• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Rational Emotive Behavior Therapy untuk Meningkatkan Self Esteem pada Siswa SMP Korban Bullying

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Rational Emotive Behavior Therapy untuk Meningkatkan Self Esteem pada Siswa SMP Korban Bullying"

Copied!
314
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS

RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY

(REBT)

UNTUK MENINGKATKAN

SELF ESTEEM

PADA

SISWA SMP KORBAN

BULLYING

Tesis

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Psikologi

Oleh

ROSYA LINDA HASIBUAN

107029025

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Rosya Linda Hasibuan NIM : 107029025

Kekhususan : Psikologi Pendidikan

Judul Tesis : Efektivitas Rational Emotive Behavior Therapy Untuk

Meningkatkan Self Esteem Pada Siswa SMP Korban Bullying Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi pada Kekhususan Psikologi Pendidikan dalam Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, pada hari Kamis, 27 Juni 2013.

Dewan Penguji

Penguji I / Pembimbing (Rr. Lita Hadiati Wulandari, M.Pd., Psikolog)

NIP. 197002142000122002

Penguji II (Dr. Wiwik Sulistyaningsih, Psikolog)

NIP. 196501122000032001

Medan, 26 Juli 2013

Koordinator Magister Psikologi Profesi Dekan

Fak. Psikologi Universitas Sumatera Utara Fak. Psikologi Universitas Sumatera Utara

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguh – sungguhnya bahwa Tesis yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi pada Kekhususan Pendidikan dalam Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara adalah hasil karya saya sendiri.

Adapun bagian – bagian tertentu dalam penulisan Tesis saya yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam Tesis ini, saya bersedia menerima sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juni 2013

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan kekuatan bagi penulis dalam penyelesaian tesis yang berjudul “Efektivitas Rational Emotive Behavior Therapy Untuk Meningkatkan Self Esteem pada Siswa SMP Korban Bullying”. Tesis ini diajukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini dipersembahkan kepada kedua orangtua tercinta, Ibunda Hj. Rosmila Harahap, A.Md. dan Ayahanda AKP. Salindan Hasibuan, yang selama ini telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan baik materi maupun moril serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh adik penulis, Nurhalimah Putri Winda Hasibuan, AMd.Keb. Andi Saputra Hasibuan dan Anggi Praya Hasibuan yang telah memberi doa dan dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari banyak pihak, untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

(5)

3. Ibu Dr. Wiwik Sulistyaningsih, Psikolog selaku dosen penguji. Terima kasih karena telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan masukan serta saran yang sangat berarti bagi penyempurnaan tesis ini.

4. Seluruh dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, khususnya Ibu Sri Supriyantini, M.Si., Psikolog, Ibu Desvi Yanti Muchtar, M.Si., Psikolog, Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, Psikolog, Kak Dian Ulfasari P., M.Psi., Psikolog, Kak Fasti Rola, M.Psi., Psikolog dan Bang Tarmidi, M.Psi., Psikolog. Terima kasih atas ilmu, bimbingan dan motivasi yang telah diberikan buat penulis.

5. Bapak Supangat Triadi, SE,SS,MS selaku kepala sekolah SMP Perguruan Istiqlal Deli Tua yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di lingkungan SMP Istiqlal Deli Tua dan Bapak Ramlan, S.S. yang telah banyak membantu peneliti selama melakukan penelitian.

6. Bapak Drs. Abdurrachman selaku kepala sekolah SMP Y.P. Singosari dan Ridwan Fatoni, S.Pd. selaku Wakil Kepala Sekolah yang telah memberikan izin dan membantu penulis dalam melakukan uji coba skala penelitian.

7. Seluruh subjek penelitian yang telah bersedia berperan serta dalam penelitian. Semoga terapi yang telah diberikan dapat membantu dan bermanfaat.

8. Yayat Wihadi, S.T., Ummi, Bapak, dan Mita, yang sungguh sangat luar biasa memberikan kasih sayang, doa, perhatian, dan motivasi yang tiada henti-hentinya buat penulis. Sahabat penulis, Daeng, Irma dan Ulfa. Terima kasih atas kebersamaan yang tetap terjalin.

(6)

dan Suri; Angkatan VI, Kak Ema dan Kiki; Angkatan VII, Kak Yenny dan Susi; teman-teman Angkatan V lainnya, Kak Aci, Ayu, Evi, Hirmaningsih, Indi, Ita, Wina, Elna, Mayke, Tata, Vera, Ella, Etty, Iyun, dan Meity. Teman-teman lainnya, Bang Yustian, Kak Maya, Kak Wawa, Kak Tika, Ira, Ayu, dan Ratna. Terima kasih atas kebersamaan, diskusi, dukungan dan semangat yang kita bagi bersama selama proses pendidikan ini berlangsung.

10. Para staff dan pegawai di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Kak Eli, Bang Eko dan Yudi. Terima kasih atas pelayanan yang baik buat peneliti selama menyelesaikan pendidikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam tesis ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan tesis ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga tesis ini bermanfaat.

Medan, Juni 2013 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halamani

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xviiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 15

C. Keaslian Penelitian ... 15

D. Tujuan Penelitian ... 18

E. Manfaat Penelitian ... 18

F. Sistematika Penulisan ... 19

(8)

2. Tanda-tanda bullying ... 22

3. Pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying ... 23

4. Bentuk-bentuk bullying... 27

5. Dampak bullying... 29

B. Self Esteem 1. Pengertian self esteem ... 31

2. Aspek-aspek self esteem ... 33

3. Karakteristik individu dengan self esteem tinggi dan rendah ... 34

4. Perkembangan self esteem remaja ... 37

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi self esteem ... 41

C. Remaja dan Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1. Pengertian remaja ... 44

2. Pengertian siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) …. 45 3. Tugas-tugas perkembangan remaja ... 46

4. Ciri-ciri masa remaja ... 46

5. Perkembangan fisik remaja ... 49

6. Perkembangan kognitif remaja ... 50

7. Perkembangan sosial remaja ... 51

8. Perkembangan emosi remaja ... 53

D. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) 1. Pengertian rational emotive behavior therapy (REBT) ... 53

(9)

3. Teknik-teknik rational emotive behavior therapy (REBT) 56 4. Distorsi kognitif yang diperbaiki dalam rational emotive

behavior therapy (REBT) ... 61

5. Langkah-langkah pelaksanaan rational emotive behavior therapy (REBT) ………. 64

6. Proses rational emotive behavior therapy (REBT) ……... 76

7. Panduan pelaksanaan rational emotive behavior group therapy (REBGT) ... 82

E. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) Untuk Meningkatkan Self Esteem Pada Remaja Korban Bullying ... 88

F. Hipotesis ... 95

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian ... 96

B. Definisi Operasional 1. Self esteem ... 96

2. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) ... 97

C. Subjek Penelitian ... 101

D. Metode Pengumpulan Data 1. Skala ………... 103

2. Tes psikologi ... 105

3. Lembar tugas dan buku tugas rumah subjek ... 106

(10)

1. Tahap persiapan penelitian ... 107

a. Penyusunan Skala Bullying ……….. 107

b. Penyusunan Skala Self Esteem ………. 108

c. Uji coba Skala Self Esteem ……… 109

1) Validitas alat ukur ……….... 110

2) Daya beda aitem ……….. 110

3) Uji reliabilitas ………. 111

d. Hasil uji coba Skala Self Esteem ……….. 112

e. Penyusunan norma kategorisasi Skala Self Esteem …... 113

f. Penyusunan modul rational emotive behavior therapy…. 114 g. Uji coba dan evaluasi modul rational emotive behavior therapy ………... 126

h. Seleksi subjek penelitian ………... 127

i. Penyusunan rancangan eksperimen ……….. 129

2. Tahap pelaksanaan penelitian ... 130

F. Metode Analisa Data ... 132

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ... 134

B. Kategorisasi Subjek Penelitian ... 135

C. Hasil Uji Asumsi 1. Uji normalitas sebaran ... 136

(11)

1. Hasil analisis data kelompok ... 138

2. Hasil analisis data individual ... 141

a. Subjek A ………... 141

b. Subjek B ………... 148

c. Subjek C ………... 156

d. Subjek D ………... 162

e. Subjek E ………... 169

E. Pembahasan 1. Pembahasan data kelompok ... 176

2. Pembahasan data individual ... 183

3. Kelemahan penelitian ... 188

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 189

B. Saran-saran ... 189

DAFTAR PUSTAKA ... 192

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kegiatan REBT untuk Meningkatkan Self Esteem …..………... 99

Tabel 2 Indikator Keberhasilan Pengerjaan Tugas ………... 106

Tabel 3 Blue Print Skala Self Esteem Sebelum Uji Coba ………. 109

Tabel 4 Blue Print Skala Self Esteem Setelah Uji Coba ………... 112

Tabel 5 Blue Print Penomoran Aitem Yang Baru Skala Self Esteem …... 113

Tabel 6 Skor Hipotetik Variabel Self Esteem ………... 114

Tabel 7 Norma Kategorisasi Self Esteem ……….. 114

Tabel 8 Materi Modul REBT ……… 116

Tabel 9 Hasil Seleksi Subjek Penelitian Berdasarkan Skor Skala ……… 128

Tabel 10 Jadwal Pertemuan Terapi REBT ………. 131

Tabel 11 Karakteristik Subjek Berdasarkan Usia ………... 134

Tabel 12 Karakteristik Subjek Berdasarkan Pendidikan ……… 134

Tabel 13 Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 134

Tabel 14 Karakteristik Subjek Berdasarkan Frekuensi Mengalami Bullying…….……… 134

Tabel 15 Karakteristik Subjek Berdasarkan Inteligensi ………...….. 134

Tabel 16 Kategorisasi Subjek Berdasarkan Self Esteem ………. 135

Tabel 17 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Sebaran Skala Self Esteem….. 137

Tabel 18 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ……… 137

(13)

Tabel 20 Hasil Uji Komparatif Kelompok Eksperimen dengan Kontrol ... 139

Tabel 21 Hasil Uji Komparatif Kelompok Eksperimen dan Kontrol ……. 140

Tabel 22 Hasil Uji Komparatif Kelompok Eksperimen dan Kontrol ……. 140

Tabel 23 Rangkuman Skor Skala Self Esteem Subjek A ……… 142

Tabel 24 Rangkuman Skor Skala Self Esteem Subjek B ……… 149

Tabel 25 Rangkuman Skor Skala Self Esteem Subjek C ……… 157

Tabel 26 Rangkuman Skor Skala Self Esteem Subjek D ……… 163

Tabel 27 Rangkuman Skor Skala Self Esteem Subjek E ……… 170

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Kerangka teoritis penelitian ……… 94 Gambar 2 Rancangan eksperimen ……….. 130 Gambar 3 Perbandingan skor self esteem antara subjek A dengan mean

kelompok REBT ………. 142

Gambar 4 Perbandingan skor self esteem antara subjek B dengan mean

kelompok REBT ……….. 149

Gambar 5 Perbandingan skor self esteem antara subjek C dengan mean

kelompok REBT ……… 156

Gambar 6 Perbandingan skor self esteem antara subjek D dengan mean

kelompok REBT ……….. 163

Gambar 7 Perbandingan skor self esteem antara subjek E dengan mean

kelompok REBT ……… 170

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Mentah Skor Uji Coba Skala Self Esteem ……… 1

Lampiran 2 Analisa I Reliabilitas Skala Uji Coba ……...……… 19

Lampiran 3 Analisa II Reliabilitas Skala Uji Coba ……...………. 26

Lampiran 4 Analisa III Reliabilitas Skala Uji Coba ……...……..……….. 31

Lampiran 5 Skala Bullying dan Self Esteem ……….. 35

Lampiran 6 Lembar Harapan Peserta ………... 43

Lampiran 7 Draf Tata Tertib Terapi ………. 44

Lampiran 8 Lembar Tugas 1 (Peristiwa, Pikiran, Perasaan, Serta Perilaku . 45 Lampiran 9 Lembar Materi Self Esteem ………... 46

Lampiran 10 Lembar Tugas 2 (My Self Esteem) ……… 51

Lampiran 11 Lembar Tugas 3 (Negative Self - Stateman) ………. 52

Lampiran 12 Lembar Tugas 4 (Fakta vs Opini) ………. 53

Lampiran 13 Lembar Tugas 5 (Positive Self-Statement) ……… 54

Lampiran 14 Lembar Tugas 6 (Hal Positif Dariku) ………... 55

Lampiran 15 Lembar Tugas 7 (Komitmen Perubahan) ……….. 56

Lampiran 16 Lembar Tugas 8 (Daftar Hadiah) ……….. 57

Lampiran 17 Buku Tugas Rumah ……….. 58

Lampiran 18 Pedoman Wawancara ……… 64

(16)

Kontrol Saat Post Test 1 ………... 66 Lampiran 21 Data Skor Self Esteem Kelompok Eksperimen dan Kelompok

Kontrol Saat Post Test 2……… 67

Lampiran 22 Data Skor Self Esteem ………... 68 Lampiran 23 Rangkuman Data Skor Aspek-Aspek Self Esteem …………... 68 Lampiran 24 Deskripsi Mean Hipotetik Kelompok Eksperimen

Berdasarkan Aspek Self Esteem ………. 68 Lampiran 25 Hasil Uji Asumsi……… 69 Lampiran 26 Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Eksperimen (Pretest dengan

Post Test 1) ………... 70

Lampiran 27 Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Eksperimen (Post Test 1

dengan Post Test 2) ……….. 71

Lampiran 28 Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Kontrol (Pretest dengan Post

Test 1) ………... 72

Lampiran 29 Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Kontrol (Post Test 1 dengan

Post Test 1) ………... 73

Lampiran 30 Hasil Uji Mann-Whitney Test Antara Kelompok Eksperimen

dan Kontrol (Pretest, Post Test 1 dan Post Test 2) …………... 74

Lampiran 31 Modul REBT ………. 75

(17)
(18)

EFEKTIVITAS RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENINGKATKAN SELF ESTEEM PADA

SISWA SMP KORBAN BULLYING

Rosya Linda Hasibuan dan Rr. Lita Hadiati Wulandari

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas rational emotive behavior therapy (REBT) untuk meningkatkan self esteem pada siswa SMP korban bullying. Rational emotive behavior therapy adalah terapi yang berusaha mengubah pikiran irasional menjadi rasional sehingga subjek memiliki perasaan berharga, mampu, dan diterima. Terapi berlangsung selama 10 jam yang disajikan dalam 4 sesi dan setiap sesinya berlangsung sekitar 2,5 jam.

Subjek penelitian adalah 10 siswa SMP korban bullying secara fisik, verbal dan relasional, memiliki self esteem yang rendah dan skor IQ minimal rata-rata serta dibagi secara acak 5 ke dalam kelompok eksperimen dan 5 kelompok kontrol. Metode pengumpulan data menggunakan Skala Self Esteem, lembar tugas, buku rumah subjek dan wawancara. Analisis data adalah statistik nonparametrik, yakni uji komparatif (Mann Whitney dan Wilcoxon) untuk membandingkan perubahan skor self esteem pada kelompok eksperimen dan kontrol.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa rational emotive behavior therapy terbukti efektif meningkatkan self esteem dari kategori rendah (pretest) menjadi kategori sedang (post test) dan tetap bertahan setelah 2 minggu perlakuan (p < 0,05). Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa rational emotive behavior therapy akan memberikan hasil yang lebih optimal apabila diberikan kepada subjek yang memiliki kapasitas intelektual rata-rata atas dan aktif selama sesi terapi berlangsung.

(19)

THE EFFECTIVENESS OF RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) TO INCREASE SELF ESTEEM ON

JUNIOR HIGH SCHOOL - BULLIED VICTIM

Rosya Linda Hasibuan dan Rr. Lita Hadiati Wulandari

Abstract

This research is aimed to investigate the effectiveness of rational emotive behavior therapy (REBT) in order to increase self esteem on junior high school – bullied victim. Rational emotive therapy is a therapy that aimed at changing irrational to be rational thinking so subject may feel him/herself valuable, adequate and accepted. Therapy takes place for ten hours and presented in four sessions with each session takes place about 2,5 hours.

Subjects are 10 junior high school – students who physically, verbally and relationally bullied, have low self-esteem and score averagely minimum for IQ. They were divided randomly into five experimental groups and five control groups. Data were collected using Self-Esteem Scale, task sheet, subject house book and interview. Data analysis used non-parametcric statistics, that was comparative test (Mann Whitney and Wilcoxon) to compare the alteration of self-esteem scores on experimental and control groups.

The results showed that rational emotive behavior therapy proven to be effective to increase self-esteem from low-category (pretest) to medium-category (post-test) and remains two weeks after the treatment given (p < 0,05). Analysis of qualitative data showed that rational emotive behavior therapy will be more optimal if given to a subject whose intellectual capacity is upper average and is actively involved when therapy is taking place.

(20)

EFEKTIVITAS RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENINGKATKAN SELF ESTEEM PADA

SISWA SMP KORBAN BULLYING

Rosya Linda Hasibuan dan Rr. Lita Hadiati Wulandari

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas rational emotive behavior therapy (REBT) untuk meningkatkan self esteem pada siswa SMP korban bullying. Rational emotive behavior therapy adalah terapi yang berusaha mengubah pikiran irasional menjadi rasional sehingga subjek memiliki perasaan berharga, mampu, dan diterima. Terapi berlangsung selama 10 jam yang disajikan dalam 4 sesi dan setiap sesinya berlangsung sekitar 2,5 jam.

Subjek penelitian adalah 10 siswa SMP korban bullying secara fisik, verbal dan relasional, memiliki self esteem yang rendah dan skor IQ minimal rata-rata serta dibagi secara acak 5 ke dalam kelompok eksperimen dan 5 kelompok kontrol. Metode pengumpulan data menggunakan Skala Self Esteem, lembar tugas, buku rumah subjek dan wawancara. Analisis data adalah statistik nonparametrik, yakni uji komparatif (Mann Whitney dan Wilcoxon) untuk membandingkan perubahan skor self esteem pada kelompok eksperimen dan kontrol.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa rational emotive behavior therapy terbukti efektif meningkatkan self esteem dari kategori rendah (pretest) menjadi kategori sedang (post test) dan tetap bertahan setelah 2 minggu perlakuan (p < 0,05). Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa rational emotive behavior therapy akan memberikan hasil yang lebih optimal apabila diberikan kepada subjek yang memiliki kapasitas intelektual rata-rata atas dan aktif selama sesi terapi berlangsung.

(21)

THE EFFECTIVENESS OF RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) TO INCREASE SELF ESTEEM ON

JUNIOR HIGH SCHOOL - BULLIED VICTIM

Rosya Linda Hasibuan dan Rr. Lita Hadiati Wulandari

Abstract

This research is aimed to investigate the effectiveness of rational emotive behavior therapy (REBT) in order to increase self esteem on junior high school – bullied victim. Rational emotive therapy is a therapy that aimed at changing irrational to be rational thinking so subject may feel him/herself valuable, adequate and accepted. Therapy takes place for ten hours and presented in four sessions with each session takes place about 2,5 hours.

Subjects are 10 junior high school – students who physically, verbally and relationally bullied, have low self-esteem and score averagely minimum for IQ. They were divided randomly into five experimental groups and five control groups. Data were collected using Self-Esteem Scale, task sheet, subject house book and interview. Data analysis used non-parametcric statistics, that was comparative test (Mann Whitney and Wilcoxon) to compare the alteration of self-esteem scores on experimental and control groups.

The results showed that rational emotive behavior therapy proven to be effective to increase self-esteem from low-category (pretest) to medium-category (post-test) and remains two weeks after the treatment given (p < 0,05). Analysis of qualitative data showed that rational emotive behavior therapy will be more optimal if given to a subject whose intellectual capacity is upper average and is actively involved when therapy is taking place.

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu lembaga formal yang ditempuh oleh sebagian besar individu untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan moral. Lingkungan pendidikan seharusnya dapat menjadi sebuah wadah yang sehat, kondusif dan aman agar individu dapat bereksplorasi dan mengembangkan diri di dalamnya. Akan tetapi akhir-akhir ini kerap terjadi berbagai perilaku dan aksi kekerasan yang mengkhawatirkan di lingkungan pendidikan, baik yang dilakukan guru terhadap siswa maupun antar siswa. Salah satu fenomena yang cukup banyak beredar di media adalah kasus kekerasan antar siswa yang terjadi di lingkungan sekolah yang dikenal dengan istilah bullying. Bullying merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah, dilakukan dengan sengaja dan bertujuan untuk melukai korbannya secara fisik maupun emosional (Coloroso, 2007).

(23)

menggigit, memiting, meludahi, merusak pakaian dan barang-barang korbannya. Bullying secara verbal dapat berupa memberikan nama julukan, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan, e-mail yang mengintimidasi, mengirimkan pesan singkat atau surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan, gosip, telepon yang kasar, dan pernyataan-pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual. Sementara bullying secara relasional dapat berupa pelemahan harga diri korbannya secara sistematis melalui mengabaian, pengucilan, pengecualian, atau penghindaran serta digunakan untuk mengasingkan atau menolak korban secara sengaja dan merusak persahabatan. Bullying secara relasional dapat juga berupa sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek, lirikan mata dan bahasa tubuh yang kasar.

(24)

Bullying juga menjadi masalah umum di Kanada, 8% dari siswa di Kanada menjadi korban bullying, biasanya sekali per minggu bahkan lebih. Selain itu survei di Ontario selama tahun ajaran 2001 menunjukkan bahwa sebanyak sepertiga sampai seperempat dari sekitar 225.000 siswa terlibat dalam beberapa bentuk bullying, baik sebagai korban atau sebagai pelaku (McEachhern, et al. dalam Aluedse, 2006). Survei yang dilakukan oleh Galea dkk. (2010) di Rumania pada 264 siswa (141 perempuan dan 123 laki-laki; 112 siswa dari kelas 5-6 dan 152 siswa dari kelas 7-8) dengan rentang usia antara 10 dan 14 tahun menunjukkan bahwa 3,8% dari siswa mengalami bullying sekali seminggu atau lebih dalam 3 bulan terakhir, dan 40,5% dari siswa mengalami bullying lebih sering dari seminggu sekali dalam 3 bulan terakhir. Selain itu penelitian juga dilakukan oleh Wang dkk. (2009) yang menguji bentuk-bentuk perilaku bullying pada 7.508 remaja di Amerika dan hubungannya dengan karakterisitik demografik, dukungan orangtua dan teman. Salah satu hasilnya diperoleh bahwa sebesar 20,8% remaja mengalami bullying secara fisik, 53,6% secara verbal, 51,4% secara sosial, dan 13,6% melalui elektronik, paling tidak sekali dalam dua bulan terakhir.

(25)

dengan menggantung diri di dalam kamar mandi. Kematian siswi sekolah dasar ini dipicu oleh rasa minder dan frustrasi karena sering diejek sebagai anak tukang bubur oleh teman-teman sekolahnya. Selain itu Linda Utami yang merupakan remaja berusia 15 tahun dan berdomisili di Jakarta juga mengalami bullying berupa ejekan dari temannya karena tidak naik kelas sehingga membuatnya depresi (dalam Suryanto, 2007).

Kasus bullying di atas hanya beberapa dari sekian kasus yang terjadi dalam institusi pendidikan di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Yayasan Sejiwa, dan LSM PLAN Indonesia pada tahun 2008 terhadap remaja di tiga kota besar, yakni di Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta, menemukan sekitar 67% dari 1500 remaja yang dijadikan responden, pernah mengalami bullying di sekolahnya. Selain itu bullying juga terjadi di beberapa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian Sonia (2009) mengenai perbedaan depresi ditinjau dari kategori bullying dan jenis kelamin siswa pada beberapa Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Petisah, diketahui bahwa dari 214 remaja, 83 orang dikategorikan sebagai pelaku bullying (bully), 63 orang sebagai korban (victim), 68 orang sebagai bully-victim (pelaku dan korban), dan 186 orang tergolong neutral yaitu yang melakukan atau mengalami bullying satu sampai dua kali dalam beberapa bulan terakhir.

(26)

(11 siswa) dikategorikan terlibat perilaku bullying tinggi, 67,1% (53 siswa) dikategorikan terlibat perilaku bullying sedang, dan 19% (15 siswa) dikategorikan terlibat perilaku bullying rendah. Bentuk perilaku bullying yang paling sering dilakukan siswa adalah physical bullying (41,44%), menyusul verbal bullying (31,19%), dan relational bullying (28,47%).

Banyaknya fenomena bullying yang terjadi dalam institusi pendidikan karena ada beberapa karakteristik siswa yang membuatnya rentan menjadi korban bullying. Siswa yang umumnya menjadi korban bullying adalah siswa yang lemah, pemalu, pendiam dan spesial (cacat, tertutup, pandai, cantik, atau memiliki ciri fisik tertentu) yang dapat menjadi bahan ejekan (Astuti, 2008). Selanjutnya Coloroso (2007) menyatakan bahwa siswa yang termuda di sekolah, siswa yang memasuki lingkungan baru, cerdas, berbakat, memiliki kelebihan, memiliki postur tubuh yang gemuk atau kurus, memiliki ciri fisik yang berbeda, mengalami ketidakcakapan mental atau fisik, pernah mengalami trauma, penurut, perilakunya dianggap mengganggu, tidak suka berkelahi tetapi lebih suka menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, pemalu, miskin atau kaya, serta siswa yang dipandang memiliki ras etnis, orientasi gender dan agama yang inferior akan lebih rentan menjadi korban bullying.

(27)

korban, menggunakan kesalahan, kritikan dan tuduhan yang keliru untuk memproyeksikan ketidakcakapan mereka kepada targetnya, tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya, tidak memiliki pandangan terhadap masa depan, dan haus pada perhatian. Hal tersebut juga sejalan dengan yang dikemukakan Olweus (2003) bahwa siswa yang memiliki sikap positif terhadap kekerasan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan bullying. Selain itu pelaku bullying memiliki tingkah laku yang cenderung impulsif, memiliki keinginan untuk mendominasi orang lain, kurang atau tidak berempati kepada korban dan cenderung memandang positif diri sendiri.

(28)

akademik para korbannya. Mereka mungkin akan mundur lebih jauh lagi ke dalam pengasingan karena tidak mampu mengontrol hidupnya dengan cara-cara yang konstruktif.

Menurut Peterson (dalam Berthold dan Hoover, 2000), bullying akan mempengaruhi self esteem korbannya dan hal tersebut merupakan pengaruh yang ditimbulkan dari pengaruh jangka panjang. Demikian pula Olweus (dalam Berthold dan Hoover, 2000) menyatakan bahwa bullying memiliki pengaruh yang besar bagi kehidupan korbannya hingga dewasa. Saat masa sekolah akan menimbulkan depresi dan perasaan tidak bahagia untuk mengikuti sekolah, karena dihantui oleh perasaan cemas dan ketakutan. Selain itu menurut Swearer, dkk. (2010) korban bullying juga merasa sakit, menjauhi sekolah, prestasi akademik menurun, rasa takut dan kecemasan meningkat, adanya keinginan bunuh diri, serta dalam jangka panjang akan mengalami kesulitan-kesulitan internal yang meliputi rendahnya self esteem, kecemasan, dan depresi.

(29)

menghindari interaksi sosial, lebih tertutup, memiliki sedikit teman, terisolasi, dan merasa kesepian.

Penelitian yang dilakukan di Swedia mengenai dampak bullying terhadap korbannya menunjukkan bahwa remaja yang saat berusia 16 tahun pernah mengalami bullying akan mengalami penurunan self esteem dan peningkatan kadar depresi (Olweus dalam Arseneault, dkk., 2009). Demikian pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hawker dan Boulton yang menunjukkan bahwa korban bullying cenderung merasa kesepian, depresi dan memiliki self esteem yang rendah (dalam Beran & Shapiro, 2005). Korban bullying cenderung menunjukkan gejala peningkatan kecemasan dan depresi (Hodges & Perry dalam Arseneault dkk., 2009), self esteem yang rendah dan keterampilan sosial yang buruk (Egan & Perry, dalam Arseneault, dkk., 2009). Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Craig; Nansel dkk.; Slee; Rigby; dan Tehrani juga menemukan bahwa bullying memiliki dampak negatif bagi korbannya antara lain korbannya merasakan kecemasan, kesepian, depresi, stres, melakukan tindakan bunuh diri dan absen dari sekolah (dalam Schoen & Schoen, 2010). Selain itu self esteem korbannya juga menjadi rendah (Hodges & Perry dalam Schoen & Schoen, 2010). Akibat kejadian bullying yang dialami korban, korban yang pada awalnya memiliki self esteem yang rendah (Collins & Bell, dalam Moutappa, 2004) akan semakin mengalami penurunan self esteem (Bjorkqvist dkk.; Boulton & Smith; Callaghan & Joseph; Olweus; Rigby & Slee, dalam Pontzer, 2009).

(30)

tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) ketika mengalami bullying, namun tidak berdaya menghadapi kejadian bullying yang menimpa mereka. Dalam jangka panjang emosi-emosi tersebut dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri dan merasa bahwa dirinya tidak berharga.

Uraian sebelumnya menunjukkan bahwa salah satu dampak yang dialami korban bullying adalah perubahan self esteem menjadi lebih rendah. Self esteem merupakan penilaian sesorang terhadap gambaran dirinya dalam berbagai aspek kehidupan (Pintrich & Schunk dalam Woolfolk, 2004). Self esteem merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu berdasarkan pada seberapa mampu mereka dalam menjalankan tugas, seberapa baik mereka memenuhi standart etis atau agama, seberapa besar mereka merasa dicintai dan merasa diterima oleh lingkungannya, dan seberapa besar pengaruh yang mereka miliki (Coopersmih dalam Mruk, 2006).

(31)

memiliki aspirasi dan usaha untuk mencapai tujuannya, serta membatasi diri saat berhubungan dengan orang lain.

Self esteem penting bagi remaja karena dapat membantu remaja dalam pencarian identitas dirinya, yang merupakan salah satu tugas perkembangan yang krusial pada masa remaja (Ericson dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2001). Melalui self esteem, seorang remaja dapat mengevaluasi dirinya sendiri berdasarkan pada perasaan keberhargaan dirinya yang bisa berupa perasaan-perasaan positif atau negatif (Rosenberg dalam Mruk, 2006).

Adanya masalah self esteem pada seorang remaja dapat mempengaruhi perkembangannya. Remaja membutuhkan self esteem yang positif agar dapat mencapai keberhasilan dalam berbagai aspek. Apabila tidak mendapatkan perhatian yang serius, masalah rendahnya self esteem ini dapat menimbulkan efek yang jauh lebih negatif (Santrock, 2007). Penelitian yang dilakukan Redden pada tahun 2000 menemukan bahwa self esteem yang cenderung tinggi memiliki hubungan yang erat dengan motivasi instrinsik dan prestasi akademis yang lebih baik (dalam Patil, dkk., 2009). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Mann dkk. menemukan bahwa individu dengan self esteem rendah menunjukkan keberhasilan yang rendah di sekolah (dalam Bos, Murris, Mulkens & Schaalma, 2006). Dari segi hubungan sosial, penelitian yang dilakukan Donders dan Verschueren menemukan bahwa individu dengan self esteem rendah biasanya kurang diterima oleh teman-temannya (dalam Bos, Murris, Mulkens & Schaalma, 2006).

(32)

akademis, ketergantungan, perlawanan terselubung, dan merasa depresi. Selain itu mereka juga mengalami kecemasan, merasa terasing, tidak dicintai, menarik diri dari situasi sosial, kurang mampu memecahkan masalah dan sulit mengambil keputusan, cenderung menerima umpan balik negatif sebagai sesuatu yang benar, serta berkurangnya kepuasan terhadap penyelesaian kerja.

Berdasarkan uraian sebelumnya diketahui bahwa dampak bullying bagi remaja yang menjadi korbannya dapat membuat self esteem korbannya menjadi rendah. Padahal self esteem bagi remaja sangat penting karena berpengaruh dalam menentukan kesuksesan dan kegagalan diberbagai tugas kehidupan remaja (Andrews; Harter dalam Boden, Ferfusson & Horwood, 2008). Semakin muda usia individu, maka perubahan self esteem yang dialami akan dapat bertahan lebih lama (Koniak-Griffin dalam Coetzee, 2009). Oleh sebab itu, peneliti berpendapat perlu segera dilakukan usaha untuk meningkatkan self esteem korban bullying yaitu melalui intervensi rational emotive behavior therapy (REBT).

Self esteem yang rendah pada korban bullying ditunjukkan oleh adanya pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan irasional yaitu mereka berpikir kalau mereka lebih bodoh dan lebih lemah dibandingkan pelaku bullying, serta merasa kalau mereka memang pantas mengalami bullying. Hal ini senada dengan penuturan oleh salah satu remaja (siswa SMP) korban bullying.

“Aku memang ngerasa aku lemah kak dibandingkan dia. Trus aku memang bodoh dari dia, makanya dia suka ngejek-ngejak aku. Pernah kemarin aku salah ngerjain tugas di papan tulis, lansunglah dia ngejek aku. Kurasa pun aku ya memang bodoh lah.”

(33)

“Aku rasa aku memang gak akan sanggup ngelawan mereka kak. Aku ini apa lah. Gak kuat, badanku kecil. Mereka besar-besar. Makanya aku yang suka disuruh-suruh dan dipukul kalau gak mau nurutin kata-kata mereka.” (Komunikasi Personal, 20 April 2013)

Korban bullying juga takut untuk datang ke sekolah karena mereka berpikir akan mengalami bullying bila mereka tiba di sekolah. Mereka merasa kalau semua orang memandang mereka secara negatif dan merasa tidak mampu meraih kesuksesan dalam hidupnya (Elliott, 2002).

“Aku malas datang ke sekolah, kalau aku datang, mereka setiap hari ngejek-ngejek aku, ngetawain aku. Apapun mereka lakukan biar aku sedih.”

(Komunikasi Personal, 20 April 2013)

Ngapain ke sekolah, kawanku jahat-jahat. Bisanya cuma jahatin aku. Aku diejek, didorong-dorong, ditokok kepalaku, malas aku. Bagusan di rumah, tenang. Aku pun pernah bilang sama orangtuaku, aku gak mau lagi sekolah, tapi orangtuaku gak bolehin kak.”

(Komunikasi Personal, 20 April 2013)

Gak tau juga aku kenapa mereka gitu. Mungkin aku bodoh, nilaiku jelek, aku gak pande bergaya kayak mereka.”

(Komunikasi Personal, 20 April 2013)

Self esteem yang rendah pada korban bullying diharapkan dapat ditingkatkan karena REBT merupakan salah satu intervensi psikologis yang dapat memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, pikiran, keyakinan serta pandangan-pandangan seseorang yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar individu dapat mengembangkan diri (Ellis, 2007).

(34)

dan perasaan-perasaan irasional yang mengarah pada penurunan self esteem. DiGiuseppe (dalam Ollendick & Schroeder, 2003) juga menyatakan bahwa REBT telah berhasil dalam mengatasi masalah self esteem yang rendah, depresi, kecemasan, ketakutan, dan fobia pada sesuatu hal, serta mengatasi bullying, vandalism, underachievement, agresi, obesitas, dan isolasi sosial.

Beberapa tokoh menyatakan bahwa REBT dapat mengatasi self esteem yang rendah. Selain itu juga dapat mengatasi masalah seperti fobia, kemarahan, depresi, underachievement, motivasi yang rendah, masalah hubungan interpersonal, kecemasan, impulsif, perilaku menyontek, agresi, dan perfoma kerja (Bernard, Ellis & Tafrate, Wilde, Yankura dalam Vernon, 2002). Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan Rieckert (2000) terhadap 28 orang wanita yang mempunyai riwayat kekerasan seksual pada masa kanak-kanak, menunjukkan bahwa REBT secara signifikan dapat meningkatkan self esteem mereka. Selain itu REBT juga dapat mengurangi depresi, kemarahan, perasaan bersalah, dan kecemasan pada mereka.

(35)

memberi dan menerima saran, pendapat serta umpan balik dari anggota lainnya, yang tentunya tidak terdapat pada REBT yang disajikan secara individual (Corey & Corey dalam Ellis & Bernard, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Ford (dalam Ellis & Bernard, 2006) menunjukkan bahwa REBGT telah sukses digunakan untuk membantu meningkatkan self esteem dan mengatasi berbagai gangguan seperti masalah kecemasan, gangguan penyesuaian, dan ketidakmampuan belajar. Disamping itu Dryden (dalam Christner, Jessica & Freeman, 2007) menyatakan bahwa REBGT telah digunakan untuk menangani berbagai masalah seperti self esteem, depresi, kecemasan interpersonal, bulimia, ADHD, dan masalah perkawinan.

Berdasarkan pertimbangan dari penelitian sebelumnya bahwa REBT cukup efektif dalam meningkatkan self esteem, dapat merubah perasaan maupun pemikiran irasional dan proses berfikir yang salah, serta dengan pertimbangan bahwa REBT lebih efektif digunakan dalam kelompok (REBGT), maka peneliti tertarik untuk menggunakan REBT yang disajikan dalm kelompok sebagai cara untuk meningkatkan self esteem siswa korban bullying.

(36)

Berfokus pada siswa SMP yang berada pada tahap remaja awal dilakukan dengan pertimbangan bahwa puncak terjadinya bullying berada pada kelompok usia remaja awal (Zeigler & Manner, dalam Coloroso, 2003), dan Banks (1997) mengatakan bahwa direct bullying akan meningkat pada masa Sekolah Dasar dan mencapai puncaknya pada masa SMP (pada usia remaja awal), sehingga diperkirakan akan berpeluang lebih memberikan dampak buruk pada self esteem remaja siswa SMP. Sementara self esteem sangat penting bagi seorang remaja karena berpengaruh dalam menentukan kesuksesan dan kegagalan diberbagai tugas kehidupan remaja. Bahkan dapat menimbulkan dampak yang lebih serius dalam waktu jangka panjang. Dengan demikian, peneliti memandang masalah self esteem pada remaja siswa SMP perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas rational emotive behavior therapy (REBT) dalam meningkatkan self esteem pada siswa SMP korban bullying.

C. Keaslian Penelitian

(37)

terhadap depresi pada remaja awal korban bullying. Penelitian tentang treatmen misalnya penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2005) tentang pembentukan jaringan orangtua siswa untuk mengatasi bullying di SMA di Jakarta, Widyaatmaja (2006) tentang strategi reeducative untuk mengurangi perilaku bullying verbal pada siswa SMA, Khairani (2006) tentang pencegahan perilaku bullying di sekolah dasar menggunakan modul program pendidikan, Gultom (2006) tentang upaya pengurangan kasus bullying dengan menanamkan pemahaman dan awareness mengenai bullying pada guru-guru SMA di Jakarta, dan Warouw (2007) tentang memberdayakan guru dalam upaya mengurangi bullying dengan Appreciative Inquiry. Akan tetapi belum ada penelitian lain yang menggunakan treatmen REBT dalam kelompok untuk mengatasi self esteem pada korban bullying.

(38)

efektivitas terapi rasional emotif dalam mengurangi pikiran tidak rasional dan stres pada perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Peneliti menemukan beberapa penelitian tentang self esteem di Universitas Sumatera Utara, namun kebanyakan lebih melihat hubungan antara self esteem dengan aspek lainnya, sedangkan penelitian tentang upaya peningkatan/ mengubah self esteem menjadi lebih tinggi belum pernah dilakukan. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2008) tentang hubungan self esteem dengan asertifitas pada remaja, Oktario (2008) tentang self esteem remaja panti asuhan. Selain itu peneliti juga menemukan beberapa penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan self esteem tetapi dengan menggunakan intervensi selain REBT, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Indraswari (2012) tentang teknik restrukturisasi kognitif, visualisasi dan memperbaiki penampilan diri untuk meningkatkan self esteem, penelitian Hutahaehan (2012) tentang pelatihan untuk peningkatan self esteem pada mahasiswa Universitas Indonesia yang mengalami distress psikologi, dan penelitian Larasati (2012) tentang meningkatkan self esteem dengan metode self instruction.

(39)

Dengan demikian, sepengetahuan peneliti, penelitian ini dapat dianggap orisinil.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah rational emotive behavior therapy (REBT) efektif untuk meningkatkan self esteem pada siswa SMP korban bullying.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis penelitian

a. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu psikologi terutama di bidang psikologi pendidikan, khususnya mengenai gambaran efektivitas rational emotive behavior therapy pada remaja dan memberikan gambaran kasus bullying yang terjadi pada siswa di sekolah.

(40)

2. Manfaat praktis penelitian

a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa korban bullying untuk meningkatkan self esteem mereka sehingga dengan perubahan tersebut mereka dapat memiliki identitas diri yang positif dan pada akhirnya dapat mengoptimalkan proses belajar di sekolah dan mengembangkan hubungan interpersonal yang lebih baik dengan teman-temannya maupun orang-orang disekitarnya.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi pada orangtua dan sekolah mengenai fenomena bullying yang dapat membuat self esteem dari korbannya menjadi rendah dan penggunaan rational emotive behavior therapy sebagai salah satu intervensi dan sarana memahami self esteem siswa korban bullying.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi atau bahan pertimbangan bagi para terapis yang ingin menerapkan rational emotive behavior therapy pada siswa korban bullying.

F. Sistematika Penulisan

Tesis ini terdiri dari lima bagian, yang terdiri dari sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan

(41)

Bab II : Landasan teori

Bab ini berisi dasar-dasar teori yang digunakan untuk mendukung penelitian yang dilakukan. Teori yang digunakan merupakan teori yang terkait degan bullying, self esteem, remaja dan siswa SMP, rational emotive behavior therapy (REBT). Bab III : Metode penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai variabel penelitian, defenisi operasional, subjek penelitian, metode pengumpulan data, prosedur penelitian dan metode analisa data.

Bab IV : Hasil penelitian dan pembahasan

Bab ini berisi mengenai hasil pelaksanaan intervensi serta pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan saran

(42)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Bullying

1. Pengertian bullying

Bullying merupakan suatu perilaku negatif berulang yang bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain, baik satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu melawannya (Olweus, 2006). Menurut American Psychiatric Association (APA) (dalam Stein dkk., 2006), bullying adalah perilaku agresif yang dikarakteristikkan dengan 3 kondisi yaitu (a) perilaku negatif yang bertujuan untuk merusak atau membahayakan (b) perilaku yang diulang selama jangka waktu tertentu (c) adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang terlibat.

Menurut Coloroso (2007), bullying merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah, dilakukan dengan sengaja dan bertujuan untuk melukai korbannya secara fisik maupun emosional. Rigby (dalam Astuti, 2008), menyatakan bullying merupakan perilaku agresi yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus, terdapat kekuatan yang tidak seimbang antara pelaku dan korbannya, serta bertujuan untuk menyakiti dan menimbulkan rasa tertekan bagi korbannya.

(43)

dilakukan dengan sadar dan sengaja yang bertujuan untuk menyakiti orang lain secara fisik maupun emosional, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak dan terdapat ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang terlibat.

2. Tanda-tanda bullying

Olweus (2006) merumuskan adanya tiga unsur dasar bullying, yaitu bersifat menyerang dan negatif, dilakukan secara berulang kali, dan adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat. Coloroso (2003) juga mengatakan bahwa bullying akan selalu mengandung tiga elemen, yaitu: kekuatan yang tidak seimbang, bertujuan untuk menyakiti, dan adanya ancaman akan dilakukannya agresi. Oleh sebab itu, seseorang dianggap menjadi korban bullying bila ia dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya (Olweus, dalam Krahe, 2005).

(44)

frekuensinya minimal dua sampai tiga kali dalam sebulan, hal itu juga termasuk menjadi korban bullying.

3. Pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying

Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying dapat dibagi menjadi 4 yaitu:

(45)

bisa menjadi korban bullying. Selain itu, para pakar banyak menarik kesimpulan bahwa karakteristik pelaku bullying biasanya adalah agresif, memiliki konsep positif tentang kekerasan, impulsif, dan memiliki kesulitan dalam berempati (Fonzi & Olweus dalam Sullivan, 2000). Menurut Astuti (2008) pelaku bullying biasanya agresif baik secara verbal maupun fisikal, ingin popular, sering membuat onar, mencari-cari kesalahan orang lain, pendendam, iri hati, hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial di sekolahnya. Selain itu pelaku bullying juga menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah atau di sekitarnya, merupakan tokoh popular di sekolahnya, gerak geriknya sering kali dapat ditandai dengan sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, dan menyepelekan/ melecehkan. b. Victim (korban bullying) yaitu murid yang sering menjadi target dari

(46)
(47)

mayoritas anak lainnya, dan anak dengan ketidakcakapan mental dan/atau fisik, anak yang memiliki ganguan-hiperaktif-defisit-perhatian (attention deficit hyperactive disorder) mungkin bertindak sebelum berpikir, tidak mempertimbangkan konsekuensi atas perilakunya sehingga disengaja atau tidak menggangu bully, anak yang berada di tempat yang keliru pada saat yang salah. ia diserang karena bully sedang ingin menyerang seseorang di tempat itu pada saat itu juga. c. Bully-victim yaitu pihak yang terlibat dalam perilaku agresif, tetapi

juga menjadi korban perilaku agresif (Andreou, dalam Moutappa dkk, 2004). Craig (dalam Haynie dkk, 2001) mengemukakan bully-victim menunjukkan level agresivitas verbal dan fisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak lain. Bully victim juga dilaporkan mengalami peningkatan simptom depresi, merasa sepi, dan cenderung merasa sedih dan moody daripada murid lain (Austin & Joseph; Nansel dkk, dalam Totura, 2003). Schwartz (dalam Moutappa, 2004) menjelaskan bully-victim juga dikarakteristikkan dengan reaktivitas, regulasi emosi yang buruk, kesulitan dalam akademis dan penolakan dari teman sebaya serta kesulitan belajar (Kaukiainen, dkk., dalam Moutappa, 2004).

d. Neutral yaitu pihak yang tidak terlibat dalam perilaku agresif atau bullying.

(48)

(bullies), korban (victim), pelaku sekaligus korban (bulliy-victim) dan pihak yang tidak terlibat (neutral).

4. Bentuk-bentuk bullying

Ada tiga bentuk bullying menurut Coloroso (2007), yaitu: a. Verbal bullying

Kata-kata bisa digunakan sebagai alat yang dapat mematahkan semangat anak yang menerimanya. Verbal abuse adalah bentuk yang paling umum dari bullying yang digunakan baik anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini dapat terjadi pada orang dewasa dan teman sebaya tanpa terdeteksi. Verbal bullying dapat berupa teriakan dan keriuhan yang terdengar. Hal ini berlangsung cepat dan tanpa rasa sakit pada pelaku bullying dan dapat sangat menyakitkan pada target. Jika verbal bullying dimaklumi, maka akan menjadi suatu yang normal dan target menjadi dehumanized. Ketika seseorang menjadi dehumanized, maka seseorang tersebut akan lebih mudah lagi untuk diserang tanpa mendapatkan perlindungan dari orang di sekitar yang mendengarnya.

(49)

yang berisi ancaman, tuduhan yang tidak benar, rumor yang jahat dan tidak benar.

b. Physical bullying

Bentuk bullying yang paling dapat terlihat dan paling mudah untuk diidentifikasi adalah bullying secara fisik. Bentuk ini meliputi menampar, memukul, mencekik, mencolek, meninju, menendang, menggigit, menggores, memelintir, meludahi, merusak pakaian atau barang dari korban.

c. Relational bullying

Bentuk ini adalah yang paling sulit untuk dideteksi, relational bullying adalah pengurangan perasaan „sense‟ diri seseorang yang sistematis melalui pengabaian, pengisolasian, pengeluaran, penghindaran. Penghindaran, sebagai suatu perilaku penghilangan, dilakukan bersama romur adalah sebuah cara yang paling kuat dalam melakukan bullying. Relational bullying paling sering terjadi pada tahun-tahun pertengahan, dengan onset remaja yang disertai dengan perubahan fisik, mental, emosional, dan seksual. Pada waktu inilah, remaja sering menggambarkan siapa diri mereka dan mencoba menyesuaikan diri dengan teman sebaya.

(50)

5. Dampak bullying

Bullying akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan, tidak hanya bagi korban tetapi juga bagi pelakunya (Craig & Pepler, 2007). Menurut Coloroso (2006) pelaku bullying akan terperangkap dalam peran sebagai pelaku bullying, mereka tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap dalam memandang sesuatu dari perspektif lain, tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang. Sementara dampak negatif bagi korbannya adalah akan timbul perasaan depresi dan marah. Mereka marah terhadap diri sendiri, pelaku bullying, orang dewasa dan orang-orang di sekitarnya karena tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal tersebut kemudian mulai mempengaruhi prestasi akademik para korbannya. Mereka mungkin akan mundur lebih jauh lagi ke dalam pengasingan karena tidak mampu mengontrol hidupnya dengan cara-cara yang konstruktif.

(51)

kecemasan meningkat, adanya keinginan bunuh diri, serta dalam jangka panjang akan mengalami kesulitan-kesulitan internal yang meliputi rendahnya self esteem, kecemasan, dan depresi.

Korban bullying cenderung merasa takut, cemas, dan memiliki self esteem yang lebih rendah dibandingkan anak yang tidak menjadi korban bullying (Olweus, Rigby, & Slee, dalam Aluedse, 2006). Duncan (dalam Aluedse, 2006) juga menyatakan bila dibandingkan dengan anak yang tidak menjadi korban bullying, korban bullying akan memiliki self esteem yang rendah, kepercayaan diri rendah, penilaian diri yang buruk, tingginya tingkat depresi, kecemasan, ketidakmampuan, hipersensitivitas, merasa tidak aman, panik dan gugup di sekolah, konsentrasi terganggu, penolakan oleh rekan atau teman, menghindari interaksi sosial, lebih tertutup, memiliki sedikit teman, terisolasi, dan merasa kesepian.

Penelitian yang dilakukan di Swedia mengenai dampak bullying terhadap korbannya menunjukkan bahwa remaja yang saat berusia 16 tahun pernah mengalami bullying akan mengalami penurunan self esteem dan peningkatan kadar depresi (Olweus dalam Arseneault, dkk., 2009). Korban bullying cenderung menunjukkan gejala peningkatan kecemasan dan depresi (Hodges & Perry dalam Arseneault dkk., 2009), self esteem yang rendah dan keterampilan sosial yang buruk (Egan & Perry, dalam Arseneault, dkk., 2009).

(52)

ketika mengalami bullying, namun tidak berdaya menghadapi kejadian bullying yang menimpa mereka. Dalam jangka panjang emosi-emosi tersebut dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri dan merasa bahwa dirinya tidak berharga.

B. Self Esteem

1. Pengertian self esteem

Menurut Coopersmith (dalam Mruk, 2006) self esteem merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu berdasarkan pada seberapa mampu mereka dalam menjalankan tugas, seberapa baik mereka memenuhi standart etis atau agama, seberapa besar mereka merasa dicintai dan merasa diterima oleh lingkungannya, dan seberapa besar pengaruh yang mereka miliki.

Self esteem merupakan penilaian sesorang terhadap gambaran dirinya dalam berbagai aspek kehidupan (Pintrich & Schunk dalam Woolfolk, 2004). Melalui self esteem, seorang remaja dapat mengevaluasi dirinya sendiri berdasarkan pada perasaan keberhargaan dirinya yang bisa berupa perasaan-perasaan positif atau negatif (Rosenberg dalam Mruk, 2006). Selain itu Mruk (2006) menyatakan self esteem merupakan keberhargaan (worthiness) atau sikap yang dikiliki individu terhadap dirinya sendiri, yang tampak dari perasaan berharga atau tidak berharga.

(53)

diri, kelebihan, dan kekurangan yang dimilikinya. Self concept berkaitan dengan pertanyaan “siapa diri saya?”. Sementara self esteem merupakan

penilaian dan perasaan terhadap nilai dan rasa keberhargaan diri seorang individu, seperti pernyataan “saya banggadengan prestasi akademik saya”.

Self esteem berkaitan dengan pertanyaan “seberapa baik diri saya sebagai individu?” (McDevitt & Omrod, 2010).

Woolfolk (2004) menyatakan bahwa perbedaan antara self concept dan self esteem tertetak pada struktur pemahaman diri. Self concept merupakan struktur kognitif dari pemahaman diri, sedangkan self esteem adalah struktur afektif dari pemahaman diri. Sebagaimana yang diungkap oleh Pintrich dan Schunk (dalam Eggen & Kauchak, 2007) bahwa self concept merupakan penilaian kognitif terhadap keadaan fisik, sosial, serta kemampuan akademik seorang individu, sedangkan self esteem merupakan reaksi emosional ataupun penilaian terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh seorang individu. Selanjutnya Guindon (2010) menyatakan bahwa self esteem merupakan sikap atau evaluasi (penilaian afektif) individu terhadap self concept.

(54)

2. Aspek-aspek self esteem

Menurut Coopersmith (dalam Mruk, 2006) aspek-aspek self esteem meliputi:

a. Perasaan berharga

Perasaan berharga merupakan perasaan yang dimiliki individu berupa pernyataan yang bersifat pribadi seperti pintar, sukses, dan baik. Rasa berharga individu muncul karena dirinya sendiri dan penilaian orang lain, terutama orang tua. Penilaian ini sangat tergantung pada pengalaman yang dirasakan individu, yaitu apakah individu merasa berharga atau tidak. Individu yang menganggap dirinya berharga serta dapat menghargai orang lain umumnya memiliki harga diri yang positif. Individu yang merasa dirinya berharga cenderung dapat mengontrol tindakan-tindakannya terhadap dunia luar dirinya, dapat mengekspresikan dirinya dengan baik dan dapat menerima kritik dengan baik.

b. Perasaan mampu

(55)

menganggap dirinya sempurna melainkan tahu keterbatasan diri dan mengharap adanya pertumbuhan dalam dirinya. Bila individu merasa telah mencapai tujuannya secara efisien maka individu akan memberi penilaian yang positif pada dirinya.

c. Perasaan diterima

Bila individu merupakan bagian dari suatu kelompok dan merasa bahwa dirinya diterima serta dihargai oleh anggota kelompok lainnya, maka individu akan merasa dirinya diikutsertakan atau diterima. Individu akan memiliki nilai positif tentang dirinya sebagai bagian dari kelompoknya. Sebaliknya individu akan memiliki penilaian negatif terhadap dirinya bila mengalami perasaan tidak diterima.

Dari uraian diatas maka aspek-aspek harga diri adalah perasaan berharga, perasaan mampu, dan perasaan diterima.

3. Karakteristik individu dengan self esteem tinggi dan rendah

Self esteem tinggi memiliki karakteristik yang berbeda dengan self esteem rendah. Menurut Rosenberg dan Owens (dalam Guindon, 2010) beberapa karakteristik individu yang memiliki self esteem tinggi dan rendah antara lain:

a. Self esteem tinggi

1) Merasa puas dengan dirinya 2) Bangga menjadi dirinya sendiri

(56)

5) Dapat menerima kegagalan dan bangkit dari kekecewaan akibat kegagalan

6) Memandang hidup secara positif dan dapat mengambil sisi positif dari kejadian yang dialami

7) Menghargai tanggapan orang lain sebagai umpan balik untuk memperbaiki diri

8) Menerima peristiwa negatif yang terjadi pada diri dan berusaha memperbaikinya

9) Mudah untuk bernteraksi, berhubungan dekat dan percaya pada orang lain

10) Berani mengambil resiko

11) Bersikap positif pada orang lain atau institusi yang terkait dengan dirinya

12) Optimis

13) Berpikir konstruktif (dapat mendorong diri sendiri) b. Self esteem rendah

1) Merasa tidak puas dengan dirinya

2) Ingin menjadi orang lain atau berada di posisi orang lain

3) Lebih sering mengalami emosi yang negatif (stres, sedih dan marah)

4) Sulit menerima pujian, tapi terganggu oleh kritik

5) Sulit menerima kegagalan dan kecewa berlebihan saat gagal

(57)

7) Menganggap tanggapan orang lain sebagai kritik yang mengancam 8) Membesar-besarkan peristiwa negatif yang pernah dialaminya 9) Sulit untuk berinteraksi, berhubungan dekat dan percaya pada

orang lain

10) Menghindar dari risiko

11) Bersikap negatif (sinis) pada orang lain atau institusi yang terkait dengan dirinya

12) Pesimis

13) Berfikir yang tidak membangun (merasa tidak dapat membantu diri sendiri)

Hal yang senada juga dinyatakan oleh Branden (1994) bahwa remaja dengan self esteem rendah memiliki pikiran irasional mengenai dirinya, tidak berani mencari tantangan baru, memiliki perasaan tidak berguna, kurang memiliki aspirasi dan usaha untuk mencapai tujuannya, serta membatasi diri saat berhubungan dengan orang lain.

Selain itu Sherfield (2004) membedakan individu dengan self esteem tinggi dan self esteem rendah antara lain:

a. Self esteem tinggi

1) Memiliki pandangan yang positif dan konstruktif terhadap dirinya sendiri

2) Memiliki keyakinan terhadap kemampuannya sendiri 3) Mampu menerima kelebihan dan kekurangan dirinya

(58)

6) Mampu memperoleh kenyamanan hidup di lingkungan sekitarnya b. Self esteem rendah

1) Memiliki pandangan yang negatif dan pesimis terhadap dirinya sendiri

2) Merasa tidak mampu untuk melihat keterbatasan dan masalah yang dihadapi

Mruk (2006) menyatakan secara umum self esteem dibedakan dalam 3 tingkat yaitu self esteem tinggi, self esteem sedang, dan self esteem rendah. Setiap tingkat memiliki karakteristik tertentu yang dapat ditampilkan individu. Meskipun demikian, karakterikstik self esteem sedang jarang dibahas dalam berbagai literatur dan penelitian. Oleh sebab itu berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self esteem dalam penelitian ini membagi self esteem menjadi self esteem tinggi dan self esteem rendah.

3. Perkembangan self esteem remaja

(59)

infancy (lahir-2 tahun), masa kanak awal (2-6 tahun), masa kanak-kanak pertengahan dan akhir (6-10 tahun), remaja awal (10-14 tahun), dan remaja akhir (14-18 tahun).

Pada saat seorang individu memasuki remaja awal (10-14 tahun) dan mengalami transisi dari sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama, akan terjadi penurunan pada self esteem. Salah satu faktor yang paling mempengaruhi penurunan self esteem pada remaja awal adalah popularitas karena hal tersebut merupakan aspek yang penting pada masa remaja awal (Cornell dkk.; Hart; Harter dkk. dalam McDevitt & Omrod, 2010). Selain itu perubahan lingkungan sekolah yang mencakup perubahan persahabatan, hubungan antara guru dan siswa yang lebih dangkal, dan standar akademik yang lebih ketat semakin memberikan pengaruh negatif terhadap self esteem remaja (Eccless & Midgley; Harter dalam McDevitt & Omrod, 2010). Pada saat yang bersamaan seorang remaja mengalami kemajuan dalam perkembangan kognitif sehingga mereka semakin mampu untuk memahami pandangan orang lain terhadap dirinya (Harter dalam McDevitt & Omrod, 2010). Kemampuan tersebut akhirnya juga membuat remaja berpikir bahwa perhatian setiap orang tertuju kepadanya sehingga membuat remaja sensitif terhadap penilaian yang diberikan oleh orang lain (McDevitt & Omrod, 2010).

(60)

umpan balik yang remaja terima dari orang sekitar serta perbandingan dengan standar atau nilai kelompoknya (Santrock, 2007). Berkaitan dengan self esteem pada remaja, DuBois dan Tevendale serta Feldman dan Elliot (dalam Boden, dkk., 2008) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa kritis dalam perkembangan self esteem karena self esteem dapat membantu menghadapi tugas perkembangan remaja.

Harter (dalam Carranza, dkk., 2009) menyatakan bahwa self esteem memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan remaja. Remaja dengan self esteem tinggi cenderung berprestasi di sekolah. Simonds, dkk. (dalam Wilburn & Smith, 2005) menjelaskan bahwa remaja dengan self esteem tinggi memiliki kemampuan coping yang lebih efektif, sehingga kemampuannya dalam menghadapi tantangan serta kesehatan mentalnya tetap terjaga.

Penelitian yang dilakukan oleh Robin dkk. (dalam Bos, dkk., 2006) menunjukkan bahwa self esteem menurun drastis ketika masa remaja. Adanya pikiran yang tidak realistis menyebabkan remaja cenderung mengkritik diri sendiri. Guindon (2010) menjelaskan kritik terhadap diri dapat menimbulkan evaluasi negatif sehingga mempengaruhi self esteem individu. Bos, dkk. (2006) mengungkapkan adanya konsekuensi negatif bila seorang remaja memiliki self esteem rendah antara lain memiliki masalah interpersonal, kegagalan akademis, serta masalah psikopatologi seperti kecemasan, depresi, dan gangguan makan.

(61)

karena berpengaruh dalam menentukan kesuksesan dan kegagalan diberbagai tugas kehidupan remaja (Andrews; Harter dalam Boden, Ferfusson & Horwood, 2008). Remaja membutuhkan self esteem yang positif agar dapat mencapai keberhasilan dalam berbagai aspek. Penelitian yang dilakukan Redden pada tahun 2000 menemukan bahwa self esteem yang cenderung tinggi memiliki hubungan yang erat dengan motivasi instrinsik dan prestasi akademis yang lebih baik (dalam Patil, dkk., 2009). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Mann dkk. menemukan bahwa individu dengan self esteem rendah menunjukkan keberhasilan yang rendah di sekolah (dalam Bos, Murris, Mulkens & Schaalma, 2006). Dari segi hubungan sosial, penelitian yang dilakukan Donders dan Verschueren menemukan bahwa individu dengan self esteem rendah biasanya kurang diterima oleh teman-temannya (dalam Bos, Murris, Mulkens & Schaalma, 2006).

(62)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi self esteem

Menurut Mruk (2006), self esteem berkaitan dengan penilaian diri (self evaluation) terhadap kompetensi diri pada bidang yang penting bagi remaja tersebut. Apabila lingkungan memberikan penilaian yang negatif terhadap diri remaja, namun remaja memiliki penilaian yang positif mengenai dirinya sendiri, maka kemungkinan self esteem remaja tersebut tetap tinggi. Selain itu self esteem juga dipengaruhi oleh pola asuh orangtua. Orangtua yang menerapkan pola asuh autoritarif, yaitu memberikan harapan sekaligus batasan (kontrol) yang jelas, dapat mengembangkan self esteem remaja menjadi positif. Sebaliknya orangtua yang terlalu membebaskan atau membatasi remaja dapat mengembangkan self esteem remaja menjadi negatif sehingga dapat memunculkan perilaku bermasalah.

Gambar

Gambar 1. Kerangka teoritis penelitian
Tabel 1. Kegiatan REBT untuk Meningkatkan Self Esteem
Tabel 3. Blue Print Skala Self Esteem Sebelum Uji Coba
Tabel 4. Blue Print Skala Self Esteem Setelah Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ibu Eka Ervika, M.Si, psikolog yang telah banyak sekali memberikan ilmu, pengalaman, bimbingan dan dukungan selama penulis kuliah di Magister Psikologi Profesi

REBT is the cognitive and behavioral therapy which assumes that human‟s cognition, emotion, and behavior are so intercorrelated (Ellis, 2007).This therapy is expected to

Selanjutnya menurut Ellis (2007) keyakinan irasional dapat diubah dengan cara: menilai konsep-konsep utama dalam kehidupan individu, memahami irrational beliefs yang

Efektifitas Cognitive Behavioral Therapy (CBT ) untuk Meningkatkan Self Esteem pada Dewasa Muda.. Tesis.Program Magister Profesi Psikolog

Konseling kelompok ini diberikan menggunakan pendekatan rational emotive behavior therapy (REBT) yang membuat siswa merasa bahwa dirinya tidak sendiri atau tidak terisolasi,

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas pendekatan rational emotive behavior threapy dalam mengatasi perilaku bullying siswa. Rancangan penelitian ini

Tujuan penelitian ini diantaranya adalah untuk mengetahui efektifitas konseling Rational Emotive Behavior Therapy dalam meminimalisasi perilaku bullying siswa kelas XI di SMK Gajah

Uji hipotesis Hipotesis penelitian ini tentang pendekatan rational emotive behavior therapy dalam mengatasi perilaku bullying peserta didik, adalah sebagai berikut: H1: Terdapat