RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO ( Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM
DAN LARUTAN MIKROORGANISME LOKAL
SKRIPSI
OLEH : LIPERI TARIGAN
090301186
BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO ( Theobroma cacao L.)
TERHADAP PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN LARUTAN MIKROORGANISME LOKAL
SKRIPSI
OLEH : LIPERI TARIGAN
090301186
BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul Penelitian : Respons Pertumbuhan Bibit Kakao ( Theobroma cacao L.)
Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam Dan Larutan Mikroorganisme Lokal
Nama : Liperi Tarigan
Nim : 090301186
Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui Oleh :
(Ferry Ezra Sitepu, SP, MSi.) (Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP.)
Ketua Pembimbing Anggota Pembimbing
NIP.19680602 199802 1 001 NIP.19631019 198903 2 002
Diketahui Oleh :
(Prof. Dr.Ir. T Sabrina, M.Sc.)
Ketua Program Studi
NIP. 19640620 198903 2 001
ABSTRAK
LIPERI TARIGAN : Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam Dan Larutan
Mikoorganisme Lokal, dibimbing oleh FERRY EZRA SITEPU dan RATNA ROSANTY LAHAY.
Salah satu faktor yang menentukan mutu bibit kakao adalah kesuburan media tumbuh. Kesuburan media tumbuh dapat diperbaiki atau ditingkatkan dengan pemupukan anorganik maupun organik, diantaranya adalah dengan memanfaatkan pupuk kandang ayam serta larutan mikoorganisme lokal, yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU pada bulan Juni 2013 sampai dengan bulan September 2013, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu faktor pertama dalah dosis pupuk kandang ayam (0, 150, dan 300 g/polibag) dan faktor kedua dalah dosis larutan mikrooganisme lokal (0, 15, 30 dan 45 cc/L air). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar.
Dari hasil penelitian, pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada 12 MST dan 14 MST, jumlah daun pada 8,10 dan 12 MST, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk dan bobot basah akar. Pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Interaksi berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Hasil terbaik dari penelitian ini diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk kandang ayam 300 g/polibag dan pemberian larutan mikroorganisme lokal 15 cc/L air) .
ABSTRACT
LIPERI TARIGAN: Response of chiken manure and local microorganisms on
growth cocoa (Theobroma cacao L.) seedlings , supervised by FERRY EZRA SITEPU and RATNA ROSANTY LAHAY.
One of the factors that determine the quality of cocoa seedlings is the fertility growing medium. Fertility growing medium can be improved or enhanced with inorganic or organic fertilizer, such as using of chiken manure and local microorganisms. This research had been conducted at experimental field in Faculty of Agriculture USU in June 2013 until September 2013, using randomized complete block design with two factor. The first factor is dose of chiken manure (0, 150 and 300 gram/ polybag) and the second factor is dose of local microorganisms (0, 15, 30 and 45 cc/ Liter of water). Parameter observed were plant height, number of leaves, stem diameter, the total leaves area, fresh weight of shoot, fresh weight of root, dry weight of shoot and dry weight of root.
From the research, chiken manure significantly affect on plant height (12 and 14 WAP), number of leaves( 8-12 WAP), stem diameter(4-14 WAP), the total leaves area, fresh weight of canopy ,dry weight of canopy and fresh weight of root. Local microorganisms unsignificantly affect on all parameters. Interaction unsignificantly affect on all parameter. The best result from this experimental were obtained in the treatment of chicken manure at 300 g/polybag and local microorganisms 15 cc /L of water.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 29 September 1989 dari
ayah Parte Tarigan dan ibu Sumiati Barus. Penulis merupakan putra kedua dari
tiga bersaudara.
Tahun 2008 penulis lulus dari SMA St.Yoseph di Medan, dan pada
tahun 2009 masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih minat Budidaya
Pertanian dan Perkebunan, Program Studi Agroekoteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan
Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek), sebagai asisten kordinator praktikum
di Laboratorium Dasar Agronomi.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam Dan Larutan Mikroorganisme Lokal”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua yang telah memberikan dukungan finansial dan spiritual. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada bapak Fery Ezra Sitepu, SP,MSi., selaku dosen
ketua komisi pembimbing dan ibu Ir.Ratna Rosanty Lahay, MP., sebagai dosen
anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan masukan
selama penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada seluruh
staf pengajar, pegawai serta kerabat di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan penyelesaian
skripsi ini.
Semoga hasil skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Mei 2014
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
RIWAYAT HIDUP... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang... 1
Tujuan Penelitian... 4
Hipotesis Penelitian... 4
Kegunaan Penelitian... 4
TINJAUAN PUSTAKA... 5
Botani Tanaman... 5
Syarat Tumbuh... 7
Iklim... 7
Tanah... 9
Pupuk Kandang Ayam... 10
Mikroorganisme Lokal... 13
BAHAN DAN METODE PENELITIAN... 16
Tempat dan Waktu Penelitian... 16
Bahan dan Alat... 16
Metode Penelitian... 16
PELAKSANAAN PENELITIAN... 19
Persiapan Lahan... 19
Persiapan Naungan... 19
Persiapan Media Tanam Dan Aplikasi Pupuk Kandang Ayam... 19
Persiapan Larutan Mikroorganisme Lokal... 19
Pengecambahan Benih... 20
Penanaman Kecambah... 20
Aplikasi Larutan Mikroorganisme Lokal... 20
Pemeliharaan Tanaman... 21
Penyiraman... 21
Penyulaman... 21
Penyiangan... 21
Pengendalian Hama dan Penyakit... 21
Pengamatan Parameter... 21
Tinggi Tanaman (cm)... 21
Diameter Batang (mm)... 22
Total Luas Daun (cm²)... 22
Bobot Basah Tajuk (g)... 22
Bobot Kering Tajuk (g)... 23
Bobot Basah Akar (g)... 23
Bobot Kering Akar (g)... 23
Rasio Bobot Kering Tajuk/Bobot Kering Akar... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN... 24
Hasil... 24
Pembahasan... 44
KESIMPULAN DAN SARAN... 48
Kesimpulan... 48
Saran... 48
DAFTAR PUSTAKA... 47
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Tinggi tanaman 4-14 MST (cm) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikrooganisme lokal ... 25 2. Jjumlah daun 4-14 MST (mm) pada pemberian pupuk kandang ayam
dan larutan mikroorganisme lokal ... 28 3. Diameter batang 4-14 MST (helai) pada pemberian pupuk kandang
ayam dan larutan mikroorganisme lokal ... 31 4. Total luas daun (cm2) pada pemberian pupuk kandang ayam dan
larutan mikroorganisme lokal ... 33 5. Bobot basah tajuk (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan
larutan mikroorganisme lokal ... 35 6. Bobot kering tajuk (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan
larutan mikroorganisme lokal ... 37 7. Bobot basah akar (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan
larutan mikroorganisme lokal ... 39 8. Bobot kering akar (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan
larutan mikroorganisme lokal ... 41 9. Rasio bobot kering tajuk/bobot kering akar pada pemberian pupuk
kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal... ... 42
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Hubungan tinggi tanaman dengan pemberian beberapa dosis
pupuk kandang ayam pada 14 MST... 26 2. Hubungan jumlah daun dengan pemberian beberapa dosis
pupuk kandang ayam pada 12 MST... 29 3. Hubungan diameter batang dengan pemberian beberapa dosis
pupuk kandang ayam pada 14 MST... 32 4. Hubungan total luas daun dengan pemberian beberapa
dosis pupuk kandang ayam... 34 5. Hubungan bobot basah tajuk dengan pemberian beberapa
dosis pupuk kandang ayam... 36 6. Hubungan bobot kering tajuk dengan pemberian
beberapa dosis pupuk kandang ayam ... 38 7. Hubungan bobot basah akar dengan pemberian beberapa
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Deskripsi tanaman kakao varietas Lindak TSH 858 ... 52
2. Bagan penelitian ... 53
3. Data hasil analisis pupuk kandang ayam ... ..54
4. Data hasil analisis larutan mikroorganisme lokal... ... . 55
5. Data hasil analisis tanah ultisol ... 56
6. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) ... 57
7. Sidik ragam tinggi tanaman 4 MST ... 57
8. Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm) ... 58
9. Sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 58
10. Data pengamatan tinggi tanaman 8 MST (cm) ... 59
11. Sidik ragam tinggi tanaman 8 MST ... 59
12. Data pengamatan tinggi tanaman 10 MST (cm) ... 60
13. Sidik ragam tinggi tanaman 10 MST ... 60
14. Data pengamatan tinggi tanaman 12 MST (cm) ... 61
15. Sidik ragam tinggi tanaman 12 MST ... 61
16. Data pengamatan tinggi tanaman 14 MST (cm) ... 62
17. Sidik ragam tinggi tanaman 14 MST ... 62
18. Data pengamatan jumlah daun 4 MST (helai) ... 63
19. Sidik ragam jumlah daun 4 MST ... 63
20. Data pengamatan jumlah daun 6 MST (helai) ... 64
21. Sidik ragam jumlah daun 6 MST ... 64
22. Data pengamatan jumlah daun 8 MST (helai) ... 65
23. Sidik ragam jumlah daun 8 MST ... 65
24. Data pengamatan jumlah daun 10 MST (helai) ... 66
25. Sidik ragam jumlah daun 10 MST ... 66
26. Data pengamatan jumlah daun 12 MST (helai) ... 67
27. Sidik ragam jumlah daun 12 MST ... 67
28. Data pengamatan jumlah daun 14 MST (helai) ... 68
29. Sidik ragam jumlah daun 14 MST ... 68
30. Data pengamatan diameter batang 4 MST (mm) ... 69
31. Sidik ragam diameter batang 4 MST ... 69
32. Data pengamatan diameter batang 6 MST (mm) ... 70
33. Sidik ragam diameter batang 6 MST ... 70
34. Data pengamatan diameter batang 8 MST (mm) ... 71
35. Sidik ragam diameter batang 8 MST ... 71
36. Data pengamatan diameter batang 10 MST (mm) ... 72
37. Sidik ragam diameter batang 10 MST ... 72
39. Sidik ragam diameter batang 12 MST ... 73
40. Data pengamatan diameter batang 14 MST (helai)... 74
41. Sidik ragam diameter batang 14 MST ... 74
42. Data pengamatan total luas daun daun (cm2) ... 75
43. Sidik ragam total luas daun daun ... 75
44. Data pengamatan bobot basah tajuk (g) ... 76
45. Sidik ragam bobot basah tajuk ... 76
46. Data pengamatan bobot kering tajuk (g) ... 77
47. Sidik ragam bobot kering tajuk ... 77
48. Data pengamatan bobot basah akar (g) ... 78
49. Sidik ragam bobot basah akar ... 78
50. Data pengamatan bobot kering akar (g) ... 79
51. Sidik ragam bobot kering akar ... 79
52. Data pengamatan ratio bobot kering tajuk/bobot kering akar... ... 80
53. Sidik ragam ratio bobot kering tajuk/bobot kering akar ... 80
ABSTRAK
LIPERI TARIGAN : Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam Dan Larutan
Mikoorganisme Lokal, dibimbing oleh FERRY EZRA SITEPU dan RATNA ROSANTY LAHAY.
Salah satu faktor yang menentukan mutu bibit kakao adalah kesuburan media tumbuh. Kesuburan media tumbuh dapat diperbaiki atau ditingkatkan dengan pemupukan anorganik maupun organik, diantaranya adalah dengan memanfaatkan pupuk kandang ayam serta larutan mikoorganisme lokal, yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU pada bulan Juni 2013 sampai dengan bulan September 2013, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor yaitu faktor pertama dalah dosis pupuk kandang ayam (0, 150, dan 300 g/polibag) dan faktor kedua dalah dosis larutan mikrooganisme lokal (0, 15, 30 dan 45 cc/L air). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar.
Dari hasil penelitian, pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada 12 MST dan 14 MST, jumlah daun pada 8,10 dan 12 MST, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk dan bobot basah akar. Pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Interaksi berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. Hasil terbaik dari penelitian ini diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk kandang ayam 300 g/polibag dan pemberian larutan mikroorganisme lokal 15 cc/L air) .
ABSTRACT
LIPERI TARIGAN: Response of chiken manure and local microorganisms on
growth cocoa (Theobroma cacao L.) seedlings , supervised by FERRY EZRA SITEPU and RATNA ROSANTY LAHAY.
One of the factors that determine the quality of cocoa seedlings is the fertility growing medium. Fertility growing medium can be improved or enhanced with inorganic or organic fertilizer, such as using of chiken manure and local microorganisms. This research had been conducted at experimental field in Faculty of Agriculture USU in June 2013 until September 2013, using randomized complete block design with two factor. The first factor is dose of chiken manure (0, 150 and 300 gram/ polybag) and the second factor is dose of local microorganisms (0, 15, 30 and 45 cc/ Liter of water). Parameter observed were plant height, number of leaves, stem diameter, the total leaves area, fresh weight of shoot, fresh weight of root, dry weight of shoot and dry weight of root.
From the research, chiken manure significantly affect on plant height (12 and 14 WAP), number of leaves( 8-12 WAP), stem diameter(4-14 WAP), the total leaves area, fresh weight of canopy ,dry weight of canopy and fresh weight of root. Local microorganisms unsignificantly affect on all parameters. Interaction unsignificantly affect on all parameter. The best result from this experimental were obtained in the treatment of chicken manure at 300 g/polybag and local microorganisms 15 cc /L of water.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas unggulan nasional setelah tanaman sawit dan karet. Kakao merupakan salah satu komoditi
ekspor unggulan Indonesia yang telah memberikan sumbangan devisa bagi negara
US $ 1,6 Miliar pada akhir tahun 2010. Keberadaan Indonesia sebagai produsen
kakao utama di dunia menunjukkan bahwa kakao Indonesia cukup diperhitungkan
dan berpeluang untuk menguasai pasar global. Seiring terus meningkatnya
permintaan pasar terhadap kakao, maka perlu dilakukan usaha untuk
meningkatkan produktivitas dan produksi nasional dalam rangka meningkatkan
ekspor kakao nasional (Badan Pusat Statistik, 2011).
Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga setelah Pantai
Gading dan Ghana dengan produksi mencapai 877.296 ton. Luas areal perkebunan
kakao Indonesia pada tahun 2010 mencapai 1.651.539 ha dimana hampir
seluruhnya merupakan perkebunan rakyat (93,04%) yang tersebar di seluruh
propinsi, kecuali DKI Jakarta. Produktivitas kakao Indonesia masih relatif rendah
yaitu baru mencapai rata-rata 532,17 kg/ha, sedangkan Pantai Gading sudah
mencapai 1,5 ton /ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011).
Luas areal tanaman kakao di Indonesia pada tahun 2006 adalah
1.320.820 ha dengan produksi 769.000 ton. Sedangkan pada tahun 2007 luas areal
tanaman kakao di Indonesia meningkat menjadi 1.379.279 ton sementara
produksinya menurun menjadi 740.000 ton. Pada tahun 2008 luas areal tanaman
kakao meningkat menjadi 1.473.259 sementara produksinya hanya bertambah
849.8760 ton dengan luas areal 1.592.983. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
belum signifikannya peningkatan produksi kakao seiring dengan peningkatan luas
areal tanamnya (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010).
Produksi kakao mempunyai kaitan yang sangat erat dengan pelaksaan
teknik budidaya dan kualitas bibit. Pembibitan kakao mempunyai peranan penting
untuk menghasilkan kualitas bibit yang bermutu. Berbagai upaya telah dilakukan
untuk mendapatkan bibit yang diharapkan, di antaranya dengan menyediakan
hara pada media tanam sesuai dengan kebutuhan bibit. Pemupukan dengan
menggunakan pupuk anorganik merupakan alternatif yang banyak dipilih petani
dalam usaha memenuhi kebutuhan hara tanaman. Selama kurun waktu 20 tahun
terakhir terjadi kenaikan penggunaan pupuk kimia sintesis hampir 5 kali lipat,
sementara kenaikan produksi hanya mencapai 50%. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk anorganik sudah tidak efisien lagi (Sugito, 2002).
Pupuk organik mempunyai fungsi penting bagi tanah yaitu untuk
menggemburkan lapisan tanah permukaan (top soil), meningkatkan populasi jasad renik tanah, mempertinggi daya serap dan daya simpan air yang secara
keseluruhan akan meningkatkan kesuburan tanah. Salah satu pupuk organik yaitu
pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan produk buangan dari binatang
peliharaan seperti ayam, kambing, sapi dan kerbau yang dapat digunakan untuk
menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Kualitas pupuk
kandang sangat berpengaruh terhadap respon tanaman. Pupuk kandang ayam
secara umum mempunyai kelebihan dalam kecepatan penyerapan hara, komposisi
hara seperti N, P, K dan Ca dibandingkan pupuk kandang sapi dan kambing
MOL ( Mikroorganisme Lokal ) adalah cairan yang berbahan dari berbagai
sumber daya alam yang tersedia setempat. MOL mengandung unsur hara makro
dan mikro dan juga mengandung mikroba yang berpotensi sebagai perombak
bahan organik, perangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengendali hama
penyakit tanaman. Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam MOL tersebut,
maka MOL dapat digunakan sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan sebagai
pestisida organik terutama sebagai fungsida (Purwasasmita dan Kunia, 2009).
Keunggulan penggunaan larutan MOL yang paling utama adalah murah.
Bahan-bahan yang ada di sekitar kita seperti buah-buahan busuk, bonggol pisang,
rebung, daun gamal, keong, urin sapi, urin kelinci serta sisa makanan dapat
digunakan sebagai bahan pembuat MOL. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke
dalam drum yang kemudian dicampur dengan larutan yang mengandung glukosa
seperti air nira, air kelapa atau air gula. Kemudian drum ditutup dan difermentasi
sampai beberapa hari. Setelah itu MOL dapat dipakai untuk menyemprot tanaman
dengan terlebih dahulu diencerkan dengan perbandingan 400 cc cairan MOL
diencerkan dengan 14 l air dengan dosis 4,8 l/ha (Amalia, 2008)
Pada saat ini permasalahan yang dihadapi dalam pembibitan kakao pada
skala besar adalah keterbatasan tanah top soil sebagai media tanam di polybag.
Pada kenyataannya ketersediaan tanah sub soil yang cukup banyak di lapangan
sudah mulai digunakan sebagai pengganti media tanam top soil. Pada umumnya
tanah sub soil mempunyai nilai kesuburan yang lebih rendah dibandingkan
dengan tanah top soil, antara lain ditunjukkan dengan rendahnya kandungan bahan
pertumbuhan bibit kakao yang baik pada tanah sub soil maka kandungan bahan
organik dan unsur hara harus ditingkatkan (Tambunan, 2009)
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang respon pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacaoL) terhadap pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuan bibit kakao
(Theobroma cacao L.) terhadap pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal serta interaksi keduannya.
Hipotesis Penelitian
Pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal serta
interaksi keduanya nyata meningkatkan pertumbuhan bibit kakao
(Theobroma cacao L.)
Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2010) sistematika
tanaman kakao adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta ;
Subdivisi : Angiospermae ; Kelas : Dicotyledoneae ; Sub Kelas : Dialypetalae ;
Ordo : Malvales ; Family : Sterculiaceae ; Genus : Theobroma ;
Spesies : Theobroma cacaoL.
Akar kakao adalah akar tunggang (radix primaria). Pertumbuhan akar
cokelat bisa sampai 8 meter ke arah samping dan 15 meter ke arah bawah. kakao
yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak
menumbuhkan akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak
jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut menumbuhkan dua akar yang
menyerupai akar tunggang. Pada tanah yang drainasenya jelas dan permukaaan air
tanahnya tinggi, akar tunggang tidak dapat tumbuh lebih dari 45 cm.
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010)
Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas
vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortrotop
atau tunas air ( wiwilan atau chupon ), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagriotrop ( cabang kipas atau fan ). Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan berhenti
tumbuh dan membentuk jorket ( jorquete ). Jorket adalah tempat percabangan dari pola percabangan ortrotrop ke plagriotrop dan khas hanya pada tanaman kakao.
Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfisme.
Pada tunas ortrotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5- 10 cm sedangkan pada
tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm. Tangkai daun
berbentuk silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya. Bentuk helai daun
bulat memanjang (oblongus ), ujung daun meruncing (acuminatus), dan pangkal daun runcing (acutus). Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat
seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung pada kultivarnya.
Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan
mengkilap (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010)
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang
dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan
bunga (cushioll). Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G (5) artinya, bunga
disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota, 10
tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing terdiri dari 5
tangkai sari tetapi hanya 1 lingkaran yang fertil, dan 5 daun buah yang bersatu.
Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat
pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap kultivar.
Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun mahkota panjangnya 6-8
mm, terdiri atas dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binatang dan
bisanya terdapat dua garis merah. Bagian ujungnya berupa lembaran tipis,
Warna buah tanaman kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya
ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak
putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika
muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (orange). Kulit buah
memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang seling. Pada tipe
criolo dan trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit buahnya tebal tetapi lunak dan
permukaannya kasar. Sebaliknya , pada forastero, permukaan kulit buah pada
umumnya halus (rata), kulitnya tipis tetapi keras, dan liat. Buah akan masak
setelah berumur enam bulan. Saat itu, ukurannya beragam dari panjang 10 hingga
30 cm, bergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama
perkembangan buah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010)
Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya
beragam yaitu 20-50 butir per buah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji
disusun oleh dua kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempel
di poros lembaga (embryo axis ). Warna kotiledon putih untuk tipe criolo dan ungu untuk tipe forastero. Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna
putih. Di sebelah dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus
dua kotiledon dan poros embrio. Biji kakao tidak memiliki masa dorman.
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010)
Syarat Tumbuh Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang cukup berpengaruh
kakao. Tanaman kakao dapat tumbuh pada garis lintang 10°LS-10°LU dan pada
ketinggian 0-600 m dpl (Susanto, 1994).
Tanaman kakao dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan berkisar
antara 1250-3000 mm tiap tahun. Curah hujan yang melebihi dari 2500 mm tiap
tahun akan meningkatkan serangan penyakit busuk buah Phytophthora dan VSD atau Vascular Streak Dieback. Di samping itu, akan terjadi pencucian/ pelindian atau leaching yang berat terhadap tanah, sehingga akan menurunkan kesuburan
tanah, pH turun dan pertukaran kation rendah.Curah hujan yang relatif rendah
misalnya 1300-1500 mm tiap tahun, tetapi distribusinya merata sepanjang tahun,
pertumbuhan kakao lebih baik daripada curah hujan sekitar 3000 mm tiap tahun,
tetapi memiliki musim kering selama 5 bulan (Susanto, 1994).
Suhu harian yang terbaik untuk tanaman cokelat adalah sekitar 24-28 °C,
dan kelembaban udaranya konstan dan relatif tinggi, yakni sekitar 80%. Suhu
maksimal untuk kakao sekitar 30°C-32°C sedangkan suhu minimum sekitar 18-21
°C. Bila suhu terlalu tinggi menyebabkan hilangnya dominasi apical, dan tunas
ketiak daun tumbuh menjadi daun-daun yang kecil. Sedangkan suhu yang terlalu
rendah menyebabkan daun seperti terbakar dan bunga menering (Sunanto, 1992).
Sinar matahari merupakan sumber energi bagi tanaman dalam proses
fotosintesis. Namun kebutuhan sinar matahari tergantung dari besar kecilnya
tanaman. Tanaman muda yang baru ditanam memerlukan sinar matahari sekitar
25%-35% dari sinar matahari penuh. Sedangkan untuk tanaman dewasa atau yang
sudah berproduksi kebutuhan sinar matahari makin besar yaitu 65% -75%. Hal ini
dapat diperoleh dengan car mengatur tanaman penaung. Pada pembibitan, sinar
sempit, dan bibit relatif pendek. Tanaman kakao berasal dari daerah hutan tropis
biasanya memperoleh naungan besar. Tanaman kakao termasuk golongan
tanaman C-3. Sehingga mampu melakukan fotosintesis pada suhu relatif rendah
(Susanto, 1994).
Angin yang kuat ( lebih dari 10 m/detik) berpengaruh buruk terhadap
tanaman cokelat. Lebih-lebih yang datangnya dari laut yang mengandung garam
akan memberikan pengaruh jelek, karena dapat menyebabkan kerusakan mekanis,
daun-daun gugur, pucuk-pucuk layu, dan penyerbukan gagal. Kecepatan angin
yang baik adalah 2-5 m/detik, karena dapat membantu penyerbuakan. Penanaman
pohon pelindung untuk tanaman cokelat dapat mengurangi kecepatan angindan
menjaga kelembaban kebun (Sunanto, 1992).
Tanah
Kemasaman (pH) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar
5,6-6,8.Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil), sedangkan pada tanah bawah (sub soil) kemasaman tanah sebaiknya netral, agak masam, atau agak basa. Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu di atas
3 %. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi
tanah, kemampuan penyerapan (absorbsi) hara, dan daya simpan lengas tanah
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010).
Tanah yang baik untuk kakao adalah tanah yang bila musim hujan drainase
baik dan pada musim kemarau dapat menyimpan air. Hal ini dapat terpenuhi bila
tanah memiliki tekstur sebagai berikut : fraksi pasir sekitar 50 %, fraksi debu
sekitar 10% - 20%, dan fraksi lempung 30% - 40%. Jadi tekstur tanah yang cocok
tanah yang remah dan agregat yang mantap dapat menciptakan aerase yang baik
dan memungkinkan perkembangan akar (Susanto, 1994).
Seperti tanaman pada umumnya, kakao juga menghendaki tanah yang
mudah diterobos oleh akar tanaman, dapat menyimpan air terutama pada musim
hujan drainase dan aerasenya baik. Perakaran kakao pada umumnya dapat
mencapai kedalaman sekitar 1-1,5 m untuk akar tunggangnya. Sedangkan akar
lateral sebagian besar terdapat pada lapisan atas, sedalam sekitar 30 cm. Maka
untuk memperoleh perakaran yang baik, yang mampu menghisap air dan unsur
hara, tanaman tahan kekeringan dan tidak mudah rebah, diperlukan kedalaman
efektif tanah sekitar 1,5 m. Disamping itu, tanah bebas dari batu-batuaan dan
cadas yang mengganggu perkembangan akar (Susanto, 1994).
Pupuk Kandang Ayam
Kotoran ayam merupakan limbah yang dihasilkan dari peternakan ayam
yang dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan. Untuk mengurangi limbah
tersebut, kotoran ayam dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Pupuk yang dihasilkan
disebut pupuk kompos yang disiapkan melalui proses fermentasi untuk
mempercepat proses dekomposisi oleh berbagai macam bakteri, menggunakan
starter EM4 selama 8 hari. Pupuk kompos yang dihasilkan dianalisis kandungan
hara N, C-Organik dan C/N. Hasil penelitian Miftakhul, dkk (2013) kadar hara N, C-organik dan rasio C/N yang dihasilkan dari pupuk kandang hasil fermentasi
kotoran ayam berturu-turut adalah 0,554 % , 3,308 dan 6.
Wulandari (2012) menyebutkan bila dihitung dari bobot badannya,
kotoran ayam lebih besar dari kotoran ternak lainnya, dimana setiap 1.000
Sedangkan kotoran sapi dengan bobot badan yang sama menghasilkan kotoran
kering hanya 1.890 kg/tahun. Demikian pula dilihat dari segi kandungan hara
yang dihasilkan dimana tiap ton kotoran ayam terdapat 65,8 kg N, 13,7 kg P dan
12,8 kg K. Sedangkan kotoran sapi dengan bobot kotoran yang sama mengandung
22 kg N, 2,6 kg P dan 13,7 kg K. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa
pemberian 2500 g/tanaman pupuk kandang ayam adalah dosis terbaik untuk
pertumbuhan dan hasil tanaman rosela di tanah ultisol.
Menurut Lingga dan Marsono (2004) peranan nitrogen bagi tanaman
adalah merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang
dan daun, serta mendorong terbentuknya klorofil sehingga daunnya menjadi hijau
yang berguna bagi fotosintesis Kandungan Nitrogen yang tinggi pada pupuk
kandang ayam memacu laju pertumbuhan jumlah daun tanaman. Nitrogen
merupakan unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman terutama
daun, pertambahan tunas dan menambah tinggi tanaman. Tersediannya nitrogen
maka tanaman akan membentuk bagian-bagian vegetatif yang cepat, akibat dari
pembelahan sel jaringan meristem, perpanjangan dan pembesaran sel-sel baru dan
protoplasma sehingga pertumbuhan tanaman berlangsung dengan baik.
Sutedjo (2002) menyebutkan bahwa unsur nitrogen merupakan unsur hara
utama di dalam pembentukan organ vegetatifk tanaman seperti daun, batang dan
akar. Kegunaan unsur nitrogen bagi tanaman adalah untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman dan
Fajar (2013) menyebutkan bahwa nitrogen merupakan unsur makro yang
dibutuhkan banyak di tubuh tanaman bersama C, H,O,P dan K. Nitrogen
merupakan unsur yang terkandung dalam pupuk urea dan pupuk kandang maupun
organik dapat menyumbangkan sejumlah hara N guna pertumbuhan tanaman,
terutama tajuk tanaman. Selain mengandung hara N yang tinggi, pupuk kandang
ayam juga mengandung hara P yang cukup tinggi yang mampu mendukung
pertumbuhan tanaman. Soegiman dalam Rukmi (2009) menyebutkan bahwa
fosfor berpengaruh dalam pembelahan sel, pembuahan, perkembangan akar
khusus lateral, dan akar halus berserabut, kekuatan batang pada tanaman serelia,
kekebalan terhadap penyakit tertentu.
Melati dan Andriani (2005) pemberian 10 ton/ha pupuk kandang ayam
memberikan peningkatan pertumbuhan dan produksi terbaik pada kedelai organik.
Pemberian 10 ton/ha pupuk kandang ayam mampu meningkatkan jumlah polong
isi sekitar 6.6 polong /tanaman.
Martin (2000) dalam penelitiannya melaporkan bahwa untuk pertambahan
tinggi bibit eucalyptus pelliat F.Muell dengan rata-rata sebesar 16.92 cm dosis terbaik adalah 25 gram/kg tanah, pertambahan diameter dengan nilai rata-rata 0.89
cm dosis terbaik adalah 25 gr/kg tanah, jumlah daun dengan rata-rata 13.2 helai
Mikroorganisme Lokal
Mikroorganisme Lokal (MOL) adalah cairan yang berbahan dari berbagai
sumber alam yang tersedia setempat. Mikroorganisme lokal mengandung hara
makro dan mikro dan juga mengandung mikrob yang berpotensi sebagai
perombak bahan organik, merangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengendali
hama dan penyakit tanaman. Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam MOL
tersebut maka MOL dapat digunakan sebagai pendekomposer, pupuk hayati dan
sebagai pestisida organik terutama fungisida (Purwasaawita dan Kunia, 2009)
Hasil penelitian Arum (2011) menyebutkan bahwa mikroorganisme lokal
bonggol pisang mengandung unsur hara N, P dan K berturut-turut adalah 0,48,
0,05 dan 0,17 % dan mengandung mikrob pelarut fosfat (MPF) Aspergillus niger
yang dapat meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman, selain itu dapat
meningkatkan kesehatan akar dan pertumbuhan tanaman melalui proteksinya
terhadap penyakit serta mikroba selulotik Bacillus sp. yang dapat berperan dalam perombakan senyawa organik, mampu menghasilkan antibiotik dan sebagai agen
pengendali hayati
Setianingsih dan amalia dalam Arum (2011) menyebutkan bahwa
keunggulan penggunaan larutan MOL yang paling utama adalah murah.
Bahan-bahan yang ada disekitar kita seperti buah-buahan busuk, rebung, daun gamal,
keong, urin sapi, urin kelinci serta sisa makanan dapat digunakan sebagai bahan
pembuat MOL. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam drum yang kemudian
dicampur dengan larutan yang mengandung glukosa seperti air nira, air kelapa
atau air gula. Kemudian drum ditutup dan difermentasi sampai beberapa hari.
dahulu diencerkan dengan perbandingan 400 cc cairan MOL diencerkan dengan
14 l air dengan dosis 4,8 l/ha
Hasil penelitian Ekamaida (2008) menyebutkan bahwa pemberian kompos
MOL berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% meningkatkan ketersediaan unsur
hara tanah yaitu kadar karbon, N total tanah, P-tersedia tanah, kalium, natrium,
kalsium, magnesium tukar, total kation tukar dan kapasitas tukar kation tanah.
Pemberian pupuk kompos MOL berpengaruh nyata pada taraf 5 % terhadap
peningkatan pH tanah, C/N tanah dan kejenuhan basa .
Purwasasmita dan Kunia dalam Arum (2011) menyebutkan bahwa
berbagai contoh MOL yang dibuat dan diaplikasikan para petani adalah MOL
buah-buah untuk membantu bulir padi agar lebih berisi, MOL daun gamal untuk
penyubur daun tanaman dan disemprotkan pada padi umur 30 hst, MOL bonggol
pisang untuk dekomposer saat pembuatan kompos dan disemprotkan pada padi
umur10, 20, 30 dan 40 hst. MOL sayuran untuk merangsang tumbuhnya malai
dan disemprotkan pada umur padi 60 hari, MOL rebung untuk merangsang
pertumbuhan tanaman dan disemprotkan pada padi umur 15 hari.
Santi et al (2007) melaporkan, bahwa pemberian mikroorganisme lokal pada tanaman jagung di Pelaihari, Kalimantan Selatan dapat menghemat
penggunaan pupuk kimia konvensional sebesar 25 - 75 % tanpa menimbulkan
pengaruh nyata pada hasil tanaman.
Setianingsih (2009) menyebutkan jenis-jenis larutan MOL yang dapat
dibuat dan kegunaannya tergantung pada jenis bahan yang digunakan, seperti
sisa-sisa sayuran, buah-buahan, kian laut, bonggol pisang, tulang/daging hewan, dan
pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti proses pylocron, toleran terhadap
penyakit yang disebakan oleh Rhyzoctonia oryzae dan Cercospora oryzae.
Disamping itu, kadar asam fenolatnya yang tinggi membantu pengikatan ion-ion
Al, Fe dan Ca sehingga membantu ketersediaan P tanah yang berguna pada proses
pembungaan dan pembentukan buah. Larutan MOL rebung berguna untuk
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas
permukaan laut mulai bulan Juli 2013 sampai September 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao lindak,
larutan mikroorganisme lokal yang berasal dari fermentasi (bonggol pisang, gula
merah dan air cucian beras) , pupuk kandang kotoran ayam, subsoil ultisol, air,
fungisida Antracol 70 WP, insektisida lannate 25 WP, dan bahan-bahan lain yang
mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor,
meteran, timbangan, oven, handsprayer, tali plastik, bambu, pacak sampel, ember,
pisau, plang nama, kalkulator, amplop cokelat dan alat-alat lain yang mendukung
penelitian ini.
Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan Acak
Kelompok (RAK) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan ,
yaitu:
Faktor I : Pupuk Kandang Ayam (K) dengan 3 taraf perlakuan yaitu :
K0 = 0 g/polibag
K1 = 150 g/polibag
Faktor II : Larutan Mikroorganisme Lokal dengan 4 taraf perlakuan yaitu :
M0 = 0 cc/l air
M1 = 15 cc/l air
M2 = 30 cc/l air
M3 = 45 cc/l air
Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan seb anyak 12 kombinasi yaitu :
K0M0 K1M0 K2M0
K0M1 K1M1` K2M1
K0M2 K1M2 K2M2
K0M3 K1M3 K2M3
Jumlah ulangan = 3 ulangan
Jumlah plot / blog = 12 plot
Jumlah plot seluruhnya = 36 plot
Ukuran plot = 80cm x 80cm
Jarak antar plot = 30 cm
Jarak antar blok (ulangan) = 50 cm
Jumlah tanaman/plot = 4 tanaman
Jumlah seluruh tanaman = 144 tanaman
Jumlah sampel/plot = 4 tanaman
Jumlah seluruh tanaman sampel = 144 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier
sebagai berikut :
Yijk = μ + ρi +αj + βk + (αβ ) jk + Ԑijk
Dimana :
Yijk = hasil pengamatan blok ke i dengan perlakuan pupuk kandang ayam pada
taraf ke-j dan larutan mikroorganisme lokal pada taraf ke-k
μ = nilai tengah perlakuan
ρi = pengaruh blok ke-i
αj = pengaruh perlakuan pupuk kandang ayam ke-j
βk = pengaruh perlakuan larutan mikroorganisme lokal ke-k
(αβ)jk = pengaruh interaksi antara pupuk kandang ayam pada taraf ke-j dan
larutan mikroorganisme lokal pada taraf ke-k
Ԑijk = pengaruh galat percobaan blok ke-i yang mendapat perlakuan pupuk
kandang ayam ke-j dan pupuk organik cair pada taraf ke-k
Data penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan
analisis lanjutan uji beda rata-rata Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf uji
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan
Diukur areal lahan yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma yang
tumbuh pada lahan. Dibuat plot percobaan dengan ukuran 80 cm x 80 cm. Dibuat
parit drainase dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm.
Persiapan Naungan
Dibuat naungan dari bambu sebagai tiang dan daun nipah sebagai atap
memanjang utara-selatan dengan ukuran panjang 14 m, lebar 5 m, tinggi 1,5 m di
sebelah timur dan 1,2 m di sebelah barat.
Persiapan Media Tanam dan Aplikasi Pupuk Kandang Ayam
Media tanam yang digunakan adalah tanah subsoil ultisol Simalingkar.
Ukuran polibag yang digunakan adalah 20 x 30 cm. Sebelum media dimasukkan
ke dalam polibag terlebih dahulu dibersihkan dari sampah dan kotoran lainnya,
kemudian dicampur tanah subsoil ultisol yang telah dikeringanginkan dengan
pupuk kandang ayam sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan.
Diaplikasikan larutan mikroorganisme lokal pada media tanam sesuai dengan
masing-masing perlakuan. Persiapan media tanam dan aplikasi pupuk kandang
ayam serta larutan mikroorganisme lokal dilakukan dua minggu sebelum tanam.
Persiapan Larutan Mikroorganisme Lokal
Disiapkan bahan-bahan yaitu bonggol pisang, gula merah, air cucian beras
dengan perbandingan berat masing-masing 5 kg: 1,5 kg: 10 L. Bonggol pisang
dipotong-potong dengan ukuran + 0,5-1 cm. Air cucian beras dicampur dengan
gula merah (gula jawa) yang telah diiris halus dimasukkan ke dalam ember diaduk
Dimasukkan potongan-potongan bonggol pisang ke dalam ember kemudian
diaduk kembali sampai tercampur merata. Ditutup ember dengan plastik bening.
Diberi lubang pada plastik penutup ember lalu masukkan selang plastik yang
dihubungkan dengan botol yang telah diisi air. Disimpan di tempat teduh untuk
proses fermentasi selama 10-15 hari.
Pengecambahan Benih
Pendederan dilakukan dengan cara mendederkan benih di bak
perkecambahan dengan media pasir setebal + 15 cm, dibuat arah utara-selatan.
Benih didederkan dengan mata embrio menghadap pusat bumi dengan jarak antar
benih 2cm x 3 cm .
Penanaman Kecambah
Pemindahan kecambah ke dalam polibag dilakukan setelah benih mulai
tersembul ke atas yaitu saat berumur 5 hari. Setiap polibag ditanam satu
kecambah, dengan radikula menghadap ke bawah. Polibag yang telah ditanam
kecambah disusun teratur di atas lahan pembibitan sesuai perlakuan.
Aplikasi Larutan Mikroorganisme Lokal
Larutan mikroorganisme lokal diaplikasikan melalui tanah pada pagi hari
pukul 07.00-10.00 WIB atau apabila pada pagi dalam kondisi hujan dapat
diaplikasikan pada sore hari pada pukul 16.00-18.00 dengan dituangkan ke media
tanam. Dosis larutan mikroorganisme lokal yang diberikan sesuai dengan
masing-masing perlakuan, dimana untuk setiap dosis perlakuan diaplikasikan dengan
takaran 250 mL/polibag. Aplikasi dilakukan 6 kali, aplikasi pertama dilakukan
pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah pindah tanam dengan interval 2
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Penyiraman
dilakukan pada pagi dan sore hari dengan menggunakan gembor. Namun jika
cuaca tidak terlalu panas, penyiraman dapat dilakukan sekali sehari yaitu pada
sore hari.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman yang mati atau
pertumbuhannya abnormal dengan tanaman cadangan. Penyulaman dilakukan
dalam polibag setelah tanaman berumur 1 minggu setelah pindah tanam.
Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan secaara manual dengan mencabut gulma
yang ada dalam polibag dan menggunakan cangkul untuk gulma yang tumbuh di
plot dan dilakukan sesuai dengan kondisi gulma yang ada di lapangan.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan cara
menyemprotkan insektisida Lannate 25 WP dengan dosis 1 g/l air dan fungisida
Antracol 70 WP dengan dosis 1-2 g/l air. Aplikasi ini dilakukan bila terjadi
serangan hama dan penyakit.
Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari garis permukaan tanah pada patok
tinggi tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 16 MST dengan
interval pengamatan dua minggu sekali.
Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang telah membuka
sempurna dengan ciri-ciri helaian daun dalam posisi terbuka ditandai dengan telah
terlihatnya tulang-tulang daun seluruhnya bila diamati dari atas daun. Pengukuran
jumlah daun dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 16 MST dengan
interval pengamatan dua minggu sekali.
Diameter Batang (mm)
Diameter batang diukur sejajar garis 1 cm di atas garis permukaan tanah
pada patok standar dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan
pada dua bagian sisi batang yang diukur diameternya yang kemudian
dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 16 MST
dengan interval pengamatan dua minggu sekali.
Total Luas Daun (cm²)
Pengamatan luas daun dilakukan di akhir penelitian dengan menggunakan
persamaan yang dibuat oleh Asomaning dan locard dalam Muhammad Hatta et al. (2010) yaitu:
Log Y = -0,495 + 1,904 log X
Dimana : Y = luas daun (cm²)
X = panjang daun (cm)
Luas seluruh daun dari setiap sampel ditotalkan sehingga diperoleh total
Bobot Basah Tajuk (g)
Pengukuran bobot basah tajuk dilakukan pada akhir penelitian dengan
mengambil bagian atas tanaman yang terdiri dari batang dan daun-daun pada
tanaman kakao. Kemudian tajuk dibersihkan dan ditimbang dengan timbangan
analitik.
Bobot Kering Tajuk (g)
Tajuk yang telah ditimbang bobot basahnya, selanjutnya dimasukkan ke
dalam amplop. Kemudian amplop yang berisi tajuk diovenkan dengan suhu 75°C
sampai berat kering konstan. Setelah itu tajuk dikeluarkan dari amplop dan
dihitung bobot keringnya dengan menggunakan timbangan analitik.
Bobot Basah Akar (g)
Bobot basah akar dihitung dengan cara menimbang akar yang telah
dipisahkan dari batang dan daun tanaman yang telah bersih dari tanah yang
menempel. Pengukuran dilakukan pada akhir penelitian.
Bobot Kering Akar (g)
Akar tanaman yang telah ditimbang bobot basahnya, selanjutnya
dimasukkan ke dalam amplop. Kemudian amplop yang berisi akar diovenkan
dengan suhu 75°C sampai berat kering konstan. Setelah itu akar dikeluarkan dari
amplop dan dihitung bobot keringnya dengan menggunakan timbangan analitik.
Rasio Bobot Kering Tajuk/Bobot Kering Akar
Ratio bobot kering tajuk / bobot kering akar diperoleh dengan cara
membagi bobot kering tajuk dengan bobot kering akar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Tinggi Tanaman (cm)
Data tinggi bibit kakao umur 4,6,8,10,12, dan 14 MST dicantumkan pada
Lampiran 7,9,11,13,15, dan 17 sedangkan hasil sidik ragam masing-masing
tinggi bibit kakao dicantumkan pada Lampiran 8,10,12,14,16, dan 18 .
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk kandang ayam
berpengaruh nyata pada tinggi tanaman kakao pada umur 12 MST dan 14 MST.
Sedangkan pemberian larutan mikroorganisme lokal tidak berpengaruh nyata pada
tinggi tanaman. Interaksi pemberian pupuk kandang ayam dan larutan
mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit kakao.
Rataan tinggi bibit kakao 4-16 MST pada pemberian pupuk kandang ayam
Tabel 1. Tinggi tanaman 4-14 MST (cm) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal
Pupuk
Kandang Ayam (g)
Mikroorganisme Lokal (cc/L air )
Rataan M0
( 0 )
M1 (15) M2 (30 ) M3 (45 )
K0 (0) 8.79 8.51 8.15 8.67 8.53
4 MST K1 (150) 9.16 8.53 9.55 9.47 9.18
K2 (300) 9.61 9.30 9.19 8.45 9.14
Rataan 9.19 8.78 8.96 8.86
K0 (0) 9.43 8.65 8.92 9.63 9.16
6 MST K1 (150) 10.05 9.30 9.79 9.78 9.73
K2 (300) 10.03 9.59 9.93 9.95 9.88
Rataan 9.84 9.18 9.54 9.79
K0 (0) 9.98 9.04 9.97 9.90 9.72
8 MST K1 (150) 10.29 10.20 10.43 10.72 10.41
K2 (300) 10.93 10.06 10.64 10.35 10.49
Rataan 10.40 9.77 10.34 10.32
K0 (0) 11.14 9.63 10.72 11.17 10.66
10 MST K1 (150) 11.59 11.41 11.49 12.48 11.74 K2 (300) 12.75 12.03 11.54 11.38 11.93
Rataan 11.83 11.02 11.25 11.68
K0 (0) 12.62 10.97 11.46 12.56 11.90 b 12 MST K1 (150) 13.69 13.80 13.98 14.58 14.01 a
K2 (300) 16.36 15.26 13.56 13.56 14.68 a
Rataan 14.22 13.34 13.00 13.56
K0 (0) 15.49 13.63 13.71 14.32 14.29 b 14 MST K1 (150) 17.30 17.18 18.17 18.95 17.90 a
K2 (300) 20.82 20.08 17.33 17.86 19.02 a
Rataan 17.87 16.96 16.40 17.04
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang tidak sama pada kelompok baris atau kolom menunjukkan berbeda nyata menurut uji beda rataan Duncan pada taraf 5 %
Berdasarkan Tabel 1 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam
menghasilkan rataan tinggi bibit kakao tertinggi pada pengamatan 14 MST
terdapat pada taraf perlakuan K2 (300 g/polibag) yaitu 19,02 cm yang berbeda
yaitu 17,90 cm. Rataan tinggi bibit kakao terendah terdapat pada taraf perlakuan
K0 (0 g/polibag) yaitu 14,29 cm.
Pemberian larutan mikroorganisme lokal menghasilkan rataan tinggi bibit
kakao tertinggi pada 14 MST yaitu pada taraf MO (0 cc/L air) yaitu 17,87 cm
yang berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M1 (15 cc/L air) yaitu 16,96 cm,
M2 (30 cc/L air) yaitu 16,40 cm dan M3 (45 cc/L air) yaitu 17,04 cm. Rataan
tinggi bibit kakao terendah terdapat pada taraf perakuan M2 (30 cc/L air) yaitu
16,40 cm.
Kurva respon pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam terhadap
[image:41.595.147.472.375.569.2]tinggi tanaman bibit kakao pada 14 MST dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini
Gambar 1. Hubungan tinggi tanaman dengan pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam pada 14 MST
Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa hubungan pemberian pupuk
kandang ayam dengan tinggi tanaman bibit kakao menuunjukkan linear positif
(r = 0,95). Hal ini berarti, semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang
diberikan hingga batas 300 g akan mengakibatkan peningkatan tinggi tanaman
pada bibit kakao.
y = 0.0158x + 14.701 r = 0.95
0.00 6.00 12.00 18.00 24.00
0 150 300
T
inggi T
anam
an
(cm
)
Jumlah Daun (helai)
Data jumlah daun bibit kakao umur 4,6,8,10,12 dan 14 MST dicantumkan
pada Lampiran 19,21,23,25,27, dan 29 sedangkan hasil sidik ragam
masing-masing jumlah daun dicantumkan pada Lampiran 20,22,24,26,28 dan 30.
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk kandang ayam
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 8, 10 dan 12 MST. Sedangkan
pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah
daun bibit kakao. Interaksi pemberian pupuk kandang ayam dan larutan
mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun bibit kakao.
Rataan jumlah daun kakao 4-14 MST pada pemberian pupuk kandang
Tabel 2. Jumlah daun 4-14 MST (cm) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal
Pupuk
Kandang Ayam (g)
Mikroorganisme Lokal (cc/L air)
Rataan M0 (0) M1 (15 ) M2 (30 ) M2 (45 )
K0 (0) 2.08 1.83 2.42 2.75 2.27
4 MST K1 (150) 3.00 1.92 1.92 2.83 2.42
K2 (300) 1.92 2.42 2.75 1.50 2.15
Rataan 2.33 2.06 2.36 2.36
K0 (0) 4.25 4.75 4.25 4.83 4.52
6 MST K1 (150) 5.50 4.83 4.58 4.67 4.90
K2 (300) 4.92 5.50 5.00 5.00 5.10
Rataan 4.89 5.03 4.61 4.83
K0 (0) 6.00 5.92 6.33 5.83 6.02 b
8 MST K1 (150) 6.83 6.67 6.33 6.67 6.63 a
K2 (300) 6.67 7.50 6.92 6.67 6.94 a
Rataan 6.50 6.69 6.53 6.39
K0 (0) 7.42 6.75 7.50 7.17 7.21 b
10 MST K1 (150) 8.92 8.25 7.92 8.50 8.40 a
K2 (300) 8.42 9.50 8.58 8.25 8.69 a
Rataan 8.25 8.17 8.00 7.97
K0 (0) 9.08 8.00 9.17 8.58 8.71 b
12 MST K1 (150) 10.75 10.42 9.92 10.17 10.31a K2 (300) 10.83 11.42 10.17 9.00 10.35a
Rataan 10.22 9.94 9.75 9.25
K0 (0) 11.08 10.17 11.08 10.50 10.71
14 MST K1 (150) 13.25 11.75 12.17 24.92 15.52
K2 (300) 13.00 14.42 12.33 12.25 13.00
Rataan 12.44 12.11 11.86 15.89
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang tidak sama pada kelompok baris atau kolom menunjukkan berbeda nyata menurut uji beda rataan Duncan pada taraf 5 %
Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam
menghasilkan rataan jumlah daun tertinggi pada pengamatan 14 MST yaitu
terdapat pada taraf perlakuan K1 (150 g/polibag) yaitu 15,52 helai yang berbeda
tidak nyata dengan taraf perlakuan K0 (0 g/polibag) yaitu 10,71 helai dan K3 (300
Pemberian larutan mikroorganisme menghasilkan rataan jumlah daun
tertinggi pada pengamatan 14 MST yaitu pada taraf M3 (45 cc/L air) yaitu 15,89
helai yang berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M0 (0 cc/L air) yaitu 12,44
helai, M1 (15 cc/L air) yaitu 12,11 helai dan M2 (30 cc/L air) yaitu 11,86 helai.
Rataan jumlah daun bibit kakao terendah terdapat pada taraf perlakuan M1
(15 cc/L air) yaitu 12,11 helai.
Kurva respon pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam terhadap
[image:44.595.151.491.314.521.2]jumlah daun bibit kakao pada 12 MST dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini
Gambar 2. Hubungan jumlah daun dengan pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam pada 12 MST
Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa hubungan pemberian pupuk
kandang ayam dengan jumlah daun bibit kakao menuunjukkan linear positif
(r = 0,87). Hal ini berarti, semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang
diberikan hingga batas 300 g akan mengakibatkan peningkatan tinggi tanaman
pada bibit kakao.
y = 0.0055x + 8.9688 r = 0.87
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00
0 150 300
Jum
lah Daun (helai)
Diameter Batang (mm)
Data diameter batang bibit kakao umur 4,6,8,10,12, dan 14 MST
dicantumkan pada Lampiran 31,33,35,37,39 dan 41 sedangkan hasil sidik ragam
masing-masing diameter batang bibit kakao dicantumkan pada Lampiran
32,34,36,38,40, dan 42. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian
pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada umur
4-14 MST. Sedangkan pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak
nyata terhadap diameter batang bibit kakao. Interaksi pemberian pupuk kandang
ayam dan larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap
diameter batang bibit kakao.
Rataan diameter batang bibit kakao 4-14 MST pada pemberian pupuk
Tabel 3. Diameter batang 4-14 MST (mm) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam
menghasilkan rataan diameter batang bibit kakao tertinggi pada pengamatan 14
MST terdapat pada taraf perlakuan K2 (300 g/polibag) yaitu 4,75 mm yang
berbeda nyata dengan taraf perlakuan K0 (0 g/polibag) yaitu 3,69 mm dan berbeda
tidak nyata dengan taraf perlakuan K1 (150 g/polibag) yaitu 4,74 mm. Rataan
Pupuk
Kandang Ayam (g)
Mikroorganisme Lokal (cc/L air)
Rataan M0 (0) M1 (15) M2 (30) M3 (45 )
K0 (0) 1.69 1.80 1.73 1.83 1.76 b
4 MST K1 (150) 2.05 2.62 2.12 2.18 2.24 a
K2 (300) 2.15 2.52 2.16 2.38 2.30 a
Rataan 1.96 2.31 2.00 2.13
K0 (0) 2.59 2.52 2.60 2.60 2.58 b
6 MST K1 (150) 2.89 2.88 2.90 2.96 2.91 a
K2 (300) 3.06 2.99 2.96 2.93 2.98 a
Rataan 2.85 2.80 2.82 2.83
K0 (0) 2.78 2.57 2.74 2.74 2.71 b
8 MST K1 (150) 3.10 3.18 3.09 3.34 3.18 a
K2 (300) 3.29 3.18 3.29 3.11 3.22 a
Rataan 3.06 2.97 3.04 3.07
K0 (0) 2.95 2.83 3.01 2.96 2.94 b
10 MST K1 (150) 3.44 3.54 3.34 3.67 3.50 a
K2 (300) 3.64 3.52 3.45 3.33 3.49 a
Rataan 3.34 3.30 3.27 3.32
K0 (0) 3.37 3.14 3.09 3.17 3.19 b
12 MST K1 (150) 4.01 3.81 3.83 4.14 3.95 a
K2 (300) 4.08 4.11 3.88 3.54 3.90 a
Rataan 3.82 3.68 3.60 3.62
K0 (0) 3.92 3.50 3.67 3.68 3.69 b
14 MST K1 (150) 4.60 4.83 4.68 4.85 4.74 a
K2 (300) 5.00 5.08 4.62 4.32 4.75 a
diameter batang bibit kakao terendah yaitu terdapat pada taraf perlakuan K0
(0 g/polibag) yaitu 3,69 mm.
Pemberian larutan mikroorganisme lokal menghasilkan rataan diameter
batang tertinggi pada pengamatan 14 MST terdapat pada taraf perlakuan M0
(0 cc/L air) yaitu 4,51 mm yang berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M1
(15 cc/L air) yaitu 4,47 mm, M2 (30 cc/L air) yaitu 4,32 mm dan M3 (45 cc/L air)
yaitu 4,28 mm. Rataan diameter batang kakao terendah terdapat pada taraf
perlakuan M3 (45 cc/L air) yaitu 4,28 mm.
Kurva respon pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam terhadap
[image:47.595.144.483.368.566.2]diameter batang bibit kakao pada 14 MST dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini
Gambar 3. Hubungan diameter batang dengan pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam pada 14 MST
Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa hubungan pemberian pupuk
kandang ayam dengan jumlah daun bibit kakao menuunjukkan linear positif
(r = 0,87). Hal ini berarti, semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang y = 0.0035x + 3.8649
r = 0.87
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
0 150 300
Diam
eter Batang (m
m
)
diberikan hingga batas 300 g akan mengakibatkan peningkatan diameter batang
pada bibit kakao.
Total Luas Daun ( cm² )
Data total luas daun bibit kakao dicantumkan pada Lampiran 43.
Sedangkan hasil sidik ragam total luas daun bibit kakao dicantumkan pada
Lampiran 44. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk
kandang ayam pengaruh nyata terhadap total luas daun bibit kakao, sedangkan
pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap total
uas daun bibit kakao. Interaksi pemberian pupuk kandang ayam dan larutan
mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun bibit
kakao.
Rataan total luas daun bibit kakao pada pemberian pupuk kandang ayam
[image:48.595.113.511.485.601.2]dan larutan mikroorganisme lokal dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4. Total luas daun 4-14 MST (cm²) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal
Pupuk Kandang Ayam (g)
Mikroorganisme Lokal (cc/L air)
Rataan M0
(0)
M1 (15)
M2 (30)
M3 (45)
K0 (0) 250.60 186.37 197.61 201.28 208.97 b K1 (150) 494.72 406.96 359.85 378.61 410.04 a K2 ( 300) 444.72 482.99 407.28 340.22 418.80 a
Rataan 396.68 358.77 321.58 306.70
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang tidak sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji beda rataan Duncan pada taraf 5 %
Berdasarkan Tabel 4 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam
menghasilkan rataan total luas daun bibit kakao tertinggi yaitu pada taraf K2
(300 g/polibag) yaitu 418,80 cm² yang berbeda nyata dengan taraf perlakuan K0
K1(150 g/polibag) yaitu 410,04. Rataan total luas daun bibit kakao terendah
terdapat pada taraf perlakuan K0 (0 g/polibag ) yaitu 208,97 cm²
Kurva respon pemberian beberapa dosis pupuk kandang terhadap total
[image:49.595.123.491.208.414.2]luas daun bibit kakao dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini
Gambar 4. Hubungan total luas daun dengan pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam
Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa hubungan pemberian pupuk
kandang ayam dengan total luas daun bibit kakao menunjukkan linear positif
(r = 0,88). Hal ini berarti, semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang
diberikan hingga batas 300 g akan mengakibatkan peningkatan total luas daun
pada bibit kakao.
Bobot Basah Tajuk (g)
Data bobot basah tajuk bibit kakao dicantukam pada Lampiran 45.
Sedangkan hasil sidik ragam bobot basah tajuk bibit kakao dicantumkan pada
Lampiran 46. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk
kandang ayam berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk bibit kakao
Ŷ = 0.6994x + 241.02 r = 0.88
0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00
0 150 300
T
o
tal Luas Daun (cm
²)
sedangkan pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata
terhadap bobot basah tajuk bibit kakao. Interaksi pemberian pupuk kandang ayam
dan larutan mikroorganisme lokal tidak nyata terhadap bobot basah tajuk bibit
kakao.
Rataan bobot basah tajuk bibit kakao pada pemberian pupuk kandang
[image:50.595.113.513.292.405.2]ayam dan larutan mikroorganisme lokal dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Bobot basah tajuk 4-14 MST (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal
Pupuk Kandang Ayam (g)
Mikroorganisme Lokal (cc/L air)
Rataan M0
(0)
M1 (15)
M2 (30 )
M3 (45)
K0 (0) 4.52 2.95 3.22 3.85 3.64 b
K1 (150) 7.46 7.95 6.96 9.00 7.84 a
K2 (300) 9.23 10.35 7.37 5.99 8.23 a
Rataan 7.07 7.08 5.85 6.28
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 5 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam
menghasilkan rataan bobot basah tajuk bibit kakao tertinggi terdapat pada taraf
perlakuan K2 (300 g/polibag) yaitu 8,23 g yang berbeda nyata dengan taraf
perlakuan K0 (0 g/polibag) yaitu 3,64 g namun berbeda tidak nyata dengan taraf
perlakuan K1 (150 g/polibag) yaitu 7,84 g. Rataan bobot basah tajuk bibit kakao
terendah terdapat pada taraf perlakuan K0 (0 g/polibag) yaitu 3,64 g.
Pemberian larutan mikroorganisme lokal menghasilkan rataan bobot basah
tajuk bibit kakao tertinggi yaitu terdapat pada taraf perlakuan M1 (15 cc/L air)
yaitu 7,08 g yang berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M0 (0 cc/L air) yaitu
bobot basah tajuk bibit kakao terendah terdapat pada taraf perlakuan M2 (30 cc/L
air) yaitu 5,85 g.
Grafik hubungan bobot basah bibit kakao dengan pemberian beberapa
[image:51.595.154.467.224.421.2]dosis pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.
Gambar 5. Hubungan bobot basah tajuk dengan pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam
Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa hubungan pemberian pupuk
kandang ayam dengan bobot basah tajuk bibit kakao menunjukkan linear positif
(r = 0,90). Hal ini berarti, semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang
diberikan hingga batas 300 g akan mengakibatkan peningkatan bobot basah tajuk
pada bibit kakao.
Bobot Kering Tajuk (g)
Data bobot kering tajuk bibit kakao dicantumkan pada Lampiran 47
sedangkan hasil sidik ragam bobot kering tajuk bibit kakao dicantumkan pada
Lampiran 48. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk y = 0.0153x + 4.271
r = 0.90
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00
0 150 300
Bobot Basah
T
ajuk (g)
kandang ayam berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk bibit kakao.
Sedangkan pemberian larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata
terhadap bobot kering tajuk bibit kakao. Interaksi pemberian pupuk kandang ayam
dan larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering
tajuk bibit kakao.
Rataan bobot kering tajuk bibit kakao pada pemberian pupuk kandang
ayam dan pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Bobot kering tajuk 4-14 MST (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal
Pupuk Kandang Ayam (g)
Mikroorganisme Lokal (cc/L air)
Rataan M0
(0)
M1 (15)
M2 (30)
M3 (45)
K0 (0) 1.19 0.84 0.98 0.95 0.99 b
K1 (150) 2.43 2.07 1.64 2.36 2.13 a
K2 (300) 2.56 2.67 1.98 1.63 2.21 a
Rataan 2.06 1.86 1.53 1.65
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 6 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam
menghasilkan rataan bobot kering tajuk bibit kakao tertinggi terdapat pada taraf
perlakuan K2 (300 g/polibag) yaitu 2,21 g yang berbeda nyata dengan taraf
perlakuan K0 (0 g/polibag) yaitu 0,99 g, namun berbeda tidak nyata dengan taraf
perlakuan K1 (150 g/polibag) yaitu 2,13 g. Rataan bobot kering tajuk bibit kakao
terendah terdapat pada taraf perlakuan K0 (0 g/polibag) yaitu 0,99 gr.
Pemberian larutan mikroorganisme lokal menghasilkan rataan bobot
kering tajuk bibit kakao tertinggi terdapat pada taraf M0 ( 0 cc/L air) yaitu 2,06 g
yang berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M1 (15 cc/L air) yaitu 1,86 g,
kering tajuk bibit kakao terendah terdapat pada taraf perlakuan M2 (30 cc/L air)
yaitu 1,53 gr.
Grafik hubungan bobot kering tajuk dengan pemberian beberapa dosis
[image:53.595.158.459.219.407.2]pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.
Gambar 6. Hubungan bobot kering tajuk dengan pemberian beberapa dosis pupuk kandang ayam
Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa hubungan pemberian pupuk
kandang ayam dengan bobot kering tajuk bibit kakao menunjukkan linear positif
(r = 0,89). Hal ini berarti, semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang
diberikan hingga batas 300 g akan mengakibatkan peningkatan bobot kering tajuk
pada bibit kakao.
Bobot Basah Akar (g)
Data bobot basah akar bibit kakao dicantumkan pada Lampiran 49
sedangkan hasil sidik ragam bobot basah akar dicantumkan pada Lampiran 50.
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk kandang ayam
berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar bibit kakao. Sedangkan pemberian y = 0.0041x + 1.1643
r = 0.89
0.00 1.00 2.00 3.00
0 150 300
Bobot Kering
T
ajuk (g)
larutan mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah akar
bibit kakao. Interaksi pemberian pupuk kandang ayam dan larutan
mikroorganisme lokal berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah akar bibit
kakao.
Rataan bobot basah akar bibit kakao pada pemberian pupuk kandang ayam
[image:54.595.113.508.292.404.2]dan larutan mikroorganisme lokal dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Bobot basah akar 4-14 MST (g) pada pemberian pupuk kandang ayam dan larutan mikroorganisme lokal
Pupuk Kandang Ayam (g)
Mikroorganisme Lokal (cc/L air)
Rataan M0
(0)
M1 (15)
M2 (30)
M3 (45)
K0 (0) 0.59 0.51 0.57 0.58 0.56 b
K1 (150) 0.84 1.31 0.91 0.89 0.99 a
K2 (300) 0.92 1.23 0.93 0.94 1.01 a
Rataan 0.78 1.02 0.81 0.80
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang tidak sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji beda rataan Duncan pada taraf 5 %
Berdasarkan Tabel 7 tampak bahwa pemberian pupuk kandang ayam
menghasilkan rataan bobot basah akar bibit kakao tertinggi yaitu terdapat pada
taraf pe