• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR TEKNOLOGI BETON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB I PENGANTAR TEKNOLOGI BETON"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENGANTAR TEKNOLOGI BETON

1.1. BETON

Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentu dari semen portland, aggregate halus (pasir) dan aggregate kasar (krikil) atau agregat lainnya, dan air untuk membuat campuran tersebut menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi yang diinginkan. Semen dan air berinteraksi secara kimiawi untuk mengikat partikel partikel agregat tersebut menjadi suatu masa yang padat. Beton dalam berbagai variasi sifat kekuatan dapat diperoleh dengan pengaturan yang sesuai dari perbandingan jumlah material pembentuknya.

1.2. Bahan-Bahan Pembuat Beton

Pembuatan beton secara umumnya terdiri dari:

1.2.1 Semen

Semen merupakan bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker (bahan ini terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis), dengan batu gips sebagai bahan tambahan.

Bahan Baku Semen dan Senyawa-Senyawa Semen • Batu kapur (CaO)

• Pasir silikat (SiO2) • Tanah Liat (Al2O3) • Bijih Besi (Fe2O3) • Magnesia (MgO) • Sulfur (SO3)

(2)

Kandungan Senyawa-Senyawa Semen dalam Semen Trikalium silikat (3 CaO.SiO2)

Dikalium silikat (2CaO.SiO2) Trikalium aluminat (3CaO.Al2O3) Tetra kalsium (4CaO)

Alumina ferit (Al2O3.Fe2O3) Kapur bebas (CaO)

Batu tahu (CaCO4 C3S)

Di samping senyawa-senyawa seperti tersebut di atas, di dalam semen portland juga masih terdapat beberapa senyawa lain yang dapat mempengaruhi senyawa atau oksida lainnya. Senyawa-senyawa ini berasal dari hasil bawaan bahan dasarnya atau bahan tambahan dalam proses pembuatan semen. Senyawa atau oksida uang lain tersebut antara lain:

a. MgO

Senyawa ini adalah hasil pembawaan dari bahan dasar kapur yang digunakan. Jumlah MgO dalam semen portland, dibatasi maksimum 4%. Jika kadarnya melebihi jumlah ini akan mengakibatkan semen menjadi tidak kekal ( berubah bentuk) setelah pengerasan terjadi. Perubahan bentuk ini terjadi setelah pengerasan terjadi beberapa lama (setelah sekian bulan atau bahka tahun). Perubahan bentuk terjadi karena mengembangnya MgO, dari oksida membentuk hidrat MgO(OH)2.

b. Kapur Bebas (CaO)

Karena susunan kimia ini yang kurang tepat pada waktu pembuatan, dan atau karena pembakaran yang kurang sempurna, dapat terjadi CaO (kapur kotor) yang tidak terikat ke dalam empat senyawa semen.

c. Bagian tidak Larut

Zat ini merupaka bagian yang tidak larut dalam HCl. Umumnya zat tersebut adalah senyawa tanah atau silikat yang tidak berubah menjadi empat senyawa semen. Kadar bagian ini yang terlalu tinggi pada semen (maksimum 3%) menunjukkan bahwa pembakaran atau penyusutan senyawa semen kurang baik, atau terdapat kemungkinan bahwa semen tadi telah dengan sengaja dibubuhi benda lain setelah penggilingan selesai. Meskipun akibat penambahan ini tidak membahayakan sifat semennya, tetapi semen yang mengandung terlalu banyak bahan ii akan berkurang daya ikatnya karena tercampur benda yang tidak berguna.

d. Kadar alkali

(3)

dicampur agregat yang bersifat alkali reaktif yaitu agregat yang megandung silika amorf (gas alam, batu api, opal, dan lain-lain).

e. Kadar Hilang pada Pemijaran

Zat ini adalah dari benda-benda yang terbang pada suhu 88ºC; biasanya air atau CO2. Semen yang kadar hilang pijarnya tinggi, adalah semen yang telah mengandung bagian-bagian yang mengeras.

Kadar bagian ini dibatasi maksimum 3-4.

f. Kadar Gips

Gips dalam semen ditambahkan untuk memperlambat pengerasan klinker semen. Jika klinker semen digilinga tanpa penambag gips, bubuk halus klinker akan segara bersenyawa dengan air dan adonan itu akan mengeras dalam waktu kurang lebih 10 menit. Hal ini akan menyulitkan dalam pemakaian semen. Dengan demikian untuk memperlambat pengerasan bubuk klinker dicampur gips. Penambahan bahan ini dalam semen adalah maksimum 4% dari berat klinker. Dalam analisis kimi, gips akan terlihat sebagai senyawa SO3 dan dibatasi jumlahnya sampai kurang lebih 2,5%-3%.

Sifat-Sifat Semen Portland

Semen portland memiliki beberapa sifat-sifat yang di antaranya sebagai berikut: 1. Kehalusan Butir

Pada umumnya semen memiliki kehalusan sedemikian rupa sehingga kurang lebih 80% dari butirannya dapat menembus ayakan 44 mikron. Makin halus butiran semen, makin cepat pula persenyawaannya.

Makin halus butiran semen, maka luas permukaan butir untuk suatu jumlah berat semen akan menjadi lebih besar. Makin besar luas permukaan butir ini, makin banyak pula air yang dibutuhkan bagi persenyawaannya.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kehalusan butir semen. Cara yang paling sederhana dan mudah dilakukan ialah dengan mengayaknya.

2. Berat Jenis dan Berat Isi

Berat jenis dari bubuk semen pada umumnya berkisar antara 3,10 sampai 3,30. biasanya rata-rata berat jenis ditentukan 3,15. berat jenis semen penting untuk diketahui, karena semen portland yang tidak sempurna pembakarannya dan atau dicampur dengan bubuk batuan lainnya, berat jenisnya akan terlihat lebih rendah daripada angka tersebut.

(4)

Berat isi (berat satuan) semen sangat tergantung pada cara pengisian semen ke dalam takaran. Jiak cara mengisinya sembur (los), berat isinya rendah yaitu antara ,1 ka/liter.jika pengisiannya dipadatkan, berat isinya dapat mencapai 1,5 ka/liter. Dalam praktek biasanya dipakai berat isi rata-rata yaitu antara 1,25 ka/liter.

3. Waktu Pengerasan Semen

Waktu pengerasan semen dilakukan dengan menentukan waktu pengikatan awal (initial setting) dan waktu pengikatan akhir (final setting). Sebenarnya yang lebih penting adalah waktu pengikatan awal, yaitu saat semen mulai terkena ait hingga mulai terjadi pengikatan (pengerasan). Untuk mengukur waktu pengikatan biasnya digunakan alat vicat.bagi jenis-jenis semen portland waktu pengikatan awal tidak boleh kurang dari 60 menit sejak semen terkena air.

4. Kekekalan Bentuk

Yang dimaksud dengan kekekalan bentuk adalah sifat dari bubuk semen yang telah mengeras, di mana bila adukan semen dibuat suatu bentuk tertentu bentuk itu tidak berubah. Buka benda dari adukan semen yang telah mengeras. Apabila benda menunjukkan danya cacat (retak, melengkung, membesar, dan menyusut), berarti semen itu tidak baik atau tidak memiliki sifat tetap bentuk.

5. Kekuatan Semen

Kekuatan mekanis dari semen yag mengeras merupakan sifat yang perlu di ketahui di dalam pemakaian. Kekuatan semen ini merupakan gambaranmengenai daya rekatnya sebagai bahan perekat (pengikat). Pada umumnya, pengukuran kekuatan daya rekat ini dilakukan dengan menentukan kuat lentur, kuat tarik, atau kuat tekan (desak) dari campuran semen dengan pasir.

6. Pengerasan Awal Palsu

Adakalanya semen portland menunjukkan waktu pengikatan awal kurang dari 60 menit, dimana setelah semen dicampur dengan air segera nampak mulai mengeras (adonan menjadi kaku). Hal ini mungkin terjadi karena adanya pengikatan awal palsu, yang disebabkan oleh pengaruh gips yang dicampurkan pada semen bekerja tidak sesuai dengan fungsinya. Seharusbya fungsi gips dalam semen adalah untuk menghambat pengerasan, tetapi dalam kasus diatas ternyata gips justru mempercepat pengerasan. Hal ini dapat terjadi karena gips dalam semen telah terurai. Biasanya pengerasan palsu ini hanya mengacau saja, sedangkan pengaruh terhadap sifat semen yang lain tidak ada. Jika terjadi pengerasan palsu, adonan dapat diaduk lagi. Setelah pengerasan palsu berakhir, jika adonan diaduk lagi adonan semen akan mengeras seperti biasa.

(5)

Proses pengerasan semen sangat dipengaruhi oleh suhu udara disekitarnya. Pada suhu kurang dari 15ºC, pengerasan semen akan berjalan sangat lambat. Semakin tinggi suhu udara disekitarnya, maka semakin cepat semen mengeras.

Jenis-Jenis Semen Portland

Jenis-jenis semen portland dapat diperoleh dengan mengadakan variasi-variasi dalam proporsi relatif dari komponen-komponen senyawa kimia serta derajat kehalusan penggilingan bahan klinkernya. Sesuai dengan pemeakaiannya semen portland dibedakan menjadi lima type (jenis), yakni;

Jenis I

Semen portland jenenis umum (normal portland cement), yaitu jenis semen portland untuk penggunaan dalam kontruksi beton secara umum tidak memerlukan sifat-sifat khusus. Misalnya untuk pembuatan trotoar, urung-urung, pasangan bata, dan sebagainya.

Jenis II

Semen jenis umum dengan perubahan-perubahan (modified portland cement). Semen ini memiliki panas hidrasi lebih rendah dan keluarnya panas lebih lambat daripada semen jenis I. Jenis ini digunakan untuk bangunan tebal tebal seperti pilar dengan ukuran besar, tumpuan dan dinding tanah tanah tebal, dan sebagainya retak-retak pengerasan. Jenis ini juga dapat digunakan untuk bangunan-bangunan drainase di tempat yang memiliki sulfat agak tinggi.

Jenis III

Semen portland dengan kekuatan awal tinggi (hogh-early-strength-portland-cement). Jenis ini memperoleh kekuatan besar delam waktu singkat, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan bangunan-bangunan beton yang perlu segara digunakan atau yang acuannya perlu segera dilepas.

Jenis IV

Semen portland dengan panas hidrasi yang rendah (low-heat portland- cement). Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yag memerlukan panas hidrasi serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh lambat. Jenis ini digunakan untuk bangunan beton massa seperti bendungan-bendungan garavitasi besar.

Jenis V

(6)

1.2.2. Agregat

Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar (aduk) dan beton.

Agregat aduk da beton dapat juga didefinisikan sebagai bahan yang dipakai sebagai pengisi atau pengkurus, dipakai bersama dengan bahan perekat, dan membentuk suatu massa yang keras, padat bersatu, yang disebut adukan beton.

Klasifikasi Agregat dari Besar Butirannya

Pengukuran besar butiran agregat didasarkan atas suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan alat yang berupa ayakan dengan besar lubang yang telah ditetapkan. Ukuran butir agregat, tanpa memperhatikan bentuknya, didefinisikan sebagai butiran yang dapat lolos pada suatu ukuran ayakan tertentu. Dengan demikian jika misalnya suatu butiran lolos pada ayakan dengan ukuran 3 mm, maka ukuran butiran itu adalah 3 mm. Jika suatu agregat telah lolos pada ayakan 4 mm dan tertahan (tertinggal) pada ayakan 3 mm, maka agregat tersebut memiliki butiran yang besarnya antara 3 mm dan 4 mm. Dengan demikian agregat dapat dibedakan menjadi tiga, yakni;

1. Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya menembus ayakan dengan lubang 4,8 mm. Agregat halus dapat digolongkan menjadi tiga jenis:

Pasir Galian

Pasir galian dapat diperoleh langsung dari permukaan anah, atau dengan cara menggali dari dalam tanah. Pasir ini pada umumnya tajam, bersudut, berpori, dan bebas dari kandungan garam yang membahayakan. Namun karena pasir ini diperoleh dengan cara menggali maka pasir ini sring bercampur dengan kotoran atau tanah, sehingga sering harus dicuci terlebiha dulu sebelum digunakan.

Pasir Sungai

Pasir sungai diperoleh langsunga dari dasar sungai . pasir sungai pada umumnya berbutir halus dan berbentuk bulat, karena akibat proses gesekan yang terjadi. Karena butirannya halus, maka baik untuk plesteran tembok. Namun karena bentuk yang bulat itu, daya lekat antarbutir menjadi agak kurang baik.

Pasir Laut

(7)

kandungan air dari udara, sehingga mengakibatkan pasir selalu agak basah, dan juga menyebabkan penembangan setelah bangunan selesai dibangun. Oleh karena itu, sebaiknya pasir jenis ini tidak digunakan untuk bahan bangunan.

2. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat dengan butir-butir tertinggal di atas ayakan dengab lubang 4,8 mm, tetapi lolos ayakan 40 mm.

3. Batu

Batu adalah agregat yang besar butirannya lebih besar dari 40 mm. Cara yang paling banyak dilakukan untuk membedakan jenis agregat, adalah dengan didasarkan atas besar butiran-butirannya. Jadi yang umum digunakan adalah agregat kasar dan agregat halus. Adapun istilah batu umumnya digunakan pada batuan yang bukan berbentuk (berfungsi sebagai agregat).

Gradasi Agregat

Gradasi Agregat adalah distribusi ukuran butiran agregat. Dapat juga disebut pengkelompokkan agregat dengan ukuran yang berbeda sebagai persentase dari total agregat atau persentase kumulatif butiran yang lebih kecil atau lebih besar dari masing-masing seri bukaan saringan.

Gradasi agregat juga berguna untuk menentukan proporsi agregat halus terhadap total agregat. Gradasi agregat akan mempengaruhi luas permukaan agregat yang sekaligus akan mempengaruhi jumlah pasta/air yang lebih sedikit karena luas permukaan lebih kecil.

Apabila ditinjau dari volume pori (ruang kosong) antara agregat maka butir yang bervariasi akan mengakibatkan volume pori lebih kecil dengan kata lain kemampatan menjadi tinggi. Hal ini berbeda dengan ukuran agregat yang seragam yang akan mempunyai volume ruang kosong yang lebih besar.

(8)

Gradasi kontinu, dimana ukuran butirab pada agregat kasar dan agregat halus bervariasi mulai dari ukuran yang terbesar sampai ukuran yang terkecil. Seperti pada gambar berikut

Gradasi seragam, diamana ukuran butiran hampir sama baik pada agregat halus maupun agregat kasar. Seperti pada gambar berikut

Gradasi celah, merupakan suatu gradasi dimana satu atau lebih agregat dalam ukuran tertentu tidak ada, sepeti pada gambar berikut

4. Air

Air merupakan bahan yang pentinga pada beton yang menyebabkan terjadinya reaksi kimia dengan semen. Pada dasarnya air yang layak diminum, dapat dipakai untuk campuran beton. Akan tetapi dalam pelaksanaan banyak air tidak layak untuk diminum memuaskan dipakai untuk campuran beton. Apabila terjadi keraguan akan kualitas air untuk campuran beton sebaiknya dilakukan pengujian kualitas air diadakan trial mix untuk campuran dengan menggunakan air tersebut.

Persyaratan air sebagai bahan bangunan untuk campuran beton harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Air harus bersih

b) Tidak mengandung lumpur, minyak, dan benda-benda merusak lainnya yang dapat dilihat secatra visual.

c) Tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter.

d) Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton (asam-asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. Kandungan khlorida (Cl), tidak lebih dari 500 p.p.m dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000 p.p.m.

e) Bila dibandingkan dengan kuat tekan beton yang memakai air suling, maka penurunan kekuatan kuat tekan beton yang memakai air yang diperiksa tidak boleh lebih dari 10%

f) Air yang mutunya diragukan harus dianalisia secara kimia dan dievaluasi mutunya. g) Khusus untuk beton prategang, kecuali syart-syarat tersebut diatas, air tidak boleh

mengandunga Clorida lebih dari 50 p.p.m.

(9)

Untuk keperluan perancangan dan pelaksanaan struktur beton, maka pengetahuan tentang sifat-sifat adukan beton maupun sifat-sifat beton setelah mengeras perlu diketahui. Sifat-sifat tersebut antara lain;

1. Tahan Lama (Durability)

Merupakan kemampuan beton bertahan seperti kondisi yang direncanakan tanpa terjadi korosi dalam jangka waktu yang direncanakan. Dalam hal ini perlu pembatasan nilai faktor air semen maksimum maupun pembatasan dosisi semen minimum yang digunakan sesuai dengan kondisi lingkungan.sifat tahan lama pada beton dapat dibedakan dalam beberapa hal, antara lain sebagai berikut:

a) Tahan Terhadap Pengaruh Cuaca

Pengaruh cuaca yang dimaksud adalah pengaruh yang berupa hujan dan pembekuan pada musim dingin, serta pengembangan dan penyusutan yang diakibatkan oleh basah dan kering silih berganti.

b) Tahan Terhadap Pengaruh Zat Kimia

Daya perusak kimiawi oleh bahan-bahan seperti air laut, raw-rawa dan air limbah, zat-zat kimia hasil industri dan air limbahnya, buangan air kotor kota yang berisi kotoran manusia, gemuk, susu, gula, dan sebagainya perlu diperhatikan terhadap keawetan beton.

c) Tahan Terhadap Erosi

Beton dapat mengalami kikisan yang diakibatkan oleh adanya orang yang berjalan kaki dan lalu lintas diatasnya, gerakan ombak laut, atau oleh partikel-partikel yang terbawa oleh angin dan atau air.

2. Kuat Tekan

Kuat tekan beton ditentukan berdasarkan pembebanan uniaksial bend uni silinder beton diameter 150 mm, tinggi 300mm dengan satuan Mpa (N/mm²) untuk SKSNI 2002.

3. Kuat Tarik

Kuat tarik beton jauh lebih kecil dari pada kuat tekannya, yaitu sekitar 10%-15% dari kuat tekannya. Kuat tarik beton merupakan sifat yang penting untuk memprediksi retak dan defleksi balok.

4. Modulus Elastisitas

(10)

5. Rangkak (Creep)

Merupakan salah satu sifat dimana beton mengalami deformasi terus menerus menurut waktu dibawah beban yang dipikul.

6. Susut (Shrinkage)

Merupakan perubahan volume yang tidak berhubungan dengan pembebanan.

7. Kemampuan Dikerjakan (Workability)

Workability adalah bahwa bahan-bahan beton setelah diaduk bersama, menghasilkan adukan yang bersifat sedemikian rupa sehingga adukan mudah diangkut, dituang atau dicetak, dan dipadatkan menurut tujuan pekerjaannya tanpa terjadinya perubahan yang meninbulkan kesukaran atau penurunan mutu. Sifat mampu dikerjakan (workability) dati beton sangat terganggu pada sifat bahan, perbandinagn campuran, dan cara pengadukan serta jumlah seluruh air bebas. Dengan kata lain, sifat dapat mudah dikerjakan suatu adukan beton dipengaruhi oleh:

a) Konsistensi normal PC

b) Mobalitas, setelah aliran dimulai (sebaliknya adalah sifat kekasaran atau perlawanan terhadap gerak)

c) Kohesi atau perlawanan terhadap pemisahan bahan-bahan

d) Sifat saling lekat (ada hubungannya dengan kohesi), berarti bahan penyusunanya tidak akan terpisah-pisah sehingga memudahkan pengerjaan-pengerjaan yang perlu dilakukan.

Jadi sifat dapat dikerjakan pada beton ini merupakan ukuran dari tingkat pemudahan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang (dicetak), dan dipadatkan. Perbandingan bahan-bahan ataupun sifat bahan-bahan itu secara bersama-sama mempengaruhi sifat dapat dikerjakan beton segar.unsur-unsur yang mempengaruhi sifat mudah dikerjakan antara lain sebagai berikut:

Banyaknya air yang dipakai dalam campuran aduk beton

Makin banyak air yang digunakan, makin mudah beton itu dikerjakan. Penambahan semen ke dalam adukan beton

Hal ini juga menambah kemudahan dikerjakan pada beton, karena biasanya penambahan semen diikuti dengan penambahan air untuk memperoleh harga faktor air semen tetap.

Gradasi campuran agregat kasar dan agregat halus

Jika campuran pasir dan krikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan yang dipakai, adukan beton akan mudah dikerjakan.

(11)

Cara pemadatan beton dan atau jenis alat yang digunakan

Jika pemadatan beton dilakukan dengan menggunakan alat getar misalnya, diperlukan tingkat kelecekan yang berbeda dibandingkan menggunakan alat yang lain.

1.4. Klasifikasi Beton

Menurut PBI tahun 1971, beton dapat diklasifikasi menjadi tiga, antara lain: Beton Kelas I

Merupakan beton untuk pekerjaan-pekerjaan non struktural. Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu bahan-bahan, sedangkan terhadap kekuatan bahan tidak disyaratkan pemeriksaan. Mutu beton kelas I dinyatakan denga beton mutu B0.

Beton Kelas II

Merupakan beton untuk perkerjaan-perkerjaan struktural secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli.

Beton kelas II dibagi dalam mutu-mutu standar B1, K125, K175, dan K225. pada mutu B1, pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan sedang terhadap kuat desak tidak disyaratkan pemeriksaan. Pada mutu K125, K175, dan K225 pengawasan mutu terdiri dari pengawasan ketat terhadap mutu bahan, dengan keharusan untuk memeriksa kekuatan beton secara kontinu menurut pasal 4.7 PBI 1971.

Beton Kelas III

Merupakan beton untuk pekerjaan struktural dimana dipakai mutu beton dengan kuat desak karateristik yang lebih tinggi dari 225 ka/cm2. pada pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan harus dilakukan dibawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Disyaratkan adanya laboratorium beton dengan peralatan yang lengkap, dan dilayani tenaga-tenaga ahli yang dapat melakukan pengawasan mutu beton secara kontinu.

1.5. Keuntungan dan Kerugian Beton Keuntungan dari beton antara lain: a. Bahan-bahan mudah diperoleh.

b. Tahan terhadap temperatur yang tinggi

c. Harga relatif murah karena menggunakan bahan lokal. d. Mempunyai kekuatan tekan yang tinggi

e. Adukan beton mudah diangkut dan mudah dicetak dalam bentuk yang diinginkan. f. Kuat tekan beton jika dikombinasikan dengan baja akan mampu untuk memikul

beban yang berat.

g. Dalam pelaksanaannya adukan beton dapat disemprotkan dan dipompakan ke tempat tertentu yang cukup sulit.

(12)

Kerugian dari beton antara lain:

a. Kuat tarik yang rendah sehingga mudah retak, dengan demikian perlu diberi baja tulangan.

b. Adukan beton menyusut saat pengeringan sehingga perlu dibuat expansion joint untuk struktur yag panjang.

c. Beton sulit untuk kedap air secara sempurna. d. Beton bersifat getas (tidak daktail).

e. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah kembali.

1.6 Membuat Beton yang Baik

Di lapangan masih banyak dijumpai cara-cara membuat beton yang belum benar, sehingga menghasilkan beton yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab dari petugas-petugas yang ada di lapangan pekerjaan, baik mereka berfungsi sebagai pengawas maupun pelaksana.

Untuk membuat beton yag baik sebenarnya menuntut banyak hal, jika mereka yang bertugas itu betul-betul tahu apa beton itu. Jika para petugas di lapangan atau para pelaksana mau mematuhi cara permainan dalam pembuatan beton, maka tentu akan dihasilkan beton yang baik, dan sebaliknya. Kecuali itu, bahan-bahan dasar yang digunakan untuk beton juga sangat menentukan dalam pembuatan beton yang baik. Semua bahan dasar yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai bahan beton.

Untuk menjamin agar beton yang dihasilkan memenuhi persyaratan yang di minta, dianjurkan agar pertama-tama menguji terlebih dahulu agregat yang akan digunakan, kemudian membuat uji coba beton atau campuran uji beton setelah rancangan campuran (mix design) dilakukan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu beton adalah a) Mutu bahan batuan.

b) Jenis atau mutu semen. c) Faktor air semen.

d) Gradasi atau susunan butir bahan batuan. e) Pelaksanaan pembuatan beton.

f) Curing (pematangan) beton, yaitu perawatan beton untuk dapat mencapai kekuatan yang diinginkan.

Pelaksanaan Pembuatan Beton dan Pengolahan Beton

Suatu hal yang sangat penting dalam beton, adalah pelaksanaan pembuatan beton atau pengolahan beton. Pengolahan beton terdiri dari:

(13)

Penangkaran (penimbangan) bahan-bahan adalah pengambilan bahan-bahan untuk beton menurut takaran yang ditentukan. Takaran bahan dapat ditentukan menurut perbandingan berat atau perbandingan volume. Baik penangkaran dengan ukuran berat maupun dengan volume, penangkaran harus dilakukan dengan cermat. Takaran yang tidak tepat dapat mengakibatkan kualitas beton yang dihasilkan mungkin kurang memenuhi syarat mutu. Terutama takaran yang berkaitan dengan banyaknya air pengadukan atau banyaknya semen, sebab jika faktor air semen tidak tepat maka akan sangat mempengaruhi kualitas betonnya. Makin besar harga faktor air semen pada komposisi bahan yang sama, akan makin kecil kekuatan beton yang dihasilkan.

2. Pengadukan Beton

Pengadukan beton adalah proses pencampuran antara bahan-bahan dasar beton, yaitu semen, pasir, krikil, dan air dalam perbandingan yang telah ditentukan. Pengadukan dilakukan sedemikian rupa sampai adukan beton benar-benar homogen, warnanya tampak rata, kelecekan cukup (tidak terlalu cair dan tidak terlalu kental), tidak tampak adanya pemisahan butir (segregasi). Aduk beton yang kurang homogen akan dapat menghasilkan beton yang kurang baik kualitasnya. Pengadukan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan mesin (molen).

a. Pengadukan dengan Tangan

Pengadukan dengan menggunakan tangan biasanya dilakukan apabila jumlah beton yang dibuat tidak banyak. Cara ini juga dilakukan jika di tempat pekerjaan tidak ada mesin pengaduk atau tidak diinginkan adanya suara mesin yang dirasa mengganggu.

b. Pengadukan dengan Mesin

Untuk pekerjaan-pekerjaan besar yang menggunakan beton dalam jumlah banyak, pengadukan dengan menggunakan tanmgan akan dapat menghasilkan kualitas beton kurang baik, karena tangan manusia jika sudah capai akan dapat menghasilkan aduk yang kurang homogen. Dalam hal ini pengadukan dengan mesin akan lebih memuaskan, karena dapat menghasilkan aduk beton yang lebih baik (homogen), dan dapat dilakukan dengan ukuran yang lebih tepat serta dengan faktor air semen sedikit lebih kecil daripada diaduk dengan tangan. Kecuali itu, pengadukan dengan mesin akan menghasilkan beton yang hampir seragam.

(14)

prosesnya dikerjakan oleh sejenis silinder putar, dan pencampur yang prosesnya dilakukan oleh semacam garpu yang berputar pada suatu tempat yang tepat.

3. Pengangkutan Beton

Pengangkutan aduk beton dari tempat mencampur ke tempat pencetakan dapat dilakukan dengan berbagai cara dan alat. Beberapa jenis alat yang biasa dipakai untuk pengangkutan beton antara lain:

a) Gerobak beroda satu. b) Kereta dorong.

c) Truk ringan.

d) Kotak pembawa (tempat) beton dengan bukaan dibawah. e) Gerobak (lorries).

f) Chutes (saluran curam untuk mencurahkan adukan beton). g) Ban berjalan.

h) Pompa adukan beton, dan sebagainya.

Dengan cara apa pun dan dengan menggunakan alat pengangkut apa pun, pengangkuatan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a) Pengangkutan harus sedemikian cepat, sehingga sampai di tempat pengecoran beton tidak kering atau kehilangan sifat workability dan plastisitasnya.

b) Adanya segregasi harus dikurangi seminimal mungkin, agar terhindar dari terjadinya beton tak seragam. Demikian juga kehilangan pasta semen akibat adanya kebocoran (adukan tumpah) harus dihindarkan.

c) Pengangkuatan aduk harus diorganisir sedemikian, hingga selama pencetakan pada bagian tertentu, tidak terjadi keterlambatan pada bidang cor, sambungan dingin, atau sambungan konstruksi.

Pada PBI 1971 dicantumkan syarat-syarat yang harus dipenuhi sehubungan dengan pelaksanaan pengangkutan aduk beton.

a) Pengangkutan adukan beton dari tempat pengadukan ke tempat pengecoran harus dilakukan dengan cara-cara sedemikian sehingga dapat dicegah terjadinya pemisah butir dan kehilangan bahan-bahan.

b) Cara pengangkutan aduk beton harus lancar, sehingga tidak terjadi perbedaan waktu pengikatan yang mencolok antara beton yang sudah dicor dan beton yang akan dicor. Pemindahan adukan beton dari tempat pengadukan ke tempat pengecoran dengan menggunakan talang-talang miring, hanya dapat dilakukan setelah disetujui oleh pengawas ahli. Dalam hal ini pengawas ahli mempertimbangkan persetujuan penggunaan talang miring ini, setelah mempelajari usul dari pelaksanamengenai konstruksi, kemiringan, dan panjang talang itu.

(15)

diperpanjang sampai dua jam, tetapi adukan beton harus digerakkan kontinu secara mekanis. Jika diperlukan jangka waktu yang lebih lama lagi, harus dipakai bhan-bahan penghambat pengikatan.

4. Pengecoran atau Penuangan Aduk Beton

Agar mendapatkan beton yang baik, usahakan selama pengecoran tidak terjadi segregasi pada betonnya, sebab pengecoran yang baik akan menghasilkan beton yang berkualitas baik.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengecoran beton agar mendapatkan beton yang berkualitas baik adalah sebagai berikut:

a) Adukan beton harus dituang secara terus-menerus (tidak terputus), supaya diperoleh kualitas beton yang seragam dan tidak terjadi garis batas.

b) Permukaan cetakan yang berhadapan dengan adukan beton harus dioles minyak atau oli agar beton setelah kering tidak melekat pada cetakannya. c) Selama penuangan dan pemadatan harus dijaga agar posisi cetakan maupun

tulang tidak berubah.

d) Adukan beton jangan dijatuhkan dari ketinggian lebih dari satu meter, agar tidak terjadi adanya pemisahan bahan-bahan atau butir.

e) Untuk dinding atau kolom-kolom yang tinggi, buatlah lubang-lubang samping untuk pengisian beton tiap 11/2 m tingginya.

f) Kelecekan beton harus makin keatas makin kental. Misalnya pada 11/2 m pertama (paling bawah), slump 120 mm, maka 11/1 m kedua kurangi tinggi slum misalnya menjadi 100 mm, dan seterusnya setiap 11/2 m slump dikurangi 20 atau 25 mm.

g) Pengecoran pada tempat yang miring, sebaiknya dilakukan dari bagian yang rendah, sebab jika dilakukan dari tempat yang tinggi akan menyebabkan terjadinya segregasi.

h) Pengecoran dengan menggunakan corong, dilakukan dengan mendekatkan corong tersebut ke permukaan yang dicor sedekat mungkin.

i) Pada pengecoran dinding atau kolom, usahakan agar jatuhnya adukan beton selalu di tengah, jangan sampai menyentuh cetakan atau terkena tulangan. j) Pengecoran tidak boleh dilakuakn pada waktu turun hujan.

k) Pada beton massa, sebaikanya tebal lapisan beton untuk setiap kali penuangan tidak lebih dari 45 cm, dan pad beton tertulang 30 cm.

l) Harus dijaga agar beton yag masih segar jangan diinjak.

m) Untuk menjegah timbulnya rongga-rongga kosong dan sarang-sarang krikil, adukan beton harus dipadatkan selama pengecoran.

5. Pemadatan Beton

(16)

tangan atau dengan penggetar. Jika dipakai beton tumbuk, alat penumbuknya harus dibuat sedemikian beratnya sehingga dapat menghasilkan pemadatan yang baik.

Pemadatan beton biasa dapat dilakukan dengan tangan asal dapat mencapai kepadatan yang baik. Pemadatan secara manual dilakukan dengan alat berupa tongkat baja atau tongkat kayu. Adukan beton yang baru saja dituang ke dalam cetakan harus segera dipadatkan dengan cara ditusuk-tusuk dengan tongkat baja atau kayu.

Sebaiknya tebal beton yang ditusuk tidak lebih dari 15 cm. Penusukan dengan tongkat itu dilakukan beberapa waktu sampai tampak suatu lapisan mortar diatas permukaan beton yang dipadtkan itu. Pemadatan yang kurang mengakibatkan kurang baiknya mutu beton karena berongga (keropos). Jangan menambahkan air pada adukan beton untuk memudahkan pemadatan.

Pemadatan dengan bantuan mesin dilakukan dengan menggunakan alat getar (vibrator). Alat getar itu mengakibatkan getaran pada beton segar yang baru saja dituang, sehingga aduk beton mengalir dan menjadi padat. Penggetaran yang terlalu lama harus dicegah untuk menghindari mengumpulnya krikil di bagian bawah dan hanya mortar di bagian atas beton.

a) Alat getar yang biasa dipakai ada dua macam.

b) Alat getar intern (internal vibrator) ialah alat getar yang berupa "seperti tongkat".

Alat ini digetarkan dengan mesin dan dimasukkan kedalam beton segar yang baru saja dituang.

Alat getar cetakan (form vibratir; external vibrator), ialah alat getar yang ditempelkan di bagian luar cetakan sehingga cetakan bergetar, sehingga membuat beton segar ikut bergetar pula hingga menjadi padat.

6. Perawatan Beton (Curing)

Perawatan beton adalah suatu langkah atau tindakan untuk memberikan kesempatan pada semen atau beton mengembangkan kekuatannya secara wajar dan sempurna mungkin. Untuk tujuan tersebut maka suatu perkerjaan beton perlu dijaga agar permukaan beton segar selalu lembap, sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras.

(17)

1.8 Perancangan Campuran Beton

Pada konstruksi beton mutu tinggi, dituntut untuk dapat merancangkan komposisi campuran beton yang tepat. Pembuatan beton dengan menggunakan perbandingan volume yang biasa dipakai 1 semen : 2 pasir : 3 krikil untuk beton biasa, dan campuran 1 semen : 1½ pasir : 2½ krikil untuk beton kedap air rupanya sudah kurang memuaskan lagi, karena dapat meghasilkan kuat desak beton yang sangat beragam (bervariasi).

Dalam konsep Pedoman Beton tahun 1989, perbandingan campuran seperti itu hanya boleh dilakukan untuk beton dengan mutu kurang dari 10 MPa, dan dengan slump yang tidak lebih dari 100 mm.

Perencanaan adukan beton (cincrete mix design) dimaksudkan untuk mendapatkan beton yag sebaik-baiknya, yang tinggi sesuai perncanaan;

a) Kuat desak yang tinggi sesuai perencanaan; b) Mudah dikerjakan;

c) Tahan lama (Durability); d) Murah, dan

e) Tahan aus.

Ada beberapa cara dalam mengerjakan rancangan campuran beton, antara lain rancangan menurut cara Inggris (British Standard) dan rancangan menurut cara Amerika (American Concrete Institute/ACI).

Bahan Tambahan Untuk Beton

Bahan tambah untuk beton (Concrete Admixture) adalah bahan atau zat kimia yang ditambahkan di dalam adukan beton pada tahap mula-mula sewaktu beton masih segar.

Tujuan penggunaan bahan tambah untuk beton (admixture) secara umum adalah untuk memperoleh sifat-sifat beton yang diinginkan, sesuai dengan tujuan atau keperluannya. Sifat-sifat beton yang dapat diperbaiki antara lain:

a) Memperbaiki klecekan beton segar.

b) Mengatur faktor air semen pada beton segar. c) Mengurangi penggunaan semen.

d) Mencegah terjadinya segregasi dan bleending. e) Mengatur waktu pengikatan aduk beton. f) Meningkatkan kuat desak beton keras.

g) Meningkatkan sifat kedap air pada beton keras.

(18)

1.7 Penggolongan

Jika ditinjau dari fungsinya ASTM membagi bahan tambahan untuk beton menjadi 7 jenis.

1. Tipe A :Water Reducing Admixture

Bahan tambahan yang berfungsi untuk mengurangi penggunaan air pengadukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Dengan pemakaian bahan tambahan ini faktor air semen menjadi rendah pada tingkat kelecekan (Workability) yang sama. Dengan demikian kekuatan beton dapat meningkat

2. Tipe B :Retarding Admixture

Bahan tambahan yang dapat memperlambat proses pengerasan aduk beton.

3. Tipe C :Accelerating Admixture

Jenis bahan tambah yang dapat mempercepat proses pengikatan dan pengerasan adukan beton.

4. Tipe D :Water Reducing and Retarding Admixture

Jenis bahan tambahan yang berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi penggunaan air tetapi tetap memperoleh adukan beton dengan konsistensi tertentu, dan memperlambat proses pengikatan dan pengerasan adukan beton.

5. Tipe E : Water Reducing an Accelerating Admixture

Jenis bahan tambahan yang berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi pengguaan air dalam adukan dan mempercepat proses pengikatan dan pengerasaan adukan beton.

6. Tipe F : Water Reducing, High Range Admixture

Bahan tambah jenis ini yaitu bahan tambah yang dipergunakan untuk menghasilkan adukan beton dengan konsistensi tertentu sebanyak 12% atau lebih.

7. Tipe G : Water Reducing

Bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi penggunaan air pencampuran adukan beton yag diperlukan, untuk menghasilkan adukan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih, dan juga untuk menghambat pengikatan beton.

Jika ditinjau dari kondisi bahan tambah setelah dicampur dengan air, dapat dibedakan menjadi dua.

1. Bahan Tambah yang Tidak Larut

(19)

Untuk memperbaiki kelecekan adukan beton

Beton yang kurang bagian butir halus dalam agregat, menjadi tidak kohesif, dan sudah bleeding. Untuk memperbaiki keadaan ini dapat ditambahkan tepung benda padat yang halus sekali, misalnya tepung tras, kapur atau gilingan batu kapur. Penambahan ini sering kali dibutuhkan air lebih banyak dari yang seharusnya dan dilakukan pada:

a) Beton kurus dimana semennya kasar

b) Beton dengan kadar semen yang biasa, tetapi perlu dipompa dengan jarak yang cukup jauh.

Pigmen (bahan pewarna semen)

Yang penting diperhatikan pada pemakaian pigmen, adalah harus dipilih zat yang tidak akan memperngaruhi pengerasan semen. Zat pigmen harus lebih halus dari semennya, dan penambahannya hanya dalam persentase yang kecil sekali.

Pigmen untuk semen, yang baik adalah senyawa anorganik. Senyawa anorganik tidak tahan terhadap kapur dan sinar ultra violet, dan akanmerubah warnanya. Beberapa contoh pigmen, antara lain:

a) Oksida besi (kuning, merah, cokelat, hitam) b) Oksida mangan (cokelat, violet, hitam) c) Oksida chrom (hijau)

d) Oksida cobalt (biru) e) Oksida titan (putih)

2. Bahan Tambah yang Larut

Bahan ini memiliki fungsi yang beragam

Pembentukan gelembung udara (Air Entraining Agent/AEA)

Terdapat jenis detergen dan bukan detergen seperti yang dijelaskan berikut.

Jenis detergen

Pembentukan gelembung udara sering disebut AEA, umumnya adalah jenis detergen, yaitu zat aktif terhadap permukaan. Zat itu umumnya adalah zak organik yang dibuat sabun, sehingga jika diaduk dengan air akan menjadi busa, dan busa ini akan tersebar didalam aduk dan aduk beton. Besarnya butir gelembung dari diameter beberapa mikron hingga 1 mm - 2 mm.

(20)

memperbaiki kerapatan air, sebab gelembung-gelembung atu dengan yang lainnya saling tersekat dan memutuskan kapiler pada betonnya.

Bahan untuk membuat AEA jenis ini pada umumnya dari senyawa organik. AEA yang terbuat dari damar vinsol (yang berasal dari kayu pinus), juga sangat efektif. Dia adalah senyawa aromatis asam abiet (abietic acid), yang biasanya juga disebut soda api.

Jenis bukan detergen

Jenis ini misalnya bubuk almunium yang halus (100 mikron) dengan air, di dalam beton akan bereaksi membuat gelembung udara gas hidrogen. Untuk mendapatkan gelembung yang terbagi rata, bubuk almunium harus terdispersi rata, dan gelembungnya stabil, perlu dicampur dengan stabilisator, misalnya natrium stearat atau Na-bensoat.

Pempercepat Pengerasan

Bahan jenis ini yang banyak dipakai adalah garam CCl2; bahan yang tidak

mengandung Clorida misalnya kalsium format, natrium nitrit, dan aluminat, juga triethnol amine. Zat tanpa klorida lebih sedikit dipakai daripada CaCl2.

a) Jenis akselerator biasanya ada dua kelompok. b) Yang dihasilkan "pengikatan cepat"

c) Kelompok ini biasanya berupa benda-benda yang mempengaruhi reaksi antara C3A dan gips.

Bahan Untuk Pengurangan Air dan Membuat aduk lebih cair (Water Reducing and Fludifying agent):

WRA

Bahan ini adalah jenis plastimen (pembuat kelecekan) yang juga mampu mengurangi penggunaan air. Dalam beberapa hal, bahan ini memiliki kesamaan dengan AEA, yang aktif terhadap permukaan (surface active).

Zat WRA ini mengakibatkan butir-butir semen (yang sementara belum mengeras) dan butir-butir agregat terdispersi merata sehingga zat ini juga berfungsi sebagai pelumas atau pelicin antara butir-butir sehingga aduk beton mudah diaduk.

Zat-Zat Penghambat Pengerasan

Zat jenis ini pada umumnya terbuat dari campuran-campuran zat admixture padat dan admixture cair, atau admixture padat saja.

(21)

halus pada aduk beton akan membuat beton rapat air, karena pusolan mengikat kapur dan dapat menutup pori-poriyang ada.

Pengaruh Admixture Padat pada Kejuatan Semen

Butiran admixture yang halus akan lebih dapat menambah air, sehingga beton tidak bleeding, dan kelecekannya lebih baik. Tetapi karena butiran halus tadi memiliki permukaan yang luas, maka akan membutuhkan air lebih banyak untuk melumaskannya, sehingga keperluan air dalam beton lebih banyak, sehingga kekuatan beton turun.

Butiran ini juga dapat mengganggu pengerasan semen, karena mereka menyekat butiran-butiran semen yang akn mengeras bersatu, akibatnya ikatannya berkurang kuat, rapuh, banyak pori, tidak rapat air, serta mudah susut. Oleh karena itu, sebelum menggunakan admixture jenis tersebut, perlu pembuktian terlebih dahulu, bahwa zat itu tidak merugikan beton.

Pedoman Memilih Admixture

Admixture untuk beton adalah sekedar zat penolong untuk menambah supaya sifat beton itu lebih baik. Tetapi admixture sendiri bukan zat yang membuat beton buruk menjadi baik.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka jika kita akan memakai admixture, bahan tersebut harus betul-betul memberikan keuntungan pada kita atau adukan betonnya, bukan sebaliknya. Pertimbangan-pertimbangan dalam pemakaian admixture adalah sebagai berikut:

a) Jangan memakai admixture jika tidak tahu tujuannya yang pasti. b) Admixture tidak akan membuat beton buruk menjadi beton baik. c) Suatu admixture dapat merubah lebih dari satu sifat adukan beton.

d) Pengawasan terhadap bahan ini amat penting, juga pengawasan atas pengaruhnya pada adukan beton.

sumber :http://yoppyinfo.blogspot.com/2009/10/teknologi-beton-semen.html

Gambar

gambar berikut

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini adalah sebuah kajian Strategi Dakwah dalam memperbaiki akhlak remaja. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk : 1) mengetahui strategi dakwah pada

Model yang telah tergambarkan diatas adalah Model Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis. Model ini menggambarkan sebuah spiral dari beberapa siklus kegiatan. Bagan yang

Persentase KBK = seluruhnya siswa banyaknya belajar tuntas yang siswa banyaknya x 100% Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang digunakan untuk mata pelajaran IPS di kelas

Pemn pendidikan dalam kaitallnya dengan penbahan nasyaralot ini, kadang- kadang be.ada di depar, tetapi seringka.li pula pendidikan itu berada dibelakang kondisi

ﺪﲪﻷ ﺩﺍﺆﻓ ﺪﻨﻓﺃ ،ﻱ ﺎﻫﲑﻏﻭ. ﺓﺭﺆﺑ ﺚﺤﺒﻟﺍ ﰲ ﺚﺤﺒﻟﺍ ،ﻲﻋﻮﻨﻟﺍ ﺩﺪﳛ ﺚﺣﺎﺒﻟﺍ ﺚﺤﺒﻟﺍ. ﻰﻤﺴﻳﻭ ﺪﻳﺪﲢ ﺔﻟﺄﺴﳌﺍ ،ﺓﺭﺆﺒﻟﺍ ﻞﻤﺘﺸﺗ ﻩﺬﻫ ﺓﺭﺆﺒﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻞﺋﺎﺴﳌﺍ ﺔﻣﺎﻌﻟﺍ. ﰲﻭ ﺍﺬﻫ ،ﺚﺤﺒﻟﺍ

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (1), Pasal 130 ayat (1) dan Pasal 131 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Untuk uji coba alat ini, peneliti menyebarkan 96 item kepada 18 orang yang memiliki kriteria yang sama, yaitu 3 kelompok yang positif dan 3 kelompok yang

Saluran 4 mengeluarkan biaya fungsional yang paling rendah dapat dikarenakan pada miniplant Tuban pemilik miniplant tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi