• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Sikap Dosen Universitas Sumatera Utara (USU) terhadap E-Learning

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Sikap Dosen Universitas Sumatera Utara (USU) terhadap E-Learning"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN SIKAP DOSEN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (USU)

TERHADAP

E-LEARNING

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

JENNY MEILANI HS.

051301023

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

E-learning merupakan sistem pembelajaran berbasis elektronik yang kini sedang marak dibicarakan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya jumlah perguruan tinggi di berbagai negara yang menyajikan materi perkuliahan secara elektronik, baik sebagai pelengkap maupun pengganti pelajaran tatap muka (Fachri, 2007). E-learning telah menjadi suatu kebutuhan bagi sivitas akademika, mengingat baik dosen, mahasiswa maupun institusi pendidikan telah memanfaatkan teknologi komputer dalam proses kegiatan belajar mengajar (Widanarko, 2007). Sistem pembelajaran e-learning di lingkungan perguruan tinggi mendorong pendidik untuk memungkinkan pengembangan layanan informasi yang lebih baik dalam suatu institusi pendidikan (Suryaningtyas, 2008), terlebih lagi USU. Sikap dosen USU terhadap e-learning akan menggambarkan bagaimana pemikiran, perasaan, dan kecenderungan berperilaku dosen USU terhadap e-learning.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sikap dosen USU terhadap e-learning. Alat ukur yang digunakan adalah skala sikap terhadap e-learning dengan reliabilitas (r) = 0.916 yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori tiga komponen sikap (Azwar, 2000) terhadap empat komponen e-learning

(Romisatriawahono, 2008), yaitu infrastruktur e-learning, sistem dan aplikasi e-learning, dan konten e-learning. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel berjumlah 60 orang dosen yang pernah mendengar e-learning dan aktif mengajar minimal 2 SKS di USU.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan perlindungan, kekuatan, kemampuan, semangat dan memelihara hidup penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi syarat dalam memenuhi ujian akhir, guna memperoleh gelar sarjana jenjang strata (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan judul ”Gambaran Sikap Dosen Universitas Sumatera Utara (USU) terhadap E-Learning”.

Penulis mengungkapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mami tercinta, L. Sirait (+) dan papi tercinta U. Sinaga, BSc. (+) atas segala cinta, kasih sayang, do’a serta dukungannya baik moril maupun materil yang selalu menyertai

(4)

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Terima kasih kepada bapak Prof.Dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama proses mengerjakan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan, arahan, masukan, kesabaran, tenaga yang telah ibu berikan kepada penulis.

3. Ibu Sri Supriyantini, M. Psi, selaku dosen Pembimbing Akademik. Terimakasih atas perhatian, bimbingan, masukan dan nasehat ibu selama saya kuliah sampai saat ini.

4. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Psikologi USU segala ilmu dan bantuan yang diberikan selama perkuliahan. Buat Kak Erna (psycholib), Bang Ronald (sistem informasi) terima kasih banyak buat bantuan yang diberikan dan kesedian waktunya.

5. Terimakasih kepada teman-teman (Icha, Dewi, Afni, Yoland, Nani, Novi, Nita, Paskah, Ika, Vera, Stevi, Lisvina dan mahasiswa-mahasiswi yang skripsi penelitiannya di bagian pendidikan). Semua Angkatan 2005 dan juga senior serta junior yang senantiasa memberikan dukungan doa, bimbingan dan memberikan masukan dalam mengerjakan tugas ini. Maaf tidak bisa memuat semua nama.

(5)

Widya, Ska Theresia, Rianti, Donal, Dodi, Ramli, Lina, Antonius, Josh, Mayka dan lain-lain yang tak tersebutkan namanya satu persatu.

7. Terimakasih penulis ucapkan kepada tim di UNICORE seperti Pak Jan, Pak Win, Kak Cika, Rio, Edgar, Debora, Pak Jun, Tina, Rade Lia, Roma Meha, Rentha, Kak Pidu, Lia, Sri, Leni, Lasma, Joseph, Tati, dan lain-lain yang tak tersebutkan namanya satu persatu yang selalu memberikan doa, semangat, antusias, dan inspirasi yang berharga untuk kehidupan yang lebih baik.

8. Terimakasih juga buat para responden saya (para dosen USU) yang mau bersedia membantu dan meluangkan waktu untuk menyelesaikan penelitian ini.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, lebih dan kurang penulis minta maaf dan saya ucapkan terimakasih.

Medan, Juni 2010

(6)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

4. Kelebihan dan kekurangan e-learning ... 23

a. kelebihan e-learning ... 24

b. kekurangan e-learning ... 25

B. Sikap ... 26

1. Pengertian sikap ... 26

2. Komponen sikap ... 28

3. Faktor-faktor pembentukan sikap ... 30

4. Perubahan sikap ... 33

C. Dosen ... 35

1. Pengertian dosen ... 35

2. Ciri-ciri dosen... 35

3. Dosen USU ... 36

D. Gambaran Sikap Dosen USU terhadap e-learning ... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 41

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 41

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 44

1. Populasi ... ...44

2. Teknik pengambilan sampel ... ...44

D. Alat Ukur yang Digunakan ... 45

1. Validitas alat ukur ... 47

(7)

3. Reliabilitas alat ukur ... 49

4. Hasil uji coba alat ukur ... 51

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 51

1. Tahap persiapan penelitian ... 51

2. Pelaksanaan penelitian ... ... 53

3. Pengolahan data ... ... 53

F. Metode Analisa Data... 53

BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Analisa Data ... 55

1. Gambaran umum subjek penelitian ... 55

2. Hasil penelitian... 57

B. Pembahasan ... 69

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 78

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Rekapitulasi Tenaga Dosen menurut Umur dan Pendidikan di USU ... 36

Tabel 2 Blue Print Distribusi Aitem Skala Sikap terhadap E-learning Sebelum Uji Coba ... 47

Tabel 3 Blue Print Distribusi Aitem Skala Sikap terhadap E-Learning Setelah Uji Coba ... 50

Tabel 4 Blue Print Distribusi Aitem Skala Sikap terhadap E-Learning yang Digunakan dalam Penelitian ... 51

Tabel 5 Persentase Subjek berdasarkan Jenis Kelamin... 55

Tabel 6 Persentase Subjek berdasarkan Usia ... 56

Tabel 7 Persentase Subjek berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

Tabel 8 Pengkategorisasian Sikap Dosen USU terhadap E-Learning ... 57

Tabel 9 Hasil Uji Normalitas Skala Sikap Dosen USU terhadap E-Learning ... 57

Tabel 10 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Sikap Dosen USU terhadap E-Learning... 58

Tabel 11 Kriteria Kategorisasi Skor Sikap Dosen USU terhadap E-Learning ... 59

Tabel 12 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Komponen Infrastruktur E-Learning ... 60

Tabel 13 Kriteria Kategorisasi Skor Komponen Infrastruktur E-Learning ... 60

Tabel 14 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Komponen Sistem dan Aplikasi E-Learning ... 61

Tabel 15 Kriteria Kategorisasi Skor Komponen Sistem dan Aplikasi E-Learning ... 62

Tabel 16 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Komponen Konten E-Learning ... 63

Tabel 17 Kriteria Kategorisasi Skor Komponen Konten E-Learning ... 63

Tabel 18 Kesimpulan Sikap Dosen USU terhadap Komponen E-Learning ... 64

Tabel 19 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Komponen Kognitif ... 65

Tabel 20 Kriteria Kategorisasi Skor Komponen Kognitif ... 65

Tabel 21 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Komponen Afektif ... 66

Tabel 22 Kriteria Kategorisasi Skor Komponen Afektif ... 67

Tabel 23 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Komponen Konatif... 68

Tabel 24 Kriteria Kategorisasi Skor Komponen Konatif ... 68

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Mentah Skala Uji Coba ... 83

Lampiran 2 Data Mentah Skala Penelitian... 91

Lampiran 3 Analisa I Reliabilitas Skala Uji Coba ... 95

Lampiran 4 Analisa II Reliabilitas Skala Uji Coba ... 100

Lampiran 5 Analisa III Reliabilitas Skala Uji Coba ... 103

Lampiran 6 Analisa Reliabilitas Skala Penelitian ... 106

Lampiran 7 Analisa Deskriptif Sikap Dosen USU terhadap E-Learning, Komponen E-Learning dan Komponen Sikap ... 109

Lampiran 8 Analisa Distribusi Normal Kolmogorov-Smirnov ... 110

(10)

ABSTRAK

E-learning merupakan sistem pembelajaran berbasis elektronik yang kini sedang marak dibicarakan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya jumlah perguruan tinggi di berbagai negara yang menyajikan materi perkuliahan secara elektronik, baik sebagai pelengkap maupun pengganti pelajaran tatap muka (Fachri, 2007). E-learning telah menjadi suatu kebutuhan bagi sivitas akademika, mengingat baik dosen, mahasiswa maupun institusi pendidikan telah memanfaatkan teknologi komputer dalam proses kegiatan belajar mengajar (Widanarko, 2007). Sistem pembelajaran e-learning di lingkungan perguruan tinggi mendorong pendidik untuk memungkinkan pengembangan layanan informasi yang lebih baik dalam suatu institusi pendidikan (Suryaningtyas, 2008), terlebih lagi USU. Sikap dosen USU terhadap e-learning akan menggambarkan bagaimana pemikiran, perasaan, dan kecenderungan berperilaku dosen USU terhadap e-learning.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sikap dosen USU terhadap e-learning. Alat ukur yang digunakan adalah skala sikap terhadap e-learning dengan reliabilitas (r) = 0.916 yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori tiga komponen sikap (Azwar, 2000) terhadap empat komponen e-learning

(Romisatriawahono, 2008), yaitu infrastruktur e-learning, sistem dan aplikasi e-learning, dan konten e-learning. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel berjumlah 60 orang dosen yang pernah mendengar e-learning dan aktif mengajar minimal 2 SKS di USU.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perguruan tinggi/universitas menggunakan model pendidikan yang paling umum dan dikenal masyarakat yaitu sistem sekolah formal dimana penyelenggaraan pendidikannya mempunyai persyaratan beserta kurikulum yang ketat, teratur dengan mempunyai struktur yang bertingkat dan berjenjang, serta kegiatan pendidikanya berorientasi akademis dan umum, bermacam-macam spesialisasi dan latihan-latihan teknik serta profesional yang dilaksanakan secara terus-menerus (Abdulhak, 1986).

Di perguruan tinggi/universitas ini terdapat sistem pembelajaran yang tidak bisa memuaskan “kehausan” intelektual bagi peserta didik yang disebut

dengan sistem pembelajaran konvensional dimana sistem ini adalah sistem yang diterapkan oleh pengajar kepada pelajar sampai pada taraf memberi bekal penge-tahuan dan keterampilan sebatas sekedar tahu saja. Belum sampai kepada meletakan nilai-nilai wawasan sosial dan kemanusiaan, serta penguasaan bekal hidup yang praktis (Marjohan, 2007).

(12)

konvensional sangat terlihat jelas dalam interaksi pengajar-pelajar di institusi pendidikan. Diantaranya adalah pendekatan yang masih bersifat otoriter, yaitu bersifat menguasai. Pengajar menganggap bahwa dirinyalah paling benar, yang mengharuskan setiap pelajar menerima apa yang dikatakan, sehingga interaksi pengajar-pelajar lebih diwarnai oleh rasa takut. Selain itu sistem pendidikan yang diterapkan oleh pengajar kepada pelajar bersifat mengulang-ulang dan tidak ada, atau kurang kreasi dalam mengembangkan pelajaran dan seni mengajarnya. Selain itu, masih ada pengajar yang mana kalau mengajar menggunakan buku dan catatan yang sama sepanjang tahun dan ceramah merupakan metode yang lazim diterapkan. Pelajar kurang terlibat secara aktif dan inilah penyebab suasana kelas dan suasana belajar menjadi serba membosankan (Suryadi, 2008).

Penerapan sistem belajar mengajar secara konvensional adalah suatu ketidakefektifan, sebab dengan perkembangan zaman, pertukaran informasi menjadi cepat dan instan sehingga institusi yang masih menggunakan sistem tradisional ini akan tertinggal dari perkembangan informasi teknologi yang semakin pesat. Banyak kendala yang dialami ketika penyelenggaraan pendidikan yang masih bersifat konvensional dituntut untuk memberikan pelayanannya bagi masyarakat luas yang tersebar di seluruh Nusantara (Riyanto, 2007). Kendala-kendala yang dialami antara lain keterbatasan finansial, jauhnya lokasi, dan keterbatasan institusi (Tafiardi, 2005).

(13)

orang yang mempunyai akses terhadap teknologi dapat memperoleh informasi apa saja, di mana saja, dan kapan saja (Chaeruman, 2008). Dengan adanya teknologi, maka pembelajaran akan lebih bersifat terbuka, fleksibel, dan terdistribusi menurut Khan (dalam Chaeruman, 2008). Salah satu hasil dari perkembangan teknologi adalah keberadaan internet yang telah mengubah paradigma berpikir konvensional serta berhasil menawarkan alternatif pembelajaran dalam pendidikan (Suryaningtyas, 2008).

E-learning adalah salah satu revolusi di bidang pendidikan berbasis teknologi internet yang merupakan salah satu contoh aplikasi baru dalam perkembangan teknologi internet yang pesat. E-learning diharapkan dapat dijadikan alternatif bagi pengembangan sistem pendidikan yang lebih efektif dan efisien dengan biaya yang lebih rendah di masa mendatang. E-learning pada dasarnya mengefisiensikan proses belajar mengajar konvensional yang memposisikan siswa sebagai konsumen pengetahuan (Purbo & Hartanto, 2002).

(14)

tinggi mendorong pendidik untuk memungkinkan pengembangan layanan informasi yang lebih baik dalam suatu institusi pendidikan (Suryaningtyas, 2008).

E-learning makin banyak digunakan di dunia akademik. Di Amerika Serikat,

e-learning telah digunakan di hampir 90% universitas yang memiliki lebih dari 10.000 siswa. Gerhard Casper, presiden Stanford University di AS, menyatakan yakin dalam waktu sepuluh tahun ke depan, pendidikan akan berganti dari pendidikan di kelas ke pendidikan online. Di Indonesia, e-learning telah mulai merambah di dunia akademis. Universitas Terbuka telah menyediakan beberapa tutorial secara online. Institut Teknologi Bandung (ITB) pun telah menawarkan sejumlah pelajaran online learning melalui Open Learning System (OLSys). Universitas Petra, Universitas Gajah Mada, Universitas Bina Nusantara, dan Universitas Pelita Harapan telah memberikan pula beberapa pelajaran dalam bentuk e-learning. Meningkatnya penggunaan internet sekitar 100% setiap tahun memberikan andil cukup besar dalam kemajuan penggunaan e-learning (Effendi & Zhuang dalam Suryaningtyas, 2008).

Proses pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan e-learning tidak dapat disamakan dengan lembaga pendidikan pada umumnya, juga berbeda dengan pola pembelajaran konvensional yang hanya menggunakan metode tatap muka. Proses pembelajaran e-learning adalah perpaduan antara metode tatap muka dengan metode online (via internet dan berbagai pengembangan teknologi informasi lainnya (Rochaety, Rahayuningsih & Yanti, 2005).

(15)

tinggi/universitas). Hal ini mempertimbangan bahwa perguruan tinggi bertanggung jawab untuk menyiapkan mahasiswa agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam lingkungan dunia yang kompetitif. Aspek yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan peran pendidikan tinggi adalah dengan kemajuan teknologi informasi yang mempengaruhi proses pendidikan Dengan demikian, tugas dari pendidikan tinggi adalah dapat memperkuat daya saing bangsa dalam hal ini kemampuan sumber daya manusianya. Namun ternyata, untuk meningkatkan daya saing tersebut diperlukan pembelajaran yang lebih efektif (Wijaya dalam Rosa, 2008).

(16)

menugaskan mahasiswa untuk mengakses situs-situs tertentu sebagai bagian dari tugas pembelajaran (Romisatriawahono, 2008).

(17)

Berdasarkan hasil rapat pimpinan USU dengan para Dekan, Pembantu Dekan-I, Direktur Sekolah Pascasarjana, Direktur Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kepala Perpustakaan dan Sistem Informasi pada tanggal 3 Februari 2009, disepakati bahwa semua konten mata kuliah harus dimuat dalam situs USU e-learning. Konten dimaksud antara lain terdiri dari: (1) silabus (bahasa Indonesia dan Inggris), (2) GBPP (Garis Besar Pedoman Pengajaran), (3) SAP (Satuan Acuan Pengajaran, (4) slide, (5) handout, (6) bahan-bahan lainnya seperti rekaman audio/video, kuis, tugas, dan soal-soal latihan serta link ke situs-situs terkait. Seluruh konten mata kuliah dimaksud direncanakan sudah termuat seluruhnya selambat-lambatnya 30 Mei 2009. Untuk tahap awal, setiap dosen pengampu mata kuliah menyerahkan konten mata kuliah yang diasuhnya kepada Dekan Fakultas melalui Ketua Departemen atau Program Studi dalam bentuk

softcopy (dalam CD), yang selanjutnya diserahkan kepada Rektor USU, yang kemudian akan dimuat oleh Tim USU e-learning. Selanjutnya, untuk pemeliharaan konten tersebut, setiap dosen dapat melakukan update setiap saat dengan login ke USU e-learning menggunakan username dan password Portal Akademik. Hal ini menandakan bahwa implementasi e-learning semakin nyata diselenggarakan dan sedang marak-maraknya dibicarakan serta diharapkan akan disosialisasikan di USU.

Fenomena sikap dosen terhadap e-learning sendiri pun terjadi di FPMIPA (Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) UPI, Bandung berdasarkan blog dari dosen kepada mahasiswanya sebagai berikut:

(18)

kuliah yang dosennya menggunakan fasilitas e-learning, maka anda ikuti tugas-tugasnya untuk mendapatkan nilai yang diharapkan. Dan masalah tugas tergantung pada dosen yang mengajarnya.”

(C. K., blog dari fpmipa.upi.edu, 16 September 2006).

Berdasarkan blog dari dosen ini, dapat disimpulkan bahwa dosen ini memiliki pendapat atau opini sendiri tentang e-learning dimana dosen tersebut memiliki dasar pengetahuan terhadap apa yang telah dia ketahui dan alami tentang e-learning yang berkaitan dengan konten atau isi dari e-learning.

Selain itu, ada beberapa hasil wawancara dengan dosen yang mengetahui tentang e-learning. Wawancara pertama dilakukan kepada dosen USU yang berdomisili di Medan.

“E-learning itu kan pembelajaran dari internet. Yah, sangat membantu saya untuk mencari bahan-bahan mata kuliah saya. Saya juga bisa lebih mudah mengajar karena saya bisa menyuruh mahasiswa saya untuk mencari bahan kuliah dari internet.”

(A, Komunikasi Personal, 14 Januari 2009).

Berdasarkan hasil wawancara pertama ini, maka dapat diketahui bahwasannya dosen ini juga memiliki persepsi yang dapat disamakan dengan pendapat (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang sedang marak dibicarakan yaitu bahwa dosen memiliki pandangan yang positif terhadap keberadaan sistem e-learning karena kemudahan-kemudahan yang mereka rasakan yang sangat membantu dalam pengerjaan tugas kuliah.

Wawancara kedua pun dilakukan terhadap salah seorang dosen USU yang berdomisili di Medan.

(19)

menyebabkan terjadinya kesalahpahan tanpa adanya penjelasan dari saya. Terus, biayanya juga mahal.”

(F, Komunikasi Personal, 4 Juni 2009).

Berdasarkan hasil wawancara kedua ini, maka dapat diketahui bahwasannya dosen tersebut memiliki pendapat yang negatif, meskipun dosen terebut mengetahui e-learning yang bisa terbentuk dari pengetahuannya mengenai kekurangan sistem e-learning itu sendiri maupun menyangkut masalah perasaan yang dimilikinya berkaitan dengan pengalaman pribadinya mengenai e-learning.

Berdasarkan blog dari dosen kepada mahasiswanya dan hasil wawancara dengan beberapa dosen USU yang mengetahui tentang e-learning tersebut, maka hal ini dapat menggambarkan sikap dosen terhadap e-learning karena menurut Azwar (2000), nilai (value) dan opini (opinion) atau pendapat sangat erat berkaitan dengan sikap. Dapat diketahui bahwa mereka memiliki pandangan yang positif terhadap keberadaan sistem e-learning karena kemudahan-kemudahan yang mereka rasakan yang sangat membantu dalam pengerjaan tugas kuliah. Pendapat positif dosen terhadap e-learning juga terbentuk dari manfaat yang mereka rasakan seperti kelenturan sistem e-learning itu sendiri. Selain itu, ada juga pendapat yang negatif dosen yang mengetahui e-learning yang bisa terbentuk dari pengetahuannya mengenai kekurangan sistem e-learning itu sendiri.

(20)

Sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu: komponen kognitif yang merupakan persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu, komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi serta komponen konatif berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu (Mann dalam Azwar, 2000). Dengan ketiga komponen ini akan dilihat bagaimana gambaran sikap dosen terhadap e-learning.

E-learning pun kini sedang banyak diperbincangkan masyarakat Indonesia, baik itu dari praktisi pendidikan, tokoh-tokoh masyarakat, termasuk dosen yang peduli dengan keadaan pendidikan di Indonesia. Dosen merupakan salah satu unsur penting dalam menentukan kinerja universitas sebagai lembaga pendidikan. Seperti yangtertuang dalam UU RI No. 14 tahun 2005, tentang guru dan dosen, dosen dinyatakan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (“Undang-Undang”, 2005).

(21)

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti merasa penting untuk mendapatkan gambaran secara kuantitatif bagaimana sikap dosen USU terhadap e-learning. Sehingga, populasi dari penelitian ini adalah dosen di salah satu perguruan tinggi negeri Medan yaitu USU dan berdomisili di Medan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana gambaran sikap dosen USU terhadap e-learning?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran sikap dosen USU terhadap e-learning.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis:

1. Manfaat teoritis

(22)

2. Manfaat praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah:

a. Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai e-learning dalam dunia pendidikan.

b. Memberikan informasi bagi praktisi pendidikan untuk mengetahui bagaimana gambaran sikap dosen terhadap pendidikan e-learning.

c. Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi, khususnya penelitian yang berhubungan dengan e-learning.

d. Sebagai masukan bagi pihak kampus USU untuk mengevaluasi sistem e-learning sehingga dapat lebih memudahkan kinerja para pengajar dan pembelajaran bagi peserta didik.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I adalah Pendahuluan yang terdiri dari lima sub bab meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II adalah Landasan Teori yang meliputi pembahasan tentang e-learning, sikap, dan dosen.

(23)

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. E-learning

1. Pengertian e-learning

E-learning adalah sebuah proses pembelajaran yang berbasis elektronik. Salah satu media yang digunakan adalah jaringan komputer. Dengan dikembangkannya di jaringan komputer memungkinkan untuk dikembangkan dalam bentuk berbasis

web, sehingga kemudian dikembangkan ke jaringan komputer yang lebih luas yaitu internet. Penyajian e-learning berbasis web ini bisa menjadi lebih interaktif. Sistem e-learning ini tidak memiliki batasan akses, inilah yang memungkinkan perkuliahan bisa dilakukan lebih banyak waktu (Nugroho, 2007).

Banyak orang menggunakan istilah yang berbeda-beda dengan e-learning,

namun pada prinsipnya e-learning adalah pembelajaran yang menggunakan jasa elektronika sebagai alat bantunya. E-learning memang merupakan suatu teknologi pembelajaran yang yang relatif baru di Indonesia (Tafiardi, 2005).

Istilah e-learning dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan dalam bentuk sekolah maya.

(25)

sekolah/universitas ke dalam bentuk digital yang dijembatani oleh teknologi internet (Purbo & Hartanto, 2002).

E-learning ini sendiri mempunyai beberapa karakteristik seperti yang telah dikemukakan oleh Suyanto (2005) mengemukakan 4 karakteristik e-learning yang terdiri dari:

a. Memanfaatkan jasa teknologi elektronik, dimana pengajar dan peserta didik, peserta didik dan peserta didik, ataupun pengajar dan sesama pengajar dapat berkomunikasi dengan relatif mudah tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler.

b. Memanfaatkan keunggulan komputer (media digital dan jaringan komputer). c. Menggunakan bahan ajar yang bersifat mandiri yang dapat disimpan di

komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan dimana saja bila yang bersangkutan membutuhkannya.

d. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan yang dapat dilihat setiap saat di komputer.

(26)

2. Komponen e-learning

Komponen yang membentuk e-learning (Romisatriawahono, 2008) adalah: a. Infrastruktur e-learning

Infrastruktur e-learning merupakan peralatan yang digunakan dalam e-learning yang dapat berupa Personal Computer ((PC), yakni komputer yang dimiliki secara pribadi (Febrian, 2004)), jaringan komputer (yakni, kumpulan dari sejumlah perangkat berupa komputer, hub, switch, router, atau perangkat jaringan lainnya yang terhubung dengan menggunakan media komunikasi tertentu (Wagito, 2005)), internet (merupakan singkatan dari Interconnection Networking yang diartikan sebagai komputer-komputer yang terhubung di seluruh dunia (Febrian, 2004)) dan perlengkapan multimedia (alat-alat media yang menggabungkan dua unsur atau lebih media yang terdiri dari teks, grafis, gambar, foto, audio, video dan animasi secara terintegrasi (Febrian, 2004)). Termasuk di dalamnya peralatan teleconference (pertemuan jarak jauh antara beberapa orang yang fisiknya berada pada lokasi yang berbeda secara geografis (Febrian, 2004)) apabila kita memberikan layanan synchronous learning yakni proses pembelajaran terjadi pada saat yang sama ketika pengajar sedang mengajar dan murid sedang belajar melalui teleconference.

b. Sistem dan aplikasi e-learning

(27)

online, program e-learning, dan konten pelatihan (Ellis, 2009)), misalnya, segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar seperti bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), serta sistem ujian online yang semuanya terakses dengan internet.

c. Konten e-learning

Konten e-learning merupakan konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning

sistem (Learning Management System). Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk misalnya Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia interaktif seperti multimedia pembelajaran yang memungkinkan kita menggunakan mouse, keyboard untuk mengoperasikannya) atau Text-based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran yang ada di wikipedia.org, ilmukomputer.com, dsb.). Biasa disimpan dalam Learning Management System (LMS) sehingga dapat dijalankan oleh peserta didik kapan pun dan dimana pun.

(28)

3. Manfaat e-learning

Manfaat e-learning (Smaratungga, 2009) terdiri atas 4 hal, yaitu:

a. Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity).

Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru/instruktur, antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya di dalam diskusi. Mengapa?

(29)

b. Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility).

Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja. Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan guru/instruktur.

Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional. Dalam kaitan ini, Universitas Terbuka Inggris telah memanfaatkan internet sebagai metode/media penyajian materi. Sedangkan di Universitas Terbuka Indonesia (UT), penggunaan internet untuk kegiatan pembelajaran telah dikembangkan. Pada tahap awal, penggunaan internet di UT masih terbatas untuk kegiatan tutorial saja atau yang disebut sebagai “tutorial elektronik”. c. Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a

global audience).

(30)

d. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities).

Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah. Di samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian instruktur selaku penanggung-jawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri. Pengetahuan dan keterampilan untuk pengembangan bahan belajar elektronik ini perlu dikuasai terlebih dahulu oleh instruktur yang akan mengembangkan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan pengelolaan kegiatan pembelajarannya sendiri. Harus ada komitmen dari instruktur yang akan memantau perkembangan kegiatan belajar peserta didiknya dan sekaligus secara teratur memotivasi peserta didiknya.

(31)

untuk diakses oleh para peserta didik. Sesuai dengan kebutuhan, guru/instruktur dapat pula memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengakses bahan belajar tertentu maupun soal-soal ujian yang hanya dapat diakses oleh peserta didik sekali saja dan dalam rentangan waktu tertentu pula.

Secara lebih rinci, Smaratungga (2009) mengungkapkan manfaat e-learning

yang dapat dilihat dari dua sudut yaitu: a. Dari sudut peserta didik

Dengan kegiatan e-learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas belajar yang tinggi. Artinya, peserta didik dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang. Peserta didik juga dapat berkomunikasi dengan instruktur setiap saat. Dengan kondisi yang demikian ini, peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran. Manakala fasilitas infrastruktur tidak hanya tersedia di daerah perkotaan tetapi telah menjangkau daerah kecamatan dan pedesaan, maka kegiatan e-learning akan memberikan manfaat kepada peserta didik yang:

(1) belajar di sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah miskin untuk mengikuti mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diberikan oleh sekolahnya,

(2) mengikuti program pendidikan keluarga di rumah (home schoolers) untuk mempelajari materi pembelajaran yang tidak dapat diajarkan oleh para orangtuanya, seperti bahasa asing dan keterampilan di bidang komputer, (3) merasa phobia dengan sekolah, atau peserta didik yang dirawat di rumah sakit

(32)

pendidikannya, yang dikeluarkan oleh sekolah, maupun peserta didik yang berada di berbagai daerah atau bahkan yang berada di luar negeri, dan

(4) tidak tertampung di sekolah konvensional untuk mendapatkan pendidikan. b. Dari sudut instruktur

Dengan adanya kegiatan e-learning, beberapa manfaat yang diperoleh instruktur antara lain adalah bahwa instruktur dapat:

(1) lebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung-jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang terjadi,

(2) mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan wawasannya karena waktu luang yang dimiliki relatif lebih banyak,

(3) mengontrol kegiatan belajar peserta didik. Bahkan instruktur juga dapat mengetahui kapan peserta didiknya belajar, topik apa yang dipelajari, berapa lama sesuatu topik dipelajari, serta berapa kali topik tertentu dipelajari ulang, (4) mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan soal-soal latihan setelah

mempelajari topik tertentu, dan

(33)

4. Kelebihan dan kekurangan e-learning

a. Kelebihan e-learning

Menyadari bahwa melalui internet dapat ditemukan berbagai informasi yang dapat diakses secara mudah, kapan saja dan dimana saja, maka pemanfaatan internet menjadi suatu kebutuhan. Bukan itu saja, pengguna internet bisa berkomunikasi dengan pihak lain dengan cara yang sangat mudah melalui teknik

e-moderating yang tersedia di internet (Triluqman, 2007).

Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia di literatur, memberikan petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh, kelebihan e-learning antara lain dapat disebutkan sebagai berikut (Triluqman, 2007):

(1) Tersedianya fasilitas e-moderating dimana pendidik dan peserta didik dapat berkomunikasi dengan mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat, dan waktu.

(2) Pendidik dan peserta didik dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang tersruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari.

(3) Peserta didik dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan dimana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.

(34)

(5) Baik pendidik maupun peserta didik dapat melaksanakan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.

(6) Berubahnya peran peserta didik dari yang biasanya pasif menjadi aktif.

(7) Relatif lebih efisien. Misalnya bagi yang mereka tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dan sebagainya.

b. Kekurangan e-learning

Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning

juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan antara lain dapat disebutkan sebagai berikut (Triluqman, 2007):

(1) Kurangnya interaksi antara pendidik dan peserta didik bahkan antar-peserta didik itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar-mengajar.

(2) Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis.

(3) Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan.

(4) Berubahnya peran pendidik dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional.

(35)

(6) Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon, ataupun komputer).

(7) Kurangnya penguasaan komputer.

5. Filosofis e-learning

Menurut Cisco (dalam Suyanto,2005) ada beberapa filosofis dari e-learning,

yaitu:

a. E-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan, secara on-line.

b. E-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku

text, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalosasi.

c. E-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan isi dan pengembangan teknologi pendidikan.

(36)

B. Sikap

1. Pengertian sikap

Sikap atau attitude sudah sejak lama menjadi salah satu konsep yang dianggap paling penting dalam psikologi sosial khususnya dan dalam berbagai ilmu sosial umumnya. Spencer (dalam Azwar, 2000) mengartikan istilah sikap pertama kali sebagai status mental seseorang. Di masa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep untuk mengartikan postur fisik atau posisi tubuh seseorang (Wrightsman & Deaux dalam Azwar, 2000). Istilah ini kemudian berkembang menjadi kesiapan subjek dalam menghadapi stimulus yang datang tiba-tiba (Lange dalam Azwar, 2000). Pada perkembangan selanjutnya istilah sikap tidak hanya merupakan aspek mental semata melainkan mencakup pula aspek respons fisik.

Telah banyak ahli yang memberikan definisi mengenai sikap. Salah satu kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Thurstone, Likert, dan Osgood (dalam Azwar, 2000) menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak/favorabel maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak/tidak favorabel pada objek tersebut. Secara lebih spesifik, Thurstone (dalam Azwar, 2000) sendiri menformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologi meliputi simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide, dan sebagainya (Hogg & Vaughan, 2002).

(37)

predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sobur (2003) menarik sebuah kesimpulan yang menyatakan bahwa sikap pada dasarnya meliputi rasa suka dan tidak suka, penilaian serta reaksi menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang, situasi, dan mungkin aspek-aspek lain dunia, termasuk ide abstrak dan kebijakan sosial.

Menurut para ahli, dalam memahami sikap harus diperhatikan tentang ambivalensi sikap. Istilah ini mengacu pada kenyataan bahwa evaluasi manusia terhadap objek, isu, orang, atau peristiwa tidak selalu secara seragam positif atau negatif; sebaliknya, evaluasi itu sering terdiri dari dua reaksi baik positif maupun negatif (Baron & Byrne, 2004).

Hogg dan Vaughan (2002) menyatakan bahwa mengukur sikap adalah pekerjaan yang tidak mudah, karena sikap tidak dapat diobservasi secara langsung. Cara yang paling umum dilakukan untuk mengetahui sikap adalah bertanya langsung pada orang tersebut. Sikap diukur dengan pertanyaan untuk membuat evaluasi positif atau negatif pada objek tertentu. Ada 8 (delapan) teknik pengukuran sikap, yaitu: skala Thurstone (skala interval tampak setara), skala Likert (skala rating yang dijumlahkan), skala Bogardus (skala jarak sosial), skala Osgood (skala diferensi semantik), skala Guttman (scalogram), skala Fishbein, pengukuran fisiologikal, dan mengukur sikap yang terbuka.

(38)

kalimat yang bersifat mendukung atau disebut sebagai pernyataan favorabel dan untuk kalimat yang bersifat tidak mendukung disebut sebagai penyataan tidak favorabeldalam jumlah kurang lebih seimbang. Variasi pernyataan favorabel dan tidak favorabel akan membuat responden untuk memikirkan secara hati-hati isi pernyataannya sebelum memberikan respons sehingga stereotipe responden dalam menjawab dapat dihindari (Azwar, 2000).

Dapat disimpulkan bahwa sikap adalah evaluasi terhadap suatu objek. Evaluasinya bisa positif atau negatif, dan juga bisa tercampur antara positif dan negatif. Dalam penelitian ini sikap dosen terhadap e-learning, yaitu pernyataan positif atau negatif yang ditampilkan dosen dalam memperlihatkan respon terhadap e-learning.

2. Komponen sikap

Calhoun & Acocella (dalam Sobur, 2003) mengemukakan bahwa sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu. Berdasarkan definisi tersebut, suatu sikap mengandung 3 komponen dasar yaitu kognitif (keyakinan), afektif (emosi/perasaan), dan konatif (tindakan).

(39)

buruk, dan belief tentang cara merespons yang sesuai dan tidak sesuai terhadap objek. Komponen afektif menunjuk pada emosionalitas terhadap objek. Objek dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai. Dan komponen konatif adalah kecenderungan tindakan seseorang, baik positif maupun negatif, terhadap objek sikap.

Mann (dalam Azwar, 2000), menyatakan sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu:

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. Azwar (2000) menyatakan kepercayaan terhadap sesuatu datang dari apa yang telah dilihat atau dari yang telah diketahui. Berdasarkan hal ini kemudian terbentuk ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan terbentuk akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu.

b. Komponen afektif

(40)

dikaitkan dengan sikap. Azwar (2000) menyatakan bahwa reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud.

c. Komponen konatif

Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Menurut Azwar (2000) komponen konatif menunjukkan bagaimana cara berperilaku sesuai dengan objek sikap yang dihadapi. Asumsinya adalah bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual.

Azwar (2000) menyatakan bahwa ketiga komponen diatas adalah selaras dan konsisten. Konsistensi antara kepercayaan (kognitif), perasaan (afektif), dan tendensi perilaku (konatif) menjadi landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap. Apabila salah satu diantara ketiga komponen tersebut tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap.

3. Faktor-faktor pembentukan sikap

(41)

Azwar (2000) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, diantaranya adalah:

a. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologi. Apakah penghayatan itu kemudian akan membentuk sikap positif ataupun sikap negatif, akan tergantung pada berbagai faktor lain. Sehubungan dengan hal ini, Middlebrook (dalam Azwar, 2000) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Namun, individu biasanya tidak melepaskan pengalaman yang sedang dialaminya dari pengalaman-pengalaman yang terdahulu, yang relevan.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

(42)

suami, dan lain-lain. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh kebudayaan

Skinner (dalam Azwar, 2000) sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Menurutnya, kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita alami. Kita memiliki pola sikap dan perilaku tertentu dikarenakan kita mendapat reinforcement (penguat, ganjaran) dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain. Kebudayaan juga telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuat yang dapat memudarkan dominansi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual. d. Media massa

(43)

apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya. Dalam pemberitaan di surat kabar maupun di radio atau media komunikasi lainnya, berita-berita faktual yang seharusnya di sampaikan secara objektif seringkali dimasuki unsur subjektivitas penulis berita, baik secara sengaja maupun tidak. Hal ini seringkali berpengaruh terhadap sikap pembaca atau pendengarnya, sehingga dengan hanya menerima berita-berita yang sudah dimasuki unsur subjektif itu, terbentuklah sikap tertentu.

4. Perubahan sikap

(44)

Menurut Walgito (dalam Hudaniah, 2003) bahwa perubahan sikap ditentukan oleh dua faktor, yaitu:

a. Faktor internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.

b. Faktor eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk mengubah sikap.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan sikap pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam diri individu dan ada faktor di luar diri individu yang keduanya saling berinteraksi. Proses ini akan berlangsung selama perkembangan individu (Hudaniah, 2003).

(45)

C. Dosen

1. Pengertian dosen

Menurut Undang-undang RI No. 14 tahun 2005, Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

2. Ciri-ciri dosen

Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dalam (UU RI No. 14 tahun 2005) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dalam (UU RI No. 14 tahun 2005), profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

(46)

g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

3. Dosen USU

Dosen USU merupakan dosen yang memiliki ciri-ciri seperti yang tertulis dalam pasal 7 ayat (1) dalam (UU RI No. 14 tahun 2005), yang kemudian terdaftar di beberapa fakultas di USU.

Adapun data rekapitulasi tenaga dosen menurut imur, pendidikan dan golongan di USU adalah sebagai berikut:

(47)

D. Gambaran Sikap Dosen USU terhadap e-learning

Thurstone, Likert, dan Osgood (dalam Azwar, 2000) menyatakan bahwa sikap seseorang terhadap objek adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Ada tiga komponen dalam sikap : pertama, komponen kognitif yang merupakan persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu; kedua, komponen afektif yang merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi dan ketiga, komponen konatif yang merupakan tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu (Mann dalam Azwar, 2000).

Sikap dosen terhadap e-learning dimaksudkan sebagai tendensi mental yang diaktualkan atau diverbalkan terhadap e-learning yang didasarkan pada pengetahuan atau perasaannya terhadap e-learning.

Berkaitan dengan komponen-komponen sikap, maka sikap terhadap e-learning

dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Komponen kognitif

(48)

dikatakan bahwa komponen kognitif menjawab pertanyaan-pertanyaan apa yang diyakini, dipikirkan dosen terhadap e-learning.

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan bagian sikap dosen yang muncul berdasarkan apa yang dirasakan dan reaksi emosional yang banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar dan berlaku berkaitan dengan apa yang dirasakan dosen terhadap infrastruktur e-learning, sistem dan aplikasi e-learning yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar, serta konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning sistem. Komponen ini menjawab pertanyaan-pertanyaan apa yang dirasakan dosen terhadap e-learning. Misalnya, dosen senang dengan murahnya penyelenggaran pendidikan seperti e-learning

maka hal tersebut termasuk komponen afeksi. Perasaan seperti senang atau tidak senang yang berhubungan dengan e-learning, termasuk komponen afektif. Jadi afektif menimbulkan evaluasi emosional terhadap objek.

c. Komponen konatif

Komponen konatif merupakan tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap e-learning yang menunjukkan bagaimana cara dosen berperilaku untuk bertindak terhadap infrastruktur e-learning, sistem dan aplikasi

(49)

internet, mengikuti seminar yang berhubungan dengan e-learning, ataupun membeli buku yang membahas tentang e-learning dan sebagainya merupakan contoh yang tergolong dalam komponen konatif.

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisa data dan pengambilan kesimpulan penelitian serta dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta, karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi (Hadi, 2000). Sejalan dengan yang diutarakan Hasan (2003) menyatakan bahwa jenis penelitian ini tidak mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel, dan tidak melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya berupa deskripsi mengenai variabel-variabel tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata atau kualifikasi lainnya untuk setiap kategori disuatu variabel. Dalam pengolahan dan analisis data menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif.

(51)

Kedua, deskripsi yang tepat mengenai proses-proses sosial yang kompleks dapat membantu kita untuk memahami faktor apa saja yang mempengaruhi suatu variabel dan faktor apa yang perlu diteliti lebih lanjut dalam penelitian berikutnya secara lebih mendalam.

Arikunto (1998) menyatakan bahwa pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian yang non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau fenomena.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah sikap dosen terhadap

e-learning.

B. Defenisi Operasional Variabel

Sikap dosen USU terhadap e-learning dimaksudkan sebagai bentuk evaluasi dosen USU terhadap penerapan sistem belajar e-learning yang didasarkan pada persepsi, perasaan maupun kecenderungan bertingkah laku dosen USU itu sendiri yang diuraikan berdasarkan defenisi dari kompnen e-learning. Adapun komponen

e-learning yang akan diukur dalam penelitian ini adalah: 1. Infrastruktur e-learning

(52)

perangkat berupa komputer, hub, switch, router, atau perangkat jaringan lainnya yang terhubung dengan menggunakan media komunikasi tertentu), internet (merupakan singkatan dari Interconnection Networking yang diartikan sebagai komputer-komputer yang terhubung di seluruh dunia) dan perlengkapan multimedia (alat-alat media yang menggabungkan dua unsur atau lebih media yang terdiri dari teks, grafis, gambar, foto, audio, video dan animasi secara terintegrasi). Termasuk di dalamnya peralatan teleconference

(pertemuan jarak jauh antara beberapa orang yang fisiknya berada pada lokasi yang berbeda secara geografis) apabila kita memberikan layanan synchronous learning yakni proses pembelajaran terjadi pada saat yang sama ketika pengajar sedang mengajar dan murid sedang belajar melalui teleconference.

2. Sistem dan aplikasi e-learning

Sistem dan aplikasi e-learning yang sering disebut dengan Learning Management System (LMS), yang merupakan sistem perangkat lunak yang mem-virtualisasi proses belajar mengajar konvensional untuk administrasi, dokumentasi, laporan suatu program pelatihan, ruangan kelas dan peristiwa

(53)

3. Konten e-learning

Konten e-learning merupakan konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning

sistem (Learning Management System). Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk misalnya Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia interaktif seperti multimedia pembelajaran yang memungkinkan kita menggunakan mouse, keyboard untuk mengoperasikannya) atau Text-based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran yang ada di wikipedia.org, ilmukomputer.com, dsb.). Biasa disimpan dalam Learning Management System (LMS) sehingga dapat dijalankan oleh peserta didik kapan pun dan dimana pun.

Gambaran sikap dosen USU terhadap e-learning diukur dengan menggunakan skala sikap berdasarkan 3 (komponen) sikap yaitu :

1. Komponen kognitif yaitu berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki serta dapat disamakan dengan pandangan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial terhadap e-learning

yang diuraikan berdasarkan komponen-komponennya.

2. Komponen afektif berkaitan dengan apa yang dirasakan dan reaksi emosional yang banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar dan berlaku terhadap e-learning yang diuraikan berdasarkan komponen-komponennya.

(54)

Skor tinggi yang diperoleh individu dari skala menunjukkan subjek memiliki sikap yang positif terhadap e-learning. Sedangkan skor rendah menunjukkan sikap negatif terhadap e-learning.

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah seluruh objek yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki suatu sifat yang sama (Hadi,1991). Sehubungan dengan hal ini, yang perlu mendapat perhatian bahwa sample harus mencerminkan keadaan populasinya, agar sampel dapat digeneralisasikan terhadap populasinya. Populasi dalam penelitian ini adalah dosen USU yang ada di Medan yang berjumlah 1.644 jiwa (sumber: bagian kepegawaian USU).

.

2. Teknik pengambilan sampel

Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan purposive sampling, dimana pemilihan sub kelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000), yaitu: a. Dosen yang masih aktif di USU (mengajar dan mengikuti perkuliahan

minimal 2 SKS).

(55)

Sugiarto (2003) berpendapat bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisis data dengan statistik, besar sampel yang paling kecil adalah 30, walaupun ia juga mengakui bahwa banyak peneliti lain menganggap bahwa sampel sebesar 100 merupakan jumlah yang minimum. Menurut Azwar (2005), secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak. Namun sesungguhnya tidak ada angka yang dapat dikatakan dengan pasti. Maka jumlah total dalam sampel penelitian adalah minimumnya sebanyak 60 orang.

D. Alat Ukur yang Digunakan

Alat ukur merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data di penelitian ini adalah metode self-reports. Menurut Hadi (2000) metode self-reports berasumsi bahwa:

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.

2. Apa yang dinyatakan subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya. 3. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya

adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

(56)

mengenai struktur atau perkembangan sikap beserta aspek-aspeknya (Azwar, 2000). Batasan konsep sikap yang digunakan pada skala sikap terhadap pendidikan e-learning adalah komponen kognitif (pikiran), afektif (perasaan) dan konatif (tendensi perilaku). Sedangkan untuk batasan komponen objek sikap hendaknya mencakup aspek objek sikap yang luas dan relevan, kemudian pengembangan objek sikap berdasarkan faktor-faktor yang relevan dengan objek itu sendiri (Azwar, 2000).

(57)

Tabel 2. Blue Print Distribusi Aitem Skala Sikap terhadap E-learning

(58)

Pendapat profesional (profesional judgement) di peroleh dengan cara berkonsultasi dengan dosen pembimbing.

2. Daya beda aitem

Daya beda suatu alat ukur dalam penelitian sangat diperlukan karena melalui daya beda aitem dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur melakukan fungsinya. Daya beda aitem dilakukan untuk mengukur konsistensi internal tiap-tiap aitem pada skala dengan mengkorelasikan skor aitem dengan skor total (Azwar, 2000).

Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) yang dikenal dengan sebutan parameter daya beda aitem. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan rix ≥0.30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30, daya pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix < 0.30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar, 2000). Penelitian ini menggunakan batasan rix ≥ 0.30.

(59)

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur adalah untuk mencari dan mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama, diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali penggunaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2000).

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1. Koefisien reliabilitas yang semakin mendekati angka 1 menandakan semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya, koefisien yang semakin mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas yang dimiliki. Menurut Azwar (2000) pengukuran pada aspek-aspek sosial-psikologis yang mencapai angka koefisien reliabilitas 1 tidak pernah dijumpai, dikarenakan manusia sebagai subjek pengukuran psikologis merupakan sumber eror yang potensial.

Teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas alat ukur adalah teknik koefisien Alpha Cronbach dengan bantuan program SPSS versi 15.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

(60)

mencapai koefisien korelasi minimal 0.30, daya pembedanya dianggap memuaskan. Semakin tinggi harga kritik, maka aitem tersebut semakin baik. Hasil uji coba skala sikap terhadap e-learning menghasilkan 53 aitem yang diterima dari 90 aitem yang diujicobakan. Indeks diskriminasi rix ≥0,3 dengan reliabilitas sebesar 0,916. Sebanyak 37 aitem yang dinyatakan gugur yaitu aitem nomor 2, 5, 9, 10, 13, 18, 24, 27, 30, 31, 33, 35, 39, 43, 45, 46, 48, 53, 55, 57, 59, 61, 64, 65, 67, 69, 71, 72, 76, 78, 81, 82, 84, 86, 88, 89 dan 90 dikarenakan tidak memenuhi indeks diskriminasi rix ≥0,3. Sedangkan untuk indeks aitem yang memiliki daya beda tinggi bergerak dari 0,326 sampai dengan 0,638 (N=53) yaitu aitem nomor 1, 3, 4, 6, 7, 8, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26 ,28, 29, 32, 34, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 44, 47, 49, 50, 51, 52, 54, 56, 58, 60, 62, 63, 66, 68, 70, 73, 74, 75, 77, 79, 80, 83, 85, dan 87.

(61)

Maka, aitem-aitem penelitian yang akan digunakan setelah dilakukan penomoran ulang dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Blue Print Distribusi Aitem Skala Sikap terhadap E-learning yang akan digunakan dalam penelitian

a. Rancangan alat dan instrumen penelitian

(62)

telah disediakan tempat untuk menjawab sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.

b. Permohonan izin

Sebelum peneliti melakukan pengambilan data, terlebih dahulu diawali dengan pengurusan surat izin untuk pengambilan data tryout di Universitas Negeri Medan dan surat izin untuk pengambilan data penelitian di USU. Kemudian peneliti meminta izin dan menetapkan tanggal untuk melakukan penelitian di Universitas Negeri Medan pada Fakultas Ilmu Sosial, Fakultas MIPA, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Fakultas Teknik dan Fakultas Bahasa dan Seni.

c. Uji coba alat ukur

Uji coba dilaksanakan pada tanggal 8 Februari 2010 sampai dengan 27 Maret 2010. Uji coba dilakukan pada dosen Fakultas Ilmu Pendidikan dan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan. Total skala yang disebarkan berjumlah 200 skala dan yang kembali sejumlah 100 skala. Dari 100 skala, yang memenuhi kriteria subjek penelitian adalah 88 skala. Maka total skala untuk uji coba adalah 88 skala.

d. Revisi alat ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada 88 subjek, peneliti menguji validitas dan reliabilitas skala sikap terhadap e-learning

(63)

pendidikan e-learning disusun dalam bentuk booklet yang nanti akan digunakan peneliti dalam mengambil data untuk penelitian.

2. Pelaksanaan penelitian

Penelitian untuk memperoleh data yang sesungguhnya dilakukan setelah diperoleh alat ukur yang telah diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya. Pengambilan data dilakukan pada dosen di USU.

Pengambilan data dilakukan mulai tanggal 10 Mei 2010 sampai dengan l Juni 2010. Peneliti mendapatkan bantuan dari Kepala Bagian Administrasi dan beberapa staff pegawai dari beberapa fakultas di USU dan beberapa mahasiswa USU untuk penyebaran skala. Adapun jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 60 orang.

3. Tahap pengolahan data

Setelah data skala sikap terhadap pendidikan e-learning terkumpul seluruhnya, maka data tersebut akan diolah dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 15.

F. Metode Analisis Data

(64)
(65)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab berikut ini diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dilanjutkan dengan hasil penelitian, analisa dan interpretasi data penelitian serta pembahasan.

A. Analisa Data

1. Gambaran umum subjek penelitian

Subjek penelitian adalah dosen di Universitas Sumatera Utara yang di ambil dari beberapa Fakultas, antara lain Fakultas Kedokteran, Fakultas Keperawatan dan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Psikologi, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Sastra, Fakultas Teknik dan Fakultas Farmasi. Jumlah sampel keseluruhan berjumlah 60 orang dan akan dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan.

a. Pengelompokan subjek berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 5. Persentase Subjek berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%)

Laki-laki 25 41,7 %

Perempuan 35 58,3 %

(66)

Tabel 5 menunjukkan jumlah subjek laki-laki, yaitu 25 orang (41,67%), dan subjek yang berjenis kelamin perempuan yang berjumlah 35 orang (58,33%).

b. Pengelompokan subjek berdasarkan usia

Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 6. Persentase Subjek berdasarkan Usia

Usia Jumlah (N) Persentase (%)

25 – 29 tahun 8 13,3 %

30 – 34 tahun 10 16,7 %

35 – 39 tahun 12 20 %

40 – 44 tahun 4 6,7 %

45 – 49 tahun 6 10 %

50 – 54 tahun 9 15 %

55 – 59 tahun 11 18,3 %

Total 60 100 %

Tabel 6 menunjukkan persentasi subjek berdasarkan usia yang terbanyak adalah dosen yang berusia 35-39 tahun sebanyak 12 orang (20%), sedangkan yang paling sedikit adalah dosen yang berusia 40-44 tahun sebanyak 4 orang (6,7 %).

c. Pengelompokan Subjek berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan pendidikan penyebaran subjek penelitian dapat digambarkan seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 7. Persentase Subjek berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Jumlah (N) Persentase (%)

S1 7 11,7 %

S2 45 75 %

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Tenaga Dosen menurut Umur dan Pendidikan di USU Umur Pendidikan
Tabel 2. Blue Print Komponen Distribusi Aitem Skala Sikap terhadap E-learning sebelum uji coba e-learning Komponen Sikap Jumlah
Tabel 3. Blue Print Distribusi Aitem Skala Sikap terhadap E-learning Komponen yang akan digunakan setelah uji coba e-learning Komponen Sikap Jumlah
Tabel 4. Blue Print Distribusi Aitem Skala Sikap terhadap E-learning Komponen yang akan digunakan dalam penelitian e-learning Komponen Sikap Jumlah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nothing herein shall impose any obligation on the part of the Assignee to pay any outstanding water, electricity, telephone, utilities, gas, sewerage, taxes,

Selain daripada itu Jakim telah menerima pakai cadangan Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Islam agar penyebaran fahaman-fahaman selain mazhab Syafi'i hendaklah dikawal bagi

Hal ini sesuai dengan tanggapan sebagian besar (82,14%) siswa yang menyatakan tidak setuju bahwa model PjBL tidak mengaitkan interdisisplin ilmu yang artinya sebagian

melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Laporan Tugas Akhir dengan Judul Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Menggunakan Metode Risk Based Bank Rating Pada PD

Berdasarkan data dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjuang yang dilakukan, disimpulkan bahwa assessment pada Ny.Rohmaniatin adalah : GIII P21 Ab000 post

Bibit yang sudah berakar harus dipindahkan ke bedeng aklimatisasi Pemeliharaan bibit yang berada di bedeng aklimatisasi (bibit yang memiliki akar dan 3 minggu berada

Diabetes Mellitus tipe 2 ( Non Insulin Independent Diabetes Mellitus atau NIDDM) Bentuk diabetes, yang menyumbang 90-95% dari mereka dengan diabetes, sebelumnya disebut

SMK Binawiyata Sragen adalah salah satu sekolah menengah kejuruan yang belum memakai sistem komputerisasi pada bagian peminjaman alat praktikum pada laboratorium