• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi Dan Lama Penyimpanan Larutan Kitosan Terhadap Adsorpsi Ion Fe Dengan Metode Spektrofotometri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi Dan Lama Penyimpanan Larutan Kitosan Terhadap Adsorpsi Ion Fe Dengan Metode Spektrofotometri"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

METODE SPEKTROFOTOMETRI

SKRIPSI

TRESNA NAIBAHO

050802048

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

METODE SPEKTROFOTOMETRI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana Sains

TRESNA NAIBAHO

050802048

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PENYIMPANAN LARUTAN KITOSAN TERHADAP ADSORPSI ION Fe DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

Kategori : SKRIPSI

Nama : TRESNA NAIBAHO Nomor Induk Mahasiswa : 050802048

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Januari 2010

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof.Dr.Zul Alfian,M.Sc Prof.Dr.Harry Agusnar,M.Sc.,M.Phill NIP. 131 273 465 NIP. 131 273 466

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PENYIMPANAN LARUTAN KITOSAN TERHADAP ADSORPSI ION Fe DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2010

(5)

PENGHARGAAN

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, berkat kasih dan karunia-Nya dalam setiap pimpinan-Nya setiap saat. Dalam masa-masa tersulit maupun terberat Tuhan tetap teguhkan penulis hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Dengan kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof.Dr.Harry Agusnar,M.Sc.,M.Phill selaku pembimbing 1 dan Bapak Prof.Dr.Zul Alfian,M.Sc selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan saran kepada penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini dan kepada Bapak Prof.Dr.Harlem Marpaung selaku Kepala Laboratorium bidang Kimia Analitik FMIPA USU yang telah memberikan dorongan dan saran-saran kepada penulis. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, Ibu Dr.Rumondang Bulan Nst,M.Sc dan Bapak Drs.Firman Sebayang,MS, Ibu Andriayani,S.Pd.,M.Si selaku dosen wali yang telah membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan di FMIPA USU Medan. Kepada seluruh asisten Laboratorium Kimia Analitik, rekan-rekan angkatan 2005, terkhusus teman-temanku yang setia selalu memberikan dukungannya kepada penulis Mariati, Novriana, Evi Sitopu, Beldina, Natalia, serta sahabat-sahabatku di violet, Indah, Ika, Nora yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis. Akhirnya penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk Papa tersayang T.Naibaho dan Mama tercinta L.Sianipar dan adik-adik tersayang: Handini Naibaho, Dewi Naibaho, Ingrid Clairine Naibaho serta seluruh keluarga buat doa dan kasihnya. Semoga Tuhan Yesus Kristus selalu menyertai kita semua.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan penulis baik dalam literatur maupun pengetahuan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2010

(6)

ABSTRAK

(7)

THE INFLUENCE OF CONCENTRATION AND STOCKING TIMES OF

CHITOSAN SOLUTION FOR THE ADSORPTION OF ION Fe2+ BY USING

METHOD OF SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

(8)

DAFTAR ISI

1.2 Permasalahan 2

1.3 Pembatasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Metodologi Penelitian 3

1.7 Lokasi Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Kitosan 4

2.1.1 Kitin dan Kitosan 4

2.1.2 Sifat-Sifat Kitosan 5

2.2 Pemanfaatan Kitosan 6

2.3 Interaksi Kitosan dengan Ion Logam 7

2.4 Mekanisme Serapan Kitosan 7

2.5 Viskositas 8

2.5.1 Viskosimeter Ostwald 8

2.5.2 Penentuan Massa Molekul Polimer 9

2.6 Besi 12

2.6.1 Sifat-Sifat Logam Besi 12

2.6.2 Logam Besi dalam Air 12

2.6.3 Toksisitas Besi 13

2.7 Spektrofotometri Visible 14

2.7.1 Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis 14 2.7.2 Prinsip Dasar Spektrofotometri Visible 16

2.8 Analisa Fe secara Spektrofotometri 17

2.8.1 Metode 1,10-fenantrolina 17

(9)

BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN 20

3.1 Alat-Alat 20

3.2 Bahan- bahan 20

3.3 Prosedur Penelitian 21

3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi 21

3.3.2 Pembuatan Larutan induk 21

3.3.2.1 Pembuatan Larutan Induk Besi (Fe) 1000 mg/L 21 3.3.2.2 Pembuatan Larutan Standar Besi (Fe) 100 mg/L 22 3.3.2.3 Pembuatan Larutan Standar Besi (Fe) 10 mg/L 22 3.3.2.4 Pembuatan Larutan Seri Standar Besi (Fe)

0,6; 0,8; 1,0; 1,2; dan 1,4 mg/L 22

3.3.3 Pembuatan Larutan Kitosan 22

3.3.4 Penentuan Kadar Fe secara Spektrofotometri 22

3.3.4.1 Penentuan λ Maksimum 22

3.3.4.2 Penentuan Waktu Operasi 23

3.3.4.3 Penentuan Kurva Kalibrasi 23

3.3.4.4 Penentuan Konsentrasi Fe setelah Penambahan

Larutan Kitosan untuk Variasi Konsentrasi 23 3.3.4.5 Penentuan Konsentrasi Fe setelah Penambahan

Larutan Kitosan untuk Variasi Lama Penyimpanan

pada Suhu -230C 24

3.3.4.6 Penentuan Konsentrasi Fe setelah Penambahan Larutan Kitosan untuk Variasi Lama Penyimpanan

Pada Suhu Kamar 24

3.3.5 Pengukuran Waktu Alir Larutan Kitosan pada Penentuan

Viskositas 25

3.4 Bagan Penelitian 26

3.4.1 Penentuan Adsorpsi Larutan Kitosan untuk Variasi

Konsentrasi 26

3.4.2 Penentuan Adsorpsi Larutan Kitosan untuk Variasi Lama

Penyimpanan pada Suhu -230C 27

3.4.3 Penentuan Adsorpsi Larutan Kitosan untuk Variasi Lama

Penyimpanan pada Suhu Kamar 28

3.4.4 Penentuan Viskositas Larutan Kitosan 29

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30

4.1 Hasil Penelitian 30

4.2 Pengolahan Data 31

4.2.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode

Kurva Kalibrasi 31

4.2.2 Penurunan Persamaan Garis Regresi 32

4.2.3 Koefisien Korelasi 33

4.2.4 Penentuan Batas Deteksi 35

4.2.5 Penentuan Kadar Besi (Fe) setelah Penambahan

Kitosan 36

4.2.6 Persentasi (%) Penurunan Konsentrasi Ion Besi (Fe) 38

(10)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 42

5.1 Kesimpulan 42

5.2 Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 43

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dari Larutan

Standar 0,6 mg/L Besi 44

Tabel 2. Penentuan Waktu Operasi dari Larutan Standar 0,6 mg/L Besi 44 Tabel 3. Penentuan Kurva Kalibrasi Standar Besi (Fe) 44 Tabel 4. Data Penurunan Kadar Besi (Fe) untuk Variasi Konsentrasi

Larutan Kitosan 45

Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Transmitansi Ion Besi (Fe) untuk Variasi

Konsentrasi Larutan Kitosan ` 30

Tabel 4.2. Data Hasil Pengukuran Transmitansi Ion Besi (Fe) untuk Variasi

Lama Penyimpanan Larutan Kitosan pada Suhu -230C 31 Tabel 4.3. Data Hasil Pengukuran Trasmitansi Ion Besi (Fe) untuk Variasi

Lama Penyimpan Larutan Kitosan pada Suhu Kamar 31 Tabel 4.4. Hasil Penurunan Persamaan Regresi untuk Fe 32 Tabel 4.5. Data Hasil Perhitungan Korelasi untuk Besi 33 Tabel 5. Data absorbansi Ion Besi (Fe) untuk Variasi Lama Penyimpanan

Larutan Kitosan pada Suhu -23 oC 46

Tabel 6. Data absorbansi Ion Besi (Fe) untuk Variasi Lama Penyimpanan

Larutan Kitosan pada Suhu Kamar 47

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Kitin 5

Gambar 2.2 Struktur Kitosan 5

Gambar 5.1 Viskosimeter Ostwald 9

Gambar 8.1 Sistem Optis Spectronic 20 Bausch and Lomb 18 Gambar 1. Kurva Standar Larutan Standar Besi (Fe) dengan

(13)

ABSTRAK

(14)

THE INFLUENCE OF CONCENTRATION AND STOCKING TIMES OF

CHITOSAN SOLUTION FOR THE ADSORPTION OF ION Fe2+ BY USING

METHOD OF SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kitosan merupakan salah satu senyawa turunan kitin yang diperoleh melalui proses

deasetilasi. Kitin yang merupakan bahan baku kitosan adalah salah satu komponen

penyusun utama limbah cangkang rajungan. Kitosan dapat dimanfaatkan untuk

berbagai keperluan salah satunya, yang sedang marak diteliti saat ini, adalah

pemanfaatan kitosan sebagai penyerap (adsorben) logam.

Kitosan merupakan senyawa turunan dari kitin yang memiliki struktur

(1,4)-2-Amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa. Sumber kitosan yang sangat potensial adalah kerangka

Crustaceae. Kitin dan kitosan dapat berinteraksi dengan ion logam. Kitosan dapat

mengikat logam melalui pertukaran ion, adsorpsi dan pembentukan chelat

(Muzarelli,R.A.A,1977).

Kitosan memiliki kegunaan yang beragam, antara lain sebagai koagulan untuk

proses penjernihan air, mengkoagulasi minyak /lemak, proses pengawetan serta dapat

digunakan sebagai adsorben untuk mendegradasi logam berat. Kitosan mempunyai

kemampuan untuk mengadsorpsi logam dan membentuk kompleks kitosan dengan

logam.

Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam Fe termasuk dalam logam berat

esensial, dimana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan, namun

dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan efek racun, bergantung pada bagian

mana logam berat itu terikat pada tubuh.

Besi, sebagai elemen esensial untuk nutrisi, tubuh, batasan penggunaannya

(16)

air dan garam ferri kadang-kadang digunakan untuk menjernihkan air

(Dean,B.Robert,1981).

Defisiensi besi dalam tubuh berpengaruh luas terhadap kualitas sumber daya

manusia, yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktivitas kerja. Kelebihan besi

dapat menimbulkan efek racun bagi tubuh. Gejalanya seperti muntah, diare bahkan

denyut jantung meningkat (Almatsier,S,2003). Selain itu, kadar logam besi yang

tinggi juga merugikan, karena dapat menimbulkan rasa besi/logam, air teh menjadi

hitam, warna air pun menjadi kuning atau cokelat, sehingga merugikan jika dipakai

dalam produksi maupun untuk aktivitas sehari-hari.

1.2 Permasalahan

Bagaimanakah pengaruh konsentrasi dan lama penyimpanan larutan kitosan terhadap

adsorpsi ion Fe pada larutan standar besi.

1.3 Pembatasan Masalah

1. Penelitian dibatasi hanya untuk menganalisa kadar ion Fe pada larutan standar

Fe sebelum dan sesudah penambahan larutan kitosan.

2. Variasi konsentrasi larutan kitosan yang ditambahkan pada larutan standar Fe

adalah 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8% dan 1%

3. Variasi lama penyimpanan larutan kitosan adalah hari pertama sampai hari

kelima.

4. Parameter yang dinalisis yaitu kadar Fe dan diukur dengan spektrofotometer

visible pada λ = 510 nm

(17)

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh konsentrasi dan lama

penyimpanan larutan kitosan terhadap adsorpsi ion Fe pada larutan standar besi.

1.5 Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini memberikan suatu informasi

ilmiah mengenai karakterisasi kitosan dalam mengadsorpsi ion Fe untuk jumlah yang

optimal, sehingga dapat diaplikasikan untuk menyerap besi seperti sebagai alternatif,

untuk mengurangi kadar ion Fe dalam air.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat ekperimen laboratorium yaitu melihat pengaruh konsentrasi dan

lama penyimpanan larutan kitosan terhadap adsorpsi ion Fe. Kitosan dilarutkan

didalam asam asetat 1%, dan dibuat dalam variasi konsentrasi 0,2%; 0,4%; 0,6%;

0,8% dan 1%. Variasi hari yang digunakan adalah hari pertama sampai hari kelima.

Larutan stok disimpan dalam lemari pendingin pada suhu -23°C maupun pada suhu

kamar. Larutan kitosan ini kemudian digunakan sebagai adsorben untuk mengadsorpsi

Fe dengan waktu kontak 30 menit . Kadar Fe sebelum dan sesudah diadsorpsi,

dianalisa dengan metode Spektrofotometri UV-Visible.

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitosan

2.1.1 Kitin dan Kitosan

Kitin merupakan polisakarida rantai linier dengan rumus β (1-4)

2-asetamida-2-deoksi-D-glucopyranosa (Muzzarelli,R.A.A,1977) dan kitin sebagai prekursor kitosan

pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh orang Prancis bernama Henri Braconnot

sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan pada

tahun 1820 (Rismana, 2004).

Kitin tersebar luas di alam dan dijumpai sebagai bahan pembentuk kerangka

luar (eksoskleton) kelompok hewan krustacea, insekta, moluska, dan dinding sel

jamur tertentu dan ditaksir dihasilkan di alam sekitar 109 hingga 1010 ton pertahunnya

(Kumar, 2000).

Kitosan merupakan senyawa turunan dari kitin yang memiliki struktur

(1,4)-2-Amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa. Sumber kitosan yang sangat potensial adalah kerangka

Crustaceae (Muzarelli,R.A.A,1977). Kitosan merupakan polimer alami dengan

struktur molekul yang menyerupai selulosa (serat pada sayur-sayuran dan

buah-buahan) bedanya terletak pada gugus rantai 2 di mana gugus hidroksi (OH) pada

C-2 digantikan oleh amina (NH2) (Hardjito, 2006).

Kitosan ditemukan oleh Routget (1859). Beliau menemukan bahwa kitin yang

telah didihkan pada larutan KOH, juga dapat diperlakukan dengan NaOH dan

dipanaskan, maka terjadi pelepasan gugus asetil yang terikat pada atom nitrogen

(19)

O O

Kitin murni mengandung gugus asetamida (NH-COCH3), dan kitosan murni

mengandung gugus amino (NH2). Perbedaan gugus ini akan mempengaruhi sifat-sifat

kimia senyawa tersebut (Roberts,G.A.F,1992).

Gambar 2.1 Struktur Kitin

Gambar 2.2 Struktur Kitosan

2.1.2 Sifat-Sifat Kitosan

Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral

kecuali pada keadaan tertentu. Keterlarutan kitosan yang paling baik ialah dalam

larutan asam asetat 1%, asam format 10% dan asam sitrat 10%. Kitosan tidak dapat

larut dalam asam piruvat, asam laktat dan asam-asam anorganik pada pH tertentu,

walaupun setelah dipanaskan dan diaduk dengan waktu yang agak lama. Keterlarutan

kitosan dalam larutan asam format ataupun asam asetat dapat membedakan kitosan

(20)

Kitosan dibedakan dari kitin oleh kelarutannya dalam larutan asam encer.

Kitosan bermuatan positif karena kelompok amina pada pH asam, yang besarannya

tergantung pada tingkat deasetilasi, dan dengan demikian kitosan diklasifikasikan

sebagai polielektrolit kationik, sedangkan polisakarida yang lain memberikan muatan

netral ataupun anionik (Hwang dan Shin, 2001).

Kitosan memiliki sifat unik yang dapat digunakan dalam berbagai cara serta

memiliki kegunaan yang beragam, antara lain sebagai perekat, aditif untuk kertas dan

tekstil, penjernihan air minum, serta untuk mempercepat penyembuhan luka, dan

memperbaiki sifat pengikatan warna. Kitosan merupakan pengkelat yang kuat untuk

ion logam transisi. Kitosan mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi logam dan

membentuk kompleks kitosan dengan logam (Robert,G.A.F,1992).

Peningkatan kelarutan berbanding lurus dengan peningkatan derajat

deasetilasi. Hal ini disebabkan gugus asetil pada kitin yang dipotong oleh proses

deasetilasi akan menyisakan gugus amina. Ion H pada gugus amina menjadikan

kitosan mudah berinteraksi dengan air melalui ikatan hidrogen. Sifat kitosan hanya

dapat larut dalam asam encer, seperti asam asetat, asam format, asam sitrat kecuali

kitosan yang telah disubstitusi dapat larut air. Adanya gugus karboksil dalam asam

asetat akan memudahkan pelarutan kitosan karena terjadinya interaksi hidrogen antara

gugus karboksil dengan gugus amina dari kitosan (Dunn et al,1997).

2.2 Pemanfaatan Kitosan

Kitosan banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain industri farmasi,

kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik,

agroindustri, industri tekstil, industri perkayuan, industri kertas dan industri

elektronika. Aplikasi khusus berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain untuk

pengolahan limbah cair terutama bahan sebagai bersifat resin penukar ion untuk

meminimalisasi logam-logam berat, mengkoagulasi minyak/lemak, serta mengurangi

(21)

2.3 Interaksi Kitosan dengan Ion Logam

Muzzarelli(1973) menyatakan bahwa kitosan mengikat logam melalui pertukaran ion,

penyerapan dan pengkhelatan. Ketiga proses tersebut bergantung pada ion logam

masing-masing. Untuk Ca, pertukaran ion merupakan proses yang paling dominan,

dibanding dengan logam lain, penyerapan dengan proses pengkhelat yang lebih

dominan. Interaksi antara ion logam transisi periode pertama dengan kitosan disertai

dengan pembentukan warna pada setiap contoh. Merah untuk Titanium, hijau untuk

Cr3+, kuning kecoklatan dengan Fe2+, hijau kekuningan dengan Fe3+, merah jambu

dengan Co, hijau dengan Ni, dan biru dengan Cu. Warna ini akan lebih kuat dengan

kitosan daripada dengan kitin (Muzzarelli,R.A.A,1977).

Kemampuan kitosan untuk mengikat logam dengan cara pengkelat adalah

dihubungkan dengan kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Kitosan

mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini

mempunyai sepasang elektron yang dapat berkoordinat atau membentuk ikatan-ikatan

aktif dengan kation-kation logam. Unsur nitrogen pada setiap monomer kitosan

dikatakan sebagai gugus yang aktif berkoordinat dengan kation logam

(Hutahaean,S.Ida,2001).

2.4 Mekamisme Serapan Kitosan

Pada umunya mekanisme serapan kitosan terhadap logam dapat dirumuskan pada tiga

cara,yaitu :

1. Secara pengkhelat, dimana terbentuknya ikatan aktif antara nitrogen kitosan

Dengan kation logam,dalam hal ini nitrogen dari kitosan bertindak sebagai basa

lewis yang menyumbang sepasang elektron untuk berkoordinat dengan logam.

2. Secara pertukaran ion, yaitu berlaku pertukaran antara proton dari kitosan dengan

kation logam.

3. Secara memperangkap, dimana ion logam terperangkap dalam lingkaran rantai

(22)

2.5 Viskositas

Viskositas menyatakan ukuran kekentalan suatu cairan atau fluida. Kekentalan

merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir.

Viskositas cairan akan menimbulkan gesekan antara bagian-bagian atau

lapisan-lapisan cairan yang bergerak satu terhadap yang lain. Hambatan atau gesekan yang

terjadi ditimbulkan oleh gaya kohesi dalam zat cair.

Setiap fluida mempunyai viskositas yang berbeda-beda yang harganya

bergantung pada jenis cairan dan suhu. Pada kebanyakan cairan, viskositasnya turun

dengan naiknya suhu. Menurut ’teori lubang’ terdapat kekosongan dalam cairan dan

molekul bergerak secara kontinyu ke dalam kekosongan ini, sehingga kekosongan

akan bergerak keliling. Proses ini menyebabkan aliran, tetapi memerlukan energi

karena ada energi pengaktifan yang harus dipunyai suatu molekul agar dapat bergerak

ke dalam kekosongan. Energi pengaktifan lebih mungkin terdapat pada suhu yang

lebih tinggi dan dengan demikian cairan lebih mudah mengalir (Yazid,Estein,2005).

2.5.1 Viskometer Ostwald

Metode ini ditentukan berdasarkan hukum Poiseuille menggunakan alat viskosimeter

Ostwald. Penetapannya dilakukan dengan mengukur waktu yang diperlukan untuk

mengalirnya cairan dalam pipa kapiler dari x ke y. Cairan yang akan diukur

viskositasnya dimasukkan ke dalam viskosimeter yang diletakkan pada termostat.

Cairan kemudian dihisap dengan pompa ke dalam bola A sampai diatas tanda x.

Cairan dibiarkan mengalir ke bawah dan waktu yang diperlukan dan x ke y dicatat

(23)

Gambar 5.1 Viskosimeter Ostwald

Viskosimeter Ostwald terdiri dari bola dengan nilai batas atas (x)dan (y), yang

terkait dengan tabung kapiler B dan bola tempat cuplikan C. Volume cairan awal

dimasukkan ke dalam bola C, kemudian dihisap ke A dan kemudian dilihat waktu alir

dari cairan yang berada di antara x dan y. Kemudian perlakukan diulang untuk cairan

yang lain. Tekanan yang terjadi selama mengalirnya cairan melalui kapiler B adalah

sebanding dengan hgp, dimana h adalah perbedaan tinggi diantara bola tempat

mengalirnya cairan. Sebagai nilai awal dan nilai akhir sama tiap kasus, dimana

bergatung pada tekanan dan juga densitas cairan.

2 1

ηη = 2 2 1 1

t t

ρρ

Dimana t1 dan t2 adalah waktu alir (Glastone,Samuel,1959).

2.5.2 Penentuan Massa Molekul Polimer

Bilamana bahan polimer bercampur dengan suatu pelarut (cairan berbobot molekul

rendah) terlebih dahulu akan terjadi peristiwa penggembungan, dengan molekul

(24)

interaksi antar sesama rantai polimer menjadi semakin lemah dan akhirnya lepas sama

sekali membentuk larutan polimer. Bobot molekul polimer dapat ditentukan dengan

cara pengamatan sifat fisik larutannya, seperti ultrasentrifugasi, metode viskositas, dan

teknik Kromatografi Permeasi Gel (GPC).

Salah satu karakteristik dari larutan polimer berbobot molekul tinggi

dibandingkan dengan pelarut murninya adalah kenaikan viskositas larutannya oleh

pertambahan konsentrasi. Karena berat/ukurannya yang besar, molekul polimer dalam

larutan akan menurunkan mobilitas dan mempengaruhi sifat aliran campuran yang

sebanding dengan jumlah molekul terlarut. Karena itu, pengamatan perubahan

viskositas ini dapat digunakan untuk menentukan bobot molekul polimer tersebut

(Wirjosentono,B, 1995).

Tabel 2.5.2 Pembagian Viskositas Larutan Encer

Istilah Umum Istilah IUPAC Simbol dan defenisi

Viskositas relatif Rasio viskositas η= η/ηo = t/to

Viskositas spesifik - ηsp = η - ηo/ ηo

Viskositas tereduksi Bilangan viskositas ηred= ηsp/C

Viskositas inheren Billangan viskositas

Logaritma

ηinh= ln (ηrel)/C

Viskositas intrinsik Bilangan viskositas

terbatas

Viskositas intrinsik paling bermafaat dan mudah dipakai karena bisa

dihubungkan ke berat molekul oleh persamaan empiris Mark-Houwink,

[η] = K. Ma

K dan a adalah tetapan karakteristik polimer-pelarut pada suhu tertentu

(Stevens,M.P,2001).

Viskositas dari suatu larutan kitosan diukur menggunakan viskometer.

(25)

t - to

η sp =

to

η sp = viskositas spesifik (detik)

t = waktu yang diperlukan untuk mengalirnya larutan sampel (detik)

to = waktu yang diperlukan untuk mengalirnya larutan solvent (detik)

Dengan cara ini akan diperoleh viskositas spesifik, yang tidak mempunyai satuan.

Viskositas spesifik digunakan nilainya untuk penentuan viskositas intrinsik dan berat

molekul.

Berat molekul kitosan ditentukan berdasarkan viskositas intrinsik menurut

persamaan Mark-Houwink berikut ini :

[η] = KMa

[η] = viskositas intrinsik ( ml/g)

K = Konstanta untuk pelarut (ml/g)

a = konstanta

M = berat molekul

Viskositas intrinsik kitosan dapat ditentukan apabila nilai K dan a untuk pelarut yang

digunakan telah diketahui.

(Http://

resources.unpad.ac.id/unpad-content/upload/publikasi_dosen/makalah-6.viskositas)

Persamaan Mark-Houwink dengan harga tetapan yang bersangkutan hanya

berlaku untuk polimer rantai lurus. Hubungan viskositas intrinsik dengan bobot

molekul untuk polimer cabang dan kopolimer memerlukan persamaan yang lebih

rumit. Percabangan pada rantai polimer akan menaikkan rapatan segmen dalam

gulungan, sehingga rantai ini mempunyai volume-hidrodinamis yang lebih kecil.

Akibatnya, mobilitas molekul rantai cabang akan lebih besar (mempunyai viskositas

intrinsik lebih kecil) dibanding dengan rantai lurus berbobot molekul sama

(26)

2.6 Besi

2.6.1 Sifat-Sifat Logam Besi

Besi mempunyai semua karakteristik sifat-sifat dari unsur-unsur transisi. Jadi, besi

berbentuk logam berat yang memiliki titik didih yang tinggi. Sifat fisika besi: besi

murni merupakan logam berwarna abu-abu dengan densitas 7,8; titik leburnya 1527°,

dan mendidih jika ditanur pada suhu 3235°. Dalam laboratorium, ferro sulfat yang

biasa digunakan adalah Ferro ammonium sulfat, (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O, karena itu,

garam ganda ini dan lebih mudah dimurnikan, dan dalam larutan tidak mudah

mengalami oksidasi oleh udara (Lowry,T.M,1958).

Jarang terdapat besi komersial yang murni; biasanya besi mengandung

sejumlah kecil karbida, silisida, fosfida, dan sulfida dari besi,serta sedikit grafit.

Gara-garam besi(II) diturunkan dari besi(II) oksida, FeO. dalam larutan, Gara-garam-Gara-garam ini

mengadung kation Fe2+ dan berwarna sedikit hijau. Ion besi (II) dapat mudah

dioksidasikan menjadi besi(III), maka merupakan zat pereduksi yang kuat. Semakin

kurang asam larutan itu, semakin nyatalah efek ini; dalam suasana netral atau basa

bahkan oksigen dari atmosfer akan mengoksidasikan ion besi (II). Maka larutan

besi(II) harus sedikit asam bila ingin disimpan untuk waktu yang agak lama

(Vogel,1990).

2.6.2 Logam Besi dalam Air

Besi merupakan salah satu elemen kimia yang dapat ditemui pada hampir setiap

tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air, besi yang ada di

dalam air dapat bersifat :

1. Terlarut sebagai Fe2+(fero) atau Fe3+(feri)

2. tersuspensi sebagai butir koloidal

3. tergabung dengan zat organis atau zat padat yang inorganis atau seperti tanah

(27)

Pada air permukaan jarang dijumpai kadar Fe yang lebih besar dari 1 mg/L,

tetapi didalam air tanah kadar Fe dapat jauh lebih tinggi. Pada air yang tidak

mengandung oksigen (O2) seperti sering kali air tanah, besi berada sebagai Fe2+ yang

cukup larut (Alaerts,G,1987).

Pada air permukaan, konsentrasi besi jarang mencapai 1 mg/L. Beberapa air

tanah dan permukaan yang sedikit asam memungkinkan untuk mengandung besi yang

lebih banyak. Besi didalam air dapat menyebabkan bintik/noda pada pakaian dan

porselen. Rasa air yang sedikit manis kadang dapat dideteksi oleh beberapa orang

pada kadar dibawah 1 mg/L (Standard method,1980).

Kadar besi pada perairan yang mendapat cukup aerasi (aerob) hampir tidak

pernah lebih dari 0,3 mg/L. Kadar besi > dari 1,0 mg/L dianggap membahayakan

kehidupan organisme akuatik. Air yang diperuntukkan bagi air minum sebaiknya

memiliki kadar besi kurang dari 0,3 mg/L. Kadar besi yang berlebihan dapat

mengakibatkan karat pada peralatan yang terbuat dari logam, serta dapat memudarkan

bahan celupan dan tekstil (Effendi,2003).

Kadar besi maksimum yang dianjurkan terletak antara 0,05 dan 1 mg/L untuk

menghindarkan noda bintik pada pakaian ( Dean,B.Robert,1981).

2.6.3 Toksisitas Besi

Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia

yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Mineral mikro terdapat

dalam jumlah sangat kecil di dalam tubuh, namun mempunyai peranan esensial untuk

kehidupan, kesehatan dan reproduksi. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di

dalam tubuh: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai

alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di

(28)

Mineral yang sering berada dalam air dengan jumlah besar adalah kandungan

Fe. Apabila Fe tersebut berada dalam jumlah yang banyak akan memunculkan

gangguan. Efek toksik dari logam mampu menghalangi kerja enzim sehingga

mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen

atau karsinogenik bagi manusia maupun hewan. Fe berperan penting dalam sistem

imunitas. Seseorang dengan kadar Fe rendah akan memiliki daya tahan tubuh rendah

terhadap infeksi (Widowati,W,2008).

2.7 Spektrofotometri Visible

Jika suatu berkas sinar dilewatkan melalui suatu kuvet yang berisi cairan, maka radiasi

yang dihasilkan akan lebih lemah dari sinar masuk. Hal ini disebabkan karena adanya

kehilangan yang disebabkan pantulan pada permukaan dan hamburan oleh adanya

partikel suspensi, tetapi pada larutan yang jernih dapat ditentukan dari absorbsi energi

radiasi oleh larutan itu.

Jika energi yang diserap besar untuk suatu panjang gelombang sinar tampak,

maka akan memperlihatkan warna. Warna yang tampak dari larutan itu biasanya

merupakan warna komplemen dari warna yang diabsorbsi. Suatu substansi yang tidak

berwarna atau berwarna lemah umumnya ditentukan dengan menambahkan suatu

reagen yang akan mengubahnya menjadi suatu campuran yang memiliki warna yang

kuat.

Spektrofotometer untuk ultraviolet dan visible umumnya berada pada panjang

gelombang antara 165 nm dan 210 nm. Batas maksimumnya tidak kurang dari 650

nm, dan banyak juga diperluas sampai 1000 nm dan selanjutnya (Ewing,W.G,1975).

2.7.1 Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis

(29)

SR M SK D A VS

Keterangan:

SR = Sumber radiasi D = Detektor

M = Monokromator A = Amplifier atau penguat

SK = Sampel kompartemen VS = Visual display atau meter

1. Sumber radiasi

Beberapa macam sumber radiasi yang dipakai pada spektrofotometer UV-Vis adalah

lampu deuterium, lampu tungsten, dan lampu merkuri. Sumber radiasi deuterium

dapat dipakai pada daerah panjang gelombang 190 nm sampai 380 nm (daerah

ultraviolet dekat). Sumber radiasi tungsten merupakan campuran dari filamen tungsten

dan gas iodin (halogen). Ini digunakan pada spektrofotometer UV-Vis sebagai sumber

radiasi pada daerah pengukuran sinar tampak dengan rentangan panjang gelombang

380 – 900 nm. Sumber radiasi merkuri dipakai untuk mengecek atau mengkalibrasi

panjang gelombang pada spektrofotometer UV-Vis pada daerah ultraviolet, sekaligus

mengecek resolusi dari monokromator.

2. Monokromator

Monokromator pada spektrofotometer UV-Vis biasanya terdiri dari susunan celah

(slit) masuk-filter-prisma-kisi(grating)-celah keluar. Monokromator ini berfungsi

untuk mendapatkan radiasi monokromatis dari sumber radiasi yang memancar radiasi

polikromatis.

3. Sel atau kuvet

Kuvet atau sel merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Ditinjau dari

pemakaiannya kuvet ada 2 macam yaitu kuvet yang permanen terbuat dari bahan gelas

atau leburan silika dan kuvet disposibel untuk satu kali pemakaian yang terbuat dari

teflon atau plastik.

4. Detektor

Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai

(30)

5. amplifier

Untuk memperkuat sinyal yang dihasilkan oleh detektor.

6. Visual display atau meter

Sinyal-sinyal elektronik yang dihasilkan pada detektor oleh visual display kemudian

dibaca dalam bentuk transmitansi (Mulja,1999).

2.7.2 Prinsip Dasar Spektrofotometri Visible

Bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium homogen,

sebgaian sinar masuk akan dipantulkan, Sebagian diserap dalam medium itu,dan

sisanya diteruskan. Jika intensitas sinar masuk dinyatakan oleh Io, Ia intensitas sinar yang diserap, It intensitas sinar terteruskan, Ir intensitas sinar terpentulkan, maka:

Io =Ia + It + Ir

Lambert seringkali dianggap berjasa dalam menyelidiki serapan cahaya

sebagai fungsi ketebalan medium, meskipun sebenarnya ia hanya memperluas konsep

yang pada mulanya dikembangkan oleh Bouguer. Beer kemudian menerapkan

eksperimen serupa pada larutan dengan konsentrasi yang berlainan. Kedua hukum

yang terpisah yang mengatur absorbsi itu biasanya dikenal sebagai hukum Lambert

dan hukum Beer. Dalam gabungan, hukum ini dikenal sebagai hukum Beer-Lambert.

Hukum Lambert menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati

medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan,

berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Ini setara dengan menyatakan bahwa

intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara eksponensial dengan

bertambahnya ketebalan medium yang menyerap.

(31)

A = log Io/It

Hukum Beer mengkaji efek konsentrasi penyusun yang berwarna dalam larutan,

terhadap transmisi maupun absorbsi cahaya (Vogel,1994).

2.8 Analisa Fe secara Spektrofotometri

Melalui pembentukan ion kompleks dengan 1,10 fenantrolin, tiga molekul fenantrolin

bergabung dengan Fe2+ membentuk ion kompleks berwarna orange-merah. Sistem

warna tersebut mengikuti hukum Beer : Sinar cahaya dengan panjang gelombang yang

tertentu yaitu 510 nm, akan diabsorbsi secara proporsional dengan jarak perjalanannya

di dalam larutan dan dengan kadar kompleks yang berwarna orange-merah ini.

Sianida, nitrit dan polifosfat dalam analisa Fe yang dapat mengganggu reaksi

dapat diatasi melalui pendidihan sampel. Krom dan seng (jika konsentrasinya 10 kali

konsentrasi besi), kobalt, dan tembaga (jika > 5 mg/L) dan nikel (jika >2 mg/L)

semuanya dapat mengganggu walaupun keadaan tersebut hanya ditemui misalnya

pada air limbah industri yang mengandung logam tersebut, gangguan ini dapat

dihindarkan dengan penambahan hidroksilamin. Bismut, kadmium, air raksa, molibdat

dan perak dapat mengendapkan fenantrolin. Dalam kasus ini konsentrasi fenantrolin

harus dinaikkan (Alaert,G,1987).

2.8.1 Metode 1,10-Fenantrolina

Besi (II) bereaksi dengan 1,10-fenantrolina membentuk kompleks jingga-merah

[ C12H8N2)3Fe]2+. Intensitas warnanya tak bergantung pada keasaman dalam jangka

pH 2-9, dan stabil untuk waktu yang lama. Besi (III) dapat direduksi dengan

hidroksilamonium klorida atau dengan hidrokuinon. Perak, bismut, tembaga, nikel dan

kobalt mengganggu dengan serius, seperti juga perklorat, sianida, molibdat dan

tungstat. Kompleks besi-fenantrolina diukur pada 515 nm terhadap blanko reagensia.

(32)

besi(II) jingga-kemerahan menyerap pada 515 nm, dan baik kompleks besi(II)

maupun besi(III) yang berwarna kuning mempunyai absorbsi identik pada 396 nm,

dengan absorbans aditif. Larutan yang sedikit bersifat asam oleh asam sulfat, diolah

dengan 1,10-fenantrolina, dan dibuffer dengan kalium hidrogen ftalat pada 3,9;

pembacaan pada 396 nm menghasilkan besi total dan pembacaan pada 515 nm besi

(II) (Vogel,1994).

2.8.2 Spectronic 20 Bausch and Lomb

Instrument ini pada hakekatnya terdiri dari monokromator kisi-difraksi dan sistem

deteksi elektronik, amlifikasi dan pengukuran. Panjang gelombangnya berjangka 375

nm ke 650 nm, dan dapat diperluas ke 950 nm dengan menambahkan sebuah filter

merah. Sistem optisnya dipaparkan dalam gambar 8.1.

Gambar 8.1 sistem optis Spectronic 20 Bausch and Lomb

Cahaya putih dari lampu wolfram difokuskan oleh lensa A ke celah masuk;

lensa B mengumpulkan cahaya dari celah masuk itu dan memfokuskan kembali ke

celah keluar setelah dipantulkan dan didispersikan oleh kisi difraksi untuk

memperoleh berbagai panjang gelombang. Kisi itu diputar dengan pertolongan suatu

lengan yang digerakkan bila roda sisirnya diputar. Cahaya monokromatik yang

(33)

ke dalam berkas cahaya sehingga kendali penguat dapat disesuaikan. Kuvet atau

tabung uji kecil yang khusus digunakan sebagai wadah untuk contoh.

Kendali pengganda disesuaikan agar pengukur menunjuk nol pada skala

Transmitans Persen atau pada skala Absorbans. Tabung uji atau kuvet yang

mengandung air atau pelarut lain kemudian dimasukkan ke dalam pemegang contoh.

Kendali cahaya kemudian diputar sampai pengukur menunjukkan ’100’ atau ’0’.

Larutan contoh kemudian dimasukkan menggantikan blanko dan transmitansi persen

(34)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat

- Timbangan elektrik Mettler PM 400

- Peralatan gelas Pyrex

- Hot plate stirrer PMC

- Shaker Stuart

- Lemari pendingin

- Magnetik bar

- Spektrofotometer Spektronik 20

- Kuvet

- Mikro pipet Pyrex

- Kertas saring Whatman no.1

3.2 Bahan-bahan

- Kitosan

- CH3COOH glasial p.a (E.Merck)

- Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O p.a (E.Merck)

- H2SO4 98% p.a(E.Merck)

- NH2OH.HCl p.a(E.Merck)

- NaCH3COO.3H2O p.a(E.Merck)

- 1,10-phenanthroline monohidrat p.a(E.Merck)

- HCl 37% p.a(E.Merck)

(35)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi

a. Larutan Asam Asetat 1%

Sebanyak 10 mL asam asetat glasial dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL.

Kemudian diencerkan dengan akuadest sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

b. Larutan Hidroksilamin

Sebanyak 10 g NH2OH.HCl dilarutkan dengan 100 mL akuades dalam labu takar 100

mL sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

c. Larutan Natrium Asetat

Sebanyak 25 g NaCH3COO. 3H2O dilarutkan dengan 100 mL akuades dalam labu

takar 100 mL sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

d. Larutan 1,10-fenantrolin

Sebanyak 100 mg 1,10-phenantroline monohidrat (C12H8N2.H2O) dilarutkan dengan

100 mL akuades yang telah di tambahkan 2 tetes HCl pekat, dalam labu takar 100 mL

sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

3.3.2 Pembuatan Larutan Induk

3.3.2.1 Pembuatan Larutan Induk Fe 1000 mg/L

Didalam labu takar 1 L diisi 50 mL air suling, kemudian ditambahkan dengan hati-hati

20 mL H2SO4 pekat, kemudian larutkan kedalamnya sebanyak 7,0225 g Fe(NH4)2

(SO4)2.6H2O. Tambahkan larutan KMnO4 0,1 N sedikit demi sedikit sampai sampai

warna merah muda. diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda kemudian

(36)

3.3.2.2 Pembuatan Larutan Standar Fe 100 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan induk Fe 1000 mg/L dimasukkan dalam labu takar 50 mL lalu

diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.2.3 Pembuatan Larutan Standar Fe 10 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan induk Fe 100 mg/L dimasukkan dalam labu takar 50 mL lalu

diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.2.4 Pembuatan Larutan Seri Standar Fe 0,6; 0,8; 1,0; 1,2; 1,4 mg/L

Sebanyak 3,4,5,6,7 mL larutan standar Fe 10 mg/L dimasukkan kedalam 5 labu takar

50 mL kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan

sehingga diperoleh larutan standar Fe 0,6; 0,8; 1,0; 1,2; dan 1,4 mg/L.

3.3.3 Pembuatan Larutan Kitosan

Sebanyak 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 g kitosan ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas

beaker dan dilarutkan dengan 100 mL asam asetat 1%, dan distirer selama ± 30 menit

3.3.4 Penentuan Kadar Fe secara Spektrofotometri

3.3.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks)

Sebanyak 50 mL larutan standar Fe 0,6 mg/L dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan

ditambahkan 1 mL hidroksilamin kemudian diaduk hingga homogen, lalu

ditambahkan dengan 1 mL larutan natrium asetat lalu dihomogenkan, kemudian

ditambahkan dengan 10 mL larutan 1,10-fenantrolin dan diaduk kembali hingga

homogen. Larutan didiamkan selama 10 menit hingga pembentukan warna sempurna.

Selanjutnya transmitansi larutan diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada

(37)

3.3.4.2 Penentuan Waktu Operasi

Sebanyak 50 mL larutan standar Fe 0,6 mg/L dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan

ditambahkan 1 mL hidroksilamin kemudian diaduk hingga homogen, lalu

ditambahkan dengan 1 mL larutan natrium asetat lalu dihomogenkan, kemudian

ditambahkan dengan 10 mL larutan 1,10-fenantrolin dan diaduk kembali hingga

homogen. Larutan didiamkan selama 10 menit sehingga di peroleh kompleks yang

berwarna merah jingga. Selanjutnya transmitansi larutan diukur dengan

spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 510 nm dengan variasi

waktu 5, 10, 15, 20, 25 menit.

3.3.4.3 Penentuan Kurva Kalibrasi

Sebanyak 50 mL larutan standar Fe 0,2 mg/L; 0,4 mg/L; 0,6 mg/L; 0,8 mg/L dan 1

mg/L dimasukkan secara terpisah ke dalam 5 buah gelas Erlenmeyer dan dalam setiap

larutan ditambahkan 1 mL hidroksilamin kemudian diaduk hingga homogen, lalu

ditambahkan dengan 1 mL larutan natrium asetat lalu dihomogenkan, kemudian

ditambahkan dengan 10 mL larutan 1,10-fenantrolin dan diaduk kembali hingga

homogen. Larutan didiamkan selama 10 menit sehingga di peroleh kompleks yang

berwarna merah jingga. Selanjutnya transmitansi larutan diukur dengan

spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 510 nm.

3.3.4.4 Penentuan Konsentrasi Fe setelah Penambahan Larutan Kitosan untuk

Variasi Konsentrasi

Sebanyak 80 mL larutan standar Fe 1 mg/L dimasukkan kedalam 5 buah gelas

Erlenmeyer berbeda dan ditambahkan 20 mL larutan kitosan dengan variasi

konsentrasi 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8% dan 1% kemudian diaduk dengan kecepatan 200

(38)

Sebanyak 50 mL filtrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 1

mL hidroksilamin kemudian diaduk hingga homogen, lalu ditambahkan dengan 1 mL

larutan natrium asetat lalu dihomogenkan, kemudian ditambahkan dengan 10 mL

larutan 1,10-fenantrolin dan diaduk kembali hingga homogen. Larutan didiamkan

selama 10 menit sehingga di peroleh kompleks yang berwarna merah

jingga.Selanjutnya transmitansi larutan diukur dengan spektrofotometer sinar tampak

pada panjang gelombang 510 nm.

3.3.4.5 Penentuan Konsentrasi Fe setelah Penambahan Larutan Kitosan untuk

Variasi Lama Penyimpanan pada Suhu -230C

Larutan stok kitosan dengan konsentrasi 0,6% yang disimpan selama 1,2,3,4 dan 5

hari pada suhu -230C lalu kemudian dikondisikan pada suhu kamar. Sebanyak 80 mL

larutan standar Fe 1 mg/L dimasukkan kedalam Erlenmeyer, ditambahkan 20 mL

larutan stok kitosan, kemudian diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama ± 30 menit.

Didiamkan selama 1 jam, kemudian disaring.

Sebanyak 50 mL filtrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 1

mL hidroksilamin kemudian diaduk hingga homogen, lalu ditambahkan dengan 1 mL

larutan natrium asetat lalu dihomogenkan, kemudian ditambahkan dengan 10 mL

larutan 1,10-fenantrolin dan diaduk kembali hingga homogen. Larutan didiamkan

selama 10 menit sehingga diperoleh kompleks yang berwarna merah jingga.

Selanjutnya transmitansi larutan diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada

panjang gelombang 510 nm.

3.3.4.6 Penentuan Konsentrasi Fe setelah Penambahan Larutan Kitosan untuk

Variasi Lama Penyimpanan pada Suhu Kamar

Sebanyak 80 mL larutan standar Fe 1 mg/L dimasukkan kedalam Erlenmeyer,

(39)

hari pada suhu kamar, kemudian diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama ± 30

menit. Didiamkan selama 1 jam, kemudian disaring.

Sebanyak 50 mL filtrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 1

mL hidroksilamin kemudian diaduk hingga homogen, lalu ditambahkan dengan 1 mL

larutan natrium asetat lalu dihomogenkan, kemudian ditambahkan dengan 10 mL

larutan 1,10-fenantrolin dan diaduk kembali hingga homogen. Larutan didiamkan

selama 10 menit sehingga diperoleh kompleks yang berwarna merah jingga.

Selanjutnya transmitansi larutan diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada

panjang gelombang 510 nm.

3.3.5 Pengukuran Waktu Alir Larutan Kitosan pada Penentuan Viskositas

Untuk menentukan viskositas larutan digunakan alat Viskosimeter Ostwald,

pengukuran dilakukan pada suhu kamar.

1. Viskosimeter dibersihkan dan dikeringkan

2. Dimasukkan cairan kedalam viskosimeter

3. Cairan dihisap melalui pipa kapiler, sehingga cairan naik sampai batas atas

4. Penghisap dilepaskan,cairan dibiarkan turun, stopwatch dihidupkan pada saat

cairan berada pada garis batas atas, dan dihentikan pada saat permukaan tepat

melalui garis batas bawah

5. Waktu yang diperlukan cairan untuk mengalir dari batas atas ke batas bawah di

catat sebagai waktu alir

(40)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Penentuan Adsorpsi Larutan Kitosan untuk Variasi Konsentrasi

Larutan kitosan dengan konsentrasi

0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; 1,0%

Diukur 20 mL

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi

80 mL larutan standar Fe 1 mg/L

Diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama

30 menit

Didiamkan selama 1 jam

Disaring

(Mat,B.Zakaria,1995)

Filtrat Residu

Diukur sebanyak 50 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan 1 mL hidroksilamin

Ditambahkan 1 mL larutan natrium asetat

Ditambahkan 10 mL 1,10-fenantrolin

Diaduk hingga homogen

Larutan merah jingga

Didiamkan selama 10 menit

Diukur dengan spektrofotometer visible pada λ= 510 nm

(Standar method,1980)

(41)

3.4.2 Penentuan Adsorpsi Larutan Kitosan untuk Variasi Lama Penyimpanan

pada Suhu -230C

Larutan kitosan konsentrasi 0,6 %

dengan lama penyimpanan 1,2,3,4 dan 5 hari

Dikondisikan pada suhu kamar

Diukur 20 mL

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi

80 mL larutan standar Fe 1 mg/L

Diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama

30 menit

Didiamkan selama 1 jam

Disaring

Filtrat Residu

Diukur sebanyak 50 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan 1 mL hidroksilamin

Ditambahkan 1 mL larutan natrium asetat

Ditambahkan 10 mL 1,10-fenantrolin

Diaduk hingga homogen

Larutan merah jingga

Didiamkan selama 10 menit

Diukur dengan spektrofotometer visible pada λ= 510 nm

(42)

3.4.3 Penentuan Adsorpsi Larutan Kitosan untuk Variasi Lama Penyimpanan

pada Suhu Kamar

Larutan kitosan konsentrasi 0,6 %

dengan lama penyimpanan 1,2,3,4 dan 5 hari

Diukur 20 mL

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi

80 mL larutan standar Fe 1 mg/L

Diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama

30 menit

Didiamkan selama 1 jam

Disaring

Filtrat Residu

Diukur sebanyak 50 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan 1 mL hidroksilamin

Ditambahkan 1 mL larutan natrium asetat

Ditambahkan 10 mL 1,10-fenantrolin

Diaduk hingga homogen

Larutan merah jingga

Didiamkan selama 10 menit

Diukur dengan spektrofotometer visible pada λ= 510 nm

(43)

3.4.4 Penentuan Viskositas Larutan Kitosan

(Yazid,Estein.2005)

Larutan kitosan

Diukur 10 mL

Dimasukkan ke dalam viskosimeter ostwald

Dihisap larutan melalui pipa kapiler, sehingga

naik sampai batas atas

Dilepaskan penghisap dan dihidupkan stopwatch

saat larutan mengalir batas atas sampai batas

bawah

Dicatat waktu alirnya

(44)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Data hasil penentuan panjang gelombang, waktu operasi dan pengukuran absorbansi

dari suatu seri larutan standar besi diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar

dapat dilihat pada tabel 1,2 dan 3 pada lampiran.

Data hasil pengukuran absorbansi ion Besi(Fe) untuk variasi konsentrasi dan lama

penyimpanan larutan kitosan dapat dilihat pada tabel 4.1, tabel 4.2 dan tabel 4.3.

Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Transmitansi Ion Besi (Fe) untuk Variasi

Konsentrasi Larutan Kitosan

No Konsentrasi Larutan Kitosan

Transmitansi

%T1 %T2 %T3 % T A (2 – log%T)

1 0,2% 73 74 73 73,33 0,1347

2 0,4% 74 74 75 74,33 0,1288

3 0,6% 75 75 74 74,67 0,1269

4 0,8% 74 72 73 73 0,1367

(45)

Tabel 4.2 Data Hasil Pengukuran Trasmitansi Ion Besi (Fe) untuk Variasi Lama

Tabel.4.3. Data Hasil Pengukuran Transmitansi Ion Besi (Fe) untuk Variasi Lama

Penyimpanan Larutan Kitosan pada Suhu Kamar

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Kurva Kalibrasi

Hasil pengukuran transmitansi dari suatu seri larutan standar besi yang digunakan

(46)

A = 2 – log %T

Selanjutnya absorbansi dialurkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga

diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linier (gambar 1) dapat dilihat pada

lampiran. Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi ini dapat diturunkan dengan

metode Least Square sebagai berikut :

Tabel 4.4 Data Hasil Penurunan Persamaan Regresi untuk Fe

No Xi Yi (XiX) (XiX)2 (YiY) (YiY)2 (XiX)(YiY)

Dimana harga X rata-rata :

n

4.2.2 Penurunan Persamaan Garis Regresi

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

y = ax + b

Sehingga diperoleh harga a :

(47)

Harga intersept (b) diperoleh melalui substitusi harga (a) ke persamaan berikut :

y = ax + b

b = y – ax

= 0,1861- (0,1828 x 1)

= 0,0033

Maka persamaan garis regresi yang diperoleh adalah :

y = 0,1828 x + 0,0033

4.2.3 Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi (r) dapat ditentukan sebagai berikut :

r =

Dengan mensubstitusi harga konsentrasi larutan standar (Xi) ke persamaan garis

regresi maka diperoleh harga Y yang baru (Y )seperti tercantum dalam tabel :

Tabel 4.5. Data Hasil Perhitungan Korelasi untuk Besi

(48)

Dari perhitungan pada tabel diatas maka dapat ditentukan deviasi standar untuk

intersept (Sb) yaitu dengan persamaan:

Sb =

Harga Sb dihitung untuk menentukan batas kepercayaan nilai intersept yaitu b ± t

(Sb), dimana t diperoleh dari tabel t-distribusi dengan derajat kepercayaan 95% dan

derajat kebebasan (n-2) = 5-2 = 3 diperoleh p = 0,05 dan t = 3,18 sehingga batas

kepercayaan untuk nilai intersept adalah :

0,0033 ± (3,18)(1,4915 x 10-3)

0,0033 ± 4,7430 x 10-3

0,0033 ± 0,0047

(49)

Sa =

Sesuai dengan cara untuk menentukan batas kepercayaan nilai intersept maka

kepercayaan nilai slope adalah a ± t (Sa),

0,1828 ± (3,18)(1,5502 x 10-3)

0,1828 ± 4,9296 x 10-3

0,1828 ± 0,0049

4.2.4 Penentuan Batas Deteksi

Batas deteksi dapat dihitung dengan persamaan :

3Sb = Y – Yb

atau, Y = 3Sb + Yb

Dimana : Y = signal pada batas kadar deteksi

Sb = standar deviasi

Yb = Intersept kurva kalibrasi

Persamaan kurva kalibrasi, Y = 0,1828 x + 0,0033

Dimana, Yb = 0,0033

Sb =

x

(50)

Maka dengan mensubstitusikan harga Yb dan Sb pada persamaan Y = 3Sb + Yb dapat

diperoleh harga untuk batas deteksi :

Y = 3Sb + Yb

= 3(0,9434 x 10-3) + 0,0033

= 0,0028 + 0,0033

= 0,0061

Dengan mensubstitusi nilai Y terhadap persamaan :

Y = 0,1828x + 0,0033

0,0061 = 0,1828x + 0,0033

0,0028 = 0,1828x

x = 0,0153 mg/L

Jadi, batas deteksi pengukuran besi untuk penelitian ini adalah 0,0153 mg/L.

4.2.5 Penentuan Kadar Besi (Fe) setelah Penambahan Kitosan

Kadar Besi dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan

mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap

persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

Dari data pengukuran % transmitansi Besi untuk variasi konsentrasi larutan kitosan

0,2%, diperoleh sebagai berikut :

%T1 =73 A1 = 0,1367

%T2 = 74 A2 = 0,1308

%T3 = 73 A3 = 0,1367

Dengan mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) ke persamaan garis regresi berikut :

(51)

X1 = 0,7298

X2 = 0,6975

X3 = 0,7298

Dengan demikian kadar Besi untuk variasi konsentrasi larutan kitosan 0,2% adalah :

n Xi

X =Σ = 0,7190

Kemudian dihitung deviasi standar sebagai berikut :

2

Dari data hasil distribusi t student untuk n=3, derajat kebebasan (dk) = n-1 = 2

Untuk derajat kepercayaan 95% (p=0,05), t=4,30.

Maka, d = t(0,05xn−1)Sx

d = 4,30 x 0,1 x 0,0108

d = 0,0046

Dari data hasil pengukuran kadar Besi untuk variasi konsentrasi larutan kitosan 0,2%

adalah sebesar:

(52)

Dengan cara yang sama dapat ditentukan konsentrasi ion Besi (Fe) untuk variasi

konsentrasi dan lama penyimpanan larutan kitosan. Data dapat dilihat pada tabel 4,

tabel 5 dan tabel 6 pada lampiran.

4.2.6 Persentasi (%) Penurunan Konsentrasi Ion Besi (Fe)

Data hasil percobaan yang diperoleh ditunjukkan dalam tabel 4, tabel 5 dan tabel 6

dalam lampiran.

Persen penurunan kadar besi diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus sebagai

berikut :

Persen penurunan =

[ ] [

]

[ ]

x100% awal

(53)

4.3 Pembahasan

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh panjang gelombang maksimum (λ maks) dari pembentukan warna kompleks merah jingga untuk larutan standar 0,6

mg/L besi sebesar 510 nm. Metode penentuan panjang gelombang maksimum larutan standar besi dilakukan pada λ = 510 nm.

Pengukuran dengan spektrofotometer sinar tampak perlu dilakukan

pengukuran khusus untuk menentukan waaktu operasi yaitu pada saat mana suatu

larutan berwarna mencapai transmitansi minimum atau absorbansi maksimum. Waktu

operasi kompleks warna dari larutan standar 0,6 mg/L besi diperoleh dengan waktu 10

menit. Jadi waktu operasi ini merupakan selang waktu antara saat penambahan

pereaksi hidroksilamin, larutan natrium asetat dan 1,10-fenantrolin dengan waktu saat

intensitas warna mencapai maksimum.

Kurva kalibrasi larutan standar besi (Tabel 3), dibuat dengan memvariasikan

konsentrasi larutan standar besi dengan menggunakan persamaan Least Square

diperoleh persamaan garis Y =0,1828X +0,0033 dengan grafik pada gambar 1.

Dalam penentuan apakah suatu penelitian memiliki titik yang sejajar pada

kurva kalibrasi dengan harga slope positif dapat dilihat dari perhitungan koefisien

korelasi (r). Dalam data statistik diperoleh harga koefisien korelasi sebesar 0,9986.

Hal ini menunjukkan adanya hubungan atau korelasi positif antara konsentrasi dengan

absorbansi. Pada penelitian analitik, grafik kurva kalibrasi yang baik ditunjukkan

dengan harga r ≥0,99 (Miller J.C.,Miller,J.N,1986).

Penentuan batas deteksi dari pengukuran kadar besi dalam penelitian ini

adalah 0,0153 mg/L. Hal ini menunjukkan batas pengukuran alat spektrofotometer

untuk kadar besi dalam sampel hanya dapat dilakukan jika konsentrasi besi diatas

0,0153 mg/L.

Dari hasil penelitian yang dilakukan terjadi penurunan kadar besi setelah

(54)

larutan kitosan, dimana konsentrasi awal larutan standar besi yang digunakan adalah 1

mg/L. Setelah penambahan larutan kitosan dengan variasi konsentrasi 0,2%; 0,4%;

0,6%; 0.8% dan 1 % diperoleh konsentrasi akhir larutan besi masing-masing sebesar

0,7190 mg/L; 0,6867 mg/L; 0,6760 mg/L; 0,7300 mg/L dan 0,7518 mg/L. Dengan

persen penurunan masing-masing sebesar 28,10%; 30,33%; 32,40%; 27,00% dan

24,83%. Dari data diperoleh bahwa penyerapan optimum dari larutan kitosan adalah

pada penambahan kitosan dengan konsentrasi 0,6% yakni sebesar 32,40%.

Penurunan konsentrasi besi setelah penambahan kitosan disebabkan karena

kitosan mengikat logam melalui pertukaran ion, penyerapan dan pengkhelatan

(Muzarelli,R.A.A,1977). Kitosan mempunyai satu kumpulan amino linier untuk setiap

unit glukosa. Kumpulan amino ini mempunyai sepasang elektron yang dapat

berkoordinat atau membentuk ikatan-ikatan aktif dengan kation-kation logam. Unsur

nitrogen dari setiap monomer kitosan dikatakan sebagai gugus aktif berkoordinat

dengan logam (Hutahaean,S.Ida,2001).

Besi merupakan akseptor elektron yang menurut lewis digolongkan sebagai

asam. Ditinjau dari kekuatan asam, Pearson dalam teori HSAB (Hard Soft Acid Base),

besi digolongkan kedalam asam antara artinya logam ini akan mampu berinteraksi

dengan baik terhadap basa kuat seperti OH-,RNH2 dan R-OH (Hancock dan

Martel,1996). Dengan demikian memungkinkan pengambilan Fe(II) atau Fe(III)

melalui mekanisme adsorpsi dengan adsorben yang memiliki gugus fungsional dan

bersifat basa lewis seperti yang dimiliki oleh kitosan.

Untuk penambahan larutan kitosan dengan variasi lama penyimpanan pada

hari I, II, III, IV dan V dalam lemari pendingin pada suhu -23oC untuk konsentrasi

optimumnya, diperoleh konsentrasi akhir masing-masing sebesar 0,6236 mg/L; 0,6548

mg/L; 0,7083 mg/L; 0,7517 mg/L dan 0,7958 mg/L. Dengan persen penurunan

sebesar 37,64%; 34,52%; 29,17%; 24,83% dan 20,42% . Sedangkan pada suhu kamar,

diperoleh konsentrasi larutan besi yang tersisa adalah 0,6236 mg/L; 0,7082 mg/L;

0,7626 mg/L; 0,8408 mg/L dan 0,9336 mg/L. Dengan persen penurunan

(55)

Dari data diperoleh bahwa larutan kitosan didapati menurun setelah pada

hari-hari berikutnya, baik ketika larutan kitosan tersebut disimpan pada suhu -23oC

maupun pada suhu kamar. Pada larutan kitosan yang disimpan pada suhu kamar

terjadi penurunan viskositas maupun daya adsorpsi yang cukup besar dari kitosan

dibanding pada suhu -230C. Hal ini terjadi karena larutan kitosan yang disimpan pada

suhu kamar lebih mudah terdegradasi dibanding pada suhu -230c.

Kelarutan kitosan dalam larutan asam asetat dipengaruhi oleh suhu. Adanya

gugus karboksil(-COOH) dalam asam asetat akan memudahkan pelarutan kitosan

karena terjadinya interaksi hidrogen antara gugus karboksil dengan gugus amina dari

kitosan. (Dunn el al.1997). Dalam suasana ini, gugus amina bebas sangat cocok

sebagai polikationik untuk mengekelat logam. Semakin lama kitosan kontak dengan

asam asetat memungkinkan gugus amina dari kitosan akan terprotonasi membentuk

gugus amino kationik (NH3+), sehingga muatan positif kitosan juga akan semakin

banyak. Dalam larutan, tingginya muatan positif akan menghasilkan gaya tolak

menolak. Suhu rendah dapat menghambat terprotonasinya gugus amina di dalam

(56)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari data yang diperoleh pada penelitian ini, didapat bahwa konsentrasi larutan

kitosan yang paling optimal untuk adsorpsi besi adalah pada konsentrasi larutan

kitosan 0,6% dimana yang teradsorpsi adalah sebesar 32,40%. Lama penyimpanan

larutan kitosan mempengaruhi daya adsorpsinya terhadap logam, dimana semakin

lama waktu penyimpanan larutan kitosan maka viskositas larutan kitosan tersebut

akan semakin menurun seiring kemampuannya untuk mengadsorpsi besi semakin

lama juga semakin kecil. Hal ini ditunjukkan dengan persentasi (%) adsorpsi besi

setiap harinya semakin lama semakin kecil, baik yang disimpan pada suhu -230C

maupun pada suhu kamar.

5.2 Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk membandingkan bagaimana daya adsorpsi

kitosan terhadap logam lainnya selain dari besi, jika divariasikan konsentrasi maupun

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Alaert,G. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional. Almatsier,S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Yakarta : UI Press.

Dean,R.B. 1981. Water Reuse: problem and solution. London: Academic Press Inc. Dunn,ET.EW. Grandmaison dan MFA. Goosen. 1997. Aplication and Properties of

Chitosan. Di dalam MFA. Goosen (ed). Applications of Chitin and Chitosan. Technomic Pub,Basel.

Effendi,H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Ewing,G.W. 1975. Instrumental Methods of Chemical Analysis.New York: Mc.Graw- Hill.

Glastone,S. 1959. Physical Chemistry. Second Edition. New York: Van Nostrand Company Inc.

(Http:// resources.unpad.ac.id/unpad-content/upload/publikasi_dosen/makalah 6. Viskositas).Diakses 10 juni,2009.

Hardjito,L. 2006. Chitosan Sebagai Bahan Pengawet Pengganti Formalin.Majalah Pangan : Media Komunikasi dan Informasi. No 46/XV/Januari/2006. Hutahaean,I.S. 2001. Penggunaan Kitosan Sebagai Penyerap Logam Zinkum(Zn2+)

Dan Logan Kromium(Cr3+) dengan Metode Spektrofotometri Serapan atom. Skripsi. Medan: Jurusan Kimia FMIPA USU.

Jae Kwan Hwang dan Hae Hun Shin. 2001. Rheological Properties of Chitosan Solutions. Korea-Australia Rheology Jurnal.

Kumar,M.N.V.R. 2000. A Review of Chitin and Chitosan Applications. India: Department of Chemistry, University of Roorkee.

Lowry,T.M. 1958. Intermediate Chemistry. London: Macmillan & CO LTD. Mat,B.Zakaria. 1995.Chitin and Chitosan. University Kebangsaan Malaysia.

Miller,J.C.,Miller,J.N.1986.Statistika untuk kimia analitik.Edisi Kedua. Bandung: ITB Press.

Mulja.1999.analisis Instrument. Jakarta : Erlangga.

Muzzarelly, R.A.A. 1977. Chitin. New York. Oxford: Perngamon Press. Rismana, E. 2004. Serat Kitosan Mengikat Lemak.

Diakses tanggal 29 Februari, 2009.

Robert,G.A.F. 1992. Chitin Chemistry.London : The Macmillan Press.

Stevens,M.P. 2001.Kimia Polimer. Cetakan pertama. Jakarta: Pradnya Paramita. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 1980. Washington: APHA,AWWA,WPCF. 15th ed.

Vinvogadro,A.P. 1971. Elementary Chemical Composition of Marine Organism. Moscow: A.V.USSR.

Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT. Kalman Media Pusaka.

Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.

Widowati,W. 2008. Efek toksik Logam. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Wirjosentono, B. 1995. Analisis dan Karakteristik Polimer. Edisi Pertama.

(58)

Tabel 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dari Larutan Standar 0,6 mg/L Besi

Panjang Gelombang

(nm) %T A(2-log %T)

480 80 0,0969

490 78 0,1079

500 77 0,1135

510 76 0,1191

520 78 0,1079

Tabel 2. Penentuan Waktu Operasi dari Larutan Standar 0,6 mg/L Besi

Waktu (menit) %T A(2-log %T)

5 83 0,0809

10 77 0,1135

15 78 0,1079

20 81 0,0915

25 82 0,0861

Tabel 3. Penentuan Kurva Kalibrasi Standar Besi (Fe)

Konsentrasi (mg/L) %T A(2-log %T)

0,6 77 0,1135

0,8 71 0,1487

1,0 65 0,1870

1,2 60 0,2218

(59)

Gambar

Gambar 2.2 Struktur Kitosan
Gambar 5.1  Viskosimeter Ostwald
Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Transmitansi Ion Besi (Fe) untuk Variasi
Tabel 4.2  Data Hasil Pengukuran Trasmitansi Ion Besi (Fe) untuk Variasi Lama
+5

Referensi

Dokumen terkait

bentonit alam teraktivasi dan komersil terhadap adsorpsi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dalam larutan standar menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom.. Ke

zeolit alam yang telah diaktivasi dengan HCl, pada pH larutan 4; 5; 6; dan 7, diaduk selama 6 jam, disaring dan diukur konsentrasi logam kobal (Co) dan nikel (Ni) dengan

Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi logam dalarn larutan dengan jumlah logam yang dapat dijemp oleh karbon dalarn jumlah tertentu (0,5% b/v)