• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PERSEDIAAN BIJI KOPI ROBUSTA SEBAGAI BAHAN BAKU KOPI BUBUK BANYUATIS DI CV. PUSAKA BALI PERSADA, KABUPATEN BULELENG BALI SKRIPSI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MANAJEMEN PERSEDIAAN BIJI KOPI ROBUSTA SEBAGAI BAHAN BAKU KOPI BUBUK BANYUATIS DI CV. PUSAKA BALI PERSADA, KABUPATEN BULELENG BALI SKRIPSI."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

DI CV. PUSAKA BALI PERSADA, KABUPATEN BULELENG – BALI

SKRIPSI

Oleh:

NYOMAN AYU MAARTSINTA REDITANIA

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2017

(2)
(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Manajemen Persediaan Biji Kopi Robusta Sebagai Bahan Baku Kopi Bubuk Banyuatis Di CV. Pusaka Bali Persada, Kabupaten Buleleng - Bali”, merupakan hasil karya dari penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun dan sepanjang pengetahuan saya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Malang, Agustus 2017

Nyoman Ayu Maartsinta Reditania 135040101111262

(5)

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 19 Maret 1995 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari Bapak Wayan Karjaya dan Ibu Sri Suarni. Penulis menempuh pendidikan kanak-kanak di TK Pertiwi Surabaya pada tahun 2000 hingga 2001 dan dilanjutkan pendidikan dasar di SDN Pucang Jajar 1 pada tahun 2001 hingga 2007. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 39 Surabaya pada tahun 2007 hingga 2010. Setelah selesai menempuh pendidikan menengah pertama, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah atas di SMA TRIMURTI Surabaya pada tahun 2010 hingga 2013. Pada tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa strata-1 di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang melalui jalur SNMPTN.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kepanitiaan fakultas seperti Divisi Dana Usaha RASTA 2015 dan Divisi Konsumsi Agriculture Vaganza (AVG) 2015. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan organisasi kampus Unit Kerohanian Agama Hindu Dharma (UNIKAHIDHA) seperti Hindu Brahmacarya 2014, Desa Partnership 2014, Bulan Ulang Tahun Unikahidha 2014, dan lainnya.

(6)

HALAMAN PERUNTUKAN

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, saya sampaikan terimakasih yaitu kepada:

1. Ida Sang Hyang Widhi atas segala izin-Mu, saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Kedua orang tua dan ketiga saudara kandung saya yang tersayang dan tak tergantikan, yang selalu dan selalu memberikan doa, support, biaya, selama penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Heru Santoso Hadi Subagyo, SU selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing saya.

4. Bapak Novil Dedi dan Bapak Medea sebagai majelis penguji yang telah memberikan evaluasi dan akhirnya skripsi saya di ACC wkwk.

5. Pihak-pihak CV. Pusaka Bali Persada yang telah mengizinkan dan membantu saya dalam melakukan penelitian disana.

6. Sahabat – sahabat terbaik saya: Mohammad Wahyudi Priyanto, Theodorus Manaen Sinuraya, Lisa Puspitasari, Bagas Menggala Putra, Sheylawati Riduwan, Maysa Deviany, Rahayu Ningrum, dan Feri Kurnia yang selalu bilang “skripsimu wes mari ta?”, “ayo skripsimu cepet dikerjain”, “ojok mager – mager” terutama Mohammad Wahyudi Priyanto yang paling banyak membantu ngerapihin skripsi, mulai dari benerin halaman, benerin tabel, benerin grafik, dan lain- lain makasih yudi!

7. Sahabat – sahabat idiots family: Rafida Mahmudah, Nurul Avidhiasari, Luh Putu Pusparini, Intan Permane, Stella Oktavia, Septian Adi Putra, Muhammad Iqbal Tawakal, Mirza Enggar Putra, Muhammad Wildan.

Terutama Intan Permane partner penelitian di Bali selama sebulan tapi malah kebanyakan jalan – jalannya wkwk

8. I Gede Arya Wira Sena, yang sempat menjadi teman hidup yang belum sah wkwk makasih supportnya.

9. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu – satu, terimakasih banyak!

(7)

NYOMAN AYU MAARTSINTA REDITANIA. 135040101111262. Manajemen Persediaan Biji Kopi Robusta Sebagai Bahan Baku Kopi Bubuk Banyuatis Di CV.

Pusaka Bali Persada, Kabupaten Buleleng – Bali. Dibawah bimbingan Ir. Heru Santoso Hadi Subagyo, SU.

Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki potensi cukup besar. Menurut Kementrian Perindustrian (2013), Indonesia merupakan negara produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam. Saat ini kopi merupakan komoditas perkebunan yang dijadikan sebagai komoditas ekspor unggulan diantara komoditas perkebunan lainnya. Di Indonesia banyak perusahaan yang memproduksi biji kopi menjadi kopi bubuk. Peningkatan konsumsi kopi membuat perusahaan kopi harus mengutamakan kualitas bahan baku yang digunakan. Dalam proses produksi suatu produk, perusahaan harus bisa mengelola persediaan dengan baik agar memiliki persediaan yang optimal dengan biaya yang rendah. Dalam memanajemen persediaan bahan baku, tentunya ada hambatan yang dialami oleh perusahaan, tak terkecuali CV. Pusaka Bali Persada. Perusahaan ini terletak di Kabupaten Buleleng – Bali dan merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem pengendalian persediaan yang diterapkan oleh CV. Pusaka Bali Persada, menganalisis perbedaan biaya total persediaan biji kopi robusta dalam produksi kopi bubuk banyuatis antara sistem pengendalian persediaan yang diterapkan di CV. Pusaka Bali Persada dengan pengendalian persediaan menggunakan metode EOQ, dan menganalisis persediaan pengaman, titik pemesanan kembali, serta persediaan maksimum dan minimum pada CV. Pusaka Bali Persada.

Dalam penelitian ini menggunakan alat analisis Economic Order Quantity (EOQ) untuk mengetahui tingkat persediaan ekonomis, safety stock untuk mengetahui tingkat persediaan pengaman yang harus dimiliki perusahaan agar dapat antisipasi apabila terjadi keterlambatan dalam penerimaan bahan baku, reorder point untuk mengetahui waktu perusahaan kapan harus memesan bahan baku kembali, serta persediaan minimal dan maksimal untuk mengetahui berapa persediaan bahan baku yang harus dimiliki perusahaan agar tidak terjadi kekurangan dan kelebihan bahan baku.

Hasil dari penelitian ini adalah dalam memenuhi kebutuhan bahan baku biji kopi yang dibutuhkan, perusahaan CV. Pusaka Bali Persada bekerja sama dengan Pak Edi sebagai supplier. Jumlah kebutuhan bahan baku rata – rata per bulan 66129,17 kg. Dengan menggunakan metode EOQ, dapat diketahui kuantitas pemesanan bahan baku ekonomis sebesar 31.283 dengan frekuensi pemesanan sebanyak 2 kali per bulan. Jumlah persediaan pengaman dari persediaan bahan baku pada perusahaan CV. Pusaka Bali Persada adalah sebesar 12.255,58 kg. Jumlah

(8)

bahan baku digudang sudah mencapai 12.484,27 kg. Jumlah persediaan bahan baku minimum dan maksimum yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah sebanyak 228,696 kg dan 43.583,58 kg.

Perhitungan total biaya persediaan bahan baku biji kopi dengan menggunakan metode EOQ adalah Rp 6.068.149, sedangkan total biaya persediaan bahan baku yang telah diterapkan oleh perusahaan adalah Rp 6.916.887,5 dan bisa disimpulkan bahwa perhitungan total biaya persediaan bahan baku biji kopi dengan menggunakan metode EOQ dapat menghemat biaya persediaan sebesar Rp 849.851.

(9)

NYOMAN AYU MAARTSINTA REDITANIA. 135040101111262. Manajemen Persediaan Biji Kopi Robusta Sebagai Bahan Baku Kopi Bubuk Banyuatis Di CV.

Pusaka Bali Persada, Kabupaten Buleleng – Bali. Dibawah bimbingan Ir. Heru Santoso Hadi Subagyo, SU.

Coffee is one of the plantation commodities that have considerable potential. According to the Ministry of Industry (2013), Indonesia is the third largest coffee producing country in the world after Brazil and Vietnam. Currently coffee is a plantation commodity used as a superior export commodity among other plantation commodities. In Indonesia many companies that produce coffee beans into coffee powder. Increased consumption of coffee makes coffee companies should prioritize the quality of raw materials used. In the production process of a product, the company must be able to manage the inventory well in order to have an optimal supply at a low cost. In managing raw material inventory, of course there are obstacles experienced by the company, not to mention CV. Pusaka Bali Persada.

The company is located in Buleleng District - Bali and is a company engaged in processing coffee beans into coffee powder.

This study aims to analyze inventory control system applied by CV. Pusaka Bali Persada, analyzed the difference in total cost of robusta coffee bean supply in the production of banyuatis powder coffee between inventory control system applied in CV. Pusaka Bali Persada with inventory control using EOQ method, and analyzing safety stock, reorder point, and maximum and minimum supply on CV.

Pusaka Bali Persada.

This research uses Economic Order Quantity (EOQ) analysis tool to find out the level of economic inventory, safety stock to know the level of safety stock that must be owned by company to anticipate if there is delay in acceptance of raw material, reorder point to know when company must order materials Raw back, and the minimum and maximum inventory to know how the raw material inventory that must be owned by the company so that there is no shortage and excess of raw materials.

The result of this research is in fulfilling requirement of raw material of coffee beans needed, company CV. Pusaka Bali Persada works together with Pak Edi as a supplier. The total raw material requirement per month is 66129,17 kg. By using EOQ method, it can be known quantity ordering of economical raw material equal to 31.283 with order frequency 2 times per month. The amount of safety stock from raw material inventory at CV. Bali Persada Pusaka is 12,255,58 kg. The reordering of raw materials amounted to 12,484.27 kg which means that the company made the ordering of raw materials back when the inventory level of raw materials in the warehouse has reached 12,484.27 kg. The minimum and maximum amount of raw material inventory that must be owned by the company is 228,696

(10)

inventory that has been applied by the company is Rp 6.916.887.5 and it can be concluded that the calculation of the total cost of raw materials supply of coffee beans by using EOQ method can save inventory cost of Rp 849,851.

(11)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya skripsi yang berjudul “Manajemen Persediaan Biji Kopi Robusta Sebagai Bahan Baku Kopi Bubuk Banyuatis di CV. Pusaka Bali Persada, Kabupaten Buleleng, Bali”.Adapun tujuan penulisan skripsi ini dibuat sebagai syarat menyelesaikan tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana Strata 1 Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Skripsi ini dapat terselesaikan dengan adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Heru Santoso Hadi Subagyo, SU. selaku dosen pembimbing utama, atas segala saran, arahan, waktu, dan bimbinganya,

2. Kedua orang tua, yang telah memberikan dukungan berupa materi, fasilitas, serta doa dan nasehat.

3. Teman-teman yang terus mengingatkan melalui dukungan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulis di masa yang akan datang. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dalam memberikan sumbangan pengetahuan.

Malang, Agustus 2017

Nyoman Ayu Maartsinta Reditania

(12)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RINGKASAN ... ii

SUMMARY ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR SKEMA ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telaah Penelitian terdahulu ... 6

2.2 Tinjauan Tentang Persediaan ... 7

2.2.1 Definisi dan Jenis Persediaan ... 7

2.2.2 Tujuan Persediaan ... 8

2.3 Manajemen Persediaan Bahan Baku ... 10

2.4 Struktur Biaya Dalam Manajemen Persediaan ... 11

2.5 Model Economic Order Quantity (EOQ) ... 13

2.5.1 Pengertian Economic Order Quantity (EOQ) ... 13

2.5.2 Asumsi Model Economic Order Quantity (EOQ) ... 14

2.5.3 Biaya Persediaan ... 14

2.5.4 Economic Order Quantity (EOQ) Permintaan Tetap ... 18

2.6 Pengertian Persediaan Pengaman (Safety Stock) ... 18

2.7 Penentuan Tingkat Pemesanan Kembali (ROP) ... 20

2.8 Persediaan Maksimal dan Persediaan Minimal ... 21

III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ... 22

3.2 Hipotesis ... 26

3.3 Batasan Masalah ... 26

3.4 Definisi Operasional ... 27

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4.2 Metode Penentuan Responden ... 31

(13)

4.4.1 Metode Economic Order Quantity (EOQ) ... 33

4.4.2 Persediaan Pengaman (Safety Stock) ... 34

4.4.3 Penentuan Tingkat Pemesanan Kembali (ROP) ... 34

4.4.4 Persediaan Maksimal dan Persediaan Minimal ... 35

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sejarah Perusahaan ... 36

5.1.1 Visi dan Misi CV. Pusaka Bali Persada ... 37

5.1.2 Lokasi Perusahaan ... 38

5.1.3 Struktur Organisasi CV. Pusaka Bali Persada ... 39

5.2 Kebutuhan Biji Kopi sebagai Bahan Baku Kopi Bubuk Banyuatis ... 42

5.3 Data Produksi Kopi Bubuk Banyuatis CV. Pusaka Bali Persada ... 43

5.4 Pengolahan Biji Kopi Menjadi Kopi Bubuk Banyuatis ... 45

5.5 Manajemen Persediaan Bahan Baku pada CV. Pusaka Bali Persada ... 49

5.5.1 Pengadaan Bahan Baku ... 50

5.5.2 Penerimaan Bahan Baku ... 51

5.5.3 Penyimpanan Bahan Baku ... 52

5.5.4 Pengeluaran Bahan Baku ... 52

5.6 Komponen Biaya Persediaan Biji Kopi ... 53

5.7 Pengelolaan Persediaan Biji Kopi CV. Pusaka Bali Persada Optimal ... 54

5.7.1 Kuantitas Pemesanan Optimal (EOQ) ... 54

5.7.2 Persediaan Pengaman Optimal (Safety Stock)... 55

5.7.3 Titik Pemesanan Kembali Optimal (Reorder Point) ... 57

5.7.4 Persediaan Maksimal dan Minimal ... 57

5.7.5 Analisis Persediaan Bahan Baku dengan Metode EOQ .... 59

VI. PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 62

6.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 66

(14)

Nomor Halaman Teks

1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 27

2. Jumlah Karyawan CV. Pusaka Bali Persada ... 42

3. Jumlah Kebutuhan Bahan Baku ... 42

4. Jumlah Produksi Kopi Bubuk ... 43

5. Jumlah Biji Kopi Reject (dibuang) ... 44

6. Jumlah Marginal Produksi Kopi Bubuk tahun 2016 ... 45

7. Biaya Pemesanan Bahan Baku Biji Kopi Robusta CV. Pusaka Bali Persada ... 53

8. Biaya Penyimpanan Bahan Baku Biji Kopi Robusta CV. Pusaka Bali Persada ... 53

9. Perbandingan Perhitungan Persediaan Bahan Baku Biji Kopi Robusta di CV. Pusaka Bali Persada dengan Metode EOQ ... 61

(15)

Nomor Halaman Teks

1. Biaya Persediaan ... 15 2. Tingkat Penggunaan Persediaan ... 18 3. Tingkat Persediaan Bahan Baku Biji Kopi Robusta dengan

Metode EOQ ………... 59

4. Hubungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Biji

Kopi Robusta ………. 60

(16)

Nomor Halaman Teks

1. Data Kebutuhan Bahan Baku Biji Kopi ... 67

2. Perhitungan Biaya Persediaan Bahan Baku Kopi ... 68

3. Perhitungan Metode Economic Order Quantity (EOQ)... 71

4. Perhitungan Standar Deviasi Bahan Baku Biji Kopi ... 72

5. Perhitungan Persediaan Pengaman (Safety Stock) ... 73

6. Perhitungan Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) ... 74

7. Perhitungan Persediaan Maksimum dan Minimum ... 75

8. Perhitungan Total Biaya Persediaan Ekonomis ... 76

9. Perhitungan Total Biaya Persediaan Bahan Baku Biji Kopi Menurut CV. Pusaka Bali Persada ... 77

10. Perhitungan Efisiensi Biaya Persediaan Bahan Baku Biji Kopi . 78 11. Presentasi Permintaan Normal ... 79

12. Dokumentasi Penelitian ... 80

(17)

Nomor Halaman Teks

1. Alur Pemikiran Manajemen Persediaan Biji Kopi sebagai Bahan

Baku Kopi Bubuk Banyuatis di CV. Pusaka Bali Persada ... 25 2. Struktur Organisasi di CV. Pusaka Bali Persada ... 39

(18)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki potensi cukup besar.

Menurut Kementrian Perindustrian (2013), Indonesia merupakan negara produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam. Produksi kopi di Indonesia setiap tahun berfluktuasi, produksi kopi pada tahun 2010 mencapai 686.921 ton, kemudian di tahun 2011 produksi kopi mengalami penurunan menjadi 638.647 ton, namun pada tahun 2012 produksi kopi di Indonesia mengalami peningkatan menjadi 691.163 ton dan pada tahun 2013 produksi kopi kembali mengalami penurunan menjadi 675.915 ton saja (Ditjen Perkebunan, 2014).

Kopi dari Indonesia di ekspor ke berbagai negara, 5 negara terbesar yang mengimpor kopi dari Indonesia diantaranya Amerika Serikat (65.509 ton), Jerman (47.664 ton), Italia (43.308 ton), Jepang (41.241 ton), dan Malaysia (39.394 ton) (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2015).Berdasarkan data dari Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (AEKI, 2012), dari rata-rata volume ekspor kopi Indonesia berkisar 350 ribu ton, 85% diantaranya merupakan kopi robusta dan sisanya kopi arabika. Kopi robusta dipilih karena tahan penyakit karat daun dan memerlukan syarat tumbuh dan pemeliharaan yang ringan, sedang produksinya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kopi arabika. Saat ini lebih dari 80% dari areal pertanaman kopi Indonesia terdiri atas kopi robusta. Jumlah konsumsi kopi dalam negeri mengalami peningkatan dari 190.000 ton pada tahun 2010 menjadi 230.000 ton pada tahun 2012. Jumlah konsumsi dalam negeri tersebut masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan jumlah penawaran kopi untuk konsumsi dalam negeri yang pada tahun 2012 mencapai 244.000 ton (AEKI, 2012).

Peningkatan konsumsi kopi tersebut dapat mendorong para pelaku usaha untuk mengembangkan usaha yang bergerak dalam pengolahan kopi. Peningkatan konsumsi kopimembuat perusahaan kopi harus mengutamakan kualitas bahan baku yang digunakan.

Bahan baku yang berkualitas baik akan menghasilkan kopi bubuk yang baik pula. Persediaan bahan baku kopi yang cukup tersedia dapat menjamin kelancaran produksi. Perusahaan harus bisa mengelola persediaan dengan baik agar dapat memiliki persediaan yang seoptimal mungkin demi kelancaran operasi perusahaan dalam jumlah, waktu, mutu yang tepat serta dengan biaya yang serendah – rendahnya.

Banyak industri kopi yang berkembang di Indonesia. Bali merupakan salah satu pulau penghasil kopi yang cukup potensial sehingga banyak industri kopi yang didirikan di Bali, salah satunya adalah CV. Pusaka Bali Persada yang terletak di Kabupaten Buleleng dan

(19)

merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk.

Perusahaan ini memproduksi kopi dari perkebunan kopi yang ada di Buleleng yaitu Desa Banyuatis. Banyuatis adalah nama sebuah desa perkebunan di Kabupaten Buleleng, Bali yang dikenal akan hasil kopinya. Biji kopi murni yang dihasilkan, diolah menjadi kopi bubuk yang mempunyai aroma keharuman yang khas. Kopi kelas robusta ini berasal dari perkebunan di daerah pegunungan tinggi Bali Utara.

Dalam memanajemen persediaan bahan baku, tentunya ada hambatan yang dialami oleh perusahaan, tak terkecuali CV. Pusaka Bali Persada. Persediaan bahan baku pada Perusahaan Kopi Bubuk Banyuatis belum direncanakan dengan baik sehingga persediaan bahan baku yang ada di perusahaan kurang optimal. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Manajemen Persediaan Biji Kopi Robusta Sebagai Bahan Baku Kopi Bubuk Bali Cap Banyuatis di CV. Pusaka Bali Persada, Kabupaten Buleleng – Bali”.

1.2 Rumusan Masalah

Konsumsi kopi saat ini tergolong tinggi, menyebabkan kegiatan persediaan bahan baku kopi harus dioptimalkan hal ini bertujuan agar tidak kehabisan bahan baku atau stock out.

Persediaan bahan baku merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting karena menunjang kelancaran dan kesinambungan proses produksi. Kelebihan maupun kekurangan persediaan akan menimbulkan kerugian pada perusahaan. Kelebihan persediaan bahan baku akan mengakibatkan tingginya biaya penyimpanan dan resiko kerusakan bahan baku akibat terlalu lama disimpan di gudang. Di sisi lain, kekurangan persediaan bahan baku dapat mengganggu jalannya proses produksi sehingga mengakibatkan tidak terpenuhinya permintaan konsumen dengan baik yang pada akhirnya juga dapat merugikan perusahaan. Bahan baku merupakan bagian dari proses produksi yang tidak dapat diabaikan keberadaannya, baik dalam jumlah maupun mutu yang telah ditentukan perusahaan. Oleh karena itu, kontinuitas dan persediaan bahan baku kopi harus tetap dijaga demi tercapainya produksi yang optimal.

CV. Pusaka Bali Persada merupakan perusahaan yang memproduksi kopi bubuk di Bali. Persediaan bahan baku pada Perusahaan Kopi Bubuk Banyuatis belum direncanakan dengan baik sehingga persediaan bahan baku yang ada di perusahaan kurang optimal.

Perusahaan pernah mengalami kelebihan ataupun kekurangan bahan baku. Pada tahun 2012, untuk memproduksi atau menghasilkan 1200 kg kopi bubuk, diperlukan 1.600 kg biji kopi.

Namun yang tersedia di gudang perusahaan pada saat itu hanya 1.460 kg biji kopi. Hal ini tentu saja akan menghambat proses produksi perusahaan. Disisi lain perusahaan juga terjadi

(20)

kelebihan bahan baku. Ini terjadi pada saat perusahaan melakukan pembelian sebanyak 1.410 kg tetapi bahan baku yang digunakan hanya sebanyak 1.300 kg. Jadi bahan baku yang tersisa sebanyak 110 kg akan disimpan dalam gudang sebagai persediaan (sumber: bagian produksi, Desember 2012). Selama penyimpanan ini akan membutuhkan biaya – biaya yang harus dikeluarkan untuk menjaga kualitas bahan baku tersebut. Penentuan jumlah pemesanan bahan baku yang tidak menentu akan meningkatkan biaya persediaan. Persediaan adalah bagian utama dari modal kerja, merupakan aktiva yang pada setiap saat mengalami perubahan (Gitosudarmo, 2002).

Dari uraian tersebut, dapat dinyatakan bahwa permasalahan yang terjadi di CV. Pusaka Bali Persada adalah pemesanan bahan baku yang tidak efisien dikarenakan pembelian bahan baku dilakukan dalam frekuensi pemesananan yang banyak, sehingga mengakibatkan tingginya biaya pemesanan yang ditanggung oleh perusahaan. CV. Pusaka Bali Persada tidak menghitung besarnya persediaan pengaman karena setiap persediaan yang ada di perusahaan dianggap sebagai persediaan pengaman (safety stock), padahal dengan menentukan besarnya persediaan pengaman dapat menghindarkan perusahaan terhadap resiko kehabisan persediaan selama bahan baku yang dipesan belum datang. Untuk mengetahui waktu yang tepat dalam melakukan pemesanan perlu ditentukan adanya titik pemesanan kembali. Titik pemesanan kembali adalah suatu titik atau batas dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana pemesanan bahan baku harus dilakukan kembali (Assauri, 2004). Penentuan persediaan pengaman dan titik pemesanan kembali dapat menghindarkan CV. Pusaka Bali Persada dari kelebihan dan kekurangan bahan baku sehingga dapat menjaga kelangsungan proses produksinya.

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka pertanyaan penelitian yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimana sistem pengendalian persediaan yang diterapkan oleh CV. Pusaka Bali Persada?

2. Bagaimana persediaan pengaman, titik pemesanan kembali, serta persediaan maksimum dan minimum pada CV. Pusaka Bali Persada?

3. Bagaimana perbedaan biaya total persediaan biji kopi robusta dalam produksi kopi bubuk cap banyuatis antara sistem pengendalian persediaan yang diterapkan di CV. Pusaka Bali Persada dengan pengendalian persediaan menggunakan metode EOQ?

1.3 Tujuan Penelitian

(21)

Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian yang berjudul “Manajemen Persediaan Biji Kopi Robusta Sebagai Bahan Baku Kopi Bubuk Bali Banyuatis di CV. Pusaka Bali Persada, Kabupaten Buleleng – Bali” ini adalah:

1. Menganalisis sistem pengendalian persediaan yang diterapkan oleh CV. Pusaka Bali Persada.

2. Menganalisis persediaan pengaman, titik pemesanan kembali, serta persediaan maksimum dan minimum pada CV. Pusaka Bali Persada.

3. Menganalisis perbedaan biaya total persediaan biji kopi robusta dalam produksi kopi bubuk banyuatis antara sistem pengendalian persediaan yang diterapkan di CV. Pusaka Bali Persada dengan pengendalian persediaan menggunakan metode EOQ.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian yang berjudul “Manajemen Persediaan Biji Kopi Robusta Sebagai Bahan Baku Kopi Bubuk Bali Banyuatis di CV. Pusaka Bali Persada, Kabupaten Buleleng – Bali” ini adalah:

1. Bagi Instansi terkait, sebagai bahan informasi, masukan, dan pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat meminimalkan biaya.

2. Sebagai bahan referensi untuk pemerintah terkait hal pengembangan perusahaan serta perluasan pemasaran Kopi Bubuk Bali Banyuatis.

3. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan manajemen persediaan bahan baku di dalam sektor pertanian.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telaah Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai manajemen bahan baku.

Adapun penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan masukan atau bahan rujukan dalam melakukan penelitian tentang manajemen persediaan bahan baku diantaranya penelitian oleh Riska Dian (2016), Alamsyah dkk (2013), dan Yusi (2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Riska Dian (2016) mengenai Optimalisasi Persediaan Kopi Ose pada Agroindustri UD. SDH Jaya memiliki tujuan untuk sistem pengendalian perusahaan dan mengetahui pengendalian persediaan yang ekonomis menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) serta peramalan terhadap kebutuhan kopi ose dalam produksi sebelumnya menggunakan metode ARIMA untuk mengetahui kebutuhan kopi ose dimasa yang akan datang. Dari penelitian didapatkan hasil bahwa pemesanan kopi ose robusta yang ekonomis sebesar 8.922,69 kg dengan frekuensi pemesanan sebanyak satu kali seminggu.

Persediaan bahan baku pengaman yang harus dimiliki oleh UD. SDH Jaya sebesar 1.048,594 kg dan melakukan pemesanan kembali pada saat persediaan telah mencapai 1.474,665 kg.

Metode pengendalian persediaan ekonomis (EOQ) menunjukkan bahwa tingkat persediaan akan optimal apabila biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang dikeluarkan lebih sedikit.

Besarnya biaya pemesanan dan biaya penyimpanan adalah Rp 161.407 dan Rp 322.814.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah dkk (2013) dengan judul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tembakau dengan Menggunakan Metode EOQ (Economic Order Quantity) pada PR. Gambang Sutra Kudus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi persediaan yaitu kuantitas pemesanan dan total biaya persediaan dari tahun 2010 hingga tahun 2012. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara kebijakan perusahaan dengan metode EOQ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tahun 2010 hingga tahun 2012 kuantitas dan frekuensi pemesanan yang dilakukan oleh perusahaan belum efisien dibandingkan dengan metode EOQ. Tahun 2010 hingga tahun 2012 secara berturut-turut selisih kuantitas pemesanan antara kebijakan perusahaan dengan metode EOQ sebesar 12,57%; 11,62%; 8,25% sedangkan frekuensi pemesanan memiliki selisih sebesar 26,67%; 20%; dan 15,38%. Total biaya persediaan menunjukkan bahwa dengan metode EOQ lebih efisien. Secara urut dari tahun 2010 hingga tahun 2012, kebijakan metode EOQ dapat menghemat biaya sebesar Rp 682.559,75; Rp 653.646,52 dan Rp 600.177,89.

Yusi (2010) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada UKM (Unit Kecil Mandiri) Waroeng Cokelat

(23)

Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sistem pengadaan dan sistem pengendalian bahan baku di Waroeng Cokelat, meramalkan tingkat permintaan produk Waroeng Cokelat dan menghitung tingkat persediaan yang optimal bagi perusahaan serta mengevaluasi tingkat biaya persediaan bahan baku yang optimal bagi Waroeng Cokelat. Penelitian ini diawali dengan melakukan analisis ABC pada bahan baku yang terdiri dari 15 jenis bahan. Penelitian ini menggunakan analisi EOQ. Hasil analisis perbandingan menghasilkan penghematan sebesar Rp 65.891,00 jika perusahaan melakukan perencanaan dan pengendalian persediaannya dengan metode EOQ.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian – penelitian terdahulu adalah penelitian ini melakukan perhitungan persediaan pengaman, titik pemesanan kembali, serta persediaan maksimum dan minimum. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian – penelitian terdahulu adalah penelitian ini juga melakukan perhitungan perbedaan biaya total persediaan antara sistem pengendalian persediaan yang diterapkan di perusahaan dengan pengendalian persediaan menggunakan metode EOQ. Lokasi yang dipilih pada penelitian ini yaitu CV.

Pusaka Bali Persada yang beralamatkan di Jalan Raya Singaraja – Seririt, Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Bali.

2.2 Tinjauan Tentang Persediaan 2.2.1 Definisi dan Jenis Persediaan

Secara umum, persediaan didefinisikan sebagai stock bahan baku yang digunakan untuk memfasilitasi produksi atau untuk memuaskan permintaan konsumen. Jenis persediaan meliputi bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi. Definisi tersebut mengacu pada proses transformasi operasi, sehingga dapat dijelaskan proses aliran bahan dengan persediaan bahan menunggu memasuki proses produksi, persediaan dalam proses merupakan tahap menengah pada transformasi, dan persediaan barang jadi siap melengkapi transformasi dalam sistem produksi. Menurut Heizer dan Render (2010), untuk mengakomodasi fungsi-fungsi persediaan, perusahaan harus dapat memelihara empat jenis persediaan, yaitu:

1. Persediaan Bahan Mentah (Raw Material Inventory)

Persediaan bahan mentah telah dibeli tetapi belum diproses. Persediaan ini dapat digunakan untuk melakukan decouple (memisahkan) pemasok dari proses produksi.

2. Persediaan Barang Setengah Jadi (Work In Process Inventory)

Dimana komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa proses perubahan tetapi belum sampai menjadi barang jadi.

(24)

3. Persediaan Pasokan Pemeliharaan, Perbaikan, Operasi (Maintenance, Repair, Operating (MRO))

Dimana persediaan yang digunakan untuk persediaan pemeliharaan, perbaikan, dan operasi yang dibutuhkan untuk menjaga agar mesin-mesin dan proses-proses produksi tetap berjalan secara produktif.

4. Persediaan Barang Jadi

Merupakan produk yang telah selesai dan tinggal menunggu permintaan pelanggan dimasa mendatang yang tidak diketahui.

2.2.2 Tujuan Persediaan

Tujuan dilakukannya persediaan yaitu dapat membantu fungsi – fungsi penting yang akan menambah fleksibilitas operasi perusahaan. Menurut Heizer dan Render (2010) terdapat tujuh tujuan penting dari persediaan, yaitu:

1. Mengantisipasi Perubahan Permintaan dan Penawaran

Terdapat beberapa jenis situasi yang apabila terjadi perubahan permintaan dan penawaran dapat diantisipasi yaitu pada saat harga atau kemampuan bahan baku yang diharapkan berubah. Sumber antisipasi lain adalah rencana promosi pemasaran yaitu sejumlah barang jadi dalam jumlah besar distok untuk dijual. Dalam kondisi tertentu, perusahaan seringkali mengantisipasi permintaan dikarenakan karyawan dan persediaan juga dipergunakan untuk mengantisipasi permintaan yang berfluktuasi.

2. Menjaga Adanya Ketidakpastian

Dalam sistem persediaan terdapat ketidakpastian dalam hal permintaan, penawaran, dan waktu tunggu. Persediaan pengaman (safety stock) digunakan untuk mengantisipasi ketidakpastian pengiriman oleh supplier. Jika permintaan pelanggan diketahui, akan layak (walaupun tidak selalu ekonomis) memproduksi pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

3. Mengantisipasi Adanya Inflasi

Persediaan dapat mengantisipasi perubahan harga dan inflasi, penempatan persediaan kas dalam bank merupakan pilihan yang tepat untuk pengembalian investasi. Disisi lain, persediaan mungkin akan meningkat dalam kurun waktu tertentu maka persediaan merupakan investasi terbaik. Namun harus mempertimbangkan biaya dan resiko biaya penyimpanan.

4. Fungsi Ganda

(25)

Fungsi utama persediaan adalah memisahkan proses produksi dan distribusi. Pada saat penawaran atau permintaan item persediaan tidak teratur, maka mengamankan persediaan merupakan keputusan yang terbaik. Pemisahan produksi dari permintaan ini akan menghindarkan biaya jangka pendek dan menghindarkan stock-out atau kehabisan barang.

Dengan kata lain, jika permintaan barang berfluktuasi maka persediaan bahan baku merupakan input yang penting dalam proses transformasi karena proses produksi juga berfluktuasi dalam perusahaan.

5. Memperoleh Potongan Harga Terhadap Jumlah Persediaan Yang Dibeli

Fungsi persediaan selanjutnya adalah memanfaatkan keuntungan dari potongan harga (discount) terhadap jumlah persediaan yang dibeli. Banyak pemasok yang menawarkan discountuntuk pembelian dalam jumlah yang besar. Pembelian bahan baku dalam jumlah yang besar secara substansi dapat mengurangi biaya produksi. Akan tetapi, dengan pembelian dalam jumlah besar, kurang menguntungkan dalam hal biaya penyimpanan yang lebih tinggi, terjadinya kerusakan bahan baku (apabila terlalu lama disimpan).

6. Menjaga Produksi dan Pembelian Yang Ekonomis

Sering terjadi memproduksi skala ekonomis pada bahan baku dalam lot. Dalam hal ini, lot diproduksi melebihi periode waktu dan tidak dilanjutkan ke produksi sampai lot mendekati habis. Kondisi ini tentu saja memungkinkan membengkaknya biaya persiapan (set-up) mesin produksi melebihi jumlah item yang besar dan ini juga akan terjadi pada saat pembelian bahan baku. Karena biaya pemesanan, diskon jumlah pembelian, dan biaya transportasi seringkali lebih ekonomis pada pembelian dalam jumlah besar, maka sebagian lot dapat dijadikan persediaan untuk penggunaan berikutnya. Hasil persediaan dari pembelian atau produksi bahan baku dalam lot disebut dengan siklus persediaan dimana lot diproduksi atau dibeli dalam siklus dasar.

7. Memenuhi Kebutuhan Secara Terus Menerus

Persediaan transit terdiri dari bahan baku yang bergerak dari satu titik ke titik lainnya.

Persediaan ini dipengaruhi oleh keputusan lokasi pabrik, secara teknis persediaan bergerak diantara tahapan-tahapan produksi dan didalam pabrik juga diklasifikasikan dalam persediaan transit. Kadangkala persediaan transit ini juga disebut dengan pipa saluran persediaan karena berada dalam distribusi pipa saluran.

2.3 Manajemen Persediaan Bahan Baku

Manajemen persediaanadalah pengelolaan bahan atau barang yang kemudian disimpan dan akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu. Persediaan dapat berupa bahan mentah,

(26)

bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi ataupun suku cadang. Dapat dikatakan tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan bahan baku, karena persediaan sebagai salah satu aset penting dalam perusahaan yang mempunyai pengaruh terhadap besar kecilnya biaya operasi, perencanaan, dan pengendalian persediaan, meskipun sebenarnya persediaan hanyalah suatu sumber dana yang menganggur karena sebelum perediaan digunakan berarti dana yang terikat didalamnya tidak dapat digunakan untuk keperluan lain.

Pengendalian persediaan harus dilakukan sedemikian rupa agar dapat melayani kebutuhan bahan atau barang dengan tepat dan dengan biaya yang seminimal mungkin.

Keuntungan yang diperoleh dengan adanya perencanaan dan pengendalian bahan baku yang baik terhadap tingkat persediaan menurut Anwar (2011), adalah:

a. Menekan investasi modal dalam perusahaan pada suatu tingkat yang minimum.

b. Mengestimasi atau mengurangi pemborosan atau biaya yang timbul dari penyelenggara persediaan yang berlebihan, kerusakan, penyimpanan, pajak, serta asuransi persediaan.

c. Mengurangi resiko penundaan produksi dengan cara selalu menyediakan bahan baku yang diperlukan.

d. Meningkatkan pemberian jasa yang lebih memuaskan kepada para pelanggan yang selalu menyediakan bahan atau barang yang diperlukan.

e. Dapat mengurangi investasi dalam fasilitas dan peralatan pergudangan.

f. Meningkatkan pemerataan produksi, melalui penyelenggaraan persediaan yang tidak merata sehingga dapat membantu stabilitas pekerjaan.

g. Menghindari atau mengurangi kerugian yang timbul karena penurunan harga.

h. Melalui pengendalian persediaan yang wajar dan informasi yang tersedia tentang persediaan, meningkatkan pelaksanaan pembelian yang baik dan memperoleh keuntungan dari perubahan – perubahan harga.

i. Mengurangi biaya pengadaan opname fisik persediaan tahunan.

j. Mengurangi risiko kecurangan dan kecurian persediaan.

2.4 Struktur Biaya dalam Manajemen Persediaan

Beberapa masalah keputusan persediaan dapat diselesaikan dengan menggunakan kriteria ekonomis, satu syarat terpenting adalah membuat struktur biaya. Menurut Richardus, dkk (2003), struktur biaya ini memuat biaya persediaan yang merupakan semua pengeluaran dan kerugian yang disebabkan oleh adanya persediaan. Biaya persediaan ini di dalam perusahaan secara umum dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

1. Biaya pengadaan (Precurement Cost)

(27)

Biaya pengadaan adalah semua pengeluaran yang berasal dari adanya kegiatan pemesanan yang mendatangkan barang dari luar, biaya ini meliputi biaya menentukan pemasok, pengetikan pesanan, pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, dan biaya penerimaan. Biaya lain dalam pengadaan adalah biaya persiapan (set-up cost) yaitu semua pengeluaran yang disebabkan oleh kegiatan mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini berasal dari pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi suatu barang, menyetel mesin, dan mempersiapkan gambar kerja.

2. Biaya pembelian (Purchasing Cost)

Biaya pembelian merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang, jumlahnya tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga per-unit barang. Biaya pembelian ini menjadi sangat penting pada saat harga barang dipengaruhi oleh ukuran pembelian yaitu adanya potongan harga (price discount) dimana harga per-unit akan menurun pada saat jumlah pembelian meningkat.

3. Biaya penyimpanan (Carrying Cost)

Biaya penyimpanan merupakan semua pengeluaran yang berasal dari adanya kegiatan menyimpan barang dalam kurun waktu tertentu. Biaya ini meliputi:

a. Biaya modal (Cost of Capital)

Biaya modal dapat diukur dengan besarnya suku bunga bank. Biaya modal diukur sebagai prosentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.

b. Biaya gudang (Cost of Storage)

Biaya gudang merupakan semua biaya yang dikeluarkan untuk gudang atau tempat penyimpanan barang persediaan. Apabila gudang yang digunakan adalah milik sendiri, maka biaya yang dikeluarkan adalah biaya depresiasi, sedangkan apabila gudang yang digunakan adalah sewa, maka biaya yang dikeluarkan adalah biaya sewa.

c. Biaya keusangan/kadaluarsa (Obselence Cost)

Biaya ini dapat diukur dengan menghitung besarnya penurunan harga dari nilai jual barang tersebut. Suatu barang dapat mengalami menurunnya harga jual atau merosotnya nilai barang, hal ini disebabkan karena penyimpanan barang dalam waktu relatif lama.

d. Biaya kehilangan (Loss Cost) dan Biaya Kerusakan (Deterioration)

Biaya ini dapat diukur dalam prosentase berdasarkan pengalaman yang pernah terjadi.

Biaya ini berasal dari kerusakan dan penyusutan yang terjadi akibat penyimpanan yang menyebabkan beratnya dapat berkurang atau jumlahnya berkurang karena kehilangan.

(28)

2.5 Model EOQ sebagai Metode Manajemen Persediaan Bahan Baku 2.5.1 Pengertian Economic Order Quantity (EOQ)

Metode Economic Order Quantity (EOQ) adalah salah satu metode dalam manajemen persediaan yang klasik dan sederhana. Metode ini digunakan untuk menghitung minimalisasi total biaya persediaan berdasarkan persamaan tingkat atau titik equlibrium kurva biaya simpan dan biaya pesan dengan tujuan jumlah pesanan optimal minimalisasi biaya pemesanan, penggudangan, dan kekurangan persediaan sehingga produksi tidak terganggu. Prinsip pendekatan EOQ ini adalah memperoleh bahan – bahan yang dipesan dengan pengeluaran biaya – biaya pemesanan dan biaya penyimpanan seminimal mungkin (Divianto, 2011).

Teknik EOQ ini mengidentifikasi kuantitas pemesanan atau pembelian optimal dengan tujuan meminimalkan biaya persediaan yang terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Tujuan dari sebagian model persediaaan adalah meminimalkan biaya total.

Menggunakan asumsi – asumsi yang diberikan, biaya- biaya yang signifikan adalah biaya pemesanan (set up cost) dan biaya penyimpanan (holding cost/carrying cost). Keuntungan penggunaan teknik EOQ adalah pemesanan dilakukan lebih besar dari kebutuhan bersihnya, sehingga apabila terjadi perubahan kuantitas produksi menjadi lebih besar, maka persediaan bahan baku tersedia. Apabila anggapan yang digunakan dalam model EOQ diberlakukan, maka dimungkinkan membuat keijaksanaan persediaan yang meminimumkan biaya total. Kebijakan persediaan dapat menentukan jumlah pesanan ekonomis yang berhubungan dengan penentuan berapa banyak dipesan dan titik pemesanan kembali yang juga berhubungan dengan kapan mengadakan pesanan (Sukanto, 2003).

2.5.2 Asumsi Model Economic Order Quality (EOQ)

Pada saat beberapa biaya meningkat seperti halnya ada persediaan yang meningkat dan yang lainnya menurun, maka keputusan ukuran pemesanan terbaik jarang terjadi. Ukuran pemesanan terbaik akan menghasilkan persediaan yang mencukupi untuk mengurangi biaya – biaya seperti biaya penyimpanan yang sebelumnya cukup besar. Dalam hal ini terdapat kompromi terhadap biaya tersebut, dan model EOQ dapat membantu mencapai keputusan pada kondisi tersebut. Model EOQ sangat aplikatif untuk situasi dimana item dibeli dari perusahaan (Zulfikarijah, 2005). Dalam kegiatan normal Model Economic Order Quantity (EOQ) memiliki beberapa karakteristik antara lain:

a. Jumlah barang yang dipesan pada setiap pemesanan selalu konstan.

(29)

b. Permintaan konsumen, biaya pemesanan, biaya transportasi dan waktu antara pemesanan barang sampai barang tersebut dikirim dapat diketahui secara pasti, dan bersifat konstan.

c. Harga per unit barang adalah konstan dan tidak mempengaruhi jumlah barang yang akan dipesan nantinya, dengan asumsi ini maka harga beli menjadi tidak relevan untuk menghitung EOQ, karena ditakutkan pada nantinya harga barang akan ikut dipertimbangkan dalam pemesanan barang.

d. Pada saat pemesanan barang, tidak terjadi kehabisan barang atau back order yang menyebabkan perhitungan menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, perusahaan harus menjaga jumlah pemesanan agar tidak terjadi kehabisan barang.

e. Biaya penyimpanan per unit pertahun konstan.

2.5.3 Biaya Persediaan

Tujuan dari metode EOQ adalah untuk meminimumkan total biaya persediaan tahunan.

Biaya – biaya ini dapat diklasifikasikan menjadi biaya persiapan atau pemesanan (set-up cost/ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost). Dalam persediaan, biaya tersebut merupakan biaya yang konstan, oleh karena itu, apabila kita meminimumkan jumlah biaya pemesanan dan penyimpanan, maka biaya total juga akan minimal.

Apabila terjadi peningkatan jumlah pemesanan dengan jumlah setiap kali pemesanan menurun, maka biaya pemesanan akan menurun, maka biaya pemesanan akan menurun karena berkurangnya pula frekuensi pemesanan. Disisi lain, biaya penyimpanan akan meningkat karena jumlah persediaan yang disimpan meningkat. Keseimbangan biaya persediaan terjadi pada saat biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan atau yang disebut dengan Economic Order Quantity (EOQ) dimana jumlah pemesanan mencapai titik optimum.

Sumber: Handoko, T. Hani, 2010.

Gambar 1. Biaya Persediaan

Biaya Total

EOQ Kuantitas (Q)

Biaya Pemesanan (S x𝐷

𝑄) Biaya Pemesanan (H x𝑄

2) Biaya Total (TC = H x𝑄

2 + S x𝑄

2)

(30)

Gambar 1 menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan jumlah pemesanan, maka biaya penyimpanan akan meningkat dan biaya pemesanan akan menurun. Pada saat jumlah pemesanan melebihi EOQ (kuantitas pemesanan ekonomis), maka akan terjadi peningkatan biaya penyimpanan yang lebih besar dibandingkan biaya penurunan pemesanan. Titik minimum dicapai pada saat garis TC minimum atau slope TC sama dengan nol. Dengan kata lain TC (total cost) minimum pada saat tercapai EOQ. Untuk mencapai titik optimum tersebut, dapat ditemukan dengan lebih dahulu menghitung biaya yang terkait didalamnya. Menurut Zulfikarijah (2005), biaya – biaya tersebut adalah:

TC = TOC + TCC + Purchasing Cost

= 𝐷

𝑆 S + 𝑄

2C + P.D Dimana:

TC = Total biaya persediaan / tahun

TOC = Total Ordering Cost (Biaya Pemesanan Total)

TCC = Total Carrying Cost / Holding Cost (Biaya Penyimpanan Total) D = Jumlah permintaan selama periode tertentu

Q = Jumlah setiap kali melakukan pemesanan S = Biaya setiap kali melakukan pemesanan C = Biaya penyimpanan per unit

P = Harga barang per unit

Adapun uraian penjelasan untuk masing – masing biaya dalam persamaan diatas menurut Zulfikarijah (2005) adalah:

1. Biaya pemesanan pertahun (TOC) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pemesanan dalam satu tahun. Besarnya biaya pemesanan ini bergantung pada frekuensi pemesanan yang dilakukan oleh perusahaan. Frekuensi pemesanan merupakan hasil pembagian jumlah kebutuhan dalam satu tahun dengan kuantitas setiap kali melakukan pemesanan sehingga total biaya pemesanan merupakan perkalian dari frekuensi pemesanan dengan biaya setiap kali melakukan pemesanan.

TOC = (Jumlah pemesanan per tahun

Jumlah setiap kali pesan ) x (Biaya per pemesanan)

=

(

D

Q

)

x (S)

2. Biaya penyimpanan per tahun (TCC) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan persediaan. Besarnya biaya penyimpanan ini bergantung pada jumlah dan lama persediaan disimpan. Oleh karena jumlah persediaan yang disimpan setiap hari berkurang akibat

(31)

proses produksi, maka lamanya waktu penyimpanan diantara persediaan akan menjadi berbeda – beda. Dengan kata lain, persediaan bergerak dari Q unit ke nol dengan tingkat pengurangan yang konstan selama waktu t. Oleh karena itu, penghitungan persediaan didasarkan pada persediaan rata – rata yaitu:

Q+0 2

=

Q

2

Sehingga biaya per tahun merupakan rata – rata tingkat persediaan dikalikan dengan biaya penyimpanan per unit per tahun.

= (Jumlah pemesanan

2 ) x (Biaya penyimpanan/unit/tahun)

= (D

Q ) x (C)

3. Biaya pembelian per periode yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang yang dipesan. Merupakan perkalian antara jumlah barang yang dipesan per periode dengan harga barang per unit. Akan tetapi, dalam perhitungan metode EOQ, biaya pembelian ini diabaikan karena besarnya biaya pembelian tidak bergantung pada frekuensi pemesanan / pembelian = D.P.

4. Jumlah pemesanan ekonomis (EOQ) yaitu jumlah pemesanan yang dapat meminimalkan total biaya persediaan, sehingga perhitungan biaya hanya didasarkan pada biaya yang relevan saja atau biaya yang mempengaruhi frekuensi pemesanan atau pembelian yaitu total biaya pemesanan dan total biaya penyimpanan. adapun syarat terjadinya EOQ adalah total biaya pemesanan sama dengan total biaya penyimpanan, sehingga:

TOC = TCC ( D

S) S =( Q

2) C Q² = 2 D S

C

Atau

EOQ =

√ 2DS C

Dimana:

D = Jumlah permintaan bahan baku dalam 1 tahun (kg/tahun)

S = Biaya setiap kali melakukan pemesanan bahan baku (Rp/Pemesanan) C = Biaya penyimpanan bahan baku per unit (Rp/Kg)

5. Frekuensi pemesanan merupakan jumlah pemesanan yang dilakukan perusahaan dalam satu tahun.

(32)

F = D

EOQ

6. Siklus pemesanan adalah selisih waktu yang dipergunakan untuk melakukan pemesanan dari satu periode ke periode berikutnya.

T = Jumlah hari kerja/tahun F

7. Biaya total persediaan per tahun berdasarkan perhitungan EOQ adalah total biaya pemesanan ditambah total biaya penyimpanan.

TC = TOC + TCC TC =

(

D

EOQ) S + EOQ

2 C

2.5.4 Economic Order Quantity (EOQ) Permintaan Tetap

Grafik model persediaan dimana setiap segitiga memiliki keruncingan yang sama.

Garis diagonal memiliki kemiringan atau slope yang sama karena tingkat persediaan dianggap selalu sama untuk setiap waktu. Tingkat persediaan pada setiap siklus mencapai titik nol karena diasumsikan pesanan dikirim sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan tepat waktu.

Pemesanan dilakukan pada saat mencapai ROP (Re-order point atau titik pemesanan kembali) dan persediaan akan habis pada titik akhir Lead Time (LT) atau waktu tunggu Zulfikarijah (2005).

Sumber: Handoko, T. Hani, 2010.

Gambar 2. Tingkat Penggunaan Persediaan

Pada saat persediaan berada di titik awal, maka persediaan yang telah dipesan pada saat ROP telah sampai di perusahaan. Pemesanan kembali disini menggunakan satuan waktu dalam satu tahun (harian, mingguan, bulanan). Oleh karena itu, ROP = Da (kebutuhan bahan baku) x LT (Lead Time/waktu tunggu). Kesamaan ukuran ketiga segitiga pada gambar 2 disebabkan

Kuantitas pemesanan = Q (Persediaan maksimum)

Persediaan minimum 0

Tingkat persediaan

Persediaan rata-rata yang dimiliki

Waktu

(33)

oleh pesanan yang dikirim memiliki ukuran yang sama dalam semua siklus. Gambar 2.

Merupakan ilustrasi dari sistem persediaan dengan kuantitas tetap.

2.6 Pengertian Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Persediaan pengamanan atau safety stock adalah persediaan yang dilakukan untuk mengantisipasi unsur ketidakpastian permintaan dan penyediaan bahan baku. Apabila persediaan pengamanan tidak mampu mengantisipasi ketidakpastian tersebut, maka akan terjadi kekurangan persediaan (stock out) (Ristono, 2008). Safety stock dilakukan dengan tujuan untuk menentukan berapa banyak stock yang dibutuhkan selama masa tenggang untuk memenuhi besarnya permintaan. Jumlah safety stock yang sesuai dalam kondisi tertentu sangat tergantung pada faktor – faktor seperti:

1. Variabilitas permintaan dan masa tenggang

2. Rata – rata tingkat permintaan dan rata – rata masa tenggang 3. Keinginan tingkat pelayanan yang diberikan

Untuk tingkat pelayanan dari siklus pemesanan, besarnya tingkat permintaan atau masa tenggang menyebabkan jumlah safety stock harus lebih banyak sehingga dapat memenuhi tingkat pelayanan yang diinginkan. Jumlah persediaan pengamanan dalam suatu sistem logistic bergantung kepada sasaran tingkat pelayanan, waktu pesanan, perbedaan waktu pesanan, dan jumlah fasilitas yang menyediakan sejumlah persediaan tertentu. Dengan kata lain, dengan berbagai variasi terhadap tingkat permintaan dan masa tenggang, dapat dicapai peningkatan tingkat pelayanan sehingga dapat merefleksikan biaya kehilangan penjualan (misalnya kehilangan penjualan, ketidaksesuaian dengan keinginan konsumen) atau dapat juga diakibatkan oleh adanya kebijakan, misalnya keinginan seorang manajer untuk memberikan tingkat pelayanan tertentu untuk jenis barang tertentu. Persediaan pengaman dapat dihitung dengan persamaan:

SS = Z x σ x√L Dimana:

SS = Safety stock atau persediaan pengaman (kg) Z = Faktor pengaman (bahan baku)

σ =Penyimpangan standart permintaan selama waktu tenggang (kg) L = Lead time (harian, mingguan, bulanan, atau tahunan)

Faktor pengamanan didapatkan dengan menentukan tingkat pelayanan agar diperoleh persentase resiko kehabisan bahan baku yang dibutuhkan. Istilah tingkat pelayanan merupakan

(34)

persentase permintaan pelanggan yang dipuaskan dari persediaan. Jadi tingkat pelayanan 100% menunjukkan pemenuhan semua permintaan pelanggan dari persediaan. Persentase kehabisan stock sama dengan 100% dikurangi tingkat pelayanan. Nilai yang tinggi pada Z akan menghasilkan titik pemesanan kembali yang tinggi dan suatu tingkat pelayanan yang tinggi.

Nilai Z dapat diperoleh dengan melihat tabel presentase permintaan normal.

2.7 Penentuan Tingkat Pemesanan Kembali (ROP)

Dalam menentukan berapa jumlah persediaan yang akan dibeli, yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah kapan melakukan pemesanan. Dalam model persediaan ini diasumsikan penerimaan pemesanan adalah sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Model – model persediaan mengasumsikan bahwa perusahaan akan menunggu sampai tingkat persediaannya mencapai nol sebelum perusahaan memesan lagi dan dengan seketika kiriman akan diterima (Heizer dan Render, 2005).

Keputusan akan memesan biasanya diungkapkan dalam konteks titik pemesanan ulang, tingkat persediaan dimana harus dilakukan pemesanan. Waktu antara saat melakukan pemesanan dengan penerimaan pesanan ini disebut lead time atau waktu tenggang dengan reorder piont (tingkat pemesanan kembali). Terdapat 4 alasan yang menyebabkan dilakukan titik pemesanan kembali, yaitu:

1. Tingkat pemesanan (biasanya didasarkan pada peramalan) 2. Lead time

3. Adanya permintaan dan lead time yang beragam

4. Tingkat resiko kehabisan stok yang akan diterima manajemen

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah tingkat pemesanan kembali lebih besar daripada persediaan maksimum. Hal ini disebabkan oleh lead time yang terlalu lama atau tidak diketahuinya dengan pasti tingkat permintaan dan lead time. Disisi lain, kondisi ini menyebabkan biaya pemesanan lebih rendah dibandingkan dengan biaya penyimpanan.

Titik pemesanan kembali ditetapkan dengan cara menambahkan penggunaan selama waktu tenggang dengan persediaan pengaman, atau dalam bentuk rumus sebagai berikut:

ROP = d x L + SS Dimana:

ROP = titik pemesanan kembali / reorder point (kg) d = tingkat kebutuhan per unit waktu (kg)

L = lead time / waktu tenggang (harian, mingguan, bulanan, tahunan) SS = safety stock / persediaan pengaman (kg)

(35)

2.8 Persediaan Maksimal dan Persediaan Minimal

Menurut Assauri (2004), penentuan besarnya persediaan maksimal ini menyatakan besarnya persediaan maksimal yang sebaiknya dimiliki perusahaan adalah jumlah dari pesanan standart ditambahkan dengan besarnya persediaan pengaman (safety stock). Persediaan maksimal dihitungan dengan menambahkan safety stock dengan kuantitas pesanan, rumusnya:

Ms = SS + Economic Order Quantity Dimana:

Ms = Maximal Inventory / persediaan maksimal (kg) SS = Persediaan pengaman / safety stock (kg) EOQ = Tingkat pemesanan ekonomis (kg)

Persediaan minimal adalah batas terendah persediaan yang harus ada diperusahaan sebelum persediaan itu habis dan melakukan pembelian kembali sejumlah bahan baku.

Persediaan minimal rumusnya:

Mi = (D

e) x L Dimana:

Mi = Minimal Inventory / persediaan minimum (kg)

D = Kuantitas pemakaian kebutuhan bahan per satuan waktu (kg) e = Jumlah hari kerja efektif dalam satu periode (hari)

L = Lead time / waktu tenggang (hari, minggu, bulan, tahun)

(36)

KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

Banyaknya permintaan kopi di Indonesia yang terus meningkat membuat banyak pula industri pengolahan kopi yang berkembang di Indonesia. Salah satu industri yang melakukan proses pengolahan kopi adalah CV. Pusaka Bali Persada yang terletak di Kabupaten Buleleng Bali. Bahan baku biji kopi yang digunakan oleh CV. Pusaka Bali Persada mayoritas adalah biji kopi robusta. Sedangkan untuk biji kopi arabika hanya digunakan untuk produk kopi jenis premium. Hal ini dikarenakan harga biji kopi Arabika yang lebih mahal dibandingkan dengan biji kopi Robusta. Namun pada penelitian ini mengambil biji kopi robusta yang digunakan oleh perusahaan.

Prosedur bahan baku dimaksudkan agar proses produksi dapat berjalan lancar, dalam arti bahan tersedia pada saat dibutuhkan dan pengadaan bahan baku dilakukan secara efisien. Apabila perusahaan mampu mengendalikan persediaan bahan baku, pengendalian pada persediaan bahan baku akan berpengaruh pada biaya persediaan dan akan berpengaruh pada keuntungan yang akan diterima oleh perusahaan. Persediaan merupakan sejumlah barang yang disimpan untuk menunjang kelancaran suatu produksi. Kelancaran proses produksi tergantung dari jumlah persediaan bahan baku yang ada diperusahaan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu manajemen persediaan dengan tujuan agar perusahaan mampu menyediakan bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi sehingga proses produksi dapat berjalan lancar tidak terjadi kekurangan dan kelebihan persediaan, karena pengendalian persediaan merupakan upaya menentukan besarnya tingkat persediaan dan mengendalikan secara efisien.

Jumlah persediaan bahan baku haruslah optimal karena persediaan yang dilakukan oleh perusahaan akan menimbulkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Jika jumlah persediaan bahan baku terlalu sedikit maka dapat menghambat kelancaran produksi. Perusahaan dapat juga melakukan pembelian dalam jumlah yang besar untuk mengantisipasi adanya kekurangan bahan baku.

Namun pembelian bahan baku dalam jumlah yang banyak akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Bahan baku yang terlalu banyak mengakibatkan adanya

(37)

penyimpanan bahan baku di gudang. Hal tersebut tentunya membutuhkan biaya untuk penyimpanan.

CV. Pusaka Bali Persada melakukan manajemen persediaan pada bahan baku kopi dengan tujuan meminimumkan biaya dan untuk memaksimumkan laba.

Pengadaan bahan baku biji kopi dilakukan jika jumlah persediaan sudah mencapai batas pemesanan kembali. Untuk tetap menjaga ketersediaan bahan baku, perusahaan telah menetapkan stok minimal yang harus ada di gudang karena dengan adanya stok minimal, perusahaan telah mengamankan stok biji kopi. Ketika sudah mencapai batas minimial, perusahaan akan melakukan pemesanan bahan baku biji kopi. Perusahaan tidak lagi melakukan stok penuh di gudang, karena akan memakan banyak biaya penyimpanan, namun manajemen persediaan yang dilakukan dengan kuantitas dan frekuensi pemesanan yang lebih banyak akan mengakibatkan besarnya biaya persediaan yang dikeluarkan. Melihat hal tersebut, sebagai perusahaan yang membutuhkan bahan baku dalam proses produksinya, perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku yang sesuai dengan kebutuhan produksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan manajemen persediaan untuk dapat mengoptimalkan persediaan bahan baku.

Pada penelitian ini, manajemen persediaan dilakukan dengan melihat kebutuhan bahan baku biji kopi pada periode sebelumnya karena kegiatan produksi pada CV. Pusaka Bali Persada didasarkan pada permintaan kopi bubuk banyuatis oleh konsumen. Setelah kebutuhan biji kopi robusta diketahui, selanjutnya dilakukan manajemen persediaan bahan baku dengan metode Economic Order Quantity (EOQ). Penggunaan metode EOQ digunakan untuk menentukan jumlah dan waktu pemesanan bahan baku secara ekonomis sehingga persediaan yang dilakukan menjadi optimal. Persediaan biji kopi robusta yang optimal menunjukkan bahwa persediaan yang dilakukan tidak mengalami kelebihan maupun kekurangan bahan baku sehingga menghasilkan biaya yang yang ekonomis.

Dalam metode EOQ juga diperhatikan kebijakan lain dalam mengendalikan persediaan yaitu menghitung jumlah persediaan pengaman (safety stock) untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan bahan baku dan keterlambatan datangnya bahan baku. Selain itu, ditentukan juga titik pemesanan kembali (reorder point) saat persediaan bahan baku mencapai titik tertentu selama waktu tunggu (lead time),

(38)

serta persediaan minimal dan maksimal yang harus dimiliki oleh perusahaan. Hal tersebut dilakukan supaya persediaan biji kopi robusta menjadi optimal dan biaya total persediaan menjadi ekonomis.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibuat suatu alur kerangka pemikiran, yaitu sebagai berikut :

(39)

Skema 1. Alur Pemikiran Manajemen Persediaan Biji Kopi sebagai Bahan Baku Kopi Bubuk Banyuatis di CV. Pusaka Bali Persada

Keterangan:

= Alur Pemikiran

= Alat Analisis

Biji kopi robustasebagai bahan baku kopi bubuk di CV. Pusaka Bali Persada

Potensi:

1. Permintaan kopi yang terus meningkat

2. Sentra penghasil kopi di Bali

Permasalahan riil:

1. Pemesanan jumlah bahan baku yang belum efisien 2. Manajemen persediaan yang

dilakukan masih berdasarkan permintaan konsumen pada periode sebelumnya

Jumlah kebutuhan persediaan biji kopi

Manajemen Persediaan Biji Kopi

Metode EOQ

Pengadaan Bahan Baku yang optimal dan Biaya Total Pesediaan Ekonomis

Pengendalian Persediaan

biji kopi 1. Safety Stock 2. Reorder Point 3. Total Biaya

Persediaan

4. Persediaan Maksimal dan Persediaan Minimal

(40)

3.2 Hipotesis

Berdasarkan penelitian ini, dirumuskan hipotesis bahwa sistem pengendalian persediaan yang diterapkan oleh CV. Pusaka Bali Persada mengeluarkan biaya persediaan yang lebih besar karena frekuensi pemesanan yang dilakukan lebih banyak. Jika dibandingkan dengan pengendalian persediaan menggunakan metode EOQ, kuantitas bahan baku yang dipesan menjadi lebih banyak dengan frekuensi pemesanan lebih sedikit sehingga mampu menghemat biaya persediaan yang akan dikeluarkan.

3.3 Batasan Masalah

1. Penelitian ini hanya dilakukan di CV. Pusaka Bali Persada, yang beralamatkan di Jalan Raya Singaraja – Seririt, Desa Pemaron, Kabupaten Buleleng – Bali.

2. Dalam penelitian ini, bahan baku yang diteliti adalah bahan baku biji kopi jenis robusta.

3. Data yang digunakan untuk menganalisis manajemen persediaan bahan baku adalah biaya pemesanan, biaya penyimpanan, kebutuhan rata – rata bahan baku.

4. Data yang digunakan adalah data penggunaan bahan baku selama satu tahun pada bulan Januari sampai Desember 2016 dalam periode produksi setiap bulan.

5. Penelitian ini menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ).

6. Pada penelitian ini dilakukan perhitungan perbedaan biaya total persediaan biji kopi (green bean) dalam produksi kopi bubuk banyuatis antara sistem pengendalian persediaan yang diterapkan di CV. Pusaka Bali Persada dengan pengendalian persediaan menggunakan metode EOQ.

(41)

27 3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Tabel 1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

No. Konsep Variabel Definisi Operasional Pengukuran

Variabel 1. Manajemen

Persediaan Bahan Baku Biji Kopi Robusta

Manajemen persediaan adalah manajemen yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mengatur kebutuhan bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi.

Jumlah pemesanan biji kopi robusta

Banyaknya biji kopi robusta yang dipesan untuk proses produksi kopi bubuk

Kg / bulan

2. Economic Order Quantity

Merupakan tingkat pemesanan yang ekonomis dalam melakukan pemesanan biji kopi robusta

Jumlah kebutuhan biji kopi robusta

Banyaknya biji kopi robusta yang dibutuhkan untuk memproduksi kopi bubuk

Kg / bulan

Biaya Pemesanan biji kopi robusta:

1. Biaya Telepon 2. Biaya

Transportasi 3. Biaya Tenaga

Kerja

Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pemesanan biji kopi robusta:

1. Biaya telepon: biaya terkait dengan kegiatan pemesanan melalui telepon oleh perusahaan.

2. Biaya transportasi: biaya yang dikeluarkan atas pengiriman biji kopi robusta yang dipesan dari supplier.

3. Biaya tenaga kerja: biaya

Rupiah

2727

(42)

28 Tabel 1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel (Lanjutan)

No. Konsep Variabel Definisi Operasional Pengukuran

Variabel yang dikeluarkan untuk upah

tenaga kerja yang mengangkut dan menurunkan biji kopi robusta

Biaya Penyimpan- an biji kopi

robusta:

1. Biaya modal 2. Biaya

Penyusutan 3. Biaya listrik

Biaya yang dikeluarkan akibat adanya penyimpanan bahan baku:

1. Biaya modal: biaya inventasi dari sejumlah persediaan yang disimpan

2. Biaya Penyusutan: alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya 3. Biaya listrik: biaya yang

dikeluarkan akibat adanya fasilitas yang ada dalam gudang penyimpanan biji kopi robusta

Rupiah

3. Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Adalah persediaan yang diadakan untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan bahan baku

Faktor Pengaman Faktor pengaman mem- presentasikan tingkat pelayanan yang dilakukan oleh perusahaan supaya diperoleh presentase resiko kehabisan biji kopi yang dibutuhkan

Nilai Z diperoleh dengan melihat tabel pada lampiran 11.

28

(43)

29 Tabel 1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel (Lanjutan)

No. Konsep Variabel Definisi Operasional Pengukuran

Variabel Waktu tenggang

(lead time)

Waktu yang dibutuhkan antara pemesanan biji kopi robusta hingga sampai di CV. Pusaka bali Persada

Minggu/bulan

4. Reorder Point (Titik Pemesanan Kembali)

Merupakan keputusan untuk melakukan pemesanan kembali terhadap bahan baku yang dibutuhkan

Tingkat kebutuhan biji kopi robusta per unit waktu

Jumlah biji kopi robusta yang dibutuhkan dalam satuan waktu per bulan

Kg

Persediaan

Pengaman (Safety Stock)

Jumlah biji kopi robusta yang diadakan untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan bahan baku biji kopi robusta

Kg

Waktu tenggang (Lead time)

Waktu yang dibutuhkan antara pemesanan biji kopi robusta hingga sampai di CV. Pusaka bali Persada

Minggu/bulan

5. Persediaan Minimal Merupakan persediaan yang paling sedikit yang harus ada digudang perusahaan selama waktu tenggang (lead time)

Kebutuhan biji kopi robusta per minggu

Jumlah biji kopi robusta minimal yang dibutuhkan oleh CV.

Pusaka Bali Persada

Kg

Jumlah hari kerja efektif

Hari kerja efektif yang digunakan oleh CV. Pusaka Bali Persada

Kg

29

Referensi

Dokumen terkait

Kimia Farma Plant Medan untuk mendapatkan jumlah pemesanan bahan baku yang ekonomis dan biaya total persediaan yang minimum..

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan minyak biji kopi sebagai bahan baku pembuatan metil ester dengan proses esterifikasi kemudian dilanjutkan transesterifikasi dan

(2) Menganalisis klasifikasi bahan baku yang digunakan dalam proses produksi odner berdasarkan analisis ABC dan (3) Menganalisis besarnya tingkat pemesanan

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan minyak biji kopi sebagai bahan baku pembuatan metil ester dengan proses esterifikasi kemudian dilanjutkan transesterifikasi dan

Total biaya persediaan bahan baku kayu pada UD RAHMA terdiri atas biaya pesanan dan biaya penyimpanan. a) Biaya pemesanan yaitu biaya yang dikeluarkan karena adanya pemesanan

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan minyak biji kopi sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dengan proses esterifikasi kemudian dilanjutkan transesterifikasi

Dengan melakukan pemesanan bahan baku menggunakan metode tersebut maka jumlah over stock persediaan pada perusahaan dapat berkurang sebesar 92,92% sedangkan untuk total biaya yang

Pada perhitungan probabilistik Model P Back Order bahan baku biji plastik menghasilkan sistem persediaan yang paling optimal yaitu dengan waktu pemesanan 𝑇0 dilakukan setiap 23 hari