ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PEMBELIAN MINUMAN JAMU GENDONG
(Studi kasus : Kelurahan Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)
Oleh:
ANGELINA SHANTI PINONTOAN A14101094
PROGRAM STUDI MANAJEM EN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
ANGELINA SHANTI PINONTOAN. Analisis Faktor-faktor Preferensi Konsumen terhadap Pembelian Minuman Jamu Gendong (Studi kasus di Kelurahan Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Dibawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI.
Pengobatan tradisional dengan menggunakan daun dan akar tumbuh-tumbuhan terbukti dapat menyembuhkan berbagai penyakit, yang terkadang jika diobati dengan cara modern akan memakan waktu yang relatif lama dan biaya yang besar. Pengobatan tradisional dengan cara tersebut dikenal dengan sebutan jamu. Beberapa kelompok jamu lazim dipakai kaum wanita, yang tidak dapat digantikan oleh obat-obatan modern, jamu mudah diperoleh tanpa resep dokter dan bisa menjadi pengobatan penyakit dalam jangka panjang karena tidak khawatir pada efek sampingan bahan kimia seperti pada obat modern, gangguan kesehatan ringan bisa ditanggulangi secara lebih murah dan nikmat. Selain itu, terdapat gangguan faal tertentu yang hanya bisa disembuhkan dengan jamu. Alasan-alasan tersebut memperlihatkan bahwa jamu tradisional dapat tetap hidup berdampingan menembus pelosok kota dan desa, bersaing dengan obat-obatan modern.
Dengan gambaran pendapatan yang relatif kecil, dapat dikatakan bahwa profesi penjual jamu gendong bisa saja punah karena orang akan cenderung mencari pekerjaan lain. Namun, kenyataannya profesi ini tetap hadir di tengah masyarakat yang kian modern. Keberlangsungan profesi penjual jamu gendong sampai saat ini dikarenakan masih adanya permintaan konsumen terhadap produk minuman tradisional, khususnya minuman jamu gendong. Konsumen jamu adalah mereka yang mengkonsumsi jamu, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan industri kecil/penjual jamu. Konsumen akan berusaha untuk mencari dan mengevaluasi produk-produk jamu gendong yang atributnya paling disukai dan menjadi favorit bagi mereka. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji karakteristik konsumen minuman jamu gendong di daerah penelitian, menganalisis faktor-faktor yang menjadi preferensi konsumen dalam pembelian minuman jamu gendong di daerah penelitian, mengkaji kriteria minuman jamu gendong yang ideal menurut konsumen di daerah penelitian, serta merekomendasikan strategi pemasaran ya ng efektif untuk produk minuman jamu gendong berdasarkan studi perilaku konsumen.
Penelitian dilakukan di Kelurahan Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive
(sengaja) Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan metode Judgement Sampling dalam pengambilan responden. Metode pengambilan responden ini dilakukan dengan merumuskan terlebih dahulu kriteria-kriteria yang akan digunakan sebagai acuan dalam penarikan responden. Pemilihan responden di lokasi penelitian dilakukan secara accidental dan jumlah responden dalam penelitian ini adalah 100 orang. Metode analisis yang digunakan berupa Analisis Tabulasi Deskriptif, Analisis Faktor dan Analisis Multiatribut Angka Ideal.
berpendapatan antara Rp.1.000.000 sampai Rp.2.500.000. Faktor- faktor yang menjadi preferensi konsumen dalam pembelian Minuman Jamu Gendong dianalisis dengan menggunakan alat statistik yaitu Analisis Faktor. Hasil akhir dari analisis tersebut menghasilkan tujuh faktor utama yang dapat menjelaskan 66,346 persen dari total keragaman data. Faktor dominan pertama adalah faktor pengetahuan konsumen yang terdiri dari variabel pengetahuan, pengalaman, manfaat, dan khasiat. Faktor dominan kedua adalah faktor bauran pemasaran produk yang terdiri dari variabel higienis, kuantitas, ketersediaan, dan kandungan bahan alami. Kelima faktor sisanya adalah faktor lingkungan sosial konsumen, faktor eksternal, faktor kualitas produk, faktor ekonomi dan faktor pribadi konsumen.
Model atribut angka ideal menyimpulkan bahwa atribut yang memiliki tingkat kepuasan paling rendah adalah ketersediaan produk (6,49), kebersihan/higienis (5,06), dan cita rasa (4,85). Sedangkan atribut yang memiliki tingkat kepuasan paling tinggi karena memiliki selisih yang kecil antara nilai angka ideal dan tingkat kepercayaan adalah keamanan mengkonsumsi (2,03), rasa manis (2,25), dan harga (3,10). Dari hasil yang diperoleh, secara keseluruhan atribut Minuman Jamu Gendong dengan total skor 39,31 sudah baik di mata responden.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PEMBELIAN MINUMAN JAMU GENDONG
(Studi kasus di Kelurahan Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
ANGELINA SHANTI PINONTOAN A14101094
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
Judul : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PEMBELIAN MINUMAN JAMU GENDONG
(Studi kasus di Kelurahan Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat).
Nama Mahasiswa : Angelina Shanti Pinontoan
NRP : A14101094
Program Studi : Manajemen Agribisnis
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Dr.Ir. Eka Intan Kumala Putri, Msi NIP. 131 918659
Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian
Prof.Dr.Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422698
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL :
”ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP
PEMBELIAN MINUMAN JAMU GENDONG” BELUM PERNAH DIAJUKAN
PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK
TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA
SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH
DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI
BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Oktober 2005
RIWAYAT HIDUP
ANGELINA SHANTI PINONTOAN, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 September 1983. Penulis adalah putri bungsu dari enam bersaudara keluarga Bapak Fritz Paul Pinontoan dan Ibu Siti Jahroh.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan taufik-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul ”Analisis Faktor-faktor Preferensi Konsumen terhadap Pembelian Minuman Jamu Gendong” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberi masukan kepada industri/penjual yang berencana atau sudah memasarkan produk minuman jamu gendong di Kelurahan Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, dalam menentukan strategi pemasaran yang efektif berdasarkan perilaku konsumen. Penulis telah berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dengan segala keterbatasan yang ada masih terdapat kekurangan di dalam skripsi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi industri/penjual yang bersangkutan serta seluruh pihak yang membutuhkan informasi di dalamnya.
Bogor, Oktober 2005
UCAPAN TERIMA KASIH
Bismillahhirrahmannirahim...
Alhamdulillah, akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis baik secara langsung ataupun tidak langsung.
1. Rasulullah Muhammad saw dan Ahlul Ba’it-nya atas perjuangannya membawa manusia keluar dari kebodohan dan kegelapan.
2. Papa dan Mama tersayang yang selalu dan tak henti- hentinya memberikan do’a, perhatian, nasihat dan kasih sayang yang selalu menyemangati penulis menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih untuk seluruh pengorbanan materi maupun non materi yang tak terbatas, semoga penulis diberikan kesempatan untuk membalasnya.
3. Kakak-kakak ku tersayang: Kak Mawan, Kak Iin, Kak Irwan, Kak Ridwan, dan Shinta, terima kasih untuk semua perhatian, dukungan dan kasih sayangnya.
4. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi selaku dosen pembimbing yang telah sabar memberikan saran dan banyak pemikiran yang sangat berarti bagi penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Febriantina Dewi SE, MM selaku dosen penguji utama atas waktu, saran, dan kritikan yang membangun bagi perbaikan skripsi penulis.
6. Ibu Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas waktu, saran dan kritikannya bagi perbaikan skripsi penulis.
7. Abdul Latief SSi, seseorang yang sabar menemani dan menyemangati penulis lewat doa, curahan kasih sayang, dan perhatian. Terima kasih untuk ketulusan cinta, pengorbanan dan kesabarannya menanti jawaban penulis. Dan terima kasih karena telah membawa penulis menjadi anggota baru dalam keluarga besar yang menyenangkan, entah bagaimana penulis mampu membalasnya… 8. Rekan-rekan penulis, buat Opiq, Adit, Daru, Emma, Nina, Vini, Nanda, Yugi,
membuat penulis semangat kuliah dan merasa dihargai. Terima kasih untuk kebersamaan dan keceriaan yang telah dibagi bersama penulis.
9. Anak-anak kost Fricy, teman-teman satu atap yang selalu ramai dan sering ditegur Oma. Terima kasih atas persaudaraan kalian. Walaupun jauh, kita tahu ada sesuatu yang selalu dekat.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Kegunaan Penelitian ... 9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Obat Indonesia ... 11
2.2. Supply dan Demand Tanaman Obat Indonesia ... 12
2.3. Sejarah dan Deskripsi Jamu ... 15
2.4. Kajian Penelitian Terdahulu ... 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran ... 20
3.1.1. Perilaku Konsumen ... 20
3.1.2. Proses Keputusan Pembelian ... 22
3.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian 22
3.1.3.1. Pengaruh Lingkungan ... 25
3.1.3.2. Perbedaan Individu... 26
3.1.3.3. Proses Psikologis... 28
3.1.4. Persepsi... 29
3.1.5. Atribut Produk ... 29
3.1.6. Analisis Faktor ... 30
3.1.7. Model Sikap Multiatribut ... 31
3.1.8.1. Strategi Produk ... 33
4.3. Metode Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data ... 38
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 39
5.3. Karakteristik Responden Konsumen Jamu Gendong ... 55
5.4. Karakteristik Produk Jamu Gendong ... 61
VI. ANALISIS FAKTOR PEMBELIAN, PERSEPSI KONSUMEN DAN ATRIBUT IDEAL MINUMAN JAMU GENDONG 6.1. Analisis Faktor- faktor Preferensi Konsumen ... 63
6.1.1. Faktor Pertama ... 69
6.2.1. Kepercayaan Responden terhadap Performans Atribut
Minuma n Jamu Gendong ... 75
6.2.2. Harapan Responden terhadap Performans Atribut Ideal Minuman Jamu Gendong ... 76
6.2.3. Persepsi Responden Secara Keseluruhan terhadap Performans Atribut Minuman Jamu Gendong... 77
VII. REKOMENDASI STRATEGI PEMASARAN MINUMAN JAMU GENDONG 7.1. Strategi Produk ... 80
7.2. Strategi Harga ... 81
7.3. Strategi Distribusi ... 81
7.4. Strategi Promosi... 83
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ... 85
8.2. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 88
DAFTAR TABEL
8. Penduduk Kelurahan Babakan Menurut Mata Pencaharian... 49
9. Komposisi Penjual Jamu Gendong Berdasarkan Daerah Asal... 50
10. Komposisi Penjual Jamu Gendong Berdasarkan Status Pernikahan... 51
11. Komposisi Penjual Jamu Gendong Berdasarkan Umur ... 52
12. Komposisi Penjual Jamu Gendong Berdasarkan Tingkat Pendidikan .... 52
13. Lamanya Waktu Menjadi Penjual Jamu Gendong ... 53
14. Komposisi Penjual Jamu Gendong Berdasarkan Pekerjaan Awal ... 54
15. Pengeluaran Penjual Jamu Gendong untuk Bahan Baku per Hari ... 54
16. Pendapatan Penjual Jamu Gendong Per Hari ... 55
17. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56
18. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 56
19. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama... 57
20. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 58
21. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 58
22. Karateristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 59
23. Intensitas Pembelian Minuman Jamu Gendong Setiap Minggu ... 60
24. Macam- macam Jenis Minuman Jamu Gendong ... 61
25. Nilai Communality ke-19 Variabel ... 66
26. Tujuh Faktor Utama Hasil Analisis Faktor ... 67
28. Nilai Performans Atribut Ideal Minuman Jamu Gendong yang Diharapkan oleh Responden... 76 29. Sikap Responden Secara Keseluruhan terhadap Minuman Jamu
DAFTAR GAMBAR
Teks Halaman
1. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen... 21
2. Model Lima Tahap Pembelian ... 22
3. Model Lengkap Perilaku Konsumen... 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 91
2. Input Data Analisis Faktor ... 95
3. Hasil Output Awal Analisis Faktor ... 97
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sehat menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah “sehat
yang produktif”, artinya menyangkut sarana atau alat untuk hidup sehari- hari
secara produktif. Upaya kesehatan harus diarahkan agar setiap orang memiliki kesehatan yang baik agar dapat hidup lebih produktif. Sesuai dengan definisi dari
WHO, pemerintah Indonesia saat ini juga sedang mempopulerkan konsep paradigma sehat, yang pada intinya adala h suatu tindakan peningkatan kesehatan
(promotif) dan pencegahan (preventif). Ditinjau dari segi ekonomi, melakukan
tindakan pencegahan ternyata lebih hemat (cost effective) dibandingkan dengan tindakan pengobatan (kuratif). Konsep paradigma sehat akan membantu
pemerintah menuju Indonesia sehat tahun 20101.
Derajat kesehatan yang baik mempunyai dampak positif terhadap laju pembangunan. Rakyat yang sehat, bukan hanya merupakan tujuan melainkan juga
merupakan sarana agar laju pembangunan dapat dipercepat. Derajat kesehatan yang makin baik akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja, mengurangi hari-hari tidak masuk kerja karena sakit, dan memperpanjang umur produktivitas
masyarakat. Hal ini akan meningkatkan tersedianya sumberdaya manusia yang sehat sebagai perilaku pembangunan.
obat modern dari berbagai jenis merek terus bermunculan. Disamping itu, terdapat
juga obat tradisional yang dikenal dengan sebutan jamu.
Menurut Sudharto (2003), masyarakat mengenal pengobatan tradisional
sebagai suatu warisan nenek moyang yang sudah lama dikenal dan membudaya.
Secara historis, pengobatan tradisional dengan menggunakan daun dan akar tumbuh-tumbuhan terbukti dapat menyembuhkan berbagai penyakit, yang
terkadang jika diobati dengan cara modern akan memakan waktu yang relatif lama dan biaya yang besar. Pengalaman historis inilah yang telah mendorong
masyarakat dunia, khususnya Indonesia untuk menerapkan prinsip hidup “back to
nature”, yaitu memanfaatkan kembali obat tradisional yang bahan bakunya
berasal dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di permukaan bumi ini.
Selain dari pengalaman historis di atas, sebagian besar masyarakat meyakini penggunaan dan pengkonsumsian produk alamiah beresiko kecil
dibandingkan produk yang melalui proses kimiawi lainnya. Fenomena- fenomena
inilah yang mendukung perkembangan pengobatan secara tradisional di Indonesia. Pengembangan tanaman obat Indonesia terkonsentrasi pada sepuluh komoditi
unggulan yang dibutuhkan oleh industri jamu, yaitu jahe, kunyit, laos, temulawak, lempuyang, adas, kencur, temukunci, cengkeh daun, dan pulosari (Departemen
Pertanian, 2004).
Pada Tabel 1, dapat dilihat tujuh tanaman obat unggulan yang tingkat
demand-nya cukup tinggi dan pasar ekspornya terbuka lebar, yaitu tanaman
temulawak, kunyit, jati belanda, sambiloto, daun salam, mengkudu, dan cabe jawa. Hampir semua jenis tanaman obat dibutuhkan sebagai bahan baku
Indonesia. Komoditi kencur misalnya, dengan hasil rimpangnya memiliki nilai
ekonomis karena sangat diperlukan sebagai bahan baku industri obat dan jamu tradisional, serta sebagai penyedap ramuan (Syukur dan Hernani, 2002).
Tabel 1. Tujuh Tanaman Obat Unggulan dengan Nilai Ekonomis Tinggi di Indonesia
No. Jenis Tanaman Obat Hasil Panenan Kegunaan
1.
Temulawak (Curcuma xanthorhiza)
Kunyit (Curcuma domestica)
Jati Belanda (Gauazuma ulmifolia)
Sambiloto (Andro graphs paniculata)
Daun salam (izygium polyanti)
Mengkudu (Morinda citrifolia)
Cabe Jawa (Piper retrofractum)
Rimpang Sumber : Dirjen Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian (2004).
Terdapat beberapa alasan yang menopang argumen potensial market
mengapa jamu tetap diminati masyarakat, diantaranya yaitu: (1) ada kelompok jamu yang lazim dipakai kaum wanita, yang tidak dapat digantikan oleh
obat-obatan modern, (2) jamu mudah diperoleh tanpa resep dokter, (3) bisa menjadi pengobatan penyakit dalam jangka panjang karena tidak khawatir pada efek sampingan bahan kimia seperti pada obat modern, (4) gangguan kesehatan ringan
bisa ditanggulangi secara lebih murah dan nikmat, dan (5) ada gangguan faal tertentu yang hanya bisa disembuhkan dengan jamu. Alasan-alasan tersebut
selera konsumen seperti rasa yang tidak pahit, aroma yang lebih harum dan
pemakaian yang lebih praktis (inovasi bentuk) menjadikan jamu cukup digemari kalangan masyarakat luas (Sudharto, 2003).
Permintaan yang tinggi terhadap obat-obat alami dan ramuan tradisional
(back to nature) tidak hanya melanda konsumen di negara Indonesia, namun juga
sudah menjangkiti Eropa dan Amerika sejak beberapa tahun yang lalu. Hal
tersebut dikarenakan kecenderungan masyarakat dunia yang memprioritaskan produk yang ekologis daripada kimiawi. Peningkatan ekspor simplisia tanaman
obat ke berbagai negara tujuan cukup meningkat sejalan dengan meningkatnya
industri- industri farmasi di dunia. Berbagai jenis tanaman obat Indonesia banyak diminta oleh pasar dunia internasional, beberapa diantaranya yang mendapat
perhatian dan memiliki prospek cerah adalah tapak dara, kecubung, dan pulai pundak. Beberapa negara industri farmasi dan negara tujuan ekspor komoditas
tanaman obat Indonesia yang memiliki potensi pasar yang baik dan berprospek
adalah USA, Perancis, Jepang, Jerman, Switzerland dan Inggris, sebagaimana yang tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis Tanaman Obat yang Dominan Dipasok Negara-negara Industri Farmasi
No. Komoditas Nama Ilmiah
Bagian Tanaman yang
Digunakan Negara Tujuan Ekspor
1. Tapak dara Catharanthus roseus Daun Amerika Serikat, Jepang, Jerman,Perancis,Switzerland, United Kingdom.
2. Kecubung Datura metel Daun
3. Liquorice Glyzirizha glabra Akar 4. Jahe Zingiber officinale Rimpang 5. Pulai pundak Rauwolfia vomitoria Akar 6. Valerian Valerian officinalis Akar
Ada beberapa bentuk formula jamu yang siap pakai. Bentuk bubuk/powder
merupakan bentuk yang paling umum. Namun adanya perkembangan teknologi membuat bentuk jamu tidak terkesan tradisonal lagi. Banyak produsen jamu yang
sudah mencetaknya dalam bentuk, pil, kapsul, kaplet, maupun cair2.
Saat ini jamu telah diproduksi secara modern dan besar-besaran oleh perusahaan jamu bermodal besar, seperti PT. Sidomuncul, PT. Jamu Jago, PT.
Martina Berto, PT. Indofarma, PT. Air Mancur dan Nyonya Meneer. Di tengah-tengah kemajuan teknologi yang digunakan untuk memproduksi jamu yang
dihasilkan industri- industri besar, masih terdapat usaha jamu yang dikelola secara
tradisional dan sangat sederhana. Jamu ini dikenal dengan sebutan jamu gendong. Jamu gendong adalah jamu khas Jawa. Jamu tersebut merupakan ramuan
dari beberapa bahan yang masih segar dan merupakan minuman yang tidak dapat disimpan lama, yang biasanya diminum dalam keadaan segar. Beberapa jenis
jamu gendong yang banyak diminati konsumen, yaitu kunyit asam, beras kencur,
bersih darah, kunyit lemuntas, kunyit sirih, dan tambah tenaga. Di Indonesia, jamu dijual dengan cara yang sangat tradisional, dimana wanita-wanita berkebaya
memanggul bakul berisi botol-botol ramuan jamu siap minum. Jamu tersebut dijajakan penjual dengan cara berjalan kaki dari rumah ke rumah atau di
tempat-tempat tertentu, seperti terminal, emperan toko, dan lain- lain. Karakteristik
penjual jamu gendong itulah yang menggambarkan ”profesi penjual jamu gendong”.
Dalam usaha untuk mendapatkan keuntungan ekonomis, penjual jamu gendong menunjukkan sikap aktif dan dinamis. Dengan bergerak dari desa ke
kota, penjual jamu gendong berusaha untuk mendapatkan peluang bekerja
sehingga dapat memperoleh penghasilan. Sikap ini membedakan mereka dengan penduduk miskin lain yang cenderung bersifat pasif, apatis, dan fatalistik (nrimo)
dalam menghadapi kemiskinan.
Dalam menjajakan jamu, tidak ada yang membatasi daerah kerja para penjual jamu gendong selain kekuatan mereka sendiri untuk berjalan lebih jauh.
Daerah kerja penjual jamu gendong yang biasa mereka jalani merupakan daerah khusus mereka. Namun demikian, status khusus tersebut tidak bersifat mutlak.
Oleh karena itu, dimungkinkan apabila seorang penjua l jamu gendong masuk ke
daerah khusus penjual jamu gendong lainnya. Walaupun persaingan diantara sesama penjual jamu gendong tidak terlampau ketat, namun keadaan tersebut tetap
dimungkinkan terjadi. Persaingan diantara mereka lebih mengarah pada kualitas racikan jamu (cita rasa jamu) maupun penampilan sebagai bakul jamu (Prasanthi,
1999). Penjual jamu gendong usia muda dengan pengalaman usaha yang belum
banyak akan mengutamakan penampilan mereka sebagai bakul jamu, sedangkan mereka yang sudah lebih berpenga laman dalam menjalankan usaha jamu
mengutamakan cita rasa jamu mereka.
Penjual jamu gendong merupakan profesi yang hadir dengan keunikan dan
ciri khas tersendiri yang menunjukkan ciri tradisional. Walaupun komoditas jamu
yang diperdagangkan bersifat tradisional, namun tetap memiliki pangsa pasar di tengah persaingan yang ketat dengan produk jamu modern.
1.2.Perumusan Masalah
peluang bagi pemasaran produk jamu tersebut dapat memberikan kontribusi yang
besar bagi pendapatan industri kecil/penjual, daerah maupun negara. Status pekerjaan sebagai penjual jamu gendong belum dapat diharapkan untuk dijadikan
sebagai mata pencaharian pokok karena pendapatan yang diperoleh penjual jamu
gendong tiap harinya tidak tentu dan relatif rendah.
Dengan gambaran pendapatan yang relatif kecil ini dapat dikatakan bahwa
profesi penjual jamu gendong bisa saja punah karena orang akan cenderung mencari pekerjaan lain. Namun, kenyataannya profesi ini tetap hadir di tengah
masyarakat yang kian modern. Keberlangsungan profesi penjual jamu gendong
sampai saat ini dikarenakan masih adanya permintaan konsumen terhadap produk minuman tradisional, khususnya minuman jamu gendong. Jumlah relatif
permintaan konsumen terhadap minuman jamu gendong untuk setiap penjual yaitu kurang lebih 40-50 gelas setiap hari.
Meskipun industri kecil/penjual jamu mempunyai masa depan yang cerah,
namun masih banyak hal yang perlu diperhatikan terutama mengenai preferensi konsumennya. Pemasaran produk jamu yang baik adalah yang berorientasi pada
permintaan konsumen. Kajian empirik menunjukkan bahwa konsumen jamu gendong mengkonsunsi jamu karena berbagai alasan. Misalnya, karena jamu
merupakan budaya, maka penggunaannya pun sudah merupakan suatu tradisi.
Tradisi ini diartikan sebagai adat kebiasaan yang turun-temurun dari nenek moyang, yang masih dijalankan dalam mayarakat (Pali, 1994).
Beberapa konsumen jamu gendong mengkonsumsi jamu karena kebiasaan. Kebiasaan yang baik akan diakui dan dilakukan pula oleh orang lain. Kebiasaan
masyarakat lainnya turut mengkonsumsi jamu tersebut. Beberapa konsumen lain
mengkonsumsi jamu gendong karena sekedar ikut-ikutan, tetapi lama-kelamaan menjadi suatu kebiasaan. Sebagian besar konsumen mengkonsumsi jamu gendong
karena harganya lebih murah dibandingkan dengan harga jamu pabrik, lebih segar
dari jamu pabrik, ataupun dengan alasan asal minum saja.
Pada umumnya produk jamu gendong yang ada di pasaran memiliki
karakteristik yang serupa antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga konsumen menemui kesulitan dalam membedakan mana produk yang berkualitas
baik dan mana produk ya ng berkualitas rendah. Adanya perubahan pola perilaku
dalam mengkonsumsi jamu yaitu konsumen lebih memilih hal yang praktis, rasa yang enak, mendorong industri kecil/penjual untuk berinovasi dan menghasilkan
jamu gendong dengan ramuan tradisional yang khas, mulai dari jamu yang diberi pemanis gula biasa, gula Jawa, madu, jeruk nipis dan anggur.
Konsumen jamu adalah mereka yang mengkonsumsi jamu, merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan industri kecil/penjual jamu. Konsumen akan berusaha untuk mencari dan mengevaluasi produk-produk jamu
gendong yang atributnya paling disukai dan menjadi favorit bagi mereka. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik beberapa pertanyaan penelitian:
a. Bagaimana karakteristik konsumen minuman jamu gendong?
b. Faktor-faktor utama apa saja yang menjadi preferensi konsumen dalam pembelian minuman jamu gendong?
c. Bagaimana kriteria minuman jamu gendong yang ideal menurut konsumen? d. Bagaimana strategi pemasaran yang tepat bagi produk minuman jamu
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mengkaji karakteristik konsumen minuman jamu gendong.
2. Menganalisis faktor- faktor utama yang menjadi preferensi konsumen dalam pembelian minuman jamu gendong.
3. Mengkaji kriteria minuman jamu gendong yang ideal menurut konsumen.
4. Merekomendasikan strategi pemasaran yang efektif untuk produk minuman jamu gendong berdasarkan studi perilaku konsumen.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat bagi:
1. Industri kecil/Penjual
Memberikan informasi kepada industri kecil/penjual mengenai keinginan
konsumen terhadap atribut minuman jamu gendong serta mengetahui
faktor-faktor yang menjadi pertimbangan utama konsumen dalam membeli jamu gendong.
2. Konsumen
Adanya penelitian ini diharapkan konsumen memperoleh kepuasan dari
minuman jamu gendong yang dikonsumsinya.
3. Peneliti dan Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi peneliti untuk menambah
mata kuliah Perilaku Konsumen dan dijadikan studi literatur untuk penelitian
lebih lanjut.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini, adalah:
1. Produk jamu gendong yang diteliti merupakan produk jamu yang dikemas dalam botol-botol berisi ramuan tertentu, siap dikonsumsi dan atau dicampur sesuai dengan keinginan konsumen, dijual per gelas bervolume 100-150 mL,
bukan yang dikemas dalam bentuk sachet ataupun bentuk lainnya. Hal ini disebabkan produk jamu gendong telah dikenal masyarakat secara luas sebagai
produk minuman jamu hasil racikan manual penjualnya.
2. Jenis produk jamu gendong yang diteliti yaitu hanya jamu beras kencur. Hal ini disebabkan jenis jamu tersebut banyak diminati oleh konsumen dan
sebagian besar konsumen pernah mengkonsumsinya.
3. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dibatasi
pada pengaruh lingkungan dan perbedaan individu saja. Faktor proses psikologis tidak dibahas karena memerlukan suatu analisis yang lebih mendalam, yang memperhitungkan subjektivitas responden. Selain itu
kesediaan responden untuk menjawab wawancara juga merupakan salah satu sebab yang dipertimbangkan penulis.
4. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan pertimbangan efisiensi dana, biaya, dan tenaga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Obat Indonesia
Indonesia sangat kaya dengan berbagai species flora. Dari 40 ribu jenis
flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26%
telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan. Dari yang telah dibudidayakan, lebih dari 940 jenis digunakan sebagai obat
tradisional (Syukur dan Hernani, 2002).
Pengembangan agroindustri tanaman obat di Indonesia memiliki prospek
yang baik. Faktor yang mendukung pengembangan agroindustri tanaman obat
tersebut diantaranya besarnya potensi kekayaan sumber daya alam Indonesia sebagai sumber bahan baku yang dapat diformulasikan menjadi obat tradisional.
Keikutsertaan segenap lapisan masyarakat petani tanaman obat, penjual, pemakai maupun masyarakat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan
dengan tanaman obat atau pengobatan tradisional juga sangat mendukung pengembangan agroindustri tanaman obat.
Seiring dengan meningkatnya fenomena “back to nature”, penggunaan
tanaman obat sebagai salah satu obat alami yang minim efek samping juga semakin meningkat. Pemakaian tanaman obat dalam dekade terakhir ini
cenderung meningkat sejalan dengan berkembangnya industri jamu atau obat tradisional, farmasi, kosmetik, makanan, dan minuman. Tanaman obat yang dipergunakan biasanya dalam bentuk simplisia (bahan yang telah dikeringkan dan
Pemanfaatan tanaman obat Indonesia akan terus meningkat mengingat
kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai jamu. Beberapa bahan baku jamu juga telah menjadi komoditas ekspor yang andal untuk
menambah devisa negara.
2.2. Supply dan Demand Tanaman Obat Indonesia
Terdapat tujuh jenis tanaman obat yang menjadi unggulan Departemen Pertanian, yaitu temulawak, kunyit, jati belanda, sambiloto, daun salam,
mengkudu, dan cabe jawa. Tanaman obat unggulan Departeman Pertanian tersebut juga merupakan lima dari 13 tanaman obat yang diunggulkan Badan
Penga wasan Obat dan Makanan (BPOM), Jakarta. Tanaman-tanaman obat unggulan BPOM tersebut adalah temulawak, jati belanda, sambiloto, mengkudu, pegagan, daun ungu, sanrego, pasak bumi, daun jinten, kencur, pala, cabe jawa,
dan tempuyung (Departemen Pertanian, 2004).
Komoditi tanaman obat unggulan (lebih dari 13 jenis tanaman obat) adalah
tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi, mempunyai peluang pasar yang besar, mempunyai potensi produksi yang tinggi, karena Indonesia merupakan daerah yang tropis, dan berpeluang dalam pengembangan teknologi. Demand
komoditas ini terus melonjak seiring dengan beralihnya konsumen dari pengkonsumsi obat kimia menjadi pengkonsumsi obat-obat alami, karena efek
samping obat kimia yang bisa membahayakan kesehatan pemakainya.
Perkembangan produksi tanaman obat mengalami peningkatan dari 119.162 ton pada tahun 1996 menjadi 202.533 ton pada tahun 2002. Produksi
Tabel 3. Produksi Tanaman Obat di Indonesia Tahun 1996-2002
Jumlah 119.162 191.562 188.685 170.603 193.018 208.167 202.533
Sumber : Dirjen Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian (2004)
Produksi tanaman obat di Indonesia terkonsentrasi di propinsi Jawa, yaitu sebesar 10.822 ha (90,92%). Hal ini disebabkan pengolahan lahan pertanian di pulau Jawa mendapat perhatian lebih besar dibandingkan lahan- lahan pertanian diluar pulau Jawa yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sentra produksi
tanaman biofarmaka terbesar terdapat di Jawa Barat (4.200 ha), Jawa Tengah
(3.290 ha), Jawa Timur (2.570 ha), dan DI Yogyakarta (570 ha), rincian selengkapnya pada Tabel 4.
Tabel 4. Sentra Produksi Tanaman Obat/Biofarmaka di Indonesia
No. Propinsi Luas (ha) No. Propinsi Luas (ha)
Komoditas : Jahe, lengkuas, kencur, kunyit, lempuyang, temulawak, temuireng, kejibeling, dringo, dan kapulaga
Kebutuhan bahan baku tanaman biofarmaka untuk industri dalam negeri
terus mengalami peningkatan, dari 122.269 ton/tahun pada tahun 1997 hingga 209.864 ton/tahun pada tahun 2002. Jenis komoditas yang menjadi bahan baku
untuk industri dalam negeri beserta peningkatan jumlah kebutuhan setiap
tahunnya ditunjukkan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Kebutuhan Bahan Baku Tanaman Biofarmaka untuk Industri Dalam Negeri Tahun 1997-2002 di Indonesia
No. Komoditas Kebutuhan (ton/tahun)
1997 1998 1999 2000 2001 2002
1. Jahe 70.256 76.172 90.107 106.194 111.670 121.204 2. Lengkuas 17.405 18.920 22.452 26.566 27.934 30.195 3. Kencur 8.317 8.949 10.488 12.215 12.848 14.116 4. Kunyit 15.253 16.445 19.320 22.572 23.740 25.999
5. Lempuyang 2.850 3.090 3.656 4.309 4.531 4.917
6. Temulawak 4.950 5.239 6.012 6.813 7.170 8.104
7. Temuireng 2.031 2.168 2.514 2.889 3.040 3.386
8. Kejibeling 410 437 507 582 612 683
9. Dringo 234 253 297 348 366 400
10. Kapulaga 563 577 637 681 718 860
Jumlah 122.269 132.250 155.990 183.170 192.629 209.864
Sumber : Badan POM dalam Dirjen BP. Hortikultura (2004)
Total kebutuhan tanaman obat untuk lima perusahaan besar, yaitu PT.
Mustika Ratu, PT. Jamu Jago, PT. Nyonya Meneer, PT. Sido Muncul, dan PT. Martina Berto dapat dilihat pada Tabel 6. Tanaman obat yang paling banyak
digunakan dalam industri obat tradisional kelima perusahaan ini adalah lempuyang (463.200 kg/tahun), jahe (434.400 kg/tahun), temulawak (427.400
Tabel 6. Total Kebutuhan Tana man Obat Lima Industri Jamu di Indonesia Per Bulan Tahun 2002 (Berdasarkan Urutan Terbesar)
No Jenis Tanaman Obat kg/bulan kg/tahun Indonesia Latin
1. Lempuyang Zingiber aromatica 38.600 463.200
2. Jahe Zingiber officinale, Rose 36.200 434.400
3. Temulawak Curcuma xanthorrhiza 35.600 427.400
4. Kunyit Curcuma domestica, Val 26.500 318.000
5. Lengkuas Languas galanga L. 18.000 216.000
6. Adas Foeniculum volgare, Mill 13.800 165.600
7. Kencur Kaemferia galanga L. 11.900 142.800
8. Daun cengkeh Eugenia caryophylata 10.300 123.600
9. Cabe Piper retrofractum, Vahl 3.300 39.600
10. Jati belanda Guazuma ulmifolia, Lamk 2.200 26.400
11. Tempuyung Sonchus arvensis L. 2.000 24.000
12. Temu giring Curcuma heyneana 1.500 18.000
13. Bangle Zingiber purpurei 1.000 12.000
14. Pegagan Centella asiatica L. 1.000 12.000
15. Sirih Piper betle L. 250 3.000
Sumber : Dirjen Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian (2004)
Peluang pengembangan obat alami/tradisional Indonesia masih sangat besar. Indikator besarnya peluang tersebut dapat dilihat dari masih kecilnya
pangsa pasar obat alami sehingga masih terbuka lebar untuk dikembangkan. Jumlah penduduk Indonesia yang besar, adanya perubahan pola hidup konsumen
“back to nature” , dan obat-obatan tradisional merupakan warisan budaya leluhur
bangsa Indonesia yang patut untuk dikembangkan (Geertz, 1981).
2.3. Sejarah dan Deskripsi Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang merupakan hasil budaya masyarakat yang dikenal masyarakat Jawa sejak jaman dulu. Mereka mempunyai pengetahuan
daun-daunan, akar-akaran, ataupun buah tanaman yang terdapat di kebun setiap
rumah (Geertz, 1983).
Jamu dinilai bermanfaat bagi pemeliharaan kesehatan. Jamu merupakan
ramuan yang muncul sebagai akibat adanya masalah yang dihadapi masyarakat
pada jaman dulu, yaitu bagaimana merawat tubuh dan mengobati berbagai macam penyakit, dimana pada saat itu belum mengenal ilmu kedokteran modern. Mereka
hanya mengenal adanya orang-orang “pintar” dan ramuan-ramuan tertentu yang diperoleh menurut pengalaman dan perkiraan pribadi. Begitu pula dengan ramuan
khusus untuk wanita, yang muncul sebagai akibat adanya masalah kewanitaan,
misalnya: keputihan, ingin awet muda, mempertahankan kondisi tubuh pada saat hamil, untuk menjaga janin yang ada dalam kandungan, untuk menjaga kemesraan
pasangan suami- istri, dan lain- lain (Pali, 1994).
Masyarakat Indonesia terbiasa minum jamu untuk melancarkan sistem
pembuluh darah serta menjaga tubuh senantiasa sehat bugar. Masyarakat percaya
akan khasiat jamu yang menyembuhkan, sehingga hampir seluruh lapisan masyarakat mengkonsumsinya. Kebanyakan konumen mempercayai khasiat jamu
berdasarkan kepercayaan turun-temurun yang mengakar kuat dalam masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat semakin percaya bahwa ramuan
jamu dapat mengobati dan turut menjaga kesehatan tubuh mereka. Masyarakat
tetap memegang kepercayaan kepada pengobatan ramuan herbal kuno yang memberikan efek baik bahkan untuk masyarakat modern. Saat ini banyak sekali
peminat makanan dan obat-obatan organik, baik dari dalam negeri maupun di luar negeri. Bahkan, kini para profesi medis juga mulai meneliti dan membuktikan
Jamu merupakan obat yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan
dan mineral atau kombinasi dari ketiganya. Konotasi tradisional selalu melekat pada jamu karena memang telah dikenal sebelum farmalogi modern masuk ke
Indonesia. Tidak ada yang dapat memastikan sejak kapan tradisi meracik dan
meminum jamu ini muncul, namun diyakini tradisi ini telah berjalan ratusan bahkan ribuan tahun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jamu merupakan obat
hasil ramuan tumbuh-tumbuhan asli alam yang tidak menggunakan bahan kimia sebagai aditif (Supriadi, 2001).
Menurut Supriadi, secara garis besar tujuan pemakaian obat tradisional
dibagi dalam empat kelompok, yaitu: (1) untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran jasmani (promotif), (2) untuk mencegah penyakit (preventif),
(3) sebagai upaya pengobatan penyakit (kuratif), baik untuk pengobatan sendiri maupun untuk mengobati orang lain, sebagai pengganti atau pendamping
penggunaan obat jadi, (4) untuk memulihkan kesehatan (rehabilitatif).
Bahan-bahan baku obat tradisional dapat dikembangkan di dalam negeri, baik dengan teknologi sederhana maupun dengan teknologi canggih.
Pengembangan obat tradisional dalam jangka panjang akan mempunyai arti yang cukup potensial karena dapat mengurangi impor bahan baku sintesa kimia yang
harus dibeli dengan devisa.
Di Indonesia, jamu umumnya dijual dengan cara yang sangat tradisional, yaitu dijajakan oleh kaum ibu dan remaja putri. Jamu tersebut dijajakan dengan
cara memasukkan ramuan jamu tersebut ke dalam botol-botol yang berbeda, disatukan dalam sebuah bakul, lalu digendong dan dijajakan dari rumah ke rumah
itu, masyarakat mengenalnya dengan sebutan “jamu gendong”. Ciri khas lainnya
berupa penampilan para penjual dengan berkebaya, berjalan kaki menjajakan jamu hasil racikan masing- masing.
Jamu gendong terdiri dari bermacam- macam ramuan yang memiliki
manfaat yang berbeda pula. Beberapa jenis jamu gendong, yaitu: beras kencur, cabe lempuyang, kunyit asam, temulawak, dan lainnya. Ramuan ini terbuat dari
bermacam- macam bahan baku seperti beras, kencur, temu giring, temulawak, temu ireng, jahe, kunyit, kayu manis, cabe jawa, gula jawa, asam jawa, madu, dan
lainnya. Bahan-bahan ini lalu diramu secara manual menjadi jamu (Syukur dan
Hernani, 2002).
2.4. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang perilaku konsumen terhadap berbagai produk
obat-obatan tradisional belum banyak dilakukan sebelumnya. Namun alat analisis yang digunakan penulis dalam penelitian ini merupakan alat analisis yang banyak
digunakan dalam penelitian mengenai perilaku konsumen. Alat analisis tersebut digunakan penulis karena dianggap masih relevan dengan situasi dan kondisi yang terjadi.
Praharsi (2004) menganalisis tentang perilaku konsumen dan pengaruhnya terhadap strategi bauran pemasaran Permen Tolak Angin PT. Sido Muncul. Alat
analisis yang digunakan adalah Analisis Faktor dan Multiatribut Angka Ideal. Melalui pengolahan data dengan Analisis Faktor dihasilkan enam faktor utama yang dipertimbangkan konsumen dalam pembelian permen pelega tenggorokan.
bahwa secara keseluruhan atribut Permen Tolak Angin Sido Muncul
dipersepsikan baik di mata responden.
Penilaian konsumen mengenai atribut ideal juga dilakukan oleh Setiawan
(2003) dalam penelitiannya yang berjudul ”Perilaku Konsumen Kapsul Herbal
Karyasari”. Adapun atribut-atribut yang diteliti adalah kemasan, khasiat, higienis, harga, kemudahan memperoleh (ketersediaan), kandungan bahan alami, merek
(terkenal/tidak), mutu (kualitas), isi (kuantitas), kejelasan kahalalan, kadaluwarsa, rasa manis, dan prestise. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Faktor,
Multiatribut Angka Ideal dan Uji Friedman yang dilanjutkan dengan Multiple
Comparison. Pengolahan data dengan analisis faktor terhadap variabel- variabel
awal menghasilkan enam faktor utama yang depertimbangkan konsumen. Model
Angka Ideal menyimpulkan bahwa kapsul herbal ekstrak lebih ideal secara keseluruhan dari kapsul herbal serbuk, walaupun berdasarkan skor rata-rata
ranking terdapat kelebihan dan kekurangan pada masing- masing atribut kedua
kapsul.
Penelitian-penelitian terdahulu tersebut digunakan penulis sebagai acuan
dalam melakukan penelitian ini, terutama dalam penggunaan alat analisis dan penetapan atribut produk. Hal tersebut dilakukan mengingat atribut-atribut produk
yang dikaji oleh Setiawan (2003) ataupun Praharsi (2004) dinilai identik dengan
atribut-atribut produk jamu tradisional (jamu gendong). Berbeda dengan kedua penelitian terdahulu yang mengkaji sebuah produk hasil industri ternama di
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Perilaku Konsumen
Konsumen merupakan fokus utama dari pemasaran, konsumen yang
dipilih dalam penelitian ini adalah konsumen akhir (final consumer), yaitu setiap individu yang tujuan pembeliannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri
atau untuk dikonsumsi langsung, sehingga pemahaman tentang konsumen lebih mengarah pada proses pengambilan keputusan konsumen sendiri untuk memenuhi
kebutuhan produk dan jasa (Kotler, 1993).
Proses pengambilan keputusan konsumen akhir dinyatakan sebagai cara seseorang dalam mengumpulkan dan memperkirakan informasi serta menentukan
pilihan dari berbagai alternatif yang ada. Proses pengambilan keputusan ini akan dipengaruhi oleh faktor- faktor demografi, sosial, dan psikologi. Dalam
pelaksanaannya, emosi konsumen akan muncul dalam bentuk rangsangan atau ketertarikan terhadap barang dan jasa,kesadaran terhadap kebutuhan/permasalahan yang dihadapi, pencarian informasi, penilaian terhadap pilihan, keputusan untuk
membeli dan penilaian pasca pembelian.
Penjelasan ini merupakan informasi sekaligus peluang bagi pemasar dalam
menentukan jenis barang yang dibutuhkan konsumen untuk menyusun strategi pemasaran yang efektif bagi barang yang akan diproduksinya tersebut. Ini merupakan tugas penting manajemen pemasaran berdasarkan konsep pemasaran,
yaitu memahami perilaku konsumen, terutama pada pasar sasarannya (target
perilaku konsumennya. Dengan memahami perilaku konsumen, pemasar dapat
mengatur strategi pemasaran yang tepat untuk dapat menciptakan peluang memasarkan produk dan atau jasa yang dihasilkannya diantara para pesaing.
Engel et al (1994) mendefinisikan perilaku kons umen sebagai
tindakan-tindakan yang secara langsung mempengaruhi seseorang dalam usaha mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk
proses keputusan sebelum dan sesudah tindakan itu dilakukan. Perilaku konsumen dipengaruhi dan dib entuk oleh faktor lingkungan, perbedaan individu, serta proses
psikologis. Secara sederhana, hubungan antara ketiga faktor tersebut dengan
proses keputusan konsumen dapat dijelaskan pada Gambar 1.
3.1.2. Proses Keputusan Pembelian
Proses yang dilakukan konsumen dalam mengambil keputusan meliputi beberapa tahapan. Menurut Engel, et al (1994), terdapat lima tahapan proses
pengambilan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen, yaitu
pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan evaluasi pasca pembelian (hasil). Pemasar perlu mengidentifikasi
keadaan yang mendorong suatu kebutuhan dan rangsangan yang paling sering menimbulkan suatu minat pada kategori produk tertentu. Pengenalan kebutuhan
pada hakekatnya bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian antara keadaan
yang dihadapi konsumen saat sekarang dan keadaan yang diinginkan konsumen. Pada Gambar 2 dapat diketahui lebih jelas tahapan-tahapan keputusan tersebut
secara sederhana.
Gambar 2. Model Lima Tahap Pembelian
Sumber : Kotler, 2000
3.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Engel, et al (1994) menggolongkan faktor- faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian pada konsumen menjadi tiga, yaitu pengaruh lingkungan,
perbedaan individu, dan proses psikologis. Model lengkap proses keputusan
konsumen yang memperlihatkan pembelian dapat dilihat pada Gambar 3.
Pada Gambar 3 tersebut, dapat dilihat bagaimana pengaruh lingkungan,
perbedaan individu, proses psikologis mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. Pengaruh lingkungan dan perbedaan individu mempengaruhi tiap
evaluasi alternatif, pembelian, serta hasil pembelian. Sementara itu, proses
psikologis, yang meliputi perilaku, lebih banyak terkait dengan tahapan pengenalan kebutuhan serta pencarian pada proses keputusan konsumen.
Gambar 3 juga menunjukkan bahwa evaluasi alternatif tidak berhenti
begitu pembelian selesai dilakukan. Pemakaian produk memberikan informasi baru, yang dibandingkan dengan kepercayaan dan sikap yang ada. Jika sesuai
dengan harapan, maka hasilnya berupa kepuasan. Anak panah umpan balik yang terputus-putus pada Gambar 3 memperlihatkan bagaimana kepuasan menguatkan
niat pembelian masa datang. Ketika alternatif dinilai kurang memenuhi harapan,
maka hasilnya adalah ketidakpuasan. Ketidakpuasan ini dapat menjadi insentif untuk pencarian informasi lebih jauh, seperti yang ditunjukkan oleh panah
MASUKAN PEMROSESAN PROSES KEPUTUSAN VARIABEL YANG MEMPENGARUHI
INFORMASI PROSES KEPUTUSAN
Gambar 3. Model Lengkap Perilaku Konsumen yang Memperlihatkan Pembelian dan Hasil
3.1.3.1. Pengaruh Lingkungan
Pengaruh lingkungan merupakan pengaruh yang diterima oleh konsumen individu karena melakukan interaksi dengan individu lainnya di lingkungannya.
Faktor-faktor lingkungan antara lain adalah kelas dan status sosial, pengaruh
pribadi, pengaruh keluarga, dan situasi pembelian.
Budaya. Dalam studi perilaku konsumen, istilah budaya mengacu pada nilai, gagasan artefak, dan simbol-simbol lain yang bermakna. Budaya membentuk individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi
sebagai anggota masyarakat.
Kelas Sosial. Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu- individu yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama.
Mereka dibedakan oleh perbedaan status sosial ekonomi yang berjajar dari yang rendah sampai yang tinggi. Status sosial kerap menghasilkan bentuk-bentuk
perilaku konsumen yang berbeda.
Pengaruh Pribadi. Pengaruh pribadi berkaitan dengan cara-cara dimana kepercayaan, sikap, dan perilaku konsumen dipengaruhi ketika orang lain
digunakan sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan (reference group) adalah orang atau kelompok yang mempengaruhi secara bermakna perilaku konsumen.
Kelompok acuan memberikan standar dan nilai yang dapat menjadi perspektif
penentu mengenai bagaimana seseorang berpikir atau berperilaku (Engel, 1994).
Keluarga. Menurut Enge l, et al (1994), keluarga adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang berhubungan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama. Keluarga inti (nuclear family) adalah kelompok
besar (extended family) mencakup keluarga inti ditambah kerabat lain seperti
kakek, nenek, paman, bibi, dan sepupu.
Situasi. Pengaruh situasi dapat dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat spesifk yang lepas dari
karakteristik objek. Engel, et al (1994) mengusulkan bahwa situasi konsumen dapat didefinisikan sepanjang garis lima karakteristik umum, yaitu : (1)
lingkungan fisik, yang merupakan sifat nyata dari situasi konsumen, (2) lingkungan sosial, menyangkut ada tidaknya orang lain dalam situasi
bersangkutan, (3) waktu, (4) tugas, yaitu tujuan atau sasaran tertentu yang dimiliki
konsumen dalam situasi, dan (5) keadaan atau suasana hati sementara.
3.1.3.2. Perbedaan Individu
Perbedaan individu merupakan faktor internal yang mengerakkan dan mempengaruhi perilaku. Menurut Engel, et al (1994) lima determinan penting
yang dapat membedakan konsumen adalah sumber daya konsumen, motivasi dan
keterlibatan, pengetahuan, sikap kepribadian, gaya hidup, dan demografi.
Sumber Daya Konsumen. Setiap orang membawa tiga sumber daya ke dalam setiap situasi pengambilan keputusan, yaitu (1) sumber daya ekonomi, meliputi pendidikan dan kekayaan, (2) sumber daya temporal, yaitu waktu, dan
(3) sumberdaya kognitif. Sumber daya kognitif adalah kapasitas mental yang
tersedia untuk menjalankan berbagai kegiatan pengolahan informasi. Alokasi keputusan kognitf dikenal sebagai perhatian.
Motivasi dan Keterlibatan. Motivasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhannya yang ditujukan pada perolehan
kebutuhan yang ada pada diri manusia. Menurut Maslow (Kotler, 2000)
kebutuhan manusia tersusun dalam hierarki dari yang paling mendesak sampai yang paling kurang mendesak.
Engel, et al (1994) mendefinisikan keterlibatan sebagai tingkat
kepentingan pribadi yang dirasakan dan atau minat yang dibangkitkan oleh stimulus di dalam situasi spesifik. Keterlibatan merupakan refleksi dari motivasi
yang kuat dalam bentuk relevansi pribadi yang sangat dirasakan terhadap suatu produk atau jasa pada konteks tertentu.
Pengetahuan. Menurut Engel, et al (1994), dalam bidang pemasaran tipologi pengetahuan seringkali dibedakan dalam tiga bidang umum : pengetahuan produk (product knowledge), pengetahuan pembelian (purchasing knowledge),
dan pengetahuan pemakaian (usage knowledge). Pengetahuan dapat diukur secara objektif dan subjektif. Pengukuran pengetahuan secara objektif (objective
knowledge) adala h pengukuran yang menyadap apa yang benar-benar disimpan
konsumen dalam ingatan, sedangkan pengukuran subjektif (subjective knowledge) menyadap persepsi konsumen mengenai banyaknya pengetahuan mereka sendiri.
Sikap. Engel, et al (1994) mendefinisikan sikap sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespon dengan cara menguntungkan
atau tidak menguntungkan secara konsisten dengan objek atau alternatif yang
diberikan. Sikap yang dipegang oleh konsumen terhadap berbagai atribut produk memainkan peranan penting dalam menentukan sikap terhadap produk. Sifat yang
penting dari sikap adalah kepercayaan dalam memegang sikap tersebut.
mempunyai kepribadian dalam bentuk citra merek. Oleh karena itu, strategi
pemasaran harus berfokus pada pencocokan kepribadian konsumen dengan kepribadian produk.
Gaya Hidup. Gaya hidup didefinisikan sebagai pola bagaimana seseorang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup adalah fungsi motivasi konsumen dan pembelajaran sebelumnya, kelas sosial, demografi, dan variabel
lainnya.
Faktor Demografi. Faktor demografi (karakteristik populasi manusia) berperan dalam menentukan ga ya hidup dan segmentasi konsumen. Faktor
demografi yang antara lain mencakup ukuran, pertumbuhan, kepadatan, dan distribusi, digunakan di dalam penelitian konsumen untuk menjabarkan pangsa
konsumen berkenaan dengan usia, pendapatan dan pendidikan.
3.1.3.3. Proses Psikologis
Proses psikologis membentuk aspek motivasi dan perilaku konsumen.
Tiga proses sentral dalam pembentukan motivasi dan perilaku tersebtu adalah pemrosesan informasi, pembelajaran, serta perubahan sikap dan perilaku.
Pemrosesan Informasi. Pemrosesan informasi mengacu pada proses yang dengannya suatu stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan,
kemudian diambil kembali. Lima tahap dasar dalam pemrosesan informasi antara
lain : (1) pemaparan, (2) perhatian, (3) pemahaman, (4) pene rimaan, dan (5) retensi.
Pembelajaran. Engel, et al (1994) memandang pembelajaran sebagai suatu proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan,
Pembelajaran pertama yaitu pembelajaran kognitif (cognitive learning). Dalam
perspektif ini, pembelajaran dicerminkan melalui perubahan pengetahuan, dan fokusnya adalah pada pengertian akan proses mental yang menentukan bagaimana
seseorang mempelajari informasi. Perspektif yang kedua adalah pendekatan
behaviourisme (behaviourist approach). Pendekatan ini semata- mata berkenaan dengan perilaku yang dapat diamati.
Perubahan Sikap dan Perilaku. Sikap dan perilaku konsumen dapat dipengaruhi secara persuasif melalui komunikasi. Sela in itu, masih terdapat
berbagai tehnik lainnya yang digunakan pemasar untuk memodifikasi perilaku
konsumen.
3.1.4. Persepsi
Persepsi merupakan proses individu dalam memilih, mengorganisasikan,
dan menafsirkan masukan-masukan informasi sehingga menimbulkan preferensi
terhadap produk dan merek tertentu dan tercermin dalam perilaku pembeliannya (Kotler, 2000). Persepsi seseorang mengenai sesuatu dipengaruhi oleh fungsi
sosial dan pribadi. Menurut Kotler (2000), seseorang dapat muncul dengan persepsi yang berbeda terhadap objek rangsangan yang sama karena tiga proses
yang berkenaan dengan persepsi, yaitu penerimaan rangsangan secara selektif,
perubahan makna informasi secara selektif, dan peringatan sesuatu secara selektif.
3.1.5. Atribut Produk
Suatu produk pada dasarnya adalah kumpulan atribut-atribut dan setiap produk, baik barang atau jasa dapat didefinisikan dengan menyebutkan
atribut-atributnya. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), barang adalah suatu sifat yang
harga, prestise perusahaan atau lembaga tataniaga, pelayanan perusahaan), yang
diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan atau kebutuhannya.
Atribut produk dapat menjadi penilaian tersendiri bagi konsumen terhadap
suatu produk. Konsumen melakukan penilaian dengan melakukan evaluasi
terhadap atribut produk dan memberikan kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk.
Di dalam mengevaluasi atribut produk, ada dua sasaran pengukuran yang penting, yaitu : (1) mengidentifikasi kriteria evaluasi yang mencolok, dan (2)
memperkirakan saliensi relatif dari masing- masing atribut produk (Engel, et al,
1994). Kriteria evaluasi yang mencolok ditentukan dengan menentukan atribut yang menduduki perigkat tertinggi. Sedangkan saliensi biasanya diartikan sebagai
kepentingan, yaitu konsumen diminta untuk menilai kepentingan dari berbagai kriteria evaluasi. Ukuran evaluasi atribut yang dihasilkan menunjukkan
kepentingan atribut sekaligus keteringinan atribut.
3.1.6. Analisis Faktor
Analisis faktor merupakan salah satu teknik dalam analisis multivariat.
Analisis faktor berguna untuk mereduksi variabel- variabel asal dalam jumlah besar menjadi beberapa faktor. Faktor-faktor baru yang diperoleh dalam jumlah
yang lebih sedikit akan lebih memudahkan pemahaman akan keragaman dan
hubungan antara variabel asal (Hasan, 2002).
Konsep dasar dari analisis faktor adalah adanya fenomena saling
berkolerasi antara variabel yang diukur. Fenomena tersebut disebabkan oleh adanya variabel orthogonal yang sama-sama mempengaruhi
terukur ditentukan oleh dua jenis faktor, yakni common factors, yaitu faktor- faktor
yang menentukan variasi data dari banyak variabel dan specific factors, yaitu faktor- faktor yang secara spesifik hanya menentukan variasi data dari variabel
tertentu. Struktur hubungan korelasi yang tinggi antar variabel dikarenakan
adanya pengaruh common factors yang sangat tinggi. Sebaliknya, struktur hubungan yang tidak terlalu tinggi antar variabel dikarenakan adanya pengaruh
specific factors, yaitu dimana pengaruh common factors rendah (Dillon, 1984).
Tujuan dasar dari analisis faktor yakni orthogonalisasi variabel dan
penyederhanaan variabel. Berkaitan dengan tujuan orthogonalisasi variabel,
analisis faktor mentransformasikan suatu struktur data dengan variabel- variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan variabel- variabel baru
(yang disebut sebagai Komponen Utama atau Faktor) yang tidak saling berkorelasi. Sementara, berkaitan dengan tujuan penyederhanaan variabel, analisis
faktor menghasilkan variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit dari jumlah
variabel asal, tetapi total kandungan informasinya (total ragam) relatif tidak berubah. Oleh karenanya, analisis faktor memiliki dua manfaat pokok, yaitu
membantu menyelesaikan masalah multikolinieritas dan meningkatkan efisiensi serta efektifitas penanganan permasalahan (Juniarti, 2001).
3.1.7. Model Sikap Multiatribut
Setiap pemasar perlu mengetahui apakah konsumen bersikap mendukung atau tidak mendukung terhadap produknya, dan mereka juga perlu untuk
modern (Simamora, 2002). Sedangkan pendekatan yang dilakukan adalah
pendekatan sikap multiatribut.
Multiatribut berarti sikap terhadap suatu objek didasarkan pada penilaian
atribut yang terkait dengan objek sikap yang dimaksud. Pendekatan sikap
multiatribut bermanfaat untuk menelusuri atribut apa yang menyebabkan konsumen bersikap positif atau negatif terhadap suatu produk. Model sikap
multiatribut menggambarkan rancangan yang berharga untuk memeriksa hubungan diantara pengetahuan produk yang dimiliki konsumen dan sikap
terhadap produk berkenaan dengan ciri atau atribut produk (Engel, et al, 1994).
Model Multiatribut Angka Ideal.
Salah satu dari alat analisis multiatribut adalah metode angka ideal. Aspek yang unik dan penting dari model angka ideal adalah model tersebut memberikan
informasi berkenaan dengan ”merek ideal” dan informasi yang berkenaan dengan
bagaimana merek yang sudah ada dipandang oleh konsumen (Simamora, 2002). Dalam model angka ideal ini konsumen diminta untuk menunjukkan dimana
mereka percaya suatu merek ditempatkan pada skala yang menggambarkan pelbagai derajat atau tingkat atribut yang menonjol. Konsumen juga akan
menunjukkan dimana ”merek ideal” akan termasuk pada skala atribut ini.
Menurut model ini, semakin dekat penilaian aktual suatu merek dengan penilaian idealnya, maka merek tersebut semakin ideal di mata konsumen dan
3.1.8. Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran adalah suatu rencana yang terintegrasi untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang akan
digunakan oleh perusahaan untuk melayani konsumen sasaran perusahaan.
Definisi ini diperoleh dari penggabungan antara definisi pemasaran menurut Kotler (2000) dan definisi Strategi menurut Jaunch dan Glueck (1995).
Menurut Kotler (2000), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok me ndapatkan keinginan dan kebutuhan
mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang bernilai
satu dengan yang lainnya. Sedangkan menurut Jaunch dan Glueck (1995), strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh, terpadu yang mengkaitkan
keunggulan perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh
perusahaan.
Pendekatan strategi pemasaran yang digunakan untuk Minuman Jamu Gendong adalah dengan menggunakan bauran pemasaran yang terdiri dari produk,
distribusi, harga, dan promosi. Menurut Kotler (2000), bauran pemasaran merupakan kelompok kiat pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk
mencapai sasaran pemasaran perusahaan dan pasar-pasar.
3.1.8.1. Strategi Produk
Produk dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang ditawarkan dan
memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Strategi produk merupakan kombinasi dari bauran produk, lini produk, merek, kemasan, dan label. Bauran
konsistensi tertentu. Merek merupakan hal utama dalam strategi produk. Merek
dapat digunakan untuk membedakan produk yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, merek juga dapat digunakan untuk menunjukkan loyalitas konsumen.
Merek dapat berupa nama, simbol, tanda, desain, atau kombinasi diantaranya.
Kemasan dan pemberian label untuk tiap-tiap produk yang dipasarkan berguna untuk memberikan nilai tambah bagi produk. Pemberian label pada produk
memungkinkan konsumen untuk tidak lagi memeriksa isi produk saat pembelian.
3.1.8.2. Strategi Distribusi
Ketersediaan produk di pasar merupakan hal yang penting diperhatikan
oleh produsen. Dengan tersedianya produk di pasar, tepat waktu, tempat dan guna akan meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap produk tersebut.
Untuk menjamin ketersediaan produk di pasar perlu adanya dukungan saluran distribusi yang baik. Oleh karena itu, kesuksesan pemasaran diawali oleh
kemampuan untuk memilih dan menggunakan saluran distribusi yang tepat.
Pemilihan saluran distribusi dapat didasarkan pada ciri produk yang akan dijual, ciri pasar, dan ciri produsen (Parkinson dalam Pemilia, 2004). Berdasarkan
ciri produk, saluran distribusi akan semakin panjang jika nilai unit produk rendah, cakupannya luas, dan bersifat musiman. Berdasarkan ciri pasar, suatu produk akan
memiliki saluran distribusi yang panjang bila produk sering dibeli dan
dikonsumsi. Agar pemasaran menjadi efektif, pemilihan saluran pemasaran dimulai dari tingkat yang paling tinggi, yaitu saluran terakhir yang berhubungan
3.1.8.3. Strategi Harga
Dalam menetapkan harga produk terdapat enam tahap yang harus dilakukan, yaitu:
a. Memilih tujuan penetapan harga
b. Menentukan permintaan c. Memperkirakan biaya
d. Menganalisa harga pasar
e. Memilih metode penetapan harga
f. Memilih harga akhir
Bauran harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Meskipun faktor non harga menjadi penting
akhir-akhir ini, harga tetap merupakan elemen terpenting yang menentukan pangsa pasar dan keuntungan perusahaan (Kotler, 2000).
3.1.8.4. Strategi Promosi
Bauran promosi memiliki empat alat komunikasi utama yang terdiri dari iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, dan penjualan pribadi (Kotler,
2000). Promosi penjualan diperlukan untuk mendorong konsumen melakukan pembelian. Promosi penjualan diperlukan karena konsumen membutuhkan
informasi mengenai kehadiran, kesediaan, penampilan produk, serta manfaat yang
mungkin diperoleh konsumen.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Perubahan gaya hidup sebagai akibat dari peningkatan kesadaran akan pentingnya hidup sehat menyebabkan timbulnya suatu paradigma baru yaitu
satu produk yang menyehatkan dan bebas dari senyawa kimia yang telah dikenal
sejak lama adalah jamu.
Jamu telah sejak lama dikenal oleh masyarakat, namun informasi
mengenai keunggulan dan manfaat produk yang tinggi masih terbatas pada
sekelompok masyarakat tertentu dan pangsa pasar jamu yang masih rendah. Dengan melihat fenomena back to nature, dimana masyarakat lebih
mengutamakan produk yang alami untuk menjaga dan mengatasi masalah kesehatan menyebabkan masuknya industri- industri yang menghasilkan
produk-produk sehat yang berbau herbal. Beberapa produsen menghasilkan produk-produk
obat-obat tradisional, sedangkan sebagian yang lain menghasilkan produk minuman tradisional atau yang dikenal sebagai jamu.
Produk minuman jamu tradisional semakin berkembang sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan produk pangan yang sehat dan
bebas dari zat aditif. Namun, masih terdapat gap antara apa yang dikembangkan
produsen dengan apa yang diinginkan konsumen. Oleh karena itu, perlu dilakukan observasi perilaku dan preferensi konsumen untuk mengetahui hidden needs
mereka terhadap minuman jamu tradisional (jamu gendong). Pemahaman terhadap kebutuhan konsumen inilah yang nantinya akan menjadi dasar untuk
mengembangkan produk-produk baru yang dapat diterima dan ideal di mata
konsumen.
Observasi perilaku dan preferensi konsumen tersebut dilakukan dengan
minuman jamu gendong. Mengenai alur berpikir dalam penelitian ini, untuk lebih
jelasnya berikut disajikan bagan kerangka pemikiran konseptual.
Gambar 4. Diagram Alir Kerangka Penelitian
Karakteristik Responden
Faktor-faktor yang Menpengaruhi Keputusan
Pembelian
Sikap Responden terhadap Atribut
Produk Informasi produk jamu terbatas, pangsa pasar jamu
rendah
Produk Obat-obatan Tradisional
Minuman Jamu Gendong
Studi Perilaku Konsumen Jamu Gendong
Analisis Deskriptif
Analisis Faktor Multiatribut Angka
Ideal
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Babakan, Kecamatan Babakan, pada
bulan Mei-Juni 2005. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive
(sengaja), dengan mempertimbangkan kemudahan mendapatkan responden yang pernah membeli dan mengkonsumsi minuman jamu dari berbagai macam latar
belakang.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari melalui wawancara langsung dengan penjual jamu gendong dengan cara mengajukan berbagai pertanyaan dan wawancara langsung dengan responden yang terpilih dengan menggunakan daftar pertanyaan
yang telah disiapkan (kuesioner). Penelitian ini mewawancarai empat penjual
jamu gendong. Data sekunder yang digunakan yaitu data monografi kelurahan. Selain itu, juga diperoleh dengan membaca literatur yang terkait dengan topik
penelitian, yaitu antara lain berasal dari perpustakaan, internet, majalah, buku-buku pribadi dan hasil penelitian terdahulu yang relevan.
4.3. Metode Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif melalui studi kasus untuk analisis karakteristik responden dan metode survei dengan melakukan riset pada konsumen untuk me nganalisis perilaku konsumen terhadap