DAFTAR PUSTAKA
Agus, Bustanuddin. 2003. Sosiologi Agama. Padang: Andalas University Press
Arifin, Syamsul. 2009. Studi Agama Perspektif Sosial dan Isu-isu Kontemporer.
Malang: UMM Press
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Batubara, Vanny Virgita. 2014. Solidaritas Sosial Dalam Komunitas Punk ( Study
Deskriptif Pada Komunitas Punk Simpang Aksara Medan). Fakultas Ilmu
Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara: Vanny Virgita Batubara
Departemen Sosiologi NIM: 080901031
Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian kuantitatif. Surabaya: Kencana
Prenada Media Group
Deliarnov. 2011. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Rajawali press
Ishomuddin. 2002. Pengantar Sosiologi Agama. Malang: Ghalia Indonesia
Murdiyatmoko, Janu. 2007. Sosiologi Memahami dan Mengkaji Masyarakat.
Jakarta: PT. Grafindo Media Pratama
Nasution, Zulkarnain. 2009. Solidaritas Sosial dan Partisipasi Masyarakat Desa
Transisi. Malang: UMM Press
Ritzer, George.2007. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Suyanto Bagong dan J. DwiNarwoko. 2007. Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan. Surabaya: Universitas Airlangga
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi ( edisi revisi ). Jakarta: Lembaga
Soeloeman, Dr.M. Munandar. 2006. Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu
Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama
Sumber dari Internet
diakses pada hari Senin, 7 April 2014 pukul 21.18)
(http://books.google.co.id/books?id=_rXrAAAAMAAJ&q=ciri-
ciri+hukum+represif&dq=ciri-ciri+hukum+represif&hl=id&sa=X&ei=Yj_-U-
ndHpDp8AWNuoKwCQ&ved=0CB4Q6AEwAA, diakses pada Rabu, 16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan metode penelitian
survei. Adapun penelitian survei adalah penelitian yang menggunakan sampel dari
suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data pokok
(Singarimbun, 2008:3). Dengan menggunakan kuesioner, peneliti akan
memperoleh data mengenai fungsi agama sebagai pengikat solidaritas pemuda
gereja GKPS Huta Rih.
3.2. Lokasi Penelitian
Ada pun tempat yang dijadikan sebagai lokasi penelitian pada penelitian
ini adalah gereja GKPS Huta Rih resort Merek Raya, tepatnya kabupaten
Simalungun. Adapun alasan penulis untuk memilih lokasi tersebut yaitu: GKPS
Huta Rih resort Merek Raya merupakan gereja di daerah tempat tinggal penulis,
3.3 Populasi dan sampel
3.3.1 populasi
Populasi merupakan keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa
manusia, hewan, tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan
sebagainya, sehingga objek ini dapat menjadi sumber data penelitian (Bungin,
2009: 99-100).
Menurut Sugiyono (2008: 115) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah pemuda Gereja
Kristen Protestan Simalungun, Resort Merek Raya yaitu sejumlah 43 orang.
3.3.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2004: 73), pengertian sampel adalah sebagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Proses penarikan sampel
dari penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling karena adanya
keterbatasan waktu dan dana. Purposive sampling yaitu peneliti menseleksi atas
dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat oleh peneliti. Sampling dilakuan
dengan cara mengambil subjek, bukan didasarkan atas strata, random atau daerah
tetapi didasarkan atas tujuan tertentu. Dalam penelitian ini populasi berjumlah 43
orang, maka peneliti menentukan jumlah sampel yang diambil adalah 50% dari
Sampel = 50% X 43
= 22 orang
3.4 Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan-permasalahan yang
bersangkutan. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah data primer dan data sekunder, yang dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dari objek
penelitian. Adapun data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner.
Kuesioner merupakan alat yang dugunakan peneliti berupa daftar pertanyaan yang
akan dijawab responden. Adapun yang menjadi fokus pertanyaan dalam kuesioner
ini adalah untuk mencari tahu bagaimana agama berperan sebagai pengikat
solidaritas sosial pemuda gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu semua data yang didapatkan secara tidak langsung
dari objek peneliti, yaitu dapat diperoleh dari penelitian terdahulu, dapat juga
dengan mengambil data dari buku-buku, majalah, jurnal atau internet dan bentuk
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data berkaitan dengan metode pengumpulan data, yaitu
data primer dan data sekunder. Dalam pengolahan dan menganalisis data yang
telah diperoleh, peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik
statistik deskriptif. Analisis data seperti ini bertujuan untuk menggambarkan
keadaan gejala sosial apa adanya tanpa melihat hubungan-hubungan yang ada
(Bungin, 2009: 171). Pengolahan data ini dimulai dengan menelaah seluruh data
yang tersedia dan kemudian data akan dideskripsikan dengan teknik distribusi
frekuensi.
Setelah data dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka dilakukan reduksi data
dengan cara abstraksi yaitu usaha membuat rangkuman yang terperinci mengenai
hasil yang diperoleh. Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam
satuan-satuan yang dikategorisasikan, setelah itu dianalisis menggunakan dengan
3.6 Jadwal Pelaksanaan
No. Jadwal Kegiatan
Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Observasi √
2 Acc Judul √
3 Penyusunan Proposal
Penelitian
√
4 Seminar Proposal Penelitian √
5 Revisi Proposal Penelitian √ √
6 Operasional Penelitian √ √ √
7 Pengumpulan dan Analisis
Data
√ √ √
8 Bimbingan Skripsi √ √ √
9 Penulisan Laporan Penelitian √ √
BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Desa Huta Rih
Secara geografis desa Huta Rih berbatasn langsung dengan desa
Sinondang utara, desa Merek Raya di sebelah selatan, desa bahbulawan di sebelah
Barat dan desa Dame Raya di sebelah Timur. Huta Rih merupakan bagian dari
kecamatan Raya yang berada di kabupaten simalungun yang memiliki luas sekitar
± 2, 08 KM2.
Desa Huta Rih dihuni oleh sebagian besar penduduk suku batak
simalungun, hanya sedikit dari suku yang lain seperti suku batak toba dan suku
karo. Penduduk di desaHuta Rih pada umumnya menganut agama Kristen,
walaupun masih terbagi-bagi yaitu penganut Kristen Protestan, GKII dan hanya
sedikit yang beragama islam.
Penduduk desa Huta Rih pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai
petani dengan mengolah lahan pertanian sendiri dan hanya sedikit yang memiliki
mata pencaharian sebagai guru dan wiraswasta.
4.1.2 Sejarah dan Perkembangan Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih
Penelitian ini dilakukan di gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS)
Huta Rih resort Merek Raya Kabupaten Simalungun. GKPS Huta Rih berdiri pada
menjadi dua sektor yaitu sektor satu di desa huta rih dan sektor dua di desa
parmahanan. Gereja Kristen Protestan simalungun Huta Rih mengadakan
pembangunan fisik pada tahun 2011.
Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih memilki jemaat sebanyak
230 jemaat yang terbagi menjadi empat seksi yaitu seksi Bapa, seksi Wanita, seksi
Pemuda dan seksi Sekolah minggu. Stuktur organisasi Gereja Kristen Protestan
Simalungun terdiri dari Pendeta Resort, pengantar jemaat, sekretaris jemaat,
bendahara jemaat, bendahara pembangunan gereja, sintua dan syamas dan ketua
seksi.
Seksi pemuda Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih berdiri pada
26 Desember tahun 1971, yaitu bertepatan pada ulang tahun pemuda GKPS yang
ke 17.
Jemaat gereja di GKPS Huta Rih pada umumnya menjadi anggota seksi pemuda
pada umur 17 tahun (sekitar kelas dua SMA), hal ini di karenakan di GKPS Huta
Rih tidak ada seksi remaja setelah dari seksi sekolah minggu langsung masuk
menjadi anggota seksi pemuda (naposo). Angota seksi pemuda GKPS Huta Rih
pada saat ini berjumlah 43 orang yang mana 12 orang memiliki posisi sebagai
pengurus dan 31 orang sebagai anggota.
Struktur organisasi pemuda di GKPS Huta Rih terdiri dari pembimbing
pemuda yaitu sintua yang menangani atau bertanggung jawab membimbing
pemuda dalam mengerjakan program-program pemuda, ketua pemuda dan wakil
ketua pemuda yang mengontrol gerak kerja program pemuda, sekretaris yaitu
yang bertanggung jawab membuat laporan dari setiap hasil rapat atau hasil
bertanggungjawab dalam mengelola keuangan pemuda gereja. Selain dari
pengurus inti ada juga pengurus seksi antara lain: seksi kerohanian yaitu seksi
yang menangani atau mempersiapakan setiap kebaktian untuk pemuda. Seksi
peralatan yaitu seksi yang menangani atau mempersiapakan setiap peralatan yang
diperlukan pemuda dalam melaksanakan setiap kegiatan. Seksi humas yaitu seksi
yang menanggujawabi setiap kegiatan pemuda yang berhubungan dengan
kegiatan sosial baik sukacita maupun dukacita. Seksi kebersihan dan
olahragayaitu seksi yang menangani kegiatan gotong-royong dan menangani
kegiatan olahraga yang akan dilakukan pemuda.
Gambaran kegiatan yang dilakukan anggota pemuda sama dengan kegiatan
yang yang terdapat dalam gereja yaitu marturia, koinonia dan diakonia. Dalam
bidang Diakonia (melayani) anggota pemuda ikut serta ambil bagian dalam
pelayanan atau sebagai pelayan acara dalam kegiatan ibadah. Dalam bidang
marturia pemuda ikut serta dalam melakukan kesaksian hidup baik melalui pujian
ataupun berbagi pengalaman hidup. Selain itu pemuda juga memberikan apresiasi
kepala anak sekolah minggu yang berprestasi serta memotivasi agar tetap
semangat. Dalam bidang koinonia pemuda gereja aktif dalam membangun
persektuan hal ini terlihat dari kegiatan anggota pemuda tidak hanya fokus pada
kegiatan rohani saja, tetapi mereka juga melakukan kegiatan olahraga dan
4.2 TEMUAN DATA DAN ANALISIS DATA 4.2.1 Identitas Responden
Identitas responden akan dikategorikan berdasarkan umur, pekerjaan, lama
menjadi anggota pemuda, posisi pemuda, dan pendidikan terakhir. Adapun
persentase jumlah responden berdasarkan kategorisasi tersebut akan dipaparkan
dalam penjelasan di bawah ini.
4.2.1.1 Identitas Responden Berdasarkan Umur
Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah pemuda yang
menjadi anggota gereja GKPS Huta Rih. Tabel berikut ini akan memperlihatkan
persentase jumlah responden berdasarkan usianya.
Tabel 4.1
Komposisi responden berdasarkan umur
No Umur Jumlah Persentase (%)
1 17-21 tahun 15 68.1
2 22-25 tahun 5 22.8
3 26-30 tahun 2 9.1
Total 22 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden dalam penelitian
ini mayoritas yang berumur antara tujuh belas tahun sampai dua puluh dua tahun
4.2.1.2 Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan
Bekerja atau tidaknya seseorang sangat mempengaruhi bagaimana
sikapnya dalam menghadapi berbagai permasalahan. Dalam penelitian ini peneliti
memandang bahwa akan ada perbedaan pandangan terhadap terciptanya
solidaritas antara pemuda gereja. Hal ini mengingat pekerjaan mempengaruhi
sudut pandang seseorang terhadap solidaritas yang ada di pemuda gereja. Adapun
persentase responden dalam penelitian ini berdasarkan pekerjaannya akan
ditunjukan pada tabel berikut.
Tabel 4. 2
Komposisi responden berdasarkan pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1 Siswa/ mahasiswa 8 36.4
2 Petani 5 22.7
3 Guru 1 4.5
4 Wiraswasta 6 27.3
5 Lain-lain 2 9.1
Jumlah 22 100
Berdasarkan tabel di atas, jumlah reponden yang bekerja sebagai
mahasiswa lebih banyak dibandingkan jenis pekerjaan yang lain. Adapun
persentase responden yang bekerja sebagai mahasiswa yaitu sebesar 36,4 %. Hal
ini dikarenakan mahasiswa diyakini dapat memberikan kontribusi lebih bagi
solidaritas pemuda. Meskipun begitu responden dengan pekerjaan lain juga
4.2.1.3 Identitas responden berdasarkan posisi pemuda di gereja
Posisi pemuda dalam gereja mempengaruhi kinerja pemuda tersebut
daalam gereja. Posisi pengurus cenderung memiliki kewajiban untuk memberikan
kontribusi lebih dalam gereja. Penelitian ini memberikan gambaran tentang posisi
pemuda dalam gereja. Adapun persentase responden dalam penelitian ini
berdasarkan posisi pemuda dapat dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 4. 3
Komposisi responden berdasarkan posisi pemuda di gereja
No Posisi Jumlah Persentase
1. Pengurus 10 45.5
2. Anggota 12 54.5
Jumlah 22 100
Berdasarkan tabel diatas responden yang memiliki posisi sebagai pengurus
sebesar 45,5% dan responden yang memiliki posisi sebagai anggota sebesar
54,5%.
4.2.1.4 Identitas responden berdasarkan lama sebagai anggota
Usia produktif bagi seorang pemuda untuk disebut sebagai pemuda
minimal berumur 16 tahun. Waktu yang dijalani pemuda selama menjadi pemuda
gereja mempengaruhi pola pikir dan pola perilaku pemuda tersebut dalam gereja
tersebut. Kontribusi yang diberikan juga tergantung waktu yang dihabiskan
responden berdasarkan lama sebagai anggota pemudadapat dilihat pada tabel di
bawah.
Tabel 4. 4
Komposisi responden lama sebagai anggota pemuda gereja
No Lama Jumlah Persentase
1-3 tahun 5 22.8
4-7 tahun 14 63.6
>7 tahun 3 13.6
Jumlah 22 100
Berdasarkan tabel diatas lama pemuda menjadi anggota pemuda 1-3 tahun
sebanyak 22,8%, 4-7 tahun 63,6% dan >7 tahun sebanyak 13,6%.
4.2.1.5 Identitas responden berdasarkan pendidikan terakhir
Pendidikan yang diperoleh seseorang mempengaruhi bagaimana pola piker
dan pola prilaku yang dilakukan di masyarakat. Pendidikan yang diperoleh akan
memberikan kontribusi yang mendorong lebih baik atau lebih buruknya
solidaritas yang tercipta di lingkungan gereja. Adapun persentase responden
dalam penelitian ini berdasarkan pendidikan terakhirnya akan ditunjukan pada
tabel berikut
Table 4. 5
Komposisi responden berdasarkan pendidikan terakhir
No Pendidikan Jumlah persentase (%)
2 SMP/ sederajat 6 27.3
3 SMA/ sederajat 13 59.1
4 S1/ sederajat 3 13.6
Jumlah 22 100
Berdasarkan tabel diatas responden yang memiliki pendidikan terakhir
sekolah menengah atas (SMA) memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan
dengan responden yang memiliki pendidikan terakhir yang lain. Hal ini
dikarenakan banyaknya responden yang masih berada dalam jenjang perkuliahan.
Melihat hal ini maka yang menjadi mayoritas anggota pemuda gerja yang aktif
adalah pemuda yang masih menjalani masa perkuliahan.
4.2.2 AGAMA DAN PERAN AKTIF PEMUDA DALAM KEGIATAN GEREJA
Pemuda gereja merupakan sekelompok anak muda yang mengikuti atau
terlibat dalam kegiatan yang berlangsung dalam gereja. Dalam gereja GKPS
pemuda di kenal dengan sebutan (naposo = yang muda). Pemuda memiliki
peranan penting dalam perkembangan suatu gereja hal ini dikarenakan pemuda
gereja merupakan salah satu komponen yang paling produktif sehingga pemuda
dinamakan generasi penerus gereja. Selain sebagai komponen yang paling
produktif pemuda juga komponen yang paling rentan terhadap godaan. Hal ini
dikarenakan pemuda yang masih dalam masa proses pencarian jati diri dan belum
memiliki pendirian yang tetap.
Di gereja GKPS Huta Rih pemuda ikut berperan dalam mengambil bagian
seorang pemuda dalam gereja terlihat dari seberapa sering dan seberapa besar
intensitas yang dilalui dalam mengikuti kegiatan gereja. Mengenai informasi
tentang sering atau tidaknya seorang pemuda mengikuti kegiatan pemuda gereja
terlihat dari tabel dibawah. Komposisi responden yang menyatakan selalu
mengikuti kegiatan gereja sebesar 59,1 % dan yang menyatakan tidak selalu
mengikuti sebesar 40,9%. Tabel berikut akan menunjukan komposisi responden
berdasarkan intensitas dalam mengikuti kegiatan gereja.
Tabel 4. 6
Komposisi responden yang selalu mengikuti kegiatan pemuda gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Ya 13 59.1
2 Tidak 9 40.9
Jumlah 22 100
Berdasarkan tabel diatas dapat diliahat bahwa dari dua puluh dua
responden yang ditanyakan mengenai selalu mengikuti kegiatan pemuda gereja
sebanyak 13 orang atau 59.1%, sedangkan yang menyatakan tidak selalu
mengikuti kegiatan pemuda gereja sebanyak 9 orang atau 40.9%.
Pemuda yang selalu mengikuti kegiatan pemuda gereja juga mengetahui
tentang semuakegiatan lain yang dilaksanakan oleh gereja. Pengetahuan tentang
semua kegiatan gereja yang diperoleh oleh pemuda diharapkan memberikan
gambaran bagaimana pengembangan gereja dilakukan oleh pemuda. Mengenai
banyaknya jumlah responden yang mengetahui tentang banyak atau sedikitnya
pengetahuan seorang pemuda tentang semua kegiatan gereja terlihat dari tabel
dibawah. Komposisi responden yang mengetahui semua kegiatan gereja sebesar
berikut akan menunjukan komposisi responden berdasarkan pengetahuan tentang
semua kegiatan gereja.
Tabel 4. 7
Komposisi responden yang mengetahui semua tentang kegiatan pemuda gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Ya 16 72.7
2 Tidak 6 27.3
Jumlah 22 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari dua puluh dua
responden yang ditanyakan mengenai pengetahuan akan informasi kegiatan gereja
yang mengetahui semua kegiatan gereja sebesar 72,2% dan yang tidak
mengetahui semua kegiatan gereja sebesar 27,3%.
Ketika pemuda gereja mengikutidan mengetahui segala sesuatu kegiatan
yang dilakukan oleh gereja maka diperlukan pengenalan akan pemuda gereja yang
lain. Pengenalan yang baik antar pemuda akan memunculkan interaksi yang baik
antar pemuda tersebut. Kontribusi yang diharapakan dari pengenalan yang terjadi
antar pemuda mampu mendorong pengembangan dan kemajuan bagi gereja.
Pola interaksi yang terjadi antar pemuda dapat diperoleh dari kehidupan
sehari-hari baik ketika berbicara satu dengan yang lain maupun ketika mengikuti
kegiatan bersama. Mengenai banyaknya jumlah responden yang mengenal
maupun tidak mengenal seluruh anggota pemuda yang lain dalam gereja terlihat
gereja sebesar 86,4% dan yang tidak mengenal semua anggota pemuda gereja
sebesar 13,6%. Tabel berikut akan menunjukan komposisi responden berdasarkan
kenal atau tidaknya seluruh anggota pemuda yang lain dalam gereja.
Tabel 4. 8
Komposisis responden yang mengenal seluruh anggota pemuda gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Ya 19 86.4
2 Tidak 3 13.6
Jumlah 22 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari dua puluh dua
responden yang ditanyakan mengenai kenal atau tidaknya seluruh anggota
pemuda gereja sebesar 86,4% dan yang tidak mengenal seluruh anggota pemuda
gereja sebesar 13,6%. Hal ini menggambarkan bahwa antar pemuda gereja telah
mengenal baik sau sama lain secara umum.
Peran aktif seorang pemuda dalam gereja membutuhkan kesiapan mental
dan pribadi seseorang. Kesiapan mental dan pribadi seseorang tidak terlepas dari
banyaknya jumlah waktu yang dihabiskan dalam mengikuti semua kegiatan dalam
gereja. Waktu yang diberikan oleh pemuda dalam mengikuti semua kegitan gereja
berbeda antara ssatu pemuda dengan pemuda yang lain. Hal ini
disebabkanperbedaan kepentingan yang dimilki oleh setiap pemuda gereja.
Komposisi waktu yang dihabiskan responden dalam mengikuti kegiatan gereja
berkisar antara 1-3 jam, 3-5 jam dan5-7 jam. Tabel berikut akan menunjukan
komposisi waktu yang dihabiskan responden dalam mengikuti kegiatan pemuda
Tabel 4. 9
Komposisi waktu yang dihabiskan responden dalam mengikuti kegiatan pemuda gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 1-3 jam 14 63.6
2 3-5 jam 3 13.7
3 5-7 jam 5 22.7
Jumlah 22
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat komposisi waktu yang dihabiskan
pemuda gereja dalam mengikuti kegiatan pemuda gereja dalam seminggu.
Adapun komposisi waktu yang dihabiskan pemuda gereja dalam mengikuti
kegiatan gereja berkisar antara 1-3 jam sebanyak 63,6%, yang berkisar 3-5 jam
13,7%, dan yang berkisar 5-7 jam sebanyak 22,7%.
Sedikit banyaknya waktu yang digunakan oleh pemuda dalam mengikuti
semua kegiatan yang dilakukan oleh gereja memiliki maksud dan alasan tertentu
tergantung dari pemuda tersebut. Maksud dan alasan yang dimiliki oleh pemuda
tersebut tentu mempengaruhi bagaimana perkembangan dan hasil yang diperoleh
selama mengikuti kegiatan dalam gereja. Dampak dari perkembangan tersebut
akan mempengruhi diri pemuda tersebut maupun masyarakat baik dalam gereja
maupun masyarakat di luar gereja. Alasan responden dalam mengikuti kegiatan
gereja terdiri atas kemauan sendiri, disuruh orang tua maupun keluarga dan karena
alasan mengikuti teman. Tabel berikut akan menunjukkan alasan responden dalam
Tabel 4. 10
Komposisi alasan responden dalam mengikuti kegiatan gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Kemauan sendiri 16 72.7
2 Disuruh orang tua 2 9.1
3 Ikut teman 4 18.2
Jumlah 22 100
Berdasarkan tabel di atas dilihat bahwa alasan responden dalam mengikuti
kegiatan pemuda gereja lebih banyak karena kemauan sendiri dengan persentase
sebanyak 72,7%, sedangkan yang ikut teman persentasenya sebesar 18,2% dan
yang disuruh orang tua persentasenya sebanyak 9,1%.
Dalam mengikuti semua kegiatan yang dilakukan oleh gereja, pemuda
harus mendapat dukungan dari orang yang ada di sekitar pemuda tersebut. Salah
satu yang diharapkan memberi dukungan kepada pemuda tersebut adalah keluarga
pemuda tersebut. Aktif atau tidaknya pemuda dalam mengikuti kegiatan yang
dilakukan oleh gereja perlu diketahui oleh keluarga pemuda tersebut. Hal ini
dimadsudkan member kemudahan bagi pemuda dalam mengikuti semua kegiatan
yang dilakukan oleh gereja. Tabel dibawah ini menggambarkan komposisi
responden yang diketahui keluarga aktif dalam kegiatan pemuda gereja.
Tabel 4. 11
Komposisi responden yang diketahui keluarga aktif dalam kegiatan pemuda gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
2 Tidak 4 18.2
Jumlah 22 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang diketahui keluarga
aktif dalam kegiatan pemuda gereja persentasenya sebanyak 81.8%, sedangkan
yang tidak diketahui keluarga katif dalam kegiatan pemuda gereja persentasenya
sebanyak 18,2%.
Mengenai komposisis responden yang mendapat dukungan dari keluarga
dalam mengikuti kegiatan pemuda gereja persentasenya dapat dilihat pada tabel
dibawah.
Tabel 4. 12
Komposisi responden yang mendapat dukungan dari keluarga dalam mengikuti kegiatan pemuda gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Ya 20 90.9
2 Tidak 2 9.1
Jumlah 22 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari dua puluh dua
responden yang mendapat dukungan dari keluarga dalam mengikuti kegiatan
pemuda gereja sebanyak 90,9%, sedangkan yang tidak mendapat dukungan dari
keluarga dalam mengikuti kegiatan pemuda gereja sebanyak 9,1%. Hal ini
menggambarkan bahwa orang tua mendukung pemuda ikut serta dalam kegiatan
4.2.3 BENTUK IMPLEMENTASI SOLIDARITAS SOSIAL PEMUDA DALAM GEREJA
1. Adanya Pembagian Kerja
Dalam kelompok sosial pemuda gereja terdapat pembagian kerja.
Pembagian kerja dalam komunitas pemuda gereja berarti setiap individu memiliki
kedudukan dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh
gereja. Tujuan dari adanya pembagian kerja yang diberikan kepada pemuda gereja
adalah meningkatkan soliadritas pemuda karena dengan adanya pembagian kerja
yang jelas menjadikan pemuda gereja tergantung satu sama lain dan mau
melakukan tugas dan tanggung jawab bersama-sama. Salah satu indikator dari
terciptanya solidaritas pemuda dalam gereja adalah dikenalnya pembagian kerja
antar pemuda dalam gereja. Ada atau tidaknya pembagian kerja dalam kelompok
pemuda gereja mempengaruhi kinerja pemuda tersebut dalam gereja. Persentase
pembagian kerja antar pemuda gereja dapat dilihat dalam tabel di bawah.
Tabel 4. 13
Komposisi pembagian kerja antar pemuda gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Ya 20 90.9
2 Tidak 2 9.1
Jumlah 22 100
Dari tabel diatas dari dua puluh dua responden yang menyatakan adanya
pembagiankerja antar pemuda gereja sebanyak 90,9%, sedangkan yang menjawab
Pembagian kerja yang terbentuk oleh pemuda gereja akan memberikan
kejelasan tentang apa yang harus dilakukan dan yang tidak harus dilakukan oleh
pemuda gereja sebagai bagian dari gereja secara luas. Pembagian kerja yang
terbentuk akan menentukan sejauh mana perkembangan dan kemajuan gereja
yang diperoleh untuk periode tertentu. Penentuan pembagian kerja menjadi
agenda penting dalam kegiatan pemuda. Cara yang digunakan untuk menentukan
pembagian kerja bergantung kepada kesepakatn komponen gereja baik secara
voting, perintah pendeta maupun inisiatif sendiri. Penentuan pembagian kerja ini
akan mempengaruhi pemuda dalam menjalankan tugasnya sebagai pemuda dalam
gereja dan juga akan mempengaruhi solidaritas pemuda tersebut. Persentase cara
pembagian kerja pemuda gereja dapat dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 4. 14
Cara pembagian kerja dilakukan
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Voting 15 68.2
2 Perintah pendeta 1 4.5
3 Inisiatif sendiri 6 27.3
Jumlah 22 100
Dari tabel diatas dapat dilihat mayoritas melalui voting cara pebagian
kerja yang dilakukan. Adapun persentase dari pertanyaan ini 68,2% melalui cara
voting, 27,3% inisiatif sendiri dan 4,5% perintah pendeta. Pembagian kerja yang
dilaksanakan secara voting lebih dominan dilakukan, hal ini dikarenakan adanya
Pembagian kerja secara voting menjadi cara yang paling banyak dilakukan
untuk menentukan tugas dan tanggung jawab pemuda dalam gereja. Pembagian
kerja secara voting menjelaskan bahwa pembagian kerja yang dilakukan pemuda
gereja sudah jelas dan memberikan manfaat yang baikbagi perkembangan gereja.
Persentase responden mengenai kejelasa pembagian kerja yang dilakukan antar
pemuda gereja dapat dilihat padatabel di bawah.
Tabel 4. 15
Komposisi responden mengenai kejelasan pembagian kerja yang dilakukan antar pemuda gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Ya 13 59.1
2 Tidak 9 40.9
Jumlah 22 100
Dari tabel diatas dapat dilihat dari dua puluh dua responden yang ditanyakan
mengenai kejelasan tentang pembagian kerja sebesar 59,1% yang menjawab
sudah jelas dan 40.9% yang menjawab tidak jelas.
Berdasarkan tabel-tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pemuda Gereja
Kristen Protestan Simalungun Huta Rih sudah memiliki pembagian kerja yang
jelas. Cara penentuan pembagian kerja yang paling banyak dilakukan adalah
melalui voting, hal ini dikarenakan adanya kebebasan dalam mengeluarkan
pendapat masing-masing individu yang ada dalam gereja. Pembagian kerja yang
terbentuk akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan di Gereja Kristen
2. Adanya Kesadaran Kolektif
Kesadaran kolektif yang tercipta oleh pemuda di gereja terbentuk ketika
pemuda tersebut memiliki rasa kepercayaan dan perasaan bersama antar pemuda
gereja. Dalam pemuda gereja Kristen protestan simalungun Huta Rih terdapat
kesadaran kolektif yang terbangun karena adanya rasa kepercayaan dan rasa
saling memiliki antar pemuda.
Kesadaran kolektif akan terlihat dari pemuda ketika melaksanakan sebuah
kegiatan. Dalam melaksanakan sebuah kegiatan dalam gereja, pemuda gereja akan
sering berhubungan dengan pemuda lain tergantung dari kedudukan dan posisi
pemuda tersebut dalam gereja. Intensitas kebersamaan pemuda dalam gereja juga
mempengaruhi solidaritas dalam gereja. Persentase responden yang sering
bersama dengan pemuda lainnya di gereja dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 4. 16
Komposisi responden yang sering bersama pemuda lainnya di gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Ya 16 72.7
2 Tidak 6 27.3
Jumlah 22 100
Dari tabel diatas dapat dilihat dari dua puluh dua responden yang sering
bersama dengan pemuda lainnya di gereja sebesar 72,7%, sedangkan yang tidak
sering bersama dengan pemuda gereja lainnya di gereja sebesar 27,3%.
Kesadaran kolektif pemuda gereja juga dapat terlihat dari tindakannya
dalam mengutamakan gereja. Pemuda yang mengutamakan gereja akan
gereja. Berdasarkan hasil penelitian solidaritas yang tercipta antar pemuda gereja
Kristen protestan Huta Rih telah memberikan implementasi yang positif baik bagi
pemuda dalam gereja maupun bagi komponen lain diluar pemuda dalam gereja.
Implementasi yang dapat kita lihat pertama sekali adalah terhadap tindakan yang
dilakukan oleh pemuda apakah selalu mengutamakan gereja atau tidak
mengutamakan gereja. Komposisi responden berdasarkan tindakan yang selalu
mengutamakan gereja dapat dilihat dalam tabel di bawah.
Tabel 4. 17
Komposisi kegiatan responden yang selalu mengutamakan gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Ya 13 59.1
2 Tidak 9 40.9
Jumlah 22 100
Dari tabel diatas dapat dilihat dari dua puluh dua responden yang selalu
mengutamakan kegiatan gereja sebanyak 59,1% sedangkan yang tidak selalu
mengutamakan kegiatan gereja sebanyak 40,9%.
Dari tabel-tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kesadaran kolektif dapat
dimiliki oleh pemuda dalam dua bentuk pelaksanaan di gereja tersebut. Bentuk
kesadaran kolektif yang pertama akan diperoleh ketika pemuda sering bersama
pemuda lainnya di gereja. Dan bentuk kesadaran kolektif yang kedua diperoleh
ketika pemuda selalu mengutamakan gereja. Kedua hal tersebut menciptakan
kesadaran kolektif yang baik sehingga terciptanya kesadaran kolektif yang lebih
3. Hukum Represif Dominan
Hukum represif dominan yang terdapat dikelompok pemuda gereja
berlaku ketika konflik maupun masalah dialami oleh antar pemuda dalam gereja.
Konflik yang terjadi berhubungan dengan masalah atau pertentangan yang dialami
oleh pemuda. Tujuan dari dilaksanakannya hukum represif adalah menciptakan
kesatuan misi antar pemuda gereja yang akan mendorong terciptanya solidaritas
pemuda gereja. Banyak pola yang terbentuk dalam pelaksanaan hukum represif di
gereja baik secara musyawarah, voting, dan membawa ke jalur hukum. Persentase
cara yang dilakukan dalam menyelesaikan konflik dapat dilihat pada tabel di
bawah
Tabel 4. 18
Komposisi cara yang dilakukan dalam menyelesaikan konfik
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Musyawarah 22 100
2 Voting - -
3 Membawa ke jalur hukum - -
Jumlah 22 -
Dari tabel diatas dapat dilihat cara yang dilakukan dalam menyelesaikan
konflik yang terjadi dalam pemuda melalui musyawarah sebesar 100%. Hal ini
dikarenakan penyelesaian yang dilakukan oleh gereja dilakukan secara baik dan
tidak membawanya ke jalur hukum. Musyawarah menjadi pemegang tertinggi
hukum represif dominan yang diterapkan dalam gereja. Hukum represif dominan
yang tercipta dalam gereja sehingga menimbulkan keseimbangan disemua
komponen gereja.
4. Memiliki Karakteristik Invidual
Dalam komunitas pemuda gereja terdapat karakteristik individualitas yang
rendah. Individualitas rendah terjadi karena gereja tidak membeda-bedakan antara
satu pemuda dengan pemuda yang lain. Hal ini menjelaskan kesamaan posisi yang
dimiliki oleh pemuda. Adapun posisi atau kedudukan yang dimiliki oleh pemuda
dalam gereja bukan menunjukkan karakteristik individualis yang tinggi namun
menggambarkan struktur organisasi yang bertujuan hanya untuk memudahkan
koordinasi antar pemuda di gereja.
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh gereja memberikan makna bersama
bagi pemuda dalam gereja tersebut. Makna yang didapat berupa nilai yang dianut
dan diterapkan bersama dalam kehidupan masyarakat. Nilai yang diperoleh akan
memberikan kontribusi positif terhadap semakin hilangnya rasa individaulis
dalam diri pemuda. Persentase nilai yang didapat responden dari kegiatan diikuti
dapat dilihatdalamtabel di bawah ini.
Tabel 4. 19
Komposisi nilai yang didapatkan responden dari kegiatan yang diikuti
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Kebersamaan 8 36.4
2 Kebersihan - -
3 Solidaritas 11 50
4 Rasa cinta terhadap gereja 3 13.6
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas menjawab nilai
solidaritas yang didapatkan responden dari kegiatan yang dilakukan pemuda
gereja yang diikuti responden. Adapun persentase yang didapat dari pertanyaan
ini yaitu 50% responden menjawab nilai solidaritas yang didapatkan, 36,4%
menjawab nilai kebersamaan dan 13,6% rasa cinta terhadap gereja.
Terciptanya nialai solidaritas yang tinggi menggambarkan rendahnya
karakter indidualis yang terbentuk di gereja. Solidaritas menjadi sebuah hal yang
wajib dilakukan oleh pemuda gereja dan menghilangkan karakteristik individual
yang tinggi. Karakter individual tinggi akan berkurang seiring dengan
meningktnya solidaritas yang tercipta dipemuda Gereja Kristen Protestan
Simalungun Huta Rih.
5. Pola Konsensus Secara Normatif
Pemuda gereja Kristen protestan simalungun Huta Rih memiliki pola
konsensus yang tercipta dengan baik di gereja. Konensus yang terdapat di gereja
terlihat dari adanya kesepakatan-kesepakatan yang diterima oleh pemuda dalam
gereja. Kesepakatan yang telah diterima akan mendorong terciptanya integrasi dan
hilangnya konflik di gereja. Bentuk kesepakatan yang paling diterima oleh
pemuda gereja adalah kesepakatan yang diperoleh dari hasil musyawarah.
Persentase pola konsensus yang tercipta di gereja oleh pemuda .
Tabel 4. 20
Komposisi pola konsensus pemuda di gereja.
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Musyawarah 22 100
2 Voting - -
Jumlah 22 -
Dari tabel diatas dapat dilihat cara yang dilakukan dalam menyelesaikan
konflik yang terjadi dalam pemuda melalui musyawarah sebesar 100%. Hal ini
dikarenakan konsensus yang banyak disepakati oleh pemuda gereja dilakukan
secara musyawarah baik dan tidak membawanya ke jalur hukum. Dengan
musyawarah yang dilakukan oleh pemuda gereja maka di gereja Kristen protestan
simalungun Huta Rih tercipta integrasi antar pemuda gereja dan hilangnya konflik
di gerja.
6. Keterlibatan Badan Kontrol Sosial Dalam Melaksanakan Pengendalian Sosial
Gereja Kristen Protestan Simalungun Huta Rih memiliki aturan-aturan
atau nilai yang dianut bersama. Setiap komponen gereja memiliki kewajiban
untuk melakukan nilai dan aturan yang telah disepakati bersama. Ketika terdapat
penyimpangan terhadap nilai dan norma muncul sebuah badan yang berfungsi
sebagai pengendali masalah yang terjadi di gereja. Badan kontrol sosial yang
dimiliki oleh gereja Kristen protestan simalungun Huta Rih adalah tokoh yang
dianggap sebagai panutan pemuda dalam gereja. Persentase badan kontrol sosial
yang terdapat dalam gereja dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 4. 21
Komposisi badan kontrol sosial yang terdapat dalam gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Pendeta 3 13.6
2 Sintua 2 9.1
3 Pembimbing pemuda 17 77.3
Dari tabel diatas mayoritas yang menjadi badan kontrol sosial dalam
gereja adalah pembimbing pemuda. Adapun persentase dari pertanyaan ini adalah
77,3% pembimbing pemuda, 13,6% pendeta dan 9,1% sintua. Tokoh yang
berperan sebagai badan kontrol sosial pemuda digereja disebut dengan
pembimbing pemuda. Pembimbing pemuda merupakan sintua yang bertanggung
jawab dalam mengawasi gerak kerja pelayanan pemuda.
7. Memiliki Sifat Ketergantungan
Sifat ketergantungan yang tercipta dipemuda gereja Kristen protestan Huta
Rih terlihat darihubungan yang terjalin antara pemuda gereja dengan individu
maupun kelompok diluar gereja. Hubungan ini tercipta karena baik pemuda gereja
maupun individu dan kelompok diluar gereja memiliki kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Hubungan yang berjalan dengan baik akan berdampak dengan
munculnya sikap ketergantungan antar pemuda gereja dengan individu atau
kelompok diluar gereja.
Saling ketergantungan pemuda tidak hanya terlihat dalam lingkungan
pemuda gereja saja tetapi juga terlihat dari luar lingkungan pemuda gereja.
Lingkungan diluar pemuda gereja melibatkan pemuda lain diluar dari komponen
gereja. Saling ketergantungan ini terlihat ketika pemuda berinteraksi dengan
pemuda diluar gereja. Persentase saling ketergantungan responden dengan
pemuda lain diluar gereja dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 4. 22
Komposisi responden yang dekat dengan pemuda lain diluar gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
2 Tidak 4 18.2
Jumlah 22 100
Dari tabel diatas dapat dilihat dari dua puluh dua responden yang dekat
dengan pemuda lain diluar gereja sebanyak 81,8%, sedangkan responden yang
tidak dekat dengan pemuda lain diluar gereja sebanyak 18,2%. Hal itu
menjelaskan bahwa saling ketergantungan antar pemuda gereja dengan pihak lain
diluar gereja terjalin dengan baik. Hal ini bertujuan untuk saling menutupi
kelebihan dan kelemahan masing-masing pihak.
Pemuda gereja yang memiliki hubungan saling ketergantungan dengan
pemuda diluar gereja selain untuk saling menutupi kelebihan dan kelemahan
masing-masing pihak hubungan saling ketergantungan yang terjalin didasari oleh
banyak nilai, termasuk nilai solidaritas sebanyak 63,6%. Persentase nilai yang
mendasari responden menjalin hubungan dengan pemuda diluar gereja dapat
dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 4. 23
Komposisi nilai yang mendasari responden menjalin hubungan saling ketergantungan dengan pemuda diluar gereja
No Jawaban Jumlah persentase (%)
1 Ingin kenal dengan semua orang 6 27.3
2 Menjalin solidaritas sosial 14 63,6
3 Mencari teman hidup 2 9.1
Jumlah 22 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas nilai menjalin solidaritas
dengan pemuda diluar pemuda gereja. Adapun persentase dari pertanyaan ini
yaitu 63,6% nilai menjalin solidaritas, 27,3% sosial ingin kenal dengan semua
orang dan 9,1% nilai mencari teman hidup.
Dari tabel-tabel diatas dapat disimpulkan bahwa saling ketergantungan
akan selalu terdapat dalam kehidupan pemuda gereja dengan komponen diluar
gereja. Saling ketergantungan ini bertujuan untuk saling melengkapi kelemahan
dan kelebihan pemuda gereja dengan pihak diluar gereja. Tujuan lain yang ingin
dicapai adalah menciptakan solidaritas dengan pihak diluar gereja. Solidaritas
yang tercipta akan memunculkan sikap ketergantungan antara pemuda gereja
BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN
Adapun yang dapat penulis simpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pihak yang paling aktif dalam gereja adalah pemuda yang berperan
sebagai penggerak dan pendorong berkembangnya sebuah gereja.
2. Agama berfungsi sebagai pengikat solidaritas sosial pemuda gereja dalam
bentuk solidaritas sosial mekanik yang mana solidaritas sosial mekanik
akan menciptakan sebuah ikatan yang lebih kuat dan saling
ketergantungan antar pemuda gereja maupun dengan pihak gereja.
3. Implementasi solidaritas sosial pemuda gereja terhadap keberlangsungan
aktivitas gereja terlihat dalam banyak hal yaitu: adanya pembagian kerja
yang jelas, pemuda memiliki kesadaran kolektif, gereja mampu
menciptakan hukum represif dominan, setiap pemuda memiliki
karakteristik individualis rendah, gereja memiliki pola konsensus yang
baik terhadap peraturan yang ada di gereja, gereja memiliki sebuah badan
kontrol sosial yang berfungsi sebagai pengendali sosial dan pemuda gereja
memiliki sifat ketergantungan baik antar pemuda maupun dengan pihak
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat penulis berikan terhadap penelitian ini adalah
sebagaiberikut:
1. Pemuda gereja diharapkan lebih memberikan kontribusi penuh terhadap
perkembangan gereja. Hal ini dimadsudkan karena pemuda sekarang tidak lagi
fokus terhadap kegiatan yang dilakukan oleh gereja. Pemuda lebih fokus
memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang intinya mengajak pemuda
untuk bersenang senang (hedonisme).
2. Pemuda gereja diharapkan memelihara kerjasama yang lebih intens dengan
anggota pemuda lain diluar daripada gereja. Hal ini bertujuan untuk
menciptakan rasa memiliki antar pemuda diluar gereja dengan demikian maka
akan tercipta integrasi dalam kehidupan masyarakat yang dimulai dari
kehidupan pemuda gereja.
3. Pengurus gereja diharapkan lebih mengisi dan memperlengkapi pemuda
sebagai generasi penerus gereja. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kualitas
pemuda yang memiliki integritas dalam bergereja, bermasyarakat, berbangsa
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Agama dan Masyarakat
Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia
dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam
semesta sehingga peraturan yang dibuat-Nya betul-betul adil. Secara terperinci
agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari: aspek keagamaan (religius),
kejiwaan (psikologis), kemasyarakatan (sosiologis), hakikat kemanusiaan (human
nature), asal usulnya (antropologis) dan moral (ethics).
Peran lembaga agama di bidang sosial adalah sebagai penentu, agama
menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu
mempersatukan mereka. Peran agama sebagai sosialisasi individu akan tampak
secara nyata pada saat individu tumbuh menjadi dewasa. Pada saat itu, individu
memerlukan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan
aktivitasnya dalam masyarakat dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan
kepribadiannya. Pendidikan agama merupakan tanggung jawab dari orangtua
untuk mengenalkan, memberikan contoh, dan menanamkan ajaran-ajaran moral
kepada anak-anaknya. Agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk
memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya.
Peranan sosial agama harus dilihat terutama sebagai sesuatu yang
bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena
nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh
kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan
bersama dalam masyarakat. Peranan agama di dalam masyarakat sebagai kekuatan
yang mempersatukan, mengikat dan melestarikan, namun juga memiliki fungsi
lain yaitu sebagai kekuatan mencerai-beraikan, memecah belah dan bahkan dapat
menghancurkan.
Dalam pandangan Emile Durkheim agama merupakan suatu sistem
kepercayaan beserta prakteknya dalam suatu komunitas moral. Dalam
pandangannya agama berasal dari masyarakat itu sendiri. Adapun agama berisi
tentang:
a. Sesuatu yang dianggap sakral, melebihi kehidupan duniawi dan
menimbulkan kekaguman dan kehormatan.
b. Sekumpulan kepercayaan yang dianggap sakral.
c. Pelaksanaan ritual aktivitas keagamaan.
d. Sekumpulan kepercayaan yang ikut dalam ritual yang sama.
Agama dipandang sebagai petunjuk untuk mengatasi kesulitan yang
diakibatkan oleh ketidakpastian, ketidakberdayaan dan keterbatasan. Sebagai
sebuah lembaga sosial agama merupakan asosiasi yang terorganisir dan terbentuk
baik untuk kepentingan masyarkat (Murdiyatmoko, 2007: 46). Sebuah lembaga
sosial memiliki fungsi manifest dan fungsi latent tidak terkecuali lembaga
a. Fungsi Manifest
Fungsi manifest adalah fungsi yang disadari dan biasanya merupakan
tujuan yang ingin dicapai oleh pelaku-pelaku ajaran agama (Ishomuddin,
2002:51).
Fungsi manifes agama meliputi:
a. Doktrin, yaitu pola yang menentukan sifat hubungan antar manusia dengan
sesamanya dan manusia dengan Tuhan.
b. Ritual, yaitu aturan-aturan tertentu yang digunakan dalam pelaksanaan agama
(yang melambangkan doktrin dan yang meningatkan manusia pada doktrin.
c. Seperangkat norma perilaku, yang konsisten dengan doktrin tersebut. Dalam
menjalankan tugas, setiap agama membentuk petugas masing-masing yang
memerlukan investasi dan personil yang besar untuk menjelaskan dan membela
doktrin serta melaksanakan ritual dan perilaku yang diinginkan dalam suatu
pola pemujaan dan penyiaran agama.
b. Fungsi Laten
Fungsi latent adalah fungsi yang tersembunyi yang kurang disadari oleh
pelaku-pelaku ajaran agama ( Inshomuddin, 2002: 51). Fungsi laten agama
menurut Durkheim dapat meningkatkan integritas masyarakat, baik pada
tingkatan mikro maupun makro. Pada tingkat mikro fungsi laten agama ialah
Ttuhan menggerakkan dan membantu kita untuk hidup. Melalui komunikasi
dengan Tuhannya, umat beragama bukan saja mengetahui kebenaran yang tidak
diketahui oleh orang yang tidak beriman, melainkan juga menjadikan manusia
Dari segi makro, agama menjalankan fungsi positif karena agama dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat yang secara berkala menegakkan dan
memperkuat perasaann dan ide kolektif yang menjadi ciri dan inti persatuan dan
kesatuan. Dengan melalui kegiatan ritual keagamaan yang diselenggaraka secara
bersama, kesatuan dan peratuan umat dapat di pupuk dan di bina.
Fungsi latent agama menurut Durkhaim dapat meningkatkan integrasi masyarakat baik pada tingkat makro maupun pada tingkat mikro. Pada tingkat mikro fungsi laten agama ialah untuk menggerakkan dan membantu kita untuk hidup. Dari segi makro fungsi laten agama adalah dapat menentukan kebutuhan masyarakat yang setara berkala dan memperkuat perasaan dan ide kolektif yang menjadi ciri dan inti persatuan dan kesatuan. 07:30 WIB)
Ishomuddin (2002: 54-56), dalam praktiknya fungsi agama dalam
masyarakat anatar lain:
1. Fungsi edukatif, ajaran agama memberikn ajaran-ajaran yang harus
diapatuhi secara yuridis menyuruh dan melarang sehingga penganut agama
dibembing berbuat baik sesuai ajaran agama yang dianut.
2. Fungsi penyelamat, keselamatan yang dimaksud adalah keselamatan dunia
dan akhirat. Untuk mencapai keselamatan tersebut agama mengajarkan
penganutnya melalui pengenalan yang sakral,berup keimanan kepada
Tuhan.
3. Fungsi sebagai pendamaian, melalui agama seseorang yang melakukan
kesalahan atau dosa dapat merasakan kedamaian batin melalui penebusan
4. Fungsi sebagai sosial kontrol, ajaran agama oleh penganutnya dianggap
sebagai norma sehingga agama berfungsi sebagai pengawasan sosial
secara individu maupun kelompok.
5. Fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas, penganut agama yang sama
secara psikologis akan merasa memiliki kasamaan dalam satu-kesatuan
iman dan kepercayaan sehingga akan membina rasa solidaritas secara
individu maupun kelompok.
6. Fungsi transformatif, ajaran agama dapat megubah kepribadian seseorang
atau kelompok menjadi kehidupanyang baru sesuai dengan ajaran agama
yang dianutnya.
7. Fungsi kreatif, ajaran agama memotivasi penganutnya untuk bekerja
produktif bukan hanya untuk kepentingan sendiri tetapi juga untuk
kepentingan orang lain.
8. Fungsi sublimatif, segala usaha penganutnya yang tidak bertentangan
dengan norma-norma agama bila dilakukan dengan tulus untuk Allah
merupakan ibadah.
2. 2 Solidaritas Sosial
Solidaritas adalah kesepakatan bersama, dukungan kepentingan dan
tanggung jawab antar individu dalam kelompok, terutama karena diwujudkan
dalam tindakan kolektif untuk sesuatu hal. Solidaritas sosial menunjuk pada suatu
keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada
emosional yang sama dalam anggota kelompok merupakan elemen yang
membentuk solidaritas sosial.
Konsep solidaritas sosial merupakan konsep sentral Emile Durkheim yang
menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara
individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan
kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional
bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan
kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung
nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat (Lawang,
1994:181). Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman
emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka. Ia membedakan antara
dua tipe utama solidaritas: solidaritas mekanik dan solidaritas organik.
Solidaritas mekanik merupakan suatu tipe solidaritas yang didasarkan atas
persamaan. Solidaritas mekanik muncul pada masyarakat yang masih sederhana
dan diikat oleh kesadaran kolektif, ikatan sosial yang dibangun atas kebersamaan,
kepercayaan dan adat bersama yang didasarkan pada homogenitas yang tinggi.
Serta belum mengenal adanya pembagian kerja diantara para anggota kelompok
Pada masyarakat seperti ini belum terdapat pembagian kerja yang berarti : apa
yang dapat dilakukan oleh seorang anggota masyarakat biasanya dapat dilakukan
pula oleh orang lain. Dengan demikian tidak terdapat saling ketergantungan antara
kelompok yang berbeda, karena masing-masing kelompok dapat memenuhi
kebutuhanya sendiri dan masing-masing kelompok pun terpisah satu dengan yang
Doyle Paul Johnson (1994), secara terperinci menegaskan indikator
solidaritas sosial, yakni :
a) Adanya Pembagian Kerja
Teori pembagian kerja adalah bahwa anggota kelompok tidak diikat oleh
kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan
tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa
mereka agar tergantung satu sama lain. Pembagian kerja dalam hal ini bukan
untuk mengakibatkan disintegrasi masyarakat yang bersangkutan tetapi tetapi
justru meningkatkan solidaritas karena menjadikan anggota kelompok saling
tergantung.
Indikator pembagian kerja antara:
1. Penempatan individu
Disesuaikan dengan kemampuan, keahlian dan pendidikan individu, hal ini
bertujuan untuk memaksimalkan individu dalam melakukan tanggung
jawabnya.
2. Beban tanggung jawab
Berkaitan dengan tanggung jawab yang diemban oleh individu.
3. Spesialisasi tanggung jawab
Dilakukan karena individu memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing (Anwar Yesmin dan Adang , 2010:31)
b) Adanya Kesadaran Kolektif
Kesadaran kolektif merupakan seluruh rasa kepercayaan dan perasaan
bersama antar anggota kelompok. Kesadaran kolektif dibentuk karena adanya
anggota di dalamnya merasa bertanggung jawab dan merasa memiliki
terhadap segala sesuatu yang ada dalam kelompok tersebut (sense of
belonging).
Ciri-ciri kesadaran kolektif dalam masyarakat :
1. Adanya rasa kepercayaan
Dilakukan karena adanya rasa menjadi bagian dari individu lain.
2. Adanya rasa memiliki
Mengakibatkan kesadaran tanggung jawab terhadap individu lain
(Nasution 2009:12)
c) Hukum Represif dominan
Secara sederhana hukum represif dapat diartikan sebagai hukum yang
mengabdi kepada kekuasaan represif dan kepada tata tertib sosial yang
represif. Bentuk dari hukum represif diaplikasikan dalam bentuk kekerasan
terhadap individu atau kelompok yang ingin dikuasai. Hukum represif adalah
hukum yang di dalam pelaksanaanya tidak banyak memasukkan campur
tangan dari masyarakat sehingga hukum yang berkembang tidak disertai
perkembangan masyarakat justru mendukung kemajuan dan perkembangan
kelompok yang memiliki kekuasaan. pelaku suatu kejahatan atau perilaku
menyimpang akan terkena hukuman.
Ciri-ciri hukum represif dominan:
1. Penguasa cenderung mengidentifikasikan kepentingannya dengan
kepentingan masyarakat.
3. Badan pengawas khusus seperti polisi menjadi pusat kekuasaan yang
bebas.
4. Hukum dan otoritas resmi digunakan untuk menegakkan konformitas
kebudayaan
(http://books.google.co.id/books?id=_rXrAAAAMAAJ&q=ciri-
ciri+hukum+represif&dq=ciri-
ciri+hukum+represif&hl=id&sa=X&ei=Yj_-U-ndHpDp8AWNuoKwCQ&ved=0CB4Q6AEwAA
Diakses pada hari Rabu 16 Juni 2014, pukul 10.11WIB)
d) Memiliki Karakter Individualitas
Berbicara mengenai karakter individualitas menjelaskan tentang tinggi atau
rendahnya sikap dan penilaian serta pemikiran individu ketika berhubungan
dengan masyarakat. Karakter individualitas terbentuk tergantung bagaimana
penerimaaan masyarakat terhadap pola perilaku individu tersebut.
Ciri Ciri karakter individualitas:
1. Gaya hidup disesuaikan dengan kesempurnaan masyarakat.
2. Memiliki dorongan ke-akuan dan ke-kitaan.
Keakuan mengacu pada pengabdian terhadap diri sendiri dan kekitaan
mengacu pada pengabdian terhadap dunia luar (Nasution 2009:12)
e) Memiliki Pola Konsensus Secara Normatif
Konsensus merupakan kesepakatan yang tercipta dalam masyarakat. Dalam
hal ini kesepakatan yang dimaksud adalah kesepakatan terhadap peraturan
peraturan yang sudah lama ada di masyarakat dan itu sudah disepakati dari
Ciri-ciri pola konsensus secara normatif :
1. Menciptakan integrasi dalam masyarakat.
2. Konflik dalam masyarakat multikultural menjadi pendukung utama
konsensus (Anwar Yesmin dan Adang , 2010:32-33)
f) Adanya keterlibatan badan kontrol sosial dalam melaksanakan pengendalian
sosial
Badan kontrol sosial menjadi pemegang kekuasaan tertinggi dalam
pengambilan keputusan dalam masyarakat. Badan kontrol sosial yang
dimaksud adalah kelompok masyarakat yang sudah lama ada dan berdiri di
masyarakat dalam bentuk organisasi maupun komunitas. Badan kontrol sosial
yang ada di masyarakat berfungsi sebagai pengendali di masyarakat.
Pemberian hukuman terhadap orang yang menyimpang diberikan oleh badan
kontrol sosial tersebut.
Ciri-cirri keterlibatan badan kontrol sosial dalam melaksanakan pengendalian
sosial :
1. Hukum sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
2. Negara sebagai wadah terciptanya hukum tersebut.
3. Masyarakat berfungsi sebagai pencipta nilai dan norma (Anwar Yesmin
dan Adang , 2010:32-33)
g) Memiliki sifat ketergantungan
Terjadi karena adanya kelebihan dan kekurangan setiap individu dan
kelompok dalam masyarakat. Saling melengkapi kelemahan dan kelebihan
masing masing individu mengakibatkan sifat ketergantungan menjadi hal yang
Ciri-ciri sifat ketergantungan :
1. Terjadi pada masyarakat multikultural.
2. Terjadi ketika masyarakat mengalami globalisasi.
3. Berdampak pada empat bidang yaitu ekonomi, sosial budaya, teknologi
dan politik.
2.3 Pemuda Dalam Gereja
Pemuda dalam konsep sosiologis merupakan produk dan agen perubahan
sosial (agent of change). Naafs dan White (2012:3-4) mengidentifikasikan tiga
gagasan utama dalam pemuda yaitu : Pemuda sebagai generasi yaitu pemuda yang
berperan sebagai penerus dari keberlanjutan sebuah kelompok masyarakat,
Pemuda sebagai transisi yaitu pemuda yang berperan sebagai penggerak
perubahan yang terjadi dalam masyarakat, pemuda sebagai pencipta budaya yaitu
pemuda dipandang sebagai kelompok yang penting dalam masyarakat sebagai
produsen budaya karena dari pemuda kebudayaan mengalami perubahan dari hari
ke hari. Pandangan lain mengenai pemuda bisa kita ketahui dari teori Talcott
Parson (1942) di mana menurut Talcott Parson pemuda merupakan suatu kategori
sosial yang muncul seiring perubahan peran keluarga yang disebabkan oleh
perkembangan kapitalisme.
Gereja bukan sekedar organisasi saja tetapi gereja merupakan kumpulan
dari anggota gereja yang menyadari bahwa mereka memiliki sistem kepercayaan
yang sama. Seksi pemuda merupakan salah satu anggota kelompok dalam gereja.
Pemuda merupakan tumpuan harapan bagi orang tua, bangsa dan gereja, sehingga
psikologis adalah mereka yang masih dalam proses pembentukan kepribadian dan
pengembangan pengetahuan. Gereja merupakan salah satu sarana yang digunakan
dalam keberlangsungan kegiatan agama Kristen. Pertumbuhan dari suatu gereja
dipengaruhi oleh keterlibatan dari anggotanya dalam pelaksanaan pengembangan
gereja.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam gereja dibagi dalam tiga tugas penting
yaitu : bersaksi disebut dengan marturia, melayani yang disebut diakonia,
persekutuan disebut dengan koinonia. Adapun tujuan dari ketiga tugas tersebut
adalah terciptanya kehidupan gereja yang seimbang di masyarakat. Persekutuan
(koinonia) yang tercipta di lembaga agama dijalankan oleh seluruh komponen
gereja.
Pemuda memiliki peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan atau
pengembangan gereja. Seperti halnya di gereja GKPS Huta Rih pemuda berperan
aktif dalam kegiatan gereja. Lembaga agama memiliki peranan dalam membentuk
persekutuan antar anggota kelompok gereja termasuk antar pemuda dalam gereja.
Hal ini ini ditandai dengan kegiatan-kegiatan yang di lakukan pemuda tidak hanya
bersaksi dan melayani tetapi ada juga persekutuan. Kegiatan yang dilakukan oleh
pemuda tidak hanya berfokus pada kegiatan keagamaan yang bersifat religius
saja, tetapi juga berupaya untuk membangun kesatuan atau membangun hubungan
yang baik diantara sesama komponen gereja maupun diluar komponen gereja.
Persekutuan pemuda dalam gereja berfungsi dalam membangun solidaritas antar
anggota pemuda.
Keterlibatan pemuda sangat mempengaruhi perkembangan dari suatu
antusias dalam pelaksanaan kegiatan gereja. Seperti halnya di GKPS Huta Rih,
pemuda berperan aktif dalam kegiatan gereja. Tidak hanya di ibadah umum tetapi
pemuda juga ikut dalam memperlengkapi anak sekolah minggu. Pemuda juga
menyelenggarakan kebaktian khusus unutuk pemuda, ikut dalam aktif adalam
kegiatan-kegiatan sosial seperti mengunjungi keluarga baik dalam kondisi suka
cita maupun duka cita. Pemuda GKPS Huta Rih juga aktif ambil bagian dalam
kegiatan kebersihan seperti kegiatan gotong royong dalam membersihkan
lingkungan gereja.
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG
Manusia memiliki dua sisi dalam kehidupannya, yaitu sebagai makhluk
individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan
kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan
manusia yang lain, selanjutnya kehidupan makluk sosial ini disebut dengan zoon
politicon. Dalam hal ini mengandung makna bahwa manusia memiliki
kemampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain dalam suatu
organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas. Aktualisasi
manusia sebagai makluk sosial, tercermin dalam kehidupan berkelompok
(Deliarnov 2011: 4). Berkelompok dalam kehidupan manusia adalah suatu
kebutuhan, bahkan memiliki tujuan yang berbeda bagi setiap individu di
dalamnya. Tujuan manusia berkelompok adalah untuk meningkatkan kebahagiaan
dan kesejahteraan hidupnya. Apapun bentuk kelompoknya, disadari atau tidak
dengan tujuan meningkatkan kebahagiaan hidupnya. Melalui kelompok manusia
bisa memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya, bahkan bisa dikatakan
kebahagiaan dan keberdayaan hidup manusia hanya bisa dipenuhi dengan cara
berkelompok. Tanpa berkelompok tujuan hidup manusia yaitu mencapai
kebahagiaan dan kesejahteraan tidak akan bisa tercapai.
Hidup sebagai makluk individu dan kelompok manusia memerlukan
sarana dalam pemenuhan kebutuhan dan aktivitasnya. Sebuah sistem dalam
Lembaga sosial merupakan sebuah sistem yang mencakup norma dan peraturan
yang dibuat untuk pemenuhan kebutuhan manusia dan untuk melaksanakan
aktivitas manusia. Baik sebagai makluk individu maupun makluk sosial.Secara
umum fungsi lembaga sosial adalah digunakan untuk mengatur pergaulan hidup
dengan tujaun untuk mencapai suatu tata tertib. Tujuan utama diciptakannya
adalah untuk mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi secara
memadai, juga sekaligus mengatur agar kehidupan sosial warga masyarakat
berjalan dengan lancar dan tertib sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.
Menurut Soejono Soekanto (Murdiyatmoko, 2007: 39-40) lembaga sosial
memiliki fungsi antara lain:
a. Memberikan pedoman pada anggota-anggota masyarakat bagimana mereka
harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah
dalam masyarakat yang bersangkutan.
b. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan dari perpecahan atau
disintegrasi masyarakat.
c. Memberikan pegangan kepada masyakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial artinya sistem pengawasan dari masyarakat terhadap
tingkah laku anggota-anggotanya.
Ada banyak bentuk lembaga sosial yang kita temukan di masyarakat
diantaranya lembaga keluarga, lembaga politik, lembaga ekonomi, lembaga
agama, lembaga pendidikan dan lembaga lainnya yang ada di masyarakat. Salah
satu lembaga yang berpengaruh di masyarakat adalah lembaga agama. Lembaga
agama menjadi salah satu lembaga yang penting dan memiliki keterkaitan dengan
berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya lebih dari perilaku moral. Agama
menawarkan suatu pandangan dunia dan jawaban atas berbagai persoalan yang
membingungkan manusia. Lembaga agama berupaya untuk menemukan pengaruh
sosial dari berbagai macam keyakinan dan menemukan tendensi dari berbagai
jenis keyakinan dan kebiasaan agama tertentu yang berkembang dalam kondisi
sosial tertentu. Pokok persoalan khusus dalam mempelajari lembaga agama adalah
agama itu sendiri dan interaksi yang terjadi dalam agama tersebut.
Agama merupakan institusi penting yang mengatur kehidupan manusia.
Menurut Horton dan Hunt (Murdiyatmoko 2007:46) agama adalah sebuah sistem
keyakinan dan sarana bagi sekelompok orang untuk menanggapi hal yang mereka
rasakan sebagai supranatural dan suci.
Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup :
a. Hubungan manusia dengan Tuhan
Hubungan dengan Tuhan disebut ibadah. Ibadah bertujuan untuk
mendekatkan diri manusia kepada Tuhannya.
b. Hubungan manusia dengan manusia
Agama memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan
kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang
ajaran-ajaran agama mengenai hubungan manusia dengan manusia atau
disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai contoh setiap ajaran
agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
c. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga
manusia dapat melanjutkan kehidupannya.
Sebagai sebuah lembaga sosial, agama berarti sistem keyakinan dan
praktik keagamaan yang penting dari masyarakat, yang telah dibakukan dan
dirumuskan serta dianut secara luas dan dipandang sebagai sesuatu yang
diperlukan dan benar. Asosiasi agama merupakan kelompok orang yang
terorganisasi, yang secara bersama-sama menganut keyakinan dan menjalankan
praktik suatu agama. Sebagaimana lembaga-lembaga lainnya, agama juga
memiliki fungsi atau peran. Peran lembaga agama di bidang sosial adalah sebagai
penentu, agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara
anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang
membantu mempersatukan mereka. Peran agama sebagai sosialisasi individu akan
tampak secara nyata pada saat individu tumbuh menjadi dewasa. Pada saat itu,
individu memerlukan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk
mengarahkan aktivitasnya dalam masyarakat dan berfungsi sebagai tujuan akhir
pengembangan kepribadiannya (Murdiyatmoko, 2007:46-47). Pendidikan agama
merupakan tanggung jawab dari orangtua untuk mengenalkan, memberikan
contoh, dan menanamkan ajaran-ajaran moral kepada anak-anaknya. Agama
mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan
Secara sosiologis bagian yang tidak dapat dipisahkan dari lembaga agama
adalah sarana yang digunakan dalam keberlangsungan kehidupan masyarakat
adalah bangunan yang digunakan tempat berkumpul masyarakat yang menganut
agama tersebut. Salah satu diantaranya adalah gereja. Gereja menjadi komponen
penting dari lembaga agama khususnya agama Nasrani. Gereja merupakan salah
satu media sosial di bidang agama. Kegiatan yang dilaksanakan dalam gereja
dibagi dalam tiga tugas penting yaitu : bersaksi disebut dengan marturia,
melayani yang disebut diakonia, persekutuan disebut dengan koinonia. Ketiga
hal tersebut dilakukan oleh seluruh komponen gereja secara berkesinambungan.
Adapun tujuan dari ketiga tugas tersebut adalah terciptanya kehidupan gereja
yang seimbang di masyarakat. Persekutuan (koinonia) adalah gabungan atau
kerjasama dari dua individu atau lebih untuk memiliki atau menjalankan suatu
kegiatan secara bersama untuk mencapai satu tujuan. Persekutuan (koinonia)
yang tercipta di lembaga agama dijalankan oleh seluruh komponen lembaga
dalam hal melihat ke gereja. Komponen yang terlibat dalam persekutuan gereja
ada anak anak, pemuda dan orang tua. Komponen yang paling produktif dan
memberikan kontribusi bagi keberlangsungan gereja adalah pemuda gereja.
Pemuda dalam konsep sosiologis merupakan produk dan agen perubahan
sosial (agent of change). Naafs dan White (2012:3-4) mengidentifikasikan tiga
gagasan utama dalam pemuda yaitu : Pemuda sebagai generasi yaitu pemuda
yang berperan sebagai penerus dari keberlanjutan sebuah kelompok masyarakat,
Pemuda sebagai transisi yaitu pemuda yang berperan sebagai penggerak
perubahan yang terjadi dalam masyarakat, pemuda sebagai pencipta budaya yaitu