• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Makan dan Keragaman Menu Anak Balita Pada Keluarga Miskin di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2005

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Makan dan Keragaman Menu Anak Balita Pada Keluarga Miskin di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2005"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

H

HHAAASSSIIILLLPPPEEENNNEEELLLIIITTTIIIAAANNN

POLA MAKAN DAN KERAGAMAN MENU ANAK BALITA PADA

KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN

TAHUN 2005

Jumirah

Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU Jl. Universitas No. 21 Kampus USU Medan, 20155

ABSTRACT

The objective of this study was to know the food consumption pattern and variation of menu of under five children of poor families at Medan Tuntungan, 2005. The research was conducted at Kelurahan Baru Ladang Bambu and Kelurahan Tanjung Selamat. The population of the research were poor families having under five children. The number of total sampling were 102 families. Data were collected by using questionnaire. The results showed that food consumption pattern of under five children were rice consumed daily; Also the consumed tempe, tahu, eggs, fish, and chicken by 1 to 3 times in a week; The vegetables were constituted by spinach, cassava leaf and combination of cabbage, carrot, and bean consumed 1 to 3 times in a week. They also consumed ‘krupuk’ and ‘chiki’ daily. Only a small part of them consumed dietary consisted of 2 types of foods, 32,35% of them consumed dietary consisted of 4 types of foods, and the rest (29,4%) consumed dietary consisted of 3 to 4 types of foods daily.

Keywords: Food consumption pattern, Variation of menu, Under five children

PENDAHULUAN

Menurut Susenas tahun 1989-2003, prevalensi gizi kurang dan buruk secara perlahan menurun dari 37,5% (tahun 1989) menjadi 27,5% (tahun 2003), walaupun pada saat krisis angka tersebut tetap pada prevalensi 20-30% (Direktorat Gizi Masyarakat-Depkes RI, 2005). Hal ini berarti masih berjuta balita terancam kelangsungan tumbuh kembangnya yang selanjutnya dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan dan produktivitas mereka. Hal ini akan sangat merugikan bangsa di masa depan, karena jika mereka menjadi angkatan kerja pada 20 tahun mendatang, diperkirakan tidak memiliki daya saing yang amat diperlukan di era globalisasi.

Faktor utama penyebab munculnya kasus gizi buruk adalah konsumsi pangan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi. Kedua faktor ini erat kaitannya dengan kurangnya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola pengasuhan yang buruk dan pelayanan kesehatan yang tidak

memadai (Unicef, 1998 dalam Soekirman, 1999/2000). Selanjutnya faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah tingkat pengetahuan yang rendah tentang pentingnya pemeliharaan gizi sejak masa bayi bahkan sejak ibu hamil, dan rendahnya tingkat pendapatan keluarga, sangat terkait dengan belum optimalnya pemberdayaan keluarga atau masyarakat untuk ikut aktif terlibat dalam program pangan dan gizi.

(2)

pekarangan dan lahan sekitarnya serta peningkatan penganekaragaman menu keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian Etylusfina (1999), diperoleh sebesar 31,32% dari 70 anak balita yang dijadikan sampel di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan termasuk status gizi kurang dan gizi buruk, tingkat konsumsi energi tergolong rendah sebanyak 37,4% dan tingkat konsumsi protein tergolong rendah sebanyak 22,86%. Lebih lanjut disebutkan bahwa keanekaragaman menu ada hubungannya dengan tingkat konsumsi protein dan status gizi balita.

Hasil penelitian Rosliana Kaban (1999), menunjukkan bahwa 44,4% anak balita yang berasal dari keluarga miskin di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan tergolong status gizi kurang dan buruk. Dilihat dari konsumsi zat gizi, ternyata sebagian besar (88,8%) anak balita mempunyai tingkat asupan energi sangat rendah (< 85% angka kecukupan yang dianjurkan).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana pola makan dan keragaman menu makanan anak balita pada keluarga miskin Kecamatan Medan Tuntungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola makan anak balita yang dilihat dari jenis makanan dan frekuensi makan, sedangkan keragaman menu dilihat dari variasi jenis makanan yang dikonsumsi oleh anak balita per hari.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan survei yang bersifat deskriptif, dilakukan di Kecamatan Medan Tuntungan. Populasi adalah semua keluarga miskin (tergolong Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I atau KS-I) yang mempunyai anak balita dan bertempat tinggal di Kelurahan Baru Ladang Bambu dan di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan masing-masing diperoleh sejumlah 85 KK dan 17 KK, selanjutnya total populasi diambil sebagai sampel. Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga.

Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik keluarga (agama, suku, umur, pendidikan, pendapatan per bulan, jenis pekerjaan, dan umur anak balita) dan pola makan (jenis makanan dan frekuensi makan) serta keragamanan menu (variasi menu) makanan anak balita.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner, yang dilakukan oleh 2 orang mahasiswa FKM USU peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2005.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Karakteristik Keluarga

Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur

Distribusi responden berdasarkan kelompok umur seperti disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sebahagian besar responden terdapat pada kelompok umur antara 20 sampai 29 tahun (62,75%). Hasil survei mendapatkan adanya responden yang tergolong umur 50+ tahun sebesar 3,92% dan di bawah 20 tahun sebesar 1,96%.

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan kelompok umur

Kelompok Umur Responden (tahun)

n %

< 20 2 1.96

20 - 29 64 62.75

30 - 39 30 29.41

40 - 49 2 1.96

50 + 4 3.92

Total 102 100.00

Distribusi Responden Menurut Suku

Berdasarkan suku responden terlihat cukup bervariasi yang terdiri atas suku Jawa 75,50% merupakan jumlah terbanyak, suku Melayu, Batak, Minangkabau, dan Karo. Pada Tabel 2 dapat dilihat jumlah terkecil yakni suku Minangkabau.

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan suku

Suku Responden n %

Jawa 77 75.50

Melayu 8 7.80

Batak 6 5.90

Minangkabau 1 1.00

Karo 10 9.80

Total 102 100.00

Distribusi Responden Menurut Agama

(3)

selebihnya keluarga responden menganut agama kristen protestan (2,00%).

Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Dari hasil survei pada Tabel 3 didapatkan adanya responden yang tergolong tidak sekolah atau tidak tamat SD sebesar 5,88%, sementara distribusi terbanyak terdapat pada tingkat pendidikan SLTA. Pada Tabel 3 menunjukkan adanya responden yang memiliki tingkat pendidikan Akademi/PT sebanyak 2 orang, hal ini mencerminkan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi ternyata belum mampu mengangkat derajat ekonomi keluarga. Dengan demikian sangat diperlukan upaya pemberdayaan keluarga, yakni melalui kegiatan pelatihan berupa keterampilan khusus bagi kaum pria dan wanita di daerah ini yang disesuaikan dengan potensi yang ada.

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan

Responden n %

Tidak sekolah/Tidak tamat SD 6 5.88

SD 28 27.45

SLTP 32 31.37

SLTA 34 32.35

Akademi/PT 2 1.96

Total 102 100.00

Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan dan Pendapatan Kepala Keluarga

Berdasarkan jenis pekerjaan kepala keluarga, paling banyak ditemukan jenis pekerjaan wiraswasta yakni sebesar 47,10% (Tabel 4). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan salah seorang lurah setempat, di Kelurahan Baru Ladang Bambu sebagian masyarakatnya memiliki usaha berupa pembuatan tapai, kerupuk, dan kolam ikan. Kemungkinan kegiatan tersebut dapat lebih dikembangkan lagi sehingga dihasilkan produk-produk makanan yang memiliki nilai ekonomi lebih baik dan diterima banyak masyarakat, selanjutnya mampu menyerap tenaga kerja dengan upah yang layak. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan keluarga, sebagaimana terlihat pada Tabel 5 bahwa sebagian besar keluarga responden memiliki pendapatan antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 1.000.000,- per bulan.

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan kepala keluarga

Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga n %

Pegawai Swasta 4 3.90

Wiraswasta 48 47.10

Petani 7 6.90

Pedagang 7 6.90

Lain-lain 36 35.30

Total 102 100.00

Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan pendapatan keluarga

Pendapatan Kepala Keluarga n %

< Rp 500.000 8 7.80

Rp 500.000 - Rp 1.000.000 64 62.70

> Rp 1.000.000 30 29.50

Total 102 100.00

Distribusi Responden Menurut Umur Anak Balita

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa anak balita yang dimiliki responden paling banyak tergolong umur 13 bulan sampai 24 bulan atau 1 sampai 2 tahun yakni sebesar 40,20%, kemudian umur antara 25 sampai 36 bulan atau 2 sampai 3 tahun yakni sebesar 21,57%, dan umur antara 37 sampai 48 bulan atau 3 sampai 4 tahun yakni sebesar 18,63%. Seperti diketahui bahwa usia anak 0-24 bulan merupakan periode kritis untuk proses tumbuh kembang seorang anak terutama terkait dengan pertumbuhan otaknya (Sularyo, Titi Sunarwati, Dahlan Ali Musa & Hartono Gunardi. 1996), maka pada kelompok usia tersebut mutlak diperlukan perhatian orang tua khususnya ibu rumah tangga dalam hal pola asuh dan pemberian makanan yang bergizi untuk mencapai proses tumbuh kembang yang optimal bagi setiap anak.

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan umur anak balita

Umur balita

(bulan) n %

≤ 12 11 10.78

13 - 24 41 40.20

25 – 36 22 21.57

37 – 48 19 18.63

49 - 60 9 8.82

Total 102 100.00

(4)

relatif cepat untuk organ-organ penting, bahkan di masa tersebutlah terjadinya proses pertumbuhan dan perkembangan otak dan mental seseorang yang akan menentukan tingkat pencapaian kualitas sumber daya manusia kelak.

Pola Makan Anak Balita

Dari hasil survei, pola makan anak balita secara umum hampir sama dengan pola makan keluarga. Tabel 7 menunjukkan bahwa sekitar 70% anak balita mengkonsumsi makanan pokok berupa nasi lebih dari satu kali per hari dan 26,50% mengkonsumsi satu

kali per hari serta ada 2% anak yang tidak pernah mengkonsumsi nasi. Sementara dilihat dari konsumsi lauk hewani, yang banyak dikonsumsi anak balita: telur antara 1-3 kali dan 4-6 kali per minggu; daging ayam antara 1 kali per bulan dan 1-3 kali per minggu; ikan antara 1-3 kali dan 4-6 kali per minggu. Konsumsi lauk nabati tempe dan tahu lebih banyak dikonsumsi setiap minggu antara 1-3 kali dan 4-6 kali. Ada sejumlah anak balita yang tidak pernah mengkonsumsi baik lauk hewani―telur, daging ayam, ikan, terlebih daging sapi―maupun lauk nabati

―tempe dan tahu.

Tabel 7. Distribusi pola makan anak balita berdasarkan jenis dan frekuensi makan Frekuensi Sayur kacang

panjang Kangkung 0

0.00 Kol/wortel/buncis 1

1.00 Rambutan 2

2.00

Buah-buahan lain 1

(5)

Dari jenis sayuran yang banyak dikonsumsi anak balita yaitu bayam, daun ubi, dan kombinasi kol/wortel/buncis dikonsumsi setiap minggu antara 1-3 kali dan 4-6 kali. Namun masih banyak sejumlah anak balita yang tidak mengkonsumsi sayuran, seperti terlihat pada Tabel 7 sejumlah anak tidak pernah mengkonsumsi sayur kacang panjang 85,30%, bayam 22,50%, daun ubi 69,60%, kangkung 69,60%, dan kombinasi kol/wortel/buncis sebanyak 48%.

Jenis buah yang paling banyak dikonsumsi anak balita adalah jeruk yang dikonsumsi antara 1-3 kali per minggu, 4-6 kali per minggu dan setiap hari. Sementara dari jenis buah-buahan yang lain lebih sedikit dikonsumsi bahkan tidak pernah dikonsumsi.

Konsumsi susu pada anak balita cukup bervariasi dilihat dari frekuensinya, yang mengkonsumsi susu setiap hari ada sebesar 21,60% lebih dari satu kali dan 16,70% satu kali per hari. Sejumlah anak balita tidak mengkonsumsi susu yakni sebesar 52%.

Dari hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar anak balita mengkonsumsi makanan jajanan berupa kerupuk dan chiki, sementara jenis jajanan berupa biskuit atau roti lebih sedikit yang mengkonsumsi.

Deskripsi mengenai pola makan anak balita di atas mencerminkan bahwa beberapa jenis bahan makanan yang sangat kaya akan zat gizi esensial dan dibutuhkan kelompok anak balita seperti daging ayam sumber protein, susu sebagai sumber protein dan kalsium, serta sejumlah sayuran dan buah-buahan sebagai sumber vitamin dan mineral masih sangat terbatas dikonsumsi anak-anak balita pada keluarga miskin. Keadaan ini sangat terkait dengan masalah sosial dan ekonomi keluarga responden (Tabel 5), di mana umumnya keluarga lebih menekankan pada upaya pemenuhan konsumsi bahan makanan pokok yakni beras, namun tidak berupaya mengkombinasikan bahan makanan pokok lainnya seperti ubi kayu, ubi rambat, jagung, pisang, dll. sementara harga beras di pasar sulit terkendalikan.

Keragaman Menu Makanan Anak Balita

Berdasarkan hasil survei mengenai keragaman menu makanan anak balita (Tabel 8), menunjukkan bahwa keragaman menu makanan anak balita paling banyak terdiri atas maksimal 2 jenis makanan (38,24%),

sementara keragaman menu keluarga paling banyak terdiri atas lebih dari 4 jenis makanan (46.08%). Hal ini mencerminkan bahwa tidak semua jenis makanan yang disajikan dalam menu keluarga juga dikonsumsi oleh sebagian besar anak balita. Keadaan tersebut akan membatasi sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh anak balita, padahal pada usia ini proses tumbuh kembang yang relatif cepat membutuhkan semua jenis zat gizi yang penting atau esensial untuk mencapai proses tumbuh kembang yang optimal.

Namun pada hasil penelitian juga menunjukkan sejumlah anak balita yang mengkonsumsi makanan dengan menu antara 3 sampai lebih dari empat jenis makanan. Keadaan ini merupakan hal yang menggembirakan dan seharusnya diupayakan untuk lebih dikembangkan agar variasi menu yang ada selalu diganti dengan jenis makanan lainnya dan pengolahannya pun divariasikan untuk menghindari kebosanan dan meningkatkan ketertarikan dalam konsumsi jenis-jenis makanan khususnya sayuran dan buah-buahan.

Tabel 8. Distribusi keragaman menu keluarga dan anak balita per hari

Keluarga Anak Balita

Keragaman Menu per Hari

N % N %

> 4 jenis makanan 47 46.08 33 32.35

3-4 jenis makanan 32 31.37 30 29.41

≤ 2 jenis makanan 23 22.55 39 38.24

Total 102 100.00 102 100.00

Hasil penelitian Siagian dkk. (2001) mengenai perilaku ibu dalam upaya peningkatan konsumsi sayur pada anak prasekolah di Kelurahan Baru Ladang Bambu menunjukkan sebagian besar masih kurang, namun ada perubahan perilaku ibu dalam cara memberikan sayuran pada anak dan juga ada perubahan dalam frekuensi makan sayur pada anak prasekolah setelah diberikan penyuluhan. Berdasarkan hal ini, maka kegiatan penyuluhan dapat dilakukan secara berkesinambungan dan terpadu, mengingat di daerah ini kegiatan posyandu aktif dilaksanakan setiap bulan, di samping itu adanya kegiatan arisan ibu-ibu dan kegiatan sosial lain seperti pengajian/wirid.

(6)

sehat, perlombaan makanan sehat dan anak balita, cerdas cermat anak sehat, makanan sehat dan bergizi anak balita, dll.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan: 1) Pola makan anak balita dilihat dari jenis makanan dengan frekuensi lebih banyak dikonsumsi meliputi makanan pokok umumnya nasi yang dikonsumsi setiap hari; lauk pauk umumnya dikonsumsi dalam seminggu bervariasi antara 1-3 kali (lebih dominan) dan 4-6 kali yakni berupa tempe, tahu, telur, ikan dan daging ayam; sayuran terdiri dari bayam, daun ubi, dan kombinasi kol/wortel/buncis dengan frekuensi makan antara 1-3 kali dan 4-6 kali per minggu; buah jeruk hampir dikonsumsi setiap hari dan pisang dengan frekuensi makan setiap 1-3 kali per minggu; jajanan berupa kerupuk dan chiki dengan frekuensi makan setiap hari; dan konsumsi susu hanya sebagian kecil anak. 2) Berdasarkan keragaman menu makanan anak balita ditemukan sebesar 38,24% anak mengkonsumsi menu yang terdiri dari ≤ 2 jenis makanan, sebesar 32,35% anak mengkonsumsi menu yang terdiri dari lebih 4 jenis makanan, dan sebesar 29,41% anak mengkonsumsi menu yang terdiri dari 3-4 jenis makanan per hari.

Untuk meningkatkan keragaman menu makanan anak balita, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu tentang cara memilih dan mengolah berbagai jenis makanan bergizi yang disukai anak-anak. Dengan demikian disarankan agar kegiatan yang dapat mendukung untuk mencapai hal tersebut perlu dilaksanakan, antara lain penyuluhan di posyandu, penyuluhan oleh petugas penyuluhan pertanian atau peternakan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Paparan Gubernur KDH Tk. I Sumatera Utara Tentang Perkembangan Situasi Pangan dan Gizi di Sumatera Utara. Disampaikan pada Sosialisasi Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi di Medan tanggal 24 September 1999.

Direktorat Gizi Masyarakat-Depkes RI. 2005. Perkembangan Program Perbaikan Gizi Masyarakat.

Etylusfina. 1999. Hubungan Keanekaragaman Menu Keluarga dengan Status Gizi Anak Balita di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan. (Skripsi) FKM-USU. Medan.

Kaban, R. 1999. Gambaran Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Miskin di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan. FKM-USU.

Siagian, A., Siregar, MA, Jumirah, Syahrial, E. 2002. The Study (An Action Research) of Modification of Mother’s Nutritional Behavior for Increasing Vegetables Consumption Among Preschool Age of Children. Komunikasi Penelitian (Edisi Sosial Humaniora). Vol. 14 (1). Lembaga Penelitian USU.

Soekirman. 1999/2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya: untuk Keluarga dan Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Depdiknas. Jakarta

Sularyo, Titi Sunarwati, Dahlan Ali Musa & Hartono Gunardi. 1996. Deteksi dan Intervensi Dini Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak dalam Upaya Optimalisasi Kualitas Sumber Daya Manusia. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Gambar

Tabel 2.  Distribusi responden berdasarkan suku
Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan umur anak balita
Tabel 7. Distribusi pola makan anak balita berdasarkan jenis dan frekuensi makan  Frekuensi

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah data hasil pengamatan langsung jumlah kedatangan dan jumlah pelayanan pesawat terbang setiap satu jam di

Jika sebagai konsekuensi dari perundingan- perundingan TRIPs, negara-negara tersebut setuju untuk memberikan perlindungan demikian, dan jika HKI yang harus dilindungi

Language is a symbol of existence of a nation. The distinction of a language could represent the vanished of specific nation or tribe. Government of every nation

Introduction: Chronic bronchitis is a disease that was included in Chronic Obstructive Pulomonary Disease other than emphysema which is clinically defined as

The OpenGIS ® catalog document specifies the interfaces, bindings, and a framework for defining application profiles required to publish and access digital catalogues of metadata

Endapan Transgressive System Tract Miosen Tengah – 2 (TST MT – 2) ini dicirikan oleh pola refleksi seismik onlap pada puncak sedimen Miosen Awal yang merupakan bidang

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa rata- rata hasil belajar siswa pada materi statistika dengan penerapan model

Perencanaan dimulai dengan meminta izin kepada kepala sekolah untuk melakukan observasi di kelas 5 SD Negeri Jebeng Plampitan. Setelah mendapat izin dari