• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Larutan Mikroorganisme Lokal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Larutan Mikroorganisme Lokal"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO ( Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM

DAN LARUTAN MIKROORGANISME LOKAL

SKRIPSI

OLEH : LIPERI TARIGAN

090301186

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO ( Theobroma cacao L.)

TERHADAP PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN LARUTAN MIKROORGANISME LOKAL

SKRIPSI

OLEH : LIPERI TARIGAN

090301186

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Penelitian : Respons Pertumbuhan Bibit Kakao ( Theobroma cacao L.)

Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam Dan Larutan Mikroorganisme Lokal

Nama : Liperi Tarigan

Nim : 090301186

Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui Oleh :

(Ferry Ezra Sitepu, SP, MSi.) (Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP.)

Ketua Pembimbing Anggota Pembimbing

NIP.19680602 199802 1 001 NIP.19631019 198903 2 002

Diketahui Oleh :

(Prof. Dr.Ir. T Sabrina, M.Sc.)

Ketua Program Studi

NIP. 19640620 198903 2 001

(4)

ABSTRAK

LIPERI TARIGAN : Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam Dan Larutan

Mikoorganisme Lokal, dibimbing oleh FERRY EZRA SITEPU dan RATNA ROSANTY LAHAY.

Salah satu faktor yang menentukan mutu bibit kakao adalah kesuburan media tumbuh. Kesuburan media tumbuh dapat diperbaiki atau ditingkatkan dengan pemupukan anorganik maupun organik, diantaranya adalah dengan memanfaatkan pupuk kandang ayam serta larutan mikoorganisme lokal, yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU pada bulan Juni 2013 sampai dengan bulan September 2013, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu faktor pertama dalah dosis pupuk kandang ayam (0, 150, dan 300 g/polibag) dan faktor kedua dalah dosis larutan mikrooganisme lokal (0, 15, 30 dan 45 cc/L air). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar.

Dari hasil penelitian, pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada 12 MST dan 14 MST, jumlah daun pada 8,10 dan 12 MST, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk dan bobot basah akar. Pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Interaksi berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Hasil terbaik dari penelitian ini diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk kandang ayam 300 g/polibag dan pemberian larutan mikroorganisme lokal 15 cc/L air) .

(5)

ABSTRACT

LIPERI TARIGAN: Response of chiken manure and local microorganisms on

growth cocoa (Theobroma cacao L.) seedlings , supervised by FERRY EZRA SITEPU and RATNA ROSANTY LAHAY.

One of the factors that determine the quality of cocoa seedlings is the fertility growing medium. Fertility growing medium can be improved or enhanced with inorganic or organic fertilizer, such as using of chiken manure and local microorganisms. This research had been conducted at experimental field in Faculty of Agriculture USU in June 2013 until September 2013, using randomized complete block design with two factor. The first factor is dose of chiken manure (0, 150 and 300 gram/ polybag) and the second factor is dose of local microorganisms (0, 15, 30 and 45 cc/ Liter of water). Parameter observed were plant height, number of leaves, stem diameter, the total leaves area, fresh weight of shoot, fresh weight of root, dry weight of shoot and dry weight of root.

From the research, chiken manure significantly affect on plant height (12 and 14 WAP), number of leaves( 8-12 WAP), stem diameter(4-14 WAP), the total leaves area, fresh weight of canopy ,dry weight of canopy and fresh weight of root. Local microorganisms unsignificantly affect on all parameters. Interaction unsignificantly affect on all parameter. The best result from this experimental were obtained in the treatment of chicken manure at 300 g/polybag and local microorganisms 15 cc /L of water.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 29 September 1989 dari

ayah Parte Tarigan dan ibu Sumiati Barus. Penulis merupakan putra kedua dari

tiga bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA St.Yoseph di Medan, dan pada

tahun 2009 masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional

Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih minat Budidaya

Pertanian dan Perkebunan, Program Studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan

Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek), sebagai asisten kordinator praktikum

di Laboratorium Dasar Agronomi.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas segala

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam Dan Larutan Mikroorganisme Lokal”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua

orang tua yang telah memberikan dukungan finansial dan spiritual. Penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada bapak Fery Ezra Sitepu, SP,MSi., selaku dosen

ketua komisi pembimbing dan ibu Ir.Ratna Rosanty Lahay, MP., sebagai dosen

anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan masukan

selama penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada seluruh

staf pengajar, pegawai serta kerabat di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan penyelesaian

skripsi ini.

Semoga hasil skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2014

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 4

Hipotesis Penelitian... 4

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA... 5

Botani Tanaman... 5

Syarat Tumbuh... 7

Iklim... 7

Tanah... 9

Pupuk Kandang Ayam... 10

Mikroorganisme Lokal... 13

BAHAN DAN METODE PENELITIAN... 16

Tempat dan Waktu Penelitian... 16

Bahan dan Alat... 16

Metode Penelitian... 16

PELAKSANAAN PENELITIAN... 19

Persiapan Lahan... 19

Persiapan Naungan... 19

Persiapan Media Tanam Dan Aplikasi Pupuk Kandang Ayam... 19

Persiapan Larutan Mikroorganisme Lokal... 19

Pengecambahan Benih... 20

Penanaman Kecambah... 20

Aplikasi Larutan Mikroorganisme Lokal... 20

Pemeliharaan Tanaman... 21

Penyiraman... 21

Penyulaman... 21

Penyiangan... 21

Pengendalian Hama dan Penyakit... 21

Pengamatan Parameter... 21

Tinggi Tanaman (cm)... 21

(9)

Diameter Batang (mm)... 22

Total Luas Daun (cm²)... 22

Bobot Basah Tajuk (g)... 22

Bobot Kering Tajuk (g)... 23

Bobot Basah Akar (g)... 23

Bobot Kering Akar (g)... 23

Rasio Bobot Kering Tajuk/Bobot Kering Akar... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN... 24

Hasil... 24

Pembahasan... 44

KESIMPULAN DAN SARAN... 48

Kesimpulan... 48

Saran... 48

DAFTAR PUSTAKA... 47

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tinggi tanaman 4-14 MST (cm) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikrooganisme lokal ... 25 2. Jjumlah daun 4-14 MST (mm) pada pemberian pupuk kandang ayam

dan larutan mikroorganisme lokal ... 28 3. Diameter batang 4-14 MST (helai) pada pemberian pupuk kandang

ayam dan larutan mikroorganisme lokal ... 31 4. Total luas daun (cm2) pada pemberian pupuk kandang ayam dan

larutan mikroorganisme lokal ... 33 5. Bobot basah tajuk (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan

larutan mikroorganisme lokal ... 35 6. Bobot kering tajuk (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan

larutan mikroorganisme lokal ... 37 7. Bobot basah akar (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan

larutan mikroorganisme lokal ... 39 8. Bobot kering akar (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan

larutan mikroorganisme lokal ... 41 9. Rasio bobot kering tajuk/bobot kering akar pada pemberian pupuk

kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal... ... 42

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Hubungan tinggi tanaman dengan pemberian beberapa dosis

pupuk kandang ayam pada 14 MST... 26 2. Hubungan jumlah daun dengan pemberian beberapa dosis

pupuk kandang ayam pada 12 MST... 29 3. Hubungan diameter batang dengan pemberian beberapa dosis

pupuk kandang ayam pada 14 MST... 32 4. Hubungan total luas daun dengan pemberian beberapa

dosis pupuk kandang ayam... 34 5. Hubungan bobot basah tajuk dengan pemberian beberapa

dosis pupuk kandang ayam... 36 6. Hubungan bobot kering tajuk dengan pemberian

beberapa dosis pupuk kandang ayam ... 38 7. Hubungan bobot basah akar dengan pemberian beberapa

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Deskripsi tanaman kakao varietas Lindak TSH 858 ... 52

2. Bagan penelitian ... 53

3. Data hasil analisis pupuk kandang ayam ... ..54

4. Data hasil analisis larutan mikroorganisme lokal... ... . 55

5. Data hasil analisis tanah ultisol ... 56

6. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) ... 57

7. Sidik ragam tinggi tanaman 4 MST ... 57

8. Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm) ... 58

9. Sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 58

10. Data pengamatan tinggi tanaman 8 MST (cm) ... 59

11. Sidik ragam tinggi tanaman 8 MST ... 59

12. Data pengamatan tinggi tanaman 10 MST (cm) ... 60

13. Sidik ragam tinggi tanaman 10 MST ... 60

14. Data pengamatan tinggi tanaman 12 MST (cm) ... 61

15. Sidik ragam tinggi tanaman 12 MST ... 61

16. Data pengamatan tinggi tanaman 14 MST (cm) ... 62

17. Sidik ragam tinggi tanaman 14 MST ... 62

18. Data pengamatan jumlah daun 4 MST (helai) ... 63

19. Sidik ragam jumlah daun 4 MST ... 63

20. Data pengamatan jumlah daun 6 MST (helai) ... 64

21. Sidik ragam jumlah daun 6 MST ... 64

22. Data pengamatan jumlah daun 8 MST (helai) ... 65

23. Sidik ragam jumlah daun 8 MST ... 65

24. Data pengamatan jumlah daun 10 MST (helai) ... 66

25. Sidik ragam jumlah daun 10 MST ... 66

26. Data pengamatan jumlah daun 12 MST (helai) ... 67

27. Sidik ragam jumlah daun 12 MST ... 67

28. Data pengamatan jumlah daun 14 MST (helai) ... 68

29. Sidik ragam jumlah daun 14 MST ... 68

30. Data pengamatan diameter batang 4 MST (mm) ... 69

31. Sidik ragam diameter batang 4 MST ... 69

32. Data pengamatan diameter batang 6 MST (mm) ... 70

33. Sidik ragam diameter batang 6 MST ... 70

34. Data pengamatan diameter batang 8 MST (mm) ... 71

35. Sidik ragam diameter batang 8 MST ... 71

36. Data pengamatan diameter batang 10 MST (mm) ... 72

37. Sidik ragam diameter batang 10 MST ... 72

(13)

39. Sidik ragam diameter batang 12 MST ... 73

40. Data pengamatan diameter batang 14 MST (helai)... 74

41. Sidik ragam diameter batang 14 MST ... 74

42. Data pengamatan total luas daun daun (cm2) ... 75

43. Sidik ragam total luas daun daun ... 75

44. Data pengamatan bobot basah tajuk (g) ... 76

45. Sidik ragam bobot basah tajuk ... 76

46. Data pengamatan bobot kering tajuk (g) ... 77

47. Sidik ragam bobot kering tajuk ... 77

48. Data pengamatan bobot basah akar (g) ... 78

49. Sidik ragam bobot basah akar ... 78

50. Data pengamatan bobot kering akar (g) ... 79

51. Sidik ragam bobot kering akar ... 79

52. Data pengamatan ratio bobot kering tajuk/bobot kering akar... ... 80

53. Sidik ragam ratio bobot kering tajuk/bobot kering akar ... 80

(14)

ABSTRAK

LIPERI TARIGAN : Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam Dan Larutan

Mikoorganisme Lokal, dibimbing oleh FERRY EZRA SITEPU dan RATNA ROSANTY LAHAY.

Salah satu faktor yang menentukan mutu bibit kakao adalah kesuburan media tumbuh. Kesuburan media tumbuh dapat diperbaiki atau ditingkatkan dengan pemupukan anorganik maupun organik, diantaranya adalah dengan memanfaatkan pupuk kandang ayam serta larutan mikoorganisme lokal, yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU pada bulan Juni 2013 sampai dengan bulan September 2013, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu faktor pertama dalah dosis pupuk kandang ayam (0, 150, dan 300 g/polibag) dan faktor kedua dalah dosis larutan mikrooganisme lokal (0, 15, 30 dan 45 cc/L air). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar.

Dari hasil penelitian, pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada 12 MST dan 14 MST, jumlah daun pada 8,10 dan 12 MST, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk dan bobot basah akar. Pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Interaksi berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Hasil terbaik dari penelitian ini diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk kandang ayam 300 g/polibag dan pemberian larutan mikroorganisme lokal 15 cc/L air) .

(15)

ABSTRACT

LIPERI TARIGAN: Response of chiken manure and local microorganisms on

growth cocoa (Theobroma cacao L.) seedlings , supervised by FERRY EZRA SITEPU and RATNA ROSANTY LAHAY.

One of the factors that determine the quality of cocoa seedlings is the fertility growing medium. Fertility growing medium can be improved or enhanced with inorganic or organic fertilizer, such as using of chiken manure and local microorganisms. This research had been conducted at experimental field in Faculty of Agriculture USU in June 2013 until September 2013, using randomized complete block design with two factor. The first factor is dose of chiken manure (0, 150 and 300 gram/ polybag) and the second factor is dose of local microorganisms (0, 15, 30 and 45 cc/ Liter of water). Parameter observed were plant height, number of leaves, stem diameter, the total leaves area, fresh weight of shoot, fresh weight of root, dry weight of shoot and dry weight of root.

From the research, chiken manure significantly affect on plant height (12 and 14 WAP), number of leaves( 8-12 WAP), stem diameter(4-14 WAP), the total leaves area, fresh weight of canopy ,dry weight of canopy and fresh weight of root. Local microorganisms unsignificantly affect on all parameters. Interaction unsignificantly affect on all parameter. The best result from this experimental were obtained in the treatment of chicken manure at 300 g/polybag and local microorganisms 15 cc /L of water.

(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas unggulan nasional setelah tanaman sawit dan karet. Kakao merupakan salah satu komoditi

ekspor unggulan Indonesia yang telah memberikan sumbangan devisa bagi negara

US $ 1,6 Miliar pada akhir tahun 2010. Keberadaan Indonesia sebagai produsen

kakao utama di dunia menunjukkan bahwa kakao Indonesia cukup diperhitungkan

dan berpeluang untuk menguasai pasar global. Seiring terus meningkatnya

permintaan pasar terhadap kakao, maka perlu dilakukan usaha untuk

meningkatkan produktivitas dan produksi nasional dalam rangka meningkatkan

ekspor kakao nasional (Badan Pusat Statistik, 2011).

Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga setelah Pantai

Gading dan Ghana dengan produksi mencapai 877.296 ton. Luas areal perkebunan

kakao Indonesia pada tahun 2010 mencapai 1.651.539 ha dimana hampir

seluruhnya merupakan perkebunan rakyat (93,04%) yang tersebar di seluruh

propinsi, kecuali DKI Jakarta. Produktivitas kakao Indonesia masih relatif rendah

yaitu baru mencapai rata-rata 532,17 kg/ha, sedangkan Pantai Gading sudah

mencapai 1,5 ton /ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011).

Luas areal tanaman kakao di Indonesia pada tahun 2006 adalah

1.320.820 ha dengan produksi 769.000 ton. Sedangkan pada tahun 2007 luas areal

tanaman kakao di Indonesia meningkat menjadi 1.379.279 ton sementara

produksinya menurun menjadi 740.000 ton. Pada tahun 2008 luas areal tanaman

kakao meningkat menjadi 1.473.259 sementara produksinya hanya bertambah

(17)

849.8760 ton dengan luas areal 1.592.983. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa

belum signifikannya peningkatan produksi kakao seiring dengan peningkatan luas

areal tanamnya (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010).

Produksi kakao mempunyai kaitan yang sangat erat dengan pelaksaan

teknik budidaya dan kualitas bibit. Pembibitan kakao mempunyai peranan penting

untuk menghasilkan kualitas bibit yang bermutu. Berbagai upaya telah dilakukan

untuk mendapatkan bibit yang diharapkan, di antaranya dengan menyediakan

hara pada media tanam sesuai dengan kebutuhan bibit. Pemupukan dengan

menggunakan pupuk anorganik merupakan alternatif yang banyak dipilih petani

dalam usaha memenuhi kebutuhan hara tanaman. Selama kurun waktu 20 tahun

terakhir terjadi kenaikan penggunaan pupuk kimia sintesis hampir 5 kali lipat,

sementara kenaikan produksi hanya mencapai 50%. Hal ini menunjukkan bahwa

penggunaan pupuk anorganik sudah tidak efisien lagi (Sugito, 2002).

Pupuk organik mempunyai fungsi penting bagi tanah yaitu untuk

menggemburkan lapisan tanah permukaan (top soil), meningkatkan populasi jasad renik tanah, mempertinggi daya serap dan daya simpan air yang secara

keseluruhan akan meningkatkan kesuburan tanah. Salah satu pupuk organik yaitu

pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan produk buangan dari binatang

peliharaan seperti ayam, kambing, sapi dan kerbau yang dapat digunakan untuk

menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Kualitas pupuk

kandang sangat berpengaruh terhadap respon tanaman. Pupuk kandang ayam

secara umum mempunyai kelebihan dalam kecepatan penyerapan hara, komposisi

hara seperti N, P, K dan Ca dibandingkan pupuk kandang sapi dan kambing

(18)

MOL ( Mikroorganisme Lokal ) adalah cairan yang berbahan dari berbagai

sumber daya alam yang tersedia setempat. MOL mengandung unsur hara makro

dan mikro dan juga mengandung mikroba yang berpotensi sebagai perombak

bahan organik, perangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengendali hama

penyakit tanaman. Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam MOL tersebut,

maka MOL dapat digunakan sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan sebagai

pestisida organik terutama sebagai fungsida (Purwasasmita dan Kunia, 2009).

Keunggulan penggunaan larutan MOL yang paling utama adalah murah.

Bahan-bahan yang ada di sekitar kita seperti buah-buahan busuk, bonggol pisang,

rebung, daun gamal, keong, urin sapi, urin kelinci serta sisa makanan dapat

digunakan sebagai bahan pembuat MOL. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke

dalam drum yang kemudian dicampur dengan larutan yang mengandung glukosa

seperti air nira, air kelapa atau air gula. Kemudian drum ditutup dan difermentasi

sampai beberapa hari. Setelah itu MOL dapat dipakai untuk menyemprot tanaman

dengan terlebih dahulu diencerkan dengan perbandingan 400 cc cairan MOL

diencerkan dengan 14 l air dengan dosis 4,8 l/ha (Amalia, 2008)

Pada saat ini permasalahan yang dihadapi dalam pembibitan kakao pada

skala besar adalah keterbatasan tanah top soil sebagai media tanam di polybag.

Pada kenyataannya ketersediaan tanah sub soil yang cukup banyak di lapangan

sudah mulai digunakan sebagai pengganti media tanam top soil. Pada umumnya

tanah sub soil mempunyai nilai kesuburan yang lebih rendah dibandingkan

dengan tanah top soil, antara lain ditunjukkan dengan rendahnya kandungan bahan

(19)

pertumbuhan bibit kakao yang baik pada tanah sub soil maka kandungan bahan

organik dan unsur hara harus ditingkatkan (Tambunan, 2009)

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang respon pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacaoL) terhadap pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuan bibit kakao

(Theobroma cacao L.) terhadap pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal serta interaksi keduannya.

Hipotesis Penelitian

Pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal serta

interaksi keduanya nyata meningkatkan pertumbuhan bibit kakao

(Theobroma cacao L.)

Kegunaan Penelitian

Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

(20)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2010) sistematika

tanaman kakao adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta ;

Subdivisi : Angiospermae ; Kelas : Dicotyledoneae ; Sub Kelas : Dialypetalae ;

Ordo : Malvales ; Family : Sterculiaceae ; Genus : Theobroma ;

Spesies : Theobroma cacaoL.

Akar kakao adalah akar tunggang (radix primaria). Pertumbuhan akar

cokelat bisa sampai 8 meter ke arah samping dan 15 meter ke arah bawah. kakao

yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak

menumbuhkan akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak

jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut menumbuhkan dua akar yang

menyerupai akar tunggang. Pada tanah yang drainasenya jelas dan permukaaan air

tanahnya tinggi, akar tunggang tidak dapat tumbuh lebih dari 45 cm.

(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010)

Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas

vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortrotop

atau tunas air ( wiwilan atau chupon ), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagriotrop ( cabang kipas atau fan ). Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan berhenti

tumbuh dan membentuk jorket ( jorquete ). Jorket adalah tempat percabangan dari pola percabangan ortrotrop ke plagriotrop dan khas hanya pada tanaman kakao.

(21)

Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfisme.

Pada tunas ortrotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5- 10 cm sedangkan pada

tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm. Tangkai daun

berbentuk silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya. Bentuk helai daun

bulat memanjang (oblongus ), ujung daun meruncing (acuminatus), dan pangkal daun runcing (acutus). Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat

seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung pada kultivarnya.

Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan

mengkilap (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010)

Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang

dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut

semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan

bunga (cushioll). Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G (5) artinya, bunga

disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota, 10

tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing terdiri dari 5

tangkai sari tetapi hanya 1 lingkaran yang fertil, dan 5 daun buah yang bersatu.

Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat

pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap kultivar.

Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun mahkota panjangnya 6-8

mm, terdiri atas dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binatang dan

bisanya terdapat dua garis merah. Bagian ujungnya berupa lembaran tipis,

(22)

Warna buah tanaman kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya

ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak

putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika

muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (orange). Kulit buah

memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang seling. Pada tipe

criolo dan trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit buahnya tebal tetapi lunak dan

permukaannya kasar. Sebaliknya , pada forastero, permukaan kulit buah pada

umumnya halus (rata), kulitnya tipis tetapi keras, dan liat. Buah akan masak

setelah berumur enam bulan. Saat itu, ukurannya beragam dari panjang 10 hingga

30 cm, bergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama

perkembangan buah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010)

Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya

beragam yaitu 20-50 butir per buah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji

disusun oleh dua kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempel

di poros lembaga (embryo axis ). Warna kotiledon putih untuk tipe criolo dan ungu untuk tipe forastero. Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna

putih. Di sebelah dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus

dua kotiledon dan poros embrio. Biji kakao tidak memiliki masa dorman.

(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010)

Syarat Tumbuh Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang cukup berpengaruh

(23)

kakao. Tanaman kakao dapat tumbuh pada garis lintang 10°LS-10°LU dan pada

ketinggian 0-600 m dpl (Susanto, 1994).

Tanaman kakao dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan berkisar

antara 1250-3000 mm tiap tahun. Curah hujan yang melebihi dari 2500 mm tiap

tahun akan meningkatkan serangan penyakit busuk buah Phytophthora dan VSD atau Vascular Streak Dieback. Di samping itu, akan terjadi pencucian/ pelindian atau leaching yang berat terhadap tanah, sehingga akan menurunkan kesuburan

tanah, pH turun dan pertukaran kation rendah.Curah hujan yang relatif rendah

misalnya 1300-1500 mm tiap tahun, tetapi distribusinya merata sepanjang tahun,

pertumbuhan kakao lebih baik daripada curah hujan sekitar 3000 mm tiap tahun,

tetapi memiliki musim kering selama 5 bulan (Susanto, 1994).

Suhu harian yang terbaik untuk tanaman cokelat adalah sekitar 24-28 °C,

dan kelembaban udaranya konstan dan relatif tinggi, yakni sekitar 80%. Suhu

maksimal untuk kakao sekitar 30°C-32°C sedangkan suhu minimum sekitar 18-21

°C. Bila suhu terlalu tinggi menyebabkan hilangnya dominasi apical, dan tunas

ketiak daun tumbuh menjadi daun-daun yang kecil. Sedangkan suhu yang terlalu

rendah menyebabkan daun seperti terbakar dan bunga menering (Sunanto, 1992).

Sinar matahari merupakan sumber energi bagi tanaman dalam proses

fotosintesis. Namun kebutuhan sinar matahari tergantung dari besar kecilnya

tanaman. Tanaman muda yang baru ditanam memerlukan sinar matahari sekitar

25%-35% dari sinar matahari penuh. Sedangkan untuk tanaman dewasa atau yang

sudah berproduksi kebutuhan sinar matahari makin besar yaitu 65% -75%. Hal ini

dapat diperoleh dengan car mengatur tanaman penaung. Pada pembibitan, sinar

(24)

sempit, dan bibit relatif pendek. Tanaman kakao berasal dari daerah hutan tropis

biasanya memperoleh naungan besar. Tanaman kakao termasuk golongan

tanaman C-3. Sehingga mampu melakukan fotosintesis pada suhu relatif rendah

(Susanto, 1994).

Angin yang kuat ( lebih dari 10 m/detik) berpengaruh buruk terhadap

tanaman cokelat. Lebih-lebih yang datangnya dari laut yang mengandung garam

akan memberikan pengaruh jelek, karena dapat menyebabkan kerusakan mekanis,

daun-daun gugur, pucuk-pucuk layu, dan penyerbukan gagal. Kecepatan angin

yang baik adalah 2-5 m/detik, karena dapat membantu penyerbuakan. Penanaman

pohon pelindung untuk tanaman cokelat dapat mengurangi kecepatan angindan

menjaga kelembaban kebun (Sunanto, 1992).

Tanah

Kemasaman (pH) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar

5,6-6,8.Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil), sedangkan pada tanah bawah (sub soil) kemasaman tanah sebaiknya netral, agak masam, atau agak basa. Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu di atas

3 %. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi

tanah, kemampuan penyerapan (absorbsi) hara, dan daya simpan lengas tanah

(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010).

Tanah yang baik untuk kakao adalah tanah yang bila musim hujan drainase

baik dan pada musim kemarau dapat menyimpan air. Hal ini dapat terpenuhi bila

tanah memiliki tekstur sebagai berikut : fraksi pasir sekitar 50 %, fraksi debu

sekitar 10% - 20%, dan fraksi lempung 30% - 40%. Jadi tekstur tanah yang cocok

(25)

tanah yang remah dan agregat yang mantap dapat menciptakan aerase yang baik

dan memungkinkan perkembangan akar (Susanto, 1994).

Seperti tanaman pada umumnya, kakao juga menghendaki tanah yang

mudah diterobos oleh akar tanaman, dapat menyimpan air terutama pada musim

hujan drainase dan aerasenya baik. Perakaran kakao pada umumnya dapat

mencapai kedalaman sekitar 1-1,5 m untuk akar tunggangnya. Sedangkan akar

lateral sebagian besar terdapat pada lapisan atas, sedalam sekitar 30 cm. Maka

untuk memperoleh perakaran yang baik, yang mampu menghisap air dan unsur

hara, tanaman tahan kekeringan dan tidak mudah rebah, diperlukan kedalaman

efektif tanah sekitar 1,5 m. Disamping itu, tanah bebas dari batu-batuaan dan

cadas yang mengganggu perkembangan akar (Susanto, 1994).

Pupuk Kandang Ayam

Kotoran ayam merupakan limbah yang dihasilkan dari peternakan ayam

yang dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan. Untuk mengurangi limbah

tersebut, kotoran ayam dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Pupuk yang dihasilkan

disebut pupuk kompos yang disiapkan melalui proses fermentasi untuk

mempercepat proses dekomposisi oleh berbagai macam bakteri, menggunakan

starter EM4 selama 8 hari. Pupuk kompos yang dihasilkan dianalisis kandungan

hara N, C-Organik dan C/N. Hasil penelitian Miftakhul, dkk (2013) kadar hara N, C-organik dan rasio C/N yang dihasilkan dari pupuk kandang hasil fermentasi

kotoran ayam berturu-turut adalah 0,554 % , 3,308 dan 6.

Wulandari (2012) menyebutkan bila dihitung dari bobot badannya,

kotoran ayam lebih besar dari kotoran ternak lainnya, dimana setiap 1.000

(26)

Sedangkan kotoran sapi dengan bobot badan yang sama menghasilkan kotoran

kering hanya 1.890 kg/tahun. Demikian pula dilihat dari segi kandungan hara

yang dihasilkan dimana tiap ton kotoran ayam terdapat 65,8 kg N, 13,7 kg P dan

12,8 kg K. Sedangkan kotoran sapi dengan bobot kotoran yang sama mengandung

22 kg N, 2,6 kg P dan 13,7 kg K. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa

pemberian 2500 g/tanaman pupuk kandang ayam adalah dosis terbaik untuk

pertumbuhan dan hasil tanaman rosela di tanah ultisol.

Menurut Lingga dan Marsono (2004) peranan nitrogen bagi tanaman

adalah merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang

dan daun, serta mendorong terbentuknya klorofil sehingga daunnya menjadi hijau

yang berguna bagi fotosintesis Kandungan Nitrogen yang tinggi pada pupuk

kandang ayam memacu laju pertumbuhan jumlah daun tanaman. Nitrogen

merupakan unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman terutama

daun, pertambahan tunas dan menambah tinggi tanaman. Tersediannya nitrogen

maka tanaman akan membentuk bagian-bagian vegetatif yang cepat, akibat dari

pembelahan sel jaringan meristem, perpanjangan dan pembesaran sel-sel baru dan

protoplasma sehingga pertumbuhan tanaman berlangsung dengan baik.

Sutedjo (2002) menyebutkan bahwa unsur nitrogen merupakan unsur hara

utama di dalam pembentukan organ vegetatifk tanaman seperti daun, batang dan

akar. Kegunaan unsur nitrogen bagi tanaman adalah untuk meningkatkan

pertumbuhan tanaman, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman dan

(27)

Fajar (2013) menyebutkan bahwa nitrogen merupakan unsur makro yang

dibutuhkan banyak di tubuh tanaman bersama C, H,O,P dan K. Nitrogen

merupakan unsur yang terkandung dalam pupuk urea dan pupuk kandang maupun

organik dapat menyumbangkan sejumlah hara N guna pertumbuhan tanaman,

terutama tajuk tanaman. Selain mengandung hara N yang tinggi, pupuk kandang

ayam juga mengandung hara P yang cukup tinggi yang mampu mendukung

pertumbuhan tanaman. Soegiman dalam Rukmi (2009) menyebutkan bahwa

fosfor berpengaruh dalam pembelahan sel, pembuahan, perkembangan akar

khusus lateral, dan akar halus berserabut, kekuatan batang pada tanaman serelia,

kekebalan terhadap penyakit tertentu.

Melati dan Andriani (2005) pemberian 10 ton/ha pupuk kandang ayam

memberikan peningkatan pertumbuhan dan produksi terbaik pada kedelai organik.

Pemberian 10 ton/ha pupuk kandang ayam mampu meningkatkan jumlah polong

isi sekitar 6.6 polong /tanaman.

Martin (2000) dalam penelitiannya melaporkan bahwa untuk pertambahan

tinggi bibit eucalyptus pelliat F.Muell dengan rata-rata sebesar 16.92 cm dosis terbaik adalah 25 gram/kg tanah, pertambahan diameter dengan nilai rata-rata 0.89

cm dosis terbaik adalah 25 gr/kg tanah, jumlah daun dengan rata-rata 13.2 helai

(28)

Mikroorganisme Lokal

Mikroorganisme Lokal (MOL) adalah cairan yang berbahan dari berbagai

sumber alam yang tersedia setempat. Mikroorganisme lokal mengandung hara

makro dan mikro dan juga mengandung mikrob yang berpotensi sebagai

perombak bahan organik, merangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengendali

hama dan penyakit tanaman. Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam MOL

tersebut maka MOL dapat digunakan sebagai pendekomposer, pupuk hayati dan

sebagai pestisida organik terutama fungisida (Purwasaawita dan Kunia, 2009)

Hasil penelitian Arum (2011) menyebutkan bahwa mikroorganisme lokal

bonggol pisang mengandung unsur hara N, P dan K berturut-turut adalah 0,48,

0,05 dan 0,17 % dan mengandung mikrob pelarut fosfat (MPF) Aspergillus niger

yang dapat meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman, selain itu dapat

meningkatkan kesehatan akar dan pertumbuhan tanaman melalui proteksinya

terhadap penyakit serta mikroba selulotik Bacillus sp. yang dapat berperan dalam perombakan senyawa organik, mampu menghasilkan antibiotik dan sebagai agen

pengendali hayati

Setianingsih dan amalia dalam Arum (2011) menyebutkan bahwa

keunggulan penggunaan larutan MOL yang paling utama adalah murah.

Bahan-bahan yang ada disekitar kita seperti buah-buahan busuk, rebung, daun gamal,

keong, urin sapi, urin kelinci serta sisa makanan dapat digunakan sebagai bahan

pembuat MOL. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam drum yang kemudian

dicampur dengan larutan yang mengandung glukosa seperti air nira, air kelapa

atau air gula. Kemudian drum ditutup dan difermentasi sampai beberapa hari.

(29)

dahulu diencerkan dengan perbandingan 400 cc cairan MOL diencerkan dengan

14 l air dengan dosis 4,8 l/ha

Hasil penelitian Ekamaida (2008) menyebutkan bahwa pemberian kompos

MOL berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% meningkatkan ketersediaan unsur

hara tanah yaitu kadar karbon, N total tanah, P-tersedia tanah, kalium, natrium,

kalsium, magnesium tukar, total kation tukar dan kapasitas tukar kation tanah.

Pemberian pupuk kompos MOL berpengaruh nyata pada taraf 5 % terhadap

peningkatan pH tanah, C/N tanah dan kejenuhan basa .

Purwasasmita dan Kunia dalam Arum (2011) menyebutkan bahwa

berbagai contoh MOL yang dibuat dan diaplikasikan para petani adalah MOL

buah-buah untuk membantu bulir padi agar lebih berisi, MOL daun gamal untuk

penyubur daun tanaman dan disemprotkan pada padi umur 30 hst, MOL bonggol

pisang untuk dekomposer saat pembuatan kompos dan disemprotkan pada padi

umur10, 20, 30 dan 40 hst. MOL sayuran untuk merangsang tumbuhnya malai

dan disemprotkan pada umur padi 60 hari, MOL rebung untuk merangsang

pertumbuhan tanaman dan disemprotkan pada padi umur 15 hari.

Santi et al (2007) melaporkan, bahwa pemberian mikroorganisme lokal pada tanaman jagung di Pelaihari, Kalimantan Selatan dapat menghemat

penggunaan pupuk kimia konvensional sebesar 25 - 75 % tanpa menimbulkan

pengaruh nyata pada hasil tanaman.

Setianingsih (2009) menyebutkan jenis-jenis larutan MOL yang dapat

dibuat dan kegunaannya tergantung pada jenis bahan yang digunakan, seperti

sisa-sisa sayuran, buah-buahan, kian laut, bonggol pisang, tulang/daging hewan, dan

(30)

pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti proses pylocron, toleran terhadap

penyakit yang disebakan oleh Rhyzoctonia oryzae dan Cercospora oryzae.

Disamping itu, kadar asam fenolatnya yang tinggi membantu pengikatan ion-ion

Al, Fe dan Ca sehingga membantu ketersediaan P tanah yang berguna pada proses

pembungaan dan pembentukan buah. Larutan MOL rebung berguna untuk

(31)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas

permukaan laut mulai bulan Juli 2013 sampai September 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao lindak,

larutan mikroorganisme lokal yang berasal dari fermentasi (bonggol pisang, gula

merah dan air cucian beras) , pupuk kandang kotoran ayam, subsoil ultisol, air,

fungisida Antracol 70 WP, insektisida lannate 25 WP, dan bahan-bahan lain yang

mendukung penelitian ini.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor,

meteran, timbangan, oven, handsprayer, tali plastik, bambu, pacak sampel, ember,

pisau, plang nama, kalkulator, amplop cokelat dan alat-alat lain yang mendukung

penelitian ini.

Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan Acak

Kelompok (RAK) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan ,

yaitu:

Faktor I : Pupuk Kandang Ayam (K) dengan 3 taraf perlakuan yaitu :

K0 = 0 g/polibag

K1 = 150 g/polibag

(32)

Faktor II : Larutan Mikroorganisme Lokal dengan 4 taraf perlakuan yaitu :

M0 = 0 cc/l air

M1 = 15 cc/l air

M2 = 30 cc/l air

M3 = 45 cc/l air

Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan seb anyak 12 kombinasi yaitu :

K0M0 K1M0 K2M0

K0M1 K1M1` K2M1

K0M2 K1M2 K2M2

K0M3 K1M3 K2M3

Jumlah ulangan = 3 ulangan

Jumlah plot / blog = 12 plot

Jumlah plot seluruhnya = 36 plot

Ukuran plot = 80cm x 80cm

Jarak antar plot = 30 cm

Jarak antar blok (ulangan) = 50 cm

Jumlah tanaman/plot = 4 tanaman

Jumlah seluruh tanaman = 144 tanaman

Jumlah sampel/plot = 4 tanaman

Jumlah seluruh tanaman sampel = 144 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier

sebagai berikut :

Yijk = μ + ρi +αj + βk + (αβ ) jk + Ԑijk

(33)

Dimana :

Yijk = hasil pengamatan blok ke i dengan perlakuan pupuk kandang ayam pada

taraf ke-j dan larutan mikroorganisme lokal pada taraf ke-k

μ = nilai tengah perlakuan

ρi = pengaruh blok ke-i

αj = pengaruh perlakuan pupuk kandang ayam ke-j

βk = pengaruh perlakuan larutan mikroorganisme lokal ke-k

(αβ)jk = pengaruh interaksi antara pupuk kandang ayam pada taraf ke-j dan

larutan mikroorganisme lokal pada taraf ke-k

Ԑijk = pengaruh galat percobaan blok ke-i yang mendapat perlakuan pupuk

kandang ayam ke-j dan pupuk organik cair pada taraf ke-k

Data penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan

analisis lanjutan uji beda rata-rata Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf uji

(34)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Diukur areal lahan yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma yang

tumbuh pada lahan. Dibuat plot percobaan dengan ukuran 80 cm x 80 cm. Dibuat

parit drainase dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm.

Persiapan Naungan

Dibuat naungan dari bambu sebagai tiang dan daun nipah sebagai atap

memanjang utara-selatan dengan ukuran panjang 14 m, lebar 5 m, tinggi 1,5 m di

sebelah timur dan 1,2 m di sebelah barat.

Persiapan Media Tanam dan Aplikasi Pupuk Kandang Ayam

Media tanam yang digunakan adalah tanah subsoil ultisol Simalingkar.

Ukuran polibag yang digunakan adalah 20 x 30 cm. Sebelum media dimasukkan

ke dalam polibag terlebih dahulu dibersihkan dari sampah dan kotoran lainnya,

kemudian dicampur tanah subsoil ultisol yang telah dikeringanginkan dengan

pupuk kandang ayam sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan.

Diaplikasikan larutan mikroorganisme lokal pada media tanam sesuai dengan

masing-masing perlakuan. Persiapan media tanam dan aplikasi pupuk kandang

ayam serta larutan mikroorganisme lokal dilakukan dua minggu sebelum tanam.

Persiapan Larutan Mikroorganisme Lokal

Disiapkan bahan-bahan yaitu bonggol pisang, gula merah, air cucian beras

dengan perbandingan berat masing-masing 5 kg: 1,5 kg: 10 L. Bonggol pisang

dipotong-potong dengan ukuran + 0,5-1 cm. Air cucian beras dicampur dengan

gula merah (gula jawa) yang telah diiris halus dimasukkan ke dalam ember diaduk

(35)

Dimasukkan potongan-potongan bonggol pisang ke dalam ember kemudian

diaduk kembali sampai tercampur merata. Ditutup ember dengan plastik bening.

Diberi lubang pada plastik penutup ember lalu masukkan selang plastik yang

dihubungkan dengan botol yang telah diisi air. Disimpan di tempat teduh untuk

proses fermentasi selama 10-15 hari.

Pengecambahan Benih

Pendederan dilakukan dengan cara mendederkan benih di bak

perkecambahan dengan media pasir setebal + 15 cm, dibuat arah utara-selatan.

Benih didederkan dengan mata embrio menghadap pusat bumi dengan jarak antar

benih 2cm x 3 cm .

Penanaman Kecambah

Pemindahan kecambah ke dalam polibag dilakukan setelah benih mulai

tersembul ke atas yaitu saat berumur 5 hari. Setiap polibag ditanam satu

kecambah, dengan radikula menghadap ke bawah. Polibag yang telah ditanam

kecambah disusun teratur di atas lahan pembibitan sesuai perlakuan.

Aplikasi Larutan Mikroorganisme Lokal

Larutan mikroorganisme lokal diaplikasikan melalui tanah pada pagi hari

pukul 07.00-10.00 WIB atau apabila pada pagi dalam kondisi hujan dapat

diaplikasikan pada sore hari pada pukul 16.00-18.00 dengan dituangkan ke media

tanam. Dosis larutan mikroorganisme lokal yang diberikan sesuai dengan

masing-masing perlakuan, dimana untuk setiap dosis perlakuan diaplikasikan dengan

takaran 250 mL/polibag. Aplikasi dilakukan 6 kali, aplikasi pertama dilakukan

pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah pindah tanam dengan interval 2

(36)

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Penyiraman

dilakukan pada pagi dan sore hari dengan menggunakan gembor. Namun jika

cuaca tidak terlalu panas, penyiraman dapat dilakukan sekali sehari yaitu pada

sore hari.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman yang mati atau

pertumbuhannya abnormal dengan tanaman cadangan. Penyulaman dilakukan

dalam polibag setelah tanaman berumur 1 minggu setelah pindah tanam.

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secaara manual dengan mencabut gulma

yang ada dalam polibag dan menggunakan cangkul untuk gulma yang tumbuh di

plot dan dilakukan sesuai dengan kondisi gulma yang ada di lapangan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan cara

menyemprotkan insektisida Lannate 25 WP dengan dosis 1 g/l air dan fungisida

Antracol 70 WP dengan dosis 1-2 g/l air. Aplikasi ini dilakukan bila terjadi

serangan hama dan penyakit.

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari garis permukaan tanah pada patok

(37)

tinggi tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 16 MST dengan

interval pengamatan dua minggu sekali.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang telah membuka

sempurna dengan ciri-ciri helaian daun dalam posisi terbuka ditandai dengan telah

terlihatnya tulang-tulang daun seluruhnya bila diamati dari atas daun. Pengukuran

jumlah daun dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 16 MST dengan

interval pengamatan dua minggu sekali.

Diameter Batang (mm)

Diameter batang diukur sejajar garis 1 cm di atas garis permukaan tanah

pada patok standar dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan

pada dua bagian sisi batang yang diukur diameternya yang kemudian

dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 16 MST

dengan interval pengamatan dua minggu sekali.

Total Luas Daun (cm²)

Pengamatan luas daun dilakukan di akhir penelitian dengan menggunakan

persamaan yang dibuat oleh Asomaning dan locard dalam Muhammad Hatta et al. (2010) yaitu:

Log Y = -0,495 + 1,904 log X

Dimana : Y = luas daun (cm²)

X = panjang daun (cm)

Luas seluruh daun dari setiap sampel ditotalkan sehingga diperoleh total

(38)

Bobot Basah Tajuk (g)

Pengukuran bobot basah tajuk dilakukan pada akhir penelitian dengan

mengambil bagian atas tanaman yang terdiri dari batang dan daun-daun pada

tanaman kakao. Kemudian tajuk dibersihkan dan ditimbang dengan timbangan

analitik.

Bobot Kering Tajuk (g)

Tajuk yang telah ditimbang bobot basahnya, selanjutnya dimasukkan ke

dalam amplop. Kemudian amplop yang berisi tajuk diovenkan dengan suhu 75°C

sampai berat kering konstan. Setelah itu tajuk dikeluarkan dari amplop dan

dihitung bobot keringnya dengan menggunakan timbangan analitik.

Bobot Basah Akar (g)

Bobot basah akar dihitung dengan cara menimbang akar yang telah

dipisahkan dari batang dan daun tanaman yang telah bersih dari tanah yang

menempel. Pengukuran dilakukan pada akhir penelitian.

Bobot Kering Akar (g)

Akar tanaman yang telah ditimbang bobot basahnya, selanjutnya

dimasukkan ke dalam amplop. Kemudian amplop yang berisi akar diovenkan

dengan suhu 75°C sampai berat kering konstan. Setelah itu akar dikeluarkan dari

amplop dan dihitung bobot keringnya dengan menggunakan timbangan analitik.

Rasio Bobot Kering Tajuk/Bobot Kering Akar

Ratio bobot kering tajuk / bobot kering akar diperoleh dengan cara

membagi bobot kering tajuk dengan bobot kering akar.

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Tinggi Tanaman (cm)

Data tinggi bibit kakao umur 4,6,8,10,12, dan 14 MST dicantumkan pada

Lampiran 7,9,11,13,15, dan 17 sedangkan hasil sidik ragam masing-masing

tinggi bibit kakao dicantumkan pada Lampiran 8,10,12,14,16, dan 18 .

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk kandang ayam

berpengaruh nyata pada tinggi tanaman kakao pada umur 12 MST dan 14 MST.

Sedangkan pemberian larutan mikroorganisme lokal tidak berpengaruh nyata pada

tinggi tanaman. Interaksi pemberian pupuk kandang ayam dan larutan

mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit kakao.

Rataan tinggi bibit kakao 4-16 MST pada pemberian pupuk kandang ayam

(40)
[image:40.595.118.506.126.558.2]

Tabel 1. Tinggi tanaman 4-14 MST (cm) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal

Pupuk

Kandang Ayam (g)

Mikroorganisme Lokal (cc/L air )

Rataan M0

( 0 )

M1 (15) M2 (30 ) M3 (45 )

K0 (0) 8.79 8.51 8.15 8.67 8.53

4 MST K1 (150) 9.16 8.53 9.55 9.47 9.18

K2 (300) 9.61 9.30 9.19 8.45 9.14

Rataan 9.19 8.78 8.96 8.86

K0 (0) 9.43 8.65 8.92 9.63 9.16

6 MST K1 (150) 10.05 9.30 9.79 9.78 9.73

K2 (300) 10.03 9.59 9.93 9.95 9.88

Rataan 9.84 9.18 9.54 9.79

K0 (0) 9.98 9.04 9.97 9.90 9.72

8 MST K1 (150) 10.29 10.20 10.43 10.72 10.41

K2 (300) 10.93 10.06 10.64 10.35 10.49

Rataan 10.40 9.77 10.34 10.32

K0 (0) 11.14 9.63 10.72 11.17 10.66

10 MST K1 (150) 11.59 11.41 11.49 12.48 11.74 K2 (300) 12.75 12.03 11.54 11.38 11.93

Rataan 11.83 11.02 11.25 11.68

K0 (0) 12.62 10.97 11.46 12.56 11.90 b 12 MST K1 (150) 13.69 13.80 13.98 14.58 14.01 a

K2 (300) 16.36 15.26 13.56 13.56 14.68 a

Rataan 14.22 13.34 13.00 13.56

K0 (0) 15.49 13.63 13.71 14.32 14.29 b 14 MST K1 (150) 17.30 17.18 18.17 18.95 17.90 a

K2 (300) 20.82 20.08 17.33 17.86 19.02 a

Rataan 17.87 16.96 16.40 17.04

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang tidak sama pada kelompok baris atau kolom menunjukkan berbeda nyata menurut uji beda rataan Duncan pada taraf 5 %

Berdasarkan Tabel 1 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam

menghasilkan rataan tinggi bibit kakao tertinggi pada pengamatan 14 MST

terdapat pada taraf perlakuan K2 (300 g/polibag) yaitu 19,02 cm yang berbeda

(41)

yaitu 17,90 cm. Rataan tinggi bibit kakao terendah terdapat pada taraf perlakuan

K0 (0 g/polibag) yaitu 14,29 cm.

Pemberian larutan mikroorganisme lokal menghasilkan rataan tinggi bibit

kakao tertinggi pada 14 MST yaitu pada taraf MO (0 cc/L air) yaitu 17,87 cm

yang berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M1 (15 cc/L air) yaitu 16,96 cm,

M2 (30 cc/L air) yaitu 16,40 cm dan M3 (45 cc/L air) yaitu 17,04 cm. Rataan

tinggi bibit kakao terendah terdapat pada taraf perakuan M2 (30 cc/L air) yaitu

16,40 cm.

Kurva respon pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam terhadap

[image:41.595.147.472.375.569.2]

tinggi tanaman bibit kakao pada 14 MST dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini

Gambar 1. Hubungan tinggi tanaman dengan pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam pada 14 MST

Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa hubungan pemberian pupuk

kandang ayam dengan tinggi tanaman bibit kakao menuunjukkan linear positif

(r = 0,95). Hal ini berarti, semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang

diberikan hingga batas 300 g akan mengakibatkan peningkatan tinggi tanaman

pada bibit kakao.

y = 0.0158x + 14.701 r = 0.95

0.00 6.00 12.00 18.00 24.00

0 150 300

T

inggi T

anam

an

(cm

)

(42)

Jumlah Daun (helai)

Data jumlah daun bibit kakao umur 4,6,8,10,12 dan 14 MST dicantumkan

pada Lampiran 19,21,23,25,27, dan 29 sedangkan hasil sidik ragam

masing-masing jumlah daun dicantumkan pada Lampiran 20,22,24,26,28 dan 30.

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk kandang ayam

berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 8, 10 dan 12 MST. Sedangkan

pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah

daun bibit kakao. Interaksi pemberian pupuk kandang ayam dan larutan

mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun bibit kakao.

Rataan jumlah daun kakao 4-14 MST pada pemberian pupuk kandang

(43)
[image:43.595.115.508.125.569.2]

Tabel 2. Jumlah daun 4-14 MST (cm) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal

Pupuk

Kandang Ayam (g)

Mikroorganisme Lokal (cc/L air)

Rataan M0 (0) M1 (15 ) M2 (30 ) M2 (45 )

K0 (0) 2.08 1.83 2.42 2.75 2.27

4 MST K1 (150) 3.00 1.92 1.92 2.83 2.42

K2 (300) 1.92 2.42 2.75 1.50 2.15

Rataan 2.33 2.06 2.36 2.36

K0 (0) 4.25 4.75 4.25 4.83 4.52

6 MST K1 (150) 5.50 4.83 4.58 4.67 4.90

K2 (300) 4.92 5.50 5.00 5.00 5.10

Rataan 4.89 5.03 4.61 4.83

K0 (0) 6.00 5.92 6.33 5.83 6.02 b

8 MST K1 (150) 6.83 6.67 6.33 6.67 6.63 a

K2 (300) 6.67 7.50 6.92 6.67 6.94 a

Rataan 6.50 6.69 6.53 6.39

K0 (0) 7.42 6.75 7.50 7.17 7.21 b

10 MST K1 (150) 8.92 8.25 7.92 8.50 8.40 a

K2 (300) 8.42 9.50 8.58 8.25 8.69 a

Rataan 8.25 8.17 8.00 7.97

K0 (0) 9.08 8.00 9.17 8.58 8.71 b

12 MST K1 (150) 10.75 10.42 9.92 10.17 10.31a K2 (300) 10.83 11.42 10.17 9.00 10.35a

Rataan 10.22 9.94 9.75 9.25

K0 (0) 11.08 10.17 11.08 10.50 10.71

14 MST K1 (150) 13.25 11.75 12.17 24.92 15.52

K2 (300) 13.00 14.42 12.33 12.25 13.00

Rataan 12.44 12.11 11.86 15.89

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang tidak sama pada kelompok baris atau kolom menunjukkan berbeda nyata menurut uji beda rataan Duncan pada taraf 5 %

Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam

menghasilkan rataan jumlah daun tertinggi pada pengamatan 14 MST yaitu

terdapat pada taraf perlakuan K1 (150 g/polibag) yaitu 15,52 helai yang berbeda

tidak nyata dengan taraf perlakuan K0 (0 g/polibag) yaitu 10,71 helai dan K3 (300

(44)

Pemberian larutan mikroorganisme menghasilkan rataan jumlah daun

tertinggi pada pengamatan 14 MST yaitu pada taraf M3 (45 cc/L air) yaitu 15,89

helai yang berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M0 (0 cc/L air) yaitu 12,44

helai, M1 (15 cc/L air) yaitu 12,11 helai dan M2 (30 cc/L air) yaitu 11,86 helai.

Rataan jumlah daun bibit kakao terendah terdapat pada taraf perlakuan M1

(15 cc/L air) yaitu 12,11 helai.

Kurva respon pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam terhadap

[image:44.595.151.491.314.521.2]

jumlah daun bibit kakao pada 12 MST dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini

Gambar 2. Hubungan jumlah daun dengan pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam pada 12 MST

Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa hubungan pemberian pupuk

kandang ayam dengan jumlah daun bibit kakao menuunjukkan linear positif

(r = 0,87). Hal ini berarti, semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang

diberikan hingga batas 300 g akan mengakibatkan peningkatan tinggi tanaman

pada bibit kakao.

y = 0.0055x + 8.9688 r = 0.87

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

0 150 300

Jum

lah Daun (helai)

(45)

Diameter Batang (mm)

Data diameter batang bibit kakao umur 4,6,8,10,12, dan 14 MST

dicantumkan pada Lampiran 31,33,35,37,39 dan 41 sedangkan hasil sidik ragam

masing-masing diameter batang bibit kakao dicantumkan pada Lampiran

32,34,36,38,40, dan 42. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian

pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada umur

4-14 MST. Sedangkan pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak

nyata terhadap diameter batang bibit kakao. Interaksi pemberian pupuk kandang

ayam dan larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap

diameter batang bibit kakao.

Rataan diameter batang bibit kakao 4-14 MST pada pemberian pupuk

(46)
[image:46.595.112.509.132.581.2]

Tabel 3. Diameter batang 4-14 MST (mm) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam

menghasilkan rataan diameter batang bibit kakao tertinggi pada pengamatan 14

MST terdapat pada taraf perlakuan K2 (300 g/polibag) yaitu 4,75 mm yang

berbeda nyata dengan taraf perlakuan K0 (0 g/polibag) yaitu 3,69 mm dan berbeda

tidak nyata dengan taraf perlakuan K1 (150 g/polibag) yaitu 4,74 mm. Rataan

Pupuk

Kandang Ayam (g)

Mikroorganisme Lokal (cc/L air)

Rataan M0 (0) M1 (15) M2 (30) M3 (45 )

K0 (0) 1.69 1.80 1.73 1.83 1.76 b

4 MST K1 (150) 2.05 2.62 2.12 2.18 2.24 a

K2 (300) 2.15 2.52 2.16 2.38 2.30 a

Rataan 1.96 2.31 2.00 2.13

K0 (0) 2.59 2.52 2.60 2.60 2.58 b

6 MST K1 (150) 2.89 2.88 2.90 2.96 2.91 a

K2 (300) 3.06 2.99 2.96 2.93 2.98 a

Rataan 2.85 2.80 2.82 2.83

K0 (0) 2.78 2.57 2.74 2.74 2.71 b

8 MST K1 (150) 3.10 3.18 3.09 3.34 3.18 a

K2 (300) 3.29 3.18 3.29 3.11 3.22 a

Rataan 3.06 2.97 3.04 3.07

K0 (0) 2.95 2.83 3.01 2.96 2.94 b

10 MST K1 (150) 3.44 3.54 3.34 3.67 3.50 a

K2 (300) 3.64 3.52 3.45 3.33 3.49 a

Rataan 3.34 3.30 3.27 3.32

K0 (0) 3.37 3.14 3.09 3.17 3.19 b

12 MST K1 (150) 4.01 3.81 3.83 4.14 3.95 a

K2 (300) 4.08 4.11 3.88 3.54 3.90 a

Rataan 3.82 3.68 3.60 3.62

K0 (0) 3.92 3.50 3.67 3.68 3.69 b

14 MST K1 (150) 4.60 4.83 4.68 4.85 4.74 a

K2 (300) 5.00 5.08 4.62 4.32 4.75 a

(47)

diameter batang bibit kakao terendah yaitu terdapat pada taraf perlakuan K0

(0 g/polibag) yaitu 3,69 mm.

Pemberian larutan mikroorganisme lokal menghasilkan rataan diameter

batang tertinggi pada pengamatan 14 MST terdapat pada taraf perlakuan M0

(0 cc/L air) yaitu 4,51 mm yang berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M1

(15 cc/L air) yaitu 4,47 mm, M2 (30 cc/L air) yaitu 4,32 mm dan M3 (45 cc/L air)

yaitu 4,28 mm. Rataan diameter batang kakao terendah terdapat pada taraf

perlakuan M3 (45 cc/L air) yaitu 4,28 mm.

Kurva respon pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam terhadap

[image:47.595.144.483.368.566.2]

diameter batang bibit kakao pada 14 MST dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini

Gambar 3. Hubungan diameter batang dengan pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam pada 14 MST

Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa hubungan pemberian pupuk

kandang ayam dengan jumlah daun bibit kakao menuunjukkan linear positif

(r = 0,87). Hal ini berarti, semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang y = 0.0035x + 3.8649

r = 0.87

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

0 150 300

Diam

eter Batang (m

m

)

(48)

diberikan hingga batas 300 g akan mengakibatkan peningkatan diameter batang

pada bibit kakao.

Total Luas Daun ( cm² )

Data total luas daun bibit kakao dicantumkan pada Lampiran 43.

Sedangkan hasil sidik ragam total luas daun bibit kakao dicantumkan pada

Lampiran 44. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk

kandang ayam pengaruh nyata terhadap total luas daun bibit kakao, sedangkan

pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap total

uas daun bibit kakao. Interaksi pemberian pupuk kandang ayam dan larutan

mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun bibit

kakao.

Rataan total luas daun bibit kakao pada pemberian pupuk kandang ayam

[image:48.595.113.511.485.601.2]

dan larutan mikroorganisme lokal dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Total luas daun 4-14 MST (cm²) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal

Pupuk Kandang Ayam (g)

Mikroorganisme Lokal (cc/L air)

Rataan M0

(0)

M1 (15)

M2 (30)

M3 (45)

K0 (0) 250.60 186.37 197.61 201.28 208.97 b K1 (150) 494.72 406.96 359.85 378.61 410.04 a K2 ( 300) 444.72 482.99 407.28 340.22 418.80 a

Rataan 396.68 358.77 321.58 306.70

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang tidak sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji beda rataan Duncan pada taraf 5 %

Berdasarkan Tabel 4 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam

menghasilkan rataan total luas daun bibit kakao tertinggi yaitu pada taraf K2

(300 g/polibag) yaitu 418,80 cm² yang berbeda nyata dengan taraf perlakuan K0

(49)

K1(150 g/polibag) yaitu 410,04. Rataan total luas daun bibit kakao terendah

terdapat pada taraf perlakuan K0 (0 g/polibag ) yaitu 208,97 cm²

Kurva respon pemberian beberapa dosis pupuk kandang terhadap total

[image:49.595.123.491.208.414.2]

luas daun bibit kakao dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini

Gambar 4. Hubungan total luas daun dengan pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam

Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa hubungan pemberian pupuk

kandang ayam dengan total luas daun bibit kakao menunjukkan linear positif

(r = 0,88). Hal ini berarti, semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang

diberikan hingga batas 300 g akan mengakibatkan peningkatan total luas daun

pada bibit kakao.

Bobot Basah Tajuk (g)

Data bobot basah tajuk bibit kakao dicantukam pada Lampiran 45.

Sedangkan hasil sidik ragam bobot basah tajuk bibit kakao dicantumkan pada

Lampiran 46. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk

kandang ayam berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk bibit kakao

Ŷ = 0.6994x + 241.02 r = 0.88

0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00

0 150 300

T

o

tal Luas Daun (cm

²)

(50)

sedangkan pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata

terhadap bobot basah tajuk bibit kakao. Interaksi pemberian pupuk kandang ayam

dan larutan mikroorganisme lokal tidak nyata terhadap bobot basah tajuk bibit

kakao.

Rataan bobot basah tajuk bibit kakao pada pemberian pupuk kandang

[image:50.595.113.513.292.405.2]

ayam dan larutan mikroorganisme lokal dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot basah tajuk 4-14 MST (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal

Pupuk Kandang Ayam (g)

Mikroorganisme Lokal (cc/L air)

Rataan M0

(0)

M1 (15)

M2 (30 )

M3 (45)

K0 (0) 4.52 2.95 3.22 3.85 3.64 b

K1 (150) 7.46 7.95 6.96 9.00 7.84 a

K2 (300) 9.23 10.35 7.37 5.99 8.23 a

Rataan 7.07 7.08 5.85 6.28

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 5 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam

menghasilkan rataan bobot basah tajuk bibit kakao tertinggi terdapat pada taraf

perlakuan K2 (300 g/polibag) yaitu 8,23 g yang berbeda nyata dengan taraf

perlakuan K0 (0 g/polibag) yaitu 3,64 g namun berbeda tidak nyata dengan taraf

perlakuan K1 (150 g/polibag) yaitu 7,84 g. Rataan bobot basah tajuk bibit kakao

terendah terdapat pada taraf perlakuan K0 (0 g/polibag) yaitu 3,64 g.

Pemberian larutan mikroorganisme lokal menghasilkan rataan bobot basah

tajuk bibit kakao tertinggi yaitu terdapat pada taraf perlakuan M1 (15 cc/L air)

yaitu 7,08 g yang berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M0 (0 cc/L air) yaitu

(51)

bobot basah tajuk bibit kakao terendah terdapat pada taraf perlakuan M2 (30 cc/L

air) yaitu 5,85 g.

Grafik hubungan bobot basah bibit kakao dengan pemberian beberapa

[image:51.595.154.467.224.421.2]

dosis pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. Hubungan bobot basah tajuk dengan pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam

Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa hubungan pemberian pupuk

kandang ayam dengan bobot basah tajuk bibit kakao menunjukkan linear positif

(r = 0,90). Hal ini berarti, semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang

diberikan hingga batas 300 g akan mengakibatkan peningkatan bobot basah tajuk

pada bibit kakao.

Bobot Kering Tajuk (g)

Data bobot kering tajuk bibit kakao dicantumkan pada Lampiran 47

sedangkan hasil sidik ragam bobot kering tajuk bibit kakao dicantumkan pada

Lampiran 48. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk y = 0.0153x + 4.271

r = 0.90

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00

0 150 300

Bobot Basah

T

ajuk (g)

(52)

kandang ayam berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk bibit kakao.

Sedangkan pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata

terhadap bobot kering tajuk bibit kakao. Interaksi pemberian pupuk kandang ayam

dan larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering

tajuk bibit kakao.

Rataan bobot kering tajuk bibit kakao pada pemberian pupuk kandang

ayam dan pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot kering tajuk 4-14 MST (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal

Pupuk Kandang Ayam (g)

Mikroorganisme Lokal (cc/L air)

Rataan M0

(0)

M1 (15)

M2 (30)

M3 (45)

K0 (0) 1.19 0.84 0.98 0.95 0.99 b

K1 (150) 2.43 2.07 1.64 2.36 2.13 a

K2 (300) 2.56 2.67 1.98 1.63 2.21 a

Rataan 2.06 1.86 1.53 1.65

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 6 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam

menghasilkan rataan bobot kering tajuk bibit kakao tertinggi terdapat pada taraf

perlakuan K2 (300 g/polibag) yaitu 2,21 g yang berbeda nyata dengan taraf

perlakuan K0 (0 g/polibag) yaitu 0,99 g, namun berbeda tidak nyata dengan taraf

perlakuan K1 (150 g/polibag) yaitu 2,13 g. Rataan bobot kering tajuk bibit kakao

terendah terdapat pada taraf perlakuan K0 (0 g/polibag) yaitu 0,99 gr.

Pemberian larutan mikroorganisme lokal menghasilkan rataan bobot

kering tajuk bibit kakao tertinggi terdapat pada taraf M0 ( 0 cc/L air) yaitu 2,06 g

yang berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M1 (15 cc/L air) yaitu 1,86 g,

(53)

kering tajuk bibit kakao terendah terdapat pada taraf perlakuan M2 (30 cc/L air)

yaitu 1,53 gr.

Grafik hubungan bobot kering tajuk dengan pemberian beberapa dosis

[image:53.595.158.459.219.407.2]

pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.

Gambar 6. Hubungan bobot kering tajuk dengan pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam

Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa hubungan pemberian pupuk

kandang ayam dengan bobot kering tajuk bibit kakao menunjukkan linear positif

(r = 0,89). Hal ini berarti, semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang

diberikan hingga batas 300 g akan mengakibatkan peningkatan bobot kering tajuk

pada bibit kakao.

Bobot Basah Akar (g)

Data bobot basah akar bibit kakao dicantumkan pada Lampiran 49

sedangkan hasil sidik ragam bobot basah akar dicantumkan pada Lampiran 50.

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk kandang ayam

berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar bibit kakao. Sedangkan pemberian y = 0.0041x + 1.1643

r = 0.89

0.00 1.00 2.00 3.00

0 150 300

Bobot Kering

T

ajuk (g)

(54)

larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah akar

bibit kakao. Interaksi pemberian pupuk kandang ayam dan larutan

mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah akar bibit

kakao.

Rataan bobot basah akar bibit kakao pada pemberian pupuk kandang ayam

[image:54.595.113.508.292.404.2]

dan larutan mikroorganisme lokal dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Bobot basah akar 4-14 MST (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal

Pupuk Kandang Ayam (g)

Mikroorganisme Lokal (cc/L air)

Rataan M0

(0)

M1 (15)

M2 (30)

M3 (45)

K0 (0) 0.59 0.51 0.57 0.58 0.56 b

K1 (150) 0.84 1.31 0.91 0.89 0.99 a

K2 (300) 0.92 1.23 0.93 0.94 1.01 a

Rataan 0.78 1.02 0.81 0.80

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang tidak sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji beda rataan Duncan pada taraf 5 %

Berdasarkan Tabel 7 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam

menghasilkan rataan bobot basah akar bibit kakao tertinggi yaitu terdapat pada

taraf pe

Gambar

Tabel 1. Tinggi tanaman 4-14 MST (cm) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal
Gambar 1. Hubungan tinggi tanaman dengan pemberian beberapa dosis pupuk  kandang ayam pada 14 MST
Tabel 2. Jumlah daun 4-14 MST (cm) pada pemberian pupuk kandang  ayam  dan larutan mikroorganisme lokal
Gambar 2. Hubungan jumlah daun dengan pemberian beberapa dosis pupuk  kandang ayam pada 12 MST
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian kascing sebagai pupuk organik ataupun PHE sebagai pupuk hayati pada dosis 10 g yang dikombinasikan dengan 50% pupuk anorganik

Penelitian dilaksanakan di Medan Tuntungan Desa Namo Gajah pada Juni 2015 sampai Agustus 2015, menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor yaitu Biochar (0, 4,

Hal ini disebabakan karena unsur hara P pada tanaman tercukupi melalaui akar, sehingga pemupukan melalui daun terlihat pengaruhnya terhapadap tinggi tanaman namun

Dari hasil pengamatan, pemberian pupuk kandang kambing berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman bibit kakao namun diameter batang dan jumlah daun bibit tanaman

Perlakuan letak biji dan pemberian pupuk kandang ayam terhadap kadar klorofil daun umur 12 Minggu setelah tanam (Mst) .... Position conduct grade and henhouse manure

Pemberian pupuk kandang kelinci berpengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman, total luas daun, dan bobot kering tajuk, dengan dosis terbaik sementara untuk

Standar tinggi tanaman kakao yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perkebunan Depertemen Pertanian (2013) pada bibit tanaman kakao umur 3-6 bulan yaitu 20

Terjadinya peningkatan terhadap ketebalan diameter batang bibit kakao disebabkan aplikasi yang dilakukan pada tanaman dapat berlangsung dengan sempurna, sehingga