ETIKA DAN POLA MAKAN ORANG JEPANG “NIHON JIN NO SHOKUJI HOUHOU TO ECHIKETTO”
KERTAS KARYA Dikerjakan
O L E H
MUHAMMAD SYAFRIZAL NIM : 102203018
PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ETIKA DAN POLA MAKAN ORANG JEPANG
“NIHON JIN NO SHOKUJI HOUHOU TO ECHIKETTO” KERTAS KARYA
Kertas Karya ini diajukan Kepada Panitia Ujian Program Pendidikan
Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk
melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Bidang Studi Bahasa
Jepang.
Oleh :
MUHAMMAD SYAFRIZAL NIM : 102203018
PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ETIKA DAN POLA MAKAN ORANG JEPANG
“NIHON JIN NO SHOKUJI HOUHOU TO ECHIKETTO” KERTAS KARYA
Kertas Karya ini diajukan Kepada Panitia Ujian Program Pendidikan
Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk
melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Bidang Studi Bahasa
Jepang.
Dikerjakan OLEH
NIM : 102203018 MUHAMMAD SYAFRIZAL
Pembimbing I Pembimbing II
Zulnaidi, S.S. M.Hum M. Pujiono, S.S. M.Hum NIP : 19670807200501001 NIP : 196910112002121001
PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui oleh :
Program Diploma Sastra dan Budaya
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan
Program Studi D-III Bahasa Jepang
Ketua Program Studi
PENGESAHAN
Diterima Oleh
Panitia Ujian Program Pendididikan Non-Gelar Sastra Budaya
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,
Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang
Studi Bahasa Jepang.
Pada :
Tanggal :
Hari :
Program Diploma Sastra Budaya
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Dekan
NIP : 195110131976031001 Dr. Syahron Lubis, M.A.
Panitia Ujian :
No. Nama Tanda Tangan
1. Zulnaidi, S.S. M.Hum ( )
2. Zulnaidi, S.S. M.Hum ( )
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya yang
berjudul “ETIKA DAN POLA MAKAN ORANG JEPANG” ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna karena
kemampuan penulis yang masih terbatas. Tetapi, berkat bantuan beberapa pihak,
maka penulis berhasil menyelesaikan kertas karya ini.
Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberi dukungan, terutama kepada :
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Zulnaidi, S.S. M.Hum. Selaku Ketua Jurusan Bahasa Jepang Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Zulnaidi, S.S. M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.
4. Bapak M. Pujiono, S.S. M. Hum. Selaku Dosen Pembaca yang telah
memberikan pengarahan, kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi
penyelesaian kertas karya ini.
5. Bapak Zulnaidi, S.S. M.Hum. Selaku Dosen Wali yang telah memberikan
perhatiannya selama penulis menjadi mahasiswa.
6. Kepada seluruh Dosen dan Staf pengajar Jurusan Bahasa Jepang Fakultas
7. Untuk Kedua Orang Tua dan kakak dan abang yang tersayang, tiada kata
yang mampu melukiskan kebaikan hati kalian, mendukung serta memberi
semangat yang tiada akhirnya.
8. Untuk yang menemani hari-hari penulis dengan penuh suka cita, Debby
Karina yang terkasih.
9. Untuk Teman-teman sekelas Santri, Rahman, Winda, Frans, Aji, Adit,
Ricardo, Dara, Fitri, Puza, Elsya, Elroy, Gisna, Ira, Indah, Nisa dan
Anak-anak Hinode yang selalu mewarnai setiap waktu perjalanan penulis.
10.Dan untuk semuanya yang telah banyak membantu dan mendukung
selama ini yang tidak dapat disebut satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam kertas karya ini,
sehingga kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga kertas karya ini
dapat berguna bagi kita dikemudian hari.
Medan, Juli 2013
M. SYAFRIZAL
NIM : 102203018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul ... 1
1.2 Tujuan Penulisan ... 3
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Metode Penulisan ... 4
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG BUDAYA MAKAN DI JEPANG 2.1 Budaya Makan Orang Jepang ... 5
2.2 Jenis-Jenis Makanan Jepang ... 7
BAB III ETIKA DAN POLA MAKAN ORANG JEPANG 3.1 Etika Makan Orang Jepang ... 10
3.2 Pola Makan Orang Jepang ... 15
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 22
4.2 Saran ... 25
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Jepang adalah Negara yang terletak di lepas pantai timur benua Asia
yang memiliki seni dan budaya yang menarik di setiap wilayahnya.
Misalnya, seni pertunjukkan, budaya berpakaian, hingga pola dan etika
makan yang masih sangat dilestarikan sampai saat ini. Namun, itu semua
tidak lepas dari sejarah dan asal usul.
Selain itu Jepang juga merupakan negara yang memiliki makanan
khusus di setiap daerahnya. makanan Jepang dikenal dengan istilah
washoku atau nihon shoku. Sedangkan, makanan barat biasa disebut dengan
Yoshoku. Washoku adalah makanan yang semua bumbu dan bahannya
adalah asli dari Jepang, jadi secara harfiah makanan yang tidak terpengaruh
dari makanan luar. Sedangkan, yoshoku adalah makanan yang sudah
terpengaruh dengan gaya masakan luar, bumbu, cita rasa, proses
penghidangan, dan lain-lain.
Bumbu-bumbu yang biasa digunakan orang-orang Jepang sangat khas.
Pada umumnya orang-orang Jepang menggunakan bahan-bahan makanan
berupa hasil pertanian seperti, sayur-sayuran, kacang-kacangan, dan lain-lain.
Orang-orang Jepang biasa makan dengan menggunakan sumpit dan
mangkuk. Walaupun makanan susah untuk diambil dengan sumpit, orang
Jepang tetap menggunakan sumpit untuk peralatan makan mereka. Sejak
dulu, orang Jepang sudah diajari untuk makan dengan lambat. Karena
mereka percaya bahwa makan dengan lambat adalah kunci otak
membutuhkan waktu 20 menit untuk merasa kenyang.
Sumpit, mangkuk yang orang-orang Jepang pakai biasanya terbuat
dari porselen, kayu, dan keramik. Sumpit yang digunakan oleh orang-orang
Jepang biasanya yang terbuat dari, kayu, bambu, atau sumpit yang sekali
pakai. Dirumah Jepang, setiap anggota keluarga pasti mempunyai peralatan
makan sendiri-sendiri. Peralatan makan tersebut tidak saling dipertukarkan
oleh sesama anggota keluarga.
Namun, ternyata tidak hanya pola makan saja yang terpengaruh oleh
gaya luar. Tetapi, etika atau tata krama pun sedikit demi sedikit sudah
mulai terpengaruh oleh gaya luar. Meskipun begitu orang-orang jepang
masih tetap melestarikan dan menjaga etika makan mereka sampai sekarang
ini. Contohnya, cara duduk di tatami, menggunakan sumpit, saat minum
Bukan hanya itu, di Jepang juga ada pantangan-pantangan yang tidak
boleh dilakukan pada saat makan. Ini juga masih dilestarikan hingga saat
ini oleh masyarakat jepang. Seperti, pada saat makan mangkuk nasi harus
diangkat, merupakan hal yang tidak baik jika makan nasi tidak mengangkat
mangkuk tersebut dari atas meja, kemudian sumpit tidak boleh ditancapkan
diatas nasi sebab posisi tersebut merupakan sesaji orang Jepang untuk
leluhur atau dewa mereka, tidak boleh menjilati sumpit, tidak boleh
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul
Jepang merupakan negara dengan budaya yang unik. Disetiap
daerah mempunyai dialek dan adat-istiadat sendiri. Ciri khas budaya yang
mewakili setiap daerah atau kawasan yang kontras mulai dari bahasa
daerah atau dialeknya, cara berpakaian, pola hidup hingga seni
pertunjukkan tradisional, maupun cita rasa makanannya.
Orang Jepang adalah bangsa besar yang pintar, cerdas, maju dan
kompetitif yang sangat bersaing dengan Negara-negara barat. Tetapi,
orang-orang Jepang masih gemar melestarikan kebudayaan atau tradisi yang sudah
dilakukan oleh nenek moyang mereka dari zaman dahulu.
Dalam hal makan, orang Jepang mempunyai pola dan tata cara
sendiri yang sudah ada sejak dulu. Misalnya, cara penyajian makanan,
bumbu-bumbu masakan, peralatan makan dan lain-lain. Semua mempunyai
tata cara dan kebiasaan tersendiri disetiap daerah.
Hal ini tentunya tidak lepas dari sejarah yang membuat semua tata
cara ini masih dilestarikan hingga sekarang oleh masyarakat Jepang.
Masakan dan makanan Jepang berbeda-beda menurut zaman, tingkat sosial,
iklim dan daerah tempat tinggal.
Menurut zamannya makanan atau masakan Jepang dibagi menjadi
beberapa, yaitu pada zaman Nara, zaman Heian, zaman Edo hingga zaman
sekarang ini. Namun, masakan atau makanan Jepang tidak selalu harus
berupa makanan yang sudah dimakan orang Jepang secara turun menurun.
Pola makan orang Jepang banyak meminjam dari negara-negara
Asia timur dan Negara-negara barat. Namun, di zaman sekarang definisi
makanan dan semua pola serta tata caranya adalah asli Jepang bukan dari
Negara-negara lain. Namun pada dasarnya makanan Jepang masih
dipengaruhi oleh Negara-negara lain. Contohnya, Cina.
Makanan Jepang dikenal dengan istilah Washoku atau Nihon
Shoku. Masakan Jepang selalu identik dengan bumbu-bumbu serta
bahan-bahan makanan yang tidak diolah secara berlebihan. Tetapi, sekarang
makanan Jepang sudah mulai berubah. Banyak bahan-bahan dan bumbu
makanan Jepang yang sudah terpengaruh dari luar. Makanan yang sudah
terpengaruh oleh gaya masakan luar atau barat dikenal dengan istilah
Yoshoku.
Secara harfiah washoku dan yoshoku memiliki perbedaan.
Washoku adalah makanan yang sama sekali tidak terpengaruh oleh masakan
luar seperti, bumbu, bahan-bahannya, sampai dengan proses
menghidangkannya. Sedangkan, yoshoku adalah makanan yang sudah
Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk membahas lebih
dalam tentang pola makan orang Jepang. Dan menjadikan Etika dan Pola
Makan Orang Jepang sebagai Judul dari Kertas Karya Ini.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisan memilih Judul Kertas Karya ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui budaya makan di Jepang.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis makanan dan masakan Jepang.
3. Untuk mengetahui etika makan orang Jepang.
4. Untuk mengetahui pola dan tata cara makan orang Jepang.
1.3 Batasan Masalah
Penulis akan memfokuskan pembahasan kertas karya ini pada
sejarah, etika makan dan pola makan orang Jepang. Untuk mendukung
pembahasan ini penulis akan mengemukakan juga asal usul, jenis-jenis dan
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan kertas karya ini penulis menggunakan metode
kepustakaan (Library Research), yakni dengan cara mengumpulkan
sumber-sumber bacaan yang ada yakni berupa buku sebagai referensi
yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas kemudian
dirangkum dan dideskripsikan kedalam kertas karya ini. Selain itu, penulis
juga memanfaatkan Informasi Teknologi Internet sebagai referensi
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG BUDAYA MAKAN DI JEPANG
2.1 Budaya Makan Orang Jepang
Masyarakat Jepang mempunyai Budaya makan atau pola makan
yang masih sangat dijaga oleh masyarakat Jepang sampai dengan sekarang
ini. Disetiap daerah, memiliki ciri khas masing-masing. Mulai dari
bumbu-bumbu, bahan-bahan masakan, peralatan hingga tata cara dan kebiasaan
makan yang sangat dipertahankan oleh masayarakat Jepang.
Di Jepang, pada musim-musim tertentu juga memiliki budaya atau
tradisi yang sering dilakukan saat makan. Misalnya, pada musim semi
biasanya orang-orang Jepang akan pergi bersama keluarga dan teman untuk
menikmati makanan atau minum sake sambil melihat bunga sakura yang
mekar pada musim semi.
Tidak hanya di musim semi, di musim dingin atau pada saat
menyambut tahun baru biasanya menyambutnya dengan acara makan-makan
bersama rekan kerja atau teman yang dikenal dengan istilah “Bounenkai”
yang berarti “lupakan masa lalu”. Makanan yang dimakan biasanya adalah
Kabocha yaitu sejenis labu dan mie soba. Makanan tersebut adalah
makanan yang sudah menjadi tradisi untuk dimakan di musim dingin atau
menyambut tahun baru. Pada saat bekerja juga orang Jepang biasa
Masakan Jepang atau Nihon Ryori dikenal dengan istilah Washoku
atau Nihon Shoku. Biasanya salah satu ciri kebiasaan-kebiasaan makan khas
Jepang adalah pada saat menghidangkannya. Cita rasa alami dari sebuah
makanan dan keindahan menghidangkannya yang sangat dipertahankan oleh
orang-orang Jepang hingga saat ini.
Kemudian bumbu-bumbu dan bahan-bahan yang digunakan juga
sangat khas. Pada umumnya, bahan-bahan makanan Jepang berupa beras,
hasil pertanian ( sayur-mayur dan kacang-kacangan ), dan makanan laut.
Bumbu-bumbu yang digunakan juga seperti doshi ( air kaldu ) yang dibuat
dari ikan dan shitake, ditambah dengan miso dan shoyu.
Orang Jepang makan dengan menggunakan sumpit dan mangkok.
Terkadang ada makanan yang susah untuk diambil dengan sendok pun,
orang Jepang tetap mengambilnya menggunakan sumpit. Orang-orang
Jepang biasa makan dengan lambat. Mereka diajari untuk menikmati setiap
makanan dengan lambat. Karena, makan lebih lambat adalah kunci otak
membutuhkan waktu selama 20 menit untuk merasa kenyang.
Peralatan makan, seperti sumpit, mangkuk, dan lain-lain yang
digunakan oleh masyarakat Jepang biasanya terbuat dari keramik, porselen,
atau kayu yang dipernis dengan urushi. Di rumah keluarga Jepang, setiap
anggota keluarga memiliki mangkuk nasi atau sumpit ( hashi ) sendiri, dan
tidak saling dipertukarkan dengan anggota keluarga yang lain. Sumpit yang
digunakan bisa berupa sumpit yang terbuat dari kayu, bambu, atau sumpit
yang sekali pakai.
2.2 Jenis-jenis Makanan Jepang
Dalam arti sempit, masakan Jepang merupakan berbagai jenis
makanan yang khas Jepang. Makanan yang khas tersebut adalah makanan
yang sudah sejak turun temurun dimakan oleh orang Jepang. Makanan
seperti gyudon atau nikujaga merupakan salah satu contoh makanan Jepang
yang sudah sejak dahulu dimakan oleh masyarakat Jepang.
Tentunya semua makanan itu dimasak dengan bumbu dan bahan
yang khas Jepang pula seperti, shoyu, dashi dan mirin. Namun, makanan
Jepang kini sudah mengalami perpaduan dari berbagai bahan makanan dari
berbagai negara. Misalnya, parutan lobak yang dicampur saus sewaktu
makan bistik atau hamburg steak, dan salad dengan parutan lobak
diatasnya, ini semua merupakan contoh perpaduan makanan Barat dengan
pengaruh khas Jepang.
Hal inilah yang membuat makanan khas Jepang yang bercampur
makanan Barat ini biasa disebut dengan istilah Wafu. Berdasarkan aturan wafu inilah, beberapa jenis makanan dapat digolongkan sebagai :
1. Makanan Barat yang dicampur dengan bahan makanan yang khas
Jepang.
Contohnya, sarada udon (salad adalah makanan Barat tetapi dicampur
dengan udon yang khas Jepang), kari, dan anpan (roti berasal dari barat
2. Makanan khas Jepang yang berasal dari luar negeri tapi dibuat
dengan resep yang sudah diubah menjadi selera lidah orang Jepang.
Contohnya, ramen dan gyoza.
3. Makanan yang berdasarkan bahan dan cara memasaknya sulit
digolongkan termasuk kategori makanan Barat atau makanan Jepang.
Contohnya, pork ginger dan butashogayaki keduanya menunjuk pada
makanan yang sama.
Namun, ada juga jenis-jenis makanan Jepang yang masih sangat
tradisional yang sudah ada sejak zaman dahulu dan dimakan oleh
masyarakat Jepang, yaitu :
1. Onigiri adalah nama Jepang untuk makanan berupa nasi yang
dipadatkan sewaktu masih hangat sehingga berbentuk segi tiga, bulat, atau
seperti karung beras. Makanan khas Jepang ini dikenal juga dengan nama
lain yaitu Omusubi, istilah yang kabarnya dulu digunakan kalangan wanita
di istana kaisar untuk menyebut onigiri.
2. Sushi adalah makanan Jepang yang terdiri dari nasi yang dibentuk
bersama lauk (neta) berupa makanan laut, daging, sayuran mentah, atau
yang sudah dimasak. Nasi sushi memiliki rasa asam yang lembut karena
dibumbui campuran cuka beras, garam, dan gula.
3. Ochazuke atau chazuke adalah nama makanan Jepang atau cara
makan berupa nasi putih dengan lauk sekadarnya yang dituangi air teh
hijau, dashi atau air panas. Ochazuke merupakan makanan pengisi perut
misalnya diantara dua waktu makan atau sewaktu masih lapar sebelum
4. Donburi adalah makanan Jepang berupa nasi putih dengan berbagai
macam lauk diatasnya seperti ikan, daging dan sayur-sayuran berkuah yang
dihidangkan didalam mangkuk besar yang disebut juga donburi.
5. Mochi adalah kue Jepang yang terbuat dari beras ketan, ditumbuk
sehingga lembut dan lengket, kemudian dibentuk menjadi bulat. Di Jepang,
kue ini sering dibuat dan dimakan pada saat perayaan tradisional
mochitsuki atau perayaan tahun baru Jepang.
6. Dango adalah kue Jepang berbentuk bulat seperti bola kecil, dan
dimatangkan dengan cara dikukus atau direbus dalam air. Adonan dango
dibuat dari tepung beras yang diulen dengan air atau air panas. Kushidango
adalah sebutan untuk sejumlah 3, 4, 5 butir dango yang ditusuk menjadi
satu dengan tusukan (kushi) dari bambu. Jumlah butiran dango dalam satu
tusuk bergantung pada daerahnya di Jepang.
7. Sashimi adalah makanan Jepang berupa makanan laut dengan
kesegaran prima yang langsung dimakan dalam keadaan mentah bersama
penyedap seperti kecap asin, parutan jahe, dan wasabi. Makanan laut
seperti, ikan, kerang, dan udang dihidangkan dalam bentuk irisan kecil
yang mudah dimakan, sedangkan udang berukuran kecil ada yang dikupas
BAB III
ETIKA DAN POLA MAKAN ORANG JEPANG
3.1 Etika Makan Orang Jepang
Masakan Jepang dikenal dengan julukan “the healthies food in the
world”. Tidak hanya itu, jenis makanan dan teknik memasaknya sangat
variatif. Seperti, robatayaki, teknik memasak yang sangat tradisional, yaitu
dengan cara memanggang bahan makanan di atas bara api, mirip sate. Juga
tenpayaki yang dalam Bahasa Indonesia berarti besi pemanggang, yang kini
telah banyak ditawarkan di berbagai restoran Jepang. Dalam teknik ini
bahan makanan dimasak oleh juru masak dengan aksinya langsung di
depan umum.
Dalam budaya Jepang, jamuan makan selalu diikuti dengan tata cara
yang relative lebih formal dan sopan jika dibandingkan dengan aturan
dalam jamuan tradisional Cina. Walaupun keduanya sama-sama
menggunakan sumpit, mangkuk, dan sendok bebek sebagai alat bantu
makan yang paling utama, tetapi tetap banyak perbedaanya. Seperti cara
mengangkat mangkuk, menerima makanan dengan sumpit, juga sikap tubuh,
cara duduk, dan beberapa hal lain. Ada beberapa etika atau tata cara yang
harus diperhatikan ketika makan, yaitu :
1. Cara duduk di ruang tatami.
Biasanya, jamuan makan Jepang diselenggarakan dalam ruangan
tikar bamboo tanpa kursi. Disini para tamu diharuskan melepas alas kaki,
namun masih tetap boleh mengenakan kaos kaki. Sikap tubuh saat duduk
lesehan diatas tikar adalah duduk diatas dua telapak kaki yang di tekuk
dengan punggung tegak lurus. Untuk wanita, kedua tangan dipertemukan
dan ditangkupkan di pangkuan. Lain halnya dengan pria yang meletakkan
telapak tangannya pada lutut.
Sesaat setelah minuman tersaji, diadakan kanpai atau bersulang,
yaitu mengangkat cawan the atau sake, begitu pula saat semua tamu telah
mendapatkan hidangan, satu kata wajib diucapkan sebelum memulai makan
adalah “itadakimasu” yang juga berarti ucapan terima kasih atas makanan
yang telah disediakan dan siap untuk disantap dengan sikap tubuh dan
kepala sedikit menunduk. Untuk jamuan makan yang menggunakan meja
makan, hal ini juga dapat dilakukan.
2. Penyajian hidangan Jepang
Ada dua cara penyajian dalam tradisi Jepang. Di berbagai restoran
berkelas, biasanya hidangan disajikan satu persatu dengan pelayanan khusus
dan sedikit formal, mirip dengan jamuan kaiseki, jamuan makan formil
yang dahulu sering dilakukan para bangsawan untuk menjamu tamunya.
Namun, di Jepang sendiri cara penyajian seperti ini tidak terlalu sering
dipraktekkan lagi, mengingat kesibukan dan efektivitas waktu. Itu sebabnya,
saat ini begitu banyak restoran Jepang yang menyajikan hidangannya
sekaligus dalam satu nampan. Cara penyajian seperti ini juga diterapkan di
hampir setiap rumah tangga di Jepang. Dalam menyantapnya tidak ada
dari jenis daging terlebih dahulu, dilanjutkan dengan sup, kemudian nasi
beserta acar.
3. Penggunaan Sumpit
Seperti juga dalam jamuan makan Cina, sumpit, atau dalam bahasa
Jepang disebut “Hashi”, merupakan alat makan utama seperti sendok,
garpu, dan pisau dalam hidangan Barat. Perbedaan sumpit Cina dengan
Sumpit Jepang adalah sumpit Jepang ujungnya cenderung lebih tajam dan
mengecil, sedangkan sumpit Cina ujungnya lebih tebal dan persegi.
Di rumah keluarga Jepang setiap anggota rumah memiliki peralatan
makannya sendiri-sendiri. Sumpit yang digunakan bisa terbuat dari kayu,
bambu atau sumpit yang sekali pakai. Sumpit terdiri dari berbagai macam
dan kegunaanya, yaitu :
1. Nuribashi : Sumpit yang digunakan untuk makan sehari-hari.
2. Toribashi : Sumpit yang digunakan untuk megambil makanan di
piring yang sudah disajikan.
3. Waribashi : Sumpit yang mudah dibuang dan biasanya digunakan
oleh tamu atau yang digunakan di restoran.
4. Saibashi : Sumpit panjang untuk memasak
5. Iwaibashi : Sumpit yang digunakan ketika ada perayaan. Bentuk
4. Penggunaan mangkuk atau cawan
Selain untuk hidangan yang disajikan perorangan seperti miso sup,
mangkuk juga digunakan untuk nasi hangat yang selalu tersaji dan
diletakkan disebelah kanan. Tata cara penggunaan mangkuk dan sikap
tubuh seseorang saat menyantap hidangan yang disajikan dalam mangkuk
atau cawan dapat dibedakan menurut jenis makanan dan minumannya.
5. Nasi
Bagi orang Jepang, nasi selalu disajikan dalam mangkuk tertutup
atau terbuka. Saat menyantapnya pegang mangkuk nasi dengan telapak
tangan kiri dan angkat hingga sebatas dada, jangan diangkat terlalu dekat
dengan mulut. Gunakan sumpit saat menyantap nasi, jangan tusuk sumpit
terlalu dalam. Jangan mengunyah dan menyantap nasi terlalu cepat dan
terus menerus. Sebaiknya habiskan dulu makanan didalam mulut. Jangan
menaruh hidangan lain di atas nasi.
6. Teh atau Sake
Teh merupakan minuman yang wajib menyertai semua hidangan
Jepang. Teh dituang ke dalam cawan kecil yang tidak bertelinga. Cara
minum teh yang benar untuk wanita adalah dengan mengangkat cawan
dengan tangan kanan dan menahan cawannya pada ujung-ujung jari tangan
kiri. Sedangkan untuk pria, cawan diangkat hanya dengan satu tangan saja.
7. Sup
Menikmati semangkuk sup miso hangat yang benar adalah tidak
menggunakan sendok, melainkan meminumnya langsung dari mulut
Letakkan kembali sumpit pada sandarannya. Lalu angkat mangkuk dengan
kedua tangan dengan posisi tangan tidak menyentuh meja. Hirup kuah sup
perlahan-lahan. Setelah kuah sup habis, gunakan kembali sumpit untuk
mengambil isinya.
Mengangkat dan mendekatkan wadah makanan ke arah mulut
berlaku untuk semua jenis makanan yang disajikan didalam mangkuk.
Meski sup miso disajikan diawal, tidak berarti selalu disantap diawal.
Bahkan ada yang disantap diakhir, karena itulah mangkuk sup miso
dilengkapi dengan penutup agar kehangatannya tetap terjaga. Saat membuka
tutupnya, letakkan tutup mangkuk dalam posisi terlentang diatas meja
supaya kebersihannya tetap terjaga jika sup tidak dihabiskan sekaligus.
Disetiap daerah atau negara pasti mempunyai etika dan tata cara
makan tersendiri. Ada hal-hal yang dianggap boleh dilakukan dan dilarang
pada saat makan. Dibawah ini ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan
pada saat makan di Jepang, yaitu :
1. Pada saat makan mangkuk nasi harus diangkat, merupakan hal yang
tidak baik apabila makan nasi tidak mengangkat mangkuk tersebut
dari atas meja hanya dengan mendekatkan muka ke mangkuk nasi.
2. Sumpit tidak boleh ditancapkan diatas nasi, karena posisi seperti itu
merupakan sesaji orang Jepang untuk leluhur mereka atau dewa
mereka.
3. Memberikan makanan dengan sumpit kepada orang lain kemudian
orang tersebut menerimanya dengan mengambil lagi dengan sumpit
4. Tidak boleh menjilati sumpit (neburibashi).
5. Tidak boleh menusuk makanan seperti kentang dan sebagainya
dengan sumpit (tsukibashi).
6. Tidak boleh memutar-mutar di atas piring untuk memilih makanan
dengan sumpit (mayoibashi).
7. Tidak boleh memasukkan makanan sampai penuh ke mulut dengan
sumpit (koibashi).
8. Tidak boleh mencicipi sesuatu di piring dengan sumpit.
9. Tidak boleh menghisap sup dari sumpit.
10.Tidak boleh menggerakkan piring ke dekat anda dengan sumpit.
3.2 Pola Makan Orang Jepang
Masakan Jepang atau Nihon Ryori adalah makanan yang dimasak
dengan cara memasak yang berkembang secara khas di Jepang dan
tentunya menggunakan bahan makanan yang diambil dari wilayah Jepang
dan sekitarnya. Dalam Bahasa Jepang makanan Jepang disebut dengan
Nihonshoku atau Washoku.
Masakan atau makanan Jepang mempunyai sejarah yang cukup
panjang. Orang Jepang mulai makan nasi sejak Zaman Jomon. Lauknya
berupa makanan yang direbus (nimono), dipanggang, atau dikukus. Cara
mengolah makanan dengan menggoreng mulai dikenal sejak Zaman Asuka,
dan berasal dari semenanjung Korea dan Cina. Teh dan masakan biksu
namun hanya berkembang dikalangan kuil. Makanan biksu yang vegetarian
dikenal dengan sebutan shojin ryori.
Pada Zaman Nara pengaruh kuat kebudayaan Cina memengaruhi
masakan atau makanan Jepang sehingga teknik memasak dari Cina mulai
dipakai untuk mengolah bahan makanan lokal. Penyesuaian cara memasak
ini dengan kondisi alam di Jepang akhirnya melahirkan masakan yang khas
Jepang.
Masakan Jepang terus berkembang dengan pengaruh dari daratan
Cina pada Zaman Heian. Masyarakat Jepang pada saat itu mulai mengenal
makanan seperti karage dan kue-kue asal Dinasti Tang (Togashi), dan
natto. Aliran memasak dan etiket makan berkembang dikalangan
bangsawan. Atas perintah Kaisar Koko, Fujiwara no Yamakage
menyunting buku memasak aliran shijoryu hochoshiki.
Di Zaman Kamakura, makanan olahan tahu yang disebut dengan
ganmodoki mulai dikenal bersamaan dengan makin populernya tradisi
minum teh dan ajaran Zen. Pada Zaman Kamakura, makanan dalam porsi
kecil untuk biksu yang menjalani latihan disebut kaiseki. Pendeta Buddha
bernama Eisai memperkenalkan teh yang dibawanya dari Cina untuk
dinikmati dengan hidangan kaiseki. Masakan dan makanan ini berkembang
menjadi makanan resepsi yang disebut juga dengan kaiseki, tapi ditulis
dengan kanji yang berbeda.
Memasuki Zaman Muromachi, kalangan samurai ikut dalam urusan
masak-memasak di istana kaisar. Tata krama sewaktu makan juga semakin
dari etiket kalangan samurai dan bangsawan Zaman Muromachi. Kedatangan
kapal-kapal dari luar negeri pada Zaman Muromachi membawa serta
berbagai jenis masakan yang disebut dengan Namban ryori (Masakan luar
negeri) atau Nambangashi (kue luar negeri). Namban adalah istilah orang
jepang Zaman dulu untuk “Luar Negeri”, khususnya Portugal dan Asia
Tenggara. Dari kata namban dikenal istilah Nambansen (kapal dari luar
negeri).
Dan di Zaman Edo kebudayaan orang kota berkembang sangat
pesat. Makanan penduduk kota seperti Tenpura dan teh gandum (mugicha)
banyak dijual di toko-toko. Pada waktu itu, di Edo (yang sekarang Tokyo)
banyak dijumpai rumah makan khusus Soba dan Nigirizushi. Orusuichaya
adalah sebutan untuk rumah makan tradisional (ryotei) yang digunakan
samurai sewaktu menjamu tamu dengan pesta makan.
Pada Zaman Edo makanan dinikmati secara santai sambil meminum
sake, dan tidak mengikuti tata cara makan formal seperti masakan Kaiseki
atau masakan Honzen. Masakan Orusuichaya disebut dengan mas akan
Kaiseki (kaiseki ryori, masakan jamuan makan) dan ditulis dengan kanji
berbeda dengan Kaiseki (untuk upacara minum teh).
Teknik pembuatan kue-kue tradisional (wagashi) pada zaman Edo
juga berkembang pesat berkat tersedianya gula pada zaman ini. Alat makan
dari keramik atau porselen mulai banyak digunakan dan diberi hiasan
berupa gambar-gambar artistik yang dikerjakan secara serius. Daging ternak
mulai dikonsumsi orang Jepang pada saat itu dan daging sapi dimakan
Sejak pertengahan zaman Edo mulai dikenal teknik ukir sayur, dan
makanan mulai dihias dengan hiasan dari lobak (wachigai daikon). Pada
waktu itu juga mulai dikenal telur rebus aneh dengan kuning telur berada
diluar dan putih telur berada didalam (kimigaeshi tamago).
Masakan Jepang modern adalah penyempurnaan dari masakan Zaman
Edo. Daimyo dari seluruh Jepang mengenal kewajiban Sankin Kotai.
Mereka wajib datang ke Edo untuk menjalani tugas pemerintahan bersama
Shogun. Kedatangan daimyo dari seluruh pelosok negeri membawa serta
cara memasak dan bahan makanan khas dari daerah masing-masing. Bahan
makanan laut segar dan enak dari teluk Edo yang disebut Edomae.
Makanan yang lahir dari berbagi keanekaragaman di daerah Kanto
disebut dengan masakan Edo atau masakan Kanto. Sebutan masakan Kanto
digunakan untuk membedakannya dari masakan Kansai yang dikenal orang
lebih dahulu. Ciri masakan Kanto adalah penggunaan kecap asin (shoyu)
sebagai penentu rasa, termasuk untuk makanan berkuah (shirumono) dan
nimono. Tradisi membawa pulang makanan pesta merupakan alasan
penggunaan kecap asin dalam jumlah banyak dalam masakan Kanto.
Maksudnya agar rasa tetap enak walaupun sudah dingin. Berbeda dengan
masakan Kanto, masakan Kansai tidak terlalu asin walaupun mengandalkan
sebagai penyedap rasa.
Masakan Kansai adalah sebutan untuk masakan Osaka atau masakan
Kyoto. Berbeda dari budaya Edo yang mewah, masakan Kyoto
mencerminkan budaya Kyoto yang elegan. Masakan Kyoto dipengaruhi
sayur-sayuran, tahu, kembang tahu, namun sedikit makanan laut karena letak
geografis Kyoto yang jauh dari laut.
Osaka adalah kota tepi laut dengan hasil laut yang melimpah
berbeda dengan Kyoto. Oleh karena itu, masakan Osaka mengenal berbagai
cara pengolahan hasil laut. Makanan laut diolah agar enak untuk langsung
dimakan ditempat dan tidak untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
Masakan Osaka tidak mementingkan rasa makanan kalau sudah dingin
karena pada prinsipnya makanan yang habis dimakan.
Pada awal zaman Meiji, masakan Eropa mulai dikenal orang Jepang
yang melakukan kontak sehari-hari dengan orang asing. Dikalangan rakyat
tercipta makanan gaya barat (yoshoku) yang merupakan adaptasi masakan
Eropa. Berbagai aliran memasak mengalami kemunduran, dan aliran
hochoshiki merupakan satu-satunya aliran yang terus bertahan.
Pelarangan makan daging dihapus sesuai dengan kebijakan
pemerintah Meiji tentang Haibutsu kishaku dan shinbutsu bunri sehingga
tercipta Sukiyaki. Sementara itu, Honzen ryori yang merupakan aliran
utama masakan Jepang mulai ditinggalkan. Hidangan kaiseki telah menjadi
makanan standar dirumah makan tradisional (ryotei) dan penginapan
tradisional (ryokan).
Masakan vegetarian (shojinryori) berlanjut sebagai tradisi kuil
agama Buddha. Hidangan porsi kecil yang disebut kaiseki ryori bertahan
hingga kini sebagai hidangan upacara minum teh. Di kota-kota mulai
banyak dijumpai rumah yang memiliki meja pendek yang disebut Chabudai
Chabudai yang bisa dipakai sebagai meja makan untuk empat orang
mengubah acara makan yang dulunya sendiri-sendiri dengan Ozen pribadi
menjadi acara berkumpul keluarga.
Akibat dari gempa bumi Kanto yang memakan korban jiwa
besar-besaran, juru masak pewaris tradisi masakan Edo ikut menjadi berkurang,
dan tradisi masakan Honzen mulai memudar. Etiket makan mulai longgar,
dan orang-orang Jepang semakin menyukai suasana makan dengan santai
sewaktu makan.
Sejak tahun 1960, karena mendapat pengaruh dari pola makan orang
Amerika, makanan-makanan utama orang Jepang yang pada mulanya nasi
berubah sehingga selain nasi orang Jepang juga banyak yang mengonsumsi
roti atau pun daging.
Untuk sarapan pagi orang Jepang yang pada umumnya berbeda-beda,
ada yang makan roti, tetapi untuk washoku biasanya menunya terdiri dari
nasi, sup miso, ikan, asinan (tsukemono), atau sayur yang direbus ditaburi
wijen (goma), dan natto.
Pengaruh Amerika tidak hanya pada pola makannya saja, tetapi
suasana makan pun dipengaruhi oleh cara pikir Amerika. Pada masa
sebelum perang, orang tua terutama ayah sangat keras terhadap
anak-anaknya sehingga kadang-kadang terdengar suara kemarahan orang tua di
tengah-tengah kesunyian ketika makan. Tetapi setelah perang dunia, pola
pikir orang Amerika bahwa makan itu sesuatu yang menyenangkan meluas
Selain itu, meja makan pun berubah dari chabudai (meja makan
yang pendek) ke meja makan dan dari duduk di bawah sampai duduk
dikursi meja makan. Sumpit pun disesuaikan dengan situasi dan kondisi
kadang-kadang diganti dengan sendok dan garpu.
Kemudian pada tahun 1970, perusahaan kuliner di Jepang seperti
fast food dan family restaurant banyak bermunculan dan terus bertambah.
Hal ini juga yang membuat pola makan orang Jepang terpengaruh dari
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Jepang merupakan Negara dengan berbagai macam kebudayaan dan
adat istiadat yang masih sangat dijaga dan dilestarikan nilainya. Jepang
adalah Negara yang terbentang dari utara ke selatan dengan daerah atau
prefektur yang mempunyai ciri khas dalam aspek kehidupan sehari-harinya.
Seni pertunjukkan, cara berpakaian, pola hidup, hingga pola makan
di setiap daerah di Jepang mempunyai ciri khas masing-masing. Namun,
hal ini semua tidak lepas dari sejarah dan asal usul nenek moyang yang
membawa masuknya budaya dan adat istiadat tersebut.
Di Jepang banyak terdapat makanan-makanan tradisional yang masih
dijaga hingga saat ini. Bukan hanya itu, pola makan dan etika makan
orang Jepang juga masih dijaga hingga sekarang. Meskipun, sedikit nya
sudah banyak terpengaruh dari luar negeri.
Makanan Jepang atau Nihon Ryori dikenal dengan istilah nihon
shoku atau washoku. Ciri khas makanan Jepang adalah pada bahan, bumbu,
dan cara menghidangkannya. Bahan yang biasa digunakan orang Jepang
seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan makanan laut. Bumbu-bumbu yang
digunakan adalah seperti, doshi (air kaldu) yang dibuat dari ikan dan
shitake, ditambah miso dan shoyu.
Makanan Jepang juga mempunyai sejarah yang sangat panjang. Pola
Lauknya berupa ikan yang direbus (nimono), dipanggang, dan dikukus. Di
zaman Nara makanan orang Jepang terpengaruh dari masakan Cina.
Bukan hanya dizaman Nara, ternyata di zaman Heian makanan dan
masakan dengan pengaruh Cina masih terus berkembang hal ini di
buktikkan dengan masyarakat jepang yang mulai mengenal Karage dan
kue-kue dinasti tang (togashi) dan natto.
Di zaman Kamakura orang-orang Jepang mulai mengenal makanan
dengan olahan tahu atau ganmodoki. Di zaman ini semua makanan
berukuran porsi kecil yang biasanya diperuntukan untuk biksu dikuil
Buddha. Memasuki zaman Muromachi, semua makanan dan masakan dibuat
oleh samurai. Zaman ini etika dan tata krama saat makan juga mulai
berkembang.
Kemudian pada zaman Edo budaya kota mulai berkembang pesat.
Makanan seperti tempura, teh gandum sudah bisa didapatkan di toko-toko.
Orang-orang Jepang pada zaman Edo menikmati makanan dengan santai
sambil minum sake. masakan Kanto juga biasa disebut dengan masakan
Edo. Masakan yang mempunyai ciri khas pada kecap asin (shoyu) pada
setiap makanannya.
Memasuki zaman Meiji, semua larangan makan daging dihapuskan
ini yang menyebabkan sukiyaki terbuat. Pada tahun 1960, karena
mendapatkan pengaruh dari Amerika. Pola makan orang Jepang mulai
berubah. Pada awalnya makan nasi, sekarang orang Jepang mulai
mengonsumsi roti. Tidak hanya pola makan saja yang terpengaruh, etika
Kemudian, etika makan orang Jepang masih sangat dilestarikan
sampai saat ini, mulai dari cara duduk di tatami, menggunakan sumpit, saat
minum teh, makan nasi, makan sup, dan lain-lain. Semuanya mempunyai
etika dan tata cara tersendiri dan masih sangat dilestarikan hingga sekarang
meskipun, sudah sedikit terpengaruh dari luar.
Tidak hanya etika dan tata cara, di Jepang ada juga hal yang boleh
dan tidak boleh dilakukan ketika makan. Misalnya, tidak boleh menjilati
sumpit, tidak boleh menghisap sup dengan sumpit, pada saat makan nasi,
mangkuk harus diangkat, tidak boleh menusuk makanan dengan sumpit, dan
4.2 Saran
Pola makan orang Jepang setiap zamannya mengalami
perubahan-perubahan. Namun, keteguhan orang-orang Jepang yang mampu
mempertahankan kebudayaan mereka ditengah arus teknologi dan
budaya-budaya luar yang masuk serta Etika makan yang masih sangat
dipertahankan hingga saat ini patut di contoh bagi pembaca.
Oleh karena itu, pembaca khususnya mahasiswa Program Studi
Bahasa Jepang. Pola makan dan etika makan orang Jepang yang masih
dilestarikan sampai masa kini dapat dijadikan motivasi agar pembaca juga
mempunyai semangat yang sama dalam menjaga dan melestarikan
DAFTAR PUSTAKA
Haryanti, Pitri, M.Pd. 2013. All About Japan. Yogyakarta : Andi Offset