DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH DAN INVESTASI
SWASTA DI INDONESIA
TESIS
Oleh
BAKHTIAR EFENDI
077018026/EP
SE
K O L A H
P A
S C
A S A R JA
NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH DAN INVESTASI
SWASTA DI INDONESIA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
BAKHTIAR EFENDI
077018026/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH DAN INVESTASI SWASTA DI INDONESIA
Nama Mahasiswa : Bakhtiar Efendi
Nomor Pokok : 077018026
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Mengetahui Komisi Pembimbing
(Dr. Jonni Manurung, MS) (Wahyu Ario Pratomo, SE. M.Ec)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Murni Daulay. M.Si) (Prof. Dr. Ir. T Chairun Nisa.B,.M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal : 10 September 2009
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
“ Defisit Anggaran Pemerintah Dan Investasi Swasta Di Indonesia”.
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, September 2009 Yang membuat pernyataan,
Bakhtiar Efendi
ABSTRAK
Indonesia saat ini sedang melakukan konsolidasi fiskal dalam rangka mencapai kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Akan tetapi konsolidasi fiskal ini menghadapi beban berat berupa pembiayaan APBN yang selalu defisit karena penerimaan pajak yang kurang optimal. Di sisi lain rasio pengeluaran pemerintah semakin meningkat dari tahun ke tahun terhadap Produk Domestik Bruto untuk membiayai pembangunan yang diikuti dengan penurunan kurs rupiah terhadap dollar AS serta kenaikan BI rate untuk meredam inflasi dan penurunan kurs, semakin menambah beban APBN.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh defisit anggaran, pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunga kredit investasi terhadap investasi swasta di Indonesia dalam rentang waktu 1985 - 2007. Penelitian ini menggunakan metode estimasi Ordinary Least Square (OLS).
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa defisit anggaran pemerintah dan tingkat suku bunga kredit investasi mempunyai hubungan yang negatif dan menyebabkan crowding out terhadap investasi swasta di In donesia selama tahun periode pengamatan. Sementara GDP Indonesia mempunyai hubungan yang positif dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap investasi swasta di Indonesia selama masa periode pengamatan.
ABSTRACT
Indonesia has in pursuance of fiscal consolidation in order to reaching fiscal sustainability and stable economic growth. However fiscal consolidation face heavy burden in the form of high cost for APBN, be always deficit which less optimal tax. In order side ratio government expenditure showing trend add from year to year from Product Domestic Bruto for investmen depelopment and of followed with rupiah rate decrease to US dollar and also increased of BI rate to weaken Rupiah depreciation and decrease inflation, progressively add APBN burden
This research analyzes the budgeting deficit and economic growth and rate loan credit investment in 1985 - 2007. This research use Ordinary Least Square estimation method (OLS).
Pursuant to result of data analysis known that budgeting deficit and rate loan credit investment have negative impact so become crowding out for private investment in Indonesia during 1985 – 2007. But also GDP Indonesia have positif impact and influence significant for private investment in Indonesia during 1985 – 2007.
Keywords : Investment, Budgeting Deficit, Economic Growth, Rate Loan Credit
Investment, Private Investment, OLS
KATA PENGANTAR
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah serta bimbingan-Nya selama mengikuti perkuliahan dan
menyelesaikan tesis ini, yang berjudul ”Defisit Anggaran Pemerintah dan Investasi
Swasta di Indonesia”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak
mungkin tesis dapat terselesaikan. Untuk ini perkenankan penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.
2. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc dan Prof.Dr.Ir.A. Rahim Matondang,
MSIE selaku Direktur dan Pembantu Direktur I Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, atas kesempatan kami menjadi mahasiswa Program Magister
Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Murni Daulay M.Si, selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi
Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan
kami untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister Ekonomi
Pembangunan.
4. Bapak Dr. Jhonni Manurung MS, dan Bapak Wahyu Ario P SE, M.Ec, selaku
pembimbing yang telah memberikan perhatian dan dorongan melalui bimbingan
dan saran dalam penyelesaian tesis ini.
5. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, Bapak Drs Rahmat Sumanjaya MSi, dan Bapak
Kasyful Mahalli SE, M.Si, selaku dosen penguji. Terima kasih atas saran dan
6. Seluruh dosen dan Guru Besar pada Program Studi Ekonomi Pembangunan
Sekolah Pascasarjana USU.
7. Sembah sujud penulis kepada Ibunda tercinta, yang selalu memberikan semangat
kepada penulis, dan Ayahanda tercinta, yang terus mendukung untuk
menyelesaikan studi. Doa dan kasih sayang penulis selalu untuk keduanya.
8. Sebuah apresiasi yang tak terhingga saya sampaikan kepada Istri (Monarita ST)
dan Anak tercinta (Muthia Chairunnisa Andina Putri) yang telah senantiasa
memotivasi penulis dalam menyelesaikan studi ini.
9. Terima kasih juga kepada staf administrasi Sekolah dan teman – teman di Sekolah
Pascasarjana Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
Medan, 10 September 2009
Penulis,
(Bakhtiar Efendi)
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Bakhtiar Efendi
2. Tempat/tgl Lahir : Painan – Sumbar/27 Agustus 1976
3. Pekerjaan : -
4. Agama : Islam
5. Orang Tua :
a. Ayah : Y. Alui
b. Ibu : Yusmaneli
6. Alamat : Villa Setia Budi Permai Blok B No. 11
Jl. Kenanga Sari – Tj Sari Medan Selayang
7. Pendidikan :
a. SD : SDN No. 2 TAROK LAKITAN – PES SEL
b. SMP : SMPN LAKITAN – PES SEL – SUMBAR
c. SMA : SMAN LENGAYANG – PESISIR SELATAN
d. S1 : FE – USU (Ekonomi Pembangunan)
e. S2 : Sekolah Pascasarjana USU (Ekonomi Pembangunan)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Teori Investasi ... 6
2.3 Jenis Kebijakan Fiskal ... 9
2.4 Kesinambungan Fiskal ... 12
2.5 Efek Pembelian Pemerintah terhadap Batasan Anggaran ... 13
2.6. Surat Utang Negara (SUN) ... 14
2.7. Defisit Anggaran ... 15
2.8. Sebab-sebab Terjadinya Defisit Anggaran Pemerintah ... 18
2.9. Hubungan Teoritis antara Defisit Anggaran, PDB dengan Inflasi ... 20
2.10. Kontroversi Dampak Defisit Anggaran Pemerintah ... 24
2.10.1. Teori Ricardian Equivalence (RE) ... 24
2.10.2. Kelompok Neoklasik ... 25
2.10.3. Kelompok Keynesian ... 26
2.11. Penelitian Terdahulu ... 26
2.12. Kerangka Pemikiran ... 30
2.13. Hipotesis Penelitian ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 31
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 31
3.3 Defenisi Operasional Variabel ... 31
3.5 Analisis Data... 32
3.6 Uji Kesesuaian ... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 36
4.1. Krisis Global dan Kondisi Ekonomi Indonesia ... 36
4.2 Dampak Suku Bunga terhadap Pembiayaan Defisit Anggaran .... 40
4.3 Hubungan Defisit Anggaran dengan Surat Utang Negara (SUN).. 44
4.4 Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan ... 47
4.5 Kebijakan Fiskal (Analisis Kebijakan Fiskal) ... 48
4.6 Kebijakan Bidang Investasi ... 49
4.7. Analisa Hasil Persamaan ... 50
4.7.1. Uji Kesesuaian (Goodnes of Fit) ... 50
4.7.2. Uji Asumsi Klasik ... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 58
5.1. Kesimpulan ... 58
5.2. Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
4.1 Data Investasi Swasta, Budget Defisit, GDP dan Tingkat Suku
Bunga Kredit Investasi dari Tahun 1985 – 2007 ... 38
4.2 Uji Multikolinearitas ... 55
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Kurva Permintaan Investasi... 8
2.2 Kurva Kebijakan Fiskal Ekspansif ... 10
2.3 Kurva Kebijakan Fiskal Kontraktif ... 11
4.1 Pertumbuhan Investasi Swasta di Indonesia Tahun 1980-2007 ... 39
4.2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1980-2007 ... 40
4.3 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Investasi dari Tahun 1985 - 2007 ... 41 4.4 Perkembangan Defisit Anggaran dari Tahun 1985 – 2007 ... 46
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Investasi Swasta, Budget Defisit, GDP dan Tingkat Suku
Bunga Kredit Investasi dari Tahun 1985 - 2007 ... 62
2. Hasil olahan Data... 63
3. Hasil Uji Multikonearitas ... 64
4. Uji Autokolerasi ... 65
ABSTRAK
Indonesia saat ini sedang melakukan konsolidasi fiskal dalam rangka mencapai kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Akan tetapi konsolidasi fiskal ini menghadapi beban berat berupa pembiayaan APBN yang selalu defisit karena penerimaan pajak yang kurang optimal. Di sisi lain rasio pengeluaran pemerintah semakin meningkat dari tahun ke tahun terhadap Produk Domestik Bruto untuk membiayai pembangunan yang diikuti dengan penurunan kurs rupiah terhadap dollar AS serta kenaikan BI rate untuk meredam inflasi dan penurunan kurs, semakin menambah beban APBN.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh defisit anggaran, pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunga kredit investasi terhadap investasi swasta di Indonesia dalam rentang waktu 1985 - 2007. Penelitian ini menggunakan metode estimasi Ordinary Least Square (OLS).
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa defisit anggaran pemerintah dan tingkat suku bunga kredit investasi mempunyai hubungan yang negatif dan menyebabkan crowding out terhadap investasi swasta di In donesia selama tahun periode pengamatan. Sementara GDP Indonesia mempunyai hubungan yang positif dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap investasi swasta di Indonesia selama masa periode pengamatan.
ABSTRACT
Indonesia has in pursuance of fiscal consolidation in order to reaching fiscal sustainability and stable economic growth. However fiscal consolidation face heavy burden in the form of high cost for APBN, be always deficit which less optimal tax. In order side ratio government expenditure showing trend add from year to year from Product Domestic Bruto for investmen depelopment and of followed with rupiah rate decrease to US dollar and also increased of BI rate to weaken Rupiah depreciation and decrease inflation, progressively add APBN burden
This research analyzes the budgeting deficit and economic growth and rate loan credit investment in 1985 - 2007. This research use Ordinary Least Square estimation method (OLS).
Pursuant to result of data analysis known that budgeting deficit and rate loan credit investment have negative impact so become crowding out for private investment in Indonesia during 1985 – 2007. But also GDP Indonesia have positif impact and influence significant for private investment in Indonesia during 1985 – 2007.
Keywords : Investment, Budgeting Deficit, Economic Growth, Rate Loan Credit
Investment, Private Investment, OLS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat
dengan kebijakan lainnya. Seperti sektor moneter, neraca pembayaran dan sektor riil.
Keterkaitannya dengan neraca pembayaran antara lain tercermin dari sebagian
komponen penerimaan negara yang berasal dari penerimaan ekspor migas, defisit
domestik APBN, dan transaksi berjalan ditutup oleh utang luar negeri (pinjaman
program dan proyek).
Dalam kasus Indonesia, kebijakan fiskal mempunyai kendala (constraint),
terutama berasal dari stok utang yang sangat besar maka secara tidak langsung akan
berdampak pada kenaikan tingkat suku bunga yang pada akhirnya dapat menurunkan
tingkat investasi swasta yang disebut dengan Crowding-Out Effect sehingga
mempersempit perkembangan sektor swasta di Indonesia.
Namun jika defisit anggaran dapat membantu peningkatan perekonomian
nasional maka investor akan menjadi optimis mengambil keputusan untuk
Fenomena defisit anggaran di Indonesia, dimana pemerintah terpaksah
mengambil beberapa kebijakan dalam menanggulangi defisit anggaran untuk
meredam gejolak perekonomian pada jangka pendek, tetapi dapat menciptakan
akumulasi persoalan yang lebih besar pada jangka panjang. Karena sebagian besar
dari komponen kebijakan fiskal justru didominasi oleh unsur-unsur yang tidak
produktif dan dinamis, seperti pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri
serta penyisihan anggaran untuk keperluan rekapitalisasi perbankan.
Akibatnya APBN yang terkesan ekspansif, namun rincian kebijakan yang ada
di dalamnya sama sekali tidak menunjukan arah kebijakan dan menjadi program
guidlines yang dapat memberikan peluang stimulasi bagi aktivitas perekonomian dan
sektor swasta. Hal ini diperkuat dengan banyaknya proyek-proyek pembangunan
yang pengerjaanya dikuasai oleh kontraktor-kontraktor BUMN sehingga
mempersempit peluang sektor swasta yang seharusnya diajak bermitra untuk
memancing minat investasi swasta di Indonesia.
Di Indonesia pada beberapa tahun belakangan, dimana indikator makro
mengalami kondisi yang menunjukan terjadinya perbaikan namun di sisi lain, sektor
ekonomi riil tidak mengalami perbaikan atau malah terkesan lebih buruk. Angka
pengangguran tinggi, kemiskinan meningkat dan beberapa harga kebutuhan
Indonesia saat ini sedang melakukan konsolidasi fiskal dalam rangka
mencapai kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dan pertumbuhan ekonomi
yang stabil. Akan tetapi konsolidasi fiskal ini menghadapi beban berat berupa utang
publik yang cukup tinggi, subsidi yang semakin meningkat terutama subsidi BBM
dan penerimaan pajak yang kurang optimal. Kenaikan harga minyak dunia yang
diikuti dengan penurunan kurs rupiah terhadap dollar AS serta kenaikan BI rate untuk
meredam inflasi dan penurunan kurs, semakin menambah beban APBN.
Kebijakan subsidi yang dilakukan pemerintah selalu menimbulkan pendapat
pro dan kontra. Ada kalangan yang berpendapat bahwa subsidi itu tidak sehat
sehingga berapapun besarnya, subsidi harus dihapuskan dari APBN. Sementara pihak
lain berpendapat bahwa subsidi masih diperlukan untuk mengatasi masalah kegagalan
pasar.
Sedangkan dalam bidang investasi, pemerintah telah berupaya mengambil
suatu kebijakan untuk melakukan penyesuaian tarif pajak penghasilan badan dan
perorangan yang pada saat itu menggunakan tarif yang sama. Tarif pajak yang
sebelumnya berlaku adalah 15%, 25% dan 35% diturunkan menjadi 10%, 15% dan
30%. Penurunan ini menggambarkan bahwa tarif nominal diturunkan tetapi diikuiti
dengan perluasan pembayar pajak.
Selama tahun 2005, 2006, dan 2007 perekonomian Indonesia tumbuh cukup
dipertimbangkan dalam kegiatan perekonomian dunia. Hal ini dapat dilihat dengan
diundangnya Indonesia ke pertemuan kelompok 8-plus (G8plus) di Kyoto Jepang
pada bulan Juli 2008 bersama beberapa negara yang disebut BRIICS (Brasil, Rusia,
India, Indonesia dan South Africa). Pada tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia
sudah meliwati US$ 2.000, bahkan pada tahun 2009, GDP Indonesia ditetapkan di
atas angka 5.000 triliun Rupiah atau setara dengan US$ 555 milyar. Angka-angka ini
cukup mendukung estimasi bahwa pada tahun 2015 Indonesia sudah menjadi salah
satu raksasa ekonomi dunia dengan GDP di atas US$ 1 triliun. Namun masih banyak
hambatan yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia untuk menuju kesana,
misalnya; kondisi infrastruktur perekonomian (seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan
listrik), tingginya angka pengangguran (kisaran 9%), tingginya inflasi yang
disebabkan oleh meningkatnya harga energi dunia (sudah menyentuh 11,,%), belum
optimalnya kedatangan FDI ke Indonesia dan belum optimalnya peranan APBN
sebagai stimulus ekonomi (belum ekspansif).
Berdasarkan gambaran di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh
pengaruh defisit anggaran terhadap investasi swasta di Indonesia dari tahun 1985
sampai dengan 2007 dengan mengambil judul ”Defisit Anggaran dan Investasi
Swasta di Indonesia” sehingga akan diketahui apakah kondisi yang terjadi selama
kurun waktu tertentu terjadi Crowding-out Effect atau sebaliknya yang terjadi adalah
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Berapa besar pengaruh defisit anggaran terhadap investasi di Indonesia.
2. Berapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap investasi di
Indonesia.
3. Berapa besar pengaruh tingkat suku bunga terhadap investasi di Indonesia
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis berapa besar pengaruh defisit anggaran terhadap
investasi swasta di Indonesia.
2. Untuk menganalisis berapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap investasi swasta di Indonesia.
3. Untuk menganalisis berapa besar pengaruh tingkat suku bunga kredit
investasi terhadap investasi swasta di Indonesia
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan
fiskal
2. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat untuk berivestasi di Indonesia
3. Sebagai refrensi bagi peneliti selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Investasi
Teori Investasi adalah teori permintaan modal. Investasi adalah arus
pengeluaran yang menambah stok modal fisik atau dengan kata lain investasi adalah
jumlah yang dibelanjakan sektor usaha untuk menambah stok modal dalam periode
tertentu. Investasi biasanya menempati proporsi yang relatif sedikit dari permintaan
agregat, akan tetapi fluktuasi investasi menempati sebagian besar pergerakan siklus
bisnis dalam PDB. Salah satu alasan mengapa negara-negara dengan pertumbuhan
tinggi mereka mencurahkan bagian substansial dari output mereka ke dalam investasi
(Dornbush, 2004). Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik mengartikan investasi
sebagai suatu kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan ekonomi dengan
harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit) pada masa-masa yang akan datang.
Investasi merupakan unsur PDB yang paling sering berubah. Ada tiga bentuk
pengeluaran investasi yaitu investasi tetap bisnis, investasi tetap residensial, dan
investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan
baru oleh perusahaan, investasi residensial adalah pembelian rumah baru oleh rumah
tangga dan tuan tanah. Investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan
investasi finansial dan investasi non-finansial. Investasi finansial lebih ditujukan
kepada investasi dalam bentuk pemilikan instrumen finansial seperti penyertaan,
pemilikan saham, obligasi, dan sejenisnya. Sedangkan investasi non-finansial dalam
bentuk investasi fisik (kapital dan barang modal), termasuk pula inventori
(persediaan).
Menurut Sukirno, S (1999) mengartikan bahwa investasi adalah sebagai
pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk
membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk
menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa – jasa yang tersedia
dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini menunjukkan
perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang
akan datang. Adakalanya penanaman modal dilakukan untuk menggantikan
barang-barang modal yang lama yang telah haus dan perlu di depresiasikan.
Nanga, M (2005), investasi (investment) dapat didefenisikan sebagai
tambahan bersih terhadap stok kapital yang ada (net addition to existing capital
stock). Istilah lain dari investasi adalah pemupukan modal (capital formation) atau
akumulasi modal (capital accumulation). Dengan demikian di dalam makro ekonomi
pengertian investasi tidak sama dengan modal (capital). Dalam Makro ekonomi,
investasi memiliki arti yang lebih sempit, yang secara teknis berarti arus pengeluaran
yang menambah stok modal fisik. Investasi merupakan jumlah yang dibelanjakan
John Maynard Keynes mendasarkan teori tentang permintaan investasi atas
konsep efisiensi marjinal kapital (Marginal Efficiency of Capital atau MEC). Sebagai
suatu defenisi kerja, MEC dapat didefenisikan sebagai tingkat perolehan bersih yang
diharapkan (Expected net rate of return) atau pengeluaran kapital
tambahan.Tepatnya, MEC adalah tingkat diskonto yang menyamakan aliran
perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari
kapital tambahan. Secara matematis, MEC dapat dinyatakan dalam bentuk formula
sebagai berikut :
R1 + R2 + ... + Rn
Ck = ……….. (2.1)
(1 + MEC)1 (1 + MEC)2 (1 + MEC)3
Dimana R adalah perolehan yang diharapkan (expected return) dari suatu proyek, dan
Ck adalah biaya sekarang (current cost) dari modal tambahan.
Apakah suatu investasi itu dilakukan atau tidak, sangat bergantung pada
perbandingan antara present value (PV) di satu pihak dan current cost of additional
capital (Ck) di lain pihak. Kalau PV > Ck, maka diputuskan investasi dilakukan,
sebaliknya kalau PV < Ck diputuskan investasi tidak dilakukan. Sedangkan hubungan
permintaan investasi dan tingkat bunga (r) dengan MEC tertentu, oleh keynes
dinyatakan dalam bentuk fungsi sebagai berikut :
Secara grafik, hubungan antara investasi dan tingkat bunga dapat digambarkan
sebagai berikut :
Tingkat bunga (i)
i1
i2
0 I = I (i)
Investasi (I)
Gambar 2.1 Kurva Permintaan Investasi
2.2 Teori Kebijakan Fiskal
Kebijakan dibidang fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka
mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan
mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Dari sisi pajak jelas jika
mengubah tarif pajak yang berlaku maka akan berpengaruh pada perekonomian
nasional. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan
meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Sebaliknya kenaikan
pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri
secara umum. Dalam beberapa literatur terdapat beberapa perbedaan pandangan
mengenai kebajikan fiskal, terutama menurut teori Keynes dan teori klasik (Nopirin,
pengaruhnya terhadap output daripada kebijakan moneter. Hal ini didasarkan atas
pendapatnya bahwa, pertama elastisitas permintaan uang terhadap tingkat bunga kecil
sekali (extrim-nya nol) sehingga kurva IS tegak. Kebijakan fiskal yang ekspansif
akan menggeser kurva IS ke kanan sehingga output meningkat. Sedangkan ekspansi
moneter dengan penambahan jumlah uang beredar pada kurva IS yang tetap tidak
akan berpengaruh terhadap output. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal akan
lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan moneter.
2.3 Jenis Kebijakan Fiskal
Dari sudut ekonomi makro maka kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi
dua yaitu Kebijakan Fiskal Ekspansif dan Kebijakan Fiskal Kontraktif. Kebijakan
Fiskal Ekspansif adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan
kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan
dan pengeluaran pemerintah, pada saat munculnya kontraksional gap. Konstraksional
gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (YF) lebih tinggi dibandingkan
dengan output Actual ( ). Pada saat terjadi kontraksional gap ini kondisi
perekonomian ditandai oleh tingginya tingkat pengangguran dimana >
.
Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran
mekanisme peningkatan pengeluaran pemerintah ataupun penurunan pajak (T)
terhadap output adalah sebagai berikut, pada grafik (2.1) maka dapat dijelaskan
bahwa disaat pengeluaran pemerintah (∆G) naik atau selisih pajak (∆T) turun maka
akan menggeser kurva pengeluaran agregat keatas sehingga pendapatan akan naik
dari (Y1) menjadi (Yf).
Gambar 2.2 Kurva Kebijakan Fiskal Ekspansif
Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah dengan cara
menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan
untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik
anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang
mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. pada saat
munculnya ekpansionary gap. Ekspansionary gap adalah suatu kondisi dimana output
potensial (Yf) lebih kecil dibandingkan dengan output Actual ( ). Adapun
mekanisme penurunan pengeluaran pemerintah (G) ataupun kenaikan pajak (T)
terhadap output (Y) adalah sebagai berikut, secara grafik kebijakan fiskal kontraktif
diagram sebagai berikut:
Pada gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah (∆G)
turun atau selisih pajak (∆T) naik maka akan menggeser kurva pengeluaran agregat
ke bawah sehingga Pendapatan akan turun dari (Y1) menjadi (Yf)
2.4 Kesinambungan Fiskal
Ada berbagai pengertian kesinambungan fiskal. Ayumu Yamauchi (2004)
berpendapat bahwa kesinambungan fiskal akan terjadi jika nilai sekarang (present
value) dari kendala pengeluaran (expenditure constraint) yang akan datang dapat
dipenuhi tanpa harus melakukan koreksi atau penyesuaian fiskal untuk mencapai
keseimbangan.
Barnhill dan Kopits (2003) melihat bahwa kesinambungan fiskal merupakan interaksi antara keseimbangan anggaran primer dengan parameter kunci, yaitu
pertumbuhan dan tingkat bunga yang mempengaruhi pembayaran utang publik.
Sementara menurut Joseph Ntamatungiro (2004) menekankan bahwa fiskal akan aman jika terdapat kestabilan rasio utang terhadap PDB. Sementara itu, Edwards
(2002) berpendapat bahwa fiskal akan stabil bila rasio utang terhadap PDB bersifat
stasioner.
Chouraqui, Hagemann dan Sartor (1999) menegaskan bahwa suatu indikator minimal harus memenuhi tiga persyaratan yaitu implementasi dan interpretasi yang
prinsip-prinsip ekonomi positif (bukan normatif), dan adanya kesamaan persepsi dalam
perbandingan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari perbedaan-perbedaan
pengukuran dalam hubungan antar negara.
Defisit fiskal juga dapat berdampak negatif terhadap perekonomian. Mankiw
(2003) mencatat tiga efek yang dapat ditimbulkan oleh ekspansi anggaran pemerintah
yang terlalu ekspansif. Pertama, terjadinya ekspansi di sektor moneter yang berujung
pada peningkatan jumlah uang beredar (inflasi). Kedua, jika tidak ditangani dengan
baik, akan berlanjut dengan pelarian modal (capital flight) ke luar negeri. Di beberapa
negara, persentase capital flight terhadap utang pemerintah menunjukkan angka yang
cukup tinggi. Bahkan, Venezuela pernah memiliki persentase capital flight terhadap
utang pemerintah sebesar 240 persen pada akhir tahun 1988. Indonesia pernah
mengalami capital flight yang besar pada puncak krisis 1998. Ketiga, dalam jangka
panjang akan timbul pergeseran beban utang ke generasi yang akan datang.
2.5 Efek Pembelian Pemerintah terhadap Batasan Anggaran
Asumsikan bahwa pemerintah membeli output dengan harga G(t) per satuan
pekerja efektif per satuan waktu. Pembelian pemerintah diasumsikan bukan untuk
mempengaruhi utilitas dari konsumsi swasta, ini bisa terjadi jika pemerintah
memperuntukkan barang-barang untuk suatu aktivitas yang tidak mempengaruhi
swasta dan utilitas dari barang-barang yang disediakan pemerintah. Serupa halnya,
pembelian diasumsikan tidak mempengaruhi output masa mendatang; yaitu,
pembelian diperuntukkan untuk konsumsi publik dan bukan investasi publik.
Pembelian dibiayai dengan jumlah pajak dalam jumlah bulat G(t) per satuan pekerja
efektif per satuan waktu; dengan demikian pemerintah selalu menjalankan anggaran
berimbang.
Investasi sekarang sama dengan selisih antara output dan jumlah konsumsi
swasta dan pembelian pemerintah. Dengan demikian persamaan gerakan k adalah
( )
t f( ) ( ) (
k( )
t ct n g) ( )
k tk = − − +
menjadi k
( )
t = f( ) ( ) ( ) (
k( )
t −c t −G t − n+g) ( )
k tNilai G yang lebih tinggi menggeser tempat k = 0 ke bawah: semakin banyak barang
yang dibeli pemerintah, semakin sedikit yang bisa dibeli swasta, karenanya k tetap
konstan.
Untuk mengetahui implikasi model, andaikan bahwa ekonomi berada pada
jalur pertumbuhan seimbang dengan G(t) konstan pada suatu tingkatan GL(level), dan
bahwa terjadi peningkatan permanen tak terduga dalam G menjadi GH(high). Dari
(1.00), locus k = 0 bergeser ke bawah hingga sebesar peningkatan dalam G. Karena
pembelian pemerintah tidak mempengaruhi persamaan Euler, maka locus c = 0 tidak
Reaksi terhadap perubahan sedemikian, c harus melompat sehingga ekonomi
berada pada jalur pelana baru. Jika tidak, maka seperti sebelumnya, modal akan
menjadi negatip di suatu titik atau rumah tangga akan menumpuk kekayaan tak
terkira. Dalam kasus ini, penyesuaian mempunyai bentuk sederhana: c turun hingga
sebesar peningkatan dalam G, dan ekonomi segera berada pada jalur pertumbuhan
seimbang barunya. Secara intuitif, peningkatan permanen dalam pembelian
pemerintah dan pajak menurunkan kekayaan seumur hidup rumah tangga. Dengan
demikian konsumsi segera turun, dan persediaan modal dan suku bunga riil tak
terpengaruh.
2.6 Surat Utang Negara (SUN)
Pada tahun 2002 pemerintah memberlakukan Undang-Undang No. 24 Tahun
2002 tentang Surat Utang Negara (SUN). Sebelum undang-undang ini disahkan,
istilah Surat Utang Negara lebih dikenal sebagai “obligasi pemerintah”.
Surat Utang Negara terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara (SPN) semacam
T-Bills di AS - SPN merupakan SUN berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan
pembayaran bunga secara diskonto (mirip SBI) dan Obligasi Negara (ON)
merupakan SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon dan/ atau
pembayaran bunga secara diskonto
Tujuan penerbitan SUN adalah untuk membiayai defisit APBN dan menutup
pengeluaran pada rekening kas negara dalam satu tahun anggaran serta untuk
Mengelola portofolio utang negara.
2.7 Defisit Anggaran
Menurut Rahardja dan Manurung (2004) defisit anggaran adalah anggaran
yang memang direncanakan untuk defisit, sebab pengeluaran pemerintah
direncanakan lebih besar dari penerimaan pemerintah (G>T). Anggaran yang defisit
ini biasanya ditempuh bila pemerintah ingin menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Hal
ini umumnya dilakukan bila perekonomian berada dalam kondisi resesi.
Definisi dari defisit anggaran menurut Samuelson dan Nordhaus (2001)
adalah suatu anggaran dimana terjadi pengeluaran lebih besar dari pajak. Sedangkan
menurut Dornbusch, Fischer dan Startz defisit anggaran adalah selisih antara jumlah
uang yang dibelanjakan pemerintah dan penerimaan dari pajak.
Menurut Catao dan Terrones (2003) setiap periode t, pengeluaran pemerintah
(gt) dibiayai dengan pemungutan pajak, penerbitan obligasi pemerintah maupun
pencetakan uang. Jadi, masing-masing kendala anggaran disajikan dalam model
sebagai berikut:
... (2.4)
yang dikonsumsi dalam periode t , adalah tingkat pengembalian kotor riil obligasi
internasional dalam satu periode, τ adalah lump-sum pajak pada periode t, gt adalah
pengeluaran pemerintah periode t, Pt adalah tingkat harga, Mt adalah mata uang yang
diterbitkan pemerintah saat awal dari periode t. Antara dan M0 sudah tersedia.
Ketika <0 pemerintah berutang pada periode t.
Sedangkan kendala anggaran rumah tangga disajikan sebagai berikut:
... (2.5)
Dimana ct adalah konsumsi periode t, adalah nilai riil obligasi bebas resiko dalam
satu periode yang dipegang rumah tangga yang didapat pada awal periode t, aset ini
dicatat pada periode t, mt+1 mencatat keseimbangan uang yang dipegang oleh rumah
tangga antara t dan t+1, yt adalah pendapatan masyarakat periode t, τt adalah
lump-sump pajak pada periode t, pt adalah level harga. dan adalah tingkat pengembalian
kotor riil obligasi internasional dalam satu periode. Inisial persediaan dari danM0
sudah tersedia dan yt <<∞.
Dengan penawaran uang sama dengan permintaan uang (mt=Mt) dan bt+1 =
+ untuk seluruh t, maka kendala anggaran ekonomi secara luas adalah
... (2.6)
Dimana bi+1 adalah obligasi asing bersih yang dimiliki dalam suatu perekonomian
sebagai satu kesatuan dan b0 sudah tersedia, jadi akun tersebut didefinisikan sebagai
bt+1- bt.
Sedangkan Salomon dan Weet (2004) menuliskan kendala anggaran sebagai
berikut:
Dengan memperhatikan kasus tertentu di mana utang pemerintah tidak bisa
bertumbuh mengimplikasikan bahwa defisit anggaran secara keseluruhan pada
pokoknya dibiayai melalui penerbitan uang (seignorage). Dengan menetapkan
t
di mana B(t) adalah utang yang jatuh tempo pada periode t yang harus dibayar dan
bukan bergulir.
Dornbusch, Fischer, dan Startz (2000) mengatakan bahwa Pemerintah secara
keseluruhan, terdiri dari Departemen Keuangan bersama Bank Sentral dapat
membiayai defisit anggarannya dengan dua cara yaitu dengan menjual obligasi
maupun ”mencetak uang”. Bank Sentral dikatakan ”mencetak uang” ketika Bank
Sentral meningkatkan stok uang primer, umumnya melalui pembelian pasar terbuka
dengan membeli sebagian utang yang dijual Departemen Keuangan. Kendala
anggaran pemerintah ditulis :
Defisit anggaran = penjualan obligasi + peningkatan uang primer
Ada dua kemungkinan jenis hubungan yang terjadi antara defisit anggaran
dengan pertumbuhan uang. Pertama, dalam jangka pendek kenaikan defisit yang
disebabkan karena kebijakan ekpansioner akan cenderung menaikan suku bunga
nominal dan riil. Jika Banks Sentral menjaga supaya suku bunga tidak naik, maka
dilakukan tindakan dengan meningkatkan pertumbuhan uang. Kedua, pemerintah
dengan sengaja menaikan persediaan uang dengan maksud agar mendapat
2.8 Sebab-sebab Terjadinya Defisit Anggaran Pemerintah
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, untuk mempercepat pembangunan
diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam
negeri tidak mencukupi, biasanya negara elakukan pilihan dengan meminjam ke
luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila kekurangan itu
ditutup melalui penarikan pajak.
2. Rendahnya daya beli masyarakat, masyarakat di negara berkembang seperti
Indonesia yang mempunyai pendapatan per kapita rendah, dikenal mempunyai
daya beli yang rendah pula. Sedangkan barang-barang dan jasa-jasa yang
dibutuhkan, harganya sangat tinggi karena sebagian produksinya mempunyai
komponen impor, sehingga masyarakat yang berpendapatan rendah tidak
mampu membeli barang dan jasa tersebut. Barang dan jasa tersebut misalnya
listrik, sarana transportasi, BBM, dan lain sebagainya. Apabila dibiarkan saja
menurut mekanisme pasar, barang-barang itu pasti tidak mungkin terjangkau
oleh masyarakat dan mereka akan tetap terpuruk. Oleh karena itu, negara
memerlukan pengeluaran untuk mensubsidi barang-barang tersebut agar
masyarakat miskin bisa ikut menikmati.
3. Pemerataan pendapatan masyarakat, pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam
rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah. Indonesia yang mempunyai
wilayah sangat luas dengan tingkat kemajuan yang berbeda-beda di
kesatuan bangsa, negara harus mengeluarkan biaya untuk misalnya, pengeluaran
subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di
wilayah itu dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan
wilayah yang lebih maju. Kegiatan itu misalnya dengan memberi subsidi kepada
pelayaran kapal perintis yang menghubungkan pulau-pulau yang terpencil,
sehingga masyarakat mampu menjangkau wilayah-wilayah lain dengan biaya
yang sesuai dengan kemampuannya.
4. Melemahnya nilai tukar, Indonesia yang sejak tahun 1969 melakukan pinjaman
luar negeri, mengalami masalah apabila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya.
Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing,
sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan
rupiah. Apabila nilai tukar rupiah menurun terhadap mata uang dollar AS,maka
yang akan dibayarkan juga membengkak. Sebagai contoh APBN tahun 2000,
disusun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp. 7.100,-,
dalam perjalanan tahun anggaran telah mencapai angka Rp. 11.000,- lebih per
US$ 1.00. Apa artinya? Bahwa pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman
yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula.
Pengeluaran Akibat Krisis Ekonomi Krisis ekonomi Indonesia yang terjadi
tahun 1997 mengakibatkan meningkatnya pengangguran dari 34,5 juta orang
pada tahun 1996, menjadi 47,9 juta orang pada tahun 1999.3 Sedangkan
penerimaan pajak menurun, akibat menurunnya sektor-sektor ekonomi sebagai
daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara terpaksa
mengeluarkan dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan
pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin itu.
5. Pengeluaran karena inflasi, penyusunan anggaran negara pada awal tahun,
didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu
sendiri dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya.
Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat
meningkat tetapi jarang yang menurun.
Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya
pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggarannya tetap
sama. Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas
program, sehingga anggaran negara perlu direvisi.
2.9 Hubungan Teoritis antara Defisit Anggaran, PDB dengan Inflasi
Menurut perspektif ahli moneter, penawaran uang akan mendongkrak inflasi.
Jika kebijakan moneter diterapkan terhadap defisit anggaran, penawaran uang terus
meningkat dalam waktu yang lama. Permintaan agregat meningkat sebagai hasil dari
pembiayaan defisit ini, yang menyebabkan output meningkat di atas tingkat output
alamiah. Permintaan tenaga kerja yang meningkat akan menaikkan upah, yang pada
kurun waktu tertentu ekonomi kembali ke tingkat output alami. Akan tetapi, ini
terjadi dengan biaya pada tingkat harga lebih tinggi secara permanen.
Menurut pandangan ahli moneter, defisit anggaran bisa menyebabkan inflasi,
tetapi hanya sampai tingkat di mana defisit anggaran tersebut ditalangi (Hamburger
dan Zwick, 1981). Dalam model ahli moneter (dan neo-klasik), perubahan tingkat
inflasi sangat tergantung pada perubahan penawaran uang. Umumnya, defisit
anggaran tidak menyebabkan tekanan yang bersifat inflasi, tetapi mempengaruhi
tingkat harga melalui dampaknya pada agregat uang dan ekspektasi publik, yang pada
gilirannya memicu pergerakan harga. Hubungan sebab-akibat penawaran uang
didasarkan pada teori uang terkenal Milton Friedman, yang menyatakan bahwa inflasi
kapan saja dan di mana saja selalu merupakan fenomena moneter.
Teori tersebut menjelaskan bahwa pertumbuhan harga secara terus menerus
dan menetap selalu didahului atau disertai dengan peningkatan berkelanjutan dalam
penawaran uang. Ekspekatasi hubungan sebab-akibat bekerja melalui kendala
anggaran antar waktu, yang mengimplikasikan bahwa pemerintah harus mengalami
defisit masa sekarang, dan pada masa mendatang akan mengalami surplus anggaran
(Walsh, 1998). Satu cara yang mungkin untuk menghasilkan surplus adalah dengan
meningkatkan pendapatan dari pencetakan uang (seignorage), sehingga publik
mungkin mengharapkan pertumbuhan uang masa mendatang. Hubungan
defisit-inflasi juga dibahas dengan mempertimbangkan efek langsung defisit-inflasi pada utang
dinamis antara defisit pemerintah dan inflasi bisa berlangsung dalam salah satu dari
dua arah. Efek inflasi mengurangi nilai riil utang yang menonjol, atau inflasi
memperburuk posisi fiskal pemerintah disebabkan keterlambatan penagihan, yang
mengurangi pendapatan riil pemerintah (Dornbusch, 1990). Penurunan pendapatan itu
sendiri diterima sebagai faktor pendukung dalam proses inflasi oleh peningkatan
penawaran uang untuk membiayai defisit yang dipicu inflasi ini (Tanzi, 1991’
Aghevli & Khan, 1978).
Penelitian empiris tentang hubungan antara defisit dan inflasi menghasilkan
hasil-hasil yang saling bertentangan. Walaupun arah sebab-akibat umumnya diterima
dari defisit ke inflasi namun bukti empiris tentang sebab-akibat satu arah ini tidak
konklusif (misalnya, Abizadeh & Yousefi, 1998; Ahking & Miller, 1985; Barnhart &
Darrat, 1988; Dwyer, 1982; Hamburger & Zwick, 1981; Hondroyannis & Papapetrou,
1997). Walaupun beberapa studi memberikan hasil yang mendukung ide bahwa
inflasi disebabkan defisit, namun dalam banyak studi tidak ada bukti yang signifikan.
Di lain pihak, Aghevli dan Khan (1978), Ahking dan Miller (1985), Barnhart dan
Darrat (1988), Hondroyiannis dan Papapetrou (1997) menemukan hubungan
sebab-akibat dua-arah antara defisit dan inflasi. Sebagian besar studi empiris menyesuaikan
pendekatan ad hoc dengan menggunakan teknik ekonometrika.
Tampaknya hubungan “defisit anggaran-inflasi” ternyata menunjukkan
interaksi dua-arah, yaitu bukan hanya defisit anggaran melalui dampaknya pada uang
mempunyai efek feedback yang mendongkrak defisit anggaran. Pada dasarnya,
proses ini bekerja melalui keterlambatan yang signifikan dalam penagihan pajak.
Masalahnya terletak pada fakta bahwa saat pengumpulan pajak dan saat pembayaran
yang seharusnya dilakukan tidak bertepatan dengan pembayaran yang biasanya
dilakukan di hari kemudian. Menurut pandangan ini, inflasi tinggi selama
keterlambatan waktu seperti ini akan mengurangi beban pajak riil. Karena itu
mungkin dialami fenomena penguatan-sendiri sebagai berikut: berlarut-larutnya
defisit anggaran menjadikan inflasi membubung tinggi, yang pada gilirannya
menurunkan pendapatan pajak riil; kemudian penurunan dalam pendapatan pajak riil
mengharuskan peningkatan lebih jauh pada defisit anggaran dan seterusnya. Dalam
literatur ekonomi ini biasanya disebut sebagai efek Olivera-Tanzi.
Seperti yang ditunjukkan Sachs dan Larain (1993), bukti dari negara-negara
sedang berkembang pada tahun 1980-an menguatkan kesimpulan bahwa proses
penguatan-sendiri ini juga bisa mengganggu stabilitas ekonomi dan menyebabkan
inflasi yang sangat tinggi. Beberapa peneliti juga mengajukan bahwa pembiayaan
defisit anggaran dengan menggunakan akumulasi utang domestik ternyata hanya
menangguhkan pajak inflasi. Jika pemerintah menalangi defisit anggarannya dengan
mencetak uang sekarang, maka di masa mendatang beban menangani stok utang
pemerintah yang sudah ada sebelumnya akan lebih mudah. Pembayaran bunga yang
menambah pengeluaran pemerintah di periode berikutnya tidak akan menimbulkan
berjalannya waktu. Seperti yang ditegaskan Sachs dan Larrain (1993), “meminjam
hari ini bisa menangguhkan inflasi, tetapi dengan risiko inflasi yang bahkan lebih
tinggi di masa mendatang”.
Sargent dan Wallace (1981) mengamati bahwa bila otoritas fiskal menetapkan
anggaran secara tersendiri, otoritas moneter hanya bisa mengontrol ketepatan-waktu
inflasi. Baru-baru ini muncul teori dengan arah baru, yang juga bisa dipandang
sebagai perluasan dari hipotesa inflasi ditangguhkan. Menurut teori fiskal baru
tentang tingkat harga (lihat Komulainen & Pirttila, 2000 dan Carzoneri, Cumby &
Diba, 1998) ada dua aturan untuk penentuan harga. Yang pertama disebut dengan
rezim “dominan moneter”, dimana kebijakan moneter menentukan tingkat harga, dan
kebijakan fiskal akan bereaksi terhadap kebijakan moneter. Pemerintah
menyeimbangkan batasan antar-waktunya dengan menerima inflasi sebagaimana
terjadi. Sebaliknya, dalam rezim “dominan fiskal”, tingkat harga ditentukan oleh
batasan anggaran antar-waktu. Jika surplus masa mendatang tidak cukup untuk
menutupi defisit, tingkat harga harus disesuaikan ke level lebih tinggi, yang
menurunkan nilai riil utang pemerintah. Kebijakan moneter akan bereaksi terhadap
rezim “dominan fiskal”: penawaran uang bereaksi terhadap perubahan tingkat harga
untuk membawa persamaan permintaan uang kepada titik keseimbangan (Carlston &
2.10 Kontroversi Dampak Defisit Anggaran Pemerintah
Dampak defisit anggaran terhadap perekonomian secara teoritik dipenuhi oleh
kontrovesi, yang paling umum ada tiga kelompok yang berbeda pendapat dalam hal
dampak defisit anggaran terhadap perekonomian, diantaranya ;
2.10.1 Teori Ricardian Equivalence (RE)
Teori ini merupakan pengembangan dari teori pendapatan permanen dan
hipotesis siklus hidup (Permanent Income and Life Cycle Hypotesis atau PILCH).
Dalam teori ini bahwa belanja pemerintah, pajak dan utang pemerintah yang tidak
ada dalam PILCH diintroduksikan ke dalam model. Kesimpulan dari teori RE adalah
kebijakan defisit anggaran tidak mempunyai pengaruh terhadap perekonomian.
Termasuk di dalamnya investasi, suku bunga dan tingkat harga.
Dalam teori RE diasumsikan bahwa dalam perekonomian hanya terdapat satu
pelaku ekonomi (a representative agent) yang hidup sepanjang waktu (infinite
horizon). Secara umum model RE dapat diformulasikan sebagai berikut. Semua
rumah tangga yang hidup dalam pasar uang sempurna aka memaksimalkan fungsi
Rumah tangga menghadapi kendala anggaran yaitu :
Di mana U = utilitas rumah tangga, C = konsumsi rumah tangga, mewakili
prefensi waktu serta R yang sama dengan (1/(1+r) mewakili faktor diskonto,
sedangkan r adalah suku bunga, (Y-G) adalah pendapatan yang siap dibelanjakan
yang merupakan selisih antara pendapatan nasional dikurangi dengan pajak. Atau
semua pengeluaran pemerintah dibiayai dengan pajak (G=T).
2.10.2 Kelompok Neoklasik
Kelompok Neoklasik lebih menekankan pada pembahasan pada efek dari
defisit anggaran yang permanent. Berheim (1989) menyebutkan bahwa model
Neoklasik yang standar mendasarkan diri pada tiga karakter pokok. Pertama, pelaku
ekonomi mempunyai masa hidup yang terbatas (finite horizon). Kedua, tingkat
konsumsi optimal ditentukan oleh solusi optimasi antarwaktu (intertemporal
optimization). Ketiga, setiap periode waktu terjadi keseimbangan pasar.
Model Neoklasik serupa dengan model Ricardian. Dalam model Ricardian,
satu pelaku ekonomi hidup sepanjang masa, sedangkan dalam model Neoklasik ada
dua pelaku ekonomi yang hidup dalam periode yang berbeda. Hubungan
pelaku ekonomi di masa sekarang tetap peduli terhadap pelaku ekonomi generasi
penerus, tetapi tidak sepenuhnya
2.10.3 Kelompok Keynesian
Berheim (1989) menunjukan tiga ciri aliran Keynesian yang membedakan
dengan aliran yang lain. Pertama, kelompok Keynesian berpendapat bahwa ada
kemungkinan sumber daya yang tidak digunakan secara penuh. Kedua, pelaku
ekonomi mempunyai pandangan yang bersifat jangka pendek (myopic). Sifat ini
menggambarkan adanya hubungan antar generasi yang erat. Ketiga, aliran Keynesian
lebih memfokuskan diri pada efek defisit anggaran temporer yang desebabkan oleh
fluktuasi perekonomian.
2.11 Penelitian Terdahulu
Bahmani-Oskooee (2006), meneliti tentang apakah terjadi dampak crowding
out atau crowd in terhadap investasi swasta di Eropa dengan metode Eror Corection
Model dan analisa Cointegration dengan menggunakan data 9 negara eropa (Austria,
Finlandia, Francis, Jerman, Itali, Belanda, Spanyol, Yunani dan Inggris dari tahun
1965 - 1999. Penelitiannya menyebutkan bahwa pengalaman di Finlandia, Itali dan
(Francis, Jerman, Spanyol, Yunani, Inggris, Austria) terjadi crowding out terhadap
investasi swasta.
Kustepeli (2005), menelitii dan menganalisis tentang efektifitas kebijakan
fiscal dalam konteks hipotesis crowding out terhadap investasi swasta dalam
pengambilan kebijakan fiscal yang dilakukan oleh pemerintah turkey. Penelitian
tersebut menggunakan kointegrasi johansen yang menghasilkan bahwa pendapat
Keynes dan pendapat neokalsik tentang akibat dari kebijakan fiscal yang diambil oleh
pemerintah turkey berlaku terjadi di turki. Ketika terjadi peningkatan pada
pengeluaran pemerintah ditemukan crowding out terhadap investasi swasta.
Disimpulkan bahwa defisit angaran menimbulkan crowding out efek terhadap
investasi swasta.
Romer dan Romer (2007), meneliti tentang pengaruh perubahan pajak dan
level pajak terhadap variable ekonomi makro yang mendasarkan pada ukuran
guncangan fiskal. Hasil temuan dari penelitian ini adalah bahwa kenaikan pajak
merupakan kebijakan yang bersifat kontraksi terhadap perekonomian. Pengaruhnya
sangat signifikan dan merugikan bagi perekonomian, karena efek perubahannya lebih
besar dari pada perubahan tingkat pajak itu sendiri. Efek yang paling besar pengaruh
negatifnya adalah pajak yang berhubungan dengan investasi.
Dengan menggunakan data tahun 1974–1985 , hasilnya bahwa budget defisit dapat
menaikan tingkat suku bunga.
Hayashi (1987) dan Kotlikoff (1998) berpendapat bahwa defisit anggaran yang dibiayai dengan pengurangan pajak di masa sekarang akan meningkatkan
kekayaan pelaku ekonomi yang hidup dimasa sekarang. Peningkatan kekayaan itu
akan meningkatkan komsumsi dan mengurangi tabungan. Obligasi yang dikeluarkan
oleh pemerintah tidak akan terserap semuanya oleh tabungan masyarakat yang
berkurang. Karena jumlah obligasi lebih besar dari tabungan. Obligasi hanya akan
dibeli oleh masyarakat jika suku bunganya lebih tinggi. Maka keseimbangan yang
baru dengan tingkat bunga yang lebih tinggi akan tercapai. Peningkatan suku bunga
pada proses berikutnya akan menyebabkan pengurangan investasi swasta (crowding
out).
Adapun Gupta et al. (2002) melakukan studinya dengan kasus 39 negara ESAF dan PRGF dengan kurun waktu 1990-2000. Studi tersebut lebih dimaksudkan
untuk mengetahui apakah fiscal adjustment dan perbaikan komposisi pengeluaran
pemerintah memiliki manfaat baik bagi pertumbuhan ekonomi di negara-negara
miskin. Sumber pembiayaan pemerintah juga diamati di sini dengan dilatarbelakangi
kenyataan bahwa selama ini studi-studi yang ada belum memperhatikan apakah
defisit yang dibiayai dari luar negeri memiliki perbedaan dampak terhadap
pertumbuhan dibandingkan defisit yang dibiayai dengan sumber-sumber dana dalam
Berkaitan dengan defisit fiskal, dampak yang ditimbulkan terhadap
perekonomian akan berbeda. Hal ini bergantung pada cara pemerintah mengatasi
kekurangan tersebut. Hoogendorn (1996) melengkapi analisis dengan 2 kemungkinan solusi yang diambil pemerintah untuk keluar dari defisit. Pertama, melakukan
pinjaman ke swasta. Sejalan dengan pemikiran Neoklasik, skenario ini akan
melahirkan efek tekanan terhadap swasta dalam hal kesempatan berinvestasi. Kedua,
menambah penerimaan pajak, misalnya melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan
perbaikan administrasi.
Gale and Orszag (2004), menemukan hubungan antara defisit anggaran
dengan tabungan nasional dan tingkat bunga di Amerika Serikat. Defisit anggaran
akan menurunkan tingkat tabungan nasional dan akan meningkatkan tingkat suku
bunga dan dalam jumlah yang signifikan pengaruhnya terhadap perekonomian.
Cuddington (1996) yang mengemukakan bahwa jika suatu perekonomian menciptakan rasio PDB-utang yang konstan pada laju pertumbuhan ekonomi tertentu
dan tingkat suku bunga riil yang konstan, dimana laju pertumbuhan ekonomi lebih
besar daripada tingkat suku bunga riil, maka defisit fiskal dapat dikatakan
berkesinambungan. Dalam hal ketahanan utang, ada dua pendapat mengenai wacana
indikator, yaitu mereka yang berpegang pada surplus primer dan yang berpegang
pada rasio utang terhadap PDB. Beberapa penulis seperti Cohen (2000) menggunakan parameter rasio utang terhadap PDB sebagai indikator ketahanan fiskal. Pertumbuhan
Di Indonesia, pemantauan terhadap perkembangan utang swasta dilakukan
oleh Bank Indonesia. Menurut Keppres No. 39/1991 dan Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No. 2/22/PBI/2000, sektor perbankan swasta harus mendapatkan persetujuan
dari Bank Indonesia dalam mencairkan pinjaman luar negeri dan melaporkan
realisasinya. Lembaga swasta non bank atau non lembaga keuangan cukup
melaporkan saja transaksi yang terjadi. Sistem pelaporan yang digunakan adalah
External Debt Information System (EDIS).
Maryatmo (2004), melaukan penelitian yang bertujuan untuk mengamati
dampak dari kebijakan deficit anggaran yang dilakukan oleh pemerintah terhadap
variable makro ekonomi secara umum dan khususnya variable moneter dalam jangka
panjang dan jangka pendek. Penelitian ini menggunakan spesifikasi model rasional
ekspektasi yang memungkinkan pengambil keputusan untuk mengcegah efek – efek
yang lain.
Model tersebut mengkonstruksi 8 persamaan jangka panjang dan delapan
persamaan jangka pendek dan 12 persamaan identitas. Pengestimasian menggunakan
metode two stage least square hasil penelitian menunjukkan bahwa deficit anggaran
mempengaruhi tingkat suku bunga dalam jangka panjang dan jangka pendek. Dan
defisit anggaran juga berpengaruh terhadap nilai tukar dan tingkat harga dalam
jangka panjang hasil uji causal memperlihatkan bahwa nilai tukar dan tingkat harga
2.12 Kerangka Pemikiran
Pert. Ekonomi
Pemerintah Defisit Anggaran
S w a s t a I n v e s t a s i
Suku Bunga Kredit Investasi
Kerangka berpikir :
Gambar 2. 4 Kerangka Berfikir
2.13 Hipotesis Penelitian
Dari uraian di atas dan dikaitkan dengan teori-teori serta penelitian terdahulu
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
2. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap investasi swasta di
Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Medan dimulai Februari 2009. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap
variabel terikat.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Adapun data yang diambil dari penulis dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang berasal dari publikasi-publikasi resmi, seperti Badan Pusat Statistik,
Buku APBN, Departemen Keuangan beberapa tahun, dan penelitian sebelumnya.
3.3. Defenisi Operasional Variabel
Untuk meragamkan persepsi dalam penulisan ini, maka disajikan beberapa
defenisi orperasional variabel yang diuraikan sebagai berikut :
1. Defisit Anggaran Pemerintah adalah selisih jumlah pengeluaran pemerintah
lebih kecil dari pada penerimaan pemerintah dari pajak yang dinyatakan dalam
2. Investasi Swasta adalah pengeluaran untuk pembentukan modal bagi swasta
untuk pembelian aset yang dinyatakan dalam rupiah
3. Pertumbuhan Ekonomi adalah pertumbuhan output riil yang diproxy ke dalam
Produk Domestik Bruto (PDB) dalam jangka waktu satu tahun yang dinyatakan
dalam rupiah
4. Tingkat Suku Bunga Pinjaman Kredit Investasi adalah jumlah yang harus
dibayarkan peminjam kepada perbankan untuk membiayai investasi
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan,
dengan analisis data sekunder dari publikasi resmi institusi yang berhubungan dengan
penelitian ini. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : defisit
anggaran pemerintah, investasi (private investment), pertumbuhan ekonomi dan
tingkat suku bunga kredit investasi.
3.5 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara analisis kuantitatif berupa pengolahan
data yang diperoleh berdasarkan metode statistik. Pengolahan data dengan
menggunakan pengujian OLS. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah
log (INVES) = a + bBUD + c log(GDP) + d log (RLN) + ut.
t
ε = stochastic term eror dari pertumbuhan ekonomi
dimana :
I = Investasi
a = Intercept
BUD = Defisit Anggaran Pemerintah (%)
GDP = Pertumbuhan Ekonomi diproxi dengan PDB (Rupiah)
RLN = Tingkat Suku Bunga Kredit Investasi (%)
3.6 Uji Kesesuaian
a. Koefisien determinasi (R-Square)
Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar
variabel-variabel independen secara bersama mampu memberikan penjelasan mengenai
variabel dependent.
b. Uji t-statistik
Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan memenuhi masing-masing
koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap dependent variabel. Dengan
menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis
Ho : b1 = b
Ha : b1 > b atau b1< b
dimana bi adalah variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b
dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y. bila nilai t hitung >
t – tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa
variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap
variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :
(bi) Se
b) -(bi ti =
dimana :
bi = Koefisien variabel independen ke
b = Nilai hipotesis 0
Se (bi) = Simpangan baku dari variabel ke 1
c. Uji F-statistik
Uji f-statistik digunakan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh
koefisien regresi signifikan secara bersama-sama terhadap dependent vriabel.
Untuk uji F digunakan hipotesis :
Ha : b1≠ b2≠ b3 …. = bk = 0
Jika fhitung > ftabel maka Ho ditolak, yang berarti nilai variabel independen
secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.
Nilai f hitung diperoleh dengan rumus :
f' =
K = Jumlah variabel independen ditambah intecept dari suatu model persamaan
n = Jumlah sampel
d. Uji Multikolinieriti
Uji multikolinieriti digunakan untuk mengetahui apakah di dalam model
regresi yang digunakan terdapat korelasi yang sempurna diantara
variabel-variabel yang menjelaskan independen variabel-variabel. Suatu model regresi linear akan
menghasilkan estimasi yang baik apabila model tersebut tidak mengandung
multikolinieriti. Multikolinieriti terjadi karena adanya hubungan yang kuat antara
e. Uji Auto Korelasi
Uji Auto korelasi digunakan untuk mengetahui apakah di dalam model
yang digunakan terdapat autokorelasi diantara variabel-variabel yang diamati.
Uji Durbin-Watson dirumuskan sebagai berikut :
d =
Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut :
Ho : ρ = 0 -> berarti tidak ada autokorelasi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Krisis Global dan Kondisi Ekonomi Indonesia
Krisis keuangan global yang dimulai dengan krisis keuangan di negara
Amerika Serikat, sudah mulai merambah ke hampir seluruh perekonomian
negara-negara yang menganut sistem ekonomi terbuka. Jerman, dengan ekonominya yang
dikenal sangat baik di antara negara-negara Uni Eropa sudah menyatakan, kondisi
ekonominya sudah memasuki masa resesi ekonomi.
Demikian juga dengan negara-negara lain yang tergabung dengan Uni Eropa
sedang menghadapi kondisi ekonomi yang tidak menggembirakan. Walaupun masih
malu-malu untuk menyatakan secara resmi seperti dilakukan oleh Jerman. Kondisi
ekonomi yang semakin sulit juga sudah melanda negara Jepang. Tidak terkecuali
negara-negara yang sekarang disebut the new emerging market akan dan sebagian
sedang menghadapi masalah serupa termasuk Indonesia.
Lanjutan pengaruh dari jumlah ekspor menurun, antara lain, kegiatan produksi
akan terganggu dan sebagian unit produksi akan dihentikan beroperasi, industri
pengolahan akan mengurangi membeli sebagian bahan baku dari suplier termasuk
kehilangan bisnis mereka dan tidak ada kegiatan, pendapatan pekerja akan berkurang
atau tidak memiliki pendapatan. Di saat jumlah pekerja yang menganggur relatif
besar, sangat sensitif terjadinya gejolak social.
Pemerintah dihadapkan dengan penerimaan devisa dan penerimaan pajak akan
berkurang. Ketika sumber-sumber penerimaan negara terganggu dengan semakin
berkurangnya penerimaan negara, konsekuensinya, transfer pemerintah pusatl seperti
DAU, DAK, DBH (pajak dan SDA) kepada pemerintah daerah (provinsi, kabupaten,
dan kota) akan berkurang juga tentunya.
Target pemerintah nasional pada penerimaan pajak tahun 2008 akan sulit
dicapai 100 persen dapat direalisasikan. Karena banyak pelaku bisnis bermohon
penangguhan pembayaran pajak dan sebagian juga sudah tidak punya kemampuan
untuk membayar kewajiban pajak mereka. Keadaan seperti ini akan berlanjut di tahun
2009, sehingga dapat diprediksi bahwa penerimaan negara dari pajak akan berkurang.
Artinya kemampuan keuangan serta anggaran negara akan juga berkurang tahun 2009
dan kemungkinan besar masih terjadi di tahun 2010.
Fluktuasi perubahan harga BBM di pasaran dunia yang sulit diperkirakan sejak dini,
memaksa pemerintah nasional harus menambah biaya subsidi BBM. Akhir-akhir ini
harga minyak mentah di pasaran global sedang mengalami penurunan, dan
pemerintah nasional secara resmi telah mengumumkan akan menurunkan harga
premium. Walaupun diturunkan sedikit harga premium, harga jualnya kepada
pemerintah harus melindungi masyarakatnya dengan mensubsidi sebagian harga
BBM dan listrik.
Beberapa permasalahan ekonomi Indonesia yang masih muncul saat ini
dijadikan fokus program ekonomi 2008 - 2009 yang tertuang dalam Inpres Nomor 5
tahun 2008 yang memuat berbagai kebijakan ekonomi yang menjadi target
pemerintah diantaranya adalah sektor investasi dan kondisi ekonomi makro
nasional.
Tabel 4.1 Data Investasi Swasta, Budget Defisit, GDP dan Tingkat Suku Bunga Kredit Investasi dari Tahun 1985 – 2007
1985 27117.85532 -1.22767 696,306.31 22.74
1986 30338.91651 -3.02854 737,217.84 21.17
1987 37686.63107 -0.5082 773,530.00 22.23
1988 43171.31691 -2.22216 818,238.89 22.26
1989 58479.0673 -0.66133 879,258.37 21.23
1990 64668.90619 1.156659 942,929.45 22.6
1991 78875.12504 -0.79982 1,008,466.48 24.93
1992 86068.02673 -1.12803 1,073,610.67 22.67
1993 97212.76777 0.521566 1,146,787.80 19.03
Sumber: Bank Dunia
1995 145117.8691 1.319739 1,334,628.94 19.27
1996 163453.1062 0.761818 1,438,973.07 19.16
1997 199301.0762 -1.20007 1,506,602.70 26.19
1998 160327.3835 -1.70135 1,308,835.10 35.2
1999 125010.9477 -2.81404 1,319,189.64 23.54
2000 309163.801 -1.2499 1,389,769.90 18.02
2001 379624.3593 -2.78494 1,440,405.70 21
2002 398816.4694 -2.13161 1,505,216.40 18.97
2003 523707.6658 -1.6502 1,577,171.30 12.43
2004 554025.5657 -1.14051 1,656,516.80 11.55
2005 648776.3372 -0.74133 1,750,815.20 16.02
2006 765832.9385 -0.9 1,847,292.90 15.42
2007 947234.346 -1.2 1,963,974.30 13.11
Keterangan :
INVES = Investasi Swasta
BUD = Defisit Anggaran Pemerintah
GDP = General Domestik Produk
RLN = Tingkat Suku Bunga Kredit Investasi