• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model of Sustainable Pelagic Fisheries Management in PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model of Sustainable Pelagic Fisheries Management in PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur"

Copied!
287
0
0

Teks penuh

(1)

i

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN PELAGIS SECARA

BERKELANJUTAN DI PPN PRIGI, TRENGGALEK,

JAWA TIMUR

AGUSTIN ROSS

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2011

(4)
(5)

v

ABSTRACT

AGUSTIN ROSS. Model of Sustainable Pelagic Fisheries Management in PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Under direction of EKO SRI WIYONO and TRI WIJI NURANI.

In order to achive sustainable fisheries activities,is need sustainable development concept. The concept of sustainable in fisheries content three important aspects, there are ecological, economic and social, which policy as a control of three aspects. The concepts were applied in the complex fisheries in Prigi. The aims of this study are: to determine fish superior in PPN Prigi; to assess fish stock; to account business feasibility of dominan fishing fleet; to map fishermen perceptions to fishing; suitable strategy to manage fisheries in PPN Prigi. The data were analysed by using scoring methods, surplus production model, financial analysis (profit, revenue cost ratio and payback period) and investment criteria (net present value , internal rate of return and net benefit cost ratio), perceptual map with discriminant analysis. Analysis strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) to formulate a good strategy for the sustainability fisheries in PPN Prigi and Balanced Scorecard to measure rod success of strategy. The result analysed show that the fish superior in PPN Prigi are tuna, mackerel, skipjack tuna, sardine and scad. Based on the assessment, the whole of fish already indicated overfishing. The financial analysis show that all of fishing fleet except payang, are feasible to develop. And then stakeholder have similar perception of fisheries. Based on the strengths weaknesses opportunities and threats in PPN Prigi the suitable strategy, was developed.

(6)
(7)

vii

RINGKASAN

AGUSTIN ROSS. Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO dan TRI WIJI NURANI.

Pengelolaan perikanan bertujuan untuk mencapai manfaat yang optimal dan berkelanjutan. Konsep perikanan berkelanjutan memiliki tiga aspek penting yaitu ekologi, ekonomi dan sosial. Kebijakan berfungsi untuk mengatur keseimbangan ketiga aspek tersebut. Oleh karena itu penelitian ini meliputi tiga aspek keberlanjutan tersebut untuk membangun model perikanan tangkap yang berkelanjutan. PPN Prigi dipilih karena memiliki beberapa kendala dalam mencapai keberlanjutan perikanan, antara lain banyaknya unit penangkap ikan yang beroperasi dan berukuran sedang sehingga menekan sumberdaya pesisir, akses jalan menuju Prigi kurang mendukung perkembangan bisnis perikanan tangkap, dan belum ada visi bersama untuk membangun perikanan tangkap yang berkelanjutan diantara stakeholder. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan ikan unggulan di PPN Prigi, menghitung potensi ikan unggulan, menghitung kelayakan usaha unit penangkap ikan unggulan, memetakan kecenderungan persepsi stakeholder dan memberikan perumusan strategi dalam pembangunan perikanan tangkap berkelanjutan.

Metode untuk menentukan ikan-ikan unggulan dianalisis dengan metode skoring. Surplus production model (SPM) digunakan untuk mengkaji potensi ikan unggulan. Analisis cashflow yang terdiri dari profit, revenue cost ratio dan

payback period serta analisis investment criteria yang terdiri dari net present value, internal rate of return dan net benefit cost ratio digunakan untuk menghitung kelayakan usaha unit penangkap ikan. Perceptual map dengan analisis diskriminan ganda digunakan untuk memetakan kecenderungan persepsi

stakeholder terhadap keadaan sosial. Perumusan strategi dilakukan dengan analisis

strengths weaknesses opportunities threats (SWOT), dilanjutkan analisis balanced

scorecard untuk memberikan tolok ukur keberhasilan dalam pengelolaan

perikanan tangkap berkelanjutan.

Ikan unggulan yang terdapat di PPN Prigi adalah tuna, tongkol, cakalang, lemuru dan layang, kelimanya merupakan ikan pelagis. Ikan-ikan ini dominan ditangkap oleh alat tangkap purse seine, pancing tonda, gillnet dan payang. Berdasarkan perhitungan potensi, kelima ikan ini terindikasi telah mengalami

overfishing akibat kelebihan armada yang beroperasi (overeffort). Stok ikan yang dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai MSY untuk masing-masing ikan yaitu 1000,69 ton/tahun ikan tuna; 8853,01 ton/tahun ikan tongkol; 1056,56 ton/tahun ikan cakalang; 7497,64 ton/tahun ikan lemuru; dan 5324,21 ton/tahun ikan layang. Unit penangkapan ikan unggulan memiliki kelayakan usaha yang menguntungkan kecuali unit penangkapan payang secara IRR. Urutan prioritas unit penangkapan ikan ditinjau dari kelayakan usaha secara cashflow dan

investment criteria adalah purse seine dengan total keuntungan Rp

(8)

viii

ikan yang bergerombol. Sehingga cocok digunakan di Prigi yang yang memiliki ikan unggulan berupa ikan pelagis. Unit penangkapan gillnet memiliki prioritas kelayakan usaha kedua. Hal ini disebabkan rendahnya nilai investasi, selain itu unit penangkapan gillnet di Prigi juga membawa pancing tonda, sehingga memiliki pendapatan ganda dari kedua alat tangkap tersebut. Pancing tonda memiliki prioritas kelayakan usaha ketiga. Sedangkan payang memiliki prioritas terakhir, dimana dari semua kriteria, payang selalu menempati urutan terendah.

Persepsi antar stakeholder (nelayan, bakul/pedagang dan pihak pengelola) memiliki kecenderungan yang hampir sama, dilihat berdasarkan usia, tingkat pendidikan maupun pekerjaan. Persepsi ini diperlukan untuk memahami karakteristik stakeholder agar mudah untuk membangun visi bersama perikanan tangkap berkelanjutan.

Perikanan tongkol dan cakalang dengan purse seine serta perikanan tongkol dengan gillnet hendaknya menjadi perhatian utama karena masih berpotensi untuk dikembangkan jika dikelola dengan baik. Berdasarkan perhitungan SWOT, keberlanjutan perikanan di PPN Prigi memiliki lebih banyak kelemahan dan ancaman. Hal ini disebabkan secara ekologi stok ikan telah mengalami penurunan, secara ekonomi akses menuju Prigi sulit ditempuh dan secara sosial belum terbentuknya visi bersama dan koordinasi yang baik antar stakeholder. Hasil analisis balanced scorecard, menyatakan hal utama yang hendaknya dilakukan adalah memfokuskan Prigi untuk pembelajaran dan pertumbuhan. Hal yang dapat dilakukan antara lain perbaikan pengumpulan data, pengawasan yang intens dan penyuluhan mengenai keberlanjutan terhadap nelayan dan pedagang.

(9)

ix

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

xi

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN PELAGIS SECARA

BERKELANJUTAN DI PPN PRIGI, TRENGGALEK,

JAWA TIMUR

AGUSTIN ROSS

C452090041

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

xii

(13)

xiii

Judul Tesis : Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur

Nama Mahasiswa : Agustin Ross

NRP : C452090041

Program Mayor : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

xv

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pembuatan strategi untuk model pengelolaan berkelanjutan. Judul yang dipilih yaitu Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Eko Sri wiyono, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si selaku penguji luar komisi dan Prof. Dr. Mulyono S. Baskoro, M.Sc selaku Ketua Program Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap-IPB. Disamping itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Rustardi, A.Pi, M.Si Kepala PPN Prigi beserta seluruh staf yang telah banyak memberikan bantuan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah, mbak Lia dan mbak Ocha atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan, serta kepada teman SPT-TPT 2009 atas kebersamaan yang singkat. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2011

(16)
(17)

xvii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 15 Agustus 1985 dari ayah Drs. Abdullah. A. Rasyid dan ibu Mariyati, S.Pd. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis lulus Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Jember tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP)-Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) dan dinyatakan lulus S1 tahun 2008. Penulis sempat bekerja sebagai Admin Distributor Mayora periode Februari-Juli 2009.

(18)
(19)

xix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xvii

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxv

DAFTAR ISTILAH ... xxvii

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Kerangka Penelitian ... 4

1.4 Tujuan ... 6

1.5 Manfaat ... 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Pengelolaan Perikanan Tangkap ... 7

2.2 Konsep Keberlanjutan ... 8

2.3 Pengkajian Stok dengan Surplus Production Methods ... 10

2.4 Kelayakan Usaha pada Unit Penangkapan Ikan ... 11

2.5 Persepsi Stakeholder ... 12

2.5.1 Persepsi ... 12

2.5.2 Analisis perceptual maps ... 13

2.6 Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap ... 13

2.6.1 Strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) ... 14

2.6.2 Balanced scorecard ... 15

2.7 Beberapa Penelitian yang Telah Dilakukan ... 17

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

(20)

xx

3.3 Metode Analisis Data ... 21

3.3.1 Analisis skoring ... 21

3.3.2 Keberlanjutan ekologi: potensi ikan unggulan ... 22

3.3.3 Keberlanjutan ekonomi: kelayakan unit penangkapan ikan 24

3.3.4 Keberlanjutan sosial: persepsi stakeholder ... 27

5.3 Keberlanjutan Ekonomi: Kelayakan Usaha Unit Penangkap Ikan . 50

5.3.1 Unit penangkapan purse seine... 50

5.4.2 Persepsi stakeholder berdasarkan tingkat pendidikan ... 62

(21)

xxi

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 87

6.2 Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(22)
(23)

xxiii

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 20

2 Matriks kombinasi model yang akan difokuskan ... 29 3 Pembuatan matriks IFAS ... 30 4 Matriks SWOT ... 31 5 Jumlah dan jenis kapal di PPN Prigi periode 2000-2010 ... 37 6 Jenis dan jumlah alat penangkap ikan di PPN Prigi periode 2000-2010 ... 38 7 Produksi ikan di PPN Prigi periode 2000-2010 ... 40 8 Nilai produksi ikan di PPN Prigi periode 2000-2010 ... 41 9 Kriteria dan urutan prioritas untuk menentukan ikan unggulan ... 43 10 Potensi dan presentase kelebihan tangkap untuk tiap jenis ikan ... 50 11 Perbandingan kriteria kelayakan usaha unit penangkapan ikan pelagis

(24)
(25)

xxv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram kerangka pemikiran pengelolaan perikanan berkelanjutan di

PPN Prigi ... 5 2 Zona tumpang tindih kepentingan dalam pembangunan berkelanjutan

(26)
(27)

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN

(28)
(29)

xxix

DAFTAR ISTILAH

ABK : (Anak Buah Kapal) adalah orang yang bekerja di dalam kapal Berkelanjutan : berkesinambungan, berjalan terus-menerus tanpa mengganggu

siklus

CCRF : (Code of Conduct for Resonsible Fisheries) adalah standar internasional mengenai pola perilaku bagi praktek yang bertanggung jawab, dalam pengusahaan sumberdaya perikanan dengan maksud untuk menjamin terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan

CMSY : (Catch maximum sustainable yield) adalah jumlah potensi

maksimum lestari dari sumberdaya yang dihitung dan dapat dimanfaatkan tanpa menggangu keberlanjutannya secara ekologi

Df : (discount factor) adalah bilangan yang digunakan untuk

mengalikan suatu nilai di masa yang akan datang dapat dinilai pada saat ini

Eoptimum : (effort optimum) adalah jumlah unit penangkapan yang optimal untuk menangkap satu jenis ikan

GT : (Gross Tonage) adalah satuan ukuran kapal. Perhitungan GT

kapal ikan yang umum digunakan di Indonesia adalah volume total kapal x 0,25

IRR : (internal rate of return) adalah persentase nilai keuntungan yang diperoleh pada penanaman modal dibandingkan dengan tingkat suku bunga bank yang berlaku

Model : abstraksi atau penyederhanaan realitas sistem yang kompleks yang digambarkan dengan komponen-komponen yang relevan Net B/C : (net benefit cost ratio) adalah perbandingan antara keuntungan dengan biaya yang dikeluarkan selama umur teknis barang investasi

NPV : (net present value)adalah keuntungan total selama umur teknis

barang investasi yang dihitung pada saat ini

Pengelolaan : merupakan semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan untuk mencapai keberlanjutan

(30)

xxx

PP : (payback period) adalah jangka waktu pengembalian

sejumlah invetasi yang ditanamkan dalam suatu usaha

R/C : (revenue Cost Ratio) adalah berbandingan antara

pendapatan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan yang dihitung dalam satu tahun

Stakeholder perikanan : pihak yang terlibat dalam suatu sistem bisnis perikanan : total keuntungan dari suatu usaha yang dihitung dalam

(31)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (UU RI no. 45 2009). Selanjutnya pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa pengelolaan perikanan ditujukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa banyak kegiatan perikanan belum berjalan optimal, hal ini antara lain disebabkan oleh tidak efisiennya kegiatan penangkapan ikan, fasilitas-fasilitas pendukung perikanan yang belum terpenuhi dan sistem pengelolaan yang kurang optimal.

Bertolak dari kondisi yang ada, maka untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut perlu dikembangkan model pembangunan perikanan berkelanjutan. Konsep perikanan berkelanjutan memiliki tiga dimensi penting, yaitu: ekologi, ekonomi dan sosial. Keberlanjutan ketiga dimensi tersebut merupakan tipe ideal, artinya suatu tipe yang hanya berfungsi sebagai acuan teoritas karena dalam kenyataan secara empiris sulit ditemukan. Fungsi kebijakan (policy) merupakan upaya untuk mengatur proses tarik ulur sehingga ketiganya dalam kondisi seimbang (Satria 2004). Keberlanjutan salah satu faktor menjadi prasyarat bagi keberlanjutan faktor dimensi lain. Tanpa keberlanjutan ekologi maka kegiatan ekonomi akan terhenti sehingga akan berdampak pula pada kehidupan sosial masyarakat yang terlibat kegiatan perikanan. Tanpa keberlanjutan ekonomi, (misalnya rendahnya harga ikan yang tidak sesuai dengan biaya operasional) maka akan menimbulkan eksploitasi besar-besaran yang dapat merusak kehidupan ekologi perikanan dan terjadinya konflik. Begitu pula tanpa keberlanjutan kehidupan sosial para stakeholder perikanan maka proses pemanfaatan perikanan dan kegiatan ekonomi tidak dapat berlangsung optimal.

(32)

2

penelitian berjudul “Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya”; Suyasa (2007) melakukan penelitian “Keberlanjutan dan Produktivitas Perikanan Pelagis Kecil yang Berbasis di Pantai Utara Jawa”; Hermawan (2006) melakukan mengenai “Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil (Kasus Perikanan Pantai di Serang dan Tegal)” dan Nurani (2008) melakukan penelitian berjudul “Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Dari Potensi Daerah” (selengkapnya pada sub bab 2.8). Penelitian yang dilakukan oleh Suman terbatas pada keberlanjutan spesies udang dogol dengan memfokuskan pada aspek ekologi. Suyasa, Hermawan dan Nurani menilai keberlanjutan dari aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum kelembagaan. Hanya saja Suyasa dan Hermawan menggunakan teknik yang sama yaitu Rapfish sedangkan Nurani menggunakan pendekatan sistem. Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis hanya meliputi tiga aspek keberlanjutan yaitu ekologi, ekonomi dan sosial dengan menggunakan pendekatan model skoring konvensional.

Kabupaten Trenggalek terletak di perairan selatan Jawa Timur (WPP-RI 573) yang berbatasan dengan Samudera Hindia. Kabupaten Trenggalek memiliki 3 kecamatan yang terletak di wilayah pesisir pantai, yaitu kecamatan Watulimo, Munjungan dan Panggul. Wilayah pesisir Kabupaten Trenggalek memiliki potensi sumberdaya alam beragam diantaranya potensi tambang, hutan, perkebunan, pertanian, wisata alam dan perikanan (Kabupaten Trenggalek 2009). Luas laut yang dimiliki Kabupaten Trenggalek, 4 mil dari pantai sebesar 711,68 km2 (BPS 2010). Sektor perikanan memberikan kontribusi pada perekonomian Kabupaten Trenggalek sebesar 20% pada tahun 2000 (Dirjen Perikanan Tangkap 2003). Isu lingkungan pesisir yang berkaitan dengan ekologi sumberdaya ikan di perairan Kabupaten Trenggalek antara lain potensi IUU fishing dan pencemaran yang mengakibatkan rusaknya ekosistem pesisir. Sedangkan isu sosial perikanan tangkap yang terjadi adalah konflik penempatan rumpon (Kabupaten Trenggalek 2009).

(33)

3

terkonsentrasi di perairan teritorial. Hal ini disebabkan ukuran armada yang relatif kecil (<30GT), sehingga tidak mampu untuk beroperasi di perairan ZEEI dan terkonsentrasi pada perairan pantai. Jumlah alat tangkap yang banyak dan meningkat dari tahun ke tahun akan mengakibatkan sumberdaya pesisir mengalami tekanan secara ekologi yang lambat laun akan berdampak pada aspek lainnya. Akses jalan menuju Prigi yang sulit dilalui juga merupakan salah satu penghambat kegiatan ekonomi perikanan tangkap di Prigi. Aspek lain yang menjadi masalah dalam pengelolaan perikanan tangkap di Prigi adalah belum adanya visi bersama diantara para stakeholder perikanan.

Agar dapat mengatasi persoalan yang ada maka diperlukan suatu model pengelolaan sehingga diketahui baik/buruknya suatu konsep keberlanjutan perikanan. Untuk mengelola PPN Prigi secara berkelanjutan, perlu diketahui ikan unggulan apa saja yang terdapat di perairan tersebut. Hal ini disebabkan ikan unggulan merupakan ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan sehingga kelestariannya perlu untuk diperhatikan. Potensi ikan unggulan perlu dihitung agar dapat memanfaatkan sumberdaya ikan tanpa mengganggu keberlanjutan ekologinya. Selain itu kelayakan usaha dari tiap unit alat tangkap yang dominan beroperasi perlu dipertimbangkan karena berkaitan dengan keberlanjutan ekonomi masyarakat nelayan, yang merupakan tangan pertama perikanan tangkap. Di sisi lain persepsi kehidupan sosial perikanan tangkap stakeholder

perikanan perlu diketahui agar dapat memahami pandangan dari masing-masing

stakeholder. Model pengelolaan perikanan difokuskan pada perikanan yang masih memiliki kemungkinan untuk berkembang. Langkah selanjutnya adalah memberikan rumusan strategi beserta tolok ukur keberhasilan strategi untuk mendukung pengelolaan perikanan tangkap secara berkelanjutan.

1.2 Perumusan Masalah

(34)

4

daerah nursery ground, sangat mengkhawatirkan. Sejak awal tahun 2010 pendaratan ikan di PPN Prigi menurun drastis. Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi terjadinya overfishing di wilayah pesisir tersebut, selain masalah cuaca yang mengganggu kegiatan penangkapan. Akses jalan menuju Prigi juga merupakan salah satu penghambat kegiatan perikanan tangkap di Prigi. Akses jalan yang kurang baik menyebabkan kegiatan ekonomi, baik investasi maupun distribusi hasil perikanan menjadi lebih sulit. Aspek lain yang menjadi masalah dalam pengelolaan perikanan tangkap di Prigi yaitu belum adanya visi bersama mengenai keberlanjutan diantara para stakeholder perikanan. Sehingga arah pengelolaan perikanan tangkap belum memiliki tujuan yang sama.

Perumusan strategi/model pengelolaan perikanan pelagis berkelanjutan memerlukan uraian beberapa pertanyaan yang menjadi kunci langkah-langkah pengelolaan selanjutnya, yaitu:

1) Apa saja jenis ikan unggulan di PPN Prigi?

2) Berapa potensi ikan unggulan yang dapat dimanfaatkan secara optimal? 3) Bagaimana kelayakan usaha unit penangkapan ikan di PPN Prigi?

4) Bagaimana persepsi sosial perikanan tangkap oleh stakeholder di PPN Prigi? 5) Apakah fokus pengelolaan ikan pelagis dan bagaimana strategi yang cocok

untuk mengelola kegiatan perikanan secara berkelanjutan di PPN Prigi?

1.3 Kerangka Pemikiran

(35)

5

Gambar 1 Diagram kerangka pemikiran pengelolaan perikanan berkelanjutan di PPN Prigi.

Fokus model pengelolaan Kelayakan Usaha Kajian potensi

sumberdaya ikan

Persepsi stakeholder

Analisis cashflow dan

invesment criteria Surplus Production

Model

Perceptual Map

Balanced Scorecard

SWOT

Strategi Pengembangan Perikanan Berkelanjutan Kegiatan perikanan tangkap makin tidak efisien dan menuju over fishing, antara lain disebabkan:

1. Armada penangkapan yang banyak dan berukuran kecil 2. Akses jalan menuju Prigi kurang baik

3. Belum ada visi bersama diantara stakeholder untuk mengelola perikanan

Solusi?

Keberlanjutan Perikanan Perikanan tangkap

Ekonomi

(36)

6

1.4 Tujuan

Tujuan penelitian “Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur” adalah:

1) menentukan jenis ikan unggulan di PPN Prigi saat ini; 2) menghitung potensi ikan unggulan;

3) menghitung kelayakan usaha alat penangkap ikan unggulan yang dominan; 4) memetakan persepsi stakeholder mengenai aspek sosial di PPN Prigi;

5) menyusun model pengelolaan pembangunan perikanan berkelanjutan di PPN Prigi.

1.5 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, antara lain: 1) menjadi salah satu acuan pemodelan pengelolaan perikanan berkelanjutan di

perairan yang memiliki tipe/karakteristik seperti PPN Prigi

2) selanjutnya model ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi pemerintah daerah sebagai pengembangan perikanan tangkap di lokasi kajian 3) selain itu hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi penyusunan

(37)

7

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Pengelolaan Perikanan Tangkap

Model adalah abstraksi atau penyederhanaan realitas sistem yang kompleks dengan komponen-komponen yang relevan atau faktor-faktor yang dominan dari masalah yang dianalisis/diikutsertakan. Model menunjukkan hubungan-hubungan (langsung dan tidak langsung) dari aksi dan reaksi dalam pengertian sebab dan akibat. Karena sebuah model adalah suatu abstraksi realitas, maka model akan tampak kurang kompleks dibanding realitas itu sendiri. Pembentukan model dilakukan untuk menemukan variabel-variabel penting yang berkaitan atau menonjol. Teknik-teknik kuantitatif seperti statistik dan simulasi digunakan untuk menyelidiki hubungan yang ada diantara banyak variabel dalam suatu model (Mulyono 2002).

Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (UU no 45 2009 Pasal 1 ayat 7).

Naskah pembukaan hukum laut internasional United Nation Convention on

the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 (dalam Nurani 2010) telah mengisyaratkan,

(38)

8

Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang dicetuskan FAO tahun 1995 menyebutkan beberapa prinsip mengenai pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab serta himbauan bagi negara-negara lain untuk mengelola sumberdaya perikanannya. Butir-butir dalam prinsip-prinsip umum CCRF tersebut antara lain: 1) melindungi ekosistem perairan; 2) menjamin ketersediaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan; 3) pencegahan kondisi tangkap berlebih (overfishing); 4) rehabilitasi populasi perikanan dan habitat kritis; 5) mengupayakan konservasi; 6) penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan; 7) pengontrolan yang efektif terhadap upaya-upaya penangkapan di laut; 8) mencegah konflik antara nelayan skala kecil, menengah dan industri; 9) penjaminan mutu hasil tangkapan; 10) penjaminan terhadap keamanan dan keselamatan kapal, alat tangkap dan ABK; dan 11) manajemen pengelolaan perikanan tangkap yang terpadu antar instansi/lembaga (Wisudo dan Solihin 2008).

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai model dan pengelolaan perikanan tersebut maka model pengelolaan perikanan tangkap dapat diartikan sebagai penyederhanaan realitas sistem yang kompleks dengan menemukan variabel-variabel penting yang berkaitan atau menonjol di bidang perikanan yang dilakukan secara hati-hati dan berdasarkan pada kajian-kajian ilmiah, sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982 dan CCRF untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Pengelolaan sumberdaya perikanan menghendaki keterlibatan dari seluruh

stakeholder yang terlibat dalam pemaanfaatan sumberdaya perikanan, mulai dari perencanaan penyusunan program, pelaksanaan monitoring dan evaluasi (Nurani 2010).

2.2 Konsep Keberlanjutan

(39)

9

1) keberlanjutan ekonomi: pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri;

2) keberlanjutan lingkungan: sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi;

3) keberlanjutan sosial: keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender dan akuntabilitas politik.

Sumber: Pinfield G (1997) dalam www.trp.dundee.ac.uk

Gambar 2 Zona tumpang tindih kepentingan dalam pembangunan berkelanjutan diwakili modernisasi ekologi.

Tantangan untuk memelihara sumberdaya secara berkelanjutan merupakan permasalahan yang cukup kompleks dalam pembangunan perikanan. Sumberdaya perikanan dikategorikan sebagai sumberdaya yang dapat pulih, namun seberapa besar ikan yang dapat dimanfaatkan tanpa harus menimbulkan

(40)

10

dampak negatif di masa mendatang harus dipertimbangkan. Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam pembangunan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan kesejahteraan masyarakat perikanan itu sendiri (Adam et al. 2006).

2.3 Pengkajian Potensi Ikan dengan Analisis Surplus Production Model Sumberdaya ikan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat pulih namun bukan tidak terbatas. Sumberdaya dapat mengalami penipisan kelimpahan (abundance) bahkan kemusnahan (collapse) jika dibiarkan dalam keadaan nir-kelola. Pengkajian stok (stock assessment) dalam arti yang sebenarnya adalah mencakup segala upaya riset yang dilakukan untuk mengetahui respon sumberdaya ikan terhadap kebijakan pengelolaan, misalnya terhadap penambahan upaya penangkapan (jumlah dan atau ukuran kapal penangkapan, alat penangkapan ikan); terhadap pembatasan hasil tangkapan (jumlah ikan yang boleh ditangkap, ukuran ikan yang boleh ditangkap dan sebagainya) (Widodo, 2003).

Kompleksnya faktor-faktor yang berkaitan, menyebabkan pengelolaan sumberdaya ikan banyak menghadapi kendala, sehingga salah satu cara yang cukup memadai untuk mengkajinya dapat dilakukan melalui pendekatan pemodelan. Model merupakan sekumpulan pernyataan yang dirumuskan dengan baik yang dapat menggambarkan sistem yang kompleks dan memungkinkan adanya pernyataan-pernyataan yang tepat mengenai bagaimana komponen-komponen sistem tersebut berinteraksi. Model produksi digunakan untuk mengetahui apakah penangkapan masih berada dalam batas potensi lestari atau telah melewatinya. Model produksi surplus merupakan model yang populer dalam literatur perikanan dan telah digunakan selama lebih dari empat puluh tahun. Hal ini dikarenakan model produksi surplus relatif sederhana dan hanya membutuhkan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan time series yang relatif tersedia pada pusat penangkapan dan pendaratan ikan (Georgina et al

(41)

11

Hasil tangkapan

MSY

Upaya Penangkapan Sumber: Sparre & Venema 1999

Gambar 3 Model produksi surplus.

2.4 Kelayakan Usaha pada Unit Penangkapan Ikan

Salah satu cara untuk mengetahui keberlanjutan ekonomi adalah dengan perhitungan analisis keuangan. Analisis keuangan yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis finansial rugi-laba (cashflow) dan analisis investment criteria

untuk menilai kelayakan usaha pada unit penangkapan ikan.

Studi kelayakan usaha adalah kajian mengenai layak atau tidak layak suatu usaha untuk dijalankan serta menghindari suatu usaha dari kebangkrutan. Analisis finansial rugi-laba akan menggambarkan aliran dana yang keluar dan masuk dalam suatu usaha pada periode waktu tertentu. Struktur biaya yang diperhitungkan dalam analisis finansial rugi-laba, yaitu: 1) biaya investasi, yaitu biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan barang modal atau modal tetap; 2) biaya tetap, yaitu biaya yang selalu dikeluarkan dan tidak tergantung volume produksi; 3) biaya variabel, yaitu biaya yang dikeluarkan berdasarkan volume produksi. Alat analisis untuk penghitungan rugi-laba ada lima namun pada penelitian ini hanya tiga yang digunakan, yaitu: keuntungan, revenue cost ratio (R/C) dan

payback period (PP) (Hernanto 1989).

(42)

12

internal rate of return (IRR) dan net benefit cost ratio (Net B/C) (Kadariah et al

1999 dan Gray et al 2005).

2.5 Persepsi Stakeholder 2.5.1 Persepsi

Persepsi adalah proses seseorang menyeleksi dan menginterpretasi stimuli untuk membentuk deskripsi menyeluruh. Sifat abstrak dari persepsi menyebabkan deskripsi yang digambarkan oleh seseorang tidak objektif tetapi subjektif. Walaupun persepsi sulit diukur, untuk memperoleh gambaran persepsi seseorang tentang suatu objek terhadap objek lain secara relatif dapat dilakukan (Simamora 2005).

Definisi persepsi juga dinyatakan oleh sebagai penafsiran unik terhadap situasi dan bukan pencarian yang benar terhadap situasi (Marliyah et al. 2004). Proses persepsi meliputi interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan dan penafsiran yang semuanya tergantung pada penginderaan data. Karena persepsi melibatkan proses kognitif yang kompleks, maka melaluinya dapat dihasilkan gambaran unik tentang kenyataan yang kemungkinan berbeda dari kenyataannya. Persepsi sosial berhubungan secara langsung dengan cara individu melihat dan menilai orang lain, oleh karena itu proses persepsi sosial melibatkan orang yang melihat atau menilai dan orang yang dinilai.

Pembahasan mengenai persepsi sosial mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yang secara rinci adalah sebagai berikut (Simamora 2005):

1) faktor stimuli yang terdiri dari nilai, familiaritas, arti emosional dan intensitas;

2) faktor yang berhubungan dengan ciri-ciri khas kepribadian seseorang; 3) faktor pengaruh kelompok;

(43)

13

2.5.2 Analisis Perceptual Map

Perceptual map digunakan untuk mengelompokkan stakeholder apakah memiliki persepsi yang sama atau berbeda. Keunggulan pendekatan berdasar atribut yang digunakan pada perceptual map adalah lebih mudah membuat penamaan dimensi. Pendekatan berdasar atribut meminta responden untuk memeringkatkan jawaban. Perceptual map yang digunakan menggunakan analisis diskriminan ganda. Dimana variabel dependen yang digunakan adalah pertanyaan yang diajukan dan variabel independen adalah jawaban dari pertanyaan (Churchill 2005).

Menurut Simamora (2005) analisis diskriminan merupakan teknik yang akurat untuk memprediksi seseorang termasuk dalam kategori apa, dengan catatan data-data yang dilibatkan terjamin akurasinya. Analisis diskriminan digunakan dengan variabel dependen kategoris (skala ordinal atau nominal) dan variabel independen skala metrik (interval dan rasio).

2.6 Strategi Pengelolaan Perikanan Tangkap

Menurut Nikijuluw (2002) dikutip dalam Nurani (2008), sumberdaya perikanan harus dikelola dengan baik, karena sumberdaya perikanan sangat sensitif terhadap tindakan manusia. Pendekatan apapun yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya, jika pemanfaatan dilakukan secara berlebihan pada akhirnya sumberdaya akan mengalami tekanan secara ekologi dan akan menurun kualitasnya. Pengelolaan sumberdaya perikanan patut dilakukan supaya pembangunan perikanan dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan pembangunan dapat tercapai. Sumberdaya perikanan terdiri atas sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan, serta segala sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya. Oleh karena itu pengelolaan sumberdaya perikanan mencakup penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungannya, serta pengelolaan kegiatan manusia. Secara lebih ekstrim dapat dikatakan, manajemen sumberdaya perikanan adalah manajemen kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya.

(44)

14

dikemukakan oleh Chandler yang menyatakan strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumberdaya penting untuk mencapai tujuan tersebut. Pemahaman yang baik mengenai konsep strategi dan konsep-konsep lain yang berkaitan, sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun (Rangkuti 2001). Konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut:

1) distinctive competence: tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat melakukan kegiatan lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya;

2) competitive advantage: kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh

perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya.

2.6.1 Strengths weaknesses opportunities threats (SWOT)

Salah satu perumusan strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan sektor perikanan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan analisis berbagai faktor secara sistematis yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) serta meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti 2001). Berikut disajikan diagram analisis SWOT.

3. Mendukung strategi turn around 1. Mendukung strategi agresif

4. mendukung strategi defensive 2. Mendukung strategi diversifikasi

Sumber: Rangkuti 2005

Gambar 4 Diagram analisis SWOT. PELUANG

KEKUATAN KELEMAHAN

(45)

15

Keterangan dari masing-masing kuadran dalam gambar adalah sebagai berikut: kuadran 1 : merupakan situasi menguntungkan, dimana perusahaan memiliki

peluang dan kekuatan. Strategi yang diterapkan di situasi ini adalah kebijakan pertumbuhan yang agresif.

kuadran 2 : meskipun ada ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

kuadran 3 : fokus strategi dalam kuadran ini adalah meminimalkan masalah internal sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. kuadran 4 : merupakan situasi tidak menguntungkan karena dalam

menentukan dan melaksanakan suatu program terdapat berbagai kelemahan internal dan ancaman dari eksternal, sehingga strategi yang diusulkan adalah defensive.

2.6.2 Balanced scorecard

Pengukuran kinerja kebijakan strategis dilakukan dengan menggunakan

(46)

16

Sumber: Robert S Kaplan dan David P Norton 1996

Gambar 5 Balanced scorecard sebagai suatu kerangka kerja tindakan strategis.

Balanced scorecard merupakan tolok ukur keberhasilan yang dianalisis lebih lanjut dari tujuan strategis yang telah dihasilkan. Strategi dirumuskan menjadi empat perspektif, yaitu: 1) finansial; 2) pelanggan; 3) bisnis internal; serta 4) pembelajaran dan pertumbuhan (Nurani 2008).

Tiap perspektif dirinci visi dan dirumuskan seluruh sasaran strategis. Sasaran merupakan indikator kinerja dari tujuan strategis, yang disebut juga sebagai indikator ukuran hasil atau indikator akibat. Selanjutnya tolok ukur perlu diterjemahkan dalam target-target kuantitatif yang dapat dijangkau pada periode waktu tertentu. Umpan balik dapat diperoleh melalui evaluasi terhadap pencapaian target dari tolok ukur yang sudah ditetapkan. Target-target yang sudah ditetapkan perlu dicapai melalui langkah-langkah tindakan atau inisiatif. Inisiatif dalam balanced scorecard disebut sebagai indikator sebab. Indikator sebab ini merupakan langkah untuk mencapai indikator akibat. Sebagai salah satu contoh untuk mencapai tujuan strategis meningkatkan sarana dan prasarana produksi

(47)

17

berkualitas untuk optimalisasi produksi dan pemenuhan kebutuhan pasar ekspor sasaran (indikator akibat) yang diharapkan adalah pelabuhan berfungsi optimal sebagai penyedia sarana produksi, pemasaran dan fungsi pelayanan lain, sehingga inisiatif (indikator akibat) agar sasaran tercapai adalah dengan tersedianya dan kemudahan memperoleh input produksi serta pengembangan fasilitas pelabuhan (Nurani 2011).

2.7 Beberapa Penelitian yang Telah Dilakukan

Penelitian yang telah dilakukan mengenai pengelolaan perikanan maupun keberlanjutan perikanan menjadi bahan masukan untuk penelitian yang dilakukan. Beberapa penelitian tersebut, antara lain: Suman et al (2006) pada penelitian berjudul “Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya”. Kesimpulan yang diberikan pada penelitian ini adalah: 1) pola pemanfaatan sumberdaya udang dogol secara berkelanjutan di perairan Cilacap dan sekitarnya diusulkan tiga alternatif pola pemanfaatan yaitu penutupan musim penangkapan, pembatasaan upaya penangkapan dan penetapan kuota penangkapan. 2) penerapan pola pemanfaatan sumberdaya udang dogol secara berkelanjutan di perairan Cilacap dan sekitarnya dapat menjamin kelestarian sumberdaya, pemanfaatannya dalam waktu panjang dan meningkatkan kesejahteraan nelayan, disamping itu dapat mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial sebagai dimensi dari perikanan berkelanjutan.

(48)

18

Hermawan (2006) melakukan penelitian mengenai “Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil (Kasus Perikanan Pantai di Serang dan Tegal)”. Analisis yang digunakan adalah Rapfish. Hasil yang diperoleh menunjukkan perikanan jaring udang di Pasauran Serang berstatus cukup berkelanjutan namun perikanan payang bugis berstatus kurang berkelanjutan akibat rendahnya nilai pada dimensi teknologi. Sedangkan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Tegal untuk semua alat tangkap yang diteliti (jaring rampus, bundes dan payang gemplo) berstatus kurang berkelanjutan, terutama dari sisi ekologi.

(49)

19

3

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian berjudul “Model Pengelolaan Perikanan Pelagis secara Berkelanjutan di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur” ini dilakukan di PPN Prigi, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Pengumpulan data di lapangan dilakukan selama lebih kurang 1,5 bulan yaitu pada bulan Februari-Maret 2011. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi lapangan. Teknik penelitian lapangan yang sistematis meliputi wawancara pribadi, observasi, pengarsipan data dan survei melalui kuesioner. Penulis tidak sepenuhnya mengacu pada hasil yang disampaikan responden, namun menggabungkan dengan teknik lain sehingga diperoleh pandangan yang luas sebelum membuat kesimpulan. Teknik studi lapangan yang paling spopuler melibatkan penggunaan kuesioner. Penggunaan kuesioner berguna untuk mengurangi penyimpangan dan dan memperluas cakupan responden yang terlibat (Ivancevich et al 2005).

(50)

20

Penelitian ini bertujuan merumuskan strategi pada model pengelolaan yang cocok untuk keberlanjutan perikanan tangkap di daerah tersebut.

Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan wawancara stakeholder perikanan di Prigi menggunakan kuesioner. Data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan pengumpulan data

Tujuan Jenis

Data Sumber Data Cara Pengumpulan Data

Penentuan

Data 5 tahun teakhir mengenai jenis dan produksi ikan, rata-rata musim ikan dalam satu tahun dan tujuan utama pemasaran

Menghitung

Data 5 tahun terakhir mengenai jenis dan jumlah ikan yang didaratkan dan data jenis dan jumlah alat tangkap yang beroperasi

stakeholder terhadap kehidupan sosial

perikanan tangkap di PPN Prigi serta hubungan antar stakeholder (pertanyaan selengkapnya dapat dilihat pada sub sub bab 3.3.4).

Menyusun tangkap dari segi ekologi, ekonomi maupun sosial terbaru pada perikanan tangkap di PPN Prigi

(51)

21

Jumlah responden adalah 69 orang (10% dari tiap stakeholder) yang terdiri dari nelayan (alat tangkap purse seine, pancing tonda, gillnet dan payang), bakul/pedagang serta pengelola (pihak PPN Prigi, TPI, satker PSDKP, Perum PPS cabang Prigi dan Pol-Air). Khusus untuk nelayan, 10% dihitung dari jumlah kapal dengan asumsi persepsi nelayan dalam satu armada adalah sama.

Data sekunder yang dikumpulkan berupa laporan statistik perikanan PPN Prigi yang digunakan untuk menganalisis keberlanjutan ekologi dan penentuan ikan unggulan. Selain itu data sekunder lain yang dikumpulkan adalah data BPS (2010) dan laporan-laporan mengenai kondisi PPN Prigi untuk mendukung penulisan.

3.3 Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis skoring untuk menentukan ikan unggulan, prioritas kelayakan usaha alat penangkap ikan serta penentuan fokus model pengelolaan yang digunakan, analisis potensi sumberdaya ikan unggulan menggunakan surplus production model (SPM), analisis kelayakan usaha menggunakan cashflow dan investment criteria, analisis persepsi stakeholder menggunakan perceptual map dengan diskriminan ganda serta analisis perumusan strategi menggunakan strength weaknesses opportunities threats (SWOT) dan balanced scorecard. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah analisis perumusan strategi menggunakan strength weaknesses opportunities threats (SWOT), dilanjutkan dengan penentuan kebijakan jangka pendek untuk mendukung kebijakan jangka panjang menggunakan balanced scorecard. Analisis lainnya merupakan analisis pendukung untuk membuat perumusan strategi.

3.3.1 Analisis penentuan jenis ikan unggulan

Ikan unggulan adalah spesies target yang lebih diinginkan oleh stakeholder

karena memiliki beberapa kelebihan. Ikan unggulan yang dianalisis pada penelitian ini didasarkan pada kondisi yang ada saat ini. Suatu jenis ikan tidak selamanya menjadi unggulan yang utamanya dipengaruhi oleh permintaan pasar.

(52)

22

Asumsi awal ini digunakan karena produksi dan kontinuitas produk sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Terdapat enam jenis ikan yang masuk dalam kategori tersebut, yaitu: tongkol, layang, tuna, layur, lemuru dan cakalang.

Penentuan urutan prioritas ikan unggulan di PPN Prigi dihitung dengan menggunakan analisis skoring. Metode ini dapat digunakan untuk menilai beberapa aspek yang dianalisis dengan satuan yang berbeda. Penilaian beberapa kriteria (variabel) secara bersama menggunakan standardisasi nilai. Kriteria yang digunakan antara lain adalah produksi ikan, kontinuitas, nilai produksi dan tujuan utama pemasaran, keempatnya dianggap paling berpengaruh terhadap keunggulan jenis ikan. Setiap kriteria diberikan nilai dari yang tertinggi hingga terendah. Hal ini menunjukkan tingkat kualitas dari suatu satuan kriteria, selain itu dilakukan standardisasi nilai menggunakan fungsi nilai (Haluan & Nurani 1988). Standardisasi dengan fungsi nilai dapat dilakukan dengan rumus:

V (x) = 0 1 0 dimana:

V (x) = fungsi nilai dari variabel x X0 = nilai terendah dari kriteria x X1 = nilai tertinggi dari kriteria x

Fungsi V menunjukkan urutan prioritas. Alternatif ikan unggulan yang memiliki nilai V tertinggi merupakan ikan unggulan terpilih dari PPN Prigi.

3.3.2 Keberlanjutan ekologi: potensi ikan unggulan

Keberlanjutan ekologi merupakan hal dasar yang harus dilakukan dalam suatu konsep pembangunan keberlanjutan. Ekologi dalam perikanan tangkap merupakan hubungan timbal balik antara sumberdaya yang tersedia dengan pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan oleh manusia. Kajian stok sumberdaya perikanan menjadi penting untuk mengetahui berapa potensi ikan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.

(53)

23

jangka panjang (MSY). Model produksi surplus yang lebih sering digunakan adalah model Schaefer (Sparre dan Venema 1999).

Model Schaefer menghubungkan antara hasil tangkapan per-upaya penangkapan dengan upaya penangkapan sebagai berikut :

bE a

CPUE= − ………(1)

Hubungan antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan adalah :

2 bE aE

C= − ………...(2)

Nilai intersep (a) dan slope (b) diduga dengan model-model penduga parameter biologi dari persamaan produksi Schaefer yaitu:

(1) Equilibrium Schaefer

(5) Clark, Yoshimoto, dan Pooley (CYP)

(54)

24

Kelima model yang dikemukakan diatas, dipilih yang terbaik (best fit). Penilaian ini berdasarkan kesesuaian tanda dalam persamaan, pendekatan dengan koefisien determinasi (R2) terbesar dan model yang memiliki nilai validasi mendekati nol.

(1) nilai a dan b didapat melalui persamaan :

qk

(2) jumlah upaya penangkapan optimum yang diperlukan untuk mendapatkan hasil tangkapan lestari diperoleh dengan menurunkan persamaan dari hubungan antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan, yaitu :

bE

(3) Hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) diperoleh:

b

3.3.3 Keberlanjutan ekonomi: kelayakan unit penangkapan ikan

Manusia tidak terlepas dari masalah ekonomi yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perikanan tangkap membutuhkan keberlanjutan ekonomi agar dapat memenuhi kebutuhan hidup stakeholder dan konsumen. Keberlanjutan ekonomi perikanan tangkap di PPN Prigi pada penelitian ini dikaji dengan menghitung kelayakan usaha unit penangkapan ikan yang dominan menangkap ikan unggulan. Kelayakan usaha akan dihitung dengan analisis finansial cashflow

dan analisis investment criteria.

1) Analisis finansial cashflow

Perhitungan cashflow menggambarkan semua penerimaan dan pengeluaran perusahaan selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Alat analisis

(55)

25

(1) Analisis keuntungan digunakan untuk menghitung jumlah keuntungan yang diperoleh dalam suatu usaha. Jika bernilai negatif artinya usaha mengalami kerugian.

= TR – TC dimana:

= keuntungan/laba TR = total pendapatan TC = total biaya

(2) Revenue cost ratio (R/C) merupakan perbandingan pendapatan yang

diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan untuk menentukan layak atau tidaknya usaha yang dijalankan pada saat ini.

R/C = pendapatan/biaya kriteria:

R/C ratio < 1  usaha tidak layak R/C ratio = 1  usaha impas R/C ratio > 1  usaha layak

(3) Payback period (PP) adalah adalah perhitungan untuk mengetahui dalam kurun waktu berapa lama nilai investasi akan kembali, sehingga penghitungannya menggunakan rumus:

PP =

( )

2) Analisis investment criteria

Menurut Kadariah et al (1999) profitabilitas dapat dihitung dengan metode

discounted cash flow. Metode ini memperhatikan nilai waktu uang (time value of money) karena uang memiliki time preference (skala waktu).

(1) Future value (FV) atau nilai dimasa akan datang Rumus: FV = PV x (1+i)n

Compounding Factor : (1+i)n

(56)

26

(2) Present value (PV): Rumus: PV= FV / (1+i)n

Discount Factor : 1/ (1+i)n

Discount Factor ialah bilangan yang dapat digunakan untuk mengalikan suatu jumlah di waktu yang akan datang (FV) supaya menjadi nilai sekarang (PV).

Kriteria penilaian investasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 3 hal, yaitu (Kadariah et al 1999 dan Gray et al 2005):

(1) Net present value (NPV) bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh selama umur ekonomis proyek. NPV merupakan selisih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu, yang dinyatakan dengan rumus:

(1 ) =1

dimana :

Bt = manfaat (penerimaan) bruto pada tahun ke-t (Rp) Ct = biaya bruto pada tahun ke-t (Rp)

i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (i = 1, 2, 3, ..., n) kriteria:

NPV > 0, berarti usaha layak/menguntungkan

NPV = 0, berarti usaha mengembalikan biaya yang dikeluarkan/impas NPV < 0, berarti usaha tidak layak/rugi.

(2) Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga dari suatu usaha

IRR < i, berarti usaha tidak layak/rugi.

(57)

27

proyek. Net B/C merupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari penerimaan bersih yang bersifat positif (Bt–≤Ct > 0) dengan total nilai sekarang dari penerimaan yang bersifat negatif (Bt – Ct < 0), dengan rumus:

Net B/C = kriteria: Net B/C > 1, berarti usaha layak/menguntungkan

Net B/C = 1, berarti usaha pulang pokok/impas Net B/C < 1, berarti usaha tidak layak/rugi

3.3.4 Keberlanjutan sosial: persepsi stakeholder

Keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik (Fauzi 2004). Keberlanjutan dalam perikanan tangkap perlu memperhatikan kesetaraan pencapaian tujuan yang diharapkan oleh

stakeholder maupun pihak pemerintah sebagai pengelola. Keberlanjutan sosial dalam penelitian ini dikaji dengan mendeskripsikan persepsi stakeholder.

Perceptual map diperlukan untuk mengelompokkan dan mengetahui

kecenderungan responden berada pada kelompok yang sama atau tidak.

Analisis diskriminan ganda digunakan untuk memprediksi keanggotaan dari tiap responden yang dikategorikan berdasarkan usia, pendidikan dan pekerjaan dengan hasil akhir perceptual map. Perceptual map dihitung dengan software

SPSS. Langkah-langkah pembuatan analisis diskriminan menurut Simamora (2005) adalah 1) merumuskan masalah; 2) mengestimasi koefisien fungsi diskriminan; 3) memastikan signifikansi determinan; 4) menginterpretasi hasil; dan 5) menguji signifikansi analisis diskriminan.

(58)

28

akses pelabuhan (x5), peningkatan pelayanan pelabuhan (x6) dan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan (x7). Jumlah persamaan sama dengan jumlah variabel dependen dikurangi 1, dengan persamaan sebagai berikut:

D1 = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + . . . + bkXk dimana:

D1 = skor diskriminan

b = koefisien diskriminan atau bobot X = prediktor atau variabel independen

Model fungsi-fungsi yang digunakan dapat dipercaya akurat jika nilai hit ratio > proportional chance criterion.Hit ratio adalah persentase responden yang kelompoknya dapat diprediksi secara tepat, sedangkan proportional chance criterion adalah kesempatan klasifikasi dari setiap grup yang memiliki grup berukuran tidak sama (Simamora 2005). Rumus perhitungan nilai proportional chance criterion adalah sebagai berikut:

CPRO = p12 + p22 + pn2 dimana: CPRO = proportional chance criterion

p12,p22, pn2 = proporsi responden pada tiap grup

Pada persepsi berdasarkan usia, jumlah grup dibagi berdasarkan distribusi frekuensi dari data usia responden. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam distribusi frekuensi untuk data kuantitatif yaitu jumlah kelas, lebar kelas dan batas kelas (Supranto 2000). Jumlah kelas ditentukan dengan rumus:

k = 1+3,322 log n dimana: k = banyak kelas

n = jumlah observasi

Sedangkan rumus untuk menentukan interval/lebar kelas adalah:

c = 1

dimana:

c = perkiraan lebar kelas k = jumlah kelas

(59)

29

3.3.5 Model pengelolaan berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan harus didukung pengelolaan yang baik. Salah satu cara pengelolan perikanan tangkap adalah perumusan strategi yang tepat dan sesuai untuk suatu daerah. Perumusan model pengelolaan perikanan berkelanjutan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari perumusan strategi menggunakan SWOT. Selanjutnya perumusan strategi jangka panjang dan jangka pendek sebagai tolok ukur keberhasilan menggunakan analisis balanced scorecard.

1) Fokus model pengelolaan

Sebelum membuat perumusan strategi, pertama ditentukan model pengelolaan yang paling cocok menjadi fokus di Prigi. Model yang diperhitungkan merupakan matriks kombinasi dari ikan unggulan dengan alat penangkap ikan dominan di PPN Prigi, sehingga terdapat 20 kombinasi model (hasil dari kombinasi 5 jenis ikan dan 4 jenis unit alat penangkap ikan).

Analisis yang digunakan untuk membuat alternatif kebijakan diawali dengan membuat matriks kombinasi antara ikan unggulan dengan unit penangkapan ikan. Matriks kombinasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Matriks kombinasi model yang akan dikembangkan

API

Jenis ikan A B C dst

1 A1 B1 C1

2 A2 B2 C2

dst

Keterangan:

A, B, C, dst = jenis alat penangkap ikan 1,2, dst = jenis ikan unggulan

(60)

30

2) Perumusan strategi pengelolaan

Analisis yang digunakan untuk membuat perumusan strategi adalah analisis SWOT. Dasar pembuatan SWOT adalah hasil pengamatan dan wawancara yang kemudian dibagi menjadi dua analisis, yaitu analisis internal yang terdiri dari faktor kekuatan dan kelemahan serta analisis eksternal yang terdiri dari faktor peluang dan ancaman. Dari faktor-faktor tersebut dibuat matriks Internal Factors Analysis Summary (IFAS) dan External Factors Analysis Summary (EFAS) seperti Tabel 3.

Tabel 3 Pembuatan matriks IFAS

Faktor Internal Bobot Rating Bobot*Rating

1. Kekuatan ... ... 2. Kelemahan

... ...

Total 1,0

Langkah-langkah pembuatan matriks IFAS dan EFAS adalah sebagai berikut: (1) pengisian faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan pada IFAS serta peluang dan ancaman pada EFAS; (2) pembobotan pada kolom 2 antara 0-1, nilai 1,0 untuk faktor yang dianggap sangat penting dan 0,0 untuk faktor yang dianggap tidak penting; (3) pemberian nilai rating pada kolom 3. Rating adalah pengaruh yang diberikan faktor, nilai 1 untuk pengaruh yang sangat kecil dan nilai 4 untuk pengaruh yang sangat besar; (4) kolom 4 adalah hasil perkalian bobot dan rating; (5) menjumlah total skor yang didapatkan dari kolom 4. Nilai total menunjukkan reaksi organisasi terhadap faktor internal dan eksternal. Nilai 1,00-1,99 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya rendah, nilai 2,00-2,99 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya rata-rata, sedangkan nilai 3,00-4,00 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya kuat (Rangkuti, 2005).

(61)

31

pembuatan matriks SWOT adalah sebagai berikut: (1) merinci kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada kolom yang telah ada; dan (2) mencocokkan tiap pasang faktor sehingga terbentuk strategi SO, WO, ST dan WT dan mencatat semua strategi yang memungkinkan untuk dilaksanakan.

Tabel 4 Matriks SWOT

Tolok ukur keberhasilan strategi dianalisis dengan balanced scorecard.

Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran dan

pengendalian yang secara tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performa bisnis. Sistem balanced scorecard terdiri atas empat perspektif dilihat dari sisi internal dan eksternal. Sisi internal terdiri dari segi (1) finansial dan (2) bisnis internal, sedangkan sisi eksternal terdiri dari (3) pelanggan serta (4) pembelajaran dan pertumbuhan. Pengendalian perusahaan dapat dilakukan pada keempat perspektif tersebut dengan memfokuskan pada rasio-rasio kunci yang kritis dan strategis melalui target yang dapat dijangkau (Yuwono et al 2006 dalam Nurani 2011).

(62)

32

Prigi dengan menekankan pada model yang cocok dikembangkan, dengan misi mensejahterakan stakeholder dan rakyat dengan hasil perikanan.

(63)

33

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Trenggalek 4.1.1 Keadaan geografi

Kabupaten Trenggalek terletak di selatan Provinsi Jawa Timur tepatnya pada koordinat 111 24’ – 112 11’ BT dan 7 53’ – 8 34’ LS. Kabupaten Trenggalek memiliki luas wilayah daratan 1.261,40 km² dan luas laut 4 mil dari daratan adalah 711,68 km² (BPS Trenggalek 2010). Batas-batas wilayah Kabupaten Trenggalek yaitu:

sebelah utara : Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Tulungagung sebelah timur : Kabupaten Tulungagung

sebelah selatan : Samudera Hindia

sebelah barat : Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Ponorogo

Dua per tiga bagian dari luas wilayah Kabupaten Trenggalek terdiri dari tanah pegunungan dan sisanya merupakan tanah dataran rendah. Ketinggian tanahnya antara 0-690 m diatas permukaan laut (dpl). Bahan tambang yang terkandung dalam pegunungan tersebut antara lain mangan, marmer dan kaolin. Susunan explorasi tanah di Kabupaten Trenggalek terdiri dari lapisan tanah andosol dan latosol, mediteran grumosol dan regosol, aluvial dan mediteran. Lapisan tanah aluvial terbentang di sepanjang aliran sungai di bagian wilayah timur dan merupakan lapisan tanah yang subur dengan luas sekitar 10%-15% dari seluruh wilayah. Bagian selatan, barat laut dan utara, tanahnya terdiri dari lapisan mediteran bercampur dengan lapisan grumosol dan latosol. Lapisan tanah ini sifatnya kurang daya serapnya terhadap air sehingga menyebabkan lapisan tanah ini kurang subur (BPS Trenggalek 2010).

4.1.2 Pemerintahan dan penduduk

Kabupaten Trenggalek terbagi menjadi 14 Kecamatan dan 157 desa. Setiap desa dapat dikelompokkan menjadi 3 tingkat, yaitu desa swadaya, desa swakarya dan desa swasembada (BPS Trenggalek 2010).

(64)

laki-34

laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah 789.172 jiwa. Peningkatan penduduk ini berdampak terhadap kepadatan penduduk yang pada tahun 2008 berjumlah 625 jiwa/km2 menjadi 632 jiwa/km2 (BPS Trenggalek 2010).

Menurut data BPS Trenggalek (2010) sebagian besar penduduk Kabupaten Trenggalek berada pada usia muda. Artinya penduduk Trenggalek berpotensi sebagai penyedia tenaga kerja, namun kenyataannya hanya sedikit yang terserap. Jumlah pendaftar kerja pada tahun 2009 tercatat sebanyak 2.356 jiwa dan yang belum mendapat kerja 10.412 jiwa, sedangkan yang dapat terserap hanya 1.801 jiwa atau sekitar 14%. Sektor yang paling banyak digeluti penduduk adalah bidang pertanian, bidang jasa dan pegawai negeri.

Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia, Hongkong, Taiwan, Arab dan Singapura merupakan salah satu penyerap tenaga kerja. Menurut data Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial Kabupaten Trenggalek jumlah TKI asal Kabupaten Trenggalek berjumlah 374 jiwa pada tahun 2009. Semua TKI tersebut berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Kabupaten Trenggalek juga mentrasmigrasikan penduduknya ke Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah dan Maluku sebanyak 198 jiwa pada tahun 2009.

4.2 Keadaan Umum Perairan

Kabupaten Trenggalek memiliki potensi sumberdaya alam pada perairan laut, payau dan tawar. Luas zona ekonomi eksklusif (ZEE) adalah 35.558 km2 dan panjang pantai selatan Kabupaten Trenggalek kurang lebih 96 km yang sebagian besar pantainya berbentuk teluk yang terdiri dari Teluk Panggul, Teluk Munjungan dan Teluk Prigi yang merupakan teluk terbesar. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN Prigi) terdapat di area Teluk Prigi yang merupakan pusat berjalannya roda ekonomi perikanan (PPN Prigi 2006).

(65)

35

Pulau-pulau kecil terdata yang terdapat di wilayah perairan Kabupaten Trenggalek sebanyak 26 pulau. Peraturan Presiden RI no 78 tahun 2005 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar, menyatakan bahwa dari 92 pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dua diantara pulau terluar tersebut berada di wilayah Kabupaten Trenggalek yaitu pulau Panekan di Kecamatan Munjungan dan Pulau Sekel di Kecamatan Watulimo (Kabupaten Trenggalek 2009).

4.3 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPN Prigi

PPN Prigi terletak di Teluk Prigi, Kecamatan Watulimo. PPN Prigi dapat dicapai melalui jalan darat dari ibukota Trenggalek selama kurang lebih satu jam. Fasilitas jalan menuju Prigi kurang memadai dengan kondisi berkelok-kelok karena merupakan daerah pegunungan serta banyaknya jalan berlubang.

4.3.1 Fasilitas di PPN Prigi

Suatu Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan akan berfungsi dengan baik bila dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang meliputi fasilitas pokok, fungsional dan penunjang. Fasilitas yang termasuk fasilitas pokok adalah dermaga, kolam pelabuhan, alat bantu navigasi dan pemecah gelombang/breakwater (Lubis 2006). Fasilitas dermaga dan kolam pelabuhan yang tersedia di PPN Prigi ada dua, satu di bagian barat/kulon dan satu di bagian timur/wetan. Kolam pelabuhan bagian barat dibatasi breakwater sebelah timur (BW 03) dengan panjang sekitar310 m dan breakwater paralel di sebelah barat (BW 01 dan BW 02) sepanjang sekitar 165 m dan sekitar 175 m dengan kedalaman kolam 3,7 m. Dermaga barat digunakan untuk kapal-kapal berukuran sedang yaitu antara 20-30 GT yang kebanyakan berupa kapal purse seine dan beberapa tonda. Kolam pelabuhan bagian timur dibatasi breakwater yang terletak di selatan (BW 04) sepanjang sekitar 390 m dengan kedalaman kolam 2,4 m hingga 2,8 m (Adhicipta Engineering Consultant 2006). Dermaga timur digunakan untuk kapal berukuran lebih kecil yaitu <20 GT, berupa kapal tonda,

gillnet dan pancing ulur. Mulut kedua kolam pelabuhan menghadap ke barat dengan lebar mulut sekitar 100 m (Lampiran 1).

Gambar

Gambar 1 Diagram kerangka pemikiran pengelolaan perikanan berkelanjutan di PPN Prigi.
Gambar 2 Zona tumpang tindih kepentingan dalam pembangunan berkelanjutan diwakili modernisasi ekologi
Gambar 5 Balanced scorecard sebagai suatu kerangka kerja tindakan strategis.
Gambar 6 Lokasi penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jurnalistik online –disebut juga cyber journalisme – didefinisikan sebagai “pelaporan fakta atau peristiwa yang diproduksi dan.. didistribusikan melalui

Menurut Winkel (2004:198), layanan kon seling kelompok merupakan suatu proses antar pribadi yang dinamis, terpusat pada pikiran dan perilaku yang disadari, dibina dalam suatu

Bobot jenis ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer pada suhu 25°C (Depkes RI, 2000). Pijarkan perlahan-lahan hingga

Untuk menentukan kelompok mahasiswa sesuai dengan kemampuan mereka, ketika ada seleksi mahasiswa baru, pada tahap pengujian kemampuan baca al-Qur’an, maka nilai

Macam-macam cara sterilisasi dengan pemanasan yaitu pemanasan dalam nyala api, pemanasan dengan udara panas ( dry heat oven ), merendam dalam air mendidih (menggodog),

Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Ikatan Guru Bahasa Jerman Indonesia (IGBJI) Pusat Nomor: 04/IGBJI/U/2015 tanggal 20 Maret 2015 Tentang Penetapan Pengurus Ikatan

Selur uh data/ dokumen dimaksud dapat ditunjukkan pada saat pembuktian untuk ditel iti kebenar an dan keabsahannya dan 1 (satu) eksemplar salinan (copyan) dar i

III.Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konsultan dilaksanakan secara elektronik, dengan mengakses aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (aplikasi SPSE) pada Alamat Website