• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sel Surya Titanium Dioksida Tersensitasi Polyphenylene Vinylene dengan Elektrolit Polimer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sel Surya Titanium Dioksida Tersensitasi Polyphenylene Vinylene dengan Elektrolit Polimer"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

SEL SURYA TITANIUM DIOKSIDA

TERSENSITASI

POLYPHENYLENE VINYLENE

DENGAN ELEKTROLIT POLIMER

GESANG BASKOROADI

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Abstrak

GESANG BASKOROADI. Sel Surya TiO

2

Tersensitasi

Polyphenylene Vinylene

dengan

Elektrolit Polimer. Dibimbing oleh:

Dr. AKHIRUDDIN MADDU dan

Drs.

SIDIKRUBADI PRAMUDITO M.Si

Sel surya tersensitasi dye dibuat dengan konfigurasi TiO

2

/PPV/

iodolyte

,

Polyphenylene

Vinylene

(PPV) berfungsi sebagai

dye

penyerap cahaya. TiO

2

yang dibuat memiliki fase

dominan anatase dengan ukuran 37,344nm. PPV yang dilarutkan dalam kloroform

memiliki rentang penyerapan cahaya dari 330 nm hingga 600 nm dengan puncak absorbsi

di sekitar 550 nm. PPV meningkatkan kemampuan penyerapan cahaya tampak pada TiO

2

dengan cara menyusup ke dalam pori TiO

2

. Elektrolit yang digunakan berupa polimer

dengan maksud memberikan ketahanan sel surya yang lebih baik terhadap lingkungan.

Dua sampel dibuat dengan perbedaan konsentrasi PPV terhadap pelarut masing-masing

0,25 % (sampel A) dan 0,5 % (Sampel B). Dari kedua sampel tersebut didapatkan

efisiensi sebesar 0,0514 % untuk sampel A dan 0,0209 % untuk sampel B.

(3)

ii

SEL SURYA TITANIUM DIOKSIDA

TERSENSITASI

POLYPHENYLENE VINYLENE

DENGAN ELEKTROLIT POLIMER

Oleh:

GESANG BASKOROADI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sajana Sains pada

Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

iii

Judul : Sel Surya Titanium Dioksida Tersensitasi Polyphenylene Vinylene dengan Elektrolit Polimer

Nama : Gesang Baskoroadi NRP : G74062364

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Akhiruddin Maddu Drs. Sidikrubadi Pramudito M.Si NIP. 196609071988021006 NIP. 195707251986011000

Diketahui

Ketua Departemen Fisika FMIPA IPB

Dr. Akhiruddin Maddu NIP. 196609071988021006

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilal’amin. Puji dan syukur penulis kepada Allah SWT yang atas izinNya kepada penulis untuk segala usaha dalam merampungkan tulisan ini.

“...And if in a distant future the supply of coal becomes completely exhausted, civilisation

will not be checked by that, for life and civilisation will continue as long as the Sun shines!”. Sebuah kutipan dari Giacamo Ciamician pada International Congress of Applied Chemistry kedelapan, September tahun 1912. Walau tidak secara langsung, kutipan ini menunjukkan bahwa sel surya adalah alat untuk keberlangsungan peradaban selama matahari bersinar. Penelitian yang dilakukan penulis mungkin tidak berpengaruh besar dalam skala peradaban, namun bagi penulis merupakan suatu langkah besar dalam hal akademik untuk pengembangan diri. Sebuah kesadaran atas potensi sel surya menjadi satu nilai yang berharga dalam memandang masa depan lingkungan hidup bagi penulis. Satu hal yang penulis harapkan adalah semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan khususnya bagi peneliti sel surya siapapun itu. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu secara moral dan material demi rampungnya penulisan, yaitu kepada:

1. Kedua orang tua tercinta atas doa dan bimbingan kepada ananda.

2. Bapak Akhirudin Maddu dan Bapak Sidikrubadi Pramudito atas kesediaannya sebagai pembimbing skripsi.

3. Bapak Hanedi Darmastiawan sebagai penguji yang bermurah hati memberikan banyak saran, masukan, juga koreksi.

4. Para Staf Departemen Fisika IPB atas bantuan dan kerjasamanya. 5. Para Staf BATAN Serpong atas jasa XRDnya.

6. Kawan-kawan peneliti biofisika dari strata 1 (Husein, Wandi, Pandu, dan teman-teman dari angkatan 44) dan duari strata 2 (Bu Deni, Mba Yani, Pak Fendi, Pak Ismail, Pak Orim, Mba Zahra, Mba Ina, dkk) atas kebersamaannya.

7. Kawan-kawan Fisika angkatan 43 yang telah berbagi suka-duka di kampus tercinta. 8. Seluruh anggota LapCommers yang menceriakan hati di kala galau melanda. 9. Kawan-kawan Onigiri yang memberikan semangat juang, BANZAI.

Penulis sadar bahwa tulisan ini bukan sesuatu yang sempurna, oleh karena itu kritik dan saran akan sangat berarti bagi tulisan ini juga bagi penulis secara pribadi. Kekurangan seseorang adalah wadah bagi orang lain untuk menempatkan kelebihannya. Wadah yang telah diisi akan menjadi nikmat antara manusia yang kemudian menjadi pengukuh tali silaturahmi.

Bogor, 20 Juni 2011

(6)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor, tanggal 27 Februari 1988 dari pasangan Bapak Adi Winarto dan Ibu Ekowati Handharyani. Pendidikan formal diembannya mulai dari SDN Polisi I Bogor pada tahun 1994, SMPN IV Bogor pada tahun 2001, SMAN IX Bogor pada tahun 2003. Penulis sempat bersekolah di Sapporo, Jepang dari tahun 1997 hingga 2001 atas alasan keluarga.

(7)

vi

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

DAFTAR GAMBAR.. ... .vii

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

BAB 1. PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Tujuan ...1

1.3 Perumusan Masalah ...1

1.4 Hipotesis ...1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...1

2.1 Sel Surya ...1

2.2 Sel Fotoelektrokimia ...4

2.3 Sel Surya Tersensitasi Dye (Gratzel Cell) ...4

2.4 Titanium Dioksida (TiO2) ...4

2.5 Sensitizer Dye ...5

2.6 Elektrolit Polimer ...6

BAB 3. BAHAN DAN METODE ...6

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...6

3.2 Alat dan Bahan ...6

3.3 Persiapan ...6

3.4 Metode Pembuatan dan Karakterisasi ...6

3.4.1 Deposisi film TiO2 ...7

3.4.2 Karakterisasi XRD ...7

3.4.3 Deposisi film PPV...8

3.4.4 Karakterisasi optik ...8

3.4.4 Pembuatan elektrolit polimer ...8

3.4.5 Karakterisasi sel surya (arus-tegangan) ...8

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...8

4.1 Hasil Persiapan ...8

4.2 Deposisi TiO2 ...9

4.3 Karakteristik Lapisan TiO2 dari Uji XRD ...9

4.4 Deposisi PPV ...9

4.5 Elektrolit Polimer ...9

4.6 Karakteristik Optik ...10

4.7 Karakteristik Arus-Tegangan Sel Surya ...11

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ...13

DAFTAR PUSTAKA ...14

(8)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses pembentukan p-n junction ...2

Gambar 2. Pita energi saat keseimbangan termal ...2

Gambar 3. (a) Pita energi saat dibias maju, (b) Pita energi saat dibias mundur ...2

Gambar 4. Aliran muatan pembawa persambungan p-n saat disinari cahaya dalam rangkaian tertutup ...3

Gambar 5. Pita energi p-n junction saat disinari cahaya, (a) short-circuited dan (b) open-circuited current ...3

Gambar 6. Karakteristik arus-tegangan(I-V) saat gelap dan disinari cahaya ...3

Gambar 7. Pita energi dan transfer muatan pada sel surya tersensitasi dye ...4

Gambar 8. Struktur kristal anatase dan rutile ...5

Gambar 9. Struktur PPV ...6

Gambar 10. Struktur MEH-PPV ...6

Gambar 11. Konfigurasi sel surya ...6

Gambar 12. Sinar-X yang datang dihamburkan oleh atom -atom di dalam kristal ke segala arah. Sebagian besar berkas datang ditransmisikan ...7

Gambar 13. Meja rotasi, sumber sinar-X, dan detektor pada XRD ...7

Gambar 14. Rangkaian uji arus(I) - tegangan(V) ...8

Gambar 15. Difraksi sinar-X kristal TiO2 ...9

Gambar 16. Absorbansi PPV A dan PPV B ...10

Gambar 17. Absorbansi TiO2 dan TiO2 dengan dye PPV ...10

Gambar 18. Absorbansi TiO2 nanokristal, MEH-PPV, dan campurannya ...11

Gambar 19. Karakteristik arus-tegangan sampel A dan B ...11

Gambar 20. Karakteristik arus-tegangan sampel A dengan KEITHLEY 2400 ...12

Gambar 21. Karakteristik arus-tegangan sampel B dengan KEITHLEY 2400 ...12

Gambar 22. Respon tegangan terhadap perubahan intensitas cahaya pada sampel A ...13

(9)

viii

DAFTAR TABEL

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alur Kerja Penelitian...17

Lampiran 2. Data JCPDS Kristal TiO2 Fase Anatase dan Rutile ...18

Lampiran 3. Deteksi Puncak TiO2 ...19

Lampiran 4. Penentuan Parameter Kisi dan Ukuran Kristal dengan Metode Kramer ...20

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Kebutuhan terhadap energi untuk menjalankan kehidupan sehari-hari membuat manusia mencari sumber-sumber energi lain yang bisa dimanfaatkan. Sumber energi konvensional berbasis minyak, batubara dan gas alam telah terbukti sebagai penggerak efektif bagi kemajuan ekonomi namun sekaligus merusak lingkungan dan kesehatan manusia. 1

Masalah ini bisa diatasi apabila manusia memanfaatkan secara optimal sumberdaya alam lainnya yang bisa dieksploitasi terus menerus namun bisa diperbaharui. Angin, arus laut, panas bumi, dan sinar matahari adalah sumber daya alam yang bagus untuk masalah ini, terutama sinar matahari. Saat sinar matahari mengenai lapisan terluar atmosfir bumi, bumi menerima intensitas sebesar 1368 W/m2. Rasio ini disebut dengan konstanta surya.2 Untuk memanfaatkan energi tersebut digunakanlah sel surya sebagai piranti pemanen energi.

Sel surya adalah piranti yang terbuat dari bahan semikonduktor, yang mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik secara langsung. 3 Keterbatasan dalam segi jumlah dan harga bahan baku sel surya, merupakan salah satu hambatan pengembangan piranti ini. Sebagai salah satu solusi dari masalah tersebut adalah penggunaan bahan organik (alami) yang lebih banyak dari segi sumber dan lebih murah dari segi harga daripada bahan sel surya konvensional.

Sel surya hybrid merupakan variasi sel surya yang terdiri dari gabungan bahan organik dan bahan anorganik. Karena menggunakan dua bahan yang berbeda, sel surya tersebut akan memiliki sifat unik dari masing-masing bahan tersebut. Bahan yang digunakan adalah titanium dioksida (TiO2) sebagai bahan anorganiknya dan polyphenylene vinylene (PPV) sebagai bahan organiknya.

TiO2 adalah semikonduktor serbaguna yang dapat digunakan sebagai fotokatalis, sensor gas, dan sel surya.4 Ketika TiO

2 disinari cahaya dengan panjang gelombang antara 100 – 400 nm, elektron akan tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi,

meninggalkan hole pada pita valensi. PPV merupakan polimer konduktif yang unggul kemampuannya dalam pembentukan film dan dapat memiliki sifat elektroluminesensi. 5, 6

1.2

Tujuan

1. Membuat sel surya hybrid dari bahan TiO2 dan PPV

2. Melakukan karakterisasi XRD, optik, dan sifat arus-tegangan (I-V) terhadap sel surya

1.3

Perumusan Masalah

Apakah sel surya dapat dibuat dengan menggunakan TiO2 dan PPV?

Bagaimanakah karakteristik optik dan arus-tegangan dari sel surya tersebut? Berapa besarkah efisiensi konversi energi dari keluaran yang dihasilkan?

1.4

Hipotesis

Sel surya TiO2 dengan dye PPV 0,5 % dapat menghasilkan daya yang lebih besar daripada dengan dye PPV 0,25 %.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sel Surya p-n

(12)

2

Gambar 2. Pita energi saat keseimbangan termal pada p-n junction8

. menuju tipe-n, sedangkan elektron dari

semikonduktor tipe-n menuju tipe-p.

Difusi hole dan elektron tidak terjadi terus menerus, karena ketika hole meninggalkan p dan hilang di dalam tipe-n akibat rekombitipe-nasi, maka sebuah akseptor akan diionisasikan menjadi negatif di daerah tipe-p yang membentuk muatan ruang negatif. Hal yang sama terjadi pada elektron yang meninggalkan muatan ruang positif pada daerah tipe-n, sehingga membangkitkan medan listrik yang berasal dari ruang muatan postif menuju ruang muatan negatif (Gambar 1).9 Medan listrik ini akan menghambat difusi hole dan elektron. Aliran-aliran muatan pembawa ini akan berhenti setelah terdapat keseimbangan antara aliran difusi dan aliran drift.7 Keseimbangan ini ditandai oleh adanya kesamaan antara level Fermi tipe-p dan tipe-n (Gambar 2).

Pada keadaan seimbang, di dalam p-n junction terbentuk

1. daerah tipe-p netral: daerah dengan jumlah hole sama dengan jumlah akseptor.

2. daerah muatan ruang tipe-p: daerah diionisasikannya akseptor negatif. 3. daerah muatan ruang tipe-n: daerah

diionisasikannya donor positif

4. daerah tipe-n netral: daerah dengan jumlah donor sama dengan jumlah elektron.10

potensial internal pada daerah deplesi dapat dipengaruhi oleh tegangan eksternal yang dipasang pada sisi-p dan sisi-n. Pemasangan tegangan bias positif pada sisi tipe-p dan negatif pada sisi tipe-n akan menurunkan potensial internal pada daerah deplesi (Gambar 3a). Keadaan ini disebut bias maju (VF).8 Pemasangan bias maju akan

menurunkan arus drift, tetapi dapat menaikkan

disfusi elektron dari tipe-n ke tipe-p dan difusi hole dari tipe-p ke tipe-n.

Rapat arus total (J) yang mengalir pada saat persambungan p-n di bias maju adalah pertambahan rapat arus difusi pada sisi-n (Jn)

dengan rapat arus difusi pada sisi-p (Jp).

0 kT

1

qV n p F

e

J

J

J

J

(1)

J0 adalah rapat arus saturasi, k adalah

konstanta Boltzman, q adalah muatan dan T adalah suhu mutlak.

Pemasangan bias negatif pada sisi-p dan positif pada sisi-n akan menaikkan potensial internal pada daerah deplesi (Gambar 3 b). Keadaan ini disebut bias Gambar 1. Proses pembentukan p-n junction,

(-) ion akseptor, (○) hole, (+) ion donor, (●) elektron.9

Medan listrik

Daerah netral

Daerah netral Daerah deplesi

(a)

(b)

(13)

3

mundur (VR). Rapat arus yang mengalir pada

saat bias mundur adalah

(2)

arus pembawa pada p-n junction dipengarui oleh penyinaran cahaya. Penyinaran cahaya pada persambungan p-n akan membentuk pasangan elektron-hole yang memiliki energi lebih besar dari pada celah energi.7Pembentukan pasangan elektron-h

ole terjadi di daerah difusi dengan panjang Lp

untuk difusi hole dan Ln untuk difusi elektron.

Pasangan elektron-hole ini akan berkontribusi terhadap arus foto. Jumlah pasangan elektron-hole dipengaruhi intensitas cahaya yang datang. Pasangan elektron-hole akan berpisah karena medan listrik yang ada pada daerah deplesi. Adanya pemisahan muatan pada daerah deplesi, akan menghasilkan aliran arus dari sisi-n ke sisi-p ketika sisi-p dan sisi-n dihungkan dengan kawat luar (Gambar 4).

Penyinaran p-n junction pada rangkaian terbuka akan menyebabkan pemisahan muatan pembawa.7 Pemisahan muatan pembawa ini akan menghasilkan beda potensial. Diagram pita energi p-n junction pada saat dihubung singkat (short-circuited) dan arus rangkaian terbuka (open-circuited current) ditunjukkan pada Gambar 5a dan 5b.

Arus yang mengalir pada saat sisi-p dan sisi-n dihubungkan seperti rangkaian tertutup disebut arus short-circuit (Isc) yang

nilainya sama dengan arus foto (IL) jika

hambatan seri (series resistance) sama dengan nol. Ketika sisi-p dan sisi-n diisolasi, elektron bergerak menuju sisi-n dan hole menuju sisi-p.

Elektron dan hole akan berkumpul pada kedua sisi, sehingga menghasilkan tegangan.8 Tegangan tersebut dianamakan tegangan open-circuit (Voc). Kurva karakteristik

arus-tegangan p-n junction saat disinari cahaya dan saat dalam keadaan gelap (tidak menerima cahaya) ditunjukkan pada Gambar 6.

Arus yang mengalir pada persambungan p-n ketika disinari cahaya adalah:

sc nkT

qV

I

e

I

I

0

1

(3)





0 kT

1

qVR

e

J

J

(a)

(b)

Gambar 5. Pita energi p-n junction saat disinari cahaya, (a) short-circuited dan (b) open-circuited current.8

Gambar 4. Aliran muatan pembawa persambungan p-n saat disinari cahaya dalam rangkaian tertutup.8

(14)

4

Ketika rangkaian terbuka (I = 0), sehingga tegangannya adalah:





ln

1

0

I

I

q

nkT

V

sc oc (4)

Fill factor merupakan parameter fotovoltaik sel surya yang dapat dijadikan penentu baik dan buruknya sel. Fill factor dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

sc oc m m

I

V

I

V

FF

(5)

VmIm adalah daya maksimum sel.

Efisiensi konversi pada sel surya ( ) didefinisikan sebagai rasio daya output maksimum yang dihasilkan terhadap daya total dari intensitas cahaya yang diterima (PIn).

In SC OC In m m

P

FF

I

V

P

I

V

(6

)

2.2

Sel Fotoelektrokimia

Sel fotoelektrokimia terdiri dari semikonduktor yang aktif terhadap cahaya sebagai elektroda (bisa tipe-p atau tipe-n) dan elektroda counter yang terbuat baik dari logam ataupun semikonduktor. Kedua elektroda tersebut direndam dalam elektrolit. Pasangan elektron-hole dibangkitkan pada persambungan antara semikonduktor dan elektrolit jika persambungan tersebut diberikan cahaya yang memiliki energi yang lebih besar dari band gap semikonduktor. Selain hanya untuk membangkitkan arus listrik, sel fotoelektrokimia juga dapat digunakan pada proses elektrolisis air. Eksperimen pertama terhadap

fotoelektrokimia dikemukakan oleh Becquerel pada 1839 saat menemukan efek fotovoltaik pada elektroda perak klorida yang disinari cahaya.

2.3

Sel Surya Tersensitasi

Dye

(

Gratzel

Cell

)

Pada sel surya tersensitasi dye seperti pada

Gambar 7, fotoeksitasi tidak terjadi pada elektroda semikonduktor, namun terjadi pada dye penyerap

cahaya, tepatnya pada persentuhan antara semikonduktor tersensitasi dye dan elektrolit.7, 11

Injeksi elektron dari dye ke TiO2 membutuhkan eksitasi dye yang lebih reduktif dari pita konduksi TiO2. Dye yang teroksidasi akan membutuhkan transfer elektron dari elektrolit untuk mengembalikannya ke ground state. Reaksi kimia redox yang terjadi membuat sel ini disebut juga dengan sel fotoelektrokimia.

Eksitasi :

TiO2|S + hv → TiO2|S* Injeksi :

TiO2|S* → TiO2|S* + e -Regenerasi :

TiO2|2S+ + 3I-→TiO2|2S + I3-

Sel ini terkendala sifat korosif dari elektrolit dan kemungkinan kebocoran pada cairan elektrolit, maka perlu menggunakan elektrolit berupa gel sebagai solusi untuk mengatasinya. Dalam perkembangannya dari generasi pertama hingga kini, terdapat peningkatan efisiensi konversi sel surya yang awalnya memiliki nilai sebesar 7.1 % hingga mampu mencapai lebih dari 11 %.11

(15)

5

2.4

Titanium Dioksida (TiO

2

)

TiO2 terdapat dalam 3 bentuk polimorf yang berbeda, yaitu rutile, anatase, dan brukit.12 Di antaranya, rutile dan anatase adalah paling umum digunakan dalam fotokatalisis.13 Struktur

anatase dan rutile digambarkan dalam bentuk rantai oktahedral TiO6. Struktur kedua kristal dibedakan oleh distorsi oktahedron dan pola susunan rantai oktahedronnya (Gambar 8).

Setiap ion Ti4+ dikelilingi oleh enam atom O2-. Oktahedron pada

rutile memperlihatkan sedikit distorsi ortorhombik, sedangkan oktahendron pada anatase memperlihatkan distorsi yang cukup besar sehingga relatif tidak simetri. Jarak Ti-Ti pada anatase lebih besar (3,79 dan 3,04 Å pada anatase, 3,57 dan 2,96 Å untuk rutile), sedangkan jarak ion Ti-O lebih pendek

dibandingkan rutile (1,937 Å dan 1,966 Å pada anatase dan 1,946 Å dan 1,983 Å untuk rutile).13 Pada rutile, setiap oktahedronnya mengalami kontak dengan 10 oktahendron tetangganya, sedangkan pada anatase, setiap oktahedron mengalami kontak dengan delapan oktahedron tetangganya. Perbedaan dalam struktur kisi ini menyebabkan perbedaan massa jenis dan struktur pita elekektronik antara dua bentuk TiO2, yaitu anatase memiliki daerah aktivasi yang lebih luas dibandingkan rutile sehingga kristal tersebut menjadi lebih reaktif terhadap cahaya dibandingkan rutile. Besar bandgap yang dimiliki pun menjadi berbeda, pada anatase besar rentang energinya adalah 3,2 eV sedangkan rutile 3,0 eV.15 Perbedaan struktur kristal anatase dan rutile dirangkum pada Tabel1.

Kristal rutile memiliki struktur yang lebih padat dibandingkan anatase, karenanya memiliki densitas dan indeks refraktif yang lebih tinggi (massa jenis rutile: 4,250 gr/cm3; anatase: 3,894 gr/cm3 indeks bias rutile dan anatase berturut-turut adalah 2,9467 dan 2,5688).14

2.5

Sensitizer Dye

Berbeda dengan sel surya p-n, elektron yang dibangkitkan di dalam sel surya tersensitasi dye berasal dari sensitizer dye. Kepekaannya terhadap cahaya mempengaruhi jumlah elektron yang akan dibangkitkan ketika dipaparkan sinar.7

PPV merupakan polimer konduktif yang unggul kemampuannya dalam pembentukan film dan dapat memiliki sifat elektroluminesensi.5,6 PPV memiliki unit berulang ikatan teratur tunggal-rangkap yang membentuk gabungan dari cincin benzena dan ikatan trans-poliasetilene.16 PPV memiliki bandgap sekitar 2,2 eV.18

Dalam penelitian ini jenis PPV yang digunakan adalah poly [ 2 - methoxy - 5 - (β’ -Gambar 8. Struktur kristal anatase dan

rutile.13

Tabel 1. Karakteristik kristal anatase dan rutile

Faktor Perbedaan Kristal

Anatase Rutile

Energy gap (Eg), eV 3,200 3,100

εassa jenis (ρ), gr/cm3 3,830 4,240

Jarak Ti-Ti, Å 3,970 dan 3,040 3,570 dan 2,960 Jarak Ti-O, Å 1,937 dan 1,966 1,946 dan 1,983 Parameter kisi, Å a = 3,782 a = 4,587

(16)

ethyl-hexyloxy) - 1,4-phenylene vinylene (MEH-PPV). MEH-PPV merupakan polimer konduktif yang paling sering digunakan untuk aplikasi LED. MEH-PPV memiliki sifat kelarutan yang baik dalam pelarut organik seperti Tetrahidrofuran (THF), chloroform, xylene, dan toluena.19

2.6

Elektrolit Polimer

Substansi yang memiliki ion bebas sehingga memiliki sifat konduktif disebut dengan elektrolit. Pada umumnya elektrolit dijumpai dalam bentuk larutan ionik, namun ada juga yang berbentuk gel. Elektrolit ini disebut juga dengan elektrolit polimer karena memiliki struktur polimer yang di dalamnya terkandung ion bebas. Jika dibandingkan dengan elektrolit dalam bentuk larutan, elektrolit polimer memiliki ketahanan struktur yang lebih kuat dan memiliki konduktifitas yang lebih stabil terhadap perubahan suhu.25 Elektrolit polimer banyak digunakan dalam fuel cell yaitu piranti yang digunakan untuk mengkonversi energi kimiawi menjadi energi listrik.

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1

Tempat dan Waktu Penelitian

Pembuatan sel surya dilaksanakan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB, karakterisasi absorbansi dan uji karakteristik I-V juga dilaksanakan di tempat yang sama. Untuk Karakterisasi XRD dilaksanakan di BATAN Serpong. Penelitian

dilaksanakan dari Juni 2010 hingga September 2011.

3.2

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitin ini adalah: bubuk TiO2 Degussa P25, bubuk MEH-PPV, aquades, asetilaseton, polyvinylalcohol (PVA), kloroform , kaca Indium Tin Oxide (ITO), chitosan, asam asetat, dan elektrolit iodida (Iodolyte). Sedangkan alat yang digunakan adalah: gelas ukur, gelas piala, pipet, scotch-tape, razor blade (silet), neraca analitik, mortar, furnace, piring pemanas, pengaduk magnetik, lampu tungsten 160 Watt (Philips), KEITHLEY Model 2400 sourcemeter, spektrofotometer UV-Vis (Ocean Optic), vacuum chamber, XRD (Shimadzu model-610),

3.3

Persiapan

Persiapan dilakukan untuk tahap deposisi TiO2, deposisi PPV, dan pembuatan elektrolit. Pada pendeposisian TiO2 diperlukan substrat kaca ITO yang bersih. Kaca ITO yang telah dipotong dengan ukuran 2×1 cm2 dibersihkan dengan sabun dan direndam dengan aseton dalam ultrasonic cleaner selama 15 menit. Setelah ITO dikeringkan, sisi konduktif ITO ditutup scotch-tape dengan menyisakan permukaan seluas 1×1 cm2. TiO2 dideposisikan pada permukaan tersebut.

Pada pelarutan PPV diperlukan penakaran bubuk MEH-PPV berdasarkan persamaan (11).

(7)

Keterangan : Cw adalah konsentrasi larutan ( %); x adalah massa polimer (gram); ρ adalah massa jenis pelarut (gram/cm3); V adalah volume pelarut (ml). Jumlah berat bubuk disesuaikan dengan jumlah kloroform yang digunakan sebagai pelarut untuk mendapatkan larutan 0,25 % dan 0,5 %.

Untuk persiapan pembuatan elektrolit polimer, penakaran dilakukan untuk 1 g PVA, 15 ml asam asetat, dan 1 ml Iodolyte.

Gambar 9. Struktur PPV.16

Gambar 10. Struktur MEH-PPV.17

(17)

7

3.4

Metode

Pembuatan

dan

Karakterisasi

Tahapan penelitian ini adalah sebagai berikut, deposisi film TiO2, karakterisasi XRD, deposisi film PPV, karakterisasi optik, metalisasi, karakterisasi SEM, metalisasi, dan karakterisasi sel surya (I-V). Konfigurasi

sel

surya ditunjukkan pada Gambar 11.

3.4.1

Deposisi film TiO

2

Film TiO2 dibuat dengan teknik doctor blade. Pasta dibuat dengan mencampurkan 4 mg TiO2 bubuk, 3 ml akuades, dan 1 ml asetilaseton. Campuran ini digerus dalam mortar sehingga dihasilkan pasta yang mengental lalu diteteskan triton sebagai surfactant sebanyak satu tetes.

Deposisi dilakukan dengan meneteskan pasta TiO2 pada substrat ITO. Pasta diratakan dengan silet hingga seluruh permukaan konduktif ITO tertutupi pasta. Substrat yang telah dilapisi kemudian dipanaskan di atas piring pemanas bersuhu 100 oC selama 10 menit hingga lapisan mengering dan scotch-tape dapat dilepas tanpa merusak tepi lapisan. Kemudian film dipanaskan di dalam furnace hingga 200 oC selama 60 menit.

3.4.2

Karakterisasi XRD

Karakterisasi kristal TiO2 dilakukan dengan XRD menggunakan difraktometer sinar-X yang terdapat di Laboratorium X-Ray, Pusat Teknologi dan Badan Ilmu Nuklir (PTBIN), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Kawasan PUSPITEK Serpong, Metode karakterisasi dengan XRD didasari difraksi sinar-X yang dijelaskan dalam Hukum Bragg (persamaan 8), yakni cahaya dengan panjang gelombang λ dihamburan saat melewati kisi kristal dengan sudut datang dan jarak antar bidang sebesar d.20

(8)

Berdasarkan teori difraksi, data yang diperoleh dari metode karakteristik XRD bergantung kepada arah kisi sehingga mempengaruhi pola difraksi. Sedangkan intensitas cahaya difraksi bergantung dari berapa banyak kisi kristal yang memiliki orientasi yang sama. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan system kristal, parameter kisi, derajat kristalinitas dan fase yang terdapat dalam suatu sampel.20

Pada alat difraktometer sinar-X, sampel ditempatkan pada meja rotasi (Gambar 13). Sinar-X ditembakkan dari sumber menuju sampel dengan sudut awal 0o. Kemudian sinar-X yang dipantulkan sampel akan diterima di detektor. Meja akan dirotasi untuk mendapatkan nilai intensitas pantulan pada tiap sudut putaran. Pada kondisi tersebut detektor akan menyesuaikan posisi sebesar dua kali lipat sudut rotasi meja. Pola yang didapatkan dari XRD digunakan untuk menentukan parameter kisi kristal dan ukuran kristal.

Parameter kisi (a dan c) ditentukan dengan menggunakan Hukum Bragg (persamaan 8). Pada sistem tetragonal yang terdapat pada kristal TiO2 berlaku persamaan Hukum Bragg :

(9) Keterangan: h,k, dan l adalah indeks Miller, dan

B dan C sebagai numerator ditentukan dengan metode Cohen yang ditunjukkan sebagai berikut :

Gambar 12. Sinar-X datang dihamburkan oleh atom-atom di dalam kristal ke segala arah. Sebagian besar berkas datang

(18)

8

2 2 2 2 2 2 sin sin sin

C B A

C B A

C B A

                                    (10)

Keterangan: α = h2 + k2 ; = l2; = 10 sin2 β ; A = D/10

Ukuran kristal didapatkan dari persamaan Scherrer yang ditunjukkan sebagai berikut :

(11)

3.4.3

Deposisi PPV

Deposisi PPV dimulai dari pembuatan larutan PPV dengan Chloroform sebagai pelarut. Jenis PPV yang digunakan adalah MEH-PPV. Pelarutan MEH-PPV dilakukan dengan menggunakan pengaduk magnetik kurang lebih 30 menit.

Substrat ITO yang telah dideposisi TiO2 pada proses sebelumnya dilapiskan dengan scotch-tape pada sisi substrat sehingga mengelilingi lapisan film TiO2. Metode yang digunakan adalah teknik doctor blading. Namun, berbeda dengan saat deposisi TiO2, kali ini menggunakan dua lapisan scotch-tape. Ini dimaksudkan agar pisau silet tidak merusak lapisan TiO2. Selanjutnya larutan PPV dibiarkan terserap dan mengering pada suhu kamar selama 30 menit.

3.4.4

Karakterisasi optik

Spektroskopi optik digunakan untuk mengetahui sifat optik bahan, di antaranya adalah absorbansi. Hal ini dinyatakan dengan Hukum Beer-Lambert dalam bentuk persamaan sebagaiberikut :

(12)

dengan, I adalah intensitas radiasi yang diteruskan, I0 adalah intensitas radiasi datang, adalah absorbtivitas, δ adalah tebal medium penyerap, dan c adalah konsentrasi penyerap. Berdasarkan hukum tersebut, absorbansi dinyatakan sebagai berikut :

(13)

Karakterisasi optik yang akan dilakukan berupa karakterisasi spektrum

absorbansi optik pada lapisan TiO2, MEH-PPV, dan lapisan TiO2 yang sudah diberi dye MEH-PPV. Karakterisasi ini dilakukan dengan menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis ocean optic 2000. Alat ini tersambung pada komputer dan data absorbansi bisa didapatkan secara otomatis.

3.4.5

Pembuatan elektrolit polimer

Elektrolit yang dibentuk berupa gel polimer. 1g PVA dilarutkan terlebih dahulu dengan asam asetat (1 %) sebanyak 15 ml dan diaduk selama 1 jam dengan suhu 80 oC. Kemudian 0,25 g chitosan ditambahkan ke dalam larutan tanpa menghentikan proses pengadukan. Iodolyte sebagai cairan elektrolit sebanyak 1ml dituangkan setelah 1 jam. Proses stirring diteruskan selama 6 jam hingga terbentuk gel elektrolit transparan. Elektrolit polimer yang sudah jadi kemudian dilapiskan di atas PPV dan dijepit dengan ITO seperti sandwich.

3.4.6

Karakterisasi sel surya

(arus-tegangan)

Karakterisasi sel surya dilakukan dengan dua cara, dengan rangkaian pada Gambar 11 dan dengan KEITHLEY Model 2400 Series Source Meter. Hasil dari karakterisasi berupa kurva I-V. Pada rangkaian uji I-V, sel dihubungkan dengan voltmeter dan potensiometer secara paralel. Kemudian sel disinari dengan cahaya matahari. Variasi arus dan tegangan diatur dengan potensiometer yang terdiri dari resistor – resistor yang dihubung seri. Pada KEITHLEY Model 2400 Series SourceMeter, hasil yang didapat berupa kurva arus-tegangan (I-V). Pengukuran respon tegangan terhadap perubahan intensitas cahaya dilakukan dengan menggunakan sensor tegangan pada perangkat lunak Data Studio.

(19)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Persiapan

Tidak ada benda asing yang menempel pada substrat ITO setelah dicuci dengan aseton dan ultrasonic cleaner. Luas permukaan khusus untuk proses deposisi TiO2 telah dibentuk dengan scotch-tape dengan ukuran 1×1 cm2. MEH-PPV yang telah ditakar larut di dalam kloroform dan tidak mengalami perubahan warna.

4.2

Deposisi TiO

2

Pasta TiO2 dideposisikan pada substrat ITO dengan cara doctor blading hingga merata ke seluruh permukaan yang terbuka. Pasta dapat menempel baik dan tersebar rata tanpa celah karena telah digerus dan diaduk dengan campuran Triton. Lapisan TiO2 yang terbentuk setelah pemanasan berwarna putih dan tetap menempel pada substrat ITO. Sampel yang dibuat berjumlah empat buah. Dua sampel untuk pembuatan sel surya dan dua sampel lainnya untuk karakterisasi optik.

4.3

Karakteristik Lapisan TiO

2

dari Uji

XRD

Dari uji XRD yang dilakukan terhadap lapisan TiO2, didapatkan pola intensitas difraksi terhadap β (Gambar 1η). Puncak -puncak difraksi menunjukkan fase anatase lebih dominan dari pada fase rutile. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan hasil karakterisasi XRD dengan data JCPDS (joint committee on powder diffraction standards) untuk anatase dan rutile. Dari perbandingan tersebut terlihat bahwa pada sudut difraksi 25o dan 47o terdapat puncak yang lebih tinggi

dibandingkan puncak yang lainnya, kedua puncak tersebut adalah milik fase anatase. Fase rutile tidak banyak terbentuk karena puncak tertingginya yang berada pada sudut difraksi 27o sangat kecil jika dibandingkan dengan puncak tertinggi anatase. Karakteristik anatase ditunjukkan dari sudut difraksi (β ) pada sudut sekitar 250, 360, 370, 380, 470, 540, 620, 680, 700 dan 740 yang bersesuaian dengan orientasi bidang menurut indeks Miller (hkl) pada (101), (103), (004), (112), (200), (211), (213),(116), (220) dan (107) sesuai data JCPDS No. 21-1272. (Lampiran 2, halaman 30).

Parameter kisi kristal anatase didapatkan dengan menggunakan metode Cohen dan Cramer. Menurut literatur, TiO2 memiliki parameter kisi a = γ.78η Ǻ dan c = 9.513 Ǻ. Dari hasil perhitungan dengan metode Cramer pada data sampel diketahui parameter kisi a = 3.701 Ǻ dan c = 9.238 Ǻ dengan nilai ketepatan masing-masing 97.78 % dan 97.11 %. Sistem kristal yang didapat berupa tetragonal dengan sumbu a = b ≠ c dan α = = 90o. Ukuran kristal yang didapatkan dari perhitungan menggunakan persamaan Scerrer sebesar 37.344 nm.

4.4

Deposisi PPV

Dua larutan PPV dengan konsentrasi 0,25 % dan 0,5 % diteteskan pada masing-masing substrat TiO2. Larutan diserap merata ke dalam pori yang terdapat pada TiO2. Scotch-tape yang menempel dapat dilepas tidak lama setelah kloroform menguap. Selain untuk dideposisikan pada TiO2, PPV juga dideposisikan pada ITO secara langsung untuk karakterisasi optik baik untuk konsentrasi 0,25 % maupun 0,5 %.

Gambar 15. Difraksi sinar-X kristal TiO2

A na tas e Ruti le IT O Ruti le A na tas e Ruti

le Ana

tas

e

IT

O Ana

tas e Ruti le A n a ta s e 0 100 200 300 400 500 600

10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

Int

ensit

as

(20)

10

4.5

Elektrolt Polimer

Elektrolit berfungsi sebagai penyumbang elektron bagi dye supaya kembali ke ground state setelah terjadi fotoeksitasi. Polimer yang terdiri dari campuran PVA dan kitosan mencegah elektrolit dari kebocoran dan reaksi spontan dengan TiO2. Elektrolit polimer yang dibuat berupa gel transparan. Gel elektrolit dapat menyesuaikan bentuk dengan permukaan TiO2 ketika dideposisikan, sehingga dapat menutupi celah antara TiO2 dan ITO.

Elektrolit polimer yang dibuat seragam untuk kedua sampel memiliki ketahanan yang baik. Ketahanan ini ditunjukkan saat pengujian respon tegangan sel surya terhadap perubahan intensitas cahaya yang diterima sel. Hasil yang didapatkan berupa kurva tegangan terhadap waktu dapat dilihat pada halaman 13. Namun demikian, ketahanannya yang baik belum tentu disertai dengan konduktivitas yang baik pula. Arus keluaran dari sel (Gambar 18. hal.11) mengindikasikan adanya tahanan besar dalam sel dan terdapat kemungkinan tahanan tersebut disebabkan elektrolit polimer. Uji konduktivitas tidak dilakukan dalam penelitian ini

4.6

Karakteristik Optik

Kurva absorbansi diambil untuk lapisan PPV, TiO2, dan kombinasi keduanya. Kurva absorbansi PPV (Gambar 16) dengan konsentrasi 0,25 % (PPV A) menunjukkan bahwa PPV mampu menyerap cahaya dengan rentang panjang gelombang mulai dari 400 nm hingga 568 nm. Nilai panjang gelombang tersebut termasuk pada panjang gelombang cahaya tampak dari daerah ungu hingga kuning (380 nm – 590 nm).

PPV dengan konsentrasi 0,5 % (PPV B) juga memiliki karakteristik yang sama namun tingkat absorbansi yang dimilikinya lebih tinggi karena konsentrasinya juga lebih tinggi. Karakteristik absorbansi ini menentukan daerah panjang gelombang yang efektif untuk konversi energi bagi sel. Panjang gelombang dengan nilai absorbansi yang besar pada dye adalah daerah yang efektif menyerap spektrum energi elektromagnetik yang bersesuaian.

Lapisan TiO2 memiliki puncak absorbansi di daerah UV, maka PPV diberikan sebagai dye agar TiO2 bekerja dalam rentang cahaya tampak. TiO2 yang dibuat cukup tebal sehingga memiliki nilai absorbansi yang besar, Gambar 16. Absorbansi PPV A dan PPV B

0 0,1 0,2 0,3 0,4

350 400 450 500 550 600 650 700 750 800

A b sor b an si

Panjang gelombang (nm)

PPV A (0.25%)

PPV B (0.5%)

Gambar 17. Absorbansi TiO2 dan TiO2 dengan dye PPV 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

300 400 500 600 700 800

A b sor b an si

Panjang gelombang (nm)

TiO2

TiO2 + PPV A

(21)

11

namun masih bisa diamati perubahannya pada karakterisik absorbansinya setelah PPV diberikan sebagai dye. Perubahan yang teramati berupa peningkatan absorbansi dari daerah UV ke hijau (526 – 602 nm).

Noise berupa fluktuasi nilai absorbansi pada kurva diakibatkan oleh struktur lapisan TiO2 yang tebal. Karena ketebalan ini cahaya datang mengalami penghamburan. Penghamburan inilah yang terlihat dalam kurva sebagai Noise. Metode pelapisan dengan teknik doctor blading tidak dapat membentuk lapisan yang lebih tipis dari scotchtape. Mata pisau yang digunakan pada penyapuan pasta TiO2 tidak boleh menyentuh permukaan ITO secara langsung, maka antara

mata pisau dan permukaan ITO terdapat jarak sebesar ketebalan scotchtape (0,05 mm).

Jika dibandingkan dengan hasil yang didapatkan oleh Petrella24, karakteristik unik dari absorbansi TiO2 dan PPV yaitu dua puncak absorbansi pada daerah UV dan hijau tidak terlihat jelas. Gambar 18 menunjukkan kurva absorbansi oleh Petrella24 untuk lapisan TiO2, MEH-PPV, dan campurannya.

Absorpsi TiO2 pada Gambar 18 tidak menggunakan bubuk TiO2 sebagai bahan dasarnya, melainkan dibentuk dari penumbuhan kristal dengan menggunakan titanium tetraisopropoksida (TTIP) yang dihidrolisis. PPV yang digunakan juga tidak

menggunakan bubuk MEH-PPV, melainkan hasil sintesis menggunakan reaksi stille cross coupling.

4.7

Karakteristik Arus-Tegangan Sel

Surya

Dari hasil pengujian arus-tegangan yang menggunakan rangkaian dan sinar matahari, kurva yang didapatkan cenderung linear. Dengan demikian sel yang dibuat tidak cukup ideal. Dari kurva yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa dengan keluaran sel masih sangat kecil, sehingga efisiensinya juga kecil, demikian juga dengan FFnya.

Perbedaan karakteristik antara sampel A dan B terlihat pada nilai ISC dan VOC. Sample A memiliki nilai ISC yang lebih besar daripada sampel B, namun VOC sampel A tidak sebesar sampel B (Tabel 2).

Daya maksimum yang dihasilkan sampel A adalah 4,623×10-6 W, jauh lebih besar daripada sampel B yang hanya 1,878×10-6 W. Pengambilan data dilakukan pada siang hari dari pukul 10.00 hingga 11.00 dengan intensitas sinar matahari sebesar 90W/m2. Efisiensi yang didapat untuk sampel A dan B adalah 0,051 % dan 0,021 %. Efisiensi ini masih jauh dengan sel surya Gambar 18. Absorbansi TiO2 nanokristal,

MEH-PPV, dan campurannya24.

Gambar 18. Karakteristik arus-tegangan sampel A dan B

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05

0 100 200 300

A ru s (m A ) Tegangan (mV) Sampel A Sampel B

Tabel 2. Tabel nilai tegangan dan arus sampel A dan B.

Parameter Sampel A

Sampel B

V

OC

394 mV

417 mV

I

SC

5,180×10

-2

mA

2,455×10

-2

mA

V

max

215mV

203mV

I

max

2,150×10

-2

mA

0,923×10

-2

mA

P

max

4,623×10

-6

W

1,878×10

-6

W

(22)

12

berbasis silikon yang mampu mengkonversi 25 % energi sinar matahari.

Bentuk kurva yang dihasilkan kedua sampel cenderung linear. Hal ini disebabkan adanya hambatan dalam yang cukup besar yang terdapat dalam sel. Nelson (2003) menyebutkan bahwa peningkatan hambatan seri dalam sel dapat mengurangi nilai fill factor23 yang berarti mempengaruhi bentuk dari kurva I-V. Hal ini juga menjelaskan posisi kurva I-V sampel B yang berada di bawah sampel A. Tingginya konsentrasi PPV pada sampel B menghasilkan hambatan yang lebih besar daripada sampel A. Pola karakteristik I-V dari kedua sampel juga didapatkan dari pengujian menggunakan I-V meter KEITHLEY 2400 dengan

memberikan

bias mundur dan bias maju.

Gambar 19 dan Gambar 20 adalah kurva I-V dari sampel A dan B yang didapatkan dengan KEITHLEY 2400. Bagian kiri kurva (nilai arus negatif) adalah karakteristik I-V saat dibias mundur dan bagian kanan kurva (nilai arus positif) adalah karakteristik I-V saat dibias maju.

Berdasarkan bentuk kurva yang didapat, kedua kurva memiliki karakteristik dioda. Pengujian ini dilakukan dengan kondisi gelap dan terang agar perbedaan karakteristik I-V saat terang dan gelap bisa dianalisis namun perbedaan yang didapat tidak begitu jelas. Hal ini dikarenakan arus yang dihasilkan sangat kecil saat sampel diberi sinar.

Pada kurva dioda terdapat nilai Vcutoff dan Vbreakdown. Titik pada kuadran

pertama kurva I-V yang menunjukkan kenaikan tegangan secara drastis disebut Vcutoff.

Besar nilai Vcutoff adalah besar tegangan yang

dibutuhkan agar arus difusimengalir melewati daerah deplesi di p-n junction saat dibias maju.26 Titik pada kuadran ketiga yang menunjukkan penurunan tegangan secara drastis terhadap titik nol disebut Vbreakdown.

Besar nilai Vbreakdown adalah besar tegangan

yang dibutuhkan agar arus drift mengalir melewati daerah deplesi di p-n junction saat dibias mundur.26

Vcutoff sampel A terdapat di titik

1,67 V dan Vbreakdown terdapat pada titik -2,88

V. Untuk sampel B Vcutoff terdapat di titik 3,08

V dan Vbreakdown terdapat pada titik -2,68 V.

Perbedaan konsentrasi PPV menimbulkan perubahan Vcutoff pada sampel. Meningkatnya

Vcutoff menunjukkan bahwa semakin banyak

daya yang dibutuhkan untuk mengeksitasikan elektron.16

Uji respon sel terhadap perubahan intensitas cahaya yang diukur dengan sensor tegangan pada Data Studio memberikan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 21 dan Gambar 22. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, lingkungan sampel dikondisikan agar terisolasi dari paparan sinar selain dari lampu sumber sinar tunggal yang dijadikan patokan perubahan intensitas cahaya.

Dalam 30 detik pertama setelah dibuat dalam keadaan gelap, kemudian lampu dinyalakan langsung dengan intensitas maksimum selama satu menit dan dimatikan lagi selama satu menit. Pengulangan nyala-mati setiap satu menit ini dilakukan hingga 3 kali untuk kedua sampel. Kestabilan keluaran sampel dapat dilihat dari besarnya tegangan maksimum yang dicapai untuk setiap pengulangan yang dilakukan. Penurunan tegangan saat lampu dimatikan juga diamati untuk mendapatkan konstanta waktu pelepasan muatannya.

Konstanta waktu dari sampel dapat ditentukan dengan menganalogikan kurva Gambar 19. Karakteristik arus-tegangan

sampel A dengan KEITHLEY 2400

Gambar 20. Karakteristik arus-tegangan sampel B dengan KEITHLEY 2400 -0,005 -0,003 -0,001 0,001 0,003 0,005

-4,00 1,00

A ru s (A) Tegangan (V) Gelap A Terang A Vbreakdown Vcutoff

-0,001 -0,0006 -0,0002 0,0002 0,0006 0,001

-3,50 -1,50 0,50 2,50

A ru s (A ) Tegangan (v) GelapB TerangB

(23)

perubahan tegangan terhadap waktu sebagai kurva kapasitor. Perhitungan yang dilakukan ditunjukkan pada Lampiran 5. Konstanta waktu sebanding dengan waktu yang dibutuhkan sampel untuk melepaskan muatan dari keadaan terisi penuh dan berbanding terbalik dengan waktu yang dibutuhkan sampel untuk pengisian muatan.

Tegangan maksimum sebesar 0,225 V dicapai 12 detik untuk sampel A dan tegangan maksimum sebesar 0,253 V dicapai 17 detik untuk sampel B setelah lampu dinyalakan. Penurunan tegangan berlangsung secara eksponensial saat lampu dimatikan, diduga sel memiliki kapasitansi. Dengan menganggap kedua sampel sebagai kapasitor, maka konstanta waktu dapat ditentukan. Tabel 3 menunjukkan konstanta waktu dari kedua sampel. Sampel A memiliki konstanta waktu yang lebih besar daripada sampel B. Ini menunjukkan bahwa sampel A membutuhkan waktu yang lebih lama dari sampel B untuk menurunkan tegangan saat lampu dimatikan.

Dari pengulangan yang dilakukan tidak terlihat perubahan nilai tegangan maksimum secara signifikan untuk setiap pengulangan. Ini menunjukkan bahwa sampel memiliki kestabilan tegangan yang baik.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Lapisan TiO2 dapat dibuat dari bubuk TiO2 Degussa P25 dengan metode doctor-blade yang dilanjutkan dengan pemanasan 200 oC. Dari perhitungan dengan metode Cramer, didapatkan nilai parameter kisi a = 3,701 Ǻ dan c = 9,238 Ǻ. Fase dominan yang dimiliki TiO2 berupa anatase dengan ukuran kristal 37,344 nm.

Lapisan PPV dapat dideposisikan dengan menggunakan kloroform sebagai pelarut. PPV memiliki rentang penyerapan cahaya dari 330 nm hingga 600 nm dengan puncak absorbsi di sekitar 550 nm. Sampel PPV pada konsentrasi 0.5 % memiliki nilai absorbansi lebih besar daripada konsentrasi 0.25 % sebesar 0.6. Pergeseran puncak absorbansi dari daerah UV ke hijau (526 – 602nm) pada TiO2 didapatkan setelah PPV dideposisikan pada TiO2.

Elektrolit polimer berhasil dibuat dari PVA, kitosan, dan iodolyte. Elektrolit polimer ini berbentuk gel sehingga dapat menyesuaikan bentuknya dengan tekstur permukaan TiO2 dan tidak terserap ke dalam TiO2.

Kedua kurva I-V dari sampel sel surya yang dibuat menunjukkan karakteristik dioda ketika diberi bias maju dengan mengunakan KEITHLEY 2400. Namun pergeseran kurva I-V ketika dalam keadaan gelap dan terang tidak terlihat jelas. Uji respon tegangan terhadap perubahan intensitas cahaya dilakukan dengan perangkat lunak Data Studio. Peningkatan tegangan dari 0 V ke 0,225 V pada sampel A dan 0,253 V pada sampel B diamati ketika lampu dinyalakan. Penurunan tegangan juga diamati pada kedua sampel ketika lampu dimatikan sehingga nilai tegangan turun menjadii ke 0 V.

Sampel dengan dye MEH-PPV pada konsentrasi 0,25 % (Sampel A) mengkonversi energi lebih baik daripada konsentrasi 0,5 % (Sampel B). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis. PPV dengan konsentrasi 0,5 % memberikan hambatan dalam yang lebih besar pada sel surya sehingga menghambat arus keluarannya. Daya yang dihasilkan sel TiO2/PPV/iodolyte mencapai 4,623×10-6 W pada sampel A dan 1,878×10-6 W pada sampel B dengan efisiensi 0,0514 % dan 0,0209 % pada masing-masing Gambar 21. Respon tegangan terhadap

perubahan intensitas cahaya pada sampel A

Gambar 22. Respon tegangan terhadap perubahan intensitas cahaya pada sampel B

0 0,1 0,2 0,3

0 100 200 300 400

Teg angan (V ) Waktu (s) 0 0,1 0,2 0,3

0 100 200 300 400

Teg an g an ( V ) Waktu (s)

Tabel γ. Konstanta waktu (τ) sel

No Sel τ (sekon)

1 Sampel A 26,3

(24)

sampel. Efisiensi tersebut sangat rendah jika dibandingkan dengan sel surya konvensional berbasis silikon yang memiliki efisiensi di atas 20 %.

Saran

Dari segi pengambilan data, penelitian ini masih berada dalam tahap observasi terhadap dua sampel yang berbeda konsentrasi PPV. Agar data yang didapat lebih baik pada penelitian lanjutan, sampel yang diamati untuk masing-masing variasi konsentrasi perlu ditambahkan setidaknya hingga tiga sampel.

Berdasarkan data yang diproses, sampel dengan konsentrasi PPV 0,25 % di dalam kloroform memiliki efisiensi yang lebih baik daripada konsentrasi 0,5 %, namun konsentrasi tersebut belum tentu yang terbaik untuk mendapatkan efisiensi terbesarnya. Maka, perlu dilakukan pengamatan nilai efisiensi terhadap nilai-nilai konsentrasi PPV dari 0,1 % hingga 0,3 %. Selain itu dari-nilai-nilai konsentrasi tersebut diharapkan tidak memberikan hambatan dalam yang besar bagi sel surya.

Iodolyte untuk elektrolit polimer perlu ditambah untuk meningkatkan konduktivitasnya dengan tidak mengabaikan ketahanan elektrolit polimer terhadap lingkungan. Untuk deposisi TiO2, hambatan dapat dikurangi dengan menggunakan metode yang dapat menghasilkan film yang lebih tipis seperti menggunakan titanium isopropoksida dengan metode prekursor. Oleh sebab itu, konduktivitas dari setiap lapisan yang terdapat pada sel surya perlu diukur untuk mengetahui hambatan dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Herzog A.V., Lipman T.E., Kammen, D.M. (2002). Renewable Energy Sources. United Kingdom, EOLSS.

2. Smil V. (2006). Energy: A Beginner’s

Guide. Great Britain, Biddles. 3. Neville R.C. (1995). Solar Energy

Conversion. 2nd Ed. New York, Elsevier. 4. Christy P.D. (2009). Synthesis, structural

and optical properties of well dispersed anatase TiO2 nanoparticles by non-hydrothermal method. Cryst. Res.

Technol. 44 : 484-488. Weinheim, Wiley-WCH.

5. Boni et al. (2004). Nonlinear absorption spectrum in MEH-PPV/chloroform solution: A competition between two-photon and saturated absorption process. J. PHYS. CHEM. 108, 5221-5224. 6. Khattab A.F., Ahmad, S.M. (2009).

Studies of Electrical Conductivity of Poly Phenylene Vinylene. AJSE. New York, Springer.

7. Archer M.D., Nozik, A.J. (2008). Nanostructured and Photoelectro-Chemical Systems for Solar Photon Convertion. London, Imperial College Press.

8. Soga T, editor. (2006). Nanostructured Materials for Solar Energy Conversion . Ed ke-1. New York: Elsevier.

9. Rio S.R., Masamori I. (1999). Fisika dan Teknologi Semikonduktor. Jakarta: PT Pradya Paramita.

10. Lesmana T.J. ( 2010). Pembuatan dan karakterisasi sel surya hibrid

ITO/CdS/klorofil/PANI/ITO [Thesis]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

11. Wei D, Amaratunga G. (2007). Photoelectrochemical cell and it’s application in optoelectronics. International Journals of

Electrochemical Science. 2 :897-912. ESG

12. Garcia et al. (2007). Anatase-TiO2 nanomaterials: anaysis of key parameters controlling crystalization. JACS. 129: 13604-13612.

13. Diebold U. (2003). The surface science of titanium dioxide. Surface Science Report 48: 53-229

14. Palupi E. (2006). Degradasi methylene blue dengan metode fotokatalisis dan fotoelektrokatalisis menggunakan film TiO2 [Skripsi]. Bogor, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

15. Thamaphat K., Limsuwan P., Ngotawornchai B. (2008). Phase Characterization of TiO2 Powder by

(25)

15

16. Maharani L.A. (2008). Studi

karakteristik O-LED MEH-PPV yang dibuat dengan teknik spin coating [Skripsi]. Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

17. Cumpston B.H., Jensen K.F. (1998). Photooxidative stability of substitued poly (phenylene vinylene) (PPV) and poly (phenylene acetylene) (PPA). Journal of Applied Polymer Science. 69 : 2451-2458. West Sussex, John Wiley & Sons.

18. Gettinger C.L., Heeger A.J. Drake JM. Pine, DJ. (1994). A photoluminescense study of poly(phenylene vinylene) derivatives: The effect of intrinsic persistence length. J. Chem. Phys. 101: 1673-1678.

19. Juhari N., Majid W., Ibrahim Z.A. (2007). Structural and optical studies of MEH-PPV using two different solvents prepared by spin coating technique. Solid State Science and Technology.15 : 141-146. New York, Springer.

20. Cullity B.D. (2001). Elements of X-Ray Diffraction. Massachusetts, Addison Wesley Publishing Company. 21. Lestari V. (2009). Struktur dan

karakterisasi optik lapisan

semikonduktorCu2O (cuprous oxide) hasil deposisi elektrokimia [Skripsi]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

22. Waseda Y., Matsubara E., Shinoda K. (2011). X-ray Diffraction

Crystalography. New York, Springer. 23. Nelson J. (2003). Physics of Solar Cell.

London, Imperial College. 24. Petrella A. et al.(2004). TiO2

nanocrystals – MEH-PPV Composite Thin Films as Photoactive Materials. Thin Solid Films. (2004) 64-68. New York, Elsevier.

25. Song M.K. et al.(2003). Thermally stable gel polymer electrolyte polymer. Journal of Electrochemical Society. 150 (4) A439-A444.

26.

Kitai A.(2011).

Principle of Solar

Cell, LED and Diodes,The Role of

(26)
(27)

17

Lampiran 1. Diagram Alur Kerja Penelitian

Mulai

Persiapan alat dan bahan

Deposisi film TiO

2

XRD

Identifikasi

TiO

2

Deposisi film MEH-PPV

Deposisi Elektrolit Polimer

Karakterisasi Optik

Karakterisasi Sel Surya (I-V)

Penulisan Skripsi

(28)

18

Lampiran 2.

Data JCPDS Kristal TiO

2

Fase

Anatase

dan

Rutile

Anatase:

(29)

19

Lampiran 3. Deteksi Puncak TiO

2

H k l radian radian 2θ

25.072 1 0 1 12.536 0.21879448 0.43758895 36.751 1 0 3 18.3755 0.32071298 0.641425953 37.586 0 0 4 18.793 0.32799973 0.655999453 38.308 1 1 2 19.154 0.33430036 0.66860073 47.798 2 0 0 23.899 0.41711624 0.834232476 54.829 2 1 1 27.4145 0.47847329 0.956946576 62.064 2 1 3 31.032 0.54161057 1.083221147 68.688 1 1 6 34.344 0.59941588 1.198831757 70.1 2 2 0 35.05 0.6117379 1.223475806 74.859 1 0 7 37.4295 0.65326801 1.306536025

α α2 β α

1 1 1 1 1

1 1 9 81 9

0 0 16 256 0

2 4 4 16 8

4 16 0 0 0

5 25 1 1 5

5 25 9 81 45

2 4 36 1296 72

8 64 0 0 0

1 1 49 2401 49

Σ 141 4133 189

sin^β sin^ ^β Γ α αsin^ sin^ sin^

(30)

20

Lampiran 4. Penentuan Parameter Kisi dan Ukuran Kristal dengan Metode

Kramer

Untuk menentukan parameter kisi kristal tetragonal digunakan persamaan :

Σα sin

2

= CΣα

2

+ BΣα + AΣα

Σ sin

2

= CΣα + BΣ

2

+ AΣ

Σ sin

2

= CΣα + BΣ + AΣ

2

Keterangan :

h,k,l adalah indeks Miller

α = h

2

+k

2

= 10 sin

2

β

A = d/10

B = λ

2

/(4c

2

)

C= λ

2

/(4a

2

)

Perhitungan Matriks menggunakan MatLab

>> M1=[7.05148, 189, 204.8548; 35.19512, 4133, 954.8597; 14.75199, 954.8597,

420.6507]

M1 =

1.0e+003 *

0.0071 0.1890 0.2049

0.0352 4.1330 0.9549

0.0148 0.9549 0.4207

>> det(M1)

ans =

8.8702e+004

>> M2=[141, 7.05148, 204.8548; 189, 35.19512, 954.8597; 204.8584, 14.75199,

420.6507]

M2 =

141.0000 7.0515 204.8548

189.0000 35.1951 954.8597

204.8584 14.7520 420.6507

>> det(M2)

ans =

(31)

21

Lanjutan Lampiran 4. Penentuan Parameter Kisi dan Ukuran Kristal dengan

Metode Kramer

>> M3=[141, 189, 204.8548; 189, 4133, 954.8597; 204.8584, 954.8597, 420.6507]

M3 =

1.0e+003 *

0.1410 0.1890 0.2049

0.1890 4.1330 0.9549

0.2049 0.9549 0.4207

>> det(M3)

ans =

2.0456e+006

>> C=det(M1)/det(M3)

C =

0.0434

>> B=det(M2)/det(M3)

B =

0.0070

>> sym(B,'d')

ans =

0.0069589620152545536568844397606881

>> sym(C,'d')

ans =

0.043363445948205715796408554751906

parameter kisi a = 3.701085

Ǻ

(32)

22

Lampiran 5. Perhitungan Konstanta Waktu (τ)

Konstanta waktu (

τ

)

t o

e

V

V

(13)

dengan memisalkan

e

V

V

e

V

V

o o

1

(14)

dengan V adalah tegangan di setiap waktu

t, V

o

adalah tegangan maksimum dan e

adalah 2.718, maka dengan mensubstitusi persamaan (13) ke persamaan (14)

didapat :

 

 

t

t

e

e

e

V

e

V

t t o o

1

1

t

=

τ

terjadi saat

e

[image:32.595.94.478.18.817.2]

V

o , sehingga

Gambar Recovery respon piranti

t Vo

V = Vo/e

t2 t1

(33)

23

Lanjutan Lampiran 5. Perhitungan Konstanta W

aktu (τ)

Konstanta waktu sampel A

0.082781 V

No t (detik) Vo/e (volt) 1 354.2 0.083 2 354.6 0.083 3 355.2 0.082 4 355.6 0.082 5 359.6 0.082 6 363.6 0.083 rataan 357.13333

26.33 s

Konstanta waktu pada sampel B

No t (detik) Vo/e (volt)

1 340.2 0.093

10.2 s

Sampel A Sampel B

No t (sekon) Vo/e (volt) No t (sekon) Vo/e (volt)

1 330 0.203 1 330 0.253

2 330.2 0.153 2 330.2 0.239

3 330.4 0.129 3 330.4 0.19

4 330.6 0.175 4 330.6 0.154

5 330.8 0.225 5 330.8 0.225

51 340 0.153 51 340 0.107

52 340.2 0.159 52 340.2 0.093

53 340.4 0.097 53 340.4 0.092

122 354.2 0.083 123 354.4 0.085 124 354.6 0.083

125 354.8 0.08

126 355 0.081

(34)

24

Lampiran 6. Alat-alat yang Digunakan dalam Penelitian

Hot Plate Furnace Neraca analitik

Shimadzu XRD-7000 MAXIMA Photometer PMA2200

(35)

Abstrak

GESANG BASKOROADI. Sel Surya TiO

2

Tersensitasi

Polyphenylene Vinylene

dengan

Elektrolit Polimer. Dibimbing oleh:

Dr. AKHIRUDDIN MADDU dan

Drs.

SIDIKRUBADI PRAMUDITO M.Si

Sel surya tersensitasi dye dibuat dengan konfigurasi TiO

2

/PPV/

iodolyte

,

Polyphenylene

Vinylene

(PPV) berfungsi sebagai

dye

penyerap cahaya. TiO

2

yang dibuat memiliki fase

dominan anatase dengan ukuran 37,344nm. PPV yang dilarutkan dalam kloroform

memiliki rentang penyerapan cahaya dari 330 nm hingga 600 nm dengan puncak absorbsi

di sekitar 550 nm. PPV meningkatkan kemampuan penyerapan cahaya tampak pada TiO

2

dengan cara menyusup ke dalam pori TiO

2

. Elektrolit yang digunakan berupa polimer

dengan maksud memberikan ketahanan sel surya yang lebih baik terhadap lingkungan.

Dua sampel dibuat dengan perbedaan konsentrasi PPV terhadap pelarut masing-masing

0,25 % (sampel A) dan 0,5 % (Sampel B). Dari kedua sampel tersebut didapatkan

efisiensi sebesar 0,0514 % untuk sampel A dan 0,0209 % untuk sampel B.

(36)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Kebutuhan terhadap energi untuk menjalankan kehidupan sehari-hari membuat manusia mencari sumber-sumber energi lain yang bisa dimanfaatkan. Sumber energi konvensional berbasis minyak, batubara dan gas alam telah terbukti sebagai penggerak efektif bagi kemajuan ekonomi namun sekaligus merusak lingkungan dan kesehatan manusia. 1

Masalah ini bisa diatasi apabila manusia memanfaatkan secara optimal sumberdaya alam lainnya yang bisa dieksploitasi terus menerus namun bisa diperbaharui. Angin, arus laut, panas bumi, dan sinar matahari adalah sumber daya alam yang bagus untuk masalah ini, terutama sinar matahari. Saat sinar matahari mengenai lapisan terluar atmosfir bumi, bumi menerima intensitas sebesar 1368 W/m2. Rasio ini disebut dengan konstanta surya.2 Untuk memanfaatkan energi tersebut digunakanlah sel surya sebagai piranti pemanen energi.

Sel surya adalah piranti yang terbuat dari bahan semikonduktor, yang mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik secara langsung. 3 Keterbatasan dalam segi jumlah dan harga bahan baku sel surya, merupakan salah satu hambatan pengembangan piranti ini. Sebagai salah satu solusi dari masalah tersebut adalah penggunaan bahan organik (alami) yang lebih banyak dari segi sumber dan lebih murah dari segi harga daripada bahan sel surya konvensional.

Sel surya hybrid merupakan variasi sel surya yang terdiri dari gabungan bahan organik dan bahan anorganik. Karena menggunakan dua bahan yang berbeda, sel surya tersebut akan memiliki sifat unik dari masing-masing bahan tersebut. Bahan yang digunakan adalah titanium dioksida (TiO2) sebagai bahan anorganiknya dan polyphenylene vinylene (PPV) sebagai bahan organiknya.

TiO2 adalah semikonduktor serbaguna yang dapat digunakan sebagai fotokatalis, sensor gas, dan sel surya.4 Ketika TiO

2 disinari cahaya dengan panjang gelombang antara 100 – 400 nm, elektron akan tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi,

meninggalkan hole pada pita valensi. PPV merupakan polimer konduktif yang unggul kemampuannya dalam pembentukan film dan dapat memiliki sifat elektroluminesensi. 5, 6

1.2

Tujuan

1. Membuat sel surya hybrid dari bahan TiO2 dan PPV

2. Melakukan karakterisasi XRD, optik, dan sifat arus-tegangan (I-V) terhadap sel surya

1.3

Perumusan Masalah

Apakah sel surya dapat dibuat dengan menggunakan TiO2 dan PPV?

Bagaimanakah karakteristik optik dan arus-tegangan dari sel surya tersebut? Berapa besarkah efisiensi konversi energi dari keluaran yang dihasilkan?

1.4

Hipotesis

Sel surya TiO2 dengan dye PPV 0,5 % dapat menghasilkan daya yang lebih besar daripada dengan dye PPV 0,25 %.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sel Surya p-n

(37)

2

Gambar 2. Pita energi saat keseimbangan termal pada p-n junction8

. menuju tipe-n, sedangkan elektron dari

semikonduktor tipe-n menuju tipe-p.

Difusi hole dan elektron tidak terjadi terus menerus, karena ketika hole meninggalkan p dan hilang di dalam tipe-n akibat rekombitipe-nasi, maka sebuah akseptor akan diionisasikan menjadi negatif di daerah tipe-p yang membentuk muatan ruang negatif. Hal yang sama terjadi pada elektron yang meninggalkan muatan ruang positif pada daerah tipe-n, sehingga membangkitkan medan listrik yang berasal dari ruang muatan postif menuju ruang muatan negatif (Gambar 1).9 Medan listrik ini akan menghambat difusi hole dan elektron. Aliran-aliran muatan pembawa ini akan berhenti setelah terdapat keseimbangan antara aliran difusi dan aliran drift.7 Keseimbangan ini ditandai oleh adanya kesamaan antara level Fermi tipe-p dan tipe-n (Gambar 2).

Pada keadaan seimbang, di dalam p-n junction terbentuk

1. daerah tipe-p netral: daerah dengan jumlah hole sama dengan jumlah akseptor.

2. daerah muatan ruang tipe-p: daerah diionisasikannya akseptor negatif. 3. daerah muatan ruang tipe-n: daerah

diionisasikannya donor positif

4. daerah tipe-n netral: daerah dengan jumlah donor sama dengan jumlah elektron.10

potensial internal pada daerah deplesi dapat dipengaruhi oleh tegangan eksternal yang dipasang pada sisi-p dan sisi-n. Pemasangan tegangan bias positif pada sisi tipe-p dan negatif pada sisi tipe-n akan menurunkan potensial internal pada daerah deplesi (Gambar 3a). Keadaan ini disebut bias maju (VF).8 Pemasangan bias maju akan

menurunkan arus drift, tetapi dapat menaikkan

disfusi elektron dari tipe-n ke tipe-p dan difusi hole dari tipe-p ke tipe-n.

Rapat arus total (J) yang mengalir pada saat persambungan p-n di bias maju adalah pertambahan rapat arus difusi pada sisi-n (Jn)

dengan rapat arus difusi pada sisi-p (Jp).

0 kT

1

qV n p F

e

J

J

J

J

(1)

J0 adalah rapat arus saturasi, k adalah

konstanta Boltzman, q adalah muatan dan T adalah suhu mutlak.

Pemasangan bias negatif pada sisi-p dan positif pada sisi-n akan menaikkan potensial internal pada daerah deplesi (Gambar 3 b). Keadaan ini disebut bias Gambar 1. Proses pembentukan p-n junction,

(-) ion akseptor, (○) hole, (+) ion donor, (●) elektron.9

Medan listrik

Daerah netral

Daerah netral Daerah deplesi

(a)

(b)

[image:37.595.324.513.127.640.2]
(38)

3

mundur (VR). Rapat arus yang

Gambar

Gambar 3. (a) Pita energi saat dibias maju, (b) Pita energi saat dibias mundur.8
Gambar 4.  Aliran
Gambar 11. Konfigurasi sel surya
Gambar 13. Meja rotasi, sumber sinar-X, dan detektor pada XRD22
+7

Referensi

Dokumen terkait

KEP-38/MK/IV/1972, menyatakan bahwa lembaga keuangan bukan bank (LKBB) adalah semua lembaga (badan) yang melakukan kegiatan dalam bidang keuangan yang secara langsung atau

Dari hasil uji coba terbukti bahwa prototype sistem yang dibangun dapat bekerja dengan baik pada model rumah yang dibangun dengan memberikan keamanan pada

Kami masih yakin terhadap pertumbuhan positif kinerja ADHI ke depan di mana perusahaan diperkirakan akan mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba bersih

Pada arus listrik 80A dan 90A untuk kecepatan yang dapat temperatur kerjanya tetap aman berada pada kecepatan dengan bilangan Re 24000, namun pada model turbulensi K-ε

Divisi Hotel memiliki 7 aset hotel dengan kapasitas tersedia pada 2012 sebanyak 2.196 kamar, yaitu Grand Hyatt Bali, Bali Hyatt, Hyatt Regency Yogyakarta, Mercure

Sementara itu, jumlah hari Hm atau “jumlah hari yang diperlukan untuk perawatan/perbaikan sarana penangkapan”, dikonsentrasikan pada bulan yang mempunyai kemampuan tangkap

Ibu Dewi dan mbak Nely, selaku pengurus TU Jurusan Teknik Industri yang telah banyak membantu selama penulis menyelesaikan masa studi di Jurusan Teknik

Hasil percobaan menunjukkan air pada alat pemanas air tenaga surya mengalami kenaikan suhu maksimum sebesar 56 0 C yang dipanaskan pada jam 12.00-13.00 WIB sedangkan