• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Timbal Asetat Dan Vitamin C Terhadap Kadar Molondialdehyde Dan Kualitas Spewrmatozoa Di Dalam Sekresi Epididimis Mencit Albino (Mus musculus L) Strain BalB/C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Timbal Asetat Dan Vitamin C Terhadap Kadar Molondialdehyde Dan Kualitas Spewrmatozoa Di Dalam Sekresi Epididimis Mencit Albino (Mus musculus L) Strain BalB/C"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN TIMBAL ASETAT DAN

VITAMIN C TERHADAP KADAR MALONDIALDEHYDE DAN

KUALITAS SPERMATOZOA DI DALAM SEKRESI EPIDIDIMIS

MENCIT ALBINO (

Mus musculus

L)

STRAIN BALB/C

TESIS

Oleh

T.M. FAUZI

057008005/BM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH PEMBERIAN TIMBAL ASETAT DAN

VITAMIN C TERHADAP KADAR MALONDIALDEHYDE DAN

KUALITAS SPERMATOZOA DI DALAM SEKRESI EPIDIDIMIS

MENCIT ALBINO (

Mus musculus

L)

STRAIN BALB/C

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan

dalam Program Studi Biomedik

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

T.M. FAUZI

057008005/BM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PEMBERIAN TIMBAL ASETAT DAN VITAMIN C TERHADAP KADAR

MALONDIALDEHYDE DAN KUALITAS

SPERMATOZOA DI DALAM SEKRESI EPIDIDIMIS

MENCIT ALBINO (Mus musculus L)

STRAIN BALB/C

Nama Mahasiswa : T.M. Fauzi Nomor Pokok : 057008005 Program Studi : Biomedik

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(dr.Yahwardiah Siregar, PhD) (Dr. Ramlan Silaban, MSi)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(4)

Tanggal lulus : 22 Agustus 2008 Telah diuji pada

Tanggal : 22 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr.Yahwardiah Siregar, PhD Anggota : 1. Dr. Ramlan Silaban, MSi

(5)

ABSTRAK

Masalah polusi logam berat termasuk salah satunya timbal merupakan masalah yang serius di negara-negara maju maupun berkembang seperti Indonesia. Timbal dapat terkontaminasi terutama pada manusia, dan hewan melalui udara, air, dan tanah. Polusi timbal terutama berasal dari gas buang kendaraan bermotor dan cemaran limbah industri baterai aki. Sifatnya yang terakumulasi di dalam jaringan tubuh berdampak terhadap kerusakan struktur lipid membran sel, ditandai dengan meningkatnya kadar malondialdehyde (MDA) sebagai salah satu produk dari peroksidasi lipid.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemaparan timbal asetat dan vitamin C yang diberikan bersamaan secara oral selama 36 hari terhadap kadar malondialdehyde dan kualitas spermatozoa di dalam sekresi cauda epididimis mencit.

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental, 36 ekor mencit (Mus musculus L) albino jantan Strain Balb/c dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan yang masing-masing terdiri dari 6 ekor. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan kadar MDA bermakna (p<0,05) pada kelompok perlakuan timbal asetat 0,1 % w/v, dan timbal asetat 0,3 % w/v dibandingkan dengan kelompok perlakuan aquadest/kontrol.

Penambahan vitamin C dengan dosis 0,2 mg/g BB pada mencit yang dipapar timbal asetat 0,1% w/v dapat menurunkan kadar malondialdehyde secera bermakna (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok yang diberikan tanpa penambahan vitamin C. Pemberian vitamin C dosis 0,2 mg/g BB kurang bekerja efektif menurunkan kadar malondialdehyde (p>0,05) jika diberikan pada kelompok mencit yang dipapar timbal asetat 0,3 % w/v dibandingkan dengan kelompok tanpa penambahan vitamin C. Pemberian vitamin C saja tidak berpengaruh bermakna (p>0.05) terhadap kadar malondialdehyde dibandingkan dengan kelompok perlakuan aquadest/kontrol.

Pemberian timbal asetat 0,1 % w/v atau 0,3 % w/v pada mencit dapat mempengaruhi penurunan jumlah, motilitas, kecepatan gerak, dan persentase morfologi normal spermatozoa secara bermakna (p<0,05) bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan aquadest/kontrol. Penambahan vitamin C 0,2 mg/g BB dapat meningkatkan motilitas, dan kecepatan gerak secara bermakna (p<0,05) pada hewan uji yang dipapar timbal asetat 0,1 % w/v dibandingkan dengan kelompok hewan uji tanpa penambahan vitamin C. Hasil lainnya menunjukkan pemberian vitamin C saja pada hewan uji ternyata tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penurunan kualitas spermatozoa.

(6)

ABSTRACT

Heavy metal pollution is a problem and lead pollution in particular represents a serious problem in develop nations and also developing nations like Indonesia. Lead contamination especially in humans, and animals occurs by polluted air, water, and land. Lead pollution is especially heavy in motor vehicle exhaoust and certain industries, as well as a consequence of inadequate disposal of lead batteries. Lead can accumulate in body tissues and damage the structure of lipid cell membranes. This damage can be measured by the rate of formation of malondialdehyde (MDA), a product of lipid peroxidation.

The goal of this research was to know the influence of lead acetate exposure and vitamin C on the rate of MDA formation and the quality of spermatozoa in mice, as measured in secretions from the caudal epididymis. This experimental research was conducted using 36 male mice ( Mus musculus L) albino Strain Balb/c that were into six treatment groups each consisting of six mice. The lead acetate and vitamin C were administered orally over 36 days.

The results of this research showed a significant increase (p<0,05) in MDA levels in groups treated with lead acetate at 0,1% w/v, and 0,3% w/v compared to the aquadest/control group. Addition of vitamin C at a dose of 0,2 mg/g body weight in mice exposed to lead acetate at 0,1%.w/v significantly reduced MDA levels (p<0,05) compared to the lead exposed not treated with vitamin C.

Vitamin C dose 0,2 mg/g body weight was less effective MDA levels in the group exposed to lead acetate at 0,3% w/v. there was no significant difference between this group an the lead exposed group not treated with vitamin C. Administration of vitamin C does not have a significant effect (p>0,05) on MDA levels compared to the aquades/control group.

Administration of lead acetate at 0,1% w/v or 0,3% w/v in mice significantly influenced the amount, motility, speed, and percentage of morphologically normal spermatozoa in negative ways compared to the aquadest/ control group.Addition of vitamin C at 0,2 mg/g body weight in mice which were exposed to lead acetate at 0,1 % w/v significantly improved the motiliy, and speed of spermatozoa (p<0,05) compared to the lead exposed group not treated with vitamin C. other results showed administration of vitamin C only did not have a significant effect (p<0,05) on the quality of the spermatozoa.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul, ”Pengaruh Pemberian Timbal Asetat dan Vitamin C Terhadap Kadar Malondialdehyde dan Kualitas Spermatozoa di Dalam Sekresi Epididimis Mencit Albino (Mus Musculus L) Strain Balb/C ”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan penulis dalam rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), dan seluruh jajarannya yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

(8)

dr. Datten Bangun, MSc, SpFK (Komisi Pembanding), dan Dr. Dwi Suryanto, MSc (Komisi Pembanding) atas perhatian dan saran yang bermanfaat bagi penulis untuk kesempurnan penyusunan tesis ini.

Direktur Sekolah Pascasarjana USU Medan, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, dan Ketua Program Studi Magister Biomedik dr. Yahwardiah Siregar, PhD, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister Biomedik di Sekolah Pasacasarjana USU Medan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua dosen yang telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan magister ini.

Persembahan terima kasih tulus, rasa hormat dan sembah sujud kepada ayahanda dan ibunda tercinta ( dr. H. Kamajaya, MSc, SpAnd dan Hj. Esther Novika ) yang telah membesarkan dengan susah payah dengan penuh kasih sayang dan atas dukungan serta semangat mereka inilah Penulis dapat menjalani pendidikan hingga pascasarjana. Semoga Allah SWT mengampuni dan selalu merahmati kedua ayahanda dan ibunda Penulis. Buat adinda T.M. Fajar, ST, T. Larry Arthit, dan T.M. Reza Syahputra yang Penulis kasihi.

(9)

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih perlu mendapat perbaikan dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin. Terima Kasih.

Medan, 20 Agustus 2008 Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Tengku Muhammad Fauzi 2. Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 29 September 1979

3. Agama : Islam

4. Status : Belum Menikah

5. Alamat : Jl. Tridharma No. 24 Medan 6. Telp/HP : 061-8214687/08566236600 7. Pendidikan

SD Kemala Bhayangkari Medan : 1986-1992 SMP Negeri 2 Medan : 1992-1996 SMU Dharma Pancasila Medan : 1996-1999 Sarjana (S1) Biologi FMIPA USU : 1999-2005 Sekolah Pascasarjana, Program Biomedik USU : 2005-2008 8. Riwayat Pekerjaan

(11)

DAFTAR ISI

2.3. Malondialdehid (MDA) Sebagai Penanda Peroksidasi Lipid ... 13

2.4. Radikal Bebas dan Sistem Pertahanan Tubuh ... 14

2.5. Antioksidan Sebagai Pelindung Kesehatan ... 17

(12)

2.9. Pengukuran dan Pengaruh Senyawa Malondialdehyde (MDA) .. 27

III. METODE PENELITIAN... 29

3.1. Rancangan Penelitian ... 29

3.2. Bahan dan Alat ... 29

3.3. Waktu dan Tempat ... 30

3.4. Variabel Penelitian ... 30

3.4.1. Variabel independent ... 30

3.4.2. Variabel dependent ... 31

3.5. Pelaksanaan Penelitian ... 31

3.5.1. Pemeliharaan hewan percobaan ... 31

3.5.2. Perlakuan hewan percobaan ... 31

3.6. Prosedur Pemeriksaan ... 32

3.6.1. Pengambilan sekresi cauda epididimis ... 32

3.6.2. Pengamatan kualitas spermatozoa... 33

3.6.3. Penentuan kadar MDA di dalam suspensi sekresi cauda epididimis ... 37

3.7. Analisis Data ... 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 40

4.1. Hasil Penelitian ... 40

4.2. Pembahasan ... 55

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 62

5.1. Kesimpulan ... 62

5.2. Saran … ... 62

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Tingkat Pb di darah pada anak-anak... 10

2. Beberapa sumber radikal bebas ... 16

3. Rancangan percobaan ... 32

4. Persiapan MDA standar untuk spektrofotometer ... 38

5. Data pengamatan kadar MDA suspensi sekresi cauda epididmis mencit ... 40

6. Hasil uji BNT antar rata-rata kadar MDA berbagai kelompok perlakuan ... 41

7. Data pengamatan kualitas spermatozoa mencit ... 44

8. Hasil uji BNT antar rata-rata jumlah, persentase motil, kecepatan gerak, dan persentase morfologi spermatozoa berbagai kelompok perlakuan ... 49

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1. Kerangka teori penelitian pengaruh Pb asetat dan vitamin C

terhadap kadar MDA dan kualitas spermatozoa mencit ... 8

2. MDA sebagai produk akhir peroksidasi lipid ... 14

3. Anatomi testis dan saluran reproduksi mencit (Mus musculus L) jantan ... 19

4. Reaksi TBA dengan MDA membentuk warna merah muda ... 28

5. Senyawa M1G (pyrimido[1,2-a]purin-10(3h)-one)... 28

6. Hemositometer Improved Neubauer ... 34

7. Grafik kadar rata-rata MDA... 41

8. Grafik rata-rata jumlah spermatozoa... 45

9. Grafik rata-rata persentase motilitas spermatozoa grade a ... 45

10. Grafik rata-rata persentase motilitas spermatozoa grade b ... 46

11. Grafik rata-rata persentase motilitas spermatozoa grade c ... 46

12. Grafik rata-rata persentase total spermatozoa motil... 47

13. Grafik rata-rata kecepatan gerak spermatozoa ... 48

14. Grafik rata-rata persentase total morfologi spermatozoa normal.. 49

15. Morfologi spermatozoa mencit (Mus musculus L) strain Balb/c .. 55

16. Peroksidasi lipid ... 56

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Output analisis data kadar MDA suspensi sekresi epididimis dan

kualitas spermatozoa mencit meliputi : jumlah, motilitas, kecepatan gerak, dan morfologi spermatozoa dengan uji Anova

satu arah (p=0.05) menggunakan software SPSS 13 ... 68 2. Output analisis data kadar MDA suspensi sekresi epididimis dan

kualitas spermatozoa mencit meliputi : jumlah, motilitas, kecepatan gerak, dan morfologi spermatozoa dengan uji lanjut

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat yang dapat mencemari lingkungan terutama yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor. Timbal ditambahkan sebagai bahan aditif pada bensin dalam bentuk timbal organik (Contoh: Tetra Etil-Pb dan Tetra Metil-Pb). Pada pembakaran bensin, timbal organik ini berubah menjadi anorganik. Sekitar 70% timbal yang terkandung dalam bensin akan diemisikan melalui knalpot kendaraan tersebut. Banyaknya pengguna kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bensin bertimbal sebagai bahan bakar mengakibatkan terjadinya peningkatan emisi gas buang kendaraan bermotor yang mengandung zat timbal (Pb). Timbal diperlukan sebagai bahan aditif pada bensin untuk menjaga agar mesin jangan bergetar (anti knocking).

(17)

Timbal sering juga menyebabkan keracunan pada hewan ruminansia. Rumput pakan ternak yang terkontaminasi oleh Pb dari udara sering menyebabkan keracunan kronis, tetapi padang rumput yang terkontaminasi cemaran limbah peleburan logam ataupun limbah baterai/aki sering menyebabkan toksisitas yang akut. Pada hewan ruminansia gejala khas dari keracunan Pb antara lain: gastro-enteritis, anemia, dan ensepalopati (Darmono, 2001). Hasil penelitian menunjukkan sapi yang mengalami keracunan Pb terjadi akumulasi timbal pada jaringan hati, ginjal dan otot hewan tersebut (Darmono, 2001).

Sifat timbal yang toksik dan akumulatif ini menyebabkan banyak organ yang dapat dipengaruhi, salah satunya adalah sistem reproduksi hewan jantan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keracunan Pb dapat mengakibatkan penurunan jumlah spermatozoa pada mencit (Antonio et al, 2004; Barrat et al, 1989; Sokol et al , 1985). Selain itu Pb (timbal) dapat menginduksi terjadinya stres oksidasi pada hewan percobaan, ditandai dengan naiknya Lipid Peroxidation Potential (LPP) di dalam jaringan. Penelitian menunjukkan pemberian timbal asetat dengan dosis tunggal 200 mg/kg BB melalui injeksi intraperitoneal selama 4 minggu dapat meningkatkan LPP di dalam jaringan testis. LPP dapat ditentukan dengan mengukur molekul malondialdehyde (MDA) mengikuti tes standar thiobarbituric acid (TBA) (Acharya et al, 2003).

(18)

macam penyakit. Hal tersebut dibuktikan oleh beberapa penelitian antara lain Suryawanshi et al (2006) melaporkan bahwa kadar MDA plasma pada penderita diabetes mellitus meningkat dibandingkan dengan kontrol. Penderita penyakit hati oleh alkohol juga menunjukkan peningkatan kadar MDA (Gupta et al, 2005). Selain itu hasil penelitian Zarghami et al (2005) menunjukkan bahwa pria yang mengalami asthenozoospermic kadar MDA di dalam semen menunjukkan terjadi peningkatan dibandingkan pria yang normozoospermic, serta berkorelasi dengan penurunan motilitas spermatozoa.

Kemampuan menetralisir senyawa oksidan sebenarnya sudah dimiliki oleh tubuh/sel itu sendiri. Enzim glutation peroksidase, uric acid dan enzim katalase bekerja menetralisir oksidan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida (H2O2)

merupakan salah satu molekul Reactive Oxygen Species (ROS) dan penyebab terjadinya peroksidasi lipid. Selain itu senyawa oksidan seperti superoksida (O2 -)

(19)

Vitamin C (L- Ascorbic Acid) merupakan senyawa alami yang bersifat antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas namun bukan bersifat enzimatis. Senyawa ini umumnya hanya dapat disintesis oleh tanaman. Manusia tidak mampu mensintesis senyawa ini. Ketidakmampuan ini menyebabkan manusia umumnya menderita penyakit yang disebut hipoaskorbemia, dan dalam keadaan parah akan timbul skorbut yang fatal. Kepentingan senyawa ini bagi manusia salah satunya ternyata berdasarkan kemampuannya mengikat zat-zat radikal seperti superoksida dan radikal hidroksil, juga bereaksi langsung dengan hidrogen peroksida, oleh karena itu vitamin C dapat mencegah berbagai radikal bebas bersifat toksik yang menyebabkan oksidasi. Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa vitamin C sangat bermanfaat bagi pencegahan dan pengobatan penyakit antara lain: menurunkan tekanan darah dan kolesterol, mencegah terjadinya resiko serangan jantung, bekerja sebagai antioksidan dalam pengobatan asma, melindungi sistem imun dalam melawan virus (Goodman, 1995), dan berbagai macam manfaat lainnya yang masih perlu diteliti kembali.

(20)

mampu melindungi sistem reproduksi tikus jantan yang terpapar gelombang ultrasonik (merupakan salah satu pemicu terjadinya radikal bebas) ternyata menunjukkan terjadi penurunan jumlah spermatid sebesar 57%. Pemberian vitamin C dengan dosis 0,20 mg/g BB bersamaan dengan pemaparan gelombang ultrasonik selama 15 hari ternyata dapat meningkatkan jumlah spermatid sampai 66%.

Dengan dasar kemampuan vitamin C sebagai antioksidan, perlu dilakukan penelitian eksperimental lebih lanjut bagaimana pengaruh pemberian bersamaan timbal asetat ( Pb(C2H3O2)2·3H2O ) dan vitamin C terhadap kualitas spermatozoa dan

kadar malondialdehyde (MDA) di dalam sekresi cauda epididimis mencit jantan selama satu siklus spermatogenesis mencit.

1.2. Perumusan Masalah

Meskipun telah banyak penelitian tenteang timbal kepada hewan percobaan namun belum diketahui bagaimana pengaruh pemberian timbal asetat (Pb (C2H3O2)2·3H2O ) secara oral bersamaan vitamin C terhadap kualitas spermatozoa

dan kadar MDA di dalam sekresi cauda epididimis mencit (Mus musculus L ).

1.3. Tujuan Penelitian

(21)

Tujuan khusus :

1. Mengetahui pengaruh pemberian Pb asetat secara oral selama 36 hari terhadap profil lipid membran dengan mengukur kadar malondialdehyde (MDA) di dalam sekresi cauda epididimis mencit.

2. Mengetahui pengaruh pemberian Pb asetat secara oral selama 36 hari terhadap kualitas spermatozoa di dalam sekresi cauda epididimis mencit.

3. Mengetahui pengaruh vitamin C untuk melindungi lipid membran yang diberikan bersamaan dengan Pb asetat secara oral selama 36 hari.

4. Mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap kualitas spermatozoa yang diberikan bersamaan dengan Pb asetat secara oral selama 36 hari.

1.4. Hipotesis

1. Pemberian timbal asetat 0,1% dan 0,3% secara oral selama 36 hari dapat mempengaruhi penurunan kualitas spermatozoa dan peningkatan kadar MDA di dalam sekresi cauda epididimis mencit (Mus musculus L)

(22)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang dampak keracunan timbal (Pb) terhadap sistem reproduksi hewan jantan.

2. Agar masyarakat dapat mengetahui betapa pentingnya vitamin C dalam tubuh khususnya mengatasi dampak keracunan timbal.

3.. Sebagai dasar bagi terbentuknya penelitian baru atau lanjutan penelitian ini.

1.6. Kerangka Teori

Logam berat Pb (timbal) dapat menginduksi terjadinya oksidasi lipid,

terutama pada rantai asam lemak tidak jenuh/polyunsaturated fatty acid (Gambar 1). Lipid yang mengalami oksidasi ini akan menjalani reaksi lanjutan secara

berantai membentuk produk radikal seperti radikal bebas peroksil, radikal bebas PUFA, dan radikal bebas superoksida. Peningkatan jumlah radikal ini akan mengakibatkan terjadinya dekomposisi asam lemak tidak jenuh menjadi lipid peroksida yang sangat tidak stabil. Peroksidasi lipid juga dapat terdekomposisi oleh senyawa radikal bebas menjadi senyawa malondialdehyde (MDA).

Vitamin C berperan dalam menetralisir (scavenger) terhadap senyawa-senyawa radikal bebas tersebut. Penelitian ini akan mengungkap kemampuan untuk melindungi tubuh dari toksisitas senyawa logam berat Pb.

(23)

dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 534 nm, dan dari absorbansi tersebut dapat ditentukan kadar MDA secara kuantitatif dalam sampel tertentu, seperti pada: jaringan, plasma, dan sekresi cauda epididimis. Peningkatan kadar MDA menunjukkan secara tidak langsung terjadi peningkatan stress oksidasi.

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Timbal

Timbal atau timah hitam (Pb) merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami maupun buatan. Apabila timbal terhirup atau tertelan oleh manusia, akan beredar mengikuti aliran darah, diserap kembali di dalam ginjal dan otak, dan disimpan di dalam tulang dan gigi. Manusia terkontaminasi timbal melalui udara, debu, air dan makanan.

2.1.1. Sifat fisika dan kimia timbal

Timbal adalah logam berat, dengan nomor atom 82, berat atom 207,19 dan berat jenis 11,34. bersifat lunak dan bewarna biru keabu-abuan dengan kilau logam yang khas sesaat setelah dipotong. Kilaunya akan segera hilang sejalan dengan pembentukan lapisan oksida pada permukaannya, mempunyai titik leleh 327,50C dan titik didih 1740 0C (MSDS, 2005).

(25)

2.1.2. Keracunan timbal

Ukuran keracunan suatu zat ditentukan oleh kadar dan lamanya paparan. Keracunan dibedakan menjadi keracunan akut dan keracunan kronis. Keracunan yang disebabkan oleh timbal dalam tubuh mempengaruhi berbagai jaringan dan organ tubuh. Organ-organ tubuh yang menjadi sasaran dari keracunan timbal adalah sistem peredaran darah, sistem saraf, sistem urinaria, sistem reproduksi, sistem endokrin, dan jantung (Darmono, 2001).

Efek yang disebabkan oleh keracunan timbal pada anak-anak dan orang dewasa dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Tingkat Pb di darah pada anak-anak Kelompok Kadar Pb di darah Efek pada anak-anak

1 1-9 µg/dL Gangguan belajar

2 10-14 µg/dL

Gangguan pendengaran, pertumbuhan lamban, masalah belajar

3 20-44 µg/dL

Sakit kepala, Berat badan menurun, dan gangguan sistem saraf

4 45-69 µg/dL Anemia, nyeri perut yang hebat

5 > 69 µg/dL Kerusakan otak mengakibatkan kematian

(26)

Pada orang dewasa kadar Pb darah 10 µg/dL mempengaruhi perkembangan sel darah, kadar 40 µg/dL mempengaruhi beberapa fungsi dari kemampuan darah untuk membentuk hemoglobin, gangguan sistem saraf menyebabkan kelelahan, irritability, kehilangan ingatan, dan reaksi lambat. Pb juga menyebabkan penyakit ginjal yang kronis dan gagal ginjal, sedangkan pada sistem reproduksi mengakibatkan berkurangnya jumlah sperma atau meningkatnya jumlah sperma yang abnormal. Pada wanita hamil jumlah yang sangat tinggi akan mengakibatkan keguguran. Kadar Pb ynang tinggi di darah juga dapat menaikkan tekanan darah (Shannon, 1998).

2.2. Oksidasi Lipid

(27)

RH, R , RO , ROO , ROOH dan M berturut-turut merupakan simbol untuk asam lemak tidak jenuh atau ester dengan atom H pada atom karbon alilik, radikal alkil, radikal alkoksil, radikal peroksil, hidroperoksida dan logam transisi (Apriyanto, 2002)

Pada tahap awal reaksi terjadi pelepasan hidrogen dari asam lemak tidak jenuh secara homolitik sehingga terbentuk radikal alkil yang terjadi karena adanya inisiator (panas, oksigen aktif, logam atau cahaya). Pada keadaan normal radikal alkil cepat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil dimana radikal peroksil ini bereaksi lebih lanjut dengan asam lemak tidak jenuh membentuk hidroperoksida dengan radikal alkil, kemudian radikal alkil yang terbentuk ini bereaksi dengan oksigen. Reaksi autoksidasi adalah reaksi berantai radikal bebas. Laju reaksi antara radikal alkil dengan oksigen berlangsung cepat, maka kebanyakan radikal bebas berbentuk radikal peroksil. Akibat hal tersebut, reaksi terminasi utama biasanya melibatkan 2 radikal peroksil.

(28)

kemungkinan posisi hidroperoksida yang terbentuk. Hal ini berarti akan semakin banyak jenis produk degradasi asam lemak yang bersangkutan seperti akan dijelaskan di bawah ini. (Apriyanto, 2002)

Hidroperoksida asam lemak tak jenuh yang terbentuk karena oksidasi sangat tidak stabil dan mudah mengalami pemecahan menjadi berbagai senyawa flavor dan juga produk nonvolatil. Dekomposisi hidroperoksida berlangsung melibatkan pemutusan gugus-OOH sehingga terbentuk radikal alkoksil dan radikal hidroksil. Radikal alkoksil ini kemudian mengalami pemutusan beta pada rantai C-C sehingga terbentuk aldehid dan radikal alkil atau vinil. Berbagai jenis senyawa dihasilkan dari degradasi lipid diantaranya hidrokarbon, aldehid, keton, asam karboksilat, alkohol dan heterosiklik (Apriyanto, 2002).

Di samping dapat menurunkan jumlah lipid yang dapat dicerna dan tersedia sebagai sumber energi, oksidasi lipid juga dapat menghasilkan senyawa-senyawa radikal. Senyawa-senyawa radikal dalam bahan pangan dapat terserap ke dalam tubuh kemudian dapat memicu terbentuknya senyawa radikal dalam tubuh. Senyawa radikal dalam tubuh berperan dalam menentukan proses penuaan (aging), terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (Apriyanto, 2002).

2.3. Malondialdehid (MDA) Sebagai Penanda Peroksidasi Lipid

(29)

bereaksi dengan gugus amino protein melalui reaksi amino-karbonil dan pembentukan basa Schiff. Reaksi malonaldehid dengan rantai samping lisil akan mengakibatkan cross-linking dan polimerisasi protein. Reaksi ini berdampak pada menurunnya nilai gizi protein dan dapat menimbulkan off-flavour (Apriyanto, 2002).

Gambar 2. MDA Sebagai produk akhir peroksidasi lipid

2.4. Radikal Bebas dan Sistem Pertahanan Tubuh

(30)

Senyawa-senyawa maupun reaksi-reaksi kimia yang cenderung menghasilkan spesies oksigen reaktif (spesies oksigen yang potensial toksik) disebut pro-oksidan. Radikal bebas adalah atom/molekul yang pada kulit terluarnya mengandung satu/lebih elektron tak berpasangan. Tidak semua spesies oksigen reaktif adalah radikal bebas (umpamanya H2O2 & singlet oksigen bukan radikal bebas, tetapi

termasuk spesies oksigen reaktif. Karena adanya kecenderungan mengambil sebuah elektron (e-) dan senyawa-senyawa lain maka spesies oksigen ini sangat reaktif. Beberapa spesies oksigen reaktif yang dijumpai dalam tubuh adalah:

1. Radikal Bebas Superoksida (O2- )

2. Radikal Bebas Hidroksil (OH - ). 3. Radikal Bebas Alkoksil (RO- ) 4. Radikal Bebas Peroksil (ROO-) 5. Peroksida lipid (LOOH)

6. Hidrogen peroksida (H2O2).

7. Singlet Oksigen (IO2)

8. Ion Hipoklorit (OCl).

(31)

Radikal bebas tidak stabil dan mempunyai reaktivitas yang tinggi. Jika radikal bebas tidak dinaktivasi, reaktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat. Kerusakan protein oleh radikal bebas dapat menyebabkan katarak, pada lipid menyebabkan aterosklerosis dan pada DNA menyebabkan kanker. Meskipun demikian radikal bebas tidak selalu merugikan, misalnya, radikal bebas berperan dalam pencegahan penyakit yang disebabkan karena mikrobia melalui sel-sel darah khusus yang disebut fagosit. Beberapa sumber radikal bebas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa sumber radikal bebas Sumber Internal Sumber Eksternal

Mitokondria Fagosit

Xantin oksidase

Reaksi yang melibatkan besi dan logam transisi lainnya

Obat-obatan tertentu, pestisida dan anastesi dan larutan industri

ozon

(32)

katalitik radikal superoksida menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Katalase secara spesifik mengkatalisis dekomposisi hidrogen peroksida. Glutation peroksidase merupakan golongan enzim antioksidan yang mengandung selenium yang penting dalam mengurangi hidroperoksida, sebagai contoh: hasil oksidasi lipid (Tuminah, 2000).

2.5. Antioksidan Sebagai Pelindung Kesehatan

Antioksidan dengan berat molekul kecil lainnya ditemukan dalam makanan, yang diketahui adalah vitamin E, vitamin C dan karotenoid. Beberapa makanan juga mengandung substansi antioksidan lain. Sebagian besar antioksidan yang dijumpai dalam makanan tersebut adalah fenolat atau senyawa polifenolat. Meskipun substansi tersebut belum diketahui fungsi nutrisinya, akan tetapi mungkin penting bagi kesehatan manusia karena potensi antioksidannya (Tuminah, 2000).

(33)

Berdasarkan fungsinya antioksidan dapat dibagi menjadi: (1). Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan menyumbangkan atom H, misalnya vitamin E; (2). Tipe pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen, atau bersifat pemulung, misalnya vitamin C; (3). Tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan, seperti Fe dan Cu, misalnya flavanoid; (4). Antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk stabil, pada manusia dikenal SOD, katalase, dan glutation peroksidase (Hariyatmi, 2004).

Sejumlah penelitian epidemiologis telah menguji peranan spesifik nutrien antioksidan dalam pencegahan penyakit. Sebagai contoh: konsumsi vitamin C yang tinggi dikaitkan dengan penurunan risiko kanker. vitamin C atau glutation

(34)

2.6. Sistem Reproduksi Jantan Pada Mencit

Sistem reproduksi pada mencit jantan terdiri atas sepasang testis, pasangan kelenjar-kelenjar aksesori, dan sistem duktus termasuk organ kopulasi (Gambar 3).

Gambar 3. Anatomi testis dan saluran reproduksi mencit (Mus musculus L) jantan. a = testis, b = caput epididimis, c = cauda epididmis, dan d = vas deferens. Tanda panah menunjukkan bagian yang dipotong untuk mengisolasi cauda epididimis. Perbesaran 40 x

2.6.1. Organ testis

(35)

menghasilkan hormon seks jantan disebut androgen, dan yang menghaslkan gamet jantan disebut sperma (Nalbandov,1990).

Sperma dihasilkan di tubulus semeniferus yang merupakan lebih dari 90 persen dari massa testis. Tubulus-tubulus tersebut sangat berliku-liku; setiap testis mengandung tubulus-tubulus yang mencapai jarak bermil-mil bila direntangkan. Struktur histologi tubulus berubah secara cepat dengan bertambahnya umur. Pada jantan muda struktur tubulus masih sederhana; epitelium lembaga hanya terdiri atas sel-sel spermatogonia dan sertoli. Pada jantan yang lebih tua spermatogonia tumbuh menjadi spermatosit primer, yang setelah pembelahan miosis pertama tumbuh menjadi spermatosit sekunder haploid. Selanjutnya spermatosit sekunder haploid menjadi spermatid, yang setelah mengalami sederetan transformasi disebut spermiogenesis, kemudian tumbuh menjadi satu sel sperma yang terdiri dari atas sebuah kepala, sebuah bagian tengah (tubuh) serta bagian ekor (Nalbandov, 1990).

(36)

antarspesies tentang banyaknya sel Leydig yang dapat ditemukan. Pada babi dan tikus, sel interstisial ini berkembang sangat baik, dan kumpulan sel-sel Leydig yang cukup luas menghuni bagian yang cukup luas dari volume total testis. Pada mausia dan sapi, sel-sel Leydig jauh lebih sedikit dan tidak membentuk sarang-sarang yang besar seperti yang terjadi pada spesies lain. Sekresi androgen oleh sel Leydig dikontrol hormon-hormon pituitari, dan tingkat sekresinya tergantung pada tingkat fungsional kelenjar pituitari (Nalbandov,1990).

2.6.2. Sistem duktus

Sistem duktus pada jantan sebagian besar verasal dari sistem duktus Wolff pada ginjal mesonefrik sebagian dari sistem Muller, yang pada betina hampir seluruhnya digunakan untuk pembentukan duktus-duktusnya. Pada jantan tetap bertahan sebagai rudimen pada prostat, yakni dalam bentuk utrikel prostatik (uterus jantan atau uterus maskulinus) (Nalbandov, 1990).

(37)

Duktuli tersebut secara bergantian dibatasi oleh kelompok sel-sel epitelium berbentuk tinggi dan rendah yang memiliki silia yang tidak dapat bergerak. Secara berangsur-angsur duktuli tersebut bersatu, membentuk duktus tunggal yang berkelok-kelok serta membentuk bagian-bagian kepala, tubuh dan ekor epididimis, yang dibatasi oleh sel-sel epitelium berbentuk kompleks semu berukuran tinggi dan memiliki stereosilia yang dapat bergerak (Nalbandov, 1990).

Epididimis merupakan saluran reproduksi jantan yang berfungsi menghasilkan kelenjar reproduksi jantan, dan juga merupakan tempat penyimpanan spermatozoa sementara sebelum dikeluarkan. Spermatozoa yang terdapat di dalam epididmis merupakan sel tunggal dengan membran selnya mengandung kadar fosfolipid yang tinggi. Senyawa lipid yang terdapat pada membran spermatozoa mengandung asam lemak tidak jenuh yang sangat rentan mengalami oksidasi terutama oleh karena adanya induksi dari senyawa-senyawa radikal bebas atau (ROS) Reactive Oxygen Species. Selain lipid, kadar ROS yang tinggi dapat juga mengoksidasi protein dan DNA (Sanoka et al, 2004).

2.6.3. Spermatogenesis

(38)

(spermatogonia, spermatosit primer serta sekunder, dan spermatozoa). Diantara individu dan spesies terdapat variasi yang sangat besar mengenai umur dimulainya spermatogenesis dan kecepatan perkembangannya. Spermatogenesis berkembang paling cepat pada spesies yang jantannya mencapai kedewasaan seksual relatif awal. Hewan yang berumur pendek (ayam) proses spermatogenesisnya berlanjut dan tidak berkurang sampai mati, dan sebagian besar tubulus tampaknya berfungsi secara normal sepanjang hidup. Pada mammalia umur panjang (manusia, babi, sapi) spermatogenesis berlanjut sepanjang hidup, tetapi melewati umur pertengahan tubulus secara normal yang lambat-laun akan mengalami atrofi, sampai akhirnya hanya sedikit yang menunjukkan aktivitas spermatogenik (Nalbandov,1990).

(39)

dengan tujuan untuk hewan dengan kedewasaan seksual awal atau lambat (secara sadar atau tidak) (Nalbandov, 1990).

Pada jantan penangkar musiman testis mengalami regresi sepenuhnya selama diluar musim penangkaran, dan epitelium lembaga kembali pada keadaan seperti yang umumnya terdapat pada hewan jantan yang belum dewasa seksual. Pada saat itu tubulus kehilangan lumennya dan dibatasi oleh spermatogonia kecil satu lapis. Pada kebanyakan mammalia, testis bermigrasi dari skrotum ke rongga tubuh, dan tetap tinggal di sini sampai sesaat sebelum dimulainya musim penangkaran berikutnya. Kemudian mereka mengalami perubahan yang sama seperti yang terjadi ketika mencapai pubertas, danterulang lagi pada setiap permulaan musim penangkaran berikutnya (Nalbandov, 1990).

2.6.4. Struktur sel sperma

(40)

silinder memanjang; pada mencit dan tikus, ujung kepala berbentuk kait (Nalbandov, 1990).

Leher yang merupakan bagian tengah, dan ekor tidak tersusun dari flagellum tunggal yang padat tetapi tersusun dari beberapa (9 atau 18) berkas fibril, yang dibungkus oleh suatu selubung. Pada puncak ekor, selubung menghilang, fibril menyembul dalam bentuk sikat yang telanjang. Bentuk anatomi secara terinci ini pertama kali dilihat melalui mikroskop cahaya yang sederhana dan digambarkan oleh Ballowitz 1886, tetapi tidak sampai tahun 1941 yaitu saat digunakannya mikroskop elektron, maka gambaran sel sperma diperbaharui (dengan menggunakan alat elektronik, maka pembesaran gambar dan ketelitian tidak menimbulkan masalah lagi). Morfologi sperma sudah ditegaskan berkali-kali sejak tahun 1943 dalam buku teks, sperma masih digambarkan memiliki flagelum yang padat (Nalbandov, 1990).

2.7. Pengaruh ROS Terhadap Faal Spermatozoa

Reactive Oxygen Species (ROS) bersifat toksik terhadap spermatozoa manusia. Beberapa data penelitian menunjukkan konsentrasi (jumlah) ROS sedikit diperlukan untuk fungsi normal/fisiologis mengatur fungsi-fungsi somatik spermatozoa. ROS berkadar rendah meningkatkan kemampuan spermatozoa manusia mengikat di zona pellucida. Efek tersebut diperkuat oleh pemberian vitamin E. Konsentrasi rendah H2O2, superoksida anion, hydrogen peroksida, dosis rendah

(41)

seperti nitric oksida dan peroksida anion (O2-) yang menguatkan kapastasi sperma dan

reaksi akrosom (Darmawan, 2006).

Bentuk abnormal spermatozoa dan leukosit seminalis diejakulasi merupakan sumber produksi ROS. Setiap ejakulasi selalu terkontaminasi dengan potensi sumber produksi ROS. Akibatnya sebagian sel spermatozoa mengalami kerusakan oksidatif dan kehilangan fungsinya. Spermatozoa menghasilkan ROS melalui dua jalan yaitu (1). Sistem oksidasi NADPH pada tingkat membran plasma spermatozoa dan (2). NADPH dependent oxydo-reductase pada tingkat mitokondria. Sistem mitokondria merupakan penghasil utama ROS spermatozoa pada pria infertil. Rangsangan radang, infeksi mengaktifkan leukosit. Leukosit aktif meningkatkan produksi NADPH melalui hexose monophosphate shunt. Sistem myeloperoksidase leukosit polimorfonuklear dan makrofag menjadi aktif dan mengahsilkan respiratory burst dan produksi ROS yang banyak (Darmawan, 2006).

(42)

2.8. Kelainan Morfologi Sel Sperma

Beberapa penyimpangan dari morfologi normal dianggap sebagai abnormalitas. Antara lain sel sperma dengan kepala raksasa atau kepala kerdil, kepala rangkap, sel sperma tanpa kepala atau tanpa ekor (seringkali disebabkan perlakuan yang kasar waktu membuat persediaan untuk diwarnai atau untuk pengawetan, tetapi sering juga terlihat pada pembuatan persediaan yang dikerjakan hati-hati), kepala dengan banyak ekor, ekor bengkok atau melingkar, dan kepala-kepala protoplasmik di bagian tengah. Pada ejakulasi yang normal dapat tidak dijumpai atau jarang dijumpai abnormalitas-abnormalitas tersebut. Bila abnormalitas ditemukan dalam jumlah besar, fertilitas pejantan pemilik semen tersebut akan terganggu. Sebagai patokan, bila jumlah sel sperma abnormal mendekati 50 persen dari total sel sperma pada ejakulat, jantan tersebut steril-meskipun jumlah sel sperma yang normal pada ejakulat seharusnya secara teoritis jauh lebih cukup untuk memungkinkan terjadinya fertilisasi (Nalbandov, 1990).

2.9. Pengukuran dan Pengaruh Senyawa Malondialdehyde (MDA)

(43)

(TBA) dan MDA membentuk kromogen berwarna merah muda yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm (Gambar 4).

Gambar 4. Reaksi TBA dengan MDA membentuk warna merah muda

Menurut Marnet (1999), Senyawa MDA dapat berikatan dengan deoxyadenosine dan deoxyguanosine pada DNA, sehingga mengakibatkan terbentuknya ”DNA-adduct” (DNA termodifikasi) dan produk utamanya adalah pyrimidopurinone yang dikenal dengan M1G (Gambar 5), bersifat mutagenik dan

dapat menyebabkan terjadinya kanker.

(44)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebanyak 36 ekor mencit jantan dibagi ke dalam 6 kelompok perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri atas 6 ekor mencit jantan.

Menurut Sugandi (1994), Penentuan jumlah ulangan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) ditentukan berdasarkan rumus derajat bebas galat. Dengan memperhatikan banyak perlakuan yang diberikan diusahakan agar derajat bebas galat minimal sama dengan 20.

Rumus Penentuan Jumlah Ulangan Rancangan Acak Lengkap: t = Jumlah Perlakuan

r = Jumlah Ulangan

t (r-1)

20

3.2. Bahan dan Alat

Pada penelitian ini hewan yang digunakan adalah mencit albino jantan dewasa (Mus musculus L) Strain Balb/c berumur ± 3 bulan dengan berat badan 30-45 g yang diperoleh dari Balai Penyelidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Propinsi Sumatera Utara (Lampiran 3).

(45)

99 % (Sigma), Sodium hydroxide (Merck), Acetic acid glacil (Merck), Giemsa (Merck), NaCl 0,9%, dan Aquadest.

Alat-alat yang diperlukan antara lain: Jarum oral (Gavage), spuit 1 ml, bak bedah & disectting set, gelas arloji, gelas objek, cawan petri, batang pengaduk, vorteks, sentrifuse ependorf®, oven, termometer, spektrofotometer UV Genesys®, mikroskop cahaya, mikroskop bedah, dan hemositometer Improved Neubauer.

3.3. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan selama ± 3 bulan. Pemeriksaan kualitas spermatozoa epididimis dan kadar Malondialdehyde di dalam sekresi cauda epididimis dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Untuk pemeliharaan hewan dilakukan di kandang hewan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.4 Variabel Penelitian 3.4.1. Variabel independent

(46)

3.4.2. Variabel dependent

1. Kualitas Spermatozoa meliputi: jumlah spermatozoa, motilitas, kecepatan gerak, dan morfologi spermatozoa.

2. Kadar Malondialdehyde di dalam sekresi cauda epididimis

3.5. Pelaksanaan Penelitian

3.5.1. Pemeliharaan hewan percobaan

Hewan percobaan ditempatkan dalam wadah/kandang plastik bertutup, dialas dengan sekam padi, didalam masing-masing kandang ditempatkan 6 ekor mencit jantan. Pemeliharaan hewan dilakukan dalam kondisi 12 jam terang dan 12 jam gelap Makanan berupa pellet ayam broiler PC-05 (PT. Mabar Feed) dan minuman berupa aquadest diberikan secara ad libithum. Kandang ditempatkan dalam ruangan yang memiliki ventilasi dan masuk cahaya matahari secara tidak langsung. Kandang, tempat makan/minum dibersihkan dan alas sekam diganti sedikitnya 2 kali dalam seminggu.

3.5.2 Perlakuan hewan percobaan

(47)

Tabel 3. Rancangan percobaan

Pemberian bahan percobaan secara oral menggunakan jarum oral/gavage dan dilakukan setiap hari antara jam 08.30 sampai dengan jam 10.30 selama 36 hari.

3.6. Prosedur Pemeriksaan

3.6.1 Pengambilan sekresi cauda epididimis

(48)

dengan cara memotong bagian proximal corpus epididimis dan bagian distal vas deferens (Gambar 3). Selanjutnya cauda epididimis dimasukkan ke dalam gelas arloji yang berisi 1 ml NaCl 0,9 % hangat (37oC), kemudian bagian proximal cauda dipotong sedikit dengan gunting lalu cauda ditekan dengan perlahan hingga sekresi/cairan epididimis keluar dan tersuspensi dengan NaCl 0,9 %. Suspensi spermatozoa yang telah diperoleh dapat digunakan untuk pemeriksaan kadar MDA dan dilakukan pengamatan kualitas spermatozoa yang meliputi: jumlah, motilitas, kecepatan gerak, dan morfologi spermatozoa.

3.6.2. Pengamatan kualitas spermatozoa

Pengamatan kualitas spermatozoa dilakukan sebagai berikut : 1. Jumlah spermatozoa

(49)

Gambar 6. Hemositometer Improved Neubauer

Hasil perhitungan jumlah spermatozoa kemudian dimasukkan ke dalam rumus penentuan jumlah spermatozoa/mL suspensi sekresi cauda epididimis sebagai berikut :

dimana N = jumlah spermatozoa yang dihitung pada kotak A,B,C,D,dan E

2. Motilitas spermatozoa

Suspensi spermatozoa yang diperoleh dibiarkan terlebih dahulu selama 5 menit pada suhu kamar selanjutnya diteteskan suspensi ini pada kamar hitung improved Neubauer kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran lensa objektif 40 kali.

Jumlah spermatozoa = N / 2 x 105 spermatozoa / mL supensi

(50)

(a). Jika sperma bergerak cepat dan lurus kedepan (gerak maju sangat baik) (b). Jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus (gerak lemah)

(c). Jika tidak bergerak maju (d). Jika sperma tidak bergerak

Biasanya empat sampai enam lapangan pandang yang harus diperiksa untuk mendapat 100 spermatozoa secara berurutan yang kemudian diklasifikasi sehingga menghasilkan persentase setiap kategori motilitas.

3. Kecepatan gerak spermatozoa diukur berdasarkan waktu rata-rata yang diperlukan dari 25 spermatozoa untuk motil dan bergerak lurus menempuh satu kotak mikrohemositometer (1/20 mm).

4. Morfologi spermatozoa dapat diamati pada sediaan apus dengan pewarnaan Giemsa yang dilakukan sebagai berikut :

a. Reagensia

1. Phosphate buffer, 0.066 M (pH 6,9) dibuat sebagai berikut : 320 ml KH2PO4, 9.1 g/L ditambah 400 ml Na2HPO4, 11.9 g/L,

diatur pH dengan NaOH dan ditambahkan dengan aquadest sampai volume menjadi 1 liter. Setelah volume menjadi 1 liter pH harus diukur lagi.

(51)

7 mL Giemsa (Merck : Cat. No.1222) dilarutkan ke dalam 160 mL Phosphate buffer, dan harus selalu dibuat segar untuk setiap kali

pewarnaan. b. Prosedur pewarnaan

Apusan suspensi spermatozoa yang telah kering difiksasi dengan metanol selama lebih kurang 5 menit, setelah itu dibuang larutan fiksatif dan dibiarkan sampai kering pada suhu kamar. Apusan diwarnai dengan larutan Giemsa selama 30 menit, kemudian dibilas dengan phosphate buffer, dan dibiarkan sampai kering pada suhu kamar.

Pemeriksaan morfologi spermatozoa dilakukan dengan membedakan bentuk spermatozoa normal dan abnormal dari 100 spermatozoa yang diamati. Sehingga diperoleh data bentuk spermatozoa dalam persen. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 40 kali.

Menurut Hayati et al (2005), kriteria morfologi spermatozoa normal dan abnormal pada hewan mencit (Mus musculus L) adalah sebagai berikut :

1. Normal = Akrosom / bentuk kepala seperti kurva dengan membentuk kait (hook) pada bagian ujung kepala. Bagian leher sampai ujung ekor lurus dengan jumlah ekor tunggal/tidak bercabang.

(52)

bentuknya). Sedangkan pada ekor dapat dijumpai kelainan seperti: ekor membengkok atau bercabang.

3.6.2 Penentuan kadar MDA di dalam suspensi sekresi cauda epididimis

Pemeriksaan kadar MDA di dalam supensi sekresi cauda epididimis dilakukan menurut Rao et al dalam Hsieh et al, 2006 yang telah dimodifikasi sebagai berikut : a. Reagensia

1. 2-Thiobarbituric acid (Merck ; Cat. No.1.08180.0025 )

2. 1,1,3,3-Tetramethoxypropane 99 % (Sigma ; Cat. No. 108383) 500 µM 3. Acetic acid glacial

4. Sodium hydroxide (NaOH) 5. Aquadest

b. Persiapan Regensia 1. TBA/Buffer Reagent

TBA/Buffer Reagent terdiri dari : 0,67 g 2-thiobarbituric acid dilarutkan dalam 100 mL aquadest, selanjutnya ditambah 0,5 g sodium hidroxyde dan 100 mL asam asetat glasial.

2. Standard MDA

(53)

Tabel 4. Persiapan standar MDA untuk spektrofotometer Nomor

standard

Konsentrasi MDA (µM)

Volume MDA

standard (µL) Volume pelarut (µL)

8 50 400 600 7 25 200 800

6 10 80 920

5 5 40 960

4 2,5 20 980

3 1,25 10 990

2 0,625 5 995

1 0 0 1000

c. Prosedur Uji

1. Sebanyak 500 μl sampel (suspensi sekresi cauda epididimis) atau standar MDA dimasukkan dalam tabung ependorf yang masing-masing telah diberi label

2. Ditambahkan 0,5 mL aquadest pada masing-masing tabung. 3. Kemudian ditambahkan 0,5 ml TBA/Buffer Reagent

4. Selanjutnya masing-masing tabung diinkubasi di dalam waterbath dengan suhu 95 oC selama 60 menit

(54)

6. Supernatan diambil untuk selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 534 nm.

3.7. Analisis Data

(55)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Hasil Penelitian

Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil berupa kadar Malondialdehyde (MDA) di dalam suspensi sekresi epididmis mencit (Mus musculus L) Strain Balb/c adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Data pengamatan kadar MDA suspensi sekresi cauda epididmis mencit Perlakuan

(56)

0.43

di dalam sekresi cauda epididimis

Perlakuan

Gambar 7. Grafik kadar rata-rata MDA

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Anova satu arah (Lampiran 1) diproleh nilai p<0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna di antara kelompok perlakuan hewan uji. Selanjutnya dilakukan uji beda rerata pengaruh perlakuan dengan menggunakan metode uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Lampiran 2) untuk mengetahui perbedaan antar kelompok perlakuan hewan uji.

Tabel 6. Hasil uji BNT antar rata-rata kadar MDA berbagai kelompok perlakuan

Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 P5

(57)

menunjukkan bahwa pemberian Pb asetat 0,1 % dan 0,3 % secara oral selama 36 hari dapat mempengaruhi peningkatan kadar MDA didalam sekresi epididimis mencit jantan. Peningkatan kadar MDA terjadi seiring dengan peningkatan konsentrasi pemberian timbal asetat, ditunjukkan pada hasil uji BNT antara perlakuan P1 dengan P2 yang berbeda nyata.

(58)

banyak oleh karena terpapar senyawa Pb dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada kelompok P4 dibandingkan dengan kelompok P2.

Hasil uji BNT lainnya antara kelompok P0 (perlakuan aquadest/kontrol) dengan P3 (Pb asetat 0,1% + vitamin C 0,2 mg/g BB yang diberikan secara bersamaan), dan P5 (perlakuan vitamin C 0,2 mg/g BB), menunjukkan tidak mempengaruhi kadar MDA. Hal ini menunjukan pemberian vitamin C dosis 0,2 mg/g BB bersifat tidak meracuni dan sudah dapat berperan melindungi efek dari senyawa-senyawa radikal bebas yang ditimbulkan dari paparan logam berat timbal (Pb) dengan konsentrasi yang rendah (0,1%).

(59)

Tabel 7. Data pengamatan kualitas spermatozoa mencit

Motilitas spermatozoa (%)

(60)

41.5

Jumlah spermatozoa di dalam suspensi sekresi cauda epididimis

Gambar 8. Grafik rata-rata jumlah spermatozoa

Dari Gambar 8. di atas dapat dilihat adanya penurunan jumlah spermatozoa secara berurutan dari kelompok perlakuan P5, P2, P4, P1, dan yang terendah P3, dibandingkan dengan kelompok P0 (perlakuan aquadest/kontrol).

13.33 12.5

(61)

Untuk parameter motilitas spermatozoa grade a (Gambar 9) menunjukkan terjadi penurunan pada kelompok P2 dan P4 dibandingkan dengan P0, P1, dan P5. Persentase motilitas grade a tertinggi pada kelompok P5

38.33

Gambar 10. Grafik rata-rata persentase motilitas spermatozoa grade b

(62)

29.17 30 38.33

Gambar 11. Grafik rata-rata persentase motilitas spermatozoa grade c

Pada parameter persentase motilitas grade c (Gambar 11) menunjukkan nilai yang sebanding antara P0, P3, dan P5. Persentase dari ketiga kelompok tersebut nilainya lebih rendah bila dibandingkan dengan P1, P2, dan P4.

80.83 75

(63)

Persentase spermatozoa motil tampaknya pada kelompok P3, P4, dan P5 sebanding dengan kelompok P0 (perlakuan aquadest/kontrol), namun pada kelompok P1 dan P2 dari grafik menunjukkan terjadi penurunan perentase spermatozoa motil (spermatozoa grade a + grade b + grade c) dibandingkan dengan kelompok P0 (Gambar 12).

Gambar 13. Grafik rata-rata kecepatan gerak spermatozoa

(64)

79.33

65 62.5 67.5 66.67 74.17

0

Gambar 14. Grafik rata-rata persentase total morfologi spermatozoa normal Sedangkan pada parameter persentase morfologi spermatozoa normal, dari Gambar.14 menunjukkan grafik yang hampir sebanding pada kelompok P2, P4, P1, dan P3, dimana terjadi penurunan persentase jumlah morfologi normal spermatozoa dibandingkan dengan kelompok P5, dan P0.

Tabel 8. Hasil uji BNT rata-rata jumlah, persentase motil, kecepatan gerak, dan persentase morfologi spermatozoa berbagai kelompok perlakuan

(65)
(66)

Lanjutan tabel 8.

(67)

ternyata menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05). Namun pada kelompok P5 (pemberian vitamin C dosis tunggal 0,2 mg/g BB) tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan kelompok P0 (perlakuan aquadest). Hal ini menunjukkan vitamin C tidak berperan dalam meningkatkan jumlah spermatozoa mencit.

(68)

Untuk motilitas spermatozoa grade a pada hewan uji yang keracunan Pb asetat 0,1 % dengan diberi tambahan vitamin C 0,2 mg/g BB tampak meningkat nyata (p<0,05) bila dibandingkan dengan kelompok tanpa penambahan vitamin C

(69)

Pada uji BNT kecepatan gerak spermatozoa kelompok perlakuan P0 ternyata terdapat perbedaan yang nyata dengan kelompok perlakuan P1, dan P2 yang mengalami penurunan kecepatan gerak spermatozoa. Hal ini menunjukkan timbal asetat dapat memperlambat gerak spermatozoa yang mungkin dapat berdampak terjadinya penurunan motilitas spermatozoa seperti yang telah diuraikan diatas. Pemberian vitamin C menunjukkan dapat meningkatkan kecepatan gerak spermatozoa pada hewan uji yang terpapar timbal asetat, hal ini ditunjukkan pada hasil uji BNT kecepatan gerak spermatozoa antara kelompok perlakuan P1 dengan P3, dan kelompok P2 dengan P4 yang berbeda nyata (p<0.05).

(70)

Gambar 15. Morfologi spermatozoa mencit (Mus musculus L) strain Balb/c, Gambar a dan b = spermatozoa normal, dengan kepala berbentuk kurva yang mempunyai “hook” (kait), dan ekor tegak lurus. c-j adalah spermatozoa abnormal (c = spermatozoa dengan kepala bulat, d = spermatozoa dengan dua kepala, e = spermatozoa dengan kepala amorphous, f = ekor spermatozoa melingkari kepala, g-j = ekor membengkok )

4.2. Pembahasan

(71)

terutama pada asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi melalui serangkaian proses pembentukan radikal bebas secara berantai (Gambar 16).

Gambar 16. Peroksidasi lipid. Reaksi dicetuskan oleh radikal bebas yang ada (X), oleh cahaya, atau ion logam. Malondialdehid hanya dibentuk oleh asam-asam lemak dengan tiga atau lebih ikatan rangkap, dan digunakan sebagai ukuran peroksidasi lipid bersama dengan etana dari dua karbon terminal asam lemak 3 serta pentana dari lima karbon terminal asam lemak 6

(Murray et al, 2003)

Salah satu produk yang terbentuk dari serangkain reaksi tersebut adalah peroksidasi lipid (ROOH). Peroksidasi lipid tidak stabil, sehingga mudah mengalami pemecahan dan membentuk berbagai senyawa. Salah satu produk dari dekomposisi peroksidasi lipid adalah senyawa MDA. Peningkatan senyawa MDA menunjukkan terjadinya banyak lipid (merupakan komponen membran sel) yang mengalami oksidasi. MDA digunakan sebagai ”bio marker ” atau penanda terjadinya peningkatan stress oksidasi pada organisme (Del Rio et al, 2005).

(72)

senyawa radikal bebas atau senyawa ROS yang ditimbulkan dari perlakuan Pb asetat 0,1 %. Dari hasil permerikasaan kadar MDA di dalam sekresi epididimis mencit (Mus musculus L) pada kelompok P3 (Pb asetat 0,1% + Vitamin C 0,2 mg/g BB) ternyata menunjukkan penurunan yang bermakna p<0,05 dibandingkan dengan kelompok P1 (Pb asetat 0,1% ), Hal ini menyatakan bahwa pemberian vitamin C dengan dosis 0,2 mg/g BB/hari selama 36 hari mampu membantu melindungi senyawa-senyawa radikal bebas yang ditimbulkan dari paparan logam berat Pb (timbal) yang tedapat pada senyawa Pb asetat 0,1 %.

Pemberian timbal asetat memang terbukti memicu terbentuknya MDA sebagai produk dari peroksidasi lipid. Hal ini terlihat bila dibandingkan antara kelompok mencit yang diberi Pb dengan yang diberi aquadest, maupun dengan yang diberi vitamin C saja.

Peningkatan konsentrasi Pb yang diberikan dari 0,1 % menjadi 0,3 % ternyata juga meningkatkan konsentrasi MDA yang terbentuk, dimana hal ini terlihat dari perbandingan antara kadar MDA pada kelompok P2 dengan kelompok P1.

Melalui pemberian vitamin C dosis 0,2 mg/g BB selama 36 hari ternyata sudah dapat mengembalikan kadar MDA ke tingkat normal kembali bila Pb asetatnya 0,1 %, tetapi konsentrasi vitamin C tersebut di atas tidak mampu menanggulangi kerusakan yang ditimbulkan oleh Pb asetat 0,3 %.

(73)

kelompok mencit yang hanya diberi aquadest dengan yang diberi vitamin C saja ternyata kadar MDA kedua kelompok ini tidak terlalu berbeda dengan kelompok yang diberi Pb asetat 0,1 % tetapi bersamaan dengan vitamin C 0,2 mg/g BB.

Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian lainnya yaitu: Chitra et al (2003) dalam hasil penelitiannya munjukkan bahwa pemberian salah satu senyawa pemicu stres oksidasi (Bisphenol A) dosis 2 µg/Kg BB bersamaan dengan vitamin C dosis 40mg/Kg BB selama 45 hari, ternyata diperoleh hasil terjadi penurunan kadar lipid peroksidasi di dalam sekresi epididimis tikus putih (Rattus novergicus L), dibandingkan dengan kelompok yang diberikan senyawa bisphenol A dosis 2 µg/Kg BB tanpa vitamin C. Sedangkan Edyson (2003) menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa pemberian kombinasi vitamin C dan vitamin E pada tikus yang terpapar L-Tiroksin (pemicu stress oksidasi) selama 14 hari dapat menurunkan kadar MDA eritrosit dibandingkan dengan hewan uji yang terpapar L-Tiroksin saja. Hal ini menunjukkan vitamin C berperan sebagai antioksidan melindungi efek toksik dari senyawa–senyawa yang dapat memicu peningkatan radikal bebas atau ROS. Penurunan kadar senyawa-senyawa radikal ini dapat ditandai dengan penurunan kadar senyawa MDA.

(74)

ascorbat (Asc0-). Selanjutnya radikal ascorbat ini dengan NADH akan kembali lagi menjadi asam ascorbat (AscH- ) (Gambar 17).

Gambar 17. Reaksi vitamin C menetralisir radikal bebas

Tabel 9. Kecepatan reaksi senyawa-senyawa radikal bebas yang bereaksi dengan asam ascorbat (AscH- )

Radical Kabs/M

-1

s-1 (pH 7.4) Ref.a

HO• 1.1 x 1010 [20]

RO• (tert-butyl alkoxyl radical) 1.6 x 109 [21]

ROO• (alkyl peroxyl radical, e.g., CH3COO•) 1-2 x 108 [22]

Cl3COO• 1.8 x 108 [23]

GS• (glutathiyl radical) 6 x 108 (5.6) [24,25]

PUFA•

-UH• - (Urate radical) 1 x 106 [26]

TO• (Tocopheroxyl radical) 2 x 105 c [3]

Asc• - (dismutation) 2 x 105 d [27]

CPZ • - (Chlorpromazine radical cation) 1.4 x 109 (5.9) [28]

Fe(III)EDTA/Fe(II)EDTA x 102 e

O2• -/HO2• 1 x 105 d [29, 30]

2.7 x 105 [31]

Fe(III)DFO/Fe(II)DFO Very slow [32, 33]

(75)

pemberian vitamin C, dimana terlihat bahwa jumlah spermatozoa pada kelompok mencit yang diberi Pb asetat dengan konsentrasi yang berbeda (0,1% dan 0,3 %) masih sama dengan kelompok yang diberi Pb asetat seperti di atas ditambah dengan vitamin C 0,2 mg/g BB. Jumlah spermatozoa berbeda secara bermakna bila dibandingkan dengan kelompok yang diberi aquadest saja ataupun diberi vitamin C saja dibandingkan dengan kelompok yang diracuni Pb asetat 0,1 % atau 0,3%.

Jika dilihat pada persentase motilitas spermatozoa, maka tampak bahwa hanya dengan pemberian Pb asetat 0,3% yang dapat mempengaruhi/menurunkan motilitasnya. Pemberian vitamin C yang bersamaan dengan Pb asetat ternyata mempengaruhi secara bermakna akan motilitas spermatozoa tersebut, hal ini terlihat bila dibandingkan dengan kelompok P3 dengan P1 maupun P4 dengan P2. Manfaat vitamin C ini diperkuat lagi dengan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok P3 maupun P4 dengan P0.

(76)

Dari pengamatan terhadap morfologi spermatozoa dapat dilihat bahwa morfologi spermatozoa belum begitu dipengaruhi oleh vitamin C, dimana hal ini terbukti dari perbandingan antara kelompok P3 dengan P1 maupun P4 dengan P2. Peningkatan nyata morfologi abnormal spermatozoa diperoleh antara kelompok yang diberi Pb asetat konsentrasi 0,1% dan 0,3% dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa timbal yang merupakan salah satu senyawa pemicu stres oksidasi, dapat mempengaruhi kerusakan struktur sel spema, ditandai banyaknya dijumpai kelainan bentuk/abnormalitas sel sperma. Beberapa kriteria yang menunjukkan spermatozoa yang abnormal antara lain: kelainan bentuk kepala berupa kepala bulat, kepala ganda, atau bentuk amorphous, dan kelainan ekor berupa ekor membengok.

(77)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Timbal yang masuk ke dalam tubuh secara oral pada rentang konsentrasi 0,1 – 0,3 % dapat meracuni dengan menaikkan kadar MDA di dalam sekresi epididimis mencit (Mus musculus L) strain Balb/c.

2. Pada rentang konsentrasi 0,1 – 0,3% di dalam tubuh, timbal dapat menurunkan jumlah, motilitas, kecepatan gerak, dan persentase morfologi normal spermatozoa.

3. Pemberian vitamin C dengan dosis 0,2 mg/g BB bagi hewan yang keracunan Pb asetat 0,1 % lebih efektif menurunkan kadar MDA di dalam sekresi epididimis, meningkatkan persentase motilitas dan kecepatan gerak spermatozoa dibandingkan dengan hewan yang keracunan Pb asetat 0,3 %. Hal ini dapat terjadi karena vitamin C berperan menetralisir senyawa radikal bebas atau ROS yang timbul akibat paparan timbal (Pb).

5.2. Saran

(78)
(79)

DAFTAR PUSTAKA

Acharya UR, Acharya S, Mishra M. 2003. Lead Acetate Induced Cytotoxicity in Male Germinal Celss of Swiss Mice. Industrial Health 41: 291-294

Antonio G, Joao RS, Maria LP. 2004. Effect of lead chloride on spermatogenesis and sperm parameters in mice. Asian J. Androl 6 (3): 237-241

Apryanto A. 2002. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi. Makalah Seminar Online Kharisma Ke-2. Available at : http:// www.kharisma.de / files / home / makalah_anton .pdf

Barrat CL, Davies AG, Bansal MR, Williams ME. 1989. The Effects of lead on the male rat reproductive system. Androligia 21(2) 161-6

Centers for Disease Control and Prevention. 2000. Recommendation for Blood Lead Screening of Young Children Enrolled in Medicaid: Targeting a Group at High Risk. MMWR 49:1-13

Chitra KC, Rao R, Mathur PP. 2003. Effect of bisphenol A and co-admistration of bisphenol A and Vitamin C on epididymis of adult rats : histological and biochemical study. Asian. J. Androl. 5:203-208

Darmawan H. 2006. The Effect of ROS on Sperm Function, Mitochondrial DNA, DNA Damage, Apoptosis of Human Spermatozoa. Makalah Seminar Amdrology. Palembang. hlm 51-76

Darmono.2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. hlm 112, 140

Del Rio D, Stewart AJ, Pellegrini N. 2005. A review of recent studies on malondialdehyde as toxic molecule and biological marker of oxidative stress. Nutr Metab Cardiovasc Dis 15 (4): 316–28

(80)

Favier AE, et al. 1995. Analysis of Free Radicals in Biological Systems. Birkhäuser Verlag, Berlin. p 145-164

Goodman,S. 1995. Ester-C® : Vitamin C Generasi III. Cetakan ketiga. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. hlm 97-100

Gupta S, Pandey R, Katyai R, Aggarwal HK, Aggrawal RP, Aggarawal SK. 2005. Lipid Peroxide Levels and Antioxidant Status in Alcoholic Liver Disease. Ind J. Clinic. Biochem 20 (1) : 67-71

Hanafiah KA. 2000. Rancangan Percobaan. Edisi ke-2. cetakan ke-6. Penerbit PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta. hlm 51

Hariyatmi. 2004. Kemampuan Vitamin E sebagai antioksidan terhadap radikal bebas pada usia lanjut. J. MIPA Vol 14. No 1:52 -59

Hayati A, Mangkoewidjojo S, Hinting A, Moedjopawiro S. 2006. Hubungan kadar MDA spermatozoa dengan integritas membran spermatozoa tikus (Rattus novergicus L) setelah pemaparan 2-methoxyethanol. J Berk. Penel. Hayati 11 : 151-154

Hayati A, Rahmaninta DA, Pidada IB. 2005. Spermatozoa motility and morphologycal recovery process in mice (Mus musculus L) after the induction of 2-methoxymethanol. Journal of Folia Medica Indonesiana, 41(2):90–95 Hsieh YY, Chang CC, Lin CS. 2006. Seminal malondialdehyde concentration but not

glutathione peroxidase activity is negatively correlated with seminal concentration and motility. Int. J. Bol. Sci 2(1):23-29

Husaini MA. 2001. Gizi, Proses Penuaan dan Umur Panjang. Cermin Dunia Kedokteran 73 : 22 -25

Kaspul. 2004. Kualitas Spermatozoa Tikus Putih (Rattus norvegicus L) Setelah Perlakuan dengan Boraks. Biosciantiae 1(2):1-9

KPBB (Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal). 2006. Bahaya Bensin Bertimbal. Available at : http://www. KPBB.org

(81)

Marnett LJ. 1999. Lipid peroxidation-DNA damage by malondialdehyde. Mutat. Res. 424(1-2):83-95

MSDS (Material Safety Data Sheet), 2005. Lead : Health, Safety and Environmental Departement. Canada Metal.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Biokimia Harper. Edisi ke- 25. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. hlm 156

Nalbandov AV. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mammalia dan Unggas. Cetakan 1. Edisi ketiga. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. hlm 41-53, 247-265 Sanocka D, & Kurpiz M. 2004. Reactive oxygen species and sperm cells.

Reproductive Biology and Endocrinology 2(12) : 1–7

Sartono M.L, & Soeradi O. 1989. Pemanasan Testis Mencit Secara Berulang dan Pengaruhnya Terhadap Jumlah Anak yang Dilahirkan. Majalah Kedokteran Indonesia 39(10):583-7

Shannon MW. 1998. Lead.: Clinical Management of Poisooning and Drug Overdose. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders. pp. 767-784

Sies H, & Murphy ME. 1991. Role of Tocopherol’s in the protection of biological system against oxidative damage. J. Photochem. Photobiol. B. 86:211-214 Soehadi K & Arsyad KM. 1983. Analisis Sperma. Airlangga University Press.

Surabaya. hlm 5-8

Sokol RZ, Madding CE, Swerdloff. 1985. Lead Toxicity and the hypothalamic-pituitary-testicular axis. Biology of Reproduction 33 : 722-728

Sugandi E & Sugiarto, 1994. Rancangan Percobaan : Teori dan Aplikasi. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Penerbit ANDI. Yogyakarta. hlm 8, 24

Suryawanshi NP, Bhutey AK, Nagdeote, Jadhav AA, Manoorkar GS. 2006. Study of Lipid Peroxide and Lipid Profile in Diabetes Mellitus. Ind J. Clinic. Biochem 21 (1) :126-130

(82)

WHO. 1977. Lead. Environmental Health, Criteria No. 3. Published Under The Joint Sponsorship Of The United Nation Enviroment Progamme and The World Health Organization, Geneva.

WHO. 1987. Laboratory Manual for the examination of human semen and semen-cervical mucus interaction. Cambridge university press, Melbourne. p.7-11, 31

Wibisono M. 2001. Pengaruh Vitamin C Terhadap Jumlah Spermatid pada Mus Musculus yang Dipapar Gelombang Ultrasonik. Jurnal Kedokteran YARSI 9 (1):96-103

(83)

Lampiran 1. Output analisis data kadar MDA suspensi sekresi epididimis dan kualitas spermatozoa mencit meliputi : jumlah, motilitas, kecepatan gerak, dan morfologi spermatozoa dengan uji Anova satu arah (p=0.05) menggunakan software SPSS 13

ANOVA

Jumlah spermatozoa ( Juta/mL ) Between

Groups 2881.806 5 576.361 9.214 .000

Within

Groups 1876.500 30 62.550

Total 4758.306 35

Motilitas Grade a Between

Groups 2761.806 5 552.361 8.166 .000

Within

Groups 2029.167 30 67.639

Total 4790.972 35

Motilitas Grade b Between

Groups 1930.556 5 386.111 1.677 .171

Within

Groups 6908.333 30 230.278

Total 8838.889 35

Motilitas Grade c Between

Groups 3539.583 5 707.917 2.958 .027

Within

Groups 7179.167 30 239.306

Total 10718.750 35

Motilitas Grade d Between

Groups 1783.333 5 356.667 7.055 .000

Within

Groups 1516.667 30 50.556

Total 3300.000 35

Total spermatozoa motil / bergerak (%)

Between

Groups 1783.333 5 356.667 7.055 .000

(84)

Lanjutan lampiran 1. ANOVA

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. Morfologi Spermatozoa Normal ( % ) Between

Groups 1195.139 5 239.028 5.680 .001

Within

Groups 1262.500 30 42.083

Total 2457.639 35

Morfologi Spermatozoa Abnormal (% ) Between

Groups 1175.000 5 235.000 5.640 .001

Within

Groups 1250.000 30 41.667

Total 2425.000 35

Ket : Sig = nilai p

Jika p<0.05, (Ho ditolak, Ha diterima) = ada perbedaan diantara kelompok perlakuan Jika p>0.05, (Ho diterima, Ha ditolak) = tidak ada perbedaan diantara kelompok perlakuan

Lampiran 2. Output analisis data kadar MDA suspensi sekresi epididimis dan kualitas spermatozoa mencit meliputi : jumlah, motilitas, kecepatan gerak, dan morfologi spermatozoa dengan uji lanjut BNT (p=0.05) menggunakan software SPSS 13

Multiple Comparisons

LSD

Dependent Variable (I) Mencit (J) Mencit

Mean Difference Kadar MDA sekresi cauda

epididimis ( µM/mL )

(85)

Lanjutan lampiran 2.

Multiple Comparisons

Gambar

Grafik kadar rata-rata  MDA.........................................................
Gambar  1.  Kerangka teori penelitian pengaruh Pb asetat dan vitamin C terhadap kadar MDA dan kualitas spermatozoa mencit
Tabel 1. Tingkat  Pb di darah pada anak-anak
Gambar 2. MDA Sebagai produk akhir peroksidasi lipid
+7

Referensi

Dokumen terkait

10 sampai 30 hari dengan dosis 6 mg/gr BB secara oral, dapat mempengaruhi penurunan ketebalan epitel, diameter pembuluh darah, perubahan kepadatan stroma dan konfigurasi

mauritiana dengan dosis 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 800 mg/kg BB memiliki aktivitas adaptogenik yang lebih besar dibandingkan dengan vitamin C.Selain itu, terdapat

Pada penelitian ini diketahui bahwa (+)-2,2’-Episitoskirin A dosis 50 mg/kg BB menunjukkan penurunan tingkat peradangan dibandingkan dengan kontrol positif.. Senyawa

mauritiana dengan dosis 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 800 mg/kg BB memiliki aktivitas adaptogenik yang lebih besar dibandingkan dengan vitamin C.Selain itu, terdapat

Pengujian efek analgetika ekstrak buah kaktus dengan perbandingan dosis 50, 100, 150 mg/kg BB dan Na CMC sebagai kontrol negatif serta pembanding berupa aspirin

Dengan demikian diantara 3 kelompok perlakuan (P1, P2, P3) dapat dikatakan bahwa pada P3 yaitu pemberian ekstrak temu kunci dosis 2,8 mg/gr BB memiliki efek yang paling besar dalam

Dapat disimpulkan bahwa pemberian DEET 0; 281,25; 562,5; 1125 dan 2250 mg/kg BB pada umur kebuntingan ke-6 – 15 hari pada kulit dorsal mencit strain Balb/C tidak

Secara umum dapat diungkapkan bahwa pengamatan terhadap rangka menunjukkan adanya efek nikotin pada proses penulangan yaitu pada dosis riikotin 3, 6 dan 12 mg/kg BB