i
KANDUNGAN ATSIRI, PENDUGAAN SEKS TANAMAN
DAN ANALISIS MARKA SSR
SRI SOENARSIH DIAH A. SOEROSO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iii
Dengan ini saya menyatakan disertasi “Pala (Myristica spp.) Maluku Utara Berdasarkan Keragaman Morfologi, Kandungan Atsiri, Pendugaan Seks Tanaman
dan Analisis Marka SSR” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah
di-cantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini
Bogor, Agustus 2012
v
Based on the Diversity Morphology, Essential Oil Contents, Expected Nutmeg Sex and Analysis of SSR Markers. Under direction of SUDARSONO, H.M.H BINTORO DJOEFRIE and YUDIWANTI WAHYU.E.K.
North Moluccas has several species of nutmeg that is necessary to identify the diversity of essential oil components
.
Differences in species composition andnutmeg will give a different nutmeg oil content as well. Cultivation of nutmeg by identifying the type of sex is very useful and prevent the election of male plants. Characterization based on morphological markers and Simple Sequence Repeat (SSR) to Obtain Information and the genetic diversity of sex determination for plant breeding and conservation of plant germplasm nutmeg. The results of the analysis of morphological and agronomic diversity nutmeg identified as belonging to the accession of nutmeg Myristica fragrans Houtt., M. fatua Houtt., M. argentea Warb., M. succedanea Reinw., M. speciosa Warb., M. papuana Scheff., Horsfieldia iryaghedhi Warb., H. globularia Warb., H. spicata Sinclair, H. warb sylvestris Warb., and Myristica sp. Further to the information diversity of germplasm contains oil of nutmeg (Myristica spp.) Of those species. The results of GC-MS analysis of volatile oil produced the highest species M. succedanea Reinw. 12.56% and Myristica sp. (PHG1) and the lowest levels of M. argentea Warb. 8.84% and M.speciosa Warb. 9.37%. While the levels of essential oils containing mace 19.60 - 21.30%. The main aromatic components of nine species of nutmeg and mace nutmeg is myristicin, safrol, elemicin and methyleugenol. Myristicin highest levels encountered in M. fragrans Houtt., M. succedanea Reinw. and Myristica sp. (PTLK). Identification of the type of sex using morphological markers in seeds and seedlings stadia nutmeg, can distinguish between male and female trees, and flowers monoecious and trimonoecious, hermaphrodit. Differences in female and male trees are the female flowers with no anthers and male flowers do not have ovaries. Sex morphology of the female plants habitus more pyramids, larger leaves, flowers 1-3, while the male plants more semi hibitus pyramid - membola with smaller leaves and flower number more than 3 pertangkai. Mofologi sex monoecious plants, and trimonoecious hermaphrodit showed no difference with the female plants. Characterization of Simple Sequence Repeat based markers (SSR), the ten SSR markers to evaluate kinship and genetic diversity of plant germplasm nutmeg, with a high degree of polymorphism of 78%. Obtained an average gene diversity (He) 0.821 and the average heterozygosity (Ho) of 1.00. The highest genetic diversity is generated at the locus M4s14 0.897, while the lowest in M2r6 0.731. High average heterozygosity at all loci. Average Polimorphic Information Content (PIC) for 0.787 is high. Klastering nutmeg species with a genetic similarity level of 23% to form four main clusters with a similarity level of 86.00% till 14:25, it indicates the degree of resemblance in diverse populations of individuals with levels of heterozygosity nutmeg alleles of 1.00%. Generated specific fragments of 150bp-200bp females, and males 500bp-200bp. Determination of seed horned daribiji not produce female plants, and trimonoeciou, gynomonoecious. Seedlings from seeds produced seedlings horned males, andromonoecious, and found no seedlings trimonoecious, gynomonoecious. So that the SSR primers can be used as a marker Vsur34 to distinguish the sex of plants and seed heads on early.
vii
dasarkan Keragaman Morfologi, Kandungan Atsiri, Pendugaan Seks Tanaman dan Analisis Marka SSR. Dibimbing oleh SUDARSONO, H.M.H BINTORO DJOEFRIE dan YUDIWANTI WAHYU E.K.
Pala (Myristica spp.) merupakan tanaman asli Indonesia dan informasi keragamannya masih terbatas. Keragaman spesies dan varietas pala penting untuk diidentifikasi sebagai dasar tindakan konservasi. Keragaman varietas dan spesies pala dapat dievaluasi dengan mengamati keragaman morfologi dan fenotipe di lapangan. Keragaman pala di Maluku Utara perlu dilakukan identifikasi keragaman komponen minyak atsiri. Perbedaan spesies pala akan memberikan komposisi dan kandungan minyak pala yang berbeda pula. Budidaya tanaman pala dengan cara pembibitan hingga saat ini masih mengalami kendala dalam hal penyediaan bibit yang belum bisa diketahui pasti seks tanaman pada saat tanaman dewasa, seks tanaman baru diketahui saat tanaman berumur 5 tahun. Identifikasi tipe seks meng-gunakan penanda morfologi pada stadia biji dan bibit pala akan menghindarkan terpilihnya tanaman jantan sehingga akan lebih mengefesien waktu, biaya, tenaga kerja. Karakterisasi berdasarkan penanda Simple Sequence Repeat (SSR) untuk mendapatkan Informasi keragaman genetik dan determinasi seks tanaman sangat penting dalam menunjang pelaksanaan pemuliaan dan konservasi plasma nutfah tanaman pala.
Pada kegiatan pertama dilakukan analisis keragaman morfologi dan agro-nomi pala. Hasil analisis menggunakan deskriptor teridentifikasi aksesi pala yang tergolong sebagai M. fragrans Houtt., M. fatua Houtt., M. argentea Warb., M. succedanea Reinw., M. speciosa Warb., M. papuana Scheff., Horsfieldia iryaghedhi Warb., H. globularia Warb., H. spicata Sinclair, H. sylvestris Warb., and Myristica sp. Aksesi pala dari Maluku Utara menunjukkan variasi yang tinggi terhadap jumlah bunga, warna bunga, bentuk buah, warna buah tua, permukaan kulit buah dan bentuk biji. Sifat agronomi aksesi pala dari Maluku utara menunjukkan variasi dalam bobot buah, biji dan fuli. Dendogram berdasarkan 21 karakter fenotipe menjelaskan aksesi pala yang dianalisis mengelompok menjadi satu dengan tingkat kesamaan 32%, pada tingkat kesamaan 42%, 52 aksesi pala terbagi kedalam tiga klastering dan mempunyai keragaman fenotipik antar spesies cukup tinggi. Analisis morfologi dan agronomi memperlihatkan keragaman spesies pala yang tinggi dengan sifat agronomi yang beragam.
viii
morfologi dapat membedakan pohon betina dan jantan, monoecious dan trimonoe-cious dan bunga hermaphrodit. Perbedaan pohon betina dan jantan adalah bunga betina yang tidak memiliki anther dan bunga jantan tidak memiliki ovarium. Morfologi Seks tanaman betina habitus lebih piramid, daun lebih besar, bunga 1-3, sedangkan tanaman jantan habitus lebih semi piramid sampai membola dengan daun lebih kecil dan jumlah bunga lebih dari 3 pertangkai. Morfologi seks tanaman monoecious dan trimonoecious tidak memperlihat perbedaan dengan tanaman betina. Prediksi seks berdasarkan biji yang bertanduk dan berlingir adalah biji jantan dan biji yang tidak bertanduk dan berlingir adalah biji betina. Morfologi bibit ber-cabang dan akar bercabang adalah tanaman betina, bibit dan akar tidak bercabang adalah tanaman jantan.
Dari kegiatan penelitian tahap pertama hingga ketiga, maka hasil penelitian yang didapat kemudian didukung dengan informasi molekuler tanaman pala akan memberikan informasi yang lebih lengkap untuk spesies pala di Maluku Utara. Karakterisasi berdasarkan penanda Simple Sequence Repeat (SSR) untuk men-dapatkan Informasi keragaman genetik dan determinasi seks tanaman sangat penting dalam menunjang pelaksanaan pemuliaan dan konservasi plasma nutfah tanaman pala. Hasil penelitian menginformasikan bahwa sepuluh marka SSR dapat mengevaluasi kekerabatan dan keragaman genetik plasma nutfah tanaman pala, dengan tingkat polimorfisme tinggi sebesar 78%. Diperoleh rata-rata keragaman gen (He) 0.821 dan rata-rata heterosigositas (Ho) sebesar 1.00. Keragaman genetik tertinggi 0.897 dihasilkan pada lokus M4s14, sedangkan terendah 0.731 pada M2r6. Heterosigositas rata-rata tinggi pada semua lokus. Rata-rata nilai Polimorphic Information Content (PIC) sebesar 0.787 adalah tinggi. Seluruh aksesi pala yang diamati memiliki nilai polimorfis yang tinggi sehingga tingkat keragamannya tinggi. Klastering spesies pala dengan tingkat kesamaan genetik 23% membentuk empat klaster utama dengan tingkat kemiripan 14.25 sampai 86.00%, tingkat kemiripan tersebut mengindikasikan individu beragam dalam populasi pala dengan tingkat heterozigositas alel-alel sebesar 1.00%. Dihasilkan fragmen spesifik betina sebesar 150bp-200bp, dan jantan 500bp-200bp. Determinasi bibit dari biji tidak bertanduk menghasilkan tanaman betina, gynomonoecious dan trimonoeciou. Bibit dari biji bertanduk menghasilkan bibit jantan, andromonoecious, trimonoecious dan tidak di-temukan bibit gynomonoecious. Dengan demikian primer SSR Vsur34 dapat di-jadikan penanda untuk membedakan seks tanaman dan bibit pala sejak dini.
ix
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang
–
Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantum-kan atau menyebutmencantum-kan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
x
DAN ANALISIS MARKA MOLEKULER SSR
SRI SOENARSIH DIAH A. SOEROSO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
xi
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si
Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Muhammad Syukur, SP. M.Si Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Dr. Rita Harni, MS
xii
Nama Mahasiswa : Sri Soenarsih Diah A. Soeroso
Nomor Pokok : A263070031
Program Studi : Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc Ketua
Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K., MS
Anggota Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
xiv
dalam penelitian ini berkaitan dengan komoditas pala dengan judul “Pala (Myristica spp.) Maluku Utara Berdasarkan Keragaman Morfologi, Kandungan Atsiri, Pendu-gaan Seks Tanaman dan Analisis Marka SSR”.
Penulis mengucapkan terimakasih dan pengghargaan yang tulus kepada Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc., Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr dan Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK, MS selaku komisi pembimbing atas waktu dan kesempatann yang telah diluangkan dalam memberikan masukan, arahan, bimbingan dan motivasi sejak penulis mengikuti pendidikan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga tersusunnya disertasi ini. Terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada bapak Muhammad Hadad Pusat Penelitian Tanaman Rempah dan Industri (BALITTRI) (Sukabumi) atas penyediaan lokasi pembibitan dan penanaman pala, serta kepada staf dan teknisi Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman IPB. Kepada Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DP2M) Dikti Kementerian Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan biaya Penelitian.
Rasa terimakasih juga disampaikan kepada teman–teman seperjuangan pada Prgram Studi Pemuliaan dan Bioteknologi, dan Agronomi dan Hortikultura angkatan 2007 FAPERTA IPB, untuk persahabatan dan kebersamaan selama masa studi, kepada rekan-rekan di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman yang telah bersahabat dan berdiskusi selama penulis studi di IPB. Kepada ayah, ibu, dan kakak, terimakasih atas segala pengorbanan, pengertian, kesabaran dan doanya selama ini.
Semoga disertasi ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan komoditas pala.
Bogor, Agustus 2012
xvi
pada tanggal 18 Mei 1965, dari pasangan Bapak Abas Soeroso dan Ibu Sri Asiah
sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan S1
pada Fakultas Pertanian Universitas Islam Nusantara di Bandung tahun 1992.
Tahun 2002 penulis memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan S2 pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, dan lulus tahun
2005. Pada tahun 2007 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke
jenjang S3 pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor atas dukungan dana pemerintah
melalui BPPS dari DIKTI Departemen Pendidikan Nasional. Sejak tahun 1996
hingga sekarang penulis aktif sebagai staf pengajar pada Fakultas Pertanian,
Universitas Khairun Ternate, Maluku Utara.
xviii
DAFTAR TABEL ... xxi
DAFTAR GAMBAR ... xxiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xxv
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... xxvi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Ruang Lingkup dan Kerangka Penelitian ... 5
Tujuan Penelitian ... 7
Manfaat Penelitian ... ... 7
Novelty ... 8
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pala ... 11
Morfologi Tanaman Pala ... 16
Potensi Tanaman Pala ... 17
Minyak Pala dan Komponen Atsiri ... 19
Fenotipe Seks Tanaman Pala ... 22
Penanda Keragaman Tanaman Pala ... 23
Penanda Molekuler ... 24
Simple Sequence Repeat (SSR) ... 26
Mikrosatelit ... 27
ANALISIS MORFOLOGI DAN AGRONOMI TANAMAN PALA (Myristica sp) Abstrak ... 31
Abstract ... 32
Pendahuluan ... 33
Bahan dan Metode ... 36
Tempat dan Waktu ... 36
Bahan Tanaman ... 36
Metode Penelitian ... 36
xix
Keragaman Morfologi Pala. ... 42
Karakteristik Agronomi Pala ... 46
Keragaman Fenotipik Antar Aksesi Pala ... 48
Simpulan ... 51
IDENTIFIKASI KANDUNGAN MINYAK ATSIRI PLASMA NUTFAH PALA (Myristica spp.) Abstrak ... 53
Abstract ... 54
Pendahuluan ... 55
Tujuan Penelitian ... 57
Bahan dan Metode ... 58
Tempat dan Waktu ... 58
Bahan Ekstraksi ... 58
Metode Penelitian ... 58
Analisis Data ... 60
Hasil dan Pembahasan ... 60
Kadar Minyak Pala ... ... 60
Sifat Fisiko Kimia Minyak Pala ... 62
Komponen Minyak Atsiri Biji Pala ... 65
Komponen Minyak Atsiri Fuli Pala ... 80
Komponen Minyak Atsiri Pala ... 86
Simpulan ... 90
IDENTIFIKASI SEKS TANAMAN PALA (Myristica fragrans Houtt) Abstrak ... 91
Abstract . ... 92
Pendahuluan ... 93
Tujuan Penelitian ... 95
Bahan dan Metode ... 95
Tempat dan Waktu ... 95
Bahan Tanaman ... 95
Metode Penelitian ... 95
xx
Prediksi Seks Biji dan Bibit ... 109
Simpulan ... 116
ANALISIS MOLEKULER TANAMAN PALA (Myristica spp) BERDASARKAN PENANDA DNA (SSR) Abstrak ... 117
Abstract ... 118
Pendahuluan ... 119
Tujuan Penelitian ... 121
Bahan dan Metode ... 121
Tempat dan Waktu ... 121
Bahan Tanaman ... 122
Metode Penelitian ... 122
Analisis Data ... 126
Hasil dan Pembahasan ... 127
Keragaman Genetik Pala ... 127
Tingkat Heterozigositas ... 131
Keragaman Genetik Antar Individu ... 132
Identifikasi Seks Pala Dengan SSR ... 138
Identifikasi Seks Tanaman Pala ... 141
Simpulan ... 148
PEMBAHASAN UMUM ... 149
KESIMPULAN dan SARAN ... 163
DAFTAR PUSTAKA ... 165
xxi
1. Spesies utama genus Myristica dan sinonimnya ... 15
2. Sifat kimia minyak pala “East Indian” dan “West Indian” ... 21
3. Karakteristik morfologi spesies pala yang ada di Maluku Utara ... 43
4. Uji ragam Bartlett berdasarkan karakter morfologi tanaman pala dari Maluku Utara ... 45
5. Rataan hasil pala yang diukur dalam bentuk Indeks diameter (ID) buah dan biji, bobot buah, biji dan fuli untuk spesies pala di Maluku Utara ... 47
6. Pengelompokan 52 individu pala berdasarkan 21 karakter morfologi ... 48
7. Sifat fisik dan kimia miyak pala “East Indian” dan “West Indian” ... 57
8. Kadar minyak biji 9 spesies pala dari Maluku Utara ... 61
9. Kadar Minyak fuli pala merah dan putih dari Maluku Utara ... 61
10. Bobot jenis (BJ), indeks bias (IB), dan putaran optik minyak biji pala dari Maluku Utara ... 62
11. Bobot jenis (BJ), indeks bias (IB), dan putaran optik minyak fuli pala dari Maluku Utara ... 63
12. Kelarutan dalam Etanol (KDE) dan sisa penguapan (SP) minyak biji pala dari Maluku Utara ... 64
13. Kelarutan dalam Etanol (KDE) dan sisa penguapan (SP) minyak fuli pala dari Maluku Utara ... 64
14. Komponen minyak atsiri pala M. fragrans Houtt. (MFK) ... 67
15. Komponen minyak atsiri pala M. fragrans Houtt. jenis fuli putih (FPBB) ... 68
16. Komponen minyak atsiri pala M. succedanea Reinw. (MSC) ... 70
17. Komponen aroma minyak atri pala M. fatua Houtt. (MFT) ... 72
18. Komponen minyak atsiri pala M. argentea Warb. (MARG) ... 73
19. Komponen minyak atsiri pala M. speciosa Warb. (MSP) ... 75
20. Komponen minyak atsiri pala Myristica sp. (PKBM) ... 76
21. Komponen minyak atsiri pala Myristica sp. (PTLK) ... 78
22. Komponen minyak atsiri pala Myristica sp. (PHG1) ... 79
23. Komponen minyak atsiri M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna merah tebal (FMTB) ... 81
24. Komponen minyak atsiri M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna merah tipis (FMTP) ... 82
xxii
di Maluku Utara ... 87
28. Komponen utama senyawa aromatik 9 spesies pala dan fuli pala dari
Maluku Utara ... 88
29. Karakter morfologi tanaman pala jantan dan betina ... 98
30. Rataan tanaman pala Betina, Jantan, Monoecious dan
Trimonoecious pada lokasi Ternate, Tidore dan Makian ... 105
31. Persentasi Tanaman Betina, Jantan, Monoecious dan Trimonoecious . 106
32. Uji Khi-kuadrat (X2) perbandingan tanaman pala betina, jantan,
monoecious dan trimonoecious di Ternate, Tidore dan Makian ... 107
33. Uji Khi-kuadrat (X2) nisbah tanaman pala jantan, betina,
monoecious
dan trimonoecious di Ternate, Tidore dan Makian ... 108
34. Frekuensi prediksi tipe seks berdasarkan morfologi tanduk biji pala ... 109
35. Frekuensi prediksi tipe seks berdasarkan morfologi linger biji pala ... 110
36. Frekuensi prediksi tipe seks berdasarkan morfologi perakaran
bibit pala ... 112
37. Frekuensi prediksi tipe seks berdasarkan morfologi percabangan
bibit pala ………. 113
38. Uji khi-kuadrat prediksi seks tanaman pala berdasarkan
bentuk tanduk kepala biji dan linger biji ... 114
39. Uji khi-kuadrat prediksi seks tanaman pala berdasarkan
karakter percabangan perakaran dan percabangan bibit ... 114 40. Uji khi-kuadrat prediksi seks tanaman pala berdasarkan
gabungan karakter morfologi biji, perakaran dan bibit pala
...
115 41. Daftar 17 primer SSR untuk amplifikasi DNA pala dalam PCR………… 126 42. Nama lokus, urutan basa dan jumlah alel dari 6 marka SSR ... 12943. Jumlah alel dan nilai polimorfise dari 10 primer SSR yang digunakan
dalam penelitian analisis keragaman genetik plasma nutfah pala ... 130
44. Parameter keragaman genetik 48 aksesi pala berdasarkan
marka SSR ... 131
45. Pengelompokan 48 individu tanaman pala berdasarkan
analisis klaster 10 marka SSR ... 136
46. Amplifikasi 17 marka SSR pada tanaman pala jantan,
pala betina dan prediksi bibit jantan dan bibit betina ... 139
47. Model genotipe dan fenotipe seks dengan tipe bunga
yang terbentuk pada tanaman pala ... 143
48. Fenotipe seks bibit pala berdasarkan fragmen pita DNA primer SSR
xxiii
xxiv
1. Kerangka dan bagan alur penelitian ... 10
2. Morfologi M. fragrans Houtt. terdiri atas tangkai daun, buah,
biji, bunga, fuli dan embrio biji ... 12
3. Penampilan karakter morfologi bentuk pohon aksesi pala ... 38
4. Karakter morfologi bentuk daun aksesi pala ... 39
5. Karakter morfologi bunga pada aksesi pala dari Maluku Utara ... 39
6. Karakter morfologi bantuk buah dan warna buah aksesi pala
dari Maluku Utara ... 40
7. Karakter bentuk dan warna biji aksesi pala dari Maluku Utara ... 41
8. Karakter morfologi warna fuli pada aksesi pala dari Maluku Utara ... 41
9. Dendogram clustering 52 aksesi pala Maluku Utara berdasarkan
21 karakter morfologi ... 49
10. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies M.
fragrans Houtt. (Pala Banda kulit kecoklatan kasar, MFGC) ... 66
11. Tanaman pala jantan ... 99
12. Tanaman pala betina . ... 99
13. morfologi percabangan utama tanaman jantan ... 100
14. morfologi percabangan utama tanaman betina ... 100
15. Morfologi daun jantan dan morfologi daun betina ... 101
16. Morfologi bunga jantan, D-E-F: morfologi bunga betina ... 102
17. Morfologi lengkap bunga pala, A: jantan, B: hermaphrodit, C: betina .... 103
18. Morfologi biji pala prediksi seks, A: jantan, B: betina ... 104
19. Morfologi bibit pala prediksi seks, A: betina, B: jantan ... 104
20. Pola pita hasil PAGE pada nomor sampel 1 -60 dengan primer
M1r6 (a) dan primer M4s73 (b) ... 128
21. Dendogram hasil klastering 48 aksesi pala dengan 10 lokus SSR ... 133
22. Profil fragmen DNA gel akrilamid menggunakan SSR Vsur34 ... 142
23. Elektroferogram hasil PCR menggunakan primer SSR Vsur34 ... 142
24. Model persilangan antara tanaman betina dan jantan
xxv
1. Deskriptor Tanaman Pala ... 179
2. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies
M. fragrans Houtt. (Pala Banda fuli putih, MFGP) ... 182
3. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies
M. succedanea Reinw. (MSC) ... 183
4. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies M. fatua Houtt.
(MFT) ... 183
5. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies
M. argentea Warb. (MARG) ... 184
6. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala spesies
M. speciosa Warb. (MSPC) ... 184
7. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala Myristica sp. (PKBM) ... 185
8. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala Myristica sp. (BBL) ... 185
9. Profil kromatogram GC-MS minyak atsiri pala Myristica sp. (F1MF) ... 186
10. Profil kromatogram GC-MS M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna
merah tebal (FMTB) ... 186
11. Profil kromatogram GC-MS M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna
merah tipis (FMTP) ... 187
12. Profil kromatogram GC-MS M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna
putih tebal (FPTB) ... 187
13. Profil kromatogram GC-MS M. fragrans Houtt. fuli pala berwarna
xxvi
digunakan untuk menunjukkan pasangan gen dalam kromosom atau hasil sequencing DNA berupa pasangan basa nukleotida. Individu yang memiliki alel identik pada suatu lokus disebut homozygote dan yang tidak identik disebut heterozygote.
Amplifikasi : Penggandaan fragmen DNA melalui sintesis sekuen nuk-leotida
Androecious : bunga yang hanya memiliki staminate tanpa memiliki pistil-ate
Andromonoecious : Tanaman yang memiliki bunga jantan dan bunga herma-phrodit.
CTAB : Cetyltrimethylammonium bromide
Dendogram : Diagram bercabang-cabang menyerupai pohon yang
di-pakai untuk menggambarkan derajat kekerabatan atau kemiripan
Dioecious : Bunga jantan (staminate) dan bunga betina (pistilate) ter-letak pada tanaman yang berbeda
DNA : Deoxyribonucleic acid
East Indian Type : Tipe/produk pala yang berasal dari wilayah timur, khusus-nya Indonesia
Elektroforesis : Pemisahan biomolekul (protein atau DNA) berdasarkan perbedaan muatan listrik
Fenotipe : Karakter yang dapat dilihat dan diukur, atau sifat yang dapat diobservasi pada makhluk hidup yang dihasilkan melalui interaksi antara faktor genetik dan lingkungan
GC-MS : Gas Chromatography-Mass Spectrometry
Genom : Set kromosom homolog
Genotipe : Ciri fisik dari luar yang terkait dengan konstitusi gen di da-lam kromosom suatu individu.
Gynoecious : bunga yang memiliki pistilate tanpa memiliki staminate. Gynomonoecious : Tanaman yang memiliki bunga betina dan bunga
herma-phrodit.
Hermaphrodit : Memiliki organ reproduksi jantan dan organ reproduksi betina pada bunga yang sama
xxvii
Homosigot : Mempunyai dua alel yang sama pada satu lokus yang di-analisis
IPGRI : International Plant Genetic Resource Institute
Karakterisasi : Proses identifikasi mengenali kararter-karakter pada tana-man
Kekerabatan : Derajat kesamaan umum fenotipe atau genetik atau
kede-katan kesamaan leluhur
Klastering : Suatu klasifikasi mengelompokkan sekumpulan individu
kedalam beberapa bagian yang berbeda, pada bagian yang berbeda tersebut anggotanya memiliki kesamaan khusus
Kodominan : Penanda genetik yang dapat membedakan ketiga kelas
genotipe pada generasi F2 (dua homozigot dan hetero-zigot).
Kromatogram : Tampilan hasil analisis kromatografi senyawa volatil dalam bentuk puncak-puncak kurva (peak)
Lokus : Terminologi dalam genetika dan biologi molekuler untuk
menunjukkan tempat kedudukan allele dalam kromosom. Dalam biologi molekuler, lokus merujuk jenis primer yang
digunakan untuk mengurutkan susunan DNA (DNA
sequeching).
Marka : Merupakan sekuen basa nukleotida dengan ukuran
ber-beda-beda dapat digunakan untuk menentukan ukuran molekul dalam pita sampel dengan elektroforesis.
Mass
Spectrometry
: Metode analitik yang mengukur rasio massa muatan par-tikel
Mikrosatellite : Sekuen DNA yang bermotif pendek dan diulang secara tandem dengan 2 sampai 5 unit nukleotida
Monoecious : Bunga jantan (staminate) dan bunga betina (pistilate) pada tanaman yang sama
Monomorfik : Pola fragmen DNA yang sama antar individu
NIST : National Institut Student and Technology
PAGE : Polyacrilamyde Gel Electrophoresis
PCR : Polymerase Chain Reaction
xxviii
nya melalui sel gamet
Polimorfik : Fragmen DNA yang berbeda antar individu
Primer : Urutan susunan RNA (RNA sequence) hasil hibridisasi
dengan cetakan DNA (DNA template) melalui polimerasi
menggunakan enzim DNA polymerase.
SNI : Standar Nasional Indonesia
SSR : Simple sequence repeats
Trimonoecious : Memiliki Bunga jantan, bunga betina dan bunga herma-phrodit pada tanaman yang sama
UPGMA : Unweighted pair group method with arithmetic
Volatile oil : Minyak atsiri yang mudah menguap pada suhu ruang
Latar Belakang
Tanaman pala (Myristica spp.) adalah tanaman asli Indonesia dan
terma-suk tanaman perkebunan penting di antara tanaman rempah-rempah, dan
meng-hasilkan dua produk bernilai ekonomi tinggi, yaitu biji pala dan fuli yang
menye-limuti biji. Kedua produk tersebut menghasilkan minyak pala, atsiri, rempah, dan
bahan obat (Hadad dan Firman, 2003).
Indonesia merupakan Negara pengekspor biji pala dan fuli terbesar di
pasaran dunia yaitu sekitar 60% dan sisanya dipenuhi dari negara lainnya seperti
Grenada, India, Srilanka dan Papua New Guinea (Nurdjanah, 2007). Pada tahun
2011 diperkirakan luas areal tanaman pala mencapai ± 101.652 ha dengan
jumlah produksi 16.718 ton. Perkembangan volume ekspor biji pala Indonesia
selama lima tahun terakhir (2005 – 2009) mengalami fluktuasi. Ekspor terendah pada tahun 2008 sebesar 12.942 ton dengan nilai US$50.187.000 dan terttinggi
pada tahun 2006 sebesar 16.702 ton dengan nilai US$ 47.775.000 (Ditjen
Perkebunan, 2012; KemTan dan Ditjen Perkebunan, 2011).
Daerah-daerah yang potensial untuk pengembangan pala adalah daerah
penghasil pala utama di Indonesia seperti Maluku, Maluku Utara, Papua,
Sulawesi Utara, Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Barat dan Jawa Barat
(Nurdjanah, 2007). Luas areal pertanaman pala sebagian besar (99%) berasal
dari perkebunan rakyat, sedangkan sisanya berasal dari perkebunan negara dan
swasta. Pada umumnya tanaman pala yang dikelola oleh rakyat/petani
me-rupakan tanaman pala yang telah berumur puluhan tahun bahkan ada yang
ratusan tahun. Tanaman pala yang tumbuh diperkebunan rakyat atau petani
umumnya belum pernah dilakukan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan jenis
varietas unggul dalam karakter produksi maupun kandungan minyak atsiri pala.
Marga Myristica oleh banyak ahli dianggap sebagai tanaman asli
Indone-sia, khususnya di Maluku termasuk Maluku Utara. Sejak abad ke-16 tanaman
pala telah dikenal sebagai salah satu bumbu masak dan telah tersebar serta
di-budidayakan di berbagai daerah di Indonesia. Tanaman pala juga telah
dibudi-dayakan di negara-negara lain seperti Grenada, India, Malaysia dan negara Asia
Tenggara. Informasi keragaman marga Myristica yang ada di Maluku Utara
hanya jenis pala Banda (Myristica fragrans Houtt.), tetapi terdapat jenis-jenis pala
lain yang belum diketahui identitasnya. Oleh sebab itu, identifikasi dan
karak-terisasi jenis pala perlu dilakukan agar dapat diperoleh informasi mengenai
iden-titas, keragaman dan hubungan kekerabatan antar-inter spesies dalam marga
Myristica di Maluku Utara. Hal tersebut perlu dilakukan guna menjaga
keles-tarian sumberdaya plasma nutfah pala, selain itu sebagai sumber pool gen guna
perbaikan genetik pala agar sifat-sifat unggul untuk kan-dungan minyak atsiri dan
sifat lainnya yang dimiliki oleh marga Myristica dapat diketahui dan dapat
di-lakukan pemuliaannya.
Program perbaikan genetik tanaman pala sangat bergantung pada
sum-ber keanekaragaman genetik yang ada. Mengingat Maluku Utara merupakan
salah satu pusat asal tanaman pala, maka diprediksi terdapat keanekaragaman
genetik yang tinggi di wilayah tersebut. Prospek pengembangannya dapat
di-ketahui melalui studi botani dan agronomi. Untuk itu, perlu dilakukan eksplorasi,
identifikasi dan karakterisasi tanaman pala serta kerabat dekatnya. Pentingnya
Informasi tersebut adalah untuk memperoleh dan menyediakan sumber
ke-anekaragaman genetik baru guna perbaikan genetik dan peningkatan kandungan
minyak atsiri pala serta produksinya.
Informasi untuk mendapatkan keragaman genetik tanaman pala
diperlu-kan identifikasi dan analisis keragaman plasma nutfah pala dari berbagai sentra
tanaman pala di Maluku Utara. Untuk mengungkapkan keragaman genetik
tana-man pala maka karakter yang dijadikan sebagai penanda diantaranya adalah
karakter/penanda morfologi, agronomi, protein serta DNA. Karakterisasi
ber-dasarkan kandungan minyak atsiri tanaman pala juga perlu untuk dilakukan. Hal
ini bertujuan agar dapat menjaring genotipe/aksesi pala yang mempunyai potensi
produksi dan kandungan minyak atsiri tinggi sehingga dapat digunakan sebagai
sumber gen untuk merakit varietas pala unggul dengan kandungan minyak atsiri
tinggi.
Minyak atsiri pala diperoleh dengan cara menyuling biji dan fuli (arilus)
untuk menghasilkan minyak atsiri yang digunakan dalam berbagai macam
produk pangan, minuman serta farmasi. Mutu minyak pala terutama adalah
kandungan myristicin dalam senyawa aromatik (Maya et al. 2004) dan
kan-dungan alkohol dalam senyawa terpen (Intirach et al. 2012). Informasi komponen
Informasi tersebut berguna untuk pemanfaatan dan potensi pengembangan
tana-man pala lebih lanjut.
Permasalahan yang dihadapi oleh petani dalam budidaya tanaman pala
adalah menentukan jenis kelamin bibit tanaman pala. Pala merupakan tanaman
dioecious, dengan bunga jantan dan bunga betina berkembang pada individu
tanaman yang berbeda. Seleksi jenis kelamin yang tepat mulai dari pemilihan biji
dan bibit untuk penanaman secara komersial akan sangat berguna karena hanya
tanaman betina, monoecious dan trimonoecious yang menghasilkan buah pala.
Permasalahan utama pada pala adalah petani tidak dapat membedakan jenis
kelamin tanaman pada fase bibit, dan hal ini merupakan faktor pembatas dalam
perkebunan pala. Tipe seks tanaman pala baru dapat dikenali saat tanaman
ber-umur 5–7 tahun setelah penanaman bibit sampai bunga berkembang
.
Jangka waktu yang lama akan sia-sia apabila yang tumbuh hingga dewasa adalahta-naman jantan, karena tata-naman jantan tidak dapat menghasilkan buah.
Perkembangan penelitian untuk mengatasi permasalah tersebut telah
di-lakukan berdasarkan morfologi benih, bibit, fisiologi dan biokimia, anatomi daun
dan sitologi, tetapi penelitian yang dihasilkan memberikan informasi tidak
kon-sisten (Khrisnamoorthy et al. 1992; Lahumuriah et al. 1997; Nayar et al. 1977;
Packiyasothy et al. 1991; Phadnis and Choudhary 1971; Zachariah et al. 1986).
Solusi lain untuk mengetahui jenis kelamin pada tanaman pala yaitu dengan
menggunakan marka morfologi dan molekuler. Secara morfologi perlu diteliti
penciri sifat-sifat visual/morfologi yang dapat digunakan untuk membedakan jenis
kelamin tanaman pala.
Salah satu kearifan lokal yang digunakan oleh petani pala di Maluku
Utara untuk menentukan jenis kelamin tanaman pala berdasarkan bentuk
morfo-logi benih dan percabangan bibit pala. Benih pala yang mempunyai tonjolan
pada bagian ujung kepala benih akan tumbuh menjadi tanaman jantan,
sedang-kan apabila tidak terdapat tonjolan maka asedang-kan tumbuh menjadi tanaman betina.
Demikian pula, bibit yang bercabang adalah betina dan bibit tidak bercabang
adalah jantan.
Beberapa marka (penanda) dapat digunakan untuk analisis keragaman
genetik maupun identifikasi seks tanaman, seperti penanda morfologi dan
mole-kuler. Penanda morfologi didasarkan pada pengamatan secara langsung
feno-tipe tanaman, sedangkan penanda molekuler langsung berintegrasi dengan
Jonah et al. 2011). Gabungan data morfologi dan molekuler akan memberikan
gambaran dan analisis yang lebih tepat tentang keanekaragaman tanaman
(Saddoud et al. 2011).
Penanda molekuler atau penanda DNA lebih banyak digunakan sebagai
karakter atau penciri tanaman karena lebih stabil dan terpercaya dibandingkan
karakter morfologi. Karakter DNA lebih unggul apabila digunakan sebagai
karak-ter penciri tanaman sebab memiliki kestabilan yang sangat tinggi dan tidak
di-pengaruhi oleh variasi lingkungan dan dapat terdeteksi pada semua fase
per-tumbuhan tanaman (Kumar et al. 2009).
Kemajuan dalam bidang biologi molekuler telah dikembangkan berbagai
marka baru yang potensial dalam membantu program pemuliaan untuk dapat
mengamati keragaman genetik tanaman serta identifikasi seks tanaman pada
tingkat DNA. Salah satu diantaranya adalah marka molekuler SSR (Simple
Se-quence Repeat). Penanda molekuler tersebut telah banyak digunakan sebagai
penanda untuk mengungkapkan keragaman genetik tanaman juga untuk
deter-minasi seks tanaman. Penanda SSR telah ditunjukkan mempunyai poli-morfis
yang tinggi pada tanaman kedelai (Tantasawat et al. 2011), pada kapas (Kalivas
et al. 2011), apel (Chen at al. 2011), juga telah digunakan untuk meng-identifikasi
seks tanaman pepaya (Ramos et al. 2011), strawbery (Spigler et al. 2008) dan
Phoenix dactylifera L. (Elmeer dan Mattat, 2012).
Mikrosatelit (Simple Sequence Repeat) terdiri atas 1-6 nukleotida,
ter-dapat dalam genom tanaman dan melibatkan pengulangan dengan urutan yang
unik dengan frekuensi mikrosatelit bervariasi antar spesies tanaman (Ijas, 2011).
SSR dapat diamplifikasi oleh Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan
meng-gunakan primer komplementer yang mengapit lokus SSR. Fragmen polimorfik
(alel) dihasilkan dari variasi panjang pengulangan SSR yang dapat dipisahkan
dengan elektroforesis untuk menampilkan profil genetik genom inti maupun
genom organel. Alel SSR merupakan monogenik kodominan yang diwariskan
dan dapat dibedakan antara homozigot dan heterozigot pada populasi yang
ber-segregasi (Narvel et al. 2000).
Penanda berulang, terutama DNA ruas berulang sederhana (Simple
Squence Repeats, SSR) adalah suatu penanda DNA yang berkemampuan untuk
digunakan dalam analisis keragaman genetik suatu populasi tanaman, karena
dapat memberikan fenotipe polimorfik yang banyak (Kalia et al. 2011), di
2011). Beberapa keuntungan menggunakan SSR sebagai marka molekuler
adalah : i) multiple allel dapat dideteksi pada satu lokus menggunakan penapisan
sederhana dengan PCR, ii) SSR tersebar merata diseluruh genom, iii) bersifat
kodominan, iv) kebutuhan DNA untuk seleksi sangat sedikit, v) analisisnya dapat
dilakukan secara semi otomatis (Robinson et al. 2004).
Ruang Lingkup dan Kerangka Penelitian
Penelitian terdiri atas empat aspek kajian dan masing-masing kajian
berkait-an satu sama lain. Aspek kajiberkait-an satu hingga kajiberkait-an ketiga saling berkaitberkait-an dberkait-an
aspek kajian ke empat mempunyai kajian tersendiri tetapi mendukung aspek
ka-jian satu hingga tiga. Aspek pertama mencakup kaka-jian Analisis Morfologi dan
Agronomi Pala berdasarkan eksplorasi karakterisasi tanaman pala pada semua
daerah tanaman pala yang dibudidayakan dan non budidaya di Maluku Utara.
Kajian kedua Analisis Minyak Atsiri Pala hasil eksplorasi jenis-jenis pala pada
daerah pala yang dibudidayakan dan non budidaya. Kajian ketiga Analisis Seks
Tanaman Pala pada stadia biji, bibit dan tanaman dewasa, aspek kajian yang
keempat adalah Analisis Molekuler Tanaman Pala yang mencakup diversitas
genetik dan kekerabatannya serta identifikasi seks tanaman pala dengan marka
SSR.
Keempat aspek kajian tersebut dirumuskan masing-masing ke dalam empat
sub-judul penelitian sebagai berikut :
1. Analisis Morfologi dan Agronomi Pala (Myristica spp.)
2. Identifikasi Kandungan Minyak Atsiri Plasma Nutfah Pala (Myristica spp.)
3. Identifikasi Seks Tanaman Pala (Myristica fragrans Houtt.)
4. Analisis Molekuler Tanaman Pala (Myristica spp.) Berdasarkan Penanda
DNA SSR.
Pelaksanaan penelitian terdiri atas kegiatan eksplorasi lapangan, identifkasi
dan karakterisasi, pengamatan, pengambilan sampling, penyemaian benih pala
dan analisis laboratorium, yang kemudian disusun ke dalam kerangka penelitian
yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Penelitian pertama, lokasi kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada empat
kabupaten di wilayah Provinsi Maluku Utara, yaitu Kabupaten Halmahera
Sela-tan, Halmahera Tengah, Kota Tidore dan Kota Ternate. Kegiatan tersebut
men-cakup eksplorasi jenis-jenis atau spesies tanaman pala berdasarkan sebaran
dilakukan karakterisasi berdasarkan karakter morfologi dan agronomi. Hasil
ka-rakterisasi akan diketahui keragaman tanaman, kemudian dibuat hubungan
ke-kerabatan di antara aksesi tanaman pala.
Pada kajian yang kedua, sampling biji tanaman pala dari hasil eksplorasi
yang telah dikarakterisasi (hasil dari penelitian pertama) kemudian diambil bahan
sampel biji untuk ekstraksi minyak atsiri dan identifikasi komponen minyak atsiri.
Ekstraksi menggunakan metode hidro-destilasi, sedangkan identifikasi
kompo-nen kimia minyak pala dengan teknik GC-MS. Dari hasil karakterisasi minyak
atsiri plasma nutfah pala maka dapat diketahui perbedaan karakteristik minyak
pala yang terdapat pada jenis-jenis pala yang ada di Maluku Utara dan dapat
teridentifikasi lebih lengkap.
Pada bagian penelitian ketiga dilakukan pendeteksian seks tanaman jantan
dan betina dengan menggunakan marka morfologi. Berdasarkan marka morfologi
akan dapat dibedakan seks tanaman pala dewasa maupun pada bibit. Untuk
mendeteksi secara dini seks tanaman pala digunakan biji, berdasarkan ciri-ciri
morfologi biji dapat dipakai sebagai penanda jenis kelamin pala secara dini.
Iden-tifikasi seks tanaman juga diamati berdasarkan sebaran geografis dan morfologi
pembungaan pala. Secara morfologi perlu diteliti penciri sifat-sifat
visual/morfo-logi yang dapat digunakan untuk membedakan jenis seks tanaman pala pada
stadia biji, bibit dan pohon dewasa.
Pada kajian penelitian keempat; dilakukan analisis molekuler keragaman
dan kekerabatan tanaman serta seks tanaman pala. Analisis molekuler dilakukan
pada tanaman pala hasil karakterisasi berdasarkan sifat morfologi dan agronomi
kemudian diambil sampling daun tanaman pala untuk dilakukan karakterisasi
molekuler dengan penanda DNA SSR. Analisis molekuler dilakukan untuk
iden-tifikasi seks tanaman, kemudian menggabungkan penanda morfologi dan
mole-kuler untuk mendapatkan penanda menentukan seks pala. Dari hasil analisis
molekuler DNA SSR akan diketahui diversitas genetik keragaman tanaman dan
kemudian dibuat hubungan kekerabatan diantara aksesi tanaman pala, juga
akan dihasilkan penanda DNA terhadap perbedaan tipe seks tanaman pala.
Secara keseluruhan, empat sub-penelitian tersebut secara utuh akan
membentuk satu kesatuan tema penelitian yang menjadi kerangka pemikiran dan
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis keragaman dan hubungan kekerabatan plasma nutfah pala di
Maluku Utara berdasarkan penanda morfologi dan marka SSR.
2. Memperoleh informasi keragaman kandungan minyak atsiri dari plasma nutfah
pala.
3. Karakterisasi untuk membedakan secara morfologi fenotipe pohon pala jantan
dan pohon pala betina yang telah dewasa.
4. Memperoleh informasi tentang perbedaan pala jantan dan betina pada stadia
benih atau bibit berumur kurang dari enam bulan berdasarkan penanda
morfo-logi dan penanda SSR.
Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai keragaman spesies, kandungan minyak atsiri,
pre-diksi seks bibit dan analisis marka SSR, diharapkan dapat memberi informasi
tentang identitas spesies-spesies pala beserta kandungan minyak atsiri dari
ma-sing-masing spesies serta prediksi awal penanda seks bibit pala. Hasil penelitian
diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai berikut :
1. Diperoleh deskripsi marka morfologis untuk membedakan spesies plasma
nutfah pala yang ada di Maluku Utara.
2. Diperoleh informasi keragaman spesies-spesies pala dan spesies yang
ung-gul pada tiap lokasi di empat Kabupaten Maluku Utara.
3. Diperoleh hasil analisis kandungan minyak atsiri dari 9 spesies pala, yang
dapat digunakan oleh petani pala dalam budidaya tanaman pala sebagai
spesies dengan kandungan minyak atsiri tinggi dan para pemulia tanaman
pala untuk menentukan spesies pala yang dapat digunakan sebagai calon
tetua yang digunakan dalam persilangan.
4. Gabungan marka morfologi dan marka SSR untuk prediksi awal menentukan
seks tanaman sejak biji hingga bibit, hasil informasi dapat dimanfaatkan oleh
petani guna menentukan sejak awal seks bibit pala.
5. Mendapatkan informasi yang lebih baik tentang keanekaragaman genetik dan
Novelty
Novelty dari hasil penelitian ini adalah :
1. Salah satu persoalan dalam budidaya dan pengembangan tanaman pala
yang dihadapi oleh para petani yaitu belum bisa diketahui pasti seks tanaman
pada saat tanaman dewasa. Penelitian yang dilakukan berupaya untuk
menghasilkan penanda dini menentukan seks tanaman pada stadia benih.
Berdasarkan ciri-ciri bentuk biji yaitu ada-tidaknya tonjolan pada bagian
ke-pala biji, kemudian dilakukan analisis molekuler menggunakan primer SSR
Vsur34, dari penelitian menghasilkan penanda seks biji. Bila biji pala tidak
mempunyai tonjolan/tanduk pada bagian kepala biji ditanam akan
meng-hasilkan tanaman betina, dan biji yang mempunyai tonjolan/tanduk akan
menghasilkan tanaman jantan.
2. Selama ini minyak atsiri pala yang lebih dikenal adalah minyak atsiri dari pala
banda (M. fragrans Houtt.). Selain M. fragrans Houtt., Maluku Utara
mem-punyai spesies-spesies pala lain yang menghasilkan kandungan minyak atsiri
yang beragam terutama kandungan komponen aromatik minyak atsiri pala.
Penelitian ini menghasilkan kadar myristicin tertinggi di jumpai pada M.
fragrans 12.30%, M. succedanea Reinw. 12.90% dan Myristica sp. aksesi
Te-lur Kambing (PLTK) 12.37%. Dengan demikian, selain M. fragrans Houtt.
Pe-ngembangan tanaman pala untuk menghasilkan kandungan minyak atsiri
yang tinggi dapat dipenuhi dari M. succedanea Reinw. dan Myristica sp.
aksesi Telur Kambing (PLTK).
3. Keragaman spesies dan varietas pala penting untuk di evaluasi sebagai
bahan dasar pengelolaan plasmanutfah dan tindakan pemuliaan tanaman
pala. Selain M. fragrans Houtt. keanekaragam spesies-spesies pala dapat
ditemukan di Maluku Utara. Penelitian menghasilkan informasi bahwa
ber-dasarkan hubungan kekerabatan antar spesies, diperolehnya tiga kelompok
besar kekerabatan pala dari masing-masing spesies yaitu; kelompok
per-tama; M. fragrans Houtt., M. succedanea Reinw., M. fatua Houtt., M.
speci-osa Warb. dan Myristica sp. berkerabat dengan kemiripan sebesar 23%.
Kelompok ke-dua; Spesies M. argentea Warb., M. papuana Scheff., Myristica
sp., H. spicata Sinclair dan H. sylvestris Warb., berkerabat sebesar 31%.
Kelompok ke-tiga H. iryaghedhi Warb. dan H. globularia Warb., kekerabatan
dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk pemuliaan tanaman pala
Gambar 1. Kerangka dan bagan alur penelitian 10
PLASMA NUTFAH PALA
Eksplorasi pada 8 Kabupaten di Maluku Utara
IDENTIFIKASI dan KARAKTERISASI
Analisis Morfologi dan Agronomi
Analisis Minyak Atsiri
Identifikasi Seks Pohon Pala - Biji - Bibit
Identifikasi DNA dengan Simple Sequence Repeat (SSR)
Analisis Molekuler Tanaman Pala
Data Molekuler : 1.Tipe Seks Tanaman Pala 2.Diversitas Genetik Pala
Jenis-Jenis Tanaman Pala Morfologi Pohon
Jantan, Betina dan Bibit Jantan dan
Betina Keragaman :
1. Morfologi dan agronomi 2.Kandungan Atsiri
Penanda Morfologi Perbedaan Jenis
Kelamin Pala
Keragaman Genetik Pala dan Penanda Seks tanaman
Pala
Tanaman Pala
Tanaman pala, Myristica fragrans Houtt. merupakan tanaman asli
Indo-nesia yang berasal dari pulau Banda Maluku (Reeve, 2006) tetapi terdapat pada
beberapa pulau Maluku lainnya. Tanaman pala (Myristica spp.) adalah tanaman
perkebunan merupakan salah satu tanaman rempah dan termasuk ke dalam
famili Myristicaceae yang memiliki 18 genus dan ±300 spesies. Indonesia
me-rupakan pusat asal usul (center of origin) beberapa spesies dari genus Myristica
(Vavilov, 2011; De Gusman dan Siemonsma, 1999). Genus Myristica merupakan
genus terbesar dan mempunyai 72 spesies.
Menurut Hadad dan Hamid (1990), terdapat delapan jenis pala yang
ditemukan di Maluku yaitu : (1) M. succedanea Reinw., jenis tersebut ditemukan
di Ternate di sebut pala Patani, (2) M. speciosa Warb. dikenal dengan nama pala
Bacan atau pala Hutan, (3) M. schefferi Warb. dikenal dengan nama pala Onin
atau Gosoriwonin, (4) M. fragrans Houtt. dikenal dengan nama pala Banda, (5)
M. fatua Houtt, dikenal dengan nama pala Laki-laki atau pala Fuker (Banda) atau
pala Hutan (Ambon), (6) M. argentea Warb. dikenal dengan nama Pala Irian atau
pala Papua, (7) M. tingens Blume. dikenal dengan nama pala Tertia dan (8) M.
sylvetris Houtt. dikenal dengan nama pala Burung atau pala Mendaya (Bacan)
atau pala Anan (Ternate).
Ada empat spesies utama pala yaitu M. fragrans Houtt., M. argentea
Warb., M. succedanea Reinw. dan M. malabarica Lam. Spesies M. fragrans
Houtt. adalah spesies yang berasal dari Kepulauan Banda dan Kepulauan
Ambon, Maluku. Spesies M. succedanea Reinw. berasal dari Maluku Utara dan
spesies M. argentea Warb. dari Papua (Purseglove et al. 1981). M. malabarica
Lam. sendiri berasal dari India sehingga sering disebut sebagai pala Bombay.
Spesies M. fragrans Houtt. merupakan jenis pala yang paling banyak
dibudi-dayakan dan dikembangkan baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Spesies utama pala yang telah dibudidayakan dan diusahakan adalah
M. fragrans Houtt., jenis pala tersebut mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi dari
pada jenis pala lainnya, kemudian M. argentea Warb. dan M. fatua Houtt. serta
M. succedaneae Reinw. Untuk jenis M. speciosa Warb. dan M. malabarica Lam.
banyak dijumpai di Maluku dan Maluku Utara, sedangkan yang terakhir banyak
terdapat di Papua.
Gambar 2. Morfologi Myristica fragrans terdiri atas : a-tangkai daun dengan rangkaian bunga, b-buah pala, c-belahan melintang buahdan fuli biji, d-fuli dan biji, e-belahan melintang biji dan embrio, f-biji tanpa tempurung, g-bunga jantan, h-belahan melintang bunga jantan, i-bunga betina, j-belahan melintang i-bunga betina, k-ovule, l-polen, m-embrio pala (Erstellt, 2001)
1. M. fragrans Houtt.
M. fragrans Houtt. atau tanaman pala Banda sejak tahun 1834 telah
menyebar ke luas keberbagai tempat, dan tanaman tersebut pada masa lalu
telah di introduksi ke Pulau Jawa, Sumatera, dan pulau-pulau tetangga seperti,
Papua New Guinea bagian Utara, Penang, Malacca, Hindia Barat, Grenada,
Kerala India dan Srilanka. Di Indonesia, jenis pala Banda sudah dikembangkan
secara komersial di beberapa daerah seperti di Menado, Aceh, Makassar, Bogor
dan Papua.
a
m
c b
d
e f
i h
g k
l
Spesies M. fragrans Houtt. memiliki 44 kromosom somatik (2n) yang
bersifat holokinetik, yaitu mempunyai berkas gelendong yang menyelimuti
se-luruh kromosom. (Puseglove et al. 1981). Dalam taksonomi, spesies tersebut
si-nonim dengan M. officinalis L., M. moschata Thumb. dan M. aromatika Lamk. (De
Gusman dan Siemonsma. 1999). Di Indonesia jenis tersebut lebih dikenal
se-bagai pala Banda dan diketahui merupakan pala yang bernilai ekonomi tinggi.
Pala Banda berbentuk pohon yang tidak meranggas (evergreen) dengan
tinggi 5 hingga 10 m, kadang mencapai 20 m (Purseglove et al. 1981). Umumnya
tanaman bersifat dioecious atau berumah dua namun kadang ditemukan
tanaman yang monoecious atau berumah satu (Purseglove et al. 1981). Seluruh
bagian tanaman bersifat fragran atau beraroma khas pala. Tanaman memasuki
fase generatif setelah berumur 5 hingga 7 tahun, ditandai dengan terbentuknya
bunga. Tanaman berbunga jantan akan berkembang menjadi pohon jantan yang
tidak menghasilkan buah, sementara tanaman berbunga betina akan
menghasil-kan tanaman betina yang menghasilmenghasil-kan buah.
Buah pala menghasilkan dua produk berbeda yaitu biji pala dan fuli. Biji
pala adalah bagian utama buah yang menghasilkan bahan rempah. Biji
men-capai matang setelah enam hingga sembilan bulan. Fuli pala merupakan arilus
biji yang berubah warna menjadi merah darah pada saat buah berumur tujuh
sampai sembilan bulan.
Beberapa sifat buah M. fragrans Houtt. yaitu untuk setiap 100 g
mengan-dung 10 g air, 7 g protein, 35 g mentega pala, 5 g minyak atsiri, 30 g karbohidrat,
11 g serat, 2 g abu ( De Guzman dan Siemonsma, 1999). Minyak pala
mengan-dung senyawa aromatik myristicin yang bersifat halusinogenik dan toksik.
2. M. succedaneae Reinw.
Spesies M. succedaneae Reinw. banyak terdapat di Maluku Utara, yaitu
di Ternate, Tidore, Bacan dan Halmahera. Di Maluku Utara spesies tersebut
di-kenal sebagai pala Patani. Tinggi pohon mencapai 10 sampai 20 m. Kanopi
po-hon berbentuk piramid hingga lonjong dengan percabangan yang agak teratur
(Hadad dan Syakir, 1992). Bunga jantan terdiri atas >3 bunga atau infloresensia
dan beraroma, sedangkan bunga betina lebih pendek dari bunga jantan biasanya
tunggal.
Buahnya agak lonjong dengan biji yang bulat sampai lonjong. Jenis pala
dibandingkan dengan pala Banda. Sebagian besar M. Succedanea Reinw.
Ber-bentuk pohon tropik yang bersifat tidak meranggas, tumbuh di daerah hutan
hujan tropis di dataran rendah hingga ketinggian 400 m dpl, namun beberapa
spesies ditemukan tumbuh di pegunungan dengan elevasi hingga 700 m dpl
(Purseglove et al. 1981).
3. M. argentea Warb.
Spesies tersebut di Indonesia lebih dikenal sebagai pala Papua atau pala
Irian. Jumlah kromosom somatik atau genom sebanyak 44 (De Gusman dan
Siemonsma, 1999). Pohonnya lebih besar dari pada pala Banda dan dapat
men-capai tinggi 15 sampai 20 m dengan daun yang tebal dan lebar, batang
ber-warna gelap atau sawo kehitaman.
Bunga jantan berbentuk infloresens yang terdiri atas 3 sampai 5 bunga.
Bunga betina ukurannya lebih kecil dari bunga jantan dan biasanya tunggal.
Spesies tersebut memiliki ciri khas dari buahnya yang besar dan lonjong. Begitu
pula dengan biji yang dihasilkan yang dapat mencapai ukuran panjang 4 cm.
Buah terbelah saat mencapai umur masak. Buah tanaman tersebut memiliki
kan-dungan komponen atsiri safrol yang tinggi (De Gusman dan Siemonsma, 1999).
Daging buah yang tebal menjadikan pala Papua sesuai untuk industri manisan
dan asinan pala.
4. M. fatua Houtt.
Jenis tanaman pala tersebut mempunyai nama daerah yaitu : pala
laki-laki, pala fuker, pala hutan dan leleko. Jenis pala tersebut sebagai pohon liar di
Maluku, yang ditemukan ditempat-tempat sunyi ditepi hutan dan gunung-gunung.
Bunga betina ukurannya lebih besar dan berjumlah 1 - 6 bunga per tangkai.
Bunga jantan morfologinya lebih langsing panjang berjumlah >3. Selaput biji/fuli
berwarna kuning keemasan. Rasa buah dan biji tidak enak dan sedikit
mem-punyai rasa rempah-rempah.
Penamaan spesies pala seringkali dijumpai beberapa kesamaan nama
atau sinonim. Pada tabel berikut memuat nama-nama spesies utama pala dan
sinonimnya. Nama M. fragrans Houtt. misalnya, mempunyai empat sinonim, yaitu
M. argentea Warb. hanya satu sinonim, dan M. succedanea Reinw. tiga sinonim.
Kejelasan nama spesies pala sangat penting untuk menghindarkan penamaan
ganda bagi spesies yang secara botani sama. Tabel 1 berikut memuat beberapa
ekotipe Malabar yang disebut M. malabarica L. dan Virola surinamensis Rol.
(Groome, 1970). Spesies V. surinamensis Lamk adalah jenis pala liar yang
ber-kembang di wilayah Suriname dan tidak dibudidayakan karena tidak memiliki nilai
ekonomi yang berarti.
Tabel 1. Spesies utama genus Myristica dan sinonimnya
Spesies Sinonim Nama Umum Sumber
M. fragrans Houtt. M. officinalis L. (1) M. moschata Thunb.
M. aromatic Lamk. Pala Banda M. amboinensis Gandoger (2)
M. argentea Warb. M. finschii Warb. Pala Papua/
Pala Makassar (1)
M. succedanea Reinw. M. radja Miquel.
M. schefferi Warb. Pala Halmahera (1) M. speciosa Warb.
M. fatua Houtt. - Pala Jantan (1) Ket : (1) Purseglove et al. 1981; (2) Groome, 1970
Indonesia memiliki sumberdaya genetik pala yang cukup besar dengan
pusat asal terletak di Kepulauan Maluku. Keragaman genetik pala terbesar di
Pulau Banda, Siau, Maluku Utara dan Papua (Hadad dan Hamid, 1990). Sebagai
pusat keragaman genetik pala (center of diversity), Indonesia khususnya Maluku
Utara harus mengambil peran lebih besar dalam pengelolaan, pengembangan
dan pemanfaatan tanaman pala.
Tanaman pala di habitat tumbuhnya memperlihatkan variasi yang jelas
dalam beberapa karakteristik morfologi. Genus Myristica dilaporkan memiliki 100
spesies (De Gusman dan Siemonsma, 1999). Beberapa laporan menyebutkan
bahwa spesies-spesies pala tersebar terutama di wilayah Indonesia dan Papua
New Guenia.
Studi sitologi yang dilaporkan oleh Purseglove et al. (1981) menyatakan
bahwa M. fragrans Houtt. memiliki kromosom somatik 2n sebanyak 44, dengan
kromosom dasar diduga sebanyak 7 buah. Penelitian lainnya melaporkan bahwa
pala memiliki kromosom 2n = 44 (Peter, 2001). Weiss (2002) menyatakan jumlah
kromosom dasar dari genus Myristica tidak jelas diketahui tetapi kemungkinan
x = 11, dan pala merupakan tanaman diploid dengan 2n = 44, atau 2n = 32, jenis
Morfologi Tanaman Pala
Tanaman pala berbentuk pohon berukuran sedang, tajuk pohon
umum-nya konikal atau semi piramida. Tinggi rata-rata antara 4-10 m namun
kadang-kadang dapat mencapai 20 m atau lebih. Tanaman dikembangbiakkan terutama
dari benih. Pohon pala yang berumur lebih dari 30 tahun dapat mencapai lingkar
batang 150-180 cm. Percabangan relatif teratur dengan dedaunan yang rapat
dan letak daun yang berselang-seling secara teratur. Daunnya berwarna hijau
mengkilap dan gelap dengan panjang 5-14 cm dan lebar 3-7 cm. Panjang tangkai
daun 0.4-1.5 cm. Sistem perakaran pala dangkal namun ekstensif, yaitu berupa
satu akar tunggang dan beberapa cabang akar sekunder yang menyebar hanya
beberapa cm di atas permukaan tanah. Kedalaman akar tanaman sekitar 3.5-5 m
(Hadad dan Firman, 2003).
Pembungaan tanaman pala umumnya bersifat dioecious (bunga jantan
dan betina pada tanaman yang berbeda) namun juga dijumpai tanaman
monoecious (bunga jantan dan betina berada pada pohon yang sama).
Pengamatan di hutan pala Maluku dan Maluku Utara menunjukkan bahwa
ber-dasarkan letak bunga, terdapat tiga tipe tanaman pala yaitu tanaman berbunga
betina, tanaman berbunga jantan dan tanaman berbunga jantan-betina. Dua tipe
yang pertama disebut pala dioecious dan tipe yang terakhir disebut pala
monoe-cious (Marzuki et al. 2006). Pada tanaman pala tidak ada tanaman/pohon
hermaphrodit, tetapi pala memiliki bunga hermaphrodit.
Bunga betina, berbentuk malai aksiler dengan satu tangkai bunga terletak
pada bagian ketiak daun atau terdiri atas 3 bunga pertangkai dengan tangkai
bunga yang pendek. Bunga betina biasanya kurang bercabang dan mahkota
bunga menyatu dari bagian pangkal dengan bractea kecil terbuka pada bagian
atas. Kelopak bunga biasanya menyatu pada pangkal bunga pada satu sisi.
Bunga betina agak kecil berdiameter 2–3 mm, berbentuk seperti lonceng atau tabung dengan bakal buah berbentuk seperti lonceng. Bunga betina kadang– kadang agak harum dengan warna bunga putih hingga putih kekuningan (Arrijani,
2005; Utami dan Brink, 1999).
Bunga jantan terdiri atas 1-10 bunga per tangkai bunga. Bunga memiliki
kepala sari terdiri atas 6-10 kepala sari dan menyatu pada bagian pangkal
berbentuk kolom, kemudian mengerucut bagian atas dengan bagian sisi terletak
kepala sari saling berjejer satu sama lain. Bunga jantan berdiameter 1- 2 mm dan
atas terbelah menjadi tiga bagian dan berwarna kuning gading. Umumnya bunga
jantan lebih berbau harum dibandingkan bunga betina (Arrijani, 2005; Utami dan
Brink, 1999).
Buah berbentuk bulat hingga oval atau kadang-kadang agak lonjong,
dengan dinding buah berdaging tebal. Warna daging buah putih kekuningan dan
warna kulit buah kuning sampai kuning kecoklatan agak sedikit kasar. Buah bila
telah tua akan terbelah menjadi 2 bagian. Biji berbentuk bulat hingga agak
lon-jong dan berwarna coklat sampai coklat kehitaman. Biji dibungkus dengan bagian
fuli benih berwarna oranye hingga kemerahan. Kernel biji dilindungi oleh
tem-purung biji yang keras. kernel dengan endosperm banyak mengandung minyak
dan pati dengan sifat perkecambahan biji hypogeal (Arrijani, 2005; Utami dan
Brink, 1999).
Potensi Tanaman Pala
Tanaman pala (M. fragrans Houtt.) mempunyai nilai ekonomi yang cukup
tinggi, sebab sebagian besar kebutuhan dunia akan pala dipasok dari Indonesia.
Buah pala menghasilkan dua produk penting yang berbeda, yaitu biji pala dan fuli
(mace). Disamping itu dari bagian-bagian tanaman pala dapat dihasilkan
ber-macam-macam produk.
A. Kulit Batang dan Daun
Kulit batang dan daun tanaman pala mengandung minyak atsiri. Minyak
atsiri dari kulit batang dan daun pala tidak berwarna dan encer, bau dan rasanya
enak seperti muskat. Demikian halnya minyak atsiri kulit batang atau daun pala
cocok untuk pengganti minyak atsiri biji pala.
B. Fuli (Mace)
Fuli merupakan bagian yang menyelimuti biji buah pala yang berbentuk
anyaman atau jala,yang dalam dunia perdagangan sering disebut dengan istilah
“bunga pala”. Bunga pala dalam bentuk kering banyak dijual di dalam negeri. Fuli yang sudah kering dapat disortasi menjadi tiga macam yaitu ; 1) Fuli utuh
ber-warna jingga berasal dari buah pala yang telah masak. Fuli tersebut tergolong
memiliki kualitas yang baik. 2) Fuli yang berwarna hitam berasal dari buah pala
yang terlalu masak. Fuli jenis tersebut termasuk dengan kualitas yang cukup. 3)
Fuli yang tipis berasal dari buah pala yang belum masak tetapi buah telah
Fuli yang sudah siap digunakan kemudian diproses lebih lanjut, dengan
cara dihaluskan dan dikukus kemudian diperas sehingga keluar lemaknya yang
berwarna merah darah. Lemak fuli tersebut dapat diperdagangkan dengan nilai
ekonomi tinggi. Minyak atsiri dari fuli dapat dihasilkan dengan cara menyuling fuli
dan minyak atsiri dari fuli mirip minyak atsiri yang berasal dari biji pala. Di negara
pengimpor, fuli diambil minyak atsirinya dan diperdagangkan dengan nama Oil of
Mace.
Fuli merupakan arilus biji yang berubah warna dari putih gading menjadi
merah pada waktu buah mencapai umur tujuh bulan atau lebih, menyelimuti biji
dalam bentuk anyaman seperti jala. Fuli dapat menghasilkan minyak atsiri yang
berwarna jernih dan mudah menguap. Minyak tersebut sebagian digunakan
se-bagai penyedap makanan dan minuman soda (soft drink), bahan makanan
awet-an dalam kaleng atau botol dawet-an obat rubefacien serta balsam untuk peng-hangat
kulit. Di kalangan pemakai jamu tradisional, fuli dikeringkan kemudian dibuat
se-bagai teh yang mujarab bagi penyakit lambung dan rasa kembung dalam perut.
C. Biji Pala
Biji pala memiliki nilai ekonomi yang tinggi, karena banyak dibutuhkan
oleh orang-orang dari Negara Barat. Lemak biji pala sebagian besar diolah di
Eropa dan diperdagangkan sebagai volatile oil of Nutmeg. Lemak yang
dihasil-kan dari biji pala adihasil-kan berwarna seperti mentega sampai putih, kadar lemak biji
pala mencapai 11–34% dan mengandung minyak atsiri sekitar 6%. Minyak pala digunakan untuk membuat minyak wangi, parfum dan sabun, pengolahan gula
dan makanan banyak menggunakan lemak biji pala. Sifat myristicin yang
ter-kandung di dalam biji pala dapat memabukkan dan dimanfaatkan sebagai obat
penenang rasa sakit. Minyak dan lemak yang dihasilkan dari biji digunakan untuk
membuat minyak wangi dan sabun. Selain itu ada juga yang menggunakannya
sebagai bumbu masakan.
D. Daging Buah Pala
Bentuk buah pala bulat sampai lonjong, berwarna hijau
kekuning-kuningan, apabila masak akan terbelah dua dengan diameter 3-9 cm. Daging
buahnya atau pericarp tebal dan rasanya asam. Daging buah pala mengandung
beberapa nutrisi seperti lemak dan protein nabati. Selain itu mengandung pektin
yang merupakan senyawa fenolik yang dikeluarkan oleh buah dalam bentuk
minyak atsiri dan zat samak. Daging buah dapat mengakibatkan rasa kantuk jika
dimakan karena mengandung minyak atsiri myristisin dan mono-terpen. Daging
buah dapat dimanfaatkan menjadi makanan ringan, misalnya asinan pala,
manis-an pala, marmelade, selai pala dmanis-an kristal daging buah pala. (Nurdjmanis-anah, 2007)
Minyak Pala dan Komponen Atsiri
Minyak p