• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Komisi Penyiaran Daerah (KPID) Provinsi Jawa Barat Melalui Pembinaan Pada Media Televisi Di Bandung Dalam Meningkatkan Kualitas Penyiaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Komisi Penyiaran Daerah (KPID) Provinsi Jawa Barat Melalui Pembinaan Pada Media Televisi Di Bandung Dalam Meningkatkan Kualitas Penyiaran"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Ilmu Humas

Oleh :

RUNTINI KRISNIYAWATI NIM. 41807153

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(3)
(4)

v ABSTRAK

PERANAN KOMISI PENYIARAN DAERAH ( KPID) PROVINSI JAWA BARAT MELALUI PEMBINAAN PADA MEDIA TELEVISI DI BANDUNG DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS PENYIARAN Oleh:

RUNTINI KRISNIYAWATI NIM. 41807153

Skripsi ini dibawah bimbingan Rismawaty, S.Sos., M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Peranan KPID Provinsi Jawa Barat Melaui Pembinaan Pada Media Televisi Di Bandung Dalam meningkatkan kualitas penyiaran , ditinjau dari fungsi, proses, kegiatan, KPID Jawa Barat.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Data yang diperoleh peneliti didapatkan dengan cara wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, studi kepustakaan dan internet searching. Adapun teknik analisa data yang digunakan adalah reduksi data, pengumpulan data, penyajian data, penarikan kesimpulan, evaluasi. .Subjek penelitian ini adalah Ketua KPID Jawa Barat Selain itu terdapat pula 2 orang dari media Televisi Bandung sebagai informan kunci.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa KPID Provinsi Jawa Barat dalam menjalankan fungsinya. Berbagai proses dalam menjalankan fungsinya banyak dilakukan oleh KPID Provinsi Jawa Barat sebagai upaya untuk membuat strategi guna dijadikan panduan dalam kegiatan nyata. Banyak kegiatan nyata yang telah dilakukan KPID Provinsi Jawa Barat guna mengoptimalkan fungsinya sebagai lembaga pengawasan dan pembina lembaga penyiaran. Oleh karena itu, KPID Provinsi Jawa Barat telah menjalankan perannya dengan baik dalam mengawasi dan membina isi siaran pada televisi lokal di Kota Bandung

Kesimpulan menunjukan bahwa KPID Provinsi Jawa Barat telah melakukan peranannya sesuai dengan fungsinya yaitu melakukan pembinaan pada media televisi di bandung..

(5)

v ABSTRACT

BROADCASTING COMMISSION REGIONAL ROLE (KPID) WEST JAVA PROVINCE THROUGH GUIDANCE IN THE MEDIA TELEVISION BROADCAST

QUALITY INCREASE IN BANDUNG by:

RUNTINI KRISNIYAWATI NIM. 41807153

This thesis under the guidance of : Rismawaty, S.Sos., M.Si

His study aims to determine how the role of West Java Province KPID Through Television Media Development in London in improving the quality of broadcasting, in terms of functions, processes, activities, KPID West Java.

This study used a qualitative approach with descriptive methods. Researchers obtained data obtained by in-depth interviews, observation, documentation, library research and internet searching. The data analysis techniques used are data reduction, data collection, data presentation, drawing conclusions, evaluation. . Subject of this study is the Chairman of West Java KPID There are also two people from London Television media as key informants.

The study explains that KPID West Java province in carrying out its functions. Various processes in carrying out its functions carried out by KPID West Java province in an attempt to create a strategy to serve as a guide in real activity. Many real events that have been made KPID West Java province in order to optimize its function as watchdog and adviser broadcasters. Therefore, KPID West Java province has been run well in his role overseeing and developing the content broadcast on local television in the City of London

The conclusion shows that KPID West Java Province has been doing the role according to its function to provide guidance on the television media in bandung ..

(6)

vi

katnya sehingga Skripsi yang berjudul Peranan KPID Pro vins i Ja wa Barat

me-la lu i P e mb ina a n pa da M ed ia Te le v is i d i Ba ndu ng da me-la m me n ingk at ka n

kua lit a s pe nyia ra n dapat terselesaikan.

Tidaklah sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis temui dalam

me-nyelesaikan Skipsi ini. Namun berkat karunia dan anugerah Allah SWT serta

doron-gan dan bimbindoron-gan dari berbagai pihak Skripsi ini dapat terselesaikan.

Dalam proses penyusunan Skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan Orang Tua

yang selalu mendukung dan memberikan dorongan pada penulis baik dalam bentuk

materil maupun moril serta kepada beberapa pihak lain yang telah membantu

dalam penyelesaian Skripsi. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

sebanyak-banyaknya atas semua bimbingan dan bantuannya yang telah mereka berikan

ke-pada penulis.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menghaturkan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada Yang Terhormat :

1. Prof. Dr.Samugyo Ibnu Redjo selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik di Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan

izinnya dengan mengeluarkan surat pengantar penelitian kepada penulis

(7)

vii laksanakannya penyusunan Skripsi.

3. Melly Maulin P, S.Sos., M.Si selaku sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi

dan Public Relations Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah

memberikan dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan Skripsi ini.

4. Rismawaty, S.Sos., M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, memberikan arahan dan motivasi yang sangat baik, serta meluangkan waktunya

se-hingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik dan lancar.

Kesabaran dan ketulusannya sangat berarti.

5. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, yang telah memberikan ilmu-ilmunya kepada penulis.

6. Staf Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik di Universitas Komputer Indonesia, yang telah membantu segala

keper-luan-keperluan penulis selama penyusunan sripsi ini.

7. Ibu Neneng Athiatul Faiziyah selaku Ketua KPID Provinsi Jawa Barat yang telah

memberikan pengarahan-pengarahan dan waktunya kepada penulis sehingga ter-selesaikannya Skripsi ini.

8. Seluruh Anggota dan karyawan KPID provinsi Jawa Barat yang telah membantu

(8)

viii

10. Tri ajib, yang telah memberikan kasih sayang,semangat, dukunganya, doanya dalam setiap sujudmu.

11. Shendi Hendi Herdarlin , yang telah memberikan perhatian, semangat dan tempat bertukar pikiran bagi penulis.

12. Mamat, yang senatiasa membantu, memberikan arahan,dorongan, motivasi penulis

dalam menyelesaikan Skripsi.

13. Sahabat-sahabatku, Gabriella , Wieke, Indah, dewi, mayang, aps , R at ih, ind a h

wa h yu n i, a a s, g ina, ma s yo no terimakasih atas kebersamaannya selama ini,

semoga persahabatan dan persaudaraan kita tetap abadi selamanya dan tak

ter-pisahkan oleh jarak dan waktu. Aamiin

14. Teman-teman IK Humas 1, IK Humas 2 dan IK Jurnal 2007 & 2008 lainnya yang

tidak dapat penulis sebutkan satu - persatu, semoga persahabatan dan

(9)

ix

masukan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua

pembaca dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi pun bagi para

pembaca yang lainnya. Apabila terdapat kekurangan penulis mohon maaf

sebesar-besarnya. Akhir kata, penulis berharap semoga apa yang telah penulis sajikan

da-lam seminar usulan penelitian ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagai bahan

re-ferensi untuk rekan-rekan dan pembaca sekalian.

Bandung, Juli 2012

(10)

x

LEMBAR PERSEMBAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ……….. v

KATA PENGANTAR ………... vi

DAFTAR ISI ………... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN-LAMPIRAN ……….. xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 16

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 16

1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 16

1.3 Maksud dan Tujuan ... 17

1.3.1 Maksud Penelitian ... 17

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 17

1.4 Kegunaan Penelitian ... 17

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 18

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan tentang Komunikasi ……… 22

2.1.1 Pengertian Komunikasi ……… 22

2.1.2 Proses Komunikasi ……… 27

2.1.3 Tujuan Komunikasi ………... 28

(11)

xi

2.3.1 Sejarah Televisi ………. 47

2.3.2 Siaran Televisi di Indonesia ……….... 48

2.3.3 Fungsi Televisi ……….... 49

2.3.4 Stasiun Televisi Lokal di Kota Bandung ………... 51

2.4 Tinjauan tentang Penyiaran ………... 51

2.4.1 Pedoman Perilaku Penyiaran ………... 51

2.4.2 Standar Program Siaran ……….. 53

2.5 Tinjauan tentang Peranan ………... 54

2.6 Tinjauan Tentang Peranan KPID Jawa Barat ………... 58

2.7 Kerangka Pemikiran ………... 64

2.7.1 Kerangka Teoritis ………... 64

2.7.2 Kerangka Konseptual ………... 69

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ………. …... 75

3.1.1 Sejarah KPID ………... 75

3.1.2 Profil KPID Jawa Barat ………..…………... 77

3.1.3 Visi dan Misi KPID Jawa Barat ……….. 78

3.1.4 Spirit KPID Jawa Barat……….... 79

3.1.5 Tugas dan Wewenang KPID ………... 80

3.1.6 Strategi KPID ……….. 81

3.1.7 Orientasi Kerja dan Struktur Anggota KPID Jawa Barat ….... 82

3.2 Metode Penelitian ………... 86

3.2.1 Desain Penelitian……….. 86

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data ………... 89

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ……… 92

(12)

xii

3.3.2 Waktu Penelitan ... 98

3.4 Sistematika Penulisan ... 100

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Informan... 103

4.1.2 Deskripsi Data Informan Kunci ……… 104

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ………. 106

4.2.1 Fungsi KPID Provinsi Jawa Barat ... 106

4.2.2 Proses Pelaksanaan Fungsi KPID Provinsi Jawa Barat ... 124

4.2.3 Kegiatan KPID Provinsi Jawa Barat ... 135

4.4 Hasil Pembahasan ………... 141

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……… 147

5.2 Saran-Saran ……….. 148

5.2.1 Saran Akademik ………... 148

5.2.2 Saran Praktis ……….. 148

DAFTAR PUSTAKA ... 150

LAMPIRAN- LAMPIRAN ………. 152

(13)

xiii

Tabel 1.1 Perbandingan Karakteristik Media Massa ... 5

Tabel 3.1 Informan Penelitian ... 78

Tabel 3.2 Key Informan ... 78

Tabel 3.3 Rencana Penelitian ... 83

(14)

xiv

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran... 64

Gambar 3.1 Stuktur organisasi KPID... 66

Gambar 3.2 Teknik analisis data ... 81

Gambar 4.1 Ketua kpid provinsi Jawa Barat ... 103

Gambar 4.2 Komisioner bidang pembinaan ... 104

Gambar 4.3 Direktur IM TV dan ketua jabar media club ... 104

(15)

xv

LAMPIRAN 1 : Surat permohonan penelitian ……… 153

LAMPIRAN 2 : Surat persetujuan pembimbing ……… 154

LAMPIRAN 3 : Surat balasan penelitian ……… 156

LAMPIRAN 4 : Berita acara bimbingan ………. 157

LAMPIRAN 5 : Pertanyaan Penelitian ……….. . 158

(16)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak sepuluh tahun terakhir ini, jumlah stasiun televisi lokal di Kota

Bandung terus bertambah. Saat ini tercatat terdapat delapan stasiun televisi lokal

yang eksis di Kota Bandung, yakni PJTV, STV, Bandung TV, Chanel TV,

Kompas TV, MQTV, Spacetoon-TV, dan TVRI Bandung. Bahkan, ke depan

diprediksikan jumlah televisi lokal di Kota Bandung akan terus bertambah.

Keberadaan televisi lokal di Kota Bandung merupakan bagian dari

menjamurnya media massa, baik media cetak maupun media eletronik pasca

pembatasan kebebasan pers pada era Orde Baru. Pada era itu, televisi di Indonesia

hanya satu, TVRI. Namun, ketika angin reformasi bergulir dan di antaranya juga

terjadi reformasi pada media massa dengan lahirnya kebijakan Pemerintah yang

memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mendirikan media massa, maka

jumlah stasiun televisi pun terus bertambah. Yang tadinya hanya TVRI, di tingkat

nasional lahir juga stasiun televisi lainnya, seperti RCTI, SCTV, Indosiar,

AN-TV, Tran-AN-TV, Tran-7, dan stasiun televisi nasional lainnya. Kelahiran stasiun

televisi nasional itulah yang menjadi cikal bakal lahirnya stasiun-stasiun televisi

lokal di Kota Bandung.

Makin banyaknya stasiun televisi, baik televisi lokal maupun televisi

(17)

berfungsi utama sebagai penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum.

Penyiaran telah menjadi salah satu sarana berkomunikasi yang sangat penting.

Dari beragam media massa (surat kabar, majalah, radio, televisi),

televisilah yang memiliki keunggulan lebih, dalam menyampaikan pesan kepada

khalayak. Televisi dalam menyampaikan pesannya bersifat audio visual dapat

dilihat dan didengar dan juga “datang langsung” ke rumah-rumah. Dengan segala

kemudahan, masyarakat, dengan tidak harus meninggalkan rumah dan sambil

santai bersama keluarga dapat menikmati hiburan beraneka ragam, informasi yang

serba cepat dan memuaskan (dapat didengar, dipandang, dan dibaca).

Televisi tidak mengenal pembatas daratan dan lautan, gunung-gunung, dan

lembah-lembah. Bahkan, batasan negara pun bukan merupakan penghalang bagi

masuknya siaran televisi. Di beberapa wilayah yang terjangkau, kita dapat

menyaksikan siaran-siaran dari negara lain. Apalagi jika dilengkapi dengan

teknologi yang lebih muktahir, semua siaran televisi dunia dapat disaksikan di

rumah.

Karena kemampuan daya sebar dan daya pikat itulah, pada era ini,

khalayak (masyarakat) lebih besar perhatiannya terhadap televisi, daripada media

massa lainnya. Bahkan dari sisi usia khalayak, televisi dapat menyerap perhatian

semua segmen pasar. Mulai anak-anak, remaja, dewasa, sampai pada orang tua

dapat menyaksikan semua acara televisi dengan tidak perlu memiliki kemampuan

khusus, seperti halnya kehadiran media cetak yang memerlukan kemampuan

(18)

Kuatnya daya pikat dan daya pengaruh televisi, melimpahnya jumlah

stasiun televisi, munculnya sejumlah insan pers pengelola televisi yang kurang

memiliki kematangan visi, dan terbukanya kran kebebasan pers untuk berekpresi

diduga berngaruh buruk televisi terhadap perilaku masyarakat. Indikasi itu bukan

tidak beralasan kuat, karena kajian-kajian telah banyak dilakukan dan hampir

semua mengarah pada kesimpulan bahwa pengaruh televisi terhadap menurunnya

moral bangsa, khususnya kenakalan remaja cukup besar (Hikmat,2011:73).

Menurut Mulyana (2008:12), melalui penggunaan bahasa dan gambar

sebagai sistem simbol yang utama, para pengelola televisi mampu menciptakan,

memelihara, mengembahkan, dan bahkan meruntuhkan suatu realitas. Ketika

menyimak suatu wacana TV, terkadang penonton tanpa sadar digiring oleh

definisi yang ditanamkan media massa tersebut. Secara tidak langsung hal itu

membuat penonton mengubah definisi mengenai realitas sosial atau memperteguh

asumsi yang dimiliki sebelumnya.

Pengaruh media massa terhadap komunikan/audien terdiri dari efek

kognitif, efek emosional, dan efek konatif/behavioral. Ketiga komponen inilah

yang nantinya membentuk suatu sistem yang disebut sikap komunikan (mass

behavior). Steven M. Chaffee (dalam Rakhmat,1999: 218) mengemukakan bahwa

jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa adalah

perubahan perasaan atau sikap dan perubahan tingkah laku, atau dengan istilah

lain, perubahan kognitif, afektif, dan behavioral. Jadi, efek pesan media massa

meliputi efek kognitif, afektif, dan behavioral. Efek kognitif terjadi bila ada

(19)

berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau

informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan,

disenangi, atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannnya dengan emosi,

sikap, atau nilai. Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati;

yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berprilaku.

Sebagaimana disampaikan di atas, di antara banyak media massa,

televisilah yang dianggap paling kuat mempengaruh masyarakat, baik pada

perubahan kognitif, afektif, maupun behavioral. Hal itu sejalan dengan isi Teori

Kultivasi yang dikemukakan Gerbner. Menurut Ardianto dkk (2007:66),

pandangan utama Teori Kultivasi (cultivation theory) adalah televisi secara

independen akan berkontribusi dalam membentuk konsepsi penontonnya dalam

menilai realitas sosial. Menurut Gebner, orang yang lebih banyak “hidup dalam

dunia televisi” akan memiliki gambaran tentang “kehidupan nyata” sebagaimana

yang dilihatnya dalam televisi itu. Orang yang menonton televisi dalam jumlah

waktu yang banyak akan menumbuhkan pandangan terhadap masyarakat dan

dunia sebagaimana pola yang disajikan oleh realitas semu televisi (television’s

pseudo-reality).

Televisi akan memiliki pengaruh besar terhadap pecandunya (heavy

viewers) daripada terhadap penonton sekadarnya (light viewers). Pengaruh televisi

ini lebih pada aspek sikap (attitude) ketimbang perilaku (behavior) khalayak. Bagi

pecandu televisi, dalam dirinya akan tertanam sikap yang konsisten (sejalan)

dengan apa yang ditontonnya dalam acara televisi ketimbang persepsinya dengan

(20)

misalnya, ketimbang perilaku kejahatan (Hikmat,2011:88).

Ardianto dkk (2007) “membandingkan” karakteristik antara surat kabar,

majalah, radio, dan televisi sebagai media massa utama sebagai berikut:

Tabel 1.1

Perbandingan Karakteristik Media Massa

Surat Kabar Majalah Radio Siaran Televisi

Publisitas: Pesan tersebar pada khalayak tersebar

Depth Writing : Pengajian lebih mendalam Auditori: pesan komunikasi melalui pendengaran Audiovisual: Acaranya dapat didengar

sekaligus dilihat

Perodesitas: Keteratuaran terbit (harian, mingguan, bulanan) Aktualitas: Nilai aktualitasnya lebih lama daripada surat

kabar

Radio is the Now: Informasi sangat aktual ketimbang media massa

lain

Think in picture:

[image:20.595.117.574.250.754.2]

Berpikir dalam

Gambar; keselarasan

pikiran dengan gambar

yang disampaikan

Universalitas: Isinya beranekaragam dan

dari seluruh dunia

Gambar/foto lebih banyak dari surat

kabar Imajinatif: mengajak komunikan berimajinatif (mengkhayalkan) Pengoperasion Lebih Kompleks: sistem penyelenggaraan memerlukan banyak

orang dan higt

technology.

Aktualitas: Masih hangat, terkini, baru

(konteks berita)

Cover menjadi daya tarik utama

Akrab: terjalin hubungan “intim” dengan pendengar karena dapat dinikmati dalam tempat

(21)

Terdokumetasikan: Dapat didokumentasikan/di

arsipkan dalam bentuk kliping

Convensatuoinal Style: informasi disampaikan dengan gaya percakapan

Menjaga Mobilitas: Mendengarkan informasi

radio tidak mengganggu aktivitas

Sumber: [Andranto dkk,2007:68]

Disatu pihak media massa mencerminkan realitas sosial. Di pihak lain,

media massa memiliki kemampuan untuk membentuk realitas sosial melalui

pemilihan. Selektivitas untuk mengangkat suatu permasalahan. Oleh karena itu,

media massa memiliki kekuasaan untuk mengembangkan dan mengarahkan

pemikiran yang saling bertentangan yang ada dalam masyarakat. Jadi, khalayak

yang heterogen terutama dalam sikap dan pemikiran, lebih banyak dikendalikan

oleh media.

Dengan demikian, khalayak membentuk citra realitas sosial berdasarkan

realitas kedua yang ditampilkan media. Media massa juga berfungsi memberikan

status, misalnya, orang yang tidak dikenal mendadak terkenal karena diungkap

besar-besaran dalam media massa. Media massa juga mampu menciptakan

streotip, misalnya, dalam media massa wanita sering ditampilkan cengeng, seksi,

lemah, dan bodoh. Penampilan seperti itu jika ditampilkan terus-menerus akan

menciptakan streotip pada khalayak komunikasi massa tentang wanita.

(Rakhmat,1998:225).

Peran yang dimainkan media massa, selain membentuk citra khalayak ke

(22)

dimiliki khalayak. Artinya, media massa mencerminkan citra khalayak dan

khalayak memproyeksikan citranya pada pengajuan media massa. Khalayak juga

bisa secara aktif menggunakan media massa untuk memenuhi kebutuhannya.

Anggota audien secara individual, dalam ukuran tertentu, memilih secara sadar

dan termotivasi di antara berbagai pokok isi media.

Landasan hukum yang mengatur tentang media massa pun terus dikuatkan

oleh Pemerintah selaras dengan perkembangan teknologi informasi. Tentang

media televisi, pada 28 Desember 2002 Pemerintah melahirlah Undang-Undang

No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang di dalamnya tidak hanya mengatur

tentang hal-hal yang harus ditaati oleh televisi, tetapi juga mengatur tentang

lembaga yang bertugas mengawasi televisi. Lembaga itu diberinama KPI (Komisi

Penyiaran) di tingkat nasional dan KPID (Komisi Penyiaran Daerah) di tingkat

provinsi.

Di Jawa Barat, sejak 2004 KPID Provinsi Jawa Barat sudah dibentuk dan

menjalankan peranannya sebagaimana amanah peraturan perundang-undangan

tentang penyiaran. Yang menjadi obyek pembinaan KPID Provinsi Jawa Barat

adalah seluruh lembaga penyiaran, baik televisi maupun radio, termasuk stasiun

televisi lokal yang ada di Kota Bandung.

Pembinaan dapat diartikan sebagai upaya memelihara dan membawa suatu

keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga keadaan sebagaimana seharusnya.

Pembinaan dilakukan dengan maksud agar kegiatan atau program yang sedang

dilaksanakan selalu sesuai dengan rencana atau tidak menyimpang dari hal yang telah

direncanakan. Menurut Pamudji (1985: 7), pembinaan berasal dari kata ”bina” yang

(23)

merubah sesuatu sehingga menjadi baru yang memiliki nilai-nilai yang tinggi. Dengan

demikian pembinaan juga mengandung makna sebagai pembaharuan, yaitu: melakukan

usaha-usaha untuk membuat sesuatu menjadi lebih sesuai atau cocok dengan kebutuhan

dan menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.

Selanjutnya, Hidayat (1979: 10) mengungkapkan, pembinaan adalah suatu

usaha yang dilakukan dengan sadar, berencana, teratur, dan terarah untuk meningkatkan

sikap dan keterampilan anak didik dengan tindakan-tindakan, pengarahan,

pembimbingan, pengembangan dan stimulasi dan pengawasan untuk mencapai suatu

tujuan.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembinaan dapat

ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu berasal dari sudut pembaharuan dan berasal dari

sudut pengawasan. Pembinaan yang berasal dari sudut pembaharuan yaitu mengubah

sesuatu menjadi yang baru dan memiliki nilai-nilai lebih baik bagi kehidupan masa yang

akan datang. Pembinaan yang berasal dari sudut pengawasan yaitu usaha untuk membuat

sesuatu lebih sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan.

Dalam hal KPID, berlaku pembinaan pada sudut pengawasan agar media

penyiaran sesuai dengan peraturan yang berlaku. Secara umum, sebagaimana

terdapat dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002, KPI/KPID memiliki

peranan dalam melakukan pembinaan terhadap lembaga penyiaran, di antara

terhadap televisi. Peran pembinaan KPI/KPID tersebut dijabarkan dalam bentuk

tugas dan wewenang KPI/KPI yang di antaranya membuat standar program

siaran, menyusun aturan dan menetapkan pedonan penyiaran, dan memberikan

sanki kepada lembaga pnyiaran, di antara televisi, jika terbukti melakukan

(24)

Peranan menurut Kamus Bahasa Indonesia (Depdikbud, 2006:751),

Tindakan yang dilakukan oleh seseorang di suatu peristiwa.” Sementara itu,

menurut Kamus Komunikasi (Effendy, 1989: 315), peranan adalah sesuatu yang

menjadi bagian atau yang memegang pimpinan secara menonjol dalam suatu

peristiwa.

Soerjono Soekanto (1987: 221) mengemukakan definisi peranan lebih

banyak menunjukkan pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses, jadi

tepatnya adalah bahwa seseorang/lembaga menduduki suatu posisi atau tempat

dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.

Lebih lanjut Soerjono Soekamto (1987: 53) mengemukakan aspek-aspek

peranan sebagai berikut: 1. Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan

dengan posisi seseorang/lembaga dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini

merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

kehidupan masyarakat. 2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat

dilakukan oleh individu atau lembaga dalam masyarakat sebagai organisasi. 3.

Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu/lembaga yang penting

bagi penguatan struktur sosial masyarakat.

Berdasarkan definisi tersebut peranan merupakan perilaku

individu/lembaga yang diharapkan karena status yang diembannya. Peranan juga

merupakan suatu konsep perihal apa yang dilakukan oleh individu/lembaga dalam

masyarakat sebagai suatu organisasi. Peranan berfungsinya sesuatu atau seseorang

dalam suatu peristiwa secara menonjol di antara yang lainnya, sehingga

(25)

tersebut dijelaskan bahwa seseorang atau sesuatu dapat dikatakan berperan dengan

baik jika tindakan atau keterlibatan orang atau sesuatu itu dominan atau menonjol

di antara lainnya sehingga memberikan dampak yang besar terhadap sesuatu

peristiwa.

Ketika KPI/KPID menjalankan perannya melakukan pembinaan terhadap

media penyiaran, terjadinya hubungan timbal-balik antara KPID dengan pengelola

stasiun televisi. Hubungan timbal balik tersebut dapat dikategorikan sebagai

komunikasi. Karena KPID merupakan lembaga yang terdiri dari para komisioner,

anggota KPID berjumlah tujuh orang, sehingga dapat dikategorikan sebagai

organisasi. Para pengelola stasiun televisi pun merupakan organisasi. Oleh karena

itu, komunikasi yang terbangun adalah komunikasi organisasi.

Suatu organisasi adalah suatu sistem terbuka yang dinamis yang

menciptakan dan saling menukar informasi di antara anggotanya atau di antara

organisasi dengan organisasi lainnya. Karena gejala menciptakan dan menukar

informasi ini berjalan terus menerus dan tidak ada hentinya, maka dikatakan

sebagai suatu proses komunikasi organisasi.

Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara

harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling

bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga

yang menamakannya sarana.Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in

Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari

mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang

(26)

KPID dan stasiun televisi lokal adalah organisasi karena keduanya

memenuhi ciri-ciri organisasi, yakni adanya struktur yang formal, adanya

pembagian tugas dan wewenang yang jelas, dan lahir berdasarkan

ketentuan-ketentuan yang memiliki legal formal. Oleh karena itu, komunikasi dalam

kerangka KPID menjalankan perannya melakukan pembinaan terhadap stasiun

televisi dapat dikategorikan sebagai komunikasi organisasi.

Golddhaber (1986) memberikan definisi komunikasi organisasi adalah

proses penciptaan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang

saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau

yang selalu berubah-ubah. Secara umum, komunikasi organisasi dapat dibedakan

atas komunikasi formal dan komunikasi informal. Komunikasi formal salurannya

ditentukan oleh struktur yang telah direncanakan yang tidak dapat dipungkiri oleh

organisasi, tetapi timbul dari mulut ke mulut mengenai diri seseorang, pimpinan,

maupun mengenai organisasi yang biasanya bersifat rahasia.

Komunuikasi organisasi, menurut Pace dan Faules (2000:32), sebagai

pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan

bagian dari siatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit

komumikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan yang

lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Unit mendasar komunikasi

organisasi adalah seseorang dalam suatu jabatan. Orang disosialisasikan oleh

jabatan tertentu, menciptakan suatu lingkaran yang lebih sesuai dengan keadaan

jabatan, pada saat yang sama jabatan tersebut dipersonalisasikan, menghasilkan

(27)

Dalam penelitian ini, KPID Provinsi Jawa Barat memiliki peranan penting dalam melakukan pembinaan pada televisi lokal yang ada di Kota Bandung

ketika melakukan siaran. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2002,

penyiaran adalah kegiatan memancarluaskan siaran melalui sarana pemancaran

dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan

spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk

dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dan perangkat

penerima siaran. Sementara itu, lembaga penyiaran adalah penyelenggara

penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga

penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam

melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Kemudian, Komisi Penyiaran Indonesia

adalah lembaga Negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah

yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-undang sebagai wujud peran

serta masyarakat dalam bidang penyiaran.

Penyiaran di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan untuk

memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jatidiri bangsa yang

beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan

kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri,

demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia

(Pasal 3). Penyiaran pun di Indonesia berfungsi sebagai kegiatan komunikasi

massa, sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan

(28)

Selain itu, yang penting mendapat perhatian dalam Undang-Undang No.

32 Tahun 2002 adalah tentang Pelaksanaan Siaran pada Bab IV. Dalam Pasal 36 :

1) Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan mamfaat

untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa,

menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya

Indonesia. 2) Isi siaran dari jasa penyiaran televisi yang diselenggarakan Lembaga

Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat

sekurang-kuranya 60% mata acara yang berasal dari dalam negeri. 3) Isi siaran wajib

memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu

anak-anak dan remaja dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan

lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi

khalayak sesuai dengan isi siaran. 4) Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak

boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu. 5) Isi siaran dilarang : a.

bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan, dan/atau bohong; b. menonjolkan unsur

kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika, dan obat terlarang atau; c.

mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar-golongan. 6) Isi siaran dilarang

memperolokkan, merendahkan, melecehkan, dan/atau mengabaikan nilai-nilai

agama, martabat manusia Indonesia atau merusak hubungan internasional.

Yang berperan atau memiliki peranan dalam mengawasi penyiaran di

Indonesia sebagaimana isi Pasal 4 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002

dibentuklah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan tingkat provinsi dibentukan

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). Dalam Pasal 8 disebutkan KPI

(29)

informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia; b. ikut membantu

pengaturan infrastruktur bidang penyiaran; c. ikut membangun iklim persaingan yang

sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait; d. memelihara tatanan informasi

nasional yang adil, merata, dan seimbang; e. menampung, meneliti, dan menindaklanjuti

aduan, sang-gahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penye-lenggaraan

penyiaran; dan f. menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang

menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

Dalam ayat (2)-nya disebutkan pula bahwa KPID pun memiliki wewenang

sebagai berikut: a. menetapkan standar program siaran; b. menyusun peraturan

dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran; c. mengawasi pelaksanaan

peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; d.

memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku

penyiaran serta standar program siaran; e. melakukan koordinasi dan/atau

kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.

Walaupun tidak menjelaskan secara rinci, undang-undang ini pun

memberikan petunjuk kepada KPI/KPID untuk membentuk Pedoman Perilaku

Siaran sebagaimana isi Pasal 48. Dalam ayat (4)-nya dipaparkan bahwa Pedoman

Perilaku penyiaran sekurang-kurangnya harus berkaitan dengan : a. Rasa hormat

terhadap pandangan keagamaan; b. Rasa hormat terhadap hal pribadi; c.

Kesopanan dan kesusilaan; d. Pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme; e.

Perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan; f. Penggolongan

program dilakukan menurut usia khalayak; g. Penyiaran program dalam bahasa

asing; h. Ketepatan dan kenetralan program berita; i. Siaran langsung; serta j.

(30)

Provinsi Jawa Barat sudah dibentuk KPID, sehingga penyiaran televisi

yang ada di Jawa Barat pun diawasi dan dibina oleh KPID Provinsi Jawa Barat,

termasuk televisi lokal yang berada di Bandung. Oleh karena itu, bagaimanakah

peranan pembinaan KPID Provinsi Jawa Barat pada televisi lokal yang ada di

Bandung merupakan hal yang sangat penting untuk diungkap.

Kualitas penyiaran memang menjadi target atau output dari pembinaan

yang dilakukan oleh KPI/KPID. Kualitas adalah konsep yang cukup sulit untuk

dipahami dan disepakati. Dewasa ini kata kualitas mempunyai beragam

interpretasi, tidak dapat didefinisikan secara tunggal, dan sangat tergantung pada

konteksnya. Menurut Ariani (2004: 3), terdapat dua segi umum tentang kualitas

yaitu, kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Lebih lanjut pengertian kualitas

mencakup: kualitas produk (product), kualitas biaya (cost), kualitas penyajian

(delivery), kualitas keselamatan (safety), dan kualitas moral (morale) atau sering

disingkat menjadi P-C-D-S-M (Bina Produktivitas Tenaga Kerja, 1998).

Dalam hal media penyiaran, kualitas yang dimaksud dapat dikategorikan

sebagai kualitas penyajian siaran, keselamatan siaran dalam hal ini baik

keselamatan bagi penonton maupun bagi pembuat siaran, bahkan sampai pada

kualitas moral. Kualitas dimaksud sebagaimana dipaparkan diawal bahwa media

penyiaran memiliki pengaruh besar terhadap penonton, baik pengaruh pada

koginitif, afektif, maupun konatif. Ketiga hal tersebut sangat bergantung dari

sajian siaran yang mempertimbangkan kualitas penyajian siaran, pertimbangan

keselamatan siaran, dan pertimbangan aspek-aspek yang dapat menurunkan moral

(31)

Namun, dalam penelitian Peranan KPID Provinsi Jawa Barat Melalui

Pembinaan pada Media Televisi Lokal di Bandung dalam Meningkatkan Kualitas

Penyiaran, tidak memfokuskan pada kualitas penyiaran, tetapi pada peran

KPI/KPID-nya dalam melakukan pembinaan. Oleh karena itu, pembicaraan

kualitas penyiaran tidak dibahas mendalam.

Berdasarkan hal itu, peneliti akan melakukan penelitian tentang Peranan

KPID Provinsi Jawa Barat Melalui Pembinaan pada Media Televisi Lokal di

Bandung dalam Meningkatkan Kualitas Penyiaran.

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Pertanyaan Makro

Peneliti merumuskan pertanyaan makro berdasarkan latar belakang

masalah yaitu Bagaimanakah peranan KPID Provinsi Jawa Barat melalui

pembinaan pada media televisi di kota Bandung dalam meningkatakan

kualitas penyiaran? 1.2.2 Pertanyaan Mikro

Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, peneliti menyusun

pertanyaan mikro sebagai berikut :

1. Bagaimana Fungsi KPID Provinsi Jawa Barat melalui pembinaan pada

media televisi di kota Bandung dalam meningkatkan kualitas

penyiaraan?

2. Bagaimana proses KPID Provinsi Jawa Barat melalui pembinaan pada

media televisi di kota Bandung dalam meningkatkan kualitas

(32)

3. Bagaimana kegiatan KPID Provinsi Jawa Barat melalui pembinaan

pada media televisi di kota Bandung dalam meningkatkan kualitas

penyiaraan?

4. Bagaimana peranan KPID Provinsi Jawa Barat dalam melalui

pembinaan pada media televisi di kota Bandung dalam meningkatakan

kualitas penyiaran?

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji lebih dalam

tentang Peranan KPID Provinsi Jawa Barat dalam melalui pada televisi lokal di

Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Fungsi KPID Provinsi Jawa Barat melalui

pembinaan pada media televisi di kota Bandung dalam meningkatkan

kualitas penyiaraan.

2. Untuk mengetahui proses KPID Provinsi Jawa Barat melalui

pembinaan pada media televisi di kota Bandung dalam meningkatkan

kualitas penyiaraan.

3. Untuk mengetahui kegiatan KPID Provinsi Jawa Barat melalui

pembinaan pada media televisi di kota Bandung dalam meningkatkan

(33)

4. Untuk mengetahui peranan KPID Provinsi Jawa Barat melalui

pembinaan pada media televisi di kota Bandung dalam meningkatakan

kualitas penyiaran.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Secara teoretis peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memperluas

pengetahuan tentang peranan KPID pada media televisi sehingga dapat ikut serta

mendorong pengembangan serta pengetahuan tentang ilmu komunikasi,

khususnya komunikasi organisasi.

1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan baru bagi peneliti tentang

komunikasi massa, komunikasi organisasi, media massa, fungsi-fungsi televisi,

dan peranan KPID dalam menjalankan tugas dan fungsinya melakukan pembinaan

pada media televisi.

2. Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan pengetahuan dan

referensi akademik, khususnya bagi Program Studi Ilmu Komunikasi, baik di

seluruh perguruan tinggi maupun di Universitas Komputer Indonesia Bandung.

(34)

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat tentang

peranan yang dilakukan oleh KPID Provinsi Jawa Barat dalam hal pembinaan

pada media televisi lokal yang ada di Bandung dalam meningkatkan kualitas

(35)

20 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 TinjauanTentang Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi

Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan interaksi antara satu dengan yang lain (Suprapto; 2006:1). Interaksi itu sering disebut komunikasi, yaitu hubungan ketergantungan antar manusia baik secara individu maupun secara kelompok. Karena itu di sadari atau tidak, komunikasi merupakan bagian penting dari kehidupan manusia.

Istilah komunikasi sudah menjadi bagian keseharian kehidupan manusia. Inti komunikasi adalah manusia. Ketika manusia ada maka semua lini kehidupan manusia tersebut adalah komunikasi. Dalam konteks inilah manusia dianggap sebagai mahluk yang paling sempurna karena dapat melahirkan komunikasi; semua hal dapat dipersepsi sebagai komunikasi jika manusia mempersepsikan sebagai komunikasi, sehingga persepsi komunikasi ini selalu mengikuti aturan yang dibuat manusia. Oleh karena itu, pola-pola komunikasi selalu mengikuti pola-pola keteraturan perilaku manusia, bukan pola-pola hukum alam.

(36)

matematika, dan komunikasi-komunikasi lainnya. Hal tersebut menjadi landasan yang kokoh bagi setiap ilmuwan untuk mempersepsikan definisi komunikasi sesuai dengan pendekatan masing-masing. .

Menurut Etimologi Bahasa, istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris

communication berasal dari kata bahasa Latin communicatio dan bersumber dari kata

communis yang berarti sama. Dalam persepsi umum, kata sama yang dimaksud di sini adalah sama makna.

Kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk perbincangan, komunikasi terjadi jika di antara dua orang tersebut terjadi kesamaan makna mengenai hal yang diperbincangkan tersebut. Dalam konteks ini, Onong Uchjana Effendi (2001) mengistilahkannya sebagai tindakan yang komunikatif atau Deddy Mulyana (2001) menyebutnya komunikasi yang efektif.

(37)

Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication in the process to modify the behavior of other individuals). Sementara itu, menurut William Albig (dalam Djoernasih,1991:16),

”Communication is the process of transmitting meaningful symbols bertween

individuals.” (Komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung makna di antara individu-individu) dan menurut Bernard Berelson dan Barry A. Stainer (dalam Effendy,1992:48), komunikasi adalah penyampaian informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan bahasa, gambar-gambar, bilangan, grafik, dan lain-lain.

Pengertian komunikasi menurut Diana K. Ivy dan Phil Backlund dalam buku

Ilmu Komunikasi adalah proses yang terus berlangsung dan dinamis menerima dan mengirim pesan dengan tujuan berbagi makna. Selain itu, Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih. (Mulyana, 2007:76-77)

Sementara itu, Gode seperti yang dikutip oleh Arifin dalam bukunya Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas, merumuskan komunikasi sebagai suatu proses yang membuat adanya kebersamaan bagi dua atau lebih orang yang semula dimonopoli oleh satu atau beberapa orang. (Arifin, 2002:26)

(38)

menggunakan berbagai lambang atau simbol yang dinyatakan dalam bentuk nonverbal maupun verbal. Sementara sebagai sistem, komunikasi terdiri dari unsur-unsur yang saling bergantung dan merupakan satu kesatuan intergratif. (Dewi, 2007:3)

Pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya dasariah, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya

informative, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain. (Effendy, 2006:9)

Menurut B. Aubrey Fisher (1986: 11) bahwa komunikasi dapat dipandang baik atau efektif sejauh ide, informasi, dan sebagainya dimiliki bersama oleh atau mempunyai kebersamaan arti bagi orang-orang yang terlibat dalam perilaku komunikasi tadi.

Dari banyaknya definisi komunikasi tersebut, untuk lebih memahami komunikasi para peminat komunikasi seringkali mengutif paradigma komunikasi yang dikemukakan Harold Lasswell dalam karyanya The Structure and Function of Communication in Society. Menurutnya, pendekatan yang tepat untuk memahami komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?

(39)

Komunikator (communicator, sender, source), pesan (message), media (channel), komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient), dan efek (effect, impact, influence).

Berdasarkan lima unsur tersebut, persepsi tentang komunikasi menurut Lasswell adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang akan menimbulkan efek tertentu. Bahkan, Mulyana (2001:121) mendefinisikan komunikasi sebagai penyampaian pesan melalui media elektronik. Lebih luas lagi ia menguraikan bahwa komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih, sehingga para peserta komunikasi ini mungkin saja termasuk hewan, tanaman dan bahkan jin.

Dalam konteks keilmuwan pun istilah komunikasi sudah mengalami perluasan. Komunikasi sudah milik semua disiplin ilmu, tidak hanya Ilmu Sosial, tetapi ilmu-ilmu eksakta pun sudah lekat dengan istilah komunikasi. Kita sekarang mengenal komunikasi kesehatan, komuikasi fisika, komunikasi biologi, komunikasi matematika, dan komunikasi-komunikasi lainnya. Bahkan, Perspektif Pohon Komunikasi yang digambarkan Nina Winangsih Syam (2002 dalam Hikmat,2010:32) dalam Rekonstruksi Ilmu Komunikasi memaparkan dengan jelas bahwa terjadi sinergitas di antara Ilmu Komunikasi dengan ilmu-ilmu lainnya yang ada di muka bumi ini.

(40)

pesan, sehingga pesan juga harus ada sebagai muatan dalam komunikasi, dan adanya penerima pesan atau disebut komunikator. Adapun di antara komunikator, pesan, dan komunikan itu muncul instilah-instilah lain sangat bergantung dari pendekatan masing-masing ilmuwan termasuk tingkat khazanah berpikir para peminat ilmu komunikasi.

2.1.2 Proses Komunikasi

Sebuah komunikasi tidak pernah terlepas dari sebuah proses. Oleh karena itu, apakah pesan dapat tersampaikan atau tidak tergantung dari proses komunikasi yang terjadi. Seperti yang diungkapkan oleh Rosady Ruslan (1999: 69) bahwa :

“Proses komunikasi dapat diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesan-pesan (messages) dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima pesan sebagai komunikan, dalam proses komunikasi tersebut bertujuan (feedback) untuk mencapai saling pengertian (mutual understanding) antara kedua belah pihak”.

(41)

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Media yang digunakan adalah surat, telepon, surat kabar, radio atau televisi. (Effendy, 2006:16)

2.1.3 Tujuan Komunikasi

Tujuan mempelajari ilmu komunikasi, dapat di katagorikan kedalam dua hal, yaitu; aspek umum dan aspek khusus. Aspek pertama bertujuan untuk memperoleh pemahaman tentang ilmu yang terkait dengan proses komunikasi. Melalui pemahaman ini para ilmuan dan pelaku komunikasi diharapkan akan dapat melakukan komunikasi dengan baik dan selalu mengalami perubahan dan kemajuan dalam berkomunikasi.

Aspek kedua diharapkan akan dapat menuntun manusia untuk dapat; a) Merubah sikap (to change the attitude), b) mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion), c) mengubah perilaku (to change the behavior), d) mengubah masyarakat (to change the society)

(42)

komentar yang di butuhkan agar dapat dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

Kedua, sosialisasi (pemasyarakatan), penyedian sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif di dalam masyarakat.

Ketiga, Motivasi, menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang untuk menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan di kejar.

Keempat, Berdebatan dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang di perlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang di perlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri dengan masalah yang menyangkut kepentingan bersama.

(43)

Ketujuh, Hiburan, penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan imaji dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, musik, olahraga, kesenangan, kelompok, dan individu.

Kedelapan, Integrasi menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan untuk memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka dapat saling kenal dan mengerti serta menghargai kondisi pandangan dan keinginan orang lain.

Menurut Onong Uchjana Effendy, tujuan dari komunikasi adalah : 1. Perubahan sikap (attitude change)

2. Perubahan pendapat (opinion change) 3. Perubahan perilaku (behavior change)

4. Perubahan sosial (social change) (Effendy, 2003:8)

Sedangkan tujuan komunikasi pada umumnya menurut Cangara Hafied dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi adalah mengandung hal-hal sebagai berikut :

1. Supaya yang disampaikan dapat dimengerti

Seorang komunikator harus dapat menjelaskan kepada komunikan (penerima) dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang dimaksud oleh pembicara atau penyampai pesan (komunikator).

2. Memahami orang

(44)

3. Supaya gagasan dapat diterima oleh orang lain

Komunikator harus berusaha agar gagasan dapat diterima oleh orang lain dengan menggunakan pendekatan yang persuasif bukan dengan memaksakan kehendak.

4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu

Menggerakkan sesuatu itu dapat berupa kegiatan yang lebih banyak mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki. (Hafied, 2002:22)

2.1.4 Fungsi Komunikasi

Mudjoto dalam teknik komunikasi yang di kutip oleh Widjaya (1986) menyatakan bahwa fungsi komunikasi itu meliputi; 1. Komunikasi merupakan alat suatu organisasi sehingga seluruh kegiatan organisasi itu dapat diorganisasikan (dipersatukan ) untuk mencapai tujuan tertentu. 2. Komunikasi merupakan alat untuk mengubah perilaku para anggota dalam suatu organisasi. 3. Komunikasi adalah alat agar informasi dapat di sampaikan kepada seluruh anggota organisasi.

Berdasarkan fungsi komunikasi itu, maka komunikasi memegang peranan penting dalam suatu organisasi dalam mencapai tujuan.

Di tempat berbeda, Deddy Mulyana (2002) dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar menyebutkan bahwa fungsi komunikasi ada empat bagian yaitu:

1. Komunikasi Sosial

(45)

untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan antar lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota, dan negara secara keseluruhan)

2. Komunikasi Ekspresif

Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang dapat di lakukan baik sendirian ataupun dalam kelompok. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi insatrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama di komunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal, perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin dan benci dapat di ungkapkan melalui kata-kata namun terutama lewat perilaku nonverbal.

3. Komunikasi Ritual

(46)

suci, naik haji, upacara bendera, upacara wisuda, perayaan lebaran, natal juga termasuk komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi atau agama mereka.

4. Komunikasi Instrumental

(47)

tujuan itu tentu saja berkaitan dalam arti bahwa berbagai pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat di gunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan dalam karier, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial dan kekayaan.

2.2 Tinjauan tentang Komunikasi Kelompok Organisasi

Komunikasi organisasi adalah komunikasi di antara organisasi dengan organisasi lainnya, termasuk komunikasi di antara orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut selama mereka mewakili organisasi tersebut atas manah jabatan yang mereka miliki.

Komunuikasi organisasi, menurut Pace dan Faules (2000:32), sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari siatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komumikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan yang lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Unit mendasar komunikasi organisasi adalah seseorang dalam suatu jabatan. Orang disosialisasikan oleh jabatan tertentu, menciptakan suatu lingkaran yang lebih sesuai dengan keadaan jabatan, pada saat yang sama jabatan tersebut dipersonalisasikan, menghasilkan suatu figur atau gambar yang sesuai dengan keadaan tersebut.

(48)

selalu berubah-ubah. Pengertian tersebut mengandung konsep-konsep sebagai berikut:

1. Proses, Suatu organisasi adalah suatu sistem terbuka yang dinamis yang menciptakan dan saling menukar informasi diantara anggotanya. Karena gejala menciptakan dan menukar informasi ini berjalan terus menerus dan tidak ada hentinya, maka dikatakan sebagai suatu proses.

2. Pesan, yang dimaksud pesan adalah susunan simbol yang penuh arti tentang orang , obyek, kejadian yang dihasilkan oleh interaksi dengan orang lain. Dalam komunikasi organisasi kita mempelajari ciptaan dan pertukaran pesan dalam seluruh organisasi. Pesan dalam organisasi dapat dilihat menurut beberapa klasifikasi yang berhubungan dengan bahasa, penerima yang dimaksud, metode difusi, dan arus tujuan dari pesan. Pengklasifikasian pesan menutut bahasa dapat dibedakan pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal dalam organisasi misalnya; surat, memo, pidato, dan percakapan. Sedangkan pesan nonverbal dalam organisasi terutama sekali yang tidak diucapkan atau ditulis seperti; bahasa gerak tubuh, sentuhan, nada suara, ekspresi wajah, dll. 3. Jaringan, organisasi terdiri dari satu seri orng yang tiap-tiapnyamenduduki

(49)

faktorantara laii; hubungan peranan, arah dan arus pesan, hakikat seri dari arus pesan, dan isi dari pesan.

4. Keadaan Saling Tergantung, Konsep kunci komunikasiorganisasi keempat adalah keadaan yang saling tergantung satubagian dengan bagian lainnya. Hal ini telah menajadi sifat darisuatu organisai yang merupakan suatu sistem terbuka. Bila suatubagian dari organisasi mengalami gangguan maka akan berpengaruh kepada bagian lainnya dan mungkin juga kepada seluruh sistem organisasi. Implikasinya, bila pimpinan membuat suatu keputusan dia harus memperhitungkan implikasi keputusan itu terhadap organisasinya secara menyeluruh.

(50)

6. Lingkungan, yang dimaksud lingkungan adalah semua totalitas secara fisik dan faktor sosial yang diperhitungkan dalam pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem. Yang termasuk lingkungan internal adalah personal/anggota, tujuan, produk, dll. Sedangkan lingkungan eksternal adalah; langganan, saingan, teknologi, dll. Komunikasi organisasi terutama bekenaan dengann transaksi yang terjadi dalam lingkungan internal organisasi yang terdiri dari organisasi dan kulturnya, dan antar organisasi dengan lingkungan ekternalnya. Yang dimaksud dengan kultur organisasi adalah pola kepercayaan dan harapan dari anggota organisasi yang menghasilkan norma-norma yang membentuk tingkah laku individu dan kelompok dalam organisasi. Organisasi sebagai suatu sistem terbuka harus berinteraksi dengan lingkungan eksternal seperti; teknologi, ekonomi, undang-undang, dan faktor sosial. Karena faktor lingkungan berubah-ubah, maka organisasi memerlukan informasi baru. Informasi ini harus dapat mengatasi perubahan dalam lingkungan dengan menciptakan dan pertukaran pesan baik secara internal dalam unit-unit yang relevan maupun terhadap kepentingan umum secara eksternal.

(51)

mengurangi faktor ketidakpastian ini organisasi menciptakan dan menukar pesan diantara anggotaa, melakukan suatu penelitian pengembangan organisasi, dan mengahapi tugas-tugas yang kompleks dengan integrasi yang tinggi. Ketidak pastian dalam suatu organisasi juga disebabkan oleh terjadinya banyak informasi yang diteima daripada sesungguhnya diperlukan untuk menghadapi lingkungan meeka. Jadi ketidakpastian dapat disebabkan oleh terlalu sedikit informasi yang didapatkan dan juga karena terlalu banyak yang diterima.

Kajian terhadap komunikasi organisasi memiliki arti penting mengingat bahwa komunikasi organisasi merupakan suatu disiplin studi yang dapat mengambil sejumlah arah yang sah dan bermanfaat. Dalam arti pengkajian akan memberikan manfaat tidak hanya bagi siapa saja yang ingin memahami perilaku organisasi secara lebih baik, tapi juga memiliki aspek pragmatis bagi orang-orang yang ingin memperbaiki kinerjanya sebagai peserta/anggota suatu organisasi.

Studi komunikasi organisasi dapat memberikan landasan kuat bagi karier dalam manajemen, pengembangan sumber daya, dan komunikasi perusahaan, serta tugas-tugas lainnya yang berorientasikan kepada manusia dalam organisasi (Pase and Faules, 2000:25)

2.2.1 Organisasi dan komunikasi

(52)

sarana. Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas. Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.

Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.

Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:

(53)

Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.

 Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu: a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan.Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.

 Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.

 Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu: a. Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi. b. Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.

(54)

kesatuan komando- suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu atasan

rantai skalar- garis otoritas dari atasan ke bawahan, yang bergerak dari atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi.

divisi pekerjaan- manegement perlu arahan untuk mencapai suatu derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi dengan suatu cara efisien.

tanggung jawab dan otoritas- perhatian harus dibayarkan kepada hak untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu ketepatan keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai.

disiplin- ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan tanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui.

mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umum- melalui contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terus-menerus.

2.2.2 Dimensi Komunikasi Organisasi

Organisasi adalah komposisi sejumlah orang yang menduduki atau peranan tertentu. Peranan individu dalam sistem komunikasi ditentukan oleh hubungan struktur antara satu individu dengan individu yang lainnya dalam organisasi. Secara umum, komunikasi organisasi dapat dibedakan atas komunikasi formal dan komunikasi informal. Komunikasi formal salurannya ditentukan oleh struktur yang telah direncanakan yang tidak dapat dipungkiri oleh organisasi, tetapi timbul dari mulut ke mulut mengenai diri seseorang, pimpinan, maupun mengenai organisasi yang biasanya bersifat rahasia.

1. Komunikasi Formal

(55)

formal. Adapun fungsi penting sistem komunikasi formal menurut Liliweri (1997:294) adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi formal terbentuk sebagai fasilitas untuk mengkoordinir kegiatan, pembagian kerja dalam organisasi.

b. Hubungan formal secara langsung hanya meliputi hubungan antara atasan dengan bawahan. Komunikasi langsung seperti ini memungkinkan kedua pihak berpartisipasi umpan balik dengan cepat.

c. Komunikasi formal memungkinkan anggota dapat mengurangi atau menekan waktu yang akan terbuang, atau kejenuhan produksi, mengelimir ketidaktentuan operasi pekerjaan, termasuk tumpang tindihnya tugas dan fungsi, serta pembaharuan menyeluruh yang berdampak pada efektivitas dan efisiensi.

d. Komuniasi formal menekankan terutama pada dukungan yang penuh dan kuat dari kekuasaan melalui struktur dan hierarkis.Bertinghaus ( 1968 ) menyebutkan paling tidak ada 3 bentuk komunikasi formal, yaitu yang berdasarkan : (1). Arah yang dituju: vertikal, horizontal/lateral (2). Sifat, tipe jaringan komunikasi disesuaikan dengan tugas, misalnya pelaporan, pemerintah, pengarahan atau perlindungan dan kepenasihatan, dan (3). Keformalan ( sisi formal ), sejauhmana alur komunikasi dibatasi oleh kewenangan. Jika dilihat dari arah yang dituju, pesan dalam komunikasi formal biasanya mengalir dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas secara vertikal dan dari tingkat yang sama atau secara horizontal dan komunikasi lintas-saluran.

2. Komunikasi Vertikal

Bentuk jaringan komunikasi vertikal terdiri atas vertikal dari atas dan dari bawah. Dalam komunikasi vertikal, pesan bergerak sepanjang saluran vertikal melalui dua arah, dari atas dan dari bawah.

(56)

manajemen (Davis dalam Pace, 2000:184). Kebanyakan komunikasi ke bawah digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan tugas-tugas dan pemeliharaan. Pesan tersebut biasanya berhubungan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, pemerintah, pertanyaan, dan kebijaksanaan umum. Menurut Lewis (1987 dalam Muhammad 2001:108), komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Katz dan Kahn (1966) menyebutkan ada 5 jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan yaitu :

a. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan

b. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan c. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi d. Informasi mengenai kinerji pegawai

e. Informasi komunikasi dari atas kepada bawahan dipengaruhi oleh faktor-faktor; keterbukaan, kepercayaan pada pesan tulisan, pesan yang berlebihan, waktu, penyaringan.

Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi. Semua anggota dalam sebuah organisasi, kecuali mereka yang menduduki posisi puncak, mungkin berkomunikasi ke atas, yakni setiap bawahan dapat mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi individu yang otoritasnya lebih besar, lebih tinggi, atau lebih luas meru

Gambar

Gambar; keselarasan
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1 Stuktur organisasi KPID
Gambar 3.2 Teknik analisis
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi pajak kendaraan bermotor Kota Bandung terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat mengalami fluktuasi setiap

Dalam upaya meningkatkan peranan sektor industri pengolahan dalam pembangunan ekonomi Provinsi Jawa Barat, hendaknya pemerintah Provinsi Jawa Barat lebih memprioritaskan

Dengan terbentuknya Kabupaten Bandung Barat sebagai daerah otonom, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Bandung, berkewajiban membina dan memfasilitasi

Dapat disimpulkan bahwa kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat ini merupakan bangunan penting di Jawa Barat khususnya kota Bandung, dan untuk kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat

MAKNA TAYANGAN DEBAT CALON GUBERNUR JAWA BARAT DI TELEVISI BAGI PENINGKATAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT 2013.. DI

Dalam upaya meningkatkan peranan sektor industri pengolahan dalam pembangunan ekonomi Provinsi Jawa Barat, hendaknya pemerintah Provinsi Jawa Barat lebih memprioritaskan

2 Rumah Jawa Barat Bandung Riung Bandung – Sukarno Hatta Bandung Kantor Jawa Barat Bandung Barat Ngamprah Mekarsari Jl.. Raya Padalarang –

Dari hasil kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI ke Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat, berikut ini rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai bahan