• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulasi metode pengendalian persediaan bahan baku biji kopi: studi kasus di restoran Sweet Corner Hotel Atlet Century Park Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Simulasi metode pengendalian persediaan bahan baku biji kopi: studi kasus di restoran Sweet Corner Hotel Atlet Century Park Jakarta"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

SIMULASI METODE PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAHAN BAKU BIJI KOPI

( Studi Kasus di Restoran “Sweet Corner” Hotel Atlet Century

Park Jakarta )

Skripsi

Muhammad Ihsanuddin

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

(2)

SIMULASI METODE PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAHAN BAKU BIJI KOPI

(Studi Kasus di Restoran “Sweet Corner” Hotel Atlet Century

Park Jakarta)

Muhammad Ihsanuddin

109092000014

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

(3)

PERNYATAAN

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR

HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN

Jakarta, Januari 2015

(4)
(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Muhammad Ihsanuddin

Alamat : Jl. Johar Baru 1 Rt.006/05 No.32 Jakarta Pusat 10560

Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 9 Mei 1990

Kewarganegaraan : Indonesia

e-mail : ihsanuddin182@gmail.com : co_punk182@yahoo.com

PENDIDIKAN

 TK Qur’ani Kayu Putih Rawamangun, Jakarta Timur 1994-1995

 SDN 09 Johar Baru, Jakarta Pusat 1996-2001

 MTs PERSIS 69, Jakarta Timur 2001-2004

 MA Ponpes Husnul Khotimah, Kuningan Jawa Barat 2004-2006

(6)

RINGKASAN

Muhammad Ihsanuddin. Simulasi Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Biji Kopi di Restoran Sweet Corner Hotel Atlet Century Park Jakarta. (Di bawah bimbingan Dr. Taswa Sukmadinata dan Rizki Adi Puspita Sari, MM).

Bahan baku merupakan faktor penentu dan penting bagi kelancaran proses produksi bagi perusahaan yang harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam usaha menciptakan keuntungan bagi perusahaan, selain modal dan tenaga kerja. Sehingga setiap perusahaan harus mempunyai persediaan bahan baku yang cukup dalam menunjang kegiatan produksi perusahaan. Apabila pasokan bahan baku terhambat atau tersendat maka kegiatan proses produksi akan terhambat. Terhambatnya proses produksi akan berpengaruh terhadap tingkat output yang dihasilkan. Penurunan tingkat output ini tentu akan berpengaruh pada tingkat penjualan yang berakibat perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan konsumen. Salah satu cara memanfaatkan bahan baku secara efektif dan efisien adalah dengan pengendalian persediaannya.

Restoran “Sweet Corner” merupakan salah satu restoran atau produsen minuman kopi di daerah jakarta. Restoran tersebut berada di bawah naungan Hotel Atlet Century Park Jakarta. Restoran ini memproduksi minuman kopi yang mempunyai kualitas baik dengan target konsumen restoran adalah dari kalangan menengah keatas. Restoran “Sweet Corner” bekerja sama dengan supplier bahan bakunya dengan PT. Acinti Prima Jakarta (lokal), sistem kerja samanya yaitu dengan sistem kontrak. Di dalam kontrak tersebut, pihak supplier memberikan tambahan mesin penghancur/penghalus biji kopinya. Bahan baku yang digunakan restoran ini adalah Coffee Bean (Biji Kopi), sedangkan bahan tambahan atau pendukungnya yaitu Fresh Milk (Susu) dan Kind Of Syrup (Sirup). Bahan baku tersebut harus cukup tersedia agar proses produksinya tidak terhambat dan permintaan konsumen selalu terpenuhi dengan baik. Restoran “Sweet Corner” mengalami kendala atau masalah bagaimana menjaga kualitas mutu bahan baku yang baik Sehingga permintaan konsumen terhadap produk restoran puas. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengendalian persediaan agar persediaan bahan baku tersebut tidak kekurangan ataupun kelebihan. Kekurangan persediaan dapat berakibat larinya pelanggan sedangkan kelebihan persediaan dapat berakibat pemborosan ataupun tidak efisien dan kualitas bahan baku menurun.

Tujuan Penelitian ini adalah: 1). Mempelajari/menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku dan kebijakan perusahaan dalam mengendalikan bahan baku. 2). Memberikan model alternatif pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan sehingga dapat meminimumkan biaya persediaan.

(7)

Berdasarkan data kebutuhan bahan baku dan biaya persediaan pada tahun 2013, kemudian dilakukan penghitungan jumlah pemesanan bahan baku yang optimal dengan metode MRP (Material Requirement Planning).

Perusahaan selama ini melakukan pemesanan sebanyak 63 kali. Pemakaian bahan baku biji kopi pada restoran Sweet Corner sebanyak 233.376 Gram, biaya pemesanan selama tahun 2013 sebesar Rp. 212.940, biaya penyimpanan tahun 2013 sebesar Rp. 110.607,17 dan total biaya persediaan tahun 2013 sebesar Rp. 66.942.297,17.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena

hanya berkah, rahmat dan hidayah-Nya penyusunan skripsi “Simulasi Metode

Pengendalian Persediaan Bahan Baku Biji Kopi Studi Kasus di Restoran Sweet

Corner Hotel Atlet Century Park Jakarta” bisa berjalan dengan lancar. Laporan

skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Sarjana Pertanian di Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta sebagai salah satu sarana untuk memperdalam

pengetahuan yang telah di dapatkan di masa perkuliahan.

Laporan skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak baik secara langsung mapun tidak langsung. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah - Jakarta.

2. Bapak Drs. Acep Muhib, MM selaku Ketua Program Studi Agribisnis UIN

Syarif Hidayatullah - Jakarta.

3. Ibu Rizki Adi Puspita Sari, MM selaku Sekertaris Program Studi Agribisnis

dan pembimbing pendamping Skripsi, yang sabar dalam memberikan

bimbingan, masukan, serta tambahan pengetahuan yang sangat berharga.

4. Bapak Dr. Taswa Sukmadinata, MS selaku pembimbing utama skripsi yang

sudah memberikan arahan, pengetahuan dan kesabaran dalam membimbing

(9)

5. Bapak Dr. Edmon Daris selaku pembimbing akademik, yang memberikan

motivasi, bimbingan, dan arahan untuk kelancaran studi selama ini.

6. Bapak Dr. Akhmad Riyadi Wastra, MM selaku Penguji skripsi yang telah

memberikan kritik yang membangun dan arahan serta bimbingan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

7. Ayahku tercinta Imam Suwandi S.E. yang sudah banyak mengajarkan makna

kehidupan dan memberikan motivasi yang sangat berharga.

8. Ibunda tercinta Tuti Minarsih S.Pd.I yang selalu memberikan dorongan serta

doa yang mengiringi setiap langkah dan upaya hingga saat ini.

9. Almarhum Bapak Rudi Susatio S.E. Selaku Wakil Direktur Perusahaan di

tempat penelitian skripsi saya yang telah memberikan masukan dan motivasi

dalam mengerjakan skripsi dan berkontribusi besar dalam skripsi ini.

10.Seluruh responden yang telah berkenan untuk di wawancara.

11.Temen-temen Agribisnis 2009 yang telah banyak membantu dan memberikan

kenangan di masa perkuliahan.

12.Seluruh pihak yang telah membantu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih jauh dari

sempurna, maka kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi

ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Amin.

Jakarta, Desember 2014

(10)

i

1.2Perumusan Masalah... 4

1.3Tujuan Penelitian... 5

1.4Manfaat Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Kopi... ... 6

2.3 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi... 15

2.4 Definisi Persediaan... 17

2.4.1 Fungsi Persediaan... 17

2.4.2 Klasifikasi Persediaan... 19

2.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persediaan... 21

2.4.4 Biaya-biaya Persediaan... 22

2.5 Pengendalian Persediaan Bahan Baku... 24

2.6 Metode Pengendalian Persediaan... 25

2.6.1 Metode Pengendalian Statistik... 26

2.6.2 Metode Persediaan Just In Time (JIT)... 26

2.6.3 Metode Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)... 27

2.6.3.1 MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ)... 29

2.6.3.2 MRP Teknik Lot For Lot (LFL)... 32

2.6.3.3 MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)... 33

(11)

ii

2.7 Metode Penilaian Persediaan... 34

2.7.1 Cara First-In, First-Out (FIFO)... 34

2.7.2 Cara Rata-rata Ditimbang (Weighted Average)... 34

2.7.3 Cara Last-In, First-Out (LIFO)... 34

2.8 Penelitian Terdahulu... 34

2.9 Kerangka Pemikiran Konseptual... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 39

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 39

3.2 Jenis dan Sumber Data... ... 39

3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 40

3.3.1 Metode Pengolahan... 40

3.3.2 Analisis Kualitatif... 40

3.3.3 Analisis Kuantitatif... 40

3.4 Definisi Operasional... 48

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... 49

4.1 Sejarah Perusahaan... 49

4.2 Visi dan Misi Perusahaan... 49

4.3 Bauran Pemasaran... 50

4.3.1 Produk... 51

4.3.2 Harga... 52

4.3.3 Tempat... 52

4.3.4 Promosi... 53

4.4. Struktur Organisasi... 53

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 56

5.1 Pengendalian Persediaan Bahan Baku Biji Kopi... 56

5.1.1 Jenis dan Asal Bahan Baku... 56

5.1.2 Prosedur Pembelian Bahan Baku... 57

5.1.3 Pemakaian Bahan Baku... 59

5.1.4 Biaya Persediaan Bahan Baku... 60

5.1.4.1 Biaya Pemesanan... 60

5.1.4.2 Biaya Penyimpanan... 60

5.1.5 Metode Pengendalian Persediaan Perusahaan... 63

5.2 Alternatif Metode Pengendalian Persediaan... 68

5.2.1 Metode Teknik Lot For Lot (LFL)... 69

(12)

iii

5.2.3 Metode Teknik Period Order Quantity (POQ)... 73

5.2.4 Metode Teknik Part Period Balancing (PPB)... 75

5.3 Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan... 77

5.4 Rekomendasi Metode Pengendalian Persediaan... 79

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 81

6.1 Kesimpulan... 81

6.2 Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA... 83

(13)

iv DAFTAR TABEL

Tabel 1. Format Perencanaan Bahan Baku (MRP)... 43

Tabel 2. Perbedaan Prinsip Pokok Antar Metode MRP... 48

Tabel 3. Perkembangan Pemakaian Bahan Baku... 60

Tabel 4. Komponen Opportunity Cost Bahan Baku Tahun 2013... 63

Tabel 5. Komponen Biaya Penyimpanan Bahan Baku Tahun 2013... 64

Tabel 6. Pengadaan Bahan Baku Biji Kopi Tahun 2013... 65

Tabel 7. Perkembangan Persediaan Bahan Baku Tahun 2013... 66

Tabel 8. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pemesanan Bahan Baku Tahun 2013... 67

Tabel 9. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik LFL... 71

Tabel 10. Biaya Persediaan Bahan Baku Metode MRP Teknik LFL... 72

Tabel 11. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pemesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik EOQ... 73

Tabel 12. Biaya Persediaan Bahan Baku Metode MRP Teknik EOQ... 73

Tabel 13. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik POQ... 75

Tabel 14. Biaya Persediaan Bahan Baku Metode MRP Teknik POQ... 75

Tabel 15. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik PPB... 77

Tabel 16. Biaya Persediaan Bahan Baku Metode MRP Teknik PPB... 78

Tabel 17. Perbandingan Biaya Persediaan Bahan Baku Biji Kopi dengan MRP Teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB... 79

(14)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pengolahan Kopi Dengan Proses Basah... 7

Gambar 2. Pengolahan Kopi Dengan Proses Kering... 10

Gambar 3. Hubungan Antara Kedua Jenis Biaya Persediaan... 30

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Konseptual... 38

Gambar 5. Restoran Sweet Corner... 54

Gambar 6. Struktur Organisasi Perusahaan... 56

(15)

vi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Biaya Pemesanan Biji Kopi Piazza D’oro... 85

Lampiran 2. Nilai Suku Bunga BI 2013... 86

Lampiran 3. Grafik Pola Permintaan Bahan Baku... 87

Lampiran 4. Biaya Persediaan Bahan Baku Restoran Sweet Corner... 88

Lampiran 5. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Teknik LFL... 89

Lampiran 6. Perhitungan Teknik EOQ Bahan Baku Biji Kopi... 90

Lampiran 7. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Teknik EOQ... 91

Lampiran 8. Perhitungan Teknik POQ Bahan Baku Biji Kopi... 92

Lampiran 9. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Teknik POQ... 93

Lampiran 10. Penggabungan Periode Teknik PPB... 94

Lampiran 11. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Teknik PPB... 96

Lampiran 12. Penghematan Biaya Persediaan Bahan baku... 97

Lampiran 13. Denah Lokasi Restoran dan Gudang Bahan baku... 98

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, baik itu

perusahaan besar, perusahaan menengah, perusahaan kecil sudah tentu

mempunyai persediaan bahan baku. Persediaan bahan baku yang ada pada setiap

perusahaan tentu berbeda dari segi jumlah maupun jenisnya, hal ini dimungkinkan

karena setiap perusahaan mempunyai skala produksi dan hasil produksi yang

berbeda.

Bahan baku merupakan faktor penentu dan penting bagi kelancaran proses

produksi bagi perusahaan yang harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien

dalam usaha menciptakan keuntungan bagi perusahaan, selain modal dan tenaga

kerja. Sehingga setiap perusahaan harus mempunyai persediaan bahan baku yang

cukup dalam menunjang kegiatan produksi perusahaan. Apabila pasokan bahan

baku terhambat atau tersendat maka kegiatan proses produksi akan terhambat.

Terhambatnya proses produksi akan berpengaruh terhadap tingkat output yang

dihasilkan. Penurunan tingkat output ini tentu akan berpengaruh pada tingkat

penjualan yang berakibat perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan

konsumen. Salah satu cara memanfaatkan bahan baku secara efektif dan efisien

adalah dengan pengendalian persediaannya.

Pada perusahaan industri persediaan bahan baku merupakan hal yang

sangat penting untuk proses produksi, oleh karena itu perusahaan harus dapat

(17)

2 biaya persediaan agar proses produksi tetap berjalan lancar. Maka untuk itu harus

diperhatikan berbagai faktor yang terkait dalam pengadaan dan penyimpanan

bahan baku. Penentuan dan pengelompokkan biaya-biaya yang terkait dengan

pengadaan persediaan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pihak manajemen

dalam mengambil keputusan yang tepat.

Menurut Rangkuti pengendalian persediaan merupakan hal penting bagi

perusahaan, karena kegiatan ini dapat membantu tercapainya suatu tingkat

efisiensi penggunaan uang dalam persediaan. Namun demikian perlu ditegaskan

bahwa tidak berarti akan dapat melenyapkan sama sekali resiko yang timbul

akibat adanya persediaan yang terlalu besar atau terlalu kecil, melainkan hanya

berusaha mengurangi resiko tersebut. Jadi dalam pengendalian persediaan dapat

membantu mengurangi terjadinya resiko tersebut diatas menjadi sekecil mungkin.

(Rangkuti, 2004).

Kopi adalah salah satu komoditas unggulan negara ini dan memiliki

potensi yang besar untuk dikembangkan. Kopi merupakan andalan sub-sektor

perkebunan karena peranannya yang cukup menonjol sebagai sumber pendapatan

masyarakat, kesempatan kerja, dan perolehan devisa. Pada umumnya, setiap

bisnis memiliki peluang dan tantangan dalam mengembangkan agroindustri yang

sedang dijalani. Kendala dan permasalahan adalah bagian dari tantangan yang

menghambat agroindustri kopi ini. Salah satunya adalah kendala yang dihadapi

oleh perusahaan kopi nasional adalah penyediaan bahan baku biji kopi. Jadi untuk

mendukung era agroindustri di masa datang, sudah saatnya upaya perbaikan mutu

(18)

3 sekundernya. Dengan demikian, upaya-upaya peningkatan konsumsi dan nilai

tambah kopi perlu terus digalakkan atau dilakukan untuk pasar-pasar tradisional,

maupun pasar modern termasuk perusahaan-perusahaan industri hilirnya seperti

restoran-restoran.

Restoran “Sweet Corner” merupakan salah satu restoran atau produsen

minuman kopi di daerah jakarta. Restoran tersebut berada di bawah naungan

Hotel Atlet Century Park Jakarta. Restoran ini memproduksi minuman kopi yang

mempunyai kualitas baik dengan target konsumen restoran adalah dari kalangan

menengah keatas. Restoran “Sweet Corner” bekerja sama dengan supplier bahan

bakunya dengan PT. Acinti Prima Jakarta (lokal), sistem kerja samanya yaitu

dengan sistem kontrak. Di dalam kontrak tersebut, pihak supplier memberikan

tambahan mesin penghancur/penghalus biji kopinya. Bahan baku yang digunakan

restoran ini adalah Coffee Bean (Biji Kopi), sedangkan bahan tambahan atau

pendukungnya yaitu Fresh Milk (Susu) dan Kind Of Syrup (Sirup). Bahan baku

tersebut harus cukup tersedia agar proses produksinya tidak terhambat dan

permintaan konsumen selalu terpenuhi dengan baik. Restoran “Sweet Corner”

mengalami kendala atau masalah bagaimana menjaga kualitas mutu bahan baku

yang baik Sehingga permintaan konsumen terhadap produk restoran puas. Oleh

karena itu, diperlukan adanya pengendalian persediaan agar persediaan bahan

baku tersebut tidak kekurangan ataupun kelebihan. Kekurangan persediaan dapat

berakibat larinya pelanggan sedangkan kelebihan persediaan dapat berakibat

(19)

4 1.2 Perumusan Masalah

Pengendalian persediaan bahan baku yang tepat akan mengurangi resiko

adanya kelebihan maupun kekurangan persediaan bahan baku. Persediaan bahan

baku yang melebihi kebutuhan perusahaan akan mengakibatkan peningkatan

biaya persediaan (biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya transport, dan

lain-lain) yang harus ditanggung Perusahaan/Restoran “Sweet Corner – Coffee

Corner”, sedangkan persediaan yang tidak memenuhi kebutuhan akan

menghambat proses produksi dan pelayanan terhadap konsumen serta merugikan

perusahaan. Permasalahan tersebut mengharuskan perusahaan untuk lebih

mengoptimalkan pembelian bahan baku, serta menyusun kebijaksanaan dan

model yang tepat dalam pengendalian bahan baku sehingga diharapkan

perusahaan dapat meminimumkan biaya produksinya. Selain itu, pokok utama

permasalahannya yaitu bagaimana menjaga ketersediaan bahan baku/

macam-macam biji kopi (Coffe Bean) sebagai fast moving item (barang yang

ketersediaannya selalu dibutuhkan) atau banyak dan sering digunakan didalam

inventory bahan baku (raw material inventory).

Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka permasalahan yang

dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku biji kopi yang

dilakukan perusahaan?

2. Apa sajakah metode alternatif pengendalian persediaan bahan baku biji kopi

yang dapat digunakan perusahaan sehingga dapat meminimumkan biaya

(20)

5 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari/menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku dan

kebijakan perusahaan dalam mengendalikan bahan baku.

2. Memberikan model alternatif pengendalian persediaan bahan baku bagi

perusahaan sehingga dapat meminimumkan biaya persediaan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelititan ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pertanian di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, sekaligus bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan

pengalaman penulis.

2. Bagi perusahaan yang bersangkutan, hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan

dengan efisiensi penggunaan sumber dana dan sumber daya yang dimiliki

perusahaan untuk menentukan besarnya kuantitas pembelian bahan baku

(21)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi

Kopi adalah salah satu jenis tanaman semak yang sudah lama menjadi

tanaman perkebunan atau industri karena memiliki nilai komersil tinggi. Hal ini

dikarenakan banyak orang yang mengkonsumsinya mulai dari kalangan atas

hingga bawah setelah terlebih dahulu mengolah buahnya menjadi minuman.

Penggunaan kopi sebagai bahan makanan berenergi mulai dikenal sekitar 3000

tahun (1000 M ) lalu oleh bangsa Ethiopia di benua Afrika. Untuk Pemanfaatan

kopi sebagai minuman, pertama kali ditemukan oleh bangsa arab kemudian

mengalami perkembangan yang pesat ke seluruh dunia hingga terkenal sampai

sekarang sebagai minuman paling popular di dunia.

Kata kopi sendiri berasal dari bahasa arab yaitu kahwa (kekuatan) dimana

awalnya kopi dijadikan sebagai makanan berenergi tinggi. Kemudian berubah

menjadi kahve (dalam bahasa Turki), dan akhirnya berubah lagi

menjadi koffie (Belanda).

2.1.1 Proses Pengolahan Kopi

Proses pengolahan buah kopi sampai menjadi biji kopi merupakan proses

yang panjang sebelum siap untuk di-roasted atau dipanggang. Hal ini karena kopi

baru bisa menjadi komoditas perdagangan jika buah dan selaputnya telah

dihilangkan sehingga tertinggal hanya bijinya.

Buah kopi yang telah dipanen harus segera diolah untuk mencegah

(22)

7 dan dipilah berdasarkan kriteria tertentu. Buah kualitas prima bila diolah dengan

benar akan menghasilkan biji kopi bermutu tinggi.

Secara umum dikenal dua cara mengolah buah kopi menjadi biji kopi,

yakni proses basah dan proses kering. Selain itu ada juga proses semi basah atau

semi kering, yang merupakan modifikasi dari kedua proses tersebut. Setiap cara

pengolahan mempunyai keunggulan dan kelemahan, baik ditinjau dari mutu biji

yang dihasilkan maupun komponen biaya produksi.

2.1.1.1 Pengolahan Dengan Proses Basah

Biaya produksi proses basah lebih mahal dibanding proses kering. Proses

basah sering dipakai untuk mengolah biji kopi arabika. Alasannya, karena kopi

jenis ini dihargai cukup tinggi. Sehingga biaya pengolahan yang dikeluarkan

masih sebanding dengan harga yang akan diterima. Berikut tahapan untuk

mengolah biji kopi dengan proses basah. Pengolahan kopi dengan proses basah

disajikan pada gambar dibawah ini.

(23)

8 a. Sortasi buah kopi

Setelah buah kopi dipanen, segera lakukan sortasi. Pisahkan buah dari

kotoran, buah berpenyakit dan buah cacat. Pisahkan pula buah yang berwarna

merah dengan buah yang kuning atau hijau. Pemisahan buah yang mulus dan

berwarna merah (buah superior) dengan buah inferior berguna untuk membedakan

kualitas biji kopi yang dihasilkan.

b. Pengupasan kulit buah

Kupas kulit buah kopi, disarankan dengan bantuan mesin pengupas.

Terdapat dua jenis mesin pengupas, yang diputar manual dan bertenaga mesin.

Selama pengupasan, alirkan air secara terus menerus kedalam mesin pengupas.

Fungsi pengaliran air untuk melunakkan jaringan kulit buah agar mudah terlepas

dari bijinya. Hasil dari proses pengupasan kulit buah adalah biji kopi yang masih

memiliki kulit tanduk, atau disebut juga biji kopi HS.

c. Fermentasi biji kopi HS

Lakukan fermentasi terhadap biji kopi yang telah dikupas. Terdapat dua

cara, pertama dengan merendam biji kopi dalam air bersih. Kedua, menumpuk biji

kopi basah dalam bak semen atau bak kayu, kemudian atasnya ditutup dengan

karung goni yang harus selalu dibasahi.

Lama proses fermentasi pada lingkungan tropis berkisar antara 12-36 jam.

Proses fermentasi juga bisa diamati dari lapisan lendir yang menyelimuti biji kopi.

Apabila lapisan sudah hilang, proses fermentasi bisa dikatakan selesai.

Setelah difermentasi cuci kembali biji kopi dengan air. Bersihkan sisa-sisa lendir

(24)

9 d. Pengeringan biji kopi HS

Langkah selanjutnya biji kopi HS hasil fermentasi dikeringkan. Proses

pengeringan bisa dengan dijemur atau dengan mesin pengering. Untuk

penjemuran, tebarkan biji kopi HS di atas lantai jemur secara merata. Ketebalan

biji kopi sebaiknya tidak lebih dari 4 cm. Balik biji kopi secara teratur terutama

ketika masih dalam keadaan basah.

Lama penjemuran sekitar 2-3 minggu dan akan menghasilkan biji kopi

dengan kadar air berkisar 16-17%. Sedangkan kadar air yang diinginkan dalam

proses ini adalah 12%. Kadar air tersebut merupakan kadar air kesetimbangan

agar biji kopi yang dihasilkan stabil tidak mudah berubah rasa dan tahan serangan

jamur.

Apabila ingin mendapatkan kadar air sesuai dengan yang diinginkan

lakukan penjemuran lanjutan. Namun langkah ini biasanya agak lama mengingat

sebelumnya biji kopi sudah direndam dan difermentasi dalam air. Biasanya,

pengeringan lanjutan dilakukan dengan bantuan mesin pengering hingga kadar air

mencapai 12%. Langkah ini akan lebih menghemat waktu dan tenaga.

e. Pengupasan kulit tanduk

Setelah biji kopi HS mencapai kadar air 12%, kupas kulit tanduk yang

menyelimuti biji. Pengupasan bisa ditumbuk atau dengan bantuan mesin pengupas

(huller). Dianjurkan dengan mesin untuk mengurangi resiko kerusakan biji kopi.

Hasil pengupasan pada tahap ini disebut biji kopi beras (green bean).

(25)

10 Setelah dihasilkan biji kopi beras, lakukan sortasi akhir. Tujuannya untuk

memisahkan kotoran dan biji pecah. Selanjutnya, biji kopi dikemas dan disimpan

sebelum didistribusikan.

2.1.1.2 Pengolahan Kopi Dengan Proses Kering

Proses kering lebih sering digunakan untuk mengolah biji kopi robusta.

Pertimbangannya, karena biji kopi robusta tidak semahal arabika. Peralatan yang

diperlukan untuk pengolahan proses kering lebih sederhana dan beban kerja lebih

sedikit, sehingga bisa menghemat biaya produksi. Berikut tahapan untuk

mengolah biji kopi dengan proses kering.

Gambar 2. Pengolahan kopi dengan proses kering.

a. Sortasi buah kopi

Tidak berbeda dengan proses basah, segera lakukan sortasi begitu selesai

panen. Pisahkan buah superior dengan buah inferior sebagai penanda kualitas.

(26)

11 Jemur buah kopi yang telah disortasi di atas lantai penjemuran secara

merata. Ketebalan kopi yang dijemur hendaknya tidak lebih dari 4 cm. Lakukan

pembalikan minimal 2 kali dalam satu hari. Proses penjemuran biasanya

memerlukan waktu sekitar 2 minggu dan akan menghasilkan buah kopi kering

dengan kadar air 15%. Bila kadar air masih tinggi lakukan penjemuran ulang

hingga mencapai kadar air yang diinginkan.

c. Pengupasan kulit buah dan kulit tanduk

Buah kopi yang telah dikeringkan siap untuk dikupas kulit buah dan kulit

tanduknya. Usahakan kadar air buah kopi berada pada kisaran 15%. Karena,

apabila lebih akan sulit dikupas, sedangkan bila kurang beresiko pecah biji.

Pengupasan bisa dilakukan dengan cara ditumbuk atau menggunakan

mesin huller. Kelemahan cara ditumbuk adalah prosentase biji pecah tinggi,

dengan mesin resiko tersebut lebih rendah.

d. Sortasi dan pengeringan biji kopi

Setelah buah kopi dikupas, lakukan sortasi untuk memisahkan produk

yang diinginkan dengan sisa kulit buah, kulit tanduk, biji kopi pecah dan kotoran

lainnya. Biji kopi akan stabil bila kadar airnya 12%. Bila belum mencapai 12%

lakukan pengeringan lanjutan. Bisa dengan penjemuran atau dengan bantuan

mesin pengering. Apabila kadar air lebih dari angka tersebut, biji kopi akan

mudah terserang jamur. Apabila kurang biji kopi mudah menyerap air dari udara

yang bisa mengubah aroma dan rasa kopi. Setelah mencapai kadar air

(27)

12 e. Pengemasan dan Penyimpanan

Kemas biji kopi dengan karung yang bersih dan jauhkan dari bau-bauan.

Untuk penyimpanan yang lama, tumpuk karung-karung tersebut diatas sebuah

palet kayu setebal 10 cm. Berikan jarak antara tumpukan karung dengan dinding

gudang. Kelembaban gudang sebaiknya dikontrol pada kisaran kelembaban (RH)

70%.

Penggudangan bertujuan untuk menyimpan biji kopi sebelum

didistribusikan kepada pembeli. Biji kopi yang disimpan harus terhindar dari

serangan hama dan penyakit. Jamur merupakan salah satu pemicu utama

menurunnya kualitas kopi terlebih untuk daerah tropis.

2.1.2 Jenis Kopi

Secara umum, dikenal dua spesies kopi yaitu kopi arabika yang dikenal

sebagai kopi tradisional dengan rasa paling enak dan kopi robusta yang memiliki

kandungan kafein paling tinggi.Tanaman kopi juga dapat digolongkan menjadi

tiga yaitu :

1. Golongan Arabika

Golongan ini adalah yang pertama kali dikembangkan di Indonesia,

tanaman kopi golongan ini berasal dari Ethiopia dan Albessinia.

2. Golongan Liberika.

Berasal dari Angola dan sekitar tahun 1965 masuk ke Indonesia. Kualitas

buah dan rendemennya yang rendah, menjadikan jumlah golongan kopi ini masih

terbatas di indonesia.

(28)

13 Robusta berasal dari wilayah Kongo dan sekitar tahun 1900 masuk ke

indonesia. Kualitas buah yang unggul menjadikan golongan ini berkembang

sangat cepat dan menjadi jenis kopi yang mendominasi perkebunan kopi di

Indonesia.

2.2 Definisi Restoran

Menurut Marsum, restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang

diorganisir secara komersil, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik

kepada semua konsumennya baik berupa makanan maupun minuman. Tujuan

operasional restoran adalah untuk mencari keuntungan sebagaimana tercantum

dalam definisi Prof. Vanco Christian dari School Hotel Administration di Cornell

University. Selain bertujuan bisnis atau mencari keuntungan, membuat puas para

konsumennya pun merupakan tujuan operasional restoran yang utama.

Pengertian restoran atau rumah makan menurut Keputusan Menteri

Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No.KN.73/PVVI05/MPPT-85 tentang

Peraturan usaha Rumah Makan, dalam peraturan ini yang dimaksud dengan

pengusaha Jasa Pangan adalah : “Suatu usaha yang menyediakan jasa pelayanan

makanan dan minuman yang dikelola secara komersial”. Sedangkan menurut

peraturan Menteri Kesehatan RI No. 304/Menkes/Per/89 tentang persyaratan

rumah makan maka yang dimaksud rumah makan adalah satu jenis usaha jasa

pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen

dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan,

penyimpanan dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat

(29)

14 mencari berbagai macam makanan dan minuman. Restoran biasanya juga

menyuguhkan keunikan tersendiri sebagai daya tariknya, baik melalui menu

masakan, hiburan maupun tampilan fisik bangunannya.

2.2.1 Klasifikasi Restoran

Menurut Soekresno (2000), dilihat dari pengelolaan dan sistem penyajian,

restoran dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu :

1. Restoran formal adalah industri jasa pelayanan makanan dan minuman

yang dikelola secara komersial dan professional dengan pelayanan yang

eksklusif, contoh : member restoran, Gourmet, Main dining room, Grilled

Restoran, exsekutive restoran dan sebagainya.

2. Restoran informal adalah industri jasa pelayanana makanan dan minuman

yang dikelola secara komersial dan professional dengan lebih

mengutamakan kecepatan pelayanan, kepraktisan, dan percepatan

frekuensi yang silih berganti pelanggan, contoh : cafe, cafeteria, fast food

restoran, coffe shop, bistro, canteen, tavern, family restaurant, pub,

service corner, burger corner, snack bar.

3. Specialities Restoran adalah industri jasa pelayanan makanan dan

minuman yang dikelola secara komersial dan professional dengan

menyediakan makanan khas dan diikuti dengan sistem penyajian yang

khas dari suatu Negara tersebut, contoh : Indonesian food restaurant,

(30)

15 2.3 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi

Manajemen Operasi dan Produksi terdiri dari kata manajemen dan

operasi/produksi. Para ahli manajemen, mempunyai banyak definisi tentang

manajemen. Manajemen adalah tindakan atau kegiatan merencanakan,

mengorganisir, melaksanakan, mengkoordinasikan dan mengontrol untuk

mencapai tujuan organisasi. Operasi adalah kegiatan untuk mengubah input

menjadi output sehingga lebih berdaya guna daripada bentuk aslinya. Operasi

merupakan salah satu dari fungsi-fungsi yang ada dalam suatu lembaga. Fungsi

lain selain operasi adalah keuangan, personalia, pemasaran, dan lain-lain. Operasi

inilah yang menentukan kemampuan suatu lembaga melayani pihak luar. Jadi

manajemen operasi merupakan penerapan ilmu manajemen untuk mengatur

kegiatan produksi atau operasi agar dapat dilakukan secara efisien. Mekanisme

atau sistem manajemen operasi masing-masing perusahaan berbeda, akan terdapat

proses mengubah bentuk fisik, atau memindahkan (transportasi), menyimpan,

memeriksa dan meminjamkan. Berdasarkan beberapa ahli manajemen, pengertian

manajemen operasi yaitu:

Menurut Jay Helzer dan Barry Render (2005;4), manajemen operasi

adalah serangkaian kegiatan yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan

jasa dengan mengubah input menjadi output. Menurut Pangestu Subagyo

(2000;1), manajemen operasi adalah penerapan ilmu manajemen untuk mengatur

kegiatan produksi atau operasi agar dapat dilakukan secara efisien. Menurut Edy

Herjanto (2003;2), manajemen operasi adalah suatu proses yang secara

(31)

16 mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam rangka mencapai

tujuan.

Manajemen operasi merupakan penerapan ilmu manajemen untuk

mengatur kegiatan produksi dan operasi agar dapat dilakukan secara efisien selain

itu juga dapat menghasilkan suatu produk yang bisa berupa barang maupun jasa,

yang mana untuk kegiatan proses produksinya yang efektif dan efisien

memerlukan berbagai konsep, peralatan serta berbagai cara mengelola operasinya.

Manajemen operasi dalam agribisnis ditujukan pada pengarahan dan

pengawasan proses yang digunakan oleh perusahaan makanan dan agribisnis

untuk produksi dipabrik dengan memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Merancang program mutu

2. Merencanakan lokasi pabrik

3. Memilih tingkat kapasitas yang tepat

4. Mendesain layout operasi

5. Memutuskan desain proses

6. Menentukan tugas, pekerjaan, dan tanggung jawab

Semua organisasi bisnis (perusahaan) untuk menciptakan barang dan jasa

(produk), paling tidak menjalankan tiga fungsi utama yaitu :

1. Fungsi Pemasaran(Marketing Function)

Fungsi ini berhubungan dengan pasar untuk dapat menciptakan permintaan

dan pada akhirnya menyampaikan produk yang dihasilkan ke pasar.

(32)

17 Fungsi ini mengelola berbagai urusan keuangan di dalam perusahaan

maupun perusahaan dengan pihak luar perusahaan.

3. Fungsi Produksi atau Operasi (Operation Function)

Fungsi ini berkaitan dengan penciptaan barang dan jasa yang dihasilkan

perusahaan.

2.4 Definisi Persediaan

Persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu

atau sumberdaya suatu organisasi yang disimpan untuk memenuhi permintaan

yang meliputi bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir,

bahan pembantu atau komponen-komponen lain yang menjadi bagian produk

perusahaan (Handoko, 2000). Keberadaan persediaan berkaitan dengan faktor

waktu, faktor ketidakpastian, faktor diskontuinitas dan faktor ekonomi. Dalam

pengendalian persediaan ada dua keputusan pokok yang perlu diambil, yaitu

jumlah setiap kali pemesanan dan kapan pemesanan harus dilakukan.

Menurut Rangkuti (2004) sistem persediaan diartikan sebagai serangkaian

kebijakan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan yang harus dijaga,

kapan persediaan harus disediakan dan berapa besar pemesanan yang harus

dilakukan. Sistem ini bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya

sumberdaya dalam kualitas dan kuatitas dalam waktu yang tepat.

2.4.1 Fungsi Persediaan

Efisiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai

fungsi penting persediaan. Fungsi – fungsi persediaan menurut Handoko (2000)

(33)

18 1. Fungsi Decoupling

Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-operasi

perusahaan internal dan eksternal mempunyai “kebebasan” (independence).

Persediaan “decouples” ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi

permintaan konsumen tanpa tergantung pada pemasok. Persediaan bahan mentah

diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya

baik jumlah ataupun waktu pengiriman. Persediaan barang diperlukan untuk

memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari konsumen. Persediaan yang

diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat

diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock.

2. Fungsi Economic Lot Sizing

Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan

membeli sumber daya-sumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi

biaya-biaya per unit. Persediaan “lot size” ini perlu mempertimbangkan

penghematan-penghematan karena perusahaan melakukan pembelian dalam

kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena

besarnya persediaan.

3. Fungsi Antisipasi

Sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat

diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu.

Untuk itulah persediaan diperlukan untuk mengisi kekosongan yang ada pada

saat-saat tertentu. Selain itu perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian

(34)

19 memerlukan kuantitas persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman

(safety inventories).

2.4.2 Klasifikasi Persediaan

Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian

yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang

harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan yang harus

dilakukan (Handoko, 2000). Sistem ini bertujuan untuk menetapkan dan

menjamin ketersediaan sumber daya yang tepat pada waktu yang tepat. Menurut

jenisnya, persediaan dapat dibedakan menjadi 5 bagian berdasarkan pada

posisinya, yaitu :

a. Persediaan bahan mentah (raw materials)

Persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam produksi.

Bahan mentah ini dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para

pemasok dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses

produksi selanjutnya.

b. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components)

Persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang

diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi

suatu produk.

c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies)

Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi

tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

(35)

20 Persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian

dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih

perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

e. Persediaan barang jadi (finished goods)

Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam

pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan. Jenis-jenis persediaan

berdasarkan fungsinya, dibagi empat yaitu:

1. Pipeline/transit inventory

Persediaan ini muncul karena leadtime pengiriman dari satu tempat ke

tempat lain. Persediaan ini akan banyak kalau jarak dan waktu pengiriman

panjang. Jadi persediaan tipe ini dapat dikurangi dengan mempercepat

pengiriman.

2. Cycle Stock

Ini adalah persediaan akibat motif memenuhi skala ekonomi. Persediaan

ini mempunyai siklus tertentu. Pada saat pengiriman jumlahnya banyak, kemudian

sedikit-demi sedikt berkurang akibat dipakai atau dijual sampai akhirnya habis

atau hampir habis, kemudian mulai dengan siklus baru lagi.

3. Persediaan pengaman (safety stock)

Fungsinya adalah sebagai perlindungan terhadap ketidakpastian

permintaan maupun pasokan. Perusahaan biasanya menyimpan lebih banyak dari

yang diperkirakan dibutuhkan selama suatu periode tertentu supaya kebutuhan

yang lebih banyak bisa dipenuhi tanpa harus menunggu. Penentuan besarnya

persediaan pengaman adalah pekerjaan yang sulit karena terkait dengan biaya

(36)

21 4. Anticipation Stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang

dapat diramalkan berdasarkan pola musiman dalam menghadapi penggunaan,

penjualan atau permintaan yang meningkat. Persediaan juga bisa diklasifikasikan

berdasarkan sifat ketergantungan kebutuhan antara satu item dengan item lainnya.

Item-item yang kebutuhannya tergantung pada kebutuhan item lain dinamakan

dependent demand item. Sebaliknya, kebutuhan independent demand item tidak

tergantung pada kebutuhan item lain. Klasifikasi ini dilakukan karena pengelolaan

kedua jenis item ini biasanya berbeda. Yang termasuk dalam dependent demand

item biasanya adalah komponen atau bahan baku yang akan digunakan untuk

membuat produk jadi. Kebutuhan bahan baku dan komponen tersebut ditentukan

oleh banyaknya jumlah produk jadi yang akan dibuat dengan menggunakan

komponen atau bahan baku tersebut. Ketergantungan permintaan ini biasanya

diwujudkan dalam bentuk struktur/komposisi produk atau bill of materials

(BOM). Produk jadi biasanya tergolong dalam independent demand item karena

kebutuhan akan satu produk jadi tidak langsung mempengaruhi kebutuhan produk

jadi lain.

2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan

Persediaan muncul karena faktor waktu, ketidakpastian waktu datang,

ketidakpastian penggunaan dalam perusahaan, faktor ekonomis dan faktor teknis.

Faktor waktu yaitu faktor yang menyangkut lamanya proses produksi dan

distribusi sebelum barang jadi sampai kepada konsumen. Waktu diperlukan untuk

(37)

22 barang jadi ke pedagang besar atau konsumen. Persediaan dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu (leadtime). Faktor ketidakpastian

waktu datang menyebabkan perusahaan memerlukan persediaan, agar tidak

menghambat proses produksi maupun keterlambatan pengiriman kepada

konsumen (Indrajit, 2003). Penyebab timbulnya persediaan adalah ketidakpastian

terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun

waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu

produksi dengan produk yang akan dibuat, waktu tenggang (leadtime) yang

cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan.

Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan.

2.4.4 Biaya-Biaya Persediaan

Menurut Handoko (2000), untuk pengambilan keputusan penentuan

besarnya jumlah persediaan, biaya-biaya variabel dibawah ini harus

dipertimbangkan antara lain:

1. Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost)

Biaya penyimpanan yaitu terdiri dari biaya-biaya yang bervariasi secara langsung

dengan kuantitas bahan yang dipesan. Semakin banyak persediaan yang disimpan

maka biaya penyimpanan akan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk

sebagai biaya penyimpanan adalah:

a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan

dan sebagainya)

b. Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas dana

(38)

23 c. Biaya keusangan

d. Biaya perhitungan fisik

e. Biaya asuransi persediaan

f. Biaya pajak persediaan

g. Biaya pencarian, pengrusakan atau perampokan

h. Biaya penanganan persediaan

Biaya-biaya tersebut merupakan variabel apabila bervariasi dengan tingkat

persediaan. Apabila fasilitas penyimpanan (gudang) bukan variabel tetapi tetap,

maka tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan per unit. Biaya penyimpanan

persediaan biasanya berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya atau harga

barang untuk perusahaan-perusahaan manufacturing biasanya, biaya penyimpanan

rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen.

2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost atau procurement cost) Biaya-biaya ini meliputi:

a. Pemrosesan pesanan dan ekspedisi

b. Upah

c. Biaya telepon

d. Pengeluaran surat menyurat

e. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerima

f. Biaya pengiriman ke gudang

g. Biaya uang lancar dan sebagainya

Pada umumnya biaya perpesanan (di luar biaya bahan dan kuantitas) tidak

(39)

24 komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun,

maka pemesanan biaya total akan turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per

periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode

dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.

3. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set up cost

Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri

dalam pabrik perusahaan. Perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set up costs)

untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari:

a. Biaya mesin-mesin menganggur

b. Biaya persiapan tenaga kerja langsung

c. Biaya penjadwalan

d. Biaya ekspedisi dan sebagainya

2.5 Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Bagi industri pengolahan hasil-hasil pertanian (agroindustri) persediaan

bahan baku menjadi permasalahan tersendiri dalam proses produksi karena selain

bahan baku tidak selalu tersedia setiap saat juga sifat dari bahan baku tersebut

sangat dipengaruhi oleh alam. Jumlah persediaan yang terlalu besar akan

merugikan perusahaan karena ini berarti lebih banyak uang atau modal yang

tertanam dan biaya-biaya yang ditimbulkan dengan adanya persediaan tersebut.

Sebaliknya suatu persediaan yang terlalu kecil akan merugikan perusahaan karena

akan mengganggu kelancaran dari kegiatan produksi. Strategi yang diperlukan

(40)

25 tercapai biaya optimum dikenal dengan pengendalian persediaan (Buffa dan

Sarin,1996).

Menurut Assauri (1998) pengendalian persediaan bertujuan untuk

mempertahankan suatu jumlah sediaan yang optimum yang dapat menjamin

kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang

tepat serta dengan biaya seminimal mungkin. Tujuan perusahaan dalam

menjalankan sistem pengendalian persediaan adalah untuk (Assauri, 1998):

1. Menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga

mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.

2. Menjaga supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar

atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu

besar.

3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena akan

mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar.

2.6 Metode Pengendalian Persediaan

Model persediaan akan sangat tergantung kepada sifat bahan atau barang,

apakah barang tersebut bersifat permintaan bebas (independent) atau sebagai

permintaan terikat (dependent). Permintaan independen atas produk atau barang

merupakan permintaan yang bebas, dengan pengertian tidak ada keharusan untuk

membelinya sebagai kepentingan proses konversi. Permintaan dependen adalah

permintaan terikat, disebabkan jika bahan atau barang tersebut tidak ada, maka

(41)

26 Metode pengendalian persediaan yang dapat diidentifikasikan sebagai

berikut (Handoko, T.Hani 1984) :

1. Metode pengendalian secara statistik (Statistical Inventory Control).

2. Metode Persedian Just In Time (JIT).

3. Metode perencanaan kebutuhan material (MRP).

2.6.1 Metode Pengendalian Secara Statistik

Metode ini menggunakan ilmu matematika dan statistik sebagai alat bantu

utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem persediaan. Pada

dasarnya, metode ini berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan :

a. Jumlah ukuran pemesanan dinamis (EOQ).

b. Titik pemesanan kembali (Reorder Point).

c. Jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan.

Metode ini sering juga disebut metode pengendalian tradisional, karena

memberi dasar lahirnya metode baru yang lebih modern, seperti MRP di Amerika

dan Kanban di Jepang. Metode pengendalian persediaan secara statistik ini

biasanya digunakan untuk mengendalikan barang yang permintaannya bersifat

bebas (dependent) dan dikelola saling tidak bergantung. Permintaan bebas adalah

permintaan yang hanya dipengaruhi mekanisme pasar sehingga bebas dari fungsi

operasi produk. Sebagai contoh adalah permintaan untuk barang jadi dan suku

cadang pengganti (spare part).

2.6.2 Metode Persediaan Just In Time (JIT)

Filosofi JIT (Just In Time) memusatkan pada memelihara tingkat

(42)

27 Penghematan biaya dari mengurangi ruang yang dibutuhkan untuk gudang

persediaan, jumlah rupiah untuk penanganan material dan jumlah rupiah

keusangan persediaan (Tunggal, 1993).

Metode JIT dapat menghilangkan atau mengurangi aktivitas yang tidak

bernilai tambah pada produk sehingga proses produksi dapat berjalan lebih

efisien. Metode JIT berusaha mendorong biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan sampai nol atau mendekati nol sehingga total biayanya dapat

diefisienkan, mengingat total biaya dapat dihitung dari total biaya pemesanan dan

biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan tentunya dapat menjadi sangat rendah

karena JIT pada dasarnya mengurangi persediaan sampai pada tingkat yang sangat

rendah atau dengan kata lain metode ini mendorong untuk mencapai persediaan

sampai pada tingkat nol (Haming, 2007).

2.6.3 Metode Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)

Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan

dari penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang dilakukan ketika suatu

bahan harus dipesan dari pemasok saat persediaan di tangan habis atau saat

produksi dari suatu bahan harus dimulai untuk memenuhi kepuasan pelanggan

dengan menggunakan waktu tenggang tertentu (Heizer dan Render, 2005). Sistem

ini merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia saat

dibutuhkan.

MRP merupakan sistem penjadwalan mundur yang dimulai dengan produk

akhir. Kemudian dikerjakan mundur yaitu menuju bahan, melalui berbagai tingkat

(43)

28 tersedia saat dibutuhkan. Untuk menggunakan model persediaan terikat, maka

manajer harus mengetahui (Heizer dan Render, 2005):

1. Jadwal Produksi Master (Master Production Schedule) menjabarkan apa yang

harus dibuat dan kapan. Jadwal ini harus sesuai dengan rencana produksi.

2. Spesifikasi dari Bill Of Material, merupakan daftar kuantitas komponen,

kandungan dan kebutuhan bahan untuk membuat produk yang menggambarkan

struktur produk. Bill Of Material tidak hanya menjabarkan kebutuhan tetapi

juga dalam pembiayaan, dan dapat memberikan daftar barang-barang yang

akan diproduksi atau dirakit.

3. Catatan persediaan yang akurat akan menciptakan manajemen persediaan yang

baik.

4. Pengetahuan atas perjanjian pesanan pembelian harus dimiliki dalam bagian

pengendalian persediaan. Ketika pemesanan pembelian terjadi, catatan tentang

pesanan tersebut dan jadwal pengantaran harus tersedia sehingga manajer dapat

menyiapkan rencana produksi dengan baik.

5. Pengetahuan atas waktu ancang-ancang untuk masing-masing komponen

diperlukan dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan

pembelian, produksi, atau perakitan yang sesuai dengan kapan produk tersebut

dibutuhkan.

MRP memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan sistem ukuran

pesanan tetap untuk mengendalikan barang-barang produksi. Kelebihan MRP

dalam menangani barang-barang dengan permintaan terikat (Heizer dan Render,

(44)

29 1. Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan,

2. Meningkatkan kegunaan fasilitas dan tenaga kerja,

3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik,

4. Respon lebih cepat terhadap perubahan dasar,

5. Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan kepada

pelanggan.

Sistem MRP ada beberapa teknik yang digunakan untuk menentukan

ukuran lot. Berikut ini akan dibahas sistem MRP teknik Lot For Lot (LFL),

Economic Order Quantity (EOQ), Period Order Quantity (POQ), dan Part Period

Balancing (PPB).

2.6.3.1 MRP Teknik Economic Order Quality (EOQ)

EOQ menurut Riyanto (2001) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat

diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah

pembelian yang optimal. Jumlah pembelian yang ekonomis (Economic Order

Quantity) adalah jumlah bahan mentah yang setiap kali dilakukan pembelian

menimbulkan biaya yang paling rendah, tetapi tidak mengakibatkan kekurangan

bahan. (Adisaputro dan Yunita, 2007).

Pada pendekatan Economic Order Quantity (EOQ), tingkat ekonomis

dicapai pada keseimbangan antara biaya pemesanan (set up cost) dan biaya

penyimpanan (holding cost). Jika ukuran lot besar maka biaya pemesanan akan

turun tetapi biaya penyimpanan naik. Sebaliknya, jika ukuran lot kecil maka biaya

(45)

30 untuk memelihara lot pesanan yang menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan (Haming, 2007).

Teknik EOQ merupakan teknik persediaan yang tertua dan paling umum

dikenal. Model ini mengidentifikasikan kuantitas pemesanan/ pembelian optimal

dengan tujuan meminimumkan biaya persediaan yang terdiri dari biaya

pemesanan dan biaya penyimpanan.

Tujuan dari sebagian besar model persediaan adalah meminimumkan

biaya total. Dengan asumsi-asumsi yang diberikan, biaya-biaya yang signifikan

adalah biaya pemesanan (set up cost) dan biaya penyimpanan (holding cost/

carrying cost). Biaya-biaya lain seperti biaya satuan itu sendiri adalah konstan,

sehingga dengan meminimalkan jumlah pemesanan dan penyimpanan berarti

dapat meminimalkan biaya total. Penjelasan mengenai biaya-biaya tersebut

disajikan pada gambar 3.

(46)

31 Titik A merupakan kondisi dimana biaya persediaan mencapai kondisi

yang optimal. Pada titik ini, biaya penyimpanan dan biaya pemesanan besarnya

sama, sehingga total biaya persediaan adalah B, yang besarnya sama dengan dua

kali A. Pada kurva TC (total cost) terlihat bahwa titik B ini merupakan titik yang

paling rendah, artinya titik yang memberikan biaya persediaan paling rendah,

artinya titik yang memberikan biaya persediaan paling minimal.

Model EOQ dapat diterapkan jika asumsi-asumsi ini terpenuhi (Handoko,

2000):

1) Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui

(deterministik).

2) Harga per unit produk adalah konstan.

3) Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan.

4) Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan.

5) Waktu antara pesanan dilakukan dengan barang-barang diterima (Lead time)

adalah konstan.

6) Tidak terjadi kekurangan bahan atau back order.

Waktu tunggu perlu diperhatikan untuk mengatasi ketidakpastian bahan

baku yang berasal dari luar perusahaan, karena seringkali tenggang waktu yang

terjadi antara pemesanan dengan saat pengiriman atau diterimanya bahan tersebut

tidak terlalu sama. Sedangkan persediaan pengaman berfungsi melindungi atau

menjaga terjadinya kekurangan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan

semula atau keterlambatan dalama penerimaan bahan baku yang dipesan.

(47)

32 kebutuhan bersihnya, sehingga apabila terjadi perubahan kualitas produksi

menjadi lebih besar, maka persediaan bahan baku tersedia. Kekurangan teknik ini

memberikan biaya penyimpanan terlalu besar bila dibandingkan dengan teknik

Lot for Lot atau metode Material Requirement Planning (MRP). Metode yang

tidak hanya menitikberatkan pada berapa banyak suatu komponen perlu dipesan

(atau diproduksi), tetapi juga memperhatikan kapan komponen yang bersangkutan

dipesan atau diproduksi. Metode ini cocok digunakan untuk perusahaan

manufaktur, khususnya mengenai penjadwalan alur barang ke dan melalui proses

pembuatan barang jadi.

2.6.3.2 MRP Teknik Lot For Lot (LFL)

Dalam model ini perusahaan memesan tepat sebesar yang dibutuhkan

tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pemesanan lebih lanjut.

Prosedur semacam ini konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala,

persediaan tepat waktu rendah dan permintaan terikat (Heizer dan Render, 2005).

Teknik ini dapat menekan biaya yang ditanamkan dalam persediaan

barang-barang terikat, apabila perusahaan mampu menyediakan fasilitas yang

memadai bagi teknik ini dan memiliki bahan baku dengan kondisi dan sifat yang

sesuai. Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan atas persediaan

yang dipegang melewati suatu persediaan. Tetapi teknik ini tidak dapat

mengambil keuntungan ekonomis yang berhubungan dengan ukuran pesanan

(48)

33 2.6.3.3 MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)

Dalam teknik POQ ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual

dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian

jumlah persediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dihilangkan.

Keunggulan kebijakan POQ dibandingkan kebijakan EOQ adalah dalam

mengurangi biaya penyimpanan sediaan bila kebutuhan tidak uniform (seragam)

karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan untuk menghitung jumlah periode

kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan

sebagai berikut :

Jumlah pesanan = EOQ / permintaan rata-rata

2.6.3.4MRP Teknik Part Period Balancing (PBB)

Teknik penyeimbangan bagian periode merupakan pendekatan yang lebih

dinamis, yaitu menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

Metode PPB secara sederhana menambahkan kebutuhan sampai nilai bagian

periode mencapai Economic Part Period (EPP), yang merupakan rasio antara

biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan. EPP dihitung dengan rumus :

EPP = Ch

Cp

Keterangan :

EPP : Economic Part Period

Cp : Biaya pemesanan Per-pesanan

(49)

34 2.7 Metode Penilaian Persediaan

Dalam menilai suatu persediaan ada beberapa cara yang dapat digunakan,

diantaranya dengan (Assauri, S 2008) :

1. Cara First-In, First-Out (FIFO Method)

2. Cara rata-rata ditimbang (Weighted Average Method)

3. Cara Last-In, First-Out (LIFO Method)

2.7.1 Cara First-in, First-Out (FIFO Method)

Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa harga barang yang sudah terjual

dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk. Dengan demikian

persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang yang akhir masuk.

2.7.2 Cara Rata-rata ditimbang (Weighted Average Method)

Cara ini berbeda dengan cara yang dijelaskan sebelumnya karena

didasarkan atas harga rata-rata di mana harga tersebut dipengaruhi oleh jumlah

barang yang diperoleh pada masing-masing harganya. Dengan demikian

persediaan yang dinilai berdasarkan harga rata-rata.

2.7.3 Cara Last-In, First-Out (LIFO Method)

Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa barang yang telah terjual dinilai

menurut harga pembelian barang yang terakhir masuk. Sehingga persediaan yang

masih ada, dinilai berdasarkan harga pembelian barang yang terdahulu.

2.8 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang membahas tentang pengendalian persediaan

(50)

35 Kudus yang menganalisis persediaan bahan baku kapas dengan metode MRP

menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode MRP akan diperoleh

penghematan biaya persediaan dengan urutan dari tertinggi ke terendah adalah

metode PPB, metode Lot For Lot, dan metode EOQ. Metode PPB mampu

memberikan penghematan biaya persediaan bagi perusahaan antara 23,8 persen

sampai 48,5 persen dibandingkan dengan metode perusahaan.

Menurut Dwi Hartini (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis

Pengendalian Persediaan Bahan Baku Produk Mie Instan, Semarang Jawa

Tengah. menyimpulkan bahwa model pengendalian persediaan yang dapat

menghasilkan biaya persediaan lebih rendah yaitu teknik Lot For Lot dan teknik

EOQ. Penghematan terbesar didapat dari teknik Lot For Lot, namun karena tidak

mengizinkan adanya persediaan pengaman, maka perusahaan akan menghadapi

resiko kekurangan bahan apabila terjadi peningkatan permintaan yang tidak

terduga. Sedangkan dengan teknik EOQ perusahaan dapat meminimalkan biaya

pemesanan dan biaya penyimpanan sehingga menghasilkan biaya persediaan yang

rendah dengan tetap memperhitungkan persediaan pengaman.

2.8 Kerangka Pemikiran Konseptual

Semakin banyak bahan baku yang dibutuhkan untuk perusahan semakin

sulit melakukan pengendalian persediaan bahan baku tersebut. Masalah utama

dari persediaan adalah banyaknya bahan baku yang harus dipesan atau waktu

pemesanan kembali dilakukan. Apabila perusahaan menanamkan terlalu banyak

dananya dalampersediaan, akan menyebabkan naiknya biaya penyimpanan yang

(51)

36 mempunyai persediaan yang mencukupi, dapat mengakibatkan terganggunya

kontunitas proses produksi yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya

pendapatan perusahaan. Dalam penelitian ini, hal yang pertama kali dilakukan

adalah mengidentifikasi sistem dan kebijakan pengendalian persediaan bahan

baku yang selama ini dilakukan oleh Perusahaan/Restoran “Sweet Corner – Coffee

Corner”. Hal-hal yang perlu diketahui meliputi klasifikasi bahan baku,

prosedur-prosedur yang berkaitan dengan pengadaan, pembelian, dan penanganan bahan

baku, kebijakan yang diterapkan perusahaan dalam mengendalikan dan mengatur

tingkat persediaan bahan bakunya, serta sistem pencatatan persediaan bahan baku

yang selama ini digunakan perusahaan.

Penentuan bahan baku pokok perusahaan merupakan hal yang perlu untuk

diprioritaskan sebab dengan melakukan pengendalian atas bahan baku pokok

berarti melakukan pengendalian atas biaya yang cukup besar. Bahan baku pokok

perusahaan adalah bahan baku kritis yang keberadaannya akan sangat

mempengaruhi aktivitas perusahaan. Bahan baku utama yang dianalisis dalam

penelitian ini adalah biji kopi (Coffe Bean), bahan baku pendukung Fresh Milk

dan Kind Of Syrup.

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisis volume

pemakaian bahan baku, waktu tunggu pengadaan bahan baku, serta biaya

persediaan yang dihasilkan. Volume pemakaian dari bahan baku perlu diketahui

karena volume pemakaian bahan baku dapat menunjukkan besar permintaan

bahan baku dan termasuk salah satu variabel penting untuk mendapatkan kuantitas

(52)

37 baku dapat juga digunakan dalam peramalan pemakaian bahan baku di masa yang

akan datang. Waktu tunggu pengadaan bahan baku juga merupakan hal yang

penting untuk diketahui. Waktu tunggu (lead time) digunakan untuk dapat

menentukan waktu pelaksanaan pesanan sehingga pesanan dapat diterima pada

saat dibutuhkan.

Menggunakan data-data yang diperoleh, dilakukan analisis dengan

menggunakan metode Material Requirement Planning (MRP) dengan tiga teknik

penentuan ukuran lot yang berbeda, yaitu teknik Lot-For-Lot (LFL), teknik

Economic Order Quantity (EOQ), dan teknik Part-Period Total Cost Balancing

(PPB). Hasil yang didapat kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan metode

perusahaan dalam hal besar biaya persediaan untuk mendapatkan alternatif model

pengendalian persediaan bahan baku yang efisien. Selain dari besar biaya

persediaan yang dihasilkan, masing-masing model juga akan dinilai

kesesuaiannya dengan kondisi perusahaan pada saat ini. Secara umum, bagan

(53)

38 Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian.

Gambar

Gambar 1. Pengolahan Kopi Dengan Proses Basah.................................... 7
Gambar 1. Pengolahan kopi dengan proses basah.
Gambar 2. Pengolahan kopi dengan proses kering.
Gambar 3. Hubungan antara kedua jenis Biaya Persediaan (Handoko, 2000).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Golongan Khawarij juga merupakan salah satu kelompok yang memiliki pemahaman agama yang radikal dan tekstual yang pernah muncul dalam catatan perjalanan sejarah

Disamping itu juga telah melakukan kajian wadah pentokolan yang baik yaitu bak terkontrol dan hapa dengan waring ukuran mata jaring yang kecil (waring hijau),

Dari hasil kuisioner tingkat keluhan muskuloskeletal, didapat penurunan pada keluhan subyektif yaitu sakit pada leher bagian atas dari 60 % menjadi 0 %, sakit pada leher

Terdapat tiga kelompok umur (kohort) rajungan selama penelitian, dimana kelompok umur terbanyak memiliki lebar karapas rata-rata 91,92 mm. pelagicus ) memiliki pola pertumbuhan

Setelah melakukan penelitian, dapat diambil simpulan pertama struktur cerita asal- usul nama desa di Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan menggunakan teori struktur Ala

Dengan demikian, dapat dikatakan, konstruksi frasa nomina pada klausa negatif seperti pada kasus di atas tidak perlu memperhatikan jenis dan jumlah nomina untuk menentukan

Apakah Anda memanfaatkan rumput yang tumbuh di sawah/ladang/perkebunan sebagai hijauan makanan

Selama tahap pertumbuhan dan pembentukan tulang serta guna mencapai PBM, pria membutuhkan lebih banyak kalsium daripada wanita selama 20 tahun pertama kehidupan mereka