• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Road Humps Terhadap Kecepatan dan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas (Studi Kasus : 12 Ruas Jalan di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Road Humps Terhadap Kecepatan dan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas (Studi Kasus : 12 Ruas Jalan di Kota Medan)"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH

ROAD HUMPS

TERHADAP KECEPATAN DAN

TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS

( STUDI KASUS : 12 RUAS JALAN DI KOTA MEDAN )

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan

Memenuhi Syarat Untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

CUT DARA DASKIRAH

10 0404 006

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat

diselesaikan dengan baik.

Tugas Akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik

Sipil Bidang Studi Transportasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Pengaruh Road Humps Terhadap

Kecepatan Dan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas (Studi Kasus : 12 Ruas Jalan Di

Kota Medan)”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian Tugas Akhir ini tidak

terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada beberapa pihak yang berperan penting, yaitu :

1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis M.Eng.Sc selaku Dosen Pembimbing, yang

telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan,

dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu

penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, M.T selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil

(3)

4. Bapak Medis Surbakti, ST, MT dan Ibu Adina Sari Lubis, ST, MT selaku

Dosen Pembanding, yang telah memberikan saran dan masukan kepada

penulis terhadap Tugas Akhir ini.

5. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini

kepada penulis.

nasehat. Serta kakak saya Ersuriana, Hernita, Hudiya yang selalu memberi

dukungan dan Adik Tercinta Mahazir yang rela datang jauh dari aceh

untuk membantu penelitian.

8. TIM surveyor: Asisten Laboratorium Ergonomi, Asisten Laboratorium

core Departemen Teknik Industri USU dan Triana,

9. Teristimewa buat sahabat- sahabat saya tersayang, Uus, Naurah, Sari,

Chika, Dwi, Iffah, Sumariah, Eka Darmayanti, Derry, Iqbal, Yudha, Hardi,

Taslim, Arif, Andry, Kaka.

10. Terimakasih atas bantuannya buat rekan- rekan mahasiswa Jurusan Teknik

(4)

Maulana, Nardis, Hafis, dan teman angkatan 2010 yang tidak bisa saya

sebutkan satu perstu. Kepada abang dan kakak senior, adik-adik angkatan

2011, 2012 dan 2013.

Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya

dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir

ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka

penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca

diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas

Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, November 2015

Penulis,

Cut Dara Daskirah

(5)

ABSTRAK

Jendulan melintang (Road humps )adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk membuat pengemudi kendaraan bermotor mengurangi kecepatan kendaraannya, kelengkapan tambahan antara lain berupa peninggian sebagian badan jalan yang melintang terhadap sumbu jalan dengan lebar, tinggi dan kelandaian tertentu yang dikenal sebagai polisi tidur. Pemasangan road

humps dipemukiman dapat mengurangi kecepatan, namun disisi lain ada juga

ketidaknyamanan bagi masyarakat, seperti polusi udara dan polusi kebisingan. Kebisingan ditimbulkan oleh lalulintas yang melewati road humps tersebut, yang untuk melewatinya harus mengadakan perlambatan dan percepatan dan bisa pula tingkat kebisingan bertambah karena bentuk dan ukuran road humps itu sendiri. Dalam penelitian ini akan dianalisa pengaruh road humps terhadap penurunan kecepatan dan tingkat kebisingan lalu lintas.

Jenis road humps yang diteliti adalah speed bump dan rumble strips. Penelitian dilakukan pada 12 ruas jalan di kota Medan. Enam ruas jalan untuk penelitian speed bump dan enam ruas jalan penelitian rumble strips. Survei kecepatan dan tingkat kebisingan dilakukan pada 4 area/titik pengamatan yaitu area 1 (kecepatan bebas), area 2 (area perlambatan), area 3 (titik tengah road

humps) dan area 4 (area percepatan). Penelitian dilakukan dengan metode survei

lapangan untuk mengukur tingkat kebisingan dan kecepatan setempat kendaraan. Untuk mengukur tingkat kebisingan digunakan alat Sound Level Meter tipe

Multifunction Environment Meter 4 in 1 dan untuk mengukur kecepatan

kendaraan digunakan alat Speed Gun. Perhitungan kecepatan dan tingkat kebisingan dilakukan pada 30 sampel kendaraan roda empat (mobil penumpang) dan 30 sampel kendaraan roda dua.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan kecepatan dan tingkat kebisingan terbesar terjadi pada speed bump, penurunan kecepatan rata- rata sebesar 40 % terdapat pada ruas jalan Universitas. Sedangkan penurunan rata- rata tingkat kebisingan sebesar 12,87% terdapat pada ruas jalan Tengku Amir Hamzah. Pengaruh road humps terhadap kecepatan dan tingkat kebisingan lalulintas dipengaruhi oleh faktor kecepatan, tinggi dan lebar bawah road humps. Model ini menunjukkan bahwa tingkat kebisingan di road humps (Y) adalah fungsi dari kecepatan (X1 ), tinggi (X2 ) dan lebar bawah road humps (X3 ) dengan

membentuk persamaan regresi linier berganda.

Kata Kunci: Jendulan melintang (road humps), speed bump, rumble Strips,

(6)

DAFTAR ISI

1.7. Sistematika Penulisan ... 5

(7)

2.3. Kecepatan Lalu Lintas ... 15

2.4. Kebisingan ... 18

2.4.1. Tingkat Kebisingan ... 21

2.4.2. Pengukuran Tingkat Kebisingan ... 23

2.6. Penelitian Terdahulu... 26

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 29

3.1. Lokasi Penelitian ... 29

3.2. Sampel ... 35

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.3.1. Data Primer ... 36

3.3.2. Data Sekunder ... 39

3.5. Teknik Pengolahan Data ... 39

BAB IV. HASIL DAN ANALISA DATA... 44

4.1. Speed Bump ... 44

4.2. Rumble Strips... 47

4.3. Analisa Data ... 51

4.3.1. Perbandingan Jenis Road Humps ... 51

4.3.2. Pengaruh Road Humps Terhadap Kecepatan dan Tingkat Kebisingan... 59

4.3.3. Hubungan Kecepatan dan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas ... 66

(8)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 70

5.1. Kesimpulan ... 70

5.2. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rekomendasi Panjang Jalan Untuk Studi Kecepatan Setempat... 16

Tabel 2.2 Baku Tingkat Kebisingan... 21

Tabel 4.1 Karakteristik Speed Bump ... 44

Tabel 4.2 Data Kecepatan Setempat Mobil Penumpang (Speed Bump) ... 45

Tabel 4.3 Data Kecepatan Setempat Sepeda Motor (Speed Bump) ... 45

Tabel 4.4 Data Tingkat Kebisingan Mobil Penumpang (Speed Bump) ... 46

Tabel 4.5 Data Tingkat Kebisingan (Speed Bump) ... 47

Tabel 4.6 Karakteristik Rumble Strips ... 48

Tabel 4.7 Data Kecepatan Setempat Mobil Penumpang (Rumble Strips) ... 48

Tabel 4.8 Data Kecepatan Sepeda Motor (Rumble Strips) ... 49

Tabel 4.9 Data Tingkat Kebisingan Mobil Penumpang (Rumble Strips)... 49

Tabel 4.10 Data Tingkat Kebisingan Sepeda Motor ... 50

Tabel 4.11 Perubahan Persentase Kecepatan Setempat Mobil Penumpang (Speed Bump) ... 51

Tabel 4.12 Perubahan Persentase Kecepatan Setempat Sepeda Motor (Speed Bump) ... 52

Tabel 4.13 Perubahan Persentase Tingkat Kebisingan Mobil Penumpang (Speed Bump) ... 54

Tabel 4.14 Perubahan Persentase Tingkat Kebisingan Sepeda Motor (Speed Bump) ... 54

(10)

Tabel 4.16 Perubahan Persentase Kecepatan Setempat Sepeda Motor (Rumble

Strips) ... 57

Tabel 4.17 Perubahan Persentase Tingkat Kebisingan Mobil Penumpang (Rumble

Strips) ... 58

Tabel 4.18 Perubahan Persentase Tingkat Kebisingan Sepeda Motor (Rumble

Strips) ... 58

Tabel 4.19 Nilai Koefisien Model Persamaan Regresi Mobil Penumpang (Speed

Bump) ... 60

Tabel 4.20 Hasil Analisis Determinasi Mobil Penumpang (Speed Bump) ... 61

Tabel 4.21 Nilai Koefisien Model Persamaan Regresi Sepeda Motor (Speed

Bump) ... 61

Tabel 4.22 Hasil Analisis Determinasi Sepeda Motor (Speed Bump) ... 62

Tabel 4.23 Nilai Koefisien Model Persamaan Regresi Mobil Penumpang (Rumble

Strips) ... 63

Tabel 4.24 Hasil Analisis Determinasi Mobil Penumpang (Rumble Strips)... 64

Tabel 4.25 Nilai Koefisien Model Persamaan Regresi Sepeda Motor (Rumble

Strips) ... 64

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penampang polisi tidur... 9

Gambar 2.2 Polisi tidur tampak atas ... 9

Gambar 2.3 Speed bump ... 11

Gambar 2.4. Flat topped speed hump ... 12

Gambar 2.5. Speed hump ... 13

Gambar 2.6. Pita penggaduh (rumble strips) ... 14

Gambar 2.7. Busnell Velocity Radar Gun ... 17

Gambar 2.8. Multifunction Environment Meter 4 in 1 CEMDT-8820 ... 25

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian Jl. Rumah Sakit Haji... 29

Gambar 3.2 Peta Lokasi Penelitian Jl. Tengku Amir Hamzah ... 30

Gambar 3.3 Peta Lokasi Penelitian Jl. Kapten Muslim ... 30

Gambar 3.4 Peta Lokasi Penelitian Jl. Abdullah Lubis ... 31

Gambar 3.5 Peta Lokasi Penelitian Jl. Universitas ... 31

Gambar 3.6 Peta Lokasi Penelitian Jl. Dr.A. Sofian ... 32

Gambar 3.7 Peta Lokasi Penelitian Jl. Dr. Mansur ... 32

Gambar 3.8 Peta Lokasi Penelitian Jl. K.H. Wahid Hasyim... 33

Gambar 3.9 Peta Lokasi Penelitian Jl. Sei Serayu ... 33

Gambar 3.10 Peta Lokasi Penelitian Jl. Sei Belutu... 34

Gambar 3.11 Peta Lokasi Penelitian Jl. Gajah Mada... 34

(12)

Gambar 3.13 Titik dan Jarak Area Pengamatan pada speed bump ... 36

Gambar 3.14 Titik dan Jarak Area Pengamatan pada rumble strips ... 37

Gambar 3.15 Bagan Alir Penelitian ... 43

(13)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Kecepatan Setempat Mobil Penumpang (Speed Bump) ... 45

Grafik 4.2 Kecepatan Setempat Sepeda Motor (Speed Bump)... 46

Grafik 4.3 Tingkat Kebisingan Mobil Penumpang (Speed Bump)... 46

Grafik 4.4 Tingkat Kebisingan Sepeda Motor (Speed Bump)... 47

Grafik 4.5 Kecepatan Setempat Mobil Penumpang (Rumble Strips) ... 48

Grafik 4.6 Kecepatan Setempat Sepeda Motor (Rumble Strips) ... 49

Grafik 4.7 Tingkat Kebisingan Mobil Penumpang (Rumble Strips) ... 50

Grafik 4.8 Tingkat Kebisingan Sepeda Motor (Rumble Strips) ... 50

Grafik 4.9 Hubungan Kecepatan dan Tingkat Kebisingan pada Mobil Penumpang ( Speed Bump) ... 66

Grafik 4.10 Hubungan Kecepatan dan Tingkat Kebisingan pada Sepeda Motor ( Speed Bump) ... 67

Grafik 4.11 Hubungan Kecepatan dan Tingkat Kebisingan pada Mobil Penumpang ( Rumble Strips)... 67

(14)

ABSTRAK

Jendulan melintang (Road humps )adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk membuat pengemudi kendaraan bermotor mengurangi kecepatan kendaraannya, kelengkapan tambahan antara lain berupa peninggian sebagian badan jalan yang melintang terhadap sumbu jalan dengan lebar, tinggi dan kelandaian tertentu yang dikenal sebagai polisi tidur. Pemasangan road

humps dipemukiman dapat mengurangi kecepatan, namun disisi lain ada juga

ketidaknyamanan bagi masyarakat, seperti polusi udara dan polusi kebisingan. Kebisingan ditimbulkan oleh lalulintas yang melewati road humps tersebut, yang untuk melewatinya harus mengadakan perlambatan dan percepatan dan bisa pula tingkat kebisingan bertambah karena bentuk dan ukuran road humps itu sendiri. Dalam penelitian ini akan dianalisa pengaruh road humps terhadap penurunan kecepatan dan tingkat kebisingan lalu lintas.

Jenis road humps yang diteliti adalah speed bump dan rumble strips. Penelitian dilakukan pada 12 ruas jalan di kota Medan. Enam ruas jalan untuk penelitian speed bump dan enam ruas jalan penelitian rumble strips. Survei kecepatan dan tingkat kebisingan dilakukan pada 4 area/titik pengamatan yaitu area 1 (kecepatan bebas), area 2 (area perlambatan), area 3 (titik tengah road

humps) dan area 4 (area percepatan). Penelitian dilakukan dengan metode survei

lapangan untuk mengukur tingkat kebisingan dan kecepatan setempat kendaraan. Untuk mengukur tingkat kebisingan digunakan alat Sound Level Meter tipe

Multifunction Environment Meter 4 in 1 dan untuk mengukur kecepatan

kendaraan digunakan alat Speed Gun. Perhitungan kecepatan dan tingkat kebisingan dilakukan pada 30 sampel kendaraan roda empat (mobil penumpang) dan 30 sampel kendaraan roda dua.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan kecepatan dan tingkat kebisingan terbesar terjadi pada speed bump, penurunan kecepatan rata- rata sebesar 40 % terdapat pada ruas jalan Universitas. Sedangkan penurunan rata- rata tingkat kebisingan sebesar 12,87% terdapat pada ruas jalan Tengku Amir Hamzah. Pengaruh road humps terhadap kecepatan dan tingkat kebisingan lalulintas dipengaruhi oleh faktor kecepatan, tinggi dan lebar bawah road humps. Model ini menunjukkan bahwa tingkat kebisingan di road humps (Y) adalah fungsi dari kecepatan (X1 ), tinggi (X2 ) dan lebar bawah road humps (X3 ) dengan

membentuk persamaan regresi linier berganda.

Kata Kunci: Jendulan melintang (road humps), speed bump, rumble Strips,

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia, dan saat ini

perkembangan dan pembangunan disegala bidang semakin pesat, antara lain ditandai

dengan perkembangan dibidang pendidikan, ilmu, teknologi dan kebudayaan. Dalam

pesatnya perkembangan kota, tentu akan meningkatkan kepadatan arus lalu lintas.

Seiring semakin padatnya arus lalu lintas tentu terdapat pula dampak negatif.

Pemerintah berupaya memberikan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat

dalam berkendara seperti kondisi jalan yang baik, pemasangan fasilitas pengendali

dan pengaman pemakai jalan seperti road humps (alat pembatas kecepatan) yang

mampu memberi akses nyaman dan aman bagi pengendara. Pembuatan road humps

dimaksudkan sebagai pengendali kecepatan bagi kendaraan yang lewat, demi

keselamatan pengguna jalan. Namun hal tersebut tidak sesuai untuk beberapa kasus

di jalan kota Medan.

Polisi tidur (road humps) atau jendulan melintang merupakan bagian dari

rekayasa lalu lintas yang berfungsi sebagai alat pengendali kecepatan lalu lintas

untuk menurunkan kecepatan pada daerah yang memiliki kondisi geometrik atau tata

guna lahan yang kurang menguntungkan. Polisi tidur berupa peninggian sebagian

badan jalan yang melintang terhadap sumbu jalan dengan lebar, tinggi, dan

kelandaian tertentu. Polisi tidur atau jendulan melintang jalan (road humps) adalah

peninggian melintang permukaan jalan yang digunakan untuk mengendalikan

(16)

tidur dikenal dengan berbagai jenis, diantaranya speed bump, speed hump, dan speed

tables (flat top speed hump).

Road humps sebagai salah satu alat pembatas kecepatan bermanfaat bagi

lingkungan sekitar terutama dalam hal berkurangnya kecepatan, namun disisi lain

ada juga ketidaknyamanan bagi masyarakat, seperti polusi udara dan polusi

kebisingan. Kebisingan ditimbulkan oleh lalu lintas yang melewati road humps

tersebut, yang untuk melewatinya harus mengadakan perlambatan dan percepatan.

Dan bisa pula tingkat kebisingan bertambah karena bentuk dan ukuran road humps

itu sendiri (Affandi, 2005). Namun tingkat kebisingan dapat dikurangi dengan

melakukan pemasangan jarak road humps dan penggunaan dimensi yang sesuai.

Kebisingan dapat didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan. sedangkan

kebisingan lingkungan adalah suara luar yang tidak diinginkan atau berbahaya yang

diciptakan oleh aktivitas manusia yang merusak kualitas hidup individu (Nadaraja

et.al, 2010 dalam Rosli, N. S., 2013). Selama bertahun-tahun, banyak penelitian telah

telah dilakukan mengenai kebisingan dan pengaruhnya terhadap manusia.

Kebisingan juga bisa menyebabkan manusia jengkel, mengurangi kualitas hidup, dan

dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan fisiologis (Ohrstrom et.al, 2006,

Nadaraja et.al, 2010 dalam Rosli, N. S., 2013 ).

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dipandang perlu untuk melakukan

perhitungan tingkat kebisingan yang disebabkan oleh pemasangan road humps di

beberapa ruas jalan guna mengetahui apakah tingkat kebisingan yang terjadi masih

dapat ditolerir atau sudah melampaui ambang batas tingkat kebisingan yang telah

(17)

Hidup Nomor : Kep-48/MENLH/11/1996, sehingga perlu dilakukan suatu kegiatan

yang bertujuan mengurangi tingkat kebisingan tersebut dengan memasang fasilitas

road humps yang sesuai dengan kriteria. Dalam penelitian ini dilakukan pengaruh

penggunaan road humps terhadap kecepatan dan tingkat kebisingan lalu lintas, dan

membuat model tingkat kebisingan berdasarkan spesifikasi teknis road humps pada

masing-masing ruas jalan berdasarkan tinggi dan panjang road humps. Dimana

pengaruh tersebut ditinjau dari hasil nilai kecepatan dan tingkat kebisingan yang

dihasilkan kendaraan saat berlalu lintas pada beberapa ruas jalan yang memiliki

spesifikasi jenis dan dimensi road humps yang berbeda. Dari hasil penelitian yang

diperoleh tentu akan diketahui kecepatan dan tingkat kebisingan road humps pada

lokasi penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

Pada penelitian ini akan dianalisa pengaruh tipe road humps terhadap

penurunan kecepatan dan tingkat kebisingan lalu lintas pada 12 ruas jalan di kota

Medan. Road humps yang akan dianalisa yaitu jenis speed bump dan rumble strips,

dimana yang menjadi objek penelitian adalah mobil penumpang dan sepeda motor.

1.3 Hipotesa

Adanya hubungan kecepatan kendaraan dan tingkat kebisingan lalu lintas.

Setiap perubahan kecepatan kendaraan berpengaruh juga dengan tingkat kebisingan

(18)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui pengaruh

beberapa tipe road humps terhadap penurunan kecepatan dan tingkat kebisingan lalu

lintas.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penulisan Tugas Akhir ini adalah:

a. Dari aspek praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi

masyarakat banyak dan jika dianggap tepat dan layak bisa dijadikan bahan

sumbangan kepada pemerintah kota maupun pihak-pihak yang terkait sebagai

acuan dan solusi dalam penanganan pengurangan kecepatan dan tingkat

kebisingan lalu lintas.

b. Dari aspek akademik, diharapkan dapat menemukan konsep yang cocok guna

memecahkan masalah penelitian serta menjadi media untuk mengaplikasikan

berbagai teori yang telah dipelajari sehingga selain berguna dalam penelitian

juga dapat berguna bagi pengembangan konsep-konsep yang sudah ada dan

merangsang munculnya penelitian lebih lanjut tentang pengaruh penggunaan

road humps terhadap kecepatan dan tingkat kebisingan lalu lintas.

Perencanaan yang dapat dijadikan acuan untuk pengembangan rekayasa

lalulintas dalam beberapa tahun yang akan datang. Salah satu dasar dari perencanaan

polisi tidur adalah dapat meningkatkan keselamatan pengguna jalan serta lingkungan

(19)

1.6 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari penelitian terlalu luas dan terbatasnya waktu, maka

pembatasan masalah dalam penelitian ditentukan pada beberapa hal, yaitu:

a. Jenis road humps yang diteliti adalah speed bump dan rumble strips.

b. Lokasi penelitian dilakukan pada 12 ruas jalan yang ada di kota Medan.

Enam ruas jalan untuk penelitian speed bump yaitu pada Jalan Rumah Sakit

Haji, Jalan Amir Hamzah, Jalan Kapten Muslim, Jalan Abdullah Lubis, Jalan

Universitas dan Jalan Dr. A. Sofian. Enam ruas jalan untuk penelitian rumble

strips yaitu Jalan Dr. Mansyur, Jalan KH. Wahid Hasyim, Jalan Sei Serayu,

Jalan Sei Belutu, Jalan Gajah Mada dan Jalan Danau Singkarak.

c. Subjek penelitian yaitu kendaraan roda empat (mobil penumpang) dan

kendaraan roda dua (sepeda motor) .

d. Pengumpulan data penelitian kecepatan setempat (spot speed) dilakukan

berdasarkan Panduan Survai dan Perhitungan Waktu Perjalanan Lalu Lintas

Tahun 1990 tentang Metode Kecepatan Setempat.

1.7 Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini

terdiri dari 5 (lima) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisi tentang, latar belakang penulisan,rumusan masalah, hipotesa,

(20)

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar teori dalam

pembahasan pengaruh penggunaan road humps terhadap kecepatan dan tingkat

kebisingan lalu lintas.

Bab III : Metode Penelitian

Pada bab ini dijelaskan lebih lanjut mengenai metode penelitian yang dipakai

termasuk pemilihan lokasi penelitian, sampel , teknik pengumpulan data dan teknik

pengolahan data.

Bab IV : Hasil dan Analisa Data

Berisikan pembahasan mengenai data-data yang dikumpulkan dan diolah

dianalisis lebih lanjut sehingga diperoleh kesimpulan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan penelitian yang

telah diperoleh dari pembahasan pada bab sebelumnya sehingga didapatkan pula

(21)

BAB II TINJAUAN

PUSTAKA

2.1 Jendulan Melintang (Road Humps)

Jendulan melintang adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi

untuk membuat pengemudi kendaraan bermotor mengurangi kecepatan

kendaraannya, kelengkapan tambahan antara lain berupa peninggian sebagian badan

jalan yang melintang terhadap sumbu jalan dengan lebar, tinggi dan kelandaian

tertentu yang dikenal sebagai polisi tidur ( Abu Bakar, 1999 dalam Affandi, 2005).

Fasilitas jendulan melintang jalan (road humps) ini merupakan adopsi dari UK

Department for Transport untuk mengatasi permasalahan pelanggaran kecepatan

yang mengakibatkan tingginya tingkat kecelakaan (Direktorat Jenderal Prasarana

Wilayah, 2004). Jendulan melintang jalan (road humps) adalah fasilitas yang

dirancang dalam bentuk gangguan geometrik vertikal untuk memberikan efek

paksaan bagi pengemudi menurunkan kecepatan pada daerah yang memiliki kondisi

geometrik atau tata guna lahan yang kurang menguntungkan, sampai 40 %

(Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah, 2004).

Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 3 Tahun 1994 Tentang

Alat Pengendali Pemakai Jalan disebutkan peraturan tentang alat pengendali atau

pembatas kecepatan (road humps) bahwa alat pengendali atau pembatas kecepatan

(road humps) adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk

membuat pengemudi kendaraan bermotor mengurangi kecepatannya. Alat pengendali

atau pembatas kecepatan (road humps) berupa peninggian sebagian badan jalan yang

(22)

Pemilihan bahan atau material untuk road humps harus memperhatikan keselamatan

pemakai jalan.

Alat pembatas kecepatan ditempatkan pada jalan di lingkungan pemukiman,

jalan lokal yang mempunyai kelas jalan III C dan pada jalan-jalan yang sedang

dilakukan pekerjaan kontruksi. Alat pembatas kecepatan memperhatikan beberapa hal

(Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah, 2004), seperti:

• Pelaksanaan fasilitas ini terbukti sangat efektif menurunkan kecepatan.

• Fasilitas ini tidak menimbulkan kebisingan sehingga dapat dilaksanakan di

daerah pemukiman.

• Fasilitas ini harus dirancang dan dilaksanankan sesuai standar yang

disyaratkan karena bila tidak justru dapat menciptakan potensi kecelakaan

lalu lintas atau kerusakan kendaraan.

• Perlu diberikan rambu dan fasilitas pendukung lain untuk meningkatkan

efektifitas fasilitas.

Bentuk penampang melintang alat pembatas kecepatan menyerupai trapesium

dan bagian yang menonjol di atas badan jalan maksimum 12 cm, dengan kelandaian

sisi miringnya maksimal 15%. Lebar datar pada bagian sisi miringnya. Proporsional

dengan bagian menonjol di atas badan jalan dan minimum 15 cm seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.1 dan 2.2. Material alat pembatas kecepatan dapat dibuat

dengan menggunakan bahan yang sesuai dengan bahan dari badan jalan, karet, atau

bahan lainnya yang mempunyai pengaruh serupa sebagaimana juga harus

(23)

Gambar 2.1 Penampang Melintang Polisi Tidur

Gambar 2.2 Polisi Tidur Tampak Atas

(Sumber : Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 3 Tahun 1994)

Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

Angkutan dan Jalan, disebutkan bahwa tujuan aturan ini adalah:

1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman,

selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk

mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,

memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung

tinggi martabat bangsa.

2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa.

3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas Angkutan dan Jalan, disebutkan bahwa Setiap Jalan yang digunakan untuk

(24)

1. Rambu Lalu Lintas.

2. Marka Jalan.

3. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.

4. Alat Penerangan Jalan.

5. Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan.

6. Alat Pengawasan dan Pengamanan Jalan.

7. Fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan Penyandang Cacat.

8. Fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di

jalan dan di luar badan jalan.

Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

Angkutan dan Jalan sebagaimana dalam Pasal 25 ayat (1), ditegaskan sebagai

berikut:

1. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan

dan/atau gangguan fungsi jalan.

2. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan

pada fungsi perlengkapan jalan.

Dalam hal terjadi pelanggaran lalu lintas yang berakibat kecelakaan lalu lintas

dan menimbulkan kerugian bagi orang lain, Pasal 235 Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan dan Jalan menentukan bentuk

pertanggungjawaban yang harus diberikan sebagai berikut:

1. Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas baik kecelakaan

lalu lintas ringan, sedang maupun berat, Pengemudi, pemilik, dan/atau

(25)

korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak

menggugurkan tuntutan perkara pidana.

2. Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan

Lalu Lintas sedang dan berat, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan

Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya

pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.

2.2 Jenis Road Humps

2.2.1 Speed Bump

Speed bump pada umumnya mempunyai ukuran dengan tinggi 7,5 cm sampai

15 cm dan lebar 30-90 cm seperti yang terlihat pada Gambar 2.3. Pemasangan speed

bump tidak nyaman bagi pengendara namun pada umumnya mampu mengurangi

kecepatan kendaraan menjadi ≤ 8 km/jam (5mph) (Elizer 1993).

Speed bump mampu mengurangi kecepatan kendaraan yang melewatinya

karena ukuran umum dari speed bump yang cenderung menghasilkan beban kejut

yang lebih besar dari beban kejut yang dihasilkan oleh bentuk polisi tidur lainnya.

(26)

2.2.2 Speed Tables

Speed tables dikenal dengan flat-topped speed humps, dan memiliki susunan

material berupa aspal ataupun beton. Speed tables juga dikenal dengan trapezoidal

humps atau speed platforms. Jika ditandai dengan zebra cross, speed tables bisa juga

dinamakan raised crosswalks atauraised crossings (Parkhill et al, 2007).

Speed tables umumnya mempunyai ukuran tinggi dari 76-90 mm (3–3,5 inch)

dengan panjang sekitar 6,7m (22 ft) dan speed tables umumnya terdiri dari 3,1 m (10

ft) bagian datar dan 1,8 m (6 ft) bagian miring di kedua sisi yang bisa berbentuk

lurus, parabolik, atau profil sinusiodal seperti yang terlihat pada Gambar 2.4. Secara

umum hasil dari pemantauan kecepatan rata-rata berkisar antara 40-48 km/jam (25-

30 mph) pada jalan tergantung pada jarak antar speed tables (Parkhill et al, 2007).

Gambar 2.4 Flat Topped Speed Hump

2.2.3 Speed Hump

Speed hump umumnya mempunyai ukuran dengan tinggi 7,5-10 cm dan lebar

3,6 m (Elizer 1993) seperti yang terlihat pada Gambar 2.5. Pemasangan speed hump

dapat mengurangi kecepatan kendaraan yang melewati yaitu antara 24 km/jam (20

mph) sampai 40 km/jam (25 mph) (Elizer 1993). Dalam Neighborhood Traffic safety

Program, Transportation Division, Department of Public Works and Transportation

(27)

hump tidak ditempatkan pada jalan dengan aktivitas perjalanan yang tinggi

(driveway) atau dalam suatu perpotongan jalan dan juga tidak ditempatkan 76,2 m

(250 ft) dari rambu lalu lintas atau 15,1 m (50 ft) dari suatu perpotongan jalan.

Gambar 2.5 Speed Hump

2.2.4 Pita Penggaduh (Rumble Strips)

Pita penggaduh (rumble strips) memiliki bentuk seperti polisi tidur namun

tidak dirancang untuk mengurangi kecepatan lalu lintas akan tetapi dirancang untuk

memberikan efek getaran mekanik maupun suara, dan pada prakteknya fasilitas ini

efektif digunakan pada jalan antar kota, dengan maksud untuk meningkatkan daya

konsentrasi pengemudi sehingga akan meningkatkan daya antisipasi, reaksi, dan

perilaku (Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah, 2004).

Dimensi pita penggaduh (rumble strips) adalah sesuai dengan persyaratan

spesifikasinya yakni lebar berkisar antara 10-20 cm dan tinggi berkisar antara 8-15

mm dengan panjang yang disesuaikan dengan lebar melintang jalan. Contoh pita

penggaduh (rumble strips) dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Pengaturan jarak optimal untuk pemasangan pita penggaduh (rumble strips)

yaitu sebelum tempat penyeberangan pejalan kaki dan untuk menempatkan pita

penggaduh (rumble strips) pada jarak 7 kali batas kecepatan sebelum tempat

(28)

ditempatkan sekitar 96 m sebelum tempat penyeberangan pejalan kaki (Cynecki et al,

1993 dalam Ansusanto et al, 2010).

Fasilitas pengendali ini dilaksanakan untuk jalan dengan fungsi jalan arteri

kolektor dan lokal, tetapi tidak direkomendasikan untuk digunakan pada jalur jalan di

kawasan permukiman (Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah, 2004). Kemampuan

fasilitas ini dalam mengendalikan tingkat kecepatan akan mengalami penurunan

setelah beberapa waktu berselang dan fasilitas ini dapat menimbulkan kebisingan

(noise) sehingga kurang tepat bila dilaksanakan didaerah permukiman.

(29)

2.3 Kecepatan Lalu Lintas

Kecepatan adalah jarak yang ditempuh dalam satuan waktu, atau nilai

perubahan jarak terhadap waktu, yang secara matematis dapat diekpresikan sebagai d

(d)/d(t). kecepatan dari suatu kendaraan dipengaruhi oleh faktor-faktor manusia,

kendaraan dan prasarana, serta dipengaruhi pula oleh arus lalu lintas, kondisi cuaca

dan lingkungan sekitarnya (Soedirdjo, 2002). Kecepatan menentukan jarak yang

dijalani pengemudi kendaraan dalam waktu tertentu. Pemakai jalan dapat menaikkan

kecepatan untuk memperpendek, atau memperpanjang jarak perjalanan. Nilai

perubahan kecepatan adalah mendasar, tidak hanya untuk berangkat dan berhenti

tetapi untuk seluruh arus lalu lintas yang dilalui (Alamsyah, 2008). Kecepatan

Rencana pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar

perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak

dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang

renggang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti (Direktorat Jenderal Bina

Marga, 1997).

Kecepatan sebagai rasio jarak yang dijalani dan waktu perjalanan. Hubungan

(30)

Metode survei waktu tempuh kendaraan dibagi atas 3 metode yaitu

Kecepatan setempat (Spot Speed), kecepatan kendaraan selama bergerak (Running

Speed) dan kecepatan rata-rata kendaraan yang dihitung dari jarak tempuh dibagi

dengan waktu tempuh (Journey Speed).

Metode kecepatan setempat (spot speed) dimaksudkan untuk pengukuran

karakteristik kecepatan pada lokasi tertentu pada lalu lintas dan kondisi lingkungan

yang ada pada saat studi. Ada dua jenis pengukuran kecepatan setempat yaitu

pengukuran tidak langsung (metode dua pengamat) dan pengukuran langsung

(menggunakan speed gun).

Tabel 2.1 Rekomendasi Panjang Jalan untuk Studi Kecepatan Setempat

Perkiraan Kecepatan Rata-Rata

Arus Lalu Lintas (Km/jam) Penggal Jalan (m)

<40 25

40-65 50

>65 75

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1990

Untuk mengukur kecepatan setempat kendaraan dapat menggunakan alat

speed gun. Alat ini merupakan perangkat yang digunakan dalam penegakan hukum

dan penelitian lalu lintas. Perangkat ini bisa dipegang dengan tangan, ditempatkan

diatas mobil patrol lalu lintas, ataupun ditempatkan di atas jalan. Cara kerja speed

gun berdasarkan efek Dopler, dimana alat tersebut memancarkan suatu gelombang

radar yang diarahkan pada suatu objek yang bergerak (mobil) dan dipantulkan

kembali ke alat untuk kemudian oleh perangkat ini diukur kecepatan objek tersebut

(31)

type Bushnell velocity Radar Gun (Gambar 2.7) yang diperoleh dari Dinas

Perhubungan Provinsi Sumatera Utara.

Gambar 2.7 Bushnell velocity Radar Gun

Prosedur tata cara penggunaan alat speed gun:

1. Pasang baterai di Bushnell Velocity Speed Gun dengan terlebih dahulu.

2. Tekan tombol gun “ON” dengan lembut menekan tombol merah yang terletak

didasar layar LCD. Perangkat akan menjalankan pemeriksaan internal yang

cepat kemudian menampilkan “00”dilayar LCD, lalu siap untuk mulai

mengukur kecepatan benda bergerak.

3. Tujukan gun pada target bergerak yang diukur. Setelah ditarget objek bergerak.

Tekan dan tahan “pemicu” switch yang terletak dibagian depan pegangan gun

grip.

4. Tentukan akurasi relative dari pembacaan yang diambil dengan mengkonfirmasi

bahwa posisi surveyor hampir langsung dengan objek target, setelah itu hasil

(32)

2.4 Kebisingan

Kebisingan berasal dari kata bising yang artinya semua bunyi yang

mengalihkan perhatian, mengganggu, atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari,

bising umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan dan juga dapat

menyebabkan polusi lingkungan ( Davis Cornwell, 1998 daalm Susanti 2010).

Kebisingan paling baik dijelaskan sebagai bunyi yang tidak diinginkan dan

pengukurannya menimbulkan kesulitan besar, karena bervariasi diantara perorangan

dan situasi yang berbeda (Hobbs, 1995).

Menurut Doelle (1993), semua bunyi yang mengalihkan perhatian,

mengganggu atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari (kerja, istirahat, hiburan, atau

belajar) dianggap sebagai bising. Sebagai definisi standar, tiap bunyi diinginkan atau

tidak oleh penerima dianggap sebagai bising. Apakah bunyi diinginkan atau tidak

oleh seseorang tidak hanya tergantung pada kekerasan bunyi tetapi juga pada

frekuensi, kesinambungan, waktu terjadinya, isi informasi dan aspek subjektif seperti

asal bunyi dan keadaan pikiran dan temparamen penerima.

Sumber kebisingan yang terjadi disekitar kita dapat berasal dari berbagai

sumber. Menurut Mediastika (2005), sumber kebisingan dapat dibedakan menjadi

sumber yang diam dan sumber yang bergerak. Contoh dari sumber yang diam adalah

industri/pabrik dan mesin-mesin konstruksi. Sedangkan contoh dari sumber yang

bergerak misalnya kendaraan bermotor,kereta api, dan pesawat terbang.

kebisingan yang dihasilkan oleh mesin-mesin di dalam pabrik juga dapat

merambat ke luar bangunan pabrik, sehingga selain dirasakan secara langsung oleh

pekerja pabrik, kebisingan juga dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar

(33)

Kebisingan dari kereta api juga memiliki wujud ganda berupa bunyi dan

getaran akibat adanya gesekan roda kereta api dari bahan keras dengan rel kereta api

yang juga terbuat dari bahan keras. Kebisingan yang muncul datang dari mesin

kereta api, klakson, dan gesekan antara roda dan rel yang seringkali menghasilkan

bunyi berdecit. Kebisingan kereta api dirasakan oleh mereka yang berada dalam

stasiun dan bangunan yang dibangun di sekitar jalur kereta api.

Kebisingan yang terjadi dari pesawat terbang umumnya diderita oleh

bangunan yang berlokasi dekat dengan pelabuhan udara dan beberapa ratus meter

dari pelabuhan udara tersebut (ketika pesawat tinggal landas dan mendarat, serta saat

pesawat terbang pada ketinggian yang rendah).

Kebisingan jalan raya disebabkan oleh pemakaian kendaraan bermotor, baik

yang beroda dua, yang beroda empat, maupun yang beroda lebih dari empat. Dengan

begitu banyaknya sumber kebisingan di atas permukaan jalan, maka jalan rayapun

ditetapkan sebagai sumber kebisingan utama dewasa ini.

Faktor- faktor yang mempengaruhi kebisingan lalu lintas adalah sebagai

berikut (Mediastika, 2005) :

1. Jumlah atau volume kendaraan yang semakin banyak dalam suatu ruas jalan akan

mengakibatkan tingkat kebisingan yang lebih tinggi dan sebaliknya.

2. Semakin tinggi rasio kendaraan berkapasitas besar dibandingkan kendaraan

berkapasitas kecil pada suatu ruas jalan, semakin tinggilah kebisingan yang

dihasilkan, terutama apabila kendaraan berkapasitas besar tersebut digunakan

(34)

3. Semakin tinggi rasio kendaraan roda dua bermesin dua langkah dibandingkan

dengan kendaraan roda dua bermesin empat langkah pada suatu ruas jalan,

semakin tinggilah tingkat kebisingan yang dihasilkan.

4. Semakin cepat laju kendaraan, semakin tinggilah tingkat kebisingan pada

kendaraan tersebut (berbeda dengan efek polusi udara, semakin lambat

kendaraan,semakin tinggilah emisi gas buang yang dihasilkan karena

terakumulasi pada satu titik).

5. Selain ditentukan oleh karakteristik kendaraan, laju kendaraan juga sangat

tergantung pada karakteristik jalan.

6. Kemiringan jalan berpengaruh terhadap tingkat kebisingan yang dihasilkan.

Sebuah titik yang berada di tepi jalan miring (menanjak atau menurun) akan

menerima kebisingan yang lebih besar bila dibandingkan jika jalan dalam

keadaan datar.

7. Sebuah titik di tepi jalan, yang berdekatan dengan pengaturan lalu lintas, seperti

traffic-light, Zebra-cross, atau perputaran, juga akan menerima kebisingan yang

lebih tinggi, karena kendaraan berhenti atau berjalan lambat pada lokasi tersebut.

8. Keadaan disisi jalan yang berpengaruh terhadap kebisingan adalah muka

bangunan yang berhadap-hadapan dan saling membentuk koridor. Keadaan ini

akan memantulkan bunyi yang dihasilkan jalan, dan mengakibatakan kebisingan

menjadi lebih tinggi.

9. Pemanfaatan trotoar untuk area parkir dan perdagangan informal juga dapat

menimbulkan kebisingan yang lebih tinggi pada suatu titik di tepi jalan, karena

kendaraan berjalan lambat dan sangat mungkin terjadi kemacetan pada ruas jalan

(35)

2.4.1 Tingkat Kebisingan

Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan

bel atau decibel (dB). Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor : Kep-48/MENLH/11/1996, baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal

tingkat kebisingan yang diperbolehkan ke lingkungan dari usaha atau kegiatan

sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan

seperti yang terlihat pada Tabel 2.2 :

Tabel 2.2 Baku Tingkat Kebisingan

Peruntukan Kawasan / Lingkungan Kegiatan Tingkat Kebisingan (dB)

a. Peruntukan Kawasan

1. Perumahan dan Pemukiman

2. Perdagangan dan Jasa

3. Perkantoran dan Perdagangan

4. Ruang Terbuka Hijau

5. Industri

6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum

7. Rekreasi

1. Rumah Sakit atau sejenisnya

2. Sekolah atau sejenisnya

3. Tempat Ibadah atau sejenisnya

(36)

Berdasarkan Pedoman Konstruksi dan Bagunan Pd T-10-2004-B tentang

Prediksi Kebisingan Akibat Lalu Lintas, daerah bising adalah suatu jalur dengan

jarak (lebar) tertentu yang terletak di kedua sisi dan sejajar memanjang dengan jalur

jalan, yang didasarkan pada tingkat kebisingan tertentu (Leq), lamanya waktu

paparan (jam/hari) dan peruntukan lahan sisi jalan bagi permukiman/perumahan,

yaitu sebagai berikut :

a. Daerah Aman Bising (DAB)

• Daerah dengan lebar 21 s/d 30 m dari tepi perkerasan jalan

• Tingkat kebisingannya kurang dari 65 dB (A) (Leq)

• Lama waktu paparan (60 dB(A) – 65 dB(A)) maksimum 12 jam per hari

• Lama waktu paparan malam < 3 (jam/hari)

b. Daerah Moderat Bising (DMB)

• Daerah dengan lebar 11 s/d 20 m dari tepi perkerasan

• Tingkat kebisingan antara 65 dB(A) s/d 75 dB(A) (Leq)

• Lama waktu paparan (65 dB (A) – 75 dB (A)) maksimum 10 jam per hari

• Lama waktu paparan malam < 4 (jam/hari)

c. Daerah Resiko Bising (DRB)

• Daerah dengan lebar 0 s/d 10 m dari tepi perkerasan

• Tingkat kebisingan lebih dari 75 dB(A) (Leq)

• Lama waktu paparan (75 dB(A) – 90 dB(A)) maksimum 10 jam per hari

(37)

2.4.2. Pengukuran Tingkat Kebisingan

Pengukuran tingkat kebisingan ditujukan untuk membandingkan hasil

pengukuran yang terukur di lapangan dalam periode waktu tertentu dengan standar

yang telah ditetapkan serta dapat dijadikan sebuah langkah awal atau bahan

pertimbangan untuk pengendalian. Pengukuran tingkat kebisingan pada suatu area

dapat diukur dengan menggunakan Sound Level Meter (SLM). Untuk mengetahui

secara jelas pola kebisingan pada suatu area yang berdekatan dengan objek yang

menghasilkan kebisingan, pengukuran dengan SLM, tidak dapat sekedar dilakukan

sesaat dalam waktu tertentu. Idealnya pengukuran dilakukan selama beberapa saat

dalam suatu periode tertentu. Cara ini penting untuk mendapatkan gambaran pasti

terhadap pola kebisingan sesungguhnya, terutama kebisingan yang muncul secara

fluktuatif, seperti kebisingan jalan raya akibat lalu lalangnya kendaraan bermotor.

Menurut Mediastika (2005), pengukuran dengan sistem angka penunjuk yang

paling banyak digunakan adalah angka penunjuk ekuivalen (equivalent index = Leq ).

Angka penunjuk ekuivalen adalah tingkat kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif)

yang di ukur selama waktu tertentu, yang tertentu, yang besarnya setara dengan

tingkat kebisingan tunak (steady) yang diukur pada selang waktu yang sama. Apabila

rentang waktu pengukuran diperpendek, maka angka penunjuk ekuivalen yang

diperoleh lebih tinggi daripada pengukuran dalam rentang waktu yang lebih panjang.

Meskipun menunjukkan hasil yang berbeda, sesungguhnya total energi sumber bunyi

tersebut sama.

Tingkat Bising Equivalen (Leq ) adalah suatu angka tingkat kebisingan

(38)

equivalen dengan energi yang berubah-ubah dalam selang waktu tertentu, secara

matematis adalah sebagai berikut :

Leq = 10 log (1/100 Σ fi . 10 Li/10)

Dimana :

Leq = Tingkat bising sinambung equivalen dalam dB (A)

Li = Tingkat tekanan suara ke 1

fi = Fraksi Waktu

Untuk menentukan apakah suatu kebisingan yang muncul di jalan raya telah

memasuki tahap polusi kebisingan, maka kebisingan yang muncul dapat diukur

dengan penunjuk atau indeks polusi kebisingan (LNP ). Persamaan untuk menentukan

LNP dikembangkan oleh Robinson (dalam Hobbs, 1995), dimana:

LNP = Leq + 2,56 σ

Dimana :

Leq = Tingkat bising sinambung equivalen

σ = Standar deviasi

Khusus untuk kebisingan yang muncul dari jalan, tingkat kebisingannya

dapat ditentukan melalui indeks kebisingan lalu lintas. Indeks kebisingan lalu lintas

adalah angka yang menunjukkan hubungan antara perbedaan tingkat kebisingan

maksimum dan minimum dengan gangguan yang ditimbulkan oleh kebisingan lalu

lintas

TNI = 4 (L10 - L90) + L90 – 30

Dimana :

TNI = Indeks kebisingan lalu lintas

(39)

Pengukuran kebisingan umumnya dilakukan dengan memakai alat Sound

Level Meter atau dapat dihitung dengan menggunakan model yang telah

dikembangkan.

Sound Level Meter adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat

kebisingan, yang terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit "affenuator" dan beberapa

alat lainnya. Alat ini mengukur kebisingan antara 30 - 130 dB dan dari frekwensi 20

- 20.000 Hz. SLM dibuat berdasarkan standar ANSI ( American National Standard

Institute ) tahun 1977 dan dilengkapi dengan alat pengukur 3 macam frekwensi yaitu

A, B dan C yang menentukan secara kasar frekwensi bising tersebut :

1. Jaringan frekwensi A mendekati frekwensi karakteristik respon telinga untuk

suara rendah yang kira-kira dibawah 55 dB.

2. Jaringan frekwensi B dimaksudkan mendekati reaksi telinga untuk batas antara

55 - 85 dB.

3. Jaringan frekwensi C berhubungan dengan reaksi telinga untuk batas > 85 dB.

1. Sound level meter yang dipakai dalam penelitian ini adalah type

Multifunction Environment Meter 4 in 1 CEM DT-8820 (Gambar 2.8) yang

diperoleh dari Laboratorium Ergonomi dan Laboratorium Core Departemen

Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

(40)

Prosedur tata cara penggunaan alat Sound Level Meter type Multifunction

Environment Meter 4 in 1 CEM DT-8820 :

1. Tekan tombol “ON” pada alat sound level meter sesuaikan pada tombol kanan

A( kanan atas).

2. Pastikan tombol pengaturan decibel (dB) antara 50-100 pastikan tombol kanan

bawah pada posisi (fast).

3. Posisikan alat ukur setinggi telinga manusia yang ada ditempat kerja. Hindari

terjadinya refleksi bunyi dari tubuh atau penghalang sumber bunyi.

4. Arahkan microfon alat ukur dengan sumber bunyi dengan kemiringan 70º - 80º

dari sumber bunyi.

5. Baca display pada alat sound level meter, catat hasil pembacaan pada form

kebisingan/ data lapangan.

2.5 Kajian Penelitian Terdahulu

Tinjauan terhadap penelitian sejenis terdahulu adalah pembanding ataupun

referensi untuk menambah wawasan atau masukan dalam pengkajian penulisan ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Purba, B., (2013) dengan skripsinya yang

berjudul “ Kajian Efektifitas Polisi Tidur (Road Hump) dalam Mereduksi Kecepatan

Lalu Lintas (Studi Kasus : Jalan Bhayangkara dan Jalan Karya Medan) .” Tujuan

penelitian ini adalah untuk menganalisis efektifitas polisi tidur (road humps) dalam

mereduksi kecepatan lalu lintas pada kondisi nyata di lapangan ditinjau dari hasil

kecepatan rata-rata yang dihasilkan kendaraan saat berlalu lintas pada ruas jalan

terdapat polisi tidur atau yang tidak terdapat polisi tidur. Dari penelitian ini dapat

(41)

1. Pemasangan fasilitas polisi tidur (road humps) pada jalan Karya adalah lebih

efektif karena dapat menghasilkan kecepatan rata-rata kendaraan ≤ 8 km/jam.

Sedangkan pada jalan Bhayangkara kurang efektif karena kecepatan rata-rata

kendaraan masih lebih dari 8 km/jam. Hal tersebut terjadi karena masih banyak

pengendara yang nekat menerobos, bahkan dengan kecepatan yang cukup tinggi

(lebih dari 25 km/jam).

2. Pemasangan fasilitas polisi tidur (road humps) pada jalan Bhayangkara dianggap

kurang efektif mengurangi kecepatan, banyak kendaraan yang lewat tidak

mengurangi kecepatan secara signifikan sehingga dihasilkan kecepatan rata-rata

kendaraan lebih dari 8 km/jam.

Penelitian yang dilakukan oleh Siregar, D. L. (2014) dengan skripsinya yang

berjudul “ Jarak Optimal Jendulan Melintang Berseri dalam Mereduksi Kecepatan

Lalu Lintas (Studi Kasus : 8 Ruas Jalan di Kota Medan).” Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetetahui jarak optimal jendulan melintang berseri dalam

mereduksi kecepatan lalu lintas pada kondisi nyata dilapangan. Pada penelitian ini

jenis road humps yang diteliti adalah speed bump dan subjek penelitian adalah mobil

penumpang dengan mengambil 30 sampel kendaraan pada setiap ruas jalan.

Pengumpulan data kecepatan menggunakan metode kecepatan setempat dengan

memakai alat speed gun. dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Jarak optimal antar spasi jendulan melintang (speed bump) berseri delapan ruas

jalan di kota medan berada pada 33,77m-61,33m, dimana batas kecepatan kendaraan

(42)

2. Sesuai dengan fungsi jendulan melintang yaitu sebagai alat pengendali kecepatan

lalu lintas untuk menurunkan kecepatan pada daerah yang memiliki kondisi

geometric atau tata guna lahan yang menguntungkan sampai 40%, jendulan

melintang pada penelitian ini tidak efektif dalam menurunkan kecepatan kendaraan.

Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh, diamana rata-rata penurunan kecepatan

kendaraan terbesar adalah 28% < 40% (untuk jalan M. Nawi Harahap, Karya

Bakti,dan Cik Di Tiro).

3. Terdapat perbedaan antara kecepatan normal dengan kecepatan ketika melewati

jendulan melintang (road humps) berseri, kecepatan kendaraan akan berkurang pada

saat mulai mendekati jendulan melintang (road humps).

Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu, dimana perhitungan kecepatan

dan tingkat kebisingan lalulintas berdasarkan jenis road humps yaitu, jenis speed

bump dan rumble strips. Perhitungan kecepatan pada penelitian ini juga

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada 12 ruas jalan yang ada dikota Medan. Enam

ruas jalan untuk penelitian speed bump yaitu pada Jalan Rumah Sakit Haji, Jalan

Amir Hamzah, Jalan Kapten Muslim, Jalan Abdullah Lubis, Jalan Universitas dan

Jalan Dr. A. Sofian. Enam ruas jalan untuk penelitian Rumble strips yaitu Jalan Dr.

Mansyur, Jalan KH. Wahid Hasyim, Jalan Sei Serayu, Jalan Sei Belutu, Jalan Gajah

Mada dan Jalan Danau Singkarak. Sketsa lokasi penelitian sesuai 12 gambar dibawah

ini.

(44)

Gambar 3.3 Peta Lokasi Penelitian Jl. Kapten Muslim

2. Jalan Tengku Amir Hamzah

Gambar 3.2 Peta Lokasi Penelitian Jl. Tengku Amir Hamzah

(45)

4. Jalan Abdullah Lubis

Gambar 3.4 Peta Lokasi Penelitian Jl. Abdullah Lubis

(46)

6. Jalan Dr. A. Sofian

Gambar 3.6 Peta Lokasi Penelitian Jl. Dr.A. Sofian

7. Jalan Dr. Mansur

(47)

8. Jalan K.H. Wahid Hasyim

Gambar 3.8 Peta Lokasi Penelitian Jl. K.H. Wahid Hasyim

9. Jalan Sei Serayu

(48)

10. Jalan Sei Belutu

Gambar 3.10 Peta Lokasi Penelitian Jl. Sei Belutu

11. Jalan Gajah Mada

(49)

12. Jalan Danau Singkarak

Gambar 3.12 Peta Lokasi Penelitian Jl. Danau Singkarak

3.2 Sampel

Pengambilan sampel bertujuan untuk memperoleh keterangan mengenai

populasi dengan mengamati hanya sebagian saja dari populasi tersebut. Hamparan

(distribusi) normal rata-rata umumnya cukup jika n ≥ 30 (Walpole,1995 dalam

Arianto, 2005). Sampel yang diambil pada penelitian ini sebanyak 30 buah sampel

untuk jenis kendaraan roda empat (mobil penumpang) dan dan 30 buah sampel

(50)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam Penelitian ini terdapat dua jenis data yaitu data primer dan data

sekunder.

3.3.1 Data Primer

Data primer merupakan data utama yang diperlukan dalam penelitian. Data

primer dilakukan dengan melakukan pengujian langsung dilapangan. Data primer

diperoleh melalui survey pendahuluan dan survei utama.

a. Survey Pendahuluan

Survey Pendahuluan dilakukan untuk mengetahui lokasi, Jenis, panjang,

dimensi (lebar dan tinggi) serta bahan pembuat road humps. Dalam survei

pendahuluan dilakukan juga penetapan titik dan jarak area pengukuran yaitu area

1 sampai dengan 4. Adapun hasil pengamatan tersebut ditetapkan titik pengukuran

area 1 (kecepatan bebas) adalah 25 meter sebelum titik paling luar road humps,

area 2 (area perlambatan) adalah 10 meter sebelum road humps, untuk panjang

area 3 (saat kendaraan melintas diatas road humps) adalah titik tengah road

humps, dan untuk area 4 (area percepatan) adalah 10 meter setelah road humps.

Untuk lebih jelas mengenai titik dan jarak pengukuran dapat dilihat pada Gambar

3.13 dan 3.14.

(51)

Gambar 3.14 Titik dan Jarak Area Pengamatan pada rumble strips

b. Survey Utama

Pada survei utama dilakukan survei kecepatan setempat dan survei

kebisingan. Periode pengamatan survei di lapangan dilakukan selama 6 hari

yaitu pada hari Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu, dan Selasa yakni

pada tanggal 18 Agustus 2015, 19 Agustus 2015, 20 Agustus 2015, 21 Agustus

2015, 22 Agustus 2015, 23 Agustus 2015, dan 25 Agustus 2015 yaitu dari

pukul 09.50 sampai dengan selesai dan dilakukan diluar peak hour. Hal ini

dimaksudkan untuk menghindari antrian pada ruas jalan yang diamati, karena

berpengaruh terhadap data kecepatan yang akan diperoleh. Sampel yang

diambil sebanyak 30 sampel mobil penumpang dan 30 sampel sepeda motor.

Penelitian dilakukan pada sampel yang telah ditetapkan jumlahnya

sebelumnya, sehingga lamanya waktu pelaksanaan pengamatan di lokasi tidak

berpengaruh terhadap hasil penelitian ini. Adapun survei hasil pengamatan dan

perhitungan langsung dilapangan dilakukan sebagai berikut :

1. Kecepatan Setempat (spot speed)

Survei kecepatan setempat dilakukan pada 4 titik pengamatan yaitu titik

(52)

waktu yang dibutuhkan oleh setiap jenis kendaraan roda empat, roda dua dalam

melewati 4 area yang telah ditentukan. Pada saat survei kecepatan setempat

dibutuhkan 2 orang surveyor, surveyor pertama bertugas menembakkan speed gun

kearah belakang kendaraan. Sedangkan surveyor kedua bertugas memegang

formulir dan mencatat data. Pada saat kendaraan mendekati area 1 surveyor

pertama menghidupkan speed gun dengan menekan tombol “ON” yang terletak

didasar layar LCD. Setelah perangkat menampilkan “00” dilayar LCD, lalu

surveyor pertama siap mengukur kecepatan kendaraan dengan cara menunjukkan

gun pada target di area 1, setelah tampilan angka dilayar LCD muncul surveyor

kedua langsung mencatat data dilembar formulir. Kemudian surveyor pertama dan

surveyor kedua mengikuti kendaraan dengan menembakkan gun dan mencatat data

pada saat kendaraan melewati area 2, 3 dan 4. Pengukuran kecepatan setempat

dengan 2 orang surveyor begitu seterusnya dilakukan pada setiap lokasi.

2. Tingkat Kebisingan Lalulintas

Pengukuran tingkat kebisingan lalulintas dilakukan oleh 4 surveyor. Posisi

surveyor 1 adalah 25 m sebelum road humps bertugas mengukur kebisingan dan

mencatat data pada saat kendaraan melewati area 1 dengan cara mengarahkan SLM

kearah kendaraan. Posisi surveyor 2 adalah 10 meter sebelum road humps bertugas

mengukur dan mencatat data pada saat kendaraan yang sama melewati area 2.

Sedangkan posisi surveyor 3 adalah titik tengah road humps bertugas mengukur

kebisingan dan mencatat data pada saat kendaraan yang sama melewati area 3 dan

surveyor 4 adalah 10 meter setelah melewati road humps bertugas mengukur

kebisingan dan mencatat data kendaraan pada saat melewati area 4. Posisi 4

(53)

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersumber dari instansi – insatansi yang

berkaitan dengan penelitian yaitu Dinas Perhubungan kota Medan :

1. Data lokasi penempatan road humps yang ada di kota Medan.

2. Peta jaringan jalan kota Medan.

3.4 Teknik Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengukuran kecepatan setempat dan tingkat kebisingan

pada 4 area pengamatan, diperoleh data kecepatan dan tingkat kebisingan pada 6

lokasi speed bump dan 6 lokasi rumble strips. Data-data tersebut kemudian

ditabelkan dengan menggunakan Software Microsoft Excel dan kemudian di analisa

dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Scientist) .

Adapun analisa data dan tahapan yang digunakan dalam pengolahan data adalah

sebagai berikut:

1. Analisa Perbandingan Jenis Road Humps

Dari hasil survei pengukuran kecepatan setempat dan tingkat kebisingan lalu

lintas di lapangan pada 4 area pengamatan, dibuat tabel-tabel secara rinci untuk

setiap 6 lokasi speed bump dan 6 lokasi rumble strips. Kemudian dari semua tabel

dibuat tabel rekapitulasi untuk membandingkan perubahan penurunan kecepatan

setempat dan tingkat kebisingan pada 4 area pengamatan pada mobil penumpang dan

sepeda motor dengan menggunakan Software Microsoft Excel. Dari hasil persentase

perubahan pada 4 area pengamatan tersebut dianalisa apakah speed bump dan rumble

(54)

2. Analisa Pengaruh Road Humps Terhadap Kecepatan Dan Tingkat Kebisingan

Lalulintas.

Untuk mencari pengaruh road humps terhadap kecepatan dan tingkat kebisingan

lalulintas digunakan metode analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linear

berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen

(X1, X2,… Xn) dengan variabel dependen (Y). analisis ini untuk mengetahui arah

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, apakah masing-

masing variabel independen berhubungan positif atau negative dan untuk

memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen

mengalami kenaikan atau penurunan.

Dalam analisis tingkat kebisingan di road humps (Y), variabel bebas yang

digunakan adalah kecepatan setempat pada area 3 (X1 ), tinggi (X2 ), lebar bagian

bawah road humps (X3 ). Untuk memudahkan pengerjaan ini penulis menggunakan

program perangkat lunak SPSS Versi 16.

Secara umum model matematis persamaan regresi yang dimaksud adalah

sebagai berikut:

(55)

2 2 2

Langkah-langkah untuk melakukan analisis regresi linear berganda menggunakan

program SPSS adalah sebagai berikut:

1. Masuk program SPSS

2. Klik variabel view pada SPSS data editor

3. Pada kolom Decimals angka ganti menjadi 2 untuk variabel x dan y

4. Buka data view pada SPSS data editor

5. Klik Analyze – Regression-Linear

6. Klik variabel X dan masukkan ke kotak Dependent List, kemudian klik

variabel Y dan masukkan ke Independent List.

7. Klik tombol statistics sehingga muncul kotak dialog Linear Regression

Statistics. Tandai pilihan Estimate, Model Fit, dan Descriptives. Selanjutnya,

klik continue.

8. Klik Options, pada Stepping Method Criteria, pilih Use Probability of F

dengan tingkat signifikan 0,05, kemudian klik continue

9. Klik Ok. Hasilnya, pada jendela ouput akan muncul tampilan gambar.

Untuk mengetahui berapa besar hubungan linear antara variabel bebas dan

variabel terikatny maka dicari koefisien determinasi (R2) .

Secara manual, r dapat dicari melalui perumusan berikut :



Sumber: Roger C. Pfaffenberger dan James H. Patterson 1977

(56)

Koefisien determinasi (r2) merupakan nilai yang dipergunakan untuk

mengukur besar kecilnya sumbangan/kontribusi perubahan variabel bebas terhadap

perubahan variabel terikat yang sedang kita amati, yang secara manual dapat

ditentukan cukup dengan mengkuadratkan nilai r yang sudah kita dapatkan dari

formulasi diatas.

Dari variabel-variabel yang telah diolah dengan program SPSS melalui

regresi linear maka didapatkan beberapa model yang menghubungkan antara tingkat

kebisingan dengan beberapa faktor lalu lintas sebagai variabel bebas. Setiap model

tersebut mempunyai nilai R Square atau Koefisien Determinasi (R2) dapat dilihat

pada tabel Model Summary (hasil output olah data).

Adapun metode penelitian ini dilaksanakan dengan mengikuti bagan alir

(57)

MULAI

Speed Bump dan Rumble Strips

฀ Survei Utama: Kecepatan Setempat kendaraan dan kebisingan lalu lintas

Data Sekunder:

฀ Geometrik Jalan kota medan

฀ Data lainnya yang berhubungan dengan penelitian

Pengolahan Data:

฀ Pengelompokan data kecepatan setempat dan kebisingan menurut jenis

speed bump dan rumble strips menggunakan MS excel

฀ Melakukan analisis antara hubungan penurunan kecepatan dan kebisingan lalu lintas berdasarkan jenis speed bump dan rumble strips menggunakan MS excel

Analisa Data:

฀ Pengaruh road humps terhadap kecepatan dan kebisingan lalu lintas dengan metode regresi linear menggunakan program SPSS

Kesimpulan dan Saran

SELESAI

(58)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA DATA

Data kecepatan setempat dan tingkat kebisingan untuk setiap lokasi speed

bump dan rumble strips, diperoleh dari 30 sampel kendaraan yakni mobil penumpang

dan sepeda motor.

4.1 Speed Bump

Karakteristik speed bump meliputi panjang, dimensi (lebar dan tinggi) serta

bahan pembuatnya pada keenam lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Speed Bump

Adapun data kecepatan setempat mobil penumpang pada keenam ruas jalan

(59)

Tabel 4.2 Data Kecepatan Setempat Mobil Penumpang (Speed Bump)

No. Lokasi Kecepatan Setempat (Km/jam)

Area 1 Area 2 Area 3 Area 4

Grafik 4.1 Kecepatan Setempat Mobil Penumpang (Speed Bump)

Sedangkan data kecepatan setempat sepeda motor pada keenam ruas jalan

yang memiliki speed bump dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Kecepatan Setempat Sepeda Motor (Speed Bump)

Gambar

Gambar 2.7  Bushnell velocity Radar Gun
Tabel 2.2 Baku Tingkat Kebisingan
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian Jl. Rumah Sakit Haji
Gambar 3.3 Peta Lokasi Penelitian Jl. Kapten Muslim
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, jarak kelas VIA dari jalan raya adalah ± 9,5 m dengan nilai rata-rata tingkat kebisingan lalu lintas sebesar 81,64 dB(A)

Menentukan korelasi antara persentase kendaraan berat, arus, dan kecepatan kendaraan terhadap tingkat kebisingan yang ditimbulkan di

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berdasarkan 5 lokasi jalan di Surakarta meliputi peningkatan kebisingan (dBA), penurunan kecepatan (km/jam) dan dimensi tinggi speed bump

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan kendaraan ringan berpengaruh (p &lt; 0.05) terhadap tingkat kebisingan, dengan persamaan regresi Y = 101,130 - 0,689X yang artinya

Kecepatan ruang rata-rata pada arus bebas (free flow speed) pada model Greenshield dan model Underwood memberikan hasil yang hampir sama pada kondisi penggal jalan yang

Faktor-faktor yang menentukan tingkat kerawanan kecelakaan di sebagian ruas jalan Kota Denpasar yaitu faktor kecepatan rata-rata, faktor tingkat pelayanan jalan (V/C ratio), faktor

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model matematis tingkat kebisingan akibat lalu lintas pada jalan tol dengan memperhitungkan variabel volume lalu lintas, komposisi

Beberapa alternatif coba dilakukan melalui simulasi, di antaranya adalah dengan memberikan vegatasi, atau mengupayakan supaya perlu diadakan kasih tanda – tanda rambu kebisingan agar