SIMULASI METODE PENGENDALIAN PERSEDIAAN
BAHAN BAKU BIJI KOPI
( Studi Kasus di Restoran “Sweet Corner” Hotel Atlet Century
Park Jakarta )
Skripsi
Muhammad Ihsanuddin
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
SIMULASI METODE PENGENDALIAN PERSEDIAAN
BAHAN BAKU BIJI KOPI
(Studi Kasus di Restoran “Sweet Corner” Hotel Atlet Century
Park Jakarta)
Muhammad Ihsanuddin
109092000014
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
PERNYATAAN
DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN
Jakarta, Januari 2015
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muhammad Ihsanuddin
Alamat : Jl. Johar Baru 1 Rt.006/05 No.32 Jakarta Pusat 10560
Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 9 Mei 1990
Kewarganegaraan : Indonesia
e-mail : ihsanuddin182@gmail.com : co_punk182@yahoo.com
PENDIDIKAN
TK Qur’ani Kayu Putih Rawamangun, Jakarta Timur 1994-1995
SDN 09 Johar Baru, Jakarta Pusat 1996-2001
MTs PERSIS 69, Jakarta Timur 2001-2004
MA Ponpes Husnul Khotimah, Kuningan Jawa Barat 2004-2006
RINGKASAN
Muhammad Ihsanuddin. Simulasi Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Biji Kopi di Restoran Sweet Corner Hotel Atlet Century Park Jakarta. (Di bawah bimbingan Dr. Taswa Sukmadinata dan Rizki Adi Puspita Sari, MM).
Bahan baku merupakan faktor penentu dan penting bagi kelancaran proses produksi bagi perusahaan yang harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam usaha menciptakan keuntungan bagi perusahaan, selain modal dan tenaga kerja. Sehingga setiap perusahaan harus mempunyai persediaan bahan baku yang cukup dalam menunjang kegiatan produksi perusahaan. Apabila pasokan bahan baku terhambat atau tersendat maka kegiatan proses produksi akan terhambat. Terhambatnya proses produksi akan berpengaruh terhadap tingkat output yang dihasilkan. Penurunan tingkat output ini tentu akan berpengaruh pada tingkat penjualan yang berakibat perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan konsumen. Salah satu cara memanfaatkan bahan baku secara efektif dan efisien adalah dengan pengendalian persediaannya.
Restoran “Sweet Corner” merupakan salah satu restoran atau produsen minuman kopi di daerah jakarta. Restoran tersebut berada di bawah naungan Hotel Atlet Century Park Jakarta. Restoran ini memproduksi minuman kopi yang mempunyai kualitas baik dengan target konsumen restoran adalah dari kalangan menengah keatas. Restoran “Sweet Corner” bekerja sama dengan supplier bahan bakunya dengan PT. Acinti Prima Jakarta (lokal), sistem kerja samanya yaitu dengan sistem kontrak. Di dalam kontrak tersebut, pihak supplier memberikan tambahan mesin penghancur/penghalus biji kopinya. Bahan baku yang digunakan restoran ini adalah Coffee Bean (Biji Kopi), sedangkan bahan tambahan atau pendukungnya yaitu Fresh Milk (Susu) dan Kind Of Syrup (Sirup). Bahan baku tersebut harus cukup tersedia agar proses produksinya tidak terhambat dan permintaan konsumen selalu terpenuhi dengan baik. Restoran “Sweet Corner” mengalami kendala atau masalah bagaimana menjaga kualitas mutu bahan baku yang baik Sehingga permintaan konsumen terhadap produk restoran puas. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengendalian persediaan agar persediaan bahan baku tersebut tidak kekurangan ataupun kelebihan. Kekurangan persediaan dapat berakibat larinya pelanggan sedangkan kelebihan persediaan dapat berakibat pemborosan ataupun tidak efisien dan kualitas bahan baku menurun.
Tujuan Penelitian ini adalah: 1). Mempelajari/menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku dan kebijakan perusahaan dalam mengendalikan bahan baku. 2). Memberikan model alternatif pengendalian persediaan bahan baku bagi perusahaan sehingga dapat meminimumkan biaya persediaan.
Berdasarkan data kebutuhan bahan baku dan biaya persediaan pada tahun 2013, kemudian dilakukan penghitungan jumlah pemesanan bahan baku yang optimal dengan metode MRP (Material Requirement Planning).
Perusahaan selama ini melakukan pemesanan sebanyak 63 kali. Pemakaian bahan baku biji kopi pada restoran Sweet Corner sebanyak 233.376 Gram, biaya pemesanan selama tahun 2013 sebesar Rp. 212.940, biaya penyimpanan tahun 2013 sebesar Rp. 110.607,17 dan total biaya persediaan tahun 2013 sebesar Rp. 66.942.297,17.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
hanya berkah, rahmat dan hidayah-Nya penyusunan skripsi “Simulasi Metode
Pengendalian Persediaan Bahan Baku Biji Kopi Studi Kasus di Restoran Sweet
Corner Hotel Atlet Century Park Jakarta” bisa berjalan dengan lancar. Laporan
skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar
Sarjana Pertanian di Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta sebagai salah satu sarana untuk memperdalam
pengetahuan yang telah di dapatkan di masa perkuliahan.
Laporan skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak baik secara langsung mapun tidak langsung. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah - Jakarta.
2. Bapak Drs. Acep Muhib, MM selaku Ketua Program Studi Agribisnis UIN
Syarif Hidayatullah - Jakarta.
3. Ibu Rizki Adi Puspita Sari, MM selaku Sekertaris Program Studi Agribisnis
dan pembimbing pendamping Skripsi, yang sabar dalam memberikan
bimbingan, masukan, serta tambahan pengetahuan yang sangat berharga.
4. Bapak Dr. Taswa Sukmadinata, MS selaku pembimbing utama skripsi yang
sudah memberikan arahan, pengetahuan dan kesabaran dalam membimbing
5. Bapak Dr. Edmon Daris selaku pembimbing akademik, yang memberikan
motivasi, bimbingan, dan arahan untuk kelancaran studi selama ini.
6. Bapak Dr. Akhmad Riyadi Wastra, MM selaku Penguji skripsi yang telah
memberikan kritik yang membangun dan arahan serta bimbingan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Ayahku tercinta Imam Suwandi S.E. yang sudah banyak mengajarkan makna
kehidupan dan memberikan motivasi yang sangat berharga.
8. Ibunda tercinta Tuti Minarsih S.Pd.I yang selalu memberikan dorongan serta
doa yang mengiringi setiap langkah dan upaya hingga saat ini.
9. Almarhum Bapak Rudi Susatio S.E. Selaku Wakil Direktur Perusahaan di
tempat penelitian skripsi saya yang telah memberikan masukan dan motivasi
dalam mengerjakan skripsi dan berkontribusi besar dalam skripsi ini.
10.Seluruh responden yang telah berkenan untuk di wawancara.
11.Temen-temen Agribisnis 2009 yang telah banyak membantu dan memberikan
kenangan di masa perkuliahan.
12.Seluruh pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih jauh dari
sempurna, maka kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi
ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Jakarta, Desember 2014
i
1.2Perumusan Masalah... 4
1.3Tujuan Penelitian... 5
1.4Manfaat Penelitian... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6
2.1 Kopi... ... 6
2.3 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi... 15
2.4 Definisi Persediaan... 17
2.4.1 Fungsi Persediaan... 17
2.4.2 Klasifikasi Persediaan... 19
2.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persediaan... 21
2.4.4 Biaya-biaya Persediaan... 22
2.5 Pengendalian Persediaan Bahan Baku... 24
2.6 Metode Pengendalian Persediaan... 25
2.6.1 Metode Pengendalian Statistik... 26
2.6.2 Metode Persediaan Just In Time (JIT)... 26
2.6.3 Metode Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)... 27
2.6.3.1 MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ)... 29
2.6.3.2 MRP Teknik Lot For Lot (LFL)... 32
2.6.3.3 MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)... 33
ii
2.7 Metode Penilaian Persediaan... 34
2.7.1 Cara First-In, First-Out (FIFO)... 34
2.7.2 Cara Rata-rata Ditimbang (Weighted Average)... 34
2.7.3 Cara Last-In, First-Out (LIFO)... 34
2.8 Penelitian Terdahulu... 34
2.9 Kerangka Pemikiran Konseptual... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 39
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 39
3.2 Jenis dan Sumber Data... ... 39
3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 40
3.3.1 Metode Pengolahan... 40
3.3.2 Analisis Kualitatif... 40
3.3.3 Analisis Kuantitatif... 40
3.4 Definisi Operasional... 48
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... 49
4.1 Sejarah Perusahaan... 49
4.2 Visi dan Misi Perusahaan... 49
4.3 Bauran Pemasaran... 50
4.3.1 Produk... 51
4.3.2 Harga... 52
4.3.3 Tempat... 52
4.3.4 Promosi... 53
4.4. Struktur Organisasi... 53
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 56
5.1 Pengendalian Persediaan Bahan Baku Biji Kopi... 56
5.1.1 Jenis dan Asal Bahan Baku... 56
5.1.2 Prosedur Pembelian Bahan Baku... 57
5.1.3 Pemakaian Bahan Baku... 59
5.1.4 Biaya Persediaan Bahan Baku... 60
5.1.4.1 Biaya Pemesanan... 60
5.1.4.2 Biaya Penyimpanan... 60
5.1.5 Metode Pengendalian Persediaan Perusahaan... 63
5.2 Alternatif Metode Pengendalian Persediaan... 68
5.2.1 Metode Teknik Lot For Lot (LFL)... 69
iii
5.2.3 Metode Teknik Period Order Quantity (POQ)... 73
5.2.4 Metode Teknik Part Period Balancing (PPB)... 75
5.3 Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan... 77
5.4 Rekomendasi Metode Pengendalian Persediaan... 79
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 81
6.1 Kesimpulan... 81
6.2 Saran... 82
DAFTAR PUSTAKA... 83
iv DAFTAR TABEL
Tabel 1. Format Perencanaan Bahan Baku (MRP)... 43
Tabel 2. Perbedaan Prinsip Pokok Antar Metode MRP... 48
Tabel 3. Perkembangan Pemakaian Bahan Baku... 60
Tabel 4. Komponen Opportunity Cost Bahan Baku Tahun 2013... 63
Tabel 5. Komponen Biaya Penyimpanan Bahan Baku Tahun 2013... 64
Tabel 6. Pengadaan Bahan Baku Biji Kopi Tahun 2013... 65
Tabel 7. Perkembangan Persediaan Bahan Baku Tahun 2013... 66
Tabel 8. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pemesanan Bahan Baku Tahun 2013... 67
Tabel 9. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik LFL... 71
Tabel 10. Biaya Persediaan Bahan Baku Metode MRP Teknik LFL... 72
Tabel 11. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pemesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik EOQ... 73
Tabel 12. Biaya Persediaan Bahan Baku Metode MRP Teknik EOQ... 73
Tabel 13. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik POQ... 75
Tabel 14. Biaya Persediaan Bahan Baku Metode MRP Teknik POQ... 75
Tabel 15. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Bahan Baku dengan Metode MRP Teknik PPB... 77
Tabel 16. Biaya Persediaan Bahan Baku Metode MRP Teknik PPB... 78
Tabel 17. Perbandingan Biaya Persediaan Bahan Baku Biji Kopi dengan MRP Teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB... 79
v DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pengolahan Kopi Dengan Proses Basah... 7
Gambar 2. Pengolahan Kopi Dengan Proses Kering... 10
Gambar 3. Hubungan Antara Kedua Jenis Biaya Persediaan... 30
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Konseptual... 38
Gambar 5. Restoran Sweet Corner... 54
Gambar 6. Struktur Organisasi Perusahaan... 56
vi DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Biaya Pemesanan Biji Kopi Piazza D’oro... 85
Lampiran 2. Nilai Suku Bunga BI 2013... 86
Lampiran 3. Grafik Pola Permintaan Bahan Baku... 87
Lampiran 4. Biaya Persediaan Bahan Baku Restoran Sweet Corner... 88
Lampiran 5. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Teknik LFL... 89
Lampiran 6. Perhitungan Teknik EOQ Bahan Baku Biji Kopi... 90
Lampiran 7. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Teknik EOQ... 91
Lampiran 8. Perhitungan Teknik POQ Bahan Baku Biji Kopi... 92
Lampiran 9. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Teknik POQ... 93
Lampiran 10. Penggabungan Periode Teknik PPB... 94
Lampiran 11. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Teknik PPB... 96
Lampiran 12. Penghematan Biaya Persediaan Bahan baku... 97
Lampiran 13. Denah Lokasi Restoran dan Gudang Bahan baku... 98
1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, baik itu
perusahaan besar, perusahaan menengah, perusahaan kecil sudah tentu
mempunyai persediaan bahan baku. Persediaan bahan baku yang ada pada setiap
perusahaan tentu berbeda dari segi jumlah maupun jenisnya, hal ini dimungkinkan
karena setiap perusahaan mempunyai skala produksi dan hasil produksi yang
berbeda.
Bahan baku merupakan faktor penentu dan penting bagi kelancaran proses
produksi bagi perusahaan yang harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien
dalam usaha menciptakan keuntungan bagi perusahaan, selain modal dan tenaga
kerja. Sehingga setiap perusahaan harus mempunyai persediaan bahan baku yang
cukup dalam menunjang kegiatan produksi perusahaan. Apabila pasokan bahan
baku terhambat atau tersendat maka kegiatan proses produksi akan terhambat.
Terhambatnya proses produksi akan berpengaruh terhadap tingkat output yang
dihasilkan. Penurunan tingkat output ini tentu akan berpengaruh pada tingkat
penjualan yang berakibat perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan
konsumen. Salah satu cara memanfaatkan bahan baku secara efektif dan efisien
adalah dengan pengendalian persediaannya.
Pada perusahaan industri persediaan bahan baku merupakan hal yang
sangat penting untuk proses produksi, oleh karena itu perusahaan harus dapat
2 biaya persediaan agar proses produksi tetap berjalan lancar. Maka untuk itu harus
diperhatikan berbagai faktor yang terkait dalam pengadaan dan penyimpanan
bahan baku. Penentuan dan pengelompokkan biaya-biaya yang terkait dengan
pengadaan persediaan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pihak manajemen
dalam mengambil keputusan yang tepat.
Menurut Rangkuti pengendalian persediaan merupakan hal penting bagi
perusahaan, karena kegiatan ini dapat membantu tercapainya suatu tingkat
efisiensi penggunaan uang dalam persediaan. Namun demikian perlu ditegaskan
bahwa tidak berarti akan dapat melenyapkan sama sekali resiko yang timbul
akibat adanya persediaan yang terlalu besar atau terlalu kecil, melainkan hanya
berusaha mengurangi resiko tersebut. Jadi dalam pengendalian persediaan dapat
membantu mengurangi terjadinya resiko tersebut diatas menjadi sekecil mungkin.
(Rangkuti, 2004).
Kopi adalah salah satu komoditas unggulan negara ini dan memiliki
potensi yang besar untuk dikembangkan. Kopi merupakan andalan sub-sektor
perkebunan karena peranannya yang cukup menonjol sebagai sumber pendapatan
masyarakat, kesempatan kerja, dan perolehan devisa. Pada umumnya, setiap
bisnis memiliki peluang dan tantangan dalam mengembangkan agroindustri yang
sedang dijalani. Kendala dan permasalahan adalah bagian dari tantangan yang
menghambat agroindustri kopi ini. Salah satunya adalah kendala yang dihadapi
oleh perusahaan kopi nasional adalah penyediaan bahan baku biji kopi. Jadi untuk
mendukung era agroindustri di masa datang, sudah saatnya upaya perbaikan mutu
3 sekundernya. Dengan demikian, upaya-upaya peningkatan konsumsi dan nilai
tambah kopi perlu terus digalakkan atau dilakukan untuk pasar-pasar tradisional,
maupun pasar modern termasuk perusahaan-perusahaan industri hilirnya seperti
restoran-restoran.
Restoran “Sweet Corner” merupakan salah satu restoran atau produsen
minuman kopi di daerah jakarta. Restoran tersebut berada di bawah naungan
Hotel Atlet Century Park Jakarta. Restoran ini memproduksi minuman kopi yang
mempunyai kualitas baik dengan target konsumen restoran adalah dari kalangan
menengah keatas. Restoran “Sweet Corner” bekerja sama dengan supplier bahan
bakunya dengan PT. Acinti Prima Jakarta (lokal), sistem kerja samanya yaitu
dengan sistem kontrak. Di dalam kontrak tersebut, pihak supplier memberikan
tambahan mesin penghancur/penghalus biji kopinya. Bahan baku yang digunakan
restoran ini adalah Coffee Bean (Biji Kopi), sedangkan bahan tambahan atau
pendukungnya yaitu Fresh Milk (Susu) dan Kind Of Syrup (Sirup). Bahan baku
tersebut harus cukup tersedia agar proses produksinya tidak terhambat dan
permintaan konsumen selalu terpenuhi dengan baik. Restoran “Sweet Corner”
mengalami kendala atau masalah bagaimana menjaga kualitas mutu bahan baku
yang baik Sehingga permintaan konsumen terhadap produk restoran puas. Oleh
karena itu, diperlukan adanya pengendalian persediaan agar persediaan bahan
baku tersebut tidak kekurangan ataupun kelebihan. Kekurangan persediaan dapat
berakibat larinya pelanggan sedangkan kelebihan persediaan dapat berakibat
4 1.2 Perumusan Masalah
Pengendalian persediaan bahan baku yang tepat akan mengurangi resiko
adanya kelebihan maupun kekurangan persediaan bahan baku. Persediaan bahan
baku yang melebihi kebutuhan perusahaan akan mengakibatkan peningkatan
biaya persediaan (biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya transport, dan
lain-lain) yang harus ditanggung Perusahaan/Restoran “Sweet Corner – Coffee
Corner”, sedangkan persediaan yang tidak memenuhi kebutuhan akan
menghambat proses produksi dan pelayanan terhadap konsumen serta merugikan
perusahaan. Permasalahan tersebut mengharuskan perusahaan untuk lebih
mengoptimalkan pembelian bahan baku, serta menyusun kebijaksanaan dan
model yang tepat dalam pengendalian bahan baku sehingga diharapkan
perusahaan dapat meminimumkan biaya produksinya. Selain itu, pokok utama
permasalahannya yaitu bagaimana menjaga ketersediaan bahan baku/
macam-macam biji kopi (Coffe Bean) sebagai fast moving item (barang yang
ketersediaannya selalu dibutuhkan) atau banyak dan sering digunakan didalam
inventory bahan baku (raw material inventory).
Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka permasalahan yang
dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku biji kopi yang
dilakukan perusahaan?
2. Apa sajakah metode alternatif pengendalian persediaan bahan baku biji kopi
yang dapat digunakan perusahaan sehingga dapat meminimumkan biaya
5 1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mempelajari/menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku dan
kebijakan perusahaan dalam mengendalikan bahan baku.
2. Memberikan model alternatif pengendalian persediaan bahan baku bagi
perusahaan sehingga dapat meminimumkan biaya persediaan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelititan ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:
1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, sekaligus bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman penulis.
2. Bagi perusahaan yang bersangkutan, hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan efisiensi penggunaan sumber dana dan sumber daya yang dimiliki
perusahaan untuk menentukan besarnya kuantitas pembelian bahan baku
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi
Kopi adalah salah satu jenis tanaman semak yang sudah lama menjadi
tanaman perkebunan atau industri karena memiliki nilai komersil tinggi. Hal ini
dikarenakan banyak orang yang mengkonsumsinya mulai dari kalangan atas
hingga bawah setelah terlebih dahulu mengolah buahnya menjadi minuman.
Penggunaan kopi sebagai bahan makanan berenergi mulai dikenal sekitar 3000
tahun (1000 M ) lalu oleh bangsa Ethiopia di benua Afrika. Untuk Pemanfaatan
kopi sebagai minuman, pertama kali ditemukan oleh bangsa arab kemudian
mengalami perkembangan yang pesat ke seluruh dunia hingga terkenal sampai
sekarang sebagai minuman paling popular di dunia.
Kata kopi sendiri berasal dari bahasa arab yaitu kahwa (kekuatan) dimana
awalnya kopi dijadikan sebagai makanan berenergi tinggi. Kemudian berubah
menjadi kahve (dalam bahasa Turki), dan akhirnya berubah lagi
menjadi koffie (Belanda).
2.1.1 Proses Pengolahan Kopi
Proses pengolahan buah kopi sampai menjadi biji kopi merupakan proses
yang panjang sebelum siap untuk di-roasted atau dipanggang. Hal ini karena kopi
baru bisa menjadi komoditas perdagangan jika buah dan selaputnya telah
dihilangkan sehingga tertinggal hanya bijinya.
Buah kopi yang telah dipanen harus segera diolah untuk mencegah
7 dan dipilah berdasarkan kriteria tertentu. Buah kualitas prima bila diolah dengan
benar akan menghasilkan biji kopi bermutu tinggi.
Secara umum dikenal dua cara mengolah buah kopi menjadi biji kopi,
yakni proses basah dan proses kering. Selain itu ada juga proses semi basah atau
semi kering, yang merupakan modifikasi dari kedua proses tersebut. Setiap cara
pengolahan mempunyai keunggulan dan kelemahan, baik ditinjau dari mutu biji
yang dihasilkan maupun komponen biaya produksi.
2.1.1.1 Pengolahan Dengan Proses Basah
Biaya produksi proses basah lebih mahal dibanding proses kering. Proses
basah sering dipakai untuk mengolah biji kopi arabika. Alasannya, karena kopi
jenis ini dihargai cukup tinggi. Sehingga biaya pengolahan yang dikeluarkan
masih sebanding dengan harga yang akan diterima. Berikut tahapan untuk
mengolah biji kopi dengan proses basah. Pengolahan kopi dengan proses basah
disajikan pada gambar dibawah ini.
8 a. Sortasi buah kopi
Setelah buah kopi dipanen, segera lakukan sortasi. Pisahkan buah dari
kotoran, buah berpenyakit dan buah cacat. Pisahkan pula buah yang berwarna
merah dengan buah yang kuning atau hijau. Pemisahan buah yang mulus dan
berwarna merah (buah superior) dengan buah inferior berguna untuk membedakan
kualitas biji kopi yang dihasilkan.
b. Pengupasan kulit buah
Kupas kulit buah kopi, disarankan dengan bantuan mesin pengupas.
Terdapat dua jenis mesin pengupas, yang diputar manual dan bertenaga mesin.
Selama pengupasan, alirkan air secara terus menerus kedalam mesin pengupas.
Fungsi pengaliran air untuk melunakkan jaringan kulit buah agar mudah terlepas
dari bijinya. Hasil dari proses pengupasan kulit buah adalah biji kopi yang masih
memiliki kulit tanduk, atau disebut juga biji kopi HS.
c. Fermentasi biji kopi HS
Lakukan fermentasi terhadap biji kopi yang telah dikupas. Terdapat dua
cara, pertama dengan merendam biji kopi dalam air bersih. Kedua, menumpuk biji
kopi basah dalam bak semen atau bak kayu, kemudian atasnya ditutup dengan
karung goni yang harus selalu dibasahi.
Lama proses fermentasi pada lingkungan tropis berkisar antara 12-36 jam.
Proses fermentasi juga bisa diamati dari lapisan lendir yang menyelimuti biji kopi.
Apabila lapisan sudah hilang, proses fermentasi bisa dikatakan selesai.
Setelah difermentasi cuci kembali biji kopi dengan air. Bersihkan sisa-sisa lendir
9 d. Pengeringan biji kopi HS
Langkah selanjutnya biji kopi HS hasil fermentasi dikeringkan. Proses
pengeringan bisa dengan dijemur atau dengan mesin pengering. Untuk
penjemuran, tebarkan biji kopi HS di atas lantai jemur secara merata. Ketebalan
biji kopi sebaiknya tidak lebih dari 4 cm. Balik biji kopi secara teratur terutama
ketika masih dalam keadaan basah.
Lama penjemuran sekitar 2-3 minggu dan akan menghasilkan biji kopi
dengan kadar air berkisar 16-17%. Sedangkan kadar air yang diinginkan dalam
proses ini adalah 12%. Kadar air tersebut merupakan kadar air kesetimbangan
agar biji kopi yang dihasilkan stabil tidak mudah berubah rasa dan tahan serangan
jamur.
Apabila ingin mendapatkan kadar air sesuai dengan yang diinginkan
lakukan penjemuran lanjutan. Namun langkah ini biasanya agak lama mengingat
sebelumnya biji kopi sudah direndam dan difermentasi dalam air. Biasanya,
pengeringan lanjutan dilakukan dengan bantuan mesin pengering hingga kadar air
mencapai 12%. Langkah ini akan lebih menghemat waktu dan tenaga.
e. Pengupasan kulit tanduk
Setelah biji kopi HS mencapai kadar air 12%, kupas kulit tanduk yang
menyelimuti biji. Pengupasan bisa ditumbuk atau dengan bantuan mesin pengupas
(huller). Dianjurkan dengan mesin untuk mengurangi resiko kerusakan biji kopi.
Hasil pengupasan pada tahap ini disebut biji kopi beras (green bean).
10 Setelah dihasilkan biji kopi beras, lakukan sortasi akhir. Tujuannya untuk
memisahkan kotoran dan biji pecah. Selanjutnya, biji kopi dikemas dan disimpan
sebelum didistribusikan.
2.1.1.2 Pengolahan Kopi Dengan Proses Kering
Proses kering lebih sering digunakan untuk mengolah biji kopi robusta.
Pertimbangannya, karena biji kopi robusta tidak semahal arabika. Peralatan yang
diperlukan untuk pengolahan proses kering lebih sederhana dan beban kerja lebih
sedikit, sehingga bisa menghemat biaya produksi. Berikut tahapan untuk
mengolah biji kopi dengan proses kering.
Gambar 2. Pengolahan kopi dengan proses kering.
a. Sortasi buah kopi
Tidak berbeda dengan proses basah, segera lakukan sortasi begitu selesai
panen. Pisahkan buah superior dengan buah inferior sebagai penanda kualitas.
11 Jemur buah kopi yang telah disortasi di atas lantai penjemuran secara
merata. Ketebalan kopi yang dijemur hendaknya tidak lebih dari 4 cm. Lakukan
pembalikan minimal 2 kali dalam satu hari. Proses penjemuran biasanya
memerlukan waktu sekitar 2 minggu dan akan menghasilkan buah kopi kering
dengan kadar air 15%. Bila kadar air masih tinggi lakukan penjemuran ulang
hingga mencapai kadar air yang diinginkan.
c. Pengupasan kulit buah dan kulit tanduk
Buah kopi yang telah dikeringkan siap untuk dikupas kulit buah dan kulit
tanduknya. Usahakan kadar air buah kopi berada pada kisaran 15%. Karena,
apabila lebih akan sulit dikupas, sedangkan bila kurang beresiko pecah biji.
Pengupasan bisa dilakukan dengan cara ditumbuk atau menggunakan
mesin huller. Kelemahan cara ditumbuk adalah prosentase biji pecah tinggi,
dengan mesin resiko tersebut lebih rendah.
d. Sortasi dan pengeringan biji kopi
Setelah buah kopi dikupas, lakukan sortasi untuk memisahkan produk
yang diinginkan dengan sisa kulit buah, kulit tanduk, biji kopi pecah dan kotoran
lainnya. Biji kopi akan stabil bila kadar airnya 12%. Bila belum mencapai 12%
lakukan pengeringan lanjutan. Bisa dengan penjemuran atau dengan bantuan
mesin pengering. Apabila kadar air lebih dari angka tersebut, biji kopi akan
mudah terserang jamur. Apabila kurang biji kopi mudah menyerap air dari udara
yang bisa mengubah aroma dan rasa kopi. Setelah mencapai kadar air
12 e. Pengemasan dan Penyimpanan
Kemas biji kopi dengan karung yang bersih dan jauhkan dari bau-bauan.
Untuk penyimpanan yang lama, tumpuk karung-karung tersebut diatas sebuah
palet kayu setebal 10 cm. Berikan jarak antara tumpukan karung dengan dinding
gudang. Kelembaban gudang sebaiknya dikontrol pada kisaran kelembaban (RH)
70%.
Penggudangan bertujuan untuk menyimpan biji kopi sebelum
didistribusikan kepada pembeli. Biji kopi yang disimpan harus terhindar dari
serangan hama dan penyakit. Jamur merupakan salah satu pemicu utama
menurunnya kualitas kopi terlebih untuk daerah tropis.
2.1.2 Jenis Kopi
Secara umum, dikenal dua spesies kopi yaitu kopi arabika yang dikenal
sebagai kopi tradisional dengan rasa paling enak dan kopi robusta yang memiliki
kandungan kafein paling tinggi.Tanaman kopi juga dapat digolongkan menjadi
tiga yaitu :
1. Golongan Arabika
Golongan ini adalah yang pertama kali dikembangkan di Indonesia,
tanaman kopi golongan ini berasal dari Ethiopia dan Albessinia.
2. Golongan Liberika.
Berasal dari Angola dan sekitar tahun 1965 masuk ke Indonesia. Kualitas
buah dan rendemennya yang rendah, menjadikan jumlah golongan kopi ini masih
terbatas di indonesia.
13 Robusta berasal dari wilayah Kongo dan sekitar tahun 1900 masuk ke
indonesia. Kualitas buah yang unggul menjadikan golongan ini berkembang
sangat cepat dan menjadi jenis kopi yang mendominasi perkebunan kopi di
Indonesia.
2.2 Definisi Restoran
Menurut Marsum, restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang
diorganisir secara komersil, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik
kepada semua konsumennya baik berupa makanan maupun minuman. Tujuan
operasional restoran adalah untuk mencari keuntungan sebagaimana tercantum
dalam definisi Prof. Vanco Christian dari School Hotel Administration di Cornell
University. Selain bertujuan bisnis atau mencari keuntungan, membuat puas para
konsumennya pun merupakan tujuan operasional restoran yang utama.
Pengertian restoran atau rumah makan menurut Keputusan Menteri
Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No.KN.73/PVVI05/MPPT-85 tentang
Peraturan usaha Rumah Makan, dalam peraturan ini yang dimaksud dengan
pengusaha Jasa Pangan adalah : “Suatu usaha yang menyediakan jasa pelayanan
makanan dan minuman yang dikelola secara komersial”. Sedangkan menurut
peraturan Menteri Kesehatan RI No. 304/Menkes/Per/89 tentang persyaratan
rumah makan maka yang dimaksud rumah makan adalah satu jenis usaha jasa
pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen
dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan,
penyimpanan dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat
14 mencari berbagai macam makanan dan minuman. Restoran biasanya juga
menyuguhkan keunikan tersendiri sebagai daya tariknya, baik melalui menu
masakan, hiburan maupun tampilan fisik bangunannya.
2.2.1 Klasifikasi Restoran
Menurut Soekresno (2000), dilihat dari pengelolaan dan sistem penyajian,
restoran dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. Restoran formal adalah industri jasa pelayanan makanan dan minuman
yang dikelola secara komersial dan professional dengan pelayanan yang
eksklusif, contoh : member restoran, Gourmet, Main dining room, Grilled
Restoran, exsekutive restoran dan sebagainya.
2. Restoran informal adalah industri jasa pelayanana makanan dan minuman
yang dikelola secara komersial dan professional dengan lebih
mengutamakan kecepatan pelayanan, kepraktisan, dan percepatan
frekuensi yang silih berganti pelanggan, contoh : cafe, cafeteria, fast food
restoran, coffe shop, bistro, canteen, tavern, family restaurant, pub,
service corner, burger corner, snack bar.
3. Specialities Restoran adalah industri jasa pelayanan makanan dan
minuman yang dikelola secara komersial dan professional dengan
menyediakan makanan khas dan diikuti dengan sistem penyajian yang
khas dari suatu Negara tersebut, contoh : Indonesian food restaurant,
15 2.3 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi
Manajemen Operasi dan Produksi terdiri dari kata manajemen dan
operasi/produksi. Para ahli manajemen, mempunyai banyak definisi tentang
manajemen. Manajemen adalah tindakan atau kegiatan merencanakan,
mengorganisir, melaksanakan, mengkoordinasikan dan mengontrol untuk
mencapai tujuan organisasi. Operasi adalah kegiatan untuk mengubah input
menjadi output sehingga lebih berdaya guna daripada bentuk aslinya. Operasi
merupakan salah satu dari fungsi-fungsi yang ada dalam suatu lembaga. Fungsi
lain selain operasi adalah keuangan, personalia, pemasaran, dan lain-lain. Operasi
inilah yang menentukan kemampuan suatu lembaga melayani pihak luar. Jadi
manajemen operasi merupakan penerapan ilmu manajemen untuk mengatur
kegiatan produksi atau operasi agar dapat dilakukan secara efisien. Mekanisme
atau sistem manajemen operasi masing-masing perusahaan berbeda, akan terdapat
proses mengubah bentuk fisik, atau memindahkan (transportasi), menyimpan,
memeriksa dan meminjamkan. Berdasarkan beberapa ahli manajemen, pengertian
manajemen operasi yaitu:
Menurut Jay Helzer dan Barry Render (2005;4), manajemen operasi
adalah serangkaian kegiatan yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan
jasa dengan mengubah input menjadi output. Menurut Pangestu Subagyo
(2000;1), manajemen operasi adalah penerapan ilmu manajemen untuk mengatur
kegiatan produksi atau operasi agar dapat dilakukan secara efisien. Menurut Edy
Herjanto (2003;2), manajemen operasi adalah suatu proses yang secara
16 mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam rangka mencapai
tujuan.
Manajemen operasi merupakan penerapan ilmu manajemen untuk
mengatur kegiatan produksi dan operasi agar dapat dilakukan secara efisien selain
itu juga dapat menghasilkan suatu produk yang bisa berupa barang maupun jasa,
yang mana untuk kegiatan proses produksinya yang efektif dan efisien
memerlukan berbagai konsep, peralatan serta berbagai cara mengelola operasinya.
Manajemen operasi dalam agribisnis ditujukan pada pengarahan dan
pengawasan proses yang digunakan oleh perusahaan makanan dan agribisnis
untuk produksi dipabrik dengan memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Merancang program mutu
2. Merencanakan lokasi pabrik
3. Memilih tingkat kapasitas yang tepat
4. Mendesain layout operasi
5. Memutuskan desain proses
6. Menentukan tugas, pekerjaan, dan tanggung jawab
Semua organisasi bisnis (perusahaan) untuk menciptakan barang dan jasa
(produk), paling tidak menjalankan tiga fungsi utama yaitu :
1. Fungsi Pemasaran(Marketing Function)
Fungsi ini berhubungan dengan pasar untuk dapat menciptakan permintaan
dan pada akhirnya menyampaikan produk yang dihasilkan ke pasar.
17 Fungsi ini mengelola berbagai urusan keuangan di dalam perusahaan
maupun perusahaan dengan pihak luar perusahaan.
3. Fungsi Produksi atau Operasi (Operation Function)
Fungsi ini berkaitan dengan penciptaan barang dan jasa yang dihasilkan
perusahaan.
2.4 Definisi Persediaan
Persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu
atau sumberdaya suatu organisasi yang disimpan untuk memenuhi permintaan
yang meliputi bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir,
bahan pembantu atau komponen-komponen lain yang menjadi bagian produk
perusahaan (Handoko, 2000). Keberadaan persediaan berkaitan dengan faktor
waktu, faktor ketidakpastian, faktor diskontuinitas dan faktor ekonomi. Dalam
pengendalian persediaan ada dua keputusan pokok yang perlu diambil, yaitu
jumlah setiap kali pemesanan dan kapan pemesanan harus dilakukan.
Menurut Rangkuti (2004) sistem persediaan diartikan sebagai serangkaian
kebijakan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan yang harus dijaga,
kapan persediaan harus disediakan dan berapa besar pemesanan yang harus
dilakukan. Sistem ini bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya
sumberdaya dalam kualitas dan kuatitas dalam waktu yang tepat.
2.4.1 Fungsi Persediaan
Efisiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai
fungsi penting persediaan. Fungsi – fungsi persediaan menurut Handoko (2000)
18 1. Fungsi Decoupling
Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-operasi
perusahaan internal dan eksternal mempunyai “kebebasan” (independence).
Persediaan “decouples” ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi
permintaan konsumen tanpa tergantung pada pemasok. Persediaan bahan mentah
diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya
baik jumlah ataupun waktu pengiriman. Persediaan barang diperlukan untuk
memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari konsumen. Persediaan yang
diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat
diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock.
2. Fungsi Economic Lot Sizing
Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan
membeli sumber daya-sumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi
biaya-biaya per unit. Persediaan “lot size” ini perlu mempertimbangkan
penghematan-penghematan karena perusahaan melakukan pembelian dalam
kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena
besarnya persediaan.
3. Fungsi Antisipasi
Sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu.
Untuk itulah persediaan diperlukan untuk mengisi kekosongan yang ada pada
saat-saat tertentu. Selain itu perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian
19 memerlukan kuantitas persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman
(safety inventories).
2.4.2 Klasifikasi Persediaan
Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian
yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang
harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan yang harus
dilakukan (Handoko, 2000). Sistem ini bertujuan untuk menetapkan dan
menjamin ketersediaan sumber daya yang tepat pada waktu yang tepat. Menurut
jenisnya, persediaan dapat dibedakan menjadi 5 bagian berdasarkan pada
posisinya, yaitu :
a. Persediaan bahan mentah (raw materials)
Persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam produksi.
Bahan mentah ini dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para
pemasok dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses
produksi selanjutnya.
b. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components)
Persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang
diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi
suatu produk.
c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies)
Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi
tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.
20 Persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian
dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih
perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
e. Persediaan barang jadi (finished goods)
Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam
pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan. Jenis-jenis persediaan
berdasarkan fungsinya, dibagi empat yaitu:
1. Pipeline/transit inventory
Persediaan ini muncul karena leadtime pengiriman dari satu tempat ke
tempat lain. Persediaan ini akan banyak kalau jarak dan waktu pengiriman
panjang. Jadi persediaan tipe ini dapat dikurangi dengan mempercepat
pengiriman.
2. Cycle Stock
Ini adalah persediaan akibat motif memenuhi skala ekonomi. Persediaan
ini mempunyai siklus tertentu. Pada saat pengiriman jumlahnya banyak, kemudian
sedikit-demi sedikt berkurang akibat dipakai atau dijual sampai akhirnya habis
atau hampir habis, kemudian mulai dengan siklus baru lagi.
3. Persediaan pengaman (safety stock)
Fungsinya adalah sebagai perlindungan terhadap ketidakpastian
permintaan maupun pasokan. Perusahaan biasanya menyimpan lebih banyak dari
yang diperkirakan dibutuhkan selama suatu periode tertentu supaya kebutuhan
yang lebih banyak bisa dipenuhi tanpa harus menunggu. Penentuan besarnya
persediaan pengaman adalah pekerjaan yang sulit karena terkait dengan biaya
21 4. Anticipation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang
dapat diramalkan berdasarkan pola musiman dalam menghadapi penggunaan,
penjualan atau permintaan yang meningkat. Persediaan juga bisa diklasifikasikan
berdasarkan sifat ketergantungan kebutuhan antara satu item dengan item lainnya.
Item-item yang kebutuhannya tergantung pada kebutuhan item lain dinamakan
dependent demand item. Sebaliknya, kebutuhan independent demand item tidak
tergantung pada kebutuhan item lain. Klasifikasi ini dilakukan karena pengelolaan
kedua jenis item ini biasanya berbeda. Yang termasuk dalam dependent demand
item biasanya adalah komponen atau bahan baku yang akan digunakan untuk
membuat produk jadi. Kebutuhan bahan baku dan komponen tersebut ditentukan
oleh banyaknya jumlah produk jadi yang akan dibuat dengan menggunakan
komponen atau bahan baku tersebut. Ketergantungan permintaan ini biasanya
diwujudkan dalam bentuk struktur/komposisi produk atau bill of materials
(BOM). Produk jadi biasanya tergolong dalam independent demand item karena
kebutuhan akan satu produk jadi tidak langsung mempengaruhi kebutuhan produk
jadi lain.
2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan
Persediaan muncul karena faktor waktu, ketidakpastian waktu datang,
ketidakpastian penggunaan dalam perusahaan, faktor ekonomis dan faktor teknis.
Faktor waktu yaitu faktor yang menyangkut lamanya proses produksi dan
distribusi sebelum barang jadi sampai kepada konsumen. Waktu diperlukan untuk
22 barang jadi ke pedagang besar atau konsumen. Persediaan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu (leadtime). Faktor ketidakpastian
waktu datang menyebabkan perusahaan memerlukan persediaan, agar tidak
menghambat proses produksi maupun keterlambatan pengiriman kepada
konsumen (Indrajit, 2003). Penyebab timbulnya persediaan adalah ketidakpastian
terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun
waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu
produksi dengan produk yang akan dibuat, waktu tenggang (leadtime) yang
cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan.
Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan.
2.4.4 Biaya-Biaya Persediaan
Menurut Handoko (2000), untuk pengambilan keputusan penentuan
besarnya jumlah persediaan, biaya-biaya variabel dibawah ini harus
dipertimbangkan antara lain:
1. Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost)
Biaya penyimpanan yaitu terdiri dari biaya-biaya yang bervariasi secara langsung
dengan kuantitas bahan yang dipesan. Semakin banyak persediaan yang disimpan
maka biaya penyimpanan akan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk
sebagai biaya penyimpanan adalah:
a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan
dan sebagainya)
b. Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas dana
23 c. Biaya keusangan
d. Biaya perhitungan fisik
e. Biaya asuransi persediaan
f. Biaya pajak persediaan
g. Biaya pencarian, pengrusakan atau perampokan
h. Biaya penanganan persediaan
Biaya-biaya tersebut merupakan variabel apabila bervariasi dengan tingkat
persediaan. Apabila fasilitas penyimpanan (gudang) bukan variabel tetapi tetap,
maka tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan per unit. Biaya penyimpanan
persediaan biasanya berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya atau harga
barang untuk perusahaan-perusahaan manufacturing biasanya, biaya penyimpanan
rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen.
2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost atau procurement cost) Biaya-biaya ini meliputi:
a. Pemrosesan pesanan dan ekspedisi
b. Upah
c. Biaya telepon
d. Pengeluaran surat menyurat
e. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerima
f. Biaya pengiriman ke gudang
g. Biaya uang lancar dan sebagainya
Pada umumnya biaya perpesanan (di luar biaya bahan dan kuantitas) tidak
24 komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun,
maka pemesanan biaya total akan turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per
periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode
dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.
3. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set up cost
Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri
dalam pabrik perusahaan. Perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set up costs)
untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari:
a. Biaya mesin-mesin menganggur
b. Biaya persiapan tenaga kerja langsung
c. Biaya penjadwalan
d. Biaya ekspedisi dan sebagainya
2.5 Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Bagi industri pengolahan hasil-hasil pertanian (agroindustri) persediaan
bahan baku menjadi permasalahan tersendiri dalam proses produksi karena selain
bahan baku tidak selalu tersedia setiap saat juga sifat dari bahan baku tersebut
sangat dipengaruhi oleh alam. Jumlah persediaan yang terlalu besar akan
merugikan perusahaan karena ini berarti lebih banyak uang atau modal yang
tertanam dan biaya-biaya yang ditimbulkan dengan adanya persediaan tersebut.
Sebaliknya suatu persediaan yang terlalu kecil akan merugikan perusahaan karena
akan mengganggu kelancaran dari kegiatan produksi. Strategi yang diperlukan
25 tercapai biaya optimum dikenal dengan pengendalian persediaan (Buffa dan
Sarin,1996).
Menurut Assauri (1998) pengendalian persediaan bertujuan untuk
mempertahankan suatu jumlah sediaan yang optimum yang dapat menjamin
kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang
tepat serta dengan biaya seminimal mungkin. Tujuan perusahaan dalam
menjalankan sistem pengendalian persediaan adalah untuk (Assauri, 1998):
1. Menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga
mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.
2. Menjaga supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar
atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu
besar.
3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena akan
mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar.
2.6 Metode Pengendalian Persediaan
Model persediaan akan sangat tergantung kepada sifat bahan atau barang,
apakah barang tersebut bersifat permintaan bebas (independent) atau sebagai
permintaan terikat (dependent). Permintaan independen atas produk atau barang
merupakan permintaan yang bebas, dengan pengertian tidak ada keharusan untuk
membelinya sebagai kepentingan proses konversi. Permintaan dependen adalah
permintaan terikat, disebabkan jika bahan atau barang tersebut tidak ada, maka
26 Metode pengendalian persediaan yang dapat diidentifikasikan sebagai
berikut (Handoko, T.Hani 1984) :
1. Metode pengendalian secara statistik (Statistical Inventory Control).
2. Metode Persedian Just In Time (JIT).
3. Metode perencanaan kebutuhan material (MRP).
2.6.1 Metode Pengendalian Secara Statistik
Metode ini menggunakan ilmu matematika dan statistik sebagai alat bantu
utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem persediaan. Pada
dasarnya, metode ini berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan :
a. Jumlah ukuran pemesanan dinamis (EOQ).
b. Titik pemesanan kembali (Reorder Point).
c. Jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan.
Metode ini sering juga disebut metode pengendalian tradisional, karena
memberi dasar lahirnya metode baru yang lebih modern, seperti MRP di Amerika
dan Kanban di Jepang. Metode pengendalian persediaan secara statistik ini
biasanya digunakan untuk mengendalikan barang yang permintaannya bersifat
bebas (dependent) dan dikelola saling tidak bergantung. Permintaan bebas adalah
permintaan yang hanya dipengaruhi mekanisme pasar sehingga bebas dari fungsi
operasi produk. Sebagai contoh adalah permintaan untuk barang jadi dan suku
cadang pengganti (spare part).
2.6.2 Metode Persediaan Just In Time (JIT)
Filosofi JIT (Just In Time) memusatkan pada memelihara tingkat
27 Penghematan biaya dari mengurangi ruang yang dibutuhkan untuk gudang
persediaan, jumlah rupiah untuk penanganan material dan jumlah rupiah
keusangan persediaan (Tunggal, 1993).
Metode JIT dapat menghilangkan atau mengurangi aktivitas yang tidak
bernilai tambah pada produk sehingga proses produksi dapat berjalan lebih
efisien. Metode JIT berusaha mendorong biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan sampai nol atau mendekati nol sehingga total biayanya dapat
diefisienkan, mengingat total biaya dapat dihitung dari total biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan tentunya dapat menjadi sangat rendah
karena JIT pada dasarnya mengurangi persediaan sampai pada tingkat yang sangat
rendah atau dengan kata lain metode ini mendorong untuk mencapai persediaan
sampai pada tingkat nol (Haming, 2007).
2.6.3 Metode Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)
Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan
dari penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang dilakukan ketika suatu
bahan harus dipesan dari pemasok saat persediaan di tangan habis atau saat
produksi dari suatu bahan harus dimulai untuk memenuhi kepuasan pelanggan
dengan menggunakan waktu tenggang tertentu (Heizer dan Render, 2005). Sistem
ini merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia saat
dibutuhkan.
MRP merupakan sistem penjadwalan mundur yang dimulai dengan produk
akhir. Kemudian dikerjakan mundur yaitu menuju bahan, melalui berbagai tingkat
28 tersedia saat dibutuhkan. Untuk menggunakan model persediaan terikat, maka
manajer harus mengetahui (Heizer dan Render, 2005):
1. Jadwal Produksi Master (Master Production Schedule) menjabarkan apa yang
harus dibuat dan kapan. Jadwal ini harus sesuai dengan rencana produksi.
2. Spesifikasi dari Bill Of Material, merupakan daftar kuantitas komponen,
kandungan dan kebutuhan bahan untuk membuat produk yang menggambarkan
struktur produk. Bill Of Material tidak hanya menjabarkan kebutuhan tetapi
juga dalam pembiayaan, dan dapat memberikan daftar barang-barang yang
akan diproduksi atau dirakit.
3. Catatan persediaan yang akurat akan menciptakan manajemen persediaan yang
baik.
4. Pengetahuan atas perjanjian pesanan pembelian harus dimiliki dalam bagian
pengendalian persediaan. Ketika pemesanan pembelian terjadi, catatan tentang
pesanan tersebut dan jadwal pengantaran harus tersedia sehingga manajer dapat
menyiapkan rencana produksi dengan baik.
5. Pengetahuan atas waktu ancang-ancang untuk masing-masing komponen
diperlukan dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan
pembelian, produksi, atau perakitan yang sesuai dengan kapan produk tersebut
dibutuhkan.
MRP memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan sistem ukuran
pesanan tetap untuk mengendalikan barang-barang produksi. Kelebihan MRP
dalam menangani barang-barang dengan permintaan terikat (Heizer dan Render,
29 1. Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan,
2. Meningkatkan kegunaan fasilitas dan tenaga kerja,
3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik,
4. Respon lebih cepat terhadap perubahan dasar,
5. Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan kepada
pelanggan.
Sistem MRP ada beberapa teknik yang digunakan untuk menentukan
ukuran lot. Berikut ini akan dibahas sistem MRP teknik Lot For Lot (LFL),
Economic Order Quantity (EOQ), Period Order Quantity (POQ), dan Part Period
Balancing (PPB).
2.6.3.1 MRP Teknik Economic Order Quality (EOQ)
EOQ menurut Riyanto (2001) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat
diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah
pembelian yang optimal. Jumlah pembelian yang ekonomis (Economic Order
Quantity) adalah jumlah bahan mentah yang setiap kali dilakukan pembelian
menimbulkan biaya yang paling rendah, tetapi tidak mengakibatkan kekurangan
bahan. (Adisaputro dan Yunita, 2007).
Pada pendekatan Economic Order Quantity (EOQ), tingkat ekonomis
dicapai pada keseimbangan antara biaya pemesanan (set up cost) dan biaya
penyimpanan (holding cost). Jika ukuran lot besar maka biaya pemesanan akan
turun tetapi biaya penyimpanan naik. Sebaliknya, jika ukuran lot kecil maka biaya
30 untuk memelihara lot pesanan yang menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan (Haming, 2007).
Teknik EOQ merupakan teknik persediaan yang tertua dan paling umum
dikenal. Model ini mengidentifikasikan kuantitas pemesanan/ pembelian optimal
dengan tujuan meminimumkan biaya persediaan yang terdiri dari biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan.
Tujuan dari sebagian besar model persediaan adalah meminimumkan
biaya total. Dengan asumsi-asumsi yang diberikan, biaya-biaya yang signifikan
adalah biaya pemesanan (set up cost) dan biaya penyimpanan (holding cost/
carrying cost). Biaya-biaya lain seperti biaya satuan itu sendiri adalah konstan,
sehingga dengan meminimalkan jumlah pemesanan dan penyimpanan berarti
dapat meminimalkan biaya total. Penjelasan mengenai biaya-biaya tersebut
disajikan pada gambar 3.
31 Titik A merupakan kondisi dimana biaya persediaan mencapai kondisi
yang optimal. Pada titik ini, biaya penyimpanan dan biaya pemesanan besarnya
sama, sehingga total biaya persediaan adalah B, yang besarnya sama dengan dua
kali A. Pada kurva TC (total cost) terlihat bahwa titik B ini merupakan titik yang
paling rendah, artinya titik yang memberikan biaya persediaan paling rendah,
artinya titik yang memberikan biaya persediaan paling minimal.
Model EOQ dapat diterapkan jika asumsi-asumsi ini terpenuhi (Handoko,
2000):
1) Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui
(deterministik).
2) Harga per unit produk adalah konstan.
3) Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan.
4) Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan.
5) Waktu antara pesanan dilakukan dengan barang-barang diterima (Lead time)
adalah konstan.
6) Tidak terjadi kekurangan bahan atau back order.
Waktu tunggu perlu diperhatikan untuk mengatasi ketidakpastian bahan
baku yang berasal dari luar perusahaan, karena seringkali tenggang waktu yang
terjadi antara pemesanan dengan saat pengiriman atau diterimanya bahan tersebut
tidak terlalu sama. Sedangkan persediaan pengaman berfungsi melindungi atau
menjaga terjadinya kekurangan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan
semula atau keterlambatan dalama penerimaan bahan baku yang dipesan.
32 kebutuhan bersihnya, sehingga apabila terjadi perubahan kualitas produksi
menjadi lebih besar, maka persediaan bahan baku tersedia. Kekurangan teknik ini
memberikan biaya penyimpanan terlalu besar bila dibandingkan dengan teknik
Lot for Lot atau metode Material Requirement Planning (MRP). Metode yang
tidak hanya menitikberatkan pada berapa banyak suatu komponen perlu dipesan
(atau diproduksi), tetapi juga memperhatikan kapan komponen yang bersangkutan
dipesan atau diproduksi. Metode ini cocok digunakan untuk perusahaan
manufaktur, khususnya mengenai penjadwalan alur barang ke dan melalui proses
pembuatan barang jadi.
2.6.3.2 MRP Teknik Lot For Lot (LFL)
Dalam model ini perusahaan memesan tepat sebesar yang dibutuhkan
tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pemesanan lebih lanjut.
Prosedur semacam ini konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala,
persediaan tepat waktu rendah dan permintaan terikat (Heizer dan Render, 2005).
Teknik ini dapat menekan biaya yang ditanamkan dalam persediaan
barang-barang terikat, apabila perusahaan mampu menyediakan fasilitas yang
memadai bagi teknik ini dan memiliki bahan baku dengan kondisi dan sifat yang
sesuai. Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan atas persediaan
yang dipegang melewati suatu persediaan. Tetapi teknik ini tidak dapat
mengambil keuntungan ekonomis yang berhubungan dengan ukuran pesanan
33 2.6.3.3 MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)
Dalam teknik POQ ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual
dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian
jumlah persediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dihilangkan.
Keunggulan kebijakan POQ dibandingkan kebijakan EOQ adalah dalam
mengurangi biaya penyimpanan sediaan bila kebutuhan tidak uniform (seragam)
karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan untuk menghitung jumlah periode
kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan
sebagai berikut :
Jumlah pesanan = EOQ / permintaan rata-rata
2.6.3.4MRP Teknik Part Period Balancing (PBB)
Teknik penyeimbangan bagian periode merupakan pendekatan yang lebih
dinamis, yaitu menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
Metode PPB secara sederhana menambahkan kebutuhan sampai nilai bagian
periode mencapai Economic Part Period (EPP), yang merupakan rasio antara
biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan. EPP dihitung dengan rumus :
EPP = Ch
Cp
Keterangan :
EPP : Economic Part Period
Cp : Biaya pemesanan Per-pesanan
34 2.7 Metode Penilaian Persediaan
Dalam menilai suatu persediaan ada beberapa cara yang dapat digunakan,
diantaranya dengan (Assauri, S 2008) :
1. Cara First-In, First-Out (FIFO Method)
2. Cara rata-rata ditimbang (Weighted Average Method)
3. Cara Last-In, First-Out (LIFO Method)
2.7.1 Cara First-in, First-Out (FIFO Method)
Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa harga barang yang sudah terjual
dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk. Dengan demikian
persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang yang akhir masuk.
2.7.2 Cara Rata-rata ditimbang (Weighted Average Method)
Cara ini berbeda dengan cara yang dijelaskan sebelumnya karena
didasarkan atas harga rata-rata di mana harga tersebut dipengaruhi oleh jumlah
barang yang diperoleh pada masing-masing harganya. Dengan demikian
persediaan yang dinilai berdasarkan harga rata-rata.
2.7.3 Cara Last-In, First-Out (LIFO Method)
Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa barang yang telah terjual dinilai
menurut harga pembelian barang yang terakhir masuk. Sehingga persediaan yang
masih ada, dinilai berdasarkan harga pembelian barang yang terdahulu.
2.8 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang membahas tentang pengendalian persediaan
35 Kudus yang menganalisis persediaan bahan baku kapas dengan metode MRP
menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode MRP akan diperoleh
penghematan biaya persediaan dengan urutan dari tertinggi ke terendah adalah
metode PPB, metode Lot For Lot, dan metode EOQ. Metode PPB mampu
memberikan penghematan biaya persediaan bagi perusahaan antara 23,8 persen
sampai 48,5 persen dibandingkan dengan metode perusahaan.
Menurut Dwi Hartini (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Pengendalian Persediaan Bahan Baku Produk Mie Instan, Semarang Jawa
Tengah. menyimpulkan bahwa model pengendalian persediaan yang dapat
menghasilkan biaya persediaan lebih rendah yaitu teknik Lot For Lot dan teknik
EOQ. Penghematan terbesar didapat dari teknik Lot For Lot, namun karena tidak
mengizinkan adanya persediaan pengaman, maka perusahaan akan menghadapi
resiko kekurangan bahan apabila terjadi peningkatan permintaan yang tidak
terduga. Sedangkan dengan teknik EOQ perusahaan dapat meminimalkan biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan sehingga menghasilkan biaya persediaan yang
rendah dengan tetap memperhitungkan persediaan pengaman.
2.8 Kerangka Pemikiran Konseptual
Semakin banyak bahan baku yang dibutuhkan untuk perusahan semakin
sulit melakukan pengendalian persediaan bahan baku tersebut. Masalah utama
dari persediaan adalah banyaknya bahan baku yang harus dipesan atau waktu
pemesanan kembali dilakukan. Apabila perusahaan menanamkan terlalu banyak
dananya dalampersediaan, akan menyebabkan naiknya biaya penyimpanan yang
36 mempunyai persediaan yang mencukupi, dapat mengakibatkan terganggunya
kontunitas proses produksi yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya
pendapatan perusahaan. Dalam penelitian ini, hal yang pertama kali dilakukan
adalah mengidentifikasi sistem dan kebijakan pengendalian persediaan bahan
baku yang selama ini dilakukan oleh Perusahaan/Restoran “Sweet Corner – Coffee
Corner”. Hal-hal yang perlu diketahui meliputi klasifikasi bahan baku,
prosedur-prosedur yang berkaitan dengan pengadaan, pembelian, dan penanganan bahan
baku, kebijakan yang diterapkan perusahaan dalam mengendalikan dan mengatur
tingkat persediaan bahan bakunya, serta sistem pencatatan persediaan bahan baku
yang selama ini digunakan perusahaan.
Penentuan bahan baku pokok perusahaan merupakan hal yang perlu untuk
diprioritaskan sebab dengan melakukan pengendalian atas bahan baku pokok
berarti melakukan pengendalian atas biaya yang cukup besar. Bahan baku pokok
perusahaan adalah bahan baku kritis yang keberadaannya akan sangat
mempengaruhi aktivitas perusahaan. Bahan baku utama yang dianalisis dalam
penelitian ini adalah biji kopi (Coffe Bean), bahan baku pendukung Fresh Milk
dan Kind Of Syrup.
Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisis volume
pemakaian bahan baku, waktu tunggu pengadaan bahan baku, serta biaya
persediaan yang dihasilkan. Volume pemakaian dari bahan baku perlu diketahui
karena volume pemakaian bahan baku dapat menunjukkan besar permintaan
bahan baku dan termasuk salah satu variabel penting untuk mendapatkan kuantitas
37 baku dapat juga digunakan dalam peramalan pemakaian bahan baku di masa yang
akan datang. Waktu tunggu pengadaan bahan baku juga merupakan hal yang
penting untuk diketahui. Waktu tunggu (lead time) digunakan untuk dapat
menentukan waktu pelaksanaan pesanan sehingga pesanan dapat diterima pada
saat dibutuhkan.
Menggunakan data-data yang diperoleh, dilakukan analisis dengan
menggunakan metode Material Requirement Planning (MRP) dengan tiga teknik
penentuan ukuran lot yang berbeda, yaitu teknik Lot-For-Lot (LFL), teknik
Economic Order Quantity (EOQ), dan teknik Part-Period Total Cost Balancing
(PPB). Hasil yang didapat kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan metode
perusahaan dalam hal besar biaya persediaan untuk mendapatkan alternatif model
pengendalian persediaan bahan baku yang efisien. Selain dari besar biaya
persediaan yang dihasilkan, masing-masing model juga akan dinilai
kesesuaiannya dengan kondisi perusahaan pada saat ini. Secara umum, bagan
38 Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian.