• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tataniaga Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Di Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Skripsi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tataniaga Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Di Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Skripsi."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ANAL

(Osphro

LISIS TA

Kec

FAKUL

IN

onemus go

ATANIAG

camatan K

MA

DEPART

LTAS EK

NSTITUT

ouramy La

GA IKAN

Kemang,

SKRIP

AHRENI HA H34070

TEMEN A

KONOMI

T PERTA

BOGO

2011

ac.) Di De

GURAM

Kabupat

esa Pabua

ME

PSI

ARAHAP 106

AGRIBIS

DAN MA

ANIAN BO

OR

1

en Bogor

aran,

SNIS

ANAJEM

OGOR

MEN

(2)

ii 

 

RINGKASAN

MAHRENI HARAHAP. Analisis Tataniaga Ikan Gurame (Osphronemus

gouramy Lac.) Di Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.

Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan POPONG NURHAYATI)

Kementrian Kelautan dan Perikanan menetapkan kebijakan serta melaksanakan beberapa program yang mana kegiatan pembangunan disesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan nasional maupun internasional. Dalam memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat yang berfokus pada kesejahteraan rakyat diperlukan suatu usaha yakni salah satunya peningkatan produktivitas budidaya perikanan. Tahun 2011, Kementrian Kelautan dan Perikanan melakukan kontrak produksi dengan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Kontrak produksi dilakukan agar tercapainya produksi perikanan budidaya yang ditetapkan sebesar 6,85 juta ton.

Potensi produksi ikan air tawar di Kabupaten Bogor cukup tinggi, untuk seluruh jenis ikan yang dibudiyakan mencapai 36,007.71 ton per. Perikanan budidaya yang saat ini dikembangkan di Kabupaten Bogor ialah budidaya ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) karena merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam peningkatan produksi perikanan budidaya komoditas unggulan. Tahun 2009-2010 peningkatan produksi ikan gurame konsumsi dari 1.946,43 menjadi 2.057,61 ton dengan persentase 5,71 persen. Pengembangan budidaya ikan gurame di Kabupaten Bogor didukung oleh meningkatnya produksi benih gurame dari tahun 2009-2010 sebesar 37.779,599 ekor dengan pertumbuhan 4,46 persen.

Tujuan penelitian analisis tataniaga ikan gurame untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga, struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga, serta menganalisis efisiensi tataniaga berdasarkan margin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya pada budidaya pembesaran dan pembenihan ikan gurame. Penelitian ini dilakukan di Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Responden yang diambil seluruh petani ikan gurame sebanyak 10 orang. Penentuan sampel dalam menentukan lembaga-lembaga tataniaga menggunakan snowball sampling. Analisis data yang digunakan ialah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. analisis data kualitatif menggambarkan secara deskriptif saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga serta struktur dan perilaku pasar. Analisis data kuantitatif dipergunakan untuk menganalisis besaran margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya.

(3)

iii 

 

tataniaganya dari petani ke pedagang pengumpul dari pedagang pengumpul ke petani pembesaran berada di luar desa Pabuaran. Petani pembesaran melakukan pembesaran hingga ukuran konsumsi yakni 500 dan 800 gram. Fungsi-fungsi yang dilakukan pada tingkat petani fungsi pertukaran yaitu fungsi penjualan dan fungsi fasilitas yakni penyortiran, risiko, pembiayaan, informasi pasar, sedangkan ditingkat pedagang pengumpul fungsi yang dilakukan yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik kecuali penyimpanan, fungsi fasilitas. Struktur pasar yang dihadapi pada tingkat petani dari sudut penjual pasar persaingan sempurna, jika dari sudut pembeli struktur pasar monopsoni yaitu hanya ada satu pedagang pengumpul, sedangkan ditingkat pedagang pengumpul dari sudut penjual terbentuk pasar oligopoli, di sudut pembeli cenderung pasar persaingan sempurna. Penentuan harga ditetapkan oleh kedua belah pihak antar petani dan pedagang pengumpul. Harga jual benih ikan gurame dengan bobot 166 gram ditingkat petani sebesar Rp 3.500,00 per ekor, ditingkat pedagang pengumpul Rp 4.250,00 per ekor, sehingga margin yang didapatkan Rp 750,00 per ekor. Total biaya yang dikeluarkan tataniaga benih ikan gurame Rp 51,17 per ekor, total keuntungan sebesar Rp 645,63 per ekor. Farmer’s share yang petani sebesar 82,35 persen, rasio keuntungan terhadap biaya Rp 6,19 artinya dimana setiap lembaga tataniaga mengeluarkan biaya sebesar Rp 1/ekor benih ikan gurame maka keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 6,19/ekor.

Pola tataniaga ikan gurame konsumsi terdapat dua saluran tataniaga yaitu 1) Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Pengecer – Konsumen, 2) Petani – Pedagang Pengumpul – Konsumen. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan di tingkat petani fungsi pertukaran yaitu fungsi penjualan dan fungsi fasilitas. Ditingkat pedagang pengumpul fungsi yang dilakukan yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, fungsi fasilitas. Ditingkat pedagang pengecer fungsi yang dilakukan fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas kecuali penyortiran. Struktur pasar yang dihadapi ditingkat petani dari sudut penjual pasar persaingan sempurna jika dari sudut pembeli ialah oligopsoni, ditingkat pedagang pengumpul dari sudut penjual terbentuk pasar oligopoli dan dari sudut pembeli terbentuk pasar persaingan sempurna. Ditingkat pedagang pengecer dari sudut penjual dan pembeli terbentuk pasar persaingan sempurna. Penentuan harga ikan gurame konsumsi yakni 500 dan 800 gram disepakati kedua belah pihak, harga yang digunakan pada tataniaga ikan gurame konsumsi memakai harga rata-rata dari dua orang pedagang pengumpul dan dua orang dari pedagang pengecer.

(4)

iv 

 

23.000,00 per kilogram, ditingkat pedagang pengumpul Rp 28.500,00, sehingga margin yang didapat sebesar Rp 5.500,00, biaya tataniaga saluran dua sebesar Rp 1.236,88, keuntungan tataniaga yang didapat pada saluran tataniaga dua sebesar Rp 4.263,12. Rasio keuntungan terhadap biaya sebesar Rp 3,45 per kilogram.

Farmer’s share yang didapat petani 80,70 persen.

Hasil analisis kuantitatif dan kualitatif menunjukkan bahwa pola tataniaga ikan gurame yang efisien ialah tataniaga benih ikan gurame, dimana memiliki margin tataniaga sebesar Rp 750,00 per ekor, farmer’s share 82,35 persen, rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 6,19.Tataniaga benih ikan gurame lebih efisien, dikarenakan pemanenan dilakukan pada saat adanya pemesanan dan permintaan benih oleh petani pembesaran sehingga pedagang pengumpul mengeluarkan biaya yang lebih hemat dikarenakan tidak adanya fungsi fisik seperti penyimpanan. Dilihat dari struktur pasar sudut penjual di tingkat petani yang terbentuk pasar monopsoni dikarenakan satu penjual. Pedagang pengumpul memiliki modal yang cukup besar sehingga dapat melakukan pemanenan benih sesuai permintaan petani pembesaran sehingga petani diuntungkan dengan pembayaran secara tunai. Pembentukan harga terbentuk adanya kesepakatan antara petani, pedagang pengumpul dan petani pembesaran sehingga tidak ada yang dirugikan dengan harga yang ditawarkan dari masing-masing lembaga tataniaga.

(5)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sektor kelautan dan perikanan di Indonesia memiliki potensi sangat besar

untuk dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat yang

berfokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Kementrian Kelautan dan

Perikanan melakukan kegiatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan

dengan menetapkan kebijakan serta melaksanakan beberapa program yang mana

kegiatan pembangunan disesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada

lingkungan nasional maupun internasional. Dalam memenuhi kebutuhan ekonomi

masyarakat yang berfokus pada kesejahteraan rakyat diperlukan suatu usaha yakni

salah satunya peningkatan produktivitas budidaya perikanan.

Pada tahun 2010, 33 provinsi di Indonesia mengalami peningkatan jumlah

produksi perikanan berdasarkan jenis budidayanya sebesar 5,48 juta ton atau

101.86 %. Jenis budidaya beserta produksinya dapat dilihat pada gambar 1. Tahun

2011, Kementrian Kelautan dan Perikanan melakukan kontrak produksi dengan

Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Kontrak produksi dilakukan agar

tercapainya produksi yang ditetapkan sebesar 6,85 juta ton. Nilai yang disepakati

berdasarkan potensi kemampuan daerah dalam meningkatkan produksi perikanan

budidaya, untuk Provinsi Jawa Barat kontrak produksi yang ditetapkan sebesar

749,176 ton.

  

Gambar 1. Grafik Persentase Volume Produksi Perikanan Budidaya menurut Jenis Budidaya Tahun 2010

(6)

Salah satu kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan sesuai dengan

Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 32/MEN/2010 tentang

Penetapan Kawasan Minapolitan dengan tujuan tercapainya peningkatan produksi

untuk 10 komoditas unggulan perikanan budidaya antara lain rumput laut, udang,

kakap, kerapu, bandeng, mas, nila, patin, lele dan gurame. Komoditas air tawar

unggulan budidaya mengalami kenaikan seiring dengan program peningkatan

budidaya air tawar seperti halnya menggalakkan kembali budidaya minapadi yang

sudah terbukti menguntungkan bagi para petani.

Potensi produksi ikan air tawar di Kabupaten Bogor cukup tinggi, untuk

seluruh jenis ikan yang dibudiyakan mencapai 36,007.71 ton per tahun pada

tahun 2010. Jumlah jenis ikan air tawar yang dibudidayakan ada 10 jenis ikan

antara lain mas, gurame, nila, lele, tawes, tambakan, mujair, patin dan bawal. Dari

10 jenis ikan yang dibudidayakan, ikan lele merupakan jenis yang produksinya

paling tinggi (24.884,52 ton/tahun), diikuti dengan ikan mas (4.063,56 ton/tahun),

ikan nila (2.073,36 ton/tahun) dan ikan gurame (2.057,61 ton/tahun), ini dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Peningkatan Produksi Ikan Konsumsi (ton) di Kabupaten Bogor Tahun 2010

2009 2010

1

Lele 24.884,5218.315,02 35,87 2

Mas 3.859,62 4.063,56 5,28 3

Gurame 1.946,43 2.057,61 5,71 4

Nila 1.842,17 2.073,36 12,55 5

Bawal 2.026,14 2.154,66 6,34 6

Patin 584,84 647,32 10,68 7

Tawes 75,76 76,13 0,49 8

Tambakan 33,67 21,10 (37,33) 9

Mujair 31,68 29,05 (8,30) 10

Nilem 2,10 - (100,00) 11

Lain-lain 25,30 0,40 (98,42) Jumlah 36.007,7128.742,72 25,28 No Jenis Ikan

Produksi (Ton)

Persentase Pertumbuhan (%)

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan, 2010

(7)

3 Perikanan budidaya yang saat ini dikembangkan di Kabupaten Bogor

ialah Budidaya Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) karena merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam peningkatan produksi perikanan budidaya

komoditas unggulan untuk memenuhi permintaan pasar akan ikan gurame serta

meningkatkan pendapatan rumah tangga petani. Sebagaimana tertera dalam

gambar 1, budidaya ikan gurame dilakukan di kolam baik kolam tanah maupun

kolam semen. Dari beberapa harga rata-rata komoditas ikan air tawar, ikan

gurame memiliki harga paling tinggi sebesar Rp 35.208/kilogram, diikuti dengan

belut sebesar Rp 30.333/kilogram, ikan mas sebesar Rp 19.083/kilogram, dan ikan

nila sebesar Rp 15.458/kilogram, komoditas ikan air tawar lainnya harganya di

bawah Rp 15.000/kilogram.

Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor,

pada tahun 2010 kebutuhan ikan gurame konsumsi di Kabupaten Bogor sebesar

5.466,76 ton. Dari Tabel 1, menunjukkan bahwa produksi ikan gurame sebesar

2.057,61 ton. Sehingga untuk pemenuhan kebutuhan ikan gurame konsumsi di

Kabupaten Bogor, banyak didatangkan dari luar kabupaten sebesar 3.409,15 ton.

Sehingga peluang membudidayakan gurame cukup besar untuk meningkatan

produktivitas serta memenuhi kebutuhan konsumsi di Kabupaten Bogor.

Pada Tabel 1. Dapat dijelaskan bahwa tahun 2009-2010 peningkatan

produksi ikan gurame konsumsi dari 1.946,43 menjadi 2.057,61 ton dengan

persentase 5,71 persen, nampaknya Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten

Bogor optimis dan memberikan harapan berlangsungnya budidaya ikan gurame,

dikarenakan, ikan gurame memiliki prospek menjanjikan untuk dibudidayakan,

baik skala kecil maupun besar. Hal ini didukung oleh faktor-faktor berikut, antara

lain;

a. Harga jual gurame lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar

lainnya, seiring dengan permintaan pasar terhadap gurame cukup tinggi

dan masih belum terpenuhi, sehingga peluang pasar masih terbuka lebar.

b. Lahan budidaya masih tersedia luas, dapat berupa kolam semen, empang,

ataupun waduk. Petani gurame Jawa Barat lebih banyak menggunakan

(8)

itu, Pakan untuk usaha pembenihan maupun pembesaran gurame tersedia

sepanjang tahun.

c. Data dan informasi tentang budi daya cukup memadai.

d. Benih gurame banyak dihasilkan oleh pemerintah melalui Balai Benih

Induk (BBI) dan pembudidaya yang khusus menjual benih.

e. Pengangkutan hasil panen gurame tergolong mudah, tetapi harus ditangani

secara hati-hati.

Pengembangan budidaya gurame di Kabupaten Bogor didukung oleh

meningkatnya produksi benih gurame pada tahun 2009-2010 dan meningkatnya

kebutuhan benih ikan gurame oleh petani pembesaran sebesar 2.817.000 ekor.

Pada tahun 2009 produksi benih gurame sebesar 36.166,89 ekor, dan pada tahun

2010 produksi benih sebesar 37.779,60 ekor dengan pertumbuhan sebesar 4,46

persen. Produksi benih belum dapat mengimbangi kebutuhan benih sebesar

2.779.220 ekor. Sehingga peluang membudidayakan pembenihan ikan gurame

cukup besar untuk memenuhi kebutuhan petani pembesaran. Produksi Ini dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Peningkatan Produksi Benih Ikan (ribu ekor) di Kabupaten Bogor Tahun 2010

2009 2010

1 Mas 56.663,19 60.715,56 7,15 2 Nila 35.700,40 36.995,79 3,63 3 Nilem - - -4 Mujair 693,06 746,85 7,76 5 Gurame 36.166,89 37.779,60 4,46 6 Tawes 5.510,48 5.765,92 4,64 7 Patin 26.358,49 32.047,38 21,58 8 Lele 62.020,27 81.063,79 30,71 9 Sepat Siam - - -10 Tambakan 1.807,47 1.868,74 3,39 11 Bawal 622.191,81 671.321,25 7,90 Jumlah 847.112,06 928.304,89 9,58

Produksi (Ribu Ekor)

Persentase Pertumbuhan (%)

No Jenis Ikan

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan, 2010

(9)

5 Tataniaga ikan gurame dibedakan menjadi dua jenis yakni tataniaga benih

ikan gurame dan tataniaga ikan gurame konsumsi. Tataniaga benih ikan gurame

dilakukan karena adanya kegiatan pemasaran pada tiap pola produksinya. Benih

ikan gurame juga banyak dibutuhkan oleh para petani pembesaran di berbagai

daerah untuk meningkatkan produktivitas budidaya di daerahnya.

Tataniaga ikan gurame konsumsi adalah proses pemasaran ikan gurame

dari hasil pembesaran ikan gurame yang dilakukan oleh petani. Agar tataniaga ini

berhasil maka petani harus memperhatikan teknik budidaya pembesaran sampai

pola pendistribusian ikan untuk menjaga kualitas serta kesegaran produk ikan

gurame dalam memenuhi permintaan pasar.

Pada umumnya, tataniaga memiliki dua fungsi utama yaitu pengangkutan

dan penyimpanan. Pengangkutan merupakan fungsi pertama yang perlu

diperhatikan dalam tataniaga ikan gurame. Karena biasanya tempat pemeliharaan

ikan terletak jauh dari daerah pemasaran, komoditi perikanan juga kurang tahan

lama, oleh karena itu agar ikan dapat diterima oleh konsumen dalam keadaan

segar maka pengangkutan harus dilakukan secepatnya dan menggunakan sarana

dan prasarana yang memadai. Jika ikan tidak dapat langsung dipasarkan padahal

ikan telah dipanen maka diperlukan tehnik penyimpanan yang baik agar dapat

mempertahankan kondisi ikan.

Dari penjelasan yang telah disebutkan, maka pengembangan komoditi ikan

gurame di Kabupaten Bogor memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan dan

dapat menguntungkan beberapa lembaga atau pihak-pihak yang terlibat dalam

pengembangan komoditi ikan gurame. Berdasarkan rekomendasi dari Dinas

Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor, salah satu daerah yang memiliki

potensi pengembangan ikan gurame ialah Desa Pabuaran Kecamatan Kemang

dengan produksi 40 ton/tahun serta masyarakatnya cukup terbuka dan mudah

diajak kerjasama. Dengan demikian maka perlu dilakukan penelitian sistem

tataniaga ikan gurame untuk mengetahui aliran pemasaran yang ada, sehingga

dapat meningkatkan produksi serta ketersediaan ikan gurame dengan harga

terjangkau di pasar.

(10)

6

1.2 Perumusan Masalah

Potensi pengembangan perikanan budidaya ikan gurame di desa Pabuaran

sangat besar, karena petani memanfaatkan lahan mereka untuk melakukan

beberapa kegiatan budidaya ikan gurame. Kegiatan budidaya ikan gurame seperti

pemijahan, pembenihan, pendederan dan pembesaran ikan gurame hingga ukuran

konsumsi dilakukan petani dengan memanfaatkan luas lahan yang ada.

Kegiatan budidaya yang dilakukan memiliki pola produksi. Di dalam pola

produksi tersebut terdapat kegiatan usaha yang memiliki segmentasi pasar

masing-masing. Adanya kegiatan usaha di tiap pola produksi budidaya ikan

gurame menyebabkan adanya perbedaan saluran dan lembaga-lembaga tataniaga

yang terlibat dalam memasarkan benih ikan gurame dari hasil pendederan dan

gurame konsumsi dari hasil pembesaran.

Tingginya permintaan benih ikan gurame dan gurame ukuran konsumsi

oleh petani pembesaran, konsumen antara dan rumah tangga menyebabkan

pasokan benih ikan gurame dan gurame ukuran konsumsi tidak dapat memenuhi

permintaan pasar. Salah satu penyebabnya budidaya yang dilakukan tidak intensif

sehingga tidak dapat mengimbangi permintaan pasar.

Penerapan sistem budidaya berguna dalam menjaga kuantitas dan kualitas

ikan gurame serta untuk memenuhi permintaan konsumen. Masalah yang sering

dihadapi para petani untuk benih ikan gurame adalah tingginya tingkat kematian

ikan gurame dari mulai larva hingga ukuran 8-11 cm dengan bobot 166 gram.

Sedangkan untuk ikan gurame ukuran konsumsi seperti 500 gram dan 800 gram

adalah bagaimana teknik budidaya yang baik serta teknik distribusi ikan gurame

agar tepat waktu dan dalam keadaan segar tidak rusak sampai ke konsumen.

Untuk itulah diperlukannya lembaga-lembaga tataniaga yang menerapkan

fungsi-fungsi tataniaga dalam menyampaikan hasil produksi dari petani ikan sebagai

produsen ke konsumen akhir melalui suatu sistem yaitu sistem tataniaga.

Perkembangan harga pada ikan gurame lebih dominan dikendalikan

pedagang pengumpul dikarenakan adanya penetapan harga ikan gurame

dikalangan pedagang pengumpul yang dapat juga sebagai pedagang pengecer. Hal

ini dikarenakan masuknya ikan gurame dari luar Kabupaten Bogor sehingga para

(11)

7 pedagang pengumpul sama-sama memiliki kekuatan dalam menentukan harga jual

ikan gurame konsumsi walaupun tetap melakukan proses tawar-menawar, harga

yang terbentuk merupakan kesepakatan antar kedua belah pihak.

Perbedaan jarak antar lokasi produsen dengan kegiatan lembaga tataniaga

menyebabkan harga di tiap lembaga tataniaga menjadi berbeda, membuat

penyebaran harga dan keuntungan antar lembaga tataniaga tidak merata, akibatnya

harga yang diterima petani menjadi rendah sedangkan pedagang pengumpul dan

pedagang pengecer harus membayar dengan harga yang cukup tinggi. Harga jual

ikan gurame konsumsi, diidentifikasi dikalangan petani menjual kepada pedagang

pengumpul sebesar Rp 22.500/kg – Rp 23.000/kg, dari pedagang pengumpul ke

pedagang pengecer sebesar Rp 26.000/kg – Rp 28.000/kg, Dari Pedagang

pengecer ke konsumen akhir sebesar Rp 30.000/kg – Rp 32.500/kg. Perbedaan

harga beli dan harga jual antara petani dan pedagang pengumpul serta pedagang

pengecer menunjukkan adanya perbedaan harga yang diterima antara petani

dengan pedagang pengumpul maupun pedagang pengecer.

Dengan adanya perbedaan harga ditingkat petani dan konsumen akhir

yang cukup tinggi, sehingga dapat diidentifikasi Farmers’s share pada tataniaga ikan gurame besar berkisar 70,00 – 85,00 persen. Fluktuasi harga yang terjadi di

pasar di karenakan pasokan ikan gurame dari luar Kabupaten Bogor, ini

mempengaruhi pendapatan pedagang pengumpul dan berdampak pada harga ikan

gurame yang semakin menurun karena mengikuti perkembangan harga ikan

gurame dari luar Kabupaten Bogor, karena adanya persaingan maka harga ikan

gurame menjadi Rp 27.500/kg di tingkat pedagang pengumpul.

Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalahnya ialah;

1. Bagaimana saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan

oleh lembaga-lembaga tataniaga pada budidaya pembesaran dan

pembenihan ikan gurame?

2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga

tataniaga pada budidaya pembesaran dan pembenihan ikan gurame?

3. Bagaimana efisiensi saluran tataniaga pada budidaya pembesaran dan

pembenihan ikan gurame berdasarkan marjin tataniaga, farmer’s share,

(12)

8

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan dalam latar belakang dan

perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah;

1. Menganalisis saluran tataniaga ikan gurame dan fungsi tataniaga yang

dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada budidaya pembesaran dan

pembenihan ikan gurame.

2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga

tataniaga yang terlibat.

3. Menganalisis efisiensi tataniaga budidaya pembesaran dan pembenihan

ikan gurame berdasarkan marjin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain;

1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi beberapa pihak dalam

mengambil keputusan untuk berbudidaya ikan gurame.

2. Sebagai bahan informasi bagi pelaku pasar dalam memilih saluran

pemasaran serta menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan

dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dengan tataniaga ikan

gurame.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian tataniaga ikan gurame di Desa Pabuaran, peneliti hanya

mengambil contoh tataniaga benih ikan gurame ukuran 8-11 cm dengan bobot

166 gram guna dibesarkan kembali oleh petani pembesaran sampai ukuran

konsumsi. Peneliti juga mengambil contoh untuk tataniaga ikan gurame

konsumsi dengan berat 500 gram, dan 800 gram.

(13)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame

2.1.1 Budidaya Ikan Gurame

Menurut Senjaya (2002), pembudidayaan gurame pada usaha pembenihan

memegang peranan penting karena selama ini ketersediaan benih siap tebar masih

belum dapat mengimbangi permintaan benih untuk usaha pembesaran.

Terbatasnya ketersediaan benih antara lain disebabkan sebagian besar petani

masih melakukan pembenihan di kolam sehingga tingkat mortalitas benih cukup

tinggi, terutama setelah benih menetas sampai ukuran 1 cm.

Senjaya (2002) menyatakan bahwa peluang untuk mengembangkan

pembudidayaan gurame masih sangat besar disebabkan hasil dari

pembudidayaannya masih belum mampu memenuhi permintaan pasar dalam

negeri, apalagi pasar ekspor. Karena itu, peluang usaha pembenihan dan

pembesaran gurame masih sangat menjanjikan dan perlu terus ditingkatkan.

Besarnya peluang usaha gurame ini didasarkan pada beberapa hal, di antaranya

keunggulan yang dimiliki gurame bila dibandingkan dengan ikan air tawar

konsumsi lainnya.

Menurut Mahyuddin (2009) keunggulan yang dimiliki Ikan gurame

(Osphronemus gouramy Lac.) dapat dibudidayakan di kolam air tenang dan minim oksigen karena memiliki alat pernafasan tambahan selain insang yaitu

labirin. Ada beberapa jenis ikan gurame, antara lain: Angsa, Jepun, Blausafir,

Paris, Bastar dan Porselen. Ikan ini pada umumnya mempunyai bentuk badan

pipih dan lebar. Pada ikan yang sudah dewasa, lebar badannya hampir dua kali

panjang kepala atau ¾ kali panjang tubuhnya. Ketinggian lokasi yang cocok untuk

budi daya gurame adalah 0—800 m dpi dengan suhu 24—28° C. Gurame

tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah, sehingga tidak akan produktif

jika suhu tempat hidupnya lebih rendah dari kisaran suhu optimal.

Budidaya ikan gurame memerlukan kolam penyimpanan induk, kolam

pemijahan, kolam/bak penetasan dan pemeliharaan benih, kolam pendederan,

kolam pembersaran dan kolam pemberokan (penyimpanan sebelum di pasarkan).

(14)

10 meliputi antara lain pembuatan pematang, saluran pemasukan air dan saluran

pembuangan air, pintu pematang air, pintu pembuangan air, serta pengolahan

dasar kolam dengan pupuk dan kapur. Setelah kolam siap untuk digunakan, baru

dilakukan kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran ikan gurame.

( Mahyuddin, 2009)

Persiapan kolam dilakukan untuk menyiapkan proses budidaya. Kolam

tanah yang digunakan per kolam seluas 80-400 m2 . Pada tahapan persiapan kolam

yang pertama kali dilakukan adalah pengeringan wadah dengan cara membuka

saluran outlet dan menutup saluran inlet yang mana merupakan pipa PVC dengan ukuran 3-4 inch. Kolam yang sudah kering dibiarkan selama 5 hari. Setelah itu

tanah dicangkul lalu diratakan kembali dengan tujuan ketika nanti diairi, tanah

menjadi lembut dan lubang-lubang tanah akan tertutup. Tahap kedua

mempersiapkan pematang, ukuran pematang disesuaikan dengan luas

kolam.Pematang yang dibuat dari tanah biasanya ditumbuhi rumput, oleh karena

itu rumput yang tumbuh disekitar pematang dibersihkan terlebih dahulu.

Pemasangan kemalir dengan tujuan untuk mempermudah pengeringan kolam dan

ketika panen benih ikan akan mudah di ambil. Pemberian kapur untuk

meningkatkan pH air, sekaligus merangsang populasi dan aktivitas

mikroorganisme tanah. Dosis kapur yang digunakan adalah 0,05 kg/m2 dan

terbesar adalah 0,15 kg/m2 . Jumlah kapur yang diberikan disesuaikan dengan

luas lahan. Proses selanjutnya pemupukan yakni dengan mencampurkan urea 1

kg, TSP 1,5 kg dan postal secukupnya, tujuan pemupukan untuk menumbuhkan

pakan alami didalam kolam. ( Kurniawan, 2011)

Teknik budidaya ikan gurame terdiri dari kegiatan pembenihan,

pendederan, pembesaran sehingga produksi ikan gurame terbagi atas tiga jenis

yakni telur dan larva gurame dari hasil pembenihan, benih gurame dari hasil

pendederan dan gurame pedaging dari hasil pembesaran. Kegiatan pembenihan

dilakukan tahap pemijahan, penetesan telur dan perawatan larva. Telur yang telah

menetas dari induknya dipelihara hingga menjadi larva dengan berat 0,5 gram

selama 1 bulan. Kegiatan pendederan dibagi atas lima tahap pemeliharaan benih

(15)

11 hingga mencapai berat 5 gram selama satu bulan. Tiga, pemeliharaan benih gurame dari 5 gram mencapai berat 20-25 gram selama dua bulan. Empat,

pemeliharaan benih gurame 20-25 gram sampai 75-100 gram selama dua bulan.

Lima, pemeliharaan benih gurame dari 75-100 gram sampai berat 200-250 gram selama tiga bulan. Kegiatan pembesaran, pemeliharaan benih atau membesarkan

benih hasil pendederan minimum berkisar dari 100 gram atau 250 gram hingga

mencapai ukuran konsumsi dengan berat lebih dari 500 gram selama lebih kurang

3 bulan. Tapi, terkadang petani ikan membesarkan ikan gurame hingga mencapai

700-1.000 gram per ekor untuk memenuhi permintaan konsumen.

(Mahyuddin, 2009)

Teknik budi daya secara intensif dapat menghasilkan gurame dengan

produktivitas tinggi dan pertumbuhan yang cepat. Teknik budidaya ini dapat

mengatasi pertumbuhan ikan gurame yang tergolong lambat serta dapat

memperbaiki teknik pemeliharaan konvensional yang selama ini lazim dilakukan

petani gurame. Pertumbuhan ikan gurame dapat dipacu dengan meningkatkan

produktivitas gurame antara lain melaiui pemeliharaan yang baik, meliputi padat

penebaran yang tepat, pengelolaan air yang baik, pemberian pakan yang tepat,

jumlah pakan yang mencukupi, serta penanggulangan hama dan penyakit.

Pemeliharaan secara intensif dapat menghasilkan benih berkualitas baik, sehat,

dan seragam ukurannya. Tingkat kehidupannya mencapai 85—90%, lebih besar

dari pemeliharaan benih biasa yang tingkat kematiannya mencapai 50—70%.

Media yang dipakai dalam pendederan dan pembesaran secara intensif adalah

keramba jaring apung. Benih yang digunakan untuk memproduksi gurame ukuran

konsumsi (berat minimum 500 gram per ekor),sebaiknya sudah memiliki berat

sekitar 100 gram per ekor dan berasal dari lokasi yang ketinggian dan iklimnya

sama dengan lokasi pembesaran. Benih yang memenuhi persyaratan tersebut

biasanya memiliki laju pertumbuhan cepat. ( Senjaya, 2002)

Menurut Jangkaru (2007), Jenis pakan ikan gurame terdiri dari pakan

alami (organik) berupa daun-daunan maupun pakan buatan (anorganik), berupa

pelet. Pakan alami yang digunakan antara lain daun sente (Alocasia macrorrhiza

(L), Schott), Kangkung (Ipomea reptans Poin), ketimun (Cucumis sativus L), labu

(16)

12 tambahan berupa pelet yang mengandung protein tinggi, yaitu sekitar 32% dengan

porsi 2—3% dari bobot badan per hari.

Hama yang biasanya menganggu ikan gurame adalah ikan liar pemangsa

seperti gabus (Ophiocephalus striatur BI), serangga air seperti ucrit (larva Cybister sp), pesaing ikan budidaya seperti mujair, hewan pengganggu seperti katak (Rana spec), ular dan tikus. Gangguan penyakit dapat lebih mudah

menyerang ikan gurame pada saat musim kemarau dimana suhu menjadi lebih

dingin. Penyakit yang timbul bukan karena serangan parasit tapi biasanya

bersumber dari faktor lingkungan berupa pencemaran air karena adanya gas

beracun seperti asam belerang atau amoniak, kerusakan akibat penangkapan atau

kelainan tubuh karena keturanan. Cara mengetahuinya apabila ada gas beracun

dalam air, ikan biasanya lebih suka berenang pada permukaan air untuk mencari

udara segar. Penyakit parasit adalah hewan atau tumbuh-tumbuhan yang berada

pada tubuh, insang, maupun lendir inangnya dan mengambil manfaat dari inang

tersebut. Parasit dapat berupa udang renik, protozoa, cacing, bakteri, virus, jamur

dan berbagai mikroorganisme lainnya. (Jangkaru, 2007)

Permasalahan yang sering dihadapi pada pembudidaya ikan gurame

adalah adanya cita rasa lumpur pada daging ikan gurame yang berasal dari bau

yang ditimbulkan oleh lingkungan terutama pada budidaya intensif di kolam

dengan sistem air tergenang. Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian

Perikanan Air Tawar, Departemen Kelautan dan Perikanan, bau lumpur secara

umum dan khusus pada ikan gurame dapat dihilangkan dengan perlakuan berupa

pemberokkan ikan gurame pada air yang bersalinitas 8 atau 12 ppt selama 7 hari.

Pemberokan ikan gurame ini mengakibatkan perubahan waktu kulit yang semula

sangat mengkilat menjadi kusam, dan tesktur semula lembek (banyak

mengandung air dan mudah pemisahaan) menjadi kenyal (struktur daging

kompak, kering dan tidak mudah terjadi pemisahan). Setelah pemberokan selama

(17)

13

2.2 Pemasaran Ikan Gurame

Mahyuddin (2009) menjelaskan bahwa, pemasaran pada budidaya ikan

gurame dapat berupa hasil kegiatan pembenihan (telur dan larva), benih hasil

kegiatan pendederan, dan gurame konsumsi hasil pembesaran. Pemasaran gurame

dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, penjualan secara langsung yaitu

pembudidaya gurame menjual langsung kepada konsumen atau pedagang

pengumpul yang dilakukan di lokasi kegiatan usaha atau kolam. Para pedagang

pengumpul biasanya berkeliling ke petani ikan dan kolam pemeliharaan gurame

sambil menanyakan jadwal panen. Pedagang biasanya menanyakan persediaan

gurame dari ukuran telur, benih, dan konsumsi. Selanjutnya, beberapa minggu

sebelum jadwal panen, pedagang akan datang kembali. Dengan demikian, setiap

tahap segmentasi usaha gurame, selalu ada pedagang pengumpul yang siap

membeli hasil panen mulai dari telur, benih, sampai gurame konsumsi.

Kedua adalah dengan menawarkan hasil panen ke pasar. Biasanya di pasar

ada pedagang yang siap membeli hasil panen gurame. Sebaiknya petani

menghubungi pedagang beberapa hari sebelum panen. Pemasaran gurame tidak

terbatas pada ukuran konsumsi saja. Gurame ukuran benih pun dapat dipasarkan

ke pasar. Harga benih biasanya ditentukan oleh ukurannya. Pemasaran benih

biasanya ke pedagang benih eceran atau pedagang benih pengumpul. Namun,

biasanya petani gurame sudah mempunyai pelanggan hasil panennya.

Dalam bukunya yang berjudul Agribisnis Ikan Gurami, Mahyuddin menjelaskan bahwa pemasaran ikan gurame konsumsi di masyarakat dilakukan

oleh pedagang pengumpul langsung datang ke kolam pembesaran sekaligus

melakukan penyortiran. Sistem penjualan langsung di tempat kolam relatif lebih

mudah dan menguntungkan bagi petani ikan atau pembudidaya pemula karena

tidak menanggung kematian ikan selama transportasi dan penyusutan bobot

gurame atau perbedaan timbangan. Gurame yang mati dihargai lebih rendah

dibandingkan dengan gurame yang hidup. Para pedagang pengumpul biasanya

menginginkan ikan gurame konsumsi dengan ukuran tertentu, yaitu ukuran

500-800 gram/ekor. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul

kepada pembudidaya biasanya dilakukan secara bertahap dan tunai. (Mahyuddin,

(18)

14 Kegiatan usaha budidaya tersebut saling terkait dan untuk meningkatkan

produktivitas ikan gurame perlu adanya pola intensifikasi seperti pemilihan

kegiatan usaha budidaya disesuaikan dengan kemampuan modal, kondisi

geografis lahan, serta sarana dan prasarana yang dimiliki. Selain itu,

kecenderungan permintaan pasar juga harus diperhatikan.

2.2 Studi Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan sistem tataniaga, diantaranya

adalah:

Penelitian yang dilakukan Panjaitan (2009), tentang analisis tataniaga ikan

bandeng (Chanos chanos, de Forskal) di desa Muara Baru Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Hasil penelitian memperlihatkan

bahwa dari 20 petambak responden, terdapat tiga saluran tataniaga yang berlaku,

Pola saluran tataniaga yang dominan dilakukan oleh petambak adalah pola saluran

tataniaga 1 (76,5%), pola saluran tataniaga 2 (17,6%) hanya dilakukan oleh 3

petambak, dan pola saluran 3 (5,9%) hanya dilakukan satu petambak.

Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga ikan bandeng adalah

Petambak, Pedagang Pengumpul, Pedagang Pengecer, dan Konsumen.

Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan pada saluran tataniaga 1 adalah Fungsi fasilitas,

Fungsi informasi pasar, serta fungsi pertukaran. Pada saluran tataniaga 2 adalah

Fungsi Fisik, Fungsi Resiko, Fungsi Biaya, dan fungsi informasi pasar. Pada

saluran tataniaga 3 adalah fungsi fisik, fungsi fasilitas berupa fungsi resiko, dan

fungsi informasi pasar, serta fungsi pertukaran.

Struktur pasar pada saluran tataniaga 1, 2, dan 3 mengarah ke pasar

persaingan sempurna. Sistem penentuan harga di tingkat petambak ditentukan

oleh pedagang pengumpul sebesar Rp. 9000/kg. Sistem penentuan harga ditingkat

pedagang pengecer di pasar Muara Baru Jakarta sebesar Rp. 17000/kg. Sistem

penentuan harga ditingkat pedagang pengecer dengan konsumen sebesar Rp.

15000/kg. Total biaya tataniaga yang dikeluarkan pada saluran 1 sebesar Rp.

3750, Total keuntungan sebesar Rp. 4250. Keuntungan terbesar diperoleh

pedagang pengecer sebesar Rp. 4000, sedangkan keuntungan yang terkecil

(19)

15 dikeluarkan pada saluran 2 adalah Rp 4000, Total keuntungan sebesar Rp 1000.

Saluran tataniag 3, Total biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh petambak adalah

Rp. 3500, Biaya produksi Rp 7500/kg dan keuntungan sebesar Rp 3000. Farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya dapat dijadikan indikator efisiensi tataniaga. Berdasarkan perhitungan farmer’s share yang diterima petambak berkisar antara 52,9 – 100 persen. Farmer share yang tertinggi yang diperoleh petambak terdapat

pada saluran tataniaga 3 yaitu 100 persen. Rasio keuntungan dan biaya tertinggi

pada tingkat petambak terdapat pada saluran tataniaga 3 yaitu sebesar 3,3.

Berdasarkan perhitungan efisiensi tataniaga untuk komoditas ikan bandeng,

saluran tataniaga yang efisien adalah saluran tataniaga 3, karena memiliki marjin

tataniaga yang kecil, rasio keuntungan dan biaya tertinggi dan mempunyai

farmer’s share yang tertinggi di bandingkan dengan saluran tataniaga lainnya. Ariyanto (2008) melakukan penelitian : Analisis tataniaga sayuran bayam

di Desa Ciaruten Ilir. Pola pemasaran terdiri dari tiga buah saluran tataniaga yaitu

saluran tataniaga satu : petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer,

konsumen ; saluran tataniaga dua : petani, pedagang pengecer, konsumen ; saluran

tataniaga tiga : petani, konsumen.

Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani sayuran bayam adalah fungsi

penjualan, fungsi fisik berupa kegiatan pengemasan, pengangkutan dan fungsi

fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Struktur

pasar yang dihadapi petani sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir bersifat pasar

bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, tidak dapat mempengaruhi

harga dan petani bebas untuk keluar masuk pasar.

Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi

pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi

pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan

pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Desa Ciaruten

Ilir adalah Oligopsoni. Terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki

pasar pedagang pengumpul.

Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi

pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi

(20)

16 pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar

persaingan sempurna, Karena jumlah pedagang pengecer cukup banyak, produk

yang diperjual belikan bersifat homogen dan pedagang pengecer tidak dapat

mempengaruhi pasar sehingga bertindak sebagai price taker.

Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga

tiga petani yang paling efisien, karena hasil produksi sayuran bayam langsung

dibawa ke pasar dan dijual langsung ke konsumen dalam bentuk ikat dan petani

bertindak sebagai pedagang pengecer. Petani memperoleh keuntungan terbesar

Rp. 368 per ikat, rasio keuntungan dan biaya yaitu sebesar 9,43 dan bagian harga

yang terbesar (farmer’s Share) diterima oleh petani sebesar 100 persen.

Safitri (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis tataniaga telur

ayam kampong, di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi system pemasaran dan saluran pemasaran, menganalisis marjin

pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan biaya untuk telur ayam kampung sehingga diketahui saluran pemasaran yang efisien. Penarikan sampel yang

dilakukan dengan simple random sampling dan snowball sampling sementara analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan

kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran pemasaran

yang terbentuk di dalam pemasaran telur ayam kampong di kabupaten Bogor yaitu

: 1) Peternak- Pedagang Pengumpul Desa (tengkulak)- Pedagang Grosir-

Pedagang Pengecer- Konsumen, 2) Peternak- Pedagang Grosir- Pedagang

Pengecer- Konsumen, 3) Peternak- Pedagang pengecer- Konsumen. Fungsi-fungsi

yang dilakukan lembaga pemasaran anatara lain fungsi pertukaran, fungsi fisik

dan fungsi fasilitas. Sementara struktur pasar yang terbentuk antara lembaga

pemasaran yang terlibat berbeda-beda. Ditingkat peternak struktur pasar yang

terbentuk adalah pasar oligopoli, ditingkat pedagang pengumpul oligopoli murni,

ditingkat pedagang grosir oligopoli, dan ditingkat pedagang pengecer adalah

kompetisi monopolistik.

Hasil analisis marjin pemasaran ketiga jalur pemasaran yang ada di

Kabupaten Bogor biaya terbesar ditanggung oleh jalur pemasaran III yaitu Rp.

375. Hal ini karena jarak distribusi yang cukup jauh walaupun rantai

(21)

17 kemasan yang lebih baik, sewa tempat yang lebih bagus serta biaya tenaga kerja.

Tetapi, Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran pemasaran tiga yaitu 70 persen, artinya produsen (peternak) menerima harga 70 persen dari harga yang

dibayarkan konsumen. Sedangkan, saluran pemasaran dua adalah saluran yang

memberikan bagian harga untuk peternak sebesar 63, 89 persen dari harga yang

dibayarkan konsumen. Semakin tinggi harga ditingkat peternak, maka biaya yang

dibayarkan konsumen akhir semakin banyak di nikmati oleh peternak.

Berdasarkan analisis marjin pemasaran saluran pemasaran telur ayam

kampung yang paling efisien adalah saluran pemasaran dua, pada saluran ini

peternak mendapatkan bagian terbesar yang dianalisis dengan farmer’s share,

sedangkan rasio keuntungan terhadap biaya juga menunjukkan saluran pemasaran

dua telah memberikan keuntungan pada setiap lembaga sebesar 24,22 persen

dibandingkan saluran pemasaran lainnya.

Hasil penelitian Puspitasari (2010) Studi mengenai Analisis Efisiensi

Tataniaga pada Kelompok Usaha Budidaya Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pelaku tataniaga Ikan

lele yang terdapat di Kecamata Ciawi terdiri dari pembudidaya Ikan Lele sebagai

produsen, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang

pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Saluran

tataniaga yang terbentuk terdiri dari empat saluran tataniaga, terdiri dari : 1)

Pembudidaya – Pengumpul- Pengecer- Konsumen Akhir, 2) Pembudidaya-

Pengumpul- Pengecer- Pedagang Pecel Lele- Konsumen Akhir, 3) Pembudidaya-

Pengumpul- Pengumpul Luar Kecamatan- Pengecer luar kecamatan- Konsumen

Akhir, 4) Pembudidaya- Pengumpul- Pengumpul Luar Kecamatan- Pengecer Luar

Kecamatan- Pedagang Pecel Lele- Konsumen Akhir.

Total Marjin yang terdapat pada saluran 1 sebesar Rp. 7.000,00 per kg.

Keuntungan total yang diterima sebesar Rp 5.551,76 per kg. Sedangkan Farmer’s

share yaitu 54,84 %. Total marjin yang terdapat pada saluran 2 sebesar Rp.

46.200,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp.25.288,56 per kg.

(22)

18 total yang diterima sebesar Rp 41.712,31 per kg. Sedagkan Farmer’s share yaitu 11,81 %. Rasio keuntungan dan biaya total terbesar berada pada saluran 1 sebesar

383,35 % dimana setiap Rp.100,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan

keuntungan sebesar Rp 383,35. Marjin tataniaga total pada saluran 1 mempunyai

nilai yang paling kecil yaitu sebesar Rp 7.000. Pada saluran 1, farmer’s share

yang diterima lebih besar dibandingkan saluran yang lainnya yaitu sebesar

54,84%, sehingga saluran tataniaga 1 paling efisien dibandingkan saluaran

tataniaga yang lain karena melibatkan sedikit pedagang perantara sehingga

memungkinkan produk yang dipasarkan (Ikan Lele) lebih cepat sampai ke tangan

konsumen akhir dan marjin yang terbentuk diantara pedagang perantara tidak

terlalu besar.

Analisis Pendapatan dan Pemasaran Ikan Hias Air Tawar di Desa Cibitung

Tengah, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor diteliti oleh Nurasiah (2007).

Studi menunjukkan bahwa usahatani ikan hias air tawar dilokasi penelitian terdiri

dari usahatani pembenihan, pendederan, pembenihan dan pendederan. Pendapatan

yang diperoleh dari budidaya tersebut berbeda satu sama lainnya dan dibedakan

atas pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan atas biaya total maupun

pendapatan atas biaya tunai tertinggi pada usahatani pembenihan-pendederan

yaitu sebesar Rp 29.338.403,72 dan Rp. 17.478.637,05 per tahunnya. Sedangkan

pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total terendah pada usahatani

pembenihan fase 40 hari yaitu sebesar Rp 4.678.644,57 dan Rp 3.299.602,08 per

tahunnya.

Pemasaran ikan hias di desa Cibitung Tengah terdiri dari lima saluran

pemasaran dimana di dalamnya terdapat lembaga pemasaran seperti tengkulak dan

kelompok tani, agen, dan pedagang pengecer. Fungsi pemasaran yang dilakukan

oleh lembaga tersebut meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas.

Fungsi pertukaran terdiri dari aktvitas pembelian dan penjualan, fungsi fisik

berupa pengemasan dan pengangkutan , serta fungsi fasilitas berupa aktivitas

grading, pembiayaan, dan penanggungan resiko.

Dari beberapa saluran pemasaran pada penelitian diatas, peranan pedagang

pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer luar kecamatan, masih berperan

(23)

19 pengecer luar kecamatan, dan pedagang grosir sangatlah penting mengingat

hubungan mereka sangatlah dekat dan langsung berkaitan dengan petani maupun

peternak. Pemasaran dapat dikatakan efisien apabila terciptanya kepuasan dengan

adanya aktivitas pemasaran yang terjadi di beberapa pihak yang terlibat seperti

produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen.

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, baik penelitian pemasaran

tentang komoditi perikanan budidaya air tawar maupun penelitian pemasaran

produk agribisnis lainnya, belum terdapat penelitian mengenai analisis tataniaga

ikan gurame. Sesuai dengan kebijakan pemerintah pada tahun 2010, bahwa ikan

gurame merupakan salah satu produk komoditi unggulan ikan budidaya air tawar

yang ingin dikembangkan pada beberapa daerah di Kabupaten Bogor yaitu salah

satunya di Desa Pabuaran Kecamatan Kemang.

Kebijakan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ikan

gurame dalam memenuhi permintaan pasar yang ada, selain itu ikan gurame

memiliki harga yang cukup mahal dibandingkan ikan konsumsi yang lain. Agar

suatu produk tertentu dapat bersaing, diperlukannya suatu pengetahuan pemasaran

yang menyeluruh, salah satu bentuk pengetahuan pemasar yang dibutuhkan ialah

saluran pemasaran, lembaga pemasaran serta fungsi-fungsi di dalamnya, struktur

pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar.

Dalam penelitian analisis tataniaga ikan gurame dilakukan penelusuran

melalui distribusi tataniaga yakni tataniaga benih ikan gurame dan tataniaga ikan

gurame konsumsi yang diamati dari pembudidaya (petani ikan), kemudian

melibatkan sejumlah pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan konsumen

seperti konsumen rumah tangga dan petani pembesaran. Menganalisis tataniaga

ikan gurame dapat mengamati perubahan nilai yang terjadi seperti adanya

perpindahan komoditas dari setiap lembaga tataniaga baik dari perubahan waktu

dan fungsi yang dijalankan antar lembaga tataniaga. Kesenjangan perubahan

harga antara petani ikan dan konsumen akhir menyebabkan mengapa penelitian

dengan judul Analisis tataniaga ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) di Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor ini jelas berbeda dengan

(24)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Tataniaga

Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam

melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara langsung, melainkan

dilaksanakan bersama atau dengan mengikutsertakan beberapa lembaga

pemasaran lain yang membantu terjalinnya pertemuan antara penjual dan pembeli.

Dimana, mereka melakukan berbagai kegiatan mulai dari pembelian, penjualan,

pengangkutan, pengolahan, penyimpanan, pengepakan, dan lain sebagainya.

Kegiatan tataniaga bertujuan untuk menciptakan, menjaga, dan meningkatkan

nilai serta kegunaan dari barang dan jasa. Dalam kegiatan tataniaga, kegunaan dari

barang dan jasa dapat diciptakan melalui penciptaan dan peningkatan nilai

kegunaan tempat, waktu dan kepemilikkan. Lembaga tataniaga akan berusaha

meningkatkan manfaat dari komoditi yang dipasarkan, sehingga kegiatan

tataniaga berusaha untuk menempatkan barang yang diusahakannya ketangan

konsumen dengan nilai dan kegunaan yang meningkat. (Hanafiah dan

Saefuddin, 1986).

Kotler (2002), mendefinisikan pemasaran merupakan suatu proses sosial

yang mana di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan

apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan

secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Menurut

Hanafiah dan Saefuddin (1986), tercapainya tujuan kegiatan tataniaga dapat

dilihat dari beberapa proses arus barang, antara lain :

1. Proses pengumpulan

Pengumpulan merupakan proses pertama dari arus barang. Barang-barang

yang dihasilkan dalam jumlah kecil dikumpulkan menjadi jumlah yang

besar, agar dapat disalurkan ke pasar-pasar eceran secara lebih efisien.

2. Proses pengimbangan

Pengimbangan merupakan proses tahap kedua dari arus barang, terjadi

antara proses pengumpulan dan proses penyebaran. Proses pengimbangan

(25)

21 berdasarkan tempat, waktu, jumlah dan kualitas.

3. Proses penyebaran

Penyebaran merupakan proses tahap akhir daripada arus barang, dimana

barang-barang yang telah terkumpul disebarkan ke konsumen atau pihak

yang menggunakannya.

Kohls dan Uhl (2002), mendefinisikan pemasaran maupun tataniaga pertanian

merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa

komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir,

yang mencangkup aspek input dan output pertanian. Kohls dan Uhl (2002)

menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem tataniaga yaitu :

1. Pendekatan Fungsi (The Fungsional Approach)

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi

tataniaga apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam

tataniaga. Fungi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan

penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan) dan

fungsi fasilitas (standarisasi, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar).

2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach)

Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui

beberapa macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam tataniaga.

Pelaku-pelaku ini adalah pedagang perantara (menchant middleman) yang

terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang

spekulatif, agen, manufaktur dan organisasi lainnya yang terlibat.

3. Pendekatan Sistem (The Behavior System Approach)

Merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan untuk

mengetahui aktivitas-aktivitas dalam proses tataniaga, seperti perilaku

lembaga yang terlibat dalam tataniaga dan kombinasi dari fungsi tataniaga.

Pendekatan ini terdiri dari the input-output system, the power system dan

the communication system.

Menurut Limbong dan Sitorus (1987), tataniaga merupakan serangkaian

proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang

atau jasa-jasa dari titik produsen ke konsumen Konsep yang paling mendasar yang

(26)

22 pernyataan rasa kehilangan, berdasarkan kebutuhan inilah maka konsumen akan

memenuhi kebutuhannya dengan mempertukarkan produk dan nilai dari produsen.

Suatu produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk

memenuhi keinginan konsumen.

3.1.2 Lembaga-lembaga Tataniaga

Lembaga tataniaga adalah bagian-bagian yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara danlembaga pemberi jasa (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).

Golongan produsen adalah golongan yang tugas utamanya menghasilkan

barang- barang. Golongan produsen ini adalah petani ikan, nelayan, dan

pengolahan hasil perikanan. Di samping berproduksi, golongan produsen sering

kali aktif melaksanakan beberapa fungsi tataniaga tertentu untuk menyalurkan

hasil produksinya kepada konsumen.

Perorangan, perserikatan atau perseroan yang berusaha dalam bidang tataniaga

dikenal sebagai pedagang perantara (middlemen, atau intermediary). Lembaga ini membeli dan mengumpulkan barang-barang yang berasal dari produsen dan

menyalurkannya kepada konsumen.

Lembaga pemberi jasa (facilitating agencies) adalah beberapa lembaga yang member jasa atau fasilitas untuk mempelancar fungsi tataniaga yang dilakukan

produsen atau pedagang perantara. Contoh dari lembaga ini antara lain bank,

usaha pengangkutan, biro iklan dan sebagainya.

Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan lembaga-lembaga tataniaga dapat

digolongkan berdasarkan fungsi yang dilakukannya seperti penguasaan terhadap

barang, kedudukan dalam struktur pasar, dan bentuk usaha.

1. Berdasarkan fungsi yang dilakukan, lembaga tataniaga dapat dibedakan

atas: a. Lembaga fisik tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang menjalankan

fungsi fisik pemasaran, meliputi: lembaga pengolahan, lembaga

pengangkutan, pergudangan; b. Lembaga perantara tataniaga yaitu suatu

lembaga yang khusus mengadakan fungsi pertukaran, seperti: pedagang

pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya; c. Lembaga fasilitas

(27)

23 fasilitas seperti: Bank, Badan Perkreditan, dan KUD.

2. Berdasarkan penguasaan suatu badan terhadap barang dan jasa, lembaga

tataniaga terdiri dari: a. Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tetapi

menguasai barang, antara lain agen, perantara dan broker; b. Lembaga

tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, seperti pedagang

pengumpul pedagang pengecer, pedagang besar, eksportir dan importer; c.

Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang,

seperti badan transpoertasi, pergudangan, dan asuransi.

3. Penggolongan lembaga tataniaga menurut kedudukannya dalam struktur

pasar dapat digolongkan sebagai berikut; a. Lembaga tataniaga yang

bersaing sempurna, seperti pedagang pengecer rokok, pengecer beras, dan

lain-lain; b. Lembaga tataniaga bersaing monopolistik, seperti pedagang

asinan, pedagang benih, pedagang bibit, dan lain-lain; c. Lembaga

tataniaga oligopolis; dan d. Lembaga tataniaga monopolis.

4. Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan bentuk usahanya, dapat

digolongkan atas; a. Berbadan hukum; b. Tidak berbadan hukum.

Hanafiah dan Saefuddin (1986) mengungkapkan bahwa peranan lembaga

tataniaga sangat penting terutama untuk komoditas perikanan yang bersifat cepat

atau mudah rusak (perishable). Barang-barang hasil perikanan adalah organisme hidup dan karenanya mudah atau cepat mengalami kerusakan atau pembusukkan

akibat dari kegiatan bakteri,enzimatis dan oksidasi. Karena itulah, membutuhkan

usaha atau perawatan khusus dalam proses tataniaganya guna mempertahankan

mutu untuk menentukan harga pasar. Limbong dan Sitorus (1987) menjelaskan,

diperlukan koordinasi lembaga tataniaga dalam melaksanakan fungsi-fungsi untuk

mencapai efisiensi tataniaga yang tinggi serta efektif, dengan cara;

a. Integrasi vertikal, yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan

fungsi-fungsi yang berbeda dihubungkan satu dengan yang lainnya menurut

saluran barang tersebut. Integrasi vertikal akan menurunkan pengeluaran

tataniaga sehingga barang dapat dijual dengan harga lebih murah, hal ini

dikarenakan perbedaan harga antara tingkat produsen dengan tingkat

konsumen tidak terlalu besar sehingga dapat menguntungkan konsumen.

(28)

24 menyelenggarakan fungsi yang sama disatukan di dalam suatu tindakan

pemasaran suatu barang. Integrasi horizontal dapat merugikan konsumen,

karena integrasi semacam ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi dan

menghindari adanya persaingan dari perusahaan atau lembaga tataniaga

yang sejenis sehingga lembaga tersebut dapat mengontrol harga barang.

3.1.3 Saluran Tataniaga

Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan saluran tataniaga sebagai

suatu himpunan perusahaan atau perorangan atau serangkaian lembaga-lembaga

tataniaga yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas

barang dan jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen

ke konsumen. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran

tataniaga yaitu a) adanya pertimbangan pasar, yang meiiputi konsumen sebagai tujuan

akhir mencangkup pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume

pesanan dan kebiasaan membeli; b). Pertimbangan barang yang meliputi nilai barang

per unit, besar danberat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah

barang tersebut untuk memenulii pesanan atau pasar; c). Pertimbangan internal

perusahaan yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengaiaman

penjualan; d). Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan

lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen

dan pertimbangan biaya.

Hanafiah dan Saefuddin (1986) menjelaskan panjang pendeknya saluran

tataniaga tergantung pada : a) Jarak antara produsen dan konsumen dimana

semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen makin panjang saluran

tataniaga yang terjadi. b) Skala produksi yang meliputi semakin kecil skala

produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang

perantara dalam penyalurarmya. c) Cepat tidaknya produk rusak dimana produk

yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek, karena harus

segera diterima konsumen. d) Posisi keuangan pengusaha, dalam hal ini pedagang

yang posisi keuangannya kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi

pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran, seperti dapat dilihat pada

Gambar 2, Pergerakan hasil perikanan sebagai barang konsumsi (segar atau

(29)

P

P

P P

P1

P1

Pb

R

R

R

IM

Kon sum en

E P

Keterangan :

P = Produsen (nelayan, petani ikan, industry pengolahan) P1 = Pedagang pengumpul local

Pb = Pedagang besar (wholesaler) E = Pedagang Ekspor

Pe = Pedagang eceran

Lm = institutional market (misalnya restaurant, rumah sakit)

Gambar 2. Skema penyaluran hasil perikanan barang konsumsi Sumber: Hanafiah dan Saefuddin, 1986

Barang-barang sebelum diterima oleh konsumen telah mengalami proses

pengumpulan dan proses penyebaran dengan pedagang besar (Pb) sebagai titik

akhir dari pengumpulan dan titik awal penyebaran. Pedagang besar ini menerima

barang langsung dari produsen atau dari pedagang pengumpul lokal (proses

pengumpulan) dan kemudian mengirim (menjual) kepada beberapa pedagang

eceran, yang selanjutnya dijual kepada konsumen akhir, institutional market

(restaurant), dan mungkin pula kepada pedagang ekspor (proses penyebaran).

Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam penyaluran barang-barang dari

pihak produsen ke pihak konsumen terlihat satu sampai beberapa golongan

pedagang perntara. Pedagang perantara ini dikenal sebagai saluran tataniaga.

3.1.4 Fungsi-fungsi Tataniaga

Fungsi tataniaga merupakan suatu kegiatan ataupun tindakan yang dapat

memperlancar dalam proses penyampaian barangatau jasa dari tingkat produsen

(30)

26 ke tingkat konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Fungsi tataniaga dapat

dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu:

1. Fungsi Pertukaran adalah Kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik

dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu

fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pembelian merupakan kegiatan

melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang,

menetapkan harga, dan syarat-syarat pembelian. Kegiatan penjualan diikuti

dengan mencari pasar, menetapkan jumlah kualitas serta menentukan saluran

tataniaga yang paling sesuai.

2. Fungsi Fisik adalah Suatu tindakan langsung yang berhubungan dengan

barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu.

Fungsi ini terdiri dari a), fungsi penyimpanan yaitu membuat komoditi selalu

tersedia saat konsumen menginginkannya, b). fungsi pengangkutan yaitu

pemindahan, melakukan kegiatan membuat komoditi selalu tersedia pada

tempat tertentu yang diinginkan dan c), fungsi pengolahan yaitu untuk

komoditi pertanian, kegiatan yang dilakukan merubah bentuk melalui proses

yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan kegunaan, kepuasan dan

merupakan usaha untuk memperluas pasar dari komoditi asal.

3. Fungsi Fasilitas adalah Semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar

kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi

fasilitas terdiri dari: a). Fungsi standarisasi dan grading yaitu mempermudah

pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya

pemasaran dan memperluas pasar. b) Fungsi penanggungan resiko dengan

menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan

resiko fisik dan resiko pasar. c) Fungsi pembiayaan yaitu kegiatan

pembayaran dalam bentuk uang untuk memperluas proses tataniaga, d).

Fungsi informasi pasar dengan mengumpulkan interpretasi dari sejumlah data

sehingga proses pemasaran menjadi lebih sempurna.

3.1.5. Struktur Pasar

Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan, struktur pasar ialah dimensi

(31)

27 industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis

dan diferensiasi produk serta syarat-syarat masuk pasar. Ada tiga hal yang perlu

diketahui agar produsen dan konsumen dapat melakukan sistem tataniaga yang

efisien, yaitu: a. Konsentrasi pasar dan jumlah produsen, b. Sistem keluar masuk

barang yang terjadi di pasar, dan c. diferensiasi produk.

Berdasarkan karakteristik struktur pasar, Hanafiah dan Saefuddin (1986)

mengelompokkan pasar menjadi empat struktur pasar yang berbeda-beda

berdasarkan sifat dan bentuknya, antara lain ;

a. Pasar Persaingan Murni

Pasar dapat dikatakan persaingan murni jika mempunyai tiga macam sifat

atau syarat yaitu a) pada pasar tersebut berbagai perusahaan menjual produk

tunggal yang identik. b) jumlah penjual dan pembeli banyak sehingga tidak

seorangpun di antara mereka dapat mempengaruhi harga produk secara berarti. c)

penjual dan pembeli leluasa mengambil keputusan-keputusannya karena tidak ada

perjanjian antara satu dengan yang lainnya.

b. Pasar persaingan monopolistik

Pasar persaingan monopolistik terdapat banyaknya penjual barang tertentu

tetapi di antaranya ada penjual yang dapat mempengaruhi penjualan dari beberapa

penjual lainnya sehingga timbul reaksi. Penjual menghasilkan sesuatu barang

yang berbeda dalam alam pikiran para konsumen terhadap barang-barang

subsitusi dekat, atau tidak ada perusahaan atau produsen lain yang menghasilkan

barang serupa dengan barang yang dihasilkan perusahaan atau produsen tadi.

Dengan kata lain, pasar persaingan monopolistik ini sering dijumpai dari beberapa

kombinasi perusahaan-perusahaan dan beberapa perusahaan kecil sebagai penjual,

dimana perusahaan besar mempunyai pengaruh lebih besar atas suplai dan harga

pasar.

c. Pasar Oligopoli

Pasar oligopoli memiliki bentuk pasar dimana terdapat lebih dari dua

penjual tetapi jumlahnya sedikit misalnya tiga dan empat penjual. Penjual

memiliki produk tertentu. Dikarenakan, memiliki produk tertentu setiap

perusahaan dapat mempengaruhi penjualan pihak saingannya dengan jumlah yang

(32)

28 jumlah sedikit misalnya tiga atau empat orang. Pada pasar oligopsoni, pembeli

dapat mempengaruhi permintaan.

d. Pasar Monopoli

Pasar monopoli dalam arti umum ialah situasi pasar dimana seorang atau

sekelompok penjual mempunyai pengaruh demikian besar atas penawaran produk

tertentu, sehingga dapat menentukan harga. Jadi, pada monopoli murni

perusahaan bersangkutan tidak mempunyai saingan langsung dan juga tidak

berhadapan dengan produk atau sekelompok produk yang bersaing dekat

dengannya. Sedangkan, pasar monopsoni dijumpai apabila terdapat seorang atau

sebuah badan pembeli untuk benda tertentu, sehingga dapat mempengaruhi

permintaan dan harga barang tersebut.

Bentuk atau struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 3 beserta karekteristik

[image:32.595.106.519.372.540.2]

masing-masing struktur pasarnya.

Tabel 3.Karakteristik Struktur Pasar Dipandang Dari Sudut Pembeli dan Penjual

NO

Struktur Pasar Karakteristik Pasar

Sudut Penjual Sudut Pembeli

Jumlah Penjual dan

Pembeli Sifat Produk

1 Persaingan Sempurna

Persaingan Sempurna

Banyak Homogen

2 Persaingan Monopolistik

Persaingan Monopsoni

Banyak Heterogen

3 Oligopoli Murni Oligopsoni Murni Beberapa Homogen

4 Oligopoli Terdeferensiasi

Oligopsoni Terdefrensiasi

Beberapa Heterogen

5 Monopoli Monopsoni Satu Unik

Sumber : Hanafiah dan Saefuddin (1986)

3.1.6 Perilaku Pasar

Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari tiap-tiap tataniaga yang

menyesuaikan dengan bentuk struktur pasar dimana lembaga tataniaga melakukan

kegiatan penjualan dan pembelian. Dalam struktur pasar tertentu, pola perilaku

pasar meliputi kegiatan penjualan dan pembelian serta cara pembayaran, penentu

harga dan siasat tataniaga. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan

harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek kejujuran dari tiap-tiap

(33)

29 Kohl dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa dalam menggambarkan

perilaku pasar, terdapat empat hal yang harus diperhatikan yaitu: (1) Input-output system, sistem input-output ini menerangkan bagaimana tingkah laku perusahaan dalam mengelola sejumlah input menjadi satu set output, (2) Power system, sistem kekuatan ini menjelaskan bagaimana suatu perusahaan dalam suatu sistem

tataniaga, misalnya kedudukan perusahaan dalam suatu sistem tataniaga sebagai

perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan tersebut dapat

sebagai penentu harga, (3) Communications system, sistem komunikasi ini mempeiajari tentang perilaku perusahaan mengenai mudah tidaknya mendapatkan

informasi dan, (4) System for adapting to internal and external change, sistem adaptif menerangkan bagaimana perilaku perusahaan dalam beradaptasi pada

suatu sistem tataniaga agar dapat bertahan di pasar.

3.1.7 Keragaan Pasar

Keragaan pasar merupakan akibat dari keadaan struktur dan perilaku pasar

dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan variabel harga, biaya, dan

volume produksi dari output dan pada akhirnya akan memberikan penilaian baik

atau tidaknya suatu sistem tataniaga. Deskripsi dari keragaan pasar dapat dilihat

dari indikator: (1) harga dan penyebarannya ditingkat produsen dan konsumen,

dan (2) marjin dan penyebarannya pada setiap pelaku pemasaran (Dahl dan

Hammond, 1977)

3.1.8 Efisiensi Tataniaga

Efisiensi ialah rasio antar outpout dan input. Tataniaga perikanan dapat

dilihat sebagai sebuah sistem input output. Input pemasaran merupakan sumber

daya yang digunakan untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran seperti tenaga

kerja, mesin, modal, dan sebagainya. Sedangkan, output ialah hasil dari proses

pemasaran seperti kegunaan waktu, bentuk, tempat, dan kegunaan lain yang

memberikan kepuasaan kepada konsumen. Input merupakan biaya yang

dikeluarkan atau digunakan pada lembaga tataniaga sedangkan kegunaan

merupakan keuntungan dari pemasaran yang membentuk rasio efisiensi dan

(34)

30 Efisiensi tataniaga dapat diukur melalui dua cara yaitu efisiensi

operasional dan harga. Dahl dan Hammond (1977) mendefinisikan efisiensi

operasional menunjukan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan

fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan,

pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik dan fasilitas. Efisiensi harga

menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta

memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumber

daya produksi dari sisi produksi dan tataniaga. Dengan menggunakan konsep

biaya tataniaga, system tataniaga dikatakan efisiensi bila dapat dilaksanakan

dengan biaya yang rendah.

Hanafiah dan Saefuddin (1986), menambahkan bahwa pasar yang tidak

efisien akan terjadi jika biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk yang

dipasarkan jumlahnya tidak terlaiu besar. karena itu efisiensi pemasaran akan

terjadi apabila biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran

dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan

produsen dapat lebih tinggi, dan tersedia fasilitas fisik pemasaran, serta adanya

kompetisi pasar yang lebih sehat.

Kohls dan Uhls (2002) menjelaskan bahwa efisiensi tataniaga merupakan

suatu indikator dan kinerja pemasaran yang dapat diukur melalui beberap metode.

Metode yang paling dikenal adalah dengan melihat selisih harga di tingkat petani

dengan harga di tingkat retail (market margin) serta berdasarkan persentase harga konsumen yang diterima oleh petani (farmer’s share). Farmer’s share memiliki hubungan negatif dengan marjin tataniaga atau dengan kata lain bahwa semakin

tinggi marjin tataniaga akan menyebabkan persentase harga yang diterima petani

(farmer’s share) akan semakin kecil.

3.1.8.1MarjinTataniaga

Terbentuknya marjin tataniaga karena adanya perbedaan harga atau selisih

harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima petani produsen.

Dapat dikatakan pula sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga

sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Hanafiah dan

Saefuddin (1986) menjelaskan bahwa marjinialah suatu istilah yang digunakan

(35)

harga yang dibayar oleh pembeli terakhir.

Dahl dan Hammond (1977), mendefinisikan bahwa marjintataniaga ialah

perbedaan harga antara harga di tingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat

pengecer (Pr), dimana marjin tataniaga tersebut ditunjukkan oleh perbedaan atau

[image:35.595.117.371.227.396.2]

jarak vertikal antara kurva permintaan atau kurva penawaran. Dapat dilihat pada

Gambar 3.

Qrf Pf

Pr

Sr Harga (P)

Df Dr

Gambar

Tabel 3.Karakteristik Struktur Pasar Dipandang Dari Sudut Pembeli dan Penjual
Gambar 3.
Gambar 4 : Skema Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 4. Fungsi-Fungsi Tataniaga Yang Dilaksanakan Oleh Lembaga-Lembaga Tataniaga Ikan Gurame
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pertumbuhan larva ikan gurame ukuran panjang 1cm dan berat 0,12 gram yang diberi pakan Daphnia Sp.. dengan

DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP PEMANFAATAN PROTEIN DAN PERTUMBUHAN BENIH lKAN GURAME. (Osphronemus gouramy

Media pemeliharaan benih ikan gurame bersalinitas 0, 3, 6 dan 9 ppt yang diberi paparan medan listrik 10 volt selama tiga menit sebelum pemberian pakan, tidak memberikan

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Gurame ( Osphronemus gouramy Lac.) Ukuran 3,14 cm yang Dipelihara dengan Padat Penebaran yang Berbeda dalam Akuarium

Berdasarkan Disnakan (2009) tercatat bahwa di Kabupaten Bogor wilayah Dramaga memproduksi ikan gurame, mas, nila dan bawal. Di wilayah Dramaga, khususnya Desa Petir

Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan efek yang ditimbulkan paparan plasma terhadap perubahan sifat fisika dan kimia minyak ikan gurame (Osphronemus

Hasil pengamatan menunjukkan kombinasi pakan buatan dan jenis hijauan yang tepat pada pembesaran benih gurame memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap perttumbuhan,

Hal yang dapat disimpulkan bahwa media pemeliharaan benih ikan gurame bersalinitas 0, 3, 6 dan 9 ppt yang diberi paparan medan listrik 10 Volt selama tiga menit