• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Fasilitas Kerja Pada Stasiun Pemanggangan Menggunakan Metode Pahl & Beitz Berdasarkan Analisa Poostur Kerja Metode Mantra Studi Kasus: UKM Cahaya Bakery

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Fasilitas Kerja Pada Stasiun Pemanggangan Menggunakan Metode Pahl & Beitz Berdasarkan Analisa Poostur Kerja Metode Mantra Studi Kasus: UKM Cahaya Bakery"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)

Lampiran 3.

1. Antropometri Tubuh

Data dimensi tubuh pekerja pada bagian pencetakan roti tidak cukup untuk digunakan sebagai acuan dalam perancangan fasilitas kerja usulan, sehingga dilakukan penambahan data dimensi tubuh dari laboratorium E dan APK dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Dimensi Tubuh

No TMT JT TSB DG

1 147.8 68 102 3.9

2 142.5 66 100.5 4.3

3 160.4 79 103.4 3.6

4 153.4 75 110.2 3.6

5 162 77 101.5 4.3

6 157.5 77 109 4.4

7 156 78 104 3.8

8 157.5 75 107 4.2

9 145.3 66.7 98.8 3.8

10 153.8 73 104 4.2

11 150 68.4 99.8 4.2

12 148.5 66.3 107.8 4

13 151.5 76.4 105 4.8

14 152 67 101 4.5

15 149.2 68 99.9 3.9

16 166.7 78 108.8 3.7

17 154.6 70 103.1 4.7

18 163.5 80 110.5 4.8

19 167 75.5 111 4

20 148.5 66 101.3 4

21 149.4 76.4 100.1 4

22 152.3 78.6 99.7 4.1

(14)

1.1. Perhitungan Rata-rata, Standar Deviasi, Nilai Maksimum, dan

Minimum

Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum pada masing-masing dimensi tubuh hasil pengukuran akan dijabarkan sebagai berikut.

1.1.1. Perhitungan Rata-rata

Untuk menentukan nilai rata-rata pada masing-masing dimensi tubuh hasil pengukuran dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

n

 = Jumlah pengamatan ke n

X = X rata-rata Misalnya :

Nilai rata-rata pada data tinggi mata tegak (TMT) adalah:

154

Nilai rata-rata pada data jangkauan tangan (JT) adalah:

97

Nilai rata-rata pada data tinggi siku berdiri (TSB) adalah:

(15)

Nilai rata-rata pada data diameter genggam (DG) adalah:

1.1.2. Perhitungan Standar Deviasi

Untuk menentukan nilai standar deviasi yaitu standar penyimpangan dari nilai rata-ratanya pada masing-masing dimensi tubuh hasil pengukuran dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Nilai standar deviasi pada data tinggi mata tegak (TMT) adalah:

 6,67

Nilai standar deviasi pada data jangkauan tangan (JT) adalah:

 5,04

Nilai standar deviasi pada data tinggi siku berdiri (TSB) adalah:

 4,01

Nilai standar deviasi pada data diameter genggam (DG) adalah:

(16)

1.1.3. Perhitungan Nilai Minimum dan Maksimum

Nilai minimum adalah nilai terkecil dari hasil pengukuran setelah data diurutkan, sedangkan nilai maksimum adalah nilai yang terbesar dari data hasil pengukuran setelah data diurutkan.

Contoh:

Nilai minimum dan maksimum pada pada data tinggi mata tegak (TMT) adalah:

167 142,5

min  

maks

X X

Perhitungan rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum dari data hasil pengukuran dimensi tubuh dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Hasil Pengukuran dengan X, σ, Xmindan Xmaks

No. Pengukuran X(cm) σ(cm) Xmin(cm) Xmaks(cm)

1 TMT 154,1 6,67 142,5 167

2 JT 72,97 5,04 66 80

3 TSB 104 4,01 98,8 111

4 DG 4,13 0,35 3,6 4,8

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Microsoft Excel

1.2. Uji Keseragaman Data Antropometri

(17)
(18)
(19)

2

  X

BKA

2

  X

BKB

85.00 90.00 95.00 100.00 105.00 110.00 115.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

A

x

is

T

it

le

Axis Title

(20)

No. Pengukuran Xmin(cm) Xmaks(cm) BKA (cm) BKB (cm) Keterangan

1 TMT 142,5 167 167,4 140,7 Seragam

2 JT 66 80 83,06 62,88 Seragam

3 TSB 98,8 111 112,03 96 Seragam

4 DG 3,6 4,8 4,84 3,42 Seragam

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

A

x

is

T

it

le

Axis Title

(21)

2

Jika, N`< N maka data sudah cukup untuk melakukan perancangan. N`> N maka data belum cukup untuk melakukan perancangan. Contoh :

Perhitungan data tinggi mata tegak (TMT) adalah sebagai berikut : N = 22

Kesimpulan: Data hasil pengukuran yang dilakukan sudah cukup untuk menjadi acuan perancangan fasilitas.

(22)

Tabel 4. Uji Kecukupan Data

No. Pengukuran N N’ Keterangan

1 TMT 22 2,84 Data Cukup

2 JT 22 7,30 Data Cukup

3 TSB 22 2,27 Data Cukup

4 DG 22 11,29 Data Cukup

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Microsoft Excel

1.4. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov

Salah satu syarat penggunaan data antropometri yang akan diaplikasikan pada perancangan fasilitas menggunakan konsep persentil adalah data harus berdistribusi normal, sehingga perlu dilakukan uji normalitas. Metode

kolmogorov-smirnov digunakan karena data antropometri yang digunakan adalah data parametrik yang dapat diketahui nilai parameter/statistik data (rata-rata, standar deviasi, dan sebagainya), merupakan data kontinu (hasil pengukuran), dan ukuran sampel memenuhi (22 sampel) sehingga metode kolmogorov-smirnov

(23)

(24)

Tinggi mata tegak (TMT)

P5 = x -1,645x

= 154–1,645(6,67) = 143,08 cm

2. Persentil 50

Harga persentil 50 dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut: P50= x

Dimana:

P50 = besar persentil 50 x = rata-rata x

Tinggi mata tegak (TMT) P50= x

= 154 cm

3. Persentil 95

Harga persentil 95 dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut:

P95= x + 1,645x

Dimana:

P95 = besar persentil 95 x = rata-rata x

(25)

Tinggi mata tegak (TMT)

P95= x + 1,645x = 154 + 1,645(6,67) = 165,03cm

Rekapitulasi perhitungan persentil 5, 50 dan 95 untuk masing-masing data dimensi antropometri dapat dilihat pada Tabel 5.11

Tabel 5. Perhitungan Persentil 5, 50 dan 95 untuk Seluruh Dimensi Antropometri

No Dimensi Antropometri P5 (cm) P50 (cm) P95 (cm)

1 Tinggi Mata Tegak (TMT) `143,08 154 165,03

2 Jangkauan Tangan (JT) 64,66 72,96 81,26

3 Tinggi Siku Berdiri (TSB) 97,42 104,01 110,61

4 Diameter Genggam (DG) 3,54 4,12 4,71

Sumber: Hasil Pengolahan Data

(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)

DAFTAR PUSTAKA

Cross, Nigel. 1994. Engineering Design Methods Strategies For Product Design 3th. Milton Keynes, UK: British Library.

G. Pah and Beitz. 1996. Engineering Design A Systematic Approach. Germany: Springer-Vertag London Limeted.

Hartanto, Markus. 2012. Panduan Survei Data Antropometri Jurusan Teknik Industri. Universitas Surabaya

Janet, dkk. 2009. Ergonomics Processes Implementation Guide and Tools For The Mining Industry. Pitsburg: Depatement Of Health and Human

Services.

Nurmianto, Eko.2004.ErgonomiKonsepDasardanAplikasinya. Surabaya: PT. GunaWidya.

Pulat, Mustafa B. 1992.Fundamentals of Industrial Ergonomics. United States of America: Oklahoma City Works and School of Industrial Engineering University of Oklahoma.

Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi Manusia, Peralataan dan Lingkungan. Jakarta: Prestasi Pusaka.

(35)

Sutalaksana, Iftikar Z. 2005. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Bandung: ITB

Press

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan Kerja dan Produktifitas. Jakarta: Uniba Press

Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. ErgonomiStudiGerakandanWaktu.Surabaya : PT. GunaWidya.

(36)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Ergonomi

Peranan ergonomi sebagai disiplin ilmu tidak lepas dari aspek - aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,

engineering, manajemen dan desain (perancangan). Ergonomi adalah suatu studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya berinteraksi untuk saling menyesuaikan dengan tujuan mencapai optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan ketika bekerja.

(37)

fasilitas kerja adalah syarat utama dalam menciptakan keserasian sistem kerja dengan manusia sebagai pengendalinya (man-machine system).

Perancangan fasilitas yang ideal harus menyesuaikan peranan dan fungsi pokok dari komponen–komponen yang terlibat dalam sistem kerja tersebut. Salah satu definisi ergonomi yang menitikberatkan pada penyesuaian desain terhadap manusia didasarkan pada kemampuan dan keterbatasan manusia dengan pekerjaannya terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kognitif, fisik maupun psikologisnya (Nurmianto, 2008).

3.2. Keluhan Musculoskeletal

Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal

yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon.

Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan

(38)

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back pain= LBP).

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20%. Peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Bila suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

Faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal sebagai berikut.

(39)

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhakan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan otot yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya keluhan ototskeletal.

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan ototskeletal.

4. Faktor penyebab sekunder

(40)

Keterangan

No Jenis Keluhan

0 Sakit kaku di bagian leher bagian atas

1 Sakit kaku di bagian leher bagian bawah

2 Sakit di bahu kiri

3 Sakit di bahu kanan

4 Sakit lengan atas kiri

5 Sakit di punggung

(41)

7 Sakit pada pinggang

8 Sakit pada bokong

9 Sakit pada pantat

10 Sakit pada siku kiri

11 Sakit pada siku kanan

12 Sakit pada lengan bawah kiri

13 Sakit pada lengan bawah kanan

14 Sakit pada pergelangan tangan kiri

15 Sakit pada pergelangan tangan kanan

16 Sakit pada tangan kiri

17 Sakit pada tangan kanan

18 Sakit pada paha kiri

19 Sakit pada paha kanan

20 Sakit pada lutut kiri

21 Sakit pada lutut kanan

22 Sakit pada betis kiri

23 Sakit pada betis kanan

24 Sakit pada pergelangan kaki kiri

25 Sakit pada pergelangan kaki kanan

26 Sakit pada kaki kiri

27 Sakit pada kaki kanan Sumber : Buku Ergonomi Manusia, Peralataan dan Lingkungan (Santoso, 2004)

Gambar 3.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

3.4. Postur Kerja

Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain: 1. Pembebanan pada kaki

2. Pemakaian energi dapat dikurangi

3. Keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi (Grandjean, 1993)

(42)

sehingga cepat lelah. Mengingat posisi duduk mempunyai keuntungan dan kerugian, maka untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis pekerjaan apa saja sesuai diterapkan posisi duduk. Pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk antara lain:

1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki

2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan 3. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar

4. Objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih dari 15 cm dari landasan kerja

5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi 6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama

7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan posisi duduk (Pulat, 1992)

Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan maupun kerugian. Sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti (Sutalaksana, 2000).

(43)

melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri antara lain: 1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut

2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg) 3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping. 4. Sering melakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah 5. Memerlukan mobilitas tinggi (Pulat, 1992)

3.5. ManTRA (Manual Task Risk Assessment) Tool

ManTRA (Manual Task Risk Assessment) tool merupakan alat penilaian postur kerja yang dirancang oleh Burgess-Limerick et al, pada tahun 2000. Metode ini secara konseptual digunakan untuk menilai postur tubuh saat bekerja berdasarkan indeks anggota tubuh bagian atas. Peneliti menggunakan alat ini sebagai bagian dari objek permasalahan yang dibutuhkan untuk mengumpulkan informasi mengenai total waktu untuk suatu tugas yang sedang dilakukan dan menentukan penilaian menggunakan 5 skala poin dari lima karakteristik suatu pekerjaan yakni waktu siklus (pengulangan), gaya yang dibutuhkan, kecepatan, kekakuan postur, dan getaran.

(44)

Penerapan metode ManTRA dilakukan dengan mengikuti prosedur penilaian berdasarkan pengukuran total waktu (durasi) kerja, pengukuran faktor resiko yang berulang, pengukuran faktor resiko akibat pengerahan tenaga, pengukuran faktor resiko kekakuan, pengukuran faktor resiko getaran. Setelah mendapatkan nilai-nilai penilaian dari setiap kriteria faktor resiko lalu dilakukan interpretasi penilaian untuk menentukan tindakan lebih lanjut yang akan dilakukan.

1. Pengukuran Total Waktu

Total waktu merupakan rata-rata dari total waktu suatu pekerjaan dilakukan dalam suatu hari tertentu. Penilaian rata-rata total waktu dapat dilihat dalam Tabel 3.1

Tabel 3.1. Tabel Penilaian Resiko Waktu Siklus Jam/hari 0-2

Sumber :Manual Tasks Risk Assessment(ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)

2. Pengukuran Resiko Waktu Siklus Berulang

Pengulangan dinilai dengan mengevaluasi waktu siklus dan durasi suatu tugas pada setiap bagian tubuh. Waktu siklus merupakan durasi waktu dari suatu tugas yang dikerjakan lebih dari satu kalitan tanpa adanya gangguan. Penilaian resiko waktu siklus berulang dapat dilihat dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Tabel Penilaian Resiko Waktu Siklus Berulang Waktu

30dtk < 10 dtk

Skor 1 2 3 4 5

(45)

Durasi adalah waktu dimana tugas yang memilki siklus berulang dilakukan tanpa satu atau banyak gangguan. Kode durasi akan selalu sama untuk setiap bagian dari tugas tertentu. Waktu siklus dan kode durasi dicantumkan dalam tabel untuk menentukan nilai dari resiko yang berulang. Penilaian resiko durasi kerja dapat dilihat dalam Tabel 3.3

Tabel 3.3. Tabel Penilaian Resiko Durasi Kerja

Wakt

Sumber :Manual Tasks Risk Assessment(ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)

Faktor resiko yang berulang ditentukan dengan mencantumkan skor dari waktu siklus dan durasi pada tabel resiko yang berulang. Penilaian resiko durasi waktu dan waktu siklus dapat dilihat dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Tabel Penilaian Resiko Durasi Waktu dan Waktu Siklus Skor

(46)

3. Pengukuran Resiko Akibat Pengerahan Tenaga

Resiko pengerahan tenaga dapat dinilai dengan mengevaluasi gaya akibat adanya kecepatan setiap bagian tubuh. Sama halnya dengan resiko berulang dengan durasi waktu dan waktu siklus, nilai dari resiko akibat pengerahan tenaga ditentukan dari skor gaya dan kecepatan yang dicantumkan dalam Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Tabel Penilaian Faktor Resiko Gaya (Force)

Kategori Gaya Minimal Sedang Maksimal

Skor 1-2 3-4 5

Sumber :Manual Tasks Risk Assessment(ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)

Gaya merupakan penilaian dari usaha penggunaan otot pada suatu bagian tubuh selama pekerjaan dilakukan dengan gaya maksimum yang dapat digunakan oleh seseorang saat bekerja. Pekerjaan yang dilakukan dalam waktu yang singkat dengan gaya yang sedang dinilai sama dengan pekerjaan yang dilakukan dalam durasi yang lama dengan gaya yang sedang, karena pengukuran durasi dilakukan secara terpisah. Kecepatan dinilai dari rata-rata keseluruhan gerakan saat melakukan suatu pekerjaan. Contohnya, bila suatu tugas kebanyakan membutuhkan gerakan yang lambat dengan beberapa elemen cepat, itu akan dinilai sebagai langkah sedang dan akan mendapatkan skor 2. Skor 3 akan diberikan hanya pada pekerjaan statis utama. Penilaian resiko kecepatan dapat dilihat dalam Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Tabel Penilaian Resiko Kecepatan (Speed)

Katergori

(47)

Resiko akibat pengerahan tenaga (resiko gabungan) ditentukan dengan mencantumkan skor-skor dari gaya dan kecepatan dalam tabel resiko akibat pengerahan tenaga. Penilaian resiko gabungan dapat dilihat dalam Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Tabel Penilaian Resiko Gabungan (Gaya dan Kecepatan) Skor

Sumber :Manual Tasks Risk Assessment(ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)

4. Pengukuran Resiko Kekakuan

Kekakuan didefinisikan sebagai derajat deviasi dari tulang sendi. Semakin besar deviasi, semakin besar pula tingkat bahayanya. Penilaian dilakukan untuk keseluruhan tugas, oleh karena itu harus menampilkan rata-rata dari berbagai posisi tubuh untuk setiap bagian tubuh ketika melakukan pekerjaan. Penilaian resiko kekakuan dapat dilihat dalam Tabel 3.8.

Tabel 3.8. Tabel Penilaian Faktor Resiko Kekakuan

Amount of

Awardness A B C D E

Skor 1 2 3 4 5

Sumber :Manual Tasks Risk Assessment(ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000) Keterangan:

A = Postur tubuh mendekati netral

B = Penyimpangan kecil dari kondisi netral ke satu arah C = Penyimpangan kecil dari kondisi netral lebihdari satu arah

D = Penyimpangan melebihi dari jarak normal dari kondisi netral ke satu arah E = Penyimpangan melebihi dari jarak normal dari kondisi netral lebih dari satu arah

(48)

Pekerjaan yang menimbulkan resiko getaran harus mempertimbangkan kedua faktor berikut: keseluruhan tubuh dan getaran bagian tubuh. Getaran pada keseluruhan tubuh akan berdampak pada lengan bawah dan tulang belakang ketika getaran pada bagian tubuh menyerang kaki dan tangan bagian atas. Penilaian dilakukan untuk keseluruhan tugas, oleh karena itu harus ditampilkan durasi rata-rata dan tugas tersebut. Penilaian resiko getaran dapat dilihat dalam Tabel 3.9.

Tabel 3.9. Tabel Penilaian Resiko Getaran

Amount of

Vibration None Minimal

Moderate Amplitude

Large Amplitude

Severe amplitude

Skor 1 2 3 4 5

Sumber :Manual Tasks Risk Assessment(ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)

Setelah mendapatkan semua penilaian untuk setiap karakteristik penilaian selanjutnya dilakukan interpretasi nilai. Untuk setiap bagian tubuh, skor untuk total waktu, pengulangan, pengerahan tenaga, kekakuan dan getaran dijumlahkan. Jumlah dari skor untuk setiap bagian tubuh disebut resiko kumulatif, dan memiliki rentang antara 5-25. Tindakan lebih lanjut perlu dilakukan bila salah satu bagian tubuh memiliki :

1. Nilai faktor resiko untuk pengerahan tenaga sebesar 5

2. Jumlah dari nilai pengerahan tenaga dan kekakuan sebesar 8 atau lebih 3. Nilai kumulatif resiko dari keseluruhan tubuh sebesar 15 atau lebih.

(49)

3.6. Antropometri

3.6.1. Definisi Antropometri

Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri”

yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia Antropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain (Nurmianto,1991).

3.6.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri

Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Di sini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:

(50)

menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.

b. Jenis kelamin (sex). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umunya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.

c. Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memilki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainya.

d. Jenis pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi karyawan/stafnya. Misalnya buruh dermaga/pelabuhan adalah harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.

e. Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain).

f. Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orang akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.

(51)

Tahapan perancangan sistem kerja work space design dengan memperhatikan faktor antropometri secara umum adalah sebagai berikut (Roevuck, 1995) :

1. Menentukan kebutuhan perancangan (establish requirement) 2. Mendefinisikan dan mendeskripsikan populasi pemakai

3. Pemilihan sampel yang akan diambil datanya

4. Penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil) 5. Penyiapan alat ukur yang akan dipakai

6. Pengambilan data 7. Pengolahan data

a. Uji kecukupan data b. Uji normalitas data c. Uji keseragaman data d. Penentuan persentil

3.6.3. Dimensi Antropometri

Dimensi antropometri merupakan ukuran tubuh pada posisi tertentu. Data ini dapat dimanfaatkan guna menetapkan dimensi ukuran produk yang akan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang akan mengoperasikan atau menggunakannya. Data antropometri tubuh yang diukur dalam panduan survei data antropometri dapat dilihat pada Tabel 3.10 (Hartono, 2004).

Tabel 3.10. Pengukuran Dimensi Tubuh No Data yang Diukur Cara Pengukuran

1 Tinggi tubuh Jarak vertikal dari lantai ke bagian paling atas kepala.

(52)

3 Tinggi bahu Jarak vertikal dari lantai ke bagian atas bahu kanan(acromion)atau ujung tulang bahu kanan

4 Tinggi siku Jarak vertikal dari lantai ke titik terbawah di sudut siku bagian kanan.

5 Tinggi pinggul Jarak vertikal dari lantai ke bagian pinggul kanan.

6 Tinggi tulang ruas Jarak vertikal dari lantai ke bagian tulang ruas/buku jari tangan kanan

(metacarpals).

7 Tinggi ujung jari Jarak vertikal dari lantai ke ujung jari tengah tangan kanan(dactylion).

8 Tinggi dalam posisi duduk Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian paling atas kepala.

9 Tinggi mata dalam posisi duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian luar sudut mata kanan.

10 Tinggi bahu dalam posisi bawah lengan bawah tangan kanan. 12 Tebal paha Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian

paling atas dari paha kanan.

13 Panjang lutut Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul) kebagian depan lulut kaki kanan.

14 Panjangpopliteal Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul) kebagian belakang lutut kanan.

15 Tinggi lutut Jarak vertikal dari lantai ke tempurung lutut kanan.

16 Tinggipopliteal Jarak vertikal dari lantai ke sudut

popliteal yang terletak di bawah paha, tepat di bagian belakang lutut kaki kanan. Sumber: Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2004)

Tabel 3.10. Pengukuran Dimensi Tubuh (Lanjutan) No Data yang Diukur Cara Pengukuran

17 Lebar sisi bahu Jarak horizontal antara sisi paling luar bahu kiri dan sisi paling luar bahu kanan. 18 Lebar bahu bagian atas Jarak horizontal antara bahu atas kanan

dan bahu atas kiri.

19 Lebar pinggul Jarak horizontal antara sisi luar pinggul kiri dan sisi luar pinggul kanan.

(53)

21 Tebal perut Jarak horizontal dari bagian belakang tubuh ke bagian yang paling menonjol di bagian perut.

22 Panjang lengan atas Jarak vertikal dari bagian bawah lengan bawah kanan ke bagian atas bahu kanan. 23 Panjang lengan bawah Jarak horizontal dari lengan bawah

diukur dari bagian belakang siku kanan ke bagian ujung dari jari tengah.

24 Panjang rentang tangan ke depan

Jarak dari bagian atas bahu kanan

(acromion) ke ujung jari tengah tangan kanan dengan siku pergelangan tangan kanan lurus.

25 Panjang bahu - genggaman tangan ke depan

Jarak dari bagian atas bahu kanan

(acromion)ke pusat batang silinder yang digenggam oleh tangan kanan, dengan siku dan pergelangan tangan lurus.

26 Panjang kepala Jarak horizontal dari bagian paling depan dahi (bagian tengah antara dua alis) ke bagian tengah kepala.

27 Lebar kepala Jarak horizontal dari sisi kepala bagian kiri ke sisi kepala bagian kanan, tepat di atas telinga.

28 Panjang tangan Jarak dari lipatan pergelangan tangan ke ujung jari tengah tangan kanan dengan posisi tangan dan seluruh jari lurus dan terbuka.

29 Lebar tangan Jarak antara kedua sisi luar empat buku jari tangan kanan yang diposisikan lurus dan rapat.

30 Panjang kaki Jarak horizontal dari bagian belakang kaki (tumit) ke bagian paling ujung dari jari kaki kanan.

31 Lebar kaki Jarak antara kedua sisi paling luar kaki. Sumber: Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2004)

Tabel 3.10. Pengukuran Dimensi Tubuh (Lanjutan) No Data yang Diukur Cara Pengukuran

32 Panjang rentangan tangan ke samping

Jarak maksimum ujung jari tengah tangan kanan ke ujung jari tengah tangan kiri. 33 Panjang rentangan siku Jarak yang diukur dari ujung siku tangan

kanan ke ujung siku tangan kiri. 34 Tinggi genggaman tangan ke

atas dalam posisi berdiri

Jarak vertikal dari lantai ke pusat batang silinder (centre of acylindrical rod)

(54)

35 Tinggi genggaman ke atas dalam posisi duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke pusat batang silinder.

36 Panjang genggaman tangan ke Depan

(55)
(56)

3. Skala Pengukur (Kurva)

Alat ini juga dirakit dengan meter pengukur tinggi. Untuk mengukur lebar tubuh dan bagian yang relatif pendek seperti leher, diameter kepala dan panjang kaki.

4. Martin goniometer

Dua kurva yang disambung pada satu ujung yang dapat dibuka dan ditutup, dilengkapi dengan skala yang digunakan untuk mengukur dari 1 mm – 450 mm. Alat ini digunakan untuk mengukur kepala, lipatan lemak atau bagian kecil tubuh.

5. Metal Penggaris

Metal penggaris berukuran 150 mm dengan minimum skala 1 mm untuk mengukur bagian kecil secara linier.

6. Martin Caliper

Untuk mengukur bagian kecil dari telinga, wajah, jari kaki atau sudut-sudutnya. Skala samping adalah tetap pada satu sisi dengan ukuran 200 mm x 1 mm dan pada sisi lain skala dapat digeser.

(57)

7. Kantong Kapas Alkohol

Letakkan kapas penyerap dan alkohol ke dalam kantong untuk mensterilkan

ujung alat sebelum pengukuran dilakukan. 8. Pita Pengukur

Alat ini digunakan untuk mengukur keliling dada atau kepala. Terbuat dari metal, pemutaran otomatis. Panjang adalah 2 meter dengan skala pertambahan 1 mm (Poerwanto, dkk. 2008).

3.6.5. Aplikasi Distribusi Normal dalam Data Antropometri

Pemakaian distribusi normal dalam penetapan data antropometri sangat umum diterapkan. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga

rata-rata (mean,X) dan simpangan standarnya (standard deviation,X) dari data yang

(58)

Persentil Perhitungan

1 - St Χ - 2,325 x

2,5–th Χ -1,96 δ x 5–th Χ -1,645 δ x 10–th Χ -1,28 δ x

50–th Χ

90–th Χ + 1,28 δ x

95–th Χ + 1,645 δ x 97,5–th Χ + 1,96 δ x

99 - th Χ + 2,325

(59)

sering muncul diperoleh tanpa perhatian suatu langkah yang terlibat dalam suatu proses (Hyman, 1998). Teknik perancangan berkenaan antara apa yang diinginkan dengan bagaimana memperolehnya (Suh, 1990). Teknik perancangan adalah proses untuk mengenal suatu kebutuhan dan membuat sebuah sistem untuk mencapai kebutuhan tersebut (Hales, 1993).

SEED (Sharing Experience in Engineering Design) mendefinisikan teknik perancangan adalah total aktivitas yang dibutuhkan untuk menetapkan dan menentukan solusi untuk suatu masalah yang belum diselesaikan sebelumnya, atau membuat solusi baru untuk suatu masalah yang sama yang mana telah diselesaikan sebelumnya dengan cara yang berbeda. Perancang menggunakan kemampuan intelektual dan kreatifitasnya untuk menggunakan pengetahuan umum dan memastikan spesifikasi produk dapat memenuhi kebutuhan pasar dan kepuasan pelanggan agar dapat dihasilkan dengan metode yang optimum.

Suatu perancangan adalah suatu proses kreatifitas tetapi jika tidak diarahkan secara sistematis maka kemungkinan untuk mengeluarkan hasil rancangan melalui proses kreatifitas tersebut akan terbatas (Pahl and Beitz, 1996). Metode yang digunakan menggunakan pendekatan sistematis yang direkomendasikan untuk memperoleh proses perancangan dengan tahapan-tahapan aktivitas yang diperlukan pada setiap tingkatan perancangan (Nigel, 1994).

(60)

Perancangan dengan pendekatan sistematis dapat dikelompokan menjadi dua yaitu perancangan deskriptif dan preskriptif. Model deskriptif sebagai penyelesaian masalah berdasarkan penekanan dalam menghasilkan solusi lebih awal dari proses (Nigel, 1994). Salah satu kelemahan yang ditemukan pada perancangan deskriptif, jika solusi yang diterapkan lebih awal tidak dapat diwujudkan secara fisik maka konsep rancangan yang baru akan dihasilkan untuk mengulang siklus rancangan. Proses ini biasanya disajikan dalam bentuk aliran diagram yang menunjukan proses secara berulang.

Sebaliknya, model perancangan preskriptif mencoba untuk mendorong perancang untuk bekerja pada suatu metodologi perancangan yang lebih sistematis. Model ini lebih berfokus dalam menghasilkan kemampuan spesifikasi sehingga permasalahan rancangan dapat ditentukan tanpa adanya elemen-elemen lain yang perlu diabaikan. Pembangkitan beberapa konsep alternatif didorong dengan pilihan akhir yang dibuat dengan seleksi alternatif perancangan yang rasional. Salah satu sistem yang sangat direkomendasikan untuk model perancangan preskriptif adalah metode Pahl dan Beitz yang telah berhasil dan banyak digunakan para perancang dalam aspek rekayasa.

Pahl dan Beitz (1996) mengusulkan cara merancang produk yang terdiri dari 4 kegiatan atau tahapan, masing-masing tahapan terdiri dari beberapa langkah. Keempat tahapan tersebut adalah :

1. Perencanaan dan penjelasan

(61)

digunakan untuk menentukan fungsi dari produk dan batasan sistem dari rancangan yang baru. Aktifitas ini mengacu kepada penyusunan daftar kebutuhan part dari produk rancangan dan spesifikasi rancangan produk (berdasarkan

demanddanwish).

2. Rancangan Konseptual Produk

Setelah spesifikasi rancangan telah dikembangkan, perancang dapat menuangkan ide-ide kreatifnya terhadap produk. Pemikiran konvergen (tradisional) yang mengedepankan keterampilan dari klarifikasi tugas berubah menjadi divergen (modern) yang mengedepankan analisis dan evaluasi melalui tahap konseptual, yang melibatkan perluasan lingkup untuk mengumpulkan ide sebanyak mungkin. Tahap rancangan konseptual terdiri atas dua komponen utama yakni sintesa terhadap solusi untuk menemukan kebutuhan (need) dan evaluasi solusi untuk menentukan salah satu yang paling layak untuk menyelesaikan masalah melalui spesifikasi rancangan.

3. Rancangan Fisik (Secara Visual)

(62)

biasanya tidak lebih dari sebuah sketsa dan dokumen spesifikasi rancangan produk. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memperhalus informasi awal dan mengembangkannya kepada titik dimana rancangan detail dan perencanaan produksi dapat dimulai. Jadi tahap ini meliputi pemodelan secara defenitif yang diikuti dengan kalkulasi dimensi, batas toleransi, material yang diharapkan dan proses perakitannya.

4. Rancangan Detail

Tahap akhir dari proses perancangan Pahl dan Beitz adalah rancangan detail, dimana keputusan yang paling penting telah ditentukan. Rancangan dari setiap kompoen harus diverifikasi dan informasi yang berhubungan dengan proses pembuatan harus diselesaikan. Rancangan detail secara umum berhubungan dengan rancangan dari subsistem dan komponen-komponen yang membuat rancangan akhir.

(63)

In

Evaluasi terhadap kriteria teknis dan ekonomis

Konsep

Mengembangkan layout awal dan bentuk desain Memilih layout terbaik

Memperbaiki dan mengevaluasi kriteria teknis dan ekonomi

Layout Awal

Optimalisasi dan Melengkapi bentuk desain Cek kesalahan dan harga yang efektif

Persiapkan komponen awal dan dokumen produksi

Layout Akhir

Gambar detail

Melengkapi gambar detail dan dokumen produksi Cek semua dokumen

Dokumentasi

Solusi

(64)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UKM Cahaya Bakery Jl. Pelita VI No. 44, Medan Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 sampai Juli 2016.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek tertentu (Sukaria, 2011). Penelitian deskriptif ini berbentuk survey reasearch yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan fakta-fakta dari gejala yang ada secara langsung dari orang-orang tertentu yang dijadikan objek penelitian dan mencari suatu solusi yang akan diaplikasikan pada UKM Cahaya Bakery untuk dapat merancang fasilitas kerja pada stasiun pemanggangan guna menghindari resiko cedera kerja.

4.3. Objek Penelitian

(65)

dilakukan operator masih secara manual, untuk itu perlu dirancang suatu fasilitas kerja yang baru.

4.4. Kerangka Berfikir

Keluhan musculoskeletal operator stasiun pemanggangan di pengaruhi oleh postur kerja dan prosedur kerja pemanggangan. Keluhan musculoskeletal

disebabkan oleh fasilitas kerja tidak ergonomis . Fasilitas kerja usulan dirancang untuk mendapatkan fasilitas kerja ergonomis untuk mengurangi resiko cidera saat bekerja. Kerangka berfikir dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kerangka Berfikir Penelitian

4.5. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

a. Keluhanmusculoskeletal: Keluhan rasa nyeri pada bagian tubuh operator b. Deskripsi kerja : Tata urutan kerja pemanggangan

c. Postur kerja : Sikap tubuh saat bekerja

d. Dimensi antropometri : Ukuran bagian tubuh operator

(66)

f. Waktu siklus : Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu-satuan produksi

4.6. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen untuk membantu dalam pengumpulan data, seperti :

1. Standard Nordic Qustionare (SNQ) yang diberikan kepada operator pemanggangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas dengan tujuan untuk mengidentifikasi keluhan pada saaat bekerja.

2. ManTRA checklist merupakan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai nilai level faktor resiko postur kerja operator pemanggangan.

3. Human Body Martin Model YM-17 merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk mendapatkan dimensi antropometri pada posisi berdiri. 4. Meteran merupakan instrumen untuk mengukur dimensi stasiun kerja aktual 5. Kamera atau vidio recorder merupakan instrumen untuk mengambil gambar

dan merekam kegiatan operator pemanggangan.

6. Stopwatch merupakan instrumen pengukuran waktu yang digunakan untuk mendapatkan waktu total dan waktu siklus pemanggangan

4.7. Metode Pengumpulan Data

Data penelitian ini diperoleh dengan cara :

(67)

b. Data mantra : Menggunakan kuisioner mantrachecklist.

c. Data antropometri: Pengukuran antropometri operator menggunakan alat

human body martin.

d. Dimensi fasilitas kerja : Pengukuran luas area kerja aktual dan peralatan kerja menggunakan meteran.

e. Waktu siklus : Pengukuran waktu menggunakanstopwatch

4.8. Pengolahan Data

Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk mendapatkan suatu gambaran mengenai perancangan standar prosedur kerja dan fasilitas kerja berdasarkan permasalahan yang ada. Tahapan pengolahan data penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Tahapan Pengolahan Data Penentuan Modus Keluhan Operator Berdasarkan SNQ

Penilaian Postur Kerja dengan MantraChecklist

Perancangan Fasilitas Kerja dengan Prinsip-Prinsip Pahl dan Beitz

(68)

Setiap tahapan-tahapan pengolahan data tersebut akan dikaji berdasarkan langkah-langkah pengolahan data. Adapun tahapan pengolahan data tersebut dapat dilihat pada blok diagram pengolahan data.

4.8.1. Tahapan Pengolahan Data ManTRA

Tahapan pengolahan data mantra dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Blok Diagram Pengolahan Data ManTRA

4.8.2. Tahapan Pengolahan Data Antropometri

Tahapan pegolahan data antropometri dapat dilihat pada Gambar 4.4

Gambar 4.4. Blok Diagram Pengolahan Data Antropometri Penentuan Skor Resiko Berulang

Penentuan Skor Resiko Pengerahan Tenaga

Menghitung Skor Resiko Berulang

Menghitung Skor Resiko Pengerahan Tenaga

Menghitung Skor Resiko Kumulatif

Penentuan Rata-Rata, Xmin dan Xmaks

Uji Keseragaman Data Antropometri

Uji Kecukupan Data Antropometri

Uji Kenormalan Data

(69)

4.8.3. Tahapan Perancangan Pahl dan Beitz

Tahapan perancangan pahl dan beitz dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Blok Diagram Pengolahan Data Pahl dan Beitz

4.9. Analisis dan Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah dalam penelitian ini dilakukan melalui rancangan fasilitas kerja untuk meningkatkan kenyamanan operator di bagian pemanggangan roti di UKM Cahaya Bakery. Analisis akan dilakukan untuk melihat sejauh mana pemecahan masalah yang diusulkan dapat mengatasi permasalahan yang dikaji. Langkah-langkah proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Perencanaan dan Penjelasan Tugas

Perancangan Konsep Produk

Perancangan Bentuk Produk

(70)
(71)

Mulai

Studi Pendahuluan Studi Literatur

Identifikasi Masalah Awal

Postur Kerja Operator dalam Proses Produksi yang tidak baik

Pengumpulan Data

1. Data primer - Kuesioner SNQ

- Data postur kerja operator menggunakan ManTRAchecklist

- Data dimensi tubuh dengan antropometri - Data dimensi stasiun kerja aktual - Data dimensi fasilitas kerja 2. Data sekunder

- Gambaran umum perusahaan - Sejarah Usaha

- Pengelolaan Usaha

Pengolahan Data

1. Penentuan modus keluhan operator berdasarkan SNQ

2. Pengolahan data Mantra - Penentuan skor resiko berulang - Penentuan skor resiko pengerahan tenaga - Menghitung skor resiko berulang - Menghitung skor resiko pengerahan tenaga - Menghitung skor kumulatif

3. Pengolahan data Antropometri

- Menenentukan rata-rata,standar deviasi, Xmin dan Xmak - Uji keseragaman data

- Uji kecukupan data - Uji kenormalan data - Penentuan persentil

4. Perancangan fasilitas kerja dengan prinsip-prinsip Pahl dan Beitz - Perencanaan dan penjelasan tugas - Perancangan konsep produk - Perancangan bentuk produk - Perancangan detail

Analisis Pemecahan Masalah

Rancangan Fasilitas Kerja pada Stasiun Pemanggangan

Kesimpulan dan Saran

(72)

PENGUM

5.1. Pengumpulan

5.1.1. Deskripsi Ker

Deskripsi kerja yang pada Tabel 5.1.

T No.

1

BAB V

GUMPULAN DAN PENGOLAHAN DA

lan Data

erja Operator

ng diakukan oleh operator stasiun pemanggang

Tabel 5.1. Elemen Kegiatan Operator Uraian Deskripsi Kerja G Operator mengambil

loyang dengan tangan kanan dengan sikap tubuh membungkuk ke

kanan lalu

meletakkannya ke dalam pallet besi yang berputar didalam tungku

satu-persatu untuk

dipanggang kemudian tungku ditutup. Kapasitas 1 loyang berisi 12 roti. Kapasitas tungku 10

loyang. Proses

pemanggangan

berlangsung selama ±10 menit.

DATA

angan ditunjukkan

(73)

2 koran dengan sikap tubuh membungkuk,

membawanya dan

kemudian meletakkan koran didalam loyang yang lebih besar sebagai alas roti yang telah jadi dengan sikap tubuh kembali membungkuk

el 5.1. Elemen Kegiatan Operator (Lanjutan Uraian Deskripsi Kerja G Operator mengisi loyang

lebih besar dengan roti yang telah matang dengan sikap tubuh

berjongkok dan

menjangkau loyang-loyang disekitar loyang-loyang yang lebih besar. Kapasitas 1 loyang besar berisi 70 roti.

Operator memindahkan loyang besar berisi 70 roti dengan kedua tangan ke tempat penumpukan dengan sikap tubuh membungkuk. Berat

(74)

l

5 O

l kosong 10 t st B 11 kg

Tabel 5.1. E No

loyang mencapai 35 kg.

Operator memindahkan loyang-loyang yang telah kosong yang berjumlah 10 loyang dengan sikap tubuh membungkuk ke stasiun pemotongan. Berat loyang mencapai 11 kg untuk 7 loyang.

el 5.1. Elemen Kegiatan Operator (Lanjutan Uraian Deskripsi Kerja G

an)

(75)

6 S

Sumber : Hasil Pengamata

5.1.2. Fasilitas Kerj

Fasilitas kerja tempat adonan yang memiliki dimensi yan x 36 x 6 cm, sedangka masing loyang dapat di

Setelah roti matang, operatormembuka tungku lalu mengeluarkan loyang dengan tangan kanan lalu meletakkan loyang dengan sikap tubuh membungkuk.

atan

erja Stasiun Pemanggangan

rja stasiun pemanggangan menggunakan 2 jenis ng akan dipanggang dan tempat roti, yang

ang berbeda. Loyang yang kecil (tempat adona ngkan loyang besar berukuran 62 x 51 x 18 cm. I

at dilihat seperti pada Gambar 5.1.

(76)

masing-Gambar 5.1. Loyang Roti

5.1.3. Sketsa Stasiun Pemanggangan

Sketsa stasiun pemanggangan dapat dilihat dalam Gambar 5.2

Sumber: Hasil Pengamatan

Gambar 5.2. Sketsa Stasiun Pemanggangan

5.1.4. Data Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

Standard Nordic Questionnaire (SNQ) dibuat untuk mengetahui keluhan yang dialami oleh operator selama melaksanakan proses pemanggangan roti. Kuesioner diberikan sebelum dan sesudah bekerja untuk melihat pengaruh aktifitas pemanggangan terhadap keluhan operator. Kuesioner SNQ operator stasiun pemanggangan dapat dilihat dalam Lampiran 1. Hasil rekapituasi data SNQ dapat dilihat dalam Tabel 5.2. dan Tabel 5.3.

Tabel 5.2. Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemanggangan (Sebelum)

No. Dimensi

Tingkat Keluhan No.

Dimensi

Tingkat Keluhan

(77)

1 2 1 2

Sumber : Kuesioner SNQ

Tabel 5.3. Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemanggangan (Sesudah)

Sumber : Kuesioner SNQ

Tingkat keluhan 0, 1, 2, 3 menunjukkan kondisi tidak sakit, agak sakit, sakit dan sangat sakit.

(78)

Postur kerja dalam hal ini adalah sikap tubuh operator ketika melakukan aktifitas pemanggangan. Kuisioner mantrachecklistdapat dilihat dalam Lampiran 2. Prosedur kerja yang dinilai menggunakan mantra checklist dibagi menjadi 3 elemen kerja yaitu:

1. Elemen kerja mengambil dan meletakkan loyang

2. Elemen kerja mengambil dan mengisi roti ke loyang yang lebih besar 3. Memindahkan loyang besar dan memindahkan loyang kosong

Deskripsi kerja masing-masing adalah sebagai berikut:

a. Pekerjaan yang dilakukan operator adalah pekerjaan repetitif (berulang) dan berlangsung mulai jam 08.30 – 16.30 WIB atau ±7jam. Waktu pengambilan dan peletakan loyang untuk 10 loyang adalah 2,15 menit. Durasi mengambil dan meletakkan 1 loyang 7 detik untuk semua bagian tubuh yang dinilai. Pada elemen kerja ini operator membungkuk 40-60˚ saat mengambil loyang, dengan berat loyang 4-4,5 kg lalu membawa loyang untuk di letakkan ke dalam tungku dengan jarak ±2-5 meter (semua loyang tidak tersusun dengan rapi). Sikap tubuh yang membungkuk dan posisi tangan saat menjangkau yang disebabkkan kegiatan secara manual dan tidak menggunakan alat yang mendukung menyebabkan penyimpangan postur tubuh melebihi jarak normal. Tidak ada getaran yang disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil dan meletakkan loyang.

(79)

dalam loyang besar ±2 detik untuk semua bagian tubuh yang dinilai. Pada elemen kerja ini operator membungkuk 20-40˚ selama proses kegiatan, tungkai bawah menahan seluruh berat badan, dan lengan beberapa kali berusaha menjangkau loyang-loyang yang berada diluar jangkauan operator. Bagian leher/bahu berada posisi statis sedangkan tangan mengisi roti dengan sangat cepat. Penyimpangan postur tubuh bagian tungkai bawah dan punggung melebihi jarak normal, sikap menjangkau menyebabkan salah tungkai bawah mendapat beban maksimal dari berat tubuh, sedangkan pada bahu dan tangan mendapat penyimpangan kecil namun lebih dari satu arah karena letak loyang-loyang tidak tepat. Tidak ada getaran yang disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil dan meletakkan loyang.

(80)

penumpukan loyang berada dalam jangkauan tangan. Tidak ada getaran yang disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil dan meletakkan loyang.

5.1.6. Data Antropometri Operator

Data antropometri operator yang diukur dalam penelitian ini berupa tinggi mata tegak (TMT), jangkauan tangan (JT), tinggi siku berdiri (TSB), dan diameter genggam (DG). Data antropometri operator dapat dilihat dalam Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Dimensi Tubuh Operator

No Nama Dimensi Tubuh

TMT JT TSB DG

1 Sutrisno 163.5 80 110.5 4.8

2 Arianto 167 75.5 111 4

3 Rahmat 148.5 66 101.3 4

4 Daeli 149.4 76.4 100.1 4

5 Rizki 152.3 78.6 99.7 4.1

Sumber: Pengukuran Antropometri Tubuh DenganHuman Body Martin17

Data dimensi tubuh operator pada UKM Cahaya Bakery tidak cukup untuk digunakan sebagai acuan dalam perancangan fasilitas kerja, sehingga dilakukan penambahan data dimensi tubuh dari laboratorium E dan APK untuk praktikan laki-laki dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Data Dimensi Tubuh

No Dimensi Tubuh

TMT JT TSB DG

1 163.5 80 110.5 4.8

2 167 75.5 111 4

(81)

4 149.4 76.4 100.1 4

5 152.3 78.6 99.7 4.1

6 147.8 68 102 3.9

7 142.5 66 100.5 4.3

8 160.4 79 103.4 3.6

9 153.4 75 110.2 3.6

10 162 77 101.5 4.3

11 157.5 77 109 4.4

12 156 78 104 3.8

13 157.5 75 107 4.2

14 145.3 66.7 98.8 3.8

15 153.8 73 104 4.2

16 150 68.4 99.8 4.2

17 148.5 66.3 107.8 4

18 151.5 76.4 105 4.8

19 152 67 101 4.5

20 149.2 68 99.9 3.9

21 166.7 78 108.8 3.7

22 154.6 70 103.1 4.7

Sumber: Laboratorium E & APK dan Pengukuran Antropometri

5.2. Pengolahan Data

5.2.1. Pengolahan Data Hasil Checklist Standard Nordic Questionnaire

Data hasil standard nordic questionnaire ditunjukkan dalam Tabel 5.6. Adapun histogram dan grafik batang standard nordic questionnaire dapat dilihat pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.4.

Tabel 5.6. Pengolahan Data Standard Nordic Questionnaire

(82)

Nomor Keluhan

0 5 10 15 20 25 30 35

Tidak sakit Agak sakit Sakit Sangat sakit

(83)

Sumber: Pengolahan Data Gambar 5.4. H

5.2.2. Pengolahan M

Data penilaia masing-masing eleme masing bagian tubuh d

Karakteristik

Data Musculoskeletal Operator 1

Data

5.4. Histogram Keluhan Musculoskeletal Oper

an Mantra Checklist

laian postur mengunakan Mantra checklist di men kerja dalam bentuk tabel dengan resiko pe ubuh dapat dilihat dalam Tabel 5.7.

Tabel 5.7. Mantra Checklist

ik

Data Musculoskeletal Operator 1

perator 1

(84)
(85)

ma

Tabel 5.7. Mantra Checklist (Lanjutan)

(86)
(87)

n

(88)

Hasil Rekapitulasi mantrachecklistdapat dilihat pada Tabel 5.8, Tabel 5.9 dan Tabel 5.10.

Tabel 5.8. Mengambil dan Meletakkan Loyang

Karak

Tabel 5.9. Mengambil dan Mengisi Roti ke Loyang yang Lebih Besar

(89)

Kekak

uan 5 5 3 3

Getara

n 1 1 1 1

Tabel 5.10. Memindahkan Loyang Besar dan Memindahkan Loyang Kosong

Karak

Sumber : Kuisioner MantraChecklist

5.2.2.1.Penentuan Skor Resiko Berulang (Repetitif Task)

(90)

mengambil dan mengisi roti ke loyang yang lebih besar tertera pada Tabel 5.12, memindahkan loyang besar dan memindahkan loyang kosong ditunjukkan pada Tabel 5.13.

Tabel 5.11. Skor Resiko Berulang Mengambil dan Meletakkan Loyang Skor

Tabel 5.12. Skor Berulang Mengambil dan Mengisi Roti ke Loyang yang Lebih Besar

Tabel 5.13. Skor Berulang Memindahkan Loyang Besar dan Memindahan Loyang Kosong

(91)

Resiko pengerahan tenaga dapat dinilai dengan mengevaluasi gaya dan kecepatan untuk setiap bagian tubuh. Pengerahan tenaga ditentukan dari skor gaya dan kecepatan. Penentuan resiko pengerahan tenaga pada stasiun kerja pemanggangan pada elemen kegiatan mengambil dan meletakkan loyang ditunjukkan pada Tabel 5.14, mengambil dan mengisi roti ke loyang yang lebih besar tertera pada Tabel 5.15, memindahkan loyang besar dan memindahkan loyang kosong ditunjukkan pada Tabel 5.16.

Tabel 5.14. Skor Resiko Pengerahan Tenaga Mengambil dan Meletakkan Loyang

Skor

Gaya Tungkai Bawah Punggu

1 2 3 4 5 1 2 3

1 1 1 2 3 4 1 1 2

2 1 2 3 4 4 1 2 3

3 2 3 4 4 5 2 3 4

4 2 3 4 5 5 2 3 4

5 3 4 5 5 5 3 4 5

Tabel 5.15. Skor Pengerahan Tenaga Mengambil dan Mengisi Roti ke Loyang yang Lebih Besar

Skor

Gaya Tungkai Bawah Punggu

1 2 3 4 5 1 2 3

1 1 1 2 3 4 1 1 2

2 1 2 3 4 4 1 2 3

3 2 3 4 4 5 2 3 4

4 2 3 4 5 5 2 3 4

5 3 4 5 5 5 3 4 5

Tabel 5.16. Skor Pengerahan Tenaga Memindahkan Loyang Besar dan Memindahan Loyang Kosong

(92)

Gaya Tungkai Bawah Punggu

5.2.2.3.Penentuan Skor Resiko Kerja Total (Kumulatif)

Skor total didapatkan dari penjumlahan seluruh faktor resiko kerja di antaranya, waktu total, resiko kerja berulang, resiko pengerahan tenaga, kekakuan postur tubuh dan getaran. Tabel 5.17, Tabel 5.18 dan Tabel 5.19 menunjukkan skor resiko total dari elemen pekerjaan ini.

(93)

Kekak uan Getara

n 1 1 1 1

Total 13 16 13 16

Tabel 5.18. Skor Resiko Total Mengambil dan Mengisi Roti ke Loyang yang Lebih Besar

(94)

Jumlah dari skor total untuk setiap bagian tubuh di sebut resiko kumulatif, dan memiliki rentang antara 5-25 tindakan lebih lanjut perlu dilakukan bila salah satu bagian tubuh memiliki :

1. Nilai faktor resiko untuk pengerahan tenaga sebesar 5.

2. Jumlah dari nilai pengerahan tenaga dan kekakuan/postur tubuh sebesar 8 atau lebih.

3. Nilai kumulatif resiko dari keseluruhan tubuh sebesar 15 atau lebih.

5.2.3. Antropometri Tubuh

Setelah dilakukan perhitungan data antropometri tubuh, selanjutnya akan ditentukan nilai persentil. Nilai persentil yang dicari adalah nilai persentil 5 th, 50 th, 95 th. Pengolahan data antropometri Operator dapat dilihat dalam Lampiran 3. Hasil perhitungan nilai persentil antropoometri tubuh dapat dilihat dalam Tabel 5.20.

Tabel 5.20 Perhitungan Persentil 5, 50 dan 95 untuk Seluruh Dimensi Antropometri

No Dimensi Antropometri P5 (cm) P50 (cm) P95 (cm)

1 Tinggi Mata Tegak (TMT) `143,08 154 165,03

2 Jangkauan Tangan (JT) 64,66 72,96 81,26

3 Tinggi Siku Berdiri (TSB) 97,42 104,01 110,61

4 Diameter Genggam (DG) 3,54 4,12 4,71

Sumber: Pengolahan Data

(95)

5.2.4. Perancangan Rak Ergonomis

Cara merancang menurut Pahl dan Beitz terdiri dari 4 kegiatan atau fase, yang masing-masing terdiri dari beberapa langkah. Keempat fase tersebut adalah:

1. Perencanaan dan penjelasan

Fase ini adalah tahap untuk menentukan spesifikasi produk yang mempunyai fungsi khusus dan karakteristik tertentu yang memenuhi kebutuhan. Pada fase ini dikumpulkan semua informasi tentang semua persyaratan atau

requirement yang harus dipenuhi oleh produk dan kendala-kendala yang merupakan batasan untuk produk. Hasil fase ini adalah spesifikasi produk yang dimuat dalam suatu daftar persyaratan teknis.

Perancang melakukan klarifikasi tugas dan dihadapkan kepada beberapa pertanyaan kritis yang mendasar sehingga apa yang dirancang menjadi jelas. Selanjutnya dikumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang kebutuhan (demand) yang harus dipenuhi oleh produk dan keinginan (wishes) dari pengguna. Informasi tersebut disusun dalam bentuk daftar spesifikasi produk. Pertanyaan mendasar berkenaan dengan fungsi umum dan tujuan umum perancangan. Produk rancangan yang akan dihasilkan adalah rak ergonomis yang berfungsi sebagai tempat loyang dan meja kerja.

(96)

Spesifikasi dan karakteristik produk yang dirancang harus sesuai dengan antropometri tubuh operator.

Atribut-atribut teknis atau komponen yang diperlukan dalam merancang rakergonomis disusun secara sistematis meliputi fungsi, keamanan, estetika, ergonomi dan material. Setiap spesifikasi dikelompokkan sesuai dengan kebutuhannya yang meliputi kelompok demand (D) yaitu persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk dan kelompok wishes (W) yaitu persyaratan tambahan berupa keinginan dari perancang ataupun pengguna. Persyaratan ini diurut menurut derajat prioritas dan sedapat mungkin disajikan secara kuantitatif. Dengan demikian ada kejelasan tentang spesifikasi produk yang akan dibuat. Spesifikasi lengkap produk yang dirancang ditunjukkan pada Tabel 5.21

Tabel 5.21. Spesifikasi Rak Ergonomis

No Persyaratan Daftar

Spesifikasi

D/W

1 Fungsi Tempat peletakan loyang D

Meja kerja D

Menahan berat beban loyang besar yang berisi roti D 2 Ergonomi Memberikan kenyamanan pada saat mengisi roti D Memberikan kenyamanan pada saat meletakkan loyang D Memberikan kenyamanan pada saat mengambil loyang D

Dimensi panjang rak loyang kecil D

Dimensi lebar rak loyang kecil D

Dimensi tinggi rak loyang kecil D

Dimensi jarak antar rak loyang D

Dimensi panjang rak loyang besar D

Dimensi lebar rak loyang besar D

Dimensi tinggi rak loyang besar D

Dimensi panjang meja kerja D

Dimensi lebar meja kerja D

Dimensi tinggi meja kerja D

Bentuk rak W

Bentuk meja kerja W

Memakai pengunci untuk meja kerja W

Memiliki tempat untuk peletakan bahan pendukung W

(97)

Tabel 5.21. Spesifikasi Rak Ergonomis (Lanjutan)

No Persyaratan Daftar

Spesifikasi

D/W

Rak memakai pengunci roda W

3 Keamanan Tidak ada sisi yang tajam W

Tidak ada sudut pada produk W

Pengoperasiannya tidak rumit D

Mudah dalam hal penyimpanan W

4 Estetika Variasi warna W

Desain produk menarik W

5 Material Rangka rak terbuat daristainless stell W

Meja kerja terbuat dari kayu W

Umur pakai panjang W

Mudah diperoleh W

Sesuai dengan standar umum W

Sumber: Pengolahan Data

Ket : D = Demands W = Wishes

Dari Tabel 5.21. dapat diketahui bahwa keharusan (demands) disingkat D, yaitu syarat mutlak yang harus dimiliki produk, jika tidak terpenuhi maka produk tidak diterima. Sedangkan keinginan (wishes) disingkat W, yaitu syarat yang masih dapat dipertimbangkan keberadaannya, dan jika memungkinkan dapat dimiliki oleh produk yang dibuat.

Berdasarkan spesifikasi rak ergonomis, dilakukan analisa untuk memperoleh gambaran umum dari spesifikasi yang diberikan maka daftar spesifikasi rak ergnomis yaitu:

a. Berfungsi tempat peletakan loyang b. Berfungsi tempat meja kerja

c. Menahan berat beban loyang besar yang berisi roti d. Dimensi panjang rak loyang kecil

(98)

f. Dimensi tinggi rak loyang kecil g. Dimensi jarak antar rak loyang h. Dimensi panjang rak loyang besar i. Dimensi lebar rak loyang besar j. Dimensi tinggi rak loyang besar k. Dimensi panjang meja kerja l. Dimensi tinggi meja kerja m. Rak memakai roda

2. Perancangan Konsep Produk

(99)

Tabel 5.22. Prinsip Pemecahan Masalah N

o

Konsep Solusi

Konsep

Keteranga n 1

Rak Ergonomi

s

Portable Varian 1

2 Two Peace Varian 2

3

Combinatio

n

Varian 3

Sumber: Pengolahan Data

(100)

Tabel 5.23. Tahap Pengembangan Konsep Alt

er nat

if

Ko nse p

Gambar Rak Ergonomis Keterangan Gambar

Desain Kerja

(101)
(102)

Operator meminda hkan loyang kosong ke stasiun pemoton gan

Sumber: Pengolahan Data

Tabel 5.23. Tahap Pengembangan Konsep (Lanjutan)

(103)
(104)

n loyang kosong. 4.

Operator meminda hkan loyang kosong ke stasiun pemoton gan

Sumber: Pengolahan Data

Tabel 5.23. Tahap Pengembangan Konsep (Lanjutan) Alt

ern

Konse p

Gambar Rak Ergonomis Keterangan Gambar

Desain Kerja

(105)
(106)

kosong. 4.

Operator meminda hkan loyang kosong ke stasiun pemoton gan

(107)

Langkah selanjutnya adalah menyeleksi penggabungan kombinasi prinsip solusi yang dilihat berdasarkan kriteria :

1. Memenuhi fungsi secara keseluruhan 2. Dapat memenuhi yang disyaratkan 3. Mudah dibuat

4. Keamanan terjamin 5. Informasi memadai 6. Stabilitas produk 7. Fleksibelitas produk.

Selanjutnya diisi dengan menggunakan formulir pengisian dengan memberikan bobot nilai 1 jika varian yang tersedia sesuai dengan kriteria perancangan dan bobot nilai 0 jika varian yang tersedia tidak sesuai dengan kriteria perancangan. Formuir pengisian kritera dapat dilihat pada Tabel 5.24.

Tabel 5.24. Formulir Pengisian

Kriteria

Altern atif

1 2 3

Memenuhi fungsi secara keseluruhan 1 1 1 Dapat memenuhi yang disyaratkan 1 0 1

Mudah dibuat 1 1 1

Keamanan terjamin 1 0 1

Informasi memadai 1 1 1

Stabilitas produk 1 1 0

Fleksibelitas produk 1 1 0

Total 7 5 5

(108)
(109)

4. Perancangan Detail

Pada fase perancangan detail, maka susunan komponen produk, bentuk dan dimensi dari setiap komponen produk ditetapkan. Hasil akhir fase ini adalah gambar rancangan lengkap dan spesifikasi produk untuk pembuatan. Adapun variabel desain rak secara ergonomis berdasarkan dimensi antropometri yang digunakan perancang adalah sebagai berikut:

a. Tinggi Rak

Tinggi rak ditentukan oleh tinggi badan tegak. Pemilihan dimensi antropometri yang akan dirancang menggunakan nilai persentil 50 th. Tujuan pemilihan dimensi dengan persentil 50 th adalah agar semua operator dapat menjangkau rak:

Dimensi = Tinggi Mata Tegak (TMT)

Tinggi maksimum Rak (50th) = 154 cm. b. Tinggi Meja Kerja

Tinggi meja kerja disesuaikan dengan tinggi siku berdiri. Dalam hal ini tinggi meja kerja ditentukan dengan data antropometri operator yang menengah yaitu operator dengan persentil 50 th

Dimensi = Tinggi Siku Berdiri (TSB) Tinggi maksimum meja kerja (50th) = 104,01 cm

c. Lebar Meja Kerja

Gambar

Gambar 3.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)
Tabel 3.4. Tabel Penilaian Resiko Durasi  Waktu dan Waktu SiklusSkorSkor Durasi Waktu
Gambar detail
Gambar 4.6. Langkah-Langkah Proses Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Posisi Kerja Pemotongan Bahan Baku Posisi tubuh operator yang bekerja pada saat melakukan pemotongan lebih cenderung membungkuk (lihat Gambar 5), pada posisi tersebut akan

Untuk meminimalkan rasa sakit maka fasilitas kerja yang dirancang adalah troli berpegas yang ukurannya sudah di sesuaikan dengan antropometri operator pada saat

Tujuan umum dari penelitian ini adalah merancang fasilitas kerja pada stasiun pemarutan yang ergonomis sehingga operator dapat bekerja dengan nyaman dan tidak mengeluh

5.18 Free Body Diagram Segmen Tubuh Lengan Atas Aktivitas Pengangkatan Produk dari Lantai ke Punggung Operator pada Situasi Origin

Permasalahan pada penelitian adalah postur kerja operator yang tidak.. ergonomis yaitu membungkuk hingga 90 o saat mengangkat

Postur atau sikap kerja beridri pada operator membuat punggung bawah tidak lagi menjadi bagian tubuh utama yang menopang langsung tubuh, akan tetapi lebih dibebankan kepada dua

Hasil Desain Meja dan Kursi Kerja Tampak Belakang ... Kondisi Kerja di Stasiun

Kelelahan ini terjadi pada saat pekerja melakukan aktivitas mengambil material dan menjilid (menekan staples dengan posisi membungkuk). Sebanyak 90% pekerja mengalami kelelahan