• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Tigapanah Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Tigapanah Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2016"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

TIGAPANAH KABUPATEN KARO TAHUN 2016

A. Pedoman wawancara untuk Kepala Puskesmas Tigapanah I. Identitas Informan

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara : II. Pertanyaan

1. Bagaimanakah proses persiapan program penanggulangan DBD?

2. Apasaja yang bapak lakukan dalam menyikapi kasus DBD? Bagaimana langkah pelaporan yang bapak lakukan?

3. Pada saat terjadi DBD apakah bapak melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dalam penanggulangan DBD?

4. Apa saja program yang dilakukan untuk penanggulangan kasus DBD?

5. Bagaimana ketersediaan SDM untuk pelaksanaan program penanggulangan DBD?

6. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program?

7. Bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program penanggulangan DBD?

8. Apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan instruksi yang bapak berikan? Bagaiamana koordinasi dengan pihak terkait dalam pelaksanaan program?

(2)

11. Adakah kegiatan pengawasan terhadap program yang dilaksanakan? Siapa yang mengawasi?

12. Apakah setiap pelaporan kasus selalu ditanggapi dengan cepat? 13. Bagaimanakah output dari pelaksanaan program yang dilaksanakan?

B. Pedoman wawancara untuk Petugas Kesling Puskesmas Tigapanah I. Identitas Informan

1. Apakah bapak selalu dilibatkan dalam pelaksanaan program penanggulangan DBD?

2. Siapa saja pelaksana teknis dalam pelaksanaan program penanggulangan DBD?

3. Apa saja yang bapak lakukan dalam menyikapi kasus DBD? Bagaimana langkah pelaporan yang bapak lakukan?

4. Pada saat terjadi KLB apakah bapak melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dalam penanggulangan DBD?

5. Bagaimanakah perencanaan dari program penanggulangan DBD? 6. Apasaja program yang dilakukan untuk penanggulangan kasus DBD?

7. Bagaimana ketersediaan SDM untuk pelaksanaan program penanggulangan DBD?

8. Bagaimana ketersediaan SDM untuk pelaksanaan program penanggulangan DBD?

9. Bagaimana dengan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program?

(3)

11. Apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan instruksi yang diberikan? Bagaimana koordinasi dengan pihak terkait dalam pelaksanaan program?

12. Apakah program penanggulangan DBD di lakukan lintas program? 13. Apa saja hambatan yang dialami dalam pelaksanaan program?

14. Adakah kegiatan pengawasan terhadap program yang dilaksanakan? Siapa yang mengawasi?

15. Apakah setiap pelaporan kasus selalu ditanggapi dengan cepat? 16. Bagaimanakah output dari pelaksanaan program yang dilaksanakan?

C. Pedoman wawancara untuk P2DBD Puskesmas Tigapanah I. Identitas Informan

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara : II. Pertanyaan

1. Siapa saja yang menjadi pelaksana teknis program penanggulangan DBD? 2. Apa saja tugas petugas P2DBD?

3. Adakah tata cara/ juklak/ juknis yang mengatur dan digunakan untuk mendukung proses pelaksanaan kegiatan program penanggulangan DBD? Jika ada, seperti apa bentuknya?

4. Adakah pelatihan untuk pengarahan pelaksanaan setiap kegiatan yang akan dilakukan? Jika ada, seperti apa pelatihannya dan siapa sumbernya?

5. Sarana dan prasarana apa saja yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tiap kegiatan program penanggulangan DBD?

(4)

7. Bagaiamanakah pelaksanaan program penanggulangan DBD? A. Fogging Fokus

1. Apakah yang dimaksud dengan Fogging Fouks? Apa tujuannya? 2. Bagaimana kegiatan tersebut dilakukan?

3. Hambatan apa yang dihadapi dalam melakukan kegiatan tersebut? B. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

1. Apa yang dimaksud dengan PSN? Apa tujuannya? 2. Bagaimana kegiatan tersebut dilakukan?

3. Hambatan apa yang dihadapi dalam melakukan kegiatan tersebut? C. Penyuluhan

1. Apa yang dimaksud dengan penyuluhan? Apa tujuannya? 2. Bagaimana kegiatan tersebut dilakukan?

3. Hambatan apa yang dihadapi dalam melakukan kegiatan tersebut?

8. Menurut anda apakah pelaksanaan program tersebut mampu menurun kan angka kasus DBD?

D. Pedoman wawancara untuk kepala desa I. Identitas Informan

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara : II. Pertanyaan

1. Apakah bapak/ibu selalu melapor kan setiap kasus DBD yang terjadi di desa bapak/ibu?

2. Bagaimanakah koordinasi yang bapak/ibu lakukan dengan pihak puskesmas?

(5)

4. Apakah setiap selesai pelaporan selalu dilakukan program penanggulangan oleh pihak puskesmas?

5. Apakah bapak/ ibu menginstruksikan kepada warga untuk ikut berpartisipasi dalam menyukseskan program dari puskesmas?

6. Bagaimana dampak yang bapak/ibu lihat dari hasil pelaksanaan program penanggulangan DBD?

E. Pedoman wawancara untuk Masyarakat I. Identitas Informan

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara : II. Pertanyaan

1. Apakah bapak/ ibu selalu melaporkan setiap mengetahui ada kasus DBD? 2. Bagaimanakah tanggapan yang bapak/ ibu terima setelah melakukan pelaporan

kasus?

3. Apakah setiap pelaporan selalu ditanggapi dengan pelaksanaan program penanggulangan?

4. Apa saja program yang dilakukan oleh puskesmas dalam penanggulangan DBD?

5. Bagaiamana menurut bapak/ibu pelaksanaannya?

6. Apakah bapak/ ibu terlibat dalam program yang dilaksanakan oleh puskesmas dalam upaya penanggulangan DBD?

(6)
(7)
(8)
(9)

____________. 2011. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Rajawali Press.

Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan: Edisi Ketiga. Jakarta: Binarupa Aksara.

Dalimunthe, Mirna Hikmah. 2011. Peranan Puskesmas Dalam Upaya Penanggulangan Demam Berdarah Dengue. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Medan.

Depkes R.I., 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta.

_________., 2007. Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. DIT. JEN. PP & PL. Jakarta

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. 2014. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Kemenkes RI. Jakarta

Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat. 2006. Laporan Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah) Penyakit Menular (Studi Kasus DBD). Jakarta.

Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 2002. Standar Penanggulangan Demam Berdarah Denhue. Jakarta.

____________________________. 2003. Modul 3 M Plus Ovitrap Dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue. Jakarta.

Dinas Kesehatan Kabupaten Karo. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Karo 2014. Karo.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2015. Profil Kesehatan Sumatera Utara 2014. Medan.

Ervina, Riyanti. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program P2DBD Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur Tahun 2007. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta.

(10)

Gibson, James L. 1994. Organisasi dan Manajemen. Jakarta : Erlangga. Guslim. 2007. Agroklimatologi. Medan: USU Press.

Handoko, Hani. 1999. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC.

Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Hidajat, Diana D. Inderajao. 2004. Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue: Kasus di Jakarta. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeristas Indonesia. Jakarta.

Kartasapoetra, A.G., 2008. Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Kemenkes. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

_________. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta.

Kepmenkes RI. 1992. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 581 Tahun 1992 Tentang Pemberantasan Penyakit DBD. Jakarta.

Lloyd, LS. 2003.Best Practices for Dengue Prevention and Control in the

Americas. Jurnal Environmental Health Project Contract

HRN-I-00-99-00011-00. Washington.

Moleong, L. J, 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset.

Muninjaya, Gde. 2011. Manajemen Kesehatan,Edisi 3. Jakarta: EGC.

Nadesul, Hendrawan. 2007. Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Jakarta: Kompas.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Permenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta.

Profil Puskesmas Tigapanah. 2015.

(11)

Rezeki, S. Hindra. 2004. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Jakarta: FKUI.

Riyanti, Ervina. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program P2DBD Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur Tahun 2007. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta.

Siagian, Sondang. 1996. Organisasi, Kepemimpinan, dan Perilaku Administrasi. Jakarta : Bumi Aksara.

________________. 1997. Filsafat Administrasi. Jakarta : PT Toko Gunung Agung.

Soedjadi. 1996. Organization and Methods Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen. Jakarta : Toko Gunumg Agung.

Sriwulandari, Wiwit. 2009. Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan Tahun 2008. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Soedjadi. 1996. Organization and Methods Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen. Jakarta: Toko Gunung Agung.

Soegijanto, S. 2006.Demam Berdarah Dengue Edisi II. Surabaya: Airlangga University.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta.

Tairas, S, Kandou, G dan Posangi, J. 2015. Analisis Pelaksanaan Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Minahasa Utara. JIKMU. Vol 5 No. 1. Hal: 28-29.

WHO. 2005. Panduan Lengkap Pencegahan & Pengendalian Dengue & Demam Berdarah Dengue. Jakarta: EGC.

____. 2015. Report on Global Surveillance of Epidemic-prone Infectious

Disease-Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.

http://www.who.int/publications/dengue/CSR_ISR_2000_1/en/. (Diakses tanggal 26 Februari 2016).

(12)

Widoyono, 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

(13)

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap informan agar diketahui secara jelas dan lebih mendalam tentang pelaksanaan program penanggulangan demam berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Tigapanah Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, data tersebut merupakan data pasti yang merupakan nilai dibalik data yang tampak (Sugiyono, 2012).

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Tigapanah Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo yang terletak pada ketinggian 1.192 – 1.376 meter diatas permukaan laut dengan pertimbangan terjadinya peningkatan jumlah kasus DBD yang sagat signifikan pada daerah dataran tinggi.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2016 - selesai (mulai dari survei penelitian sampai penyajian hasil penelitian).

3.3 Informan Penelitian

(14)

yang berkaitan dengan topik penelitian, yaitu pelaksanaan program penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Tigapanah Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo berjumlah dua belas informan. Dalam penelitian ini informan akan diberikan pertanyaan sesuai dengan tupoksi dan fungsinya.

Tabel 3.1 Distribusi Jumlah Informan

No. Informan Jumlah

1. Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kabupaten Karo

1 Informan

2. Kepala Puskesmas Tigapanah 1 Informan

3. Penanggung Jawab P2 DBD 1 Informan

4. Penanggung Jawab Kesling 1 Informan

5. Pendamping Fogging Focus 1 Informan

6. Bidan Desa 2 Informan

7. Kepala Desa 3 Informan

8. Masyarakat 2 Informan

Total 12 Informan

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dalam memperoleh informasi berupa data primer dan sekunder.

a. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) kepada para informan dengan menggunakan alat perekam suara (voice recorder) dan mengacu pada pedoman wawancara yang telah disusun berkaitan dengan pelaksanaan program penanggulangan DBD, selain itu data primer juga diperoleh melalui observasi tidak terstruktur.

(15)

hasil penelitian yang berhubungan dengan pelaksanaan program penanggulangan DBD.

3.5 Instrumen Pengambilan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis dan alat perekam suara (voice recorder).

3.6 Triangulasi

Triangulasi yaitu merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan melakukan pengecekan atau perbandingan terhadap data yang diperoleh dengan sumber atau criteria lain untuk meningkatkan keabsahan data.

Untuk menjaga validitas data maka dilakukan dengan triangulasi sumber yang berarti mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama, yakni dengan memilih informan yang dianggap dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Sugiyono, 2012).

3.7 Metode Analisis Data

(16)

Tahapan dalam analisis data kualitatif dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Analisis data kualitatif dapat dilakukan secara stimulant dengan proses pengumpulan data, interprestasi data, dan penulisannya naratif

2. Pastikan bahwa analisis data kualitatif yang telah dilakukan berdasarkan pada proses reduksi data dan interpretasi

3. Ubah data hasil reduksi dalam bentuk matrik

4. Identifikasi prosedur pengkodean digunakan dalam reduksi informasi dalam tema-tema atau kategori-kategori yang ada

5. Hasil analisis data yang telah melewati prosedur reduksi yang telah diubah menjadi bentuk matriks yang telah diberi kode, selanjutnya disesuaikan dengan model kualitatif yang dipilih (Herdiansyah, 2012).

Teknik analisis data model interaktif menurut Miles dan Huberman terdiri atas empat tahapan yang harus dilakukan.

1. Pengumpulan data

Proses pengumpulan data dilakukan sebelum penelitian, pada saat penelitian, dan bahkan diakhir penelitian. Idealnya, proses pengumpulan data sudah dilakukan ketika penelitian masih berupa konsep atau draft. Pengumpulan data pada penelitian kualitatif tidak memiliki segmen atau waktu tersendiri, melainkan sepanjang penelitian yang dilakukan proses pengumpulan data dapat dilakukan.

2. Reduksi data

Proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan yang akan dianalisis.

(17)

Mengolah data setengah jadi yang sudah seragam dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang jelas ke dalam suatu matriks kategorisasi sesuai tema-tema yang sudah dikelompokkan dan dikategorikan, serta akan memecah tema-tema tersebut kedalam bentuk yang lebih konkret dan sederhana yang disebut subtema yang diakhiri dengan pemberian kode dari subtema tersebut sesuai dengan verbatim wawancara yang sebelumnya telah dilakukan.

4. Kesimpulan/ Verifikasi

(18)

4.1.1 Geografis

Puskesmas Tigapanah terletak di Kecamatan Tigapanah 5 km dari kantor

Bupati Kabanjahe, diapit oleh tujuh kecamatan yaitu :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Dolat Rakyat dan Kecamatan Berastagi

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Merek

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Juhar, Munthe dan Kabanjahe

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Barusjahe dan Kecamatan Merek

Secara astronomis berada di 03º04’ Lintang Utara dan 98º31’ Bujur Timur. Luas wilayah kecamatan Tigapanah adalah 186,4 km² atau 8,78 persen dari total luas Kabupaten Karo. Seluruh wilayah Tigapanah berada pada ketinggian 1.192 – 1.376 meter diatas permukaan laut, tergolong kedalam daerah beriklim tropis. Melihat ketinggian wilayah Tigapanah yang berada diatas ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut seharusnya nyamuk Aedes aegypti tidak dapat hidup dan berkembang biak di daerah yang berada diatas ketinggian tersebut karena suhu udara yang terlalu rendah.

(19)

kemarau juga disinyalir penyebab munculnya kasus DBD. Musim hujan sangat berpengaruh pada peningkatan populasi Aedes aegypti karena telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya mulai terisi air hujan (Ditjen PP & PL, 2014).

4.1.2 Demografis

Berdasarkan keadaan demografi di 21 desa wilayah kerja Puskesmas Tigapanah maka di peroleh jumlah penduduk sebanyak 25.342 Jiwa.

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah

(20)
(21)

4.1.3 Sumber Daya Manusia

Wilayah kerja Puskesmas Tigapanah terdiri dari 21 desa memiliki tenaga kesehatan yang terdiri dari medis, paramedis dan staf administrasi yang bekerja dalam upaya peningkatan derajat kesehatan di wilayah kerja puskesmas Tigapanah.

Tabel 4.2 Data Tenaga Ahli di Wilayah Kerja Puskesmas Tigapanah Tahun

2014

No Jenis Pendidikan Jumlah

(22)

petugas kesling, satu informan petugas pendamping fogging fokus, dua informan bidan desa, tiga informan kepala desa, dua informan masyarakat umum.

Tabel 4.3 Karakteristik Informan

Perempuan 46 SPK Penanggung

(23)

4.3 Pelaksanaan Program Penanggulangan DBD

2 Untuk pelaksanaan program penangulangan DBD itu kan banyak yang terlibat, nggak satu orang saja. Kalo untuk fogging dari puskesmas kita hanya pendamping saja dan sekalian memberikan penyuluhan door-to-door. Penyuluhan ya harus kita lah yang turun ke lapangan, itu biasanya Pak Laban, Pak Hugo, dan Bu Menda. PSN dipegang dinas tapi kita pasti dilibatkannya sewaktu fogging sebagai pendamping dan sekalian memberikan penyuluhan. PSN itu kita cuma menghimbau yang melaksanakan warga lah.

4 Saya ikut untuk memberikan penyuluhan. Kalo ada survei jentik saya juga diminta kapus untuk ikut. Nggak

tau pula saya masih ada atau nggak jumantik itu, kan saya ini kan penanggung jawab program kesling jadi nggak terlalu tau dek.

5 Untuk melaksanakan program pemberantasan DBD ini banyak yang ikut dek. Aku pun ikut padahal aku bukan penanggung jawab programnya. Karena kerjanya ini harus lintas sektor dan lintas program. Penyuluhan pun aku ikut juga. Kurangnya kita disini kita nggak ada jumantik lagi, dulu sempat ada tapi sekarang nggak ada lagi.

(24)

program DBD dikarenakan masalah DBD merupakan masalah yang harus melibatkan lintas program dan lintas sektor.

Tabel 4.5 Matriks Pernyataan Informan Tentang Pelatihan Penanggulangan

DBD

Informan Pernyataan

1 Saya rasa pernah lah dikasih pelatihan untuk penanggulangan DBD. Iya dinas lah yang mengadakan.

2 Ya ada lah tapi waktunya saya nggak tau.

3 Pernah sekali. Waktu itu diundang dinas untuk datang ke Kabanjahe untuk ikut pelatihan

penanggulangan DBD. Cuma sehari.

4 Kalo yang khusus untuk DBD saya nggak tau tapi kalo kesling pernah. Dibahas juga lah tentang DBD. 6 Belum pernah kami ikut pelatihan kayak yang kam

bilang itu.

7 Nggak ada pelatihan tentang itu. Seharusnya bidan diberikan pelatihan seprti itu. Tapi setau ku belum ada lah.

8 Adanya pelatihan itu? Aku nggak tahu pula dek.

Berdasarkan pernyataan dari tiga informan diperoleh informasi bahwa pernah diadakan pelatihan mengenai penanggulangan DBD sedangkan tiga informan lainnya menyatakan bahwa mereka tidak pernah mengikuti pelatihan mengenai penanggulangan DBD.

4.3.1.2 Dana

Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan Tentang Dana dalam

(25)

Lanjutan Tabel 4.6

6 Nggak ada dana khusus untuk kami.

7 Ooo… nggak ada aku dikasih duit. Cuma dapat perintah aja dari kapus. Itu kan sudah tugas kami sebagai bidan.

Dari enam informan diketahui bahwa sumber dana untuk penanggulangan DBD berasal dari APBD dan BOK. Hal ini didukung oleh pernyataan dari tiga informan sedangkan satu informan menyatakan bahwa tidak mengetahui sumber dana nya, dan dua informan lainnya menyatakan bahwa tidak ada dana yang didapat dalam pelaksanaan program yang diperintahkan.

4.3.1.3 Sarana dan Prasarana

Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan Tentang Sarana Dan Prasarana

dalam Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan

1 Abate masih dari dinas. Pengadaan mesin kan mahal jadi belum ada di puskesmas. Mesin kita pun yang bagus cuma lima dan itu pun masih belum cukup. 2 Alat fogging kita nggak punya. Kalo untuk penyuluhan

cukup lah alat kita, kita punya in-fokus satu. Mobil untuk bawa tim penyuluh juga ada, satu ambulan. PSN itu nggak perlu alat, kan cuma himbauan ke masyarakat untuk gerakan 3 M itu dek.

3 Masih kurang kalo untuk itu. Alat fogging belum ada, abate pun kita masih minta dari dinas. Tapi kalo alat untuk penyuluhan cukup lah.

4 Untuk penyuluhan ada lah alatnya kayak in-focus. 5 Banyak nggak ada disini. Bukan hanya alat fogging,

(26)

Dari lima pernyataan informan diatas, semua informan menyatakan bahwa sarana dan prasarana dalam penanggulangan DBD di Puskesmas Tigapanah masih belum cukup.

4.3.2 Proses (Process)

4.3.2.1 Perencanaan (Planning)

Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan Tentang Perencanaan

Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan

1 Untuk strategi penanggulangannya itu kan udah baku udah ada juklak sama juknisnya. Tapi kan mereka punya POA tersendiri seperti untuk penyuluhan sama PSN.

2 Setiap rapat bulanan itu selalu dibahas mengenai penyakit DBD. Dari situ bisa lah kita ambil tindakan seperti memberikan instruksi pada bidan untuk melakukan penyuluhan. Kalo untuk fogging itu kan kita Cuma meneruskan surat dari bidan dari kepala desa ke dinas, masalah jadwalnya itu tergantung dinas lah. O.. iya ada juga yang sudah ada di POA tahunan kita. 3 Itu waktu mini lokakarya selalu dibahas. Dokter selalu

nanya gimana penyakit DBD di desanya. Jadi berdasarkan laporan bidan desa juga

5 Aku nggak tahu juga soal itu dek, kan bukan aku penanggung jawab program.

6 Tadi kan kami rapat, dibahas tadi waktu rapat. Kan tiap bulan kami selalu memberikan laporan.

7 Iya emang dibahas di rapat bulanan, waktu mini lokakarya. Kan kami juga tiap bulan member laporan ke puskesmas.

(27)

perencanaan untuk penanggulangan DBD terbagi menjadi dua yaitu pada saat rapat bulanan dan kegiatan yang sudah tertulis di dalam POA puskesmas.

4.3.2.2 Pengorganisasian (Organizing)

Tabel 4.9 Matriks Pernyataan Informan Tentang Pengorganisasian Program

Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan

2 Bidan yang saya tunjuk kalo ada laporan kasus DBD, kan mereka itu kan perwakilan kita di desa. Biar cepat. 3 Kerjaan saya cuma mencatat dan melaporkan saja. Asal

kam tau ya, kalo ada kasus DBD bukan saya yang ditunjuk walau saya penanggung jawab program. Untuk fogging saja bukan saya mendampingi orang dinas. 5 Iya aku yang ditunjuk kapus kalo ada laporan kasus

DBD. Aku yang meneruskan surat ke dinas dan aku juga yang jadi pendamping dinas padahal bukan aku penanggung jawab program tapi karena perintah atasan ya harus ku kerjakanlah.

6 Kan waktu rapat bulanan kan dibahas tentang penyakit DBD itu, nah kapus tu langsung menginstruksikan supaya diberikanlah penyuluhan pada warga, penyuluhan tentang PSN.

7 Setelah kita lapor ada kasus DBD, yang biasanya tiap rapat bulanan pasti dibahas dan ditanya-tanya dokter, pastilah disuruhnya ngasih penyuluhan. Ya harus kita kerjakan, udah tugas kita nya itu.

(28)

4.3.2.3Pelaksanaan (Actuating)

Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Informan Tentang Koordinasi dalam

Pelaksanaan Program Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan

1 Koordinasinya pertama di bawah bidang P2PL untuk kegiatannya, tetapi ini kan penyakit yang berbasis lingkungan tentunya ini akan berhubungan juga dengan bidang kesling dan bidang promkes, jadi itu bentuk lintas programnya. Kemudian kalo untuk puskesmas dia itu kan vertikal dari dinas dulu baru ke puskesmas. Penanggulangan DBD ini kan bukan hanya lintas program tapi juga lintas sektoral, harus semua pihak terlibat untuk penanggulangan DBD ini. Kita koordinirnya dari atas sampe bawah tapi ada lah miss nya, kan gitu. Kalo lintas sektor tentunya kita berkoordinasi dengan kepala desa. Setiap sebelum fogging selalu kita minta agar kepala desa dihubungi, kan dia yang punya wilayah.

2 Untuk penanggulangan DBD dilakukan secara lintas program dan lintas sektor. Kalo untuk lintas program P2 DBD itu berkoordinasi dengan penanggung jawab program kesling. Ya, kalo untuk ke desa pastinya menghubungi kepala desa, kan dia yang punya wewenang disana. Untuk setiap program kalo diadakan didesa sudah pasti kami berkoordinasi dengan kepala desa. Kan untuk menggerakkan masyarakat kita tentunya butuh pimpinannya. Apalagi program penanggulangan DBD ini hampir semuanya membutuhkan keterlibatan masyarakat.

3 Saya koordinasi dengan bidan desa, karena kan mereka yang tiap bulan melapor sama saya. Bentuk kerjasamanya ya lintas program.

4 Ini sebenarnya kan tanggung jawab dari P2 DBD tapi karena ini menyangkut kesling juga ya kita berkoordinasi, lintas program kan namanya itu.

5 Masalah DBD ini semuanya lah terlibat bukan hanya petugas kesehatan aja tapi semuanya lah. Semuanya berkoordinasilah, dinas, puskesmas, dan petugas desa. 6 Sama kepala desa dan kapus aja dek, kan kalo mau buat

(29)

Lanjutan Tabel 4.10 kades nanti ku kasih ke puskesmas.

7 Kami ini kan perpanjangan tangan puskesmas yang ada di desa, kalo kam tanya sama siapa saja ku berkoordinasi ya sama kepala desa dan puskesmas lah. 8 Tentang koordinasi ya nak, kalo ibu berkoordinasinya

sama bidan dan kepala puskesmas saja. Tapi kalo di puskesmas lama ditanggapinya ibu langsung lapor ke camat. Penting kali untuk kerja sama itu, kemaren orang dinas juga ada dating kesini ketika dilakukan fogging itu.

10 Kalo untuk DBD ini harus kita semua yang terlibat, bukan hanya dari puskesmas dan dinas, masyarakat pun saya ajak untuk terlibat.

Dari semua informan diatas diperoleh informasi bahwa untuk melaksanakan program penanggulangan DBD dilakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor. Semua informan sepakat bahwa dalam pelaksanaan program penanggulangan DBD semua pihak harus terlibat.

Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan Tentang Pelaksanaan Fogging

Fokus

Informan Pernyataan

1 Fogging itu dilaksanakan setelah adanya surat permohonan untuk dilakukan fogging dari kepala desa. Tapi karena banyaknya permintaan jadi nggak bisa langsung dilakukan setelah surat itu kami terima, harus nunggu antrian. Mesin fogging kita terbatas begitu juga dengan tenaga penyemprotnya. Fogging itu tiap tahunnya itu ada kuotanya, tahun ini kita targetkan ada 200 fokus.

(30)

Lanjutan Tabel 4.11

3 Kalo fogging itu dilakukan setelah adanya kasus. Ada laporan kita tindak lanjuti. Karena dipuskesmas ini tidak ada mesin dan peralatan fogging maka kita masih minta dari dinas. Kalo dari puskesmas kita ini hanya pendamping dan penyuluh pada saat dilakukan fogging oleh orang dinas. Nanti jadwal sudah ditentukan oleh orang dinas, kita yang berkoordinasi dengan kepala desa dan bidan. Sambil fogging sambil kita beri penyuluhan dan pembagian abate. Pokoknya ada laporan, kita fogging. Kalo siklus siklus itu nggak ada disini, pokok fogging, udah.

5 Fogging itu baru dilakukan setelah KLB, kan ada tolak ukur KLB itu. Tapi yang jelas kalo sudah ada lebih dari satu kasusnya, orang dinas bersma kita akan melakukan fogging itu. Kita dalam melaksanakan fogging fokus itu, untuk meyakinkan masyarakat bahwa dikampung itu ada nyamuk DBD kita melakukan survei jentik ke tempat perindukannya. Kalo kita turun ke desa untuk melaksanakan fogging fokus bidan harus kita ikutkan karena kan mereka penguasa setempat, mereka yang tau ini rumah siap jadi mereka lah garda terdepan bersama pemerintah desa. Jadwal fogging itu tergantung kesiapan orang dinas dan jaraknya.

6 Sewaktu fogging kami nanti pendamping aja, ketuk pintu rumah warga biar mau disemprot. Kalo penyuluhan juga di lakukan waktu pemogingan.

(31)

Lanjutan Tabel 4.11

9 Sehari sebelum fogging saya sudah dihubungi. Supaya gampang nanti koordinasinya. Fogging ini kan berhubungan dengan warga, jadi ku kasih tau lah kalo besok mau ada fogging. Biar mudah petugas kesehatan nyemprotnya. Kan waktu fogging nanti kan aku ikut. Tapi ada juga warga yang tidak mengindahkan yang ku bilang itu. Ke ladang juga mereka. Kek mana menurut mu? Iya nggak?.

10 Permintaan fogging disini setelah dua bulan pelaporan baru lah di fogging. Katanya nggak ada dana, apa lagi

12 Kmaren waktu fogging siang mereka datang jadi orang sini udah ke ladang. Malah adanya nyamuk DBD setelah ada fogging.

Semua informan menyatakan bahwa fogging fokus dilakukan setelah ada kasus. Alurnya dimulai dari surat pengantar dari kepala desa kepada puskesmas yang memohon untuk dilakukannya fogging. Surat itu kemudian dilanjutkan oleh puskesmas kepada dinas setelah itu barulah ditentukan jadwal untuk pelaksanaan fogging. Sebelum pelaksanaan fogging, pihak dinas menginformasikan kepada puskesmas kapan fogging akan dilakukan dan dari pihak puskesmas berkoordinasi dengan kepala desa dan bidan sebelum fogging dilaksanakan.

Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan Tentang Pelaksanaan Penyuluhan

Kesehatan

Informan Pernyataan

2 Kalau yang PSN itu penyuluhan yang rutin yaitu

(32)

Lanjutan Tabel 4.12

yang tidak rutin yang tergantung anggaran, ada penyuluhan-penyuluhan DBD di sekolah dan di desa-desa. Yang di desa biasanya kita lakukan di jambur. Sebelum penyuluhan pasti lah kita kabari dulu kepala desanya biar digerakkannya dulu masyarakatnya itu. 3 Penyuluhan di lakukan ke sekolah-sekolah sama di

jambur. Nanti materinya semua yang berkaitan dengan DBD. Iya, saya sama Bu Menda kesling lah bersama-sama ke lapangan. Nanti bidan desa pun ikut disana. 4 Penyuluhan itu kita lakukan di sekolah-sekolah dan di

jambur. Untuk penyuluhan saya berkoordinasi sama pengelola program P2 DBD. Sebelum penyuluhan tentunya sudah kita kabari kepala desa waktunya agar bisa terkumpul masyarakatnya.

5 Penyuluhan itu dilakukan pada saat pelaksanaan fogging fokus. Yang lainnya juga ada waktunya untuk penyuluhan itu, itu yang ada di POA puskesmas. Nanti kita penyuluhan ke sekolah-sekolah, ke desa-desa. Kalo disini sering kita memberikan penyuluhan itu di jambur. Kalo untuk mengumpulkan masyarakat itu harus penyuluhannya malam, coba lah kau lihat demi masyarakat harus kerja aku di luar jam kerja ku, tapi apa boleh buat.

6 Penyuluhan itu kami lakukan kapan aja, kapan ada kesempatan kami lakukan penyuluhan. Di gereja-gereja, di perwiritan kami berikan penyuluhan.

7 Uh… udah capek ngasih penyuluhan disini. Dibuat pun penyuluhan itu banyak warga yang nggak hadir. Kek mana lagi mau di buat coba. Semuanya di kasih penyuluhan disini tapi yak au tau lah disini gimana. 8 Setau ibu nggak ada nak ku. Nggak pernah ada

penyuluhan disini untuk masalah DBD. Tapi kalo bidan mungkin ada. Waktu posyandu.

9 Kmaren dibuat di jambur penyuluhannya, datang orang dari puskemas memberikan penyuluhannya.

10 Penyuluhan itu dilakukan di jambur. Tapi sikit yang hadir. Udah dibuat pun pengumumannya, momo kalo di karo ini namanya. Oiya, waktu fogging juga ada mereka beri penyuluhan.

(33)

Lanjutan Tabel 4.12

penyuluhan itu masih kurang walaupun dari pemerintah desa udah ada pengumuman dan himbauan untuk hadir penyuluhan. Kekurangannya itu nggak ada yang hadir waktu penyuluhan, nggak ada.

12 Kemaren penyuluhan di jambur. Orang puskesmas sama mahasiswa yang ngasih penyuluhan itu. Pokoknya semua tentang DBD lah mereka bilang.

Berdasarkan informasi dari informan diketahui bahwa penyuluhan kesehatan yang dilakukan petugas kesehatan ke sekolah-sekolah, perwiritan, perpulungan, dan dijambur. Yang menjadi permasalahannya adalah sedikitnya yang hadir dalam penyuluhan itu. Namun satu informan menyatakan bahwa belum pernah ada penyuluhan yang dilakukan oleh pihak puskesmas. Penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan lebih cenderung pada jenis penyuluhan langsung yaitu penyuluhan yang bersifat kapan ada kesempatan.

Tabel 4.13 Matriks Pernyataan Informan Tentang Pelaksanaan PSN

Informan Pernyataan

(34)

Lanjutan Tabel 4.13

susah kali ngajaknya. Kam kan tau bagaimana kesibukan orang sini. Tapi kita juga umumkan digereja kalo DBD itu bisa kita cegah bersama kalo bisa kita jaga kebersihan. 6 Kami bidan desa diinstruksikan kapus agar

disosialisasikan kepada masyarakat dan pasien agar membudayakan gerakan 3M. Kita sosialisasikan melalui gereja, perwiritan, dan posyandu. Hmmm.. Gerakan

jum’at bersih nama kegiatannya. Nanti setiap jum’at kita

ajak masyarakat untuk melakukan gerakan 3M itu. 7 Itu udah bosan ku bilangkan ke masyarakat. Setiap ada

kegiatan pasti ku bilangkan. Ada nya gerakan jum’at

bersih ya sekitar 30 menit lah kita untuk bersih-bersih, bersih kan rumah kita sendiri tapi nggak ada yang mau. Ya, kami cuma bisa mengajak kan.

8 Setau ibu nggak ada nak ku. Kalo 3 M itu ibu taunya dari TV. Tapi nggak tau kalo ada bidan yang mengajak masyarakat untuk bersih-bersih itu.

9 Itu kerjaan bidan lah. Aku mana tau tau kali soal PSN itu. Kalo pengumuman gotong royong sering lah ku bilangkan kapan pun ada kesempatan tapi jarang yang mau mendengarkan.

12 Pernah dibilangkan tapi kami ini kan sibuk ke ladang jadi nggak sempat ikut. Dibilangkan mereka tentang menguras bak mandi ya setiap mandi pasti lah ku bersihkan kamar mandi itu.

Dari pernyataan informan menyatakan bahwa himbauan untuk melaksanakan PSN sudah dilakukan, melalui instruksi dari kapus kepada bidan agar bersama-sama melakukan gerakan jum’at bersih. Satu informan menyatakan bahwa tidak ada kegiatan ada kegiatan PSN atau jum’at bersih.

Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informan Tentang Hambatan Dalam

Pelaksanaan Program Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan

(35)

Lanjutan Tabel 4.14

2 Alat kita yang kita punya terbatas. Dan pada saat buat kegiatan susah kali kita menyesuaikan waktunya dengan warga.

3 Mungkin kenapa kapus tidak menunjuk saya karena saya melakukan kegiatan kadang aku harus buat diluar jam kerja. 9 Kadang aku tak dihubungi kalo ada kegiatan dari dinas

maupun puskesmas, ya mungkin bidan lah yang udah dihubunginya. Lama kali jarak fogging dengan permohonan fogging, nggak ada dana katanya.

Dari lima pernyataan informan diatas diketahui bahwa hambatan dalam pelaksanaan program penanggulangan DBD terletak pada sarana dan prasarana seperti yang dinyatakan oleh dua informan diatas, dua informan lainnya menyatakan permasalahannya terletak pada tupoksi, sedangkan satu informan menyatakan kurangnya koordinasi.

Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Informan Tentang Peran Serta Masyarakat

Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan

2 3

Kan kau tau kalo disini ini orang ke ladang semua, iya nggak? Itu lah susahnya. Dikasih penyuluhan nggak hadir. Waktu fogging ada yang nggak di rumah, cemana mau semuanya di fogging.

Kesadaran warga untuk kebersihan. Coba kam lihat di jambur Bunuraya, ntah udah setebal apa itu debunya. Warga berpikir kalo udah di fogging, masalahnya selesai sebenarnya kan nggak gitu.

4 Disini warganya kan banyak ke ladang jadi kurang partisipasi mereka. Ya kesadaran warga lah kurang disini.

5 Ada warga yang tidak mau buka pintu sewaktu fogging. Jadi tidak semua rumah warga bisa di fogging. Jadi mana tau kan masih ada nyamuk yang tinggal di rumahnya.

(36)

Lanjutan Tabel 4.15

yang reh. Tau kam reh? Daaataang. Hahaha. Ke juma semua orang itu.

7 Kalo di desa ini kan dek susah kali orang nya, nggak usah bilang di kasih apa tadi gratis, dibilangin masalah DBD aja gak ngerti orang itu. Nggak peduli mereka. 8 Kurang kesadaran masyarakat ini disuruh gotong

nggak mau padahal udah ibu bikin pengumuman. Kurang kesadaran lah. Masih kurang kesadaran.

9 Susah ngumpulin orang kalo disini. Jam tujuh mereka udah ke ladang. Disuruh ikut penyuluhan nggak ada yang hadir. Kalo orang sini, yang penting ladang bersih, lebih bersih ladangnya dari rumahnya.

11 Disini kan orang ke ladang semua, jadi agak susah. Yang datang penyuluhan pun itu-itu aja orangnya. Tapi kalo udah ada kasus DBD, ribut semuanya minta fogging.

Berdasarakan pernyataan sembilan informan diatas diketahui bahwa ke-sembilan informan menyatakan bahwa peran masyarakat masih kurang karena kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat.

4.3.2.4Pengawasan

Tabel 4.16 Matriks Pernyataan Informan Tentang Pengawasan Dan

Pengendalian Program Penanggulangan DBD

3 Setauku kapus lah yang mengawasinya. 6 Puskesmas lah dek…

7 Puskesmas dan tanggung jawab kita bersama lah…

8 Nggak ada.

9 Nggak ada.

(37)

puskesmas, sedangkan dua informan lainnya menyatakan bahwa pelaksanaan program tidak ada pengawasan.

4.3.3 Keluaran

Tabel 4.17 Matriks Pernyataan Informan Tentang Keluaran Program

Penanggulangan DBD

Informan Pernyataan

1 Masih banyak yang perlu ditingkatkan. Sudah tanggung jawab kita semua kalo untuk menyelesaikan masalah DBD. Tapi selalu kita usahakan kok untuk menanggulangi DBD disini.

2 Kita sudah berusaha, ya tapi masih perlu kita tingkatkan lagi.

3 Masih kurang lah. Belum maksimal. Belum maksimal. Tapi programnya udah dilaksanakan.

8 Ya belum berhasil lah nak ku. Udah pun dilakukannya kemaren fogging itu masih nya terus ada nya itu orang apa terkena DBD. Maunya kan setelah dilakukan program ini tak ada lagi orang terkena DBD.

9 Programnya belum sukses buktinya ningkat kasus. Kalo nggak ningkat baru lah dibilang sukses. Tapi cepat kok respon petugas kesehatan kalo ada pelaporan kasus DBD itu.

11 Kurang lah. Maunya kalo penyuluhan agak sering dilakukan biar sadar masyarakat pentingnya menjaga kebersihan.

12 Udah bagus kok, kan ada penyuluhan dan asap-asap itu. Dan mahasiswa ka nada juga yang ngasih penyuluhan di jambur-jambur.

(38)
(39)

5.1.1 Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam kegiatan penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) meliputi penanggung jawab bidang Pencegahan dan Pemberantasan (P2) DBD dengan latar belakang pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan, penanggung jawab bidang Kesehatan Lingkungan (Kesling) dengan latar belakang pendidikan strata satu, pendamping Fogging Fokus dengan latar belakang pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan dan bidan desa. Adapun SDM yang berada di luar petugas kesehatan yang ikut berperan dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan DBD adalah kepala desa dan tokoh masyarakat yang memiliki wewenang dan kekuatan untuk menggerakkan masyarakat diwilayahnya mengingat untuk penanggulangan DBD harus melibatkan semua pihak baik petugas kesehatan, kepala desa dan masyarakat.

(40)

dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Ksaro dimana petugas lapangannya juga ditunjuk oleh dinas yang terdiri dari tiga orang, satu orang sebagai penyemprot, satu orang sebagai pembuka pintu ruangan, dan satu orang sebagai pentutup pintu setelah ruangan disemprot. Dalam pelaksanaan fogging fokus petugas kesehatan yang berasal dari puskemas terlibat sebagai pendamping fogging fokus dan sebagai penyuluh saat dilakukannya fogging fokus.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa SDM yang digunakan untuk penanggulangan DBD belum sesuai dengan yang seharusnya. Hal ini dikarenakan masih ada SDM yang tidak digunakan dan tidak ada di wilayah kerja puskesmas untuk melaksanakan program penanggulangan DBD. Menurut Ditjen PP & PL Sumber Daya Manusia (SDM) untuk penanggulangan DBD meliputi petugas kesehatan dari dinas kesehatan dan puskesmas yang meliputi Pelaksana surveilans kasus DBD, Kader/PKK/Jumantik, Pengelola program DBD Puskesmas, Pengelola Program DBD di Dinas Kesehatan Kab/Kota, petugas penyemprot untuk fogging serta tokoh masyarakat dan masyarakat umum.

(41)

Dalam struktur organisasi, Puskesmas Tigapanah memiliki satu orang petugas surveilans epidemiologi, namun petugas ini tidak terlibat dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan DBD. Pdahal menurut Ditjen PP & PL petugas surveilans harusnya dilibatkan dalam kegiatan penanggulangan DBD. Dalam wawancara dengan salah satu informan disebukan bahwa petugas surveilans tidak dilibatkan dalam kegiatan penanggulangan DBD, bahkan mungkin tidak mengetahui perihal mengenai penyakit DBD. Petugas surveilans epidemiologi Puskesmas Tigapanah merupakan seorang bidan. Menurut KMK RI Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan, tenaga Surveilans Epidemiologi di tingkat Dinas Kesehatan Kab./Kota terdiri dari satu tenaga epidemiologi ahli (S2), dua tenaga epidemiologi ahli (S1) atau terampil, dan satu tenaga dokter umum. Berpedoman dari hal ini dapat dikatakan bahwa tenaga Surveilans Epidemiologi yang tersedia di Puskesmas Tigapanah belum sesuai dengan tataran ideal tenaga surveilans. Maka untuk mengatasi hal itu sebaiknya perlu diadakan pelatihan untuk petugas Surveilans Epidemiologi agar menjadi tenaga surveilans yang terampil.

(42)

cepat dalam bertindak. Hal ini menunjukkan bahwa kepala puskesmas perlu diberi pelatihan mengenai manajemen untuk pelaksanaan program penanggulangan DBD. Hal ini dikarenakan dengan manajemen yang bagus memungkinkan pimpinan puskesmas untuk menggunakan sumber daya puskesmas secara berdaya guna dan berhasil guna.

5.1.2 Dana

Dana yang digunakan dalam kegiatan penanggulangan DBD berasal dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini sudah sesuai dengan KEPMENKES RI NOMOR: 581/MENKES/SK/VII/1992 mengenai sumber dana untuk pembiayaan pemberantasan penyakit DBD. Berdasarkan hasil wawacara diketahu bahwa dana APBD digunakan untuk melaksanakan Fogging Fokus dan Dana BOK digunakan untuk kegiatan penyuluhan yang sudah terdapat di dalam Plan of Action (POA) tahunan puksemas sedangkan kegiatan PSN tidak memiliki alokasi anggaran untuk pelaksanaannya.

(43)

penyemprot. Sedangkan dana untuk penyuluhan diambil dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak adanya dana untuk pelaksanaan PSN. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan informan yang menyatakan bahwa penyuluhan yang dilakukan dalam kegiatan PSN tidak memiliki dana.

Menurut KEPMENKES RI NOMOR:581/MENKES/SK/VII/1992 biaya yang diperlukan untuk pemberantasan penyakit demam berdarah dibebankan kepada masing-masing instansi/lembaga terkait, baik melalui APBN, APBD I, APBD II, swadaya maupun sumber-sumber lain yang sah. Dengan berlandaskan Kepmenkes ini sebaiknya setiap kegiatan untuk pemberantasan penaykit DBD ini memiliki anggaran agar mampu meningkatkan motivasi para petugas untuk menjalankan program.

5.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan penanggulangan DBD di Puskesmas Tigapanah masih belum memadai. Tidak ada prasarana khusus yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan penanggulangan DBD karena kegiatan penanggulangan tidak ada yang dilakukan di dalam gedung puskesmas. Prasarana yang digunakan untuk kegiatan meliputi gedung sekolah dan jambur untuk sebagai prasarana untuk penyuluhan dengan kata lain prasarana yang digunakan bukan fasilitas yang dimiliki puskesmas.

(44)

melainkan hanya untuk penyuluh. Sedangkan poster yang berisi gerakan 3M Plus tidak tersedia di puskesmas. Pentingnya poster ini adalah agar bisa menjangkau masyarakat yang tidak tahu informasi mengenai gerakan 3M Plus.

Untuk pelaksanaan kegiatan penyuluhan kesehatan sarana yang digunakan oleh petugas kesehatan hanya proyektor sebagai media penyuluhan. Sedangkan untuk kegiatan PSN sama sekali tidak ada sarana yang digunakan, hanya melalui pengumuman. Hal ini menyebabkan kurang meratanya informasi yang didapatkan oleh masyarakat. Karena pengumuman tidak bisa menjangkau semua masyarakat. Sesuai dengan pernytaan informan yang tidak mengetahui menngenai Gerakan

Jum’at Bersih dan informasi mengenai gerakan 3M Plus. Seharusnyas petugas

kesehatan perlu menempelkan poster pada tempat yang strategis dan membagikan leaflet kepada masyarakat.

(45)

Untuk melaksanakan kegiatan penanggulangan DBD diperlukan berbagai alat dan bahan. Dalam standar penanggulangan alat dan bahan yang harus tersedia antara lain formulir pemeriksaan jentik, bahan penyuluhan seperti leaflet, poster, proyektor, formulir penyelidikan epidemiologi, alat semprot minimal empat unit per puskesmas kecamatan, kendaraan roda empat minimal satu unit, solar dan bensin, insektisida sesuai kebutuhan, alat komunikasi minimal satu unit (Depkes RI, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sarana yang digunakan untuk penanggulangan DBD di Puskesmas Tigapanah belum memadai. Begitu juga halnya jumlah mesin fogging yang terdapat di dinas kesehatan juga masih terbatas. Maka dari itu Puskesmas perlu melengkapi semua sarana yang diperlukan untuk melakukan kegiatan penanggulangan DBD agar kegiatan dapat berjalan secara optimal.

(46)

5.2 Komponen Proses (Process)

5.2.1 Fogging Fokus

5.2.1.1 Perencanaan

Perencanaan yang dilakukan untuk pelaksanaan Fogging Fokus dilakukan oleh dinas kesehatan. Pelaksanaan Fogging Fokus dilaksanakan setelah adanya surat permohonan untuk dilaksanakan Fogging oleh kepala desa. Surat permohonan agar dilakukan Fogging Fokus disampaikan oleh kepala desa kepada puskesmas dan diteruskan oleh puskesmas kepada dinas kesehatan. Surat yang dibuat oleh kepala desa dibuat setelah adanya penemuan kasus DBD. Pelaporan kasus DBD disertai dengan bukti laboratorium yang menyatakan seorang pasien positif terkena DBD.

(47)

DBD. Pasien hanya dikunjungi oleh bidan desa yang memastikan bahwa benar pasien terkena penyakit DBD.

Menurut Ditjen PP & PL (2014) setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindak lajuti dengan kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan Penanggulangan Fokus (PF), sehingga penyebaluasan DBD dapat dibatasi dan KLB dapat di cegah. Namun, pada kenyataannya setelah ditemukan adanya kasus DBD, tidak dilakukan PE terlebih dahulu, hal ini juga dikarenakan desakan warga yang meminta untuk dilakukan Fogging Fokus karena warga berpendapat bahwa fogging merupakan satu-satunya cara untuk memberantas DBD.

Sebaiknya sebelum dilakukan Fogging Fokus perlu dilakukan Penyelidikan Epideniologi oleh petugas kesehatan, dimana untuk melakukannya bisa ditunjuk surveilans epidemiologi. Karena tujuan dari PE itu sendiri adalah untuk mengretahui potensi penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan diwilayah sekitar tempat tinggal penderita.

5.2.1.2 Pengorganisasian

(48)

Petugas kesehatan yang berasal dari puskesmas ditugaskan sebagai pendamping fogging dan sebagai penyuluh. Sedangkan kepala desa nanti akan sebagai penggerak untuk pelaksanaan kegiatan. Pendamping Fogging Fokus yang diutus puskesmas tidak hanya penanggung jawab P2 DBD melainkan siapa yang bersedia untuk terlibat. Hal menunjukkan adanya ketidak jelasan pembagian tugas.

5.2.1.3 Pelaksanaan dan Penggerakan

(49)

Pelaksanaan Fogging Fokus dilaksanakan diatas jam sepuluh pagi dan dilakukan hanya sebanyak satu kali. Pengasapan dilakukan per desa bahkan juga didesa yang berdekatan. Yang menjadi sasaran fogging adalah rumah warga dan halaman sekitarnya. Pengasapan dilakukan kepada seluruh penjuru desa termasuk ke kandang-kandang ternak. Tepat pada saat pelaksanaan penagasapan petugas kesehatan juga memberikan penyuluhan mengenai cara mencegah DBD yaitu salah satunya dengan membudayakan gerakan 3M Plus. Dalam pelaksanaan pengsapan petugas fogging selain didamping oleh petugas kesehatan dari puskesmas dan bidan juga didamping oleh kepala desa selama pelaksanaannya, hal ini bertujuan agar mudah mengajak warga untuk bekerja sama saat pengasapan.

Berdasarkan Ditjen PP & PL (2014) waktu operasional untuk Fogging Fokus adalah pagi hari atau sore hari karena pada waktu itu adalah waktu nyamuk Aedes aegypti sedang berkaktifitas. Penyemprotan dilakukan dua siklus dengan interval satu minggu. Namun, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Fogging Fokus hanya dilakukan satu kali setelah permohonan dilakukannya fogging dan waktu pelaksanaannya tidak belum sesuai dengan standarnya karena fogging dilakukan pada siang hari. Penyebab fogging dilakukan siang hari dikarenakan jarang antara dinas dengan desa yang memakan waktu tempuh.

(50)

Fogging Fokus hendaklah sesuai dengan standar yang berlaku agar mampu memberikan manfaat dari pelaksanaan fogging tersebut. Menurut Putri (2008) semakin terlambat fogging dilakukan maka kemungkinan nyamuk untuk menyebar semakin besar.

5.2.1.4 Hambatan

Hambatan dalam pelaksanaan Fogging Fokus adalah terbatasnya jumlah mesin yang dimilki oleh dinas kesehatan sedangkan permintaan fogging semakin bertambah. Jarak yang memakan waktu tempuh juga menjadi penyebab terjadinya keterlambatan pelaksanaan Fogging Fokus. Selain itu partisipasi masyarakat yang belum menyeluruh karena masih ada masyarakat yang tidak bersedia rumahnya atau suatu ruangan di rumahnya untuk di lakukan penagasapan. Pada saat pengasapan pun ada warga yang tidak ada dirumah.

Hal ini sesuai dengan penelitian Sriwulandari (2009) yang menyatakan bahwa salah satu hambatan dalam pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD yaitu susahnya berkoordinasi dengan beberapa pihak . Dinyatakan bahwa susanya koordinasi dengan masyarakat maupun pihak desa terlihat dari adanya perangkat desa yang tidak terlalu tanggap saat ada kasus yang menimpa warganya. Hal ini sesuai dengan pernyataan infroman yang menyatakan tidak pernah tahu tentang warganya yang terkena DBD.

(51)

rumahnya dilakukan penyemprotan tentunya akan memberikan dampak dari pelaksanaan Fogging Fokus.

5.2.1.5 Pengawasan

Kegiatan Fogging Fokus pada saat pelaksanaannya diawasi langsung oleh koordinator pelaksanaan fogging. Walau sudah diawasi secara langsung, namun pelaksanaan fogging belum sesuai dengan juklak dan juknisnya. Setelah pelaksanaan fogging pengawasan dilakukan dengan cara tidak langsung yaitu melalui laporan jumlah kasus yang diperoleh dari pihak puskesmas. Selain itu untuk memantau perkembangan kasus DBD maka peran dari bidan desa sangat dibutuhkan karena mengingat mereka yang paling dekat dengan masyarakat.

Jika pengawasan dapat dilaksanakan secara tepat maka organisasi akan memproleh banyak manfaat diantaranya dapat mengetahui apakah suatu kegiatan telah dilaksanakan sesuai standar atau rencana yang telah ditetapkan sehingga efisiensi program dapat diketahui, diketahuinya penyimpangan pada pelaksnanaan tugas yang dilakukan oleh para petugas sehingga pimpinan dapat merancang suatu pendidikan dan pelatihan yang akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas. Selain itu melalui pengawasan dapat diketahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan.

(52)

5.2.2 Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

5.2.2.1 Perencanaan

Perencanaan untuk kegiatan PSN dibahas pada saat rapat bulanan dan minilokarya. Pada setiap rapat bulanan kepala puskesmas selalu membahas tentang perkembangan penyakit DBD. Setiap bidan desa memberikan laporan tentang kasus DBD yang ada didesanya. Setelah itu kepala puskesmas menginstruksikan kepada bidan desa untuk menghimbau masayarakat agar melaksanakan kegiatan PSN. Bentuk kegiatan PSN yang dilaksanakan adalah

Gerakan Jum’at Bersih. Bidan desa yang berkoordinasi dengan kepala desa

mengumumkan agar masyarakat melaksanakan Gerakan Jum’at Bersih. Bidan

desa memberikan pengumuman pada saat warga melakukan imunisasi.

Tidak adanya perencanaan yang matang untuk pelaksanaan kegiatan PSN menyebabkan tidak jelasnya kegiatan apa saja yang harus dilaksanakan dalam PSN dan siapa saja yang terlibat didalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kegiatan PSN hanya sebuah himbauan kepada masyarakat yang diinstruksikan oleh kepala puskesmas dan diteruskan oleh bidan kepada masyarakat.

(53)

5.2.2.2 Pengorganisasian

Untuk pelaksanaan PSN kepala puskesmas langsung memberikan instruksi kepada bidan desa untuk menghimbau masyarakat agar melakukan Gerakan

Jum’at Bersih. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa setelah adanya

pelaporan kasus DBD maka yang pertama kali diutus oleh kepala puskesmas adalah bidan desa agar masyarakat melakukan gerakan 3M plus. Bidan desa diutus karena yang mengetahui situasi kesehatan didesa adalah bidan desa. Bidan desa akan bekerja sama dengan kepala desa dan tokoh masyarakat agar masyarakat mau bergerak untuk melakukan kegiatan PSN setiap hari jum’at pagi. 5.2.2.3 Pelaksanaan dan Penggerakan

Untuk pelaksanaan kegiatan PSN bidan desa telah melakukan koordinasi dengan baik dengan kepala desa dan tokoh masyarakat agar menggerakkan masyarakat melakukan kegiatan PSN. Menurut salah satu informan PSN merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD. Pengendalian vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya dimasyarakat dilakukan melalui upaya PSN DBD dalam bentuk kegiatan 3 M Plus yang harus dilakukan secara luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan (Ditjen PP & PL, 2014).

(54)

meliputi gotong royong membersihkan rumah dan pekarangannya dan melakukan gerakan 3M Plus. Berdasarkan pernyataan informan menyatakan bahwa pelaksanaan gerakan 3M Plus sudah dilaksanakannya.

Bidan desa melakukan himbauan agar melakukan kegiatan PSN pada saat hari imunisasi dan pertemuan PKK. Kepala desa dan tokoh masyarakat melakukan himbauan melalui pengumuman yang ditempelkan di kedai-kedai

kopi. Pada hari jum’at masyarakat melakukan gotong royong membersihkan

rumah masing-masing pada pagi hari sebelum berangkat ke ladang. Kegiatan yang

dilakukan pada saat Gerakan Jum’at Bersih masyarakat kebanyakan hanya membersihkan pekarangan saja sedangkan Gerakan 3M Plus belum sepenuhnya dijalankan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi mengenai 3M Plus kepada masyarakat. Sesuai dengan pernyataan informan yang menyatakan belum pernah mendengar petugas kesehatan atau pun bidan desa menjelaskan tentang Gerakan 3 M Plus. Berdasarkan hasil wawancara juga diketahui bahwa pelaksanaan PSN tidak dilakukan secara berkesinambungan.

(55)

5.2.2.4 Hambatan

Gerakan PSN DBD adalah kegiatan terencana yang dilakukan oleh seluruh masyarakat bersama pemerintah dan pemerintah daerah untuk mencegah penyakit DBD melalui kegiatan PSN secara terus menerus dan berkesinambungan. Gerakan PSN DBD ini merupakan kegiatan yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit DBD serta mewujudkan kebersihan lingkungan dan perilaku sehat (Ditjen PP & PL, 2013).

Hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan PSN DBD adalah rendahnya tingkat partisipasi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan PSN DBD dengan alasan adanya kesibukan pribadi seperti pergi ke ladang. Gerakan PSN juga belum membudaya dimasyarakat dikarenakan ketidak pedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan yang menyatakan bahwa untuk masyarakat disini kebersihan ladang lebih utama dari pada rumah sendiri.

Menurut penelitian Hidajat (2004) ketidakberhasilan program pencegahan dan pemberantasan DBD dalam mencegah dan menurunkan tingginya angka kejadian penyakit DBD berhubungan erat dengan belum adanya peran serta masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas program.

(56)

pelaksanaannya. Serta diharapkan agar geraka PSN DBD dapat membudaya di masyrakat.

5.2.2.5 Pengawasan

Kegiatan PSN sama sekali tidak mendapat pengawasan baik dalam pelaksanaannya maupun setelah pelaksanaannya. Dengan tidak adanya pengawasan menjadikan kegiatan PSN tidak berjalan sesuai dengan harapan. Tidak adanya pengawasan dikarenakan tidak adanya standar yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan PSN karena bentuk kegiatan yang hanya berupa

Gerakan Jum’at Bersih.

Sebaiknya perlu ditetapkan standar kegiatan dan capaian yang ingin dicapai dalam kegiatan PSN seperti penghitungan AJB. Tidak dihitungnya AJB dikarenakan tidak adanya sumber daya manusia untuk menghitung AJB itu. Sebaiknya puskesmas melatih kader jumantik agar dapat mengawasi pelaksanaan PSN beserta sebagai petugas untuk menghitung AJB.

Dalam penelitian Riyanti (2008) dalam kegiatan PSN masyarakat belum aktif secara mandiri ikut berperan serta dalam melaksanakan kegiatan PSN. Dalam kegiatan PSN jumantik sangat berperan langsung dalam melakukan pemeriksaan jentik ke rumah warga.

5.2.3 Penyuluhan

5.2.3.1 Perencanaan

(57)

Sedangkan penyuluhan yang tidak terprogram adalah penyuluhan yang dilakukan setelah adanya laporan kasus DBD.

Penyuluhan yang terprogram dilakukan satu kali dalam satu tahun yang direnacanakan setelah menelaah laporan dan data yang diperoleh pada tahun sebelumnya. Perencanaan untuk melakukan penyuluhan DBD didasari oleh semakin meningkatnya jumlah kasus DBD di Kecamatan Tigapanah. Sehingga dibuatlah perencanaan agar dilakukan penyuluhan. Lokasi yang dipilih untuk melaksanakan penyuluhan adalah sekolah-sekolah dan jambur. Pemilihan sekolah sebagai tempat penyuluhan agar memberikan pengetahuan kepada siswa-siswa mengenai penyakit DBD, bagaimana pencegahan dan penanggulannya. Alasan lain yang menyebabkan sekolah menjadi tempat penyuluhan dikarenakan beberapa pasien DBD adalah masyarakat berumur anak sekolah.

Selanjutnya penyuluhan juga dilakukan di Jambur pada malam hari. Dilakukan dijambur dikarenakan Jambur merupakan tempat berkumpulnya warga. Dilakukan malam hari karena pada siang hari akan sangat mengumpulkan warga dikarenakan warga pergi berladang. Maka pihak puskesmas mengambil inisiatif untuk melakukan penyuluhan di malam hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan yang menyatkan bahwa penyuluhan pernah dilakukan oleh petugas puskesmas di jambur.

(58)

yang dilakukan setiap ada kesempatan, mengingat pentingnya informasi mengenai penyakit DBD untuk masyarakat.

5.2.3.2 Pengorganisasian

Dalam melakukan penyuluhan yang terprogram, penanggung jawab P2 DBD akan berkoordinasi dengan penanggung jawab bidang kesling serta pendamping Fogging Fokus. Untuk petugas yang melakukan penyuluhan adalah petugas P2 DBD, penanggung jawab bidang kesling dan kepala tata usaha serta pendamping Fogging Fokus. Peralatan yang digunakan saat penyuluhan kesehatan adalah proyektor yang digunakan sebagai media penunjang pelaksanaan penyuluhan. Semua petugas puskesmas yang turun ke lapangan bertindak sebagai penyuluh.

Untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan yang tidak terprogram dilakukan oleh bidan desa. Petugas kesehatan dari puskesmas yang terlibat dalam penyuluhan tidak terprogram ini berdasarkan atas kesediaannya saja. Hal ini menyebabkan banyak petugas puskesmas yang memilih untuk tidak terlibat dalam memberi penyuluhan.

5.2.3.3 Pelaksanaan dan Penggerakan

(59)

30 menit digunakan untuk penyampaian materi penyuluhan dan 30 menit untuk Tanya jawab. Satu orang petugas kesehatan bertindak sebagai penyuluh dan yang lainnya akan menjawab pertanyaan dari siswa-siswa.

Pelaksanaan kegiatan penyuluhan DBD disekolah-sekolah diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran sedini mungkin mengenai pentingnya menjaga kebersihan lingkungan guna mencegah penyakit DBD. Selain itu diharapkan dengan adanya penyuluhan siswa-siswa dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan DBD.

Penyuluhan di Jambur dilaksanakan setelah pihak puskesmas berkoordinasi dengan kepala desa. Pentingnya koordinasi dengan kepala desa sebelum pelakasanaan kegiatan penyuluhan adalah agar kepala desa mampu menggerakkan warga untuk menghadiri penyuluhan. Penyuluhan di Jambur dilakukan pada malam hari dikarenakan siang hari akan sangat susah mengumpulkan warga karena warga pergi berladang. Berdasarkan hasil wawancara informan menyatakan karena pentingnya penyuluhan maka bukan masalah untuk kerja diluar jam kerja.

(60)

Penyuluhan yang dilakukan di Jambur dilakukan oleh petugas puskesmas. Setelah masyarakat berkumpul di jambur, maka akan penyuluh akan langsung memberikan penyuluhan dengan menggunakan proyektor sebagai media penunjang penyuluhan. Pada saat penyuluhan tidak dibagikan leaflet, hal ini menjadi suatu kelemahan dalam melaksanakan penyuluhan mengingat susahnya mengontrol keadaan yang ada di Jambur.

Untuk mengatasi hal itu sebaiknya puskesmas menyediakan leaflet dan poster sebagai media tambahan untuk penyuluhan. Hal ini sebagai cara untuk mengantisipasi ketidakterjangkauan masyarakat yang tidak hadir didalam penyuluhan. Diharapakan melalui media tersebut masyarakat walau tidak menghadiri penyuluhan tetap memperoleh informasi mengenai DBD.

Untuk pelaksanaan penyuluhan tidak terprogram yang dilaksanakan di perwiritan dan di gereja terlebih dahulu bidan desa dan pihak puskesmas berkoordinasi dengan pengurus perwiritan dan pengurus gereja. Penyuluhan yang dilaksanakan di Perwiritan dan di Gereja dikarenakan merupakan salah satu tempat berkumpulnya masyarakat sehingga sasaran nya tidak sedikit dan lebih mudah dalam mengumpulkannya. Tujuan dari koordinasi ini adalah untuk memastikan warga akan mengikuti penyuluhan yang akan dilakukan oleh bidan desa maupun petugas puskesmas.

Penyuluhan akan dilakukan setelah selesai acara wirit dan pengurus wirit

akan menahan jama’ah wirit untuk mengikuti penyuluhan. Penyuluhan yang

(61)

dengan penyuluhan yang dilakukan di gereja, penyuluhan dilakukan setelah ibadah selesai. Setelah ibadah selesai maka akan diumumkan bahwa aka nada penyuluhan. Setelah itu penyuluh akan memberikan penyuluhan secara oral saja. Diakhir penyuluhan, penyuluh mengajak agar masyarakat berpartisipasi aktif untuk kegiatan penanggulangan DBD. Juga mengajak masyarakat agar aktif dalam melakukan PSN.

Sebaiknya dalam melaksanakan penyuluhan perlu dilengkapi media yang digunakan untuk penyuluhan yaitu leaflet dan poster. Dua hal ini dapat meng-cover masyarakat yang tidak menghadiri penyuluhan. Masyarakat diharapakan

lebih antusias dalam menghadiri penyuluhan. 5.2.3.4 Hambatan

Hambatan yang ditemui pada saat penyuluhan adalah sulitnya mengumpulkan masyarakat untuk menghadiri penyuluhan karena kesibukan dan merasa tidak pentingnya penyuluhan itu. Hambatan lainnya adalah kurangnya media penunjang yang digunakan untuk penyuluhan. Sebaiknya pihak puskesmas menyediakan poster dan leaflet yang diyakini akan sangat membantu dalam menunjang pelaksnaan penyuluhan. Selain itu diharapkan agar masyarakat mau meluangkan waktu untuk menghadiri penyuluhan kesehatan mengenai penyakit DBD.

5.2.3.5 Pengawasan

(62)

bahwa semua kegiatan penyuluhan diawasi langsung oleh kepala puskesmas. Bentuk pengawasan yang dilakukan adalah dengan pengawasan tidak langsung. Dimana berdasarkan hasil laporan saja.

Sebaiknya untuk pengawasan dilakukan secara kombinasi yaitu dengan pengawasan langsung dan tidak langsung. Pengawasan langsung adalah pengawasan yang lasung diawasi oleh kepala puskesmas pada saat pelaksanaannya sedangkan pengawasan tidak langsung adalah pengawasan yang berdasarkan hasil laporan. Dengan adanya pengawasan dari kepala puskesmas diharapkan kegiatan penyuluhan diketahui kelemahannya sehingga bisa menjadi masukan untuk kegiatan penyuluhan selanjutnya.

5.3 Keluaran (Output)

Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam dalam system. Keluaran yang diaharapakan dari pelaksanaan program penanggulangan DBD ini adalah terlaksananya program penanggulangan DBD yang optimal untuk menurunkan kasus DBD.

(63)
(64)

1. Masukan (Input)

1. Sumber daya untuk penanggulangan DBD di Puskesmas Tigapanah yang terlibat saat ini adalah penanggung jawab program P2 DBd, penanggung jawab bidang kesling, pendamping Fogging Fokus, dan bidan desa. Sumber daya lain yang terlibat adalah kepala desa, tokoh masyarakat dan masyarakat umum. Sumber daya yang belum tersedia adalah kader jumantik.

2. Sumber dana untuk pelaksanaan kegiatan penanggulangan DBD berasal dari dana APBD dan BOK. Dana APBD digunakan untuk pelaksanaan Fogging Fokus dengan anggaran Rp. 1.000.000,00 – Rp. 1.500.000,00 per fokus. Dana BOK digunakan untuk kegiatan penyuluhan. Sedangkan kegiatan PSN tidak memiliki anggaran dana kegiatan.

3. Sarana yang selama ini digunakan sebagai media penyuluhan adalah proyektor. Sedangkan leaflet dan poster tidak tersedia di puskesmas. 2. Proses (Process)

Gambar

Tabel 3.1 Distribusi Jumlah Informan No. Informan
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah
Tabel 4.2 Data Tenaga Ahli di Wilayah Kerja Puskesmas Tigapanah Tahun
Tabel 4.3 Karakteristik Informan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setio Saputro, D0111077, Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen Dalam Penanggulangan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen,

Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari

Setio Saputro, D0111077, Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen Dalam Penanggulangan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen,

a) Jenis dan jumlah masukan dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan, dengan demikian pemborosan sumber, tata cara, dan kesanggupan yang sifatnya

Penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dikarenakan virus semakin mudah penyebarannya menulari lebih banyak manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berpengaruh

Dari penelitian terdahulu dapat dilihat bahwa penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue di beberapa kota di Indonesia beragam. Pada pengabdian masyarakat di sini,

Gambaran pelaksanaan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dengan 3M oleh keluarga dalam pencegahan penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) oleh keluarga di Dusun Jeruk

Pelaksanaan pengabdian masyarakat dimulai dengan memperkenalkan diri dan pemaparan materi mengenai bahaya dari penyakit berbasis lingkungan yaitu penyakit Demam Berdarah Dengue DBD,