• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Kandang Terhadap Perkembangan Penyakit Penting Tanaman Jagung ( Zea Mays l. ) Di Lapangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Kandang Terhadap Perkembangan Penyakit Penting Tanaman Jagung ( Zea Mays l. ) Di Lapangan"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA JENIS PUPUK

KANDANG TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT

PENTING TANAMAN JAGUNG ( Zea mays L. ) DI

LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH :

MARISTELLA SIMAMORA

030302043 / HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA JENIS PUPUK

KANDANG TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT

PENTING TANAMAN JAGUNG ( Zea mays L. ) DI

LAPANGAN

SKRIPSI

MARISTELLA SIMAMORA

030302043/ HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Menempuh Ujian Akhir di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

( Ir. Kasmal Aripin, MSi )

2008

( Ir. Lahmuddin Lubis, MP ) Ketua Anggota

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRACT

MARISTELLA SIMAMORA “The Effect of Manure Application on the Development of Main Diseases on Corn (Zea mays L.) in the Demonstration Plot”. This research was conduted in the demonstration plot of the Departement of Pest and Plant disease, Faculty of Agriculturare, University of Sumatera Utara whose location is at about 25 metres above sea level. This research employed a non factorial randomized block design group with 6 different action for 4 blocks. The application of manure per block as follow P0 = 0.00 kg manure, P1=15 kg of Chicken manure, P2=15 kg of Cow manure, P3=15 kg of Goat manure, P4=15 kg of Quail manure, P5=15 kg of Horse manure. The parameters were observed the Intensity of Southern Corn Leaf Blight attack (%), Percentage of Sorghum Downy Mildew attack (%), the Intensity of Common Corn Rust attack (%), production (ton/ha) and the height of the plant (Cm). The Result of this research reveals that the highest attack intensity/percentage of Peronosclerospora maydis attack on P5=37.50%, Drechslera maydis attack on P4 = 6.51%, Puccinia sp. attack on P1 = 24.38% while the lowest intensity/percentage of Peronosclerospora maydis attack are on P1 and P2 = 0.00%, Drechslera maydis attack on P2 = 10.18%,

Puccinia sp. attack on P0=3.39%. The highest corn height is found on P4 = 218

(4)

ABSTRAK

MARISTELLA SIMAMORA “ Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Kandang Terhadap Perkembangan Penyakit Penting Pada Tanaman Jagung ( Zea mays l.) di Lapangan”. Penelitian ini dilaksanakan di lahan penelitian dan praktikum Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan dengan ketinggian tempat ± 25 m diatas permukaan laut. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan perlakuan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan dengan memberikan pupuk kandang yaitu : P0 = tanpa pupuk kandang, P1 = 15 kg pupuk kandang ayam per petak perlakuan, P2 = 15 kg pupuk kandang Lembu per petak perlakuan, P3 = 15 kg pupuk kandang Kambing per petak perlakuan, P4 = 15 kg pupuk kandang burung Puyuh per petak perlakuan, P5 = 15 kg pupuk kandang Kuda per petak perlakuan. Parameter yang diamati adalah Persentase Serangan Bulai Peronosclerospora maydis (%), intensitas serangan Hawar daun Drechslera maydis (%), intensitas serangan Karat daun

Puccinia sp. (%), produksi (kg/plot), tinggi tanaman (cm). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Persentase/ intenitas serangan penyakit-penyakit yang tertiggi untuk Peronosclerospora maydis pada perlakuan P5 = 37,50%, serangan

Drechslera maydis pada perlakuan P4 = 6.51%, Puccinia sp. pada perlakuan P1 =

24,38%. Persentase/ intensitas serangan penyakit-penyakit paling ringan untuk

Peronosclerospora maydis pada perlakuan P1 dan P2 = 0,00%, Drechslera maydis pada perlakuan P2 = 10,18%, Puccinia sp. pada perlakua P0 =

(5)

RIWAYAT HIDUP

Maristella Simamora lahir tanggal 24 Oktober 1984 di Simarompuompu Kec. Siborongborong Kab. Tapanuli Utara, Sumatera Utara dari Ayahanda A. Simamora dan Ibunda D. Samosir. Penulis merupakan Putri ke-2 dari 5 bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU N Siborongborong dan lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyusun usulan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA JENIS PUPUK KANDANG TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI LAPANGAN” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menempuh Ujian Akhir di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi

pembimbing saya yaitu Bapak Ir. Kasmal Aripin, MSi selaku ketua dan Bapak Ir. Lahmudin Lubis, MP selaku anggota telah membimbing saya dalam penulisan

skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ayah dan Ibu serta seluruh keluarga atas segala doa dan perhatiannya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Februari 2008

(7)
(8)

Panen... 34

Parameter Pengamatan ... 35

Intensitas Serangan Penyakit... 35

Persentase Serangan Penyakit Bulai ... 34

Tinggi Tanaman ... 36

Produksi ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

Persentase Serangan Penyakit Bulai ... 37

Intensitas Serangan Penyakit Hawar daun ... 40

Intensitas Serangan Penyakit Karat daun ... 43

Tinggi tanaman ... 45

Produksi ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

Kesimpulan ... 50

Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

No Judul

Hal

1. Persentase kandungan hara pupuk kandang beberapa jenis ternak.... 27 2. Rataan pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap persentase

serangan penyakit Bulai (%) pada 2-7 mst... 37 3. Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Intensitas

Serangan Penyakit Hawar daun (%) pada 7-12 mst... 41 4. Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Intensitas

Serangan Penyakit Karat daun (%) pada 9-14 mst... 43 5. Rataan pengaruh pemberian pupuk Kandang terhadap Tinggi

Tanaman Jagung (cm)... 46 6. Rataan pengaruh pemberian pupuk Kandang terhadap Produksi

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Judul

Hal

1. Konidiofor (A), Sporangium (B), Konidia (C), Oosporas (E) 14

2. Gejala Serangan Penyakit Bulai ... 16

3. Konidiofor (a) dan konidium (b) Drechslera maydis... 18

4. Gejala Serangan Penyakit Hawar daun... 19

5. Urediospora Puccinia sp... 20

6. Gejala Serangan Penyakit Karat... 21

7. Siklus Hidup Puccinia sorghi... 22

8. Gejala Serangan Penyakit Gosong Pada Tongkol... 23

9. Siklus Hidup Ustilago maydis... 24

10.Histogram pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap Persentase serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw.... 39

11.Histogram pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap Intensitas serangan Drechslera maydis... 42

12.Histogram pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap Intensitas Serangan Puccinia sp... 45

13.Histogram pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap tinggi tanaman Jagung... 47

14.Histogram pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap produksi Jagung... 49

15.Lokasi Praktek Penelitian... 79

16.Tongkol Jagung... 83

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

4. Deskripsi Tanaman Jagung Hibrida Varietas Jaya 3 ... 55

5. Rataan Pengaruh Pemberian pupuk Kandang terhadap Persentase Serangan Penyakit Bulai dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin √x (%) Pada 2 mst... 56

6. Rataan Pengaruh Pemberian pupuk Kandang terhadap Persentase Serangan Penyakit Bulai dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin √x (%) Pada 3 mst... 57

7. Rataan Pengaruh Pemberian pupuk Kandang terhadap Persentase Serangan Penyakit Bulai dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin √x (%) Pada 4 mst... 59

8. Rataan Pengaruh Pemberian pupuk Kandang terhadap Persentase Serangan Penyakit Bulai dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin √x (%) Pada 5 mst... 61

9. Rataan Pengaruh Pemberian pupuk Kandang terhadap Persentase Serangan Penyakit Bulai dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin √x (%) Pada 6 mst... 63

10.Rataan Pengaruh Pemberian pupuk Kandang terhadap Persentase Serangan Penyakit Bulai dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin √x (%) Pada 7 mst... 65

11.Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Hawar dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin √x (%) Pada 7 mst... 67

12.Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Hawar dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin √x (%) Pada 8 mst... 68

13.Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Hawar dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin √x (%) Pada 9 mst... 69 14.Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Intensitas

(12)

Transformasi Arcsin √x (%) Pada 10

mst... 70 15.Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Intensitas

Serangan Penyakit Hawar dan Daftar Analisa Sidik Ragam

Transformasi Arcsin √x (%) Pada 11

mst... 71 16.Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Intensitas

Serangan Penyakit Hawar dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin √x (%) Pada 9

mst... 72 17.Rataan pengaruh pemberian pupuk Kandang terhadap Intensitas

Serangan Penyakit Karat daun dan Daftar Analisa Sidik Ragam

Transformasi Arcsin √x (%) Pada 10 mst... 73 18.Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Intensitas

Serangan Penyakit Karat Daun Dan Daftar Analisa Sidik Ragam

Transformasi Arcsin √X (%) Pada 11 mst... 74 19.Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Intensitas

Serangan Penyakit Karat Daun Dan Daftar Analisa Sidik Ragam

Transformasi Arcsin √X (%) Pada 12 mst... 75 20.Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Intensitas

Serangan Penyakit Karat Daun Dan Daftar Analisa Sidik Ragam

Transformasi Arcsin √x (%) Pada 13 mst... 76 21.Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Intensitas

Serangan Penyakit Karat daun dan Daftar Analisa Sidik Ragam

Transformasi Arcsin √x (%) Pada 14 mstI... 78 22.Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Tinggi

Tanaman

Jagung... 80 23.Rataan Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Terhadap Produksi

Tanaman

Jagung... 81 24.Hasil Analisis Kandungan Hara Pupuk Kompos ... 85 25.Hasil Analisis pH Pupuk Kompos... 86

26.Data Klimatologi Harian Daerah

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman jagung berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn. Di Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus di daerah Jawa Timur dan Madura, budidaya tanaman jagung dilakukan secara intensif karena kondisi tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk pertumbuhannya (Wirawan dan Wahab, 2007).

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak dan bahan baku industri (Suprapto, 1999).

(14)

serius terhadap lingkungan menyebabkan penurunan kualitas produksi akibat kerusakan unsur hara tanah yang diikat oleh residu kimia dalam tanah (Pranoto, dkk, 2007).

Mengingat dampak negatif tersebut perlu diusahakan penggunaan bahan alami yang lebih ramah lingkungan, mudah didapat dan mudah diaplikasikan. Salah satu bahan alami yang dapat digunakan adalah pupuk kandang. Pemberian pupuk organik akan menjadikan pertumbuhan tanaman menjadi sehat dan lebih tegar sehingga tanaman akan menjadi lebih tahan atau toleran terhadap serangan

hama dan penyakit serta meningkatkan produktivitas tanaman (Omoy et al, 1992 dalam Handayati dan Donald, 1999).

Pertanian organik di definisikan sebagai "sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan". Lebih lanjut IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements) menjelaskan pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi. Dalam hal ini penggunaan GMOs (Genetically Modified Organisme) tidak diperbolehkan dalam

(15)

Dalam pertanian organik yang sesuai dengan standar yang ditetapkan secara umum adalah sebagai berikut :

• Menghindari benih/bibit hasil rekayasa genetika. Sebaiknya benih berasal dari kebun pertanian organik.

• Menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis, zat pengatur tumbuh, pestisida. Pengendalian hama dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman.

• Peningkatan kesuburan tanah dilakukan secara alami melalui penambahan pupuk organik, pupuk kandang, sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum

(Husnain dan Haris Syahbuddin, 2007).

(16)

Selama ini para petani telah banyak memanfaatkan bahan organik sebagai pupuk di lahan pertanian, karena bahan tersebut merupakan bahan yang cepat melapuk. Salah satu contoh bahan organik yang digunakan antara lain kotoran hewan (Lembu, Kambing, Ayam, dll) dan limbah pertanian. Dengan munculnya berbagai pupuk alternatif dan untuk menunjang pembangunan pertanian yang ramah lingkungan, maka saat ini digalakan pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pembuatan pupuk organik, bahkan beberapa petani/swasta telah mencanangkan adanya pertanian organik. Pada saat ini banyak dijumpai berbagai merk dagang pupuk organik yang dijual di pasaran. Pupuk organik dapat berupa pupuk kandang, kompos dan campuran keduanya. Kunci pokok dalam pemilihan pupuk kandang adalah tingkat kematangan, perbandingan Carbon dan Nitrogen (C/N) dan kandungan unsur hara. Pupuk kandang selain berfungsi untuk memperbaiki sifat tanah juga sebagai sumber unsur hara walaupun dalam jumlah kecil. Dengan sifat fisik tanah yang baik, maka tanaman menjadi lebih subur karena leluasa dalam pengambilan unsur hara. Sedangkan kelebihan kompos yang dibuat dengan memanfaatkan mikroba adalah mengandung mikroba yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit (Sutanto, 2002b).

(17)

Diberitakan bahwa pada baru waktu masuk di Afrika Puccinia sorghi

menimbulkan kerugian sampai sekitar 70% (Hollyday 1980 dalam Semangun, 1993).

Hawar daun terrmasuk penyakit penting tanaman jagung dan telah menyebar di banyak negara di Amerika, Asia, Afrika, dan Eropa. Penyakit ini umumnya berkembang di daerah subtropis. Di daerah tropis, penyakit hawar daun dapat berkembang di dataran tinggi. Di Indonesia, penyakit hawar daun jagung pertama kali dilaporkan berjangkit di dataran tinggi Sumatera Utara pada tahun 1917. Gejala penularannya ditandai oleh munculnya bercak daun yang kemudian berkembang melebar hingga daun jagung mengering (Wakman, 2004).

Gerakan Gaya Hidup Sehat sedang melanda dunia, yang bertemakan

"Back To Nature", dimana masyarakat menginginkan sesuatu makanan yang

benar-benar serba alami bebas dari zat kimia, pestisida, hormon, dan pupuk kimia. Pangan organik dianggap memenuhi persyaratan tersebut sehingga permintaan dan peluang pemasarannya meningkat (Winarno, 2007).

(18)

tanpa harus mengendalikan dengan pestisida kimia yang merusak lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat (Yulianti dan Nidar, 1999).

(19)

meningkatkan intensitas Serangan penyakit bercak daun yang disebakan

Helminthosporium spp. pada tanaman jagung hibrida Semar. Penambahan pupuk

kandang ke dalam tanah disamping bermanfaat bagi tanaman, juga dapat meningkatkan aktivitas dan kompetisi mikro organisme di dalam tanah termasuk penekanannya terhadap penyakit tanaman (Cook dan Baker, 1983: Voland dan Epstein 1994: Hoitink dan Fahy, 1986). Menurut Rahardjo et al (1998) bahwa media tanam dari pupuk kandang dicampur dengan tanah, intensitas serangan penyakit rebah semai lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan media tanam tanpa perlakuan pupuk kandang.

Salah satu kendala dalam meningkatkan dan mempertahankan produksi jagung adalah serangan penyakit bercak daun yang disebabkan oleh

Helminthosporium sp. Penyakit ini menyebabkan kehilangan hasil hingga 59%,

terutama bila infeksi terjadi sebelum bunga betina keluar. Spesies yang dominan

menyerang pertanaman jagung di dataran rendah adalah

Helminthosporium maydis (Pakki, 2005).

Tujuan Penelitian

- Untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa jenis pupuk kandang

terhadap perkembangan beberapa penyakit penting pada tanaman jagung (Zea mays L.) di lapangan

(20)

Hipotesa Penelitian

- Ada pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap perkembangan beberapa penyakit penting pada tanaman tanaman jagung

- Pemberian pupuk kandang yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap intensitas serangan beberapa penyakit pada tanaman Jagung

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Tanaman Jagung ( Zea mays L. )

Dalam taksonomi tumbuhan, kedudukan tanaman jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom :Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Poales

Famili : Poaceae Genus : Zea

Species : Zea mays L. (Rukmana, 1997).

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80 - 150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Susunan morfologi tanaman jagung terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah (Wirawan dan Wahab, 2007).

(22)

berfungsi sebagai alat untuk mengisap air serta garam-garam mineral yang terdapat dalam tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan dan alat pernapasan. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman (Suprapto,1999).

Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah ruas bervariasi antara 10 – 40 ruas. Tanaman jagung umumnya tidak bercabang. Panjang batang jagung umumnya berkisar antara 60 cm- 300 cm, tergantung pada tipe jagung. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin (Rukmana, 1997).

Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam

respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Wirawan dan Wahab, 2007).

(23)

tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina (Suprapto, 1999).

Buah jagung terdiri dari tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai bentuk warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Pada umumnya jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8 - 20 baris biji (AAK, 1997).

Syarat Tumbuh

Iklim

(24)

ideal memerlukan suhu optimum antara 23 – 27 0C. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 0C. Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim hujan, karena

berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil (AAK, 1993).

Tanah

(25)

Apabila tanah yang akan ditanami tidak menjamin ketersediaan hara yang cukup maka harus dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap. Anjuran Dosis pemupukan jagung untuk setiap hektarnya adalah pupuk Urea sebanyak 200-300 kg, pupuk TSP/SP 36 sebanyak 75-100 kg, dan pupuk KCl sebanyak 50-100 kg. Pemupukan dapat dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama (pupuk dasar), pupuk diberikan bersamaan dengan waktu tanam. Pada tahap kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur 3-4 minggu setelah tanam. Pada tahap ketiga (pupuk susulan II), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur 8 minggu atau setelah malai keluar (Rukmana, 1997).

Penyakit-penyakit Penting Pada Tanaman Jagung

1. Penyakit bulai (Downy mildew)

Menurut Dwidjoseputro (1978) jamur penyebab penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Myceteae Divisi : Eumycota Class : Oomycetes Ordo : Peronosporales Family : Peronosporaceae Genus : Peronoslerospora

(26)

Gambar 1. Konidiofor (A), Sporangium (B), Konidia (C), Oospora (E) Sumber :http://www.redpav.avepagro.org.ve/agrotrop/v25_4/254a0502.jpg Suku Peronosporaceae mempunyai sporangiofor yang berbeda jelas dari hifa yang biasa. Sporangiofor mempunyai sumbu yang jelas, umumnya mempunyai percabangan. Sporangiofor waktu permukaan berembun, miselium membentuk konidiofor yang keluar melalui mulut kulit (Semangun, 1996).

(27)

sporangium terus menerus tetapi sekali saja. Sporangium boleh dikatakan seragam, semuanya serupa jeruk nipis (Dwidjoseputro, 1978).

Daun yang telah terkena infeksi menjadi bergaris-garis putih sampai kekuningan. Pada tingkatan akhir warna daun menjadi kecoklatan dan kering. Pertumbuhan menjadi terlambat. Bila yang terserang tanaman jagung yang baru saja tumbuh biasanya daun menjadi berwarna putih dan akhirnya mati. Kalau umur tanaman sudah beberapa minggu daun akan menguning dan yang baru muncul akan menjadi kaku dan kering. Tanaman ini bisa menjadi kerdil dan mati dan tak bisa berbuah. Bagian bawah daun menjadi kelihatan ada tepung putih yang berasal dari sisa konidia dan konodiofor. Bila umur tanaman sudah kira-kira satu bulan, walaupun sudah diserang oleh cendawan ini namun masih bisa tumbuh dan berbuah. Hanya tongkolnya tak bisa besar, kelobot tidak membungkus secara penuh pada tongkol. Ujung tongkol masih kelihatan. Kadang-kadang bijinya tak penuh, ompong (Pracaya, 1999).

P. maydis tidak dapat hidup secara saprofitik. Pertanaman di bekas pertanaman yang terserang berat dapat sehat sama sekali. Jamur ini harus bertahan dari musim ke musim pada tanaman hidup. Jamur dapat terbawa ke dalam biji tanaman sakit. Namun ini hanya terjadi pada biji yang masih muda dan basah pada jenis jagung yang rentan (Karen and Ruhl, 2007).

(28)

a

Gambar 2. Gejala Serangan Penyakit Bulai (a) Sumber : Foto Langsung dari lapangan penelitian

(29)

Jamur menyebar dengan konidia melalui infeksi pada stomata atau lentisel. Perkembangan cendawan sangat baik pada keadaan lembab, curah hujan tinggi, pemupuka n N yang berat dan sifat fisik tanah yang berat. Spora disebarkan oleh angin pada cuaca kering. Konidium berkecambah paling baik pada suhu 30 0C (Pracaya, 1999).

Untuk mengendalikan penyakit bulai pada jagung dapat dianjurkan untuk melakukan langkah-langkah pengendalian secara terpadu :

1. Penggunaan varietas tahan terhadap penyakit ini seperti Kalingga, Wijasa, Bromo. Parikesit dan Jagung Hibrida

2. Bila musim hujan datang, udara lembab dan serangan bulai banyak. Tanaman yang terserang segera dicabut.

3. Melakukan rotasi tanaman, dimaksudkan untuk memutus siklus hidup penyakit.

4. Pengobatan benih dengan menggunakan Ridomil 35 SD atau Saromyl 35 SD. Untuk pertanaman digunakan Ridomil Gold 350 EC

5. Pemupukan bersamaan saat tanam juga dapat membantu mencegah serangan penyakit. Tanaman akan tumbuh sehat dan kokoh sehingga mempunyai kekuatan untuk menangkal penyakit

(Semangun, 1993; Dadang, 2006).

2. Penyakit Hawar Daun

Sistematika jamur penyebab penyakit Hawar daun diklasifikasikan sebagai berikut :

(30)

Divisi : Eumycota Class : Deutromycetes Ordo : Moniliales Family : Dematiaceae Genus : Drechslera

Species : Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain (Dwidjoseputro, 1978).

Konidiofor terbentuk dalam kelompok, sering dari stromata yang datar, berwarna coklat tua atau hitam. Konidiofor lurus atau lentur. Kadang-kadang memounyai bengkokan seperti lutut. Konidium jelas bengkok berbentuk seperti

perahu, mempunyai 5 - 11 sekat palsu dan kebanyakan mempunyai panjang 70 - 160 µm (Semangun, 1993).

a

b

Gambar 3. Konidiofor (a) dan konidium (b) Drechslera sp. Sumber : Pengamatan di Mikroskop Perbesaran 40x

(31)

menjadi coklat kekuning-kuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua.

Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat (Pangarsa dan Rahmawati, 2007)

a

Gambar 4. Gejala Serangan Drechslera sp. (a) Sumber : Foto Langsung di Lahan Penelitian

Konidium dipencarkan oleh angin. Di udara konidium yang terbanyak terdapat menjelang tengah hari. Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah mengadakan infeksi melalui mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung, yang didahului dengan pembentukan apresorium (Wakman, 2004).

Suhu optimum untuk perkecambahan konidiumnya ± 30 0C, sedikit lebih tinggi daripada suhu optimum untuk E. turcicum. Jamur ini lebih banyak terdapat

di dataran rendah. Sedang suhu optimum untuk pembentukan peritesium adalah 26 - 27 0C. Konidium tidak terbentuk pada kelembaban nisbi kurang dari 93% (Pakki, 2007).

(32)

curah hujan rata-rata selama 10 hari kurang dari 55 mm. Menanam varietas tahan yaitu Arjuna, Antasena, Lamuru (Semangun, 1993).

3. Penyakit karat Daun

Sistematika Jamur Puccinia sp. diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Myceteae

Divisi : Eumycota Class : Basidiomycetes Ordo : Uredinales Family : Pucciniaceae Genus : Pucciniaceae Species : Puccinia sp. (Dwidjoseputro, 1978).

Urediospora bulat atau jorong, 24-29 µm x 22-29 µm, berdinding coklat kemerahan, berduri-duri halus. Teliospora jorong, berbentuk tabung atau gada. Aesiospora bulat atau jorong, bergaris tengah 12-24µ m, berdinding hialin (Hollyday, 1980; Nyvall, 1979 dalam Semangun, 1993).

a

Gambar 5. Urediospora Puccinia sp. (a)

(33)

Puccinia sp. membentuk urediosorus bulat atau jorong. Di lapangan

kadang- kadang epidermis tetap menutupi ureidiosorus sampai matang. Tetapi ada kalanya epidermis pecah dan massa spora dalam jumlah besar menjadi tampak. Setelah terbuka ureidiosorus berwarna jingga atau jingga tua. Jamur membentuk banyak ureidiosorus pada daun dan kadang kadang juga pada upih daun. Karena adanya sorus ini permukaan atas daun menjadi kasar. Pada tingkatan yang jauh

penyakit karat menyebabkan mengeringnya bagian bagian daun (Pangarsa dan Rahmawati, 2007).

Tanaman jagung yang terserang cendawan ini memperlihatkan gejala bercak kuning kemerahan (seperti karatan) pada daun, bunga dan kelobot buah. Jika serangan berat maka tanaman dapat mengalami kematian (Tjahjadi, 2005).

a

Gambar 6 Gejala Serangan Penyakit Karat (a) Sumber : Foto langsung di lahan penelitian

(34)

Penyakit dibantu oleh suhu 16 - 23 oC. Urediospora terdapat di udara paling banyak di waktu siang, pada tengah hari dan setelah tengah hari. Infeksi

terjadi melalui mulut kulit, pada umumnya dengan pembentukan apresorium (Hollyday, 1980; Nyvall, 1979 dalam Semangun, 1993).

Gambar 7 : Siklus hidup Puccinia sorghi

Sumber : http://vegetablemdonline.ppath.cornell.edu

(35)

4. Penyakit Gosong

Menurut Dwidjoseputro (1978) jamur penyebab penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Myceteae Divisi : Eumycota Class : Basidiomycetes Ordo : Ustilaginales Family : Ustilaginaceae Genus : Ustilago

Species : Ustilago maydis (Dwidjoseputro, 1978).

Tanaman yang terserang menunjukkan gejala-gejala tongkolnya membengkak, mula-mula berwarna putih, kemudian setelah cendawan membentuk spora, warna putih tersebut berubah menjadi warna hitam. Kelobot pecah, akibat pembengkakan biji jagung yang berada di dalam tongkol tersebut. Pada serangan berat, batang biasanya membengkak, batang itu akan menonjol dan makin lama akan makin besar. Pada bagian epidermis akan keluar cairan lendir seperti blendok yang berwarna hitam (Matnawy, 2007).

a

(36)

Dalam kelenjar jamur membentuk teliospora, bulat atau jorong, dengan garis tengah 8-11 µ m, hifa, dengan banyak duri halus. Teliospora berkecambah dengan membentuk basidium atau promiselium lalu membentuk basidiospora atau sporidium. Sporidium dapat berkecambah dengan cara membentuk hifa (Semangun, 1993).

Jamur dapat bertahan sebagai saprofit dalam bentuk teliospora pada sisa-sisa tanaman sakit, pada pupuk organik, atau dalam tanah. Spora tersebut mempunyai ketahanan yang sangat tinggi sehingga dapat bertahan selama bertahun-tahun. Pada keadaan yang cocok teliospora berkecambah membentuk sporidium yang dipencarkan oleh angin atau air (Semangun, 1993).

Gambar 9 : Siklus hidup Ustilago maydis Sumber : Internet

(37)

Pengendalian dapat dilakukan dengan mengatur kelembaban areal pertanaman jagung dengan cara pengeringan dan irigasi, memotong bagian tanaman kemudian dibakar, benih yang akan ditanam dicampur dengan fungisida secara merata hingga semua permukaan benih terkena (Semangun, 1993).

Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Terhadap Tanaman Jagung

Kesehatan tanaman secara langsung berhubungan dengan serangan hama dan penyakit. Tanaman yang kekurangan unsur hara akan mudah terserang hama dan penyakit, sebaliknya pemupukan berlebihan juga akan memudahkan tanaman terserang hama dan penyakit. Pemberian pupuk yang berlebihan memberikan daya tarik bagi hama dan mendorong populasi hama berkembang lebih besar, pertumbuhan tanaman akan berlebihan tetapi rapuh terhadap serangan hama (Sutanto, 2002a).

(38)

merupakan hal mendasar untuk menuju sehat. Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme, dari yang terkecil yang berada di dalam tanah hingga manusia. Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan. Mengingat hal tersebut, maka harus dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obat-obatan bagi hewan dan bahan aditif makanan yang dapat berefek merugikan kesehatan (Pranoto, dkk, 2007).

Dalam pertanian organik yang sesuai dengan standar yang ditetapkan secara umum adalah sebagai berikut:

• Menghindari benih/bibit hasil rekayasa genetika. Sebaiknya benih berasal dari kebun pertanian organik,

• Menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis, zat pengatur tumbuh, pestisida. Pengendalian hama dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman,

Peningkatan kesuburan tanah dilakukan secara alami melalui penambahan pupuk

organik, sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legume (Husnain dan Syahbudin, 2007).

(39)

terjadinya erosi dan mengurangi terjadinya retakan tanah. Pemberian bahan organik mampu menambah kelembaban tanah (Sutanto, 2002b).

Pupuk organik dapat berupa pupuk kandang, kompos dan campuran keduanya. Kunci pokok dalam pemilihan pupuk kandang adalah tingkat kematangan, perbandingan Carbon dan Nitrogen (C/N) dan kandungan unsur hara. Pupuk kandang selain berfungsi untuk memperbaiki sifat tanah juga sebagai sumber unsur hara walaupun dalam jumlah kecil. Dengan sifat fisik tanah yang baik, maka tanaman menjadi lebih subur karena leluasa dalam pengambilan unsur hara. Sedangkan kelebihan kompos yang dibuat dengan memanfaatkan aktif atau mikroba adalah mengandung mikroba yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit (Musnamar, 2003).

Di Indonesia, pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk kandang telah sejak lama dipraktekkan oleh petani tradisional. Meskipun tidak ada catatan mengenai sejak kapan petani memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik. Pupuk kandang selalu diaplikasikan sebelum atau pada saat tanah diolah sebelum benih atau bibit ditanam. Pupuk kandang setelah menyebar merata di permukaan tanah dibajak dan digaru (Pranoto, dkk, 2007).

(40)

Berdasarkan data populasi ternak pada tahun 2002 maka dalam kurun waktu satu tahun dapat diproduksi kotoran ternak basah 57,88 juta ton. Apabila kotoran tersebut dikomposkan dapat diproduksi sekitar 29 juta ton kompos per tahun apabila kompos tersebut dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik untuk tanaman pangan, maka untuk setiap musim tanam tersedia sekitar 14,5 juta ton kompos pupuk kandang (Sofyan, 2007).

Pupuk kandang mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya disamping mengandung unsur makro seperti nitrogen (N), Posfor (P) dan Kalium (K), pupuk kandang juga mengandung unsur mikro seperti Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Sulfur (S). Unsur Posfor dalam pupuk kandang sebagian besar berasal dari kotoran padat. Kandungan hara dalam kotoran ayam tiga kali lebih besar dari hewan ternak lainnya. Hal ini disebabkan lubang pembuangan ayam hanya satu sehingga kotoran cair dan padat bercampur (Musnamar, 2003).

Tabel 1. Persentase Kandungan Hara Beberapa Pupuk Kandang (%) Jenis Ternak N (%) P2O5 (%) K2O (%)

Sumber : Musnamar, 2003 dan hasil analisa di laboratorium

(41)

pertanian organik sangat masuk diakal. Beberapa kelompok petani dan LSM melihat pertanian organik sebagai cara protes terhadap dampak kehancuran dari green revolution, dan dengan membebaskan petani dari dominasi green revolution

dan ketergantungan pada pupuk kimia, pestisida dan sebagainya (Yulianti dan Nidar, 2000).

Kotoran Puyuh dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman sayuran, tanaman lain dan campuran bahan pakan (konsentrat) ternak. Kandungan gizi kotoran Puyuh sangat bervariasa, tergantung ransum, temperatur lingkungan, kandungan air dan cara penyimpanan serta pengolahannya. Kotoran Puyuh dapat diambil setiap hari karena puyuh banyak mengeluarkan kotoran. Pengelolaan kotoran dilakukan dengan mengumpulkan kotoran Puyuh dari dropping board (papan penampung tinja) di setiap unit kandang. Peneliti yang dilakukan oleh Riza ZA, et al dari Balitvet dan IPB ini menghasilakan kesimpulan sebagai berikut. 1) Penyimpana kotoran puyuh selama 6 bulan dapat meningkatkan kadar air,

kalsium klorida (KCL), kalsium (Ca), kalium (K), magnesium (Mg) dan natrium (Na)

2) Penyimpanan selama 2 bulan meningkatkan nilai C organik dan N total. 3) Kadar fosfat (P) yang paling besar diperoleh tampa penyimpanan.

Oleh sebab itu, pemanfaatan kotoran puyuh sebagai pupuk tanaman harus memperhatikan lama penyimpanannya agar unsur hara yang diperlukan tersedia secara maksimal (Kafrawi, 2007).

(42)
(43)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat berada pada ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan bulan Desember 2007.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih Jagung Hibrida Jaya 3, pupuk kandang dari kotoran Ayam, pupuk kandang dari kotoran Lembu, pupuk kandang dari kotoran Kambing, pupuk kandang dari kotoran Burung Puyuh, pupuk kandang dari kotoran Kuda, air dan bahan pendukung lainnya.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, gembor, papan sampel, papan nama, tugal, timbangan, mikroskop, meteran, alat-alat tulis, tali plastik dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari 7 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

P0 : Kontrol (Tanpa Pupuk)

(44)

P2 : Pupuk Kandang dari kotoran Lembu 15kg/petak perlakuan P3 : Pupuk Kandang dari kotoran Kambing 15kg/petak perlakuan P4 : Pupuk Kandang dari kotoran Burung puyuh 15kg/petak perlakuan P5 : Pupuk Kandang dari kotoran Kuda 15kg/petak perlakuan

Model linear Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial adalah : Yij = µ + i + j + ij ; dimana : i = 1,2,..,5

j = 1,2,3,4

Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan Ulangan ke-j

µ = nilai tengah umum (rataan)

i = pengaruh (efek) perlakuan ke-i j = pengaruh (efek) ulangan ke-j

(Sastrosupadi, 2000).

Jumlah Ulangan ada 4 diperoleh dari : (t - 1) (r - 1) ≥ 15

(6 - 1) (r - 1) ≥ 15 5(r - 1) ≥ 15 5r ≥ 20 r ≥ 4

(45)

Pelaksanaan Penelitian

Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan dimulai dengan pembersihan areal, setelah areal bersih dilakukan pencangkulan tanah sedalam 20 cm – 30 cm, menghancurkan bongkahan tanah dan meratakan tanah yang telah dicangkul dan sekaligus membuat petak-petak percobaan dengan ukuran 2,5 m x 2 m sebanyak 24 petak. Jarak antar petak 0,5 m dan jarak antar blok adalah 1 m. Kemudian yang terakhir dilakukan adalah penggemburan tanah kembali dan dicampur dengan pupuk kandang sesuai dengan masing-masing perlakuan dan dibiarkan selama seminggu.

Penanaman Benih

Benih yang ditanam adalah benih yang sehat dan seragam. Sebelum benih ditanam, dibuat lubang tanam pada setiap plot percobaan dengan menggunakan tugal. Kedalaman lubang tanam antara 3 – 5 cm dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm. Setiap lubang tanam diisi dengan 3 biji Jagung lalu lubang ditutupi tanah.

Perlakuan Pemupukan

(46)

Rekomendasi dosis pemupukan untuk tanaman jagung adalah sebanyak 20-25 ton/ha untuk pemakaian pupuk kandang

Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan Tanaman meliputi penyiraman, penyulaman , penjarangan, penyiangan gulma, pembumbunan tanaman dan pengendalian hama.

Penyiraman dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari, jika terjadi hujan penyiraman cukup dilakukan di sekitar akar tanaman.

Penyulaman dilakukan apabila tanaman mati, persentase pertumbuhan kurang dari 100%. Waktu penyulaman dilakukan pada waktu tanaman berumur 7 – 14 hari.

Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 14 hari. Hal ini dilakuka n apabila disetiap lubang tanam, tanaman tumbuh lebih dari satu dan tanaman yang dibiarkan tumbuh adalah tanaman yang pertumbuhannya lebih baik.

Pembumbunan dilakukan dengan cara mengumpulkan tanah disekitar barisan tanaman yang bertujuan untuk menutup akar yang terbuka dan membuat tanaman menjadi tegak.

Pengendalian hama dilakukan secara mekanis yaitu dengan mengutip hama yang tampak dan mengumpulkannya kemudian dimatikan.

Panen

(47)

bagian lembaga dan biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.

Parameter Pengamatan

Intensitas Serangan

Pengamatan Intensitas serangan dilakukan pada saat tanaman terinfeksi pertama kali di lapangan dan diamati satu minggu sekali sebanyak enam kali pengamatan, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

%

I : Intensitas Serangan Penyakit (%)

n : Jumlah bagian tanaman yang terserang (helai) V : Nilai skala daun yang terserang

N : Jumlah seluruh daun yang diamati

Z : Skala tertinggi dari kategori skala serangan Kategori Skala Serangan :

Skala Keterangan

0 Tidak terdapat gejala serangan (sehat)

(48)

P

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 2,5 bulan dan dilakukan sekali saja. Tinggi tanaman diukur dalam satuan centimeter (cm).

Produksi

Pengamatan produksi tanaman dilakukan saat panen. Ini dilakukan dengan cara menimbang berat bersih pipilan jagung dan perpetak perlakuan dalam Kilogram kemudian dikonversikan kedalam ton perhektar dengan rumus :

(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pengaruh pemberian beberapa jenis pupuk kandang terhadap perkembangan penyakit penting pada tanaman Jagung (Zea mays L.) di lapangan adalah sebagai berikut :

1. Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw

Hasil analisa sidik ragam pengamatan persentase serangan penyakit Bulai

Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw (lampiran 5-10) menunjukkan bahwa

pemberian pupuk kandang berpengaruh tidak nyata pada 2 mst tetapi berpengaruh nyata pada 3,4,5,6 dan 7 mst.

Untuk menentukan perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan seperti telihat pada tabel 3.

(50)

Dari tabel terlihat bahwa persentase serangan penyakit Bulai sangat rendah sekali ditemui di lapangan. Persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan Pupuk Kandang Kuda yaitu pada 3-6 mst sebesar 12,5 %. Persentase serangan penyakit Bulai yang rendah di lapangan pada perlakuan pupuk kandang Ayam dan pupuk kandang Lembu yaitu 0,00 % atau sama sekali tidak ada serangan penyakit Bulai. Pada 2 minggu setelah tanam (mst) perlakuan pupuk kandang Kuda berbeda nyata terhadap tanpa perlakuan pemupukan, pupuk kandang Ayam, pupuk kandang Lembu, pupuk kandang Kambing dan pupuk kandang burung Puyuh. Pada 3 minggu setelah tanam (mst) perlakuan pupuk kandang kuda tidak berbeda nyata terhadap perlakuan tanpa pupuk kandang tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan pupuk kandang Ayam, pupuk kandang Lembu, pupuk kandang Kambing dan pupuk kandang burung Puyuh. Pada 4, 5 dan 7 minggu setelah tanam (mst) perlakuan pupuk kandang Kuda berbeda nyata terhadap pupuk kandang Ayam, pupuk kandang Lembu, pupuk kandang Kambing dan pupuk kandang burung Puyuh dan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan tanpa pupuk kandang. Sedangkan pada 6 minggu setelah tanam (mst) pupuk kandang Kuda tidak berbeda nyata terhadap perlakuan tanpa pupuk kandang pupuk kandang burung Puyuh tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan yang lainnya.

(51)

karena lahan merupakan aliran pembuangan air dari rumah kaca sehingga meningkatkan kelembaban udara dan mendorong perkembangan penyakit. Perkembangan penyakit juga dapat lebih cepat pada tanaman yang pertumbuhannya tidak baik atau kurang subur. Pada perlakuan pupuk kandang Kuda, serangan Bulai selalu ditemui pada tiap pengamatan, sedang pada perlakuan pupuk kandang Ayam dan pupuk kandang Lembu persentase serangan Bulai sangat rendah bahkan 0% pada akhir pengamatan atau tanpa serangan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan N, P dan K yang rendah dari pupuk kandang Kuda (lampiran 27) berdasarkan hasil analisa di laboratorium, begitu juga dengan nisbah C/N yang masih cukup tinggi yaitu sebesar 25, 52 (lampiran 28). Menurut Sutanto (2002) nisbah C/N yang baik dapat berkisar antara 5-20. Sedangkan kisaran pH kompos yang baik adalah 6-7,5.

0 0

Gambar 10: Histogram pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap Persentase serangan

Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw

(52)

Semangun (1991) yang menyatakan bahwa infeksi juga ditentukan oleh umur tanaman, tanaman yang telah berumur 3 minggu cukup tahan terhadap infeksi, makin muda tanaman makin rentan. Jagung berumur lebih dari 2 bulan tidak begitu peka dan mudah terhindar dari serangan.

Perkembangan penyakit ini di lahan penelitian cukup tinggi pada perlakuan pupuk kandang burung Puyuh dan pupuk kandang Kuda. Pada perlakuan pupuk kandang Ayam dan pupuk kandang Lembu serangan sama sekali tidak ditemui pada semua perngamatan. Agrios (1996) menyatakan secara umum tumbuhan yang mendapatkan hara yang seimbang yaitu semua kebutuhan tersedia dengan jumlah yang cukup akan lebih mampu melindungi dirinya dari infeksi baru dan membatasi infeksi yang terjadi dibanding dengan bila salah satu hara dalam keadaan kelebihan atau kekurangan. Berdasarkan analisa tanah pada pupuk kandang mempunyai kandungan N sebesar 2,51%, pupuk kandang Lembu5

sebesar 3,435% dan K2O sebesar 2,027%. Sedangkan nisbah C/N sebesar 7,16

dan pH sebesar 7,01 yang berarti pupuk kandang Ayam tersebut sudah termasuk kriteria kompos yang baik. Begitu juga dengan pupuk kandang Lembu (pupuk kandang Lembu) dimana kandungan N-nya sebesar 2,59%, pupuk kandang Lembu5 sebesar 0,887% dan K2O sebesar 2,027%. Sedangkan nisbah C/N sebesar

7,8 dan pH sebesar 6,57.

2. Intensitas Serangan Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain

(53)

Tabel 3. Rataan Persentase Serangan Penyakit Drechslera maydis pada 7-12 mst

Keterangan : Hasil analisa sidik ragam untuk semua perlakuan pada setiap pengamatan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.

Dari tabel dapat dilihat bahwa intensitas serangan tertinggi sebesar 6,51% terdapat pada perlakuan pupuk kandang burung Puyuh pada 12 mst, sedangkan Intensitas serangan terendah sebesar 3,39 % pada perlakuan tanpa pupuk kandang (12 mst).

(54)

210-480 mm/bulan. Perkembangan penyakit tersebut berkaitan dengan suhu dan kelembaban. Pada musim kemarau, suhu udara meningkat dan pada siang hari kelembaban menurun. Sebaliknya pada musim hujan suhu siang hari lebih rendah dan stabil serta kelembaban cenderung lebih tinggi. Kondisi tersebut mengakibatkan sporulasi meningkat atau spora di udara cukup tersedia sehingga peluang terjadinya infeksi cukup besar.

0 0 0,

Gambar 11: Histogram pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap Intensitas serangan

Drechslera maydis

(55)

peningkatan Intensitas serangan penyakit Hawar daun di lapangan pada semua perlakuan terus meningkat pada tiap pengamatan. Namun intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kandang burung Puyuh sebesar 14,65% dan diikuti oleh perlakuan pupuk kandang Kambing sebesar 13,13% pada 12 mst yaitu pada akhir pengamatan. Tanaman terserang penyakit Hawar di lapangan menunjukkan gejala berupa bercak berbentuk lonjong, bercak berwarna kuning dikelilingi oleh warna cokelat. Penyakit menyerang daun, pelepah dan tongkol.

3. Intensitas Serangan Puccinia sp.

Hasil analisa sidik ragam pada pengamatan intensitas serangan penyakit Karat daun (lampiran 16-21) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang berpengaruh tidak nyata terhadap perkembangan penyakit Karat daun

Puccinia sp. pada pengamatan 9-12 mst dan berpengaruh sangat nyata pada 13-14

mst.

Untuk menentukan perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan seperti pada tabel berikut :

Tabel 4. Rataan Intensitas Serangan Puccinia sp (%) pada 9 – 14 mst Perlakuan

(56)

Dari tabel dapat dilihat bahwa perlakuan memberi pengaruh yang berbeda-beda pada perkembangan penyakit karat pada tiap-tiap pengamatan. Pada 9-12 minggu setelah tanam (mst) perlakuan tanpa pupuk kandang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap perlakuan yang lainnya. Pada pengamatan minggu ke-5 (13 mst) dan ke-6 (14 mst) dapat dilihat pada bahwa perlakuan tanpa pupuk kandang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan pupuk kandang Lembu dan pupuk kandang Kuda. Sedangkan perlakuan pupuk kandang Kambing, pupuk kandang Ayam dan pupuk kandang burung Puyuh tidak menunjukkan perbedaan yang nyata tetapi menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap perlakuan tanpa pupuk kandang, pupuk kandang Lembu, pupuk kandang Kuda. Intensitas serangan tertingi terdapat pada perlakuan pupuk kandang Ayam yaitu sebesar 24,38 % dan terendah terdapat pada perlakuan tanpa pupuk kandang sebesar 3,39 %.

Menurut Semangun (1993) suhu optimum untuk perkecambahan urediospora adalah 27 - 28 oC. Data cuaca harian di lahan penelitian (lampiran 29) menunjukkan bahwa suhu udara harian rata-rata 26,39 oC. sehingga mendukung perkembangan penyakit karat di lapangan.

(57)

0 0 0,

Gambar 12: Histogram pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap Intensitas Serangan

Puccinia sp.

Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa Intensitas serangan Puccinia sp. mengalami perkembangan pada tiap pengamatan. Perkembangan penyakit

Puccinia sp. di lapangan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Penyakit Karat

dapat berkembang pada kondisi lingkungan yang lembab.

Menurut Semangun (1996) perkembangan penyakit karat dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimum untuk perkecambahan urediospora adalah 27-28 oC. Data cuaca harian di lahan penelitian ( lampiran 29) menunjukkan bahwa suhu udara harian rata-rata 26,39 oC sehingga mendukung perkembangan penyakit karat di lapangan. Intensitas serangan tertingi terdapat pada perlakuan pupuk kandang Ayam yaitu sebesar 24,38 % dan terendah terdapat pada perlakuan tanpa pupuk kandang sebesar 3,39 %.

4. Tinggi Tanaman

(58)

pemberian pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman Jagung.

Untuk menentukan perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan seperti pada tabel berikut :

Tabel 6: Rataan tinggi tanaman jagung (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV Keterngan : Angka dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata pada taraf 5%.

(59)

Untuk lebih jelas, pemberian pupuk kandang terhadap tinggi tanaman Jagung dapat dilihat pada gambar berikut:

105,

Gambar 13: Histogram pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap tinggi tanaman Jagung

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa tinggi tanaman jagung tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kandang Puyuh yaitu setinggi 218 cm dan tinggi tanaman Jagung terendah pada perlakuan tanpa pupuk kandang yaitu setinggi 153,19 cm. Perlakuan (kontrol) tanpa pemberian pupuk kandang mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kurang subur yang berakibat pertumbuhan yang tidak optimal.

5. Produksi Jagung

(60)

Untuk menentukan perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan seperti pada tabel berikut :

Tabel 5: Rataan Produksi Jagung (Ton/ha)

Perlakuan Rataan

Keterangan : Angka dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Duncan

(61)

Untuk lebih jelas, pemberian pupuk kandang terhadap produksi Jagung dapat dilihat pada gambar berikut:

1,77

Gambar 14: Histogram pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap produksi Jagung

(62)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase/intensitas serangan penyakit-penyakit yang paling berat untuk

Peronosclerospora maydis pada perlakuan P5 = 37,50 %, serangan

Drechslera maydis pada perlakuan P4 = 6,51%, Puccinia sp. pada

perlakuan P1 = 24,81%.

2. Persentase/intensitas serangan penyakit-penyakit paling ringan untuk

P. maydis pada perlakuan P1 dan P2 = 0,00 %, D. maydis pada

perlakuan P0 = 3,39%, Puccinia sp. pada perlakuan P0 = 2,86 %.

3. Persentase/intensitas serangan penyakit yang berpengaruh terhadap produksi Jagung di lapangan adalah antara lain penyakit P. maydis,

D. maydis, Puccinia sp.

4. Tinggi tanaman Jagung tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (pupuk kandang Puyuh) yaitu setinggi 218 Cm dan tinggi tanaman Jagung terendah pada perlakuan P0 (tanpa pupuk kandang) yaitu setinggi 153,19 Cm.

(63)

Saran

(64)

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta. Kanisius.

Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2007. Penge lolaan Hama dan Penyakit Jagung.

Dadang, 2006. Jagung Bule Jelas Memble. Diakses dari:

Diah, S., 2007. Pupuk Organik Tingkatkan Produksi Pertanian. Diakses dari: : 17 November 2006.

Dwidjoseputro, 1987. Pengantar Mikologi. Penerbit Alumni, Bandung.

Handayani, W. dan D. Sihombing, 2000. Pengaruh Pupuk Organik dan Mulsa Jerami Terhadap Serangan Aphid sp. Dan Alternaria porry Pada Bawang Daun dalam Prosiding kongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Husnain dan Syahbudin, 2007. Mungkinkah Pertanian Organik di Indonesia?

Peluang dan Tantangan. Diakses dari : Akses : 17 November 2006.

Kafrawi, 2007. Sikecil yang Bermanfaat. Diakses dari : Akses : 17 November 2006.

Karen, R and G. Ruhl, 2007.

Diakses dari : http://www.btny.purdue.edu/Extension/Pathology/CropDiseases/Corn/

Tanggal Akses : 11 September 2007

Matnawy, H., 2007. Perlindungan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta. Hal 33

Marsono dan P. Sigit, 2002. Pupuk Akar: Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

(65)

Pakki, S., 2005. Epidemiologi dan Pengendalian Bercak Daun Pada Tanaman Jagung. Balai penelitian Tanaman Serealia.

Pangarsa, N dan D. Rahmawati, 2007. Pengendalian Hama dan Penyakit Penting Pada Tanaman jagung. Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian, Jawa Timur.

Pracaya, 1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.

Pranoto, Y.H., K. Idaharvina dan Natalia, 2007. Intensitas Serangan Penyakit Pada Budidaya Sayur Organik Dengan Sistem Pertanaman Ganda. UGM, Yogyakarta.

Rukmana, R., 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius, Yogyakarta.

Sastrosupadi, A., 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius, Yogyakarta.

Semangun, H., 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia.. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Silitonga, S.T., Budiarti, S.A. Rais, I.H. Sumantri dan M. Machmud., 2007. Evaluasi Ketahanan Plasma Nufah Padi terhadap Penyakit Hawar daun Bakteri dan Blas dan Jagung terhadap Bulai.

Sofyan, S., 2007. Penggunaan Pupuk kandang Tingkatkan Produksi Pertanian.

Suprapto, 1999. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sutanto, R., 2002a. Pertanian Organik-Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.

Sutanto, R., 2002b.. Penerapan Pertanian Organik - Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius, Yogyakarta.

(66)

Vandyk, J., 2007. Manure Application and Soybean Disease. Iowa State University, Iowa.

Wakman, W., 2004. Varietas Jagung Tahan Penyakit Hawar

Winarno, F.G., 2007. Pangan Organik dan Pengembangannya di Indonesia.

Diakses dari:

Wirawan G.N dan M.I. Wahab, 2007. Teknologi Budidaya Jagung. Oktober 2007.

(67)

Lampiran 1

BAGAN PENELITIAN

III II I IV

Keterangan :

P0 : Kontrol (Tanpa Pupuk)

P1 : Pupuk Kandang dari kotoran Ayam 20 kg/petak perlakuan P2 : Pupuk Kandang dari kotoran Lembu 20 kg/petak perlakuan P3 : Pupuk Kandang dari kotoran Kambing 20 kg/petak perlakuan P4 : Pupuk kandang dari kotoran Burung Puyuh 20 kg/petak P5 : Pupuk kandang dari kotoran Kuda 20 kg/petak perlakuan

(68)

Lampiran 2

Bagan Pengambilan Sampel

X 70 cm X X 10cm X

X Xa X X

X X Xa X

X Xa X 20 cm X 2 m

X X Xa X

20cm X X X X

2,5 m

Keterangan :

X = Tanaman Utama ( 24 tanaman ) Xa = Tanaman Sampel ( 4 tanaman )

Jumlah unit pecobaan = 6 x 4 = 24

Luas Lahan = 15,5 m x 14 m

Luas Plot = 2,5 m x 2 m

Jarak antar perlakuan = 50 cm Jarak antar Ulangan = 100 cm

Jarak Tanam = 70 cm x 20 cm

Jumlah Populasi/plot = 24 tanaman

Jumlah Populasi = 24 x 24 = 576 tanaman Jumlah Tanaman Sampel /plot = 4 tanaman

(69)

Lampiran 3

Kebutuhan Pupuk Kandang

P0 : 0 kg

(70)

Lampiran 4. Deskripsi Tanaman Jagung Hibrida Varietas Jaya 3

Deskripsi Tanaman Jagung Hibrida Varietas Jaya 3

Asal : F1 dari silang tiga jalur antara silang tunggal TSG 89 F dengan galur murni TSG 89 m, yang dikembangkan oleh PT. Asian Hybrid Seed Technologies di Filiphina.

Golongan : Hibrida SILANG tiga jalur. Umur (hari) : Berumur dalam Keragaman Tanaman : Seragam

Bentuk Malai : Besar dan terbuka Kerebahan : Cukup baik

Kedudukan tongkol : Ditengah-tengah tinggi tanaman Bentuk tongkol : Silindris

BEntuk Biji : Semi Mutiara Warna biji : Kuning Oranye Humlah Baris/tongkol : 16-18 baris Baris biji : Lurus dan Rapat

Kelobot : Menutup tongkol sangat baik Bobot 1000 butir (g) : ± 300

Rata-rata hasil : 8,6 ton/ha Potensi hasil : 14,9 ton/ha

Ketahahan Penyakit : Tahan terhadap Penyakit Bulai

Daerah adaptasi : Beradaptasi dari dataran rendah sampai ketinggian 1.200m dpl

Tahun dilepas : 25 April 2002

(71)

Lampiran 5. Rataan Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw (%) pada 2 mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw (%) pada 2mst (Transformasi Arcsin √x)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(72)

Lampiran 6. Rataan Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw (%) pada 3 mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw (%) pada 3 mst (Transformasi Arcsin √x)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(73)

Uji Jarak Duncan Sy = 2,34

P 2 3 4 5 6

SSR 0.05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36 LSR 0.05 7,06 7,41 7,62 7,76 7,88

Perlakuan P0 P3 P5

P1

P2

P4

Rataan 7,03 12,78 30,00

(74)

Lampiran 7. Rataan Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw (%) pada 4 mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw (%) pada 4 mst (Transformasi Arcsin √x)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(75)

Uji Jarak Duncan Sy = 2,34

P 2 3 4 5 6

SSR 0.05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36 LSR 0.05 7,06 7,41 7,62 7,76 7,88

Perlakuan P1 P3 P0

P2 P5

P4

Rataan 7,03 12,77 30

. a

(76)

Lampiran 8. Rataan Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw (%) pada 5mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw pada 5mst Transformasi Arcsin √x

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(77)

Uji Jarak Duncan Sy = 3,62

P 2 3 4 5 6

SSR 0.05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36

LSR 0.05 10,90 11,44 11,77 11,98 12,16

Perlakuan P1 P3 P0 P5

P2 P4

Rataan 7,03 12,78 30,00 33,75

a

(78)

Lampiran 9. Rataan Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw (%) pada 6mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw pada 6mst Transformasi Arcsin √x

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(79)

Uji Jarak Duncan Sy = 3,64

P 2 3 4 5 6

SSR 0.05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36

LSR 0.05 10,95 11,49 11,82 12,04 12,22

Perlakuan P1 P3 P4 P0 P5

P2

Rataan 7,03 12,77 18,52 30,00 33,75 a b

(80)

Lampiran 10. Rataan Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw (%) pada 7 mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw (%) pada 7 mst (Transformasi Arcsin √x)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(81)

Uji Jarak Duncan Sy = 3,41

P 2 3 4 5 6

SSR 0.05 3,01 3,16 3,25 3,31 3,36 LSR 0.05 10,26 10,77 11,07 11,28 11,45

Perlakuan P1 P3 P4 P0 P5

P2

Rataan 7,03 12,77 18,2 30,00 37,5 a b

(82)

Lampiran 11. Rataan Intensitas Serangan Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain (%) pada 7 mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Intensitas Serangan Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain (%) pada 7 mst(Transformasi Arcsin √x )

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Daftar Analisa Sidik Ragam

(83)

Lampiran 12. Rataan Intensitas Serangan Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain (%) pada 8 mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Intensitas Serangan Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain (%) pada 8 mst (Transformasi Arcsin √x

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Arcsin √x

(84)

Lampiran 13. Intensitas Serangan Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain (%) pada 9 mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Intensitas Serangan Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain (%) pada 9 mst (Transformasi Arcsin √x )

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Daftar Analisa Sidik Ragam

(85)

Lampiran 14. Intensitas Serangan Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain (%) pada 10 mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Intensitas Serangan Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain (%) pada 10mst (Transformasi Arcsin √x )

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Daftar Analisa Sidik Ragam

(86)

Lampiran 15. Intensitas Serangan Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain (%) pada 11 mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Intensitas Serangan Drechslera maydis (Nisik.) Subram. et Jain (%) pada11 mst (Transformasi Arcsin √x )

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Daftar Analisa Sidik Ragam

(87)

Lampiran 16. Rataan Intensitas Serangan Puccinia sp. (%) pada 9 mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Intensitas Serangan Puccinia sp. (%) pada 9mst (Transformasi Arcsin √x)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(88)

Lampiran 17. Rataan Intensitas Serangan Puccinia sp. (%) pada 10 mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Intensitas Serangan Puccinia sp. (%) pada10 mst (Transformasi Arcsin √x)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Daftar Analisa Sidik Ragam

(89)

Lampiran 18. Rataan Intensitas Serangan Puccinia sp. (%) pada 11 mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Intensitas Serangan Puccinia sp. (%) pada 11 mst (Transformasi Arcsin √x)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Daftar Analisa Sidik Ragam

(90)

Lampiran 19. Rataan Intensitas Serangan Puccinia sp. (%) pada 12 mst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Intensitas Serangan Puccinia sp. (%) pada 12 mst (Transformasi Arcsin √x

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Daftar Analisa Sidik Ragam

Gambar

Gambar 1. Konidiofor (A),  Sporangium (B), Konidia (C), Oospora (E) Sumber :http://www.redpav.avepagro.org.ve/agrotrop/v25_4/254a0502.jpg
Gambar 2. Gejala Serangan Penyakit Bulai (a) Sumber : Foto Langsung dari lapangan penelitian
Gambar 3. Konidiofor (a) dan konidium (b) Drechslera sp. Sumber : Pengamatan di Mikroskop Perbesaran 40x
Gambar 4. Gejala Serangan Drechslera sp. (a) Sumber : Foto Langsung di Lahan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada pengamatan 9 MST intensitas serangan hawar daun sebesar 20,58 dengan pupuk kandang dari kotoran kambing (P3) dan yang terendah adalah dengan perlakuan pupuk organik Green Giant

Oleh karena itu, perlu dilakukan percobaan aplikasi pupuk cair organik dan pupuk anorganik rekomendasi (Urea, SP-36, dan KCl) serta kombinasinya dengan beberapa persentase

Tingginya indeks puru pada akar tanaman kedelai tanpa pemberian pupuk kandang disebabkan karena pada akar yang tidak diberi pupuk kandang mengalami defisiensi unsur

pertumbuhan yang lebih baik pada tinggi tanaman, luas daun, panjang tongkol dan produksi. pipilan kering/sampel, Pemberian pupuk organik 75g dan penambahan NPK

Aplikasi pupuk kandang berpengaruh nyata meningkatkan C-Organik tanah, P-tersedia tanah, P-total tanah, tinggi tanaman, kadar P-daun, serapan P tanaman, berat kering akar

Berdasarkan olah data interaksi, pemberian pupuk kandang dan pupuk urea dapat meningkatkan produksi jagung tertinggi sebesar 6.88 ton/ha tongkol dan 5.50 ton/ha

Bobot kering total tanaman pada pengamatan umur 35 hst perlakuan pupuk kandang ayam 10 t ha -1 dengan penambahan 25% pupuk anorganik memperoleh hasil yang

Pemakaian teknologi pupuk hayati cair dan kotoran ayam sangat bermanfaat dalam penyuburan tanah, produksi akan lebih maksimal dan berkualitas.Kontrol antara pemakaian