrik yang dapat diketahui nilai parameter/statistik data (rata-rata, standar deviasi, dan sebagainya), merupakan data kontinu (hasil pengukuran), dan ukuran sampel memenuhi (22 sampel) sehingga metode kolmogorov-smirnov
Tinggi mata tegak (TMT)
P5 = x -1,645x
= 154–1,645(6,67) = 143,08 cm
2. Persentil 50
Harga persentil 50 dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut: P50= x
Dimana:
P50 = besar persentil 50 x = rata-rata x
Tinggi mata tegak (TMT) P50= x
= 154 cm
3. Persentil 95
Harga persentil 95 dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut:
P95= x + 1,645x
Dimana:
P95 = besar persentil 95 x = rata-rata x
Tinggi mata tegak (TMT)
P95= x + 1,645x = 154 + 1,645(6,67) = 165,03cm
Rekapitulasi perhitungan persentil 5, 50 dan 95 untuk masing-masing data dimensi antropometri dapat dilihat pada Tabel 5.11
Tabel 5. Perhitungan Persentil 5, 50 dan 95 untuk Seluruh Dimensi Antropometri
No Dimensi Antropometri P5 (cm) P50 (cm) P95 (cm)
1 Tinggi Mata Tegak (TMT) `143,08 154 165,03
2 Jangkauan Tangan (JT) 64,66 72,96 81,26
3 Tinggi Siku Berdiri (TSB) 97,42 104,01 110,61
4 Diameter Genggam (DG) 3,54 4,12 4,71
Sumber: Hasil Pengolahan Data
DAFTAR PUSTAKA
Cross, Nigel. 1994. Engineering Design Methods Strategies For Product Design 3th. Milton Keynes, UK: British Library.
G. Pah and Beitz. 1996. Engineering Design A Systematic Approach. Germany: Springer-Vertag London Limeted.
Hartanto, Markus. 2012. Panduan Survei Data Antropometri Jurusan Teknik Industri. Universitas Surabaya
Janet, dkk. 2009. Ergonomics Processes Implementation Guide and Tools For The Mining Industry. Pitsburg: Depatement Of Health and Human
Services.
Nurmianto, Eko.2004.ErgonomiKonsepDasardanAplikasinya. Surabaya: PT. GunaWidya.
Pulat, Mustafa B. 1992.Fundamentals of Industrial Ergonomics. United States of America: Oklahoma City Works and School of Industrial Engineering University of Oklahoma.
Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi Manusia, Peralataan dan Lingkungan. Jakarta: Prestasi Pusaka.
Sutalaksana, Iftikar Z. 2005. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Bandung: ITB
Press
Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan Kerja dan Produktifitas. Jakarta: Uniba Press
Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. ErgonomiStudiGerakandanWaktu.Surabaya : PT. GunaWidya.
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Ergonomi
Peranan ergonomi sebagai disiplin ilmu tidak lepas dari aspek - aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,
engineering, manajemen dan desain (perancangan). Ergonomi adalah suatu studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya berinteraksi untuk saling menyesuaikan dengan tujuan mencapai optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan ketika bekerja.
fasilitas kerja adalah syarat utama dalam menciptakan keserasian sistem kerja dengan manusia sebagai pengendalinya (man-machine system).
Perancangan fasilitas yang ideal harus menyesuaikan peranan dan fungsi pokok dari komponen–komponen yang terlibat dalam sistem kerja tersebut. Salah satu definisi ergonomi yang menitikberatkan pada penyesuaian desain terhadap manusia didasarkan pada kemampuan dan keterbatasan manusia dengan pekerjaannya terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kognitif, fisik maupun psikologisnya (Nurmianto, 2008).
3.2. Keluhan Musculoskeletal
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon.
Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.
Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back pain= LBP).
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20%. Peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Bila suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.
Faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal sebagai berikut.
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhakan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan otot yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya keluhan ototskeletal.
2. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
3. Sikap kerja tidak alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan ototskeletal.
4. Faktor penyebab sekunder
Keterangan
No Jenis Keluhan
0 Sakit kaku di bagian leher bagian atas
1 Sakit kaku di bagian leher bagian bawah
2 Sakit di bahu kiri
3 Sakit di bahu kanan
4 Sakit lengan atas kiri
5 Sakit di punggung
7 Sakit pada pinggang
8 Sakit pada bokong
9 Sakit pada pantat
10 Sakit pada siku kiri
11 Sakit pada siku kanan
12 Sakit pada lengan bawah kiri
13 Sakit pada lengan bawah kanan
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri
17 Sakit pada tangan kanan
18 Sakit pada paha kiri
19 Sakit pada paha kanan
20 Sakit pada lutut kiri
21 Sakit pada lutut kanan
22 Sakit pada betis kiri
23 Sakit pada betis kanan
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki kanan
26 Sakit pada kaki kiri
27 Sakit pada kaki kanan Sumber : Buku Ergonomi Manusia, Peralataan dan Lingkungan (Santoso, 2004)
Gambar 3.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)
3.4. Postur Kerja
Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain: 1. Pembebanan pada kaki
2. Pemakaian energi dapat dikurangi
3. Keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi (Grandjean, 1993)
sehingga cepat lelah. Mengingat posisi duduk mempunyai keuntungan dan kerugian, maka untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis pekerjaan apa saja sesuai diterapkan posisi duduk. Pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk antara lain:
1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki
2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan 3. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar
4. Objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih dari 15 cm dari landasan kerja
5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi 6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama
7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan posisi duduk (Pulat, 1992)
Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan maupun kerugian. Sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti (Sutalaksana, 2000).
melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri antara lain: 1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut
2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg) 3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping. 4. Sering melakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah 5. Memerlukan mobilitas tinggi (Pulat, 1992)
3.5. ManTRA (Manual Task Risk Assessment) Tool
ManTRA (Manual Task Risk Assessment) tool merupakan alat penilaian postur kerja yang dirancang oleh Burgess-Limerick et al, pada tahun 2000. Metode ini secara konseptual digunakan untuk menilai postur tubuh saat bekerja berdasarkan indeks anggota tubuh bagian atas. Peneliti menggunakan alat ini sebagai bagian dari objek permasalahan yang dibutuhkan untuk mengumpulkan informasi mengenai total waktu untuk suatu tugas yang sedang dilakukan dan menentukan penilaian menggunakan 5 skala poin dari lima karakteristik suatu pekerjaan yakni waktu siklus (pengulangan), gaya yang dibutuhkan, kecepatan, kekakuan postur, dan getaran.
Penerapan metode ManTRA dilakukan dengan mengikuti prosedur penilaian berdasarkan pengukuran total waktu (durasi) kerja, pengukuran faktor resiko yang berulang, pengukuran faktor resiko akibat pengerahan tenaga, pengukuran faktor resiko kekakuan, pengukuran faktor resiko getaran. Setelah mendapatkan nilai-nilai penilaian dari setiap kriteria faktor resiko lalu dilakukan interpretasi penilaian untuk menentukan tindakan lebih lanjut yang akan dilakukan.
1. Pengukuran Total Waktu
Total waktu merupakan rata-rata dari total waktu suatu pekerjaan dilakukan dalam suatu hari tertentu. Penilaian rata-rata total waktu dapat dilihat dalam Tabel 3.1
Tabel 3.1. Tabel Penilaian Resiko Waktu Siklus Jam/hari 0-2
Sumber :Manual Tasks Risk Assessment(ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
2. Pengukuran Resiko Waktu Siklus Berulang
Pengulangan dinilai dengan mengevaluasi waktu siklus dan durasi suatu tugas pada setiap bagian tubuh. Waktu siklus merupakan durasi waktu dari suatu tugas yang dikerjakan lebih dari satu kalitan tanpa adanya gangguan. Penilaian resiko waktu siklus berulang dapat dilihat dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Tabel Penilaian Resiko Waktu Siklus Berulang Waktu
30dtk < 10 dtk
Skor 1 2 3 4 5
Durasi adalah waktu dimana tugas yang memilki siklus berulang dilakukan tanpa satu atau banyak gangguan. Kode durasi akan selalu sama untuk setiap bagian dari tugas tertentu. Waktu siklus dan kode durasi dicantumkan dalam tabel untuk menentukan nilai dari resiko yang berulang. Penilaian resiko durasi kerja dapat dilihat dalam Tabel 3.3
Tabel 3.3. Tabel Penilaian Resiko Durasi Kerja
Wakt
Sumber :Manual Tasks Risk Assessment(ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Faktor resiko yang berulang ditentukan dengan mencantumkan skor dari waktu siklus dan durasi pada tabel resiko yang berulang. Penilaian resiko durasi waktu dan waktu siklus dapat dilihat dalam Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Tabel Penilaian Resiko Durasi Waktu dan Waktu Siklus Skor
3. Pengukuran Resiko Akibat Pengerahan Tenaga
Resiko pengerahan tenaga dapat dinilai dengan mengevaluasi gaya akibat adanya kecepatan setiap bagian tubuh. Sama halnya dengan resiko berulang dengan durasi waktu dan waktu siklus, nilai dari resiko akibat pengerahan tenaga ditentukan dari skor gaya dan kecepatan yang dicantumkan dalam Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Tabel Penilaian Faktor Resiko Gaya (Force)
Kategori Gaya Minimal Sedang Maksimal
Skor 1-2 3-4 5
Sumber :Manual Tasks Risk Assessment(ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Gaya merupakan penilaian dari usaha penggunaan otot pada suatu bagian tubuh selama pekerjaan dilakukan dengan gaya maksimum yang dapat digunakan oleh seseorang saat bekerja. Pekerjaan yang dilakukan dalam waktu yang singkat dengan gaya yang sedang dinilai sama dengan pekerjaan yang dilakukan dalam durasi yang lama dengan gaya yang sedang, karena pengukuran durasi dilakukan secara terpisah. Kecepatan dinilai dari rata-rata keseluruhan gerakan saat melakukan suatu pekerjaan. Contohnya, bila suatu tugas kebanyakan membutuhkan gerakan yang lambat dengan beberapa elemen cepat, itu akan dinilai sebagai langkah sedang dan akan mendapatkan skor 2. Skor 3 akan diberikan hanya pada pekerjaan statis utama. Penilaian resiko kecepatan dapat dilihat dalam Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Tabel Penilaian Resiko Kecepatan (Speed)
Katergori
Resiko akibat pengerahan tenaga (resiko gabungan) ditentukan dengan mencantumkan skor-skor dari gaya dan kecepatan dalam tabel resiko akibat pengerahan tenaga. Penilaian resiko gabungan dapat dilihat dalam Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Tabel Penilaian Resiko Gabungan (Gaya dan Kecepatan) Skor
Sumber :Manual Tasks Risk Assessment(ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
4. Pengukuran Resiko Kekakuan
Kekakuan didefinisikan sebagai derajat deviasi dari tulang sendi. Semakin besar deviasi, semakin besar pula tingkat bahayanya. Penilaian dilakukan untuk keseluruhan tugas, oleh karena itu harus menampilkan rata-rata dari berbagai posisi tubuh untuk setiap bagian tubuh ketika melakukan pekerjaan. Penilaian resiko kekakuan dapat dilihat dalam Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Tabel Penilaian Faktor Resiko Kekakuan
Amount of
Awardness A B C D E
Skor 1 2 3 4 5
Sumber :Manual Tasks Risk Assessment(ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000) Keterangan:
A = Postur tubuh mendekati netral
B = Penyimpangan kecil dari kondisi netral ke satu arah C = Penyimpangan kecil dari kondisi netral lebihdari satu arah
D = Penyimpangan melebihi dari jarak normal dari kondisi netral ke satu arah E = Penyimpangan melebihi dari jarak normal dari kondisi netral lebih dari satu arah
Pekerjaan yang menimbulkan resiko getaran harus mempertimbangkan kedua faktor berikut: keseluruhan tubuh dan getaran bagian tubuh. Getaran pada keseluruhan tubuh akan berdampak pada lengan bawah dan tulang belakang ketika getaran pada bagian tubuh menyerang kaki dan tangan bagian atas. Penilaian dilakukan untuk keseluruhan tugas, oleh karena itu harus ditampilkan durasi rata-rata dan tugas tersebut. Penilaian resiko getaran dapat dilihat dalam Tabel 3.9.
Tabel 3.9. Tabel Penilaian Resiko Getaran
Amount of
Vibration None Minimal
Moderate Amplitude
Large Amplitude
Severe amplitude
Skor 1 2 3 4 5
Sumber :Manual Tasks Risk Assessment(ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)
Setelah mendapatkan semua penilaian untuk setiap karakteristik penilaian selanjutnya dilakukan interpretasi nilai. Untuk setiap bagian tubuh, skor untuk total waktu, pengulangan, pengerahan tenaga, kekakuan dan getaran dijumlahkan. Jumlah dari skor untuk setiap bagian tubuh disebut resiko kumulatif, dan memiliki rentang antara 5-25. Tindakan lebih lanjut perlu dilakukan bila salah satu bagian tubuh memiliki :
1. Nilai faktor resiko untuk pengerahan tenaga sebesar 5
2. Jumlah dari nilai pengerahan tenaga dan kekakuan sebesar 8 atau lebih 3. Nilai kumulatif resiko dari keseluruhan tubuh sebesar 15 atau lebih.
3.6. Antropometri
3.6.1. Definisi Antropometri
Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri”
yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia Antropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain (Nurmianto,1991).
3.6.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri
Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Di sini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:
menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.
b. Jenis kelamin (sex). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umunya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.
c. Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memilki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainya.
d. Jenis pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi karyawan/stafnya. Misalnya buruh dermaga/pelabuhan adalah harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.
e. Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain).
f. Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orang akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.
Tahapan perancangan sistem kerja work space design dengan memperhatikan faktor antropometri secara umum adalah sebagai berikut (Roevuck, 1995) :
1. Menentukan kebutuhan perancangan (establish requirement) 2. Mendefinisikan dan mendeskripsikan populasi pemakai
3. Pemilihan sampel yang akan diambil datanya
4. Penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil) 5. Penyiapan alat ukur yang akan dipakai
6. Pengambilan data 7. Pengolahan data
a. Uji kecukupan data b. Uji normalitas data c. Uji keseragaman data d. Penentuan persentil
3.6.3. Dimensi Antropometri
Dimensi antropometri merupakan ukuran tubuh pada posisi tertentu. Data ini dapat dimanfaatkan guna menetapkan dimensi ukuran produk yang akan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang akan mengoperasikan atau menggunakannya. Data antropometri tubuh yang diukur dalam panduan survei data antropometri dapat dilihat pada Tabel 3.10 (Hartono, 2004).
Tabel 3.10. Pengukuran Dimensi Tubuh No Data yang Diukur Cara Pengukuran
1 Tinggi tubuh Jarak vertikal dari lantai ke bagian paling atas kepala.
3 Tinggi bahu Jarak vertikal dari lantai ke bagian atas bahu kanan(acromion)atau ujung tulang bahu kanan
4 Tinggi siku Jarak vertikal dari lantai ke titik terbawah di sudut siku bagian kanan.
5 Tinggi pinggul Jarak vertikal dari lantai ke bagian pinggul kanan.
6 Tinggi tulang ruas Jarak vertikal dari lantai ke bagian tulang ruas/buku jari tangan kanan
(metacarpals).
7 Tinggi ujung jari Jarak vertikal dari lantai ke ujung jari tengah tangan kanan(dactylion).
8 Tinggi dalam posisi duduk Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian paling atas kepala.
9 Tinggi mata dalam posisi duduk
Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian luar sudut mata kanan.
10 Tinggi bahu dalam posisi bawah lengan bawah tangan kanan. 12 Tebal paha Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian
paling atas dari paha kanan.
13 Panjang lutut Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul) kebagian depan lulut kaki kanan.
14 Panjangpopliteal Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul) kebagian belakang lutut kanan.
15 Tinggi lutut Jarak vertikal dari lantai ke tempurung lutut kanan.
16 Tinggipopliteal Jarak vertikal dari lantai ke sudut
popliteal yang terletak di bawah paha, tepat di bagian belakang lutut kaki kanan. Sumber: Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2004)
Tabel 3.10. Pengukuran Dimensi Tubuh (Lanjutan) No Data yang Diukur Cara Pengukuran
17 Lebar sisi bahu Jarak horizontal antara sisi paling luar bahu kiri dan sisi paling luar bahu kanan. 18 Lebar bahu bagian atas Jarak horizontal antara bahu atas kanan
dan bahu atas kiri.
19 Lebar pinggul Jarak horizontal antara sisi luar pinggul kiri dan sisi luar pinggul kanan.
21 Tebal perut Jarak horizontal dari bagian belakang tubuh ke bagian yang paling menonjol di bagian perut.
22 Panjang lengan atas Jarak vertikal dari bagian bawah lengan bawah kanan ke bagian atas bahu kanan. 23 Panjang lengan bawah Jarak horizontal dari lengan bawah
diukur dari bagian belakang siku kanan ke bagian ujung dari jari tengah.
24 Panjang rentang tangan ke depan
Jarak dari bagian atas bahu kanan
(acromion) ke ujung jari tengah tangan kanan dengan siku pergelangan tangan kanan lurus.
25 Panjang bahu - genggaman tangan ke depan
Jarak dari bagian atas bahu kanan
(acromion)ke pusat batang silinder yang digenggam oleh tangan kanan, dengan siku dan pergelangan tangan lurus.
26 Panjang kepala Jarak horizontal dari bagian paling depan dahi (bagian tengah antara dua alis) ke bagian tengah kepala.
27 Lebar kepala Jarak horizontal dari sisi kepala bagian kiri ke sisi kepala bagian kanan, tepat di atas telinga.
28 Panjang tangan Jarak dari lipatan pergelangan tangan ke ujung jari tengah tangan kanan dengan posisi tangan dan seluruh jari lurus dan terbuka.
29 Lebar tangan Jarak antara kedua sisi luar empat buku jari tangan kanan yang diposisikan lurus dan rapat.
30 Panjang kaki Jarak horizontal dari bagian belakang kaki (tumit) ke bagian paling ujung dari jari kaki kanan.
31 Lebar kaki Jarak antara kedua sisi paling luar kaki. Sumber: Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2004)
Tabel 3.10. Pengukuran Dimensi Tubuh (Lanjutan) No Data yang Diukur Cara Pengukuran
32 Panjang rentangan tangan ke samping
Jarak maksimum ujung jari tengah tangan kanan ke ujung jari tengah tangan kiri. 33 Panjang rentangan siku Jarak yang diukur dari ujung siku tangan
kanan ke ujung siku tangan kiri. 34 Tinggi genggaman tangan ke
atas dalam posisi berdiri
Jarak vertikal dari lantai ke pusat batang silinder (centre of acylindrical rod)
35 Tinggi genggaman ke atas dalam posisi duduk
Jarak vertikal dari alas duduk ke pusat batang silinder.
36 Panjang genggaman tangan ke Depan
3. Skala Pengukur (Kurva)
Alat ini juga dirakit dengan meter pengukur tinggi. Untuk mengukur lebar tubuh dan bagian yang relatif pendek seperti leher, diameter kepala dan panjang kaki.
4. Martin goniometer
Dua kurva yang disambung pada satu ujung yang dapat dibuka dan ditutup, dilengkapi dengan skala yang digunakan untuk mengukur dari 1 mm – 450 mm. Alat ini digunakan untuk mengukur kepala, lipatan lemak atau bagian kecil tubuh.
5. Metal Penggaris
Metal penggaris berukuran 150 mm dengan minimum skala 1 mm untuk mengukur bagian kecil secara linier.
6. Martin Caliper
Untuk mengukur bagian kecil dari telinga, wajah, jari kaki atau sudut-sudutnya. Skala samping adalah tetap pada satu sisi dengan ukuran 200 mm x 1 mm dan pada sisi lain skala dapat digeser.
7. Kantong Kapas Alkohol
Letakkan kapas penyerap dan alkohol ke dalam kantong untuk mensterilkan
ujung alat sebelum pengukuran dilakukan. 8. Pita Pengukur
Alat ini digunakan untuk mengukur keliling dada atau kepala. Terbuat dari metal, pemutaran otomatis. Panjang adalah 2 meter dengan skala pertambahan 1 mm (Poerwanto, dkk. 2008).
3.6.5. Aplikasi Distribusi Normal dalam Data Antropometri
Pemakaian distribusi normal dalam penetapan data antropometri sangat umum diterapkan. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga
rata-rata (mean,X) dan simpangan standarnya (standard deviation,X) dari data yang
Persentil Perhitungan
1 - St Χ - 2,325 x
2,5–th Χ -1,96 δ x 5–th Χ -1,645 δ x 10–th Χ -1,28 δ x
50–th Χ
90–th Χ + 1,28 δ x
95–th Χ + 1,645 δ x 97,5–th Χ + 1,96 δ x
99 - th Χ + 2,325
sering muncul diperoleh tanpa perhatian suatu langkah yang terlibat dalam suatu proses (Hyman, 1998). Teknik perancangan berkenaan antara apa yang diinginkan dengan bagaimana memperolehnya (Suh, 1990). Teknik perancangan adalah proses untuk mengenal suatu kebutuhan dan membuat sebuah sistem untuk mencapai kebutuhan tersebut (Hales, 1993).
SEED (Sharing Experience in Engineering Design) mendefinisikan teknik perancangan adalah total aktivitas yang dibutuhkan untuk menetapkan dan menentukan solusi untuk suatu masalah yang belum diselesaikan sebelumnya, atau membuat solusi baru untuk suatu masalah yang sama yang mana telah diselesaikan sebelumnya dengan cara yang berbeda. Perancang menggunakan kemampuan intelektual dan kreatifitasnya untuk menggunakan pengetahuan umum dan memastikan spesifikasi produk dapat memenuhi kebutuhan pasar dan kepuasan pelanggan agar dapat dihasilkan dengan metode yang optimum.
Suatu perancangan adalah suatu proses kreatifitas tetapi jika tidak diarahkan secara sistematis maka kemungkinan untuk mengeluarkan hasil rancangan melalui proses kreatifitas tersebut akan terbatas (Pahl and Beitz, 1996). Metode yang digunakan menggunakan pendekatan sistematis yang direkomendasikan untuk memperoleh proses perancangan dengan tahapan-tahapan aktivitas yang diperlukan pada setiap tingkatan perancangan (Nigel, 1994).
Perancangan dengan pendekatan sistematis dapat dikelompokan menjadi dua yaitu perancangan deskriptif dan preskriptif. Model deskriptif sebagai penyelesaian masalah berdasarkan penekanan dalam menghasilkan solusi lebih awal dari proses (Nigel, 1994). Salah satu kelemahan yang ditemukan pada perancangan deskriptif, jika solusi yang diterapkan lebih awal tidak dapat diwujudkan secara fisik maka konsep rancangan yang baru akan dihasilkan untuk mengulang siklus rancangan. Proses ini biasanya disajikan dalam bentuk aliran diagram yang menunjukan proses secara berulang.
Sebaliknya, model perancangan preskriptif mencoba untuk mendorong perancang untuk bekerja pada suatu metodologi perancangan yang lebih sistematis. Model ini lebih berfokus dalam menghasilkan kemampuan spesifikasi sehingga permasalahan rancangan dapat ditentukan tanpa adanya elemen-elemen lain yang perlu diabaikan. Pembangkitan beberapa konsep alternatif didorong dengan pilihan akhir yang dibuat dengan seleksi alternatif perancangan yang rasional. Salah satu sistem yang sangat direkomendasikan untuk model perancangan preskriptif adalah metode Pahl dan Beitz yang telah berhasil dan banyak digunakan para perancang dalam aspek rekayasa.
Pahl dan Beitz (1996) mengusulkan cara merancang produk yang terdiri dari 4 kegiatan atau tahapan, masing-masing tahapan terdiri dari beberapa langkah. Keempat tahapan tersebut adalah :
1. Perencanaan dan penjelasan
digunakan untuk menentukan fungsi dari produk dan batasan sistem dari rancangan yang baru. Aktifitas ini mengacu kepada penyusunan daftar kebutuhan part dari produk rancangan dan spesifikasi rancangan produk (berdasarkan
demanddanwish).
2. Rancangan Konseptual Produk
Setelah spesifikasi rancangan telah dikembangkan, perancang dapat menuangkan ide-ide kreatifnya terhadap produk. Pemikiran konvergen (tradisional) yang mengedepankan keterampilan dari klarifikasi tugas berubah menjadi divergen (modern) yang mengedepankan analisis dan evaluasi melalui tahap konseptual, yang melibatkan perluasan lingkup untuk mengumpulkan ide sebanyak mungkin. Tahap rancangan konseptual terdiri atas dua komponen utama yakni sintesa terhadap solusi untuk menemukan kebutuhan (need) dan evaluasi solusi untuk menentukan salah satu yang paling layak untuk menyelesaikan masalah melalui spesifikasi rancangan.
3. Rancangan Fisik (Secara Visual)
biasanya tidak lebih dari sebuah sketsa dan dokumen spesifikasi rancangan produk. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memperhalus informasi awal dan mengembangkannya kepada titik dimana rancangan detail dan perencanaan produksi dapat dimulai. Jadi tahap ini meliputi pemodelan secara defenitif yang diikuti dengan kalkulasi dimensi, batas toleransi, material yang diharapkan dan proses perakitannya.
4. Rancangan Detail
Tahap akhir dari proses perancangan Pahl dan Beitz adalah rancangan detail, dimana keputusan yang paling penting telah ditentukan. Rancangan dari setiap kompoen harus diverifikasi dan informasi yang berhubungan dengan proses pembuatan harus diselesaikan. Rancangan detail secara umum berhubungan dengan rancangan dari subsistem dan komponen-komponen yang membuat rancangan akhir.
In
Evaluasi terhadap kriteria teknis dan ekonomis
Konsep
Mengembangkan layout awal dan bentuk desain Memilih layout terbaik
Memperbaiki dan mengevaluasi kriteria teknis dan ekonomi
Layout Awal
Optimalisasi dan Melengkapi bentuk desain Cek kesalahan dan harga yang efektif
Persiapkan komponen awal dan dokumen produksi
Layout Akhir
Gambar detail
Melengkapi gambar detail dan dokumen produksi Cek semua dokumen
Dokumentasi
Solusi
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di UKM Cahaya Bakery Jl. Pelita VI No. 44, Medan Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 sampai Juli 2016.
4.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek tertentu (Sukaria, 2011). Penelitian deskriptif ini berbentuk survey reasearch yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan fakta-fakta dari gejala yang ada secara langsung dari orang-orang tertentu yang dijadikan objek penelitian dan mencari suatu solusi yang akan diaplikasikan pada UKM Cahaya Bakery untuk dapat merancang fasilitas kerja pada stasiun pemanggangan guna menghindari resiko cedera kerja.
4.3. Objek Penelitian
dilakukan operator masih secara manual, untuk itu perlu dirancang suatu fasilitas kerja yang baru.
4.4. Kerangka Berfikir
Keluhan musculoskeletal operator stasiun pemanggangan di pengaruhi oleh postur kerja dan prosedur kerja pemanggangan. Keluhan musculoskeletal
disebabkan oleh fasilitas kerja tidak ergonomis . Fasilitas kerja usulan dirancang untuk mendapatkan fasilitas kerja ergonomis untuk mengurangi resiko cidera saat bekerja. Kerangka berfikir dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Kerangka Berfikir Penelitian
4.5. Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
a. Keluhanmusculoskeletal: Keluhan rasa nyeri pada bagian tubuh operator b. Deskripsi kerja : Tata urutan kerja pemanggangan
c. Postur kerja : Sikap tubuh saat bekerja
d. Dimensi antropometri : Ukuran bagian tubuh operator
f. Waktu siklus : Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu-satuan produksi
4.6. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen untuk membantu dalam pengumpulan data, seperti :
1. Standard Nordic Qustionare (SNQ) yang diberikan kepada operator pemanggangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas dengan tujuan untuk mengidentifikasi keluhan pada saaat bekerja.
2. ManTRA checklist merupakan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai nilai level faktor resiko postur kerja operator pemanggangan.
3. Human Body Martin Model YM-17 merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk mendapatkan dimensi antropometri pada posisi berdiri. 4. Meteran merupakan instrumen untuk mengukur dimensi stasiun kerja aktual 5. Kamera atau vidio recorder merupakan instrumen untuk mengambil gambar
dan merekam kegiatan operator pemanggangan.
6. Stopwatch merupakan instrumen pengukuran waktu yang digunakan untuk mendapatkan waktu total dan waktu siklus pemanggangan
4.7. Metode Pengumpulan Data
Data penelitian ini diperoleh dengan cara :
b. Data mantra : Menggunakan kuisioner mantrachecklist.
c. Data antropometri: Pengukuran antropometri operator menggunakan alat
human body martin.
d. Dimensi fasilitas kerja : Pengukuran luas area kerja aktual dan peralatan kerja menggunakan meteran.
e. Waktu siklus : Pengukuran waktu menggunakanstopwatch
4.8. Pengolahan Data
Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk mendapatkan suatu gambaran mengenai perancangan standar prosedur kerja dan fasilitas kerja berdasarkan permasalahan yang ada. Tahapan pengolahan data penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Tahapan Pengolahan Data Penentuan Modus Keluhan Operator Berdasarkan SNQ
Penilaian Postur Kerja dengan MantraChecklist
Perancangan Fasilitas Kerja dengan Prinsip-Prinsip Pahl dan Beitz
Setiap tahapan-tahapan pengolahan data tersebut akan dikaji berdasarkan langkah-langkah pengolahan data. Adapun tahapan pengolahan data tersebut dapat dilihat pada blok diagram pengolahan data.
4.8.1. Tahapan Pengolahan Data ManTRA
Tahapan pengolahan data mantra dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Blok Diagram Pengolahan Data ManTRA
4.8.2. Tahapan Pengolahan Data Antropometri
Tahapan pegolahan data antropometri dapat dilihat pada Gambar 4.4
Gambar 4.4. Blok Diagram Pengolahan Data Antropometri Penentuan Skor Resiko Berulang
Penentuan Skor Resiko Pengerahan Tenaga
Menghitung Skor Resiko Berulang
Menghitung Skor Resiko Pengerahan Tenaga
Menghitung Skor Resiko Kumulatif
Penentuan Rata-Rata, Xmin dan Xmaks
Uji Keseragaman Data Antropometri
Uji Kecukupan Data Antropometri
Uji Kenormalan Data
4.8.3. Tahapan Perancangan Pahl dan Beitz
Tahapan perancangan pahl dan beitz dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Blok Diagram Pengolahan Data Pahl dan Beitz
4.9. Analisis dan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dalam penelitian ini dilakukan melalui rancangan fasilitas kerja untuk meningkatkan kenyamanan operator di bagian pemanggangan roti di UKM Cahaya Bakery. Analisis akan dilakukan untuk melihat sejauh mana pemecahan masalah yang diusulkan dapat mengatasi permasalahan yang dikaji. Langkah-langkah proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Perencanaan dan Penjelasan Tugas
Perancangan Konsep Produk
Perancangan Bentuk Produk
Mulai
Studi Pendahuluan Studi Literatur
Identifikasi Masalah Awal
Postur Kerja Operator dalam Proses Produksi yang tidak baik
Pengumpulan Data
1. Data primer - Kuesioner SNQ
- Data postur kerja operator menggunakan ManTRAchecklist
- Data dimensi tubuh dengan antropometri - Data dimensi stasiun kerja aktual - Data dimensi fasilitas kerja 2. Data sekunder
- Gambaran umum perusahaan - Sejarah Usaha
- Pengelolaan Usaha
Pengolahan Data
1. Penentuan modus keluhan operator berdasarkan SNQ
2. Pengolahan data Mantra - Penentuan skor resiko berulang - Penentuan skor resiko pengerahan tenaga - Menghitung skor resiko berulang - Menghitung skor resiko pengerahan tenaga - Menghitung skor kumulatif
3. Pengolahan data Antropometri
- Menenentukan rata-rata,standar deviasi, Xmin dan Xmak - Uji keseragaman data
- Uji kecukupan data - Uji kenormalan data - Penentuan persentil
4. Perancangan fasilitas kerja dengan prinsip-prinsip Pahl dan Beitz - Perencanaan dan penjelasan tugas - Perancangan konsep produk - Perancangan bentuk produk - Perancangan detail
Analisis Pemecahan Masalah
Rancangan Fasilitas Kerja pada Stasiun Pemanggangan
Kesimpulan dan Saran
PENGUM
5.1. Pengumpulan
5.1.1. Deskripsi Ker
Deskripsi kerja yang pada Tabel 5.1.
T No.
1
BAB V
GUMPULAN DAN PENGOLAHAN DA
lan Data
erja Operator
ng diakukan oleh operator stasiun pemanggang
Tabel 5.1. Elemen Kegiatan Operator Uraian Deskripsi Kerja G Operator mengambil
loyang dengan tangan kanan dengan sikap tubuh membungkuk ke
kanan lalu
meletakkannya ke dalam pallet besi yang berputar didalam tungku
satu-persatu untuk
dipanggang kemudian tungku ditutup. Kapasitas 1 loyang berisi 12 roti. Kapasitas tungku 10
loyang. Proses
pemanggangan
berlangsung selama ±10 menit.
DATA
angan ditunjukkan
2 koran dengan sikap tubuh membungkuk,
membawanya dan
kemudian meletakkan koran didalam loyang yang lebih besar sebagai alas roti yang telah jadi dengan sikap tubuh kembali membungkuk
el 5.1. Elemen Kegiatan Operator (Lanjutan Uraian Deskripsi Kerja G Operator mengisi loyang
lebih besar dengan roti yang telah matang dengan sikap tubuh
berjongkok dan
menjangkau loyang-loyang disekitar loyang-loyang yang lebih besar. Kapasitas 1 loyang besar berisi 70 roti.
Operator memindahkan loyang besar berisi 70 roti dengan kedua tangan ke tempat penumpukan dengan sikap tubuh membungkuk. Berat
l
5 O
l kosong 10 t st B 11 kg
Tabel 5.1. E No
loyang mencapai 35 kg.
Operator memindahkan loyang-loyang yang telah kosong yang berjumlah 10 loyang dengan sikap tubuh membungkuk ke stasiun pemotongan. Berat loyang mencapai 11 kg untuk 7 loyang.
el 5.1. Elemen Kegiatan Operator (Lanjutan Uraian Deskripsi Kerja G
an)
6 S
Sumber : Hasil Pengamata
5.1.2. Fasilitas Kerj
Fasilitas kerja tempat adonan yang memiliki dimensi yan x 36 x 6 cm, sedangka masing loyang dapat di
Setelah roti matang, operatormembuka tungku lalu mengeluarkan loyang dengan tangan kanan lalu meletakkan loyang dengan sikap tubuh membungkuk.
atan
erja Stasiun Pemanggangan
rja stasiun pemanggangan menggunakan 2 jenis ng akan dipanggang dan tempat roti, yang
ang berbeda. Loyang yang kecil (tempat adona ngkan loyang besar berukuran 62 x 51 x 18 cm. I
at dilihat seperti pada Gambar 5.1.
masing-Gambar 5.1. Loyang Roti
5.1.3. Sketsa Stasiun Pemanggangan
Sketsa stasiun pemanggangan dapat dilihat dalam Gambar 5.2
Sumber: Hasil Pengamatan
Gambar 5.2. Sketsa Stasiun Pemanggangan
5.1.4. Data Standard Nordic Questionnaire (SNQ)
Standard Nordic Questionnaire (SNQ) dibuat untuk mengetahui keluhan yang dialami oleh operator selama melaksanakan proses pemanggangan roti. Kuesioner diberikan sebelum dan sesudah bekerja untuk melihat pengaruh aktifitas pemanggangan terhadap keluhan operator. Kuesioner SNQ operator stasiun pemanggangan dapat dilihat dalam Lampiran 1. Hasil rekapituasi data SNQ dapat dilihat dalam Tabel 5.2. dan Tabel 5.3.
Tabel 5.2. Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemanggangan (Sebelum)
No. Dimensi
Tingkat Keluhan No.
Dimensi
Tingkat Keluhan
1 2 1 2
Sumber : Kuesioner SNQ
Tabel 5.3. Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemanggangan (Sesudah)
Sumber : Kuesioner SNQ
Tingkat keluhan 0, 1, 2, 3 menunjukkan kondisi tidak sakit, agak sakit, sakit dan sangat sakit.
Postur kerja dalam hal ini adalah sikap tubuh operator ketika melakukan aktifitas pemanggangan. Kuisioner mantrachecklistdapat dilihat dalam Lampiran 2. Prosedur kerja yang dinilai menggunakan mantra checklist dibagi menjadi 3 elemen kerja yaitu:
1. Elemen kerja mengambil dan meletakkan loyang
2. Elemen kerja mengambil dan mengisi roti ke loyang yang lebih besar 3. Memindahkan loyang besar dan memindahkan loyang kosong
Deskripsi kerja masing-masing adalah sebagai berikut:
a. Pekerjaan yang dilakukan operator adalah pekerjaan repetitif (berulang) dan berlangsung mulai jam 08.30 – 16.30 WIB atau ±7jam. Waktu pengambilan dan peletakan loyang untuk 10 loyang adalah 2,15 menit. Durasi mengambil dan meletakkan 1 loyang 7 detik untuk semua bagian tubuh yang dinilai. Pada elemen kerja ini operator membungkuk 40-60˚ saat mengambil loyang, dengan berat loyang 4-4,5 kg lalu membawa loyang untuk di letakkan ke dalam tungku dengan jarak ±2-5 meter (semua loyang tidak tersusun dengan rapi). Sikap tubuh yang membungkuk dan posisi tangan saat menjangkau yang disebabkkan kegiatan secara manual dan tidak menggunakan alat yang mendukung menyebabkan penyimpangan postur tubuh melebihi jarak normal. Tidak ada getaran yang disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil dan meletakkan loyang.
dalam loyang besar ±2 detik untuk semua bagian tubuh yang dinilai. Pada elemen kerja ini operator membungkuk 20-40˚ selama proses kegiatan, tungkai bawah menahan seluruh berat badan, dan lengan beberapa kali berusaha menjangkau loyang-loyang yang berada diluar jangkauan operator. Bagian leher/bahu berada posisi statis sedangkan tangan mengisi roti dengan sangat cepat. Penyimpangan postur tubuh bagian tungkai bawah dan punggung melebihi jarak normal, sikap menjangkau menyebabkan salah tungkai bawah mendapat beban maksimal dari berat tubuh, sedangkan pada bahu dan tangan mendapat penyimpangan kecil namun lebih dari satu arah karena letak loyang-loyang tidak tepat. Tidak ada getaran yang disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil dan meletakkan loyang.
penumpukan loyang berada dalam jangkauan tangan. Tidak ada getaran yang disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil dan meletakkan loyang.
5.1.6. Data Antropometri Operator
Data antropometri operator yang diukur dalam penelitian ini berupa tinggi mata tegak (TMT), jangkauan tangan (JT), tinggi siku berdiri (TSB), dan diameter genggam (DG). Data antropometri operator dapat dilihat dalam Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Dimensi Tubuh Operator
No Nama Dimensi Tubuh
TMT JT TSB DG
1 Sutrisno 163.5 80 110.5 4.8
2 Arianto 167 75.5 111 4
3 Rahmat 148.5 66 101.3 4
4 Daeli 149.4 76.4 100.1 4
5 Rizki 152.3 78.6 99.7 4.1
Sumber: Pengukuran Antropometri Tubuh DenganHuman Body Martin17
Data dimensi tubuh operator pada UKM Cahaya Bakery tidak cukup untuk digunakan sebagai acuan dalam perancangan fasilitas kerja, sehingga dilakukan penambahan data dimensi tubuh dari laboratorium E dan APK untuk praktikan laki-laki dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Data Dimensi Tubuh
No Dimensi Tubuh
TMT JT TSB DG
1 163.5 80 110.5 4.8
2 167 75.5 111 4
4 149.4 76.4 100.1 4
5 152.3 78.6 99.7 4.1
6 147.8 68 102 3.9
7 142.5 66 100.5 4.3
8 160.4 79 103.4 3.6
9 153.4 75 110.2 3.6
10 162 77 101.5 4.3
11 157.5 77 109 4.4
12 156 78 104 3.8
13 157.5 75 107 4.2
14 145.3 66.7 98.8 3.8
15 153.8 73 104 4.2
16 150 68.4 99.8 4.2
17 148.5 66.3 107.8 4
18 151.5 76.4 105 4.8
19 152 67 101 4.5
20 149.2 68 99.9 3.9
21 166.7 78 108.8 3.7
22 154.6 70 103.1 4.7
Sumber: Laboratorium E & APK dan Pengukuran Antropometri
5.2. Pengolahan Data
5.2.1. Pengolahan Data Hasil Checklist Standard Nordic Questionnaire
Data hasil standard nordic questionnaire ditunjukkan dalam Tabel 5.6. Adapun histogram dan grafik batang standard nordic questionnaire dapat dilihat pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.4.
Tabel 5.6. Pengolahan Data Standard Nordic Questionnaire
Nomor Keluhan
0 5 10 15 20 25 30 35
Tidak sakit Agak sakit Sakit Sangat sakit
Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.4. H
5.2.2. Pengolahan M
Data penilaia masing-masing eleme masing bagian tubuh d
Karakteristik
Data Musculoskeletal Operator 1
Data
5.4. Histogram Keluhan Musculoskeletal Oper
an Mantra Checklist
laian postur mengunakan Mantra checklist di men kerja dalam bentuk tabel dengan resiko pe ubuh dapat dilihat dalam Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Mantra Checklist
ik
Data Musculoskeletal Operator 1
perator 1
ma
Tabel 5.7. Mantra Checklist (Lanjutan)
n
Hasil Rekapitulasi mantrachecklistdapat dilihat pada Tabel 5.8, Tabel 5.9 dan Tabel 5.10.
Tabel 5.8. Mengambil dan Meletakkan Loyang
Karak
Tabel 5.9. Mengambil dan Mengisi Roti ke Loyang yang Lebih Besar
Kekak
uan 5 5 3 3
Getara
n 1 1 1 1
Tabel 5.10. Memindahkan Loyang Besar dan Memindahkan Loyang Kosong
Karak
Sumber : Kuisioner MantraChecklist
5.2.2.1.Penentuan Skor Resiko Berulang (Repetitif Task)
mengambil dan mengisi roti ke loyang yang lebih besar tertera pada Tabel 5.12, memindahkan loyang besar dan memindahkan loyang kosong ditunjukkan pada Tabel 5.13.
Tabel 5.11. Skor Resiko Berulang Mengambil dan Meletakkan Loyang Skor
Tabel 5.12. Skor Berulang Mengambil dan Mengisi Roti ke Loyang yang Lebih Besar
Tabel 5.13. Skor Berulang Memindahkan Loyang Besar dan Memindahan Loyang Kosong
Resiko pengerahan tenaga dapat dinilai dengan mengevaluasi gaya dan kecepatan untuk setiap bagian tubuh. Pengerahan tenaga ditentukan dari skor gaya dan kecepatan. Penentuan resiko pengerahan tenaga pada stasiun kerja pemanggangan pada elemen kegiatan mengambil dan meletakkan loyang ditunjukkan pada Tabel 5.14, mengambil dan mengisi roti ke loyang yang lebih besar tertera pada Tabel 5.15, memindahkan loyang besar dan memindahkan loyang kosong ditunjukkan pada Tabel 5.16.
Tabel 5.14. Skor Resiko Pengerahan Tenaga Mengambil dan Meletakkan Loyang
Skor
Gaya Tungkai Bawah Punggu
1 2 3 4 5 1 2 3
1 1 1 2 3 4 1 1 2
2 1 2 3 4 4 1 2 3
3 2 3 4 4 5 2 3 4
4 2 3 4 5 5 2 3 4
5 3 4 5 5 5 3 4 5
Tabel 5.15. Skor Pengerahan Tenaga Mengambil dan Mengisi Roti ke Loyang yang Lebih Besar
Skor
Gaya Tungkai Bawah Punggu
1 2 3 4 5 1 2 3
1 1 1 2 3 4 1 1 2
2 1 2 3 4 4 1 2 3
3 2 3 4 4 5 2 3 4
4 2 3 4 5 5 2 3 4
5 3 4 5 5 5 3 4 5
Tabel 5.16. Skor Pengerahan Tenaga Memindahkan Loyang Besar dan Memindahan Loyang Kosong
Gaya Tungkai Bawah Punggu
5.2.2.3.Penentuan Skor Resiko Kerja Total (Kumulatif)
Skor total didapatkan dari penjumlahan seluruh faktor resiko kerja di antaranya, waktu total, resiko kerja berulang, resiko pengerahan tenaga, kekakuan postur tubuh dan getaran. Tabel 5.17, Tabel 5.18 dan Tabel 5.19 menunjukkan skor resiko total dari elemen pekerjaan ini.
Kekak uan Getara
n 1 1 1 1
Total 13 16 13 16
Tabel 5.18. Skor Resiko Total Mengambil dan Mengisi Roti ke Loyang yang Lebih Besar
Jumlah dari skor total untuk setiap bagian tubuh di sebut resiko kumulatif, dan memiliki rentang antara 5-25 tindakan lebih lanjut perlu dilakukan bila salah satu bagian tubuh memiliki :
1. Nilai faktor resiko untuk pengerahan tenaga sebesar 5.
2. Jumlah dari nilai pengerahan tenaga dan kekakuan/postur tubuh sebesar 8 atau lebih.
3. Nilai kumulatif resiko dari keseluruhan tubuh sebesar 15 atau lebih.
5.2.3. Antropometri Tubuh
Setelah dilakukan perhitungan data antropometri tubuh, selanjutnya akan ditentukan nilai persentil. Nilai persentil yang dicari adalah nilai persentil 5 th, 50 th, 95 th. Pengolahan data antropometri Operator dapat dilihat dalam Lampiran 3. Hasil perhitungan nilai persentil antropoometri tubuh dapat dilihat dalam Tabel 5.20.
Tabel 5.20 Perhitungan Persentil 5, 50 dan 95 untuk Seluruh Dimensi Antropometri
No Dimensi Antropometri P5 (cm) P50 (cm) P95 (cm)
1 Tinggi Mata Tegak (TMT) `143,08 154 165,03
2 Jangkauan Tangan (JT) 64,66 72,96 81,26
3 Tinggi Siku Berdiri (TSB) 97,42 104,01 110,61
4 Diameter Genggam (DG) 3,54 4,12 4,71
Sumber: Pengolahan Data
5.2.4. Perancangan Rak Ergonomis
Cara merancang menurut Pahl dan Beitz terdiri dari 4 kegiatan atau fase, yang masing-masing terdiri dari beberapa langkah. Keempat fase tersebut adalah:
1. Perencanaan dan penjelasan
Fase ini adalah tahap untuk menentukan spesifikasi produk yang mempunyai fungsi khusus dan karakteristik tertentu yang memenuhi kebutuhan. Pada fase ini dikumpulkan semua informasi tentang semua persyaratan atau
requirement yang harus dipenuhi oleh produk dan kendala-kendala yang merupakan batasan untuk produk. Hasil fase ini adalah spesifikasi produk yang dimuat dalam suatu daftar persyaratan teknis.
Perancang melakukan klarifikasi tugas dan dihadapkan kepada beberapa pertanyaan kritis yang mendasar sehingga apa yang dirancang menjadi jelas. Selanjutnya dikumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang kebutuhan (demand) yang harus dipenuhi oleh produk dan keinginan (wishes) dari pengguna. Informasi tersebut disusun dalam bentuk daftar spesifikasi produk. Pertanyaan mendasar berkenaan dengan fungsi umum dan tujuan umum perancangan. Produk rancangan yang akan dihasilkan adalah rak ergonomis yang berfungsi sebagai tempat loyang dan meja kerja.
Spesifikasi dan karakteristik produk yang dirancang harus sesuai dengan antropometri tubuh operator.
Atribut-atribut teknis atau komponen yang diperlukan dalam merancang rakergonomis disusun secara sistematis meliputi fungsi, keamanan, estetika, ergonomi dan material. Setiap spesifikasi dikelompokkan sesuai dengan kebutuhannya yang meliputi kelompok demand (D) yaitu persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk dan kelompok wishes (W) yaitu persyaratan tambahan berupa keinginan dari perancang ataupun pengguna. Persyaratan ini diurut menurut derajat prioritas dan sedapat mungkin disajikan secara kuantitatif. Dengan demikian ada kejelasan tentang spesifikasi produk yang akan dibuat. Spesifikasi lengkap produk yang dirancang ditunjukkan pada Tabel 5.21
Tabel 5.21. Spesifikasi Rak Ergonomis
No Persyaratan Daftar
Spesifikasi
D/W
1 Fungsi Tempat peletakan loyang D
Meja kerja D
Menahan berat beban loyang besar yang berisi roti D 2 Ergonomi Memberikan kenyamanan pada saat mengisi roti D Memberikan kenyamanan pada saat meletakkan loyang D Memberikan kenyamanan pada saat mengambil loyang D
Dimensi panjang rak loyang kecil D
Dimensi lebar rak loyang kecil D
Dimensi tinggi rak loyang kecil D
Dimensi jarak antar rak loyang D
Dimensi panjang rak loyang besar D
Dimensi lebar rak loyang besar D
Dimensi tinggi rak loyang besar D
Dimensi panjang meja kerja D
Dimensi lebar meja kerja D
Dimensi tinggi meja kerja D
Bentuk rak W
Bentuk meja kerja W
Memakai pengunci untuk meja kerja W
Memiliki tempat untuk peletakan bahan pendukung W
Tabel 5.21. Spesifikasi Rak Ergonomis (Lanjutan)
No Persyaratan Daftar
Spesifikasi
D/W
Rak memakai pengunci roda W
3 Keamanan Tidak ada sisi yang tajam W
Tidak ada sudut pada produk W
Pengoperasiannya tidak rumit D
Mudah dalam hal penyimpanan W
4 Estetika Variasi warna W
Desain produk menarik W
5 Material Rangka rak terbuat daristainless stell W
Meja kerja terbuat dari kayu W
Umur pakai panjang W
Mudah diperoleh W
Sesuai dengan standar umum W
Sumber: Pengolahan Data
Ket : D = Demands W = Wishes
Dari Tabel 5.21. dapat diketahui bahwa keharusan (demands) disingkat D, yaitu syarat mutlak yang harus dimiliki produk, jika tidak terpenuhi maka produk tidak diterima. Sedangkan keinginan (wishes) disingkat W, yaitu syarat yang masih dapat dipertimbangkan keberadaannya, dan jika memungkinkan dapat dimiliki oleh produk yang dibuat.
Berdasarkan spesifikasi rak ergonomis, dilakukan analisa untuk memperoleh gambaran umum dari spesifikasi yang diberikan maka daftar spesifikasi rak ergnomis yaitu:
a. Berfungsi tempat peletakan loyang b. Berfungsi tempat meja kerja
c. Menahan berat beban loyang besar yang berisi roti d. Dimensi panjang rak loyang kecil
f. Dimensi tinggi rak loyang kecil g. Dimensi jarak antar rak loyang h. Dimensi panjang rak loyang besar i. Dimensi lebar rak loyang besar j. Dimensi tinggi rak loyang besar k. Dimensi panjang meja kerja l. Dimensi tinggi meja kerja m. Rak memakai roda
2. Perancangan Konsep Produk
Tabel 5.22. Prinsip Pemecahan Masalah N
o
Konsep Solusi
Konsep
Keteranga n 1
Rak Ergonomi
s
Portable Varian 1
2 Two Peace Varian 2
3
Combinatio
n
Varian 3
Sumber: Pengolahan Data
Tabel 5.23. Tahap Pengembangan Konsep Alt
er nat
if
Ko nse p
Gambar Rak Ergonomis Keterangan Gambar
Desain Kerja
Operator meminda hkan loyang kosong ke stasiun pemoton gan
Sumber: Pengolahan Data
Tabel 5.23. Tahap Pengembangan Konsep (Lanjutan)
n loyang kosong. 4.
Operator meminda hkan loyang kosong ke stasiun pemoton gan
Sumber: Pengolahan Data
Tabel 5.23. Tahap Pengembangan Konsep (Lanjutan) Alt
ern
Konse p
Gambar Rak Ergonomis Keterangan Gambar
Desain Kerja
kosong. 4.
Operator meminda hkan loyang kosong ke stasiun pemoton gan
Langkah selanjutnya adalah menyeleksi penggabungan kombinasi prinsip solusi yang dilihat berdasarkan kriteria :
1. Memenuhi fungsi secara keseluruhan 2. Dapat memenuhi yang disyaratkan 3. Mudah dibuat
4. Keamanan terjamin 5. Informasi memadai 6. Stabilitas produk 7. Fleksibelitas produk.
Selanjutnya diisi dengan menggunakan formulir pengisian dengan memberikan bobot nilai 1 jika varian yang tersedia sesuai dengan kriteria perancangan dan bobot nilai 0 jika varian yang tersedia tidak sesuai dengan kriteria perancangan. Formuir pengisian kritera dapat dilihat pada Tabel 5.24.
Tabel 5.24. Formulir Pengisian
Kriteria
Altern atif
1 2 3
Memenuhi fungsi secara keseluruhan 1 1 1 Dapat memenuhi yang disyaratkan 1 0 1
Mudah dibuat 1 1 1
Keamanan terjamin 1 0 1
Informasi memadai 1 1 1
Stabilitas produk 1 1 0
Fleksibelitas produk 1 1 0
Total 7 5 5
4. Perancangan Detail
Pada fase perancangan detail, maka susunan komponen produk, bentuk dan dimensi dari setiap komponen produk ditetapkan. Hasil akhir fase ini adalah gambar rancangan lengkap dan spesifikasi produk untuk pembuatan. Adapun variabel desain rak secara ergonomis berdasarkan dimensi antropometri yang digunakan perancang adalah sebagai berikut:
a. Tinggi Rak
Tinggi rak ditentukan oleh tinggi badan tegak. Pemilihan dimensi antropometri yang akan dirancang menggunakan nilai persentil 50 th. Tujuan pemilihan dimensi dengan persentil 50 th adalah agar semua operator dapat menjangkau rak:
Dimensi = Tinggi Mata Tegak (TMT)
Tinggi maksimum Rak (50th) = 154 cm. b. Tinggi Meja Kerja
Tinggi meja kerja disesuaikan dengan tinggi siku berdiri. Dalam hal ini tinggi meja kerja ditentukan dengan data antropometri operator yang menengah yaitu operator dengan persentil 50 th
Dimensi = Tinggi Siku Berdiri (TSB) Tinggi maksimum meja kerja (50th) = 104,01 cm
c. Lebar Meja Kerja