• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Bimbingan Bagi Korban Child Trafficiking (Perdagangan Anak) Di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelaksanaan Bimbingan Bagi Korban Child Trafficiking (Perdagangan Anak) Di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus Jakarta Timur"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN BIMBINGAN BAGI KORBAN CHILD TRAFFICIKING (PERDAGANGAN ANAK ) DI RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL ANAK

(RPSA) BAMBU APUS JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh :

YUSI LUTHFIANI NIM: 104052002002

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Starata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 28 Februari 2009

(3)

Abstrak Yusi Luthfiani

Pelaksanaan Bimbingan Konseling Bagi Korban Child Trafficking Di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Cipayung Bambu Apus Jakarta Timur

Akhir-akhir ini masalah perdagangan anak telah masuk ke daerah-daerah terpencil, walau awalnya memang dari daerah itu tapi sekarang korbannya telah semakin banyak. Perdagangan perempuan dan anak(trafficking) adalah segala tindakan pelaku (trafficker) yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, di mana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang, dan penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan bimbingan konseling yang dilakukan RPSA bagi korban child trafficking (perdagangan anak), serta dampak dan factor Penyebab terjadinya perdagangan anak. Melalui wawancara dan observasi diketahui bahwa pelaksanaan bimbingan konseling di RPSA dilakukan dengan menggunakan Pendekatan Kesejahteraan sosial. Sedangkan faktor awalnya adalah ekonomi,dan lemahnya pemahaman agama, dampak dari trafficking adalah dampak fisik, psikis dan social yang negatif bagi korban, karena korban mengalami trauma yang sangat dalam.

Subyek yang diteliti yaitu psikolog, pekerja sosial dan anak-anak yang menjadi korban trafficking/ perdagangan anak yang terlibat langsung dalam pelaksanaan bimbingan konseling. Adapun obyek yang diteliti adalah bagaimana pelaksanaan bimbingan konseling yang dilakukan di RPSA dalam membantu memecahkan masalah bagi korban, apakah setelah melaksanakan bimbingan konseling perasaan korban merasa aman ataukah masih sama keadaannya.

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat, berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini, shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rosulullah SAW.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I) Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Telah banyak tenaga dan pikiran penulis curahkan untuk menyelesaikan skripsi ini. Banyak kesulitan baik teknis maupun non teknis yang penulis hadapi. Tanpa adanya dukungan dan semangat dari orang yang peduli dengan penulis, tidak akan selesai skripsi ini sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu, sebagai ungkapan rasa hormat yang mendalam, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, yaitu:

1. Bapak Dr. H. Murodi, MA., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA., selaku Pembantu Dekan I,

3. Bapak Drs. H. Mahmud Djalal, MA., selaku Pembantu Dekan II, 4. Bapak Drs. Study Rizal LK. MA., selaku Pembantu Dekan III,

(6)

6. Ibu Dra. Hj. Elidar Husein, MA., selaku dosen pembimbing yang selalu memberi saran serta membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini, 7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah

menorehkan tinta-tinta ilmu yang tak akan lapuk oleh waktu, dan para karyawan di FDK yang tak kalah telaten meladeni mahasiswa (termasuk penulis), kepada mereka penulis menyampaikan terima kasih,

8. Kepada pimpinan dan staff perpustakaan Dakwah dan perpustakaan utama penulis ucapkan terima kasih atas segala kebaikannya yang mempermudah penulis mengakses buku-buku untuk keperluan skripsi ini.

9. Semua pihak RPSA terima kasih telah membantu penulis dalam penelitian dan memberikan data-data kepada penulis, Insyaallah ini sangat bermanfaat. 10.Papa dan Mama (Yusnadi dan Uung Suryamah) atas segala doa, pengorbanan,

semangat, nasehat, dan kasih sayang yang telah di berikan dengan penuh keikhlasan

11.Adik-adik (Ardi dan Faiz) yang selalu memberikan penulis dukungan, dan semangat, serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. a'deni rahman yang selalu menemani penulis, walau kita jauh tapi doa, semangat dan dorongan tak henti a berikan tuk teteh sampai akhirnya selesai sudah tugas akhir ini

(7)

Ifa, Nunung, Neneng dan Evi yang tak henti memberikan dukungan, Habib, A'ana, Mas Domen, Mas Rokhim Fahmi, Nian, Azis , Reza dan Mazid terima kasih atas perkawanannya dalam hari-hari penulis

13.Seluruh rekan-rekan BPI '04 yang selalu memberikan motivasi kepada penilis agar dapat sama-sama menyelesaikan tugas akhir ini, maaf penulis tidak bisa menyebutkan satu persatu.

Keterbatasan ruang, meniscayakan penulis tak mungkin mencantumkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Kepada mereka yang namanya tidak tertera dalam pengantar ini, hatur syukur penulis tak berkurang sebagaimana teralamatkan kepada pihak-pihak yang telah tersurat.

Yang terakhir, tiada yang sempurna di dunia ini, demikian juga dengan skripsi ini. Segala masukan dan kritikan terhadapnya sangat penulis harapkan dan nantikan.

Jakarta, 26 Februari 2009

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN...iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan Pustaka……….. 7

E. Metodologi Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II TINJAUAN TEORI A. Bimbingan... 14

1. Pengertian Bimbingan... 14

2. Tujuan Bimbingan ... 17

(9)

4. Teknik Bimbingan ……….19

B. Pengertian trafficking ... 26

C. Faktor Penyebab Trafficking………..31

D. Dampak Bagi Korban Trafficking………..35

E. Trafficking dalam pandangan Islam………37

BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL ANAK A. Sejarah Berdirinya RPSA ... 39

B. Visi, Misi dan Tujuan RPSA ... 40

C. Struktur Organisasi RPSA ... 41

D. Program-program RPSA………...44

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A. Identifikasi Informan……... 46

1. Propil……….……….46

2. Kondisi Fisik dan Psikis Korban………50

3. Faktor Penyebab Terjadinya Trafficking…………..52

B. Pelaksanaan Bimbingan di RPSA... 54

1. Waktu Pelaksanaan………54

2. Materi Bimbingan………...55

3. Metode dan Pendekatan..……….. 56

C. Analisis Hasil Bimbingan di RPSA...57

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 60

(10)
(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rumah perlindungan sosial anak (RPSA) bambu apus merupakan salah satu wujud pelaksanaan mandat departemen sosial berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri : menteri sosial, menteri kesehatan dan kepolisian RI. Berdasarkan SKB tersebut departemen sosial memperoleh mandat untuk memfasilitasi penyediaan rumah perlindungan (protection home), pusat trauma (trauma centre), dan pusat pemulihan (recovery centre) bagi korban tindak kekerasan/ perlakuan salah (abuse), anak-anak yamg membutuhkan perlindungan karena jiwa raganya terancam, karena terlibat atau menjadi saksi dalam kegiatan terlarang/ pelanggaran hukum, anak korban trafficking (perdagangan anak) yang mengalami eksploitasi fisik, psikis, ekonomi dan seksual serta anak korban konflik bersenjata, korban kerusuhan, korban bencana, orang tua yang dipenjara, orang tua yang meninggal dunia secara tragis anak terpisah (separated children).

Perempuan dan anak adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah dan kodratnya. Karena itu segala bentuk perlakuana yang mengganggu hak- hak dasarnya dalam berbagai bentuk pemanfaatan dan eksploitasi yang tidak berprikemanusiaan harus segera dihentikan tanpa kecuali.1

1

http : / / www.kpai.go.id / / kekerasan danperdagangan perempuan dan anak Di akses hari jum’at tanggal 25 juli 2008; 20:00

(12)

Namun dalam kenyataannya masih ada sekelompok orang yang dengan teganya telah memperlakukan perempuan dan anak- anak untuk kepentingan bisnis yakni melalui trafficking. Selama ini trafficking hanya terbatas pada bentuk prostitusi padahal pada kenyataannya mencakup banyak bentuk dari kerja paksa.

Di indonesia, korban- korban trafficking sering kali digunakan untuk tujuan eksploitasi seksual misalnya dalam bentuk pelacuran dan peodophilia, serta bekerja ditempat- tempat kasar yang memberikan gaji rendah. Korban trafficking biasanya anak dan perempuan berusia muda dan belum menikah, anak korban perceraian serta mereka yang pernah bekerja di pusat kota atau luar negeri.2

Perdagangan manusia terutama perempuan dan anak- anak untuk prostitusi dan tenaga kerja paksa adalah satu dari aktivitas kriminal yang paling cepat berkembang di dunia.walaupun laki- laki juga termasuk korban, mayoritas dari keseluruhan yang diperdagangkan adalah perempuan dan anak- anak. Menurut perkiraan resmi, antara 1 sampai 2 juta orang perempuan dan anak diperdagangkan setiap tahun di seluruh dunia untuk dijadikan buruh paksa, pekerja rumah tangga, atau dieksploitasi secara seksual. Perdagangan manusia saat ini menjadi sumber keuntungan (ilegal) terbesar ketiga dunia dalam hal kejahatan yang terorganisir, setelah obat- obat terlarang dan bisnis senjata, kejahatan yang menghasilkan ratusan triliyun rupiah setiap bulannya.3

2

Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak).

3

(13)

Hampir setiap pasangan yang telah berumah tangga senantiasa mendambakan kehadiran seorang anak. Walau tak dipungkiri masih ada segelintir pasangan lain yang menolak untuk memiliki anak, dengan berbagai dalihnya. Sehingga dalam setiap perkawinan kehadiran anak sering kali dianggap sebagai syarat mutlak untuk menentukan kebahagiaan dan keberlangsungan perkawinan itu sendiri. Walau juga tak jarang pasangan yang tetap bisa melanggengkan tali perkawinan meskipun tanpa anak. Dan mereka juga bahagia meski kadarnya tetap tak bisa disamakan dengan yang memiliki anak.4

Dalam pandangan islam, anak adalah karunia sekaligus amanah yang allah berikan kepada orang tua. Oleh karena itu setiap orang harus menjaga dan memelihara dengan baik. Bahkan islam mengecam tradisi jahiliyah yang tega membunuh anak- anak mereka karena kesulitan ekonomi. Dalam al- qur’an surat al- an’am ayat 151 Allah Berfirman

!

"#

$%&'()

*+ &

,- ./0

12 3

&4

&

6789:( &;

<#

=

? ; 

@

A8

3C+D

E8

&;

G IJ

K

J

L

MN&;

<#

; 

9O+ 

/P

Q 

Q6+

C R

<#

S ; 

T PU7

VWX0

Y4

"#&;

1LE

&

Z

$[+

 \

$[]^_

*+ &

$[Y

`

W;

4

(14)

”janganlah kalian bunuh anak- anak mu karena kemiskinan ( yang menimpamu ) kamilah yang akan memberi rizki kepadamu dan anak- anakmu.( Q.S. Al-an’am 151 )”.

Secara jelas dalam ayat ini menegaskan bahwa orang tua tidak berhak merampas masa depan anak dengan menjualnya karena ketimpangan ekonomi. Kata- kata ” membunuh” dalam ayat diatas, tidak hanya berarti membunuh kelangsungan hidupnya tapi juga menjerumuskan anak pada masa depan yang suram.5

Anak-anak merupakan generasi bangsa yang akan datang, kehidupan anak-anak merupakan cermin kehidupan bangsa dan negara. Kehidupan anak-anak-anak-anak yang diwarnai dengan keceriaan merupakan cermin suatu negara memberikan jaminan kepada anak-anak untuk dapat hidup berkembang sesuai dengan dunia anak-anak itu sendiri, sedangkan kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan rasa ketakutan, traumatik, sehingga tidak dapat mengembangkan psiko-sosial anak, merupakan cermin suatu negara yang tidak peduli pada anak-anak sebagai generasi bangsa yang akan datang. Disisi lain masa anak-anak merupakan masa yang sangat menentukan untuk terbentuknya kepribadian seseorang.6

Mengatasi permasalahan perdagangan anak tidak hanya melibatkan satu lembaga, akan tetapi harus melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada di masyarakat, yaitu instansi-instansi pemerintah, LSM, organisasi kemasyarakatan yang tergabung dalam sebuah kemitraan yang diperkuat oleh peraturan pemerintah, paling tidak keputusan menteri untuk bersama-sama menangani masalah perdagangan anak. Kesimpulan lain salah satu faktor pendorong perdagangan anak adalah

5

Lies Marcoes Natsir fiqh anti trafficking Fahmina Institut, cirebon 2006. cet 1.h. 244.

6

(15)

mampuan sistem pendidikan yang ada maupun masyarakat untuk mempertahankan anak supaya tidak putus sekolah dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Petugas kelurahan dan kecamatan yang membantu pemalsuan KTP anak yang diperdagangkan juga menjadi faktor pendorong utama perdagangan anak. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan instrumen hukum atau kebijakan yang lebih ketat secara efektif mencegah pemalsuan KTP.7

Selain itu kekerasan terhadap anak juga terkait erat dengan faktor kultural dan struktural dalam masyarakat. Dari faktor kultural anak dipandang sebagai harta kekayaan orang tua sehingga ia harus patuh kepada orang tua. Bila anak dianggap lalai, rewel, tidak patuh, dan menentang kehendak orang tua maka dia akan mendapatkan sanksi dan hukuman. Faktor struktural diakibatkan adanya hubungan yang tidak seimbang( asimetris), baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat. Disini anak ada dalam posisi lemah dan rendah, karena secara fisik memang lebih lemah daripada orang dewasa dan masih bergantung pada orang- orang dewasa disekitarnya.

Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa kasus- kasus kekerasan secara fisik dan penelantaran yang menimpa anak umumnya terjadi pada keluarga- keluarga yang berada dibawah garis kemiskinan. Namun untuk kekerasan secara psikis dan tindakan child abuse lainnya justru cukup banyak ditemuai pada keluarga- keluarga di level menengah ke atas. Dimana banyak anak yang kehilangan hak- haknya atas

7

(16)

dasar “ kepentingan terbaik anak” yang dilihat dari kacamata orang dewasa yakni orang tua.8

Departemen Sosial RI berkewajiban untuk melindungi dan mencegah anak- anak Indonesia dari bahaya trafficking. Dalam memberikan perlindungan dan pencegahan trafficking anak dikembangkan kegiatan- kegiatan yang menekankan pada pemberdayaan dan pemulihan yang berbasiskan masyarakat.

Sudah menjadi tanggung jawab semua kalangan untuk membantu mencarikan jalan keluar bagi korban trafficking keluar dari permasalahannya. Seperti yang dilakukan oleh Rumah Perlindungan Sosial Anak yang dinaungi Oleh Departemen Sosial dan sekaligus menjadi obyek penelitian penulis. Dalam hal ini seorang konselor memberikan kewajibannya untuk menangani kasus trafficking terutama dalam hal bimbingan konseling.

Melihat pemaparan diatas, maka penulis sangat tertarik dengan permasalahan- permasalahan yang terjadi di negara kita terutama masalah perdagangan anak yang akhir- akhir ini sangat panas diberitakan. Maka dari itu penulis melakukan penelitian lebih mendalam dan menjadikan pembahasan dalam skripsi dengan judul “Pelaksanaan Bimbingan Konseling Bagi Korban Child Trafficking Di Rumah Perlindungan Sosial Anak ( RPSA ) Bambu Apus-Jakarta Timur.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

8

(17)

Untuk memfokuskan pembahasan maka penulis membatasi masalah pada pelaksanaan bimbingan dan konseling terhadap korban trafficking di rumah perlindungan sosial anak ( RPSA)

adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling islam terhadap korban child trafficking?

2. Apa faktor penyebab terjadinya child traffickimg?

3. Bagaimana kondisi psikologi dan fisik korban child trafficking?

4. Pendekatan konseling seperti apa yang digunakan dalam menangani korban child trafficking?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan bimbingan konseling islam terhadap korban child trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Anak ( RPSA )

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Akademis

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang bimbingan konseling bagi korban child trafficking serta untuk memberi masukkan kepada studi BPI mengenai pelaksanaan bimbingan konseling islam bagi korban child trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Anak ( RPSA )

(18)

Memberikan sumbangan pemikiran dan motivasi bagi para konselor dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling islamterhadap korban child trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Anak ( RPSA ).

D. Tinjauan Pustaka

1. Pelayanan Integratif CTU (Counter Trafficking Unit) Internayional

Organization For Migration (IOM) Kepada Korban Perdagangan Perempuan

Yang Di Lacurkan yang ditulis oleh Gustina Sarah mahasiswa Kesos tahun 2007 yang terfokus Pelayanan Integrativ Yang Dilakukan Oleh IOM Bagi Korban Perdagangan Perempuan Yang Dilacurkan

2. Manajemen Penanggulangan Anak Yang Dilacurkan Dalam Perspektif

Dakwah Islam (Studi Kasus Di RPSA) yang ditulis oleh Fatmawati

Mahasiswa S2 yang terfokus pada manajemen penanggulangan anak yang dilacurkan di RPSA di tinjau dalam perspektif dakwah Islam

Sedangkan judul skripsi penulis Pelaksanaan Bimbingan Konseling Bagi Korban Child Trafficking Di RPSA disini penulis mencoba menggabungkan judul

skripsi di atas dengan membahas tentang Pelaksanaan Bimbingan Konseling Yang di Lakukan Oleh RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak)

E. Metodologi Penelitian 1. Jenis penelitian

(19)

(objek) penelitian untuk mengamati sesuatu. Dalam hal ini mengenai Pelaksanaan Bimbingan Konseling Bagi Korban Child Trafficking di Rumah Perlindungan Social Anak(Rpsa)

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.9 Dalam hal ini yang diteliti adalah Pelaksanaan Bimbingan Konseling Bagi Korban Child Trafficking di Rumah Perlindungan Social Anak(RPSA)

3. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini penulis mengambil tempat di Rumah Perlindungan Sosial Anak Yang beralamat di Cipayung Bambu Apus Jakarta Timur

Adapun waktu penelitian ini, penulis melaksanakan pada tanggal 1 Agustus 2008 sampai 30 Desember 2008

4. Subjek dan objek penelitian

Adapun subjek penelitian adalah Psikolog, Pekerja Sosial dan Anak korban trafficking yang terlibat langsung dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling. Kemudian objeknya yaitu Pelaksanaan Bimbingan konseling bagi korban Child Trafficking di RPSA

5. Sunber Data

9

(20)

Sumber data ialah unsur utama yang dijadikan sasaran dalam penelitian untuk memperoleh data- data konkrit dan data yang dapat memberikan informasi untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini.10

Untuk data primer penulis menghimpunnya dari para konselor dan staff RPSA sebagai subjek penelitian, kemudian data sekunder didapatkan dari beberapa korban child trafficking.

6. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian dobservasi dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Instrumen penelitiannya adalah peneliti itu sendiri karena ia menjadi segalanya dan keseluruhan proses penelitian.11 Sedangkan alat Bantu yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan tape recorder, kamera, dan pedoman wawancara.

7. Teknik keabsahan data

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memiliki kriteria :

a. Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain,12 hal itu dapat dicapai dengan jalan :

1) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, dalam hal ini

10

E. Kristi. Poerwadari, pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi, ( Jakarta: lembaga pengembangan sarana pengukuran dan pendidikan psikologi(LPSP3) 1998), cet ke 1.h.29

11

Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.168.

(21)

peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh Pekerja Sosial dengan klien mengenai pelaksanaan bimbingan dan konseling.

2) Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan.

b. Ketekunan atau keajegan pengamatan

Ketekunan pengamatan yakni menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat releven dengan persoalan atau isu yang sedang dicari kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci,13 maksudnya peneliti hanya memusatkan dan mencari jawaban sesuai dengan rumusan masalah saja.

8. Teknik pengumpulan data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi merupakan salah satu metode dalam penlitian yang berarti pengamatan. Pengamatan dalam hal ini dilakukan penulis untuk menggali data atau informasi dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat dan dokumen data. Dalam hal ini observasi dilakukan untuk mengetahui secara langsung tentang pelaksanaan bimbingan konseling islam terhadap korban child trafficking di RPSA jakarta timur.

b. Wawancara

13Ibid.

(22)

Wawancara adalah mengadakan wawancara secara mendalam atau mengadakan wawancara secara tidak terstrutur yakni bersifat luwes, susunan pertanyaan dan kata- kata bisa diperjelas pada saat wawancara berlangsung, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi (agama, suku, gender, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan) responden yang dihadapi.14 c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu dengan mencari data dengan buku, catatan arsip dan sebagainya yang berhubungan dengan pelaksanaan bimbingan konseling islam bagi korban child trafficking. Hal ini diperlukan sebagai pendukung hasil wawancara.

9. Teknik analisis data

Dalam menganalisis data dari hasil observasi dan wawancara, penulis menginterpretasikan catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkan, setelah itu menganalisa kategori-kategori yang tampak pada data tersebut. dimana seluruh data yang penulis peroleh dari hasil pengamatan dan wawancara, lebih dulu penulis kelompokkan sesuai dengan persoalan yang telah ditetapkan lalu menganalisanya secara sistematis.

10. Buku pedoman penulisan

Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan disertasi” yang di susun oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For

14

(23)

Quality development and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, april, cetakan ke-2 tahun 2007. F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Skripsi ini sangat diperlukan sistematika penulisan yang baik, benar dan tepat melalui aturan dan tata cara penulisan. Umtuk dijadikan sebagai bahan acuan, maka penulis memasukkan sistematika penulisan kedalam bahasan. Adapun sistematika penulisannya, sebagai berikut;

BAB I PENDAHULUAN terdiri dari; latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORITIS terdiri dari; pengertian, tujuan, metode dan teknik bimbingan konseling islam,pengertian, faktor penyebab terjadinya child trafficking, dampak bagi korban dan trafficking menurut pandangan Islam

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL ANAK ( RPSA ) terdiri dari; sejarah berdirinya,visi, misi dan tujuan,struktur organisasi RPSA, faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan konseling di rmah perlindumgan sosial anak ( RPSA) Bambu Apus Cipayung Jakarta Timur.

BAB IV PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM

TERHADAP KORBAN CHILD TRAFFICKING DI RUMAH

(24)

terjadinya Trafficking, Kondisi Psikis dan Fisik Korban, dan Pendekatan yang di gunakan dalam Bimbingan dan Konseling.

(25)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Bimbingan

1. Pengertian Bimbingan

Dalam kehidupan sehari-hari, seiring dengan penyelenggaraan pendidikan pada umumnya, dan dalam hubungan saling pengaruh antara orang yang satu dengan yang lainnya, peristiwa bimbingan sering kali terjadi. Sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa manusia muncullah kemudian upaya- upaya yang selanjutnya disebut bimbingan formal.15

Istilah bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa inggris guidance yang berasal dari kata kerja to guid yang berarti mrnunjukkan. Sedangkan pengertian harfiah bimbingan adalah menunjukkan, memberi jalan atau menuntun orang lain kearah tujuan bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa mendatang.16

Adapun pengertian biombingan yang lebih formulatiof adalah bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami

15

Prayitno dan Erman Amti, Dasar- Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),cet. ke- 2. h..92

16

Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama (Jakarta : PT Golden Trayon Press,1998).cet. ke-6. h. 1

(26)

lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik.17

Bimbingan dalam year’s book of education yang dikutuif oleh Hellen Bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.18

Pengertian bimbingan secara luas adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam menghadapi masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya, kemampuan untuk menerima dirinya, kemampuan untuk mengarahkan dirinya, kemampuan untuk merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkiungan, baik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.19

Jadi pengertian Bimbingan adalah usaha membantu individu dalam menyelesaikan permasalahannya agar individu mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.

Sedangkan istilah konseling secara etimologi berasal dari bahasa latin yaitu cosilium yang berarti “ dengan” atau “ bersama” yang dirangkaikan dengan “ menerima atau memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo Saxon istilah konseling berasal dari “sella” yang berarti “menyerahkan atau “ menyampaikan”.20

17

M.umar dan Sartono, Bimbingan Dan Penyuluhan Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK (Bandung : CV Pustaka Setia 1998). h 9

18

Hellen. A, .Bimbingan dan Konseling ( Jakarta : Quantum Teaching 2005), cet. ke- 3. h. 3

19

Abu ahmadi dan ahmad rohani, Bimbingan dan Konseling Disekolah ( Jakarta : PT Rieneka Cipta, 1991). Cet. ke- 1. h. 4

20Ibid

(27)

Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami seuatu masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.21

Suatu proses interaksi yang terjadi antara dua orang individu yang di sebut konselor dan klien yang terjadi dalam situasi yang bersifat pribadi (profesional) diciptakan dan dibina sebagai suatu cara untuk memudahkan terjadinya perubahan- perubahan tingkah laku klien sehingga ia memperoleh keputusan yang memuaskan kebutuhannya.22

James F adam menjelaskan bahwa konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara individu dimana yang seorang (counselor) membantu yang lain (counselee) supaya lebih memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah- masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan waktu yang akan datang.23

Mengenai kedudukan dan hubungan antara Bimbingan dan Konseling terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang konseling sebagai teknik bimbingan. Dengan kata lain konseling berada di dalam bimbingan, pendapat lain mengatakan bahwa bimbingan terutama memusatkan diri kepada pencegahan munculnya masalah, sedangkan konseling memusatkan diri pada pemecahan permasalahan yang di hadapi individu. Dalam pengertian lain bimbingan bersifat

21

Hellen. A, .Bimbingan dan Konseling (Jakarta : Quantum Teaching ,2005), cet, ke -1, h..105

22Ibid

, h.21

23

(28)

atau berfungsi prepentif sementara konseling bersifat kuratif atau korektif. Dengan demikian Bimbingan dan Konseling berhadapan dengan objek garapan yang sama yakni problem atau masalah.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat dipahami bahwasannya Bimbingan dan Konseling merupakan suatu bantuan pemecahan permasalahan yang dilakukan oleh seorang konselor kepada klien melalui suatu proses tertentu yang keduanya terjalin hubungan yang ekslusif dan memiliki suatu tujuan yang sama.

Perbedannya terletak pada titik berat perhatian dan perlakuan terhadap masalah tersebut.24

2. Tujuan Bimbingan

Tujuan Bimbingan dan Konseling secara umum adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan presdisposisi yang dimiliknya (seperti kemampuan dasar dan bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntunan positif lingkungannya. Dalam kaitan ini, bimbinga dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam hidupnya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan interpretasi, pilihan, penyesuaian dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya.

24

(29)

Adapun tujuan khusus Bimbingan dan Konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu. Tujuan Bimbingan dan Konseling untuk seorang individu berbeda dari tujuan Bimbingan dan Konseling untuk individu lainnya.25

3. Metode Bimbingan

Metode dalam pengertian harfiah adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan, karena kata metode berasal dari kata meta yang berarti melalui dan hodos berati jalan. Namun pengertian hakiki dari metode adalah segala sasaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuab yang diinginkan, baik sasaran tersebut bersifat fisik atau yang bersifat nonfisik.

Adapun metode- metode yang sering dipakai antara lain :

a. Observasi yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data yang diinginkan dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung.

26

b. Questionare atau sering pula disebut angket merupakan suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau

25

Prayitno Dan Erman Amti, Dasar- Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),cet. ke- 2, h..112

26

(30)

dikerjakan oleh orang yang menjadi sasaran questionare tersebut dalam hal ini disebut klien.27

c. Interview (wawancara) ialah suatu metode untuk mendapatkan data dengan mengadakan wawancara secara langsung( face to face relation.)28

d. Sosiometri metode ini adalah metode dimana seorang konselor/ pembimbing bisa melihat tingkat kesosialan dari klien yang akan membantu konselor mendapatkan informasi- informasi dari pihak lain.29

e. Tes yaitu suatu metode atau alat untuk mengadakan penyelidikan dengan menggunakan soal- soal yang telah dipilih dengan seksama, artinya dengan standar tertentu.30

4. Teknik Bimbingan dan Konseling

Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus

27Ibid,

h.128

28Ibid,

h.130

29Ibid,

h.133

30Ibid,

(31)

dikuasai oleh konselor.31 Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya :

a. Perilaku Attending

Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :

1) Meningkatkan harga diri klien. 2) Menciptakan suasana yang aman

3) Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.32 Contoh perilaku attending yang baik :

a) Kepala : melakukan anggukan jika setuju

b) Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum

c) Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.

31

Willis,..Sofyan S, Konseling Individual; Teori dan Praktek. (Bandung : Alfabeta 2004)

32

(32)

d) Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.

e) Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.

Contoh perilaku attending yang tidak baik :

a) Kepala : kaku

b) Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.

c) Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.

d) Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.

e) Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.33

b. Empati

Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil

33

(33)

terbentuk empati. Terdapat dua macam empati, yaitu :

1) Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.

2) Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya.34

c. Refleksi

Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu :

1) Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.

34

(34)

2) Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.

3) Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.

d. . Eksplorasi

Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :

1) Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan.

2) Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien.

3) Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien. 35

35

(35)

e. . Menangkap Pesan (Paraphrasing)

Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal :adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor.

Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien; (2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ; (3) memberi arah wawancara konseling; dan (4) pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.

f. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)

Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.

(36)

Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.

h. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)

Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh…, ya…., lalu…, terus….dan… Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.

i. Interpretasi

(37)

j. Mengarahkan (Directing)

Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.

k. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)

Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk : (1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4) mempertajam fokus pada wawancara konseling.36

B. Pengertian Perdagangan Anak (Trafficking)

Trafficking atau perdagangan digunakan untuk pengistilahan tindakan perdagangan manusia. Terminologi istilah Trafficking merupakan issu baru di Indonesia. Sampai saat ini belum ada terjemahan yang tepat dalam bahasa Indonesia dan dapat dengan jelas membedakan dari “trading” (Trading), Meskipun dengan penggunaan persamaan kata yang kurang tepat, istilah perdagangan digunakan untuk menerjemahkan istilah trafficking.37

36

Willis, Sofyan S. Konseling Individual; Teori dan Praktek. (Bandung : Alfabeta2004.)

37

Syafaat, Rachmat, Dagang Manusia Kajian Trafficking Terhadap Perempuan Dan Anak,

(38)

Pada masa lalu, masyarakat biasanya berfikir bahwa perdagangan manusia adalah memindahkan perempuan melewati perbatasan di luar keinginan mereka dan memaksa mereka memasuki dunia prostitusi. Seiring berjalannya waktu masyarakat lebih memahami mengenai isu perdagangan manusia yang kompleks dan sekarang melihat bahwa pada kenyataannya perdagangan manusia melibatkan berbagai macam situasi, misalnya definisi perdagangan manusia yang lebih luas adalah “ perpindahan manusia (khususnya perempuan dan anak- anak), tanpa persetujuan mereka di dalam satu negara atau ke negara lain, untuk segala bentuk pekerjaan yang eksploitatif dan bukan hanya untuk perostitusi dan pernikahan paksa.38

Akan tetapi Indonesia sendiri belum memiliki definisi traffiking yang dilindungi oleh hukum, namun hal ini telah dinyatakan sejak lama di dalam KUHP tahun 2002, Indonesia mendefinisikan traffiking dalam rencana aksi nasional yang tidak memiliki kekuatan hukum dalam KUHP (hanya bertujuan untuk membantu orang membaca rencana aksi nasional).DPR kini sedang membahas RUU anti traffiking yang akan mendefinisikan traffiking dan cocok dengan KUHP.39

Fenomena tentang perdagangan manusia ini telah ada sejak tahun 1949, yaitu sejak ditandatanganinya Convention on Traffic in Person. Hal ini kemudian berkembang ketika banyak laporan tentang terjadinya tindakan perdagangan perempuan pada Beijing Plat Form of Action yang dilanjutkan dengan Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Agains Women (CEDAW) dan telah diratifikasi oleh Indonesia dengan dibentuknya

38

Jamie Davis, Rebecca Surtees Pendampingan Korban Perdagangan Manusia Dalam Proses Hukum Di Indonesia Sebuah Panduan Untuk Pendamping Korban (jakarta : agustus 2004), h 9

39

(39)

Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, kemudian dipertegas dalam agenda Global Alliance Agains

Traffic in Women (GAATW) di Thailand Tahun 1994.40

Trafficking atau perdagangan perempuan dan anak ialah “ setiap tindakan atau transaksi dimana orang (perempuan dan anak) dipindahkan kepada orang lain oleh siapapun atau kelompok manapun, demi keuntngan atau dalam bentuk lain, meliputi; menawarkan, mengantarkan, atau menerima perempuan dan anak dengan berbagai cara untuk tujuan eksploitasi seksual, mengambil organ tubuh perempuan dan anak untuk suatu keuntungan, keterlibatan perempuan dan anak dalam kerja paksa serta penculikan anak untuk adopsi” (Protokol PBB).41

Definisi tentang perdagangan perempuan dan anak adalah : semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, transportasi di dalam atau melintasi perbatasan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan termasuk penggunaan atau ancaman penggunaan kekerasan atau penyalahgunaan kekerasan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut baik dibayar atau tidak untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik, seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau ikatan kerja dalam kondisi seperti perbudakan didalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.42 Sedangkan PBB dalam sidang umum tahun 1994 menyetujui sebuah resolusi yang menentang perdagangan perempuan dan anak serta memberikan definisi trafficking sebagai berikut :

40

GATTW (Global Alliance Against Trafficc In Women), 2000, HAM dalam Praktek Panduan Melawan Perdagangan Perempuan dan Anak, GAATW, Bangkok.

41

Protokol PBB tentang perlindungan anak

42

Syafaat, Rachmat, Dagang Manusia Kajian Trafficking Terhadap Perempuan Dan Anak,

(40)

Pemindahan orang melewati batas nasional dan internasional secara gelap dan melanggar hukum, terutama dari negara berkembang dan dari negara dalam transisi ekonomi, dengan tujuan memaksa perempuan dan anak masuk ke dalam situasi penindasan dan eksploitasi secara seksual dan ekonomi sebagaimana juga tindakan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan manusia seperti pekerja paksa domestik, kawin palsu, pekerja gelap atau adopsi palsu demi kepentingan perekrutan, perdagangan dan sindikat kejahatan.

Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa unsur-unsur dari trafficking itu adalah:

1. Semua usaha atau tindakan,

2. Berkaitan dengan pemindahan orang,

3. Di dalam atau melintasi perbatasan wilayah negara, 4. Adanya tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan, 5. Adanya penipuan,

6. Lilitan hutang,

7. Kekerasan dengan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi dominan, 8. Pekerjaan yang tidak dikehendaki,

9. Kerja paksa atau kondisi seperti perbudakan, 10.Pemerasan terhadap pelacuran dari orang lain, 11.Pemerasan seksual,

(41)

Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa trafficking adalah kegiatan pengiriman tenaga kerja yaitu memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya atau keluarganya, tetapi pengiriman disini tidak harus selalu berarti pengiriman keluar negeri. Meskipun trafficking dilakukan atas ijin tenaga kerja yang bersangkutan, ijin tersebut sama sekali menjadi tidak relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut). Apabila terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang atau apabila korban berada dalam posisi tidak berdaya (misalnya karena terjerat hutang), terdesak oleh kebutuhan ekonomi (misalnya membiayai orang tua yang sakit) atau dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan lain atau ditipu atau diperdaya.

Pada umumnya tujuan trafficking adalah eksploitasi, terutama eksploitasi tenaga kerja (dengan memeras habis-habisan tenaga orang yang dipekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan atau menjual kemudaan tubuh serta daya tarik seksual yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan dalam transaksi seks).43

Menurut Siti Ruhaini Dzuhayatin dan Hartian Silawati (2001 :79), terdapat tiga taktik atau modus operandi yang digunakan untuk merekrut korban ke dalam perdagangan (trafficking) yakni :44

a. Seduction :

43

GATTW (Global Alliance Against Trafficc In Women), 2000, HAM dalam Praktek Panduan Melawan Perdagangan Perempuan dan Anak, GAATW, Bangkok.

44

Dzuhayatin, Siti Ruhaini dan Silawati, Hartian dkk, 2001. A Comparatie Study Of Women Trafficked In The Migration Prosses (Pattern, Profiles and Health Consequences Of Sexual

(42)

Pelaku/agen akan membujuk korban dengan cara memacari korban. Para pelaku berpura-pura kalau mereka tertarik pada korban dan ingin mengenal lebih jauh. Para pelaku secara sedikit demi sedikit dalam waktu yang lama mendapatkan kepercayaan dari korban dan keluarganya setelah itu mereka membujuk korban dan keluarganya untuk mengunjungi sanak keluarganya yang berada di luar kota atau menghadiri pesta di kota terdekat.45

b. False Promises:

Biasanya agen akan berjanji memberikan pekerjaan kepada korban dengan gaji yang cukup tinggi di lain kota. Korban melihat hal ini sebagai kesempatan yang baik untuk menghadiri dan membantu orang tua. Setelah setuju maka pelaku akan membawa korban keluar kota untuk diperdagangkan.46

c. Group Operation

Cara ini dapat menjerumuskan korban kedalam trafficking pelaku tidak bekerja sendiri tapi mereka biasanya beroperasi dalam kelompok laki-laki, ketika mereka akan mendekati korban.47

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa untuk memperlancar perbuatannya, pelaku mendekati dan membujuk korban dan keluarganya dengan berbagai alasan seperti akan memberikan pekerjaan, hidup yang layak, sehingga pelaku mendapat kepercayaan penuh dari korban dan dengan mudah memperjual belikan korban.

45Ibid

. h. 35

46Ibid

. h. 36

47

(43)

C. Faktor Penyebab Terjadinya Trafficking

Faktor penyebab perempuan dan anak rawan terjerumus dan menjadi korban trafficking, sebetulnya bukan hanya faktor ekonomi, seperti tekanan kemiskinan dan kelangkaan lapangan pekerjaan yang tersedia di desa- desa, tetapi juga faktor sosial- budaya, seperti relasi yang tidak seimbang antara laki- laki dan perempuan, masih tingginya kecenderungan perkawinan diusia muda, korban abuse , faktor pendidikan dan lain- lain.48

Latar belakang perempuan dan anak terperdaya menjadi korban trafficking sebagian besar adalah karena alasan kemiskinan dan kesulitan ekonomi, keterbatasan pendidikan dan keterampilan, serta keterbatasan peluang kerja didaerah asal. Sebagian diantara mereka juga memiliki anggota keluarga didaerah asal yang menggantungkan kelangsungan kehidupan ekonominya pada diri mereka, sehingga dalam banyak kasus korban trafficking acapkali sering keluar dari situasi menjejasnya karena tersandera oleh kewajiban moral menghidupi sanak keluarganya didaerah asal.49

Tipu daya dan rayuan busuk para calo plus iming-iming gaji yang menggiurkan, dalam banyak hal memang menjadi pemikat mujarab bagi perempuan dan anak- anak untuk menerima tawaran kerja yang dijanjikan oleh para calo. Di bawah tekanan kemiskinan yang makin lam makin jelas dan ditambah lagi karena korban kebanyakkan kurang berpendidikan dan tidak

48

Edy ikhsan PLEDOI Media Komunikasi Dan Transformasi Hak Anak Dan Perempuan Trafficking In Person ( jakarta : pustaka Indonesia April 2006) vol Ih. 7

49Ibid

(44)

mampu mengakses lapangan kerja yang ada di tawaran sektor perekonomian firma, maka tidak banyak pilihan yang diambil para korban.50

Menurut Jones et al, O’Grady 1996, dan Muntarbhorn 1996 dalam berbagai kasus mungkin benar bahwa kemiskinan adalah sumber utama yang mendorong anak- anak dan perempuan rawan menjadi korban trafficking. Tetapi kalau mau obyektif penyebab anak–anak dan perempuan keluar dari rumah hingga menjadi korban trafficking dan terlibat di dunia pelacuran misalnya sesungguhnya bukan sekedar faktor kemiskinan yang membelenggu, tetapi juga faktor-faktor lain seperti kurangnya perhatian orang tua, beberapa kepercayaan tradisional kehidupan urban yang konsumtif, serta berbagai bentuk abuse.51

Di muka telah disinggung bahwa ada banyak faktor yang menjadi penyebab perempuan dan anak perempuan terjerumus menjadi korban trafficking dan kemudian terjeru,us menjadi korban eksploitasi sindikat pelacuran. Faktor- faktor tersebut umumnya sangat kompleks misalnya penipuan berkedok mencari pekerjaan, kemiskinan, pelampiasan frustasi, pelarian dari tekanan psikologis yang menghimpit rasa bersalah, keretakan rumah tangga, perangkap utang, perceraian, imbas pernikahan di usia dini dan sebagainya.52

Dibandingkan gadis-gadis belia pada umumnya, salah satu ciri yang menandai perempuan dan anak korban trafficking adalah masa lalu yang relatif suram: mereka biasanya adalah korban kekhilapan dan bujuk rayu lelaki yang telah merenggut kesuciannya. Ada sebagian informan yang mengaku kehilangan keperawanannya karena menjadi korban perkosaan. Tetapi sebagian besar korrban trafficking kehilangan keperawaan umumnya karena melakukan hubungan seksual pra- nikah dengan pacarnya masing- masing. Hanya saja, karena si pacar yang telah merenggut kesucian mereka itu umumnya tidak mau

(45)

bertanggungjawab, maka yang terjadi kemudia anak perempuan yang malang ini seolah kehilangan pegangan. Rasa penyesalan dan frustasi yang bercampur aduk menjadi satu sering menyebabkan mereka akhirnya rentan dan potensial menjadi korban penipuan mafia pelacuran.53

Latar belakang keluarga dengan ekonomi yang sangat lemah dan kemiskinan, keadaan atau kondisi keluarga dengan pendidikan yang sangat rendah, keterbatasan kesempatan, ketidaktahuan akan hak, keterbatasan informasi, serta gaya hidup konsumtif, merupakan faktor yang melemahkan ketahanan keluarga. Sementara itu sosial budaya, seolah merupakan hak milik yang dapat diperlakuan sekehendak orang tuanya, ketidak adilan jender, atau posisi perempuan yang dianggap tebih rendah masih tumbuh ditengah kehidupan masyarakat desa.54

Trafficking merupakan suatu bagian dari dinamika perpindahan penduduk. Dalam hal ini migrasi tenaga kerja pada satu titik bisa berlangsung secara sukarela untuk kepentingan jangka pendek dan dapat dilakukan secara paksa.perpindahan tenaga kerja baik secara sukarela maupun paksa bukanlah fenomena baru.55

Salah satu faktor terjadinya perdagangan manusia adalah akibat ambruknya sistem ekonomi lokal, sehingga banyak anak- amak, gadis dan

53Ibid, h. 11

54

http : / /www.bkkbn.go.id / (Tentang Trafficking) Diakses pada hari minggu tanggal 27 juli 2008 09:00

55

(46)

perempuan yang diekspos ke tempat-tempat global untuk mencari pendapatan. Situasi ini semakin merajalela di negara- negara yang mengalami perpecahan.56

faktor utama maraknya trafficking terhadap anak diantaranya adalah akibat kemiskinan yang diderita oleh keluarga, sehingga anak turut serta dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga mereka. Saat ini 37 juta dari 205 juta penduduk indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, hal ini akibat dari krisis yang kita alami pada pertengahan tahun 1997 sehingga banyak anak putus sekolah.57

Adapun faktor lain yang menjadi penyebab trafficking antara lain : 1. Pendidikan : 15% wanita dewasa buta hurup dan separuh dari

remaja putus sekolah memberi peluang untuk menjadi korban trafficking58

2. Perkawinan usia muda : 30% perempuan menikah sebelum usia 16 tahun, perkawinan usia dini beresiko tinggi terjadinya perceraian. Akibat dari perceraian tersebut baik anak maupun perempuan beresiko menjadi korban trafficking.59

3. Kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak banyak diketahui ( baik itu kekerasan dalam rumah tangga ataupun kekerasan

56

Sudrajat, Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perdagangan Anak Dan Perempuan Di Indramayu Jawa Barat( tesis universitas indonesia 2000)

57

Skripsi yulhaida, Perdagangan Anak Khusus Anak Perempuan Untuk Prostitusi (Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia juli 2004)h. 30

58Ibid,

h .31

59Ibid,

(47)

seksual), tetapi sekitar separuh dari anak- anak yang dilacurkan pernah mendapatkan kekerasan seksual.60

4. Kondisi sosial budaya, kondisi keluarga dan masyarakat indonesia masih patriarkis, posisi perempuan masih belum setara dengan laki- laki- laki baik dalam keluarga maupun di berbagai bidang strategis.61

D. Dampak dari Trafficking

Dampak yang ditimbulkan dari trafficking tidak sedikit, di satu sisi dampak psikologis, namun di sisi lain adalah mencari keuntungan sosial ekonomi bagi para korban tersebut.62

Perlakuan yang dialami oleh korban seringkali sangat buruk, meliputi kekerasan non-fisik termasuk penipuan, ancaman, pemaksaan, dimarahi, dipaksa melakukan hal-hal yang tidak masuk akal seperti mandi kembang tujuh warna. Kekerasan fisik meliputi pemukulan/penganiayaan, penyekapan di barak-barak penampungan, terkadang korban juga dipaksa menjadi pengedar dan pemakai obat-obatan terlarang/narkotika dan menjual minuman keras. Kekerasan seksual seperti diperkosa oleh collector, dipaksa duduk diruang etalase (ruang kaca) semacam ruang pameran agar pria hidung belang bisa memilih perempuan yang mereka suka , dan mereka dipaksa bergaya dan berpakaian seronok. Perempuan

60Ibid

, h. 32

61Ibid,

h. 32

62

(48)

yang sedang hamil juga harus tetap melayani tamu, bahkan yang sedang menstruasi pun harus melayani tamu.63

Kekerasan demikian di atas akan menimbulkan berbagai dampak bagi korban, seperti dampak non-fisik seperti perasaan bersalah, rasa takut terutama kepada keluarga, pacar/suami, sering merasa kesepian dan kebingungan, kehilangan harapan hidup dan harga diri, sehingga terkadang korban tidak lagi memiliki arah tujuan yang jelas dan cenderung melanjutkan kegiatan melacurkan diri. Dampak fisik seperti luka, lecet, bahkan kecacatan. Dampak secara seksual rasa nyeri, pembengkakan dan pendarahan dari vagina, memar pada bagian-bagian tertentu, infeksi penyakit kelamin terutama infeksi menular seksual (IMS) dan bahkan terinfeksi HIV/AIDS, kehamilan, dll.

Korban-korban trafficking biasanya adalah perempuan dewasa usia 18-35 tahun, anak perempuan usia 7-18 tahun ke bawah. Korban-korban ini umumnya berasal dari keluarga berekonomi menengah kebawah dengan kata lain keluarga miskin yang berdomisili di daerah pedesaan dan perkotaan. Anak-anak putus sekolah atau baru saja menamatkan pendidikan, anak perempuan dari keluarga miskin, perempuan yang mencari pekerjaan dan perempuan yang akan habis kontrak kerjanya juga cenderung menjadi korban trafficking.

E. Trafficking Menurut Islam

63

Endang ekawati, Sekilas Mengenal Trafficking Atau Perdagangan Anak Dan Perempuan

(49)

Fenomena Traffiking saat ini sungguh mengingatkan kita kembali pada praktik-praktik perbudakan yang pernah terjadi sebelum Islam lahir. Meski secara hukum internasional, perbudakan sudah dihapuskan tetapi praktik trafficking secara subtansi tidak berbeda dengan perbudakan itu sendiri, bahkan boleh jadi justru lebih mengerikan. Islam sejak awal telah meletakkan dasar-dasar bagi pembebasan dan penghapusan perbudakan, karena ia bertentangan dengan prinsip Tauhid (Keesaan Tuhan). Oleh karena itu tidak ada keraguan sedikitpun bahwa trafficking dalam segala bentuknya adalah bertentangan dan melanggar nilai-nilai Islam serta melawan tuhan.64

Memperdagangkan anak sendiri, sekalipun orang tua sepertinya berhak (syibh al-milk), adalah haram. Apalagi jika dilakukan orang lain yang tidak memiliki ikatan darah orang tua dan anak. Perdagangan anak adalah haram karena dianggap memperdagangkan orang merdeka.

Perdagangan anak juga akan berakibat pada problem psikologis dan sosial, yaitu menjauhkan anak dari kasih sayang orang tuanya sendiri secara paksa. Tindakan ini merupakan sesuatu yang di haramkan dan dianggap dosa besar.

Memperdagangkan anak dengan alasan apapun haram hukumnya, baik oleh orang tuanya sendiri maupun orang lain. Pertama, karena pada dasarnya memperdagangkan manusia itu haram. Kedua karena anak masih berada pada

64

(50)

usia perlindungan dan belum memiliki pola pikir kedewasaan, sehingga memiliki kerentanan sangat tinggi untuk di eksploitasi di luar kepentingan dirinya.65

Kemudian melihat kembali pada sejarah pra Islam, ketika jaman jahiliyyah di tanah arab sudah terjadi kesemena-menaan kaum laki-laki terhadap anak perempuan. Hal itu di mulai dengan pembunuhan anak dengan menguburkan bayi itu hidup- hidup bila yang lahir anak perempuan.

Larangan perdagangan anak dalam Islam adalah perbuatan amoral dan kriminal, baik untuk anak perenpuan maupun perempuan dewasa. Untuk mencegah terjadinya penjualan atau perdagangan anak ini, perlu diingatkan apa kewajiban orang tua terhadap anak perempuannya. Di samping faktor kemiskinan sampai saat ini banyak terjadi perdagangan anak perempuan karena orang tua telah melalaikan kewajibannya terhadap anak dan faktor kontrol sosial.66 Rasulullah mengecam perbuatan tersebut melalui hadis sebagai berikut :

ی

! ی

"#

a

$

%ﻡ

Artinya :”cukup berdosa orang yang tidak menjamin nafkah orang yang

berada dalam tanggungannya(HR. Muslim).67

Berdosa besar bagi para orang tua atau orang yang mempunyai tanggungjawab terhadap anak tapi tidak memberikan hak- hak kemanusiaan anak seperti nafkah lahir maupun bathin, apalagi sampai memaksa anak untuk mencari

65

Lies Marcoes Natsir, Fiqh Anti Trafficking (Cirebon: Fahmina Institut, 2006). cet. ke- 1.h. 247

66

Disertasi Fatmawati, Manajemen Penanggulangan Anak Yang Di Lacurkan Dalam Perspektif Dakwah Islam (Studi Kasus Di Rumah Perlindungan Sosial Anak)

67

(51)
(52)

BAB III

GAMBARAN UMUM RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL ANAK

A. Sejarah Berdirinya Rpsa

Rumah perlindungan sosial anak (RPSA) beralamatkan di jalan panti sosial no I cipayung Bambu Apus jakarta timur ini merupakan tempat persinggahan bagi anak- anak yang mengalami kekerasan. RPSA ini didirikan pada tahun 2004, dan pada tahun 2004 ini RPSA menampung + 30 orang anak. Akan tetapi sekarang jumlah anak yang bisa ditampung di RPSA sebanyak 100 orang anak.

Rumah perlindungan sosial anak (RPSA) bambu apus merupakan salah satu wujud pelaksanaan mandat Departemen Sosial berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri : menteri sosial, menteri kesehatan dan kepolisian RI. Berdasarkan SKB tersebut Departemen Sosial memperoleh mandat untuk memfasilitasi penyediaan rumah perlindungan (protection home), pusat trauma (trauma centre), dan pusat pemulihan (recovery centre) bagi korban tindak kekerasan/ perlakuan salah (abuse), anak- anak yamg membutuhkan perlindungan karena jiwa raganya terancam, karena terlibat atau menjadi saksi dalam kegiatan terlarang/ pelanggaran hukum, anak korban trafficking (perdagangan anak) yang mengalami eksploitasi fisik, psikis, ekonomi dan seksual serta anak korban konflik bersenjata, korban kerusuhan, korban bencana, orang tua yang dipenjara, orang tua yang meninggal dunia secara tragis anak terpisah (separated children).

(53)

RPSA melindungi korban dari berbagai bentuk eksploitasi dan diskriminasi dan secara khusus menempatkan anak/ klien dalam rumah aman, memberikan layanan untuk anak yang membutuhkan perlindungan, pemulihan dan perbaikan terhadap kondisi trauma dan stress yang dialaminya, menjaga kerahasiaan, tidak melakukan publikasi terhadap anak, keluarga dan kerabatnya demi keselamatan, perlindungan dan harga diri anak/ klien.

RPSA berpedoman pada prinsip kepentingan terbaik anak, menghargai pandangan anak, dan menjamin terpenuhinya hak- hak anak akan hidup, tumbh kembang, partisipasi serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Rumah Perlindungan sosial anak ( RPSA ) Jakarta sebagai pusat trauma centre (pusat pemulihan ) diperuntukkan bagi anak- anak yang membutuhkan perlindungan khusus, yaitu anak korban trafficking, anak korban kekerasan dan perlakuan salah (abuse).68

B. Visi, Misi Dan Tujuan RPSA

Visi RPSA adalah “mrenjadi salah satu pusat perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus yang dapat menjadi contoh dan rujukan bagi lembaga sejenis di indonesia dan asia tenggara tahun 2020”.

Sedangkan misinya adalah : memberi perlindungan, advokasi, program penanggulangan, penanganan, layanan dan pemenuhan hak- hak dasar kepada

68

(54)

anak yang membutuhkan perlindungan khusus sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan anak’.69

C. Struktur Kepengurusan RPSA

Keterangan :

Alur Komando

Alur Garis Tugas Konsultatif

Penjelasan Struktur Organisasi RPSA tersebut diantaranya : 1. Kelompok Struktural

Kelompok struktural memiliki garis wewenang, tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan pelayanan RPSA. Dalam pelaksanaan pelayanan kelompok

69Ibid,.

h. 2

SEKRETARIAT

BIDANG RUJUKAN PIMPINAN/ KEPALA

BIDANG PENGASUHAN KELOMPOK PROFESI:

Dokter, psikolo, guru, ahli agama, psikiater,

pengacara, polisi, terapis

BIDANG PELAYANAN BIDANG

(55)

strktural ini di bantu oleh kelompok profesional. Struktur organisasi kelompok struktural dan tugas- tugasnya diantaranya :

a) Pimpinan, tugasnya antara lain:

1) Menetapkan kebijakan, program, dan kegiatan 2) Menetapkan perencanaan pembangunan

3) Mengkoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan

4) Memberikan arahan pelaksanaan tugas kepada jajarannya 5) Mengembangkan dan menjalin kerja sama dengan berbagai

lembaga pelayanan, dan kelompok profesional: dan

6) Membuat laporan pertanggung jawaban pelayanan kepada Departemen Sosial RI/ Instansi sosial setempat.

b) Skretariat, tugasnya antara lain:

1) Melakukan tugas- tugas administrasi kantor dan keuangan; 2) Melakukan pengarsipan dokumen administrasi; dan 3) Membuat laporan.

c) Bidang manajemen kasus, tugasnya antara lain:

1) Melakukan kegiatan- kegiatan berdasarkan intervensi mulai dari pendekatan awal, asesmen, dan perencanaan intervensi; 2) Menyiapkan perangkat penanganan kasus dan

mendokumentasikan seluruh penanganan;

(56)

4) Mendukung dan memberi informasi terhadap bidang pelayanan dalam melakukan intervensi; dan

5) Membuat laporan kegiatan pada pimpinan. d) Bidang pelayanan, tugasnya antara lain :

1) Melaksanakan intervensi berdasarkan hasil dari pembahasan kasus;

2) Mengatur dan menyediakan jenis- jenis pelayanan terhadap anak- anak;

3) Mengorganisir kelompok profesi bantu untuk kepentingan pelayanan;

4) Melaksanakan pemantauan proses pelayanan intervensi yang dilakukan;

5) Membuat laporan kegiatan pada pimpinan. e) Bidang pengasuhan, tugasnya antara lain :

1) Memberikan pendampingan dan asuhan pada anak;

2) Mengorganisir kelompok profesi bantu untuk kepentingan pengasuhan;

3) Mel

Referensi

Dokumen terkait

--- Demikian Berita Acara ini dibuat, dengan sebenar-benarnya, ditutup di Sukabumi pada hari Kamis tanggal lima belas bulan Desember tahun dua ribu enam belas pukul

Berdasarkan Tabel 2.1, dapat dihitung admitansi seri jaringan dan admitansi shunt ketanah (kenetral) pada setiap bus, dan hasilnya diperlihatkan berturut-turut pada Tabel 2.2 dan

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Permutasi dengan Unsur

Seperti halnya yang dilakukan editor berita dimana harus membuat cerita lengkap dalam waktu yang singkat dan memangkas bahan yang ada sampai keminimalannya, misalnya produser

Dengan memperhatikan situasi dan kondisi dari masing-masing tahapan proses, maka penentuan jumlah mesin atau peralatan produksi jika produk berkualitas jelek

Menimbang : Bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 32 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Tehnis daerah di

Hasil pengujian pH pada sediaan pewarna rambut ekstrak kulit batang secang pada tabel dapat dilihat bahwa pada konsentrasi sediaan pewarna rambut semakin tinggi, pH yang

Hasil dari uji coba terbatas menunjukkan bahwa (1) skor rata-rata yang diperoleh siswa pada tes hasil belajar adalah 81,21 dari skor ideal 100 dengan standar deviasi 8,51;