• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Earning Per Share, Kondisi Keuangan Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Earning Per Share, Kondisi Keuangan Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EARNING PER SHARE, KONDISI KEUANGAN

PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN DAN

UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PEMBERIAN OPINI

AUDIT GOING CONCERN

(Studi Empiris Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang

Terdaftar di BEI Periode 2010-2014).

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh :

ARIEF MULIAWAN

109082000070

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

I. IDENTITAS DIRI

1. Nama : Arief Muliawan

2. Tempat, Tanggal Lahir: DKI Jakarta 19 Juni 1991

3. Alamat : Komplek Japos Graha Lestari Blok E2 No. 26

Kelurahan : Jurangmangu Barat

Kecamatan : Pondok Aren

Kota Madya : Tangerang Selatan

Kode Pos : 15223

4. Telepon : 0896 5464 2627

5. Email : [email protected].

[email protected]

II. PENDIDIKAN

1. SDI Al Azhar 08 Kembangan (1997 – 2003)

2. SMP Al Azhar 10 kembangan (2003 – 2006)

3. SMAN 86 Jakarta (2006 – 2009)

4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2009 – 2016)

(7)

vii ABSTRACT

This study aims to find empirical bouts on the influence To empirically test the effect of earning per share to the administration of going concern audit opinion. To empirically examine the influence of corporate finance to administration going concern audit opinion. To empirically examine the effect of growth of the company to the administration of going concern audit opinion. To empirically examine the effect of firm size on the provision of going concern audit opinion.

This study used a sample of food and beverage companies and is listed on the Stock Exchange in the year 2010-2014 which is in Indonesia. The number of food and beverage companies sampled in this study is 12 companies with over 5 years of observation. This study is based on a purposive sampling method. Total sample of this study were 60 financial statements. Testing the hypothesis in this study using regression analysis techniques.

The results showed that the company's financial condition and growth of the company does not affect the audit opinion going condern. While Earning Per Share and the size of the company has an influence on the going concern audit opinion

(8)

viii

pemberian opini audit going concern. Untuk menguji secara empiris pengaruh

keuangan perusahaan terhadap pemberian opini audit going concern. Untuk

menguji secara empiris pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap pemberian

opini audit going concern. Untuk menguji secara empiris pengaruh ukuran

perusahaan terhadap pemberian opini audit going concern.

Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan makanan dan minuman dan terdaftar di BEI pada tahun 2010-2014 yang berada di Indonesia. Jumlah perusahaan makanan dan minuman yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 12 perusahaan dengan pengamatan selama 5 tahun. Penelitian ini

berdasarkan metode purposive sampling. Total sampel penelitian ini adalah 60

laporan keuangan. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi keuangan perusahaan dan

pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going condern.

Sedangkan Earning Per Share dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh

terhadap opini audit going concern

Kata kunci : earning per share, keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Assalammu ‘alaikum, Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil ‘alamin

Tiada kata yang patut saya sampaikan kecuali rasa syukut yang

sedalam-dalamnya ke hadirat Allah SWT Sang Pencipta Alam Raya, Yang Maha Agung,

Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : PENGARUH

EARNING PER SHARE, KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN,

PERTUMBUHAN PERUSAHAAN DAN UKURAN PERUSAHAAN

TERHADAP PEMBERIAN OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi Empiris Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2014). Skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi

Muhammad SAW, rahmatan lil ‘alamin yang telah mengubah kegelapan menjadi

terang benderang bagi kehidupan umat manusia di dunia maupun akhirat.

Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini

masih terdapat banyak kekurangan. Kesuksesan dan keberhasilan saya dalam

menyusun skripsi ini tak luput dari bantuan berbagai pihak, baik dari dosen,

keluarga maupun rekan-rekan seperjuangan. Dengan segenap kerendahan dan

ketulusan hati yang paling dalam, saya menyampaikan untaian beribu ucapan

(10)

x

moril maupun material yang telah diberikan selama ini, sehingga saya mampu

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Kakak tercinta Rezki Puji Lestari, yang senantiasa mendoakan dan

memberikan dukungan untuk kesuksesan saya.

3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini LC., MA., AK., CA selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Yesi Fitria selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA selaku Sekretaris Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA, selaku Dosen Pembimbing

yang senantiasa meluangkan waktunya untuk berdiskusi, member nasihat,

semangat, motivasi dan bimbingan terbaiknya selama penulisan skripsi ini.

Terima kasih atas ilmu yang telah bapak berikan.

7. Teman special Sinta Suciana Rahayu P, yang selalu memberikan dorongan

dan motivasi semangat dalam proses penyusunan skripsi ini.

8. Sahabat terbaik Widyadita Hasna Zulda yang memberikan masukan-masukan

saran dan informasi kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi

(11)

xi

9. Seluruh doesn dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan bantuan

kepada saya selama menempun masa studi.

10.Rekan-rekan seperjuangan Akuntansi 2009. Terima kasih telah menjadi teman

terbaik dalam menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sukses untuk kita semua aamiin.

11.Kepada pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terima

kasih telah banyak membantu, mendukung dan mendoakan saya dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Sehubungan dengan keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang dimiliki, saya

benar-benar menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

saya mengharapkan kritik dan saran yang difatnya membangun dari berbagai

pihak.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta 7 Juni 2016

(12)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

ABSTRACT ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

(13)

xiii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Yang Berhubungan Dengan Judul Penelitian ... 15

1. Signalling Theory (Teori Sinyal) ... 15

2. Agency Theory ... 17

3. Opini Audit ... 19

4. Kualitas Auditor ... 23

5. Opini Audit Going Concern ... 27

6. Earning Per Share (EPS) ... 33

7. Kondisi Keuangan Perusahaan... 40

8. Pertumbuhan Perusahaan ... 44

9. Ukuran Perusahaan ... 46

B. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis ... 50

1. Pengaruh Earning Per Share Terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern ... 50

2. Pengaruh kondisi keuangan perusahaan terhada pemberian opini audit going concern... 51

3. Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern ... 52

4. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern ... 52

5. Pengaruh earning per share, kondisi keuangan

perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan ukuran

(14)

xiv

BAB III METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 60

B. Metode Sampling ... 60

C. Metode Pengumpulan Data ... 63

D. Teknik Analisis Data ... 63

E. Pengujian Hipotesis ... 68

F. Operasional Variabel Penelitian ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian ... 74

1. Earning Per Share(EPS) ... 75

2. Kondisi Keuangan Perusahaan (X2) ... 76

3. Pertumbuhan Perusahaan(X3) ... 78

4. Ukuran Perusahaan (X4)... 79

5. Opini Going Concern (Y) ... 80

B. Uji Asumsi Klasik ... 81

1. Uji Normalitas ... 81

2. Uji Multikolinieritas ... 83

3. Uji Autokorelasi ... 85

4. Uji Heteroskedastisitas ... 87

C. Pengujian Hipotesis ... 88

(15)

xv

2. Uji Hipotesis ... 90

D. Pembahasan ... 92

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 98

B. Saran-saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(16)

xvi

No Keterangan Halaman

Tabel 2.1 Skala Besar Kantor Akuntan Publik ... 25

Tabel 2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 55

Tabel 3.1 Tabel Pengambilan Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi .... 67

Table 3.4 Operasional Variabel... 73

Tabel 4.1 Prosedur Pengambilan Sampel ... 74

Tabel 4.2 Hasil Earning Per Share(EPS) Tahun 2010-2014 ... 75

Tabel 4.3 Descriptive Statstics ... 76

Tabel 4.4 Hasil Kondisi Keuangan Perusahaan (X2) tahun 2010-2014 .. 76

Tabel 4.5 Descriptive Statstics ... 77

Tabel 4.6 Hasil Pertumbuhan Perusahaan(X3) tahun 2010-2014... 78

Tabel 4.7 Descriptive Statstics ... 79

Tabel 4.8 Hasil Ukuran Perusahaan (X4) tahun 2010-2014 ... 79

Tabel 4.9 Descriptive Statstics ... 80

Tabel 4.10 Hasil OpiniAudit Going Concern (Y) tahun 2010-2014 ... 80

Tabel 4.11 Descriptive Statstics ... 81

Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas ... 82

Tabel 4.13 Multikolinieritas ... 85

Table 4.14 Tabel Autokorelasi ... 86

Tabel 4.15 Hasil Analisis Parsial ... 87

(17)

xvii

Tabel 4.16 Hasil Analisis Simultan ... 88

Tabel 4.17 Hasil Uji Parsial ... 89

(18)

xviii

No Keterangan Halaman

Gambar 2.1 Pedoman Pernyataan Pendapat Going Concern ... 32

Gambar 2.2 Skema Kerangka Berfikir... 59

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Halaman

Lampiran 1 Sampel Data Penelitian ... 107

Lampiran 2 Tabulasi Data ... 108

(20)

1 A. Latar Belakang Masalah

Di era ekonomi modern seperti sekarang ini, perkembangan Indonesia

semakin pesat dapat dilihat dari banyaknya pembangunan di berbagai bidang

terutama sektor ekonomi. Untuk melakukan pembangunan suatu negara maka

memerlukan tambahan dana. Salah satu alternatif bagi perusahaan untuk

mendapatkan dana atau tambahan modal adalah melalui pasar modal. Menurut

Tandelilin (2007) pasar modal (capital market) adalah pertemuan antara pihak

yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan

cara memperjualbelikan sekuritas.

Pasar modal juga dapat diartikan sebagai pasar untuk berbagai

instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat

utang (obligasi), ekuitas (saham), reksa dana, instrument derivatif maupun

instrument lainnya. Pasar modal merupakan pendanaan bagi perusahaan

maupun institusi lain (misalnya pemerintah) dan sebagai sarana bagi kegiatan

berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan

prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.

Suatu perusahaan tidak akan selamanya berada dalam keadaan baik

atau selalu memperoleh laba yang tinggi. Sewaktu-waktu perusahaan akan

mengalami masa-masa sulit. Keadaan ini disebabkan oleh banyak faktor,

(21)

faktor-2 faktor lain dalam perusahaan itu sendiri seperti terjadinya korupsi dan tidak

tersedianya modal sehingga bisa mengakibatkan perusahaan bangkrut.

Masalah perekonomian suatu negara dapat ditandai dengan pergerakan

dunia bisnis di negara tersebut. Dunia bisnis dapat dijadikan indikator utama

untuk melihat apakah kondisi perekonomian negara itu dalam keadaan baik

atau buruk. Menurut Alexander Ramadhany (2004) bila pergerakan dunia

bisnis (perusahaan turun yang ditandai dengan melemahnya seluruh

instrument ekonomi yang ada menandakan kondisi ekonomi negara tersebut

dalam keadaan buruk.

Going concern adalah kemampuan suatu usaha dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan adanya going concern

maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya

dalam jangka panjang, dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Oleh

karenanya, adalah wajar jika manajemen menjadi pihak yang diandalkan

untuk membawa suatu perusahaan survive selama mungkin Januarti (2006).

Menurut Januarti (2006) going concern merupakan kelangsungan

hidup sebuah entitas bisnis. Suatu perusahaan diasumsikan tidak bermaksud

atau berkeinginan untuk melikuidisasi atau mengurangi secara materiil skala

usahanya, sehingga setiap perusahaan tidak hanya bertujuan untuk

menghasilkan keuntungan seoptimal mungkin, tetapi juga bertujuan untuk

(22)

3 Krisis multidimensi yaitu krisis ekonomi dan politik yang di alami di

negara-negara Asia termasuk Indonesia mengakibatkan banyak dampak bagi

kelangsungan perusahaan-perusahaan baik yang kecil maupun yang besar. Di

Indonesia tidak hanya krisis ekonomi dan politik yang mengakibatkan

kebangkrutan atau tidak berlangsungnya hidup perusahaan, akhir-akhir ini

banyak terjadi bencana alam yang mengakibatkan banyak perusahaan besar

maupun kecil menjadi financial distress dan bisa menjadi gulung tikar.

Sejak terjadinya krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi

dan politik pada pertengahan tahun 1997 sampai sekarang, membawa dampak

yang signifikan terhadap perkembangan dunia bisnis di Indonesia.

Perekonomian mengalami keterpurukan, sehingga banyak perusahaan yang

gulung tikar tidak bisa meneruskan usahanya. Tidak hanya perusahaan kecil

yang mengalami pailit, namun perusahaan besar juga tidak sedikit yang

akhirnya gulung tikar.

Dampak dari memburuknya kondisi ekonomi tersebut mengakibatkan

makin meningkatnya opini Qualified Going Concern dan Disclaimer untuk

penugasan tahun 1998. Auditor tidak bisa lagi hanya menerima pandangan

manajemen bahwa segala sesuatunya baik. Penilaian going concern lebih

didasarkan pada kemampuan perusahaan untuk melanjutkan operasinya dalam

jangka waktu 12 bulan ke depan. Untuk sampai pada kesimpulan apakah

perusahaan akan memiliki going concern atau tidak, auditor harus melakukan

(23)

4 Banyaknya kasus manipulasi data keuangan yang dilakukan oleh

perusahaan besar seperti Enron, Worldcom, Xerox dan lain-lain yang pada

akhirnya bangkrut, menyebabkan profesi akuntan publik banyak mendapat

kritikan. Auditor dianggap ikut andil dalam memberikan informasi yang salah,

sehingga banyak pihak yang merasa dirugikan. Atas dasar banyaknya kasus

tersebut, maka AICPA (2008) mensyaratkan bahwa auditor harus

mengemukakan secara eksplisit apakah perusahaan klien akan dapat

mempertahankan kelangsungan hidupnya sampai setahun kemudian setelah

pelaporan. Meskipun auditor tidak bertanggungjawab terhadap kelangsungan

hidup sebuah perusahaan tetapi dalam melakukan audit kelangsungan hidup

perlu menjadi pertimbangan auditor dalam memberikan opini.

Auditor mempunyai peranan penting dalam menjembatani antara

kepentingan investor sebagai pengguna laporan keuangan dan kepentingan

perusahaan sebagai penyedia laporan keuangan. Data perusahaan akan lebih

mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya apabila

laporan keuangan tersebutu mencerminkan kinerja dan kondisi perusahaan dan

telah mendapat pernyataan wajar dari auditor. Pernyataan auditor

dinungkapkan melalui opini audit. Dengan menggunakan laporan keuangan

yang telah diaudit, para pemakai laporan keuangan dapat mengambil

keputusan dengan benar sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya.

Masalah going concern suatu perusahaan merupakan hal yang sangat

penting untuk diketahui dan diungkapkan, agar perusahaan dapat mengambil

(24)

5

mempertahankan kelangsungan usahanya sehingga terhindar dari

kebangkrutan. Pengeluaran opini audit going concern ini sangat berguna bagi

para pemakai laporan keuangan untuk membuat keputusan yang tepat dalam

berinvestasi, karena ketika seorang investor akan melakukan investasi ia perlu

untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan, terutama yang menyangkut

tentang kelangsungan hidup perusahaan tersebut.

Hal ini membuat auditor mempunyai tanggung jawab yang besar untuk

mengeluarkan opini audit going concern yang konsisten dengan keadaan

sesungguhnya. Kajian atas opini audit going concern dapat dilakukan dengan

melihat kondisi internal perusahaan, opini audit tahun sebelumnya,

pertumbuhan perusahaan,dan ukuran perusahaan.

Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (2011) bahwa

keragu-raguan yang besar tentang kemampuan satuan usaha untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) merupakan keadaan

yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (atau bahasa

penjelasan lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat

Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), yang dinyatakan oleh

auditor. Opini audit dengan modifikasi going concern mengindikasikan bahwa

dalam penilaian auditor terdapat risiko perusahaan tidak dapat bertahan hidup.

ini membantu investor agar tidak mengambil tindakan atau kebijakan yang

(25)

6

Pengeluaran opini going concern yang tidak diharapkan oleh

perusahaan, berdampak pada kemunduran harga saham, kesulitan dalam

meningkatkan modal pinjaman, ketidakpercayaan investor, kreditur,

pelanggan, dan karyawan terhadap manajemen perusahaan. Hilangnya

kepercayaan publik terhadap citra perusahaan dan manajemen perusahaan

tersebut akan memberi imbas yang sangat signifikan terhadap keberlanjutan

bisnis perusahaan kedepan.

Memburuknya citra perusahaan serta hilangnya kepercayaan dari

kreditur akan menyulitkan perusahaan apabila perusahaan membutuhkan

tambahan dana guna membiayai operasional usahanya. Begitu juga dengan

pelanggan, hilangnya pelanggan akan mengakibatkan terhentinya bisnis

perusahaan. Bahkan yang lebih parah lagi adalah timbulnya persepsi

manajemen bahwa suatu laporan yang dimodifikasi dapat mempercepat

perusahaan mengalami kebangkrutan.

Kelangsungan hidup suatu usaha selalu dihubungkan dengan

kemampuan manajemen dalam mempertahankan usahanya dalam jangka

waktu panjang, oleh karena itu, wajar jika yang pertama kali disalahkan yaitu

manajemen. Namun, hal tersebut berpotensi besar melebar kepada auditor.

Melalui opininya, auditor yang terangkum untuk mengungkapkan

kelangsungan usahanya. Opini audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan

(26)

7 Penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi penerimaan opini

audit going concern telah banyak dilakukan di Indonesia. Agra dan Wedari

(2007) menemukan bukti empiris bahwa kualitas audit dan pertumbuhan

perusahaan tidak berpengaruh signifikan, kondisi keuangan dan ukuran

perusahaan berpengaruh negatif, sedangkan opini audit tahun sebelumnya

berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern.

Earning Per Share (EPS) atau laba per lembar saham adalah tingkat

keuntungan bersih untuk tiap lembar saham yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Laba per lembar saham atau Earning Per Share

(EPS) diperoleh dari laba yang tersedia bagi pemegang saham dibagi dengan jumlah rata-rata saham yang beredar. Jadi, Earning Per Share (EPS) digunakan sebagai alat analisis untuk mengetahui tingkat profitabilitas sebuah perusahaan.

Kondisi keuangan perusahaan merupakan tingkat kesehatan

perusahaan sesungguhnya. Pada perusahaan yang sakit banyak ditemukan

masalah going concern. Menurut Mckeown et.al (2001) menyatakan bahwa

semakin kondisi perusahaan terganggu atau memburuk maka akan semakin

besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern.

Sebaliknya pada perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan

auditor tidak pernah mengeluarkan opini audit going concern.

Pertumbuhan perusahaan dapat dilihat dari seberapa baik perusahaan

mempertahankan posisi ekonominya dalam industri maupun kegiatan ekonomi

secara keseluruhan (Setyarno et al, 2006). Perusahaan yang mempunyai

pertumbuhan laba yang tinggi cenderung memiliki laporan sewajarnya,

(27)

8 Terkait dengan pentingnya opini audit yang dikeluarkan, auditor harus

bertanggung jawab untuk mengeluarkan opini audit going concern yang

konsisten dengan kondisi yang sebenarnya. Ada beberapa faktor yang dapat

dikaji sebagai faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going

concern, yaitu kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun

sebelumnya, dan pertumbuhan perusahaan. Adapun definisi dari

masing-masing faktor tersebut dideskripsikan dalam paragraf selanjutnya.

Menurut penelitian Santoso dan Wedari (2007) kualitas audit yang

baik akan menghasilkan informasi yang sangat berguna bagi para pemakai

laporan keuangan dalam hal pengambilan keputusan. Auditor yang

mempunyai kualitas audit yang baik lebih cenderung akan mengeluarkan opini

audit going concern apabila klien mengalami masalah going concern.

Penelitian Mutchler et. al. (1997) dalam Santoso dan Wedari (2007)

menemukan bukti univariat bahwa auditor big four lebih cenderung

menerbitkan opini audit going concern pada perusahaan yang mengalami

financial distress dibandingkan auditor non big four. Auditor skala besar dapat

menyediakan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan auditor skala kecil,

termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern. Semakin besar skala

auditor, akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini

audit going concern.

Menurut penelitian Ramadhany (2004) dalam penelitian Santosa dan

Wedari (2007) kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat

(28)

9 atau memburuk, maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan

menerima opini audit going concern. Sebaliknya pada perusahaan yang tidak

pernah mengalami kesulitan keuangan auditor tidak pernah mengeluarkan

opini audit going concern.

Menurut penelitian Ramadhany (2004) dalam penelitian Aisiah (2012)

hal ini konsisten dengan bukti empiris yang menyatakan bahwa semakin

kondisi keuangan perusahaan terganggu atau memburuk, maka akan semakin

besar probabilitas perusahaan menerima opini audit going concern dan

sebaliknya pada perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang sehat,

maka probabilitas untuk menerima opini audit going concern akan semakin

kecil.

Opini audit going concern yang telah diterima auditee pada tahun

sebelumnya akan menjadi faktor pertimbangan yang penting bagi auditor

dalam mengeluarkan opini audit going concern tahun berjalan jika kondisi

keuangan auditee tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan atau tidak adanya

rencana manajemen yang dapat direalisasikan untuk memperbaiki kondisi

perusahaan. Penelitian Ramadhany (2004) dalam penelitian Aiisiah (2012)

memperkuat pernyataan ini dengan menemukan bukti empiris yang

menyatakan bahwa opini audit going concern yang diterima suatu perusahaan

pada tahun sebelumnya berpengaruh terhadap kecenderungan penerimaaan

(29)

10 Suatu perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan yang positif

memberikan indikasi bahwa perusahaan lebih mampu untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya dan kemungkinan perusahaan terhadap kebangkrutan

adalah kecil. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan

perusahaan, maka akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk

menerbitkan opini audit going concern. Sementara itu perusahaan dengan

rasio pertumbuhan penjualan negatif mengindikasikan kecenderungan yang

lebih besar ke arah kebangkrutan, sehingga apabila manajemen tidak segera

mengambil tindakan perbaikan, maka perusahaan dimungkinkan tidak akan

dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Bukti bahwa keputusan opini going concern sebelum terjadinya

kebangkrutan secara signifikan berkorelasi dengan probabilitas kebangkrutan

dan variabel lag laporan audit serta informasi berlawanan yang ekstrim

(contrary information), seperti default. Jika default ini telah terjadi atau proses

negosiasi tengah berlangsung dalam rangka menghindari default selanjutnya,

auditor mungkin cenderung untuk mengeluarkan opini going concern.

Berbeda dengan Eko Januarti dan Faisal (2006) yang mendapatkan bukti

bahwa kondisi keuangan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh

signifikan sedangkan kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak

berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit Going Concern.

Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini adalah :

Apakah Earning Per Share, Kondisi Keuangan Perusahaan, Pertumbuhan

(30)

11 Concern (Studi Empiris Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang

Terdapat di BEI Periode 2010-2014).

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

serta adanya ketidakseragaman hasil penelitian, peneliti ingin meneliti

kembali faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan penerimaan opini

going concern. Penelitian ini mengacu pada penelitian Badingatus Solikah

(2007). Namun perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu :

1. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan variabel

tambahan seperti EPS dan ukuran perusahaan.

2. Periode tahun penelitiannya. Penelitian Badingatus Solikah (2007)

menggunakan perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek

Indonesia (BEI) selama tahun 2003-2007, sedangkan penelitian ini

menggunakan perusahaan makanan dan minuman yang tercatat di Bursa

Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2010-2014. Adapun alasan pemilihan

perusahaan makanan dan minuman adalah untuk menghindari adanya

industrial effect yaitu risiko industri yang berbeda antar suatu sektor

industri yang satu dengan yang lain.

3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini lebih banyak dibanding

dengan penelitian yang dilakukan Badingatus Solikah.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, permasalahan

(31)

12

1. Apakah earning per share berpengaruh terhadap pemberian opini audit

going concern?

2. Apakah faktor keuangan perusahaan berpengaruh terhadap pemberian

opini audit going concern?

3. Apakah faktor pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap pemberian

opini audit going concern?

4. Apakah faktor ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pemberian opini

audit going concern?

5. Apakah faktor earning per share, keuangan perusahaan , pertumbuhan

perusahaan dan ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap

pemberian opini audit going concern?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk menguji secara empiris pengaruh earning per share terhadap

pemberian opini audit going concern.

2. Untuk menguji secara empiris pengaruh keuangan perusahaan terhadap

pemberian opini audit going concern.

3. Untuk menguji secara empiris pengaruh pertumbuhan perusahaan

terhadap pemberian opini audit going concern.

4. Untuk menguji secara empiris pengaruh ukuran perusahaan terhadap

(32)

13

5. Untuk menguji secara empiris pengaruh secara simultan earning per

share, keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan ukuran

perusahaan terhadap pemberian opini audit going concern.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat seperti :

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Perusahaan

Sebagai bahan informasi pelengkap atau masukan sekaligus

pertimbangan bagi pihak-pihak berwenang yang berhubungan dengan

penelitian ini dalam menetapkan kebijakan.

b. Bagi Investor

Sebagai bahan informasi mengenai hal-hal yang mempengaruhi

pertimbangan investor untuk melakukan investasi pada perusahaan.

c. Bagi Auditor

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi auditor

dalam hal pengembangan akuntabilitas dan profesionalisme.

d. Bagi KAP

Kantor Akuntan Publik untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang

dapat digunakan untuk pemberian opini audit, terutama terhadap opini

(33)

14

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi Peneliti

Untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dan untuk

menambah pengetahuan penulis dalam bidang auditing dan akuntansi

keuangan, khususnya tentang keputusan opini audit.

b. Bagi Praktisi Akuntan Publik Terutama Bagi Auditor

Sebagai bahan informasi dalam memberikan penilaian keputusan opini

audit yang mengacu pada kelangsungan hidup (going concern)

perusahaan di masa yang akan datang. Hal ini dengan memperhatikan

kondisi keuangan dan non keuangan pada perusahaan.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai tambahan informasi dan masukan untuk membantu

memberikan gambaran yang lebih jelas bagi para peneliti yang ingin

(34)

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Yang Berhubungan Dengan Judul Penelitian 1. Signalling Theory (Teori Sinyal)

Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis

karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau

gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa

yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan

bagaimana pesaraan efeknya. Informasi yang lengkap, akurat dan tepat

waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis

untuk mengambil keputusan investasi. Apabila pengumuman tersebut

mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada

waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar

ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham pada waktu informasi

diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut,

dimana pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan

menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau

sinyal buruk (bad news).

Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi

investor, maka terjadi perubahan dalam harga saham saham, dimana harga

saham menjadi naik. Pengumuman informasi akuntansi memberikan sinyal

(35)

16 (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan

saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalu

perubahan dalam harga saham. Dengan demikian hubungan antara

publikasi informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun

social politi terhadap fluktuasi harga saham dapat dilihat dalam efisiensi

pasar.Efisiensi pasar merupakan konsep dasar yang bisa membantu kita

memahami bagaimana sebenarnya mekanisme harga yang terjadi di pasar

modal. Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai

dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak

eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah

karena asimetri antara perusahaan dan pihak luar, karena perusahaan

mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan

datang daripada pihak luar (investor, kreditor). Asimetri informasi dapat

terjadi di antara dua kondisi ekstrem yaitu perbedaan informasi yang kecil

sehingga tidak mempengaruhi manajemen, atau perbedaan yang sangat

signifikan sehingga dapat berpengaruh terhadap manajemen dan harga

saham (Sartono, 2006). Teori sinyal juga mengemukakan tentang

bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada

pengguna laporan keuangan.Sinyal ini berupa informasi mengenai kondisi

perusahaan kepada pemilik atau pihak yang berkepentingan lainnya

(contoh : investor). Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui

pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan, laporan apa

(36)

17 pemilik., atau bahkan dapat berupa promosi serta informasi lain yang

menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari perusahaan lain.

2. Agency Theory

Agency Theory merupakan konsep yang menjelaskan hubungan

kontraktual antara principals dan agents. Pihak principals adalah pihak

yang memberikan mandat kepada pihak lain yaitu agent, untuk melakukan

semua kegiatan atas nama principal dalam kapasitasnya sebagai pengambil

keputusan (Sinkey, 1992:78; Jansen dan Smith, 1984:7). Dalam hubungan

keagenan manajer sebagai pihak yang memiliki akses langsung terhadap

informasi perusahaan, seperti kreditor dan investor. Dimana ada informasi

yang tidak diungkapkan oleh pihak manajemen kepada pihak eksternal

perusahaan, termasuk investor. Untuk memperkecil asimetris informasi,

maka pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk

memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan

kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Upaya ini

menimbulkan apa yang disebut sebagai agency cost, yang menurut teori

ini harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk mengurangi

kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan setara dengan peningkatan

biaya enforcement nya. Agency cost ini mencangkup biaya untuk

pengawasan oleh pemegang saham, biaya yang dikeluarkan oleh

manajemen untuk menghasilkan laporan yang transparan, termasuk biaya

audit yang independen dan pengendalian internal serta biaya yang

(37)

18 sebagai bentuk bonding expenditures yang diberikan kepada manajemen

dalam bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk tujuan menyelaraskan

kepentingan manajemen dengan pemegang saham. B. Theory Legitimacy

Menurut Haniffa et al., (2005) (dalam Riswari, 2012), dalam legitimacy

theory perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan

kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan

menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan

perusahaan. Oleh karena itu perusahaan semakin menyadari bahwa

kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan

dengan masyarakat dan lingkungan dimana perusahaan tersebut

menjalankan setiap aktivitasnya. Menurut Haniffa et al (2005) (dikutip

dari Sayekti dan Wondabio, 2007), jika terjadi ketidakselarasan antara

sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan

akan kehilangan legitimasinya dan selanjutnya akan mengancam

kelangsungan hidup perusahaan. Keselarasan antara tindakan organisasi

dan nilai-nilai masyarakat ini tidak selamanya berjalan seperti yang

diharapkan. Tidak jarang akan terjadi perbedaan potensial antara

organisasi dan nilai-nilai sosial yang dapat mengancam legitimasi

perusahaan bahkan dapat membuat perusahaan tersebut ditutup. 14 Oleh

karena itu perusahaan harus bersikap responsif atas perkembangan yang

terjadi di masyarakat untuk mengurangi adanya legitimacy gap.

Memberikan informasi mengenai corporate social responsibility

(38)

19 legitimasi dalam masyarakat. Perusahaan dapat menyampaikan kinerja

sosial yang telah dilakukannya melalui laporan tahunan perusahaan, media

massa, website perusahaan, maupun laporan terpisah mengenai kinerja

sosial perusahaan (Sari dan Kurniasih, 2012).

3. Opini Audit

Dalam melakukan penugasan umum, auditor ditugasi memberikan

opini atas laporan keuangan perusahaan. Opini yang diberikan merupakan

pernyataan kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan

dan hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima

umum (SPAP, alenia 1 tahun 2004).

Pendapat atau opini audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari laporan audit. Laporan audit penting sekali dalam suatu audit atau

proses atestasi lainnya karena laporan tersebut menginformasikan pemakai

informasi tentang apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang

diperolehnya. Laporan keuangan merupakan sarana bagi auditor untuk

menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk

tidak menyatakan pendapat.

Terdapat lima jenis pendapat auditor menurut Mulyadi (2002:416),

yaitu:

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)

Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor

menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam

(39)

20 umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa

pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut ini terpenuhi:

a. Semua laporan neraca, laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan

laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan.

b. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat

dipenuhi oleh auditor.

c. Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah

melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan

untuk melakukan tiga standar pekerjaan lapangan.

d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi

berterima umum di Indonesia.

e. Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah

paragraph penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.

2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas

(unqualified opinion with explanatory language)

Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf

penjelas atau bahasa penjelas yang lain dalam laporan audit, meskipun

tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan

keuangan auditan. Paragaraf penjelas dicantumkan setelah paragraf

pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya

suatu paragraph penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit

(40)

21

a. Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.

b. Keraguan besar tentang kelangsungan hidup.

c. Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi

yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.

d. Penekanan atas suatu hal.

e. Laporan audit yang melibatkan auditor lain.

3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)

Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee

menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang

material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia,

kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar

dengan pengecualian diberikan kepada perusahaan yang berada dalam

kondisi sebagai berikut:

a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adnya pembatasan

terhadap lingkup audit.

b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari

prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak

material, dan dia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat

tidak wajar.

4. Pendapat tidak Wajar (adverse opinion)

Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan

keuangan auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan

(41)

22

5. Tidak memberikan pendapat (disclaimer of Opinion)

Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika dia tidak

melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan

auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga

diberikan apabila dia dalam kondisi tidak independen dalam

hubungannya dengan klien Mulyadi (2002).

Auditor mempunyai tanggung jawab untuk menilai apakah

terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan satuan usaha dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas.

Pada saat auditor menemukan adanya keraguan terhadap kemampuan

klien untuk melanjutkan usahanya, auditor harus memberikan opini

audit dengan modifikasi mengenai going concern, auditor diijinkan

untuk memilih apakah akan mengeluarkan unqualified modified report

atau disclaimeropinion.

Menurut PSAK 29, bahwa keraguan yang besar tentang

kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan

hidupnya merupakan keadaan yang mengharuskan auditor menambah

paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan audit,

meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian,

yang dinyatakan oleh auditor. Istilah bahasa digunakan untuk

mencakup paragraf, kalimat, frasa dan kata yang digunakan oleh

akuntan publik untuk mengkomunikasikan hasil auditnya kepada

(42)

23 4. Kualitas Auditor

Konsep kualitas auditor dapat dilihat dari dua aspek, yaitu reputasi

auditor dan independensi auditor dan kliennya. KAP adalah satu dari

banyak organisasi bisnis yang bergerak disektor jasa, merupakan dunia

industrial jasa yang relatif kompetititf. Lingkungan ekstrenal audit

dicirikan oleh kompetisi yang intens, tekanan fee dan pertumbuhan yang

lambat untuk berkompetisi secara sukses dalam lingkunagan KAP harus

secara kontinyu berusaha keras untuk melampaui harapan klien dan

memaksimalkan kepuasan klien, dengan cara memahami atribut penentu

kepuasan klien.

Dalam keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No

43/KMK/017/1997 tentang jasa Kantor Akuntan Publik, pasal 1 butir b,

mendefinisikan Kantor Akuntan Publik sebagai berikut : “Lembaga yang

memiliki izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi Akuntan Publik

dalam menjalankan pekerjaannya”. Arens, Alvin A, James L. Loebbecke.

(2003) menatakan ukuran Kantor Akuntan Publik berkisar dari yang

mempunyai satu orang staf sampai ribuan staf dan partner. Ada 4 ukuran

kategori akuntan publik, yaitu :

a) Kantor Akuntan Publik Internasional

Ada empat Kantor Akuntan Publik terbesar di Amerika Serikat

yang disebut Kantor Akuntan Publik Internasional dengan julukan

The Big Four” masing-masing memiliki kantor disetiap kota besar di

(43)

24

termasuk Indonesia. Kelompok ini sempat dikenal sebagai “Delapan

Besar”, dan berkurang menjadi “Lima Besar “melalui serangkaian

kegiatan marger. Lima Besar menjadi Empat Besar setelah keruntuhan

Arthur Andersen pada 2002, karena terlibatnya dalam Skandal Enron.

Kantor akuntan Arthur Andersen didakwa melawan hukum

karena menghancurkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

pengauditan Enron, dan menutup-nutupi kerugian jutaan dolar dalam

Skandal Enron yang meledak pada tahun 2001.

Hasil keputusan hukum secara efektif menyebabkan

kebangkrutan global dari bisnis Arthur Andersen. Kantor-kantor

koleganya di seluruh dunia yang berada di bawah bendera Arthur

Andersen seluruhnya dijual dan kebanyakan menjadi anggota kantor

akuntan internasional lainnya. Di Britania Raya, para partner Arthur

Andersen setempat kebanyakan bergabung dengan Ernst & Young dan

Deloitte Touche Tohmatsu. Di Indonesia, para partner Arthur

Andersen pada akhirnya bergabung dengan Ernst & Young.

Bangkrutnya Arthur Andersen meninggalkan hanya empat

kantor akuntan internasional di seluruh dunia, yang menyebabkan

masalah besar bagi perusahaan-perusahaan internasional besar, karena

mereka diharuskan untuk menggunakan kantor akuntan yang berbeda

(44)

25 Karena itu, hilangnya salah satu kantor akuntan besar itu telah

menurunkan tingkat kompetisi di antara kantor-kantor akuntan dan

menyebabkan meningkatnya beban akuntansi bagi banyak klien.

Keempat Kantor Akuntan Publik ini menyelenggarakan audit-audit

bagi hampir semua perusahaan raksasa di Amerika Serikat dan seluruh

dunia dan perusahaan lainnya yang lebih kecil. Sesuai ketentuan yang

berlaku di Indonesia, The Big Four diwakili kepentingannya oleh

Kantor Akuntan Publiknya di Indonesia, adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1

Skala Besar Kantor Akuntan Publik The Big Four Mitra di Indonesia Price Weterhous Cooperrs

Ernest & Young

Deloitte Touche Tohmatsu KPMG

Haryanto Sahari & Rekan

Purwantono, Sarwoko &

Sandjada

Osman Bing Satrio dan Rekan Sidharta, Sidharta & Widjaja

Sumber : Annual Report, 2009

b) Kantor Akuntan Publik Nasional

Beberapa KAP lainnya di Amereika Serikat dianggap sebagai

KAP berukuran Nasional karena memiliki cabang diseluruh kota besar

Amerika Serikat, kantor Akuntan Publik ini memberikan pelayanan

yang sama dengan “The Big Four’ dan melancarkan persaingan

langsung dengan mereka dalam hal menarik klien. Selain itu juga

memiliki hubungan dengan KAP di luar negeri sehingga juga memiliki

(45)

26 c) Kantor Akuntan Publik Lokal dan Regional

Sebagian KAP di Indonesia merupakan KAP lokal atau

regional, dan terutama sekali terpusat di Pulau Jawa. Beberapa

diantaranya hanya melayani klien di dalam jangkauan wilayah.

Lainnya memiliki beberapa buah kantor cabang didaerah lain. KAP

inipun bersaing dengan perusahaan lain dalam menarik klien termasuk

bersaing dengan KAP Internasional dan Nasional.

d) Kantor Akuntan Publik Lokal Kecil

Menurut Aren dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Amir

Abadi Yusuf, sebagian besar KAP di Indonesia mempunyai kurang

dari orang tenaga kerja professional dalam satu Kantor Akuntan

Publik. Mereka memberikan jasa audit dan pelayanan yang

berhubungan dengan itu terutama bagi badan-badan organisasi kecil

nirlaba, meskipun ada yang diataranya melayani perusahaan go public.

Salah satu faktor yang berkaitan denga reputasi dari Kantor

Akuntan Publik adalah quality dan prestige auditor. Dengan

meningkatkan kualitas audit sehingga akan peran dan tanggung jawab

auditor sebenarnya sudah diatur dalam standar profesional Akuntan

Publik (SPAP) yang dikeluarkan oleh Auditing Standar Board (ABS).

Standar tersebut dalam pelaksanaannya sering menimbulkan

expectation gap yaitu terjadinya perbedaan antara apa yang masyarakat

dan pemakai laporan keuangan percaya atau harapakan dari auditor

(46)

27 untuk memberikan kepercayaan kepada klien, pemakaian laporan

keuangan atau masyarakat pada umumnya tentang kualitas atau mutu

jasa.

Dari diperlukannya kode etik pada setiap profesi adalah

kebutuhan akan yang diberikannya karena melalui serangkai

pertimbangan etika sebagaimana diatur dalan kode etik profesi

(Agrianti Komalasari) diperlukan alat prinsip normal yaitu kode etik

Komalasari, Agrianti (2004). Dimana kode etik bertujuan untuk

memberitahu anggota profesi tantangan standar perilaku yang diyakini

dapat menarik kepercayaan dan memberitahu masyarakat bahwa

profesi berkehendak untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas bagi

kepentingan masyrakat.

Berdasarkan “Pedoman Etika” IFAC, maka syarat-syarat etika

suatu organisasi akuntan sebaiknya didasarkan pada prinsip-prinsip

dasar yang mengatur tindakan atau perilaku seorang akuntan dalam

melaksanakan tugas profesionalnya. Prinsip tersebut adalah :

integritas, objektifitas, independen, kepercayaan, standar-standar

teknis, kemapuan profesional dan perilaku etika.

5. Opini Audit Going Concern

Going concern adalah dalil yang menyatakan bahwa suatu entitas

akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama

untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab, serta

(47)

28 diharapkan untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau

tidak diarahkan menuju arah likuidasi. Suatu operasi yang berlanjut dan

berkesinambungan diperlukan untuk menciptakan suatu konsekuensi

bahwa laporan keuangan yang terbit pada suatu periode mempunyai sifat

sementara, sebab masih merupakan suatu rangkaian laporan keuangan

yang berkelanjutan

Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha.

Ketika suatu entitas dinyatakan going concern, artinya entitas tersebut

dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka

waktu panjang, tidak akan mengalami likuidasi dalam jangka waktu

pendek. Opini audit going concern merupakan opini audit modifikasi yang

dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian

signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan

operasinya. Termasuk dalam opini audit going concern ini adalah going

concern unqualified / qualified dan going concern disclaimer opinion

Setyarno, Januarti dan Faisal (2007).

Dengan adanya going concern maka suatu badan usaha dianggap

akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu

panjang, tidak akan dilikuidasi (untuk perusahaan perbankan) dalam

(48)

29 Laporan keuangan yang disiapkan pada asumsi bahwa perusahaan

tidak going concern. Laporan keuangan yang disampaikan pada dasar

going concern akan mengasumsikan bahwa perusahaan akan bertahan

melebihi jangka waktu pendek.

Opini audit going concern unqualified / qualified adalah opini

audit yang diberikan kepada auditee dimana selain terdapat opini atas

laporan keuangan, juga dimodifikasi dengan pertimbangan auditor

terhadap ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas

kelangsungan hidup perusahaan. Sedangkan going concern disclaimer

opinion adalah opini audit dimana auditor tidak memberikan opini atas

laporan keuangan auditee dikarenakan pertimbangan auditor terhadap

ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup

perusahaan. Bagaimanapun juga hampir tidak ada panduan yang jelas atau

hasil penelitian yang dapat dijadikan pemilihan tipe Going Concern

Report yang harus dipilih. Karena pemberian status Going Concern

bukanlah suatu tugas yang mudah Koh dan Tan dalam Mutriyatmi (2003).

SPAP (PSA No. 30) memberikan pedoman kepada auditor tentang

dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan

hidupnya terhadap opini auditor sebagai berikut:

a. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan

satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam

(49)

30

1. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang

ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa

tersebut.

2. Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif

dilaksanakan.

b. Jika manajemen tidak memiliki rencana yang mengurangi dampak

kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya, auditor mempertimbangkan

untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat.

c. Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang

harus dilakukan oleh auditor adalah menyimpulkan efektivitas rencana

tersebut.

1. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor

menyatakan tidak memberikan pendapat.

2. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien

mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor

menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian.

3. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi

klien tidak mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan,

auditor memberikan pendapat tidak wajar.

Salah satu dari hal-hal penting yang harus diputuskan oleh auditor

dalam menyampaikan laporan audit adalah apakah perusahaan dapat

(50)

31

modifikasi mengenai going concern, mengindikasikan bahwa dalam

penilaian auditor terdapat resiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam

bisnis. Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan

beberapa tahap analisis.

Menurut Altman dan McGough (1974) seperti yang dikutip dari

Mirna dan Indira (2007), masalah going concern terbagi dua, yaitu

masalah keuangan yang meliputi kekurangan (defisiensi) likuiditas,

defisiensi ekuitas, penunggakan utang, kesulitan memperoleh dana, serta

masalah operasi yang meliputi kerugian operasi yang terus-menerus,

prospek pendapatan yang meragukan, kemampuan operasi terancam, dan

pengendalian yang lemah atas operasi.

Beberapa faktor yang menimbulkan ketidakpastian mengenai going

concern adalah :

a. Kerugian usaha yang besar dan secara berulang atau kekurangan

modal kerja.

b. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada

saat jatuh tempo dalam jangka pendek.

c. Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak

diasuransikan seperti gempa bumi dan banjir atau masalah perubahan

yang tidak biasa.

d. Perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang sudah

terjadi yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk

(51)

32

Gambar 2.1 Pedoman Pernyataan Pendapat Going Concern Sumber : IAI : SPAP, 2001 dengan Kelangsungan Hidup Entitas atau Penekanan atas Suatu Hal (Emphasis of a

Matter) Pendapat Wajar Tanpa

(52)

33 6. Earning Per Share (EPS)

Investor seringkali menggunakan informasi laporan keuangan

untuk mendapatkan gambaran mengenai kinerja perusahaan. Investor bisa

menghitung berapa besarnya pertumbuhan laba bersih yang telah dicapai

perusahaan terhadap jumlah saham perusahaan. Perbandingan antara

jumlah laba bersih dengan jumlah lembar saham biasa yang beredar dapat

diketahui melalui rasio Earning Per Share.

Earning Per Share (EPS) sebagai salah satu rasio yang biasa

digunakan dalam prospektus, bahan penyajian, dan laporan tahunan

kepada pemegang saham yang merupakan laba bersih dikurangi dividen

(laba tersedia bagi pemegang saham biasa) dibagi dengan rata-rata

tertimbang dari saham biasa yang beredar akan menghasilkan laba per

saham. Sehingga Earning Per Share (EPS) merupakan jumlah pendapatan

yang diperoleh dalam satu periode untuk tiap lembar saham yang beredar.

Earning Per Share (EPS) sebagai salah satu rasio yang biasa

digunakan dalam prospektus, bahan penyajian, dan laporan tahunan

kepada pemegang saham yang merupakan laba bersih dikurangi dividen

(laba tersedia bagi pemegang saham biasa) dibagi dengan rata-rata

tertimbang dari saham biasa yang beredar akan menghasilkan laba per

saham. Sehingga Earning Per Share (EPS) merupakan jumlah pendapatan

yang diperoleh dalam satu periode untuk tiap lembar saham yang beredar.

Alat ukur yang paling sering digunakan adalah Earning Per Share (EPS).

(53)

34

mengenai performance perusahaan yang menjual sahamnya ke masyarakat

luas (go public) karena investor maupun calon investor berpandangan

bahwa EPS mengandung informasi yang penting untuk melakukan

prediksi mengenai besarnya dividen per saham dan tingkat harga saham

dikemudian hari, serta EPS juga relevan untukk menilai efektivitas

manajemen dan kebijakan pembayaran dividen

Pengertian Earning Per Share (EPS) Menurut Kasmir (2010:116)

mendefinisikan Earning Per Share (EPS) sebagai berikut : Earning per

Share adalah kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan

yang diperoleh kepada pemegang sahamnya. Semakin tinggi kemampuan

perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan kepada pemegang

sahamnya, mencerminkan semakin besar keberhasilaan usaha yang

dilakukannya.

Menurut Irham Fahmi (2012), mendefinisikan earning per share

sebagai berikut : “Bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada

para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki”. Menurut

Sofyan Syafri Harahap (2009) berpendapat “Rasio Laba Per Lembar

Saham ini menujukan berapa besar kemampuan per lembar saham

menghasilkan laba”.

Menurut Zaki Baridwan (2008) mendefinisikan Earning per Share

(EPS) sebagai berikut :16 “Earning per Share (EPS) atau laba per lembar

saham adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dalam satu periode untuk

(54)

35 (EPS) merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam

mencapai keuntungan bagi pemegang saham.

Menurut Tandelilin (2001), “Earning Per Share atau laba per

lembar saham menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap

dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan atau jumlah uang yang

dihasilkan (return) dari setiap lembar saham. Bagi para investor, informasi

EPS merupakan informasi yang paling mendasar dan berguna, karena bisa

menggambarkan prospek earning perusahaan di masa mendatang.”

Earning Per Share menurut Sofyan Syafri Harahap (2009) adalah

“Rasio Laba Perlembar Saham ini menunjukan berapa besar kemampuan

perlembar saham menghasilkan laba”.

Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

Laba bagian saham yang bersangkutan Earning Per Share =

Jumlah saham

Menurut Lukman Syamsuddin (2000) mendefinisikan Earning Per

Share (EPS) sebagai berikut : “Earnings per share adalah gambaran

jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa, para calon

pemegang saham tertarik dengan Earnings per share yang besar karena hal

ini merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan”.

Sedangkan Eduardus Tandelilin (2010) mengartikan Earning Per

Share (EPS) sebagai berikut : “Laba Per Saham adalah laba bersih yang

(55)

36

saham perusahaan”. Dari pengertian yang diuraikan tersebut diatas, rumus

persamaan untuk Earning Per Share (EPS) adalah sebagai berikut :17

Laba bersih setelah bunga dan pajak

Laba Per Saham =

Jumlah saham beredar

Alasan menggunakan Earning Per Share menurut Eduardus

Tandelilin menerangkan bahwa Earning Per Share diutamakan dalam

analisis perusahaan karena tiga alasan:

1. Laba Per Saham biasa dipakai untuk mengestimasi nilai intrinsik

saham.

2. Dividen yang dibayarkan perusahaan pada dasarnya dibayarkan dari

earning (laba).

3. Adanya hubungan antara perubahan earning (laba) dengan perubahan

harga saham. Berdasarkan pengertian diatas dapat dikatakan bahwa

Earning Per Share (EPS) merupakan bentuk pemberian keuntungan

yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham

yang dimiliki. Earning per share rasio untuk mengukur keuntungan

yang diterima dari setiap per lembar saham nya Eduardus Tandelilin

(2010).

1. Faktor yang mempengaruhi Earning Per Share (EPS)

Adapun faktor – faktor yang dapat mempengaruhi Earning Per

(56)

37

a) Penggunaan hutang

Perubahan dalam penggunaan hutang akan mengakibatkan

perubahan laba per lembar saham (EPS) dan karena itu, juga

mengakibatkan perubahan harga saham”. Dari penjelasan tersebut

terlihat bahwa perubahan penggunaan hutang, merupakan faktor

yang mempengaruhi tingkat besaran EPS Ali Akbar Yulianto

(2009).

Dalam menentukan sumber dana untuk menjalankan

perusahaan, manajemen dituntut untuk mempertimbangkan

kemungkinan perusahaan dalam struktur modal yang mampu

memaksimumkan harga saham perusahaannya. Menurut Brigham

dan Houston yamh dialihbahasakan oleh Suharto dan Wibowo

(2001) bahwa “Perubahan dalam penggunaan hutang akan

mengakibatkan perubahan laba per lembar saham (EPS) dan karena

itu juga mengakibatkan perubahan harga saham”.

Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa perubahan

penggunaan hutang, merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat

besaran EPS. Selain itu, seperti yang dikemukakan oleh Wild et al

bahwa “motivasi utama perusahaan memperoleh pendanaan usaha

melalui utang adalah potensi biaya yag lebih rendah. Dari sudut

pandang pemegang saham, utang lebih murah dibandingkan

(57)

38 Pendapat tersebut didasarkan oleh karena bunga sebagian

besar jumlahnya tetap, dan jika bunga labih kecil dari

pengembalian yang diperoleh dari pendanaan utang, selisih lebih

atas pengembalian akan menjadi keuntungan bagi investor ekuitas.

Selain itu, karena bunga merupakan beban yang dapat mengurangi

pajak sedangkan dividen tidak, dampaknya adalah besarnya pajak

yang ditanggung perusahaan akan semakin kecil sebagai akibat

dari penggunaan utang dalam struktur modal perusahaan sehingga

pada akhirnya adalah terjadi kanaikan pada EPS.

b) Laba bersih sebelum bunga dan pajak (EBIT)

Menurut Sutrisno (2009) “Dalam memilih alternatif sumber

dananya tersebut, perlu diketahui pada tingkat profit sebelum

bunga dan pajak (EBIT=Earning Before Interest and Tax) apabila

dibelanjai dengan modal sendiri atau hutang menghasilkan EPS

yang sama”.

Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa laba bersih

sebelum bunga dan pajak (EBIT) merupakan faktor yang

mempengaruhi besarnya laba per lembar saham Sutrisno(2009).

Dalam memenuhi sumber dananya, manajemen pun dihadapkan

pada beberapa alternatif sumber pendanaan, apakah dengan modal

sendiri atau dengan pinjaman (modal asing). Menurut Sutrisno

“Dalam memilih alternatif sumber dananya tersebut, perlu

(58)

39

(EBIT=Earning Before Interest and Tax) berapa apabila dibelanjai

dengan modal sendiri atau hutang menghasilkan EPS yang sama”.

Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat laba bersih

sebelum bunga dan pajak (EBIT) merupakan faktor yang

mempengaruhi besarnya laba per lembar saham Sutrisno (2009).

2. Penyebab Kenaikan dan Penurunan Earning Per Share (EPS). Menurut Brigham dan Houston, faktor-faktor penyebab kenaikan dan

penurunan Earning Per Share (EPS) adalah :

a. Laba bersih naik dan jumlah lembar saham biasa yang beredar

tetap.

b. Laba bersih tetap dan jumlah lembar saham biasa yang beredar

turun.

c. Laba bersih naik dan jumlah lembar saham biasa yang beredar

turun.

d. Persentase kenaikan laba bersih lebih besar dari pada persentase

kenaikan jumlah lembar saham biasa yang beredar.

e. Persentase penurunan jumlah lembar saham biasa yang beredar

lebih besar dari pada persentase penurunan laba bersih. Jadi bagi

suatu perusahaan, nilai laba per saham akan meningkat apabila

persentase kenaikan laba bersihnya lebih besar dari pada persentase

kenaikan jumlah lembar saham biasa yang beredar, begitu pula

Gambar

Tabel 4.16 Hasil Analisis Simultan ...........................................................
Gambar 2.1 Pedoman Pernyataan Pendapat Going Concern  ...................
gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa
Tabel 2.1 Skala Besar Kantor Akuntan Publik
+7

Referensi

Dokumen terkait

AUDIT, KEPEMILIKAN PERUSAHAAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI 2009- 2011 )”...

SEBELUMNYA DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun

Analisis Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kemungkinan Pemberian Opini Audit Going Concern oleh Auditor Independen (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar

Profitabilitas, Likuiditas, Pertumbuhan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di BEI)”. Skripsi

Audit Tahun Sebelumnya, Leverage Dan Pertumbuhan Perusahaan Tehradap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris pengaruh kondisi keuangan, opini audit tahun sebelumnya, dan kualitas audit terhadap opini going concern

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel audit lag (AL) secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pemberian opini going concern pada perusahaan pertambangan

Operasional Variabel Variabel Alat Ukur Variabel Opini Audit Going Concern Dalam mengukur opini going concern digunakan variabel dummy untuk mengidentifikasi opini audit yang