• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP INTENSITAS PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2009 (Studi pada Kelurahan Yosorejo Kota Metro)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP INTENSITAS PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2009 (Studi pada Kelurahan Yosorejo Kota Metro)"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP INTENSITAS PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILU LEGISLATIF

TAHUN 2009

(Studi pada Kelurahan Yosorejo Kota Metro) Oleh

ARIF MASYHAR

Tujuan penelitian untuk menganalisis dan mengetahui seberapa besar tingkat pendidikan mempengaruhi intensitas partisipasi politik masyarakat pada pemilihan umum legislatif 2009. Rumusan masalah penelitian ini adalah seberapa besarkah pengaruh tingkat pendidikan terhadap intensitas partisipasi politik masyarakat dalam pemilu legislatif 2009 di Kelurahan Yosorejo. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Sumber data terdiri dari data primer yaitu beasal dari responden tingkat pendidikan dasar sejumlah 20 responden, pendidikan menengah 54 responden, pendidikan tinggi sejumlah 24 responden dan data sekunder. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah menurut Burhan Bungin dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 98 orang. Teknis analisis data yang digunakan adalah Analisis Korelasi Spearman (rs), koefisien determinasi, dan uji hipotesis.

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa tingkat pendidikan mempunyai pengaruh terhadap intensitas partisipasi politik dan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pula intensitas partisipasi politik yang terjadi, begitupun sebaliknya. Hal ini di dasarkan pada hasil pengkategorian yang menghasilkan data, masyarakat yang berpendidikan rendah, masuk kategori pengaruh terhadap intensitas partisipasi politiknya rendah, yakni sebesar 45%. Masyarakat yang berpendidikan menengah, masuk kategori pengaruh terhadap intensitas partisipasi politiknya tinggi, yakni sebesar 70,37%. Masyarakat yang berpendidikan tinggi, masuk kategori pengaruh terhadap intensitas partisipasi politiknya tinggi, yakni sebesar 75%. Mengenai pengaruh diantara tingkat pendidikan terhadap intensitas partisipasi politik yang terjadi pada Kelurahan Yosorejo masuk kedalam kategori tinggi atau kuat berdasarkan hasil perhitungan SPSS menggunakan rumus Spearman dengan nilai r sebesar 0,873.

(2)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Partisipasi Politik

Menurut Budihardjo (2008:367) Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya.

Sedangkan menurut Rahman (1998 : 128), menyatakan bahwa partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggung jawaban bersama.

(3)

9

seperti memberikan suara pada pemilihan umum ataupun kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan keikutsertaan masyarakat dalam menyalurkan aspirasi baik secara langsung atau tidak langsung dalam kancah politik.

Berdasarkan uraian beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi politik merupakan tindakan yang dilakukan seseorang individu atau kelompok yang berusaha untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang merupakan indikasi aktif dari pemilih terhadap kehidupan politik..

B. Intensitas patisipasi Politik

Kegiatan politik tercakup dalam konsep partisipasi politik mempunyai bermacam-macam bentuk dan intensitas. Biasanya diadakan perbedaan jenis partisipasi menurut frekuensi dan intensitasnya. Menurut pengamatan, jumlah orang yang mengikuti kegiatan yang tidak intensif, yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita waktu dan yang biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri, seperti memberikan suara dalam pemilu, besar sekali. Sebaliknya, kecil sekali jumlah orang yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik. Kegiatan sebagai aktivis politik ini mencakup antara lain menjadi pimpinan dari partai dan kelompok kepentingan.

(4)

intensitasnya, berbeda menurtut intensitas kegiatan maupun mengenai bobot komitmen orang yang bersangkutan.

Miriam Budihardjo (1998:6-7) menjelaskan Intensitas berpatisipasi politik yakni aktifis, partisipan, pengamat dan orang apolitis. Secara lebih jelas, dapat dilihat dari hal berikut:

1. Aktivis

Yaitu dengan menjadi pejabat partai dan dengan sepenuh waktu memimpin partai atau kelompok kepentingan.

2. Partisipan

Yaitu berperan sebagai petugas kampanye, menjadi anggota aktif dari partai atau kelompok kepentingan dan aktif dalam proyek-proyek sosial.

3. Pengamat

Biasanya golongan ini selalu menghadiri rapat umum, menjadi anggota aktif dari partai atau kelompok kepentingan, membicarakan masalah politik, selalu mengikuti perkembangan politik melalui media massa dan memberikan suara dalam pemilihan umum.

4. Orang apolitis

Yaitu yang tidak ikut dalam pemilihan umum dan bersikap acuh tak acuh terhadap dunia politik.

Partitipasi politik dapat berbentuk konvensional (voting, diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan, komunikasi individual dengan pejabat politik dan administrasi) maupun non-konvensional ( demonstrasi, konfrontasi, mogok, tindak kekerasan politik terhadap harta benda, tindak kekerasan politik terhadap manusia, perang geriliya dan revolusi) (Mas’oed, 2001:33)

Partisipasi politik masa di Indonesia memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Memberikan dukungan kepada penguasa dan pemerintah

(5)

11

mendukung kebijakan pemerintah, memilih calon yang ditawarkan oleh organisasi politik yang dibina dan dikembangkan pemerintah dan sebagainya.

2. Partisipasi politik dimaksudkan sebagai usaha menunjukan kelemahan pengusa dengan harapan penguasa merubah maupun memperbaiki kelemahan tersebut. Partisipasi ini diwujudkan dalam bentuk petisi, resolusi, mogok, demonstrasi dan sebagainya.

3. Partisipasi sebagai tantangan terhadap penguasa dengan maksud menjatuhkannya, sehingga terjadi perubahan pemerintahan atau system politik. Partisipasi ini biasanya diwujudkan dengan mogok, pembangkangan politik, huru-hara.(Iskandar dalam Skripsi Ailiyawati, Nur 2006: 20)

Bentuk dan intensitas politik dipengaruhi oleh organisasi kolektif, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Kelas

Perorangan dengan status social, pendapatan serupa atau pekerjaan serupa

b. Kelompok/ komunal

Perorangan dari ras, agama, bahasa dan etnisitas yang sama

c. Lingkungan (neighborhood)

Perorangan yang secara geografis bertempat tinggal berdekatan satu sama lain.

d. Partai

Perorangan yang mengidentifikasikan diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan control bidang-bidang eksekutif dan legislative pemerintah.

e. Golongan (faction)

Perorangan yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus dan salah satu manifesatsinya adalah pengelompokan patro-klien, artinya satu golongan yang melibatkan pertukaran manfaat-manfaat secara timbal balik di antara perorangan yang mempunyai system status, kekayaan dan pengaruh yang tidak sederajat. .(Iskandar dalam Skripsi Ailiyawati, Nur 2006: 17)

C. Penyebab Terjadinya Partisipasi Lebih Luas

(6)

1. Modernisasi

Masyarakat yang merasa bahwa mereka ternyata dapat mempengaruhi nasib mereka sendiri, mereka semakin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.

2. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial

Begitu terbentuknya suatu kelas pekerja baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama proses industrialisasi dan modernisasi, masalah tentang siapa yang berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam pola partisipasi politik.

3. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi masa modern Kaum intelektual, filosof, pengarang, dan wartawan sering mengemukakan ide-ide seperti egaliterisme dan nasionalisme kepada masyarakat umum untuk mengembalikan tuntutan akan partisipasi yang luas dalam perubahan keputusan politik. Sistem-sistem transportasi dan komunikasi modern, ide demokratisasi partisipasi telah tersebar ke bangsa-bangsa baru merdeka jauh sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.

4. Konflik diantara kelompok-kelompok pemimpin politik Kalau timbul kompetensi memperebutkan kekuasaan, strategi yang biasa digunakan oleh kelompok-kelompok yang saling berhadapan adalah mencari dukungan rakyat. Dalam hal ini mereka tentu menganggap sah dan memperjuangkan ide-ide partisipasi massa dan akibatnya menimbulkan gerakan-gerakan yang menuntut agar hak-hak ini dipenuhi. Jadi kelas-kelas menengah dalam perjuangan melawan kaum aristikrat telah menarik kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih rakyat.

5. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan social, ekonomi dan kebudayaan

Perluasan kegiatan pemerintah dalam bidang-bidang kebijaksanaan baru biasanya berarti bahwa konsekuensi tindakan-tindakan pemerintah menjadi semakin menyusup ke segala segi kehidupan sehari-hari rakyat. Tanpa hak-hak atas partisipasi politik, individu-individu betul-betul tidak berdaya menghadapi dan dengan mudah dapat dipengaruhi oleh tindakan-tindakan pemerintah yang mungkin dapat merugikan kepentingannya. Maka dari itu, meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir akan kesepakatan untuk ikut dalam pembuatan keputusan politik. (Rahman,2002:130).

(7)

13

demokrasi partisipan. Dorongan utamanya adalah kenyataan bahwa dalam Negara-negara demokrasi keputusan-keputusan politik selalu dibuat oleh sekelompok orang yang sudah “mapan (establishment)”, yaitu orang yang secara ekonomik memiliki hak istimewa dan secara politik sangat kuat. Pemecahan masalah ini adalah dengan membawa masalah pembuatan keputusan itu ke tingkat masyarakat bawah dan kelompok-kelompok kecil, yaitu kembali ke masyarakat. Sebagai akibatnya, penduduk akan dapat menguasai masalah dan bertindak secara politik demi kepentingan mereka. Tetapi kenyataan fundamental yang harus diperhatikan adalah apakah demokrasi partisipan langsung benar-benar mungkin dijalankan dalam bangsa-bangsa modern yang dihadapkan pada keadaan-keadaan dan masalah-masalah dunia yang rumit seperti sekarang ini.(Mas’oed,2001:40).

D. Indikator Partisipasi Masyarakat

Loina Lalolo (2003:23) Menjelaskan beberapa indikator partisipasi, yaitu: 1. Adanya jaminan hukum dari pemerintah mengenai partisipasi masyarakat 2. Adanya forum untuk menampung aspirasi masyarakat yang representatif 3. Kemampuan masyarakat terlibat dalam proses pembuatan, pelaksanaan

dan pengawasan keputusan.

4. Visi dan pengembangan berdasarkan pada konsensus antara pemerintah dan masyarakat.

Jadi indikator partisipasi ini dapat dilihat dari adanya jaminan hukum dari pemerintah mengenai partisipasi masyarakat, serta adanya suatu wadah dalam masyarakat guna menampung partisipasi masyarakat dalam pemilu, dan dari keikutsertaan masyarakat dalam setiap kegiatan yang menyangkut dengan pemilu.

(8)

E. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Kesadaran Politik.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional membedakan dua jalur pendidikan. Yakni pendidikan Formal dan pendidikan Informal. Pendidikan formal yakni, pendidikan dasar (SD,SMP), Pendidikan menengah(SMA) dan pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi). Selain itu, pada jalur informal adalah pendidikan yang didapat diluar sekolah, yang harus berkesinambuangan dan berjenjang, seperti kursus, dan sebagainya. (Dr. Umar Tirtarahardja,2005:164)

Berdasarkan pernyataan diatas, tingkatan pendidikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang berdasarkan pada jalur pendidikan formal, dimana terbagi menjadi tiga tingkatan, yakni : pendidikan dasar, pendidikan rendah, dan pendidikan tinggi.

Menurut Shofifah “Kesadaran politik tidak muncul secara alami begitu saja,

melainkan sebagai akibat dari pendidikan politik yang dipraktikkan baik dalam rumah tangga, sekolah maupun masyarakat” (suara -muhammadiyah.com /2009/?p=545).

(9)

15

Jefry M. Paige (www.mediaindo.co.id) yang memberikan dua indikator dalam menjelaskan intensitas atau cara partisipasi politik, yakni:

“Pertama, kesadaran politik yakni kesadaran seseorang akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang menyangkut pengetahuannya mengenai lingkungan masyarakat dan politik serta menyangkut minat dan perhatiannya terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat ia hidup. Kedua, kepercayaan politik yaitu penilaian seseorang terhadap pemerintah dan sistem politik yang ada, apakah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak”.

Kesadaran Politik mempunyai pengertian yakni suatu kewajiban untuk mengambil bagian dalam aktivitas input politik, termasuk kompetensi untuk mengambil bagian dalam aktivitas input politik. Tentu saja untuk mengikuti aktivitas politik dan pemerintah menaruh perhatian pada urusan politik hanyalah merupakan komitmen politik yang serba terbatas (Almond, 1984:66)

(10)

Secara singkat kerangka pikir penelitian iniu dapat disajikan sebagai berikut: Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

F. Hipotesis

Menurut Prasetyo: dan Jannah (2005:76), hipotesis merupakan proposisi yang akan diuji keberlakuannya atau merupakan suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Hipótesis dalam penelitian kuantitatif dapat berupa hipotesis satu variabel dan hipotesis dua atau lebih variabel yang dikenal sebagai hipotesis kausal. Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

(Variabel X)

Tingkat Pendidikan

1. Pendidikan Dasar 2. Pendidikan Menengah 3. Pendidikan Tinggi

(Variabel Y)

Intensitas Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilu

Legislatif

(11)

17

Ho : Tingkat Pendidikan baik tingkat pendidikan dasar, menengah, maupun

tinggi yang membentuk kesadaran politik masyarakat tidak berpengaruh signifikan terhadap intensitas partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu Legislatif Tahun 2009.

Ha : Tingkat Pendidikan baik tingkat pendidikan dasar, menengah, maupun

tinggi yang membentuk kesadaran politik masyarakat berpengaruh signifikan terhadap intensitas partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu Legislatif Tahun 2009.

(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum, pada proses tersebut rakyat dilibatkan di dalam menentukan siapa yang berhak menjadi wakil rakyat dan pejabat pemerintah dengan tata cara dan prosedur yang telah diatur di dalam undang-undang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pemilihan umum selanjutnya disebut pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun1945.

(13)

2

Tuntutan penyelenggaraan negara yang lebih berdemokrasi telah mengembangkan proses pemilihan umum menuju kepada proses pemilihan yang lebih baik lagi. Hal ini ditandai dengan diadakannya suatu pemilihan umum secara langsung baik dalam memilih wakil rakyat yang akan duduk diparlemen, pejabat daerah serta kepala negara. Sejalan dengan hal tersebut, maka segala bentuk partisipasi masyarakat untuk mensukseskan pemilihan umum menjadi suatu keharusan baik itu partisipasi dalam bentuk memilih dengan hati nurani ataupun dengan menjaga agar proses pemilihan berjalan dengan jujur dan adil sesuai dengan undang-undang. Proses ikut berpartisipasinya masyarakat secara kolektif pada pemilihan umum merupakan suatu bentuk partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat.

Seiring dengan perkembangan tersebut dibutuhkan partisipasi besar dari masyarakat agar pemilu bisa berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang diinginkan. Demokrasi di Indonesia memerlukan partisipasi politik, yang secara umum diartikan sebagai kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara dan secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi kebijakan ( public policy ) ( Miriam Budiharjo, 1998 : 1 ).

(14)

mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah. Sekalipun fokus sebenarnya lebih luas tetapi abstrak, yaitu otoratif untuk masyarakat.

Hal ini menunjukan bahwa masyarakat memutuskan untuk memberikan patisipasi politik tentunya mempunyai tujuan tersendiri dan dengan cara mereka sendiri, sehingga menghasilkan sebuah keuntungan bagi mereka, yakni dengan cara memaksimalkan daya tawar mereka dalam menentukan calon yang mereka pilih yang memiliki muatan politik untuk memperjuangkan hak – hak yang mereka punya dan yang seharusnya mereka dapatkan. Namun partisipasi politik bukan hanya dilihat dari berapa jumlah warga yang memberikan suara dalam Pemilu Legislatif, namun kita lihat juga bagaimana antusias warga menghadapai Pemilu Legislatif, siapa saja yang bersedia untuk menjadi petugas TPS, dan siapa saja yang aktif sebagai anggota partai politik dan menjadi juru kampanye, sehingga dari sana dapat digolongkan untuk beberapa kelompok atau intensitas partisipasi politik yang ada di dalam masyarakat. Misalnya ada yang masuk dalam tingkatan aktivis, partisipan, pengamat bahkan orang-orang apolitis.

Menurut Lipset, dalam penelitian yang dilakukanya dalam partisipasi, menyatakan bahwa:

“Pendapatan, pendidikan, dan status merupakan faktor penting dalam proses partisipasi, atau dengan perkataan lain orang yang pendapatanya tinggi, pendidikan baik dan status social tinggi cenderung lebih banyak berpartisipasi daripada orang yang berpendapatan serta pendidikanya rendah (Miriam Budiharjo 1998:9)”.

(15)

4

partisipasi politik antar individu dalam masyarakat itu berbeda. Faktor faktor tersebut memberikan sutau dimensi bagi setiap individu dalam masyarakat mengenai pandangnya terhadap cara partisipasi politik yang mereka gunakan.

Salah satu hal yang mempengaruhi cara partisipasi politik yang digunakan masyarakat adalah pendidikan. Mengapa demikian, karena pendidikan membentuk suatu kesadaran politik dan dari kesadaran politik tersebut masyarakat menentukan cara partisipasi politik yang digunakan olehnya. Hal ini sejalan dengan apa yang diterangkan oleh Jefry M. Paige (www.mediaindo.co.id) yang memberikan dua indikator dalam menjelaskan intensitas atau cara partisipasi politik, yakni:

“Pertama, kesadaran politik yakni kesadaran seseorang akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang menyangkut pengetahuannya mengenai lingkungan masyarakat dan politik serta menyangkut minat dan perhatiannya terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat ia hidup. Kedua, kepercayaan politik yaitu penilaian seseorang terhadap pemerintah dan sistem politik yang ada, apakah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak”.

(16)

menjadi penentu dalam melakukan partisipasi politik tanpa melihat kualitasnya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan tingkatan pada jalur pendidikan formal, yakni pendidikan dasar (SD, SMP), pendidikan menengah (SMA), dan pendidikan tinggi(Universitas/sederajat). Bila menghubungkan basic tingkat pendidikan yang diterima masyarakat dengan cara partisipasi politik yang digunakannya, tentu saja berpengaruh. Hal ini dapat terlihat dengan banyak yang bermata pencaharian rendah yang akibat dari rendahnya pendidikanya dapat dimonopoli suaranya dalam Pemilu. Seperti dengan adanya politik uang ataupun hal lain seperti bantuan sembako sehingga disini dapat terlihat cara partisipasi politik yang digunakanya termasuk dalam kontek partisipan namun dalam bentuk yang dimonopoli dan tidak otonom. Namun tidak semua yang yang berpendidikan rendah dapat dimonopoli dalam menggunakan hak pilihnya, banyak juga masyarakat yang berpendidikan rendah malah menjadi orang yang apolitis, dimana karena ketidak percayaan terhadap calon yang maju sebagai anggota parlemen, mereka memilih untuk golput.

(17)

6

(18)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas penulis merumuskan sebuah permasalahan yang nantinya akan diteliti yaitu “Seberapa besarkah pengaruh tingkat pendidikan terhadap intensitas partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu Legislatif 2009 di Kelurahan Yosorejo?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan terhadap intensitas partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu Legislatif 2009 di Kelurahan Yosorejo.

D. Kegunaan Penelitian

Dengan diketahuinya tujuan penelitian ini, maka diharapkan penelitian ini akan berguna untuk:

1. Sebagai acuan Pemerintah dalam melihat suatu partisipasi politik masyarakat yang ditinjau dari tingkat pendidikan sehingga kedepannya sosialisasi politik dapat lebih intens dilakukan.

2. Sebagai acuan bagi partai politik untuk dapat melihat bahwa pedidikan mempunyai pengaruh dalam partisipasi politik masyarakat.

(19)

III. METODE PENELITIAN

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kuantitatif. Menurut Azwar (1999:6) metode kuantitatif merupakan suatu metode yang lebih menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif karena responden yang akan diteliti sebagai subyek penelitian cukup banyak yakni masyarakat Kelurahan Yosorejo Kota Metro.

2. Definisi Konseptual

(20)

Pada penelitian kuantitatif sebenarnya kita sudah melakukan konseptualisasi pada bagian kerangka teori, namun disini akan dijelaskan sedikit tentang definisi konseptual yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Tingkat Pendidikan

Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional membedakan dua jalur pendidikan. Yakni pendidikan Formal dan pendidikan Informal. Pendidikan formal yakni, pendidikan dasar (SD,SMP), Pendidikan menengah(SMA) dan pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi).

Pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang diterima masyarakat Kelurahan Yosorejo.

2. Kesadaran Politik mempunyai pengertian yakni suatu kewajiban untuk mengambil bagian dalam aktivitas input politik, termasuk kompetensi untuk mengambil bagian dalam aktivitas input politik. Tentu saja untuk mengikuti aktivitas politik dan pemerintah menaruh perhatian pada urusan politik hanyalah merupakan komitmen politik yang serba terbatas (Almond, 1984:66)

Kesadaran Politik dalam penelitian ini adalah kesadaran politik yang didapat masyarakat kelurahan Yosorejo yang didapat melalui tingkat pendidikan yang diterima olehnya.

3. Intensitas Partisipasi Politik

(21)

20

1. Aktivis

Yaitu dengan menjadi pejabat partai dan dengan sepenuh waktu ,memimpin partai atau kelompok kepentingan.

2. Partisipan

Yaitu berperan sebagai petugas kampanye, menjadi anggota aktif dari partai atau kelompok kepentingan dan aktif dalam proyek-proyek sosial.

3. Pengamat

Biasanya golongan ini selalu menghadiri rapat umum, menjadi anggota aktif dari partai atau kelompok kepentingan, membicarakan masalah politik, selalu mengikuti perkembangan politik melalui media massa dan memberikan suara dalam pemilihan umum.

4. Orang apolitis

Yaitu yang tidak ikut dalam pemilihan umum dan bersikap acuh tak acuh terhadap dunia politik.

Intensita Partisipasi Politik dalam penelitian ini adalah intensitas terhadap cara partisipasi Politik yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Yosorejo dalam Pemilu Legislatif.

C. Definisi Operasional

Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Efendi (1995:46), definisi operasional merupakan operasionalisasi dari konsep-konsep yang akan digunakan, sehinggga memudahkan untuk mengaplikasikannya dilapangan. Berdasarkan definisi operasional suatu penelitian, maka seorang peneliti akan dapat mengetahui suatu variabel yang akan diteliti.

(22)

1. Variabel X

a) Pendidikan Dasar

 Tidak Sekolah

 Tamat dan tidak tamat Sekolah SD atau Sederajat  Tamat dan tidak tamat Sekolah SMP atau Sederajat

b) Pendidikan Menengah

 Tamat dan tidak tamat Sekolah SMA atau Sederajat

c) Pendidikan Tinggi

 Tamat dan tidak tamat Perguruan Tinggi atau Sederajat

2. Variabel Y.

Untuk melihat intensitas partisipasi politik yang dilakukan masyarakat Kelurahan Yosorejo dalam Pemilu Legislati tahun 2009

Indikator yang digunakan adalah :

1) Berperan aktif didalam partai politik, baik sebagai tim sukses caleg, anggota ataupun sebagai pejabat partai

2) Berperan aktif sebagai pimpinan atau anggota kelompok kepentingan yang berperan dalam pemenangan seseorang calon legislatif

(23)

22

4) Berpartisipasi dalam kegiatan yang bersifat sosial yang dilakukan baik oleh seseorang ataupun kelompok yang berkepentingan dalam pemilu legislatif

5) Mengikuti perkembangan informasi dan menyampaikan aspirasi mengenai pemilu legislatif baik melalui media massa maupun media elektronik dan mengikuti pemilu legislatif

6) Menyikapi Pemilu Legislatif tahun 2009

D. Sumber Data

Menurut Burhan Bungin (2005:122), sumber data terdiri dari :

1. Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari lokasi penelitian atau objek penelitian.

Pada penelitian ini data primer diperoleh dari hasil kuesioner dan bila diperlukan wawancara terhadap masyarakat yang berpartisipasi politik dalam pemilu legislative tahun 2009

(24)

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Masyuri dan M. Zainudin (2008:151-152), populasi merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian. Menurut kompleksitas objek populasi, populasi dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Populasi homogen, yaitu keseluruhan individu yang menjadi anggota populasi, memiliki sifat-sifat yang relatif sama satu sama lainya.

b. Populasi heterogen, yaitu keseluruhan individu anggota populasi relatif memiliki sifat-sifat yang berbeda satu sama lainya.

Berdasarkan pengertian populasi di atas, maka jumlah populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Masyarakat Kelurahan Yosorejo yang termasuk dalam daftar pemilih tetap pada kelurahan Yosorejo dan melakukan hak pilihnya dalam Pemilu Legislatif yakni berjumlah 3.422.

2. Sampel

(25)

24

N

n

=

N.d2 + 1

Keterangan :

n

: Banyaknya sampel N : Jumlah populasi d : Nilai presisi (0,10)

Berdasarkan rumus pengambilan sampel di atas maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah :

N

n

=

N.d2 + 1 3422

n

=

34,22(0,1)2 + 1 3422

n

=

35,22

n

= 97.56 dibulatkan menjadi 98

Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan rumus penentuan sampel di atas, maka sampel dalam penelitian ini berjumlah 98 orang yang berada pada Keluraha Yosorejo. Penarikan sampel yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini dilakukan terbagi per RW dengan jumlah yang merata pada setiap RW.

(26)

RW3 = 8 RW4 = 8 RW5 = 8 RW6 = 8 RW7 = 8 RW8 = 8 RW9 = 8 RW10 = 8 RW11 = 9 RW12 = 9

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Teknik Kuisioner

Menurut Sudarwan Danim (2004:162), kuisioner atau angket paling umum dipakai dalam metode-metode penelitiaan survei, dimana peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada sekelompok populasi atau representasinya.

Kuisioner ditujukan kepada sampel yang telah diambil dari jumlah populasi masyarakat di Kelurahan Yosorejo Kota Metro.

3. Dokumentasi

Teknik ini dijadikan sebagai metode untuk mencari data sekunder berupa dokumen-dokumen, arsip-arsip yang berkaitan dengan subjek dan objek yang diteliti.

G. Teknik Penentuan Skor

(27)

26

memberikan penilaian pada angket, dapat digunakan jenjang skor, misalnya jawaban a diberi skor 3, b diberi skor 2, dan jawaban c diberi skor 1, atau dengan penjenjangan yang lain”.

Untuk jawaban yang tersedia maka setiap kategori jawaban diberi skor secara berjenjang dari yang tertinggi sampai yang terendah Alternatif jawaban dalam penelitian ini terdiri dari 3 alternatif yaitu :

1. Untuk jawaban a yang merupakan jawaban yang diharapkan diberi skor 3 2. Untuk jawaban b yang merupakan jawaban kurang diharapkan diberi skor 2 3. Untuk jawaban c yang merupakan jawaban tidak diharapkan diberi skor 1

H. Teknik Pengolahan Data

Data penelitian yang telah didapat akan diolah menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Tahap Editing

Yaitu tahap memeriksa kembali data yang berhasil diperoleh dalam rangka menjamin keabsahannya (validitas) untuk kemudian dipersiapkan ketahap selanjutnya yaitu memeriksa hasil kuesioner yang telah diisi oleh

responden. 2. Tahap Tabulasi

(28)

yang telah diperoleh dari lapangan kemudian disusun kedalam bentuk table, sehingga pembaca dapat melihat dan memahaminya dengan mudah.

3. Tahap Interpretasi Data

Yaitu memberikan penafsiran atau penjabaran dari data yang ada pada tabel untuk dicari maknanya yang lebih luas dengan menghubungkan jawaban dari responden dengan hasil yang lain, serta dari dokumentasi yang ada.

I. Teknik Analisis Data

Sofian Efendi dalam Singarimbun (1995:263) menyatakan bahwa, teknis analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data kedalam teknik yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Teknik analisis data digunakan untuk menyederhanakan data yang diperoleh dari lapangan agar lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Pada penelitian ini, analisis data yang digunakan yaitu:

1. Analisis Korelasi Spearman (rs)

(29)

28

Koefisien korelasi Spearman (rs) menurut Iqbal Hasan (2008:57) dirumuskan sebagai berikut:

6Σd2

rs = 1-

n3– d Keterangan :

rs = Koefisien korelasi rank

d = Selisih rank

n = Banyaknya pasangan rank

Berdasarkan pendapat Somantri (2006:214) untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada:

Tabel 1. Indikator Tingkat Hubungan Korelasi. Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00-0,20 Sangat Rendah/Lemah

0,20-0,40 Rendah/Lemah

0,40-0,70 Sedang

0,70-0,90 Kuat/Tinggi 0,90-1,00 Sangat Kuat/Tinggi Sumber: Aplikasi Statistika dalam Penelitian (2006:214 )

2. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh tingkat pendidikan terhadap cara partisipasi politik yang digunakan masyarakat Kelurahan Yosorejo pada pemilu legislatif tahun 2009. Oleh karena itu, peneliti menggunakan rumus penentu atau koefisien determinasi dengan rumus sebagai berikut :

(30)

Keterangan :

Kp = Koefisien penentu r = Jumlah korelasi

3. Uji Hipotesis

Uji statistik koefisien korelasi Spearman (rs) digunakan untuk menguji signifikan atau tidaknya hubungan antara variabel ordinal dengan variabel ordinal. Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t-test yaitu dengan membandingkan antara t hitung dengan t tabel. Sugiono (2005:234) menyatakan bahwa, “Uji t dapat digunakan bila sampel lebih dari 30 dimana dalam tabel tidak ada”. Oleh sebab itu, dalam penelitian

ini karena jumlah sampelnya lebih dari 30 orang (n > 30), maka menggunakan uji t-test.

Rumus uji t-test menurut Sugiono (2005:234) yaitu:

t = rs√ n-2

1-rs2

Keterangan :

rs = Koefisien korelasi Spearman(rs) n = Banyaknya pasangan rank (sampel) Dengan pertimbangan sebagai berikut :

Untuk Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara X terhadapY

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara X terhadapY

Ho diterima (Ha ditolak) apabila to≤ tα

(31)

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP INTENSITAS PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILU LEGISLATIF

TAHUN 2009

(Studi pada Kelurahan Yosorejo Kota Metro) (skripsi)

Oleh ARIF MASYHAR

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. 1999. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Bungin, Burhan. 2005. Metodelogi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik Serta Ilmu Sosial Lainnya. Prenada Media. Jakarta Budihardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. PT. Gramedia. Jakarta Budiharjo, Meriam.1998.Partisipasi dan Partai Politik.PT Gramedia.Jakarta Kartono, Kartini. 2000. Metodelogi Penelitian Kuantitatif PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Mas’oed, Muhtar.2001.Perbandingan Sistem Politik.Gajah Mada University Press.Yogyakarta

Rahman, Arifin. 1998. Sistem Politik Indonesia. Penerbit SIC. Surabaya

Rachman, Fajroel. 2008. Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat. PT Gramedia.Jakarta

Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta

Somantri, Ating. 2006. Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Pustaka Setia. Jawa Barat.

Sugiyono. 2005. Metodelogi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik Serta Ilmu Sosial Lainnya. Prenada Media. Jakarta Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. PT Gramedia Widiasarana

Indonesia. Jakarta

(33)

Karya Tulis Dan Laporan :

Ailiyawati, Nur.2006.Skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan.Partisipasi Politik Entis Tiongho Pada Pemilihan Presiden I di Bandar Lampung, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.Universitas Lampung, Lampung

Internet :

http://fisip./uns./ac.id/publikasi/sp4_2_sudaryanti.pdf). Kamis, 15 mei 2009 http://www.suara-muhammadiyah.com/2009/?p=545). Kamis 17 September 2009 http://www.mediaindo.co.id). Kamis 17 September 2009

Sumber Lain :

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(34)

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Identitas Responden

Pada penelitian yang bertujuan untuk mencari pengaruh tingkat pendidikan terhadap intensitas partisipasi politik masyarakat pada pemilu legislatif 2009 ini yang menjadi sampel penelitian adalah masyarakat Kelurahan Yosorejo yang telah memiliki hak pilih pada pemilu legislatif 2009 yaitu sejumlah 98 orang. Berdasarkan kuisioner yang disebarkan kepada 98 orang responden ini dapat diketahui identitas responden sebagai informasi untuk mengetahui karakteristik responden yang mengisi kuesioner. Karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan,.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

(35)

34

Tabel 2. Responden berdasarkan kelompok umur

Kelompok Umur Jumlah Persentase(%)

20-25

Sumber:Hasil olah data, 2009

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Responden dalam penelitian ini berjumlah 98 orang yang terdiri dari 69 orang responden laki-laki dan 29 orang responden perempuan.

Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3. Keadaan responden berdasarkan jenis kelamin. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) Laki-laki

Sumber: Hasil olah data, 2009

(36)

B. Pengujian Variabel

1. Tingkat Pendidikan Membentuk Kesadaran Politik.

(37)

36

dari orientasi politik. Maka masyarakat Kelurahan Yosorejo harus menyadari dan mengetahui tentang system politik baik aspek politik maupun aspek pemerintahan di Lampung yaitu mengenai eksekutif, legislative dan yudikatif. Karena pada umumnya masyarakat pendatang cenderung tidak sadar atau hanya sekedar menyadari tetang system politik secara alakadarnya saja, dan hal tersebut bisa saja terjadi pada masyarakat Kelurahan Yosorejo.

Jawaban atas pertanyaan tingkat pendidikan yang diterima oleh dan disebarkan kepada 98 responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4. Tingkat pendidikan responden

Jawaban Responden Frekuensi Persentase(%) Pendidikan Dasar

Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi

20 54 24

20.40 55.10 24.50

Jumlah 98 100

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 1.a1, th 2009

Tabel tersebut menjelaskan tentang jawaban 98 orang responden mengenai tingkat pendidikan terahir yang diterima olehnya. Beradasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa yang dominan adalah responden yang menjawab tingkat pendidikan terahir yang ia tempuh adalah pada pendidikan menengah, yakni sebesar 54 responden atau 55,10% dari keseluruhan responden dan yang terkecil adalah pada tingkat pendidikan dasar yani sebanyak 20 responden atau 20,40%.

(38)

partisipasi politik baik sebagai aktivis, partisipan, pengamat dan orang apolitis. Hal ini karena kesalahan penulis dalam pembuatan pertanyaan pada tingkat pendidikan yang membentuk kesadaran politik, sehingga pengaruh tingkat pendidikan terhadap intensitas partisipasi politik dianalisis dengan hasil pengkategorian untuk melihat tingkat sagat tinggi, tinggi dan rendah pengaruhnya.

2. Intensitas Partisipasi Politik Terbentuk oleh Kesadaran Politik

(39)

38

melalui media massa maupun media elektronik dan Menyikapi pemilu legislatif tahun 2009. Jawaban atas pertanyaan digunakan untuk mengukur tingkat pengaruh antara Tingkat Pendidikan terhadap intensitas partisipasi politik yang disebarkan kepada 98 responden yang berada di Kelurahan Yosorejo Kota Metro dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Untuk melihat intensitas partisipasi politik, indikator yang digunakan adalah dengan melihat cara partisipasi politik. Cara partisipasi politik yang diteliti dalam penelitian ini adalah:

1) Berperan aktif didalam partai politik, baik sebagai tim sukses caleg, anggota ataupun sebagai pejabat partai

2) Berperan aktif sebagai pimpinan atau anggota kelompok kepentingan yang berperan dalam pemenangan seseorang calon legislatif

3) Berpartisipasi dalam kampanye untuk memenangkan suatu calon legislatif.

4) Berpartisipasi dalam kegiatan yang bersifat sosial yang dilakukan baik oleh seseorang ataupun kelompok yang berkepentingan dalam pemilu legislatif

5) Mengikuti perkembangan informasi dan menyampaikan aspirasi mengenai pemilu legislatif baik melalui media massa maupun media elektronik dan mengikuti pemilu legislatif

(40)

1) Berperan aktif didalam partai politik, baik anggota ataupun sebagai pejabat partai

Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui bagaimana aspek Berperan aktif didalam partai politik, baik sebagai tim sukses caleg, anggota ataupun sebagai pejabat partai, menjadi suatu alat ukur dalam melihat tingkat pendidikan dan pengaruhnya untuk menjadi aktifis dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5. Keaktifan dalam partai politik

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 2, th 2009

Berdasarkan hasil data tersebut, responden pada masyarakat Kelurahan yosorejo yang aktif disebuah partai politik berjumlah 27 responden atau berjumlah 27,5%. Berdasarkan data tersebut, yang berasal dari tingkat pendidikan tinggi dominan menjawab aktif dalam sebuah partai politik. Diketahui bahwa 13 responden atau 13,05% dari keseluruhan responden atau 54,16% dari keseluruhan jumlah yang berpendidikan tinggi. Jumlah terendah berasal dari tingkat pendidikan rendah yakni hanya 2 responden atau 2,03% yang menyatakan aktif pada partai politik. Berdasarkan data

(41)

40

tersebut, kecenderungan tersebesar untuk aktif pada partai politik berasal dari tingkat pendidikan tinggi.

Tabel 6. Peran sebagai tim sukses

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 2, th 2009

Berdasarkan hasil data tersebut, responden pada masyarakat Kelurahan yosorejo yang berperan sebagai Anggota tim sukses untuk memenangkan seseorang dalam Pemilu legislatif berjumlah 44 responden atau berjumlah 44,68%. Berdasarkan data tersebut, yang berasal dari tingkat pendidikan menengah dominan menjawab berperan sebagai Anggota tim sukses untuk memenangkan seseorang dalam Pemilu legislatif. Diketahui bahwa 16 responden atau 16,32% dari keseluruhan responden. Jumlah terendah berasal dari tingkat pendidikan rendah yakni sebanyak 7 responden atau 7,05%. Namun, berdasarkan tabel tersebut juga dapat memberikan kesimpulan bahwa pengaruh untuk menjadi anggota tim sukses ada pada masyarakat yang berpendidikan tinggi, dimana dari total 24 orang responden yang berpendidikan tinggi, sebanyak 11 orang responden atau 45,8 % responden dari total yang berpendidikan tinggi menyatakan berperan sebagai tim sukses.

(42)

Tabel 7. Keharusan dalam memilih calon anggota legislatif dari partai yang sama.

.

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 3, th 2009

Berdasarkan hasil data tersebut, responden pada masyarakat Kelurahan yosorejo yang mengharuskan memilih seseorang yang mencalonkan diri lewat partai bila sebagai anggota sebuah partai politik tersebut, berjumlah 86 responden atau berjumlah 87,62%. Berdasarkan data tersebut, yang berasal dari tingkat pendidikan menengah menjadi dominan. Diketahui bahwa 36 responden atau 36,83% dari keseluruhan responden. Jumlah terendah berasal dari tingkat pendidikan rendah yakni sebanyak 18 responden atau 18,36%. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat memberikan kesimpulan bahwa keharusan untuk memilih calon legislatif mayoritas responden yang berasal dari pendidikan tinggi, dimana dari total 24 orang responden yang berpendidikan tinngi, sebanyak 22 orang responden atau 91,66% dari total responden yang berpendidikan tinggi.

Selanjutnya, untuk mengetahui kecenderungan untuk Berperan aktif didalam partai politik, baik anggota ataupun sebagai pejabat partai

(43)

42

digunaakn distribusi kumulatif, maka data-data yang diperoleh dari responden atas dasar untuk melihat pengaruh untuk menjadi aktivis dan diperoleh skor tertinggi 9 dan skor terendah 3. Kemudian dilakukan pengkategorian frekuensi dengan menggunakan rumus:

Nt – Nr

Setelah diketahui interval klas maka dapat disusun kategori yaitu: Sangat tinggi = 7 – 9

Tinggi = 5 – 6

Rendah = 3 – 4

Hasil dari pengkategorian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 8. Hasil pengkategorian responden pada pendidikan dasar Kategori Interval klas Frekuensi Persentase

(%)

Sumber: Data diolah, 2009

(44)

Tabel 9. Hasil pengkategorian responden pada pendidikan menengah Kategori Interval klas Frekuensi Persentase

(%)

Sumber: Data diolah, 2009

Berdasarkan tabel diatas indicator Berperan aktif didalam partai politik, baik anggota ataupun sebagai pejabat partai masuk dalam kategori rendah, dimana hanya 11,11% yang masuk dalam kategori sangat tinggi, 31.48% masuk dalam kategori tinggi dan 57.41% masuk kategori rendah.

Tabel 10. Hasil pengkategorian responden pada pendidikan tinggi Kategori Interval klas Frekuensi Persentase

(%)

Sumber: Data diolah, 2009

(45)

44

Berdasarkan distribusi kumulatif, yang digunakan untuk melihat pengaruh tingkat pendidikan untuk Berperan aktif didalam partai politik, baik anggota ataupun sebagai pejabat partai, didapati bahwa masyarakat yang berpendidikan tinggi yang berpengaruh dominan, hal ini berdasarkan jumlah yang didapat dengan hasil pengkategorian dengan distribusi kumulatif yakni sebesar 54,20% dari total responden yang berpendidikan tinggi dan yang terendah berasal dari pendidikan menengah yakni sebesar 42,59% dari total responden yang berpendidikan menengah.

2) Berperan aktif sebagai pimpinan atau anggota kelompok kepentingan yang berperan dalam pemenangan seseorang calon legislatif

(46)

Tabel 11. Kepentingan dalam memenangkan seseorang calon legislatif

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 4, th 2009

Berdasarkan hasil data tersebut, responden pada masyarakat Kelurahan yosorejo yang berkepentingan untuk memenangkan seseorang calon legislatif, berjumlah 53 responden atau berjumlah 54,02%. Berdasarkan data tersebut, yang berasal dari tingkat pendidikan menengah menjadi dominan. Diketahui bahwa 29 responden atau 29,6% dari keseluruhan responden. Jumlah terendah berasal dari tingkat pendidikan rendah yakni sebanyak 10 responden atau 10,20%.

Berdasarkan tabel tersebut juga dapat memberikan kesimpulan bahwa masyarakat yang berkepentingan untuk memenangkan calon legislatif, dari ketiga tingkat pendidikan tersebut mayoritas berasal dari pendidikan tinggi, dimana dari total 24 orang responden yang berpendidikan tinggi, sebanyak 14 orang responden atau 58,33% responden.

(47)

46

Tabel 12. Tergabung dalam kelompok kepentingan.

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 5, th 2009

Berdasarkan hasil data tersebut, responden pada masyarakat Kelurahan yosorejo yang tergabung dalam suatu kelompok yang berkepentingan untuk memenangkan seseorang calon legislatif, berjumlah 53 responden atau berjumlah 54,02%. Berdasarkan data tersebut, yang berasal dari tingkat pendidikan menengah menjadi dominan. Diketahui bahwa 29 responden atau 29,6% dari keseluruhan responden. Jumlah terendah berasal dari tingkat pendidikan rendah yakni sebanyak 10 responden atau 10,20%. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat memberikan kesimpulan bahwa pengaruh untuk bergabung dalam kelompok kepentingan untuk memenangkan calon legislatif, dari ketiga tingkat pendidikan tersebut mayoritas responden dari pendidikan tinggi, dimana dari total 24 orang responden yang berpendidikan tinggi, sebanyak 14 orang responden atau 58,33% responden dari total responden yang berpendidikan tinggi.

(48)

Tabel 13. Hubungan kekerabatan dalam orientasi memilih masyarakat.

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 6, th 2009

(49)

48

berpendidikan rendah, dimana sebanyak 18 orang responden atau 60% responden dari total yang berpendidikan rendah.

Selanjutnya, untuk mengetahui kecenderungan untuk berperan aktif sebagai pimpinan atau anggota kelompok kepentingan yang berperan dalam pemenangan seseorang calon legislatif digunakan distribusi kumulatif, maka data-data yang diperoleh dari responden atas dasar untuk melihat pengaruh tingkat pendidikan untuk menjadi aktivis dan diperoleh skor tertinggi 9 dan skor terendah 3. Kemudian dilakukan pengkategorian frekuensi dengan menggunakan rumus:

Nt – Nr I = K

Diketahui: Nt (Nilai tertinggi) = 9 Nr (Nilai terendah) = 3 K (klas/kategori) = 3

9 – 3

maka I (Interval klas) = = 2 3

Setelah diketahui interval klas maka dapat disusun kategori yaitu: Sangat tinggi = 7 – 9

Tinggi = 5 – 6

Rendah = 3 – 4

(50)

Tabel 14 Hasil pengkategorian responden pada pendidikan dasar Kategori Interval klas Frekuensi Persentase

(%)

Sumber: Data diolah, 2009

Berdasarkan tabel diatas indikator Berperan aktif sebagai pimpinan atau anggota kelompok kepentingan yang berperan dalam pemenangan seseorang calon legislatif masuk dalam kategori rendah, dimana 35% yang masuk dalam kategori sangat tinggi, 10% masuk dalam kategori tinggi dan5% masuk kategori rendah.

Tabel 15. Hasil pengkategorian responden pada pendidikan menengah Kategori Interval klas Frekuensi Persentase

(%)

Sumber: Data diolah, 2009

(51)

50

Tabel 16. Hasil pengkategorian responden pada pendidikan tinggi Kategori Interval klas Frekuensi Persentase

(%) Sangat Tinggi

Tinggi Rendah

7 - 9 5 - 6 3 - 4

5 13

6

20.84 54.16 25

Jumlah 24 100,00

Sumber: Data diolah, 2009

Berdasarkan tabel diatas indikator berperan aktif sebagai pimpinan atau anggota kelompok kepentingan yang berperan dalam pemenangan seseorang calon legislatif masuk dalam kategori tinggi, dimana 20,84% yang masuk dalam kategori sangat tinggi, 54,16% masuk dalam kategori tinggi dan 25% masuk kategori rendah.

Berdasarkan distribusi kumulatif, yang digunakan untuk melihat pengaruh tingkat pendidikan untuk berperan aktif sebagai pimpinan atau anggota kelompok kepentingan yang berperan dalam pemenangan seseorang calon legislatif, didapati bahwa masyarakat yang berpendidikan tinggi yang berpengaruh dominan, hal ini berdasarkan jumlah yang didapat dengan hasil pengkategorian dengan distribusi kumulatif yakni sebesar 75% dari total responden yang berpendidikan tinggi dan yang terendah berasal dari pendidikan rendah yakni sebesar 45% dari total responden yang berpendidikan menengah.

(52)

kelompok kepentingan yang berperan dalam pemenangan seseorang calon legislatif yang digunakan untuk melihat pengaruh tingkat pendidikan baik pendidikan dasar, menengah taupun tinggi untuk menjadi aktivis, dapat disimpulkan bahwa, pengaruh yang terjadi pada masyarakat Kelurahan Yosorejo untuk menjadi aktivis ada pada tingkat pendidikan tinggi, dimana hasil dari indikator pertama sebesar 54,20% dan pada indikator kedua yakni 75% dari total responden berpendidikan tinggi. Jumlah tersebut lebih besar dari pendidikan menengah, yakni pada indikator pertama sebesar 42,55% dan pada indikator kedua 53,70% dan pendidikan dasar yakni pada indikator pertama sebesar 45%, dan pada indikator kedua 45%.

(53)

52

3). Berpartisipasi dalam kampanye untuk memenangkan suatu calon legislatif

Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui bagaimana aspek berpartisipasi dalam kampanye untuk memenangkan suatu calon legislatif, menjadi suatu alat ukur dalam melihat tingkat pendidikan dan pengaruhnya untuk menjadi partisipan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel.17. Mengikuti kampanye seseorang calon legislatif.

S

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 7, th 2009

Berdasarkan hasil data tersebut, responden pada masyarakat Kelurahan yosorejo yang pernah mengikuti kampanye calon legislatif yang ia pilih, 49 orang responden atau sebanyak 50% responden menjawab tidak pernah mengikuti kampanye. Berdasarkan data tersebut, yang berasal dari tingkat pendidikan menengah menjadi dominan. Diketahui bahwa 24 responden atau 24,50% dari keseluruhan responden. Jumlah terendah berasal dari tingkat pendidikan rendah yakni sebanyak 12 responden atau 12,22%. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat memberikan kesimpulan bahwa yang mengikuti kampanye yang ia pilih , dari ketiga tingkat pendidikan tersebut mayoritas responden dari pendidikan rendah, dimana dari total 20

(54)

orang responden yang berpendidikan rendah, sebanyak 12 orang responden atau 60% responden dari total responden yang berpendidikan rendah.

Tabel 18. Turut serta dalam sosialisasi seseorang calon anggota legislatif

S u

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 8, th 200

Berdasarkan hasil data tersebut, responden pada masyarakat Kelurahan yosorejo yang pernah membagikan kepada masyarakat berupa selebaran, profil, pamphlet, sticker, ataupun memasang baliho calon yang ia dukungdari 98 orang responden, 64 orang responden atau sebanyak 65,32% responden menyatakan tidak pernah membagikan kepada masyarakat berupa selebaran, profil, pamphlet, sticker, ataupun memasang baliho calon yang didukung. Berdasarkan data tersebut, yang berasal dari tingkat pendidikan menengah menjadi dominan. Diketahui bahwa 16 responden atau 16,32% dari keseluruhan responden. Jumlah terendah berasal dari tingkat pendidikan rendah yakni sebanyak 7 responden atau 7,14%. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat memberikan kesimpulan bahwa kecenderungan untuk membagikan kepada masyarakat berupa selebaran, profil, pamphlet, sticker, ataupun memasang baliho calon yang didukung, dari ketiga tingkat pendidikan

(55)

54

tersebut mayoritas responden dari pendidikan tinggi, dimana dari total 24 orang responden yang berpendidikan tinggi, sebanyak 11 orang responden atau 45,83% responden dari total responden yang berpendidikan tinggi.

Tabel 19. Mempengaruhi orang lain dalam orientasi memilih.

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 9, th 2009

Berdasarkan hasil data tersebut, responden pada masyarakat Kelurahan yosorejo yang mempengaruhi orang lain untuk mengikuti anda dalam menentukan pilihan terhadap seseorang calon legislatif, 68 orang responden atau sebanyak 69,38% responden. Berdasarkan data tersebut, yang berasal dari tingkat pendidikan menengah menjadi dominan. Diketahui bahwa 37 responden atau 37,76% dari keseluruhan responden. Jumlah terendah berasal dari tingkat pendidikan rendah yakni sebanyak 12 responden atau 12,22%. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat memberikan kesimpulan bahwa yang mempengaruhi orang lain untuk mengikuti anda dalam menentukan pilihan terhadap seseorang calon legislatif, dari ketiga tingkat pendidikan tersebut mayoritas responden dari pendidikan tinggi, dimana dari total 24 orang responden yang berpendidikan tinggi, sebanyak 19 orang responden atau 79,17%

(56)

responden dari total responden yang berpendidikan tinggi yang menjawab mempengaruhi orang lain untuk mengikutinya dalam memilih calon legislatif

Selanjutnya, untuk mengetahui kecenderungan untuk Berpartisipasi dalam kampanye untuk memenangkan suatu calon legislatif digunakan distribusi kumulatif, maka data-data yang diperoleh dari responden atas dasar untuk melihat kecenderungan menjadi partisipan dan diperoleh skor tertinggi 9 dan skor terendah 3. Kemudian dilakukan pengkategorian frekuensi dengan menggunakan rumus:

Nt – Nr I = K

Diketahui: Nt (Nilai tertinggi) = 9 Nr (Nilai terendah) = 3 K (klas/kategori) = 3

9 – 3

maka I (Interval klas) = = 2 3

Setelah diketahui interval klas maka dapat disusun kategori yaitu: Sangat tinggi = 7 – 9

Tinggi = 5 – 6

Rendah = 3 – 4

(57)

56

Tabel 20. Hasil pengkategorian responden pada pendidikan dasar. Kategori Interval klas Frekuensi Persentase

(%)

Sumber: Data diolah, 2009

Berdasarkan tabel diatas indikator berpartisipasi dalam kampanye untuk memenangkan suatu calon legislatif masuk dalam kategori tinggi dimana 10% yang masuk dalam kategori sangat tinggi, 40% masuk dalam kategori tinggi dan 50% masuk kategori rendah.

Tabel 21. Hasil pengkategorian responden pada pendidikan menengah. Kategori Interval klas Frekuensi Persentase

(%)

Sumber: Data diolah, 2009

Berdasarkan tabel diatas Berpartisipasi dalam kampanye untuk memenangkan suatu calon legislatif masuk dalam kategori tinggi, dimana 20,37% yang masuk dalam kategori sangat tinggi, 33,33% masuk dalam kategori tinggi dan 46,3% masuk kategori rendah.

Tabel 22. Hasil pengkategorian responden pada pendidikan tinggi Kategori Interval klas Frekuensi Persentase

(%)

(58)

Berdasarkan tabel diatas indikator berpartisipasi dalam kampanye untuk memenangkan suatu calon legislatif masuk dalam kategori tinggi, dimana 25% yang masuk dalam kategori sangat tinggi, 29,17% masuk dalam kategori tinggi dan 45,83% masuk kategori tinggi.

Berdasarkan distribusi kumulatif, yang digunakan untuk melihat pengaruh tingkat pendidikan untuk berpartisipasi dalam kampanye untuk memenangkan suatu calon legislatif, didapati bahwa masyarakat yang berpendidikan tinggi yang berpengaruh dominan, hal ini berdasarkan jumlah yang didapat dengan hasil pengkategorian dengan distribusi kumulatif yakni sebesar 54,17% dari total responden yang berpendidikan tinggi dan yang terendah berasal dari pendidikan rendah yakni sebesar 50% dari total responden yang berpendidikan rendah.

4). Berpartisipasi dalam kegiatan yang bersifat sosial yang dilakukan baik oleh seseorang ataupun kelompok yang berkepentingan dalam pemilu legislatif

(59)

58

Tabel 23. Mengikuti kegiatan sosial yang dilakukan oleh calon legislatif

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 10, th 2009

(60)

Tabel 24.Berperan dalam kegiatan Sosial yang dilakukan calon legislatif.

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 11, th 2009

(61)

60

Tabel 25. Membantu kegiatan sosial yang dilakukan oleh seseorang calon legislatif

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 12, th 2009

(62)

Selanjutnya, untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang bersifat sosial yang dilakukan baik oleh seseorang ataupun kelompok yang berkepentingan dalam pemilu legislatif digunakan distribusi kumulatif, maka data-data yang diperoleh dari responden atas dasar untuk melihat kecenderungan menjadi partisipan dan diperoleh skor tertinggi 9 dan skor terendah 3. Kemudian dilakukan pengkategorian frekuensi dengan menggunakan rumus: Nt – Nr

I = K

Diketahui: Nt (Nilai tertinggi) = 9 Nr (Nilai terendah) = 3 K (klas/kategori) = 3

9 – 3

maka I (Interval klas) = = 2 3

Setelah diketahui interval klas maka dapat disusun kategori yaitu:

Sangat tinggi = 7 – 9

Tinggi = 5 – 6

Rendah = 3 – 4

(63)

62

Tabel 26. Hasil pengkategorian responden pada pendidikan dasar Kategori Interval klas Frekuensi Persentase

(%)

Sumber: Data diolah, 2009

Berdasarkan tabel diatas indikator berpartisipasi dalam kegiatan yang bersifat sosial yang dilakukan baik oleh seseorang ataupun kelompok yang berkepentingan dalam pemilu legislatif masuk dalam kategori tinggi dimana didapati 15% yang masuk dalam kategori sangat tinggi, 40% masuk dalam kategori tinggi dan 45% masuk kategori rendah.

Tabel 27. Hasil pengkategorian responden pada pendidikan menengah Kategori Interval klas Frekuensi Persentase

(%)

Sumber: Data diolah, 2009

Berdasarkan tabel diatas indikator berpartisipasi dalam kegiatan yang bersifat sosial yang dilakukan baik oleh seseorang ataupun kelompok yang berkepentingan dalam pemilu legislatif masuk dalam kategori tinggi, dimana hanya 12,96% yang masuk dalam kategori sangat tinggi, 53,70% masuk dalam kategori tinggi 44,44% masuk kategori rendah.

(64)

Tabel 28. Hasil pengkategorian responden pada pendidikan tinggi.

Sumber: Data diolah, 2009

Berdasarkan tabel diatas indikator berpartisipasi dalam kegiatan yang bersifat sosial yang dilakukan baik oleh seseorang ataupun kelompok yang berkepentingan dalam pemilu legislatif masuk dalam kategori tinggi, dimana terdapat 20,83% yang masuk dalam kategori sangat tinggi, 50% masuk dalam kategori tinggi dan 29,17% masuk kategori

Berdasarkan hasil pengkategorian untuk melihat tingkat sangat tinggi, tinggi dan rendah pengaruh tingkat pendidikan terhadap indikator berpartisipasi dalam kampanye untuk memenangkan suatu calon legislatif dan berpartisipasi dalam kegiatan yang bersifat sosial yang dilakukan baik oleh seseorang ataupun kelompok yang berkepentingan dalam pemilu legislatif yang digunakan untuk melihat pengaruh tingkat pendidikan baik pendidikan dasar, menengah taupun tinggi untuk menjadi partisipan, dapat disimpulkan bahwa, pengaruh yang terjadi pada masyarakat Kelurahan Yosorejo untuk menjadi partisipan ada pada tingkat pendidikan tinggi, dimana hasil dari indikator pertama sebesar 54,17% dan pada indikator kedua yakni 70,83% dari total responden berpendidikan tinggi. Jumlah tersebut lebih besar dari pendidikan menengah, yakni pada indikator pertama sebesar 53,7% dan pada

Kategori Interval klas Frekuensi Persentase (%)

Sangat Tinggi Tinggi

Rendah

7 - 9 5 - 6 3 - 4

5 12

7

20.83 50 29.17

(65)

64

indikator kedua 65,66% dan pendidikan dasar yakni pada indikator pertama sebesar 50%, dan pada indikator kedua 55%.

Setelah melihat hasil data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pengaruh tingkat pendidikan terhadap cara partisipai politik yakni menjadi partisipan ada pada masyarakat yang berpendidikan tinggi. Cara partisipasi politik dalam hal ini adalah partisipan, terletak pada tingkat piramida tertinggi kedua yang seperti diketahui makin tinggi tingkat piramida semakin tinggi aktivitas politiknya dan dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan politik yang berbobot tinggi cenderung dilakukan oleh masyarakat yang berlatar pendidikan tinggi dan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan pada Kelurahan Yosorejo yang didapati bahwa pengaruh tingkat pendidikan terhadap cara partisipai politik yakni menjadi partisipan ada pada masyarakat yang berpendidikan tinggi.

5). Mengikuti perkembangan informasi dan menyampaikan aspirasi mengenai pemilu legislatif baik melalui media massa maupun media elektronik dan mengikuti Pemilu Legislatif.

(66)

Tabel 29. Mengikuti informasi tentang pemilu sebelum pemilu legislatif

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 13, th 2009

Berdasarkan hasil data tersebut, responden pada masyarakat Kelurahan yosorejo yang mengikuti informasi mengenai pemilu legislatif sebelum pemilu legislatif baik melalui media massa maupun media elektronik, 98 orang responden, 81 orang responden atau sebanyak 82.66% responden menyatakan mengikuti informasi mengenai pemilu Legislatif sebelum pemilu legislatif baik melalui media Massa maupun media elektronik. Berdasarkan data tersebut, yang berasal dari tingkat pendidikan menengah menjadi dominan. Diketahui bahwa 42 responden atau 42,88% dari keseluruhan responden. Jumlah terendah berasal dari tingkat pendidikan rendah yakni sebanyak 15 responden atau 15,3%. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat memberikan kesimpulan bahwa yang yang mengikuti informasi mengenai pemilu legislatif sebelum pemilu legislatif baik melalui media massa maupun media elektronik, dari ketiga tingkat pendidikan tersebut mayoritas responden dari pendidikan tinggi, dimana dari total 24 orang responden yang berpendidikan tinggi, sebanyak 24 orang responden atau 100% responden dari total responden yang berpendidikan tinggi yang menjawab yang mengikuti informasi mengenai

(67)

66

pemilu legislatif sebelum pemilu legislatif baik melalui media massa maupun media elektronik.

Tabel 30. Menyampaikan aspirasi ke media massa

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 14, th 2009

Berdasarkan hasil data tersebut, responden pada masyarakat Kelurahan yosorejo yang pernah menyampaikan aspirasi mengenai pemilu legislatif baik melalui media massa maupun media elektronik, dari 98 orang responden, 86 orang responden atau sebanyak 87,76% responden menyatakan tidak pernah menyampaikan aspirasi mengenai pemilu legislatif baik melalui media massa maupun media elektronik. Berdasarkan data tersebut, yang berasal dari tingkat pendidikan menengah dan tinggi menjadi dominan. Diketahui bahwa 6 responden atau 6,12% dari keseluruhan responden. Jumlah terendah berasal dari tingkat pendidikan rendah yakni sebanyak 0 responden atau 0%. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat memberikan kesimpulan bahwa masyarakat yang pernah menyampaikan aspirasi mengenai pemilu legislatif baik melalui media massa maupun media elektronik dominan dilakukan oleh yang berpendidikan tinggi, dimana sebanyak 6 orang responden atau 6,12% dari

(68)

seluruh total responden dan 25% dari total responden berpendidikan tinggi.

Tabel 31. Mengikuti informasi tentang pemilu pemilu legislatif

Sumber: Hasil olah data kuisioner pertanyaan no. 15, th 2009

Berdasarkan hasil data tersebut, responden pada masyarakat Kelurahan yosorejo yang pernah menyampaikan aspirasi mengenai pemilu legislatif baik melalui media massa maupun media elektronik, dari 98 orang responden, 86 orang responden atau sebanyak 87,76% responden menyatakan tidak pernah menyampaikan aspirasi mengenai pemilu legislatif baik melalui media massa maupun media elektronik. Berdasarkan data tersebut, yang berasal dari tingkat pendidikan menengah dan tinggi menjadi dominan. Diketahui bahwa 6 responden atau 6,12% dari keseluruhan responden. Jumlah terendah berasal dari tingkat pendidikan rendah yakni sebanyak 0 responden atau 0%. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat memberikan kesimpulan bahwa masyarakat yang pernah menyampaikan aspirasi mengenai pemilu legislatif baik melalui media massa maupun media elektronik dominan dilakukan oleh yang berpendidikan tinggi, dimana sebanyak 6 orang responden atau 6,12% dari

Gambar

Tabel 2. Responden berdasarkan kelompok umur
Tabel 4. Tingkat pendidikan responden
Tabel 5. Keaktifan dalam partai politik
tabel tersebut juga dapat memberikan kesimpulan bahwa pengaruh untuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Arahan lebih khusus melalui pembelajaran pergelaran tari ini, mahasiswa diberi pengetahuan, pemahaman prinsip, fungsi dan strategi terapan pergelaran

Dampak seperti diatas perlu introduksi teknologi agar teknik pengetahuan lokal menjadi sempurna terhadap pencegahan degradasi lahan, sehingga tidak menimbulkan

Remaja di panti menganggap dirinya tidak memiliki pendirian, menjadi sumber masalah bagi lingkungan, terasing dari keluarga, dan mudah menyerah serta mengalami hambatan

Berdasarkan analisa data dan pembahasan dapat diketahui bahwa waktu tunggu angkutan umum di dalam terminal Cikarang untuk AKDP 1 tidak sesuai dengan ketentuan/syarat dari

• Disiplin Diri: Dimana staf bertugas di kaunter perkhidmatan pelanggan boleh mengawal diri sendiri, patuh kepada tatatertib serta peraturan dan menghargai masa dengan

Banyak cara yang diambil untuk mengurangin kekhawatiran akan keamanan rumahnya, misalnya dengan memelihara hewan peliharaan sebagai penjaga rumah, mempekerjakan orang sebagai

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan..

Sikap konsumen terhadap suatu inovasi produk yang dilakukan oleh perusahaan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh sebuah perusahaan dalam menciptakan loyalitas merek dari