• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak volatilitas variabel ekonomi terhadap kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak volatilitas variabel ekonomi terhadap kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi indonesia"

Copied!
314
0
0

Teks penuh

(1)

DISERTASI

ALLA ASMARA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

DAMPAK VOLATILITAS VARIABEL EKONOMI TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DAN

MAKROEKONOMI INDONESIA

merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjuk rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Seluruh sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2011

(4)
(5)

Manufacturing Sector and Indonesian Macroeconomic Performance (RINA OKTAVIANI as Chairman, KUNTJORO and MUHAMMAD FIRDAUS as Members of the Advisory Committee).

The manufacturing sector has a prominent contribution on national economic growth. Aside from being able to provide higher added value, it is also significant in the formation of Gross Domestic Product (GDP), foreign exchange, and employment. Moreover, the growth of manufacturing sector implies a relatively large multiplier effect on the economic growth. The dynamics of the economy that are reflected in the fluctuations of economic variables generally affect the performance of manufacturing sector and macroeconomic condition. In respect to the background, the purpose of this study is to analyze the volatility of economic variables and their impact on manufacturing sector and macroeconomic performance. The economic variables analyzed are oil price, export prices of manufacturing, real interest rate and real devaluation. The analytical methods used are the ARCH-GARCH model and Recursive Dynamic CGE model. Set of economic variables that are analyzed reveal that volatility tends to vary over time (time varying). In addition, the impacts also vary among industries. The volatility of world oil price and real interest rate has a tendency to provide negative influence on the Indonesian manufacturing sector and macroeconomic performance. Meanwhile, the volatility of industrial export prices and real devaluation causes a relatively different effect. Manufacturing sector is relatively susceptible to volatility of economic variables. Nevertheless, advanced durability against shock volatility performed by the manufacturing sector which tend to have linkages with agricultural sector, such as processed food, fertilizer and pesticide. As for the group of export-oriented industry, volatility tends to reduce export.

(6)
(7)

Sektor Industri Pengolahan dan Makroekonomi Indonesia (RINA OKTAVIANI sebagai Ketua, KUNTJORO dan MUHAMMAD FIRDAUS sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Sektor industri memiliki peran penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Selain mampu memberikan nilai tambah yang lebih tinggi terhadap produk antara, sektor ini juga berperan penting dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penghasil devisa dan penyerapan tenaga kerja. Disamping itu, pertumbuhan sektor industri pengolahan juga memberikan

multiplier effect (efek pengganda) yang relatif besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, dinamika yang terjadi dalam perekonomian nasional ataupun global seringkali menyebabkan penurunan kinerja sektor industri pengolahan. Kenaikan harga minyak di pasar dunia, krisis keuangan global hingga penguatan rupiah merupakan dinamika yang terjadi dalam perekonomian belakangan ini. Perubahan yang cukup signifikan pada berbagai variabel ekonomi tersebut ditunjukan dengan peningkatan volatilitas. Berangkat dari pemikiran tersebut maka permasalahan penelitian yang dikaji adalah bagaimana tingkat volatilitas suatu variabel ekonomi dan bagimana dampak volatilitas tersebut terhadap kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis tingkat volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil; (2) menganalisis perkembangan output, harga, ekspor, impor dan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan sebagai dampak volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil; (3) menganalisis kinerja makroekonomi Indonesia sebagai dampak volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil; dan (4) merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mendorong kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi Indonesia. Tujuan penelitian tersebut dicapai dengan mengaplikasikan model ARCH-GARCH dan model CGE Recursive Dynamic.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sejumlah variabel ekonomi yang dianalisis menunjukkan tingkat volatilitas yang bervariasi antar waktu (time varying). Volatilitas harga minyak dunia menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Sementara itu, volatilitas harga ekspor industri menunjukkan pola yang beragam. Harga ekspor industri besi baja menunjukkan tingkat volatilitas yang lebih besar dibandingkan harga ekspor industri lainnya. Untuk variabel suku bunga riil, tingkat volatilitas yang dicapai relatif berfluktuasi pada nilai rataan volatilitasnya.

(8)

seperti terjadi pada industri tekstil, alas kaki dan kilang minyak. Faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja industri orientasi ekspor adalah dukungan pertumbuhan pada sektor pemasok sumber bahan baku utama. Penurunan pertumbuhan sektor karet dan sektor kehutanan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penurunan kinerja sektor industri karet dan plastik dan industri kertas.

Pada sisi makro, volatilitas harga minyak dunia dan suku bunga riil memberikan efek kontraksi terhadap pertumbuhan ekonomi serta mendorong kenaikan harga/inflasi. Sementara itu, volatilitas harga ekspor industri dan devaluasi riil menyebabkan pertumbuhan GDP riil sedikit lebih tinggi dibandingkan baseline.

(9)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(10)
(11)

ALLA ASMARA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Sc.

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, M.S.

Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka :

1. Dr. Dedi Mulyadi, M.Si.

Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.

2. Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec.

(13)

Nama Mahasiswa : Alla Asmara

Nomor Pokok : A161050031

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S.

Prof. Dr. Ir. Kuntjoro

Anggota Anggota

Dr. Muhammad Firdaus, S.P., M.Si.

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(14)
(15)

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan

kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi yang

berjudul: “Dampak Volatilitas Variabel Ekonomi terhadap Kinerja Sektor Industri

Pengolahan dan Makroekonomi Indonesia”. Disertasi ini merupakan salah satu

syarat yang harus dipenuhi oleh penulis untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Secara umum,

penelitian ini bertujuan untuk menganalisis volatilitas variabel ekonomi dan

dampaknya terhadap kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi

Indonesia. Berdasarkan hasil analisis, lebih lanjut dilakukan pemetaan sektor

industri pengolahan berdasarkan capaian kinerjanya terhadap guncangan suatu

variabel ekonomi

Dalam penyelesaian penulisan disertasi ini, penulis banyak sekali

memperoleh bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Arahan dan bimbingan

yang sangat berharga penulis dapatkan dari tim komisi pembimbing yang

memiliki kualifikasi tinggi dalam bidangnya masing-masing. Prof. Dr. Ir. Rina

Oktaviani, M.S. selaku ketua komisi pembimbing telah memberikan arahan dan

masukan terutama dalam pengolahan dan analisis model CGE yang digunakan.

Prof. Dr. Ir. Kuntjoro, selaku anggota komisi pembimbing telah memberikan

arahan dan masukan terutama dalam pendalaman hasil analisis. Dr. Muhammad

Firdaus, S.P., M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan

arahan dan masukan terutama dalam menginterpretasikan temuan yang diperoleh

dari penelitian yang dilakukan. Melalui proses pembimbingan yang dilakukan,

(16)

terima kasih yang sedalam-dalamnya atas masukan, arahan, sumbangan pemikiran

dan bimbingan yang diberikan.

Penyusunan disertasi ini merupakan bagian dari proses pendidikan dalam

program doktor di Program Pascasarja IPB. Oleh karena itu, Penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Rektor dan Dekan SPs-IPB beserta staf yang telah menerima penulis menjadi

mahasiswa program doktor dan memberikan pelayanan yang terbaik selama

menjalani masa studi.

2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen serta Ketua Departemen Ilmu

Ekonomi yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan

studi program doktor di IPB.

3. Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, M.A. sebagai Ketua Program Studi EPN dan

sebagai penguji wakil Program Studi EPN pada ujian terbuka, yang telah

memberikan kritik dan masukan yang sangat berharga bagi penyempurnaan

disertasi ini.

4. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Sc. sebagai Ketua Departemen Ilmu

Ekonomi, penguji pada ujian Prelim II dan penguji luar komisi pada ujian

tertutup, yang telah memberikan kritik dan masukan yang konstruktif bagi

penyempurnaan disertasi ini serta selalu memberikan motivasi kepada penulis.

5. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.S. sebagai penguji pada ujian Prelim II yang telah

memberikan kritik dan masukan yang sangat berharga bagi penyempurnaan

(17)

penyempurnaan disertasi ini.

7. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup,

yang telah memberikan kritik dan masukan yang sangat berharga bagi

penyempurnaan disertasi ini.

8. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS sebagai penguji wakil Program Studi EPN pada

ujian tertutup, yang telah memberikan kritik dan masukan yang sangat

berharga bagi penyempurnaan disertasi ini.

9. Seluruh dosen Program Studi EPN yang telah mentrasfer ilmu pengetahun dan

staf administrasi yang membantu penulis dengan sangat baik.

10.Seluruh Staf Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB yang memberikan

dukungan moril kepada Penulis.

11.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi EPN yang menjadi teman diskusi

selama masa perkuliahan dan dalam penulisan disertasi ini.

12.Pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan

kontribusinya dalam penyusunan disertasi ini.

Ucapan terima kasih dan rasa kasih sayang juga disampaikan kepada istri

dan anak-anak yang telah sabar menemani penulis selama masa studi. Selain itu

penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Almarhumah

Ibunda serta Bapak dan Ibu Mertua atas segala doa dan dukungannya.

Sebagai penutup, penulis berharap bahwa disertasi yang disusun

mudah-mudahan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi berbagai pihak yang

(18)

Semoga disertasi ini bisa memberikan sumbangan bagi perkembangan

perekonomian Indonesia serta dapat menambah khazanah pengetahuan.

Bogor, Agustus 2011

(19)

Penulis lahir pada tanggal 13 Januari 1973 di Desa Karang Asih,

Kecamatan Cikarang, Kabupaten Bekasi. Penulis merupakan anak ketujuh dari

Sembilan bersaudara dari pasangan ayahanda Drs. H. Suryadi Bambang dan

ibunda Hj. Maesudeh (Almh). Penulis menikah dengan Siti Nurhayati, AMd dan

dikarunia empat orang anak yaitu Vania Kirana Asmara, Tiara Mustika Asmara,

Daffa Rizky Asmara dan Devananda Putra Asmara.

Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri Dwiguna Cikarang

pada tahun 1985 dan menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP

Negeri 2 Cikarang pada tahun 1988. Untuk pendidikan menengah atas dapat

diselesaikan pada tahun 1991 di SMA Negeri 1 Bekasi.

Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan program sarjana pada Jurusan

Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Sejak bulan Februari 1997

hingga tahun 2002 penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Sosial

Ekonomi Peternakan tersebut. Selama bekerja di Jurusan Sosial Ekonomi

Peternakan, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi program

master di Program Pascasarjana IPB yaitu pada Program Studi Ilmu Ekonomi

Pertanian. Program master dapat diselesaikan penulis pada tahun 2002.

Sejak tahun 2002 hingga saat ini, penulis bekerja di Departemen Ilmu

Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Pada tahun 2005 penulis

memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi pada jenjang strata tiga (S3)

dengan beasiswa BPPS di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah

(20)

xv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan ... 15

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 16

II. TINJAUAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

2.1. Tinjauan Teori ... 19

2.1.1. Pengertian dan Batasan Industri Pengolahan ... 19

2.1.2. Fluktuasi Ekonomi dan Kebijakan Stabilisasi ... 21

2.1.2.1. Fluktuasi Ekonomi ... 21

2.1.2.2. Kebijakan Stabilisasi ... 25

2.1.3. Teori Produksi dan Minimisasi Biaya ... 28

2.1.3. Teori Keseimbangan Umum ... 32

2.2. Tinjauan Studi Terdahulu ... 34

2.2.1. Tinjauan Studi Volatilitas ... 34

2.2.2. Tinjauan Studi Dinamika Industri ... 37

2.2.3. Tinjauan Studi Aplikasi Model Ekonomi Keseimbangan Umum ... 40

2.3. Kerangka Pemikiran ... 43

2.3.1. Kerangka Model ... 43

2.3.1.1. Model ARCH-GARCH ... 43

2.3.1.2. Model Keseimbangan Umum ... 47

2.3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 51

(21)

xvi

III. METODE PENELITIAN... 61

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 61

3.2. Metode Pengolahan Data ... 62

3.2.1. Model ARCH-GARCH ... 62

3.2.2. Model Keseimbangan Umum ... 67

3.2.2.1. Struktur Model CGE INDOF ... 68

3.2.2.2. Spesifikasi Model Keseimbangan Umum ... 93

3.2.2.3. Closure ... 96

3.3. Simulasi Kebijakan ... 97

IV. KONSTRUKSI DATA DASAR ... 99

4.1. Tabel Input Output dan Agregasi Sektor ...100

4.2. Sistem Neraca Sosial Ekonomi ...103

4.2.1. Anatomi Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi ...103

4.2.2. Klasifikasi Rumahtangga ...105

4.2.3. Klasifikasi Tenaga Kerja ...107

4.3. Tingkat Pengembalian Lahan dan Kapital ...107

4.4. Elastisitas dan Parameter Lain ...108

4.4.1. Elastisitas Armington ...108

4.4.2. Elastisitas Permintaan Ekspor ...109

4.4.3. Elastisitas Substitusi Faktor Primer ...110

4.4.4. Elastisitas Tenaga Kerja ...111

4.4.5. Elastisitas Pengeluaran ...112

4.4.6. Elastistas Upah ...113

4.4.7. Parameter Lainnya ...113

4.5. Pengujian Keseimbangan Database ...113

V. ANALISIS VOLATILITAS VARIABEL EKONOMI ...117

5.1. Deskripsi Data ...117

5.1.1. Eksplorasi Data Harga Minyak Dunia ...118

5.2.2. Eksplorasi Data Harga Ekspor Industri ...118

5.2.3. Eksplorasi Data Suku Bunga Riil ...124

(22)

xvii

5.2. Spesifikasi Model ARCH-GARCH ... 127 5.2.1. Tahap Identifikasi dan Penentuan Model Rataan ... 128 5.2.2. Tahap Identifikasi dan Penentuan Model ARCH GARCH ... 130 5.3. Analisis Volatilitas ... 134

VI. ANALISIS DAMPAK VOLATILITAS VARIABEL EKONOMI ... 141

6.1. Perkembangan Sektor Industri Pengolahan ... 141 6.1.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan ... 141 6.1.2. Perkembangan Indeks Produksi ... 143 6.1.3. Perkembangan Nilai Output ... 145 6.1.4. Perkembangan Nilai Tambah ... 146 6.1.5. Perkembangan Ekspor dan Impor ... 148 6.1.6. Perkembangan Biaya Input ... 152 6.1.7. Perkembangan Modal Tetap ... 154 6.1.7. Perkembangan Penggunaan Energi ... 156 6.2. Simulasi Baseline ... 158 6.3. Dampak Volatilitas Variabel Ekonomi terhadap Kinerja Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Lainnya ... 163

6.3.1. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia ... 163 6.3.2. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri ... 176 6.3.3. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil ... 188 6.3.3. Dampak Volatilitas Devaluasi Riil ... 199 6.4. Peta Kinerja Sektor Industri Pengolahan ... 208 6.5. Dampak Volatilitas Variabel Ekonomi terhadap

Kinerja Makroekonomi ... 224

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ... 231

7.1. Kesimpulan ... 231 7.2. Rekomendasi Kebijakan ... 232 7.3. Saran Penelitian Lanjutan ... 234

DAFTAR PUSTAKA ... 237

(23)
(24)

xix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan di Indonesia,

Tahun 2006-2009 ... 2

2. Perkembangan Indikator Makro Ekonomi Indonesia,

Tahun 2004-2009 ... 12

3. Kelompok Industri Pengolahan yang Dianalisis ... 17

4. Klasifikasi Sektor dalam Penelitian ... 94

5. Kerangka Dasar Tabel Input-Output ... 101

6. Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi Sederhana ... 105

7. Klasifikasi Rumah Tangga ... 106

8. Nilai Produk Domestik Bruto Indonesia dari Sisi Pengeluaran

dan Sisi Pendapatan, Tahun 2008 ... 114

9. Statistik Deskriptif Variabel Ekonomi ... 117

10. Hasil Uji Augmented Dickey Fuller ... 129

11. Model Rataan Terbaik ... 130

12. Uji Efek ARCH terhadap Model Rataan Terbaik ... 131

13. Pemilihan Model ARCH/GARCH Terbaik ... 133

14. Uji Normalitas ... 133

15. Besaran Shock Volatilitas ... 139

16. Perkembangan Jumlah Perusahaan pada Industri Besar dan Sedang

di Indonesia, Tahun 2006-2008 ... 142

17. Indeks Produksi Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2006-2008 ... 144

18. Perkembangan Nilai Output Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

(25)

xx

19. Perkembangan Nilai Tambah Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2006-2008 ...147

20. Nilai Ekspor Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2005-2008 ...149

21. Nilai Impor Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2005-2008 ...150

22. Selisih Ekspor dan Impor Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2005-2008 ...152

23. Perkembangan Biaya Input Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2006-2008 ...153

24. Perubahan Modal Tetap Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2006-2008 ...155

25. Penggunaan Bahan Bakar, Tenaga Listrik, dan Gas Industri

Besar dan Sedang di Indonesia, Tahun 2005-2008 ...157

26. Laju Pertumbuhan Produktivitas Faktor Total menurut Sektor,

Tahun 2008-2010 ...160

27. Perbandingan Pertumbuhan Variabel Makroekonomi Hasil Simulasi

Peramalan dengan Data Aktual ...161

28. Perbandingan Data Makro pada Neraca Pendapatan Nasional dan

Input Output, Tahun 2008 ...162

29. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Output dan Harga

Sektoral ...164

30. Pangsa Penggunaan Input BBM terhadap Total Input Antara Pada

Kelompok Sektor Industri ...168

31. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral ...170

32. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Pertumbuhan Output Industri, Output Domestik, dan Impor ...174

33. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Output dan Harga

Sektoral ...179

(26)

xxi

35. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Pertumbuhan Output Industri, Output Domestik, dan Impor ... 187

36. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Output dan Harga ... 189

37. Pangsa Penggunaan Input yang Berasal dari Lembaga Keuangan

terhadap Total Input Antara pada Setiap Industri ... 191

38. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Penyerapan Tenaga Kerja . 194

39. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Pertumbuhan Output

Industri, Output Domestik, dan Impor ... 199

40. Dampak Devaluasi Riil terhadap Output dan Harga ... 200

41. Dampak Devaluasi Riil terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ... 204

42. Pemetaan Industri Berdasarkan Kinerja Pertumbuhan Output dan

Penyerapan Tenaga Kerja ... 210

43. Hubungan Penggunaan Input dan Penjualan Output Sektor Industri

dengan Sektor Petanian ... 212

44. Pangsa Biaya Input Pada Sektor Industri Pengolahan ... 216

45. Pemetaan Industri Berdasarkan Kinerja Ekspor dan Impor ... 217

46. Pangsa Penjualan Output Industri ... 219

47. Peningkatan Harga Komoditas di Pasar Internasional, Tahun 2007-2010 .. 221

48. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia dan Kenaiakan Harga Beberapa Komoditi di Pasar Internasional terhadap Kinerja Output

dan Kinerja Ekspor Sektor Industri Pengolahan ... 222

(27)
(28)

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pangsa Ekspor Non-Migas Utama Menurut Sektor di Indonesia,

Tahun 2007-2010 ... 3

2. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Pada Sektor Industri

di Indonesia, Tahun 2005-2008 ... 5

3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Periode Januari-April 2011 ... 9

4. Aggregat Demand-Aggregat Supply dalam Keseimbangan

Jangka Panjang ... 22

5. Guncangan pada Permintaan Agregat: Lonjakan Investasi ... 23

6. Guncangan pada Penawaran Agregat: Lonjakan Harga Minyak ... 24

7. Efektivitas Kebijakan Fiskal pada Kurs Fleksibel dan Mobilitas

Modal Tidak Sempurna ... 27

8. Ekspansi Moneter pada Kurs Fleksibel dan Mobilitas Modal Tidak

Sempurna ... 28

9. Keseimbangan Sektor Produksi dan Konsumsi ... 34

10. Kerangka Pemikiran Operasional ... 59

11. Hubungan Ekonomi Makro dalam Model Keseimbangan Umum ... 68

12. Struktur Produksi Model CGE INDOF ... 70

13. Struktur Pembentukan Investasi dan Barang Modal ... 77

14. Spesifikasi Konsumsi Rumahtangga ... 79

15. Database Input Output dalam Model CGE Recursive Dynamic ... 103

16. Perkembangan Harga Minyak Dunia selama Periode Januari

1990-Desember 2009 ... 118

17. Perkembangan Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak

Periode Januari 1988-Desember 2008 ... 119

18. Perkembangan Harga Ekspor Industri Besi dan Baja

(29)

xxiv

19. Perkembangan Harga Ekspor Industri Mesin dan Alat Listrik

Periode Januari 1988-Desember 2008 ...122

20. Perkembangan Harga Ekspor Industri Tekstil

Periode Januari 1988-Desember 2008 ...123

21. Perkembangan Harga Ekspor Industri Karet dan Plastik

Periode Januari 1988-Desember 2008 ...124

22. Perkembangan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (1 Bulan)

Nominal dan Riil selama Periode Januari 2000-Desember 2009 ...125

23. Perkembangan Devaluasi Riil selama Periode Januari 2000-

Desember 2009 ...126

24. Perkembangan Nilai Tukar Riil dan Nilai Tukar Nominal

selama Periode Januari 2000-Desember 2009 ...127

25. Volatilitas Harga Minyak Dunia ...135

26. Volatilitas Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak ...136

27. Volatilitas Harga Ekspor Industri Besi dan Baja ...137

28. Volatilitas Harga Ekspor Industri Tekstil ...137

29. Volatilitas Suku Bunga Riil ...138

30. Perkembangan Persentase Perubahan dari Variabel Devaluasi Riil ...139

31. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Perubahan Output

Sektor Industri ...166

32. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Perubahan Harga

Sektor Industri ...169

33. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Jumlah Penyerapan

Tenaga Kerja Sektor Industri ...171

34. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Ekspor

Sektor Industri ...172

35. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Impor

Sektor Industri ...175

36. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Output

(30)

xxv

37. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Harga Output

Sektor Industri ... 181

38. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Penyerapan

Tenaga Kerja pada Sektor Industri ... 184

39. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Perubahan Ekspor

Sektor Industri ... 185

40. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Perubahan Impor

Industri ... 186

41. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan Output

Sektor Industri ... 190

42. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan Harga

Sektor Industri ... 192

43. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan Penyerapan Tenaga Kerja ... 195

44. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan Ekspor

Industri ... 197

45. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan

Impor Industri ... 198

46. Dampak Devaluasi Riil terhadap Output Sektor Industri ... 202

47. Dampak Devaluasi Riil terhadap Harga Sektor Industri ... 203

48. Dampak Devaluasi Riil terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Sektor Industri ... 206

49. Dampak Devaluasi Riil terhadap Ekspor Sektor Industri ... 207

(31)
(32)

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Agregasi dan Disagregasi Sektor dalam Penelitian ... 244

2. Pembayaran Upah Tiap Sektor Berdasarkan Jenis Pekerjaan,

Tahun 2008 ... 246

3. Pendapatan Lahan dan Modal Tahun 2008 ... 248

4. Nilai Elastisitas Armington, Permintaan Ekspor, Substitusi Input Primer, dan Substitusi Tenaga Kerja pada

Masing-masing Komoditi ... 250

5. Elastisitas Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Rumah Tangga ... 252

6. Nilai Penjualan Setiap Sektor Diirinci Menurut Jenisnya,

Tahun 2008 ... 254

7. Biaya Produksi Setiap Sektor Dirinci Menurut Jenisnya, Tahun 2008 ... 256

8. Komponen Database 44 Sektor ... 258

9. Pengujian Unit Root Data Harga Minyak Dunia ... 260

10. Pengujian Unit Root Data Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak ... 261

11. Pengujian Unit Root Data Harga Ekspor Industri Besi Baja ... 262

12. Pengujian Unit Root Data Harga Ekspor Industri Mesin dan

Alat Listrik ... 263

13. Pengujian Unit Root Data Harga Ekspor Industri Tekstil ... 264

14. Pengujian Unit Root Data Harga Ekspor Industri Karet dan Plastik ... 265

15. Pengujian Unit Root Data Suku Bunga Riil ... 266

16. Model ARIMA untuk Data Harga Minyak Dunia ... 267

17. Model ARIMA untuk Data Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak .... 268

18. Model ARIMA untuk Data Harga Ekspor Industri Besi Baja ... 268

19. Model ARIMA untuk Data Harga Ekspor Industri Mesin

(33)

xxviii

20. Model ARIMA untuk Data Harga Ekspor Industri Tekstil ...269

21. Model ARIMA untuk Data Harga Ekspor Industri Karet dan Plastik ...270

22. Model ARIMA untuk Data Suku Bunga Riil .. ...270

23. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Harga Minyak Dunia ...271

24. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Harga Ekspor Industri

Minyak dan Lemak ...271

25. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Harga Ekspor Industri Besi Baja ...272

26. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Harga Ekspor Industri Mesin

dan Alat Listrik ...272

27. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Harga Ekspor Industri Tekstil ...273

28. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Harga Ekspor Industri Karet

dan Plastik ...273

29. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Suku Bunga Riil ...274

30. Model ARCH-GARCH untuk Data Harga Minyak Dunia ...275

31. Model ARCH-GARCH untuk Data Harga Ekspor Industri

Minyak dan Lemak ...276

32. Model ARCH-GARCH untuk Data Harga Ekspor

Industri Besi Baja ...276

33. Model ARCH-GARCH untuk Data Harga Ekspor Industri Tekstil ...277

34. Model ARCH-GARCH untuk Data Suku Bunga Riil ...277

35. Uji Normalitas pada Variabel Harga Minyak Dunia ...278

36. Uji Normalitas pada Variabel Harga Ekspor Industri Minyak

dan Lemak ...278

37. Uji Normalitas pada Variabel Harga Ekspor Industri Besi Baja ...278

38. Uji Normalitas pada Variabel Harga Ekspor Industri Tekstil ...279

39. Uji Normalitas pada Variabel Harga SBI Riil ...279

(34)

1.1. Latar Belakang

Sektor industri merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor tersebut terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Selama periode 2004-2009 kontribusi sektor industri pengolahan terhadap pembentukkan PDB adalah berkisar 26.16 persen hingga 28.37 persen (Badan Pusat Statistik, 2010a). Pangsa sektor industri tersebut jauh berada di atas sektor-sektor lainnya termasuk sektor pertanian, yang memiliki pangsa sekitar 16.00 persen. Hal ini menunjukan bahwa sektor industri selama kurun waktu tersebut merupakan sektor yang paling dominan kedudukannya dalam hal penciptaan PDB.

(35)

sedangkan industri migas mengalami pertumbuhan negatif (Tabel 1). Industri pengolahan non-migas mengalami pertumbuhan berkisar antara 2.52-5.27 persen, sedangkan industri pengolahan migas mengalami pertumbuhan negatif dengan kisaran antara -0.06 sampai -2.21 persen. Pertumbuhan yang relatif bervariasi antar kelompok industri tersebut tentunya disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi sektor industri tersebut. baik faktor internal maupun faktor eksternal.

Tabel 1. Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan di Indonesia, Tahun 2006- 2009

(%)

Uraian 2006 2007 2008* 2009**

Industri Pengolahan 4.59 4.67 3.66 2.11

a. Industri Pengolahan Minyak dan Gas -1.66 -0.06 -0.34 -2.21

a.1. Pengilangan Minyak -1.89 -0.13 0.92 0.48

a.2. Gas Alam Cair (Liquefied

Natural Gas/LNG) -1.48 -0.01 -1.30 -4.32

b. Industri Pengolahan Non Minyak dan

Gas 5.27 5.15 4.05 2.52

b.1. Makanan. Minuman &

Tembakau 7.21 5.05 2.34 11.29

b.2. Tekstil, Barang Kulit &

Alas Kaki 1.23 -3.68 -3.64 0.53

b.3. Barang Kayu & Hasil Hutan

Lainnya -0.66 -1.74 3.45 -1.46

b.4. Kertas & Barang Cetakan 2.09 5.79 -1.48 6.27

b.5. Pupuk, Kimia & Barang dari

Karet 4.48 5.69 4.46 1.51

b.6. Semen & Mineral Non Logam 0.53 3.40 -1.49 -0.63

b.7. Logam Dasar Besi & Baja 4.73 1.69 -2.05 -4.53

b.8. Alat Angkutan, Mesin dan

Peralatan 7.55 9.73 9.79 -2.94

b.9. Barang Lainnya 3.62 -2.82 -0.96 3.13

* Angka sementara ** Angka sangat sementara

Sumber: Badan Pusat Statsitik, 2010a (diolah).

(36)

menunjukan bahwa sektor industri memiliki kontribusi besar dalam menghasilkan devisa bagi negara melalui nilai ekspornya (Gambar 1). Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa selama periode 2007-Mei 2010, kontribusi ekspor dari sektor industri berkisar antara 73.69 persen sampai dengan 81.41 persen (Kementerian Perindustrian, 2011). Hal tersebut menunjukan bahwa sektor industri memberikan kontribusi yang paling dominan dibandingkan sektor lainnya untuk kelompok ekspor non-migas.

Sumber: Kementerian Perindustrian, 2011 (diolah).

Gambar 1. Pangsa Ekspor Non-Migas Utama Menurut Sektor di Indonesia, Tahun 2007-2010

Peranan yang sangat dominan dari sektor industri dalam pembentukan PDB dan dalam penciptaan devisa negara menunjukan bahwa untuk saat ini sektor industri dapat dipandang sebagai ”mesin pertumbuhan” utama dalam perekonomian Indonesia. Nanga (2001) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan kemampuan suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

2007 2008 2009 2010

(37)

Lebih lanjut, kontribusi sektor industri dalam perekonomian adalah dalam penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data BPS (2009a) diketahui bahwa pangsa sektor industri dalam menyerap tenaga kerja adalah sebesar 12.24 persen pada periode Agustus 2008. Dengan pangsa tersebut sektor industri menduduki peringkat kedua dalam penyerapan tenaga kerja setelah sektor pertanian. Pangsa sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja adalah sebesar 20.69 persen. Hal ini menunjukan bahwa meskipun kemampuan sektor industri masih lebih rendah dibandingkan sektor pertanian, namun kontribusi sektor industri dalam penyerapan tenaga kerja tidak dapat diabaikan karena secara relatif masih lebih besar dibandingkan sektor-sektor lainnya.

Apabila dilihat dari perkembangan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh sektor industri diketahui bahwa selama periode Februari 2005 sampai dengan Agustus 2008 menunjukan kecenderungan peningkatan (Gambar 2). Jumlah tenaga kerja yang dapat diserap meningkat dari 11.65 juta orang pada Februari 2005 menjadi 12.55 juta orang pada Agustus 2008. Dengan demikian selama periode Februari 2005 sampai dengan Agustus 2008 terdapat peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri sebanyak 0.90 juta orang (BPS, 2009a).

(38)

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009a (diolah).

Gambar 2. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Pada Sektor Industri di Indonesia, Tahun 2005-2008

(39)

Dengan peran yang sangat penting seperti dijelaskan pada bagian terdahulu maka berbagai perubahan yang terjadi dalam perekonomian nasional ataupun global yang menyebabkan penurunan kinerja sektor industri juga akan menyebabkan menurunnya kinerja perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi yang dialami oleh negara-negara Asia, termasuk Indonesia, telah membuktikan hal tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang negatif terjadi karena memburuknya kinerja sektor industri pengolahan.

Kenaikan harga minyak di pasar dunia, krisis keuangan di Amerika Serikat, kenaikan harga pangan dunia dan krisis politik di Timur Tengah merupakan dinamika yang terjadi belakangan ini dan cenderung mempengaruhi perekonomian dunia. Dinamika perekonomian tersebut seringkali menyebabkan perubahan yang signifikan pada berbagai variabel ekonomi. Perubahan variabel ekonomi tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja sektoral dan perekonomian secara keseluruahan. Mankiw (2003) menjelaskan bahwa dalam perekonomian kerapkali terjadi fluktuasi dalam jangka pendek. Fluktuasi tersebut akan mempengaruhi keseimbangan pendapatan nasional, kesempatan kerja dan tingkat harga.

(40)

Pergerakan harga minyak dunia yang cenderung semakin meningkat juga terjadi pada periode akhir tahun 2010 hingga awal tahun 2011. Peningkatan harga minyak tersebut distimulus oleh peningkatan konsumsi dunia. Laporan

International Energy Agency (IEA) memperkirakan bahwa tingkat konsumsi

minyak dunia tahun 2011 mencapai 89.4 juta barel per hari atau meningkat 1.50 juta barel per hari dibanding tahun 20101. Pergerakan harga minyak dunia yang cenderung terus meningkat juga distimulus oleh krisis politik di Libya. Krisis politik yang terjadi telah mendorong peningkatan harga minyak dunia mencapai US$ 115.97/barrel2. Lebih lanjut, peningkatan harga minyak dunia juga berimbas terhadap peningkatan harga komoditi lainnya. Harga pangan dunia juga akan cenderung mengalami peningkatan akibat naiknya biaya produksi dan biaya transportasi yang dikeluarkan serta adanya substitusi bahan bakar dari sumber nabati. Kenaikan harga minyak dunia yang disebabkan oleh krisis di Timur Tengah dan Afrika Utara telah mendorong kenaikan harga pangan sebesar 36.00 persen lebih tinggi dibandingkan harga pangan tahun 20103

Perkembangan harga minyak dan harga pangan dunia tentunya akan sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia. Volatilitas harga minyak dan harga pangan dunia yang cenderung semakin meningkat akan memunculkan resiko dalam pengendalian partumbuhan ekonomi. Disamping itu, volatilitas yang terjadi juga akan mendorong kenaikan harga-harga barang di pasar domestik. Peningkatan harga tersebut akan berimplikasi terhadap capaian inflasi yang lebih

.

1

14 April 2011

2

8 Maret 2011

(41)

tinggi. Tekanan inflasi yang terjadi akan mendorong peningkatan suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia (BI). Berbagai perkembangan tersebut tentunya juga akan sangat mempengaruhi sektor industri pengolahan. Peningkatan harga minyak dan harga pangan akan memberikan tekanan biaya bahan baku dan bahan bakar bagi industri pengolahan. Sementara itu, kenaikan suku bunga akan meningkatkan biaya modal bagi industri pengolahan.

Fenomena yang juga sempat mempengaruhi perekonomian nasional adalah krisis keuangan di Amerika Serikat yang kemudian berkembang menjadi krisis keuangan global.

Krisis di AS akan berpengaruh terhadap Indonesia paling tidak melalui

dua jalur atau transmisi yaitu perdagangan atau ekspor-impor dan pasar keuangan.

Menurunnya daya beli masyarakat AS akibat krisis menyebabkan terjadinya penurunan permintaan (impor) terhadap sejumlah produk industri pengolahan, termasuk yang berasal dari Indonesia. Dari jalur keuangan, krisis global akan menyebabkan Indonesia berpotensi mengalami penurunan capital inflows, terutama dari investasi portofolio (Bank Indonesia, 2009). Implikasi dari kondisi

(42)

tersebut menyebabkan fluktuasi pada berbagai variabel ekonomi seperti nilai tukar dan tingkat suku bunga.

Fluktuasi tingkat suku bunga selama periode Januari 2008-Desember 2009 cenderung bergerak naik. Berdasarkan data yang dipublikasikan Bank Indonesia (2011a), suku bunga meningkat dari 8.00 persen (Januari 2008) menjadi 11.24 persen (November 2008). Setelah itu, tingkat suku bunga cenderung terus menurun hingga mencapai 6.64 persen pada Desember 2009. Peningkatan suku bunga kembali terjadi sebagai respon terhadap peningkatan inflasi yang terjadi pada bulan-bulan terakhir ini. BI menaikkan suku bunga pada level 6.75 persen per 4 Februari 2011. Peningkatan suku bunga tersebut didasarkan pertimbangan inflasi Januari 2011 mencapai 0.89 persen sehingga inflasi year on year pada Januari 2011 mencapai 7.02 persen4. Fluktuasi variabel suku bunga tersebut akan berpengaruh terhadap besarnya biaya modal yang harus ditanggung pengusaha.

Sumber: Bank Indonesia, 2011b (diolah).

Gambar 3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Periode Januari-April 2011

4

(43)

Perkembangan yang juga terjadi dalam perekonomian pada periode terakhir ini adalah penguatan nilai tukar rupiah. Penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi mendorong Pemerintah untuk merubah asumsi rupiah. Pemerintah berencana mengubah asumsi rupiah dari Rp 9 250 menjadi Rp 9 000 per dollar AS. Perkembangan nilai tukar rupiah selama periode 1 Januari 2011 sampai dengan 15 April 2011 ditunjukan pada Gambar 3. Selama periode tersebut nilai tukar rupiah cenderung menguat dari Rp 9 133/US$ menjadi Rp 8 684/US$. Volatilitas rupiah yang terjadi di pasar uang merupakan dinamika perekonomian yang juga akan berpengaruh terhadap sektor industri pengolahan. Penguatan rupiah yang terlalu tinggi akan dapat menurunkan daya saing ekspor industri.

Volatilitas merupakan ukuran yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh perubahan dan persebaran nilai fluktuasi terhadap nilai rata-rata dari suatu data time series. Volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga dan nilai tukar (devaluasi riil) diduga akan berpengaruh terhadap kinerja perekonomian secara keseluruhan dan kinerja sektor-sektor perekonomian. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji bagaimana dampak volatilitas keempat variabel ekonomi tersebut terhadap kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi.

1.2. Perumusan Masalah

(44)

Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan di sektor pengolahan memberikan multiplier effect (efek pengganda) yang relatif besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika pemerintah memberikan perhatian yang lebih terhadap pertumbuhan sektor industri pengolahan.

Secara umum sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan positif di sepanjang tahun 2004-2007. Namun demikian laju pertumbuhan tersebut cenderung mengalami perlambatan. Pada tahun 2004 pertumbuhan sektor industri pengolahan non-migas mencapai sebesar 7.51 persen dan pada tahun 2005 pertumbuhannya turun menjadi sebesar 5.86 persen (BPS, 2008). Pertumbuhan sektor industri secara keseluruhan menurun dari 6.40 persen pada tahun 2004 menjadi 4.60 persen tahun 2005 (Bank Indonesia, 2008). Perlambatan dan turunnya kontribusi sektor industri yang terjadi pada tahun 2005 diduga disebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di tahun tersebut. Nicholson (1997) menjelaskan bahwa peningkatan harga input produksi, yang menyebabkan peningkatan biaya produksi yang dihadapi perusahaan, akan cenderung mendorong perusahaan untuk mengurangi output. Lebih lanjut, penurunan output tersebut akan diikuti dengan penurunan permintaan input (misalnya: tenaga kerja), yang merupakan derived demand.

(45)

(Tabel 2). Perubahan berbagai indikator makro tersebut tentunya juga mempengaruhi kinerja berbagai sektor perekonomian, termasuk sektor industri pengolahan.

Tabel 2. Perkembangan Indikator Makro Ekonomi Indonesia, Tahun 2004-2009

Variabel 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber: Bank Indonesia, 2009 dan Badan Pusat Statistik, 2010a.

Untuk tahun 2008, dinamika perekonomian global dan nasional diwarnai dengan fenomena krisis finansial. Laporan Bank Indonesia (2009) menyebutkan bahwa perekonomian Indonesia tahun 2008 secara umum mencatat perkembangan yang cukup baik di tengah terjadinya gejolak eksternal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tumbuh mencapai 6.01 persen atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 6.30 persen. Perlambatan pada seluruh sektor mulai terjadi di triwulan IV-2008, terutama sektor-sektor

tradable seiring dengan anjloknya permintaan dunia. Pada triwulan IV-2008,

(46)

Lebih lanjut, Bank Indonesia (2009) menyebutkan bahwa dampak krisis global juga tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah yang ditandai oleh tekanan depresiasi yang tinggi dan volatilitas yang meningkat, terutama sejak Oktober 2008. Rupiah tertekan hingga sempat mencapai Rp 12 150 per dolar AS di November 2008 disertai melonjaknya volatilitas yang mencapai 4.67 persen. Secara rata-rata, nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 5.40 persen dari Rp 9 140 (tahun 2007) menjadi Rp 9 757 (tahun 2008). Sementara itu, melonjaknya harga minyak dan komoditas pangan dunia berimbas pada tingginya inflasi IHK Indonesia yang mencapai 11.06 persen pada tahun 2008. Kenaikan ini dipicu oleh tingginya lonjakan harga minyak dunia yang memaksa Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar 28.70 persen pada Mei 2008.

Dari jalur keuangan, krisis global menyebabkan Indonesia mengalami “kekeringan likuiditas”. Hal ini terjadi karena meningkatnya risiko secara global sehingga memicu pelepasan investasi portofolio asing di pasar keuangan domestik. Hasil studi Oliveira dan Fortunato (2006) mengungkapkan bahwa perusahaan yang relatif lebih kecil dan lebih muda akan lebih sulit menghadapi kendala likuiditas dibandingkan dengan perusahaan yang relatif lebih mapan.

Berbagai perkembangan yang terjadi sepanjang tahun 2008 menyebabkan pertumbuhan industri pengolahan mengalami perlambatan. Pertumbuhan industri pengolahan menurun menjadi sebesar 3.70 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2007 yang mencapai pertumbuhan sebesar 4.70 persen (Bank Indonesia, 2009).

(47)

yang mencapai 4.60 persen. Namun demikian pada tahun 2010 perekonomian juga ditandai dengan tekanan inflasi yang cukup tinggi yaitu mencapai 6.96 persen lebih tinggi dari yang ditargetkan (Bank Indonesia, 2011c). Peningkatan inflasi ini distimulus peningkatan harga pangan dunia yang mendorong peningkatan harga pangan di pasar domestik. Peningkatan harga pangan yang terjadi terkait dengan peningkatan harga minyak dunia yang terjadi seiring dengan berlanjutnya krisis politik di Timur Tengah. Di sisi lain, perekonomian Indonesia di akhir tahun 2010 hingga awal 2011 juga ditandai dengan penguatan nilai tukar rupiah. Bank Indonesia (2011c) mengungkapkan bahwa selama tahun 2010, nilai tukar rupiah secara rata-rata menguat 3.80 persen dibanding dengan akhir tahun 2009 menjadi Rp 9 081 per dolar AS. Kinerja nilai tukar rupiah tersebut didukung oleh terjaganya persepsi positif terhadap perekonomian Indonesia

(48)

1. Bagaimana tingkat volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil?

2. Bagaimana perkembangan output, harga, ekspor, impor dan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan sebagai dampak volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil?

3. Bagaimana kinerja makroekonomi Indonesia sebagai dampak volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil?

4. Bagaimana rekomendasi kebijakan dalam merespon volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil guna mendorong kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi Indonesia?

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Menganalisis tingkat volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil.

2. Menganalisis perkembangan output, harga, ekspor, impor dan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan sebagai dampak volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil.

3. Menganalisis kinerja makroekonomi Indonesia sebagai dampak volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil. 4. Merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mendorong kinerja sektor industri

(49)

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Cakupan penelitian yang dilakukan adalah bersifat agregat nasional dan agregat sektor. Oleh karena itu analisis terhadap kinerja sektoral, khususnya sektor industri pengolahan, juga bersifat agregat nasional. Hal tersebut bermakna bahwa penelitian yang dilakukan tidak mempertimbangkan aspek regional. Dengan demikian pengaruh keragaman karakteristik daerah dan kebijakan Pemerintah Daerah yang turut mempengaruhi kinerja suatu sektor industri pengolahan tidak tergambarkan dalam penelitian ini.

Di samping itu, penelitian ini juga tidak menggolongkan sektor industri berdasarkan skala industri (besar, sedang, kecil, dan rumah tangga). Dalam penelitian ini, suatu sektor industri dipandang sebagai satu kesatuan agregat yang merupakan gabungan dari berbagai skala industri yang ada. Oleh karena itu, analisis karakteristik masing-masing skala industri dan pengarunya terhadap kinerja suatu sektor industri juga tidak tergambarkan dalam penelitian.

Untuk kelompok industri yang dianalisis disesuaikan dengan pengelompokan pada Tabel Input Ouput tahun 2008. Kelompok industri dalam penelitian ini difokuskan pada lima belas kelompok industri. Secara lengkap kelompok industri tersebut disajikan pada Tabel 3.

(50)

negeri, pengolahan hasil pertanian dalam arti luas dan sumber daya alam dalam negeri, dan memiliki potensi pengembangan ekspor yang tinggi.

Tabel 3. Kelompok Industri Pengolahan yang Dianalisis

No. Sektor Industri No. Sektor Industri 1 Industri minyak lemak 9 Industri pupuk dan pestisida 2 Industri makanan olahan laut 10 Industri Pengilangan minyak 3 Industri makanan olahan 11 Industri semen

4 Industri tekstil, pakaian dan kulit 12 Industri dasar besi dan baja 5 Industri alas kaki 13 Industri logam

6 Industri bambu, kayu dan rotan 14

Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik

7

Industri kertas, barang dari

kertas dan karton 15

Industri alat pengangkutan dan perbaikannya

(51)
(52)

II. TINJAUAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian dan Batasan Industri Pengolahan

Pengertian industri terbagi menjadi dua lingkup, yaitu mikro dan makro.

Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang

menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang yang mempunyai

sifat substitusi. Dari segi pembentukan pendapatan yang cenderung bersifat

makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah.

Lipsey, et al, 1997 mendefiniskan industri sebagai sekumpulan perusahaan

yang sejenis. Sementara itu, Dumairy (1996) menjelaskan bahwa industri

mempunyai dua pengertian, yaitu: Pertama, industri dapat diartikan sebegai

himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Kedua, industri dapat pula diartikan

sebagai suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang

mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Lebih

lanjut dijelaskan bahwa sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat

memimpin sektor lain dalam suatu perekonomian menuju kemajuan. Produk

industri selalu memiliki term of trade yang tinggi atau lebih menguntungkan serta

menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor

lainnya.

Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan

kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan

sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang

(53)

kepada pemakai akhir (Badan Pusat Statistik, 2004). Dalam beberapa literatur

dijelaskan bahwa industri pengolahan diartikan sebagai aktivitas ekonomi yang

mengubah barang dasar yang bernilai rendah menjadi barang setengah jadi atau

barang jadi yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Badan Pusat Statistik (2002) membagi industri pengolahan kedalam dua

kelompok besar yaitu: 1) Industri Migas dan 2) Industri Bukan Migas. Industri

Migas meliputi: a) industri pengilangan minyak bumi, dan b) industri gas alam

cair. Adapun Industri Bukan Migas mencakup: a) industri makanan, minuman dan

tembakau; b) industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; c) industri barang kayu

dan hasil hutan lain; d) industri barang kertas dan barang cetakan; e) industri

pupuk, kimia dan barang dari karet; f) industri semen dan barang galian bukan

logam; g) industri logam dasar, besi dan baja; h) industri alat angkut, mesin dan

peralatan; dan i) industri barang lainnya.

Lebih lanjut Badan Pusat Statistik (2004) menjelaskan bahwa perusahaan

industri pengolahan dibagi dalam empat golongan yaitu: (1) golongan industri

besar, apabila jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih; (2) golongan industri

sedang, apabila jumlah tenaga kerja sebanyak 20-99 orang, (3) golongan industri

kecil, apabila jumlah tenaga kerja sebanyak 5-19 orang; dan (4) golongan industri

rumah tangga, apabila jumlah tenaga kerja sebanyak 1-4 orang.

Dalam aktivitas industri terdapat pihak-pihak yang memiliki peran dan

keterkaitan dengan industri. Pada dasarnya setiap pihak (pengusaha, pekerja,

pemerintah dan masyarakat) secara langsung atau tidak langsung memiliki

kepentingan terhadap berkembangnya suatu industri. Hubungan antara pengusaha,

(54)

(industrial relation). Jadi keseluruhan hubungan kerjasama yang terkait dengan

proses produksi di suatu perusahaan atau industri merupakan hubungan industrial.

Industri bagi pemerintah dan masyarakat mempunyai arti yang sangat

penting karena merupakan bagian dari sektor ekonomi yang berfungsi

menghasilakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Di sisi lain bagi

pekerja, berkembangnya industri akan membuka peluang terciptanya kesempatan

kerja yang lebih luas. Dengan demikian maka setiap pihak pada dasarnya

mempunyai kepentingan dan tanggung jawab atas kelengsungan dan keberhasilan

setiap industri. Oleh karena itu, setiap pihak perlu berperan untuk mendorong

terciptanya hubungan industrial yang harmonis agar setiap industri dapat

mencapai kinerja terbaiknya.

2.1.2. Fluktuasi Ekonomi dan Kebijakan Stabilisasi

2.1.2.1. Fluktuasi Ekonomi

Keseimbangan perekonomian terbentuk pada saat perpotongan kurva

permintaan agregat (aggregate demand, AD) dan kurva penawaran agregat

(aggregate supply, AS). Dalam jangka panjang, perekonomian berada pada

perpotongan kurva penawaran agregat jangka panjang dan kurva permintaan

agregat. Karena harga-harga telah disesuaikan pada tingkat yang berlaku maka

kurva penawaran agregat jangka pendek juga memotong titik keseimbangan

tersebut. Keseimbangan yang dicapai pada jangka panjang akan tercapai pada

tingkat output alamiah (full-employment). Kondisi full employment (Y*) dalam

(55)

Sumber: Mankiw, 2003.

Gambar 4. Aggregat Demand-Aggregat Supply dalam Keseimbangan Jangka Panjang

Sementara itu, dalam jangka pendek keseimbangan pada kondisi full

employment terkadang tidak dapat terpenuhi. Ketidakseimbangan dari kondisi full

employment pada jangka pendek atau yang lebih dikenal dengan siklus bisnis

terjadi karena adanya guncangan (shock) dalam perekonomian. Guncangan yang

terjadi dapat disebabkan oleh guncangan pada sisi AD ataupun AS. Guncangan

tersebut membuat kondisi full employement dapat tidak tercapai.

Guncangan pada sisi AD misalnya adalah: lonjakan investasi, lonjakan

konsumsi, peningkatan dalam nilai tukar secara mendadak, dan pemotongan suku

bunga yang tidak diprediksi (Mankiw, 2003). Suatu lonjakan pada sisi AD,

misalnya: lonjakan investasi, akan menggeser kurva AD ke kanan. Pergesearan

AD ke kanan menyebabkan tingkat output dan harga relatif meningkat

(unexpected inflation). Lebih lanjut, dengan pergeseran AS ke kiri maka Output (Y)

AD1

SRAS1 (Pe=P1)

P1

P LRAS

(56)

keseimbangan kembali pada tingkat alamiah dengan tingkat harga yang lebih

tinggi (Gambar 5).

Sumber: Mankiw, 2003.

Gambar 5. Guncangan Pada Permintaan Agregat: Lonjakan Investasi

Sementara itu, guncangan pada sisi AS misalnya adalah peningkatan harga

minyak secara mendadak dan penemuan teknologi baru. Guncangan akibat dari

peningkat harga minyak akan menggeser AS ke kiri. Keseimbangan baru

terbentuk pada tingkat output yang lebih rendah (stagnasi) dan harga yang lebih

tinggi (inflasi). Dengan demikian guncangan kenaikan harga minyak tersebut

menyebabkan terjadinya stagflasi (Gambar 6).

Krisis finansial global yang saat ini terjadi merupakan salah satu bentuk

dari guncangan dalam perekonomian. Akibat krisis sub prime mortgage yang terjadi sejak 2007 itu, sejumlah lembaga keuangan di dunia bangkrut. Secara

makro, kerugian yang ditimbulkan oleh dampak krisis di AS terlihat dari turunnya

tingkat pertumbuhan ekonomi dunia. Rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi

dunia itu tentunya akan sangat berpengaruh terhadap sektor riil di negara yang SRAS1 (Pe=P1)

P2

P3

AD2

Y* Output (Y)

AD1

SRAS1 (Pe=P3)

P1

(57)

memiliki portofolio ekonomi yang besar dengan AS dan negara-negara yang

terkena dampak secara signifikan dari krisis di AS tersebut.

Sumber: Mankiw, 2003.

Gambar 6. Guncangan Pada Penawaran Agregat: Lonjakan Harga Minyak

Secara teoritis, Indonesia merupakan negara yang termasuk dalam small

open economy. Dengan demikian berbagai guncangan yang terjadi dalam perekonomian global akan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Krisis

di AS akan berpengaruh terhadap Indonesia paling tidak melalui dua jalur atau

transmisi: (1) perdagangan atau ekspor impor dan (2) pasar keuangan.

Melalui jalur perdagangan, krisis AS akan mempengaruhi neraca

perdagangan (ekspor-impor). Penurunan ekspor produk industri Indonesia ke AS

dan negara-negara lain yang juga terkena dampak krisis akan menyulitkan industri

dalam negeri dalam menjual produknya. Apabila kesulitan tersebut tidak dapat

diatasi maka dapat mendorong industri untuk mengurangi volume produksi dan

melakukan rasionalisasi (PHK). Secara agregat penurunan produksi industri dan Y*

SRAS1 (Pe=P1)

P2

Output (Y) AD1

SRAS2 (Pe=P2)

P1

(58)

penyerapan tenaga kerja akan menyebabkan turunnya produk nasional dan

meningkatnya pengangguran.

Dari jalur keuangan, Indonesia berpotensi mengalami penurunan capital

inflows, terutama dari investasi portofolio. Indonesia masih belum menjadi tempat yang atraktif bagi investasi langsung (foreign direct investment/FDI). Dengan demikian, jika kepercayaan tidak terpelihara dengan baik, rupiah dan pasar modal

menjadi tidak terkendali yang lambat laun akan mempengaruhi kinerja sektor riil.

2.1.2.2. Kebijakan Stabilisasi

Kebijakan stabilisasi adalah kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi

tekanan fluktuasi ekonomi jangka pendek. Alternatif kebijakan yang dapat

ditempuh untuk mengatasi fluktuasijangka pendek adalah berupa kebijakan fiskal

dan kebijakan moneter. Tujuan utama kebijakan fiskal dan moneter adalah

mempertahankan agar perekonomian berada dalam keseimbangan permintaan dan

penawaran dan mempertahankan tingkat harga yang terjadi (Branson and Litvack,

1981). Upaya untuk menjaga keseimbangan tersebut diperlukan karena apabila

terjadi ekses permintaan, akan menyebabkan inflasi. Sebaliknya permintaan yang

kurang mencukupi akan mendorong terjadinya pengangguran dan deflasi.

Ekspansi fiskal melalui belanja pemerintah (G) merupakan bagian dari

pengeluaran agregat (AE). Seberapa besar kebijakan fiskal (melalui peningkatan

pengeluaran pemerintah) akan meningkatkan output, tergantung pada besaran

multiplier effect (Branson and Litvack, 1981).

Permasalahan mendasar pada negara berkembang adalah masalah current

account deficit (external imbalance) dan tingginya tingkat pengangguran dan

(59)

tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun kebijakan ekspansi untuk

meningkatkan pertumbuhan, seringkali menyebabkan permintaan tumbuh lebih

cepat dibandingkan dengan kapasitas supply. Hal ini berdampak pada masalah

external balance, yaitu: (1) meningkatnya impor, sementara ekspor turun

sehingga memperlebar external imbalance, dan (2) excess demand menyebabkan

inflasi meningkat yang berpengaruh pada memburuknya keunggulan kompetitif

negara di lingkup internasional, dengan demikian semakin memperburuk external

imbalance. Sehingga tujuan meningkatkan employment justru seringkali

berdampak pada memburuknya current account pada balance of payment (BOP)

(Hossain dan Chowdhury, 2001).

Efektivitas kebijakan fiskal pada perekonomian terbuka tergantung pada

derajad mobilitas kapital dan kondisi exchange rate. Kebijakan fiskal pada kurs

flexibel dan mobilitas kapital sempurna ditunjukan pada Gambar 7. Ekspansi

fiskal akan menggeser IS ke kanan dari IS0 ke IS1, sehingga meningkatkan suku

bunga domestik (id) dan pendapatan nasional (Y. Hal ini menggeser internal balance dari titik A ke titik B. Pergeseran IS0 ke IS1 akan meningkatkan

aggregate demand. Hal ini mengakibatkan peningkatan harga (P). Peningkatan P

mengakibatkan penurunan konsumsi (C), penurunan ekspor (X) dan meningkatkan

impor (M). Hal ini mengakibatkan kurva IS mengalami crowding out (bergeser ke

kiri dari IS1 ke IS0

Peningkatan i ).

d

mengakibatkan peningkatan net inflow (Capital Inflow),

sehingga capital account mencapai surplus. Peningkatan Y mengakibatkan

peningkatan impor (M), sehingga dengan demikian net ekspor (NX) menurun

(60)

maka slope kurva BP datar. Pada kondisi ini peningkatan sedikit id memberikan

peningkatan capital inflow (CI) yang sangat besar, sehingga surplus capital

account ditambah defisit current account memberikan surplus Balance of

Payment (BP). Surplus BP mengakibatkan apresiasi nilai tukar, hal ini

mengakibatkan penurunan NX. Penurunan NX mengakibatkan pergeseran kurva

IS kembali ke IS0 , sehingga internal balance kembali ke titik A.

Alternatif kebijakan yang dapat ditempuh untuk mencapai keseimbangan

internal dan eksternal adalah kebijakan moneter. Kebijakan Moneter (monetary

policy) adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah atau otoritas moneter dengan

menggunakan peubah jumlah uang beredar dan tingkat bunga (interest rates). Di

Indonesia kebijakan moneter dijalankan oleh suatu otoritas moneter. Bank

Indonesia dan Pemerintah secara bersama-sama diberikan amanat oleh

Undang-Undang untuk mengelola aspek moneter dalam perekonomian Indonesia. Sumber: Branson and Litvack, 1981.

Gambar 7. Ekspansi Fiskal dengan Aliran Modal Sempurna dan Kurs Fleksibel

id

B

A

LM

Y0 Y (Output)

i0

IS1

BP

(61)

Pada kondisi kurs fleksibel dan mobilitas kapital sempurna (perfect capital

mobility), ekspansi moneter akan menggeser LM ke kanan dari LM0 ke LM1,

sehingga menurunkan id dan meningkatkan Y (Gambar 8). Hal ini menggeser internal balance dari titik A ke titik B. Pergeseran LM0 ke LM1 akan

meningkatkan aggregate demand. Hal ini mengakibatkan peningkatan harga (P).

Peningkatan P mengakibatkan penurunan konsumsi (C), penurunan ekspor (X)

dan meningkatkan impor (M). Hal ini mengakibatkan kurva IS bergeser ke kiri.

Penurunan id mengakibatkan penurunan CI yang besar, sehingga capital account defisit. Peningkatan Y mengakibatkan peningkatan impor sehingga NX

menurun (current account defisit). Dengan demikian terjadilah defisit BP. Defisit

BP yang besar mengakibatkan depresiasi nilai tukar, sehingga mendorong

peningkatan NX yang besar. Peningkatan NX mengakibatkan pergeseran kurva IS

ke kanan ke IS2, sehingga internal balance bergeser dari titik B ke titik C.

IS2

i0

id

IS1

B

C A

Y0 Y1 Y (Output)

Sumber: Branson and Litvack, 1981.

Gambar 8. Ekspansi Moneter dengan Aliran Modal Sempurna dan Kurs Fleksibel

LM0

BP

IS0

(62)

2.1.3. Teori Produksi dan Minimisasi Biaya

Secara teoritis, industri yang merupakan kumpulan dari

perusahaan-perusahaan, merupakan agen ekonomi yang diasumsikan berorientasi pada

maksimisasi profit. Nicholson (1997) menjelaskan bahwa tujuan perusahaan

adalah mengubah input menjadi output dalam suatu proses produksi. Model

abstrak yang menjelaskan hubungan antara input dan output industri disebut

fungsi produksi. Apabila q merepresentasikan jumlah output dalam suatu periode

tertentu, dan diasumsikan hanya dua input yang digunakan untuk menghasilkan

output tersebut yaitu K (merepresentasikan kapital yang digunakan) dan L (input

tenaga kerja) maka persamaan fungsi produksinya adalah:

q = f (K, L) ... (2.1)

Lebih lanjut, Nicholson (1997) menjelaskan bahwa perusahaan merupakan

suatu unit produksi yang bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan ekonomi.

Keuntungan ekonomi tersebut didefinisikan sebagai:

π = TR(q) - TC(q) ...………. (2.2)

Dimana TR(q) adalah jumlah penerimaan dan TC(q) adalah biaya ekonomi dan

keduanya merupakan fungsi dari tingkat output yang diproduksi. Perusahaan akan

memilih tingkat produksi yang menghasilkan tingkat keuntungan yang terbesar.

Perusahaan yang akan memaksimumkan keuntungan akan berproduksi pada

tingkat output dimana tambahan penerimaan (MR) dari menjual satu unit

tambahan sama dengan tambahan biaya (MC) untuk menghasilkan unit tambahan

tersebut. Secara matematis, keuntungan maksimal akan dicapai perusahaan

apabila:

(63)

Lebih lanjut terkait dengan penyerapan TK (input lainnya), teori ekonomi

menjelaskan bahwa permintaan industri terhadap TK (input lainnya) adalah

merupakan permintaan turunan (derived demand). Artinya adalah bahwa

permintaan terhadap TK (input lainnya) akan ditentukan oleh berapa banyak

output yang akan diproduksi. Dengan mensubstitusi q = f(K, L) dalam persamaan

2.2. maka fungsi keuntungan dapat dituliskan sebagai berikut:

π = TR(K,L) – TC (K,L) ……….. (2.4)

First order condition untuk maksimasi fungsi keuntungan tersebut adalah:

... (2.5) Persamaan (2.5) menunjukan bahwa untuk memaksimumkan keuntungan,

perusahaan seharusnya menggunakan setiap input sampai tingkat dimana

penerimaan tambahan dari satu unit tambahan sama dengan tambahan biaya yang

dikeluarkan.

Apabila kemudian diasumsikan bahwa perusahaan merupakan price taker

dalam hal penjualan dan pembelian input, maka:

TR/K = (P.q)/K = P. q/K = P.MPk

TR/L = (P.q)/L = P. q/L = P.MPl

TC/∂K = v

TC/∂L = w ………..………..…... (2.6)

Dimana v menunjukan tingkat sewa kapital dan w adalah tingkat upah. Dengan

(64)

P.MPk = v atau NPMk = v

P.MPl = w atau NPMl = w …………...………..…... (2.7)

Persamaan (2.7) menunjukan bahwa perusahaan berproduksi secara optimal

apabila nilai produk marjinal dari kapital (NPMk) dan tenaga kerja (NPMl) sama

dengan besarnya nilai sewa kapital dan upah tenaga kerja. Dalam bentuk yang lain

persamaan (2.7) dapat dituliskan menjadi sebagai berikut:

MPk = v/P

MPl = w/P ………..……….. (2.8)

Persamaan (2.8) menunjukan bahwa perusahaan akan memperoleh laba

maksimum apabila mempekerjaan/menggunakan input sampai nilai produk

marginal dari input tersebut sama dengan rasio harga input terhadap output.

Nicholson (1997) juga menjelaskan bahwa dalam memproduksi sejumlah

output tertentu (q0

π = wL + vK+ λ (q

) maka perusahaan akan mengkombinasikan input pada tingkat

biaya yang minimum. Minimisasi biaya pada tingkat produksi tertentu dapat

diturunkan dari fungsi keuntungan. Fungsi keuntungan dari perusahaan adalah:

0 –

First order condition untuk minimisasi biaya adalah:

f(K, L)) ...……….. (2.9)

∂π /L = w - λ(∂f/L) = 0 …...….……….. (2.10)

∂π/K = v - λ(∂f/K) = 0 ...…....……….. (2.11)

∂π /∂λ = q0

Dengan membagi persamaan 2.10. dengan 2.11. maka akan diperoleh:

Gambar

Tabel 1. Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan di Indonesia, Tahun 2006-
Gambar 1.  Pangsa  Ekspor  Non-Migas Utama Menurut Sektor di Indonesia,
Gambar 2. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Pada Sektor Industri di Indonesia,
Gambar 4.  Aggregat Demand-Aggregat Supply dalam  Keseimbangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor- faktor penyebab deindustrialisasi yang dilihat dari perubahan pangsa output sektor industri dalam perekonomian

Untuk meningkatan pendapatan devisa dari ekspor produk pengolahan kayu primer tidak cukup hanya dengan satu instrumen kebijakan tetapi harus melalui kombinasi

Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor- faktor penyebab deindustrialisasi yang dilihat dari perubahan pangsa output sektor industri dalam perekonomian

Namun demikian, untuk industri selain ketiga industri tersebut ternyata shock volatilitas harga ekspor cenderung mendorong pertumbuhan output yang lebih rendah dibandingkan

Hasil simulasi pada Tabel 8 menunjukkan bahwa dengan adanya kebijakan peningkatan investasi pada sektor industri pengolahan produk perikanan, terjadi peningkatan nilai tambah

Namun demikian, untuk industri selain ketiga industri tersebut ternyata shock volatilitas harga ekspor cenderung mendorong pertumbuhan output yang lebih rendah dibandingkan

Berbeda dengan itu, penelitian kali ini menjelaskan proses evolusi kebijakan perdagangan di Indonesia sebagai titik tolak analisis terhadap dampak liberalisasi perdagangan

Dampak perubahan alternatif kebijakan ekonomi yaitu: (a) penurunan suku bunga sebesar 15 persen dapat meningkatkan produksi melalui peningkatan areal tanaman menghasilkan