i SKRIPSI
PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGANDENGAN UKURAN PERUSAHAAN
SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA TAHUN 2010-2013
OLEH
MUHAMMAD SADID FAUQANI 110503009
PROGRAM STUDI STRATA 1 DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan skripsi saya yang
berjudul “Pengaruh Struktur Modal dan Good Corporate Governance Terhadap
Kinerja Keuangan Dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderating Pada
Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 -
2013” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang sebagai tugas akademik
guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara.
Data yang saya peroleh dari lembaga dan saya kutip dari hasil karya
penulis lain telah mendapatkan izin serta telah dicantumkan sumbernya secara
jelas menurut norma dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam
skripsi saya berikut ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Medan, 03 Oktober 2015 Yang Membuat Pernyataan
NIM: 110503009
ii ABSTRAK
PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN UKURAN PERUSAHAAN
SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA TAHUN 2010-2013
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel struktur modal dan good corporate governance terhadap kinerja keuangan dengan ukuran perusahaan sebagai variabel moderating. Penelitian ini mengumpulkan bukti-bukti empiris. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 48 sampel yang terdiri dari 12 perusahaan selama 4 tahun pengamatan. Perusahaan merupakan perusahaan otomotif. Data diperoleh dari website
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan metode regresi linear berganda diketahui variabel struktur modal dan good corporate governance secara simultan signifikan dalam mempengaruhi variabel kinerja keuangan pada tingkat signifikansi 5%. Pengaruh yang terjadi antara struktur modal dengan variabel kinerja keuangan secara parsial signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5%. Pengaruh yang terjadi antara good corporate governance dengan variabel kinerja keuangan secara parsial juga signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5%. Untuk pengujian moderasi, diketahui variabel ukuran perusahaan signifikan dalam memoderasi hubungan antara struktur modal dan kinerja keuangan, namun ukuran perusahaan tidak signifikan dalam memoderasi hubungan antara good corporate governance dan kinerja keuangan.
iii
ABSTRACT
EFFECT OF CAPITAL STRUCTURE AND GOOD CORPORATE GOVERNANCE ON FINANCIAL PERFORMANCE BY COMPANY SIZE AS MODERATING
VARIABLE IN AUTOMOTIVE COMPANY LISTED IN STOCK EXCHANGE INDONESIA YEAR 2010-2013
This study aimed to analyze the effect of variable capital structure and good corporate governance for financial performance. This study collects empirical evidence. The sample in this study as many as 48 samples consisting of 12 companies during the 4 years of observation. The company is an automotive company. Data obtained from the website
Based on the results of data processing using multiple linear regression method known variable capital structure and good corporate governance simultaneously significant in influencing variable financial performance at a significance level of 5%. Influences that occur between the capital structure and financial performance partially variable is statistically significant at the 5% significance level. Influences that occur between good corporate governance with financial performance partially variable is also statistically significant at the 5% significance level. For testing moderation, known variables company size significantly in moderate the relationship between capital structure and financial performance, but the company size is not significant in moderate the relationship between good corporate governance and financial performance.
iv KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah mengatur dan memberi petunjuk.
Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat-Nya atas limpahan Rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Struktur
Modal dan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Dengan
Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Otomotif Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 - 2013” sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi S1
Akuntansi Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta Ayahanda
Ir.H. Muhammad Al Arqam, Ibunda Hj. Irmawaty Harahap, dan Abangku Ahmad Zaki yang telah menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi penulis untuk selalu berdoa dan memberikan yang terbaik selama ini, selama perkuliahan
dan terlebih dalam pada penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac., Ak., CA., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak., CPA dan Drs. Hotmal
Ja’far, MM., Ak., selaku Ketua dan Sekretaris Dapartemen Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi S1
v motivasi, bimbingan, perhatian, kritik, saran, dan kesabaran yang luar biasa
dari awal penulisan hingga akhir penulisan skripsi ini serta Ibu Dra. Mutia
Ismail, MM., Ak., selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Rustam, M.Si, Ak. selaku dosen penguji dan Ibu Yeti Meliany
Lubis, S.E., M.Si., Ak. selaku dosen pembanding penulis yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Para sahabat yang penulis banggakan Sheila, Deby, Yogi, Widhy, Bayu,
Fachrial, Alfi, Edy, Madan, Rizal, Utak, Isrok, Randi, Sofra, Rafika, Fauziah,
Dea, Nova, Atika, Astri, Tiasa, Adrian, Edria serta seluruh teman-teman
angkatan 2011 S1 Akuntansi FEB USU khususnya grup A dan B yang telah
memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Terimakasih atas motivasi dan doa kalian selama ini.
Penulis juga menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak
kekurangan serta jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun, sangat penulis harapkan.
Medan, 03 Oktober 2015 Peneliti
vi DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Landasan Teori ... 8
2.1.1. Pecking Order Theory ... 8
2.1.2. Kinerja Keuangan ... 9
2.1.2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan ... 12
2.1.3. Struktur Modal ... 15
2.1.3.1. Jenis-Jenis Modal ... 17
2.1.3.2. Teori Struktur Modal ... 19
2.1.4. Good Corporate Governance ... 23
2.1.4.1. Prinsip Dasar Good Corporate Governance ... 26
2.1.4.2. Manfaat Good Corporate Governance ... 27
2.1.5. Ukuran Perusahaan ... 29
2.1.5.1. Klasifikasi Ukuran Perusahaan ... 31
2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu ... 34
2.3. Kerangka Konseptual ... 35
2.4. Hipotesis Penelitian ... 38
BAB III METODE PENELITIAN ... 41
3.1. Jenis Penelitian ... 41
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41
3.3. Identifikasi Variabel ... 42
3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 42
3.4.1. Variabel Dependen ... 42
3.4.2. Variabel Independen ... 43
3.4.3. Variabel Moderating ... 44
vii
3.6. Jenis dan Sumber Data ... 47
3.7. Teknik Pengumpulan Data ... 48
3.8. Teknik Analisis Data ... 48
3.8.1. Statistik Deskriptif ... 48
3.8.2. Uji Asumsi Klasik ... 48
3.8.2.1. Uji Normalitas ... 49
3.8.2.2. Uji Multikolinearitas ... 49
3.8.2.3. Uji Heteroskedastisitas ... 50
3.8.2.4. Uji Autokorelasi ... 51
3.8.3. Analisis Regresi Linier Berganda... 51
3.8.4. Analisis Regresi Dengan Variabel Moderating ... 52
3.8.5. Uji Hipotesis ... 53
3.8.5.1. Uji Simultan (Uji F) ... 53
3.8.5.2. Uji Parsial (Uji-t) ... 54
3.8.5.3. Pengujian Koefisien Determinan ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56
4.1. Hasil Penelitian ... 56
4.1.1. Gambaran Singkat Objek Penelitian ... 56
4.1.2. Statistik Deskriptif ... 56
4.1.3. Uji Asumsi Klasik ... 58
4.1.3.1. Uji Normalitas ... 58
4.1.3.2. Uji Multikolinearitas ... 60
4.1.3.3. Uji Heteroskedastisitas ... 61
4.1.3.4. Uji Autokorelasi ... 62
4.2. Pengujian Hipotesis ... 63
4.3. Pembahasan ... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 71
5.1. Kesimpulan ... 71
5.2. Keterbatasan Penelitian ... 72
5.3. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
viii DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul ... ... ... Halaman
2.1. Penelitian Terdahulu ... 34
3.1. Jadwal Penelitian ... 41
3.2. Definisi Operasional………... 45
3.3. Daftar Populasi Dan Sampel Penelitian ... 47
4.1. Statistik Deskriptif ... 57
4.2. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 60
4.3. Hasil Uji Multikolinearitas ... 60
4.4. Uji Autokorelasi ... 62
4.5. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 64
4.6. Uji Parsial (Uji-t)... 65
4.7. Uji Koefisien Determinasi ... 66
4.8. Uji Signifikansi Ukuran Perusahaan Dalam Memoderasi Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan ... 67
ix DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul ... Halaman
1.1. Grafik Pergerakan ROA ... 4
1.2. Grafik Pergerakan DER ... 5
2.1. Siklus Good Corporate Governance ... 25
2.2. Kerangka Konseptual ... 36
4.1. Normal P-Plot ... 58
4.2. Grafik Histogram ... 59
4.3. Diagram Scatterplot ... 61
4.4. Menentukan Nilai F Tabel Dengan Microsoft Excel .. 63
x DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul ... Halaman
1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian ... 75
2 Data Struktur Modal ... 76
3 Data Kepemilikan Manajerial ... 77
4 Data Ukuran Perusahaan ... 78
5 Data Kinerja Keuangan ... 79
ii ABSTRAK
PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN UKURAN PERUSAHAAN
SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA TAHUN 2010-2013
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel struktur modal dan good corporate governance terhadap kinerja keuangan dengan ukuran perusahaan sebagai variabel moderating. Penelitian ini mengumpulkan bukti-bukti empiris. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 48 sampel yang terdiri dari 12 perusahaan selama 4 tahun pengamatan. Perusahaan merupakan perusahaan otomotif. Data diperoleh dari website
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan metode regresi linear berganda diketahui variabel struktur modal dan good corporate governance secara simultan signifikan dalam mempengaruhi variabel kinerja keuangan pada tingkat signifikansi 5%. Pengaruh yang terjadi antara struktur modal dengan variabel kinerja keuangan secara parsial signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5%. Pengaruh yang terjadi antara good corporate governance dengan variabel kinerja keuangan secara parsial juga signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5%. Untuk pengujian moderasi, diketahui variabel ukuran perusahaan signifikan dalam memoderasi hubungan antara struktur modal dan kinerja keuangan, namun ukuran perusahaan tidak signifikan dalam memoderasi hubungan antara good corporate governance dan kinerja keuangan.
iii
ABSTRACT
EFFECT OF CAPITAL STRUCTURE AND GOOD CORPORATE GOVERNANCE ON FINANCIAL PERFORMANCE BY COMPANY SIZE AS MODERATING
VARIABLE IN AUTOMOTIVE COMPANY LISTED IN STOCK EXCHANGE INDONESIA YEAR 2010-2013
This study aimed to analyze the effect of variable capital structure and good corporate governance for financial performance. This study collects empirical evidence. The sample in this study as many as 48 samples consisting of 12 companies during the 4 years of observation. The company is an automotive company. Data obtained from the website
Based on the results of data processing using multiple linear regression method known variable capital structure and good corporate governance simultaneously significant in influencing variable financial performance at a significance level of 5%. Influences that occur between the capital structure and financial performance partially variable is statistically significant at the 5% significance level. Influences that occur between good corporate governance with financial performance partially variable is also statistically significant at the 5% significance level. For testing moderation, known variables company size significantly in moderate the relationship between capital structure and financial performance, but the company size is not significant in moderate the relationship between good corporate governance and financial performance.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ekonom percaya bahwa tujuan utama dari perusahaan adalah untuk
memaksimalkan nilai, keuntungan, dan kesejahteraan pemegang saham. Oleh
karena itu profitabilitas perusahaan telah menjadi kriteria utama dalam
menentukan kinerja keuangan. Pada dunia bisnis profitabilitas memainkan peran
penting dalam struktur dan pengembangan perusahaan karena dapat mengukur
kinerja dan keberhasilan perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan
juga dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan. Rasio keuangan dapat
digunakan sebagai alat dalam melakukan analisis kinerja keuangan perusahaan,
salah satu rasio yang digunakan sebagai pengukuran kinerja keuangan yaitu rasio
profitabilitas, dimana ROA merupakan salah satu cara yang digunakan dalam
pengukuran tersebut. Berdasarkan konsep keuangan maka laporan keuangan
sangat diperlukan untuk mengukur hasil usaha dan perkembangan perusahaan dari
waktu ke waktu dan untuk mengetahui sudah sejauh mana perusahaan mencapai
tujuannya. Sehingga laporan keuangan memegang peranan yang luas dan
mempunyai suatu posisi yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.
Seiring dengan perkembangan dunia usaha yang terjadi, menuntut
perusahaan untuk mampu menyediakan sarana dan sistem penilaian yang dapat
mendorong persaingan ke arah peningkatan efisiensi dan daya saing. Umumnya
2 mendapatkan return yang maksimal dengan risiko yang minimal. Sehubungan
dengan itu, informasi keuangan sangat bermanfaat bagi para investor yang akan
menanamkan modalnya disuatu perusahaan untuk menilai sejauh mana
keberhasilan yang telah dicapai dan membuat prediksi dari informasi yang
diperolehnya. Dalam investasi yang akan dilakukan oleh para investor, maka perlu
suatu perencanaan yang matang dengan melakukan usaha penilaian terhadap
kinerja keuangan dimana mereka akan menanamkan investasinya.
Media yang dapat digunakan untuk melihat kinerja keuangan perusahaan
adalah laporan keuangan dengan melakukan analisis laporan keuangan yang
bertujuan untuk menyediakan informasi menyangkut posisi keuangan serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah
pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Analisis terhadap
laporan keuangan dapat dilakukan dengan melakukan analisis rasio keuangan.
Dengan analisis rasio keuangan dapat diketahui kekuatan dan kelemahan
perusahaan di bidang keuangan, namun dapat juga dipakai sebagai sistem
peringatan awal (early warning system) terhadap kemunduran kondisi keuangan
perusahaan. Rasio keuangan akan membantu untuk mengetahui posisi perusahaan
ditengah perusahaan lain dan bermanfaat bagi para investor dan pemakai laporan
keuangan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, rasio keuangan banyak
digunakan oleh berbagai penelitian karena rasio keuangan terbukti berperan
penting dalam evaluasi kinerja keuangan dan dapat digunakan untuk memprediksi
kelangsungan usaha baik yang sehat maupun yang tidak sehat (Chen, 1981 dalam
3 keuangan, faktor utama yang pada umumnya mendapat perhatian khusus oleh para
investor atau para pemakai laporan keuangan adalah likuiditas, solvabilitas /
leverage, aktivitas dan profitabilitas. Semakin besar ukuran perusahaan,
biasanya informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan
keputusan sehubungan dengan investasi dalam saham perusahaan tersebut
semakin banyak. Albrecth & Richardson (1990) dan Lee & Choi (2002)
menemukan bahwa perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk
melakukan perataaan laba dibandingkan perusahaan perusahaan kecil karena
perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pihak luar. Karena itu, diduga bahwa
ukuran perusahaan mempengaruhi besaran pengelolaan laba perusahaan.
Dalam beberapa tahun terakhir terdapat berbagai fenomena ekonomi yang
terjadi khususnya di Indonesia. Contohnya, resesi ekonomi selain itu berbagai
kebijakan pemerintah yang berganti sehingga berdampak pada beberapa aktivitas
perusahaan. Hal tersebut juga berdampak pada kinerja keuangan perusahaan.
Selain itu, peneliti juga menyajikan grafik tentang variabel-variabel yang
akan diteliti pada penelitian ini. Peneliti akan mengambil 4 perusahaan otomotif
4 Dibawah ini peneliti menyajikan grafik beberapa perusahaan mengenai
pergerakan ROA dari tahun 2010 - 2013 :
Gambar 1.1. Grafik Pergerakan ROA Sumber :periode 2010-2013
Gambar 1.1.
Pergerakan ROA Empat Perusahaan Otomotif dari Tahun 2010 - 2013
Dari grafik diatas dapat dijelaskan bahwa terdapat fluktuasi pergerakan
ROA pada perusahaan Gajah Tunggal dan Good Year, sedangkan pada
perusahaan Astra International dan Astra Otopart mengalami penurunan.
Dibawah ini peneliti menyajikan grafik beberapa perusahaan mengenai
pergerakan DER dari tahun 2010 - 2013 : 0%
5% 10% 15% 20%
ASII GJTL GDYR AUTO
2010
2011
2012
5 Gambar 1.2. Grafik Pergerakan DER
Sumber :periode 2010-2013
Gambar 1.2.
Pergerakan DER Empat Perusahaan Otomotif dari Tahun 2010 - 2013
Pada grafik diatas dijelaskan bahwa keempat perusahaan yaitu Astra
International, Gajah Tunggal, Good Year, dan Astra Otopart mengalami fluktuasi
dalam hal DER pada tahun 2010 - 2013.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sampel
perusahaan yang diambil adalah perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2010 - 2013. Selain itu, salah satu variabel independen yang
diambil adalah good corporate governance dimana kepemilikan manajerial
digunakan sebagai perhitungan variabel yang akan diteliti.
ASII GJTL GDYR AUTO
2010 6,0% 1,9% 1,76% 0,4%
2011 0,8% 1,6% 1,77% 0,5%
2012 9,9% 1,4% 1,35% 0,6%
2013 3,5% 1,7% 0,97% 0,3%
0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%
6 Berdasarkan fenomena dan kondisi diatas serta adanya ketidakkonsistenan
hasil penelitian, membuat peneliti tertarik untuk meneliti kemungkinan beberapa
instrumen laporan keuangan yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan. Oleh
karena itu peneliti menuangkannya dalam sebuah karya tulis ilimiah yang
berbentuk skripsi dengan judul ”Pengaruh Struktur Modal Dan Good
Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Dengan Ukuran
Perusahaan Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2010 - 2013”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
a) Apakah struktur modal dan good corporate governance berpengaruh
terhadap kinerja keuangan secara parsial maupun simultan?
b) Apakah ukuran perusahaan memoderasi hubungan antara struktur modal
terhadap kinerja keuangan?
c) Apakah ukuran perusahaan memoderasi hubungan antara good corporate
governance terhadap kinerja keuangan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka
7 a) Mengetahui pengaruh struktur modal dan good corporate governance
terhadap kinerja keuangan secara parsial maupun secara simultan,
b) Mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap hubungan antara
struktur modal dengan kinerja keuangan,
c) Mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap hubungan antara good
corporate governance dengan kinerja keuangan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta
sebagai bahan masukan apabila suatu saat dimintai pendapat mengenai
pengaruh struktur modal dan good corporate governance terhadap kinerja
keuangan dengan ukuran perusahaan sebagai variabel moderating.
2. Bagi perusahaan/instansi, sebagai dasar pertimbangan dan masukan bagi
pihak perusahaan baik dalam menjalankan aktivitas maupun dalam
mengambil sebuah keputusan manajemen di masa yang akan datang.
3. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat menjadi referensi dalam melakukan
penelitian berikutnya bagi pihak lain sehingga dapat dijadikan
perbandingan untuk di masa yang akan datang.
4. Bagi investor, sebagai tambahan masukan guna membantu investor dalam
pengambilan keputusan apabila investor ingin menanamkan modalnya
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pecking Order Theory
Menurut Myers (2001), pecking order theory menyatakan bahwa
”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya
rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber
dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order theory ini tidak terdapat
struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan
preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory
dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004:458-459), terdapat skenario
urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
a. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut
diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.
b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu utang yang paling
rendah risikonya, turun ke utang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti
obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.
c. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh
9 Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan
dividen yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan
investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar
tersedia. Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal.
Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan
tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan
oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa
perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai
tingkat utang yang kecil.
2.1.2. Kinerja Keuangan
Untuk memutuskan suatu badan usaha atau perusahaan memiliki kualitas
yang baik maka ada dua penilaian yang paling dominan yang dapat dijadikan
acuan untuk melihat badan usaha atau perusahaan tersebut telah menjalankan
suatu kaidah-kaidah manajemen yang baik. Penilaian ini dapat dilakukan dengan
melihat sisi kinerja keuangan (financial performance) dan kinerja non keuangan
(non financial performance). Kinerja keuangan melihat pada laporan keuangan
yang dimiliki oleh perusahaan atau badan usaha yang bersangkutan dan itu
tercermin dari informasi yang diperoleh pada balance sheet (neraca), income
statement (laporan laba rugi), dan cash flow statement (laporan arus kas) serta
hal-hal lain yang turut mendukung sebagai penguat penilaian financial performance
10 Menurut Helfred (1993:53) "The company's financial performance is the
result or effect the decision-making process is continuously performed by the
management company in the field of investment, operation, financing".
Artinya kinerja keuangan perusahaan adalah hasil atau akibat proses
pengambilan keputusan secara kontinyu oleh manajemen perusahaan yang
dilakukan dalam bidang investasi, operasi, pendanaan.
Definisi kinerja keuangan menurut Fahmi (2011:2) adalah suatu analisis
yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan
dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.
Sementara itu menurut IAI (2007), dikemukakan bahwa kinerja keuangan
adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumberdaya
yang dimilikinya.
Dari sejumlah
kesimpulan sederhana bahwa kinerja keuangan merupakan pencapaian prestasi
perusahaan pada suatu periode yang menggambarkan kondisi kesehatan keuangan
perusahaan dengan indikator kecukupan modal, likuiditas dan profitabilitas.
Kinerja keuangan pada dasarnya diperlukan sebagai alat untuk mengukur
financial health (kesehatan keuangan) perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan
digunakan sebagai media pengukuran subyektif yang menggambarkan efektifitas
penggunaan aset oleh sebuah perusahaan dalam menjalankan bisnis utamanya dan
meningkatkan pendapatan.
Adapun tahap-tahap dalam menganalisis kinerja keuangan ada 5 tahap,
11 1. Melakukan review terhadap data laporan keuangan
Review dilakukan dengan tujuan agar laporan keuangan yang dibuat sesuai
dengan penerapan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku, sehingga hasil
laporan keuangan tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
2. Melakukan perhitungan
Penerapan metode perhitungan disesuaikan dengan kondisi dan
permasalahan yang sedang dilakukan sehingga hasil dari perhitungan
tersebut akan memberikan suatu kesimpulan sesuai dengan analisis yang
diinginkan.
3. Melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan yang telah diperoleh
Dari hasil hitungan yang sudah diperoleh tersebut kemudian dilakukan
perbandingan dengan hasil hitungan dari berbagai perusahaan lainnya.
Metode yang paling umum digunakan untuk melakukan perbandingan ini
ada 2, yaitu :
• Time series analysis, yaitu membandingkan secara antar-waktu
atau antar periode, dengan tujuan itu nantinya akan terlihat secara
grafik.
• Cross sectional approach, yaitu melakukan perbandingan terhadap
hasil hitungan rasio-rasio yang telah dilakukan antara satu
perusahaan dan perusahaan lainnya dalam ruang lingkup yang
12 Dari hasil penggunaan kedua metode ini diharapkan nantinya akan
dapat dibuat suatu kesimpulan yang menyatakan kondisi posisi
perusahaan tersebut.
4. Melakukan penafsiran (interpretation) terhadap berbagai permasalahan
yang ditemukan
Pada tahap ini, penafsiran digunakan untuk melihat apa-apa saja
permasalahan dan kendala-kendala yang dialami oleh perusahaan tersebut.
5. Mencari dan memberikan pemecahan masalah (solution) terhadap berbagai
permasalahan yang ditemukan
Setelah pada tahap-tahap yang sebelumnya telah dilakukan, maka pada
tahap terakhir ini dilakukan solusi guna memberikan suatu input atau
masukan agar kendala dan hambatan dapat terselesaikan.
2.1.2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan.
Faktor-faktor tersebut ada yang berada dalam kendali pihak manajemen ada pula
yang berada diluar kendali manajemen. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja keuangan perusahaan yaitu, Harjosoemarto (1994) dalam Mulyati (2011):
1) Faktor Internal
a) Manajemen personalia
Berkaitan dengan SDM agar dapat didayagunakan seoptimal mungkin
13 b) Manajemen pemasaran
Berkaitan dengan program-program yang ditujukan untuk mencapai
tujuan perusahaan.
c) Manajemen produksi
Berkaitan dengan faktor-faktor produksi agar barang dan jasa yang
dihasilkan sesuai yang diharapkan.
d) Manajemen keuangan
Berkaitan dengan perencanaan, mencari dan memanfaatkan dana untuk
memaksimalkan efisiensi perusahaan.
2) Faktor Eksternal
a) Kondisi perekonomian
Kondisi yang dipengaruhi kebijakan pemerintah, keadaan dan stabilitas
politik ekonomi, sosial dan lain-lain.
b) Kondisi industri
Meliputi tingkat persaingan, jumlah perusahaan dan lain-lain.
Menurut Lestari dan Sugiharto (2007:196) ROA adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan
aktiva. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik
produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya
akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik
perusahaan menjadikan perusahaan tersebut semakin diminati oleh investor,
karena tingkat pengembalian atau dividen akan semakin besar. Hal ini juga akan
14 semakin meningkat sehingga ROA akan berpengaruh terhadap harga saham
perusahaan. Menurut Lestari dan Sugiharto (2007:196) angka ROA dapat
dikatakan baik apabila > 2%.
ROA dapat membantu perusahaan yang telah menjalankan praktik
akuntansi dengan baik untuk dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang
menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan
keuangan perusahaan sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap
industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi.
Rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan dalam penelitian
ini adalah Return on Asset (ROA). Return on Asset (ROA) merupakan
perbandingan laba bersih dengan jumlah aktiva perusahaan. Alasan peneliti
memilih ROA sebagai rasio untuk mengukur kinerja keuangan dikarenakan ROA
merupakan rasio yang terpenting dari rasio profitabilitas yang ada, karena ROA
dapat menghitung kinerja perusahaan secara keseluruhan. Berdasarkan teori Du
Pont perhitungan ROA adalah:
���=���������������ℎ�������������������
=���������ℎ
��������� �
��������� �����������
Kalau berdiri sendiri antara margin laba bersih dan total aset turnover
tidak dapat memberikan pengukuran yang memadai atas efektivitas keseluruhan.
Margin laba bersih berfungsi untuk mengukur profitabilitas yang berkaitan dengan
penjualan yang dihasilkan, sedangkan total aset turnover untuk mengukur efisiensi
15 hanya mampu mengukur profitabilitas penjualan, namun juga mampu mengukur
efisiensi dalam penggunaan aktiva dalam penjualan.
Return on Asset (ROA) dapat dirumuskan sebagai berikut (Weston dan
Brigham, 1998) :
ROA = Laba Bersih
Total Aktiva x 100%
2.1.3. Struktur Modal
Teori struktur modal berkenaan dengan bagaimana modal dialokasikan
dalam aktivitas investasi aktiva riil perusahaan, dengan cara menentukan struktur
modal antara modal hutang dan modal sendiri. Biasanya berkaitan dengan proyek
proposal atau investasi perusahaan dan tugas manajemen keuangan adalah
menentukan struktur modal yang optimal untuk menunjang kegiatan investasi
perusahaan. Keputusan pendanaan oleh manajemen akan berpengaruh pada
penilaian perusahaan yang terefleksi di harga saham. Oleh karena itu, salah satu
tugas manajer keuangan adalah menentukan kebijakan pendanaan yang dapat
memaksimalkan harga saham yang merupakan cerminan dari suatu nilai
perusahaan.
Ada beberapa pengertian atau definisi dari struktur modal. Secara umum
struktur modal didefinisikan sebagai komposisi modal perusahaan dilihat dari
sumbernya khususnya yang menunjukkan porsi dari modal perusahaan yang
berasal dari sumber hutang (kreditur) dan sekaligus porsi modal yang berasal dari
16 Menurut Weston dan Brigham (2005:150), struktur modal yang
ditargetkan adalah bauran atau perpaduan dari utang, saham preferen, saham biasa
yang dikehendaki perusahaan dalam struktur modalnya. Struktur modal yang
optimal adalah gabungan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan.
Robert (1997) dalam Arviansyah (2013) mengungkapkan, struktur modal
adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang jangka panjang
dengan modal sendiri. Oleh karena itu, struktur modal diukur dengan debt to
equity ratio (DER). DER merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat penggunaan hutang terhadap total shareholder's equity yang dimiliki
perusahaan.
Dari beberapa pandangan para ahli tersebut dapat dikatakan bahwa
struktur modal merupakan pembelanjaan permanen yang mencerminkan
perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri baik dari sumber
internal maupun eksternal.
Menurut Sutrisno (2000:307-308) struktur modal juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor utama, antara lain:
a. Persesuaian atau Suitability
Merupakan persesuaian antara cara pemenuhan dana dengan jangka waktu kebutuhannya. Bila yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan berjangka pendek bila dibelanjai dengan hutang, obligasi atau dengan mengeluarkan modal sendiri kurang sesuai. Sebaliknya cara pemenuhan dana disesuaikan dengan jangka waktu kebutuhannya, artinya bila kebutuhan dana berjangka pendek maka sebaiknya dipenuhi dengan sumber dana jangka pendek dan bila kebutuhan dana jangka panjang sebaiknya dipenuhi dengan sumber dana jangka panjang.
b. Pengawasan atau Control
17 dipertimbangkan apakah tugas pengawasan dari pemilik lama tidak akan terkurangi. Oleh sebab itu dengan pertimbangan tersebut, biasanya pemilik lama lebih menginginkan mengeluarkan obligasi dibanding dengan menambah saham.
c. Laba/Earning per Share
Memilih sumber dana apakah dari saham atau hutang, secara finansial harusnya bisa menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham lebih besar.
d. Tingkat Risiko/Riskness
Hutang merupakan sumber dana yang mempunyai risiko tinggi sebab bunganya tetap harus dibayarkan baik pada saat perusahaan mendapatkan keuntungan maupun ketika mengalami kerugian. Oleh karena itu semakin besar penggunaan dana dari hutang mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki tingkat risiko yang lebih besar.
Menurut Brigham (2006:6), ada empat faktor yang mempengaruhi
keputusan struktur modal, yaitu:
1. Risiko Bisnis
Yaitu risiko yang melekat pada operasi perusahaan apabila perusahaan tidak menggunakan hutang, semakin besar risiko bisnis perusahaan maka semakin rendah rasio hutang yang optimal.
2. Posisi Pajak Perusahaan
Yakni dalam menggunakan hutang maka biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak sehingga menurunkan biaya hutang yang sesungguhnya.
3. Fleksibilitas Keuangan
Yaitu kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang wajar dalam keadaan yang memburuk, para manajer dana perusahaan mengetahui bahwa modal yang kuat diperlukan untuk operasi yang stabil dan pemilik modal lebih suka menanamkan modalnya pada perusahaan dengan posisi neraca yang baik bila keadaan perekonomian stabil.
4. Konservatisme atau Agresivitas Manajemen
Yakni ada sebagian manajer lebih agresif dari yang lain, sehingga sebagian perusahaan lebih cenderung menggunakan hutang untuk meningkatkan laba, dimana hal ini tidak mempengaruhi struktur modal yang optimal, tetapi akan mempengaruhi struktur modal yang ditargetkan.
2.1.3.1. Jenis-jenis Modal
Terminologi modal menunjukkan sumber dana yang digunakan pada suatu
18 perusahaan kecuali hutang lancar. Modal terdiri dari modal hutang dan modal
sendiri.
Jenis-jenis modal antara lain:
1. Modal Pinjaman, termasuk semua pinjaman jangka panjang yang diperoleh perusahaan. Diketahui bahwa biaya modal pinjaman relatif lebih
rendah dibandingkan dengan bentuk pinjaman lainnya, hal ini disebabkan
karena mereka memperoleh risiko yang relatif kecil atas segala jenis
modal jangka panjang, seperti:
a) Pemegang modal pinjaman mempunyai prioritas terhadap
pembayaran bunga atas pinjaman atau terhadap aset yang akan
dijual untuk membayar hutang.
b) Pemegang modal pinjaman mempunyai kekuatan hukum atas
pembayaran hutang dibandingkan dengan pemegang saham
preferen atau saham biasa.
c) Bunga pinjaman merupakan biaya yang dapat mengurangi pajak
sehingga biaya modal pinjaman yang sebenarnya secara substansial
menjadi lebih rendah.
2. Modal Sendiri, merupakan modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan/pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap
berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas
sedangkan modal pinjaman mempunyai jatuh tempo. Ada dua sumber
19 a) Modal saham preferen yang merupakan bentuk khusus kepemilikan
perusahaan dimana dividen diperoleh secara tetap serta
pembayarannya harus didahulukan dari dividen saham biasa.
b) Modal saham biasa yang terdiri atas saham biasa dan laba ditahan.
Saham biasa merupakan bentuk modal sendiri yang paling mahal
biaya modalnya diikuti dengan laba ditahan dan saham preferen.
Hubungan antara modal pinjaman dan modal sendiri mempunyai
perbedaan utama dalam hak suara, tuntutan atas pendapatan dan aset, jatuh tempo
dan perlakuan pajak atas biaya modal. Harus dipahami posisi pemegang modal
sendiri adalah sekunder dibanding pemegang modal pinjaman. Pemegang modal
sendiri menanggung risiko yang lebih besar sehingga kompensasi bagi pemegang
modal sendiri harus lebih tinggi dibanding dengan pemegang saham pinjaman.
2.1.3.2. Teori Struktur Modal
Ada beberapa teori mengenai struktur modal antara lain adalah sebagai
berikut:
1) Trade-off Theory
Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001:81),
“Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana
penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya
kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (financial
distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy cost) atau reorganization, dan
biaya keagenan (agency cost) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas
20 optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency
cost) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap
mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai
imbangan dan manfaat penggunaan hutang.
Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak (tax
shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (cost
of financial distress). Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan
berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan
keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara
meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan
mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir
demikian. Penelitian yang pernah dilakukan terhadap perilaku struktur modal
perusahaan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan
dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal
ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat
menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.
2) Pecking Order Theory
Menurut Myers (2001), pecking order theory menyatakan bahwa
”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya
rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber
21 struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan
preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory
dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004:458-459), terdapat skenario
urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
a. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.
b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu utang yang paling rendah risikonya, turun ke utang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.
c. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.
d. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan dividen yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat utang yang kecil.
Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam
menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario
urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang
dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa
“Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan
ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan
22 untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat
membutuhkan pendanaan eksternal.
Debt to equity ratio merupakan ratio yang digunakan untuk menilai utang
dengan ekuitas. Ratio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang,
termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Ratio ini berguna untuk
mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik
perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah
modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang.
Bagi bank (kreditor), semangkin besar rasio ini, akan semangkin tidak
menguntungkan karena akan semangkin besar risiko yang ditanggung atas
kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan. Namun, bagi perusahaan justru
semangkin besar rasio akan semangkin baik. Sebaliknya dengan rasio yang
rendah, semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin
besar batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan
terhadap nilai aktiva. Rasio ini juga memberikan petunjuk umum tentang
kelayakan dan risiko keuangan perusahaan.
Debt to equity ratio untuk setiap perusahaan tentu berbeda-beda,
tergantung karakteristik bisnis dan keberagaman arus kasnya. Perusahaan dengan
arus kas yang stabil biasanya memiliki rasio yang lebih tinggi dari rasio kas yang
kurang stabil.
Rumus untuk mencari debt to equity ratio dapat digunakan perbandingan
antara total hutang dengan total ekuitas sebagai berikut.
�����������������= Total Hutang (����)
23 2.1.4. Good Corporate Governance
Good corporate governance mulai terdengar di Indonesia sejak tahun
1997, dimana pada saat itu Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan.
Penerapan prinsip good corporate governance dalam dunia usaha di Indonesia
merupakan suatu kebutuhan dalam menjalankan aktivitas bisnis, agar
perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia dapat terus bersaing dan bertahan dalam
persaingan pasar globalisasi yang semakin kompetitif sehingga perusahaan dapat
mencapai tujuan. Menerapkan prinsip good corporate governance adalah salah
satu cara yang dapat digunakan dalam meningkatkan kinerja suatu perusahaan
atau organisasi. Penerapan good corporate governance merupakan pedoman bagi
komisaris dan direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dengan dilandasi moral yang tinggi, kepatuhan kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial
perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara konsisten.
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD, 2004)
dan Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) mendefinisikan
good corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan
hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya
sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain sistem
yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
Implementasi good corporate governance didukung oleh Peraturan
24 telah disahkan pada tanggal 19 Juni 2003. Keberadaan Undang-Undang BUMN
tersebut diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi perkembangan
perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya,
dimana BUMN sebagai suatu pilar pembangunan perekonomian perlu diberikan
landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional.
Menurut Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/MBU/2011
tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada Badan Usaha Milik
Negara, tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) adalah
prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan
perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.
Good corporate governance menurut Lutzenberger (2010) adalah
"Corporate governance is a concept that relates to a wide range of activities,
rules, processes and procedures meant to ensure the optimal use of the
companies' resources and strategies so that their objectives should be reached".
Artinya adalah tata kelola perusahaan merupakan konsep yang
berhubungan dengan berbagai macam kegiatan, aturan, proses dan prosedur
dimaksudkan untuk memastikan penggunaan yang optimal dari sumber daya
perusahaan dan strategi sehingga tujuan mereka harus tercapai.
Menurut Bank Dunia (World Bank) good corporate governance adalah
kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat
mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien,
menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para
25 Dari beberapa definisi good corporate governance diatas, maka dapat
disimpulkan, bahwa good corporate governance adalah sistem yang mengatur,
mengelola dan mengawasi proses pengendalian usaha menaikkan nilai saham,
sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditor, dan
masyarakat sekitar. Good corporate governance berusaha menjaga keseimbangan
diantara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat. Tantangan dalam
good corporate governance adalah mencari cara untuk memaksimumkan
penciptaan kesejahteraan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan hal-hal
yang tidak perlu kepada pihak ketiga atau masyarakat luas.
Dari wacana tersebut maka bisa digambarkan bahwa good corporate
governance merupakan suatu siklus yang berjalan secara berkesinambungan
(sustainable).
Gambar 2.1. Siklus Good Corporate Governance
Tujuan good corporate governance pada intinya adalah menciptakan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (Arifin, 2006). Pihak-pihak
tersebut adalah pihak internal yang meliputi dewan komisaris, direksi, karyawan,
dan pihak eksternal yang meliputi investor, kreditor, pemerintah, masyarakat dan
pihak lain yang berkepentingan. Dalam praktiknya, good corporate governance
berbeda di setiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi,
Board Functioning Construction of
the Board Enabling and
Governing Legislation
Assessing Board Performance
Overseeing Management Stakeholders
26 hukum, struktur kepemilikan, sosial dan budaya. Perbedaan praktik ini
menimbulkan beberapa versi yang menyangkut prinsip good corporate
governance, namun demikian pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan.
2.1.4.1. Prinsip Dasar Good Corporate Governance
Menurut Organization for Economic Corporation and Development
(OECD), prinsip dasar good corporate governance adalah sebagai berikut:
1. Kewajaran (Fairness)
Prinsip kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan jaminan hak-hak yang sama kepada pemegang saham minoritas maupun mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing serta investor lainnya. Prinsip kewajaran ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang timbul dari adanya hubungan kontrak antara pemilik dan manajer karena diantara kedua pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda salah satu cara mengatasinya adalah dengan menjual saham kepada manajer.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang mengendalikan hubungan antara unit-unit pengawasan yang ada di perusahaan. Akuntabilitas dilaksanakan dengan adanya dewan komisaris, direksi independen, dan komite audit. Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi agency problem yang timbul antara pemegang saham dan direksi serta pengendaliannya oleh komisaris.
3. Transparansi (Transparency)
Prinsip dasar transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disajikan oleh perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Prinsip transparansi ini menghendaki adanya keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam penyajian (disclosure) informasi yang dimiliki perusahaan.
4. Responsibilitas (Responsibility)
Responsibilitas diartikan sebagai tanggung jawab perusahaan untuk mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku serta pemenuhan terhadap kebutuhan sosial. Responsibilitas menekankan pada sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan. Prinsip responsibilitas ini penekanannya diberikan kepada kepentingan stakeholders perusahaan.
5. Independensi (Independency)
27 manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
2.1.4.2. Manfaat Good Corporate Governance
Manfaat penerapan tata kelola perusahaan yang baik menurut Prijambodo
(2012) lebih rinci diuraikan sebagai berikut:
a. Meningkatnya nilai (value) organisasi, berarti nilai koperasi terutama kepentingan dan perlindungan shareholders, sehingga terbangun kepercayaan dan kredibilitas koperasi di mata anggota, mitra dan stakeholders lain.
b. Sumber-sumber daya organisasi dapat dimanfaatkan dengan baik, tepat sasaran, tepat waktu, tepat ukuran, minimalisasi pemborosan dan penyimpangan sehingga terwujud efisiensi dan efektivitas organisasi.
c. Organ-organ organisasi, berarti perangkat organisasi rapat anggota, pengurus dan pengawas berfungsi optimal, memungkinkan peningkatan kinerja perangkat organisasi koperasi, penanganan risiko yang tepat, sehingga mencapai kinerja optimal.
Jika suatu perusahaan bersungguh-sungguh menerapkan prinsip-prinsip
good corporate governance, investor akan lebih percaya terhadap perusahaan
tersebut. Jadi baik buruknya penerapan good corporate governance akan
berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan.
Menurut Dewi (2008) dalam Putra (2013) manajer mendapat kesempatan
untuk terlibat dalam kepemilikan saham dengan tujuan mensetarakan dengan
pemegang saham. Melalui kebijakan ini diharapkan manajer dapat menghasilkan
kinerja yang baik serta mengarahkan dividen pada tingkat yang rendah. Dengan
penetapan dividen rendah perusahaan memiliki laba ditahan yang tinggi sehingga
memiliki sumber dana internal relatif tinggi untuk membiayai investasi di masa
yang akan datang.
28 manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang di kelola (Boediono,
2005).
Kepemilikan manajerial dapat diukur dengan menggunakan rumus:
KM = Jumlah Saham yang Dimiliki Manajemen
Jumlah Total Saham Beredar x 100%
Gunarsih (2001) menyatakan bahwa kepemilikan perusahaan merupakan
salah satu mekanisme yang dapat dipergunakan agar pengelola melakukan
aktivitas sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan. Meningkatkan
kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk mengatasi masalah
keagenan. Manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga
merupakan keinginan dari para pemegang saham.
Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan
antara manajer dan pemegang saham, sehingga manajer ikut merasakan secara
langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung
kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.
Kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga dapat berdampak buruk
terhadap perusahaan karena dapat menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti
jika kepemilikan manajerial tinggi, mereka memiliki posisi yang kuat untuk
melakukan kontrol terhadap perusahaan dan pihak pemegang saham eksternal
akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal ini
disebabkan tingginya hak voting yang dimiliki manajer (Gunarsih, 2001).
Sehingga dikhawatirkan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan
29 2.1.5. Ukuran Perusahaan
Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah
ukuran perusahaan. Penentuan ukuran perusahaan dapat dinyatakan dengan total
penjualan, total aktiva, rata-rata tingkat penjualan dan rata-rata total aktiva.
Faktor ukuran perusahaan yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan
merupakan faktor penting dalam pembentukan laba. Perusahaan besar yang
dianggap telah mencapai tahap kedewasaan merupakan suatu gambaran bahwa
perusahaan tersebut relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba
dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi perusahaan yang stabil biasanya
dapat memprediksi jumlah keuntungan di tahun-tahun mendatang karena tingkat
kepastian laba sangat tinggi. Sebaliknya bagi perusahaan kecil yang dianggap
belum mapan, besar kemungkinan laba yang diperoleh juga belum stabil karena
kepastian laba lebih rendah (Elisabeth Sugiarto, 1997). Dengan demikian
diperkirakan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan.
Adapun definisi ukuran perusahaan secara umum ialah sebagai suatu skala
yang mengklasifikasikan besar atau kecilnya suatu perusahaan dengan berbagai
cara antara lain dinyatakan dalam total aktiva, total penjualan, nilai pasar saham,
dan lain-lain.
Ukuran perusahaan menurut Niresh (2014:57) adalah:
“The size of a firm is a primary factor in determining the profitability of a
firm due to the concept known as economies of scale which can be found in the
traditional neo classical view of the firm. It reveals that contradictory to smaller
30 Artinya ukuran perusahaan adalah faktor utama untuk menentukan
profitabilitas dari suatu perusahaan dengan konsep yang biasa dikenal dengan
skala ekonomi. Maksudnya skala ekonomi menunjuk kepada keuntungan biaya
rendah yang didapat oleh perusahaan besar karena dapat menghasilkan produk
dengan harga per unit yang rendah. Perusahaan dengan ukuran besar membeli
bahan baku (input produksi) dalam jumlah yang besar sehingga perusahaan akan
mendapat potongan harga (quantity discount) lebih banyak dari pemasok. Dimana
tingkat biaya yang rendah merupakan unsur untuk mencapai laba yang diinginkan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Disamping itu perusahaan dengan
skala besar akan lebih mempunyai kemungkinan untuk memenangkan persaingan
dalam bisnis.
Definisi ukuran perusahaan menurut Riyanto (2008:313) adalah "besar
kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan atau nilai
aktiva".
Perusahaan yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk
mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber sehingga untuk memperoleh
pinjaman dari kreditur pun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran
besar memiliki profitabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau
bertahan dalam industri.
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan dari besarnya
total asset yang dimiliki perusahaan. Asset menunjukkan aktiva yang digunakan
untuk aktivitas operasional perusahaan. Peningkatan asset yang diikuti
31 terhadap perusahaan. Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar terhadap
perusahaan, dimungkinkan pihak kreditur tertarik menanamkan dananya ke
perusahaan (Weston dan Brigham, 1994, dalam Hesti, 2010).
Variabel ukuran perusahaan diukur dengan logaritma natural (Ln) dari
total asset. Hal ini dikarenakan besarnya total asset masing-masing perusahaan
berbeda bahkan mempunyai selisih yang besar, sehingga didapat menyebabkan
nilai yang ekstrim. Untuk menghindari adanya data yang tidak normal tersebut
maka data total asset perlu di Ln kan.
Penggunaan total aktiva sebagai alat ukuran perusahaan didasarkan pada
penelitian Hasan dan Bashir (2003), Nugraheni dan Hapsoro (2007), dan Arini
(2009). Variabel ukuran perusahaan dapat dinyatakan dengan rumus sebagai
berikut:
������������ℎ���=������������� x 100%
Total aktiva dipilih sebagai proksi ukuran perusahaan dengan
mempertimbangkan bahwa nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan dengan
nilai market capitalized dan penjualan (Wuryatiningsih, 2002 dalam Hesti, 2010).
2.1.5.1. Klasifikasi Ukuran Perusahaan
Keputusan ketua Bapepam No. Kep. 11/PM/1997 menyebutkan
perusahaan kecil dan menengah berdasarkan aktiva (kekayaan) adalah badan
hukum yang memiliki total aktiva tidak lebih dari seratus milyar, sedangkan
perusahaan besar adalah badan hukum yang total aktivanya diatas seratus milyar.
Menurut UU No. 20 Tahun 2008 ukuran perusahaan diklasifikasikan ke
32 besar. Pengklasifikasian ukuran perusahaan tersebut didasarkan pada total aset
yang dimiliki dan total penjualan tahunan perusahaan tersebut.
UU No. 20 Tahun 2008 tersebut mendefinisikan usaha mikro, usaha kecil,
usaha menengah, dan usaha besar sebagai berikut:
“Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau
badan usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini.
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha
besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini.
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha
Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana
diatur dalam Undang- Undang ini.
Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar
33 usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di
Indonesia”.
Adapun kriteria ukuran perusahaan yang diatur dalam UU No.20 tahun
2008 Pasal 6 adalah sebagai berikut:
Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah).
Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan
tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai
34 2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Penelitian mengenai pengaruh struktur modal dan good corporate
governance terhadap kinerja keuangan dengan ukuran perusahaan sebagai
variabel moderating telah diteliti oleh peneliti sebelumnya dan menunjukkan hasil
yang berbeda-beda. Rincian mengenai peneliti terdahulu dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu NO Peneliti
dan Tahun
Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian 1. Nirajini,A
dan Priya,K B (2013)
Impact of Capital Structure on Financial Performance of the Listed Trading Companies in Sri Lanka Variabel Independen: Struktur modal Variabel Dependen: Kinerja Keuangan Struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan
2. Robert
Oginda Siro (2013)
Effect of Capital Structure on Financial Performance of Firms Listed at The Nairobi Securities Exchange
Variabel Independen: Struktur modal
Variabel Dependen: Kinerja keuangan
Struktur modal dan kinerja keuangan memiliki hubungan yang terbalik
3. Do Xuan
Quang dan Wu Zhong
Xin (2013)
The Impact of Ownership Structure and Capital Structure on Financial
Performance of Vietnamese Firms
Variabel Independen: Struktur Kepemilikan dan Struktur Modal
Variabel Dependen: Kinerja Keuangan
Struktur modal berpengaruh negatif dengan statistik yang signifikan terhadap kinerja keuangan
4. Morita
(2010) Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi Kasus Pada Perusahaan Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di BEJ)
Variabel Independen: Struktur modal (DER)
Variabel Dependen: Kinerja Keuangan (ROE) Struktur modal berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan
5. Rahmawati (2011)
Pengaruh Current Ratio, Inventory
Variabel Independen: Current Ratio,
35 Turnover, Debt to
Equity Ratio Terhadap Return On Asset
Inventory Turnover, Debt to Equity Ratio
Variabel Dependen: Return On Asset
variabel current ratio berpengaruh negatif terhadap ROA, inventory turnover berpengaruh positif terhadap ROA, debt to equity ratio
berpengaruh negatif terhadap ROA 6. Waskito
(2014) Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan (Ditinjau Dari Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2008-2011) Variabel Independen: Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan Variabel Dependen: Kinerja Keuangan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan, variabel kepemilikan institusi mempunyai pengaruh negatif terhadap kinerja keuangan dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan
2.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dirancang untuk memberikan gambaran penelitian
yang akan dilaksanakan, yaitu mengenai pengaruh struktur modal dan good
corporate governance terhadap kinerja keuangan dengan ukuran perusahaan
sebagai variabel moderating pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada tahun 2010-2013. Berdasarkan tinjauan teoritis dan tinjauan
penelitian terdahulu, maka kerangka konseptual penelitian digambarkan dalam
36 H2
H3
H1
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual
Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah
hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Struktur modal diukur dengan debt
to equity ratio (DER).
Debt to equity ratio merupakan rasio yang dicari dengan cara
membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh
ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan
peminjam (kreditur) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini
berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk
jaminan utang.
Peneliti memiliki asumsi awal bahwa struktur modal yang diukur dengan
DER berpengaruh terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan ROA. Debt to
equity ratio dipilih dikarenakan untuk menilai tingginya pendanaan atau modal Struktur Modal
(X1)
Good Corporate Governance
(X2)
Ukuran Perusahaan (X3)
37 yang berasal dari modal sendiri atau hutang perusahaan. Peneliti beranggapan
bahwa perusahaan yang dapat mengoptimalkan penggunaan struktur modalnya
maka akan semakin baik dampaknya terhadap kinerja keuangan.
Kepemilikan manajerial merupakan proporsi saham biasa yang dimiliki
oleh pihak manajemen yang secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan
perusahaan. Kepemilikan manajerial diukur berdasarkan persentase kepemilikan
saham yang dimiliki oleh pihak manajemen yang terdiri dari dewan direksi.
Kepemilikan manajerial dipilih berdasarkan penelitian yang