• Tidak ada hasil yang ditemukan

The effect of virgin coconut oil (VCO) on the profile of immunohistochemical antioxidant superoxide dismutase (SOD) in the kidney of diabetes mellitus rat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The effect of virgin coconut oil (VCO) on the profile of immunohistochemical antioxidant superoxide dismutase (SOD) in the kidney of diabetes mellitus rat."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK PEMBERIAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

TERHADAP PROFIL IMUNOHISTOKIMIA

ANTIOKSIDAN SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) PADA

JARINGAN GINJAL TIKUS DIABETES MELLITUS

NOVITA SARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

NOVITA SARI. The effect of virgin coconut oil (VCO) on the profile of immunohistochemical antioxidant superoxide dismutase (SOD) in the kidney of diabetes mellitus rat. Under the supervision of DRH. TUTIK WRESDIYATI,

Ph.D

The aim of this research is to evaluate the effect of virgin coconut oil (VCO) on the profile of copper zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) in the kidney tissue of rats. A total of 25 male white rats (Rattus novergicus), Sprague Dawley were used for this study. They were divided into 5 groups ; (1) negative control group (K-), (2) positive control/diabetic rats group which was orally treated with aquadest (K+), (3) diabetic rats treated with VCO A (VA), (4) diabetic rats treated with VCO B (VB), (5) diabetic rats treated with coconut oil (MG). Diabetic condition was achieved by alloxan injection (IP, 110 mg/kgBW). The dose of aquadest, VCO, and coconut oil was 5ml/rat/day. The treatment were done for 28 days. The kidney were obtained at the end of treatment and then processed using paraffin embedding standard methods. The tissue were then stained with Hematoxillin-Eosin and immunohistochemical technique for Cu,Zn-SOD. The kidney tissues of diabetic rats group treated with VCO showed better morphological feature and higher content of Cu,Zn-SOD compared to that of diabetic rats group treated with aquades only or coconut oil. The treatment of VCO A gave better effect on the profile of antioxidant Cu,Zn-SOD compared to VCO B.

(3)

RINGKASAN

NOVITA SARI. Efek Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Profil Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) Pada Jaringan Ginjal Tikus Diabetes Mellitus. Dibimbing oleh drh. TUTIK WRESDIYATI, Ph.D.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian virgin coconut oil (VCO) terhadap profil antioksidan copper zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) pada jaringan ginjal tikus yang menderita diabetes mellitus. Sebanyak 25

ekor tikus putih jantan (Rattus norvergicus) galur Sprague Dawley telah digunakan dalam penelitian ini. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan; (1)

kontrol negatif (K-), (2) kontrol positif/tikus diabetes yang dicekok aquadest (K+),

(3) tikus diabetes yang dicekok VCO A (VA), (4) tikus diabetes yang dicekok

VCO B (VB), (5) tikus diabetes yang dicekok minyak goreng (MG). Kondisi

diabetes didapat dengan cara injeksi aloksan (IP) dengan dosis 110 mg/kgBB.

Dosis aquadest, VCO, dan minyak goreng yang diberikan 5ml/ekor/hari.

Perlakuan dilakukan selama 28 hari. Jaringan ginjal disampling di akhir perlakuan lalu diproses dengan metode standar embedding parafin. Potongan jaringan diwarnai dengan Hematoxillin-Eosin (HE) dan immunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD. Jaringan ginjal tikus pada kelompok diabetes mellitus yang diberi

VCO menunjukan gambaran morfologi yang lebih baik dan kandungan

Cu,Zn-SOD yang lebih tinggi dibandingkan pada kelompok tikus diabetes mellitus yang

hanya diberi aquades atau minyak goreng. Pemberian VCO A menunjukkan efek

pada profil antioksidan Cu,Zn-SOD yang lebih baik dibandingkan VCO B.

(4)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

(5)

EFEK PEMBERIAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

TERHADAP PROFIL IMUNOHISTOKIMIA

ANTIOKSIDAN SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) PADA

JARINGAN GINJAL TIKUS DIABETES MELLITUS

NOVITA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Efek Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Profil Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) Pada Jaringan Ginjal Tikus Diabetes Mellitus

Nama Mahasiswa : NOVITA SARI

Nomor Pokok : B04104191

Telah diperiksa dan disetujui :

Pembimbing Pertama

drh. Tutik Wresdiyati, Ph. D NIP. 131878930

Mengetahui, Wakil Dekan

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 131669942

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 03 November 1985

dari ayah Drs.M Nizam Syamsi dan ibu Iriana M Rifaie. Penulis merupakan putri

kelima dari lima bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bandar Lampung dan pada

tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Kedokteran Hewan, Fakultas

Kedokteran Hewan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi Anggota Divisi

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya serta kekuatan yang telah diberikan pada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada :

1. drh Tutik Wrediyati, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing,

mengarahkan, dan memberi saran pada penulis hingga terselesaikannya

proposal penelitian ini.

2. Dr. drh. Muhammad Agil, Msc, Agr selaku dosen Pembimbing Akademik

atas bimbingan dan nasehatnya selama ini.

3. Bapak Dadang Supriatna atas kerjasama, bantuan dan masukannya selama

penelitian ini.

4. Ibu Nisa, Yusphi, dan Sussi serta seluruh staf dan pegawai Bagian

Histologi FKH-IPB yang telah banyak membantu selama penelitian ini.

5. Yang tercinta dan penulis sayangi Ayahanda, Ibunda, Kakak-kakak

penulis atas doa, perhatian, kasih sayang, semangat dan dorongannya.

6. QQ terima kasih atas doa, cinta, semangat, perhatian dan kasih sayangnya

7. Amilia dan Serina sebagai rekan sepenelitian atas perjuangan,

kebersamaan dan kerjasamanya selama ini.

8. Teman-teman Asteroidea’41 atas kebersamaannya selama 4 tahun

9. Kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan yang telah turut

membantu penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, begitu

juga dengan tulisan yang penulis tulis ini. Semoga apa yang ada dalam tulisan ini

dapat bermanfaat bagi kita semua

Bogor, November 2008

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .………... viii

DAFTAR TABEL .………... x

DAFTAR GAMBAR ………... xi

DAFTAR LAMPIRAN ………... xii

PENDAHULUAN ………... 1

Latar Belakang ………... 1

Tujuan Penelitian ………... 2

TINJAUAN PUSTAKA ………... 3

A. Organ Ginjal ………... 3

B. Diabetes Mellitus (DM) ………... 3

C. Virgin Coconut Oil (VCO) ………... 4

D. Aloksan ………... 5

E. Radikal Bebas ………... 6

F. Superoksida Dismutase (SOD) .………... 7

BAHAN dan METODE ………... 9

A. Waktu dan Tempat ...………... 9

B. Bahan dan Alat ...………... 9

C. Metode Penelitian ..………... 9

Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus ………... 10

Pengambilan Sampel (Sampling) dan Fiksasi …... 10

Dehidrasi …...………... 11

(10)

Infiltrasi Parafin ………... 11

Penanaman Jaringan (Embedding) ………... 11

Pembuatan Blok Jaringan ………... 12

Penyayatan (Sectioning) ………... 12

Pewarnaan ……… 13

Penutupan (Mounting) ……… 14

Pemotretan (Microphotography) ……… 14

Pengamatan dan Analisa Data ……… 15

HASIL ………... .. ... 16

Morfologi Ginjal .. ... ... ... ... ... .... .... ... ... .. .. .... ... ... ... .. 16

Profil Cu,Zn-SOD .. ... ... ... ... ... .... .... ... ... .. .. .... ... ... ... .. 17

PEMBAHASAN ...………... ... .. .. 23

KESIMPULAN DAN SARAN ………... 27

Kesimpulan .………... ... .. .. 27

Saran ..………... ... .. .. 27

DAFTAR PUSTAKA ……… 28

(11)

EFEK PEMBERIAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

TERHADAP PROFIL IMUNOHISTOKIMIA

ANTIOKSIDAN SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) PADA

JARINGAN GINJAL TIKUS DIABETES MELLITUS

NOVITA SARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRACT

NOVITA SARI. The effect of virgin coconut oil (VCO) on the profile of immunohistochemical antioxidant superoxide dismutase (SOD) in the kidney of diabetes mellitus rat. Under the supervision of DRH. TUTIK WRESDIYATI,

Ph.D

The aim of this research is to evaluate the effect of virgin coconut oil (VCO) on the profile of copper zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) in the kidney tissue of rats. A total of 25 male white rats (Rattus novergicus), Sprague Dawley were used for this study. They were divided into 5 groups ; (1) negative control group (K-), (2) positive control/diabetic rats group which was orally treated with aquadest (K+), (3) diabetic rats treated with VCO A (VA), (4) diabetic rats treated with VCO B (VB), (5) diabetic rats treated with coconut oil (MG). Diabetic condition was achieved by alloxan injection (IP, 110 mg/kgBW). The dose of aquadest, VCO, and coconut oil was 5ml/rat/day. The treatment were done for 28 days. The kidney were obtained at the end of treatment and then processed using paraffin embedding standard methods. The tissue were then stained with Hematoxillin-Eosin and immunohistochemical technique for Cu,Zn-SOD. The kidney tissues of diabetic rats group treated with VCO showed better morphological feature and higher content of Cu,Zn-SOD compared to that of diabetic rats group treated with aquades only or coconut oil. The treatment of VCO A gave better effect on the profile of antioxidant Cu,Zn-SOD compared to VCO B.

(13)

RINGKASAN

NOVITA SARI. Efek Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Profil Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) Pada Jaringan Ginjal Tikus Diabetes Mellitus. Dibimbing oleh drh. TUTIK WRESDIYATI, Ph.D.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian virgin coconut oil (VCO) terhadap profil antioksidan copper zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) pada jaringan ginjal tikus yang menderita diabetes mellitus. Sebanyak 25

ekor tikus putih jantan (Rattus norvergicus) galur Sprague Dawley telah digunakan dalam penelitian ini. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan; (1)

kontrol negatif (K-), (2) kontrol positif/tikus diabetes yang dicekok aquadest (K+),

(3) tikus diabetes yang dicekok VCO A (VA), (4) tikus diabetes yang dicekok

VCO B (VB), (5) tikus diabetes yang dicekok minyak goreng (MG). Kondisi

diabetes didapat dengan cara injeksi aloksan (IP) dengan dosis 110 mg/kgBB.

Dosis aquadest, VCO, dan minyak goreng yang diberikan 5ml/ekor/hari.

Perlakuan dilakukan selama 28 hari. Jaringan ginjal disampling di akhir perlakuan lalu diproses dengan metode standar embedding parafin. Potongan jaringan diwarnai dengan Hematoxillin-Eosin (HE) dan immunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD. Jaringan ginjal tikus pada kelompok diabetes mellitus yang diberi

VCO menunjukan gambaran morfologi yang lebih baik dan kandungan

Cu,Zn-SOD yang lebih tinggi dibandingkan pada kelompok tikus diabetes mellitus yang

hanya diberi aquades atau minyak goreng. Pemberian VCO A menunjukkan efek

pada profil antioksidan Cu,Zn-SOD yang lebih baik dibandingkan VCO B.

(14)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

(15)

EFEK PEMBERIAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

TERHADAP PROFIL IMUNOHISTOKIMIA

ANTIOKSIDAN SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) PADA

JARINGAN GINJAL TIKUS DIABETES MELLITUS

NOVITA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Efek Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Profil Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) Pada Jaringan Ginjal Tikus Diabetes Mellitus

Nama Mahasiswa : NOVITA SARI

Nomor Pokok : B04104191

Telah diperiksa dan disetujui :

Pembimbing Pertama

drh. Tutik Wresdiyati, Ph. D NIP. 131878930

Mengetahui, Wakil Dekan

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 131669942

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 03 November 1985

dari ayah Drs.M Nizam Syamsi dan ibu Iriana M Rifaie. Penulis merupakan putri

kelima dari lima bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bandar Lampung dan pada

tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Kedokteran Hewan, Fakultas

Kedokteran Hewan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi Anggota Divisi

(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya serta kekuatan yang telah diberikan pada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada :

1. drh Tutik Wrediyati, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing,

mengarahkan, dan memberi saran pada penulis hingga terselesaikannya

proposal penelitian ini.

2. Dr. drh. Muhammad Agil, Msc, Agr selaku dosen Pembimbing Akademik

atas bimbingan dan nasehatnya selama ini.

3. Bapak Dadang Supriatna atas kerjasama, bantuan dan masukannya selama

penelitian ini.

4. Ibu Nisa, Yusphi, dan Sussi serta seluruh staf dan pegawai Bagian

Histologi FKH-IPB yang telah banyak membantu selama penelitian ini.

5. Yang tercinta dan penulis sayangi Ayahanda, Ibunda, Kakak-kakak

penulis atas doa, perhatian, kasih sayang, semangat dan dorongannya.

6. QQ terima kasih atas doa, cinta, semangat, perhatian dan kasih sayangnya

7. Amilia dan Serina sebagai rekan sepenelitian atas perjuangan,

kebersamaan dan kerjasamanya selama ini.

8. Teman-teman Asteroidea’41 atas kebersamaannya selama 4 tahun

9. Kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan yang telah turut

membantu penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, begitu

juga dengan tulisan yang penulis tulis ini. Semoga apa yang ada dalam tulisan ini

dapat bermanfaat bagi kita semua

Bogor, November 2008

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .………... viii

DAFTAR TABEL .………... x

DAFTAR GAMBAR ………... xi

DAFTAR LAMPIRAN ………... xii

PENDAHULUAN ………... 1

Latar Belakang ………... 1

Tujuan Penelitian ………... 2

TINJAUAN PUSTAKA ………... 3

A. Organ Ginjal ………... 3

B. Diabetes Mellitus (DM) ………... 3

C. Virgin Coconut Oil (VCO) ………... 4

D. Aloksan ………... 5

E. Radikal Bebas ………... 6

F. Superoksida Dismutase (SOD) .………... 7

BAHAN dan METODE ………... 9

A. Waktu dan Tempat ...………... 9

B. Bahan dan Alat ...………... 9

C. Metode Penelitian ..………... 9

Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus ………... 10

Pengambilan Sampel (Sampling) dan Fiksasi …... 10

Dehidrasi …...………... 11

(20)

Infiltrasi Parafin ………... 11

Penanaman Jaringan (Embedding) ………... 11

Pembuatan Blok Jaringan ………... 12

Penyayatan (Sectioning) ………... 12

Pewarnaan ……… 13

Penutupan (Mounting) ……… 14

Pemotretan (Microphotography) ……… 14

Pengamatan dan Analisa Data ……… 15

HASIL ………... .. ... 16

Morfologi Ginjal .. ... ... ... ... ... .... .... ... ... .. .. .... ... ... ... .. 16

Profil Cu,Zn-SOD .. ... ... ... ... ... .... .... ... ... .. .. .... ... ... ... .. 17

PEMBAHASAN ...………... ... .. .. 23

KESIMPULAN DAN SARAN ………... 27

Kesimpulan .………... ... .. .. 27

Saran ..………... ... .. .. 27

DAFTAR PUSTAKA ……… 28

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Distribusi dan frekuensi Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal

Tikus ... 19

2. Rata-rata jumlah sel tubuli renalis pada berbagai tingkatan kandungan

(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Fotomikrograf jaringan ginjal tikus kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin ...... 17 2. Fotomikrograf jaringan ginjal tikus kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan dengan pewarnaan imunohistokimia ... 18

3. Diagram persentase jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi positif

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Proses preparasi jaringan ... 32

2. Prosedur pewarnaan Hematoksilin-Eosin ... 33

3. Prosedur pewarnaan Cu,Zn-SOD secara imunohistokimia ... 34

4. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan Uji Lanjutan Duncan

terhadap Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Positif Kuat

(+++) terhadap Kandungan Cu,Zn-SOD ... 36

5. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan Uji Lanjutan Duncan

terhadap Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Positif Sedang

(++) terhadap Kandungan Cu,Zn-SOD ... 37

6. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan Uji Lanjutan Duncan

terhadap Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Positif Lemah

(+) terhadap Kandungan Cu,Zn-SOD ... 38

7. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan Uji Lanjutan Duncan

terhadap Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Negatif (-)

(24)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Diabetes mellitus (DM), atau yang lebih dikenal dengan penyakit kencing

manis, merupakan istilah bagi penderita gangguan dalam sekresi insulin. Ada tiga

tipe penyebab terjadinya diabetes, yang pertama yaitu kurangnya jumlah sekresi

hormon insulin, sehingga tidak mampu mengambil glukosa dari sirkulasi darah

dan tidak mampu mengontrol kadar glukosa darah sehingga kadar glukosa darah

tetap tinggi dan terbuang melalui urin. Penyebab kedua adalah resistensi insulin,

jumlah insulin cukup tetapi insulin tersebut tidak sensitif lagi sehingga tidak

mampu bekerja secara optimal dan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel yang

mengakibatkan penggunaan glukosa sebagai energi terhambat dan menyebabkan

kekurangan energi pada sel. Hal seperti itu kemudian akan menimbulkan respon

tubuh untuk mencari energi dari sumber lain seperti glikogenolisis dan glukoneogenesis. Penyebab ketiga adalah akibat kombinasi dari kedua penyebab tersebut (Mc.Clung et al. 2004)

Proses tubuh untuk mencari alternatif lain sebagai suplai energi seperti

glikogenolisis dan glukoneogenesis akan menghasilkan produk sampingan yaitu radikal bebas (Maritim et al. 2003). Kondisi stres oksidatif merupakan efek negatif yang terjadi jika jumlah radikal bebas melebihi kemampuan detoksifikasi

oleh sistem pertahanan antioksidan tubuh. Keadaan ini dapat mempengaruhi

proses-proses fisiologis maupun biokimia tubuh, yang mengakibatkan terjadinya

gangguan metabolisme fungsi sel dan dapat berakhir pada kematian sel (Halliwel

dan Gutteridge 1999 ).

Antioksidan adalah suatu substansi yang merupakan penangkal radikal

bebas (Oberley 1997). Antioksidan sebagai sistem perlindungan tubuh dapat

dibedakan atas antioksidan endogen yang terdiri atas enzim-enzim seperti

superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase serta

antioksidan eksogen yang diperoleh dari bahan makanan seperti askorbat,

tokoferol, karoten, dan berbagai bahan alami lain yang dapat mendetoksikasi

radikal bebas (Nayak 2001). Cu,Zn-SOD merupakan salah satu antioksidan

(25)

superoxide menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen (Mates et al. 1999). Pada ginjal tikus enzim Cu,Zn-SOD telah dilokalisasi secara immunositokimia di

inti dan sitoplasma sel epitel tubuli proksimalis, ruang ekstraseluler dan kapiler

glomerulus (Wresdiyati dan Makita 1997).

Virgin coconut oil (VCO) merupakan produk olahan kelapa yang dikenal

secara empiris oleh masyarakat sebagai obat, dapat mengobati berbagai macam

penyakit karena bermanfaat sebagai antibakteria dan antioksidan, sehingga produk

olahan kelapa ini memiliki nilai jual yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

minyak goreng kelapa. Wresdiyati et al. (2003) telah melaporkan bahwa kondisi diabetes dapat mengakibatkan penurunan antioksidan-superoksida dismutase

(SOD) dalam jaringan hati Macaca fascicularis akibat peningkatan radikal bebas dalam tubuh. Maka dari itu perlu dilakukan kajian ilmiah mengenai pengaruh

kandungan yang dimiliki oleh VCO dalam memperbaiki kelainan

antioksidan-superoksida dismutase pada jaringan ginjal tikus diabetes mellitus.

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Mempelajari pengaruh pemberian virgin coconut oil (VCO) terhadap perubahan gambaran umum jaringan ginjal tikus diabetes mellitus.

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Organ Ginjal

Fungsi dasar dari ginjal adalah untuk mengatur volume dan komposisi dari

cairan tubuh melalui proses penyeimbangan dan pengeleminasian. Ginjal

mengeleminasi limbah metabolisme yang tidak berguna bagi tubuh seperti urea,

asam urea, dan kreatinin dan juga bahan-bahan yang berlebihan dalam tubuh

seperti air, elektrolit, gula, dan bahan lain. Disamping menjaga keseimbangan

cairan tubuh dan pembuangan limbah, ginjal mengatur tekanan darah dan

transportasi kalsium dan dapat bertindak sebagai organ sekresi dengan

menghasilkan renin, prostaglandin, erithropoietin, dan bahan lain ke sirkulasi

darah (Samuelson 2007) .

Secara anatomis ginjal terletak berpasangan di dalam rongga perut secara

retroperitoneal dengan jaringan lemak perineal di sekitarnya, berwarna coklat,

dibungkus oleh kapsula yang normalnya dapat bergerak bebas pada permukaan

ginjal. Pada umumnya ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan hillus renalis (tempat masuknya pembuluh darah dan keluarnya ureter).(Maronpot et al.

1999).

Ginjal memiliki variasi bentuk dan ukuran. Ginjal diselubungi jaringan

kapsul yang terbentuk dari serabut kolagen dan sedikit otot halus. Sayatan

longitudinal dari ginjal menunjukan daerah parenkimatosa yang terbagi menjadi

bagian luar dan bagian dalam. Bagian luar yang berwarna merah gelap yaitu

cortex sedangkan bagian dalam yang berwarna lebih terang yaitu medulla. Unit

fungsional ginjal (nefron) terdiri dari glomerulus, bagian konvulsi dan rekti dari

tubulus proksimalis, desenden dan asenden jerat henle, straight segment, macula densa, dan bagian konvulsi dari tubulus distalis (Maronpot et al. 1999)

B. Diabetes mellitus (DM)

Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan

meningkatnya kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat gangguan sekresi

insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik berhubungan dengan

(27)

syaraf, jantung dan pembuluh darah. (Sanusi 2004). Gejala umum yang sering

dialami oleh penderita adalah poliuria, polidipsi, dan poliphagi.

Secara umum diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi dua macam tipe,

yaitu tipe I Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe II Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes mellitus tipe I (Juvenile Onset Diabetes) merupakan penyakit autoimun yang dipegaruhi oleh faktor keturunan, penderita DM tipe ini sangat tergantung pada pasokan insulin dari luar. Diabetes

mellitus tipe II ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi maupun kerja

insulin. Pada awalnya terdapat resistensi dari sel target terhadap kerja insulin di

mana terjadi kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat

disebabkan oleh berkurangnya jumlah reseptor yang responsif terhadap insulin

pada membran (Larsson dan Ahren 1999).

Pada kondisi diabetes melitus tubuh tidak mampu memetabolisme glukosa

sebagai sumber energi, sehingga tubuh mencari alternatif lain sebagai penyuplai

energi. Tubuh akan melakukan pemecahan lipid melalui jalur oksidasi untuk

mendapatkan energi. Pada kondisi normal pemecahan lipid melalui jalur

oksidasi terjadi di mitokondria, namun pada kondisi diabetes melitus lipid

oksidasi meningkat dan lebih tinggi di peroksisom dibandingkan pada

mitokondria. Dalam proses tersebut akan dihasilkan produk sampingan yaitu

radikal bebas (Orelana et al. 1992). Jika proses ini berlangsung terus-menerus maka radikal bebas yang dihasilkan semakin banyak dan akan menyerang

makromolekul. Makromolekul sel akan mengalami kerusakan dan secara perlahan

akan menyebabkan kematian pada sel. Antioksidan dibutuhkan untuk mengatasi

kondisi tersebut, sebagai akibatnya pada kondisi diabetes tubuh mengalami

penurunan antioksidan intraselular (Larsson dan Ahren 1999).

C. Virgin Coconut Oil (VCO)

Virgin coconut oil adalah produk olahan kelapa yang aman dikonsumsi oleh masyarakat dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Mutu VCO ditentukan

dari kandungan asam lemak rantai medium (medium chain fatty acid/MCFA) dan asam laurat (C12:0). Kandungan MCFA dan kadar asam laurat dipengaruhi oleh

(28)

VCO mengandung asam laurat yang tinggi (sampai 51%), sebuah lemak

jenuh dengan rantai karbon sedang (jumlah karbonnya 12) yang biasa disebut

Medium Chain Fatty Acid (MCFA). Di dalam tubuh manusia asam laurat akan diubah menjadi monolaurin, sebuah senyawa monogliserida yang bersifat

antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa (Fife 2004). MCFA mudah diserap ke

dalam sel kemudian ke dalam mitokondria, sehingga metabolisme meningkat.

Dengan peningkatan metabolisme maka sel-sel bekerja lebih efisien membentuk

sel-sel baru serta mengganti sel-sel yang rusak lebih cepat (Inggita et al. 2006). VCO juga berfungsi sebagai antioksidan yang kuat, karena VCO memiliki

kandungan vitamin E dan polifenol. Tinggi rendahnya kandungan Vitamin E dan

polifenol dalam VCO sangat ditentukan oleh kualitas bahan bakunya (kelapa) dan

proses produksi yang digunakan. Secara umum, proses produksi yang menerapkan

penggunaan panas dapat menurunkan kadar Vitamin E dan polifenol sekitar 25%.

Bahkan dapat hilang sama sekali dengan pemanasan yang berlebihan (Subroto

2006).

Efek pertama VCO dalam membantu pencegahan komplikasi diabetes

melitus adalah membantu pengeluaran hormon insulin pada penderita diabetes.

Pada kondisi apapun, VCO mudah diabsorbsi. Setelah masuk tubuh, VCO yang

mengandung asam laurat dan asam kaprat ternyata mempunyai efek yang sangat

potensial dalam merangsang terjadinya sekresi insulin oleh sel-sel Langerhans

pankreas (Garfinkel et al. 1992)

D. Aloksan

Aloksan berbentuk kristal, berwarna putih, dan sangat mudah larut dalam

air. Dalam bentuk larutan, apabila terjadi kontak dengan kulit, aloksan akan

berubah menjadi warna merah. Aloksan merupakan diabetogenic agent yang sudah digunakan sejak tahun 1943. Injeksi aloksan sering digunakan peneliti

untuk mendapatkan kondisi diabetes. Efek diabetogenik dari zat ini dilaporkan

oleh Dunn, Sheehan, dan McLethie (1943) dalam Szkudelski (2001) yang memberikan zat ini pada kelinci dan menunjukan adanya nekrosa spesifik pada

(29)

Aloksan memiliki afinitas yang tinggi terhadap gugus SH- sehingga

glutathione, sistein, dan kelompok sulfhidril yang berikatan dengan protein

(termasuk enzim yang memiliki gugus SH-) berpeluang untuk terkena efeknya.

Salah satu enzim yang mengandung gugus SH- adalah glukokinase yang berperan

penting dalam sekresi insulin oleh induksi glukosa. Aloksan menyebabkan

glukokinase tidak aktif sehingga sekresi insulin terganggu (Szkudelski 2001).

E. Radikal bebas

Radikal bebas sangat diperlukan bagi kelangsungan beberapa proses

fisiologis dalam tubuh, terutama untuk transportasi elektron. Namun, radikal

bebas yang berlebihan dapat membahayakan tubuh karena dapat merusak

makromolekul dalam sel seperti karbohidrat, protein, DNA dan sebagainya.

Kerusakan makromolekul selanjutnya dapat mengakibatkan kematian sel. Dalam

upaya penstabilan diri atau pemulihan keganjilan elektronnya, elektron pada

radikal bebas tersebut secara cepat ditransfer atau menarik elektron makromolekul

biologis sekitarnya seperti asam lemak tak jenuh, protein, polisakarida, asam

nukleat dan asam deoksiribonukleat. Makromolekul yang teroksidasi akan

terdegradasi dan jika makromolekul tersebut merupakan bagian dari sel atau

organelnya maka akan berakibat pada kerusakan sel (Halliwel dan Gutteridge

1999).

Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogenus) maupun luar

tubuh (eksogenus). Menurut Hwang et al. (2005) yang termasuk kedalam radikal bebas endogenus adalah superoksida (O-), hidroksil (OH-), hidrogen peroksida

(H2O2) dan peroksinitrit yang merupakan implikasi dari disfungsi endothelial.

Sedangkan yang merupakan radikal bebas eksogenus adalah radiasi, asap rokok,

kabut asap, emisi kendaraan, NO2 dan NO.

Radikal bebas yang banyak dipelajari dan dikenal bersifat toksik bagi sel

hidup adalah radikal bebas oksigen (superoksida) dan derivatnya (radikal

hidroksil). Superoksida bersifat oksidan atau reduktan, dapat bereaksi dengan

berbagai substrat biologik dalam jarak yang relatif jauh dari tempat asalnya.

Radikal hidroksil merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan hampir

(30)

ini hanya berlangsung di daerah yang dekat dengan tempat terbentuknya dan

dalam fisiologik yang normal tidak ditemukan dalam kadar yang besar. Radikal

bebas lain yang dapat ditemukan sebagai derivat oksigen adalah hidrogen

peroksida. Radikal ini tidak sebahaya radikal superoksidase dan terbentuk akibat

penambahan satu elektron pada radikal superoksidase. Derivat oksigen ini bersifat

oksidan kuat tetapi beraksi lambat dengan substrat organik (Gitawati 1995).

Peningkatan radikal bebas akan menimbulkan stress oksidatif sehingga

kejadian ini akan menyebabkan terjadinya penurunan antioksidan (Larson dan

Ahren 1999). Wresdiyati et al. (2003) telah melaporkan bahwa kondisi diabetes dapat mengakibatkan penurunan antioksidan-superoksida dismutase (SOD) dalam

jaringan hati Macaca fascicularis akibat peningkatan radikal bebas dalam tubuh. Kondisi stres oksidatif merupakan efek negatif yang terjadi jika jumlah

radikal bebas melebihi kemampuan detoksifikasi oleh sistem pertahanan

antioksidan tubuh dan dapat diinduksi oleh berbagai faktor seperti kurangnya

antioksidan dan lebihnya produksi radikal bebas dalam tubuh. Keadaan ini dapat

mempengaruhi proses-proses fisiologis maupun biokimia tubuh yang terganggu

sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan metabolisme dan kematian sel

sehingga mempercepat penuaan dan dapat menimbulkan penyakit seperti kanker,

diabetes mellitus, dan lainnya (Halliwel dan Gutteridge 1999).

Menurut Freisleben (2001) beberapa biomolekul yang dapat diserang

radikal bebas adalah DNA/RNA, protein dan lipid (membran) dan lain-lain. Bila

perubahan DNA tidak terlalu parah, maka masih bisa diperbaiki. Namun, proses

perbaikan DNA ini justru sering menimbulkan mutasi, dan mutasi tersebut dapat

menimbulkan kanker (Aruoma 1998).

F. Superoksida dismutase (SOD)

Antioksidan adalah suatu substansi yang memiliiki mekanisme pertahanan

terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas (Oberley 1997).

Antioksidan sebagai sistem perlindungan tubuh dapat dibedakan atas antioksidan

endogen yang terdiri atas enzim-enzim seperti superoksida dismutase, katalase

dan glutation peroksidase serta antioksidan eksogen yang diperoleh dari bahan

makanan seperti askorbat, tokoferol, karoten, dan berbagai bahan alami lain dapat

(31)

Antioksidan yang berperan dalam memerangi radikal superoksida adalah

SOD (Gitawati 1995). Sedangkan, enzim antioksidan yang berperan untuk

melindungi tubuh dari radikal hidrogen peroksida adalah katalase dan glutathion

peroksidase dan enzim antioksidan yang berperan dalam pertahanan terhadap

radikal hidroksil adalah glutathion peroksidase (Mates et al. 1999)

Cu,Zn-SOD merupakan salah satu antioksidan endogen yang amat

berperan dalam mengkatalisasi radikal bebas anion superoksida menjadi hidrogen

peroksida dan molekul oksigen (Mates et al. 1999). Mann dan Keilin pada 1939 mengisolasi protein yang berwarna biru yang mengandung Cu dari eritrosit sapi.

Namun protein ini tidak terlihat memiliki aktivitas enzim. Kemudian pada tahun

1968 McCord dan Fridovich mengamati bahwa protein tersebut memperlihatkan

aktifitas katalitik dismutasi radikal superoksida : 2 O2¯ + 2 H+ → O2 + H2O2

(Asikin 2001). Mettaloenzymes, disebut juga superoksida dismutase, SOD menyediakan sistem pertahanan melawan O2¯ dan dapat ditemukan hampir

disemua makhluk hidup (Fridovich 1986).

SOD menurut logam yang dikandungnya dapat dikelompokan menjadi 3

yaitu :

(i) Mn-SOD (Manganese-SOD), terdapat dalam mitokondria dan

beberapa prokariot mempunyai 4 sub unit dengan berat molekul 80

kDa

(ii) Cu, Zn-SOD (Copper, Zinc-SOD), tersusun atas dua sub unit identik

yang dihubungkan oleh ion kovalen, masung-masing mengandung satu

ion Cu2+ dan satu ion Zn 2+ terdapat di inti dan sitoplasma sel.

(iii) Fe-SOD (Iron-SOD), enzim ketiga dari superoksida dismutase yang

mempunyai berat molekul 23 kD ini menurut Mates et al. (1999) adalah extracelular-SOD (EC-SOD).

Enzim Cu,Zn-SOD juga terdapat pada beberapa jaringan yang mempunyai

fungsi sebagai bagian dari mekanisme pertahanan tubuh terhadap pengaruh buruk

beberapa metabolisme oksigen (Fridovich 1975). Pada ginjal tikus enzim

Cu,Zn-SOD telah dilokalisasi secara immunohistokimia di inti dan sitoplasma sel epitel

tubuli proksimalis, ruang ekstraseluler dan kapiler glomerulus (Wresdiyati dan

(32)

BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Animal Laboratory Seafast Center IPB dan

di Laboratorium Histologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi,

Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Dari bulan Juli 2007 sampai Juli 2008

B. Bahan dan alat

Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur

Sprague dawley sebanyak 25 ekor dengan berat tubuh 150 – 200 gram, minyak kelapa murni (VCO) dengan dua metode pembuatan yang berbeda yaitu VCO

tanpa pemanasan (VCO A) dan VCO dengan pemanasan terkendali (VCO B),

minyak goreng kelapa, aquadest, aloksan, larutan dehidrasi (alkohol 70%, 80%,

90%, 95%, dan absolut), larutan clearing (xylol), hematoksilin, eosin, antibodi monoklonal Cu,Zn-SOD, PBS, diaminobenzidine, serum normal, H2O2, metanol,

distiled water (DW), antibodi sekunder terkonjugasi, parafin, object glass, cover glass, dan bahan entelan (perekat).

C. Metode penelitian

Tikus percobaan diadaptasikan selama 6 hari dengan tujuan

menghilangkan terjadinya stres akibat perjalanan dan perpindahan ke lingkungan

baru. Ke-25 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, yaitu :

1. Kelompok K (-) atau kontrol negatif, tikus pada kelompok ini tidak disuntik

dengan aloksan.

2. Kelompok K (+) atau kontrol positif, tikus pada kelompok ini disuntik dengan

aloksan dan dicekok aquadest (5 ml).

3. Kelompok VCO A, tikus pada kelompok ini disuntik dengan aloksan dan

dicekok VCO A (5 ml).

4. Kelompok VCO B, tikus pada kelompok ini disuntik dengan aloksan dan

dicekok VCO B (5ml).

5. Kelompok minyak goreng (MG), tikus pada kelompok ini disuntik dengan

(33)

Setiap kelompok diberi perlakuan selama 28 hari. Kadar glukosa darah

diukur menggunakan glukometer sehari sebelum dan dua hari sesudah

penginduksian aloksan, kemudian dilanjutkan dengan pengukuran rutin kadar

glukosa darah setiap empat hari. Pengambilan sampel (sampling) terhadap organ ginjal dilakukan diakhir perlakuan, lalu difiksasi, dehidrasi, penjernihan

(clearing), infiltrasi parafin, penanaman jaringan (embedding), penyayatan

(sectioning), pewarnaan (staining) HE dan imunohistokimia Cu,Zn-SOD,

perlekatan sediaan (mounting), dan pembuatan fotomikograf.

Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus

Untuk membuat tikus diabetes mellitus tipe 1 dilakukan penginduksian

alloxan sehingga tikus mengalami keadaan hiperglikemia. Tikus yang telah

diadaptasikan selama 6 hari dipuasakan selama semalam. Sebelum diinduksi

alloxan berat badan tikus ditimbang untuk menghitung dosis alloxan dengan dosis

110 mg/Kg berat badan. Tikus diinjeksi aloksan secara intraperitoneal. Dua hari setelah diinduksi glukosa darah tikus diukur dengan menggunakan glukometer.

Pengukuran glukosa darah memerlukan darah tikus yang didapatkan dari

penusukan pembuluh darah pada ekor tikus bagian ujung. Tikus dengan kadar

glukosa darah di atas 200 mg/dL dinyatakan menderita diabetes.

Pengambilan Sampel (Sampling) dan Fiksasi

Pengambilan sampel ginjal dilakukan setelah tikus diberi perlakuan selama

28 hari. Larutan bouin yang terdiri dari larutan asam pikrat jenuh, formalin (37%

- 40%), dan asam asetat glasial disiapkan terlebih dahulu dengan perbandingan 15

: 5 : 1. Tikus dimatikan dengan cara cervicalis dislocasio lalu abdomen tikus dibedah dan organ ginjal diambil dengan sangat hati-hati untuk menghindari

kerusakan jaringan. Sampel ginjal langsung direndam dengan larutan Bouin yang

telah diberi label dan catatan waktu masuknya sampel ke dalam larutan. Organ

ginjal difiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam kemudian larutan Bouin

(34)

Dehidrasi

Dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan air dari dalam jaringan dengan

menggunakan seri alkohol bertingkat yaitu alkohol 70%, alkohol 80% , alkohol

90% , alkohol 95% (masing-masing 24 jam), alkohol absolut I (100%), alkohol

absolut II, alkohol absolut III (masing-masing 1 jam)

Penjernihan(Clearing)

Penjernihan bertujuan menggantikan tempat etanol dalam jaringan dan

reagen yang dipergunakan adalah xylol. Sediaan/jaringan dipindahkan dari

alkohol absolut III ke larutan penjernih (xylol), pemaparan dilakukan dalam xylol

I (1 jam), xylol II (1 jam), xylol III (suhu kamar 30 menit), xylol IV (inkubator 30

menit).

Infiltrasi parafin

Infiltrasi parafin bertujuan untuk menggantikan kedudukan dehidran

dalam jaringan dan bahan penjernih dengan parafin jaringan dimasukan dalam

parafin I, parafin II, parafin III (masing-masing 1 jam)

Penanaman jaringan (Embedding)

Bahan dan alat yang digunakan dalam proses ini adalah inkubator,

embedding tissue console, pinset, parafin cair, gliserin, blok kayu, pinset, pemanas bunsen, tutup pagoda, spatula, dan kertas film (untuk label).

Tahap pertama tutup pagoda diolesi gliserin dan tetap dalam kondisi

hangat (pengerjaan dilakukan di atas hot plate bersuhu 67ºC), kemudian menggunakan embedding tissue console parafin cair dituangkan ke dalam tutup pagoda perlahan-lahan. Jaringan secara hati-hati diletakkan ke dalam parafin

dengan menggunakan pinset. Kemudian letaknya diatur sesuai dengan posisinya

terhadap jaringan yang lain untuk mempermudah proses pemotongan, kemudian

parafin ditambahkan lagi sampai permukaan cembung. Pada setiap sampel

dituliskan nama sampelnya menggunakan pinsil di atas kertas film.

Setelah jaringan ditanam tutup pagoda dipindahkan dari keadaan hangat ke

(35)

dalam air sampai parafin membeku sempurna dan jika parafin telah membeku

sempurna, parafin dikeluarkan dari pagoda dengan cara mengungkit salah satu sisi

pagoda dengan pisau. Potongan parafin yang membungkus jaringan ditrimming

sampai membentuk kotak lalu ditempelkan pada balok kayu yang telah

disediakan.

Pembuatan blok jaringan

Pisau dipanaskan di atas pemanas bunsen dan parafin di sekitar sampel

dirapikan dengan cara dipotong. Kayu tempat penempelan sampel diletakkan

pada alas agar statis. Pemotongan parafin diletakkan di atas blok kayu. Kemudian

pisau dipanaskan dan diletakan di atas parafin sampai cair. Sampel diletakkan di

atas pisau panas dan secara perlahan diletakan di kayu yang telah dialasi parafin

cair. Sampel telah siap untuk dipotong, blok parafin bisa disimpan dalam lemari

es sebelum dipotong menggunakan mikrotom.

Penyayatan(Sectioning)

Blok parafin dipasang pada mikrotom dan diatur agar posisinya sejajar

dengan posisi pisau. Blok parafin dipotong dengan ketebalan 5µm. Pada awal

pemotongan dilakukan trimming karena jaringan yang terpotong masih belum sempurna. Setelah didapatkan hasil sayatan yang terbaik, hasilnya diambil

dengan kertas yang basah pada bagian ujung lalu diapungkan di atas air dingin.

Jika hasil potongan membentuk pita maka jaringan dipisahkan dengan jarum satu

persatu. Potongan jaringan yang telah terpisah ditempatkan pada air hangat

dengan suhu 37ºC untuk menghilangkan kerutan lalu ditempatkan pada gelas

objek. Sediaan pada gelas objek lalu dilihat di bawah mikroskop untuk melihat

kesempurnaannya jika belum maka dicari potongan lain. Gelas objek dengan

sediaan jaringan sempurna diberi label sesuai dengan perlakuan dan dikeringkan.

Sediaan disimpan pada inkubator dengan suhu 37ºC selama semalam lalu siap

untuk diwarnai dengan pewarnaan HE. Untuk pewarnaan imunohistokimia gelas

objek dilem dulu dengan neofren. Sebelum pengeleman, gelas objek disterilkan

(36)

dan DW3 (masing-masing selama 20 menit). Setiap pergantian, DW yang telah

dipakai harus diganti dengan yang baru kemudian gelas objek yang telah steril

disimpan dalam inkubator dengan suhu 37ºC selama semalam lalu dilem dengan

neofren.

Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) (Kiernan, 1990)

Pewarnaan HE diawali dengan deparafinisasi yang bertujuan

menghilangkan parafin pada jaringan. Proses penarikan parafin dengan seri xylol

III (3 menit), xylol II (3 menit), xylol I (5 menit). Langkah selanjutnya adalah

rehidrasi menggunakan alkohol untuk mengembalikan kandungan air jaringan,

prosesnya dilakukan dengan mencelupkan sediaan dalam serial larutan alkohol 95

%, alkohol 90 %, alkohol 80 % (masing-masing 3 menit), alkohol 70 % (5 menit),

air keran (10 menit) dan aquadest (10 menit).

Jaringan lalu dimasukkan ke dalam larutan pewarna hematoksilin selama

12 detik untuk mewarnai inti sel. Sediaan kembali diletakkan dalam air keran

selama 5 menit selanjutnya aquadest 5 menit. Dilanjutkan dengan pewarnaan

eosin selama 4 menit untuk mewarnai sitoplasma jaringan. Sediaan dibilas

kembali dengan aqudest selama 5 menit.

Tahap berikutnya adalah dehidrasi. Sediaan dicelup-celupkan sebanyak

2-3 kali secara berurutan ke dalam larutan alkohol 70 %, 80 %, 90 %, 95%, dan

alkohol absolut I, selanjutnya alkohol absolut II (1 menit) dan alkohol absolute III

(1 menit). Proses terakhir adalah penjernihan (clearing) dengan memindahkan jaringan dari alkohol absolut III ke xylol I (1 menit), xylol II (1 menit) dan xylol

III (3 menit)

Pewarnaan Immunohistokimia (Wresdiyati et al., 2002)

Proses pewarnaan immunohistokimia diawali deparafinisasi dan rehidrasi

seperti pada pewarnaan HE. Selanjutnya dilakukan penghilangan aktivitas enzim

peroksidase endogen dalam gelap (0,3 ml H2O2 dalam methanol 30 ml) dalam

(37)

Sediaan ditetesi normal serum, diinkubasi pada suhu 37ºC selama 60 menit

dan dicuci kembali dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit

selanjutnya diinkubasi dalam antibodi monoklonal Cu,Zn-SOD (Sigma S2147)

sebanyak 70 µl per sediaan pada suhu 4ºC selama 2 malam. Sediaan dicuci lagi

dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 10 menit. Berikutnya

diinkubasi dalam antibodi sekunder menggunakan DEPS ( Dako Envision

Peroksidase System) sebanyak 70µl per sediaan pada suhu 37ºC selama 60 menit.

Sediaan dicuci lagi dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit.

Sediaan divisualisasi dengan DAB kit selama 25 menit ditutup dalam

ruang gelap, lalu dimasukkan dalam DW sebagai stopping point kemudian

counterstain dengan Hematoksilin. Terakhir dilakukan dehidrasi, clearing, dan

mounting.

Penutupan (Mounting)

Penutupan sediaan dilakukan setelah proses selesai dengan menggunakan

entelan sebagai perekat. Sediaan yang telah diclearing diletakkan di atas kertas

tissue dan pada sisi yang ada jaringannya dibiarkan basah. Bahan entelan diteteskan secukupnya di atas sediaan dan dengan pinset diletakkan cover glass

secara hati-hati untuk menghindari gelembung udara. Dibiarkan sampai kering.

Pemotretan(microphotography)

Bagian sediaan yang akan difoto dicari dengan menggunakan mikroskop

cahaya kemudian ditandai. Sediaan yang telah ditandai siap untuk difoto.

Pemotretan dilakukan dengan mikroskop foto (Nikon E 600). Pengamatan sediaan

dengan menggunakan lensa okuler mikroskop, sesuai perbesaran dan

diafragmanya. Setelah dicek menggunakan lensa okuler, kamera diatur lagi

fokusnya. Bila kondisi sudah optimum sediaan siap difoto. Pada saat pemotretan

dilakukan juga pencatatan mengenai jenis sediaan, perbesaran, antigen-antibodi

serta data-data lain mengenai film, mikroskop, kamera dan sebagainya. Setiap

sediaan difoto sebanyak 5 kali/lapang pandang. Untuk pemuatan skala mikrograf

(38)

Pengamatan dan Analisa data

Pengamatan dilakukan terhadap jaringan ginjal yang telah diwarnai

dengan HE menggunakan mikroskop cahaya (Olympus CH-20) dan

didokumentasikan dengan mikroskop foto (Nikon E600). Pengamatan dilakukan

terhadap morfologi umum dari masing-masing perlakuan. Hasil pewarnaan

immunohistokimia diamati terhadap kandungan Cu,Zn SOD (warna coklat) pada

sel-sel tubuli renalis pada berbagai tingkat kandungan dari masing-masing

perlakuan. Pengamatan dilakukan secara kualitatif, kuantitatif, dan persentase.

Pengamatan secara kualitatif dilakukan pada seluruh bagian ginjal yaitu

pada glomerulus, inti dan sitoplasma sel tubuli ginjal. Pengamatan secara

kuantitatif dilakukan dengan menghitung jumlah inti sel tubuli renalis yang

bereaksi pada berbagai tingkatan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal tikus yang

diamati. Untuk melihat perbedaan reaksi tersebut penghitungan dibagi menjadi

tiga tingkatan intensitas warna untuk reaksi positif dan satu warna untuk untuk

reaksi negatif. Reaksi positif terdiri dari positif kuat yang ditunjukan dengan

warna coklat tua (+++), positif sedang yang ditunjukan dengan warna coklat muda

(++), dan positif lemah yang ditunjukan dengan warna coklat campur biru (+). Sel

yang bereaksi negatif berarti tidak memiliki kandungan Cu,Zn-SOD dan

ditunjukkan dengan warna biru (-). Penghitungan dilakukan pada lima lapang

pandang pada setiap preparat yang kemudian dirata-ratakan. Kandungan

Cu,Zn-SOD juga dilihat dari persentase jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi positif

dan negatif terhadap Cu,Zn-SOD dari masing-masing perlakuan.

Hasil pengamatan terhadap kandungan Cu,Zn-SOD secara kuantitatif (per

lapang pandang) kemudian dianalisis dengan analisa sidik ragam (ANOVA) dan

(39)

HASIL

Morfologi ginjal

Morfologi jaringan ginjal tikus diamati dan dibandingkan dengan

menggunakan pewarnaan HE (Hematoksilin-Eosin). Hematoksilin merupakan zat

warna yang bersifat basa dan berfungsi untuk mewarnai inti sel yang bersifat asam

sedangkan eosin adalah zat warna yang bersifat asam dan berfungsi untuk

mewarnai sitoplasma sel yang bersifat basa (Banks, 1993).

Jaringan ginjal pada kelompok K+ dan MG menunjukkan beberapa sel

tubuli renalis mengalami degenerasi hingga nekrosa. Beberapa sel tubuli

mengalami hipertropi dan membran sel berwarna lebih pucat dan terdapat

vakuola. Peradangan juga dialami pada jaringan yang ditandai dengan

ditemukannya sel-sel radang di bagian interstitial sel.

Jaringan ginjal pada kelompok VA dan VB juga menunjukkan adanya sel

tubuli renalis yang mengalami degenerasi hingga nekrosa tapi jumlahnya lebih

sedikit dibandingkan pada kelompok K+ dan MG. Gambaran morfologi jaringan

ginjal kelompok K- menunjukan sel-sel yang mengalami degenerasi hingga

nekrosa masih dalam batas yang normal karena kelompok ini tidak diinduksi

dengan aloksan.

Profil antioksidan Cu,Zn-SOD

Untuk mengetahui kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal dilakukan

pewarnaan immunohistokimia. Jaringan akan bereaksi positif jika ada kandungan

Cu,Zn-SOD dengan memperlihatkan warna coklat sedangkan reaksi negatif

ditunjukan dengan warna biru pada inti sel dan sitoplasma.

Hasil pengamatan Cu,Zn-SOD disajikan secara kualitatif, kuantitatif, dan

persentase jumlah inti sel tubuli renalis pada berbagai tingkat kandungan

Cu,Zn-SOD. Secara kualitatif pengamatan dilakukan dengan membandingkan intensitas

warna yang diberikan oleh inti dan sitoplasma sedangkan pengamatan kuantitatif

dilakukan dengan cara menghitung jumlah inti sel tubuli renalis pada berbagai

tingkat kandungan Cu,Zn-SOD. Penghitungan persentase didasarkan pada jumlah

berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD berbanding jumlah keseluruhan inti sel

(40)
(41)
(42)

a) Pengamatan kualitatif

Secara kualitatif kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan tikus diamati

dengan melihat perbedaan intensitas warna coklat dan biru pada inti dan

sitoplasma sel tubuli renalis. Keberadaan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan

ginjal dilakukan dengan pemberian nilai (+) pada jaringan kelompok yang

diamati. Kelompok dengan nilai (+) terbanyak berarti memiliki kandungan

Cu,Zn-SOD yang paling tinggi. Pengamatan secara kualitatif ini dilakukan pada jaringan

ginjal bagian glomerulus, tubuli distalis, dan tubuli proksimalis. Perbedaan

kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi dan frekuensi Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal tikus Distribusi dan frekuensi Cu,Zn-SOD

Keterangan : (+) adanya kandungan SOD pada jaringan, (/) : Kandungan Cu,Zn-SOD berada diantara dua nilai.

Hasil pengamatan secara kualitatif menunjukan bahwa kandungan

Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal kelompok K+ dan kelompok MG lebih redah

dibandingkan kelompok K-. Kelompok perlakuan VA dan VB menunjukan

kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok K+ dan MG. Kandungan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan VA

lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok K+ dan MG, terlihat pada sel tubuli

distalis dan sel tubuli proksimalis. Kandungan Cu,Zn-SOD pada kelompok

perlakuan VB terlihat juga, lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok K+ dan

(43)

b) Pengamatan kuantitatif

Pengamatan secara kuantitatif terhadap enzim Cu,Zn-SOD dapat dilihat

dari hasil perhitungan dan analisa statistik terhadap rata-rata jumlah inti sel tubuli

renalis yang bereaksi terhadap berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD. Hasil

penghitungan jumlah inti sel tubuli renalis pada berbagai tingkat kandungan

Cu,Zn-SOD tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata jumlah sel tubuli renalis pada berbagai tingkatan kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal tikus perlakuan perlapang pandang pada pembesaran 20x

Jumlah inti sel tubuli renalis

Kelompok +++ ++ + - Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata pada (p<0.05).

Hasil uji statistik terhadap jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi pada

berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD menunjukkan kandungan antioksidan

Cu,Zn-SOD pada kelompok K- paling tinggi dibandingkan dengan kelompok

perlakuan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah inti sel yang bereaksi positif

kuat (+++) dan positif sedang (++) paling tinggi secara nyata (p<0.05).

Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok K+ lebih rendah

dibandingkan dengan kelompok perlakuan K-, VA dan VB. Hal ini dapat dilihat

dari jumlah inti sel yang bereaksi positif kuat (+++) lebih rendah secara nyata

(p<0.05) dibandingkan dengan kelompok K-, VA dan VB. Rendahnya kandungan

Cu,Zn-SOD ini juga terlihat pada jumlah inti sel yang bereaksi negatif (-) lebih

tinggi secara nyata (p<0.05) pada kelompok K+ dibandingkan dengan kelompok

(44)

Pada kelompok VA dan VB kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD lebih

tinggi dibandingkan dengan kelompok K+. Hal ini terlihat pada jumlah inti sel

yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok VA dan VB lebih tinggi secara

nyata (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok K+. Tingginya kandungan

Cu,Zn-SOD ini juga terlihat pada jumlah inti sel yang bereaksi negatif (-) lebih sedikit

secara nyata (p<0.05) pada kelompok VA dibandingkan dengan kelompok K+.

Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok MG lebih sedikit

dibandingkan dengan kelompok VA dan VB. Hal ini terlihat pada jumlah inti sel

yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok MG lebih redah secara nyata

(p<0.05) dibandingkan dengan kelompok VA dan VB. Rendahnya kandungan

Cu,Zn-SOD ini juga terlihat pada jumlah inti sel yang bereaksi negatif (-) pada

kelompok MG lebih tinggi secara nyata (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok

VA dan VB.

c) Penghitungan persentase

Profil kandungan Cu,Zn-SOD juga terlihat dari hasil perhitungan

persentase jumlah inti sel tubuli renalis tikus perlakuan yang bereaksi positif dan

negatif terhadap Cu,Zn-SOD (Gambar 3). Gambar 3. Persentase jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi positif (+) dan negatif

(-) terhadap Cu,Zn-SOD.

Hasil perhitungan persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif dan negatif

terhadap kandungan antioksidan SOD dapat terlihat kandungan

Cu,Zn-SOD pada kelompok K- paling tinggi dibandingkan kelompok perlakuan lain.

(45)

yang bereaksi positif lebih tinggi (87.5%) dibanding perlakuan lain. Tingginya

kandungan Cu,Zn-SOD ini juga dapat terlihat dari jumlah inti sel yang bereaksi

negatif lebih rendah (12.53%) dibanding perlakuan lain.

Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan K+ dan

MG lebih rendah dibandingkan dengan dengan kelompok K-, VA dan VB.

Rendahnya kandungan Cu,Zn-SOD ini dapat terlihat dari persentase jumlah

jumlah inti sel yang bereaksi negatif lebih tinggi pada kelompok K+ dan MG

(61,8% dan 59.1%) dibanding dengan kelompok K-, VA, dan VB yaitu sebesar

12.5%, 18.72%, dan 26.64%. Rendahnya antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok

K+ dan MG juga dapat terlihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi

positif lebih rendah pada kelompok K+ dan MG yaitu sebesar 38.2% dan 40.95%

dibanding dengan kelompok K-, VA, dan VB yaitu sebesar 87.5%, 81,28%, dan

73.36%.

Kandungan antioksidan Cu,Zn_SOD pada kelompok VA lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok VB. Hal ini dapat dilihat dari persentase jumlah

inti sel yang bereaksi positif lebih tinggi pada kelompok VA yaitu sebesar 81.28%

dibanding kelompok VB yaitu 73.36%. Tingginya antioksidan Cu,Zn-SOD pada

kelompok VA juga dapat terlihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi

negatif lebih rendah pada kelompok VA yaitu sebesar 18.72% dibanding

(46)

PEMBAHASAN

Pada kondisi diabetes mellitus tubuh tidak mampu memetabolisme

glukosa karena terjadi gangguan sekresi insulin yang dapat disebabkan oleh 3 hal,

yaitu jumlah sekresi hormon insulin berkurang, resistensi insulin, atau kombinasi

keduanya (Mc.Clung et al. 2004). Proses tubuh untuk mencari alternatif lain sebagai suplai energi seperti glikogenolisis dan glukoneogenesis akan menghasilkan produk sampingan yaitu radikal bebas (Maritim et al. 2003).

Cu,Zn-SOD merupakan salah satu antioksidan endogen yang amat

berperan dalam mengkatalisasi radikal bebas anion superoxide menjadi hidrogen

peroksida dan molekul oksigen (Mates et al. 1999). Enzim Cu,Zn-SOD juga terdapat pada beberapa jaringan yang mempunyai fungsi sebagai bagian dari

mekanisme pertahanan tubuh terhadap pengaruh buruk beberapa metabolisme

oksigen (Fridovich 1975). Dari penelitian ini tinggi dan rendahnya antioksidan

intraselular Cu,Zn-SOD dapat terlihat jelas pada tiap kelompok perlakuan.

Jumlah sel-sel tubuli renalis kelompok perlakuan K- yang mengalami

degenerasi hingga nekrosa paling sedikit dan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD

paling tinggi dibandingkan kelompok perlakuan lainnya. Hal tersebut dikarenakan

kelompok perlakuan K- tidak diinduksi aloksan sehingga tidak timbul kondisi

diabetes.

Sel-sel tubuli renalistikus pada kelompok K+ yang diinduksi aloksan dan

hanya dicekok aquadest dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) terlihat

mengalami beberapa perubahan patologis. Perubahan yang terjadi berupa

degenerasi sel hingga nekrosa dan disertai peradangan menyebar pada sel tubuli

renalis, sedangkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok ini paling

rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain.

Pada kondisi diabetes, tubuh akan mencari alternatif lain sebagai suplai

energi. Proses alternatif tersebut akan menghasilkan produk sampingan yaitu

radikal bebas. Bila proses ini berlangsung terus menerus radikal bebas yang

terbentuk akan semakin banyak dan akan menyerang makromolekul.

Makromolekul pembentuk sel akan mengalami kerusakan dan secara perlahan

(47)

kondisi tersebut, sebagai akibatnya pada kondisi diabetes tubuh mengalami

penurunan antioksidan intraselular (Larsson dan Ahren 1999). Penurunan

antioksidan Cu,Zn-SOD terlihat pada kelompok positif diabetes pada penelitian

ini.

Tingginya radikal bebas pada kondisi diabetes mellitus akan menyerang

biomakromolekul yang merupakan komponen dinding sel dan secara perlahan

mengakibatkan penurunan fungsi sel. Sel akan mengalami kerusakan berupa

degenerasi hingga terjadi nekrosa. Banyaknya sel yang mengalami degenerasi

hingga nekrosa pada kondisi diabetes mellitus dapat terlihat pada kelompok

kontrol positif pada penelitian ini.

Kelompok MG yang mendapat perlakuan cekok minyak goreng dan

induksi aloksan secara histopatologi terlihat mengalami degenerasi hingga

nekrosa yang menyebar pada sel-sel tubuli renalis. Hasil pewarnaan

imunohistokimia juga menunjukan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang lebih

rendah dibanding kelompok VA dan VB.Seperti yang telah dibahas sebelumnya

pada kondisi diabetes tubuh harus mencari alternatif suplai energi seperti

pemecahan lipid. Pemecahan lipid akan menghasilkan radikal bebas, sehingga

jumlah radikal bebas dalam tubuh bertambah banyak dan berakibat pada

kerusakan sel. Jumlah radikal bebas yang tinggi pada kondisi diabetes akan

bertambah dengan perlakuan cekok minyak goreng yang mengandung asam

lemak rantai panjang sehingga menyebabkan pemecahan lipid dan hasil

sampingannya yaitu radikal bebas bertambah banyak. Hal ini mengakibatkan

penyerangan radikal bebas terhadap biomakromolekul sel lebih tinggi dan terjadi

kerusakan berupa degenerasi hingga nekrosa sel yang lebih parah. Tingginya

radikal bebas ini juga menyebabkan kerja antioksidan bertambah berat karena

antioksidan yang menangkap radikal bebas lebih banyak sehingga sisa antioksidan

terutama Cu,Zn-SOD yang dipertahankan pada kelompok MG lebih rendah

dibanding kelompok perlakuan VA dan VB.

Kelompok perlakuan VA dan VB yang mendapat cekok VCO menunjukan

beberapa sel tubuli ginjal mengalami degenerasi hingga nekrosa yang lebih

(48)

juga terlihat pada kelompok perlakuan VA dan VB dibandingkan kelompok K+

dan MG .

VCO mengandung asam laurat yang tinggi (sampai 51%), sebuah asam

lemak dengan rantai karbon sedang (jumlah karbonnya 12) yang biasa disebut

Medium Chain Fatty Acid (MCFA). MCFA mudah diserap ke dalam sel kemudian ke dalam mitokondria, sehingga metabolisme meningkat. Dengan peningkatan

metabolisme maka sel-sel bekerja lebih efisien membentuk sel-sel baru serta

mengganti sel-sel yang rusak lebih cepat (Inggita et al. 2006). Telah dilaporkan oleh Garfinkel et al. (1992) bahwa VCO yang mengandung asam laurat dan asam kaprat ternyata mempunyai efek yang sangat potensial dalam merangsang

terjadinya sekresi insulin oleh sel-sel Langerhans pankreas. VCO juga

mengandung vitamin E alami polifenol. Kandungan ini juga dapat membantu

memerangi radikal bebas pada kondisi diabetes.

Kembalinya sekresi insulin oleh sel-sel beta pulau Langerhans

menyebabkan tubuh kembali dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi,

sehingga tubuh mengurangi proses pencarian sumber energi alternatif. Radikal

bebas yang merupakan produk sampingan dari proses ini pun berkurang. Kondisi

ini menyebabkan sel yang mengalami degenerasi lebih rendah. Dengan

berkurangnya radikal bebas dan dengan adanya bantuan antioksidan eksogen dari

VCO maka kerja dari antioksidan endogen menjadi lebih ringan karena

antioksidan yang menangkap radikal bebas lebih sedikit sehingga kandungan

antioksidan tubuh terutama Cu,Zn-SOD yang dapat dipertahankan lebih banyak

dibanding kelompok K+ dan MG.

Berdasarkan hasil pengamatan kualitatif, perhitungan kuantitatif serta

persentase jumlah inti sel tubuli renalis, kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada

jaringan ginjal kelompok perlakuan VA lebih tinggi dari kelompok perlakuan VB

(Tabel 2 dan Gambar 3). Kelompok perlakuan VA diberi cekok VCO yang

diproduksi tanpa panas sedangkan VB diberi cekok VCO yang diproduksi dengan

panas terkendali. Menurut Subroto (2006) proses produksi yang menerapkan

penggunaan panas dapat menurunkan kadar Vitamin E dan polifenol sekitar 25%.

Bahkan dapat hilang sama sekali dengan pemanasan yang berlebihan. Hal ini

(49)

tinggi sehingga membantu kerja antioksidan endogen melawan radikal bebas dan

menyebabkan jumlah radikal bebas berkurang. Rendahnya jumlah radikal bebas

akan memperingan kerja antioksidan endogen. Kerja antioksidan endogen

menjadi lebih ringan karena antioksidan yang menangkap radikal bebas lebih

sedikit sehingga sisa antioksidan yang dapat dipertahankan lebih banyak. Oleh

karena itu antioksidan terutama Cu,Zn-SOD pada VA lebih tinggi dibanding VB

Rendahnya kandungan antioksidan intraselular Cu,Zn-SOD terlihat lebih

nyata pada tubuli proksimalis dibandingkan dengan tubuli distalis (Tabel 1). Hal

ini disebabkan karena organel peroksisom ditemukan paling banyak pada tubuli

proksimalis (Hinton dan Prince 1993).Pada kondisi diabetes mellitus pemecahan

lipid melalui jalur oksidasi pada peroksisom meningkat dan lebih tinggi

dibanding pada mitokondria. Dalam proses tersebut akan dihasilkan produk

sampingan yaitu radikal bebas (Orelana et al. 1992). Jika proses ini berlangsung terus-menerus maka radikal bebas yang dihasilkan semakin tinggi. Radikal bebas

juga lebih banyak terbentuk di sel tubuli proksimalis dibandingkan dengan di sel

tubuli distalis, sehingga kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada sel tubuli

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pada kondisi diabetes mellitus kandungan Cu,Zn-SOD menurun.

2. Pemberian virgin coconut oil (VCO) meningkatkan kandungan Cu,Zn-SOD pada ginjal tikus diabetes mellitus.

3. Virgin coconut oil (VCO) yang dibuat tanpa pemanasan lebih efektif dibandingkan virgin coconut oil (VCO) yang dibuat dengan pemanasan.

Saran

Masyarakat disarankan untuk mengkonsumsi VCO dengan dosis tertentu

sebagai terapi diabetes mellitus secara teratur dan mengatur pola makan

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Aruoma O I. 1998. Free radicals, oxidative stess and antioxidants in human health and disease. J. AOCS 75(2) 199-212

Asikin N. 2001. Antioksidan Endogen dan Penilaian Status Antioksidan. Makalah Dalam Kursus Penyegaran Pelatihan 2001 Radikal bebas dan Antioksidan: Dasar, Aplikasi dan Pemanfaatan bahan Alam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pp1-6

Banks WJ. 1993. Applied Veterinary Histology 3th ed. USA: Mosby. Pp.6

Fife B. 2004. The Coconut Oil Miracle. New York: Piccadilly Books. Pp.67-68

Freisleben HJF. 2001. Free Radical and ROS (Reactive Oxigen Species) in Biological. Jakarta: FKUI. Pp.1-7

Fridovich I. 1975. Superoxide dismutase. Ann. Rev. Biochem. 44: 147-159

Fridovich I. 1986. Superoxide Dismutase. In: Meister A (ed), Advances Enzymology. New York: Jhon Wiley and Sons. Pp. 61-97

Garfinkel M, S Lee, SC Opara, OE Akwari. 1992. Insulinotropic potency of lauric acid, a metabolic rationale for medium fatty acid (MCF) in TPN formulation. J. Surg 52(4) : 328-333

Gitawati R. 1995. Radikal bebas sifat dan peranan dalam menimbulkan kerusakan atau kematian sel. Cermin Dunia Kedokteran. 102 : 33-36

Halliwel B, JMC Gutterige. 1999. Free Radical in Biology and Medicine 3th Edition. Oxford: Unversity press. Pp 107-113, 561-562

Hinton RH, SC Prince. 1993. Peroxisomes: Biology and Importance in Toxicology and Medicine. Gibson GG, Brian L, Editor. London: CRC press. Pp 487-490

Hwang J, DJ Kleinhenz, B Lassegue, KK Grindling, S Dikalov, CM Hart. 2005. Peroxisome proliferator-activated receptor- ligands regulate endothelial membrane superoxide production. Am J Phisiol Cell.288:C899-C905

Inggita K, S Andarini, Aswin, AAG Anom. 2006. The different effects between palm oil And virgin coconut oil administration on improving lipid profile (cholesterol) of rats with atherogenic diet. J.Ked.Brawijaya

22(3):113-120

Gambar

Gambar 1. Fotomikrograf jaringan ginjal tikus perlakuan K- : kontrol negatif ; K+ : kontrol positif (perlakuan diabetes); VA : VCO A (tanpa pemanasan) + perlakuan diabetes; VB : VCO B (pemanasan bertahap) + perlakuan diabetes; MG : minyak goreng + perlakua
Gambar 2. Fotomikrograf jaringan ginjal tikus perlakuan K-: kontrol negatif ; K+: kontrol positif (perlakuan diabetes); VA: VCO A (tanpa pemanasan) + perlakuan diabetes; VB: VCO B (pemanasan bertahap) + perlakuan diabetes; MG: minyak goreng + perlakuan dia
Tabel 1. Distribusi dan frekuensi Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal tikus
Tabel 2. Rata-rata jumlah sel tubuli renalis pada berbagai tingkatan kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal tikus perlakuan perlapang pandang pada pembesaran 20x
+2

Referensi

Dokumen terkait

Merujuk teori Emile Durkheim bahwa agama adalah produk masyarakat berupa ketentuan-ketentuan yang berfungsi sebagai perekat masyarakat, menyimak teori Jean Jacques Rousseau

Strategi promosi dalam bentuk media desain diperlukan sebagai bentuk usaha management Artis dalam mempromosikan artis baru, menurut pihak label e-motion dalam strategi

menghadapi mata pelajaran IPA pada kompetensi dasar “ Mendeskripsikan hubungan antara struktur panca indera dengan fungsinya ”.Hampir 6,7% (10 siswa) dari sejumlah

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan diduga bahwa ada pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN - NET PAJAK PENGHASILAN TERKAIT.. TOTAL LABA (RUGI)

Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan

Bank Umum (Commercial Bank) memiliki peranan yang sangat penting dalam penggerakan roda perekonomian nasional, karena lebih dari 95% Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasioanl

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui metode yang paling efektifantara metode Inquiry dan metode Problem Based Learning terhadap kemampuan menulis teks berita siswa