• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morfofisiologi dan hasil berbagai provenan jarak pagar (Jatropha curcas L) pada cekaman kekeringan dan asosiasinya dengan fungi mikoriza arbuskular

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Morfofisiologi dan hasil berbagai provenan jarak pagar (Jatropha curcas L) pada cekaman kekeringan dan asosiasinya dengan fungi mikoriza arbuskular"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

PADA CEKAMAN KEKERINGAN DAN ASOSIASINYA

DENGAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR

ISKANDAR M. LAPANJANG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ISKANDAR M. LAPANJANG. Morphophysiology and Yield of Several Provenances of Physic Nut (Jatropha curcas L.) under Drought Stress Condition and Their Association with Arbuscular Mycorrhizae Fungi. Under supervision of BAMBANG S. PURWOKO as chairman, HARIYADI, SRI WILARSO BUDI R, and MAYA MELATI members of the advisory committee.

A series of experiments were conducted to determine physic nut provenance productivity, morphological and physiological mechanisms of plants under drought conditions, potency of Arbuscular Mycorrhizae Fungi (AMF) and its association with physic nut in production under drought condition.

Four experiments have been done, namely (1) testing the potency of indigenous AMF from 2 ecosystems where physic nuts grown, (2) testing four physic nut provenances (Palu, NTB, IP-1A, and IP-1P) under three water status (80, 60, and 40 % field capacity), (3) the effectiveness of AMF (without AMF, Glomus sp-1p, Acaulospora sp-1p, and mixture of Glomus sp-1p and Acaulospora sp-1p) with physic nut provenances at drought stress (80 and 40 % field capacity), and (4) the morpho-physiological and yield of 4 physic nut provenances inoculated with AMF in dry land Palu.

The results of the first experiment showed that number of infective propagules of AMF in soil from multiple cropping soil was 1117 microorganism/g soil, while from natural soil was 711 microorganism/g soil. Indigenous soil AMF from expansion land of physic nut predominated by Glomus sp. The second experiment showed that drought conditions reduced stem diameter (31.4 %), root length (31.94%), leaf area (72.7%), and dry biomass (74.8%) and relative water content in leaves, but increased proline content in leaves (83.47%). Provenances IP-1A, NTB and Palu are suitable for dry land with dry climate, while IP-1P is suitable for dry land with high rainfall. The third experiment showed the growth of IP-1P which is sensitive to drought, could be improved by AMF application. The application of Glomus sp-1p and Acaulospora sp-1p had a better effect than single AMF. The last experiment showed that symbiosis with AMF improved adaptation of crop under drought stress. AMF increased proline and relative water content, seed weight, seed oil content, and seed oil production. The highest dry seed production (92.9 kg ha -1) and seed oil production (30.7 kg oil ha -1) were obtained from plants inoculated with AMF. The IP-1A provenan produced the highest dry seed (80.6 kg ha-1) and oil (26.4 kg ha-1).

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Morfofisiologi dan Hasil Berbagai Provenan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Cekaman Kekeringan dan Asosiasinya dengan Fungi Mikoriza Arbuskular ” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, September 2010

ISKANDAR M. LAPANJANG

(4)

ISKANDAR M. LAPANJANG. Morfofisiologi dan Hasil Berbagai Provenan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Cekaman Kekeringan dan Asosiasinya dengan Fungi Mikoriza Arbuskular. Dibimbing oleh BAMBANG S. PURWOKO selaku ketua komisi, HARIYADI, SRI WILARSO BUDI R., dan MAYA MELATI sebagai anggota komisi pembimbing.

Jarak pagar diharapkan dapat dibudidayakan di lahan marginal yang ketersediaan airnya terbatas. Oleh karena itu perlu dipelajari provenan jarak pagar yang mampu berproduksi optimal, bentuk mekanisme morfologi dan fisiologi tanaman ketika tercekam kekeringan, serta potensi Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) untuk mendukung produksi jarak pagar di lahan yang mengalami cekaman kekeringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tanaman jarak pagar yang memiliki keunggulan toleransi dan hasil pada kondisi tercekam kekeringan dan hubungannya dengan FMA.

Guna mencapai tujuan tersebut, telah dilakukan empat percobaan. Percobaan pertama yaitu pengujian potensi FMA indigenous pada 2 ekosistem tempat penanaman jarak pagar yaitu ekosistem kebun (lahan dimana tanaman jarak pagar ditanam berdekatan dengan tanaman lain misalnya jagung, ubi, kacang), dan ekosistem alami (lahan dimana tanaman jarak pagar tumbuh sendiri secara alami). Percobaan ke-dua adalah uji toleransi 4 provenan jarak pagar (Palu, NTB, IP-1A, dan IP-1P) pada tanah dengan kadar air 80, 60, dan 40 % kapasitas lapang, terutama untuk menentukan provenan yang cocok tumbuh pada lahan kering beriklim kering. Percobaan ke-tiga yaitu uji efektifitas FMA (tanpa FMA, Glomus sp-1p, Acaulospora sp-1p, Glomus sp-1p + Acaulospora sp-1p) dengan 4 provenan jarak pagar (Palu, NTB, IP-1A, dan IP-1P) pada kadar air tanah 80 dan 40 % kapsitas lapang. Percobaan ke-empat adalah studi morfofisiologi dan produksi 4 provenan jarak pagar yang diperlakukan dengan 2 jenis FMA yaitu tanpa diberi FMA dan diberi isolat FMA Glomus sp-1p dicampur dengan Acaulospora sp-1p, yang dilakukan pada lahan kering di Palu.

(5)

masing-masing adalah 711organisme/g tanah dan 4 spesies spora FMA. Tanah kedua ekosistem tersebut didominasi oleh spesies mikoriza Glomus sp.

Percobaan ke-dua dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB pada bulan September - Desember 2007. Bahan utama provenan Palu, NTB, IP-1A, IP-1P. Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial, dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Faktor pertama ialah provenan jarak pagar terdiri atas Palu, NTB, IP-1A, dan IP-1P. Faktor ke-dua ialah tingkat cekaman kekeringan terdiri atas: 80, 60, dan 40% kapasitas lapang. Satuan percobaan terdiri atas 2 tanaman yang masing-masing tanaman ditanam pada ember ukuran volume 7 l (5.5 kg bobot tanah kering mutlak). Karakter morfologi yang diamati pada akhir percobaan (12 MST) adalah bobot kering dan panjang akar, bobot kering tajuk, ratio bobot tajuk akar. Karakter fisiologi yang diamati pada akhir percobaan (12 MST) adalah kandungan air relatif daun, kebutuhan air tanaman, efisiensi penggunaan air (EPA), kandungan prolin di daun, kerapatan stomata daun bagian atas dan bawah, dan kerapatan stomata terbuka dan tertutup. Selanjutnya batas ambang (threshold) kadar air yang menyebabkan cekaman kekeringan ditentukan berdasarkan kadar air yang menyebabkan persentase penurunan biomas (bobot kering tanaman) jika dibandingkan dengan perlakuan 80% kadar air tersedia. Penentuan taraf toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan mengacu pada metode Sufyati, sedangkan untuk menentukan provenan toleran dan peka kekeringan adalah dengan menggunakan uji indeks sensitivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan cekaman kekeringan sampai pada kadar air tanah 40 % menurunkan ukuran diameter batang (31.4%), panjang akar (31.94%), luas daun (72.7%), menurunkan berat kering tanaman (74.8%), kandungan air relatif daun, kebutuhan air tanaman, efisiensi penggunaan air tanaman, jumlah stomata terbuka dan tertutup, jumlah total stomata daun, akan tetapi meningkatkan kandungan prolin di daun jarak pagar (84.5%). Provenan IP-1A, NTB dan Palu cocok ditanam pada lahan kering beriklim agak kering sampai kering, sedangkan IP-1P cocok ditanam pada lahan kering beriklim basah.

(6)

Percobaan ke-empat dilaksanakan di lapangan tempat pengembangan jarak pagar di daerah kota Palu, di Sulawesi Tengah. Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 sampai Oktober 2009. Bahan utama yang digunakan adalah inokulum FMA isolat campuran Glomus sp-1p. dan Acaulospora sp-1p dan benih jarak pagar provenan Palu, NTB, IP-1A dan IP-1P. Percobaan menggunakan RAK faktorial, dua faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor pertama ialah provenan jarak pagar, terdiri atas Palu, NTB, IP-1A dan IP-1P. Faktor ke-dua ialah spesies FMA terdiri atas tanpa FMA dan FMA indigenous campuran Glomus sp-1p dan Acaulospora sp-1p. Setiap satuan percobaan terdiri atas 6 tanaman. Satuan percobaan adalah petak percobaan 4 m x 6 m, luas petak percobaan keseluruhan adalah 576 m2. Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman jarak pagar adalah 2 m x 2 m. Penanaman dilakukan di lapangan dengan menggunakan bibit yang telah berumur 3 bulan. Pengamatan dilakukan terhadap derajat infeksi akar, karakter morfologi (tinggi tanaman saat panen, luas daun, jumlah daun, bobot kering akar, bobot kering tajuk, bobot basah daun, bobot basah akar), karakter fisiologi (prolin, dan KAR daun, persentase kandungan minyak biji, dan kandungan minyak biji per hektar), dan komponen hasil (persentase minyak biji kering, bobot biji kering per hektar, dan bobot minyak biji kering per hektar). Penelitian menunjukkan bahwa simbiosis dengan FMA menambah kemampuan adaptasi tanaman pada kondisi tercekam kekeringan yang ditunjukkan oleh semakin meningkatnya kemampuan tanaman dalam meningkatkan organ vegetatif, kadar air relatif daun, dan organ generatif, serta kandungan minyak biji, dan hasil minyak biji, akan tetapi menurunkan kadar prolin di daun. Tanaman yang diberi FMA mempunyai produksi biji kering dan minyak tertinggi, berturut-turut adalah 92.9 kg biji/ha dan 30.7 kg minyak/ha, pada tanaman umur 1 tahun. Provenan IP-1A menghasilkan 81 kg/ha biji dan 26.8 kg minyak/ha, tertinggi dibanding provenan lainnya.

(7)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2010 Hak Cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah,

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2010 Hak Cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah,

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(9)

PADA CEKAMAN KEKERINGAN DAN

ASOSIASINYA DENGAN FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULAR

ISKANDAR M. LAPANJANG

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(10)

dan Asosiasinya dengan Fungi Mikoriza Arbuskular Nama Mahasiswa : Iskandar M. Lapanjang

NRM : A. 361 050 031

Program Studi : Agronomi (AGR)

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc. Dr. Ir. Hariyadi, MS Ketua Komisi Anggota

Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS Dr. Ir. Maya Melati, MS, M.Sc Anggota Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Agronomi, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(11)
(12)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga disertasi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor dapat penulis selesaikan dengan baik.

Disertasi yang berjudul “Morfofisiologi dan Hasil Berbagai Provenan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Cekaman Kekeringan dan Asosiasinya dengan Fungi Mikoriza Arbuskular ”, merupakan tugas akhir studi Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Masalah cekaman kekeringan dan terbatasnya ketersediaan hara bagi tanaman merupakan permasalahan yang dihadapi dalam upaya budidaya tanaman jarak pagar di lahan marginal, karena tanaman jarak pagar tidak dapat tumbuh optimal dan menghasilkan buah. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk mencari jenis tanaman jarak pagar yang toleran dan cocok dibudidayakan di lahan marginal. Selain itu dapat juga ditempuh dengan memanfaatkan jasad simbiotik bagi tanaman, yang diharapkan dapat membantu peningkatan serapan air dan hara bagi tanaman. Salah satu mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan adalah fungi mikoriza arbuskula. Pemanfaatan mikoriza arbuskular dimaksud untuk membantu tanaman dalam proses penyerapan air dan hara yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan tanaman di lahan marginal. Keterlibatan mikoriza arbuskula dalam peningkatan penyerapan air oleh tanaman diharapkan dapat mengatasi persoalan cekaman kekeringan.

Masalah jarak pagar dipandang perlu dan penting diangkat dalam sebuah tulisan akademik sebab jarak pagar merupakan tanaman sumber alternatif bahan bakar minyak atau dikenal sebagai biodisel. Pemerintah memprogramkan untuk mensubstitusi lima persen dari kebutuhan minyak diesel dengan minyak jarak kasar yaitu suatu minyak yang diperoleh dari biji tanaman jarak pagar.

(13)

sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Anggota Komisi, Dr. Ir. Hariyadi, M.S., Dr. Ir. Sri Wilarso Budi, M.S., dan Dr. Ir. Maya Melati, MS. M.Sc. telah memberikan bimbingan yang intensif, motivasi, informasi, dan kritik serta saran-saran yang sangat berharga dalam penyelesaian studi maupun disertasi ini.

Kepada Rektor Universitas Tadulako dan Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako disampaikan terima kasih telah memberikan izin dan kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB. Kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, staf pengajar, staf administrasi disampaikan terima kasih telah memberikan kesempatan, bimbingan, ilmu dan pelayanan yang baik selama melaksanakan studi di IPB. Penulis bangga dapat menjadi bagian dari keluarga besar IPB. Terima kasih juga disampaikan kepada Pemda Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemda Kabupaten Parigi Moutong, serta Yayasan Danamandiri atas dukungan sebagian dana pelaksanaan penelitian. Terima kasih disampaikan pula kepada DITJEN DIKTI KEMENDIKNAS atas beasiswa BPPS yang diberikan kepada penulis dan dana bantuan Hibah Bersaing. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Ucapan serupa disampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan Dr. Ir. Ince Raden, MS., Dr.Ir. Bambang Budi Santoso, M.Sc, Arief Setiawan, SP., MSi., Safrizal, SP., MSi., atas bantuan dan kebersamaannya.

(14)

yang telah diberikan dari semua pihak mendapatkan nilai ibadah yang diterima oleh Allah SWT Amien.

(15)

Penulis dilahirkan pada 15 Juli 1962 di Jakarta, sebagai anak ke-lima dari tujuh bersaudara pasangan Bapak Mohammad Sairun Lapanjang dan Ibu Titiek Soeranti. Penulis menikah dengan Nurmiati, AmdKep dan dikarunia dua anak perempuan yaitu Athitah Pratiwi dan Faikah Dyah Utami.

Penulis menamatkan pendidikan formal di SDN Tinombo tahun 1975, SMPN Tinombo pada tahun 1977, dan SMAN 1 Palu pada tahun 1981. Penulis mendapatkan gelar Sarjana Pertanian (Ir.) di Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu dengan bidang keahlian Budidaya Pertanian pada tahun 1987, dan kemudian mendapatkan gelar master (MP.) di Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tahun 1997 dengan bidang keahlian Produksi Tanaman. Tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan doktor pada program studi Agronomi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis adalah staf pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu sejak 1989 hingga sekarang.

Selama mengikuti program S3, penulis menjadi Wakil Ketua Bidang pada Pengurus Forum Mahasiswa Pascasarjana Agronomi periode 2005-2006, Anggota Tim Penasehat Pengurus pada Forum Wacana Mahasiswa Pascasarjana IPB periode 2006-2007. Ketua Forum Mahasiswa Asal Sulawesi Tengah periode 2006-2008. Karya Ilmiah yang dihasilkan penulis yang telah diterbitkan adalah : (1) Evaluasi Beberapa Provenan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk toleransi Cekaman Kekeringan, diterbitkan di Buletin Agronomi Vol.XXXVI No.3. hal. 263-269 Desember 2008, dan (2) Uji Efektifitas Isolat Mikoriza dengan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Provenan Palu pada Kondisi Cekaman Air diterbitkan di Jurnal Eukariotik volume 7 No. 2. hal 53-57, Juli - Desember 2009.

(16)

Halaman

DAFTAR TABEL ………... xvii

DAFTAR GAMBAR ……….. xx

DAFTAR LAMPIRAN ………... xxii

PENDAHULUAN ………... 1

Latar Belakang ……… 1

Tujuan Umum Penelitian ……… 3

Tujuan Khusus Penelitian ………... 3

Hipotesis ……… 4

Manfaat Penelitian ……… 4

Ruang Lingkup dan Kerangka Penelitian ………... 4

TINJAUAN PUSTAKA ……….. 7

Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jarak Pagar ……... 7

Budidaya Tanaman Jarak Pagar ... 9

Hubungan Air dengan Kandungan Minyak Biji ... 11

Kondisi Lingkungan ... 12

Pengaruh Cekaman Air pada Pertumbuhan Tanaman ... 12

Mekanisme Fisiologi dan Toleransi Tanaman ... 14

Taksonomi, Karakteristik dan Habitat FMA ... 15

Manfaat FMA ... 17

Tahapan Kolonisasi FMA ... 18

STUDI POTENSI FMA INDIGENOUS DARI LOKASI PENANAMAN JARAK PAGAR DI LEMBAH PALU 23

Abstrak ... 23

Abstract ... 23

Pendahuluan ... 24

Bahan dan Metode ... 25

Hasil dan Pembahasan ... 31

Simpulan ... 35

TOLERANSI BERBAGAI PROVENAN JARAK PAGAR TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN 37 Abstrak ... 37

Abstract ... 37

Pendahuluan ... 38

Bahan dan Metode ... 39

Hasil dan Pembahasan ... 43

(17)

xvi EFEKTIFITAS FMA DENGAN PROVENAN JARAK PAGAR PADA

CEKAMAN KEKERINGAN

58

Abstrak ... 58

Abstract ... 58

Pendahuluan ... 59

Bahan dan Metode ... 60

Hasil dan Pembahasan ... 61

Simpulan ... 73

MORFOFISIOLOGI DAN HASIL BERBAGAI PROVENAN JARAK PAGAR ( Jatropha curcas L) DAN ASOSIASINYA DENGAN FMA DI LAPANGAN Abstrak ... 74

Abstract ... 74

Pendahuluan ... 75

Bahan dan Metode ... 77

Hasil dan Pembahasan ... 80

Simpulan ... 94

PEMBAHASAN UMUM ... 95

SIMPULAN DAN SARAN ... 102

Simpulan ... 102

Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103

(18)

Halaman

3.1

Jenis spora hasil isolasi dari ekosistem kebun yang ditanami

jarak pagar di Desa Poboya Kota Palu Sulawesi Tengah ...

32

3.2.

Jenis spora hasil isolasi dari ekosistem bukan kebun (alami)

yang di tanami jarak pagar di Desa Poboya Kota Palu

Sulawesi Tengah ...

33

4.1.

Panjang dan bobot kering akar beberapa provenan tanaman jarak

pagar pada berbagai tingkat cekaman kekeringan ……...

44

4.2.

Luas daun beberapa provenan tanaman jarak pagar pada

berbagai tingkat cekaman kekeringan dan provenan ………...

45

4.3.

Diameter batang dan jumlah daun tanaman jarak pagar pada

berbagai perlakuan ...

46

4.4.

Bobot kering tanaman jarak pagar pada berbagai perlakuan ...

47

4.5.

Indeks sensitivitas kekeringan berdasarkan sejumlah karakter

morfologi beberapa provenan tanaman jarak pagar ...

48

4.6.

Kadar prolin daun dan kadar air relatif daun beberapa provenan

tanaman jarak pagar pada berbagai tingkat cekaman kekeringan ....

48

4.7.

Kebutuhan air tanaman beberapa provenan tanaman jarak pagar

pada berbagai tingkat cekaman kekeringan ...

49

4.8.

Efesiensi penggunaan air beberapa provenan tanaman jarak pagar

pada berbagai tingkat cekaman kekeringan ...

50

4.9.

Kerapatan stomata daun bagian atas jarak pagar pada berbagai

perlakuan ...

51

4.10

Kerapatan stomata daun bagian bawah tanaman jarak pagar pada

berbagai perlakuan ...

52

4.11

Indeks sensitivitas kekeringan berdasarkan sejumlah

(19)

xviii

5.1.

Derajat infeksi FMA beberapa provenan jarak pagar akibat

pemberian mikoriza dan cekaman kekeringan ...

62

5.2.

Bobot basah akar beberapa provenan jarak pagar akibat

pemberian mikoriza dan cekaman kekeringan ...

63

5.3.

Bobot basah batang beberapa provenan jarak pagar yang diberi

perlakuan cekaman kekeringan ...

65

5.4.

Bobot kering batang beberapa provenan jarak pagar yang diberi

perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan ...

66

5.5.

Bobot basah daun semua provenan jarak pagar yang diberi

Perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan ...

66

5.6.

Bobot kering daun beberapa provenan jarak pagar yang diberi

perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan ...

67

5.7.

Bobot kering daun beberapa provenan jarak pagar yang

diberi perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan ...

68

5.8.

Jumlah daun beberapa provenan jarak pagar yang diberi

perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan ...

68

5.9.

Jumlah daun beberapa provenan jarak pagar yang diberi

perlakuan mikoriza dan cekaman kekeringan ...

69

5.10. Luas daun (cm

2

)beberapa provenan jarak pagar dengan

pemberian mikoriza dan cekaman kekeringan ...

70

5.11. Tinggi tanaman beberapa provenan jarak pagar yang diberi

mikoriza dan cekaman kekeringan ...

71

6.1.

Derajat infeksi FMA beberapa provenan jarak pagar umur 1 tahun

dengan pemberian mikoriza ...

80

6.2.

Kadar air relatif dan kadar prolin di daun beberapa provenan

tanaman jarak pagar umur 1 tahun yang diberi mikoriza ...

81

6.3.

Kadar prolin di daun beberapa provenan tanaman jarak pagar

Dan jenis mikoriza ( µg/100cm

2

) ...

81

6.4.

Luas daun, jumlah daun, tinggi tanaman,jumlah cabang primer dan

jumlah cabang sekunder arak pagar umur 1 tahun yang diberi

(20)

xix

6.5.

Komponen produksi beberapa provenan tanaman jarak pagar

umur 1 tahun yang diberi mikoriza ...

83

6.6.

Bobot biji beberapa provenan tanaman jarak pagar umur 1 tahun

yang diberi mikoriza ...

83

6.7.

Kandungan minyak dan air beberapa provenan tanaman jarak

(21)

Halaman

1.1 Diagram alur penelitian tanaman jarak pagar (Jatropha

curcas L) guna mengatasi cekaman kekeringan ... 6 2.1. Penampang memanjang anatomi FMA( INVAM, 2003)... 19 2.2. Bidang kontak pada dua tipe mikoriza VA (a) Tipe Arum;

(b) Tipe Paris (Smith dan Read 1997) ………... 20 3.1. Peralatan isolaasi mikoriza spora dengan menggunakan

teknik tuang saring ... 27 3.2. Teknik trapping dan perbanyakan spora mikoriza ... 29 3.3. Teknik pengembangan kultur spora tunggal ... 30 4.1. Panjang akar provenan jarak pagar pada perlakuan

kadar air tanah 80, 60, dan 40 % KL …... 44 4.2. Diameter batang povenan tanaman jarak pada kadar

air tanah 80, 60, dan 40 % kapasitas lapang………… 46 4.3. Kerapatan stomata epidermis daun bagian atas dan bawah

tanaman jarak pagar povenan Palu, NTB, IP-1A, IP-1P

(pembesaran 400 x) ... 51 5.1. Jaringan akar tanaman tidak terinfeksi (A) dan terinfeksi

FMA (B) ... 62 5.2. Akar tanaman jarak pagar yang tanpa diberi FMA dan

diberi FMA pada kondisi cekaman kekeringan (kadar air

tanah 80 dan 40% kapasitas lapang) ... 63 5.3. Bobot kering akar beberapa provenan jarak pagar yang

diberi mikoriza ... 64 5.4. Bobot kering akar beberapa provenan jarak pagar yang

diberi cekaman ... 64 5.5 Bobot kering akar beberapa provenan jarak pagar ... 65 6.1. Data curah hujan, waktu pembibitan (WP), penanaman di

lapangan (WT), periode dilapangan (PL), waktu panen

(22)

xxi 6.2. Diagram lintasan peubah pertumbuhan dan produksi

tanaman jarak pagar terhadap hasil minyak biji

perhektar ... 93 7.1. Bentuk adaptasi tanaman jarak pagar yang mengalami

cekaman kekeringan mulai dari menggulung daun(A-B)

sampai menggugurkan daun tanaman (C-D) ... 96 7.3. Ilustrasi skematik hubungan Fungi Mikoriza Arbuskular

(FMA) dan provenan tanaman jarak pagar dalam kondisi

(23)

Halaman 1.

2.

3.

4.

5. 6. 7.

8. 9. 10. 11. 12. 13.

14. 15.

Perlakuan percobaan MPN (Most Probable Number) …………

Prosedur penghitungan MPN (Most Probable Number) menurut Sieverding (1991) ... Prosedur pengamatan kolonisasi FMA pada akar tanaman contoh ... Penetapan kadar air relatif (KAR) daun metode Slatyer dan Barrs (1965) ... Analisis kadar prolina daun ... Prosedur kerja penentuan jumlah stomata ... Uji sensitivitas suatu tanaman terhadap cekaman

kekeringan ... Penetapan kadar air tersedia dan bobot basah tanah ... Data curah hujan tempat penelitian tahun 2008 ... Data curah hujan tempat penelitian tahun 2009 ... Data suhu harian tempat penelitian tahun 2008 ... Data suhu harian tempat penelitian tahun 2009 ... Hasil analisis tanah dari Desa Poboya Kota Palu Sulawesi Tengah tempat penelitian ………. Hasil analisis pupuk kandang sapi ……… Analisis kandungan minyak biji jarak pagar menggunakan metode soxhlet ...

113

114

116

117 118 119

119 120 121 122 123 124

125 125

(24)

Latar Belakang

Pertambahan jumlah penduduk akan berimplikasi tidak hanya pada peningkatan kebutuhan primer seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan juga pada kebutuhan pendukung lainnya seperti sarana tranportasi dan aktivitas industri untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan aktivitas transportasi dan industri akan menyebabkan peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak. Indonesia saat ini tercatat sebagai negara pengimpor bahan bakar minyak. Walaupun Indonesia masih memproduksi bahan bakar sendiri, kebutuhan melebihi produksi. Oleh karena itu perlu dikembangkan sumber energi alternatif yang bersifat ramah lingkungan (environmentally friendly), berkelanjutan (sustainable) dan terbarukan (renewable). Salah satu alternatif yang mungkin dikembangkan berasal dari tanaman

Banyak jenis tanaman yang berpotensi sebagai sumber bahan bakar antara lain kelapa sawit, kelapa, kemiri, singkong, tebu, jarak pagar, nyamplung (Hariyadi 2005). Mengingat minyak kelapa sawit dan minyak kelapa banyak dimanfaatkan sebagai minyak makan (edible oil), maka peluang pemanfaatan jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel lebih besar. Hal ini karena minyak jarak pagar tidak termasuk dalam kategori minyak makan (non edible oil) (Hambali et al. 2006) sehingga pemanfaatan jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel tidak akan mengganggu penyediaan kebutuhan minyak makan nasional, kebutuhan industri oleokimia, dan ekspor minyak sawit kasar.

Tanaman jarak pagar selama ini hanya ditanam sebagai pagar dan tidak diusahakan secara khusus. Secara agronomis, tanaman jarak pagar dapat beradaptasi dengan lahan maupun agroklimat di Indonesia karena tanaman ini dapat tumbuh pada kondisi curah hujan 200-2000 mm per tahun (Heller 1996), atau 480 mm sampai 2380 mm (Jones dan Miller 1992). Selanjutnya menurut Becker dan Makkar (1999), untuk pertumbuhan terbaik jarak pagar membutuhkan curah hujan antara 900-1200 mm/tahun.

(25)

kemampuan adaptasi dan kelimpahan plasma nutfah (provenan) jarak pagar di Indonesia untuk memperoleh dan mengembangkan jenis-jenis tanaman jarak pagar yang dapat ditanam pada kondisi iklim basah, moderat, dan kering. Menurut Arisanti (2010), saat ini telah dilepas IP-1A,IP-1M, IP-1P, dan IP-2P

Pengembangan tanaman jarak pagar pada kondisi lahan yang optimal kurang menguntungkan karena akan menyebabkan nilai ekonomisnya menjadi rendah, dibandingkan bila tanaman jarak pagar ditanam pada kondisi lahan yang marginal (tidak subur dan kering). Oleh karena itu untuk meningkatkan nilai ekonomi tanaman jarak pagar, sebaiknya tanaman jarak pagar ditanam pada kondisi lahan yang marginal (kering dan kurang subur). Walaupun tanaman jarak pagar tergolong tanaman yang mempunyai daya adaptasi yang luas dan mudah tumbuh, tetapi ada permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkannya pada lahan marginal (Heler 1996). Kandungan bahan organik yang rendah menyebabkan struktur tanah kurang baik. Kondisi tersebut akan menyebabkan kurang tersedianya air yang mengakibatkan cekaman kekeringan bagi tanaman, sehingga tanaman jarak pagar tumbuh tidak optimal, dan tidak menghasilkan buah.

Cekaman kekeringan bagi tanaman dapat disebabkan oleh dua faktor, yakni: (1) kekurangan suplai air di daerah perakaran, dan (2) permintaan air yang berlebihan oleh daun yang disebabkan oleh laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman, walaupun air tanah cukup (Haryadi dan Yahya 1988; Tardieu 1997).

(26)

meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh tanaman baik dalam kondisi kecukupan air maupun kondisi tercekam kekeringan.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak sangat tergantung pada interaksi antara genetik tanaman dengan lingkungan (Hasnam et al. 2006). Secara alami, tanaman memiliki kemampuan beradaptasi terhadap cekaman kekeringan terutama terkait pengendalian transpirasi. Namun demikian informasi mengenai mekanisme adaptasi morfofisiologi tanaman jarak pagar terhadap cekaman kekeringan dan asosiasi dengan mikoriza di lahan marginal belum banyak diungkap. Pengungkapan mekanisme adaptasi tersebut dapat menjadi dasar budidaya tanaman jarak pagar yang toleran terhadap cekaman kekeringan.

Tujuan Umum Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah : Untuk mengidentifikasi tanaman jarak pagar yang memiliki keunggulan toleransi dan hasil pada kondisi cekaman kekeringan dan hubungan dengan fungi mikoriza arbuskular dalam adaptasi terhadap cekaman kekeringan.

Tujuan Khusus Penelitian

Tujuan khusus yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendapatkan isolat mikoriza arbuskular indigenous yang efektif pada

budidaya tanaman jarak pagar.

2. Menentukan provenan jarak pagar yang toleran dan peka terhadap cekaman kekeringan.

3. Mengungkap mekanisme adaptasi tanaman jarak pagar terhadap cekaman kekeringan.

(27)

Hipotesis

Hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat jenis mikoriza arbuskular indigenous yang efektif terhadap tanaman jarak pagar.

2. Terdapat provenan tanaman jarak pagar yang toleran dan peka terhadap cekaman kekeringan

3. Adaptasi tanaman jarak pagar terhadap cekaman kekeringan dan marjinal ditandai oleh perubahan karakter morfologi dan fisiologi .

4. Mikoriza arbuskula meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman jarak pagar terhadap cekaman kekeringan, melalui perannya dalam meningkatkan serapan air dan hara.

Manfaat Penelitian

Pengungkapan karakter morfologi, fisiologi dan mekanisme adaptasi tanaman jarak pagar pada kondisi tercekam kekeringan diharapkan dapat memberikan informasi dasar budidya dan pemuliaan provenan tanaman jarak pagar toleran terhadap kekeringan yang dapat dibudidayakan di lahan kering marginal.

Informasi peran fungi mikoriza arbuskular dalam peningkatan serapan air dan hara bagi tanaman akan bermanfaat untuk mendapatkan sistem budidaya tanaman di lahan kering yang efisien. Studi pengembangan FMA indigenous asal tanah kering tempat hidup jarak pagar yang kompatibel dengan tanaman jarak pagar dapat bermanfaat dalam pengadaan isolat FMA yang infektif dan efektif digunakan untuk kepentingan budidaya tanaman dilahan kering.

Ruang Lingkup dan Kerangka Penelitian

(28)

ekosistem penanaman jarak pagar, aspek ke-dua adalah, kajian tingkat toleransi jarak terhadap cekaman kekeringan, aspek ke-tiga yaitu kajian efektifitas simbiotik FMA dengan jarak pagar dan aspek ke-empat adalah kajian morfofisiologis dan hasil jarak pagar pada cekaman kekeringan dan asosiasinya dengan FMA. Keempat aspek kajian tersebut kemudian dirumuskan ke dalam empat judul penelitian, sebagai berikut :

1. Studi potensi FMA indigenous dari lokasi penanaman jarak pagar Lembah Palu

2. Uji berbagai provenan jarak pagar terhadap cekaman kekeringan

3. Uji efektifitas fungi mikoriza arbuskular dengan provenan jarak pagar pada cekaman kekeringan

4. Morfofisiologi dan hasil berbagai provenan jarak pagar ( Jatropha curcas L.) dan asosiasinya dengan Fungi Mikoriza Arbuskular di lapangan

(29)

Gambar 1.1. Diagram alur penelitian jarak pagar (Jatropha curcas L.) guna mengatasi cekaman kekeringan

Percobaan ke-satu Studi Potensi Fungi Mikoriza Arbuskular Indigenous Lahan Kering (di Laboratorium dan Rumah Kaca)

Percobaan ke-dua Uji Beberapa Provenan Jarak Pagar Berdasarkan Toleransi terhadap CekamanKekeringan (di Rumah Kaca)

Hasil yg diharapkan:

1. Jenis fungi mikoriza arbuskular indigenous

2. Kepadatan propagul infektif Fungi Mikoriza Arbuskular

Hasil yg diharapkan: 1.Batas ambang kadar air tanah penyebab cekaman kekeringan tanaman jarak pagar

2. Provenan jarak pagar yang toleran

Percobaan ke-tiga :

Uji Efektifitas Isolat Mikoriza dengan Beberapa Provenan Jarak Pagar (di Rumah Plastik)

Hasil yg diharapkan:

Jenis fungi mikoriza arbuskular yang efektif bersimbiosis dengan provenan jarak

Percobaan ke-empat :

Morfofisiologi dan Hasil Tanaman Jarak Pagar dan Asosiasinya dengan Fungi Mikoriza Arbuskular di Lapangan

Hasil yg diharapkan:

1. Provenan jarak yang toleran pada cekaman kekeringan.

2. Peranan fungi mikoriza arbuskular untuk meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman pada cekaman kekeringan.

(30)

Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu (Hambali et al. 2006). Klasifikasi tanaman jarak pagar menurut Hambali et al. (2006) dan Prihandana dan Hendroko (2006) adalah sebagai berikut, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Euphorbiales, Famili Euphorbiaceae, Genus Jatropha dan Spesies Jatropha curcas L.

Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1-7 m, bercabang tidak teratur (Prihandana dan Hendroko 2006). Hambali et al. (2006) menyatakan bahwa tanaman jarak pagar mempunyai sistem percabangan tidak teratur, batangnya berkayu, berbentuk silinder, dan bergetah.

Kondisi lingkungan yang optimal memungkinkan tanaman jarak berbuah sepanjang tahun, dengan periode panen besar 3 kali dalam setahun (Mahmud et al. 2006), pada kondisi tersebut akan ditemukan 4 tingkat stadia generatif, yaitu bunga, buah muda, buah tua, dan buah kering. Buah dipanen setelah berwarna kuning dan dikeringanginkan pada tempat yang teduh. Buah tersebut memiliki biji yang berwarna hitam mengkilat dan umumnya berjumlah 1500 biji per kg.

Daun Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar mempunyai daun berwarna hijau muda sampai hijau tua, dengan permukaan bagian atas jauh lebih hijau dibandingkan bagian bawah, dan daun jarak pagar merupakan jenis daun tunggal. Daun tanaman jarak pagar berbentuk agak menjari dengan lekukannya antara 5 sampai 7 serta tersusun secara berselang seling (Prihandana dan Hendroko 2005).

Daunnya lebar dan berbentuk jantung atau bulat telur melebar dengan panjang 5-15 cm. Helai daunnya berlekuk, dan ujungnya meruncing. Tulang daun menjari dengan jumlah 5-7 tulang daun utama. Daun dihubungkan dengan tangkai daun. Panjang tangkai daun antara 4-15 cm (Hambali et al. 2006)

(31)

sehingga bila setelah penanaman tidak segera turun hujan, tanaman jarak perlu segera diairi seperlunya.

Bunga Tanaman Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar berbunga majemuk dengan bentuk malai yang berwarna kuning kehijauan. Bunga berkelamin tunggal dan berumah satu atau bunga jantan dan bunga betina terpisah, tetapi masih dalam satu tanaman (monoecious). Meskipun demikian sering pula dijumpai bunga hermaprodit atau bunga jantan dan betina dalam satu bunga. Jumlah bunga jantan 4- 5 kali lipat dibandingkan bunga betina (Hambali et al. 2006). Bunga betina dan bunga jantan tersusun berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang (bunga terminal) atau ketiak daun (bunga lateral). Bunga memiliki 5 kelopak berbentuk bulat telur dangan panjang kurang lebih 4 mm. Benangsari mengumpul pada pangkal dan berwarna kuning. Tangkai putik berukuran pendek dan berwarna hijau dengan kepala putik melengkung keluar dan berwarna kuning. Bunga memiliki 5 mahkota yang berwarna ungu. Jumlah bunga setiap tandan terdiri atas lebih dari 15 bunga ( Hambali et al. 2006; Heller 1996).

Buah Tanaman Jarak Pagar

Buah jarak pagar berbentuk bulat telur berdiameter antara 2-4 cm. Buah berwarna hijau saat muda dan berubah menjadi kuning saat matang kemudian menjadi abu kecoklatan hingga hitam saat masak. Buah jarak terbagi menjadi 3 ruang yang masing-masing ruang berisi satu biji (Hambali et al. 2006). Proses pemasakan buah dalam malai tidak serentak dan memerlukan 90 hari dari pembungaan. Biji berbentuk bulat lonjong berwarna coklat kehitaman hingga

hitam dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm dan berat berkisar 0.4 – 0.6 g/biji (Prihandana dan Hendroko 2006; Heller 1996).

(32)

Observasi pada klon (provenan) di Indonesia yang telah dikumpulkan oleh Puslitbang Perkebunan memperlihatkan adanya variasi pada bentuk dan ukuran buah, jumlah buah, keserempakan pemasakan buah dan jumlah biji per buah (Hasnam et al. 2006).

Budidaya Tanaman Jarak Pagar

Budidaya tanaman jarak pagar dapat menggunakan bahan tanaman berupa biji maupun setek batang (Quinn 2005; Hambali et al. 2006; Prihandana dan Hendroko 2006), dan kultur jaringan (Prawitasari 2005). Heller (1996) menyarankan bahwa untuk tujuan produksi minyak, bahan tanaman sebaiknya berasal dari biji karena tanaman dapat bertahan lebih lama dan menghasilkan biji yang banyak. Kelebihan lain bahan tanaman asal biji adalah toleransi yang lebih tinggi terhadap kekeringan dibandingkan dengan yang dikembangkan dengan setek, karena tanaman asal biji, mempunyai akar tunggang dan akar cabang yang lebih banyak. Menurut Hariyadi (2005) dan Prawitasari (2005) jika menggunakan setek, dipilih cabang atau batang yang telah cukup berkayu dengan ukuran panjang sekitar 25 cm atau memiliki 3 ruas tiap setek, sedangkan untuk benih dipilih dari biji yang telah cukup tua yaitu diambil dari buah yang telah masak biasanya hitam

Tanaman jarak pagar selama pertumbuhan membutuhkan hara yang cukup. Jika tanah tidak subur, maka pada awal penanaman seharusnya lubang tanam diberi kompos atau pupuk kandang yang ditambah pupuk buatan. Kebutuhan pupuk buatan untuk jarak pagar pada tahun ke-dua dan seterusnya disarankan adalah 50 kg Urea, 150 kg SP-36, dan 30 kg KCl per hektar (Mahmud et al. 2006; Hendroko et al. 2006), yang disebarkan di sekeliling tanaman tepat di ujung tajuk terluar. Selain itu perlu pula penambahan pupuk kandang 2,5 ton/ha (1-2 kg per tanaman).

(33)

sampai sedang (tanah berkesuburan sedang) diairi setiap 7-10 hari, dan tanah-tanah yang agak berpasir atau tanah-tanah-tanah-tanah subur diairi setiap 10-12 hari (Mahmud et al. 2006).

Keragaan tanaman juga berpengaruh terhadap produktivitas tanaman. Produktivitas dan kualitas biji yang optimum diperoleh dengan mempertahankan, jumlah cabang tidak lebih dari 40 cabang per pohon (Anonim 2005).

Tanaman jarak mulai menghasilkan buah pada umur satu tahun. Produksinya stabil setelah berumur lima tahun dan seterusnya (Mahmud et al. 2006). Menurut Hariyadi (2005) dan Hambali et al. (2006), bunga dan buah jarak pagar dapat terbentuk sepanjang tahun. Hasil penelitian Santoso (2009) menunjukkan bahwa tanaman mulai berbunga setelah umur 80 hari setelah tanaman untuk bibit dari stek, sedangkan dari biji sekitar 120 hari setelah tanam. Heller (1996) dan Prihandana dan Hendroko (2006) menyatakan bahwa panen pertama dapat dilakukan setelah tanaman berumur 6-8 bulan. Secara lebih spesifik Santoso (2009) menjelaskan bahwa panen pertama berumur 150 hari setelah tanam untuk tanaman jarak berasal dari stek, dan tanaman berasal dari biji 190 hari setelah tanam.

(34)

untuk buah berwarna kulit hitam 31.47 %, sedangkan buah yang berwarna kulit hijau tua dengan biji hitam memiliki kandungan minyak hanya 20.70 %. Raden (2009) bahwa kandungan minyak biji jarak untuk tahun pertama panen berkisar 30.39 % - 34.43 %. Menurut Santoso (2009) melaporkan bahwa presentase pada musim kemarau lebih tinggi dibanding dengan pada musim hujan.

Hubungan Air dengan Kandungan Minyak Biji

Lemak dan minyak adalah senyawa yang serupa secara kimia, tapi pada

suhu ruangan lemak berbentuk padat, sedangkan minyak berbentuk cair. Titik leleh lemak ditentukan oleh jenis asam lemak yang dikandungnya. Pada

umumnya lemak disusun dari tiga asam lemak berbeda, walaupun kadangkala dua diantaranya sama. Titik leleh meningkat dengan semakin panjangnya rantai asam lemak dan adanya kejenuhan hidrogen (tidak adanya ikatan rangkap). Sehingga lemak padat biasanya mempunyai asam lemak jenuh, sedangkan minyak tumbuhan (misalnya biji kapas, jagung, kacang tanah, dan kedelai) mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat dengan satu ikatan rangkap dan linolet dua ikatan rangkap (Salisbury dan Ross 1995). Minyak dalam biji tanaman merupakan asam lemak yang secara umum bergantung kepada genus dan family tanaman. Family Euphorbiaceae mengandung asam lemak dalam biji yang berpotensi sebagai minyak nabati. Jarak Kepyar (Ricinus communis) yang mengandung asam lemak ricinoleic (Suryahadi et al. 2005) dan jarak pagar ( Jatropha curcas L.) mengandung dominan asam lemak tidak jenuh oleat dan linoleat (Brodjonegoro et al. 2005).

Lemak atau minyak yang terdapat dalam buah atau biji tumbuhan tidak diangkut dari daun tetapi disintesis di dalam buah atau biji. Walaupun daun memproduksi berbagai asam lemak yang terdapat dalam lipid pada membran, tetapi daun tidak mensintesis lemak atau minyak. Lemak dalam biji disintesis dari asetil-CoA melaui melalui lintasan asam mevalonat. Asetil-CoA yang digunakan untuk membentuk lemak dihasilkan oleh asam piruvat dalam proses glikolisis. Proses glikolisis merupakan proses pemecahan glukosa menjadi asam piruvat dan ATP sebagai sumber energi untuk pertumbuhan. Glukosa (karbohidrat) adalah hasil reaksi CO2 dan H2O dengan bantuan cahaya dalam

(35)

Selanjutnya Salisbury dan Ross (1995) menyatakan proses fotosintesa akan berjalan optimum jika air (H2O) optimum. Minyak jarak pagar merupakan

trigliserida yang tersususun oleh asam lemak palmitat, stearat, oleat, linoleat dan asam lemak lainnya. Dari komposisi tersebut, porsi terbesar adalah asam lemak linoleat.( 40,2 %) dan oleat (37,1 %) yang bersifat tidak jenuh dengan ikatan rangkap C18 (Reksowardojo et al. 2005).

Kondisi Lingkungan

Tanaman jarak pagar dapat tumbuh dan menghasilkan biji pada berbagai macam jenis tanah dan kondisi; dan pada kondisi yang sangat marginal misalnya kekeringan, tanah terdegradasi, tanah bekas ladang berpindah, dan tanah tak terpupuk, tanaman ini masih dapat tumbuh menghasilkan biji (Heller 1996; Mandal 2005). Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang cocok digunakan sebagai bahan tanaman untuk menghijaukan gurun dan memperbaiki lahan rusak (Hennig 1998).

Interaksi genotipe dengan lingkungan sangat menentukan pembentukan karakter-karakter tanaman jarak pagar. Wiesenhutter (2003) menyatakan bahwa apabila akan mengembangkan tanaman jarak pagar sebaiknya memilih dan menyeleksi bahan tanaman dari tanaman yang telah tumbuh di sekitar lokasi pengembangan.

Pengaruh Cekaman Air pada Pertumbuhan Tanaman

(36)

normal. Menurut Hariyadi dan Yahya (1988) potensial air sel tanaman bernilai negatif selama masa hidup tanaman, dan tanaman mengalami cekaman air bila potensial air sel turun sampai mencapai sama atau lebih besar dari potensial air tanah (kondisi air tanah mendekati atau sama titik layu permanen). Potensial air sel tanaman turun akan menyebabkan potensial osmotik sel meningkat, dan turguritas sel menurun. Akibatnya transportasi asimilat atau fotosintat terhambat, sehingga pembelahan dan pertumbuhan serta aktivitas sel terhambat (Salisbury dan Ross 1992). Haryadi dan Yahya (1988) menjelaskan bila potensial air sel menjadi terlalu negatip sampai menyamai potensial air tanah yang dalam kondisi air tanah terbatas, menyebabkan pembesaran sel mula-mula melambat dan akhirnya pertumbuhan menurun. Laju pertumbuhan sel tanaman dan efisiensi proses fisiologisnya mencapai tingkat tertinggi bila sel berada pada tekanan turgor maksimal, dan sel berhenti tumbuh pada tekanan turgor nol.

Kondisi cekaman air menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat karena fotosintesis dan proses fisiologi yang normal terganggu. Rathore et al. (1981) mengemukakan bahwa kelayuan daun pada kondisi cekaman air berdampak pada kelangsungan fotosintesis.

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang dapat hidup pada suhu tinggi dan curah hujan rendah. Menurut Heller (1996), tanaman jarak dapat tumbuh pada rata-rata suhu tahunan 20-280C dan rata-rata curah hujan 300-1000 mm per tahun. Wiesenhutter (2003) mengemukakan bahwa tanaman jarak pagar dapat tumbuh baik pada curah hujan 500 – 600 mm per tahun, selanjutnya dikemukakan oleh Wiesenhutter (2003) tanaman jarak di Cape Verde juga tumbuh baik pada curah hujan 250 mm per tahun dengan kelembaban yang tinggi dan karena kondisi kering dapat meningkatkan kandungan minyak pada biji. Lahan kering bercurah hujan rendah di Indonesia yang cocok ditanamani jarak pagar menurut Allorerung et al. (2006) adalah pulau Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Sulawesi.

(37)

dengan perkembangan sistem pembungaan yang cepat dan perkembangan plastisitas jaringannya, (2) mekanisme penghindaraan di mana toleransi dengan potensial air jaringan yang tinggi yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial air jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air. Biasanya tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran dan konduktivitas hidrolik atau kemampuan untuk menurunkan konduktansi epidermis dengan regulasi stomata, pengurangan absorbsi radiasi dengan pembentukan lapisan lilin, bulu yang tebal dan penurunan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengguguran daun tua, (3) toleransi dengan potensial air jaringan rendah yaitu kemampuan tanaman untuk menjaga tekanan turgor sel dengan menurunkan potensial airnya melalui akumulasi senyawa terlarut seperti gula, asam amino atau dengan meningkatkan elastisitas sel.

Cekaman kekeringan menyebabkan tanaman memendek, menekan perkembangan akar dan tajuk (Jusuf et al. 1993), menurunkan jumlah bunga karena meningkatnya jumlah bunga yang gugur (Sionit dan Kramer 1977), mempercepat pembungaan dan umur panen (Jusuf et al. 1993). Selanjutnya Taiz dan Zeiger (2002) menjelaskan bahwa mekanisme toleransi tanaman dalam menghadapi cekaman kekeringan adalah (1) membatasi perkembangan luas daun, (2) perkembangan akar untuk mencapai daerah yang masih basah, dan (3) penutupan stomata untuk mengurangi transpirasi.

Mekanisme Fisiologi dan Toleransi Tanaman

(38)

pada tanaman rosemary, auksin dan sitokinin cenderung berkurang setelah hari ke-tiga. Davies et al. (1996) menyimpulkan bahwa cekaman kekeringan meningkatkan ABA guna mempertahankan turgor sel, agar dapat mengurangi transport auksin dan sitokinin dari akar.

Suatu hal yang cukup penting ialah kemampuan tanaman mempertahankan tekanan turgor dengan menurunkan potensial osmotiknya sebagai mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan (Hamim et al. 1996). Proses fisiologi dan biokimia dalam tumbuhan dapat dipengaruhi oleh perubahan tekanan turgor. Menurut Hale dan Orcutt (1987) faktor yang dapat membantu mempertahankan tugor ialah (1) penurunan potensial osmotik dan (2) kemampuan mengakumulasi zat-zat terlarut, (3) elastisitas sel atau jaringan yang tinggi dan (4) ukuran sel yang kecil.

Selama proses penyesuaian osmosis, senyawa-senyawa terlarut yang biasa diakumulasi ialah gula, asam amino terutama prolin (Girousse et al. 1996). Good dan Zaplachinski (1994) juga menyatakan bahwa akumulasi asam amino merupakan suatu proses aktif yang berhubungan dengan cekaman kekeringan dan prolin merupakan asam amino yang paling banyak diakumulasi. Kadar prolin daun pada umumnya mengalami peningkatan akibat cekaman kekeringan (Sopandie et al. 1996 dan Hamim et al. 1996). Hal ini berkaitan dengan peran yang besar dari prolin sebagai osmoregulator, sehingga produksi senyawa tersebut secara berlebihan dapat menghasilkan peningkatan toleransi terhadap cekaman kekeringan pada tanaman (Kishor et al. 1995).

Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan dapat ditingkatkan toleransinya oleh FMA (Kartika 2006). Selain itu FMA juga meningkatkan efesiensi penggunaan air, transpirasi dan laju fotosintesis ( Rao dan Tak 2001).

Taksonomi, Karakteristik dan Habitat FMA

(39)

penelitian tentang FMA, menyebabkan jumlah genus FMA sudah mencapai 15 yaitu Acaulospora, Ambispora, Archaeospora, Diversispora, Entrophospora, Geosiphon, Gigaspora, Glomus, Intraspora, Kuklospora, Otospora, Pacispora, Paraglomus, Racocetra, dan Scutellospora ( Walker dan Schuisler 2010).

FMA memiliki beberapa karakteristik yaitu perakaran inang yang terkena infeksi tidak membesar, fungi membentuk struktur hifa tipis pada permukaan akar. FMA dalam asosiasinya dengan tanaman membentuk organ baik di dalam maupun di luar akar tanaman. Beberapa organ yang terbentuk di dalam akar adalah hifa internal, vesikula, arbuskula, dan spora (pada beberapa spesies), sedangkan organ FMA yang terdapat di luar akar adalah hifa eksternal, vesikula eksternal, dan spora. Arbuskular mengisi sebagian besar volume sel dan merupakan organ tempat pertukaran hara antara fungi dan tanaman. Vesikula berfungsi sebagai organ penyimpan. Secara simultan, hifa juga tumbuh di luar akar dan membentuk jaringan miselium yang ekstensif (Smith dan Read 2008).

FMA dapat dijumpai pada ekosistem gambut alami (Astiani dan Ekamawati 1996), hutan hujan tropika (Janos dan Hartshorn 1997), dan padang rumput (Nadarajah dan Nawawi l997), serta hutan, kebun karet dan gambut yang sudah terbuka (Kartika 2006), dan ekosistem pantai (Swasono 2006).

(40)

dari akar, sehingga perkembangan infeksi FMA di akar berhubungan dengan pembentukan eksudat gula dan asam organik.

FMA dapat berasosiasi dengan hampir 90 % jenis tanaman (Smith dan read 2008). Tiap jenis tanaman juga dapat berasosiasi dengan satu atau lebih jenis FMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap jenis tanah dan jenis tanaman memiliki jenis FMA yang berbeda, seperti di sawah tadah hujan Laladon Bogor ditemukan dua isolat Gigaspora dan lima isolat Glomus (Hanafiah 2001); Pada tanah PMK bekas hutan ditemukan empat isolat Glomus, lima isolat Acaulospora; pada tanah PMK bekas karet ada tujuh isolat Glomus dan dua isolat Acaulospora ( Kartika 2006).

Manfaat Mikoriza Vesikular Arbuskular

Meningkatkan Serapan Hara dan Air

Pertumbuhan dan produksi tanaman dapat dibantu oleh FMA. Peran dari FMA adalah membantu akar tanaman dalam penyerapan hara dan air. Dijelaskan oleh Brundrett et al. (1994) bahwa FMA yang bersimbiosis dengan akar tanaman inang akan memproduksi hifa internal dan eksternal secara intensif sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kemampuannya dalam menyerap hara dan air. Hal ini juga didukung oleh Smith dan Read (2008), yang menyatakan bahwa FMA berperan dalam meningkatkan penyerapan air dan hara (P,Zn, Cu, Ni, NH4 +), dan hasil penelitian Kartika (2006) menunjukkan bahwa

serapan P lebih tinggi pada bibit kelapa yang diberi FMA dibandingkan dengan yang tidak diberi.

Menurut Sastrahidayat (1995) tanaman yang diinokulasi mikoriza lebih mempunyai ketahanan terhadap cekaman kekeringan (kadar air tanah rendah yaitu 20–40 % kapasitas lapang). Dilaporkan Kartika (2006) dan Swasono (2006) bahwa tanaman bermikoriza lebih tahan kekeringan karena tanaman tersebut memperbaiki potensial air daun dan turgor, memelihara membukanya stomata dan meningkatkan sistem perakaran.

(41)

panjang akar atau meningkatkan sistem perakaran, memungkinkan tanaman terinfeksi untuk mengeksplorasi lebih banyak volume tanah dan mengekstrasi lebih banyak air dibandingkan dengan tanaman tidak terinfeksi selama kekeringan. Hifa mikoriza dapat mempertahankan kontak tanah - akar yang lebih baik selama kekeringan dan memudahkan pengambilan air (Davies et al. 1992).

Pelindung Biologi Bagi Patogen Akar

FMA dapat berperan dalam melindungi akar tanaman inang, dari serangan pathogen akar. Menurut Setiadi (1989), FMA dapat melindungi akar tanaman inang terhadap serangan pathogen akar. Oleh karena menurut Hadi et al.(1974) bahwa akar tanaman yang bermikoriza mengalami perubahan secara fisik dan kimia sebagai penghalang terhadap infeksi patogen seperti Pythopthora, Pytium atau Fusarium. Selanjutnya menurut Setiabudi (1989) bahwa perubahan fisik yang dimaksud adalah adanya lapisan hifa (mantel) yang dapat berfungsi sebagai pelindung fisik untuk masuknya pathogen, sedangkan perubahan kimia adalah fungi mikoriza dapat melepaskan antibiotik yang dapat mematikan pathogen. Hasil penelitian Salami (2002) menunjukkan bahwa FMA jenis Glomus etunicatum dapat meningkatkan daya tahan bibit Capsicum annum L terhadap serangan Phytophhora infestans.

Tahapan Kolonisasi FMA

Prekolonisasi

(42)

permukaan akar. Rangsangan prekolonisasi disebabkan oleh adanya flavonoid hasil eksudat akar (Smith dan Read 2008).

Kontak dan Penembusan

[image:42.612.166.448.492.592.2]

Kontak hifa dengan akar diikuti oleh pelekatan, dan setelah sekitar 2-3 hari, pembentukan apresorium yang membengkak. Selanjutnya terjadi perubahan morfogenetik pada permukaan akar menunjukan bahwa fungi telah mengenal keberadaan tumbuhan inang yang potensial. Ada variasi kecil dalam bentuk dan posisi apresorium, tapi kisaran panjangnya dari 16.8 sampai 79.8 µm. Hifa dengan ukuran diameter yang besar saat mengkolonisasi akan mengecil, selalu berkembang dari apresorium dan dalam proporsi yang tinggi pada kedua sel epederimis yang berdekatan. Biasanya, penebalan dinding hanya sedikit atau tidak ada penebalan dinding sel-sel epidermis yang berdekatan supaya terjadi dengan ekspansi hifa memasuki lumen sel (Sieverding 1991). Selanjutnya Sieverding (1991) melaporkan FMA dapat berasosiasi dengan tanaman tingkat tinggi, karena FMA mampu menginfeksi hampir semua jenis tanaman. Tinggi rendahnya kompatibilitas FMA dengan tanaman inang, sangat bergantung pada spesies FMA dan spesies tanaman inang (Smith dan Read 1997). Menurut Marschner (1995) bahwa tidak kompatibelnya antara tanaman-tanaman bukan inang FMA dengan FMA (misalnya Chenopodiaceae dan Cruciferae), karena komposisi eksudat akar tanaman inang yang tidak disukai FMA.

Gambar 2.1. Penampang memanjang anatomi FMA ( INVAM, 2003)

(43)

Tanaman inang dapat menjalankan fungsi tumbuh dan berkembang secara sempurna (Smith dan Read 1997). Menurut Marschner (1995), infeksi akar oleh mikoriza dimulai dari propagul (spora dari residu akar). Propagul mampu menginfeksi akar tanaman inang karena adanya sinyal berupa eksudat flavonoid dari akar (Smith dan Read 1997). Dinding sel kemudian akan menjorok karena penembusan hifa, yang menunjukkan adanya tekanan pada proses penembusan. Perubahan di dalam struktur lamella tengah bila ruang-ruang interseluler dikolonisasi oleh hifa menunjukkan adanya keterlibatan enzim fungi seperti pektinase, yang dibuktikan secara biokimia dihasilkan oleh spora dan miselium eksternal.

Hifa interseluler berkembang di sebelah dalam sel-sel korteks akar, yang kemudian menembus dinding sel korteks dan berdiferensiasi membentuk banyak percabangan, yang disebut arbuskular pada mikoriza tipe Arum (Gambar 2a) dan ada yang membentuk koli hifa pada mikoriza tipe Paris (Gambar 2.2)

(Smith dan Read 1997).

Gambar 2.2. Bidang kontak pada dua tipe mikoriza VA (a) Tipe Arum; (b) Tipe Paris ( Smith dan Read 1997).

Perkembangan Kolonisasi

Setelah pembentukan apresorium dan penembusan sel-sel epidermis dan eksodermis, percabangan hifa ke dalam korteks bagian tengah dan dalam akar (dalam mikoriza tipe Arum), tumbuh memanjang di ruang- ruang interseluler membentuk koloni. Koloni ini disebut’kolonisasi’ untuk menggambarkan asosiasi mutualistik fungi-fungi tumbuhan (Smith dan Read 1997).

(44)

pada mikoriza tipe Arum. Asosiasi ini diduga dapat terjadi karena adanya transfer bahan seperti unsur hara (P, C organik, dan lain lain) dan transfer sinyal kimia antara simbion dan lingkungan (rizosfer)nya (Smith dan Read 1997).

Pergantian Arbuskula

Meskipun hifa fungi menembus dinding sel korteks akar, membran plasmanya tidak dirusak (ditembus) tetapi berkembang mengelilingi bentuk arbuskula, menghasilkan bentuk kompartemen apoplastik baru disebut kompartemen bidang kontak arbuskula, sebagaimana terlihat dalam Gambar 2.1 (Horrison 1997). Disini kedua simbion hanya dipisahkan oleh membran masing- masing yaitu matriks bidang kontak yang tipis dari tumbuhan dan dinding sel fungi yang tipis, dengan lebar kompartemen bidang kotak antara 80 -100 nm (Harison 1997).

Dengan demikian, hasil proses kolonisasi FMA adalah terbentuknya dua bidang kontak yang berbeda (Gambar 2.2), yaitu interseluler (hifa berkembang diantara sel- sel korteks, Gambar 2.2a), dimana dinding kedua simbion ada dalam kontak fisik yang erat; dan intraseluler (hifa menembus sel-sel korteks membentuk arbuskula atau koil hifa, Gambar 2.2b), dimana hifa intraseluler dipisahkan dari sitoplasma inang oleh membran plasma inang yang ditekan tapi tidak sampai tembus (Harrison 1997).

Menurut Brundrett et al. (1985) kolonisasi dari akar terjadi dalam satu minggu. Kontak akar dengan hifa eksternal terjadi setelah satu hari, dilanjutkan dengan penembusan hifa kedalam akar kira-kira dua hari. Pembentukan arbuskular dalam 3-4 hari dan vesicular setelah 4-5 hari.

Pertumbuhan Hifa Eksternal dan Produksi Spora

(45)

perkembangannya. Di luar akar, hifa utama membentuk percabangan hifa yang lebih kecil, halus, sebanyak lebih dari delapan dengan diameter kira- kira 2 µm. Percabangan hifa yang halus ini sebagai bentuk adaptasi untuk mengeksplorasi pori-pori tanah dan juga selalu berasosiasi dengan bahan organik tanah, dimana mineralisasi hara terjadi (Smith dan Read 1997).

(46)

DI LEMBAH PALU

The potency of Indigenous Arbuscular Mycorrhizae Fungi from

Physic Nut Area at Lembah Palu

ABSTRAK

Setiap rhizosfir suatu tanaman dalam suatu ekosistem memiliki berbagai jenis mikroorganisme termasuk FMA. Masing-masing tipe ekosistem memiliki jenis dan kepadatan FMA yang beragam dan untuk mengetahui jenis FMA tersebut perlu dilakukan studi potensi FMA indigenous pada ekosistem tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk dapat memberikan informasi yang tepat tentang potensi sumberdaya fungi mikoriza arbuskular indigenous di lokasi penanaman jarak pagar yang berada pada lahan kering pegunungan, khususnya pada daerah Poboya, Kotamadya Palu, Propinsi Sulawesi Tengah. Kegiatan penelitian ini diawali dari pengambilan sampel tanah pada ekosistem tersebut, yang kemudian diamati dengan mikroskop. Selanjutnya dilakukan penghitungan propagul dengan metode Most Probable Number (MPN), trapping spora, identifikasi jenis spora dan kultur tunggal. Hasil percobaan menunjukkan bahwa (1) Jumlah propagul infektif FMA dari kebun dan tanah alami berturut-turut sebesar 1117 dan 711 mikroorganisme/g tanah (2). FMA indigeneous asal tanah pengembangan tanaman jarak pagar didominasi oleh Glomus sp.

Kata kunci : Glomus sp., trapping, Most Probable Number

ABSTRACT

(47)

PENDAHULUAN

Keberhasilan pengembangan tanaman jarak pagar di suatu wilayah, dapat diduga dengan mengetahui potensi wilayah tersebut baik potensi fisik, kimiawi maupun biologinya. Salah satu potensi biologi alamiah yang dapat digunakan untuk meningkatkan keberhasilan pengembangan tanaman jarak pagar adalah potensi fungi mikoriza arbuskular (FMA). Walaupun pemanfaatan FMA guna meningkatkan keberhasilan budidaya tanaman telah banyak dilakukan, tetapi informasi potensi FMA indigenous yang spesifik di tanah kering pada lahan pertanaman jarak pagar belum banyak terungkap.

Keberadaan propagul dapat digunakan sebagai indikator potensi FMA pada suatu lahan. Karena FMA mengkolonisasi tanaman inangnya dengan propagul (spora, hifa, akar terinfeksi FMA). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap jenis tanah dan jenis tanaman memiliki jenis dan kepadatan FMA, serta jumlah propagul infektif yang berbeda. Keberadaan propagul infektif dan perkiraan populasi FMA indegenous diperlukan berkaitan dengan pemanfaatannya sebagai inokulum pada budidaya tanaman pada suatu kawasan. Metode Most Probable Number (MPN) dapat digunakan untuk menghitung jumlah propagul infektif dan memperkirakan populasi FMA (Sieverding 1991). Pendapat ini sesuai dengan Porter (1979) bahwa MPN merupakan metode untuk memperkirakan jumlah organisme mikroba dengan pengenceran yang kemudian diadopsi dan dikembangkan untuk kepentingan percobaan menggunakan FMA.

(48)

Glomus sp-1, Glomus sp-2 dan Gigaspora sp. Ketiga FMA tersebut bersimbiosis dengan tanaman Tridax procumbens.

Di daerah pengembangan jarak pagar di Desa Poboya, Kota Palu, Propinsi Sulawesi Tengah, merupakan lahan kering pegunungan. Lahan kering pegunungan memiliki karakteristik lingkungan (tanah dan tanaman) yang khas, sehingga kemungkinan memiliki kepadatan spora dan jenis FMA atau propagul infektif yang khas dan belum ada yang mengungkap.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi sumberdaya FMA di lokasi pertanaman jarak pagar Desa Poboya, Kotamadya Palu, Propinsi Sulawesi Tengah yang merupakan lahan kering pegunungan.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB pada bulan November 2007 sampai dengan Agustus 2008.

Bahan dan Alat

(49)

Metode Percobaan

1. Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan di lokasi pertanaman jarak pagar di Propinsi Sulawesi Tengah yaitu dari ekosistem kebun campuran (lahan dimana tanaman jarak dibudidayakan berdekatan dengan tanaman jagung, kacang-kacangan, dll) dan ekosistem bukan kebun (lahan dimana tanaman jarak tumbuh sendiri secara alami) pada daerah pegunungan di desa Poboya. Contoh tanah diambil dari zona perakaran (rizosfir) jarak pagar dengan kedalaman 5-20 cm, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label dari masing- masing jenis asal tanah. Contoh tanah merupakan komposit dari 20 titik pengambilan contoh, dimana masing-masing titik banyaknya 250 g.

2. Pengamatan Spora Awal

Pengamatan spora awal dilakukan di bawah mikroskop. Ekstraksi FMA dilakukan untuk memisahkan spora dari contoh tanah sehingga dapat diamati keberadaan spora FMA. Teknik yang digunakan adalah teknik tuang-saring dari Pacioni (1992) dan dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari Brundrett et al. (1996).

Prosedur teknik tuang-saring ini adalah contoh tanah sebanyak 50 g ditambah dengan 200-300 ml air, lalu diaduk sampai butiran-butiran tanah hancur, kemudian didiamkan selama ± 2-5 menit. Selanjutnya larutan disaring dalam satu set saringan dengan ukuran 500 µm, 250 µm, 125 µm, dan 63 µm, secara berurutan dari atas ke bawah (Gambar 3.1). Saringan bagian atas (saringan 500 µm) disemprot dengan air kran untuk memudahkan spora lolos, kemudian saringan teratas dilepas, dan sejumlah tanah sisa yang tertinggal pada saringan terbawah dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse.

Isolasi spora teknik tuang-saring ini kemudian diikuti dengan teknik sentrifuse dari Brundrett et al. (1996). Hasil saringan dalam tabung sentrifuse ditambah glukosa sebanyak 60 % dengan menggunakan pipet. Tabung sentrifuse

ditutup rapat dan disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 3 menit (Gambar 3.1). Selanjutnya larutan supernatan tersebut dihisap dengan pipet hisap

(50)

untuk menghilangkan glukosa. Endapan yang tersisa dalam saringan di atas dituangkan ke dalam cawan petri plastik dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop binokuler (Gambar 3.1) untuk mengamati keberadaan dan jumlah spora. Selain adanya spora kemungkinan ada propagul lain sehingga dilakukan juga penaksiran jumlah propagul dengan teknik Most Probable Number (MPN).

[image:50.612.132.497.161.309.2]

Gambar 3.1. Peralatan isolasi spora dengan menggunakan teknik tuang saring

3. Penaksiran Kepadatan Propagul dengan Teknik Most Probable Number (MPN) Setiap contoh tanah (tanah yang diambil dari lapangan) dihaluskan dan dilakukan pengenceran dengan kelipatan 10 sebanyak 8 kali pengenceran, dengan mencampur contoh tanah yang langsung dari lapangan dengan zeolit yang telah steril. Setiap pengenceran diulang lima kali, kemudian campuran media dimasukkan ke dalam pot-pot plastik. Prosedur penghitungan Most Probable Number (MPN) dilakukan dengan menggunakan cara dari Sieverding (1991). Perlakuan percobaan dan prosedur penghitungan Most Probable Number (MPN) menurut metode Sieverding (1991) disajikan pada Lampiran 1 dan 2.

Benih Pueraria javanica yang telah disterilkan dan telah dikecambahkan ditanam pada pot kultur tersebut, dipelihara di rumah kaca selama lebih kurang 5 minggu. Pemeliharaan meliputi penyiraman dan pemupukan dengan larutan hara Hyponex merah (25-5-20).

Setelah 5 minggu, dilakukan pemanenan akar dengan cara memotong bagian akar. Akar-akar tersebut dicuci dan dipotong-potong kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berisi Formalin Aceto Alcohol (FAA). Selanjutnya akar-akar tersebut diwarnai dengan larutan pewarna melalui teknik pewarnaan akar dari Kormaik dan McGraw (1982). Akar-akar yang telah diberi

(51)

larutan pewarna (destaining) diamati di bawah mikroskop untuk melihat ada tidaknya infeksi FMA. Prosedur lengkap pewarnaan akar dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dihitung MPN-nya.

4. Trapping (Pemerangkapan) FMA

Teknik trapping yang digunakan mengikuti metode Brundrett et al. (1994) dengan menggunakan pot-pot kultur kecil. Media tanam yang digunakan berupa campuran contoh tanah sebanyak ± 50 g dan batuan zeolit berukuran 1-2 mm sebanyak ± 125 g. Contoh tanah terdiri atas dua macam yaitu; (1) tanah asal kebun dari Desa Poboya( Pk) dan (2) tanah asal bukan kebun dari Desa Poboya

( Pbk) masing-masing diulang enam kali, sehingga total satuan percobaan adalah

12. Teknik pengisian media tanam dalam pot adalah pot kultur diisi dengan zeolit sampai setengah volume pot, kemudian dimasukkan contoh tanah dan terakhir ditutup dengan zeolit sehingga media tanam tersusun atas zeolit-contoh tanah- zeolit.

Benih-benih Pueraria javanica yang akan digunakan sebagai tanaman inang terlebih dahulu direndam dengan klorox 5 % selama 5-10 menit sebagai upaya sterilisasi permukaan, kemudian dicuci sampai bersih dengan air mengalir. Setelah itu benih direndam dengan air panas selama ± 3 menit, kemudian direndam dengan air dingin selma 24 jam. Perendaman benih tersebut adalah suatu upaya untuk memecahkan dormansi. Selanjutnya benih dikecambahkan selama satu minggu atau sampai muncul 2 helai daun. Setelah itu kecambah dipindahkan langsung ke dalam pot-pot kultur. Pot kultur terdiri atas gelas plastik berwarna yang sebelumnya telah dilubangi di bawahnya dan dilapisi lagi dengan gelas plastik yang tidak dilubangi, berfungsi sebagai tempat air bagi kultur (Gambar 3.2).

Pemeliharaan kultur meliputi penyiraman, pemberian hara dan pengendalian hama secara manual. Larutan hara yang digunakan adalah Hyponex merah (25-5-20) dengan konsentrasi 0.5g /l air. Pemberian larutan hara dilakukan setiap minggu sebanyak 20 ml tiap pot kultur.

(52)

Gambar 3.2. Teknik trapping dan perbanyakan spora mikoriza

5. Isolasi Spora dan Identifikasi FMA

Ekstraksi FMA dilakukan untuk memisahkan spora dari contoh tanah sehingga dapat dilakukan identifikasi FMA guna mengetahui genus spora FMA. Teknik yang digunakan adalah teknik tuang-saring dari Pacioni (1992) dan dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari Brundrett et al. (1996) sama dengan teknik pengamatan awal.

Endapan yang tersisa dalam saringan setelah pencucian terakhir, dituangkan ke dalam cawan petri plastik dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop binokuler untuk penghitungan spora dan pembuatan preparat guna identifikasi spora FMA..

Preparat spora disiapkan dengan bahan pewarna Melzer’s dan bahan pengawet PVLG yang diletakkan secara terpisah pada satu kaca preparat. Spora-spora FMA yang diperoleh dari ekstraksi setelah dihitung jumlahnya diletakkan dalam larutan Melzer’s dan PVLG. Selanjutnya spora-spora tersebut dipecahkan secara hati-hati dengan cara menekan kaca penutup preparat menggunakan ujung lidi. Identifikasi spora dilakukan menurut metode Schenck dan Perez (1990) dan Brundrett et al. (1994).

6. Pembuatan Kultur Spora Tunggal

(53)

cukup padat. Sebelumnya zeolit disterilisasi dengan autoklaf untuk mematikan patogen atau nematoda yang terbawa yang dapat merusak kultur.

Spora-spora FMA yang telah diisolasi dari kultur trapping dikumpulkan dalam gelas arloji dan dilakukan pemisahan berdasarkan genusnya. Bibit P javanica yang telah memiliki 2-3 helai daun (umur 7-10 hari setelah semai) diletakkan di atas kertas putih atau kertas tissue, selanjutnya spora diambil dengan pinset dan diletakkan pada akar bibit tersebut. Setiap bibit hanya diinokulasi dengan satu spora. Bibit yang telah diinokulasi dipindahkan ke pot-pot plastik, kemudian pot-pot plastik diberi label ( Gambar 3.3).

Pot-pot plastik selanjutnya diletakkan pada rak-rak di rumah plastik. Kultur dipelihara selama 6 bulan tergantung sporulasi yang terjadi. Perkembangan proses sporulasi dalam setiap kultur

Gambar

Gambar 2.1.  Penampang memanjang anatomi FMA ( INVAM, 2003)
Gambar 3.1.  Peralatan isolasi spora dengan menggunakan  teknik  tuang saring
Tabel 3.1. Jenis spora hasil isolasi dari ekosistem kebun yang  ditanami jarak                    pagar di Desa Poboya Kota Palu Sulawesi Tengah
Tabel 3.2. Jenis spora hasil isolasi dari ekosistem alami yang di tanami jarak                     pagar di Desa Poboya Kota Palu Sulawesi Tengah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Abstract: This study aims to determine the implementation of civil servant mutations. This study uses a method that consists of data collection conducted by interviews,

Sosiaalityölle merkityksellisiä teorioita voidaan tarkastella eri näkökulmista. Ensiksi teorioita siitä, mitä sosiaalityö on. Näistä esimerkkejä ovat marxismi ja feminismi.

Arang aktif memiliki kemampuan dalam mengadsorpsi paraquat lebih baik, pada semua level peningkatan dosis arang aktif berakibat pada peningkatan kapasitas adsorpsi

Kontribusi adiwarman karim terhadap jasa perbankan syariah sangat besar, menurut beliau pengembangan produk perbankan syariah harus memperhatikan ketentuan yang sesuai

terhadap perlindungan masyarakat dalam pemberitaan pers, dengan demikian apabila masyarakat yang merasa dirugikan karena pemberitaan pers telah menggunakan hak

molecule. As shown by the Western blot in Fig. 1, this We next examined the interaction of synapsin I with our spectrin antibody, termed Ab 921, demonstrated specific b SpII S 1

Larutan stok pestisida 1000 mg/I dibuat dengan cara menimbang 10 mg standar pestisida yang diinginkan kemudian dimasukan kedalam labu ukur 10 ml, setelah itu ditera

Pada siklus ini Model Pembelajaran ARIAS ( Assurance, Relevance, Interest, Assessment Satisfaction ) diuji keefektifannya. Fokus yang dinilai pada pembelajaran ini berdasarkan